meningoencephalocele case report

18
Awake Intubation for Neonate with Meningoencephalocele A Case Report Emilzon Taslim Departement of Anesthesiology and Intensive Care, Faculty of Medicine, Andalas University – dr. M. Djamil Hospital. Jl. Perintis Kemerdekaan, Jati, Padang 25128. ABSTRAK Meningoensefalokel adalah salah satu bentuk cranium bifidum yang terjadi akibat defek tabung neural disrafik. Anomali ini termasuk kasus bedah mendesak dan harus dikoreksi dalam usia beberapa hari untuk mencegah infeksi dan kerusakan jaringan saraf lebih lanjut. Kami melaporkan sebuah kasus meningoensefalokel regio frontal pada neonatus usia 8 hari. Pada pasien ditemukan benjolan di dahi sampai hidung sejak lahir ukuran kira-kira sebesar kepala bayi ukuran 19 x 13 x 10 cm, konsintensi kenyal, permukaan licin. Risiko anestesi seperti berat badan lahir kurang, ketuban bercampur mekonium, skor Apgar buruk, kejang, sianosis, kelainan jantung, kelainan buang air besar tidak ditemukan. Risiko intubasi seperti malampati tidak ditemukan. Pasien direncanakan operasi cell plasty dan dipuasakan 4 jam sebelum operasi. Berdasarkan anatomi, fisiologi, patologi, psikologi, dan farmakologi pada neonatus, pengelolaan anestesi dilakukan dengan premedikasi sulfas atropin 0,1 mg; teknik anestesi semi open jacksional Rees intubasi secara sadar, ETT no. 3,5, dan induksi inhalasi O 2 : N 2 O : Sevofluran; serta maintenance O 2 : N 2 O : Sevofluran. Operasi cell plasty berlangsung selama 75 menit, kemudian dilakukan ekstubasi dan pasien dirawat di NICU. Selama 2 hari rawatan di NICU pasien stabil, kemudian dipindahkan ke ruang rawatan perinatologi. Pertimbangan dilakukannya intubasi secara sadar pada pasien ini adalah risiko tinggi terjadinya aspirasi dan kemungkinan sulitnya mengendalikan ventilasi pada neonatus. Kata kunci: meningoensefalokel, neonatus, intubasi secara sadar. ABSTRACT Meningoensefalocele is a kind of cranium bifida caused by dysraphism of neural tube. This anomaly was included as urgent surgical case and should be corrected within a few days of age to prevent infection and further damage of nerve tissue. We reported a case of meningoensefalocele in frontal region of 8 days neonate. Patient had a persisted lump from forehead to nose since birth in amount of approximately baby's head, measured 19 x 13 x 10 cm, springy, slippery surface. Risks of anesthesia such as less of birth weight, meconial amnion, 1

Upload: meiustia-rahayu-md

Post on 26-Oct-2015

95 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Meningoencephalocele, Frotal Region, Dysraphism, Case Report, Awake Intubation, Neonate

TRANSCRIPT

Page 1: Meningoencephalocele Case Report

Awake Intubation for Neonate with Meningoencephalocele A Case Report

Emilzon TaslimDepartement of Anesthesiology and Intensive Care, Faculty of Medicine, Andalas University – dr. M. Djamil Hospital. Jl. Perintis Kemerdekaan, Jati, Padang 25128.

ABSTRAK

Meningoensefalokel adalah salah satu bentuk cranium bifidum yang terjadi akibat defek tabung neural disrafik. Anomali ini termasuk kasus bedah mendesak dan harus dikoreksi dalam usia beberapa hari untuk mencegah infeksi dan kerusakan jaringan saraf lebih lanjut.

Kami melaporkan sebuah kasus meningoensefalokel regio frontal pada neonatus usia 8 hari. Pada pasien ditemukan benjolan di dahi sampai hidung sejak lahir ukuran kira-kira sebesar kepala bayi ukuran 19 x 13 x 10 cm, konsintensi kenyal, permukaan licin. Risiko anestesi seperti berat badan lahir kurang, ketuban bercampur mekonium, skor Apgar buruk, kejang, sianosis, kelainan jantung, kelainan buang air besar tidak ditemukan. Risiko intubasi seperti malampati tidak ditemukan. Pasien direncanakan operasi cell plasty dan dipuasakan 4 jam sebelum operasi.

Berdasarkan anatomi, fisiologi, patologi, psikologi, dan farmakologi pada neonatus, pengelolaan anestesi dilakukan dengan premedikasi sulfas atropin 0,1 mg; teknik anestesi semi open jacksional Rees intubasi secara sadar, ETT no. 3,5, dan induksi inhalasi O2 : N2O : Sevofluran; serta maintenance O2 : N2O : Sevofluran. Operasi cell plasty berlangsung selama 75 menit, kemudian dilakukan ekstubasi dan pasien dirawat di NICU. Selama 2 hari rawatan di NICU pasien stabil, kemudian dipindahkan ke ruang rawatan perinatologi. Pertimbangan dilakukannya intubasi secara sadar pada pasien ini adalah risiko tinggi terjadinya aspirasi dan kemungkinan sulitnya mengendalikan ventilasi pada neonatus.

