metode bimbingan mental spiritual terhadap...
TRANSCRIPT
METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL
TERHADAP PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA
DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA
(PSKW) MULYA JAYA
JAKARTA
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar
Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Disusun Oleh:
RIANA AMELIA
NIM: 107052002746
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H. /2011 M.
METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL
TERHADAP PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA
DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA
(PSKW) MULYA JAYA
JAKARTA
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar
Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
RIANA AMELIA
NIM: 107052002746
Dibawah Bimbingan
Dra. Hj. Elidar Husein, MA
NIP. 194511251971062001
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H. /2011 M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL
TERHADAP PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA DI PANTI
SOSIAL KARYA WANITA PSKW MULYA JAYA JAKARTA. Telah
diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari senin, 13 Juni
2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar
Sarjana Program Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi Bimbingan
dan Penyuluhan Islam.
Ciputat, 13 Juni 2011
Sidang Munaqosyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. H. Mahmud Jalal, M.A Drs. Sugiharto, MA NIP. 195204221981031002 NIP.196608061996031001
Anggota,
Penguji I Penguji II
Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si
NIP. 196104221990032001 NIP.196906071995032003
Pembimbing
Dra. Hj. Elidar Husein, MA
NIP.194511251971062001
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) di
Universitas Islam Negeri Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya,
atau merupakan plagiat dari karya ilmiah orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 13 Juni 2011
Riana Amelia
107052002746
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi rabbil’alamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena hanya dengan kasih sayang-Nya kita dapat menikmati indahnya
kehidupan di dunia ini, dan semoga kasih sayang-Nya tetap menyertai kita di
kehidupan mendatang amin. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah
limpahkan kepada baginda Rasulullah SAW, sebagai sauri tauladan kita menuju
jalan yang Allah ridhoi.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kategori
sempurna, sekalipun penulis telah berusaha untuk melakukan yang terbaik, namun
pasti masih ada kekurangan dan kelemahan baik dari segi isi atau teknik
penyusunannya. Dengan demikian, penulis membuka diri untuk menerima
masukan dan kritik yang konstruktif demi perbaikan skripsi dan diri penulis
sendiri sebagai bahan evaluasi dan introspeksi diri sekarang dan dimasa yang
akan datang.
Sejujurnya penulis akui, bahwa ketika akan menentukan tema skripsi ini
penulis sempat mengalami kebingungan, harus menambil tema apa, dan lokasinya
dimana/ lembaga yang akan diteliti. Selanjutnya jawaban itu terungkap dengan
berusaha banyak membaca skripsi-skripsi dan sumber-sumber lainnya. Kemudian,
pada tahap penyusunan terus melanda, sebab harus terjadi pergantian-pergantian
fokus penelitian. Pergantian-pergantian tersebut karena kendala-kendala yang ada
di lapangan terutama pada program yang akan penulis angkat. Dengan banyak
ii
bertanya pada banyak dosen terutama pada pembimbing untuk mendapatkan
masukan, maka akhirnya penulis mendapat solusi.
Berkat keridhoan Allah SWT sematalah akhirnya penyusunan skripsi ini
dapat diselesaikan. Serta tak lupa penulis menyampaikan ungkapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi arahan, konstribusi
terhadap penyusunan karya ilmiah ini.
Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan
terima kasih kepada;
1. Drs. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Sugiharto, MA. Selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
4. Dra. Hj. Elidar Husein, MA. Sebagai Dosen Pembimbing yang dengan
sabar membimbing penulis dan memberi masukan-masukan yang sangat
berarti dan bermanfaat, yang mana telah meluangkan waktunya untuk
membimbing saya dirumah beliau, serta delalu memberikan motivasi yang
tinggi kepada penulis sehingga dapat terselesaikan skripsi ini.
5. Drs. M. Luthfi, MA. Sebagai Dosen Penasehat Akademik, Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Isla UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
6. Hj. Asriati Jamil, M. Hum, Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si, Drs. H.
Mahmud Jalal, MA, selaku ketua dan penguji 1 dan penguji 2 dalam
sidang munaqosyah.
7. Keluarga tercinta di Jakarta-Pamulang, mamah dan bapak atas support dan
doa beliau yang telah mendukung secara materi maupun non materi, yang
tidak henti-hentinya kalian mencari nafkah siang malam untuk kelancaran
kuliah, serta doa siang malam yang tiada henti untuk anakmu ini, sehingga
akhirnya ananda dapat menyelesaikan karya ilmiah pada semester akhir
ini. Tiada kata yang pantas ananda ucapkan pada kalian kedua orang tuaku
selain ucapan terima kasih banyak, karena kasih sayang kalian kepada
ananda yang tidak akan pernah dibalas meskipun dengan materi.
8. Drs. Abdul Rahman, S.Sos.I. Sebagai pembimbing penulis di PSKW
Mulya Jaya Jakarta, yang bersedia ditemui kapan saja, meluangkan
waktunya untuk membimbing penulis, serta bersedia di wawancarai.
9. Achmad Afandy, S.Sos.I selaku penyuluh agama islam di PSKW Mulya
Jaya Jakarta, yang sedia di wawancarai dan meluangkan waktunya.
10. Ibu Narojah selaku pengasuh WTS/Traficking di PSKW Mulya Jaya
Jakarta, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk di wawancarai.
11. Ibu Sri Gantini selaku Ketua Seksi Rehsos di PSKW Mulya Jaya Jakarta,
yang mana telah mengizinkan saya untuk meneliti dan memberikan
disposisi sebelum meneliti.
12. Bambang Sulistiono, S. ST, Seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial), di PSKW
Mulya Jaya Jakarta.
iv
13. Drs. Susanto Asbudi, Koordinator PEKSOS (pekerja sosial), di PSKW
Mulya Jaya Jakarta.
14. Mbak M, N.I, LH, N, E.RN. Sebagai anggota bimbingan mental spiritual
yang bersedia meluangkan waktunya untuk di wawancarai.
15. Kepada teman-temanku satu angkatan di BPI 8 angkatan 2007, teman
seperjuangan yang telah bersama-sama mengajukan judul, dan saling
memberi masukan.
16. Kepada Dinnur Mustika yang selalu memberikan motivasi dan semangat
untuk rajin ke PSKW untuk penelitian karya ilmiah ini agar cepat
terselesaikan, dan selalu mengingatkan ketika saya malas agar tetap
semangat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, makasih untuk semua
dukungan dan doa’nya.
Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya, penulis
mengucapkan terima kasih. Semoga kebaikan kalian diridhoi Allah dan mendapat
pahala dari-Nya.
Sebagai kata terakhir, penulis hanya dapat berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan juga bagi para pembaca pada umumnya. Sekali
lagi penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis, semoga apa yang telah diberikan menjadi amal shaleh disisi Allah SWT.
Amiiin.
Jakarta, 13 Juni 2011
Penulis,
Riana Amelia
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
KATA PENGANTAR………………………………………………. i
DAFTAR ISI………………………………………………………… v
BAB I PENDAHULUAN……………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah ………………………….. 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah……………….. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………. 7
D. Tinjauan Pustaka………………………………….. 8
E. Sistematika Penulisan……………………………... 12
BAB II ANALISA METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL
BAGI PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA… 14
A. Pengertian Metode Bimbingan
1. Pengertian Metode……………………………. 14
2. Pengertian Bimbingan….……………………... 15
B. Pengertian Mental Spiritual
1. Pengertian Mental…………………………….. 21
2. Pengertian Spiritual…………………………… 31
C. Penyandang Masalah Tuna Susila
1. Pengertian Tuna Susila………………………... 34
2. Penyebab Timbulnya Pelacuran………………. 35
3. Akibat Pelacuran………………………………. 37
4. Penanggulangan Pelacuran Atau Prostitusi…… 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………... 41
A. 1. Lokasi……………………………………….….. 41
A. 2. Waktu Penelitian……….. ………………........... 41
B. 1. Subjek Penelitian……………………………….. 42
B. 2. Objek Penelitian……………………………….... 42
C. 1. Model Penelitian………………………………... 43
D. 1. Teknik Pengumpulan Data……………………... 45
vi
E. 1. Sumber Data……………………………………. 47
F. 1. Fokus Amatan Penelitian……………………….. 48
G. 1. Teknik Pemilihan Informan……………………. 55
H. 1. Asumsi Peneliti………………………………… 57
I. Teknik Analisa Data……………………………….. 59
J. Teknik Pemeriksaan Data………………………….. 60
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN……………………… 62
A. Gambaran Umum Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya
Jaya Jakarta……………………………………….. 62
B. Analisa Hasil Temuan…………………………….. 76
BAB V PENUTUP……………………………………………….. 98
A. Kesimpulan………………………………………... 98
B. Saran-Saran………………………………………... 102
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Struktur Organisasi PSKW …………………………………………… 64
Pengelola Panti ……………………………………………………….. 73
Sarana dan Prasarana PSKW…………………………………………. 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berlangsungnya perubahan sosial yang serba cepat dan perkembangan
yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidakmampuan banyak
individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya disharmoni,
konflik-konflik eksternal dan internal, juga disorganisasi dalam masyarakat
dan dalam diri pribadi. Peristiwa-peristiwa tersebut di atas memudahkan
individu menggunakan pola-pola responsi/reaksi yang inkonvensional atau
menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku. Dalam hal ini ada pola
pelacuran, untuk mempertahankan hidup ditengah-tengah hiruk-pikuk alam
pembangunan, khususnya di Indonesia.1
Masalah prostitusi/pelacuran atau tuna susila yang hidup, tumbuh dan
berkembang di masyarakat merupakan masalah yang sangat kompleks dan
rumit serta tidak dapat hilang dari permasalahan hidup manusia. Pelacur
(Wanita Tuna Susila) kadang diistilahkan sebagai Wanita Penjajak Seks dan
akhir-akhir ini lebih popular dengan istilah Pekerja Seks Komersial (PSK).2
Kendala utama yang dihadapi dalam penanganan WTS adalah
pendidikan mereka yang umumnya rendah, tidak memiliki keterampilan,
keinginan mendapat uang dengan cara mudah3. Maraknya eksploitasi wanita,
1 Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada) 2005.
h. 242 2 Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011. 3 Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
2
rendahnya kontrol sosial pada sebagian masyarakat, sehingga menambah
kompleksnya tantangan yang harus dihadapi oleh petugas di lapangan.
Masalah pelacuran atau masalah tuna susila yang hidup dan berkembang di
masyarakat ini merupakan masalah nasional yang menghambat lajunya
pelaksanaan pembangunan karena:
a. Tindakan Tuna Susila merupakan hal yang bertentangan dengan nilai-
nilai sosial budaya masyarakat, norma-norma serta kaidah agama dan
kesusilaan serta merendahkan harga diri atau martabat bangsa
Indonesia.
b. Mempengaruhi sendi-sendi kehidupan dan penghidupan masyarakat,
baik dari aspek ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, ketertiban dan
keamanan.
c. Masalah tersebut cenderung terus meningkat serta sering kali terjadi
penyimpangan di dalam kegiatan dan kehidupan masyarakat.
d. Pengaruh negatif yang diakibatkan masalah ketunasusilaan ini sangat
membahayakan kehidupan generasi muda serta sumber daya manusia
sebagai harapan bangsa.4
Berdasarkan hal itu, masalah tuna susila merupakan masalah yang
kompleks dan multidimensional, sehingga memerlukan penanganan secara
komprehensif, terpadu dan berkesinambungan, atas dasar kerjasama berbagai
disiplin ilmu dan profesi, seperti pekerjaan sosial, dokter, psikolog, guru serta
profesi lainnya. Selain itu kerjasama antar instansi terkait baik pemerintah
4 Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
3
maupun swasta di tingkat pusat maupun daerah, dengan ditunjang oleh
organisasi sosial masyarakat. Dalam perkembangan pembangunan
kesejahteraan sosial menunjukan bahwa kesadaran dan tanggung jawab sosial
sebagian masyarakat mulai timbul, sehingga keinginan untuk berperan serta
menangani masalah kesejahteraan sosial termasuk penanganan WTS mulai
tumbuh dan berkembang melalui berbagai usaha kesejahteraan sosial.5
Dalam permasalahan di atas, selain penanganan dari Panti Sosial untuk
menangani masalah kesejahteraan wanita tuna tuna susila, bagi penyandang
masalah tuna susila agama merupakan hal yang berperan penting bagi
kehidupan individu, dan sosial seseorang, karena agama itu sendiri dalam
islam berasal dari kata dalam bahasa Arab “Ad-din”
yang artinya
petunjuk/tuntunan tentang tata cara hidup yang ditentukan Allah.6 Itu artinya
dengan adanya tuntunan hidup yang Allah telah tentukan, maka manusia
sebagai ciptaan Tuhan harus menjalaninya, dan kalaupun melanggar aturan
hidup yang Tuhan tentukan maka, akan ada konsekwensinya sendiri berupa
hukuman di dunia dan akhirat kelak. Karna pengertian agama adalah
keyakinan atau individu terhadap “afterlife“, (hari kiyamat), keterkaitan yang
ada di alam ini, Tuhan, doa.7
Permasalahan pelacuran bukan hanya melanggar norma budaya,sosial,
dan Negara, akan tetapi juga melanggar norma agama. Karena agama islam
5 Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011. 6 Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (PT. Hidakarya Agung,
Jakarta:1989), h.133 7 Michael D Andrean dan Judy Daniels, Landasan Bimbingan dan Konseling, (PT.
Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006).
4
melarang ummatnya berzina, karena perbuatan tersebut keji dan kotor, Allah
berfirman:
ωuρ (#θç/t� ø) s? #’ oΤ Ìh“9 $# ( … çµ̄Ρ Î) tβ% x. Zπt±Ås≈ sù u!$y™uρ Wξ‹ Î6y™ ∩⊂⊄∪
Artinya: dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.8
“Allah Swt telah mengategorikan zina sebagai perbuatan keji dan
kotor. Artinya, zina dianggap keji menurut syara’, akal dan fitrah karena
merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, hak istri, hak keluarganya atau
suaminya, merusak kesucian pernikahan, mengacaukan garis keturunan, dan
melanggar tatanan lainnya”.9
Dengan penjelasan ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan
adanya prostitusi/pelacuran maka dengan itu juga perzinahan terlaksana.
Sedangkan dalam agama islam Allah telah melarang ummatnya untuk
mendekati zina, karena dengan adanya zina seseorang telah melakukan
perbuatan keji dan kotor. Oleh karena itu perlu adanya bimbingan keagamaan
khususnya terhadap penyandang masalah tuna susila untuk mencegah
terjadinya perzinahan, salah satu diantaranya adalah bimbingan mental
spiritual, mengapa bimbingan mental spiritual dipilih karena bertujuan untuk
membimbing, menuntun penyandang tuna susila agar mereka mengenal dan
mengetahui, ilmu agama lebih dalam dan dapat mempraktikannya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga dengan adanya pengetahuan ilmu agama
tersebut penyandang tuna susila dapat menghindari perbuatan zina.
8 Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al-Isra:32,
(Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 429 9 Dikutip dari Perkataan Seorang Ulama Besar Arab Saudi Bernama “Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As’Sa’di, dalam KitabTafsir Al-Kalam Al-Mannan: 4/275
5
Adapun pengertian bimbingan mental spiritual dalam buku panduan
penyuluh agama di salah satu panti sosial di Jakarta yaitu di PSKW Mulya
Jaya terhadap penyandang tuna susila adalah serangkaian kegiatan/tuntunan
untuk dapat memahami diri sendiri, dan orang lain dengan cara mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan khususnya tentang ilmu keagamaan yang
didukung dengan pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta praktik
kegiatan ibadah, demi terwujudnya kebahagiaan di dunia dan di akhirat.10
Metode bimbingan mental spiritual yang digunakan dalam penelitian
ini yang sesuai dengan metode yang digunakan di PSKW Mulya Jaya Jakarta
adalah metode ceramah, tanya-jawab, diskusi kelompok, tadabbur alam,
konseling individu atau kelompok, renungan suci, praktik atau latihan, dan
game islami.11
Adapun pengertian PSKW yang peneliti tetapkan sebagai lokasi dalam
penelitian ini adalah salah satu unit Lembaga Rehabilitasi Sosial yang
ditetapkan Kementerian Sosial RI cq. Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna
Susila, yang bertanggung jawab atas Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)
dengan daya tampung 110 orang, dan jangka waktu kegiatan selama 6 bulan.
PSKW Mulya Jaya berlokasi di Jl. Tat Twam Asi No. 47 Komplek
Departemen Sosial Pasar-Rebo Jakarta.12
10
Abdul Rahman, S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental
Spiritual, (Jakarta: Departemen Sosial, 2011), h. 1 11
Abdul Rahman, S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental
Spiritual, (Jakarta: Departemen Sosial, 2011), h. 2 12
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
6
PSKW “Mulya Jaya” Jakarta merupakan salah satu Unit Pelaksana
Teknis di lingkungan kementerian Sosial RI yang memberikan pelayanan dan
rehabilitasi sosial kepada penyandang Masalah kegiatan sosial khususnya
Tuna Susila atau Wanita Tuna Susila, antara lain melalui kegiatan pembinaan
fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan
keterampilan, resosialisi dan pembinaan lanjut agar mampu melaksanakan
fungsi sosialnya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat.13
Salah satu dari pelayanan rehabilitasi yang dilaksanakan yaitu adalah
bimbingan mental spiritual. Berdasarkan latar belakang di atas, maka skripsi
ini melaksanakan penelitian di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya
Jaya Jakarta. Adapun judul penelitian ini adalah “METODE BIMBINGAN
MENTAL SPIRITUAL TERHADAP PENYANDANG MASALAH
TUNA SUSILA DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW)
MULYA JAYA JAKARTA”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut agar lebih terarah dan
mencapai sasaran yang tepat, maka peneliti membatasi penelitian ini pada
apa yang dimaksud dengan metode bimbingan mental spiritual, dan
masalah yang dibahas adalah mengenai agama para penyandang wanita
tuna susila yang kurang terarah hingga bisa terjerumus dalam lembah
hitam pelacuran/prostitusi.
13
Keputusan Menteri Sosial R.I Nomor 20/HUK, tentang Rehabilitasi Sosial Bekas
Penyandang Masalah Tuna Susila,1999.
7
2. Perumusan Masalah
Adapun masalah yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini
adalah rinciannya sebagai berikut:
1. Bagaimana metode bimbingan mental spiritual terhadap
penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita
Mulya Jaya Jakarta?
2. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dalam
keberhasilan pelaksanaan metode bimbingan mental spiritual di
Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan merupakan titik tolak dari setiap penelitian, sesuai dengan
pembatasan dan perumusan masalah yang telah dikemukakan. Pada
pokoknya penelitian ilmiah bertujuan untuk mengetahui sesuatu yang
belum diketahui.14
Maka tujuan yang ingin peneliti capai adalah:
a. Untuk mengetahui dan menganalisis metode bimbingan mental
spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial
Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan
penghambat dari pelaksanaan metode bimbingan mental spiritual
di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
14
Dr. Bustanuddin Agus, Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial, (Gema Insani Press,
Jakarta:1999).
8
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian
kegiatan dan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
a. Untuk akademis diharapkan agar memberikan sumbangan
keilmuan dan pengetahuan yang meliputi Bimbingan dan
Penyuluhan Sosial, Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Khususnya
yang berkaitan dengan “Metode Bimbingan Mental Spiritual
Terhadap Penyandang Masalah Tuna Susila di Panti Sosial
(PSKW) Mulya Jaya Jakarta”.
b. Untuk penelitian diharapkan dapat membantu dan memberi
masukan bagi Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya
Jakarta, dalam Bimbingan Mental Spiritual Terhadap Penyandang
Masalah Tuna Susila dalam bentuk program pelaksanaan kerja
Panti.
c. Untuk prediksi diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan
referensi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam pada Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pengembangan keilmuan dan
kurikulum.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa judul skripsi mahasiswa atau
mahasiswi sebelumnya yang oleh penulis jadikan sebagai tinjauan pustaka.
Namun perlu dipertegas perbedaan antara masing-masing judul dan masalah
yang dibahas, antara lain:
9
1. Fitriyani, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2008, Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul
skripsi “Metode Bimbingan Islam Dalam Pembinaan Akhlak Anak
Yatim di Panti Asuhan Yakiin Larangan Tangerang”.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif,
sasaran yang diteliti adalah Metode Bimbingan Islam terhadap anak-
anak yatim di Panti Asuhan Yakiin Larangan Tangerang ini melakukan
dua metode yaitu metode bimbingan individual dan kelompok.
