meningkatkantransparansi & akuntabilitas ......meningkatkantransparansi & akuntabilitas...

16
MENINGKATKAN TRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel ini telah dimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi No.2 Tahun 2006, yang diterbitkan oleh Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern/FK SPI Pusat) Oleh : Muh. Arief Effendi,SE,MSi,Ak,QIA Dalam era informasi, masalah transparansi dan akuntabilitas sudah merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang saat ini menjadi perhatian publik adalah masalah keterbukaan & pengungkapan (transparency & disclosure). Pada saat ini masyarakat / publik memerlukan keterbukaan informasi, terutama bagi perusahaan yang sudah go publik. Para pemegang saham dan stakeholder lainnya memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang relevan secara tepat waktu, akurat , seimbang dan kontinyu. Pengungkapan informasi perusahaanperlu dilakukan secara berimbang, artinya informasi yang disampaikan bukan hanya yang bersifat positif saja namun termasuk informasi yang bersifat negatif, terutama yang terkait dengan aspek risk management. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya informasi yang salah (disinformasi) serta informasi penting yang disembunyikan oleh perusahaan yang berakibat merugikan pihak lain, baik pemegang saham maupun stakeholders lainnya. Beberapa kasus yang terjadi di perbankan beberapa waktu yang lalu, antara lain adanya disinformasi yang disampaikan kepada publik. Informasi yang disampaikan kepada publik hanya yang baik-baik saja termasuk laporan keuangannya meskipun telah diaudit oleh eksternal auditor (Kantor Akuntan Publik), sehingga yang terjadi adalah banyak bank-bank yang bangkrut yang akhirnya terpaksa ditutup / dilikuidasi oleh Pemerintah, karena kelangsungan usahanya (going concern) tidak dapat dipertahankan. Kita masih ingat, pada saat itu banyak bank-bank yang termasuk dalam kategori Bank Beku Operasi (BBO), Bank Dalam Likuidasi, maupun Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU). Keterbukaal1 infonnasi Prinsip corporate governance tentang disclosure & transparency, menurut Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) harus memastikan bahwa pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dilakukan terhadap semua hal yang material berkaitan dengan perusahaan"mencakup skondisi keuangan, kinerja, kepemilikan dan tata kelola perusahaan. Menurut OECD terdapat empat hal yang harus dipenuhi oleh perusahaan, yaitu, pertama, Pengungkapan (disclosure) mencakup, akan tetapi tidak terbatas pada, informasi yang material tentang hasil keuangan dan operasi perusahaan, tujuan perusahaan, kepemilikan saham utama dan hak-hak pemberian suara, Anggota Dewan Komisaris (board of directors) & eksekutif kunci (key executive) serta remunerasinya, Faktor-faktor resiko material yang dapat diperkirakan, Isu material yang berkaitan dengan pekerjaan dan stakeholders yang lain sertei Struktur dan kebijakan tata kelola (governance structure & pOliClj). Kedua, Informasi harus disiapkan, diaudit, dan diungkapkan sesuai dengan standar akuntansi, pengungkapan finansial dan non finansial, dan audit yang bermutu tinggi. Ketiga, Audit tahunan harus dilaksanakan oleh auditor independen (eksternal auditor) agar memberikan keyakinan yang memadai dan obyektif atas laporan keuangan (financial report) yang disusun dan disajikan oleh manajemen. Keempat, Saluran penyebaran informasi (distribution information) harus memberikan akses yang wajar (fair), tepat waktu (timely) dengan biaya yang efisien (cost efficient) terhadap informasi yang relevan untuk para pem.akai (user).Informasi terdiri dari informasi finansial dan non finansial. Informasi finansial yang bias any a dipublikasikan perusahaan kepada publik an tara lain, meliputi Neraca, Laporan Laba RUgi, Laporan

Upload: others

Post on 17-Nov-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

MENINGKATKAN TRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUIKETERBUKAAN INFORMASI

(Artikel ini telah dimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi No.2 Tahun 2006, yangditerbitkan oleh Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern/FK SPI Pusat)