Kata kunci: meningoensefalokel, neonatus, intubasi secara sadar.

ABSTRACT

Meningoensefalocele is a kind of cranium bifida caused by dysraphism of neural tube. This anomaly was included as urgent surgical case and should be corrected within a few days of age to prevent infection and further damage of nerve tissue.

We reported a case of meningoensefalocele in frontal region of 8 days neonate. Patient had a persisted lump from forehead to nose since birth in amount of approximately baby's head, measured 19 x 13 x 10 cm, springy, slippery surface. Risks of anesthesia such as less of birth weight, meconial amnion, poor Apgar score, seizure, cyanosis, cardiac abnormalities, abnormal bowel were not found. Risk of intubation as malampaties were not found. Patient has planned to undergo cell plasty and fasted 4 hours before surgery.

Based on anatomy, physiology, pathology, psychology, and pharmacology in neonate, management of anesthesia performed as premedication with sulfas atropine 0.1 mg; semi-open jacksional Rees techniques of awake intubation, ETT no. 3.5, and induction with inhaled anasthesia O2 : N2O : Sevoflurane, continued by maintenance O2 : N2O : Sevoflurane. Cell plasty operation lasted for 75 minutes, patient was extubed, then patient transferred to NICU. Treated 2 days in the NICU, patient was stable, then transferred to care perinatology care unit. Considerations to performed awake intubation in this patient were high risk of aspiration and ventilation control difficulty in neonate.

Keywords: meningoencephalocele, neonate, awake intubation.

1

Page 2: Meningoencephalocele Case Report

PENDAHULUAN

Defek tabung saraf, yang dikenal sebagai dysraphism, mielodisplasia, atau spina bifida, disebabkan oleh ketidaksempurnaan fusi struktur garis tengah tubuh akibat gagalnya penutupan tabung saraf oleh lempeng raphe secara sempurna selama perkembangan janin.1 Dysraphism pada tulang tengkorak memungkinan terjadinya herniasi jaringan melalui defek pada tulang tengkorak yang persisten setelah janin lahir sebagai kranium bifida. Meningoensefalokel adalah salah satu bentuk kranium bifida yang terdiri dari meningokel yaitu herniasi duramater dengan cairan serebrospinal di dalamnya serta ensefalokel yaitu herniasi bagian otak, baik serebrum, serebelum, atau dapat pula batang otak, yang dilingkupi oleh piamater dan araknoid.2,3

Insiden kasus meningoensefalokel sebanyak satu dari 3.000 sampai 10.000 kelahiran hidup,3,4 sekitar seperlimabelas hingga sepersepuluh insiden kasus spina bifida yaitu 5-10 per 10.000 kelahiran hidup.1 Meningoensefalokel regio oksipital lebih umum ditemukan di Eropa dan Amerika, sedangkan meningoensefalokel regio frontal lebih umum ditemukan di Asia Tenggara.5 Meningoensefalokel termasuk kasus bedah mendesak dan harus dikoreksi dalam usia beberapa hari untuk mencegah infeksi dan kerusakan jaringan saraf lebih lanjut.1

Anestesi pada neonatus berbeda dengan anestesi pada dewasa karena perbedaan anatomi, fisiologi, patologi, psikologi, dan farmakologi. Bayi lebih mudah mengalami hipoglikemia, hipotermia atau hipertermia, dan bradikardi dengan

segala akibatnya. Parasimpatis lebih dominan serta morbiditas dan mortalitas tinggi.4,6 Keadaan seperti kebocoran cairan serebrospinal atau adanya ruptur frank dural yang menyebabkan gangguan volum intravaskular dan elektrolit harus diperbaiki pada preoperasi. Posisi yang tepat selama induksi dan intubasi harus dipertimbangkan untuk mencegah kerusakan akibat terpaparnya jaringan saraf. Pada neonatus intubasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya intubasi dalam keadaan sadar yang dilakukan pada pasien dengan usia kurang dari sepuluh hari.3,7

LAPORAN KASUS

Seorang neonatus perempuan berusia 8 hari didiagnosis dengan meningoensefalokel dan direncanakan untuk operasi cell plasty pada tanggal 26 September 2011. Pasien dibawa berobat ke rumah sakit karena benjolan di dahi sampai hidung sejak lahir ukuran kira-kira sebesar kepala bayi. Berat badan lahir 3000 gram, ketuban jernih, dan langsung menangis. Riwayat kejang tidak ada, sesak nafas tidak ada, biru pada bibir dan ujung-ujung jari tidak ada. Buang air besar dan buang air kecil biasa.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup aktif, nadi 120 kali per menit, nafas 35 kali per menit, suhu 36,5 oC, berat badan 3000 gram, dan panjang badan 47 cm. Kepala terdapat benjolan pada daerah dahi sampai hidung dengan ukuran 19 x 13 x 10 cm, konsintensi kenyal, permukaan licin. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Neonatus bernafas melalui hidung, dapat membuka mulut, uvula terlihat, dan leher cukup panjang. Pemeriksaan jantung, inspeksi: sianosis

