metode pemetaan risiko bencana daerah istimewa yogyakarta 2008

38

Upload: bramantiyo-marjuki

Post on 18-Jul-2015

468 views

Category:

Science


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008
Page 2: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

METODE PEMETAAN RISIKO BENCANA PROVINSI DIY

EARLY RECOVERY ASSISTANCE BAPPENAS ‐ BAPEDA DIY ‐ UNDP 

Page 3: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

ii METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

Penyusun: Tim DRR PPMU ERA BAPPENAS-BAPEDA DIY-UNDP Editor: Bramantiyo Marjuki

Ekha Yogafanny

BADAN PERENCANAAN DAERAH (BAPEDA) PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Kompleks Kepatihan Danurejan, Yogyakarta, 55213 Telp. (0274) 566976, 562811 (Psw. 1209—1217) E-mail : [email protected] Website : http://www.bapeda.jogjaprov.go.id

Page 4: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

iii METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN DAERAH (BAPEDA) PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 

Pemanfaatan data spasial untuk pembangunan di Indonesia saat ini masih mengalami berbagai

kendala, salah satunya adalah aspek metadata. Banyak kegiatan pemetaan yang menghasilkan data

spasial telah dilaksanakan, namun dokumentasi penyusunan metode dan metadata-nya kurang

diperhatikan sehingga terkadang kualitas, akurasi dan presisinya menjadi tidak jelas. Penyusunan

Buku Metode Pemetaan Risiko Bencana Provinsi DIY yang dilaksanakan oleh Tim DRR PPMU ERA

di BAPEDA DIY ini saya kira merupakan suatu langkah maju dalam upaya utilisasi dan pemanfaatan

data spasial untuk kegiatan pembangunan, yang dalam hal ini adalah penanggulangan bencana.

Dengan terselesaikannya buku ini, setidaknya salah satu aspek metadata yang harus ada dalam

setiap data spasial, yaitu prosedur kompilasi data sudah terpenuhi. Diharapkan dengan terbitnya

buku ini, respon positif dari masyarakat, baik praktisi maupun akademisi , terutama yang bergerak di

bidang pemetaan dan kebencanaan dapat muncul. Masukan—masukan yang muncul ini nantinya

akan dapat menjadi bahan yang berharga bagi pemerintah daerah untuk mengevaluasi hasil - hasil

kegiatan pemetaan yang telah dilaksanakan, sehingga kegiatan serupa di masa datang akan dapat

dilaksanakan dengan metode yang lebih baik dan menghasilkan output yang lebih akurat.

Terimakasih saya ucapkan pada semua pihak yang telah berkonstribusi dalam penyusunan buku ini.

Terimakasih kepada Tim DRR PPMU ERA yang telah bersusah payah menyusun buku ini. Semoga

buku ini dapat menjadi contoh dan pionir pentingnya standarisasi metadata, prosedur kompilasi dan

metodologi dalam kegiatan pemetaan, baik pemetaan kebencanaan maupun pemetaan lainnya guna

kepentingan pembangunan.

Yogyakarta, Desember 2008

Kepala Badan Perencanaan Daerah Provinsi DIY

Setyoso Hardjowisastro

Page 5: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

iv METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

Page 6: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

v METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

SAMBUTAN KEPALA BIDANG PERENCANAAN WILAYAH  BAPEDA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 

Beberapa tahun terakhir ini, Indonesia dan dunia telah dikejutkan dengan terjadinya berbagai macam bencana alam global secara beruntun. Di Indonesia sendiri dalam kurun 2004 hingga 2007 telah terjadi beberapa bencana alam dashyat mulai dari gempabumi dan Tsunami Aceh Nias Desember 2004, Gempa DIY-Jateng Mei 2006, Tsunami Pangandaran 2006 dan meletusnya beberapa gunungapi di Indonesia telah menyadarkan masyarakat Indonesia akan kompleksnya kondisi kebencanaan Indonesia. Pengalaman - pengalaman menghadapi bencana selama ini telah membuktikan bahwa pendekatan kuratif saja tidak cukup untuk dapat mengurangi kerugian dan jatuhnya korban akibat bencana. Sebuah konferensi dunia telah diadakan pada awal tahun 2005 di Kobe Jepang dan menghasilkan suatu kerangka kerja pengurangan risiko bencana yang dikenal dengan Hyogo Framework for Action 2005 -2015. Salah satu inti dari Kerangka Hyogo adalah implementasi pengurangan risiko bencana dalam setiap kegiatan pembangunan. Pemerintah Indonesia pada umumnya dan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada khususnya telah mencoba untuk mengimplementasikan semangat pengurangan risiko bencana dalam setiap kegiatan pembangunan di wilayah Provinsi DIY. Berbagai dokumen perencanaan dan perundangan telah disusun untuk memenuhi kebutuhan tersebut. masyarakat DIY sendiri telah menyambut baik setiap upaya - upaya implementasi pengurangan risiko bencana yang terwujud dalam bentuk antusiasme dan sambutan positif terhadap kegiatan - kegiatan PRB yang diadakan dan difasilitasi baik oleh pemerintah daerah maupun lembaga swadaya masyarakat lokal hingga internasional. Walaupun demikian, implementasi PRB memerlukan beberapa kegiatan pendahuluan yang cukup fundamental sebelum kegiatan PRB itu sendiri dilaksanakan. Salah satu kegiatan tersebut adalah pemetaan risiko bencana. Pemetaan risiko bencana cukup penting karena kegiatan ini dapat memberikan informasi penyebaran lokasi - lokasi yang mempunyai risiko tinggi untuk suatu jenis bencana, sehingga kegiatan PRB yang akan dilaksanakan nantinya dapat efektif, efisien dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kegiatan Pemetaan Risiko Bencana Provinsi DIY sendiri telah dilaksanakan pada tahun 2007 dan hasilnya sudah dimasukkan pada RAD PRB Provinsi DIY 2007-2013. Lepas dari segala kekurangan yang masih ada, kegiatan ini sendiri merupakan prestasi karena belum banyak provinsi yang telah melaksanakan kegiatan ini. Saya menyambut baik dan mengucapkan terimakasih banyak atas inisiatif dan kerja keras dari Tim Disaster RIsk Reduction Program PPMU ERA di BAPEDA DIY yang telah bersusah payah mendokumentasikan metode - metode yang digunakan dalam kegiatan pemetaan tersebut dalam sebuah buku. Semoga penyusunan buku ini dapat menjadi salah satu media pembelajaran bagi daerah lain dan media evaluasi bagi kegiatan pemetaan yang telah dilakukan. Diharapkan dari terbitnya buku ini kemudian muncul kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak agar setiap kegiatan pemetaan yang akan dilaksanakan di masa mendatang dapat lebih baik hasilnya, terlebih saat ini terdapat wacana untuk mengintegrasikan peta - peta bencana dalam rencana tata ruang. Yogyakarta, Desember 2008 Kepala Bidang Perencanaan Wilayah BAPEDA DIY Hananto Hadi Purnomo