Penggunaan metode individual ini dilakukan dengan teknik wawancara
dan observasi kegiatan, sedangkan metode kelompok dilakukan
dengan metode ceramah, dialog, Tanya-jawab, dan pembagian
kelompok.
2. Ida Nurfarida, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Judul skripsi “Metode Bimbingan Agama Bagi Anak Tunarungu di
Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambuapus Jakarta Timur”.
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif,
sasaran yang diteliti adalah anak-anak tunarungu di Panti Sosial Bina
Rungu Wicara Melati Bambuapus Jakarta Timur. Dan metode agama
yang digunakan adalah metode bimbingan tauhid, metode meniru
(latihan melafalkan syahadat, sholawat, mengaji, dll), metode ceramah,
bimbingan sholat dan praktik sholat, dan metode bimbingan akhlak.
10
3. Hj. Holipah, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul
skripsi “Metode Bimbingan Mental Pada Jamaah Calon Haji di
Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Mathla’ul Anwar
Karawang”.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, sasaran yang
diteliti adalah Metode Bimbingan Mental pada jamaah calon haji I
kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Mathala’ul Anwar adalah
metode langsung (metode komunikasi langsung) yaitu dimana
pembimbing melakukan komunikasi langsung (tatap muka) dengan
orang yang di bimbingnya (calon jamaah haji) dalam hal ini ada dua
metode bimbingan yang terdiri dari bimbingan individual dan
bimbingan kelompok.
4. Warti Sasmiati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Judul skripsi “Metode Pembinaan Mental Narapidana Anak di
Lembaga Pemasyarakatan Anak Wanita Tangerang”.
Dalam penelitian skripsi ini menjelaskan bahwa metode yang
digunakan pembimbing dalam pembinaan mental spiritual bagi
narapidana anak (anak didik) juga tidak berbeda dari metode
bimbingan pada umumnya (antara teori dan praktik lapangan),
diantaranya seperti metode Group Guidance (bimbingan kelompok)
dalam metode ceramah dan diskusi, serta metode directive (bersifat
11
mengarahkan) dalam metode iqra (pembelajaran Al-qur’an dan hafalan
ayat-ayat Al-qur’an), wawancara, Tanya jawab, pemutaran film dan
muhasabah (introspeksi diri). Dari sekian metode yang digunakan
pembimbingan ada dua metode yang sering digunakan yakni; metode
ceramah dan metode iqra (pengajaran baca tulis Al-qur’an) karena
lebih efektif.
5. Mulia Rahmawati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Judul skripsi “Upaya Peningkatan Kinerja Pegawai Melalui
Pelaksanaan Bina Mental dan Spiritual di Kantor Pemerintah Daerah
Kabupaten Tangerang”.
Dalam skripsi ini adapun tujuan dari penelitian ini adalah
pembinaan mental yang dilaksanakan oleh BINTAL (Bina Mental dan
Spiritual). Jadi, pengarug terhadap peningkatan kinerja pegawai.
Karena dengan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan dapat
menumbuhkan semangat untuk terus mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Dari hasil pembinaan yang dilakukan oleh BINTAL, manfaat
yang dirasakan oleh para pegawai dalam hal bekerja adalah dapat
meningkatkan disiplin kerja yang berdampak pada peningkatan kinerja
pegawai; bekerja menjadi lebih semangat dan hasil pekerjaan menjadi
lebih maksimal, begitu juga dalam hal ibadah menjadi semakin rajin
dan istiqomah.
12
Dari kelima penelitian di atas yang membedakan dengan penelitian ini
adalah metode yang ada di setiap lembaga yang ada di setiap lembaga
tersebut. Metode yang digunakan harus menyesuaikan dengan objek dan
sasaran, agar bimbingan mental spiritual dapat tersampaikan dengan baik dan
bisa diterima objeknya.
Metode bimbingan mental spiritual yang dilaksanakan di Panti Sosial
Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, adalah dengan metode
ceramah/klasikal, Tanya jawab, diskusi kelompok, taddabur alam, bimbingan
individu atau kelompok (curhat), renungan suci/refleksi diri, praktik/latihan,
game/kuis. Kegiatan bimbingan mental spiritual ini wajib diikuti oleh TS
(sebutan untuk wanita tuna susila) yang ada di PSKW Mulya Jaya ini. Dalam
kegiatan ini Panti telah menyediakan seorang penyuluh agama (mental
spiritual), penyuluh sosial, seorang ustadz dan pegawai rehabilitasi sosial yang
berkompeten dalam bidang kerohanian. Dari hasil bimbingan mental
diharapkan TS bisa menjadi pribadi muslimah yang lebih baik, lebih bisa
menghargai diri mereka, menjadi wanita yang mempunyai
keterampilan/pekerjaan yang positif, memiliki tujuan hidup yang jelas dengan
memegang teguh dan menjalankan agama Allah, menjalankan dan
menterapkan ajaran agama yang diterima dan didapat di panti, dapat menjadi
manusia yang bermanfaat baik untuk orang lain.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini secara sistematika penulis
membagi ke dalam lima bab. Adapun sistematika penulisannya sbb:
13
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, pembatasan dan
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Teoritis yang terdiri dari pengertian metode,
pengertian bimbingan, pengertian mental spiritual, pengertian penyandang
masalah tuna susila, penyebab timbulnya pelacuran, Akibat-akibat pelacuran,
penanggulangan pelacuran atau prostitusi.
BAB III : Metodologi Penelitian yang terdiri dari, Lokasi dan jadwal
penelitian, subjek dan objek penelitian, model penelitian, teknik pengambilan
data, sumber data, fokus amatan penelitian, teknik pemilihan informan, asumsi
peneliti, teknik analisa data, teknik pemeriksaan data.
BAB IV : Analisis Temuan Lapangan yang terdiri dari gambaran umum
panti sosial karya wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, menguraikan analisa
hasil penelitian mengenai tahapan rehabilitasi “Metode Bimbingan Mental
Spiritual Terhadap Penyandang Masalah Tuna Susila di Panti Sosial Karya
Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta”.
BAB V : Penutup dalam penutup ini penulis akan memberikan
kesimpulan dari keseluruhan pembahasan, serta saran mengenai tujuan dan
manfaat yang diharapkan dapat di ambil manfaat dalam penulisan karya
ilmiah ini.
14
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Metode Bimbingan
1. Pengertian Metode
Metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara yang teratur
dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dengan ilmu pengetahuan,
dsb).1
Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari
penggalan kata “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” berarti “jalan”.
Bila digabungkan maka metode bisa diartikan “jalan yang harus dilalui”.
Dalam pengertian yang lebih luas, metode bisa diartikan sebagai “segala
sesuatu atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan”.2
2. Pengertian Bimbingan
Bimbingan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah petunjuk,
penjelasan, atau tuntunan cara mengerjakan sesuatu.3
Secara etimologi, kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris “guidance” yang berarti: “menunjukkan, memberi jalan, menuntun,
membimbing, membantu, mengarahkan, pedoman dan petunjuk.”. Kata dasar
atau kata kerja dari “guidance” adalah “to guide”, yang artinya
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka 1994), Cet. Ke-2, h. 580 2 Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 120 3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka 1994), Cet. Ke-2, h. 117
15
“menunjukkan, menuntun, mempedomani, menjadi penunjuk jalan, dan
mengemudikan”. Dan yang paling umum digunakan adalah pengertian
“memberikan bimbingan, bantuan, dan arahan”.4
Donald G. Mortensen dan Alan M. Schmuller (1976) mengemukakan;
“Guidance may be defined as that part of the total educational
program that helps provide the personal opportunities and specialized
staff services by which each individual can developed to the fullest of
his abilities and capacities in term of the democratic idea”.5
Secara terminologi, bimbingan adalah usaha membantu orang lain
dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang dimilikinya.
Sehingga dengan potensi itu, ia akan memiliki kemampuan untuk
mengembangkan dirinya secara wajar dan optimal, yakni dengan cara
memahami dirinya, maupun mengambil keputusan untuk hidupnya, maka
dengan itu ia akan dapat mewujudkan kehidupan yang baik, berguna dan
bermanfaat untuk masa kini dan masa yang akan datang.6
Adapun definisi bimbingan berikut ini akan di kutipkan dan yang
sudah dirumuskan para ahli, yaitu:
a. Menurut Crow and Crow, bimbingan adalah “bantuan yang
diberikan oleh seseorang, yang memiliki kepribadian baik dan
pendidikan yang memadai kepada seseorang individu dari setiap
usia, untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan
hidupnya sendiri, dan memikul bebannya sendiri”.
4 Prof. H. M. Arifin. M. Ed, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan
Agama, (Jakarta: Golden Terayon Press, Cet, Ke-5 1994). h. 1 5 Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan
Konseling, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet.
Ke-2, h. 6 6 Drs. M. Lutfi, MA, h. 6
16
b. Stoops mengatakan bahwa bimbingan adalah “suatu proses yang
berlangsung terus menerus dalam hal membantu individu dalam
perkembangannya untuk mencapai kemampuan secara maksimal,
dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi dirinya,
orang lain maupun masyarakat di sekitarnya”.
c. Menurut Miller, bimbingan adalah “bantuan terhadap individu
untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri secara maksimal
kepada keluarga dan masyarakat”.7
Adapun tujuan dari bimbingan adalah agar individu yang bersangkutan
dapat:
1. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir
serta kehidupannya dimasa yang akan datang.
2. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya,
seoptimal mungkin.
3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan
masyarakat, serta lingkungan kerjanya.
4. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi,
penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun
lingkungan kerja.8
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, seseorang harus mendapat
kesempatan untuk, mengenal dan memahami potensi,kekuatan dan tugas
7 Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 6-7 8 Drs. M. Lutfi, MA, h. 8
17
perkembangannya, mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada
dilingkungannya, serta menentukan rencana tujuan hidupnya.9
Adapun fungsi bimbingan adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman, yaitu membantu individu mengembangkan potensi
dirinya secara optimal.
b. Prefentif, mencegah anak didiknya agar tidak melakukan
perbuatan yang bisa merugikan dan membahayakan dirinya.
c. Pengembangan, menciptakan situasi belajar yang kondusif dan
mem-fasilitasi perkembangan anak didiknya.
d. Perbaikan/Penyembuhan, memberikan bantuan pada anak didik
yang sedang mengalami masalah, yang berkaitan dengan
pribadinya, sosial, belajar maupun karirnya.
e. Penyaluran, membantu anak didik agar mengembangkan potensi
dirinya sesuai dengan kemampuan pada bidang dan keahlian yang
dimilikinya.
f. Adaptasi, membantu anak didiknya agar dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan, orang lain, tempat pendidikannya dan dimana
ia tinggal.
g. Penyesuaian, membantu anak didik agar dapat menyesuaikan diri
dimanapun ia tinggal dan berada.10
9 Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan
Konseling, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet.
Ke-2, h. 13 10
Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, h. 16-17
18
Makna bimbingan dalam penelitian ini adalah upaya dalam
memberikan bantuan kepada seseorang atau kelompok khususnya penyandang
masalah tuna susila yang memiliki masalah dalam hidupnya dan membantu
dalam perkembangannya untuk mencapai kemampuan secara maksimal,
dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi dirinya, agamanya
dan orang lain maupun masyarakat di sekitarnya.
Metode-metode yang biasa digunakan dalam bimbingan adalah
sebagai berikut:
1. Wawancara, cara atau teknik yang digunakan untuk mengetahui
mengenai fakta-fakta mental atau kejiwaan (psikis) yang ada pada
diri yang dibimbing.
2. Observasi, cara atau teknik yang digunakan untuk mengamati
secara langsung sikap dan perilaku yang tampak pada saat-saat
tertentu, yang muncul sebagai pengaruh dari kondisi mental atau
kejiwaannya.
3. Tes (Kuisioner), merupakan serangkaian pertanyaan yang
disiapkan beberapa alternative jawaban pilihan. Metode ini untuk
mengetahui fakta dan fenomena kejiwaan yang tidak bisa diperoleh
melalui wawancara dan observasi.
4. Bimbingan Kelompok (Group Guidance), teknik bimbingan yang
digunakan melalui kegiatan bersama (kelompok), seperti; kegiatan
diskusi, ceramah, seminar dan sebagainya.
19
5. Psikoanalisis (Analisa Kejiwaan), teknik yang digunakan untuk
memberikan penilaian terhadap peristiwa dan pengalaman
kejiwaan yang pernah dialami anak bimbingan. Misalnya, perasaan
takut, tertekan.
6. Non Directif (Teknik Tidak Mengarahkan), dalam teknik ini
yakni mengaktifkan anak bimbing dalam mengungkapkan dan
memecahkan masalah dirinya.
7. Direktif (Bersifat Mengarahkan), teknik ini dapat digunakan
bagi anak bimbingan dalam proses belajar.
8. Rasional-Emotif, bimbingan ini dimaksudkan untuk mengatasi
pikiran-pikiran yang tidak logis yang disebabkan dorongan emosi
yang tidak stabil.
9. Bimbingan Klinikal, yaitu dengan berorientasi pada kemampuan
personal secara keseluruhan baik jasmani maupun rohani.11
Metode yang telah di uraikan di atas, maka secara khusus dalam
metode bimbingan atau pendekatan islami (mental spiritual) yang biasa
digunakan adalah metode “bil-hikmah, bil mujadalah, bil mauidzah”.
a. Metode “bil-hikmah”, metode ini digunakan dalam menghadapi
orang-orang terpelajar, intelek, dan memiliki tingkat rasional yang
tinggi, yang kurang yakin akan kebenaran ajaran agama.
11
Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 122-134
20
b. Metode “bil-mujadalah”, perdebatan yang digunakan untuk
menunjukkan dan membuktikan kebenaran ajaran agama, dengan
menggunakan dalil-dalil Allah yang rasional.
c. Metode “bil-mauidzah”, dengan menunjukkan contoh yang benar
dan tepat, agar yang dibimbing dapat mengikuti dan menangkap
dari apa yang diterimanya secara logika dan penjelasan akan teori
yang masih baku.
d. Metode “ceramah”.
e. Metode “Diskusi (Tanya-Jawab)”.
f. Metode “Persuasif”, adalah mengajak dan mengarahkan peserta
bimbingan kearah positif.
g. Metode atau Teknik “Lisan dan Tulisan”.
h. Metode “Hati (Dengan Doa dan Zikrullah)”.12
Dari pengertian metode dan bimbingan serta macam-macam metode
bimbingan di atas, menggambarkan penelitian ini memiliki variable-variabel
dari karakteristik sistem yang ditinjau, penelitian ini bertujuan menampilkan
metode dari pelaksanaan bimbingan mental spiritual di panti sosial yang
memang telah mempunyai variasi dan karakteristik tersendiri dalam
bimbingan mental spiritualnya. Dari metode bimbingan di atas maka akan
menghasilkan salah satu metode yang tertera di atas.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini diantara metode
bimbingan yang tertera di atas adalah metode ceramah, metode diskusi tanya-
12
Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam,
(Jakarta; Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 135-137
21
jawab, metode persuasif, dan metode hati dengan doa dan zikrullah, yang
paling sering digunakan dalam penelitian ini yang sesuai dalam buku panduan
bimbingan mental spiritual di PSKW Mulya Jaya Jakarta. Alasan mengapa
metode ini digunakan karena lebih efektif dan mudah dipahami untuk
diberikan kepada penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya
Wanita Jakarta. Karena dilihat dari latar belakang pendidikan mereka yang
masih tergolong rendah, dan dengan adanya metode bimbingan mental
spiritual yang efektif maka akan memudahkan mereka dalam menagkap dan
memahami materi dengan mudah pula.13
B. Pengertian Mental Spiritual
1. Pengertian Mental
Mental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu
hal yang berhubungan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat
tenaga.14
Menurut Notosoedirjo dan Latipun, Kata mental diambil dari bahasa
Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya
psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknai sebagai
kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan
adanya usaha peningkatan.15
13
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011. 14
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet, Ke-1, Edisi Tiga, h. 733. 15
Notosoedirjo & Latipun, (Penerjemah: Zakiah Daradjat), Kesehatan Mental,
(Jakarta: Gunung Agung, 1985), Cet, Ke-12.
22
Mental itu adalah cara berfikir dan berperasaan berdasarkan nurani
petunjuk yang berasal dari Agama, petunjuk atau pedoman hidup.16
Dalam istilah lain H.M Arifin menyatakan bahwa, “arti mental adalah
sesuatu kekuatan yang abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh
pancaindra tentang wujud dan zatnya, melainkan yang tampak adalah hanya
gejalanya saja dan gejala inilah yang mungkin dapat dijadikan sasaran
penyediaan ilmu jiwa atau lainnya.17
Menurut Sigmund Freud, seorang bapak psikolog dari aliran
Psikoanalisa, kejiwaan seseorang terstruktur atas tiga sistem pokok, yaitu:
1. Id (das es) adalah sistem kepribadian biologis yang asli, berisikan
sesuatu yang telah ada sejak lahir. Ia merupakan reservoir energi
psikis yang menyediakan seluruh daya untuk sistem ego dan super
ego. Freud menyebut id dengan the true psychic reality (kenyataan
psikis yang sebenarnya), karena id mempresentasikan dunia batin
pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan objektif.
Prinsip kerjanya adalah serba merngejar kenikmatan (pleasure
principle) yang cenderung bersifat rasional, primitif, impulsif, dan
agresif. Untuk menghindari ketidaknikmatan maka id mempunyai
dua cara: pertama, refleks, yaitu reaksi-reaksi otomatis dalam
tubuh, misalnya bersin, berkedip, dan sebagainya; kedua, proses
primer, yaitu reaksi psikologis yang menghentikan tegangan
melalui hayalan, seperti orang lapar membayangkan makanan.
16
(Diakses pada tanggal 09 Maret 2011). 17
H. M Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Ruhaniah Manusia,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1997), Cet, Ke-2, h. 17
23
2. Ego (das ich) adalah aspek psikologis kepribadian yang timbul
karena kebutuhan organisme memerlukan transaksi dengan
kenyataan objektif. Ego mengikuti prinsip kenyataan (reality
principle) yang bersifat rasional logis dan reaksinya menurut
proses skunder. Tujuan prinsip ini adalah mencegah terjadinya
ketegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk
pemuasan kebutuhan. Ego disebut eksekutif kepribadian, karena ia
mengontrol tindakan, memilih lingkungan untuk memberi respon,
memuaskan insting yang dikehendaki dan berperan
sebagai arbitrator atau pengendali konflik antara id dan super ego.
3. Super ego (das ueber ich) adalah aspek-aspek sosiologis
kepribadian yang mengintegrasikan nilai-nilai moral dan cita-cita
luhur. Ia mencerminkan yang ideal bukan riil, mengejar
kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Perhatian utamanya adalah
membedakan yang benar dan yang salah dan memilih yang benar.
Timbulnya super ego ini bersumber dari suara
hati (conscience) sehingga fungsinya: merintangi impuls-impuls
seksual dan agresif yang aktualisasinya sangat ditentang
masyarakat, mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang
moralitas daripada realistic, mengejar kesempurnaan. Jadi super
ego menentang ukuran baik-buruk id ataupun ego, dan membuat
24
dunia menurut gambarannya sendiri yang tidak rasional bahkan
menunda dan merintangi pemuasan insting.18
Dalam khasanah Islam nafs sendiri banyak pengertian: jiwa (soul),
nyawa, ruh, konasi yang berdaya syahwat dan ghadhab, kepribadian, dan
substansi psikofisik manusia. Namun maksud bahasan ini adalah pengertian
terakhir, dimana nafs memiliki natur gabungan jasadi-ruhani (psikofisik).19
M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky mengatakan bahwa, Apabila hamba
Allah telah berhasil melakukan pendidikan dan pelatihan penyehatan,
pengembangan dan pemberdayaan jiwa (mental), seperti yang ditulis maka ia
akan dapat mencapai tingkat kejiwaan atau mental yang sempurna, yaitu akan
tersingkap;
1. Kesempurnaan Jiwa, yaitu integritasnya jiwa muthmainnah (yang
tentram), jiwa radhiyah (jiwa yang meridhai), dan jiwa
yang mardhiyah (yang diridhai) sehingga memiliki stabilitas
emosional yang tinggi dan tidak mudah mengalami stress, depresi
dan frustasi. Jiwa ini selalu akan mengajak pada fitrah Ilahiyah
Tuhannya. Indikasi hadirnya jiwa ini akan terlihat pada prilaku,
sikap dan gerak-geriknya yang tenang, tidak tergesa-gesa, penuh
pertimbangan dan perhitungan yang matang, tepat dan benar, tidak
terburu-buru untuk bersikap apriori dan berprasangka negatif.