Oleh : Muh. Arief Effendi,SE,MSi,Ak,QIA

Dalam era informasi, masalah transparansi dan akuntabilitas sudah merupakan kebutuhanyang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG)yang saat ini menjadi perhatian publik adalah masalah keterbukaan & pengungkapan(transparency & disclosure). Pada saat ini masyarakat / publik memerlukan keterbukaaninformasi, terutama bagi perusahaan yang sudah go publik. Para pemegang saham danstakeholder lainnya memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang relevan secara tepatwaktu, akurat , seimbang dan kontinyu. Pengungkapan informasi perusahaanperludilakukan secara berimbang, artinya informasi yang disampaikan bukan hanya yangbersifat positif saja namun termasuk informasi yang bersifat negatif, terutama yang terkaitdengan aspek risk management. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya informasiyang salah (disinformasi) serta informasi penting yang disembunyikan oleh perusahaan yangberakibat merugikan pihak lain, baik pemegang saham maupun stakeholders lainnya.Beberapa kasus yang terjadi di perbankan beberapa waktu yang lalu, antara lain adanyadisinformasi yang disampaikan kepada publik. Informasi yang disampaikan kepada publikhanya yang baik-baik saja termasuk laporan keuangannya meskipun telah diaudit oleheksternal auditor (Kantor Akuntan Publik), sehingga yang terjadi adalah banyak bank-bankyang bangkrut yang akhirnya terpaksa ditutup / dilikuidasi oleh Pemerintah, karenakelangsungan usahanya (going concern) tidak dapat dipertahankan. Kita masih ingat, padasaat itu banyak bank-bank yang termasuk dalam kategori Bank Beku Operasi (BBO), BankDalam Likuidasi, maupun Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU).

Keterbukaal1 infonnasi

Prinsip corporate governance tentang disclosure & transparency, menurut Organization forEconomic Co-operation and Development (OECD) harus memastikan bahwa pengungkapanyang tepat waktu dan akurat dilakukan terhadap semua hal yang material berkaitan denganperusahaan"mencakup skondisi keuangan, kinerja, kepemilikan dan tata kelola perusahaan.Menurut OECD terdapat empat hal yang harus dipenuhi oleh perusahaan, yaitu, pertama,Pengungkapan (disclosure) mencakup, akan tetapi tidak terbatas pada, informasi yangmaterial tentang hasil keuangan dan operasi perusahaan, tujuan perusahaan, kepemilikansaham utama dan hak-hak pemberian suara, Anggota Dewan Komisaris (board ofdirectors) &eksekutif kunci (key executive) serta remunerasinya, Faktor-faktor resiko material yang dapatdiperkirakan, Isu material yang berkaitan dengan pekerjaan dan stakeholders yang lain serteiStruktur dan kebijakan tata kelola (governance structure & pOliClj). Kedua, Informasi harusdisiapkan, diaudit, dan diungkapkan sesuai dengan standar akuntansi, pengungkapanfinansial dan non finansial, dan audit yang bermutu tinggi. Ketiga, Audit tahunan harusdilaksanakan oleh auditor independen (eksternal auditor) agar memberikan keyakinan yangmemadai dan obyektif atas laporan keuangan (financial report) yang disusun dan disajikanoleh manajemen. Keempat, Saluran penyebaran informasi (distribution information) harusmemberikan akses yang wajar (fair), tepat waktu (timely) dengan biaya yang efisien (costefficient) terhadap informasi yang relevan untuk para pem.akai (user).Informasi terdiri dariinformasi finansial dan non finansial. Informasi finansial yang biasanya dipublikasikanperusahaan kepada publik antara lain, meliputi Neraca, Laporan Laba RUgi, Laporan