Page 7: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

vi METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

Page 8: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

vii METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

KATA PENGANTAR 

Pemetaan risiko bencana merupakan salah satu kegiatan fundamental yang harus dilakukan

sebelum kegiatan—kegiatan pengurangan risiko bencana dilaksanakan. Provinsi DIY sebagai salah

satu provinsi yang rawan multibencana telah melaksanakan kegiatan tersebut dengan hasil yang

sudah terimplementasi dalam RAD PRB 2007—2013. Buku ini disusun guna mentransparansikan

metode—metode yang digunakan dalam pemetaan, sehingga dapat dinilai dan dievaluasi secara

ilmiah.

Kami menyadari bahwa buku ini dan isi di dalamnya masih jauh dari sempurna dan ideal, oleh

karena itu saran dan masukan dari para pengguna buku ini sangat kami harapkan guna perbaikan

dokumen serupa di masa datang. Kami juga mengharapkan agar buku ini dapat memperkaya

pustaka kebencanaan yang masih langka di Indonesia.

Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah berkonstribusi dalam

penyusunan buku ini

Tim Penyusun

Page 9: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

viii METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

Page 10: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

ix METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

DAFTAR ISI 

Hal SAMBUTAN KEPALA BAPEDA PROVINSI DIY ............................................................................ iii SAMBUTAN KEPALA BIDANG PERENCANAAN WILAYAH BAPEDA DIY ................................ v KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………….. vii DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………. ix DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………………………………… xi DAFTAR TABEL……………………………………………………………………………………………. xiii BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………..1 1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1 1.2 Maksud dan Tujuan Penyusunan Metodologi......................................................... 1 BAB II KONSEPSI PEMETAAN RISIKO BENCANA................................................................. 3 2.1 Bencana.................................................................................................................. 3 2.2 Risiko Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana............................................... 3 2.3 Tiga Aspek Risiko Bencana (Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas)..................... 4 2.4 Peta dan Pemetaan................................................................................................ 5 2.5 Pemetaan Risiko Bencana..................................................................................... 6 BAB III METODE PEMETAAN RISIKO BENCANA PROVINSI DIY........................................... 9 3.1 Pemetaan Ancaman (Hazard)................................................................................ 9 3.1.1 Banjir ......................................................................................................10 3.1.2 Tanahlongsor ......................................................................................... 11 3.1.3 Kekeringan ............................................................................................. 12 3.1.4 Gempabumi ........................................................................................... 13 3.1.5 Letusan Gunungapi ................................................................................13 3.1.6 Tsunami ................................................................................................. 14 3.1.7 Angin ribut dan Endemik Penyakit ......................................................... 15 3.1.8 Skoring Peta Ancaman........................................................................... 15 3.2 Pemetaan Kerentanan (Vulnerability)......................................................................16 3.2.1 Komponen Fisik ..................................................................................... 16 3.2.2 Komponen Demografi ............................................................................ 17 3.2.3 Komponen Ekonomi ...............................................................................17 3.2.4 Peta Kerentanan .................................................................................... 17 3.3 Pemetaan Kapasitas (Capacity) ............................................................................. 18 3.3.1 Komponen Fisik ..................................................................................... 18 3.3.2 Komponen Sosial ................................................................................... 19 3.3.3 Peta Kapasitas ....................................................................................... 19 3.5 Pemetaan Risiko (Risk) .......................................................................................... 19 BAB IV PENUTUP ....................................................................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 23

Page 11: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

x METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

Page 12: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

xi METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

DAFTAR GAMBAR 

Hal Gambar 3.1 Diagram Alir Pemetaan Ancaman Banjir ........................................................... 10 Gambar 3.2 Diagram Alir Pemetaan Ancaman Tanahlongsor .............................................. 11 Gambar 3.3 Diagram Alir Pemetaan Ancaman Kekeringan .................................................. 12 Gambar 3.4 Diagram Alir Pemetaan Ancaman Gempabumi ................................................. 13 Gambar 3.5 Diagram Alir Pemetaan Ancaman Tsunami ....................................................... 15

Page 13: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

xii METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

Page 14: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

xiii METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

DAFTAR TABEL 

Hal Tabel 3.1 Indikator Kerentanan Fisik................................................................................... 16 Tabel 3.2 Indikator Kerentanan Demografi......................................................................... 17 Tabel 3.3 Indikator Kerentanan Ekonomi ........................................................................... 17 Tabel 3.4 Indikator Kapasitas Fisik...................................................................................... 18 Tabel 3.5 Indikator Kapasitas Sosial....................................................................................19

Page 15: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

1 METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

PENDAHULUAN 

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya frekuensi kejadian bencana di Indonesia pada umumnya dan di Provinsi DIY pada

khususnya telah membuka mata semua pihak akan pentingnya pertimbangan aspek kebencanaan

dalam pembangunan. Kejadian gempabumi besar Mei 2006, bencana tanah longsor Kulonprogo,

kekeringan Gunungkidul, Erupsi Merapi di Sleman, ancaman tsunami dan banjir di sepanjang pesisir

Bantul-Kulonprogo, dan angin putting beliung di Kota Yogya menyadarkan semua pelaku dan

pelaksana pembangunan di Provinsi DIY akan perlunya perhatian khusus pada lokasi – lokasi yang

rawan bencana, baik bencana alam maupun non alam. Selain itu, UU no 24 Tahun 2007

mengharuskan setiap pemerintah daerah mempunyai dokumen PRB (Pengurangan Risiko Bencana)

sebagai dasar dalam penyusunan rencana aksi guna meminimalisir risiko dan dampak negatif jika

terjadi bencana. Salah satu aspek penting dalam PRB adalah informasi lokasi – lokasi yang memiliki

kerawanan dan risiko bencana tinggi. Kebutuhan akan informasi lokasi – lokasi yang memiliki risiko

bencana tinggi inilah yang mendasari BAPEDA Provinsi DIY sebagai badan perencana

pembangunan di Provinsi DIY, dengan didukung program ERA (Early Recovery Assistance)

kerjasama UNDP-BAPPENAS-BAPEDA DIY, melakukan kegiatan pemetaan risiko bencana Provinsi

DIY.