Jiwa radhiyah akan mendorong diri bersikap lapang dada,
18
Hall, Calvin S. and Gardner Lindzey, Teori-teori Holistik Organismik
Fenomenologi, (Terjemahan: Yustinus, judul asli,”Theories of Personality”, Yogyakarta:
Kanisius, 1993). 19
Muhammad Mahmud, ‘Ilm al-Nafs al-Ma’ashir fi Dha’I al-Islam, (Jeddah: Dar al-
Syuruq, 1984).
25
tawakkal, tulus ikhlas dan sabar dalm mengaplikasikan perintah
Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya dan meneima dengan
lapang dada segala ujian dan cobaan yang datang dalam hidup dan
kehidupannya, dalam artian hampir-hampir tidak pernah mengeluh,
merasa susah, sedih dan takut menjalani kehidupan ini.20
Allah
berfirman:
Iωr& �χ Î) u !$uŠ Ï9 ÷ρr& «! $# Ÿω ê’ öθyz óΟÎγøŠ n= tæ Ÿωuρ öΝ èδ šχθçΡ t“ øts† ∩∉⊄∪ šÏ% ©!$# (#θãΖtΒ# u
(#θçΡ%Ÿ2uρ šχθà) −G tƒ ∩∉⊂∪ ÞΟ ßγs9 3“ t� ô±ç6ø9 $# ’ Îû Íο 4θu‹ ysø9 $# $u‹ ÷Ρ ‘‰9$# †Îûuρ Íο t� ÅzFψ $# 4 Ÿω Ÿ≅ƒÏ‰ö7 s?
ÏM≈ uΗ Í>x6 Ï9 «!$# 4 š�Ï9≡sŒ uθèδ ã—öθx� ø9$# ÞΟŠÏà yèø9 $# ∩∉⊆∪
Artinya: 62. Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
63. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.
64. bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan
(dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-
kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang
besar.21
Sedangkan jiwa mardhiyah adalah jiwa yang telah memperoleh title
dan gelar kehormatan dari Allah. Sehingga keimanan,
keislaman,dan keihsanannya tidak akan pernah mengalami erosi, dekadensi
dan distorsi. Dalam hal ini diberikan otoritas penuh kepada jiwa untuk
berbuat, berkarya dan beribadah di dalam ruang dan waktu Tuhannnya yang
terlepas dari jangkauan makhluk.22
Allah berfirman:
20
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan,
(Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2. 21
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Yunus:62-64,
(Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 316 22
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun
26
$pκ çJ−ƒr' ¯≈ tƒ ߧ ø� ¨Ζ9$# èπ̈Ζ Í× yϑ ôÜ ßϑ ø9$# ∩⊄∠∪ û Éë Å_ö‘ $# 4’n< Î) Å7 În/ u‘ ZπuŠ ÅÊ# u‘ Zπ̈Š ÅÊó# £∆ ∩⊄∇∪ ’ Í?ä{÷Š $$sù ’Îû “ ω≈t6Ïã ∩⊄∪ ’ Í?ä{÷Š $#uρ ÉL̈Ζ y_ ∩⊂⊃∪
Artinya: 27. Hai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. 29. Maka masuklah ke
dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, 30. masuklah ke dalam syurga-
Ku.23
2. Kecerdasan Uluhiyah, yaitu kemampuan fitrah seseorang hamba
yang shalih untuk melakukan interaksi vertikal dengan Tuhannya;
kemampuan mentaati segala apa yang telah diperintahkan dan
menjauhi diri dari apa yang dilarang dan dimurkai-Nya serta tabah
terhadap ujian dan cobaan-Nya. Sehingga dengan kecerdasan ini
akan terhindar dari sikap menyekutukan Allah (syirik), sikap
menganggap remeh hukum-hukum-Nya atau sikap menunda-nunda
diri untuk melakukan kebaikan dan kebenaran (fasiq), sikap suka
melanggar hukum Allah (zhalim), sikap mendua dihadapan-
Nya (nifaq), dan sikap suka mengingkari atau mendustakan ayat-
ayat-Nya (kufur). Kedekatan Allah akan membuat hamba-Nya
menyaksikan kebesaran dan kesucian-Nya (ihsan) dengan interaksi
vertikal yang bersifat transendental, empirik dan hidup, bukan
spekulasi dan ilusi.24
Allah berfirman:
ô‰ s)s9 uρ $uΖ ø)n= yz z≈ |¡Σ M}$# ÞΟ n= ÷ètΡ uρ $tΒ â È̈θó™uθè? ϵÎ/ …çµÝ¡ø� tΡ ( ßøtwΥuρ Ü> t�ø% r& ϵø‹ s9Î) ôÏΒ È≅ö7 ym
ωƒÍ‘ uθø9 $# ∩⊇∉∪
23
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al-Fajr:27-
30,(Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 1059 24
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan,
(Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2.
27
Artinya: dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat
kepadanya daripada urat lehernya.25
Jadi, kecerdasan uluhiyah adalah kesempurnaan fitrah yang dimiliki
oleh seorang hamba yang shalih, sehingga dapat merasakan kehadiran Allah
dalam setiap aktifitasnya, merasakan bekasan-bekasan pengingkaran,
kedurhakaan dan dosa, dan mampu mengalami mukasyafah akal
fikiran, qalb dan inderawi.
3. Kecerdasan Rububiyah, yaitu kemampuan fithrah seorang hamba
yang shalih dalam hal: memelihara dan menjaga diri dari hal-hal
yang dapat menghancurkan kehidupanya, mendidik diri agar
menjadi hamba yang pandai menemukan hakekat citra diri dengan
kekuatan ilmu, membimbing diri secara totalitas patuh dan tunduk
kepada Allah serta dapat memberikan kerahmatan pada diri dan
lingkungannya (“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka…”).26
Menyembuhkan
dan menyucikan diri dari penyakit dan gangguan yang dapat
melemahkan bahkan menghancurkan potensi jiwa, akal fikiran,
qalbu dan inderawi di dalam menangkap dan memahami
kebenaran-kebenaran hakiki dengan melakukan pertaubatan dan
perbaikan diri seutuhnya.27
Allah berfirman:
25
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Qaf :16, (Semarang:
CV. As-Syifa, 1999). h. 852 26
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat At-Tahrim: 6,
(Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 951 27
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan,
(Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2
28
tβθà� ÷‚tG ó¡o„ zÏΒ Ä¨$̈Ζ9 $# Ÿωuρ tβθà� ÷‚tG ó¡o„ zÏΒ «! $# uθèδ uρ öΝßγyètΒ øŒ Î) tβθçG ÍhŠ u;ム$tΒ Ÿω 4 yÌ ö� tƒ
zÏΒ ÉΑ öθs) ø9$# 4 tβ% x. uρ ª!$# $yϑ Î/ tβθè= yϑ ÷ètƒ $̧ÜŠ ÏtèΧ ∩⊇⊃∇∪
Artinya; mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak
bersembunyi dari Allah, Padahal Allah beserta mereka, ketika pada
suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak
redlai. dan adalah Allah Maha meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang
mereka kerjakan.28
Dengan demikian indikasi seseorang yang telah memperoleh
kecerdasan rububiyah biasanya ia memiliki kekuatan, kewibawaan dan
otoritas yang sangat kuat dalam hal menanamkan nilai-nilai kebaikan dan
kebenaran, mempengaruhi dan mengajak untuk melakukan perbaikan dan
perubahan yang positif pada prilakum sikap dan penampilan yang tulus dan
lapang dada tanpa adanya paksaan dan tekanan baik kepada dirinya atau orang
lain dan lingkungannya; memberikan penyembuhan terhadap penyakit, baik
penyakit yang bersifat psikologis, spiritual, moral ataupun fisik; dan
memberikan perawatan terhadap kualitas keimanan, keislaman, keihsanan
baik terhadap diri maupun lingkungan sekitarnya.
4. Kecerdasan Ubudiyah, yitu kemampuan fitrah seseorang yang
shalih dalam mengaplikasikan ibadah dengan tulus tanpa merasa
terpaksa dan dipaksa, akan tetapi menjadikan ibadah sebagai
kebutuhan yang sangat primer dam merupakan makanan bagi
ruhani dan jiwanya. Firman Allah:
28
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat An-Nisa: 108,
(Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 139
29
öΝ ßγ≈ uΖ ù= yèy_uρ Zπ£ϑ Í←r& šχρ߉ öκ u‰ $tΡ Ì�øΒ r' Î/ !$uΖ øŠ ym÷ρr&uρ öΝÎγø‹ s9 Î) Ÿ≅ ÷èÏù ÏN≡u2 öDy‚ø9 $# uΘ$s% Î) uρ Íο 4θn= ¢Á9 $#
u !$tFƒÎ) uρ Íο 4θŸ2̈“9 $# ( (#θçΡ% x.uρ $oΨ s9 tω Î7≈tã ∩∠⊂∪
Artinya: “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-
pemimpin yang memberikan petunjuk dengan perintah Kami dan telah
Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu
menyembah”.29
Jadi kecerdasan ubudiyah suatu anugerah dari Allah swt berupa
kemampuan dan skill mengaplikasikan sikap penghambaan sangat tulus dan
otomatis, baik dalam keadaan sendiri maupun jamaah, baik secara terang-
terangan atau sembunyi-sembunyi, baik secara vertikal atau horisontal, baik
dalam kondisi bagaimanapun, dimanapun dan kapanpun.
5. Kecerdasan Khuluqiyah, ialah kemampuan fitrah seseorang yang
shalih dalam berperilaku, bersikap dan berpenampilan terpuji.
Dalam hal ini terintegrasi dalam akhlak yang baik. Suatu perbuatan
atau prilaku dapat dikatakan sebagai akhlak apabila memenuhi dua
syarat, yaitu; perbuatan dilakukan dengan berulang-ulang. Apabila
perbuatan hanya dilakukan sesekali saja, maka perbuatan itu tidak
dapat dikatakan sebagai akhlak, perbuatan timbul dengan mudah
tanpa dipikirkan atau diteliti lebih dalam sehingga ia benar-benar
merupakan suatu kebiasaan. Jika perbuatan itu timbul karena
terpaksa atau setelah dipikirkan atau dipertimbangkan secara
matang, tidaklah disebut akhlak. Karena akhlak Islamiyah
mempunyai ciri yaitu kebaikannya bersifat mutlak (al-khairiyah al-
29
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al- Anbiya: 73,
(Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 504
30
muthlaqah), kebaikannya bersifat menyeluruh (as-salahiyyah al-
‘ammah), tetap, langgeng dan mantap, kewajiban yang harus
dipatuhi (al-ilzam al-mustajab), dan pengawasan menyeluruh (ar-
raqabah al-muhithah).30
Firman Allah:
y7 ¯ΡÎ) uρ 4’ n?yès9 @,è= äz 5ΟŠ Ïàtã ∩⊆∪
Artinya: “Sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak (budi
pekerti) yang agung”.31
Dengan demikian, atas tersingkapnya karakter lima kecerdasan
sebagaimana disebutkan di atas, merupakan pengejawantahan dari wujud
kesehatan mental sebagai solusi pengembangan qalbiah itu sendiri. Adapun
bentuknya terefleksikan dari struktur kepribadian. Jika struktur dalam kendali
kalbu, maka komponen nafsani manusia memiliki potensi positif, yang apabila
dikembangkan secara maksimal akan mendatangkan kecerdasan yang
teraktualisasikan sebagai kecerdasan qalbiyah yang meliputi: kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan moral, kecerdasan spiritual, dan
kecerdasan beragama. Dari sini insyaallah potensi manusia dalam
aktualisasinya sebagai khalifah fil ardy akan mewujudkan sosok insan
kamil yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin.32
Keterkaitan penjelasan di atas dengan penelitian ini yang membahas
tentang makna mental dan spiritual adalah seseorang dikatakan telah berhasil
30
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan,
(Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2. 31
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al- Qalam: 4,
(Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 960 32
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan,
(Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2.
31
melakukan kesempurnaan pemberdayaan mental spiritualnya apabila yaitu
(jiwa mereka tentram dan diridhoi Allah, yang jauh dari kategori prasangka
buruk, senantiasa menjaga kestabilan emosinya, sehingga dengan adanya sifat
itu dalam dirinya maka dapat mendorong manusia agar bersikap lapang dada,
tawakkal, tulus dan ikhlas Lillahi Ta’ala.). Sedangkan dengan adanya
kecerdasan ulluhiyyah, kecerdasan rubbubiyah, kecerdasan ubudiyah, dan
kecerdasan khuluqiyah maka seseorang akan menggunakan fitrah akal mereka
serta mengaplikasikannya dengan kegiatan spiritual yaitu dengan beribadah
kepada Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, serta
senantiasa dapat menjaga diri mereka dari hal-hal yang dapat menghancurkan
dirinya, dan selalu menjalankan ibadah dengan ikhlas tanpa adanya paksaan,
sehingga dari semua sikap tersebut jika ada dalam diri manusia yang
sempurna mental dan spiritual mereka maka senantiasa mereka akan selalu
berprilaku terpuji.
2. Pengertian Spiritual
Spiritual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan, “rohani,
batin, mental, moral.33
Sementara itu Mimi Doe & Marsha Walch mengungkapkan bahwa
“spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa
memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan kita tentang kepercayaan
mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri
kita; Suatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau
33
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta;Balai Pustaka 1994), Cet. Ke-2, h. 857
32
apa pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita. Spiritual juga
berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral”.34
Teori yang menyatakan bahwa sumber kejiwaan atau spitual adalah
satu kesatuan dengan agama, timbul beberapa pendapat yang di kemukakan
para ahli yaitu:
1. Thomas Van Aquino; mgatakan bahwa sumber kejiwaan agama
(spiritual) itu, ialah berpikiren. Manusia ber-Tuhan karena manusia
menggunakan kemampuan berpikirnya.
2. Fredrick Schleimacher; mengatakan bahwa yang menjadi sumber
keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of
depend).
3. Rudolf Otto; berpendapat bahwa sumber kejiwaan agama
(spiritual) adalah rasa kagum yang berasal dari “The Wholly
Others” (yang sama sekali lain). 35
W. H. Thomas mengemukakan pendapatnya melalui teori “The Four
Wishes”, “bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama (spiritual) adalah
enam macam keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia yaitu:
a. Keinginan untuk keselamatan (security)
b. Keinginan untuk mendapat penghargaan (recognition)
c. Keinginan untuk ditanggapi (response)
34
Tulisan oleh Arya Utama (dikutip dari teori mimi Doe & Marsha Walch, di akses
dari, . Pada tanggal 19 Maret 2011. 35
Dr. Jalaluddin dan Dr. Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam
Mulia 1993), Cet, Ke-2, h. 21-23.
33
d. Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru (new
experience).36
Bimbingan spiritual diartikan oleh Yusuf, sebagai; proses pemberian
bantuan kepada individu agar memiliki kemampuan untuk mengambangkan
fitrahnya sebagai mahluk beragama (homo religions), berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia), dan mengatasi masalah-masalah
kehidupan melalui pemahaman, keyakinan, dan praktik-praktik ibadah ritual
agama yang dianutnya. Selanjutnya, tujuan umum bimbingan spiritual adalah
memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan individu untuk mengembangkan
kesadaran spiritualitasnya dalam mengatasi masalah-masalah yang
dihadapinya. Dengan demikian, konseling dapat mencapai kehidupan yang
bermakna. Kesadaran spiritual konseling yang baik diyakini akan berpengaruh
secara positif dan fungsional terhadap aspek-aspek kehidupan pribadi
lainnya.37
Noor berpendapat bahwa; tujuan utama intervensi spiritual
(kerohanian/agama) dalam bimbingan adalah untuk meningkatkan proses
penyesuaian dan pertumbuhan spiritual bimbingan. Hal ini terjadi karena
bimbingan yang sehat spiritualnya akan dapat berfungsi secara efektif dalam
kehidupannya. Kategori intervensi tersebut meliputi aspek kognitif, afektif,
tingkah laku, dan interpersonal dengan Sang Pencipta.38
36
Dr. Jalaluddin dan Dr. Ramayulis, h. 29. 37
(Dikutip dari tulisan Noor pada tahun 2006 dan Yusuf pada tahun 2007, mengenai
mental-spiritual, mengenai pertolongan bagi pemulihan pecandu NAZA), di akses dari Alamat
Web;. (Pada tanggal: 20 April 2011). 38
(Dikutip dari tulisan Noor pada tahun 2006 dan Yusuf pada tahun 2007, mengenai
mental-spiritual, mengenai pertolongan bagi pemulihan pecandu NAZA), di akses dari Alamat
Web;. (Pada tanggal: 20 April 2011).
34
Jadi mental spiritual adalah cara manusia berfikir dan berperasaan
dengan menggunakan nurani dan menyatukan antara jasmani dengan rohani,
dengan petunjuk agama sebagai pedoman hidupnya.
Dengan demikian metode bimbingan mental spiritual adalah cara atau
teknik yang digunakan pada serangkaian kegiatan atau tuntunan untuk dapat
memahami diri sendiri dan orang lain dengan cara mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan khususnya tentang ilmu keagamaan dan didukung dengan
pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta praktik kegiatan ibadah,
demi terwujudnya kebahagiaan didunia dan kebahagiaan di akhirat kelak.
C. Penyandang Masalah Tuna Susila
1. Pengertian Tuna Susila
Tuna susila atau tindak susila itu diartikan sebagai kurang beradab
karena keroyalan relasi seksualnya dalam bentuk penyerahan diri pada banyak
laki-laki untuk pemuasan seksual dan mendapatkan imbalan jasa atau uang
bagi pelayanannya. Tuna susila juga bisa diartikan sebagai salah satu tingkah,
tidak susila atau gagal menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila.39
Peraturan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Raya Tahun 1967,
mengenai penanggulangan masalah pelacuran, menyatakan sebagai berikut:
“Wanita Tuna Susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan
melakukan hubungan kelamin di luar pernikahan, baik dengan imbalan
jasa maupun tidak”.40
Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-situere atau pro-stauree, yang
berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan percabulan dan
39
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005),
h. 207 40
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207
35
pergendakan. Sedangkan prostitue adalah pelacur atau sundal. Biasa dikenal
dengan istilah WTS (Wanita Tuna Susila).41
Peraturan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat, menyatakan
tentang pelacur sebagai berikut:
“Pelacur, selanjutnya disingkat “P”, adalah mereka yang biasa
melakukan hubungan kelamin diluar pernikahan yang sah.42
Kedua peraturan di atas menekankan masalah hubungan kelamin di
luar pernikahan, baik dengan mendapat imbalan pembayaran maupun tidak.
Sedang Pasal 296 KUHP mengenai prostitusi tersebut menyatakan
sebagai berikut:
“Barang siapa yang pekerjaannya atau kebiasaannya, dengan sengaja
mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain,
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat
bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah”.43
Profesor W.A. Bonger dalam tulisannya Maatscchappellijke Oorzaken
der Prostitutie menulis definisi sebagai berikut:
“Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri
dan melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata
pencarian”.44
2. Penyebab Timbulnya Pelacuran
Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain
sebagai berikut:
41
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 42
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 43
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 44
Prof. W.A Bonger, De Maatscchappellijke Oorzaken der Prostitutie, Verspreide
Geschriften, (dell II, Amsterdam, 1950), (Terjemahan B. Simajuntak, Mimbar Demokrasi,
Bandung, April 1967).
36
a. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak
ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks
sebelum pernikahan atau di luar pernikahan. Yang dilarang dan
diancam dengan hukuman ialah: praktik germo (Pasal 296 KUHP)
dan mucikari (Pasal 506 KUHP). KUHP 506: Barang siapa yang
sebagai mucikari mengambil untung dari perbuatan cabul seorang
perempuan, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya
satu tahun. Namun dalam praktik sehari-hari, pekerjaan sebagai
mucikari itu selalu ditoleransi, secara inkonvensional dianggap sah
ataupun dijadikan sumber pendapatan dan pemerasan yang tidak
resmi.
b. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan
kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan perkawinan.
c. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-
germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan
seks. Jadi, seks dijadikan alat yang jamak guna (multipurpose)
untuk tujuan-tujuan komersialisasi diluar perkawinan.
d. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan
pada saat orang mengenyam kesejahteraan hidup; dan ada pemutar
balikan nilai-nilai pernikahan sejati.
e. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum
wanita dan harkat manusia.