Page 2: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

Perubahan ekuitas, Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement) dan Catatan atas LaporanKeuangan. Informasi finansial yang utama terdapat pada Laporan Keuangan tahunan(annual report) dan Laporan keuangan interim (interim report), biasanya berupa laporantengah tahunan dan laporan triwulanan. Informasi non finansial merupakan bagian takterpisahkan dari informasi finansial dan bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah (valueaddecf) dari manfaat laporan keuangan. Informasi non finansial difokuskan padapengungkapan (disclosure) risiko potensial (potential risk) yang dihadapi perusahaan saat iniserta alasan mengapa manajemen mengambil risiko tersebut. Terdapat empat tujuan utamapengungkapan informasi finansial dan non finansial, yaitu : pertama, menuju keterbukaan /transparansi dalam pemberian informasi yang lebih baik. Kedua, mendukung prosespembentukan GCG, termasuk pelaporan kepada stakeholder. Ketiga, menuntut kualitasmanajemen perusahaan dan tenaga penunjang yang lebih professionaL Keempat, eksternalauditor dituntut untuk lebih memahami tentang analisa strategi dan risiko perusahaan.

Komite Keterbukaan Informasi

Salah satu wujud penegakan prinsip GCG adalah membuka akses informasi kepada publiksesuai dengan koridor keterbukaan dan transparansi informasi. Pada saat ini belum banyakperusahaan yang memiliki Komite Keterbukaan Informasi (KKI), karena banyak perusahaanyang belum mengetahui arti pentingnya KKI dalam rangka menjamin akurasi terhadapseluruh informasi material yang akan dipublikasikan kepada publik Beberapa perusahaanyang telah go publik telah memiliki KKI atau disclosure committee. PT. Indosat pada tanggal14 Juni 2004 telah membentuk Komite Keterbukaan Informasi. Tanggungjawab KKI adalahmenelaah tingkat materialitas dari informasi serta menjamin pengungkapan informasi(information disclosure) dilakukan secara tepat waktu dan up to date. Tugas utama KKIadalah mengelola proses pengungkapan informasi dan melakukan review untukmemastikan kepatuhan (compliance) seluruh aspek penting serta menjaga agarpengungkapan informasi tersebut tidak menyesatkan (bias) bagi para pengambil keputusan.Beberapa waktu yang lalu PT. Telkom juga telah membentuk disclosure committee yangdiketuai oleh Direktur Keuangan. Disclosure committee bertugas mengelola prosessertifikasi laporan keuangan dan menilai kecukupan informasi perusahaan yang akandiungkapkan kepada publik.

E-reporting

Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat ikut memberikan andilberkembangnya suatu sistem pelaporan secara elektronik yang biasa disebut e-repornng.Penggunaan e-reporting di berbagai Bursa Saham dunia sudah merupakan hal yang umumdalam rangka menjaga penyampaian informasi yang cepat, transparan dan up to date.Penyampaian informasi melalui e-reporting telah membantu percepatan keterbukaaninformasi emiten secara lebih merata dan dapat menjangkau pemakai laporan yang lebihluas. Pada saat ini perusahaan swasta dan BUMN sudah banyak yang memiliki websitesendiri. Kementerian BUMN, sebai instansi Pemerintah yang berwenang mengendalikanseluruh BUMN juga telah memiliki website yaitu bumn-ri.com atau bumn.go.id. Olehkarena itu diharapkan BUMN-BUMN selain menyampaikan laporan keuangan melaluiwebsite masing-masing, diharapkan juga menyampaikan laporannya melalui websiteKementerian BUMN tersebut, terutama laporan tahunan (annual report) BUMN, sehinggadapat diakses dengan mudah oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Berbagai upaya yangtelah dilakukan oleh otoritas Bursa (Bursa Efek Jakarta & Bursa Efek Surabaya), BadanPengawas Pasar Modal (Bapepam) maupun Kementerian BUMN dalam rangkapenyampaian informasi perusahan sebagai akuntabilitas publik pefIu kita dukung bersama.