1.2 Maksud dan Tujuan Penyusunan Metodologi

Maksud dari penyusunan dokumen ini adalah agar kegiatan pemetaan yang dilakukan dan hasil –

hasilnya dapat selalu dievaluasi secara ilmiah, sehingga dapat diketahui kelebihan dan kelemahan

dari metode tersebut untuk kemudian direvisi atau diganti dengan metode lain yang lebih baik.

Dokumen ini diharapkan dapat menjadi salah satu alat evaluasi akademik atau ilmiah tersebut

Sedangkan tujuan dari penyusunan dokumen ini adalah:

1. Memberikan gambaran secara sistematis dan kronologis tentang mekanisme pembuatan peta

– peta kebencanaan di Provinsi DIY.

2. Memberikan informasi secara terbuka, komprehensif, dan evaluabel, kepada masyarakat luas

tentang pemetaan kebencanaan Provinsi DIY beserta segala aspek yang terkait di dalamnya.

Secara khusus dokumen ini disusun agar dapat berfungsi sebagai kerangka acuan dalam

pelaksanaan proses pemetaan yang dilakukan. Selain itu dokumen ini juga diharapkan dapat

berfungsi sebagai salah satu komponen metadata dari basis data spasial kebencanaan DIY, dan

sebagai salah satu sumber informasi untuk menguji kualitas semantik dan metrik dari peta – peta

bencana yang dihasilkan. 

I

Page 16: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

2 METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

Page 17: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

3 METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

KONSEPSI PEMETAAN RISIKO BENCANA 

2.1 Bencana

Menurut UU 24/2007, bencana dapat didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Berdasarkan sumber dan penyebabnya, bencana dapat dibagi dua, yaitu bencana alam dan

bencana non alam. Yang termasuk dalam bencana alam adalah segala jenis bencana yang sumber,

perilaku, dan faktor penyebab/pengaruhnya berasal dari alam. Banjir, tanahlongsor, gempabumi,

erupsi gunungapi, kekeringan, angin ribut dan tsunami adalah contoh – contoh bencana alam.

Sedangkan yang termasuk dalam bencana non alam antara lain bencana sosial (teror, konflik dalam

masyarakat), kegagalan teknologi dan wabah penyakit.

2.2 Risiko bencana dan Pengurangan risiko bencana

Terjadinya suatu bencana dapat menyebabkan kerugian ekonomi, kerusakan infrastruktur, bahkan

korban jiwa yang tidak sedikit. Walaupun demikian upaya – upaya yang dilakukan untuk mencegah

atau mengurangi kerugian selama ini (sebelum munculnya paradigma pengurangan risiko) masih

bersifat kuratif. Bencana masih dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari dan dielakkan,

sehingga bentuk penanggulangan yang dapat dilakukan adalah berupa tindakan pertolongan

sesegera mungkin. Perkembangan pemahaman dan pengetahuan tentang bencana kemudian

memunculkan paradigma baru penanggulangan bencana, yaitu mitigasi bencana. Dalam paradigma

mitigasi, fokus perhatian terhadap penanggulangan bencana adalah pada pengurangan tingkat

ancaman, intensitas dan frekuensi bencana, sehingga kerugian, kerusakan dan korban jiwa dapat

dikurangi. Contoh – contoh bentuk mitigasi antara lain pembangunan infastruktur pencegah

bencana, perencanaan tata ruang, dan sebagainya. Perkembangan yang terjadi kemudian

menyadarkan bahwa mitigasi saja tidak cukup selama masyarakat masih belum memiliki

pengetahuan, kesadaran dan kesiapsiagaan terhadap bencana. Upaya mitigasi juga seringkali tidak

ampuh karena bencana sering terjadi pada magnitude yang tidak dapat ditangkal oleh produk –

produk mitigasi. Perkembangan ini yang kemudian memunculkan paradigma pengurangan risiko

bencana.

Dalam paradigma pengurangan risiko bencana, bencana dibagi menjadi tiga aspek, yaitu ancaman

(hazard), kerentanan (vulnerability) dan kemampuan/kapasitas (capacity). Gabungan ketiga aspek

bencana tersebut mencerminkan apa yang disebut risiko bencana. Risiko bencana adalah potensi

kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat

berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau

II

Page 18: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

4 METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. Dengan menggunakan paradigma

pengurangan risiko bencana, fokus perhatian penanggulangan bencana tidak hanya pada aspek

mitigasi ancaman saja, tapi juga bagaimana tingkat kerentanan masyarakat dan infrastruktur pada

daerah yang terancam, serta bagaimana upaya penguatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi

bencana. Dalam paradigma PRB ini, masyarakat tidak dipandang sebagai obyek, tapi sebagai

subyek yang harus berperan aktif untuk menekan risiko. Implementasi mitigasi ancaman dilakukan

bersamaan dengan pelaksanaan program pembangunan masyarakat yang mengurangi kerentanan

di satu sisi dan sekaligus meningkatkan kapasitas di sisi lain, sehingga pada akhirnya risiko dapat

dikurangi hingga sekecil mungkin. Dengan demikian maka penanggulangan bencana tidak lagi

bersifat kuratif namun preventif.

2.3 Tiga Aspek Risiko Bencana (Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas)

Ancaman (hazard) adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam

kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Jenis – jenis kejadian yang

termasuk dalam ancaman dapat dibagi menjadi lima aspek. Lima aspek tersebut adalah:

1. Bahaya beraspek geologi, antara lain gempabumi, Tsunami, gunungapi, gerakan tanah (mass

movement) sering dikenal sebagai tanah longsor.

2. Bahaya beraspek hidrometeorologi, antara lain: banjir, kekeringan, angin topan, gelombang

pasang.

3. Bahaya beraspek biologi, antara lain: wabah penyakit, hama dan penyakit tanaman dan

hewan/ternak.

4. Bahaya beraspek teknologi, antara lain: kecelakaan transportasi, kecelakaan industri,

kegagalan teknologi.

5. Bahaya beraspek lingkungan, antara lain: kebakaran hutan, kerusakan lingkungan,

pencemaran limbah

Kerentanan adalah suatu keadaan yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia (hasil dari proses‐proses

fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan) yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat

terhadap bahaya. Kerentanan dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain kerentanan infrastruktur

dan kerawanan sosial demografis Kerentanan infrastruktur menggambarkan kondisi dan jumlah

bangunan infrastruktur pada daerah yang terancam. Kerentanan sosial demografis menggambarkan

karakteristik penduduk pada daerah yang terancama. Indikatornya antara lain jumlah penduduk,

kepadatan penduduk, rasio umur tua-muda, dan rasio wanita. Kerentanan ekonomi menggambarkan

tingkat kerapuhan dari segi ekonomi dalam menghadapi ancaman. Contoh kerentanan ekonomi

adalah tingkat kemiskinan.