2

Page 3: Meningoencephalocele Case Report

tidak ada, iktus tidak terlihat, palpasi: iktus teraba 1 jari medial linea midclavicularis sinistra RIC V, perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal, auskultasi: bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada, gallop tidak ada. Pemeriksaan paru, inspeksi: dada simetris, normochest, retraksi tidak ada, jenis pernafasan abdominotorakal, palpasi: fokal fremitus sama kiri dengan kanan, perkusi: sonor di kedua lapangan paru, auskultasi: suara nafas pokok bronkovesikuler, wheezing tidak ada, ronki tida ada. Tampak pembesaran kedua mamme dengan ukuran 3 x 2 x 1 cm, perabaan padat, permukaan rata, tidak terfiksir. Pemeriksaan neurologi: refleks Babinsky (+/+), snout (+), gasping (+/+), glabella (+), hemiparesis tidak ada, kejang tidak ada.

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hemoglobin 14,4 g/dl, hematokrit 45 %, leukosit 8000 /mm3, trombosit 353.000 /mm3, Na+ 133 mmol/L, K+ 4,0 mmol/L, Cl- 102 mmol/L. Pasien digolongkan pada ASA 1.

Gambar 1. Pasien neonatus dengan meningoensefalokel.

Pengelolaan anestesi dilakukan dengan premedikasi sulfas atropin 0,1 mg;

teknik anestesi semi open jacksional Rees intubasi secara sadar, ETT no. 3,5, dan induksi inhalasi O2 : N2O : Sevofluran; serta maintenance O2 : N2O : Sevofluran. Operasi cell plasty berlangsung selama 75 menit, kemudian dilakukan ekstubasi dan pasien dirawat di NICU.

Gambar 2. Monitoring hemodinamik selama operasi.

Gambar 3. Pasien neonatus pascaoperasi cell plasty.

Pada hari pertama rawatan pascaoperasi di NICU, didapatkan skor Lockhart 10, nadi 120 kali per menit, nafas 38 kali per menit, saturasi 98 %. Hari kedua rawatan pascaoperasi di NICU, kejang tidak

3

Page 4: Meningoencephalocele Case Report

ada, pasien menangis, dan cukup aktif. Tanda vital: nadi 120 kali per menit, nafas 38 kali per menit, saturasi 98 %. Pasien kemudian dipindahkan ke ruang rawat perinatologi dengan keadaan umum stabil.

PEMBAHASAN

Meningoensefalokel adalah salah satu bentuk kranium bifida yang terjadi akibat defek tabung neural disrafik. Kranium bifida terkadang bersamaan dengan spina bifida. Insiden kasus meningoensefalokel sebanyak satu dari 3.000 sampai 10.000 kelahiran hidup,3,4 sekitar seperlimabelas hingga sepersepuluh insiden kasus spina bifida yaitu 5-10 per 10.000 kelahiran hidup.1 Meningoensefalokel regio oksipital lebih umum ditemukan di Eropa dan Amerika, sedangkan meningoensefalokel regio frontal lebih umum ditemukan di Asia Tenggara.5 Meningoensefalokel termasuk kasus bedah mendesak dan harus dikoreksi dalam usia beberapa hari untuk mencegah infeksi dan kerusakan jaringan saraf lebih lanjut.1

Pertimbangan Preoperasi

Pada evaluasi preoperasi didapatkan kesimpulan pasien tergolong ASA 1. Hal ini didasarkan kriteria American Society of Anesthesiologists, bahwa yang tergolong kelas I adalah ‘no organic, phycologic, biochemical, and phyciatric distrurbance’.2,6

Pada anamnesis didapatkan pasien lahir dengan berat badan lahir normal, spontan, dan langsung menangis, riwayat sesak nafas tidak ada, riwayat biru pada bibir dan ujung-ujung ekstremitas tidak ada, BAB dan BAK biasa. Dari pemeriksaan fisik ditemukan

tanda vital stabil dengan nadi 120 kali per menit, nafas 35 kali per menit dan suhu 36,5 oC. Jantung dan paru dalam batas normal. Laboratorium: hemoglobin 14,4 g/dl, hematokrit 45 %, leukosit 8000 /mm3, trombosit 353.000 /mm3, Na+ 133 mmol/L, K+ 4,0 mmol/L, Cl- 102 mmol/L. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium tidak ditemukan kelainan sitemik yang dapat sebagai penyulit dalam melakukan tindakan anestesi.