Page 3: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

Akhirnya semoga semakin banyak perusahaan yang menyadari arti pentingnyaketerbukaan informasi sebagai salah satu implementasi prinsip-prinsip GCG. ***

Penulis bekerja sebagai Senior Auditor Operasional PI. Krakatau Steel serta StafPengajar tidaktetnp pada beberapa Perguntan Tinggi di Jakarta (FE Universitas Trisakti, STIE Trisakti & FEUniversitas Mereu Buana).

Page 4: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

BAB III

PENUTUP

Pedoman Bimbingan Teknis Implementasi Peraturan PemerintahNomor 61 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ini diharapkan menjadiacuan dalam rangka bimbingan teknis yang dapat disempurnakan dandikembangkan sesuai dengan kebutuhan.

,- ,

Pedoman Bimbingan Telmis PP No. 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU KIP 30

Page 5: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Banisar, David. Freedom of Information and Access to GovernmentRecord Laws Around the World, Privacy International, 2001.

Mendel, Toby. Kebebasan Memperoleh Informasi: Sebuah SurveyPerbandingan Hukum (Judul Asli: Freedom of Information: AComparative Legal Survey). Jakarta, UNESCO, 2004

2. Regulasi

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang KeterbukaanInformasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4846).

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 Tentang PelaksanaanUndang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang KeterbukaanInformasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2010 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5149).

Pedoman Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi di LingkunganKementerian Komunikasi dan Informatika

Executive Order 13233, Further Implementation of The PresidentialRecords Act, November 1,2001.

Executive Order 13292, Further Amendment to Executive Order12958, as Amanded Classified National Security Information,March 2005, 2003

Freedom of Information Act 2000 of USA

Law Concerning Access to Information Held by Administrative Organsof Japan

Official Information Act 1982 of New Zealand

The Right To Information Act 2005 Of India

.. 4W524%UAUJL .• ql

Pedoman Bimbingan Teknis PP No. 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanartn UU KIP 31

Page 6: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

MAKALAH PADA DISKUSI TERBUKARUU RAHASIA NEGARA DAN ANCAMAN KEBEBASAN

INFORMASI PUBLIKHotel IBIS Tamarin, 18 Februari 2009

IDSPS

Kebebasan Memperoleh Informasidan Rahasia Negara

Ifdhal Kasim'

Setiap negara sudah dipastikan sangat memerlukan berfungsinya keamanan nasional(national security). Maka da1am rangka berfungsinya keamanan nasiona1 tersebut,berkaitan dengan informasi, negara diberikan kewenangan menentukan klasifikasimengenai informasi-informasi apa saja yang bersifat rahasia (secrecy), yang dapatmembahayakan keamanan nasiona1 apabila dibuka. Akses pub1ik untuk mendapatkaninformasi yang serupa itu dengan demikian tertutup. Pembatasan ini dibenarkan derniperlindungan terhadap keamanan nasiona1, namun harus diseimbangkan dengan hakatas kebebasan memperoleh informasi.

Be1um lama ini pemerintah telah mengajukan RUU Rahasia Negara (RUU RN) keDewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pengajuan RUU RN ini juga didasarkan pada alasankeamanan nasiona1 --yang da1am bahasa RUU ini dirumuskan: "meme1iharakeda:u1atan, keutuhan, dan kese1amatan negara". Dengan RUU ini pemerintahmengharapkan, "akan tercipta kontrol terhadap penetapan rahasia agar tidakmenimbulkan penyalahgunaan dalam menetapkan rahasia negara". Se1ain,"mengurangi hal-hal yang dirahasiakan dan lebih memperkuat perlindungan terhadaphal-hal yang telah ditetapkan sebagai rahasia negara". Tetapi DPR mengembalikan RUURN ini kepada pemerintah dengan tujuan agar diperbaiki. RUU ini ke1ihatannya lebihmengutamakan kepentingan pemerintah dalam menentukan informasi yang rahasia(excessive secrecy by government), dan oleh karenanya mengancam akses publik terhadapinformasi pemerintah.