Kemampuan adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang

Page 19: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

5 METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi,

meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. Kemampuan menggambarkan

kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana. Indikatornya dapat bermacam – macam,

baik bersifat fisik maupun sosial. Frekuensi pelatihan dan pendidikan kebencanaan, ada tidaknya

lembaga penanganan bencana lokal, ada tidaknya infrastruktur pencegah dan peramal bencana, dan

jumlah sarana dan prasarana medis merupakan contoh – contoh parameter kemampuan. Dalam

analisis risiko, kemampuan bersifat mengurangi risiko atau berbanding terbalik dengan ancaman dan

kerentanan.

Gabungan ketiga aspek di atas akan menggambarkan tingkat risiko bencana pada suatu daerah.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika suatu daerah mempunyai karakteristik bentang lahan

yang tingkat ancaman bencananya tinggi, maka tingkat risiko bencananya juga tinggi. Jika upaya –

upaya mitigasi tidak diimplementasikan pada daerah tersebut, penduduknya miskin, tidak tahu dan

tidak peduli akan ancaman tersebut, dan tidak ada sama sekali upaya kesiapsiagaan/penguatan

kapasitas seperti penyediaan obat – obatan dan pelatihan bencana, atau dengan kata lain

kerentanannya tinggi, maka tingkat risikonya secara otomatis akan semakin bertambah tinggi.

Tingkat risiko tersebut akan tetap tinggi jika tidak dilakukan upaya – upaya penguatan kapasitas dan

implementasi mitigasi bencana.

2.4 Peta dan Pemetaan

Pemetaan dapat didefinisikan sebagai proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran obyek –

obyek di permukaan bumi dengan menggunakan cara dan atau metode tertentu sehingga

didapatkan hasil berupa peta. Peta sendiri dapat didefinisikan sebagai gambaran abstrak permukaan

bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar, yang dipilih (sesuai temanya), dan diperkecil atau

diskalakan. Peta menyajikan informasi penyebaran dan susunan keruangan/spasial obyek – obyek di

permukaan bumi. Peta hujan memberikan informasi tentang distribusi spasial curah hujan, peta

tanah memberikan informasi distribusi jenis – jenis tanah pada suatu wilayah. Pengetahuan dan

informasi susunan dan distribusi keruangan suatu obyek yang diperoleh melalui kegiatan pemetaan

dapat membawa pada berbagai kesimpulan yang dapat berguna untuk berbagai aplikasi. Sebagai

contoh misalnya, untuk aplikasi pertanian, pemetaan tanah dapat memberikan informasi lokasi –

lokasi yang tanahnya cocok untuk budidaya tanaman tertentu. Untuk aplikasi tata ruang, pemetaan

penggunaan lahan dapat memberikan informasi lokasi – lokasi tata guna lahan yang tidak sesuai

dengan rencana tata ruang.

Melalui kegiatan pemetaan juga, data dan informasi yang sebelumnya dikumpulkan secara terpisah

dan menggunakan teknik visualisasi dan pengolahan data non spasial (tabulasi, grafik) dapat

dianalisis secara bersamaan untuk mencari hubungan kausal. Data penduduk miskin dan data

sumberdaya alam daerah dapat dipetakan menjadi peta distribusi penduduk miskin dan peta

Page 20: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

6 METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

distribusi sumber daya alam daerah. Karena sama – sama bereferensi geografis, peta – peta ini

dapat dianalisis secara bersama – sama untuk mengetahui hubungan apakah kemiskinan

dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya alam atau tidak. Metodenya adalah dengan

membandingkan penyebaran kedua tema tersebut. Jika kecenderungan penyebarannya sama, boleh

jadi keduanya berhubungan dan saling berpengaruh atau dapat juga dikatakan kemiskinan

disebabkan kekurangan sumberdaya alam. Informasi ini dapat memberi gambaran dan membantu

pemangku kebijakan dalam mengupayakan pengentasan kemiskinan.

Pemetaan juga dapat memberikan informasi kecenderungan (trend) dengan lebih baik daripada

analisis non spasial. Dalam suatu analisis perkembangan lahan perkotaan misalnya, media dan

visualisasi analisis non spasial (grafik dan tabel) hanya dapat memberikan informasi perubahan luas

lahan. Jika perubahannya besar maka bisa disimpulkan bahwa konversi lahan sangat intensif.

Sedangkan analisis spasial selain dapat memberikan informasi intensitas perubahan, juga dapat

memberikan informasi lokasi dan arah penyebarannya, sehingga kegiatan pencegahan dapat

diimplementasikan dengan lebih tepat karena lokasinya diketahui.

2.5 Pemetaan Risiko Bencana

Terdapat beberapa pertanyaan fundamental dalam implementasi kegiatan pengurangan risiko

bencana baik mitigasi maupun upaya penguatan kapasitas. Pertanyaan tersebut antara lain dimana

area yang risikonya tinggi?, akan diimplementasikan dimana kegiatan pengurangan risiko bencana?

mengapa risiko bencana di suatu tempat sangat tinggi?, dan sebagainya. Pertanyaan – pertanyaan

di atas merupakan pertanyaan yang harus dijawab sebelum implementasi kegiatan pengurangan

risiko bencana dilakukan agar kegiatan yang dilakukan nantinya dapat tepat sasaran dan sesuai

dengan yang dibutuhkan. Pertanyaan – pertanyaan di atas hanya dapat dijawab jika risiko bencana

itu dipetakan. Pemetaan risiko bencana akan dapat memberikan informasi lokasi – lokasi yang

berisiko tinggi dengan melihat pada karakteristik ancaman, kerentanan dan kapasitas. Adanya

informasi karakteristik ancaman, kerentanan dan kapasitas pada setiap lokasi juga dapat

memberikan informasi penyebab tinggi rendahnya risiko bencana pada suatu lokasi, sehingga

tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko dapat dipilih secara tepat dan sesuai dengan

permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian, maka pemetaan risiko bencana

Pemetaan risiko bencana meliputi empat tahapan, yaitu pemetaan ancaman bencana, pemetaan

kerentanan bencana, pemetaan kapasitas bencana dan yang terakhir adalah analisis dan pemetaan

risiko dengan mendasarkan pada hasil pemetaan ancaman, kerentanan, dan kapasitas bencana.

Pemetaan ancaman meliputi identifikasi jenis ancaman, pengumpulan data dasar dan data

lapangan, analisis dan zonasi intensitas ancaman, dan diakhiri dengan validasi hasil zonasi.

