menuju kkn uin sunan kalijaga yang responsip-kontekstual

17
MENUJU KKN UIN SUNAN KALIJAGA YANG RESPONSIF-KONTEKSTUAL Catalan Pengalaman Peserta KKN UIN Sunan Kalijaga Angkatan ke-67 QtemaiukJ. SujiBto Abstrak KKN sebagai sebuah diskursus, di mana di dalamnya terjadi sebuah proses dan organisme yang terus mengalami revisi- revisi baik orientasi, paradigmatik ataupun implementasinya di lapangan. Saya memasuki diskursus KKN berposisi sebagai seorang mahasiswa yang menjadi pelaku karena saya baru saja merampungkan tugas KKN dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga angkatan ke-67 yang berlokasi di Kelurahan Kricak, Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Bagi saya KKN yang res- ponsif adalah KKN yang telah melewati pembacaan dan penelitian terhadap fenomena terbaru di lingkungan sosial masyarakat sehingga impact yang diterima oleh dunia kampus bisa sesuai dengan kondisi riil yang dibutuhkan seuatu ma- syarakat. Untuk menuju fase ini dibutuhkan proses komu- nikasi deliberatif yang melibatkan banyak pihak terutama stakeholder masyarakat sendiri. A. Pendahuluan Kuliah Kerja Nyata (KKN) telah menjadi elemen penting bagi proses pencaharian eksistensi sebuah universitas yang mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi (FT). Karena peng- amalan Tri Dharma FT, khususnya tentang pengabdian kepada masyarakat, menjadi ruh dan kinerja KKNselama ini. KKNtelah banyak membantu secara multidisipliner dan mengabdi kepada masyarakat yang diwujudkan dalam program-program baik 181

Upload: vuongdat

Post on 09-Dec-2016

227 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

MENUJU KKN UIN SUNAN KALIJAGAYANG RESPONSIF-KONTEKSTUALCatalan Pengalaman Peserta KKN UIN

Sunan Kalijaga Angkatan ke-67

QtemaiukJ. SujiBto

Abstrak

KKN sebagai sebuah diskursus, di mana di dalamnya terjadisebuah proses dan organisme yang terus mengalami revisi-revisi baik orientasi, paradigmatik ataupun implementasinyadi lapangan. Saya memasuki diskursus KKN berposisi sebagaiseorang mahasiswa yang menjadi pelaku karena saya barusaja merampungkan tugas KKN dari Universitas Islam NegeriSunan Kalijaga angkatan ke-67 yang berlokasi di KelurahanKricak, Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Bagi saya KKN yang res-ponsif adalah KKN yang telah melewati pembacaan danpenelitian terhadap fenomena terbaru di lingkungan sosialmasyarakat sehingga impact yang diterima oleh dunia kampusbisa sesuai dengan kondisi riil yang dibutuhkan seuatu ma-syarakat. Untuk menuju fase ini dibutuhkan proses komu-nikasi deliberatif yang melibatkan banyak pihak terutamastakeholder masyarakat sendiri.

A. Pendahuluan

Kuliah Kerja Nyata (KKN) telah menjadi elemen pentingbagi proses pencaharian eksistensi sebuah universitas yangmengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi (FT). Karena peng-amalan Tri Dharma FT, khususnya tentang pengabdian kepadamasyarakat, menjadi ruh dan kinerja KKN selama ini. KKN telahbanyak membantu secara multidisipliner dan mengabdi kepadamasyarakat yang diwujudkan dalam program-program baik

181

Page 2: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

infrastruktur ataupun soft-skill. Dua hal ini menjadi sangat pen-ting keberadaannya dalam pembangunan masyarakat menujumanusia yang handal. Dengan alasan itu, KKN masih tetap di-pertahankan oleh universitas-universitas besar sekelas UI, UGM,dan UIN Sunan Kalijaga meskipun juga tidak sedikit yang meng-hapuskannya dari intrakulikuler sistem pembelajaran di kam-pus, dan sebagian ada yang memilihnya sebagai materi pilihan.

Ketiga aspek dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi tersebutharus dilaksanakan dengan proporsi yang seimbang, harmonis,dan integral. Sehingga hasil yang diharapkan dari proses civi-tas akademika menjadi teruwujud sesuai dengan bidang dankeahlian masing-masing, seperti mampu melakukan penelitian,dan siap mengabdikan did demi kemaslahatan umat manusia.KKN masih menjadi media akomudatif sejauh ini yang bisa me-wadahi proses pengabdian dunia akademik (mahasiswa) kepadamasyarakat.

Di samping itu, kegiatan KKN juga menjadi pemakanaandari amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 20ayat 2 dinyatakan: "Perguruan tinggi berkewajiban menyeleng-garakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat".Pada pasal 24 ayat 2 disebutkan: "Perguruan tinggi memilikiotonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusatpenyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, danpengabdian masyarakat". Ketiga hal di atas memang tidak bisadilepaskan agar hasil yang didapatkan bisa maksimal dan inte-gral.