37
f. Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya
mengeksploitasi kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil.
g. Ekonomi laissez-faire menyebabkan timbulnya system harga
berdasarkan hukum “jual dan permintaan”, yang diterapkan pula
dalam relasi seks.
h. Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri
yang sangat cepat dan menyerap banyak tenaga buruh serta
pegawai pria. Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan keluar
untuk mendapatkan kesempatan kerja terkecuali menjadi wanita
P/panggilan bagi anak-anak gadis.45
3. Akibat-akibat Pelacuran
Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran ialah sebagai
berikut:
a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit.
b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga, suami-suami yang
tergoda pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala
keluarga.
c. Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada
lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber
dan adolensi.
d. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan
narkotika (ganja, morfin, heroin dll.)
45
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005),
h. 249-251
38
e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hokum dan agama. Terutama
menggoyahkan norma perkawinan, sehingga menyimpang dari adat
kebiasaan, norma hukum, dan agama.
f. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain.
g. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya;
impotensi, ejakulasi premature, satiriasis dll.46
4. Penanggulangan Pelacuran atau Prostitusi
Prostitusi sebagai masalah sosial sejak sejarah kehidupan manusia
sampai sekarang dan selalu ada pada setiap tingkatan peradaban, perlu
ditanggulangi dengan penuh kesungguhan. Usaha ini sangat sukar melalui
proses dan waktu yang panjang, dan memerlukan pembiayaan yang besar.47
Pada garis besarnya, usaha untuk mengatasi masalah tuna susila ini dapat
dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Usaha yang bersifat preventif. Usaha yang bersifat prefentif
diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya
pelacuran. Usaha ini antara lain berupa;
1. Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau
pengaturan penyelenggaraan pelacuran;
2. Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian,
untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius, dan
norma kesusilaan;
46
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005,
h. 242-244 47
Kartini Kartono, h. 266
39
3. Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan kesempatan
rekreasi bagi anak-anak puber dan adolesens, untuk
menyalurkan kelebihan energinya;
4. Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, disesuaikan
dengan kodrat dan bakatnya serta mendapatkan upah atau gaji
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup hariannya.
5. Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai
perkawinan dalam kehidupan keluarga;
6. Pembentukan badan atau tim koordinasi dari semua usaha
penanggulangan pelacuran yang dilakukan oleh beberapa
instansi sekaligus mengikutsertakan potensi masyarakat lokal
untuk membantu melaksanakan kegiatan pencegahan atau
penyebaran pelacuran;
7. Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul,
gambar-gambar porno, film-film biru dan sarana-sarana lain
yang merangsang nafsu seks;
8. Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.48
b. Tindakan yang bersifat represif dan kuratif. Sedangkan usaha yang
represif dan kuratif dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menekan
(menghapuskan, menindas), dan usaha untuk menyembuhkan para
wanita dari ketunasusilaannya untuk kemudian membawa mereka
ke jalan benar. Usaha represif dan kuratif ini antara lain berupa:
48
Kartini Kartono, h. 267
40
1. Melalui lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi,
orang melakukan pengawasan atau kontrol yang ketat demi
menjamin kesehatan dan keamanan para prostitute serta
lingkungannya;
2. Untuk megurangi pelacuran, diusahakan melalui aktivitas
rehabilitasi dan resosialisasi, agar mereka bisa dikembalikan
sebagai warga masyarakat yang susila. Rehabilitasi dan
resosialisasi ini dilakukan melalui: pendidikan moral, dan
agama, latihan-latihan kerja dan pendidikan keterampilan agar
mereka bersifat kreatif dan produktif;
3. Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita
tuna susila terkena razia; disertai dengan pembinaan yang
sesuai dengan bakat dan minat masing-masing;
4. Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap
untuk menjamin kesehatan para prostitute dan lingkungannya;
5. Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yang bersedia
meninggalkan profesi pelacuran dan memulai hidup susila;
6. Mengadakan pendekatan pada pihak keluarga pelacur dan
masyarakat asal mereka agar mereka mau menerima kembali
bekas-bekas wanita tuna susila itu mengawali hidup baru.49
49
Kartini Kartono, h. 268
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi Penelitian
Metode penelitian merupakan teknik atau cara dalam pengumpulan
fakta atau bukti yang dalam hal ini adalah perencanaan tindakan yang akan
dilaksanakan serta langkah-langkah apa yang harus ditempuh untuk mencapai
tujuan dan sasaran penelitian.1 Berikut di bawah ini adalah tahapan-tahapan
penelitian dalam karya ilmiah ini adalah :
A. 1. Lokasi
Tempat penelitian berlokasi di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)
Mulya Jaya di Jl. Tat Twam Asi No. 47, Komplek Departemen Sosial,
Kelurahan gedong Pasar Rebo, Jakarta Timur. Adapun alasan pemilihan lokasi
itu didasari oleh pertimbangan sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian mudah dijangkau oleh peneliti.
2. Bertujuan untuk mengetahui bagaimana metode bimbingan mental
spiritual yang dilaksanakan para penyuluh agama di Panti Sosial
Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, sehingga
mempermudah peneliti menganalisis data.
A. 2. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian yang dilaksanakan di PSKW Mulya Jaya di
mulai pada tanggal 09 Maret s/d 22 Agustus 2011, pada pukul 10.00-15.00
WIB.
1 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998), h. 78
42
B. 1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian disini ialah para klien panti yang mengikuti
kegiatan bimbingan mental spiritual, akan tetapi hanya dipilih 6 orang dari 20
klien agar mempermudah dalam penelitian peneliti dalam mengambil data
klien pada wawancara terhadap klien oleh karena itu hanya minimal klien
yang terpilih dari beberapa klien di Panti sosial karya wanita PSKW Mulya
Jaya Jakarta.
B. 2. Objek Penelitian
Objek adalah sasaran yang dituju dalam penelitian setelah subjek di
temukan, dalam penelitian ini objeknya adalah metode bimbingan mental
spiritual yang di laksanakan di PSKW Mulya Jaya Jakarta.
C. 1. Model Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini penulis berusaha mengumpulkan data-
data dan keterangan yang dibutuhkan selengkap mungkin untuk menunjang
penyelesainnya sehingga skripsi ini memenuhi persyaratan sebagai suatu
karangan ilmiah, dengan melakukan penelitian atau riset secara langsung
maupun tidak langsung.
Jenis penelitian dibagi menjadi empat, berikut dibawah ini merupakan
jenis-jenis dan penjelasannya, yaitu2:
a. Penelitian Historis
Penelitian historis adalah penelitian berupa kegiatan
penyelidikan, pemahaman, dan penjelasan keadaan yang telah terjadi
dimasa yang telah lampau.
2 Kuncoro (2003:8 s/d 1)
43
b. Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif adalah pengumpulan data untuk diuji
hipotesis atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari
subjek penelitian.
c. Penelitian Korelasional
Penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan
menentukan apakah terdapat asosiasi antara dua variabel atau lebih,
serta seberapa jauh korelasi yang ada diantara variabel yang diteliti
d. Penelitian Kausal Komparatif
Penelitian kausal komparatif adalah penelitian yang
menunjukkan arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terkait, disamping mengukur kekuatan hubungannya.
Dengan keterangan diatas dan latar belakang serta perumusan masalah
yang diterangkan sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan jenis
penelitian deskriptif dengan pengertian lain yaitu ”penelitian yang diarahkan
untuk memberikan gejala-gejala atau fakta, atau kejadian-kejadian secara
sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu”.3
Dengan tujuan untuk memperoleh sesuatu yang diperlukan, dikumpulkan dan
disusun berdasarkan perumusan masalah.
Adapun dalam pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif, yaitu dengan melakukan penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku
3 Dra. Nurul Zuriyah, M. Si, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan; Teori-
Aplikasi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), Cet, Ke-1, h. 47
44
yang diamati.4 Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang
sifatnya deskriptif, seperti transkip, wawancara, catatan lapangan, gambar,
foto, rekaman, video dan lain sebagainya.5
Pendekatan ini digunakan karena peneliti bermaksud untuk
mengetahui proses kegiatan penyuluh agama dalam membimbing mental
spiritual wanita tuna susila yang kemudian di deskripsikan melalui
pelaksanaan kegiatan rohani yaitu metode bimbingan mental spiritual terhadap
penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya
Jaya Jakarta.
Menurut Bogdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Lexy J.
Moleong dalam bukunya Metodologi Penelitian adalah, “prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Menurut mereka, pendekatan
ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic. Jadi dalam hal
ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau
hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu kebutuhan.6
Menurut Anselm Strauss dalam teknik dan teori Grounded, H. M. Djunady
Ghoni adalah:
“Penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat
diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistic atau
dengan cara lain dari pengukuran”.7
4 Lexy J. Moleong, h. 4
5 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia,
Edisi ketiga, (Jakarta: LPSP 3 UI, 2005), h. 36 6 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1998), h. 4 7 H. M Junady Ghony, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif; Prosedur, Teknik dan
Teori Grounded, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997), Cet Ke-1, h. 11
45
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
survey. Penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi
besar ataupun kecil, tetapi data yang di pelajari adalah data dari sampel yang
diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relative
distribusi, dan hubungan-hubungan antara variabel sosiologis maupun
psikologis. Penelitian survei pada umumnya dilakukan untuk mengambil
sesuatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam, survei dapat
membantu dalam membandingkan kondisi-kondisi yang ada dengan criteria
yang telah ditentukan.8
Dalam model penelitian ini, peneliti menggunakan model penelitian
sebagai berikut :
Gambar C. 2
Model Penelitian
Metode Bimbingan Mental Spiritual Bagi Penyandang
Masalah Tuna Susila
Alasan peneliti menggunakan model penelitian pada bagan di atas
karena penulis ingin melihat dan membuktikan pengaruh antara dua variabel
yaitu dari pengaruh bimbingan mental spiritual terhadap penyandang masalah
tuna susila di PSKW Mulya Jaya Jakarta.
8 Sugiyono (2001: 7)
46
D. 1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar
untuk memperoleh data yang diperlukan. Dan pada penelitian ini teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.9
Teknik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan
informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab
permasalahan penelitian ini. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:
1. Observasi dan pengamatan. Dalam hal ini peneliti mengadakan
pengamatan langsung terhadap sarana dan prasarana dan kegiatan
rohani di Panti PSKW tersebut. Dalam observasi peneliti
melakukan pencatatan apa yang bisa dilihat oleh mata, di dengar
oleh telinga, diraba oleh tangan, kemudian peneliti tuangkan dalam
penulisan skripsi ini sesuai dengan data yang dibutuhkan.
Observasi dan pengambilan data penelitian ini di PSKW dari
bulan Februari s/d Agustus 2011.
2. Wawancara adalah pengumpulan data melalui percakapan dengan
maksud tertentu yang dilakukan oleh pewawancara (pengumpul
data/yang mengajukan pertanyaan) dengan yang terwawancarai
(yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan) yang
dicatat atau direkam dengan alat perekam.10
Wawancara ini terdiri
9 Prof. Dr. Sugiyono, Memahami penelitian kualitatif, (Bandung: ALFABETA,
2005). 10
Dr. Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Rosdakarya,
1995), Cet Ke-1 h. 67
47
dari satu orang Sie Sosial (Program dan Advokasi Sosial), satu
orang Sie Rehsos (Rehabilitasi Sosial), satu orang pekerja sosial,
satu orang penyuluh sosial, penyuluh agama dan enam orang klien.
Pertanyaan pokok ialah tentang metode bimbingan mental spiritual
yang diberikan oleh Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya
Jaya Jakarta terhadap penyandang masalah tuna susila tentang
metode bimbingan mental spiritual. Wawancara dilakukan pada
jeda waktu kosong mereka TS (sebutan wanita tuna susila dipanti).
Sebelum wawancara terlebih dahulu ditanyakan kesediaannya di
wawancarai. Kegiatan wawancara dilakukan di masjid, dalam
kantor ruangan kerja, dan ruang konsultasi.
3. Dokumentasi, yaitu peneliti mengumpulkan, membaca,
memperoleh dan mempelajari berbagai macam bentuk data melalui
pengumpulan dokumen-dokumen dan gambar yang ada di Panti
Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, serta data-data
lain dari perpustakaan utama dan fakultas yang dapat dijadikan
bahan analisa untuk hasil dalam penelitian ini. Teknik ini
digunakan untuk memperoleh data yang telah di dokumentasikan
dalam buku dan majalah.
E. 1. Sumber Data
Bila dilihat dari sumbernya, teknik pengumpulan data terbagi dua
bagian yaitu:
a. Data Primer
48
Menurut Umar (2002: 84), data primer merupakan sumber data
penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli atau
sumber pertama. Data yang langsung diperoleh dari para informan
yang ada di Panti pada waktu penelitian. Data primer ini diperoleh
melalui pengamatan dan wawancara.
b. Data Skunder
Data skunder menurut Husein Umar (2002: 84) adalah: data yang
dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi tidak langsung,
seperti dokumen-dokumen yang ada di perpustakaan, pusat
pengelolahan data, pusat penelitian, departemen dan sebagainya.
Data skunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya data
yang diperoleh dari studi kepustakaan.
F. 1. Fokus Amatan Penelitian
Untuk mempermudah penulisan agar lebih fokus dalam melakukan
penelitian, maka peneliti memfokuskan masalah yang akan dibahas pada
persoalan metode bimbingan mental spiritual terhadap penyandang masalah
tuna susila.
Banyak pelayanan yang ditawarkan oleh panti sosial karya wanita
PSKW Mulya Jaya Jakarta, tapi disini peneliti hanya memfokuskan penelitian
mulai dari proses bimbingan mental spiritual dengan meneliti metode
bimbingan mental spiritual yang dilaksanakan disana.
Fokus amatan penelitian dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut
penjelasan dari rinciannya:
49
1. Pendekatan Awal
Adalah serangkaian kegiatan untuk mendapatkan pengakuan,
dukungan bantuan, dan peran serta dalam pelaksanaan program, dan
bermaksud memperoleh gambaran potensialitas sumber-sumber
pelayanan, pasar usaha dan kerja serta untuk mendapatkan calon klien.
Pendekatan yang dimaksud meliputi; kegiatan-kegiatan orientasi dan
konsultasi, identifikasi, motivasi, dan seleksi dengan jabaran rincian
sebagai berikut:
a. Orientasi dan Konsultasi
Adalah kegiatan pengenalan program pelayanan kepada
pemerintah daerah, instansi-instansi teknis, dan pilar-pilar
partisipan usaha kesejahteraan sosial yang terkait untuk
mendapatkan pengesahan atau pengakuan, dukungan dan bantuan
serta peran sertanya dalam pelaksanaan program. Pendekatan awal
di PSKW Mulya Jaya yang dilakukan dalm bentuk orientasi dan
konsultasi.
b. Identifikasi
Adalah kegiatan upaya untuk memperoleh data yang lebih
rinci tentang diri penyandang masalah tuna susila serta potensi
terhadap lingkungannya, termasuk sumber-sumber pelayanan,
sarana dan prasarana kerja dan usaha, fasilitas atau garis
kemudahan.
50
c. Motivasi
Adalah kegiatan pengenalan program kepada penyandang
masalah tuna susila untuk menumbuhkan keinginan dan dorongan
tinggi dalam mengikuti, melaksanakan program pelayanan dan
rehabilitasi sosial.
d. Seleksi
Adalah kegiatan pengelompokkan atau klasifikasi
penyandang masalah kesejahteraan sosial terutama yang sudah di
motivasi, untuk menentukan siapa yang memenuhi persyaratan dan
siapa yang tidak dapat diterima menjadi calon penerima pelayanan.
2. Penerimaan
Adalah serangkaian kegiatan administratif maupun teknis
meliputi registrasi, menelaahan atau pengungkapan masalah, dan
penempatan kelayan pada program rehabilitasi sosial yang
dilaksanakan pada saat calon penerima pelayanan hasil seleksi secara
syah diterima sebagai klien definitive di Panti. Kegiatan tersebut
secara operasional adalah sebagai berikut:
a. Registrasi
Adalah kegiatan administrasi pencatatan dalam buku induk
penerima pelayanan (setiap penerima pelayanan 1 klien agar diberi
NIP atau NIK (nomor induk peserta/klien) dan mengkomplikasikan
berbagai formulir isian untuk mendapatkan penerima pelayanan
definitif lengkap dengan segala informasi biodatanya.
51
b. Penelaahan dan pengungkapan masalah (Assesment)
Adalah upaya untuk menelusuri, menerima, dan menggali
data penerima pelayanan (klien), faktor serta penyebab
masalahnya, tanggapannya serta kekuatan-kekuatannya dalam
upaya membantu dirinya sendiri. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan
diolah untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi
bagi penerima pelayanan (klien).
c. Penempatan kelayan pada program rehabilitasi sosial
Adalah kegiatan pengelompokkan bakat dan minat para
penerima pelayanan (klien) dipadukan dengan program bimbingan,
khususnya program keterampilan kerja praktis yang sudah
diprogramkan (sesuai dengan inventarisasi pasaran usaha kerja)
untuk menambahkan semangat dan kecintaan untuk mengikuti
bimbingan kerja tersebut.
3. Bimbingan Mental Spiritual
Adalah serangkaian kegiatan bimbingan rohani atau tuntunan
untuk dapat memahami diri sendiri, dan orang lain dengan cara
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan khususnya tentang ilmu
keagamaan yang didukung dengan pelatihan dan pemahaman cara
berpikir positif serta praktik kegiatan ibadah, demi terwujudnya
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.11
11
Abdul Rahman, S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental
Spiritual, (Jakarta: Departemen Sosial, 2011), h.1
52
Proses kegiatan ini yang peneliti fokuskan, untuk mengetahui
bagaimana (1) Metode bimbingan mental spiritual, (2) Faktor
pendukung dan penghambat keberhasilan bimbingan mental spiritual.
4. Resosialisasi
Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang bersifat dua arah
yaitu di satu pihak untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi
penuh kedalam kehidupan dan penghidupan secara normative, dan di
satu pihak lagi untuk mempersiapkan masyarakat khususnya
masyarakat daerah asal atau lingkungan masyarakat di lokasi
penempatan kerja atau usaha klien agar mereka dapat menerima,
memperlakukan dan mengajak serta untuk berintegrasi dengan
kegiatan kemasyarakatan. Adapun kegiatan resosialisasi meliputi
beberapa hal sebagai berikut12
:
a. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat
Adalah kegiatan bimbingan atau tuntunan pendekatan
untuk menumbuhkan kemauan keluarga, masyarakat, tokoh-tokoh
masyarakat, organisasi sosial.
b. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat
Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan
agar klien tersebut dapat melaksanakan seluruh kegiatannya sesuai
dengan norma yang berlaku dan menghindari kegiatan yang
menjadi larangan-larangan masyarakat.
12
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
53
c. Bimbingan pemberian bantuan stimulans usaha produktif
Adalah serangkaian kegiatan pengadaan bantuan peralatan
dan bahan untuk mempersiapkan klien dapat melaksanakan praktek
bermata pencaharian dan bantuan tersebut bersifat merangsang
usaha-usahanya agar dapat lebih berkembang.
d. Bimbingan usaha kerja
Adalah kegiatan tuntunan praktek berusaha atau bekerja
untuk dapat menciptakan lapangan kerja yang layak, serta praktek
mengelola usaha, menuju terciptanya kondisi usaha yang efektif
dan efisien.
e. Penempatan dan penyaluran
Adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk
mengembalikan penerima pelayanan kedalam kehidupan dan
penghidupan di masyarakat secara normative baik dilingkungan
keluarga, masyarakat, daerah asal, maupun kejalur-jalur lapangan
kerja atau usaha mandiri (wirausaha) dengan bertransmigrasi.