Tujuannya adalah memberikan informasi distribusi spasial daerah yang terancam oleh suatu jenis

bencana beserta informasi magnitude pada setiap zona yang terancam. Pemetaan kerentanan

meliputi identifikasi elemen – elemen yang rentan terhadap suatu jenis bencana, pengumpulan data

Page 21: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

7 METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

elemen, analisis dan zonasi kerentanan berdasarkan satuan pemetaan tertentu (biasanya

administrasi), dan diakhiri dengan validasi. Tujuan dari pemetaan kerentanan adalah untuk

memberikan informasi daerah – daerah yang rentan terhadap suatu jenis ancaman bencana.

Analisis dan pemetaan kapasitas berfungsi untuk mengevaluasi kegiatan – kegiatan mitigasi,

kesiapsiagaan, dan bentuk – bentuk penguatan kapasitas lainnya pada daerah – daerah yang

terancam. Pemetaannya meliputi inventarisasi data mitigasi dan penguatan kapasitas untuk setiap

daerah, ploting dan zonasi berdasarkan satuan pemetaan tertentu (biasanya administrasi) dan

diakhiri dengan validasi. Pemetaan risiko kemudian dilakukan dengan mengevaluasi secara bersama

– sama hasil pemetaan ancaman, kerentanan dan kapasitas. Cara evaluasi dapat mengunakan

formula matematis maupun menggunakan risk matrix.

Page 22: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

8 METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

Page 23: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

9 METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

METODE PEMETAAN RISIKO BENCANA PROVINSI DIY 

Pemetaan risiko bencana Provinsi DIY telah dilakukan pada tahun 2007. Peta – peta yang dihasilkan

telah dimasukkan dalam dokumen RAD PRB Provinsi DIY 2007-2013. Berikut ini dijelaskan metode

penyusunan peta – peta tersebut.

Pemetaan risiko bencana mendasarkan pada tiga komponen, yaitu Ancaman (hazard), Kerentanan

(vulnerability) dan Kapasitas (capacity). Formula dasar yang digunakan untuk menentukan risiko

bencana adalah menurut Winaryo (2007) sebagai berikut:

R = Risk (Risiko)

H = Hazard (Ancaman)

C = Capacity (Kapasitas)

V = Vulnerability (Kerentanan)

Berdasarkan formulasi diatas terdapat 3 komponen utama dalam penyusunan peta risiko yaitu

ancaman (H), kerentanan (V), dan kapasitas (C). Dalam penyusunannya pemetaan risiko ini

menggunakan 3 kelas skoring dan metode pembobotan untuk masing-masing parameter. Nilai risiko

akhir didasarkan operasi fungsi diatas dengan menggunakan nilai total masing-masing komponen.

Berikut ini akan diuraikan masing – masing komponen penyusunan peta risiko.

3.1 Pemetaan Ancaman (Hazard)

Berdasarkan UU No. 24/2007 ttg PB, Pasal 1, Ayat 13 pengertian ancaman bencana adalah suatu

kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana. Ancaman merupakan salah satu faktor

yang paling mempengaruhi risiko bencana di suatu daerah. Mengacu pada UU No. 24/2007,

terdapat 9 jenis bencana yang harus dievaluasi dan dipetakan. Bencana tersebut meliputi 7 bencana

alam dan dua bencana non alam. Bencana tersebut adalah sebagai berikut:

Bencana Alam - Bencana non alam

- Banjir - Malaria

- Tanah longsor - Demam berdarah

- Kekeringan

- Gempabumi

- Tsunami

- Erupsi Gunungapi

- Angin ribut

III

Page 24: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

10 METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

Penentuan tingkat ancaman dilakukan dengan menggunakan skor, dimana semakin besar nilai skor

maka semakin tinggi tingkat ancamannya. Selain itu juga dilakukan pembobotan untuk setiap

parameter pada setiap jenis bencana. Parameter yang lebih berpengaruh terhadap potensi

terjadinya suatu bencana akan mendapat bobot lebih besar daripada parameter yang kurang

berpengaruh Setiap jenis bencana mempunyai parameter yang berbeda sesuai relevansinya.

Berikut ini akan dijelaskan metode pemetaan setiap jenis bencana, parameter – parameter

penyusunnya dan sistem penilaiannya (bobot dan skor).

3.1.1 Banjir

Parameter – parameter ancaman banjir terdiri dari komponen bentuklahan, infiltrasi tanah,

kemiringan lereng dan tekstur tanah. Sistem skoring setiap entitas pada setiap parameter dan

pembobotan setiap parameter dapat diperhatikan pada diagram alir berikut:

Gambar 3.1

Dari empat parameter yang berpengaruh, bentuklahan merupakan komponen yang dianggap paling

berpengaruh, oleh karena itu mendapat bobot paling besar. Setiap jenis bentuklahan dinilai

potensinya terhadap banjir. Penilaian potensi dibagi menjadi tiga kelas yaitu, rendah, sedang dan

Page 25: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

11 METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

tinggi. Skoring untuk setiap kelas adalah 1 untuk potensi rendah, 3 untuk sedang dan 5 untuk potensi

tinggi. Demikian pula untuk parameter lainnya (infiltrasi, tekstur dan kemiringan lereng). Skor setiap

parameter kemudian dikalikan dengan bobot untuk memperoleh total skor setiap parameter. Setiap

parameter kemudian ditumpangsusunkan dan dihitung total skornya untuk menentukan ancaman

banjir. Kelas ancaman banjir ditentukan tiga kelas, yaitu potensi rendah, sedang dan tinggi dengan

mendasarkan pada pembagian julat total skor secara aritmatik.

3.1.2 Tanahlongsor

Parameter penyusun ancaman tanahlongsor terdiri dari formasi geologi, litologi, bentuklahan,

kemiringan lereng dan tutupan vegetasi. Bentuklahan merupakan elemen paling berpengaruh, oleh

karena itu memperoleh bobot paling tinggi. Litologi dan kemiringan lereng dianggap mempunyai

pengaruh yang sama, oleh karena itu diberi bobot yang sama (20). Sistematika pemetaan dapat

diperhatikan pada diagram air berikut:

Gambar 3.2

Sistem penilaian untuk bencana tanah longsor sama dengan pemetaan banjir. Skor setiap entitas

pada setiap parameter dilkalikan dengan bobot kemudian semua parameter ditumpangsusunkan dan

dijumlah total skornya, kemudia diklasifikasi secara aritmatik menjadi tiga kelas potensi (rendah,

sedang, tinggi).