Anestesi pada neonatus berbeda dengan anestesi pada dewasa karena perbedaan anatomi, fisiologi, patologi, psikologi, dan farmakologi.4,6

Sistem Pernafasan

Frekuensi pernafasan neonatus lebih cepat dibanding orang dewasa, sekitar 30-40 kali per menit dengan jenis pernafasan abdominal, sehingga gangguan pada sistem ini akan sangat memudahkan terjadinya gangguan pernafasan. Epiglotis menempel pada langit-langit sehingga neonatus bernafas lewat hidung.2,8 Kepala bayi relatif lebih besar dengan oksiput yang menonjol, leher yang lebih pendek, dan lidah yang lebih besar. Akibatnya sering terjadi sumbatan pada jalur pernafasan.9

Laring pada neonatus berbeda dari orang dewasa. Laring lebih tinggi yaitu terletak setinggi C3 pada neonatus dan bayi, dibandingkan pada dewasa yaitu pada C5-6.9

Pada orang dewasa tempat tersempit aliran darah pada tingkat pita suara (gambar A), sedangkan pada neonatus atau bayi dibawah pita suara yaitu pada kartilago krikoidea (gambar B), jalan nafas yang berbentuk sirkuler pada potongan melintang sehingga

4

Page 5: Meningoencephalocele Case Report

dapat digunakan pipa endotrakea tanpa balon.2,8

Gambar 4. Perbedaan Laring orang dewasa (A) dan bayi (B).8

Jalan nafas bayi relatif lebih sempit, sehingga edema sedikit saja dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas. Ukuran endotrakeal tube sangat penting karena jika terlalu besar akan memberikan tekanan tambahan pada permukaan dalam kartilago krikoid yang mengakibatkan terjadinya edema yang bisa menyebabkan obstruksi airway pada saat tube dibuka. Ukuran kasar untuk anak normal sehat di atas usia 2 tahun dapat dihitung dengan rumus umur dibagi 4 dan ditambah 4,5, sedangkan untuk neonatus dengan berat badan 3000 gram dan usia kehamilan besar dari 38 minggu digunakan pipa yang berukuran 3,5-4 mm.2,8,9

Sistem Sirkulasi

Aliran darah fetal bermula dari vena umbilikalis, akibat tahanan pembuluh paru yang besar (lebih tinggi dibanding tahanan vaskular sistemik) hanya 10% dari keluaran ventrikel kanan yang sampai ke paru, sedangkan sisanya (90%) terjadi shunting kanan ke kiri melalui duktus arteriosus Bottali.Pada waktu bayi lahir, terjadi pelepasan plasenta secara mendadak saat

umbilical cord dipotong atau dijepit, tekanan atrium kanan menjadi rendah, tahanan pembuluh darah sistemik naik dan pada saat yang sama paru mengembang, tahanan vaskular paru menyebabkan penutupan foramen ovale (setelah beberapa minggu), aliran darah di duktus arteriosus Bottali berbalik dari kiri ke kanan. Keadaan ini disebut sirkulasi transisi. Penutupan duktus arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur bayi 10-15 jam yang disebabkan kontraksi otot polos pada akhir arteri pulmonalis dan secara anatomis pada usia 2-3 minggu.1,2

Pada neonatus, kehilangan darah, dehidrasi dan kelebihan volume sangat kurang ditoleransi. Manajemen cairan pada neonatus harus dilakukan dengan secermat dan seteliti mungkin. Tekanan sistolik merupakan indikator yang baik untuk menilai sirkulasi volum darah dan dipergunakan sebagai parameter yang adekuat terhadap penggantian volum. Autoregulasi aliran darah otak pada bayi baru lahir tetap terpelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-130 mmHg. Frekuensi nadi bayi rata-rata 120 kali per menit dengan tekanan darah sekitar 80/60 mmHg.2,8

Sistem Ekskresi dan Elektrolit

Ginjal neonatus belum matang sehingga filtrasi glomerulus hanya sekitar 30% dibanding orang dewasa. Fungsi tubulus belum matang, resorbsi terhadap natrium, glukosa, organik fosfat, asam amino, dan bikarbonat rendah. Bayi baru lahir sukar memekatkan urin, tetapi kemampuan mengencerkan urin seperti orang dewasa. Kematangan filtrasi glomerulus dan fungsi tubulus mendekati lengkap sekitar umur 20

5

Page 6: Meningoencephalocele Case Report

minggu dan kematangannya sedah lengkap setelah 2 tahun.2 Karena rendahnya filtrasi glomerulus, kemampuan mengekskresi obat-obatan juga menjadi diperpanjang. Oleh karena ketidakmampuan ginjal untuk menahan air dan garam, penguapan air, kehilangan abnormal atau pemberian air tanpa sodium dapat dengan cepat jatuh pada dehidrasi berat dan ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia.2,6

Fungsi Hati

Fungsi detoksifikasi obat masih rendah dan metabolisme karbohidrat yang rendah pula yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan asidosis metabolik. Hipotermia dapat pula menyebabkan hipoglikemia.2 Cadangan glikogen hati sangat rendah. Kadar gula normal pada bayi baru lahir adalah 50-60%. Hipoglikemia pada bayi (di bawah 30 mg%) sukar diketahui tanda-tanda klinisnya, dan diketahui bila ada serangan apnea atau terjadi kejang. Sintesis vitamin K belum sempurna. Pada pemberian cairan rumatan dibutuhkan konsentrasi dextrose lebih tinggi (10%). Secara rutin untuk bedah bayi baru lahir dianjurkan pemberian vitamin K 1 mg i.m. Penggunaan opiat dan barbiturat harus hati-hati, karena kedua obat tersebut dioksidasi dalam hati.6