5. Bimbingan lanjut
Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan
kepada klien dan masyarakat guna lebih memantapkan, meningkatkan
dan mengembangkan kemandirian klien dalam kehidupan serta
penghidupan yang layak.
a. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat
54
Kegiatan bimbingan usaha bimbingan atau tuntunan
untuk lebih memantapkan kemampuan penyesuaian diri dalam
tata hidup bermasyarakat dan keikutsertaan mereka dalam
proses pembangunan sesuai dengan kemampuannya.
b. Bantuan pengembangan usaha bimbingan peningkatan
keterampilan
Serangkaian kegiatan yang diarahkan kepada penerima
pelayanan dalam bentuk pemberian bantuan ulang balik berupa
peralatan dan bahan permodalan maupun pemantapan
keterampilan, sehingga jenis usaha atau kerjanya lebih
berkembang.
c. Bimbingan pemantapan kemandirian usaha kerja
Serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan
kepada penerima pelayanan guna dapat meningkatkan usaha
ekonomis, produktif, sehingga dapat mengembangkan jenis dan
jumlah penghasilannya13
.
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara menyeluruh dalam pelaksanaan
program pelayanan dan rehabilitasi sosial mulai tahap perencanaan
sampai akhir tahap pelayanan yang ditetapkan, untuk mengukur
tingkat keberhasilan. Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan
memberi nilai secara obyektif terhadap pencapaian hasil-hasil
13
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
55
sebagaimana telah direncanakan sebelumnya dalam upaya
menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap
penyandang masalah Tuna Susila.14
Tujuannya untuk mengukur efektifitas dan efisiensi dari
pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap penyandang
masalah Tuna Susila dan sekaligus mengukur secara obyektif hasil-
hasil pelaksanaan kegiatan tersebut.
7. Terminasi (Pengakhiran Pelayanan)
Pengakhiran pelayanan dilaksanakan untuk memastikan hasil
evaluasi umum terhadap klien telah dapat menjalankan fungsi
sosialnya secara wajar dan mampu menjadi warga Negara masyarakat
yang bertanggung jawab. Dalam hal ini dipersiapkan klien dalam
proses pengakhiran berjalan secara wajar, dimana pemutusan
pelayanan tidak menimbulkan konflik psikologis yang dapat
mengganggu klien. Disamping itu agar administrasi penanganan kasus
berlangsung dengan tertib, dibuatkan surat pemberitahuan formal
bahwa proses pelayanan klien sudah berakhir.15
G. 1. Teknik Pemilihan Informan
Berkenaan dengan tujuan penelitian, maka pemilihan informan
menentukan informasi kunci (key informan) tertentu yang sarat informasi
sesuai dengan fokus penelitian.
14
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011. 15
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
56
Sample adalah suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang
dianggap dapat menggambarkan populasinya.16
Untuk memilih sample (dalam
hal ini informan kunci) lebih tepat dilakukan dengan sengaja (purposive
sampling) pengambilan sampel berdasarkan tujuan.17
Yaitu peneliti memilih
dan menentukan subjek atau orang-orang yang menjadi informan untuk
diwawancarai berdasarkan tujuan dan maksud penelitian. Selanjutnya,
bilamana dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi
informasi baru, proses pengumpulan informasi sudah selesai.
Pemilihan sample yang peneliti gunakan yaitu:
Pengambilan sample dengan variasi maksimum; pengambilan sample
ini dilakukan bila subjek atau target penelitian menampilkan banyak variasi,
dan penelitian bertujuan menangkap dan menjelaskan tema-tema sentral yang
tertampilkan sebagai akibat keluasan cakupan (variasi) partisipan penelitian.
Keterwakilan semua variasi penting, dan pendekatan maximum variation
sampling justru mencoba memanfaatkan adanya perbedaan-perbedaan yang
ada untuk menampilkan kekayaan data.18
Patton menjelaskan demikian.
The maximum variation sampling strategy trans that apparent
weakness into a strength by applying the following logic: any common
petterns that emerge from great variation are of varticular interest and
value in capturing the core experiences and central, shared aspect or
inpacts of a program (Patton, 1990, hal 172).
16
Dr. Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Rosdakarya,
1995), Cet Ke-1 hal. 57 17
Ibid, h. 63 18
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia,
Edisi ketiga, (Jakarta: LPSP 3 UI, 2005), h. 98-99.
57
Patton mengingatkan bahwa penelitian dengan sampel yang
menampilkan variasi maksimum tidak dapat dilakukan dengan jumlah sampel
terlalu kecil, mengingat jumlah sampel; terlalu kecil akan menyulitkan
diperolehnya keterwakilan semua variasi. Walau demikian, karena penelitian
kualitatif juga sulit dilaksanakan dengan jumlah sampel terlalu besar, variasi
harus dapat dimaksimalkan dengan jumlah sampel relative tetap terbatas.
Konstruksi dimulai dengan mengedintifikasi karakteristik atau kinerja yang
berbeda dari individu yang terlibat dalam fenomena. Bila penentuan sampel
dilakukan dengan baik, temuan diharapkan menampilkan (1) deskripsi yang
berkualitas dan mendetail dari setiap kasus, dengan mendokumentasikan
keunikan dari setiap kasus, (2) pola-pola yang tampil dari kasus yang berbeda-
beda.19
Adapun dari penelitian variasi maksimum ini adalah bagaimana
peneliti dapat mendeskripsikan keanekaragaman atau keunikan dari objek
yang di teliti, dari berbagai macam latar belakang mereka sampai berada di
Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta.
Dengan demikian jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah
enam orang. Adapun objek penelitian ini yaitu pada kegiatan atau proses
metode bimbingan mental spiritual yang dilaksanakan oleh PSKW Mulya Jaya
Jakarta, dengan mewawancarai beberapa orang secara acak yang benar-benar
menguasai permasalahan dalam penelitian ini, kemudian peneliti meminta
rujukan untuk mendapatkan informasi dan informan lainnya. Begitu
19
E. Kristi Poerwandari, h. 98-99.
58
seterusnya sampai sekiranya sudah tidak muncul lagi informasi-informasi baru
yang bervariasi.
H. 1. Asumsi Peneliti
Penyandang masalah tuna susila adalah adalah mereka yang hidup
dengan keadaan ekonomi yang kurang, mengenyam pendidikan yang minim,
memiliki mental rendah, pemikiran yang singkat, dan tidak menghargai norma
agama, budaya, sosial, dan tidak menghargai diri mereka sendiri. Itu semua
dilakukan hanya untuk mencapai kepuasan dari jalan pintas bagaimana
mendapat uang banyak dengan cara cepat, akan tetapi tanpa memanfaatkan
keterampilan dan skill yang mereka miliki. Semua itu dilakukan guna
memenuhi kebutuhan financial hidup yang makin hari kian tinggi. Kurangnya
pengajaran agama yang mereka dapat dalam hidup dan mental yang rendah
yang menjadikan mereka mengkomersilkan diri mereka di kehidupan malam
yang gemerlap, yang tanpa mereka sadari semua itu akan menghancurkan diri
mereka sendiri secara perlahan.
Adanya bimbingan mental spiritual pada setiap panti rehabilitasi
adalah suatu perhatian besar dari pemerintah bahwa di jaman yang serba
modern ini mereka para para petugas pemerintahan dinas-sosial masih
memperhatikan akan pentingnya pendidikan agama di tanamkan pada
penyandang masalah tuna susila selama masa rehabilitasi.
Pelaksanaan kegiatan bimbingan mental spiritual di Panti Sosial Karya
Wanita PSKW Mulya Jakarta tempat saya melakukan penelitian ini
merupakan salah satu panti yang ada kegiatan rohani islamnya dengan
59
menggunakan metode bimbingan mental spiritual seperti ceramah, praktik,
sharing, dan metode lainnya sesuai dengan syariat islam yang diajarkan.
Metode bimbingan mental spiritual di Panti ini cukup berhasil dilaksanakan.
Dukungan dari panti dan klien yang mengikuti kegiatan tersebut cukup baik
responnya, sehingga program bisa terlaksana dengan baik, meskipun
terkadang ada kendala dari klien yang malas mengikuti kegiatan rohani ini
akan tetapi penyuluh bisa mengatasinya dengan baik.
Dalam penelitian ini, peneliti melihat kegiatan ini sangat maksimal
dilaksanakan, karena selain dilaksanakan setiap hari kegiatan bimbingan
mental spiritual ini juga ada kegiatan praktik ibadah langsung, jadi klien
bukan hanya mengetahui tentang teori-teori akan tetapi bisa langsung
mempraktikannya. Dalam praktik ini di awasi langsung oleh penyuluh islam
di Panti, sehingga bisa dengan mudah memonitoring klien secara langsung
dan kegiatan bimbingan mental spiritual berlangsung selama enam bulan masa
rehabilitasi.
Dalam penelitian ini, peneliti membagi dalam dua variabel yaitu
variabel pertama metode bimbingan mental spiritual, dan variabel kedua
terhadap penyandang masalah tuna susila. Maksud dari penelitian ini adalah
peneliti ingin mengetahui sejauh mana metode bimbingan mental spiritual
mempengaruhi keimanan penyandang tuna susila setelah menjalani bimbingan
mental spiritual di PSKW Mulya Jaya ini.
60
I. 1. Teknik Analisa Data
Ada berbagai cara untuk menganalsis data, tetapi secara garis besarnya
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Reduksi data, yaitu dimana peneliti mencobah memilih data yang
relevan dengan proses layanan metode bimbingan mental spiritual
terhadap penyandang masalah tuna susila serta hambatan-
hambatannya.
b. Penyajian data, setelah data mengenai proses layanan metode
bimbingan mental spiritual terhadap penyandang masalah tuna
susila serta hambatan-hambatannya diperoleh, maka data tersebut
disusun dalam bentuk narasi, visual gambar, matrik, bagan, tabel
dan lain sebagainya.
c. Penyimpulan atas apa yang disajikan, pengambilan kesimpulan
dengan menghubungkan dari tema tersebut sehingga memudahkan
untuk menarik kesimpulan. 20
J. 1. Teknik Pemeriksaan Data
a. Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan menggunakan teknik
tringulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan
jalan; (a) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil
wawancara, misalnya; untuk mengetahui bimbingan mental
spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila yang diberikan
20
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1998), h. 288
61
oleh PSKW Mulya Jaya tersebut. (b) membandingkan keadaan dan
perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan
orang lain, misalnya hal ini peneliti membandingkan jawaban yang
diberikan oleh klien yang menerima pelayanan dengan jawaban
yang diberikan oleh pegawai atau pekerja sosial. (c)
membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang
berkaitan dengan masalah yang diajukan. Peneliti memanfaatkan
dokumen dan data sebagai bahan perbandingan.21
b. Ketekunan atau keajegan pengamatan, ketekunan pengamatan
bermaksud menentukan cirri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi-
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang
dicari. Kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara
rinci, maksudnya peneliti hanya memusatkan dan mencari jawaban
sesuai dengan rumusan masalah saja.22
Kepastian dengan teknik pemeriksaan audit, kepastian auditor dalam
hal ini ialah objektif atau tidak tergantung pada persetujuan beberapa orang
terhadap pandangan, pendapat dan penemuan seseorang. Dapatlah dikatakan
bahwa pengalaman seseorang itu subjektif, sedangkan jika disepakati oleh
beberapa orang barulah dapat dikatakan objektif.23
21
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1998), hal. 330-331 22
Ibid, hal 329. 23
Ibid, hal 341.
62
BAB IV
ANALISA TEMUAN LAPANGAN
A. Gambaran Umum Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta
1. Sejarah Berdirinya
Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Pasar Rebo adalah salah satu unit
pelaksanaan teknis Departemen Sosial yang memberikan pelayanan dan
rehabilitasi sosial kepada wanita tuna susila yang meliputi: pembinaan fisik,
mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan dan
resosialisasi, serta pembinaan lanjut kepada penyandang masalah tuna susila
agar mampu dalam kehidupan masyarakat.1 Pembangunan dan
penyempurnaan Panti ini terus berkembang secara bertahap, berikut adalah
tahap-tahap perubahan PSKW Mulya-Jaya:
a) Tahun 1959: berstatus pilot pusat pendidikan wanita, merupakan
projek percontohan Despos (Departemen Sosial).
b) Tahun 1960: dibuka Menteri Sosial Bpk. H. Moelyadi Djoyomartono
(alm) dengan nama: “Mulya Jaya” berdasarkan motto: “Wanita Mulya
Negara Jaya” tanggal 20 Desember 1960.
c) Tahun 1963: diresmikan menjadi Panti Pendidikan Wanita Mulya Jaya
(PPW) dengan SK Mentri Sosial RI No. HUK/4-1-9/2005 tanggal 1
Juni 1963.
d) Tahun 1969: disempurnakan menjadi Pusat Pendidikan Pengajaran
Kegunaan Wanita (P3KW).
1 Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
63
e) Tahun 1976: ditetapkan menjadi Panti Rehabilitasi Wanita Tuna Susila
(PRWTS) “Mulya-Jaya” dengan SK Menteri Sosial RI No.
41/HUK/Kep/XI/1979 November 1979.
f) Tahun 1994: ditetapkan menjadi Panti Sosial Karya Wanita Mulya
Jaya (PSKW) dengan keputusan Mensos RI No. 14/HUK/1994 tanggal
23 April 1994.
g) Tahun 1995: ditetapkan menjadi Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)
Mulya Jaya dengan Kep/Mensos RI No. 22/HUK/1995 tanggal 24
April 1995.2
2. VISI MISI
Visi:
Pelayanan dan rehabilitasi wanita tuna susila yang bermutu dan
professional.
Misi:
a) Melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sesuai dengan panduan
yang telah ada.
b) Mewujudkan keberhasilan pelayanan dan rehabilitasi tuna susila
sesuai dengan indikator-indikator keberhasialan yang telah
ditetapkan panduan pelayanan dan rehabilitasi tuna susila.
c) Mengembangkan jaringan kerja sama dengan pihak-pihak terkait
pemerintah dan masyarakat dalam rangka meningkatkan pelayanan
dan rehabilitasi wanita tuna susila.3
2 Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
64
Adapun tujuan dari PSKW “Mulya-Jaya” Jakarta adalah: terbina dan
berkembangnya tata kehidupan sosial para wanita tuna susila yang meliputi
pemulihan kembali rasa harga diri, tanggung jawab sosial serta berkemauan
melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan
masyarakat.
3. STRUKTUR ORGANISASI.4
Keterangan :
Drs. Waskito Budi Kusumo, M.SI. : Kepala Panti
Ujang Taufik Hidayat, S.SOs.M.SI : KA.Subbag Tata Usaha
Dra. Hj. Dwismari Novie Reviani : Kasie. Program dan Advokasi Sosial
Drs. Ali Samantha, MM. : Kasie. Rehabilitasi Sosial.
3 Brosur PSKW “Mulya Jaya”, Depsos RI, Kelurahan Gedong Pasar Rebo Jakarta-
Timur. 4 Ibid
65
4. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Dasar 1945, pasal 27 ayat 2, pasal 28 & pasal 34.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konfensi
Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap perempuan.
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia.
6. Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang.
7. Undang-Undang RI. No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
8. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Penghapusan
Trafiking Perempuan dan Anak.
9. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor : 106/HUK/2009 Tentang Organisasi
dan tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial.
10. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 20/HUK/1999 tentang Rehabilitasi
Sosial Bekas Penyandang Masalah Tuna Sosial.5
5. KEBIJAKAN
Kebijakan dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi Wanita Tuna
Susila adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan dan memantapkan peranan masyarakat dalam
menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang
masalah sosial dengan melibatkan semua unsur dan komponen masyarakat
5 Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
66
yang didasari oleh nilai–nilai swadaya, gotong royong dan kesetiakawanan
sosial, sehingga upaya tersebut merupakan usaha – usaha kesejahteraan
sosial yang melembaga dan berkesinambungan.
2. Meningkatkan jangkauan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang lebih adil
dan merata, agar setiap warga negara khususnya penyandang masalah
kesejahteraan sosial berhak untuk memperoleh pelayanan yang sebaik-
baiknya untuk meningkatkan kualitas kehidupan.
3. Meningkatkan mutu pelayanan dan rehabilitasi sosial yang semakin
profesional, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat dan
dunia usaha bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.
4. Memantapkan manajemen pelayanan sosial yang dilakukan dengan
penyempurnaan yang terus menerus dalam merencanakan, melaksanakan,
memantau, mengevaluasi dan melaporkan serta mengkoordinasikan dan
memadukan dengan sektor-sektor lain dan pemerintah daerah, sehingga
pelayanan dan rehabilitasi sosial menjadi semakin berkualitas dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.6
6. KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Sesuai Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 106/HUK/2009, PSKW
“Mulya Jaya” Jakarta adalah Panti Rehabilitasi Sosial yang menangani
penyandang masalah tuna susila, dengan kedudukan, tugas pokok dan fungsi,
sebagai berikut :
A. Kedudukan
6 Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
67
Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” Jakarta adalah
salah satu Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Sosial
RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, sehari-hari
secara fungsional dibina oleh Direktur Pelayanan Rehabilitasi Tuna
Sosial. Panti Sosial dipimpin oleh seorang Kepala.7
B. Tugas Pokok
Panti Sosial mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan
rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial
agar mampu berperan aktif, berkehidupan dalam masyarakat,
rujukan regional, pengkajian dan penyiapan standar pelayanan,
pemberian informasi serta koordinasi dan kerjasama dengan
instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Panti Sosial Karya Wanita mempunyai tugas memberikan
bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif,
rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar
pendidikan, fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan,
resosialisasi bimbingan lanjut bagi para wanita tuna susila agar
mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan
7 Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004.
68
bermasyarakat serta pengkajian dan pengembangan standar
pelayanan dan rujukan.8
C. Fungsi
Berdasarkan tugas pokok tersebut, PSKW “Mulya Jaya”
Jakarta, mempunyai fungsi :
a. Penyusunan rencana dan program ; evaluasi dan
laporan.
b. Pelaksaan Registrasi, Observasi, Identifikasi, Diagnosa
sosial dan perawatan.
c. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang
meliputi bimbingan mental, sosial, fisik, dan
keterampilan.
d. Pelaksaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan
lanjut.
e. Pelaksaan pemberian perlindungan sosial, advokasi
sosial, informasi dan rujukan.
f. Pelaksanaan pusat model pelayanan rehabilitasi dan
perlindungan sosial.
g. Pelaksanaan urusan tata usaha.9
8 Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004. 9 Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004.
69
7. MEKANISME KERJA DAN KERJASAMA
Dalam upaya optimalisasi dan akuntabilitas pelaksanaan pelayanan
dan rehabilitasi sosial terhadap Wanita Tuna Susila, PSKW “Mulya Jaya”
Jakarta memperhatikan mekanisme kerja dan kerjasama yang dilaksanakan.
A. Mekanisme Kerja
a) Pelaksanaan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial wanita tuna
susila selalu mengacu pada pedoman yang ada dan prosedur
professional pekerjaan sosial, serta mendahulukan kepentingan
kelayan untuk mengatasi permasalahan kelayan Wanita Tuna
Susila.
b) Bagi lembaga rehabilitasi sosial merujuk pada mekanisme kerja
yang telah dilakukan oleh instansi masing-masing.
c) Mengadakan kontak, konsultasi dan koordinasi dengan Dinas
Sosial (Pemerintah Daerah Setempat) dalam rangka pelaksanaan
pelayanan dan rehabilitasi tuna susila di daerah-daerah setempat.
d) Koordinasi dengan lembaga-lembaga sosial dan instansi terkait
lainnya dalam pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial wanita
tuna susila.
e) Pelaksanaan program pelaporan hasil kegiatan pada lembaga /
instansi yang berwenang secara berjenjang.
f) Evaluasi dilakukan oleh lembaga / instansi yang berwenang.10
B. Kerjasama
10
Ibid
70
Kerjasama dengan lembaga terkait dapat diwujudkan dalam
pola penanganan permasalahan sosial wanita tuna susila yang
melibatkan ahli-ahli yang kompeten, dan atas dasar pengetahuan
dan dukungan Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) dalam rangka
mengatasi masalah tuna susila.
1. Tujuan kerjasama antar lembaga;
Memperoleh dukungan dari lembaga-lembaga terkait maupun
lembaga penyedia lapangan kerja untuk terlibat dalam
penanganan masalah waita tuna susila.
2. Manfaat kerjasama antar lembaga;
a. Menjamin kelancaran dan kelangsungan pelayanan dan
rehabilitasi sosial untuk lebih menghilangkan stigma eks
wanita tuna susila dalam masyarakat.
b. Meningkatkan kesempatan kerja bagi eks wanita tuna susila
untuk melanjutkan kehidupan secara normatif dan mandiri,
baik secara sosial maupun ekonomi.
c. Sasaran kegiatan ini adalah dunia usaha, lembaga penyedia
lapangan kerja, lembaga pelayanan sosial, panti-panti
sosial, LSM, dan Pemerintah Daerah.
i. Lingkup kegiatan
a. Identifikasi sasaran pada sejumlah lembaga
yang akan diajak kerjasama.