Page 26: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

12 METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

3.1.3 Kekeringan Parameter penyusun ancaman kekeringan terdiri dari bentuklahan, data curah hujan, kedalaman air

tanah dan tekstur tanah. Kedalaman air tanah merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap

kekeringan karena kedalaman air tanah mencerminkan kapasitas akuifer untuk menyimpan air

tanah. Jika air tanah cukup dalam, maka kapasitas akuifernya relatif kecil, sehingga daerah tersebut

akan mudah mengalami kekeringan, demikian pula sebaliknya. Sistematika pemetaan dapat

diperhatikan pada diagram alir di bawah ini:

Gambar 3.3

Sistem penilaian untuk bencana kekeringan sama dengan pemetaan banjir dan tanah longsor. skor

setiap entitas pada setiap parameter dikalikan dengan bobot kemudian semua parameter

ditumpangsusunkan dan dijumlah total skornya, lalu diklasifikasi secara aritmatik menjadi tiga kelas

potensi (rendah, sedang, tinggi).

Page 27: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

13 METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

3.1.4 Gempabumi

Penentuan ancaman gempabumi mendasarkan pada tiga komponen, yaitu jalur patahan,

keberadaan sungai dan tingkat kerusakan infrastruktur. Ketiga parameter tersebut dianggap

mempunyai pengaruh yang sama, oleh karena itu bobotnya sama. Pemetaan ini menggunakan

asumsi bahwa potensi gempabumi ditentukan berdasarkan jaraknya dari lokasi patahan (sebagai

pemicu gempa), oleh karena itu metode yang digunakan adalah analisis buffer. Jika suatu daerah

berada dalam radius 500 meter dari jalur patahan, maka ancaman gempanya termasuk dalam

kategori tinggi. Sedangkan jika berada dalam radius lebih dari 500 meter namun kurang dari 1000

meter, potensi ancamannya termasuk kategori sedang dan jika jaraknya lebih dari 1000 meter. Maka

potensi ancaman gempanya rendah. Asumsi dan metode yang sama juga berlaku untuk sungai.

Dasarnya adalah sungai – sungai besar di Provinsi DIY (Opak, Oyo dan Progo) merupakan sungai

yang terbentuk akibat patahan dan mengalir di sepanjang jalur patahan, sehingga diperlakukan

sama dengan jalur patahan.

Gambar 3.4

3.1.5 Letusan Gunungapi Merapi

BPPTK (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kegunungapian) sebagai instansi yang

bertugas mengawasi aktivitas Gunungapi Merapi saat ini telah membuat Peta ancaman erupsi

Gunungapi Merapi. Oleh karena itu dalam pemetaan ini peta ancaman gunungapi yang digunakan

DIAGRAM ALIR PETA RAWAN GEMPABUMI

Page 28: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

14 METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

adalah peta dari BPPTK tersebut. Zonasi bahaya yang telah dibuat meliputi tiga kawasan bahaya

sebagai berikut:

1. Kawasan rawan bencana III

Kawasan ini dapat terkena langsung aktivitas letusan Merapi, sering terkena awan panas, lava pijar,

guguran batu pijar, gas racun, dan lontaran batu pijar sampai radius 2 kilometer.

2. Kawasan rawan bencana II

Kawasan ini akan berpotensi terkena awan panas, lontaran batu pijar, gas racun dan guguran lava

pijar. Walaupun tidak terkena secara langsung dan sering di zona ini harus berhati-hati karena

banyak aktivitas penduduk di lereng merapi yang sewaktu-waktu bisa terancam jiwanya oleh

aktivitas Merapi.

3. Kawasan rawan bencana I

Kawasan ini dapat terkena ancaman banjir lahar dan juga perluasan dari awan panas tergantung

oleh faktor volume guguran dan arah angin pada saat itu.

3.1.6 Tsunami

Pemetaan ancaman tsunami mendasarkan pada bentuklahan dan kedekatan dengan garis pantai.

Asumsi yang digunakan adalah semua bentuklahan yang prosesnya dipengaruhi aktivitas

gelombang laut (marin) dan kemiringan lerengnya datar-landai merupakan area yang rawan tsunami.

Walaupun demikian, asumsi ini tidak sepenuhnya langsung dapat diterima mengingat pada

bentuklahan yang sama dengan kemiringan lereng yang sama potensi ancaman tsunaminya dapat

berbeda jika jaraknya dengan garis pantai berbeda. Oleh karena itu kemudian digunakan kriteria

tambahan, yaitu kedekatan dengan garis pantai. Untuk itu kemudian pada bentuklahan marin yang

dianggap rawan tsunami dilakukan buffering untuk menentukan potensi ancamannya. Jarak buffer

ditentukan sebesar 1,5 km dari garis pantai untuk potensi ancaman tinggi, 1,5 hingga 3.5 km dari

garis pantai untuk potensi sedang dan 3,5 hingga 7,5 untuk potensi rendah.

Page 29: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

15 METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

Gambar 3.5

3.1.7 Angin Ribut, Endemik Penyakit DBD dan Endemik Penyakit Malaria

Pemetaan ancaman angin ribut dan endemik penyakit merupakan salah satu jenis pemetaan yang

sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan ketiga jenis bencana tersebut merupakan jenis bencana yang

bersifat kontinu atau dapat terjadi di mana saja. Oleh karena itu, untuk skala provinsi yang tidak

memerlukan akurasi dan presisi pemetaan yang tinggi (yang hanya dapat diselesaikan dengan

pemodelan fisik/dinamik), dipilih metode ploting. Ploting yang dimaksud adalah setiap kejadian

bencana yang pernah terjadi di suatu daerah diplotkan ke dalam peta. Frekuensi kejadian bencana

yang pernah terjadi kemudian dijadikan acuan untuk menentukan tingkat ancaman bencana untuk

daerah yang bersangkutan. Sistem klasifikasi yang digunakan sama dengan klasifikasi untuk

bencana – bencana yang lain, yaitu klasifikasi aritmatik tiga kelas dengan mendasarkan pada julat/

selisih data minimum dan maksimum.

3.1.8 Skoring Peta Ancaman

Sebagaimana telah diuraikan pada metode pemetaan ancaman bencana untuk setiap jenis bencana

(butir 3.1.1 hingga butir 3.17), peta tematik ancaman bencana Provinsi DIY dibagi menjadi tiga kelas.

Peta – peta ancaman ini kemudian akan ditumpangsusunkan dengan peta kerentanan dan kapasitas

untuk mengetahui tingkat risiko bencana. Untuk menentukan tingkat risiko bencana berdasarkan

informasi ancaman, kerentanan dan kapasitas, digunakan sistem skoring. Total skor yang tinggi

mengindikasikan risiko bencana yang tinggi, demikian pula sebaliknya.