Melalui artikel ini saya mengajak diskusi tentang KKNsebagai sebuah diskursus, di mana di dalamnya terjadi sebuahproses dan organisme yang terus mengalami revisi-revisi baikorientasi, paradigmatik ataupun implementasinya di lapangan.Saya memasuki diskursus KKN berposisi sebagai seorang maha-siswa yang menjadi pelaku karena saya baru saja merampung-kan tugas KKN dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

182

Page 3: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

angkatan ke-67 yang berlokasi di Kelurahan Kricak, Tegalrejo,Kota Yogyakarta. KKN semester pendek yang berdurasi sekitar50 hari ini, sejak 10 Juli sampai 31 Agustus 2009, telah memberi-kan beberapa catatan kaki (footnotes) khususnya bagi orientasiKKN UIN Sunan Kalijaga ke depan. Pendekataan kritis dari peng-alaman empiris yang saya dapatkan dari lapangan akan me-mungkinkan tulisan ini menjadi bahan hipotesa lanjutan bagireorientasi (atau rekontruksi) KKN UIN ke depan, yang respon-sif dan kontekstual.

Secara spesifik, tulisan ini nanti akan membahas KKN kon-vesional1 ala UIN Sunan Kalijaga ketika masuk dalam kontekswilayah (area) kota sebagai objek dan sasaran lokasi KKN. Karenadi sini ada pergeseran objek (apakah semacam trial-error ataumemang hasil diskusi serius antara LPM dengan PemerintahKota Yogyakarta?) dari desa (remote area) seperti yang telah biasadilakukan UIN sejak awal ke area kota, seperti yang dilakukanperdana dalam angkatan ke-67.

Dalam konteks ini, ada persoalan mendasar yang seperti-nya belum sepenuhnya menjadi pertimbangan pelaksana KKNangkatan 67. Padahal, keberanian menerjunkan KKN di areakota—apalagi kota Yogyakarta sendiri—harus diikuti denganpematangan konsep, paradigma serta artikulasinya di lapangan,setelah melewati kajian kontekstual dan responsif. Jika mau

1 "KKN konvehsional" adalah KKN yang menggabungkan danmengintegrasikan pengetahuan agama Islam, ditopang dengan kapasitaskeilmuan prodi/jurusan atau fakultas yang menjadi basik setiap program kerjaindividual di lapangan (definisi ini beraasarkan hasil audensi penulis dengan ketuaLPM dan stafpanitia KKN UIN Sunan Kalijga angkatan 67, 21 Agustus 2009). Dalam"KKN konvensional" semua tema, metode, dan pratek kerja di lapangan nyarissama dan menjadi turun-temurun dalam tradisi KKN UIN Sunan Kalijaga sejakdulu. "KKN konvensional" telah menjadi cirikhas KKN UIN Sunan Kalijagasejauh ini. Di tengah perubahan praktek KKN seperti yang dilakukan di UGMseperti "KKN tematik" dan yang terbaru adalah "KKN tematik-kontekstual","KKN konvensional" masin tetap menjadi pilihan UIN Sunan Kalijga. Disamping itu UIN Sunan Kalijaga juga pernah melaksanakan "KKN integratif",namun naifhya pendekatan, dalam artian hipotesa dan kultur-formal yangterbangun, masih yang sama —sebagai warisan dari yang terdahulu —selainhanya mengubah istilah luarnya saja (mungkin biar lebih elegan dan relevandengan kegiatan UIN Suka, yaitu integrasi dan interkoneksi).

183

Page 4: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

didasarkan kepada f akta sosial (social fact) yang terus mengalamikomodifikasi, maka persiapan sepert observasi, orientasi, danimplementasi KKN di kota harus mendapatkan porsi yang do-minan. Sekarang tidak boleh sekedar mengekor (atau mewarisi)metode dan paradigma KKN konvesional yang telah lalu, denganobjek dan area desa, ke dalam konteks kota. Dalam diskusi iniada dua objek yang sepenuhnya berbeda dan mempunyai aspek-aspek kompleks antara desa dan kota sebagai tempat KKN.

Tulisan ini hanya menjadi sebuah perbandingan—daripembacaan seorang mahasiswa Prodi Sosiologi Fakultas IlmuSosial dan Humaniora angkatan 2006 dengan KKN yang ter-dahulu—atau hanya sebagai catatan (memorial) atas pengalamanperdana KKN UIN di area kota bagi mahasiswa ataupun pihakLPM dan UIN sendiri. KKN di area kota adalah yang pertamasejak KKN dilaksanakan oleh UIN Sunan Kalijaga. Sehinggatidak ayal jika orientasi objek yang berbeda tersebut mempunyaiakibat misunderstanding dan ketidaksesuaian secara mendasaranatara program yang dilaksanakan oleh KKN UIN dengan ralitasriil di lapangan. Di samping itu, kota harus diperhatikan secaramendalam dan komprehensif tentang dinamika dan pergulatanyang terjadi di dalamnya.