71
b. Sosialisasi program, pemaparan kelembagaaan
pelayanan dan rehabilitasi sosial, jenis
penanganan yang dilakukan, peningkatan
kompetensi eks kelayan dan hasil yang
diharapkan.
c. Pelaksanaan program kerjasama antar lembaga.
d. Evaluasi program, menyangkut efektifitas
kerjasama antar lembaga.
Kerjasama yang telah dilakukan oleh PSKW “Mulya Jaya” Jakarta,
dalam rangka pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Wanita Tuna
Susila, yaitu :
1. Dinas sosial, Dinas ketenteraman & ketertiban/ Satpol PP
dalam pengiriman calon kelayan/siswa dan menindaklanjuti
hasil razia yang dilaksanakan.
2. IOM (International Organizaton of Migration) dalam
penanganan lanjutan dan memberikan perlindungan terhadap
terhadap korban trafficking/penjualan perempuan yang
dilacurkan.
3. RS POLRI Kramat Jati dalam hal rujukan dan penangan medis
korban trafficking perempuan.
4. RS Cipto Mangunkusumo dalam bantuan tenaga medis / dokter
spesialis kulit & kelamin untuk pemeriksaan danpengolahan
PMS penerima pelayanan di Panti.
72
5. Lembaga Pendidikan Keterampilan Wanita dan Yayasan Tri
Dewi dalam bantuan tenaga instruktur keterampilan untuk
meningkatkan mutu pelatihan keterampilan / vocational.
6. Aparat Keamanan Setempat (Polsek dan Koramil Pasar Rebo),
dalam mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan.
7. Organisasi Wanita Aisyah, Organisasi Wanita Islam, Yayasan
Al Azhar, KUA, Pendeta dari Gereja, dalam pembinaan /
bimbingan mental agama.
8. Universitas Indonesia, Jurusan Kesejahteraan Sosial dan
Psikologi, dalam membantu mengungkap dan menangani
permasalahan kelayan /siswa.
9. Universitas Negeri Jakarta, dalam hal pembinaan fisik, berupa
tenaga instruktur olahraga.
10. Panti Sosial Asuhan Anak Balita “Tunas Bangsa” Cipayung
Jakarta, dalam rujukan / penitipan anak balita kelayan / siswa
yang sedang dibina.11
8. KEADAAN/KONDISI PANTI
Letak dan Luas Panti
PSKW “Mulya Jaya” ini berlokasi di komplek Departemen Sosial RI
jalan Tat Twam Asi Nomor 47 RT. 08 RW. 02 Kelurahan Gedong Kecamatan
11
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
73
Pasar Rebo Jakarta Timur – PO BOX 13760 Telp. 021 8400631 Fax. 021
8415717, dengan luas 19.700 M2.12
Pengelola/Personil Panti
Jumlah personil panti/pegawai seluruhnya sebanyak 45 orang terdiri
dari sebagai berikut:
NO TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH
1. Pasca sarjana (S-2) 3 orang
2. Sarjana (S-1) 19 orang
3. Sarjana muda/Diploma 3 orang
4. SLTA 18 orang
5. SLTP 7 orang
6. SD 1 orang
J U M L A H : 51 orang
Selain itu dibantu Tenaga Harian Lepas (THL) sebanyak 15 orang.13
Kapasitas Tampung
Untuk tahun anggara 2009 kapasitas tampung di PSKW “Mulya Jaya”.
Jakarta terdiri dari :
1. Wanita Tuna Susila : 220 orang dalam 2 angkatan
2. Wanita Korban Tracfiking : 100 orang dalam 4 angkatan
Jangkauan Pelayanan
12
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011. 13
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
74
Jangkauan pelayanan dan rehabilitasi sosial PSKW “Mulya Jaya”
Jakarta yaitu Regional – Nasional, meliputi :
a. DKI Jakarta
b. Banten
c. Jawa Barat
d. Batam
e. Kalimantan
Sarana dan Prasarana
No SARANA & PRASARANA KET.
1. Kantor (Kepala Panti dan Tata Usaha) 187 M2
2. Kantor (Rehabsos, PAS, Peksos) 420M2
3. Guest House 195M2
4. Rumah Dinas Pimpinan 185M2
5. Rumah Dinas Pegawai I 155M2
6. Rumah Dinas Pegawai II 115M2
7. Rumah Dinas / Mess Pegawai 200M2
8. Ruang seleksi 179M2
9. Aula 216M2
10. Ruang Keterampilan Tata Rias dan Olahan Pangan 231 M2
11. Ruang Keterampilan Menjahit Manual 156M2
12. Ruang Keterampilan Menjahit High Speed 200m2
13. Ruang Kesehatan, Konsultasi dan data 140m2
75
14. Asrama Siswa Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang 130m2
15. Asrama Siswa Kartini Satu dan Dua 260m2
16. Asrama Siswa Malahayati (Tingkat) 266m2
17. Ruang Makan dan Dapur 275m2
18. Ruang Serbaguna (Ruang Pendidikan) 353m2
19. Pos Jaga Depan 12m2
20. Pos Jaga Belakang 9m2
21. Rumah Ibadah Mesjid Al Khairat 433m2
22. Lapangan Tenis 757m2
23. Lapangan Olah Raga dan Upacara 1280m2
24. Selasar 90m2
25. Taman 1680m2
26. Lahan Pertanian 2903m2
27. Empang I 1.362m2
28. Empang II 1.362m2
29. Jalan dalam Komplek 780m2
30. Pagar Tembok Keliling 785m2
31. Drainase (Saluran Air) 1750m2
32. Gardu PLN 1 unit
33. Lahan Penghijauan dan Semak Belukar 2427m2
34. Gedung TPA 257m2
35. Gedung Traficking (Tingkat) 340m2
76
36. Aula atau Ruang serbaguna 573m2
37 Lapangan Bulutangkis 144m2
38. Lapangan Tenis 757m2
39. Roda Enam (mini bus) 1 Buah
40. Roda Empat 3 Buah
41. Roda Dua 2 Buah
B. Analisa Hasil Temuan
Panti sosial karya wanita PSKW “Mulya Jaya” Jakarta merupakan salah
satu Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Sosial RI yang
memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Penyandang Masalah Tuna
Susila atau Wanita Tuna Susila, antara lain melalui kegiatan pembinaan fisik,
mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan,
resosialisi dan pembinaan lanjut agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya dan
mandiri dalam kehidupan bermasyarakat.14
Klien PSKW adalah wanita penjajak komersil hasil dari seleksi yang
dilakukan pihak-pihak terkait pemerintah daerah setempat seperti satpol PP, polisi
dan pihak berwenang lainnya, yang kemudian klien yang akan menjadi penghuni
rehabilitasi disaring kembali oleh pihak PSKW Mulya Jaya. Kemudian setelah
mereka di seleksi maka mereka akan ditempatkan di asrama maksimal 6 bulan
masa rehabilitasi, dimana didalamnya mereka akan di bina, dibimbing dan
diarahkan sesuai dengan bakat serta minat mereka. Selama masa rehabilitasi
14
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
77
mereka juga wajib mengikuti aturan-aturan panti yang ada. Mereka para klien
berasal dari daerah yang berbeda-beda, serta latar belakang keluarga, pendidikan,
ekonomi mereka berbeda-beda yang kemudian di sosialisasikan dipanti dengan
yang lainnya, agar tercipta suasana harmonis didalam panti terhadap sesama
teman penghuni satu dengan yang lainnya.15
Pembimbing yang memberikan rehabilitasi di Panti sosial ini adalah
mereka yang disebur PEKSOS (pekerja sosial), dan penyuluh agama dengan latar
belakang pendidikan yang baik yang lulusan SMA s/d S1. dan pengalaman
mereka tidak diragukan lagi. Karena selain mereka berpengalaman dalam
memberikan rehabiltasi di Panti mereka juga memiliki pengalaman sebelumnya di
tempat rehabilitasi lain.16
Adapun rehabilitasi sosial yang diberikan PSKW Mulya Jaya Jakarta
memiliki Tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Pendekatan Awal
Adalah serangkaian kegiatan untuk mendapatkan pengakuan,
dukungan bantuan, dan peran serta dalam pelaksanaan program, dan
bermaksud memperoleh gambaran potensialitas sumber-sumber
pelayanan, pasar usaha dan kerja serta untuk mendapatkan calon klien.
Pendekatan yang dimaksud meliputi; kegiatan-kegiatan orientasi dan
15
Observasi peneliti pada saat berada di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya
Jaya Jakarta pada bulan februari s/d September 2011. 16
Wawancara peneliti dengan pekerja sosial Drs. Susanto Asbudi dan seksi
advokasi sosial Bambang Sulistiono S. St, dan penyuluh islam mental-spiritual Ahmad
Afandi, S.Sos.I di ruang konsultasi dan ruang kerja PEKSOS dan REHSOS pada hari senin tgl
22 Agustus 2011, pukul 10 s/d 12 petang.
78
konsultasi, identifikasi, motivasi, dan seleksi klien. Berikut penjelasan
tentang pendekatan awal di PSKW Mulya Jaya Jakarta.
“Pendekatan awal yang dilaksanakan oleh seksi program
adalah memberikan informasi tentang program panti ini
yaitu bukan hanya TS tuna susila akan tetapi juga untuk
korban trafficking, kemana pendekatan awalnya yaitu: ke
instansi terkait diantaranya dinas sosial, satpol PP, pihak
polri dan instansi-instansi lainnya. Kita mengadakan
sosialisasi.. ya, selama sosialisasi itu bagaimana cara
mekanismenya yaitu dengan memberikan tugas pada pihak
panti untuk menjelaskan pada pihak terkait diatas, dengan
memberikan penjelasan bahwa di Panti ini ada 2 angkatan
dalam 1 Tahun, yang dimulai penerimaannya dari Januari
s/d Juni ya.. dan juli baru angkatan ke-dua sampai
Desember.17
Dalam pendekatan awal PSKW mendapatkan informasi
tentang WTS dari dinas-dinas sosial.
“Jadi gini, masalah kita mendapatkan informasi tentang
WTS dari mana kita kan hanya menginformasikan pada
pihak polri misalkan bahwa ada lembaga pihak PSKW di
Pasar Rebo ini, jadi pihak Panti yang bertugas datang
pada pihak berwenang dan menjelaskan bahwa lembaga
PSKW ini adalah milik kementrian sosial. Fungsinya apa?
Yaitu kita melakukan rehabilitasi pada wanita Tuna Susila
(TS) dan korban Traficking yang di eksploitasi seksnya kan
begitu.. adapun kewenangan dari peraziaan itu bukan
wewenang kami akan tetapi pihak-pihak yang berwenang
yang seleksi, maksudnya seleksi apakah betul klien yang di
tangkap benar-benar TS atau bukan dinas-dinas sosial
yang melakukan itu.18
Adapun faktor pendukung dan penghambat PSKW dalam
melakukan pendekatan awal.
17
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang
Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 10.30 s/d 11.00 petang. 18
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang
Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 10.30 s/d 11.00 petang.
79
“Ya faktor penghambatnya dalam hal ini adalah yang
namanya Panti ini kan tidak mempunyai kewenangan untuk
melakukan jangkauan langsung,jadi kita ga tau
penyeleksian mereka sudah akurat atau belum dalam artian
kewenangannya adalah dinas sosial dengan instansi
terkait, karena apa itu otonomi daerah kan.. jadi pihak
kami ga bisa langsung. Bisa saja kita langsung
pendekatan-pendekatannya langsung pada klien kita, tapi
kan kita ada wilayah pembinaan sosial tiap daerahnya dan
disanalah kita melakukan kerjasama yaitu namanya kita
membuka jaringan kerja sama melalui program sosialisasi.
Nah itu yang namanya pendekatan awal”.19
Pendekatan awal meliputi kegiatan-kegiatan orientasi, konsultasi,
identifikasi, motivasi, dan seleksi dengan rincian sebagai berikut :
a. Orientasi dan Konsultasi
Adalah kegiatan pengenalan program pelayanan kepada
pemerintah daerah, instansi-instansi teknis, dan pilar-pilar
partisipan usaha kesejahteraan sosial yang terkait untuk
mendapatkan pengesahan atau pengakuan, dukungan dan bantuan
serta peran sertanya dalam pelaksanaan program. Pendekatan awal
di PSKW Mulya Jaya yang dilakukan dalm bentuk orientasi dan
konsultasi.
Pendekatan awal orientasi dan konsultasi yang
dilaksanakan PSKW Mulya Jaya sebagai berikut :
“Orientasi masa perkenalan dan konsultasi itu dilakukan
oleh bagian rehsos (rehabilitasi sosial), prosesnya yaitu
ketika klien masuk sini sudah ditentukan, bahwa apakah
klien sudah termasuk definitive dan sudah syarat untuk
dibimbing, maka ada program yang namanya sosialisasi,
jadi, mereka kan yang namanya masih labil karena dari
19
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang
Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 10.30 s/d 11.00 petang.
80
luar dan pergaulan bebas, emosi tidak stabil dengan
perlahan maka akan kita kenalkan pada mereka tentang
cara bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan bukan
hanya itu, kita juga perkenalkan pada mereka, tentang
bagaimana cara bersosialisasi dengan program kita.
Konsultasi diantaranya seperti mereka klien ingin
dibimbing seperti apa di Panti, dan dibagi juga
pembinanya siapa-siapa aja ni untuk dilakukannya proses
konsultasi ini agar berjalan dengan baik.. konsultasinya
dengan diadakannya bimbingan, serta diberikan
kesempatan bagi keluarga untuk dilakukannya konsultasi
tentang keberadaan keluarganya disini. Baik melalui
pekerja sosial diadakannya kini, maupun petugas-petugas
yang ditunjuk”.20
Adapun hambatan dan dukungan yang dihadapi PSKW
dalam melaksanakan kegiatan orientasi dan konsultasi ini sebagai
berikut :
“Pendukungnya adalah klien yang koperatif ya,, karena
kalau siswanya yang pasif kan susah juga untuk mengikuti
program tahapan orientasi dan konsultasi ini. Kalau klien
yang koperatif kan istilahnya ada keluarga yang
memberikan dukungan serta memberikan pemahaman pada
keluarganya yang dibina di Panti bahwa arti pentingnya
mereka dibina disini itu sangat mendukung sekali ya dalam
hal ini. Yang tidak mendukung ya.. misalkan ada oknum-
oknum yang memang berusaha untuk mengajak mereka
kembali bekerja menjadi WTS, karena kaya mereka ini ka
nada sindikatnya tersendiri ya.. seperti mucikari yang
masih mencari-cari mereka untuk bisa di rekrut
kembali.”21
b. Identifikasi
Adalah kegiatan upaya untuk memperoleh data yang lebih
rinci tentang diri penyandang masalah tuna susila serta potensi
20
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang
Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 10.30 s/d 11.00 petang. 21
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang
Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 10.30 s/d 11.00 petang.
81
terhadap lingkungannya, termasuk sumber-sumber pelayanan,
sarana dan prasarana kerja dan usaha, fasilitas atau garis
kemudahan.
“Identifikasinya pertama ya di data oleh pekerja sosial,
dan identifikasinya itu bukan hanya menyangkut tentang
diri klien (umur, pendidikan, asal daerah) pribadi saja
akan tetapi juga menyangkut keluarga (latar belakang
keluarga, permasalahan ekonomi dsb), dan segala hal yang
menyangkut tentang apa yang dilakukan dia, dan
identifikasi kesehatan diri klien juga yaitu mengenai
penyakit-penyakit mereka yang dilakukan pengecekkan
oleh tim medis. Identifikasi dilakukan pertama ketika
mereka masih diluar panti atau masih dalam razia ya..
yang melakukan identifikasi dari dinas sosial. Akan tetapi
ketika mereka sudah tersaring di Panti mereka
melaksanakan identifikasi di PSKW dengan petugas panti.
Untuk mencegah adanya kesalahan dalam identifikasi
maka dari itu Panti sosial ini memiliki TIM yang
berwenang untuk melakukan identifikasi klien seperti: tim
medis, psikolog, polri, dsb”.22
Adapun faktor penghambat dan pendukung dari
pelaksanaan identifikasi ini yang dihadapi PSKW.
“Pendukungnya kembali ke penjelasan saya tadi ya, bahwa
kalau siswanya koperatif kan gampang-gampang aja ya
untuk dilakukannya proses identifikasi, penghambatnya
kalau pasif kliennya kan susah juga dilakukannya
identifikasi nahh susahnya disitu. Makanya kan identifikasi
kita dibantu oleh seorang psikolog ya, jadi mereka tau
tingkat akurasi data klien bohong atau tidaknya kan dari
psikolog yang menangani klien kan gitu”.23
c. Motivasi
22
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang
Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 10.30 s/d 11.00 petang. 23
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang
Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 10.30 s/d 11.00 petang.
82
Adalah kegiatan pengenalan program kepada penyandang
masalah tuna susila untuk menumbuhkan keinginan dan dorongan
tinggi dalam mengikuti, melaksanakan program pelayanan dan
rehabilitasi sosial.
“Dari anak sudah ada di Panti maka si anak sudah
diberikan motivasi, dalam artian mereka akan kami buat
nyaman dngan keberadaan di Panti, barulah kami
memberikan motivasi untuk mereka si klien. Motivasi yang
kami berikan seperti konseling dan bimbingan kelompok
dan individu, diskusi kelompok dan terapi kelompok.
Dengan adanya kegiatan kelompok tersebut maka akan
mudah bagi para pengasuh tiap-tiap kelompok dalam
memberikan motivasi pada siswa/klien. Pemberian
motivasi ini aka terus berjalan selama mereka masih dalam
tahap rehabilitasi di Panti ini, adapun tujuan dari
pemberian motivasi ini adalah agar klien dapat mengikuti
program dan materi serta peraturan yang ada di Panti,
agar mereka bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi
dalam hidup, karir, cita-cita dan masa depan dalam hidup.
Adapun faktor penghambat yang biasa diatasi adalah
kemalasan mereka, sifat mereka yang masih labil, karena
kan mereka diluar Panti biasa hidup bebas tanpa aturan,
nah itu yang terkadang menjadi penghambat dari
pemberian motivasi ini di Panti. Akan tetapi pedukungnya
adalah mereka klien kami berada dalam lingkungan Panti
jadi mudah di jangkau untuk diberikannya motivasi dan
pembelajaran materi”.24
d. Seleksi
Adalah kegiatan pengelompokkan atau klasifikasi
penyandang masalah kesejahteraan sosial terutama yang sudah di
motivasi, untuk menentukan siapa yang memenuhi persyaratan dan
siapa yang tidak dapat diterima menjadi calon penerima pelayanan.
24
Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto
Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 11.30 s/d 12.00 petang.
83
“Dalam menyeleksi yang paling utama adalah wanita tuna
susila,korban trafficking, usia 15-45 tahun, sehat jasmani
dan rohani/tidak sakit ingatan, tidak mengidap penyakit
berat dan menular kecuali penyakit kelamin, wajib tinggal
di asrama dan mematuhi peraturan dan ketentuan yang
berlaku, wajib mengikuti bimbingan mental social dan fisik
serta keterampilan selama 6 bulan, tidak sedang berurusan
dengan pihak kepolisian”.25
2. Penerimaan
Adalah serangkaian kegiatan administratif maupun teknis
meliputi registrasi, menelaahan atau pengungkapan masalah, dan
penempatan kelayan pada program rehabilitasi sosial yang
dilaksanakan pada saat calon penerima pelayanan hasil seleksi secara
syah diterima sebagai klien definitive di Panti. Kegiatan tersebut
secara operasional adalah sebagai berikut:
a. Registrasi
Adalah kegiatan administrasi pencatatan dalam buku induk
penerima pelayanan (setiap penerima pelayanan 1 klien agar diberi
NIP atau NIK (nomor induk peserta/klien) dan mengkomplikasikan
berbagai formulir isian untuk mendapatkan penerima pelayanan
definitif lengkap dengan segala informasi biodatanya.
“Registrasinya di Panti ini biasanya kami menyuruh
mereka si klien mengisi form masuk terlebih dahulu seperti
identitas pribadi mereka dll ya serta surat pernyataan dari
si klien dan pihak keluarga bahwa mereka setuju keluarga
mereka bersedia untuk menjalani rehabilitasi di Panti
25
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang
Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 10.30 s/d 11.00 petang.