Page 30: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

16 METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

3.2. Kerentanan (Vulnerability)

Kerentanan adalah kondisi atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan

teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi

kemampuan masyarakat tersebut untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan menanggapi

dampak bahaya tertentu.

Dalam metode pemetaan risiko ini data kerentanan yang digunakan adalah pada tingkat kecamatan,

hal ini dengan pertimbangan skala dan cakupan wilayah pemetaan adalah tingkat provinsi.

Sedangkan tingkat desa digunakan untuk wilayah kabupaten/kota. Sumber data yang digunakan

adalah data PODES, SUSENAS, Kecamatan dalam angka, data – data bencana pemerintah dan

data – data infrastruktur dari dinas/instansi terkait. Komponen kerentanan yang digunakan dalam

metode ini meliputi komponen fisik, demografi, ekonomi dan lingkungan. Berikut ini akan diuraikan

masing-masing komponen.

3.2.1 Komponen Fisik

Komponen fisik merupakan komponen kerentanan berupa fisik benda yang dapat hilang atau rusak

apabila terkena ancaman. Komponen ini merupakan fisik benda yang dianggap memiliki nilai. Dalam

pemetaan ini komponen fisik terdiri dari 2 indikator yaitu kepadatan bangunan dan jumlah industri.

Kepadatan bangunan merupakan cerminan keberadaan penduduk, selain juga nilai bangunan itu

sendiri. Kepadatan bangunan yang tinggi menngindikasikan jumlah penduduk yang banyak dan nilai

ekonomi bangunan yang besar, sehingga jika terjadi bencana akan dapat menyebabkan risiko yang

tinggi. Demikian pula dengan jumlah industri yang mencerminkan adanya kegiatan penduduk, fungsi/

nilai infrastruktur dan nilai ekonomi barang/jasa. Data yang diperoleh bersumber dari data PODES,

SUSENAS. dan informasi penggunaan lahan dari Peta Rupabumi Indonesia Skala 1 : 25.000

BAKOSURTANAL.

Tabel 3.1 Indikator Kerentanan Fisik

Sebagaimana dengan paramater yang lain, data – data komponen fisik dari pameter kerentanan juga

dibagi menjadi tiga kelas dengan sistem skoring sebagaimana di atas. Sistem klasifikasi untuk

menentukan kelas jarang, sedang, padat untuk parameter kepadatan bangunan dan kecil, sedang,

besar untuk industri, menggunakan klasifikasi aritmatik.

INDIKATOR BOBOT SKOR

SATUAN 1 3 5

Kepadatan bangunan 3 Jarang Sedang Padat Rumah/km2

Jenis/Jumlah pabrik/industri 3 Kecil Sedang Besar Unit

Page 31: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

17 METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

INDIKATOR BOBOT SKOR

SATUAN 1 3 5

Tingkat kemiskinan 3 Kaya Menengah Miskin persen

Kepadatan Penduduk 3 Jarang Sedang Padat Jiwa/km2

INDIKATOR BOBOT SKOR

SATUAN 1 3 5

Jumlah ternak 3 Kecil Sedang Besar Unit

Luas lahan pangan 3 Tidak luas Sedang luas Hektar

3.2.2 Komponen Demografi

Komponen ini berupa data yang terkait dengan kependudukan yang dinilai rentan apabila terkena

ancaman, indikator yang digunakan dalam komponen demografi meliputi kepadatan penduduk dan

tingkat kemiskinan. Kepadatan penduduk menggunakan satuan jiwa/km2, sedangkan tingkat

kemiskinan menggunakan data jumlah penduduk miskin yang dinilai dalam bentuk persentase dari

total jumlah penduduk untuk kecamatan yang bersangkutan.

Tabel 3.2 Indikator Kerentanan Demografi

Klasifikasi untuk menentukan miskin, menengah, kaya dan jarang, sedang, padat menggunakan

klasifikasi aritmatik.

3.2.3 Komponen Ekonomi

Komponen ini terkait dengan sumberdaya ekonomi yang dimiliki penduduk. penilaiannya adalah

apakah sumber daya yang mereka miliki saat ini akan terganggu apabila terkena bencana. Indikator

yang digunakan dalam komponen ini adalah jumlah ternak dan luas lahan tanaman pangan.

Tabel 3.3 Indikator Kerentanan Ekonomi

Klasifikasi untuk menentukan kecil, sedang, luas untuk parameter jumlah ternak dan tidak luas,

sedang, luas untuk parameter luas lahan pangan menggunakan klasifikasi aritmatik.

3.2.4 Peta Kerentanan

Peta kerentanan merupakan hasil tumpangsusun seluruh indikator kerentanan. Sedangkan untuk

penentuan tingkat kerentanan mendasarkan pada total skor bobot dari seluruh indikator. Skor bobot

adalah hasil dari perkalian nilai setiap indikator dengan bobot, kemudian skor bobot setiap indikator

dijumlahkan untuk memperoleh total skor kerentanan. Untuk menentukan tingkat kerentanan, Total

skor kerentanan diklasifikasikan menjadi tiga kelas (rendah, sedang, tinggi) dengan menggunakan

klasifikasi aritmatik.

Nilai bobot indikator = (Nilai indikator x bobot indikator)

Nilai Kerentanan Total = Nilai bobot indikator A + Nilai bobot indikator B + … dst

Page 32: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

18 METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

3.3. Kapasitas (Capacity)

Kemampuan/kapasitas adalah sumber daya, cara dan kekuatan yang dimiliki masyarakat yang

memungkinkan masyarakat untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri, mencegah,

menanggulangi, meredam serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. Kapasitas

merupakan komponen yang dinamis dan paling memungkinkan untuk dikelola untuk mengurangi

risiko bencana. Ancaman bencana, terutama untuk bencana alam merupakan faktor permanen yang

sulit diubah karena merupakan pengaruh dari aspek fisik wilayah. Sedangkan kerentanan dapat

diubah, namun memerlukan usaha dan dana yang tidak sedikit. Kendala yang dihadapi pun biasanya

banyak dan kompleks karena melibatkan budaya masyarakat.

Sebagaimana dengan kerentanan, kapasitas bencana dalam metode ini dipetakan menurut satuan

kecamatan. Sumber data yang digunakan antara lain data SUSENAS, PODES, data infrastruktur

dari PU dan data – data kebencanaan yang ada di BAPEDA. Ada dua komponen kapasitas/

kemampuan yang digunakan dalam metode ini yaitu komponen struktur fisik dan sosial.