Catatan pengalaman ini diharapkan menjadi sebuahabstraksi tambahan bagi Lembaga Pengabdian kepada Masya-rakat (LPM), penannggung jawab KKN UIN, para Dosen Pem-bimbing, ataupun mahasiswa sendiri yang pada gilirannya akanmengalami KKN di kota Yogyakarta. Karena KKN UIN dalam3 tahun ke depan masih berlokasi di sekitar kota Yogyakarta, ber-dasarkan MoU dengan pemkot yang menyepakati tentang KKNberwawasan Lingkungan.

B. Indonesia dan Kuliah Kerja nayata

Jika ada statemen bahwa KKN merupakan produk asli In-donesia, hal itu bisa diterima karena PT yang memasukkan

184

Page 5: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

mated KKN sebagai intrakulikuler telah mengatur mekanismedan persiapan formal lainnya dengan rapi. Bentuk pengabdianyang diartikulasikan dalam KKN seperti aturan tinggal (stay)selama dua bulan bersama/di masyarakat telah membedakansecara partikular dengan bentuk-bentuk program kampuslainnya seperti Praktik Kerja Lapangan (PKL). PT luar negeri punbelum ditemukan praktik KKN seperti yang dilakukan di In-donesia. KKN mempunyai dimensi lebih dalam aspek inter-aksi dan keterlibatan langsung dengan masyarakat. Setidaknyabegitulah rasa dan suasana KKN yang melekat di benak maha-siswa eks KKN sejauh ini.

Secara historis KKN telah menyajikan sebuah dinamikayang kompleks dan menantang baik bagi PT ataupun maha-siswa yang bekerja di dalamnya. Karena dalam konteks ini,KKN, yang notabene adalah mahasiswa dari PT atau universi-tas yang hanya mengenal dan menguasai teori, diharapkan terusmenjalin sinergi dengan perkembangan sosial masyarakatkontemporer. Sehingga komunikasi yang didasarkan atas pem-bacaan ilmiah antara dunia akademik dengan dunia riil masya-rakat bisa mengatasi kesenjangan peran dan peranan PT di matamasyarakat Indonesia sendiri. Saya menilai pilihan untuk KKNbagi PT atau universitas adalah sebuah langkah pristisius yangmulia dan elegan. Karena dengan menerjunkan mahasiswa KKNke sebuah area maka proses pembelajaran tentang fenomenadan realitas sosial di lapangan akan cepat terjadi. Pematanganyang bersifat empirisme seperti itu akan melahirkan sebuahperspektif kokoh dan dapat menjadi bahan dalam sebuah pe-nelitian lebih lanjut, sebagai suatu bangunan dan konstruksiteori menuju tesis yang dapat dipelajari oleh banyak pihak.

Ketika universitas-universitas penting di Indonesia meng-gagas KKN seperti Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Uni-versitas Andalas (Padang) dan Universitas Hasanudin (UjungPandang/ Makassar) di awal tahun 1970-an, eksistensi PT dalammengamalkan Tri Dharma-nya sudah mulai terbaca. Karena

185

Page 6: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

praktik pengabdian di lapangan, jika bukan melalui tenagaKKN, masih sangat minim realiasi yang dirasakan langsung olehmasyarakat sebagai mitra sinergis dunia kampus. Meskipunsudah mulai bertumbuhan pusat-pusat studi yang dikern-bangkan oleh PT dan universitas terkenal di negeri ini sepertiPusat Studi Pedesaan dan sebagainya, ternyata kehadirannyamasih belum dirasakan oleh masyarakat. Apalagi dalam per-jalananya, lembaga-lembaga tersebut mulai terperosok menjadiLSM (NGOs) pesanan yang haus kegiatan sehingga paradigmayang dikembangkan pun mengarah kepada kepentingan materidan uang (money oriented). Dalam kondisi demikian, sangat sulitgagasan atau hasil penelitian yang ditelorkan oleh duniaakademik bermanfaat secara merata ke dunia riil, yaitu masya-rakat itu sendiri.

KKN di PT Indonesia bagi saya adalah sebuah keniscayaandari kultur masyarakat yang hidup secara gotong royong satusama lain. Masyarakat Indonesia sudah mengenal semangat darikultur gotong royong ini sejak dahulu kala, terutama sebagaimanifestasi dari rasa satu nasib dan seperjuangan di bawahtindasan penjajahan yang panjang di Tanah Air ini. Semangatgotong royong kemudian dipolarisasi dalam ranah politikkabinet seperti dalam kabinet Megawati, yang dikenal dengannama " Kabinet Gotong Royong". Upaya tersebut adalah sebentukinterpretasi kita terhadap tradisi dan kebudayaan yang ada sejaknenek moyang. Interpretasi semacam itu harus diapresiasimenuju pembelajaran bagi bangsa yang berdaya, cerdas, danmandiri ke depan.