Sistem Saraf

Mielinisasi pada neonatus belum sempurna, baru matang dan lengkap pada usia 3-4 tahun, sedangkan berat otak sampai 80% akan dicapai pada umur 2 tahun. Waktu-waktu ini otak sangat sensitif terhadap keadaan-keadaan hipoksia.2,3 Perkembangan yang belum sempurna pada neuromuscular

junction dapat mengakibatkan kenaikan sensitifitas dan lama kerja obat pelumpuh otot nondepolarizing. Belum sempurnanya mielinisasi dan kenaikan permeabilitas blood brain barrier akan menyebabkan akumulasi obat-obatan seperti barbiturat dan narkotik, mengakibatkan aksi yang lama dan depresi pada periode pasca anestesi.6

Persepsi tentang rasa nyeri telah mulai ada, namun neonatus belum dapat melokalisasinya dengan baik seperti pada bayi yang sudah besar. Sebenarnya anak mempunyai batas ambang rasa nyeri yang lebih rendah dibanding orang dewasa.10,11

Saraf simpatis belum berkembang dengan baik sehingga parasimpatis lebih dominan yang mengakibatkan kecenderungan terjadinya refleks vagal (mengakibatkan bradikardia; nadi <110 kali/menit) terutama bila bayi dalam keadaan hipoksia atau bila ada stimulasi daerah nasofaring. Sirkulasi bayi baru lahir stabil setelah berusia 24-48 jam.3,4,10

Sisa dari blok obat relaksasi otot dikombinasikan dengan zat anestesi IV dapat menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan, depresi pernafasan, dan apnea pada periode pascaanestesi.2 Setiap keadaan bradikardia harus dianggap berada dalam keadaan hipoksia dan harus cepat diberikan oksigenasi. Kalau pemberian oksigen tidak menolong baru dipertimbangkan pemberian sulfas atropin.12

Aliran darah otak pada anak-anak bervariasi berdasarkan usia. Pada neonatus volumenya lebih rendah daripada dewasa yaitu 40-42 ml / 100 g / menit, sedangkan pada bayi atau anak yang lebih tua lebih tinggi daripada dewasa.Pada umur 6 bulan sampai 3 tahun volumenya adalah 90 ml / 100 g / menit dan pada umur 3-12 tahun 100

6

Page 7: Meningoencephalocele Case Report

ml / 100 g / menit.16 Kecepatan metabolisme oksigen otak (cerebral metabolic rate for oxygen; CMRO2) sangat erat hubungannya dengan kecepatan aliran darah otak (cerebral blood flow; CBF). Pada anak CMRO2 lebih tinggi yaitu 5,2 ml / 100 g / menit dibandingkan pada dewasa yaitu 3,5 ml / 100 g /menit. Kadar CBF yang lebih tinggi dan peningkatan penggunaan glukosa sebanding dengan peningkatan CMRO2.

Berbeda dengan neonatus yang memiliki kadar CMRO2 lebih rendah yaitu 2.3 ml / 100 g / menit dan CBF yang lebih rendah dengan toleransi relatif hipoksemia.18

Sistem Pengaturan Suhu

Pusat pengaturan suhu di hipotalamus belum berkembang, walaupun sudah aktif. Kelenjar keringat belum berfungsi normal. Neonatus mudah kehilangan panas tubuh akibat perbandingan luas permukaan dan berat badan lebih besar, tipisnya lemak subkutan, dan kulit lebih permeabel terhadap air. Akibatnya neonatus sulit mengatur suhu tubuh dan sangat terpengaruh oleh suhu lingkungan (poikilotermik). Produksi panas mengandalkan proses non-shivering thermogenesis yang dihasilkan oleh jaringan lemak coklat yang terletak diantara skapula, aksila, mediastinum dan sekitar ginjal. Hipoksia mencegah produksi panas lemak coklat.2

Rekomendasi suhu lingkungan untuk neonatus adalah 27 oC. Paparan dibawah suhu ini akan menimbulkan risiko, di antaranya cadangan energi protein akan berkurang, adanya pengeluaran katekolamin yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan tahanan vaskular paru dan perifer, lebih jauh lagi dapat menyebabkan letargi,

shunting kanan ke kiri, hipoksia dan asidosis metabolik. Hipotermia dapat terjadi akibat dehidrasi, suhu lingkungan yang rendah, permukaan tubuh terbuka, pemberian cairan infus atau tranfusi darah dingin, irigasi oleh cairan dingin, pengaruh obat anestesi umum yang menekan pusat regulasi suhu atau obat vasodilator. Hipotermia dapat dicegah dengan memantau suhu tubuh, mengusahakan suhu kamar optimal atau pemakaian selimut hangat, lampu penghangat, inkubator, cairan intravena hangat. Gas anestesi, cairan irigasi maupun cairan antiseptik yang digunakan juga hangat.10,11