Tulisan ini ingin membahas RUU Rahasia Negara tersebut dari sudut pandang hak asasimanusia. Pertanyaannya adalah apakah RUU Rahasia Negara ini masih memberikanjarninan terhadap pemenuhan hak atas kebebasan memperoleh informasi.

I. Kebebasan Informasi

1. Hak atas Informasi

Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadiperhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan BangsaBangsa (PBB) menilai bahwa hak ini penting bagi perjuangan hak-hak yang 1ainnya.Hak ini menjadi sokoguru pemerintahan yang transparan dan partisipatoris, yangdengannya menyediakan jalan lempang bagi tersedianya jarninan pemenuhan hak-hakfundamental dan kebebasan lainnya. Dengan pertimbangan itu pula, maka hak atasinformasi sebagai bagian dari kebebasan berpendapat kemudian dimasukkan ke da1am

• Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI.

1

Page 7: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Di dalam Pasal 19 DUHAMdinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan menyatakanpendapat. Hak ini meneakup kebebasan untuk berpegang teguh pada suatu pendapattanpa ada intervensi, dan untuk meneari, menerima dan menyampaikan informasi danbuah pikiran melalui media apa saja dan tanpa memandang batas-batas wilayah.

Penguatan atas hak informasi ini dinyatakan dalam Kovenan Intemasional tentang Hak­hak Sipil dan Politik 1966 (Kovenan Sipol) yang sudah diratifikasi melalui UU No. 12Tahun 2005. Di dalam Pasal 19 Kovenan Sipol dinyatakan bahwa setiap orang berhakatas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untukmeneari, menerima dan memberikan informasi dan ide apapun, tanpa memperhatikanmedianya, ba:ik seeara lisan, tertulis atau dalam bentuk eetakan, dalam bentuk seni, ataumelalui media lainnya, sesuai dengan pilihannya. Norma yang tereantum di dalaminstrumen-instrumen pokok ini mengikat Negara Indonesia dan berlaku sebagai hukumnasional (supreme law of the land). Pemerintah Indonesia selanjutnya mempunyaikewajiban untuk menjalankan ketentuan-ketentuan tersebut. Kewajiban yangdiembannya terdiri atas tiga bentuk, yaitu menghormati (to respect), melindungi (toprotect) dan memenuhi (to fulfil). Kewajiban untuk menghormati (obligation to respect)adalah kewajiban negara untuk menahan diri untuk tidal< melakukan intervensi, keeualiatas hukum yang sah (legitimate).

Penegasan atas hak atas informasi dinyatakan dalam UU No. 39/1999 tentang HAM. Didalam Pasal 14 dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk meneari, memperoleh,memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakansegala jenis sarana yang tersedia. Hak ini diperlukan untuk mengembangkan pribadidan lingkungan sosial. Lebih lanjut pengaturan mengenai perlindungan hak inidituangkan dalam UU No. 14/2008 tentang Kebebasan Informasi Publik (UU KIP). Didalam UU ini diatur tentang kewajiban-kewajiban badan publik, dalam melayaniinformasi publik sesuai dengan klasifikasinya, yaitu informasi serta merta, informasireguler, dan informasi yang tersedia setiap saat. Misalnya, terhadap informasi yangbersifat serta merta, badan publik wajib mengumumkannya tanpa penundaan, sebabjika tidak diumumkan segera, akan mengakibatkan kerugian besar bagi kehidupan.Informasi dalam kategori ini antara lain informasi tentang beneana dan enderni suatupenyakit di daerah tertentu. Jika tidak menjalankan kewajiban, badan publik (lembagapemerintah) dapat dikenakan sanksi. Dengan begitu, ke depan badan publikdiharapkan akan jauh lebih terbuka. Keterbukaan ini akan membuka peluang bagipublik untuk melakukan kontrol terhadap tindakan dan kebijakan badan publik dalampenyelenggaraan negara.