Jadi, hadirnya KKN di Indonesia bukanlah lahir dari ruanghampa, namun ia lahir sebagai perwujudan dari pergulatankebudayaan manusia-manusia Indonesia itu sendiri dari prosesdeliberasi yang intens. Maka sangat tepat jika pekerjaan luhurini harus dirawat dan dikembalikan kepada spirit awal, sebagai

186

Page 7: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

saham mahasiswa khususnya terhadap proses pembangunan2.Spirit ini pada gilirannya akan menjadi landasan yang memberi-kan ruang pemaknaan yang intens di lapangan, baik diimple-mentasikan melalui prograrn-prograrn KKN ataupun melaluitim khusus yang bisa mengomunikasikannya.

C. KKN Konvensional: Sebuah Kritik

Di atas telah saya uraikan sesuai yang saya tahu tentangapa itu "KKN konvensional". Istilah konvensional terkesanambigu dan tidak jelas jika ditarik dalam konteks KKN sebagai"diskursus" atau "proses menjadi" (being). Pertanyaannya:apakah tidak ada perkembangan progresif tentang KKN ketikadisinggungkan dengan fenomena sosial masyarakat yangberubah? Apakah KKN UIN Sunan Kalijaga hanya mengambilgaya positivis-formal sejak duhulu kala tanpa ada pembacaankritis terhadap fenomena sosial yang tengah terjadi? Padahal,perubahan sosial masyarakat dewasa ini begitu cepat dan siapapun atau apa pun bisa jauh terlampaui—dari modern menjadipostmodern, dengan dipadani lahirnya istilah post, pasca, ataubahkan beyond. Hal ini menunjukkan betapa kilatnya manusia-manusia postmodern dengan teknologi sebagai pembung-kusnya yang gempita abad ini. Terma masyarakat yang berlari,meminjam tesis Anthony Giddens, untuk memaknai peralihanyang kompleks dari modern ke postmodern harus disiasatisecara cepat oleh dunia civitas akadika agar terjadi sinkronisasiantara teori dengan realitas sosial indonesia.

2 Lihat buku Pedoman Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Islam NegeriSunan Kalijaga Yogyakarta (2009); hal 1. Saya menginterpretasi kata "pem-bangunan di sini bukan sebagai kata warisan Orde Baru. Meskipun pada awal-nya mempunyai korelasi ke sana, namun "pembangunan" harus dipahami sebagaisebuah proses sinergi dan bersama antara dunia kampus dengan masyarakatsendiri. Di sini pembangunan oleh massa (dalam artian dilakukan oleh people)bukan pembangunan massal, seperti dilakukan oleh Mahatma Gandhi, harusmenjadi landasaannya. Dalam konteks ini, relasi kemitraan dan prosessinergisasi akan tercapai antara dunia kampus, sebagai kaum terdidik yang bisamemetakan sebuah persoalan, dengan masyarakat sendiri yang posisinya harusdisejajarkan sebagai partner.

187

Page 8: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

Jadi bagi saya kata konvensional sudah tidak berlaku lagidi era ini. Istilah konvensional adalah warisan kaum positivis-formal yang berpradigma strukturalis murni. Jika KKN UINmasih berpijak kepada persepsi konvensional-klasik3, ketikadiujicobakan di area kota seperti yang saya alami selama KKNangkatan ke-67, misunderstanding dan ketidakrelevanan sangatterasa. Bahkan jarang ada komunikasi sinergis antara mahasiswadengan masyarakat yang bergulir secara intens dan akrab.

Kata konvensional adalah adjektiva dari konvensi yang ber-asal dari bahasa Latin conventio (berarti meeting atau covenant).Covenant mempunyai arti yang cukup radikal dan serius yaituperjanjian serius (solemn agreement) yang dalam konteks teologiKristiani disebut sebagai an agreement held to be basis of a relation-ship of commitment with God*. Dalam Kamus Besar Bahasa Indo-nesia kata konvensional mempunyai arti 1. Permufakatan (kese-pakatan) umum (terutama mengenai adat, tradisi, dsb); 2. Per-janjian antara negara-negara, para penguasa pemerintahan, dsb;dan 3 konferensi tokoh-tokoh masyarakat atau partai politikdengan tujuan khusus (memilih calon-calon buat pemilihananggota). Konvensional pada gilirannya akan menjadi main-stream dan narasi besar (grand narration) dalam semua aspek yangditerima dan dijelankan secara problematik. Maka dari itu, KKNalternatif, seperti yang dilakukan oleh UGM khususnya dengan"KKN tematik"-nya, bisa menyelamatkan dari grand narrationitu.

Bagi saya kata konvensional dekat dengan makna "kom-promi". la bertendensi kurang kritis karena mempunyai pe-maknaan kompromis dan pro-kemapanan, atau bahkan kon-servatif. Gaya ini hampir bisa dikategorikan dalam sistem

3 Saya katakan konvensional-klasik karena metode(logi) KKN seperti inisudah sejak awal menjadi model KKN UIN Sunan Kalijaga tanpa ada prosessinergisasi kritis dengan problem-problem mendasar dan fenomena sosialmasyarakat.