Farmakologi

Farmakokinetik dan farmakodinamik obat-obat yang diberikan pada neonatus berbeda dibanding dengan dewasa karena pada neonatus perbandingan volum cairan intravaskular terhadap cairan ekstravaskular berbeda dengan orang dewasa, laju filtrasi glomerulus masih rendah, laju metabolisme lenbih tinggi, kemampuan obat berikatan dengan protein masih rendah, hati belum matang sehingga mempengaruhi proses biotransformasi obat, aliran darah ke organ relatif lebih banyak. Khusus pada anestesi inhalasi, terdapat perbedaan fisiologi sistem pernafasan, antara lain ventilasi alveolar tinggi, minute volume, FRC rendah, lebih rendahnya MAC dan koefisien partisi darah per gas akan meningkatkan potensi obat, mempercepat induksi dan mempersingkat pulih kesadaran. Tekanan darah cenderung lebih peka terhadap zat anestesi inhalasi mungkin karena mekanisme kompensasi yang belum sempurna dan depresi miokardiak hebat.3,11,12

7

Page 8: Meningoencephalocele Case Report

Persiapan Anestesi

Anamnesis dan pemeriksaan fisik secara lengkap sangat penting dilakukan. Anamnesis termasuk riwayat usia kehamilan, keadaan khusus saat bayi lahir seperti asfiksia, aspirasi mekonium, skor Apgar, dan bantuan ventilasi. Pemeriksaan fisik meliputi status hidrasi dan penyakit lain yang ada pada neonatus. Pemeriksaan jalan nafas secara lengkap adalah hal esensial yang harus dilakukan karena beberapa anomali kraniofasial membutuhkan teknik khusus untuk menjaga jalan nafas. Pemeriksaan laboratorium meliputi hematokit, glukosa dan kalsium yang terbaru.14,15 Pada pasien ini tidak ditemukan adanya faktor risiko seperti tersebut di atas.

Neonatus memiliki risiko tinggi mengalami hipoglikemi dan dehidrasi. Perkiraan lamanya puasa neonatus enam jam untuk susu formula, empat jam untuk ASI, dan dua jam untuk cairan jernih.16 Sebagian literatur menyatakan bahwa usia kecil dari 6 bulan puasa makanan padat, susu formula, atau ASI 4 jam dan cairan jernih tanpa partikel 2 jam sebelum tindakan anestesi. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari risiko aspirasi selama tindakan anestesi yang dapat menyebabkan pneumonia aspirasi yang dapat berakibat fatal.9,10,17 Pasien ini dipuasakan 4 jam sebelum dilakukan tindakan anestesi.

Kebanyakan penyakit jantung kongenital muncul pada tahun pertama kehidupan. Penyakit jantung kongenital mungkin tidak terlihat segera setelah lahir dan gangguan hemodinamik yang diakibatkan oleh agen anestesi, ventilasi mekanik, dan kehilangan darah selama pembedahan dapat memperlihatkan defek

dari jantung. Echokardiografi berguna untuk menilai keadaan jantung. Seorang ahli jantung anak dapat mengevaluasi pasien yang diduga memiliki masalah untuk mengoptimalkan fungsi jantung sebelum pembedahan.21 Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan fisik jantung dalam batas normal, sehingga dipertimbangkan tidak dilakukan pemeriksaan echokardiografi.

Sebelum anestesi dan pembedahan dilaksanakan, keadaan hidrasi, elektrolit, asam basa harus berada dalam batas-batas normal atau mendekati normal. Sebagian pembedahan bayi baru lahir merupakan kasus gawat darurat. Proses transisi sirkulasi neonatus, penurunan PVR (pulmonary vascular resistance) berpengaruh pada status asam-basa.1,2 Pada pasien, tidak ditemukan gangguan cairan dan elektrolit sehingga tidak dilakukan koreksi.

Transportasi neonatus dari ruang perawatan ke kamar bedah sedapat mungkin menggunakan inkubator yang telah dihangatkan. Sebelum bayi masuk kamar operasi hangatkan kamar dengan mematikan AC. Peralatan anestesi neonatus bersifat khusus. Tahanan terhadap aliran gas harus rendah, anti obstruksi, ringan, dan mudah dipindahkan. Jika memungkinkan gas-gas anestetik dihangatkan dan dilembabkan dengan pelembab listrik untuk anestesi yang lama. Biasanya digunakan sistem anestesi semi-open modifikasi system pipa T dari Ayre yaitu peralatan dari Jackson-Rees.1,2,4

Premedikasi

Sulfas atropin hampir selalu diberikan, terutama pada penggunaan Halotan, Enfluran, Isofluran, suksinil kholin, atau eter. Dosis atropin 0,02 mg / kg, minimal 0,1