84
sosial ini..yang menangani langsung pihak rehabilitasi
sosial (REHSOS) dan pekerja sosial (PEKSOS)”.26
Adapun faktor penghambat dari proses registrasi ini yang
dihadapi PSKW adalah sebagai berikut :
“Hambatannya biasanya seperti alamat mereka itu bukan
rumah tetap yang mereka tulis, akan tetapi rumah
kontrakan maka ketika kami datangi rumahnya mereka
sulit di cari kembali sehingga menjadikan data yang klien
berikan kurang akurat kebenarannya”.27
b. Penelaahan dan pengungkapan masalah (Assesment)
Adalah upaya untuk menelusuri, menerima, dan menggali
data penerima pelayanan (klien), faktor serta penyebab
masalahnya, tanggapannya serta kekuatan-kekuatannya dalam
upaya membantu dirinya sendiri. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan
diolah untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi
bagi penerima pelayanan (klien).
“Assessment dalam masalah ini panti membantu klien
dalam permasalahan mereka, seperti dari yang mereka
menjadi WTS tidak mempunyai keterampilan, dengan
diadakannya pengungkapan masalah pada diri klien maka
akan terlihat dengan sendirinya bakat mereka dan
keterampilan mereka pada bidang apa, dan panti
membantu klien agar mereka dapat menyalurkan bakat
mereka misalkan melalui keterampilan, bukan hanya itu,,
jika mereka membawa masalah pribadi ke panti dan
mereka bisa kita bantu memecahkan masalahnya dengan
26
Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto
Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 11.30 s/d 12.00 petang. 27
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang
Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 10.30 s/d 11.00 petang.
85
adanya fasilitas psikolog, dokter, dan pihak pekerja sosial
yang masih terkait sebagai pengurus panti”.28
c. Penempatan kelayan pada program rehabilitasi sosial
Adalah kegiatan pengelompokkan bakat dan minat para
penerima pelayanan (klien) dipadukan dengan program bimbingan,
khususnya program keterampilan kerja praktis yang sudah
diprogramkan (sesuai dengan inventarisasi pasaran usaha kerja)
untuk menambahkan semangat dan kecintaan untuk mengikuti
bimbingan kerja tersebut.
“Program ini adalah penempatan klien pada bidang
keterampilan di panti ini misalkan mereka ada bakat di
bidang masak maka akan kami salurkan bakat mereka
pada keterampilan masak/tata boga, dan keterampilan
lainnya sesuai dengan kemampuan klien. Adapun
hambatannya misalnya klien yang mati rasa lidahnya kan
ga mungkin kita paksakan untuk di tempatkan di tata boga
meskipun hobi mereka masak, atau mata klien buta maka
tidak mungkin kita memaksakan mereka dibidang yang
mereka suka akan tetapi sulit untuk menjalankannya,
meskipun panti bisa membantu akan tetapi tetap kami
kembalikan pada diri klien masing-masing”.29
3. Bimbingan Mental Spiritual
Adalah serangkaian kegiatan bimbingan rohani atau tuntunan
untuk dapat memahami diri sendiri, dan orang lain dengan cara
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan khususnya tentang ilmu
keagamaan yang didukung dengan pelatihan dan pemahaman cara
28
Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto
Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 11.30 s/d 12.00 petang. 29
Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto
Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 11.30 s/d 12.00 petang.
86
berpikir positif serta praktik kegiatan ibadah, demi terwujudnya
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.30
“Yang wajib mengikuti kegiatan bimbingan mental spiritual ini
ialah terutama para siswi PSKW Mulya Jaya, semuanya wajib
bagi yang muslim dalam artian wajib mengikuti kegiatan
bimbingan mental spiritual selama klien berada dalam masa
rehabilitasi serta pengawasan Panti maksimal 6 bulan di
PSKW Mulya Jaya ini mereka di bimbing rohani dan jasmani
islam mereka dalam kegiatan bimbingan mental spiritual.
Tujuan dari kegiatan mental dan spiritual ini pertama dapat
memotivasi mereka (klien) agar menjadi lebih baik lagi dalam
hal aspek keagamaan, kehidupan sosial,menjadikan dan
membentuk akhlak yang mulia. Yang kedua adalah mengajak
mereka kearah hidup lebih baik lagi dengan tuntunan agama
islam.”31
Proses kegiatan ini yang peneliti fokuskan, untuk mengetahui
bagaimana (1) Metode pelaksanaan bimbingan mental spiritual, (2)
Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan bimbingan mental
spiritual.
1. Metode Pelaksanaan Bimbingan Mental Spiritual
Di bawah ini adalah metode kegiatan bimbingan mental
spiritual yang dilaksanakan di Panti Sosial Karya Wanita PSKW
Mulya Jaya Jakarta :
1. Ceramah/klasikal.
Ceramah yang berlangsung selama kurang lebih
70 s/d 80 menit dalam tiap pertemuan ini, disaksikan
seksama dengan para klien seluruhnya yang dikerahkan
30
Abdul Rahman, S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental
Spiritual, (Jakarta: Departemen Sosial, 2011), h.1 31
Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad
Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta,
senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30.
87
para petugas sosial di Panti, dengan adanya siraman
rohani ini kelak akan menyirami hati mereka juga
dengan tuntunan agama islam yang sesuai syariat islam,
dengan begitu maka akan lebih mudah bagi mereka
muhasabah/introspeksi akan dosa-dosa masa lalu, dan
memiliki niat gigih untuk bertaubat. 32
“Dalam ceramah ini saya isi dengan pelajaran
aqidah setiap hari senin yang berisi (tentang
Allah dan tauhid serta menumbuhkan keimanan
klien serta mengajak untuk mendekatkan diri
pada Allah), kemudian hari selasa di isi dengan
materi Fiqh yang berkenaan dengan (bersuci,
tata cara solat, bacaan solat, dan praktik
ibadah), kemudian hari rabu di isi dengan
materi aqidah akhlak.33
2. Tanya Jawab
Dengan adanya sesi Tanya-jawab ini yang
berlangsung selama 10 menit, meskipun dengan waktu
singkat ini klien menggunakan waktu mereka dengan
baik untuk menjawab segala sesuatu yang masih
mereka belum mengerti, dan kesempatan ini sangat baik
bagi mereka yang masih belum mengerti agar mereka
tidak tersesat akan kebingungan mereka terhadap
penjelasan dari materi agama yang diberikan maka
32
Observasi peneliti pada saat berada di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya
Jaya Jakarta pada bulan februari s/d September 2011 dan dikutip dari Sumber; Panduan
Bimbingan Mental Spiritual dan Bimbingan Etika Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S.
Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman. 33
Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad
Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta,
senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30.
88
dengan solusi/jawaban yang diberikan penyuluh agama
maka akan terselesaikan.34
3. Metode “bil-mujadalah”
“Mujadalah ini ceramah yang dengan
menyebutkan dalil-dalil Allah di sela-sela
perkataan syiar ketika ceramah kepada klien di
Panti”.35
4. Metode “bil-mauidzah”
“Dengan mencontohkan perkataan dan
perbuatan baik pada anak didik kami di
Panti”.36
5. Konseling individu atau kelompok
Dengan adanya konseling individu dan
kelompok maka dengan mudah klien mengungkapkan
isi hati mereka secara leluasa pada penyuluh, serta
menjalin keakraban antara klien dan penyuluh dan
dengan keakraban itu akan tercipta kepercayaan di hati
para klien untuk menceritakan semua masalahnya dan
meminta solusi dari para penyuluh dari masalahnya.37
34
Observasi peneliti pada saat berada di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya
Jaya Jakarta pada bulan februari s/d September 2011, dan dikutip dari Sumber; Panduan
Bimbingan Mental Spiritual dan Bimbingan Etika Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S.
Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman. 35
Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad
Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta,
senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30. 36
Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad
Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta,
senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30. 37
Observasi peneliti pada saat berada di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya
Jaya Jakarta pada bulan februari s/d September 2011, dan dikutip dari Sumber; Panduan
Bimbingan Mental Spiritual dan Bimbingan Etika Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S.
Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman.
89
“Konseling individu atau kelompok ini
dinamakan sharing dalam kegiatan ini,
sharingnya tentang keagamaan, atau lebih
dikenal dengan curhatan mereka kepada saya,
jadi mereka bisa dengan puas curhat tentang
masalah mereka mengenai agama dan
syariatnya dan kegiatan ini dilaksanakan setiap
hari kamis”.38
6. Praktek/latihan
Adapun prakek pada tiap-tiap materi yang
diberikan di praktekan dalam kehidupan mereka sehari-
hari tentu saja dengan pengawasan penuluh agama di
Panti Sosial Wanita ini, dari serangkaian penelitian
yang saya jalankan di PSKW Mulya Jaya Jakarta ini,
mereka sudah ada perubahan perilaku dan ibadah
demikian juga yang di katakana para penyuluh panti,
jadi insya Allah mereka istiqomah dalam
mempraktekan ibadah dan perilaku baik mereka
(klien).39
“Praktik ibadah dalam kegiatan mental
spiritual ini dilaksanakan setiap seminggu
sekali, jadi setiap habis menyampaikan materi
kemudian dari materi itu langsung kita praktik
ibadah”.40
38
Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad
Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta,
senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30. 39
Observasi peneliti pada saat berada di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya
Jaya Jakarta pada bulan februari s/d September 2011, dan dikutip dari Sumber; Panduan
Bimbingan Mental Spiritual dan Bimbingan Etika Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S.
Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman. 40
Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad
Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta,
senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30.
90
7. Evaluasi
Evaluasi seperti Game/kuis memang pada
dasarnya adalah permainan semata, akan tetapi dalam
penyuluhan islam ini ada materi yang dinamakan game
yang berdurasi 5-10 menit, pada game/kuis islami ini
penyuluh memberikan pertanyaan akan tetapi secara
islami, sehingga klien bukan hanya mendapat hiburan
semata akan tetapi juga mendapat ilmu agama yang di
selipkan pada game/kuis tersebut.41
“Adapun pada kegiatan kuis ini kita selalu mem
follow-up tentang materi yang kita ajarkan
dengan dilaksanakannya kegiatan evaluasi,
diadakannya evaluasi dua minggu sekali, pada
evaluasi ini kita gunakan kesempatan untuk
memberikan pelayanan ringkasan materi yang
diberikan dari minggu pertama sampai tahap
evaluasi, dan memberikan kesempatan bertanya
bagi siswi mana yang belum mengerti diantara
materi yang telah diajarkan”.42
Adapun tujuan dari kegiatan pelaksanaan bimbingan mental
spiritual di PSKW ini agar dapat memberikan pengertian kepada
klien yaitu dengan :
1. Pemahaman
41
Observasi peneliti pada saat berada di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya
Jaya Jakarta pada bulan februari s/d September 2011, dan dikutip dari Sumber; Panduan
Bimbingan Mental Spiritual dan Bimbingan Etika Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S.
Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman. 42
Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad
Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta,
senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30.
91
Maksudnya memberikan pemahaman tentang pekerjaan
WTS itu tidak sesuai dengan norma-norma Agama,
Sosial, Budaya, dan Negara.
2. Menumbuhkan kesadaran
Maksudnya menumbuhkan kesadaran pada mereka
bahwa hidup itu punya tata cara, norma, dan aturan-
aturan yang berlaku yang harus di taati untuk
mengangkat diri sendiri dengan tidak merendahkan
harga diri demi uang, serta dapat menumbuhkan
kesadaran bahwa mereka juga mempunyai keterampilan
lain dibanding menjadi pekerja seks komersial WTS.
3. Mempunyai sikap/pendirian yang kuat
Menjauhkan diri dari WTS, dan pergaulan yang tidak
baik serta tidak akan kembali pada kegelapan dosa
masa lalu.43
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan
Bimbingan Mental Spiritual
a. Faktor pendukung
1. Sarana dan prasarana yang memadai (masjid,
dan perpustakaan masjid.)
2. Adanya modul atau materi dari panduan yang
penyuluh sediakan.
43
Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad
Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta,
senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30.
92
3. Adanya sumber daya manusia yang
professional seperti penyuluh agama yang
khusus di sediakan di Panti ini.
4. Adanya siswi atau klien muslim PSKW yang
rutin mengikuti kegiatan keagamaan ini.44
b. Faktor Penghambat
1. Perilaku klien yang labil sehingga terkadang
malas dan terkadang rajin dalam mengikuti
kegiatan serta materi mental spiritual di
PSKW Mulya Jaya ini.
2. Kehidupan bebas yang mereka jalani sebelum
di Panti mereka hidup tanpa aturan akan tetapi
ketika di Panti mereka merasa berat mengikuti
peraturan yang ada, hal itu juga merupakan
faktor penghambat dari jalannya kegiatan
rohani islam ini.
3. Suku, budaya dan dari latar belakang yang
berbeda-beda sehingga terkadang sulit
beradaptasi.
4. Lupa menjalankan materi yang disampaikan
untuk di praktikan sehari-hari.45
44
Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad
Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta,
senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30.
93
4. Resosialisasi
Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang bersifat dua arah
yaitu di satu pihak untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi
penuh kedalam kehidupan dan penghidupan secara normative, dan di
satu pihak lagi untuk mempersiapkan masyarakat khususnya
masyarakat daerah asal atau lingkungan masyarakat di lokasi
penempatan kerja atau usaha klien agar mereka dapat menerima,
memperlakukan dan mengajak serta untuk berintegrasi dengan
kegiatan kemasyarakatan.46
Adapun kegiatan resosialisasi meliputi
beberapa hal sebagai berikut:
a. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat
Adalah kegiatan bimbingan atau tuntunan pendekatan
untuk menumbuhkan kemauan keluarga, masyarakat, tokoh-
tokoh masyarakat, organisasi sosial.47
b. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat
Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan
agar klien tersebut dapat melaksanakan seluruh kegiatannya
sesuai dengan norma yang berlaku dan menghindari kegiatan
yang menjadi larangan-larangan masyarakat.48
45
Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad
Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta,
senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30. 46
Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004. 47
Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004. 48
Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004.
94
c. Bimbingan pemberian bantuan stimulans usaha produktif
Adalah serangkaian kegiatan pengadaan bantuan
peralatan dan bahan untuk mempersiapkan klien dapat
melaksanakan praktek bermata pencaharian dan bantuan
tersebut bersifat merangsang usaha-usahanya agar dapat lebih
berkembang.49
“Di Panti klien tinggal menggunakan fasilitas yang
tersedia diruangan keterampilan, akan tetapi harus
dirawat juga alat-alatnya agar seterusnya dapat
dipakai generasi berikutnya yang ingin mengikuti
kegiatan keterampilan”.50
d. Bimbingan usaha kerja
Adalah kegiatan tuntunan praktek berusaha atau bekerja
untuk dapat menciptakan lapangan kerja yang layak, serta
praktek mengelola usaha, menuju terciptanya kondisi usaha
yang efektif dan efisien.51
“di Panti ini klien yang memang mempunyai
keterampilan khusus aakan di bimbing sampai bisa, dan akan
di awasi oleh pengasuhnya masing-masing untuk mengawasi
perkembangan mereka dalam mengikuti kerajinan tangan
seperti menjahit, memasak, rias kecantikan”.52
e. Penempatan dan penyaluran
49
Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004. 50
Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto
Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 11.30 s/d 12.00 petang. 51
Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004. 52
Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto
Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 11.30 s/d 12.00 petang.
95
Adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk
mengembalikan penerima pelayanan kedalam kehidupan dan
penghidupan di masyarakat secara normative baik
dilingkungan keluarga, masyarakat, daerah asal, maupun
kejalur-jalur lapangan kerja atau usaha mandiri (wirausaha)
dengan bertransmigrasi.53
“Kami itu disini kan bekerjasama dengan lembaga
yang membutuhkan tenaga kerja secara langsung, jadi
kalau memang si klien ini pantas dan mampu untuk di
pekerjakan akan di ambil oleh perusahaan yang
membutuhkan, seperti beberapa salon, restoran,
kerajinan tangan banyak yang mengambil pegawai dari
anak-anak kami di PSKW Mulya Jaya ini”.54
5. Bimbingan Lanjut
Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan
kepada klien dan masyarakat guna lebih memantapkan, meningkatkan
dan mengembangkan kemandirian klien dalam kehidupan serta
penghidupan yang layak.
“Bimbingan lanjut biasanya dijalankan sekitar 2 s/d 3 bulan
kami masih memantau mereka meskipun mereka telah selesai
menjalani rehabilitasi mereka di Panti, akan tetapi yang
menjadi penghambat adalah alamat mereka yang mereka tulis
dalam pendataan klien di Panti terkadang tidak sesuai dan
berpindah-pindah tempat, sehingga sulit untuk mengadakan
investigasi selanjutnya terhadap klien”.55
53
Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004. 54
Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto
Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 11.30 s/d 12.00 petang. 55
Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto
Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 11.30 s/d 12.00 petang.
96
Adapun bimbingan lanjut yang ada di PSKW Mulya Jaya
adalah sebagai berikut :
a. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat
Kegiatan bimbingan usaha bimbingan atau tuntunan
untuk lebih memantapkan kemampuan penyesuaian diri
dalam tata hidup bermasyarakat dan keikutsertaan mereka
dalam proses pembangunan sesuai dengan kemampuannya.
b. Bantuan pengembangan usaha bimbingan peningkatan
keterampilan
Serangkaian kegiatan yang diarahkan kepada
penerima pelayanan dalam bentuk pemberian bantuan
ulang balik berupa peralatan dan bahan permodalan
maupun pemantapan keterampilan, sehingga jenis usaha
atau kerjanya lebih berkembang.
c. Bimbingan pemantapan kemandirian usaha kerja
Serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan
kepada penerima pelayanan guna dapat meningkatkan
usaha ekonomis, produktif, sehingga dapat
mengembangkan jenis dan jumlah penghasilannya.56
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara menyeluruh dalam pelaksanaan
program pelayanan dan rehabilitasi sosial mulai tahap perencanaan
56
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
97
sampai akhir tahap pelayanan yang ditetapkan, untuk mengukur
tingkat keberhasilan. Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan
memberi nilai secara obyektif terhadap pencapaian hasil-hasil
sebagaimana telah direncanakan sebelumnya dalam upaya
menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap
penyandang masalah Tuna Susila. Tujuannya untuk mengukur
efektifitas dan efisiensi dari pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi
sosial terhadap penyandang masalah Tuna Susila dan sekaligus
mengukur secara obyektif hasil-hasil pelaksanaan kegiatan tersebut.57
7. Terminasi (Pengakhiran Pelayanan)
Pengakhiran pelayanan dilaksanakan untuk memastikan hasil
evaluasi umum terhadap klien telah dapat menjalankan fungsi
sosialnya secara wajar dan mampu menjadi warga Negara masyarakat
yang bertanggung jawab. Dalam hal ini dipersiapkan klien dalam
proses pengakhiran berjalan secara wajar, dimana pemutusan
pelayanan tidak menimbulkan konflik psikologis yang dapat
mengganggu klien. Disamping itu agar administrasi penanganan kasus
berlangsung dengan tertib, dibuatkan surat pemberitahuan formal
bahwa proses pelayanan klien sudah berakhir.58
“Terminasi disini artinya adalah klien yang telah selesai masa
rehabilitasinya akan Panti pulangkan pada keluarga klien”.59
57
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011. 58
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I,
diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011. 59
Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto
Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011,
pukul 11.30 s/d 12.00 petang.
98
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, sebagaimana
yang telah diuraikan dalam pembahasan pada bab metode bimbingan mental
spiritual, maka peneliti menyimpulkan rehabilitasi sosial di PSKW Mulya Jaya
Jakarta mengenai metode bimbingan mental spiritual. Berikut kesimpulan dari
metode bimbingan mental spiritual di “PSKW Mulya Jaya” Jakarta :
A. I. Metode Bimbingan Mental Spiritual
Dibawah ini adalah metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan
bimbingan mental spiritual di PSKW Mulya Jaya, Jakarta :
1. Ceramah/klasikal.
Ceramah yang berlangsung selama kurang lebih 70 s/d 80 menit
dalam tiap pertemuan ini, disaksikan seksama dengan para klien
seluruhnya yang dikerahkan para petugas sosial di Panti, dengan adanya
siraman rohani ini kelak akan menyirami hati mereka juga dengan
tuntunan agama islam yang sesuai syariat islam, dengan begitu maka akan
lebih mudah bagi mereka muhasabah/introspeksi akan dosa-dosa masa
lalu, dan memiliki niat gigih untuk bertaubat.