Semangat keterbukaan ini memang masih terganjal oleh adanya beberapa ketentuan didalam UU KIP yang tidak mendukung keterbukaan informasi, diantaranya tidakdimasukkannya BUMN/BUMD dalam kategori badan publik dan ketentuan sanksiyang mengkriminalkan pengguna informasi. Namun terlepas daTi sejumlahkelemahannya, UU KIP meneiptakan ruang yang eukup bagi terciptanya akuntabilitaspublik yang menjamin hak masyarakat u.ntuk mengetahui reneana pembuatan programkebijakan dan proses pengambilan keputusan publik serta alasan pengambilan suatukeputusan yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Dengan demikian ia akanmendorong terwujudnya penyelenggaraan negara yang baik, transparan, akuntabel,efektif, dan efisien. Di samping itu, UU ini juga akan mampu mendorong danmeningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik.

2

Page 8: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

2. Klausula Pembatasan

Hak atas informasi tidak tergolong dalam nonderogable rights (hak yang tidak dapatdikurangi dalam keadaan apapun). Oleh karena itu, pelaksanaan hak atas informasidapat dibatasi sebagaimana dinyatakan dalam beberapa instrumen hukum intemasionalmaupun nasional, yaitu Pasal29 DUHAM, Pasal19 Kovenan Sipol, Pasal28J UUD 1945,dan Pasal70 UU No. 39/1999 tentang HAM. Di dalam Kovenan Sipol dinyatakan bahwapelaksanaan hak atas informasi menimbulkan kewajiban dan tanggung jawab khusus,yang dengannya dapat dikenakan pembatasan tertentu.

Namun penting untuk dicatat bahwa pembatasan hak atas informasi tidak bisadiberlakukan secara semena-mena. Menurut instrumen-instrumen hukum tersebut,pembatasan hanya diperbolehkan apabila diatur menurut hukum dan dibutuhkanuntuk melindungi hak dan kebebasan orang lain atau melindungi keamanan nasional,ketertiban umum atau kesehatan, atau moral masyarakat. Di dalam UUD 1945 dan UUNo. 39/1999 dinyatakan bahwa pembatasan hanya dapat oleh dan berdasarkan UU"semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan oranglain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilaiagama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis".

Di dalam Siracusa Principles (Prinsip-Prinsip Siracusa) disebutkan bahwa pembatasanhak tidak boleh membahayakan esensi hak. Semua klausul pembatasan harusditafsirkan secara tegas dan ditujukan untuk mendukung hak-hak. Semua pembatasanharus ditafsirkan secara jelas dan dalam konteks hak-hak tertentu yang terkait. Prinsipini menegaskan bahwa pembatasan hak tidak boleh diberlakukan secara sewenang­wenang.1 Pasal5 Kovenan Sipol dan Pasal 74 UU No. 39/1999 juga menyiratkan bahwa"tidak satu ketentuan dalam Undang-undang ini boleh diartikan bahwa Pemerintah, partai,golongan atau pihak manapun dibenarkan mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasimanusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam undang-undang ini". Dengan demikian,pembatasan HAM, termasuk hak atas informasi, yang dilakukan negara c.q. pemerintahharus tetap menjamin, bahkan memperkuat, perlindungan HAM.