4 Lihat dalam Concise Oxford Dictionary - Tenth Edition (versi digital)

188

Page 9: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

masyarakat feodal yang semuanya mendahulukan unsur kom-promi dan nominasi kemapanan kelas elit meskipun kenyata-annya penuh dengan ketimpangan yang akhirnya berbias des-kriminasi di dalamnya. Sudah jelas mazhab Frankfurt (Frank-fort Schools), sebagai kaum neo-Marxist yang dimotori Adornodan Habermas akan mengejek kemapanan dan kompromi denganmenawarkan teori kritis sebagai kegiatan ilmu pengetahuanyang menjadi sumbangsih penting abad ini. Karena faktanya,persepsi konvesnisonal tidak menyelamatkan kehidupan sosialmasyarakat, dan justru sebaliknya ia akan akan melahirkan pem-belengguan dan penjumudan (frozen) di mana kritsisme matiterkubur di dalamnya.

Ketidakrelevanan bentuk KKN yang ditawarkan UIN SunanKalijaga sejauh dapat saya temukan ketika objek dan sasarannyaadalah kota. Maka dari itu, pihak-pihak yang bertanggung jawabdalam pelaksanaan KKN UIN harus mempersiapkan diri denganobservasi yang bernas dan ilmiah dalam memahami danmemberikan respon terhadap fenonema sosial kota. SehinggaKKN UIN Suka tidak terjerumus menjadi semacam tradisi danritual hampa yang hanya dilakukan untuk memenuhi per-syaratan SKS belaka.

D. Memahami Kota

Memahami kota adalah memahami konteks. Konteks dalamartian sebuah arena dan ruang publik dimana proses KKN sedangdilangsungkan. Untuk menyiasati KKN di kota agar mempunyaiperan dan manfaat yang dibutuhkan oleh masyarakat kotasecara substantif maka dibutuhkan pendekatan pemahamanterhadap kota (understanding city) dan struktur sosial yang adadi dalamnya. Setiap kota mempunyai akar sejarah dan budayamasing-masing. Sehingga pendekatannya pun akan senantiasaberagam sesuai dengan situasi empirik kota itu sendiri.

189

Page 10: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

Dalam sebuah memoarnya yang monumental, OrhanPamuk, novelis peraih Nobel Sastra 2006 asal Turki, menuliskantentang kota Istanbul dalam buku Istanbul: Memoar sebuah Koto.Refleksi kritis yang dituliskan Pamuk yang bisa diambil dalamkonteks kajian ini adalah tentang sebuah lanskap kebudayaandan peradaban sebuah kota. Kebudayaan atau peradaban kon-temporer sebuah kota, bagi Pamuk, dibentuk oleh sejarah masasilamnya yang akan menjadi memori kolektif bagi sebuah bangsa.Sehingga pendekatannya pun diperlukan tentang pemahamanakar tradisi dan kebudayaan yang telah melekat dan menjadiidentitas bagi sebuah kota.

Yogyakarta, dalam beberapa hal terutama dalam aspektradisi dan kebudayaannya yang kuat dan khas, mempunyaikorelasi dengan Istanbul. Namun bedanya, Istanbul sudah di-rasuki model modernitas Barat (Eropa) yang mudah mulaidominan sehingga budaya setempat terus terkikis, sementaraYogyakarta masih lebih stabil dan ajeg dalam menjaga tradisilokalnya. Namun, tesis yang bisa diambil adalah tentang pema-haman komprehensif ihwal tradisi dan budaya yang menjadiakar sebuah kota.

Setelah itu, pembacaan berikutnya adalah terletak kepadaproses asimiliasi budaya setempat dengan faktor-faktor ekster-nal yang mulai masuk di Yogyakarta. Komodifikasi budaya diYogyakarta mulai menjadi trend tersendiri yang akhir-akhir inimeruntuhkan keajegan tradisi yang dijaga kraton sebagai simbolkota Yogyakarta. Maraknya budaya luar, dengan ongkos glo-balisasi yang sangat murah, ternyata gampang diterima (accept-able) oleh penduduk pendatang (baca: mahasiswa) Yogyakartasehingga kota gudeg ini pun menjadi arena kontestasi ekonomikonsumsi yang tinggi sekali dengan model-model terbaru yangmudah diakses.

Dua sisi di atas, antara defense tradisi dan industri-market,menyajikan kerumitan tersendiri untuk dikaji menurut studisosio-kultural. Inilah kemudian yang membuat kegiatan penye-

190

Page 11: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

lidikan (inquiry) terhadap fenemena sosial kota Yogyakartamenjadi menarik dan membutuhkan kerja ekstra para penelitidari dunia akademik, sebelum kemudian menerjunkan maha-siswa ke lapangan.