2. Tanya Jawab
Dengan adanya sesi Tanya-jawab ini yang berlangsung selama 10
menit, meskipun dengan waktu singkat ini klien menggunakan waktu
mereka dengan baik untuk menjawab segala sesuatu yang masih mereka
99
belum mengerti, dan kesempatan ini sangat baik bagi mereka yang masih
belum mengerti agar mereka tidak tersesat akan kebingungan mereka
terhadap penjelasan dari materi agama yang diberikan maka dengan
solusi/jawaban yang diberikan penyuluh agama maka akan terselesaikan.
3. Metode “bil-mujadalah”
Mujadalah ini ceramah yang dengan menyebutkan dalil-dalil Allah
di sela-sela perkataan syiar ketika ceramah kepada klien di Panti.
4. Metode “bil-mauidzah”
Kiat yang Penyuluh laksanakan dengan mencontohkan perkataan
dan perbuatan baik pada anak didik kami di Panti.
5. Konseling individu atau kelompok
Dengan adanya konseling individu dan kelompok maka dengan
mudah klien mengungkapkan isi hati mereka secara leluasa pada
penyuluh, serta menjalin keakraban antara klien dan penyuluh dan dengan
keakraban itu akan tercipta kepercayaan di hati para klien untuk
menceritakan semua masalahnya dan meminta solusi dari para penyuluh
dari masalahnya.
6. Praktek/latihan
Adapun prakek pada tiap-tiap materi yang diberikan di praktekan
dalam kehidupan mereka sehari-hari tentu saja dengan pengawasan
penuluh agama di Panti Sosial Wanita ini, dari serangkaian penelitian yang
saya jalankan di PSKW Mulya Jaya Jakarta ini, mereka sudah ada
100
perubahan perilaku dan ibadah demikian juga yang di katakana para
penyuluh panti, jadi insya Allah mereka istiqomah dalam mempraktekan
ibadah dan perilaku baik mereka (klien).
7. Evaluasi
Evaluasi seperti Game/kuis memang pada dasarnya adalah
permainan semata, akan tetapi dalam penyuluhan islam ini ada materi
yang dinamakan game yang berdurasi 5-10 menit, pada game/kuis islami
ini penyuluh memberikan pertanyaan akan tetapi secara islami, sehingga
klien bukan hanya mendapat hiburan semata akan tetapi juga mendapat
ilmu agama yang di selipkan pada game/kuis tersebut.
A. II. Tujuan Bimbingan Mental Spiritual
Adapun tujuan dari kegiatan pelaksanaan bimbingan mental spiritual di
PSKW ini agar dapat memberikan pengertian kepada klien yaitu dengan :
1. Pemahaman
Maksudnya memberikan pemahaman tentang pekerjaan WTS itu
tidak sesuai dengan norma-norma Agama, Sosial, Budaya, dan Negara.
2. Menumbuhkan kesadaran
Maksudnya menumbuhkan kesadaran pada mereka bahwa hidup
itu punya tata cara, norma, dan aturan-aturan yang berlaku yang harus di
taati untuk mengangkat diri sendiri dengan tidak merendahkan harga diri
demi uang, serta dapat menumbuhkan kesadaran bahwa mereka juga
mempunyai keterampilan lain dibanding menjadi pekerja seks komersial
WTS.
101
3. Mempunyai sikap/pendirian yang kuat
Menjauhkan diri dari WTS, dan pergaulan yang tidak baik serta
tidak akan kembali pada kegelapan dosa masa lalu.
A. III. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Bimbingan Mental
Spiritual
a. Faktor pendukung
1. Sarana dan prasarana yang memadai (masjid, dan perpustakaan
masjid.)
2. Adanya modul atau materi dari panduan yang penyuluh sediakan.
3. Adanya sumber daya manusia yang professional seperti penyuluh
agama yang khusus di sediakan di Panti ini.
4. Adanya siswi atau klien muslim PSKW yang rutin mengikuti
kegiatan keagamaan ini.
b. Faktor Penghambat
1. Perilaku klien yang labil sehingga terkadang malas dan terkadang
rajin dalam mengikuti kegiatan serta materi mental spiritual di
PSKW Mulya Jaya ini.
2. Kehidupan bebas yang mereka jalani sebelum di Panti mereka
hidup tanpa aturan akan tetapi ketika di Panti mereka merasa
berat mengikuti peraturan yang ada, hal itu juga merupakan
faktor penghambat dari jalannya kegiatan rohani islam ini.
3. Suku, budaya dan dari latar belakang yang berbeda-beda
sehingga terkadang sulit beradaptasi.
102
4. Lupa menjalankan materi yang disampaikan untuk di praktikan
sehari-hari.
B. Saran
Tanpa mengurangi rasa hormat atas kerja keras yang dilakukan pihak
Panti serta keterbatasan yang dimiliki peneliti sebagai manusia biasa yang tidak
luput dari salah, dibawah ini aka nada saran yang mudah-mudahan akan
bermanfaat untuk memberi masukan bagi kinerja Panti dan efektivitas kegiatan
pemberdayaan manusia di dalamnya :
1. Agar klien senantiasa selalu mengingat ajaran agama dari yang telah
didapat di Panti dari penyuluh agama, guna bekal hidup di dunia dan
akhirat agar tidak tersesat kelak dikemudian hari. Akan tetapi
diharapkan keseriusan dalam menjalankan ibadah karena Allah dengan
tulus dan rutin dalam mengikutinya guna dapat di praktekan setelah
keluar dari rehabilitasi wanita sosial PSKW Mulya Jaya Jakarta.
2. Untuk para staf pengajar/penyuluh agama islam diharapkan dapat
menjadi pengajar yang lebih profesional bagi klien dan selalu
mencontohkan akhlakul karimah dan ibadah yang baik pada klien agar
mereka memiliki panutan untuk di contoh kelak dalam kehidupannya
sehari-hari meski sudah keluar dari Panti rehabilitasi sosial PSKW
Mulya Jaya Jakarta, dan juga tidak hanya merasa cukup dengan
kemampuan yang dimiliki sekarang ini, mungkin saja dapat
ditemukan model penyuluhan agama islam yang baru dan lebih efektif.
3. Untuk program
103
i. Diharapkan agar pihak lembaga mendatangkan relawan yang
professional guna mengawasi para anggota dalam beribadah,
dan menjadi pembimbing tiap kelompok klien dan setiap saat
selalu memonitoring, guna membantu penyuluh islam yang
telah ada.
ii. Waktu pembelajaran agar ditambahkan dalam sesi Tanya jawab
bukan hanya 5-10 menit, agar klien dapat lebih leluasa
menanyakan masalahnya dan meminta solusinya dan dapat
mengikuti dengan maksimal dari para penyuluh agama.
iii. Dapat mewujudkan tujuan-tujuan program bekerja sama luas
lagi dengan berbagai pihak terkait. Guna menambahkan
pengetahuan agama islam pada klien lebih luas lagi.
iv. Agar sarana dan fasilitas dapat dilengkapi kembali, terutama
pada perpustakaan mushola yang menjadi fasilitas utama
pelajaran pokok mereka berada disana, guna kelancaran
dakwah juga pembelajaran bagi para klien.
v. Dari hasil bimbingan islam mental spiritual diharapkan agar
senantiasa selalu dilaksanakan ajaran agamanya bukan hanya
pada klien akan tetapi pada penyuluh agamanya.
vi. Walaupun program bimbingan mental spiritual bukan program
pokok panti, diharapkan ada kurikulum yang resmi dari panti.
DAFTAR PUSTAKA
Khalaf Wahhab Abdul, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushulul fiqh,
Rajawali Press, Jakarta, 1997
Wahid Abdul, Islam dan Idealitas Manusia, Dilema Anak, Buruh, dan
Wanita Modern, Sipress, Yogyakarta, 1997.
Rahman Abdul, Syari’ah: The Islamic Law, Ta Ha Publishers, London,
1984.
Hanafi Ahmad, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Bulan Bintang, Jakarta,
1990.
Alam A.S, Pelacuran dan Pemerasan, Study Sosiologis tentang Exploitasi
Manusia oleh Manusia, Alumni, Bandung, 1984.
Sahetapy J.E (et,al.), Bunga Rampai Viktimisasi, Eresco, Bandung, 1995.
___________, Kapita Selekta Kriminologi, Alumni, Bandung, 1987.
___________, Kuasa Kejahatan, Pusat Studi Kriminologi Fakultas
Hukum Unair, 1979.
Kartono Kartini Dr, Patologi Sosial, Jilid 1, Rajawali, Jakarta, 1983.
Weda Darma Made, Kriminologi, Raja, Grafindo Persada, Jakarta, 1996.
Faqih Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 1987.
Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah
Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta, 1996.
Sa’abah Umar Marzuki, Seks & Kita, Gema Insani Press, Jakarta, 1997.
Kusuma W. Mulyana, Kejahatan dan Penyimpangan, Suatu Perspektif
Kriminologi, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia,
Jakarta, 1988.
__________, Kriminologi dan Masalah Kejahatan, Suatu Pengantar
Ringkas, Amrico, Bandung, 1984.
Drs. Wahid Abdul, S.H., M.A. dan Drs. Irfan Muhammad, S.H., M.Pd.
Perlindungan Terhadap, Korban Kekerasan Seksual (Advokasi
Atas Hak Asasi Perempuan), Refika Aditama, Bandung, 2001.
Drs. H. Arifin Zainal Isep, M. Ag. Bimbingan Penyuluhan Islam,
Pengembangan Dakwah Bimbingan Psikoterapi Islam, Rajawali
Press, Jakarta, 2009.
Dr. Kartono Kartini, Patologo Sosial-Jilid 1, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2007.
Prof. H. M. Arifin, M. Ed, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan
Agama, PT. Golden Terayon Press, Jakarta.
Drs. H.M. Umar, Drs. Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, Pustaka Setia,
Bandung, 2001.
E. Poerwandari Kristi, Pendekatan Kualitatif Dalam Pengertian Psikologi,
Jakarta, Fakultas Psokologi, Universitas Indonesia, 1998.
Sandjaja dan Heriyanto Albertus, Panduan Penelitian, Jakarta, Prestasi
Pustakarya, 2006.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1986.
W. S. Wingkel S.J.M. Sc, Guidance Servis and Counseling Servis, 1981.
Drs. Masmudi AR, Dienul Islam, LPPTKA BKPRMI, Jakarta, 2001.
Kartono Kartini, Psikologi Abnormal & Pathology Seks , ALUMNI,
Bandung, 1979.
Komnas Perempuan, Kita Bersikap: Empat Dasawarsa Kekerasan
terhadap Perempuan dalam Perjalanan Bangsa, Komnas
Perempuan 2009.
Ann L.Coker, Lucille G Walls, Joseph E Jhonson. Juli 16, 2006 oleh
forensikklinik.
Definisi dalam Undang Undang No. 21 Tahun 2007, Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Townsend, Mary C. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada
Keperawatan Psikiatri Pedoman Untuk Pembuatan Rencana
Perawatan Edisi 3. EGC : Jakarta. 1998.
Sumber Internet
http/www.google.com, about/kekerasan/ seksual/pada wanita Diakses
Tanggal 18 Januari, 2011.
[email protected], Diakses Tanggal 09 Maret, 2011.
http/Simamarta 1983 : ix-xii.com, Diakses Tanggal 09 Maret, 2011.
http/www.google.com/Simamarta, 1983: ix-xii Diakses Tanggal 09 Maret,
2011.
http/scribd.com/Model-Penyuluhan-Berbasis-Islam, Diakses Tanggal 11
Maret, 2011.
http/www.Firman-Nugraha.blogspot.com, Diakses Tanggal 11
Maret, 2011.
http/www.Sulaiman.blogdetik.com, Diakses Tanggal 16
Maret, 2011.
www. Scribd.com/pengertian islam-iman-ikhsan, Diakses Tanggal 16
Maret, 2011.
http/filsafat.kompasiana.com/pengertian- islam, Diakses Tanggal 11
April, 2011.
http..scribd. com/pengertian-kekerasan, Diakses Tanggal 11
April, 2011.
http/www.scibd.com/pendidikan-seks, Diakses Tanggal 11
April, 2011.
http.scribd.com/dampak-kekerasan-seksual, Diakses Tanggal 11
April, 2011.
Tellioglu, Tahir M. D., APA. AAAP. Abuse. (online);
(http//:www.healthcentersonline.com/access on December 12th
2006.
Sumber Penelitian dan Wawancara
PSKW “Mulya Jaya”, Depsos RI, Kelurahan Gedong Pasar Rebo Jakarta-
Timur.
Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta Sesuai
Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004.
Alur Tahapan Rehabilitasi Sosial Di Panti Sosial Karya Wanita Mulya
Jaya Jakarta.
Sumber; Panduan Bimbingan Mental Spiritual dan Bimbingan Etika
Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S. Sos.I dan Ust. Nuhri
Sulaeman. Dan Wawancara Pribadi, Dengan Penyuluh Agama
Islam di PSKW Mulya Jaya-Jakarta, Waktu Wawancara Berbeda-
beda, Antara 22-25 Maret 2011.
Sumber; Wawancara Penulis Dengan Anggota Klien/Korban Kekerasan
Seksual di (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, Tanggal Setiap Klien
Berbeda; 09 Maret-18 April 2011, Waktunya Sama; Pukul 10.00-
12.00 Siang.
Ibu Narojah, Asal Jakarta TMII, Usia 32 Tahun, yang Sudah 1Tahun
Menjadi Pengurus/Instruktur WTS/Traficking, Wawancara
Pribadi, Jakarta 25 Maret di Ruang Sekretariat Traficking Pukul
10.00 Pagi.
N.I Klien Asal Riau/Korban Kekerasan Seksual/Traficking (WTS) di
PSKW Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Jakarta, 25 Maret di
Ruang Sekretariat Traficking Pukul 10.30-11.00 Pagi
M. Klien Asal Cianjur/Korban Kekerasan Seksual di PSKW Mulya Jaya,
Wawancara Pribadi, Jakarta 25 Maret di Ruang Sekretariat
Traficking Pukul 11.00-11.30 Pagi.
E.RN. Klien Asal Karawang/Korban Kekerasan Seksual (WTS) di PSKW
Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Jakarta 01 April di Teras Kamar
WTS Cut Nyak Dien Pukul 11.30-12.00.
L.H. Klien Asal Garut/Korban Kekerasan Seksual/KDRT (WTS) di PSKW
Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Jakarta 01 April di Teras Kamar
WTS Cut Nyak Dien Pukul 11.00-11.30.
N. Klien Asal Tangerang/Korban Kekerasan Seksual (WTS) di PSKW
Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Jakarta 01 April di Lapangan
Olahraga Depan Kamar Cut Nyak Dien Pukul 10.30-11.00.
Wawancara Pribadi, Penulis Dengan Bpk. Abdul Rahman S.Sos.I, yang
Sekarang Menjadi Fungsional Penyuluh Sosial Kemensos RI, di
PSKW Mulya Jaya-Jakarta, Tgl 22 Maret 2011, Pukul 11.45,
Diruang Fungsional.
Wawancara Pribadi, Penulis Dengan Ust. Nuhri Sulaeman Mahasiswi
UIN Syarif Hidayatullah-Jakarta, yang Sekarang Menjadi
Penyuluh Agama Islam, Wawancara dilakukan pada Tgl 24 Maret
2011, Pukul 12.45, Di Ruang Tamu PSKW Mulya Jaya-Jakarta.
Wawancara Pribadi, Penulis Dengan Bpk. Drs. H. Abu Bakar, yang
Sekarang Menjadi Penyuluh Agama Islam,Wawancara dilakukan
pada Tgl 25 Maret 2011, Pukul 10.00, Di Masjid Al-Khairat
PSKW Mulya Jaya-Jakarta, Sebelum Beliau Memberikan Materi
Penyuluhan Islam pukul 11. Panduan Bimbingan Mental Spiritual
dan Bimbingan Etika Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S.
Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman.
Wawancara Dengan Seksi Program Advokasi Sosial
Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Pertanyaan
1. Apa pengertian spesifik mengenai pendekatan awal terhadap klien di PSKW
Mulya Jaya ini?
2. Dari mana pegawai PSKW mendapatkan informasi mengenai WTS sebelum
mereka berada di Panti seperti sekarang ini?
3. Faktor penghambat PSKW dalam melaksanakan program pendekatan awal pada
klien?
4. Bagaimana pelaksanaan masa orientasi klien?
5. Dimana tempat yang banyak terdapat WTS dan apa latar belakang mereka
menjadi WTS?
6. Bagaimana proses konsultasi yang dilakukan petugas PSKW ketika mereka
tengah berada di Panti Sosial ini?
7. Apa faktor penghambat dari pelaksanaan program orientasi dan konsultasi
terhadap klien?
8. Dalam prog.identifikasi klien pendataan yang dibutuhkan Panti seperti apa?
9. Dimana lokasi dilaksanakannya prosses identifikasi klien?
10. Apa faktor penghambat dari pelaksanaan identifikasi pada klien?
11. Motivasi apa yang disampaikan Panti terhadap klien?
12. Apa faktor penghambat Panti dari jalannya proses pemberian motivasi pada klien?
13. Sebelum klien menjadi penghuni Panti, tentunya akan ada seleksi untuk calon
klien sebagai penghuni Panti.. lalu bagaimana syarat dan ketentuan yang
ditetapkan Panti untuk menyeleksi klien sebelum menjadi penghuni Panti?
14. Apa faktor penghambat Panti dari program penyeleksian klien?
Peneliti Seksi Prog.Advokasi Sosial
(Riana Amelia)
Wawancara Dengan Kasie. Rehabilitasi Sosial
Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Pertanyaan
1. Bagaimana proses pelaksanaan seleksi dalam prog. penerimaan klien yang di
terapkan di Panti?
2. Bagaimana proses penerimaan klien dari awal-akhir penyeleksian?
3. Dalam prog. penyaluran yang ditetapkan Panti, bagaimana proses penyaluran
klien yang telah usai mengikuti keterampilan di PSKW Mulya Jaya?
4. Dimana klien Panti akan disalurkan setelah usai mengikuti keterampilan di Panti?
5. Apa faktor penghambat yang dihadapi Panti dalam proses penyaluran bakat dan
keterampilan klien yang telah usai menjalani rehabilitasi di Panti Sosial Karya
Wanita Mulya Jaya?
6. Apa pengertian spesifik mengenai bimbingan lanjut di PSKW Mulya Jaya ini?
7. Apa faktor pendukung dan penghambat dari pelaksanaan prog.bimbingan lanjut di
Panti?
Peneliti Kasie.Rehabilitasi Sosial
(Riana Amelia)
Wawancara Dengan Koor.Pekerja Sosial
Di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Pertanyaan
1. Bagian apa yang menangani registrasi calon klien di Panti?
2. Bagaimana proses registrasi klien di Panti?
3. Hambatan yang dihadapi Panti dalam proses Registrasi klien?
4. Dalam prog.penempatan klien calon klien Panti diarahkan kemana?
5. Bagaimana proses penempatan klien di asrama Panti?
6. Pada penempatan keterampilan, proses apa yang dijalankan Panti untuk klien?
7. Apa pengertian prog.assesment/pengungkapan masalah pada klien di Panti?
8. Apa tujuan dilaksanakannya assessment untuk klien di Panti?
9. Faktor apa yang menjadi penghambat jalannya proses assessment di Panti
terhadap klien?
Peneliti Koordinator.Pekerja Sosial
(Riana Amelia)
Wawancara Dengan Penyuluh Islam-Mental Spiritual
di PSKW Mulya Jaya Jakarta
Pertanyaan
1. Siapa yang wajib mengikuti keg.mental spiritual di Panti?
2. Penjelasan yang lebih spesifik mengenai keg.bimbingan mental spiritual di Panti?
3. Metode bimbingan mental spiritual yang digunakan PSKW Mulya Jaya seperti
apa?
4. Bagaimana proses pembagian waktu dan hari dilaksanakannya keg.bimbingan
mental spiritual dalam sebulan?
5. Bagaimana proses yang dijalankan klien dalam mengikuti bimbingan mental
spiritual selama di Panti?
6. Faktor pendukung dan penghambat jalannya proses bimbingan mental spiritual di
Panti Sosial Karya Wanita?
7. Indikator keberhasilan yang dicapai dalam kegiatan bimbingan mental spiritual di
Panti?
Peneliti Penyuluh Islam PSKW Mulya Jaya
(Riana Amelia)