8

Page 9: Meningoencephalocele Case Report

mg dan maksimal 0,5 mg. Pemberian secara intravena dengan pengenceran lebih digemari. Hati-hati pada bayi demam, takikardi, dan keadaan umum yang jelek.5,12,17,19,20 Obat penenang tidak dianjurkan karena susunan saraf pusat neonatus belum berkembang, sehingga mudah terjadi depresi system saraf, kecuali pascaanestesi dirawat diruang perawatan intensif.12,17

Manajemen Intraoperasi

Induksi

Pada waktu induksi sebaiknya ada asisten yang membantu. Usahakan agar induksi berjalan dengan trauma sekecil mungkin. Umumnya induksi inhalasi dengan Halotan : O2 atau Halotan: O2 : N2O.17,19,20

Intubasi

Intubasi neonatus lebih sulit dilakukan karena mulut berukuran kecil, lidah besar-tebal, dan epiglotis tinggi dengan bentuk “U”. Laringoskopi pada neonatus tidak membutuhkan bantal kepala karena bagian occiput menonjol. Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah lurus dan lebar dengan lampu di ujungnya. Hati-hati karena bagian tersempit jalan nafas atas adalah cincin krikoid. Waktu intubasi perlu asisten guna memegang kepala. Intubasi biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation), terlebih pada keadaan gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru lahir dibawah usia 10-14 hari atau pada bayi prematur. Intubasi tidur baru dilakukan atas pertimbangan dapat ditekannya trauma menggunakan ataupun tanpa pelumpuh otot. Pelumpuh otot

yang digunakan adalah suksinil kholin 2 mg / kg secara iv atau im.8

Pipa trakea yang dianjurkan adalah dari bahan plastik, tembus pandang dan tanpa cuff. Untuk neonatus prematur digunakan ukuran diameter 2-3 mm sedangkan pada neonatus aterm 2,5-3,5 mm. idealnya menggunakan pipa trakea yang paling besar yang dapat masuk, tetapi masih sedikit longgar sehingga dengan tekanan inspirasi 20-25 cmH2O masih sedikit bocor.7,8

Pemeliharaan Anestesi

Pemeliharaan dianjurkan dengan intubasi dan pernafasan kendali. Pada umumnya menggunakan gas anestesi O2 : N2O dengan kombinasi halotan, enfluran, isofluran, ataupun sevofluran. Pelumpuh otot golongan nondepol sangat sensitif sehingga harus diencerkan dan pemberiannya secara sedikit demi sedikit.4,19 Kontrol ventilasi harus dilakukan pada bayi yang dioperasi dengan posisi pronasi.20

Rees modification of Ayre’s technique adalah circuit standar yang digunakan yang digunakan pada bayi ini. T-piece original diperkenalkan oleh Phlilip Ayre pada tahun 1937 untuk anak, ventilasi dengan oklusi dari ujung tabung yang terbuka dengan udara segar masuk dari sudut kanan tube. Cara ini dimodifikasi oleh Jackson Rees pada tahun 1950 dengan menambahkan sebuah kantong 500 ml dengan ujung terbuka untuk memonitor pernapasan dan sebuah pintu masuk paralel untuk masuknya udara segar pada hubungan dengan pasien. Secara umum digunakan anak khususnya neonatus.21

9

Page 10: Meningoencephalocele Case Report

Bayi harus dimonitor degan stetoskop prekordikal dan EKG. Selain monitoring rutin, pengukuran dari tekanan darah intraarterial, gas darah arteri, dan tekanan vena sentral direkomendasikan untuk prosedur bedah saraf yang besar. Sebuah kanula arteri dimasukkan sebelum induksi anestesi untuk terus memonitor tekanan darah dan memperkirakan CPP. Ketika transduser tekanan arteri pada level tengah ke atas, MAP memperkirakan MAP pada level sikulus Willis. Tekanan perfusi serebral dihitung sebagai perbedaan antara MAP dan tekanan vena sentral pada pasien tanpa hipertensi intrakranial atau ICP pada pasien yang dengan hipertensi intracranial Ketika cranium terbuka, ICP sebanding dengan tekanan atmosfir dan CPP sebanding MAP. Dengan monitoring tekanan arteri langsung, komplikasi hemodinamik yang dapat ditimbulkan oleh agen farmakologi yang diberikan saat anestesi terlihat secara langsung. Sebagai tambahan, kateter arteri menyediakan akses untuk pengukuran gas darah arteri, hematocrit, elektrolit serum, glukosa, dan osmolalitas. Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk menilai keadekuatan ventilasi. Jumlah darah yang hilang harus diganti.22

Pada akhir operasi,bayi diekstubasi pada saat sadar penuh.20,23 Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar, anggota badan bergerak, mata terbuka, dan nafas spontan adekuat. Ekstubasi dalam keadaan anestesia ringan, akan menyebabkan batuk, spasme laring atau bronkus. Ekstubasi dalam keadaan anestesia dalam digemari karena kurang traumatis. Hal tersebut dikerjakan kalau nafas spontannya adekuat, keadaan

umumnya baik, dan diperkirakan tidak akan menimbulkan kesulitan pascaintubasi.11,23

KESIMPULAN

Meningoensefalokel adalah salah satu bentuk kranium bifida yang terjadi akibat defek tabung neural disrafik, serta termasuk kasus bedah mendesak dan harus dikoreksi dalam usia beberapa hari untuk mencegah infeksi dan kerusakan jaringan saraf lebih lanjut. Pada rekonstruksi cell plasty pasien meningoensefalokel regio frontal pada neonatus usia kurang dari 10 hari tanpa risiko anestesi dan risiko intubasi, intubasi secara sadar dipertimbangkan untuk mencegah terjadinya aspirasi dan sulitnya mengendalikan ventilasi pada neonatus.