Dalam teori sosiologi, kota, meminjam pemetaan EmileDurkheim, selalu dekat dikategorikan sebagai masyarakatorganik. Solidaritas yang berkembang pun adalah solidaritasyang berdasarkan kepada sistem dan strata sosial yang ketatdan struktural-formal. Ciri yang masih relevan dengan masya-rakat Indonesia sekarang adalah bentuk interaksi yang ekslusif-formalistik. Di samping itu, mobiliasi sosial dititikberatkan ke-pada hukum formal yang berlaku karena indvidu-individu dikota mempunyai intensitas kesibukan sendiri-sendiri sehinggasikap egois dan acuh terhadap lingkungan sekitar terasa kentara.

Sementara desa adalah fenomena sebaliknya. la menjadiarea kerja kolektif-massa dimana kebersamaan dan gotongroyong menjadi basis dalam setiap aktivitas mereka. Masyarakatyang hidup di area ini berkembang secara mekanis dengan prosesinteraksi sosial yang mendahulukan kekuatan kolektivisme.Sehingga di sini hampir tidak ditemukan kepentingan indivi-dual di atas kepentingan komunal-kolektif. Suasana yang ber-kembang dalam konteks ini adalah sikap deliberatif yang men-jadi dasar kebersamaan mereka di desa.

Suatu tesis yang penting diangkat dalam rangka mema-hami kota secara lebih komprehensif adalah dari sosiolog ke-lahiran Spanyol Manuel Castells (1942) yang dikenal sebagaipelopor sosiologi urban melaui karyanya berjudul"Tte City andThe Grass Roots (1983). Dalam buku ini, Castells menganalisiskota sebagai kreasi warga (creation of people), yaitu gerakan akarrumput perkotaan. Castells menekankan kepada penafsiran danpersepsi kota di mata penduduknya dimana tindakan merekamerupakan cermin dari proses kontruksi antara penduduk kotadengan ruang (space) kota sendiri.

191

Page 12: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

Secara serius karya monumental Castells The City and tlieGrassroot menganalisis tentang studi komparatif terhadapgerakan-gerakan sosial perkotaan dan pengorganisasian masya-rakat akar rumput yang didasarkan pada penelitian empiris diPerancis, Spanyol dan Amerika Latin.5 Di sinilah posisi kreasiwarga itu, di mana kebudayaan dan gerakan sosial warga kotaterletak kepada pergumulan warganya (grassroot) melaluiinteraksi yang berdasarkan kepada pengalaman dan ilmupengetahuan mereka. Lemahnya, Castells tidak mempresen-tasikan esensi ekologi sebagai bagian penting dalam membentukkarakter dan gerakan sebuah kota. Padahal posisi ekologi per-kotaan dewasa ini sangat menentukan dalam proses konstruksikota itu sendiri.

Ketika kita memahami bahwa kota adalah merupakanwujud kreasi dari orang-orang yang berdiam di dalamnya, pen-dekatan-pendekatan komprehensif untuk membongkar fene-moena itu harus dipersiapkan demi kematangan mahasiswadalam pelaksanaan KKN selanjutnya. Pendekatan sosiologispenting dikerahkan dalam upaya menemukan aspek-aspekkritis dan krusial di balik kehidupan kota. Sejauah saya mema-suki area kota dalam pelaksanaan KKN kali ini, saya mene-mukan beberapa catatan tentang fenemena masyarakat urbandi kelurahan Kricak kecematan Tegalrejo.

Pertama strata sosial masyarakat kota. Di Kricak ada duastrata sosial yang secara gamblang dapat kita identifikasi danmemberikan pengaruh kuat kepada interaksi dan solidaritassosial antar penduduk, yaitu antara kelas elit dan kelas buruh. Dalamhal ini saya tidak hendak membicarakan tentang kelas socialala Karl Max, tapi yang jelas berdasarkan pembacaan saya ter-hadap masyarakat Kricak menemukan fenemena tersebut. Duakelas di atas secara ketat mempengaruhi paradigma masyarakat

5 Akses lebih lanjut di: http://iwvw.kainpas.com/kompas-cetak/04iQ2/2l/pustaka/869413.htm

192

Page 13: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

kota itu sendiri dalam proses memahami, interaksi, atau pene-rimaan terhadap orang lain. Pertama adalah kelas elit. Elit disini saya artikan secara luas dan tidak ketat, yaitu mereka yangmempunyai tingkat pendidikan tinggi dan sealigus mempunyaipekerjaan mapan. Masyarakat yang masuk kelas ini biasanyamempunyai kesibukan yang ekstra dan bahkan jarang mem-pedulikan lingkungan sekitar.

Kelas ini biasanya lebih ekslusif dalam bergaul dan jarangmempunyai waktu untuk mengaktualisasikan diri denganlingkungan sekitarnya. Kedua adalah kelas buruh. Mereka ada-lah penduduk kota yang tinggal seadanya dan kebanyakan be-kerja serabutan. Meskipun ada yang bekerja dengan waktu yangteratur, namun penghasilan mereka hanya cukup untuk ke-hidupan mereka sehari-hari. Manusia yang ada dalam ketegoriini biasanya lebih banyak bertemu dengan mahasiswa KKN,namun mereka juga mempunyai pemahaman yang sama dalamhal materi (kerja, uang, dan kekayaan) dengan kelas elit. Se-hingga obsesi mereka mempunyai pengaruh terhadap interaksidan harmonisasi antarmasyarakat sendiri. Mereka banyakmengabaikan aspek-aspek sosial yang berkaitan dengan nilaifilantropis, selain hanya memenuhi kewajiban secara struktur-formal saja.