3.3.1 Komponen Struktur Fisik

Komponen ini merupakan sumberdaya yang dimiliki masyarakat dalam wujud fisik kebendaan yang

mampu digunakan untuk mengurangi dan melindungi masyarakat dari akibat bencana. Indikator

komponen ini meliputi antara lain adanya fasilitas kesehatan, jalur evakuasi, rambu-rambu tanda

bahaya, sistem peringatan dini, jaringan telekomunikasi, TV dan radio, Jalan raya, bandara, terminal

dan pelabuhan laut. Berikut ini adalah daftar indikator dan sistem skor dan pembobotannya.

Tabel 3.4 Indikator Kapasitas Fisik

INDIKATOR BOBOT SKOR

SATUAN 1 3 5

Sistem peringatan dini 1 Tidak ada - Ada Unit Tempat evaluasi 1 Tidak ada - Ada Unit Jalur evakuasi 1 Tidak ada - Ada Unit Rumah sakit 1 Tidak ada - Ada Unit Puskesmas/puskesmas pembantu 1 Tidak ada - Ada Unit Obat – obatan 1 Tidak ada Sedang Banyak Unit Pangan 1 Tidak ada Sedang Banyak Unit Tenaga medis 1 Tidak ada Sedang Banyak Orang Tenagan paramedis 1 Tidak ada Sedang Banyak Orang Rambu – rambu tanda bahaya 1 Tidak ada - Ada Unit Jaringan telekomunikasi 1 Tidak ada - Ada Unit Jaringan TV 1 Tidak ada - Ada Unit Jaringan Radio 1 Tidak ada - Ada Unit Jalan raya 1 Tidak ada - Ada Unit Jalan KA 1 Tidak ada - Ada Unit Bandara 1 Tidak ada - Ada Unit Terminal/pelabuan laut 1 Tidak ada - Ada Unit

Page 33: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

19 METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

3.3.2 Komponen Sosial

Komponen sosial merupakan wujud sikap, pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap

bencana. Masyarakat yang sadar bencana dan memiliki pengetahuan kebencanaan akan memiliki

kemampuan untuk melakukan antisipasi dan mitigasi bencana baik secara terstruktur maupun

mandiri, sehingga dapat mengurangi risiko jika terjadi bencana. indikator komponen sosial yang

digunakan dalam metode ini yaitu ada atau tidaknya lembaga/organisasi penanggulangan bencana

di tiap kecamatan dan frekuensi kegiatan pendidikan/pelatihan penanggulangan bencana.

Tabel 3.5 Indikator Kapasitas Sosial

3.3.3 Peta Kapasitas

Peta kapasitas diperoleh dari hasil tumpangsusun seluruh indikator kapasitas, dan jumlah dari nilai

bobot indikator. Dari nilai total dilakukan pengklasifikasian nilai kapasitas secara aritmatik menjadi 3

kelas, yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

3.4 Peta Risiko (Risk)

Risiko bencana dapat diketahui dari hubungan antara ancaman, kerentanan dan kapasitas bencana.

Risiko bencana diperoleh dari hasil formulasi total skor untuk ancaman, kerentanan dan kapasitas

dengan menggunakan rumus di bawah ini.

R = Risk (Risiko)

H = Hazard (Ancaman)

C = Capacity (Kapasitas)

V = Vulnerability (Kerentanan)

Nilai risiko yang diperoleh kemudian dikelaskan menjadi tiga secara aritmatik (rendah, sedang,

tinggi) untuk mengetahui tingkat risiko bencana setiap kecamatan.

INDIKATOR BOBOT SKOR

SATUAN 1 3 5

Pendidikan/pelatihan penanggulangan bencana

1 Tidak pernah Agak sering Sering Kegiatan

Lembaga/organisasi penanggulangan bencana

1 Tidak ada - Ada Unit

Catatan Akhir

Klasifikasi aritmatik yang digunakan untuk mengkelaskan data hasil analisis dapat dijelaskan sebagai berikut. Sebagai misal data hasil

perhitungan total skor kerentanan mempunyai rentang 19 sampai 100. Rentang ini kemudian dibagi tiga (sesuai dengan jumlah kelas yang

diinginkan) untuk memperoleh interval kelas. Interval kelas yang diperoleh dengan demikian adalah 27. Dengan demikian berarti klasifikasi yang

dihasilkan adalah 19 - 46 untuk kelas rendah, > 46 - 73 untuk kelas sedang, dan > 73—100 untuk kelas tinggi

Page 34: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

20 METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

Page 35: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

21 METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

PENUTUP IV

Demikian gambaran umum Metode Pemetaan Risiko Bencana Provinsi DIY. Sebagai sebuah

metode ilmiah, metode—metode pemetaan yang telah dijelaskan mungkin masih belum sempurna.

Ketidaksempurnaan tersebut mungkin berasal dari asumsi - asumsi yang digunakan dalam

pemodelan dan pemetaaan, sistem skoring yang digunakan, atau mungkin sistem klasifikasi yang

bisa dianggap subyektif. Hal ini memang tidak dapat dipungkiri karena metode - metode yang telah

dijelaskan disusun dengan menyesuaikan dengan ketersediaan data - data kebencanaan di

lingkungan Pemerintah Provinsi DIY.

Sejak pertama kali dirumuskan pada tahun 2007 hingga disusunnya buku ini, Pemerintah Provinsi

DIY telah banyak mendapatkan kritik, saran dan masukan dari berbagai badan, dinas, institusi

akademik, dan NGO/INGO pemetaan melalui berbagai FGD, workshop dan forum—forum yang telah

diadakan sepanjang 2007—2008. Masukan—masukan ini akan dicoba untuk diintegrasikan dalam

kegiatan pemetaan risiko bencana untuk periode selanjutnya, oleh karena itu, kritik, saran dan

masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan, baik berupa revisi metode, asumsi, data maupun

penambahan indikator dan parameter baru, sehingga dapat diperoleh metode pemetaan yang lebih

komprehensif dan akurat baik dari segi metrik maupun semantik.

Page 36: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

22 METODE  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

Page 37: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008

23 METODOLOGI  PEMETAAN  RISIKO BENCANA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA  2008 

DAFTAR PUSTAKA 

Winaryo, dkk., 2007. Penyusunan Profil (Hazard, Vulnerability, Risk) Pemetaan Wilayah Rawan

Bencana dan Penyusunan Rencana Aksi, Yogyakarta: BAPEDA DIY.

_________, 2007, Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia Edisi II,

Jakarta: Direktorat Mitigasi Lakhar BAKORNAS PB.

_________, 2007, Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

_________, 2005, Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana 2006—2009, Jakarta:

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Page 38: Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008