Pasien terlebih dahulu dipuasakan 4 jam sebelum operasi. Pengelolaan anestesi dilakukan dengan premedikasi sulfas atropin 0,1 mg; teknik anestesi semi open jacksional Rees intubasi secara sadar, ETT no. 3,5, dan induksi inhalasi O2 : N2O : Sevofluran; serta maintenance O2 : N2O : Sevofluran. Pemantauan secara intensif diperlukan selama operasi dan pasca operasi sampai keadaan pasien stabil.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ross AK. Challenges During Surgery for Meningomyelocele and Encephalomyelocele. In: Brambrink AM, Kirsch JR, editors. Essentials of Neurosurgical Anesthesia & Critical Care: Strategies for Prevention, Early Detection, and Successful Management of Perioperative Complications. New York: Springer. 2012; 50: 485-95.

10

Page 11: Meningoencephalocele Case Report

2. Cote CJ. Pediatric Anesthesia, 5th

ed. Philadelphia: Churchill Livingstone. 2000; (halaman???)

3. Hamid RK, Newfield P. Pediatric neuroanesthesia: Neural tube defects. Anesthesiol Clin North America 2001; 19: 219-28.

4. Krane EJ, Philip BM, Yeh KK, Domino KB. Anesthesia for pediatric neurosurgery. In: Motoyama EK, Davis PJ, editors. Smith’s Anesthesia for Infants and Children, 7th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier. 2006; 668-84.

5. Topulos GP, Lansing RW, Banzett RB. The experience of complete neuromuscular blockade in awake humans. J Clin Anesth. 1993; 5: 369-74.

6. Boulton TB. Anestesiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994; 134-41.

7. Fraser J, Petros A. High-frequency oscillation via a laryngeal mask airway. Anaesthesia. 1999; 54: 404.

8. Rabb MF, Szmuk P. The difficult pediatric airway. In: Benumof ed. (judul buku) 2007; 33: 783-833.

9. Rusy L, Usaleva E. Paediatiric Anaesthesia Review. World Federations of Societies of Anaesthesiologist. 1998. [Internet] Cited October 5th, 2012. Available at http://update.anaesthesiologists.org/wp-content/uploads/2009/09/Paediatric-Anaesthesia-Review.pdf

10.Anand KJ. Clinical importance of pain and stress in preterm neonates. Biol Neonate 1998;73:1-9.

11.Barrington KJ, Batton DG, Finley GA, Wallman C. Prevention and management of pain in the neonate: An update. Paediatr Child Health 2007; 12(2) : 137-8.

12.Whyte S, Birrell G, Wyllie J. Premedication before intubation in UK neonatal units. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2000; 82: 38-41.

13.Mackersie A. Paediatric neuroanaesthesia. Balliere's Clin Anaesthesiol. 1999; 13: 593-604.

14.Nargozian CD. The difficult airway in the pediatric patient with craniofacial anomaly. Anesthesiol Clin North Am. 1999; 16: 839-52.

15.Pani N, Panda CK. Indian Journal of Aneasthesia.Volume. 2012; 56: 463-9.

16.Milar C. Principles of Anaesthesi of Neonates. In: Anaesthesia and Intensive Care Medicine, Vol 6. UK: The Medicine Publishing Company Limited. 2005: 92-6.

17.Vogel S, Gibbins S, Simmons B, Shah V. Premedication for endotracheal intubation (EI) in neonates: A Canadian perspective. Pediatric Academic Societies and American Academy of Pediatrics Joint Meeting. Boston, May 12th-16th , 2000.

18.Soriano SG, et al. Anesthesiology Clin N Am. 2002; 20: 389-404.

19.Hassid S, Nicaise C, Michel F, et al. Randomized controlled trial of sevoflurane for intubation in neonates. Pediatric Anesth. 2007; 17: 1053-8.

20.Paul AK. Fundamental Pediatric of Anaesthesia. 2006; 219. (jurnal/buku?)

21.Thompson C. Anaesthesia Breathing System. USyd Lecture List. 28 February 28th, 2012. [Internet] Cited 5th October, 2012. Available at http://www.anaesthesia.med.usyd.edu.au/resources/lectures/gas_supplies_clt/breathingsystems.html

22.Bendo AA, Kass IS, Hartung J, Cottrell JE. Anaesthesia for Neurosurgery. 2005. (halaman?)

23.Furray C, Howell T. Paediatric Anaesthesia. Oxford Journal Medicine. 2010; 10: 172-6.

11