Bagi masyarakat tipe pertama di atas, implikasi logisnyaadalah kepada kesenjangan sosial sangat dominan. Pendekatanyang dipakai dalam mengakomodasikan fenomena di atastidaklah mudah karena hal ini terkait dengan pengalaman danproses interaksi yang telah menjadi karakter kota sejauh ini.Sehingga program KKN yang hanya memberikan pintu dan akseskepada satu golongan kelas, bersiaplah untuk tidak direspon.Sementara di pihak Iain, pengalaman dan ilmu dari kalanganelit yang jelas tidak seimbang (balance) dengan kelas buruh jugamenjadi obstruksi dalam mengupayakan sinergisitas keduanya.Di sinilah salah satu kerumitan pengalaman saya di lapangan.

193

Page 14: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

Kedua agresif itas kota. Kita harus paham bahwa kota adalaharena kontestasi yang nyata, baik secara ekonomi, politik, atau-pun sosial. Dengan disokong akses kepada kota Yogyakarta,masyarakat pinggiran kota banyak menggantungkan kehidup-annya kepada irama kota sehingga pengaruh-pengaruh negatifdi balik agresifitas kota, yang sebenarnya membutuhkan filte-risasi, ditelan secara mentah di tengah keterbatasan ilmu dankreativitas masyarakat kota. Dalam memahami masyarakat kotaripe kedua di atas dibutuhkan pemetaan yang rigid ihwal masa-lah prioritas dan tidaknya yang nantinya bisa ditawarkan se-bagai kegiatan KKN. Aspek-aspek kegiatan yang mempunyainilai perubahan dan sesuai dengan kebutuhan mereka di tengahwaktu yang sempit di atas, sangat menentukan dalam prosespenerimaan penduduk setempat dengan program KKN yangditawarkan.

Ketiga tingkat pendidikan masyarakat kota. Masyarakatkota Yogyakarta yang menjadi sasaran KKN UIN Suka kali inimempunyai akses dunia pendidikan yang cukup. Mereka mem-punyai kecakapan dalam hal menguasai teknologi informasi danmempunyai peran partisipasi yang lebih dominan dalam setiapaktfitasnya. Bagi masyarakat seperti, penawaran program yangkreatif-inovatif sangat ditunggu. Namun, jika program yangditawarkan oleh mahasiswa KKN sudah out of date bersiaplahditinggalkan dan bahkan tidak ada respon sama sekali darimasyarakat setempat.

Dalam kondisi masyarakat seperti ini, pendekatan KKNkonvensional UIN Suka ternyata belum menemukan relevan-sinya yang tepat sasaran. Maka dari itu kita membutuhkan pen-dekatan baru dalam palaksanaan KKN di kota, dimana pen-dekatan tersebut menjadi jalan yang seirama terhadap prosespembangunan kota ke depan. Sehingga masyarakat kota bisamenerima dengan mudah dan memberikan ruang kreatif bagibagi mahasiswa KKN.

194

Page 15: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

E. Paradok UIN Sunan Kalijaga Vesrsus Filantrofi LPM

1. DPL (Dosen Pembimbing Lapangan)

Di tengah pelaksanaan KKN saya menemukan masalahmendasar yaitu ihwal posisi DPL (Dosen Pembimbing Lapang-an) yang tugasnya mendampingi mahasiswa dan memberikanarahan konstruktif di lapangan. Namun, peran DPL, sepertiyang saya ketahui dari beberapa pertemuan saya dengankelompok-kelompok KKN lain, tidak maksimal. Bahkan adaDPL yang tidak pernah mengunjungi kelompok-kelompok KKNdi lapangan. Sementara, menurut hasil survey yang sayalakukan kepada peserta KKN angkatan 67, kehadiran DPL rata-rata hanya 4 kali sampai 6 kali. Dan kelompok saya di Kricak 8,DPL hanya dating dua kali ke lapangan dan itupun tidakmemberikan warana apa-apa bagi proses pelaksanaan programkerja kami. Sementara kewajiban DPL, seperti sudah di-amanahkan UIN, adalah 9 kali datang ke kelompok-kelompokKKN.

Saya anggap hal di atas sebagai masalah prinsipil di inter-nal UIN dan LPM sendiri. Selesai audensi saya dengan jajaranLPM, saya mulai memahami beberapa anomali yang padapraktiknya sangat tidak kritis dan bahkan bisa dibilang naif bagiuniversitas sebesar UIN, atau mungkin ini terjadi di universi-tas lain di Indonesia yang melaksanakan program KKN. MenurutLPM, seperti disampaikan dalam audensi, para DPL yang sudahjelas dengan definisi Dosen Pembimbing Lapangan, tidakdiberikan cum credit dengan materi yang berbobot 4 SKS ini.

Bagi saya, semestinya KKN harus menjadi Mata Kuliah(MK) yang juga sama nilainya dengan MK pengajaran di kam-pus, sehingga DPL mendapatkan jatah SKS dari KKN, dansekaligus ini akan memberikan nilai kredit plus bagi proseskenaikan pangkat (rangking bagi dosen PNS). Kebijakan yangberjalan sejauh ini harus dikaji ulang oleh pihak UIN sendiri,demi memberikan penghargaan dan kepercayaan kepada para

195

Page 16: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

dosen yang mengabdikan diri di ranah pengabdian melaluimenjadi DPL KKN tersebut. Sehingga tidak ada alasan lagi bagiDPL untuk tidak rajin datang dan melaksanakan tugas ke-DPL-an secara maksimal, di samping kesejahteraannya harus di-perhatikan juga.

2. LemlitvsLPM

Lembaga Penelitian (Lemlit) dan Lembaga Pengabdiankepada Masyarakat (LPM) sejatinya harus harmonis atau kalauboleh harus berada dalam "satu-rumah" demi tercapainyasinergi sehinga bisa merekam perkembangan apa yang terjadidi ranah (hasil) peneltian dengan fenomena terbaru apa yangterjadi di lapangan (melalui hasil interaksi pengabdian). Menya-tunya dua lembaga ini di samping merampingkan birokrasi jugamemudahkan sistem kerja yang maksimal karena dua lembagaini, bagi saya, ibara dua mata pisau yang saling mengisi keber-adaannya.

Namun aneh sekali, bagi saya, jika dua lembaga di atasdipisahkan seperti terjadi di UIN Sunan Kalijaga sendiri. Entahparadigma apa yang dipakai mereka, para stakeholders UIN,dalam menyikapi dan menyusun cara kerja penelitian dan peng-abdian kepada masyarakat. Yang jelas, integrasi dan inter-koneksi menuju kinerja yang sinergis membutuhkan kesamaanvisi dan misi yang jelas di antara lembaga di bawah UIN.

Sebuah paradoks akan cepat terasa ketika kita melihat lebihdekat dengan kondisi LPM UIN Sunan Kalijaga sendiri: kantoryang sempit, fasilitas terbatas, kesejahteraan tidak terjamin, danapresiasi secara legitimet dari lembaga lain di UIN. PadahalLPM adalah cermin dari Tri Dharma nomor tiga yang keber-adannya dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Jika di lemlitbanyak hibah uang penelitian, apa yang ada di LPM? Fakta iniadalah anomaly, bagi saya, untuk UIN Sunan Kalijaga.

196

Page 17: Menuju KKN UIN Sunan Kalijaga yang Responsip-Kontekstual

3. Filantropi LPM

LPM, dengan misi pengabdian kepada masyarakat daridunia akademik, bagaimana pun harus diprtahankan entahbagaimana pun bentuknya. Misi filantrofis yang telah dilak-sanakan sejauh ini baik melalui KKN atau desa binaan yangbanyak dikelola LPM adalah sebentuk pengabdian yang sejati-nya menjadi justifikasi dari Tri Dharrna FT yang diartikulasikansecara tepat oleh LPM.

Namun begitu, pembacaa kriris terhadap fenomena socialmasyarakat juga harus menjadi agenda utama senbelum nantiterjun langsung ke lapangan. Maka dari itu, penting adanyalembaga penelitan yang memberikan akses dan informas ten-tang kondisi riil terbaru di lapangan.

F. Penutup: Menuju KKN Responsif-Kontekstrual

Poin inilah yang sangat saya harapkan terwujud dari KKNUIN Sunan Kalijaga ke depan. KKN yang responsif adalah KKNyang telah melewati pembacaan dan penelitian terhadapfenomena terbaru di lingkungan sosial masyarakat sehinggaimpact yang diterima oleh dunia kampus bisa sesuai dengankondisi riil yang dibutuhkan seuatu masyarakat. Untuk menujufase ini dibutuhkan proses komunikasi deliberatif yang meli-batkan banyak pihak terutama stakeholder masyarakat sendiri.

Dari proses responsi terhadap fenomena sosial yang adadi lingkungan sosial, maka proses kontekstualisasi antara teoridengan fakta di lapangan bisa bertemu. Sehingga kegiatan-kegiatan KKN yang berbasis respon dan kontekstualisai darikondisi riil di lapangan bisa menjadi media bisa dikembangkandalam KKN UIN di kota dalam 3 tahun ke depan.

Bernando J. Sujibto: adalah peserta KKN angkatan 67,mahasiswa Prodi Sosiologi FISHUM UIN Sunan Kalijaga,pemenang pertama Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) TingkatMahasiswa PTIN/PTIS se-Indonesia 2009.

197