Salah satu alasan pembatasan hak atas informasi adalah keamanan nasional. Prinsip­prinsip pembatasan atas alasan ini lebih rinci dituangkan para ahli hukum intemasionaldalam Johannesburg Principles (Prinsip-Prinsip Johannesburg), yakni: (a) Pembatasantidak dapat diterapkan jika pemerintah tidak dapat menunjukkan secara valid bahwapembatasan tersebut sesuai dengan ketentuan hukum. dan diperlukan dalammasyarakat demokratis untuk melindungi kepentingan keamanan nasional yang sah.Sebuah UU atau ketentuan hukum yang mengatur pembatasan hak atas informasipenting untuk melindungi hak tersebut sekaligus menjamin kepastian hukum danmencegah penyalahgunaan kekuasaan; (b) Pembatasan harus ditentukan oleh hukumyang dapat diakses, tidak bersifat ambigu, dan dibuat secara hati-hati dan teliti, yangmemungkinkan setiap individual untuk melihat apakah suatu tindakan bertentangandengan hukum atau tidak; (c) Pembatasan harus memiliki tujuan yang sesungguhnyadan harus menunjukkan dampak melindungi kepentingan keamanan nasional yang sahtersebut; Pemerintah harus dapat menunjukkan bahwa informasi yang dibatasi

1 Siracusa Principles atau Prinsip-prinsip Siracusa adalah prinsip-prinsip mengenai ketentuan pembatasandan pengurangan hak yang diatur di dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Prinsip­prinsip ini dihasilkan oleh sekelompok ahli hukum internasional yang bertemu di Siracusa, Italia pada Aprildan Mei 1984. Lihat The Siracusa Principles on The Limitation and Derogation Provisions In TheInternational Covenant on Civil and Political Rights, E/CN-4/19SS/4. Lihat pula General Comment No. 10

International Covenant on Civil and Political Rights3

Page 9: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

merupakan ancaman yang serius terhadap kepentingan keamanan nasional yang sah.Pembatasan yang dilakukan adalah sarana pembatasan yang serendah mungkin untukmelindungi kepentingan tersebut. Pembatasan tersebut juga harus sejalan denganprinsip-prinsip demokrasi; (d) Tidak sah suatu pembatasan jika tujuan yangsesungguhnya atau dampak yang dihasilkannya adalah untuk melindungi kepentingan­kepentingan yang tidak berhubungan dengan keamanan nasional, termasuk, misalnya,untuk melindungi suatu pemerintahan dari rasa malu akibat kesalahan yang dilakukanatau pengungkapan kesalahan yang dilakukan, atau untuk menutup-nutupi informasitentang pelaksanaan fungsi institusi-institusi publiknya, atau untuk menanamkan suatuideologi tertentu, atau untuk menekan kerusuhan industrial; (e) Dalam keadaan darurat,negara dapat menerapkan pembatasan tetapi hanya sampai pada batasan sebagaimanadibutuhkan oleh situasi tersebut dan hanya ketika hal tersebut tidak bertentangandengan kewajiban pemerintah berdasarkan hukum internasional; dan (f) Diskriminasiberdasarkan apapun tidak boleh menjadi dasar pembatasan hak atas informasi.

II. Mengamati RUU Rahasia Negara

Perlindungan hak atas informasi di Indonesia menemukan titik terang setelah pada 2008DPR mensahkan UU Keterbukaan lnformasi Publik (KIP). UU ini merupakan saranadalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara danBadan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. UUKIP menekankan prinsip bahwa semua informasi yang dikelola pejabat publik adalahterbuka. Bahwa ada pengecualian atas beberapa jenis informasi, hal itu harusdidasarkan dengan syarat dan ketentuan yang ketat dan terbatas.

Dalam pemaparan awal sudah dinyatakan, bahwa hak atas informasi hanya bolehdibatasi apabila diatur menurut hukum (UU) dan dibutuhkan untuk melindungi hakdan kebebasan orang lain atau melindungi keamanan nasional, ketertiban umum ataukesehatan, atau moral masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan untuk melakukanpembatasan hak harus berangkat dari pemikiran bahwa jika suatu informasi dibukamaka akan membahayakan keamanan nasional yang sah dan kepentingan publik yanglebih besar. Namun kebijakan itu tetap harus dapat dipertanggungjawabkan kepadapublik. Sebagai wujud pertanggungjawaban itu, maka suatu informasi rahasia harusbisa dibuka setelah jangka waktu yang tidak lagi dinilai membahayakan publik.

Pembatasan hak atas informasi itu tertuang dalam Pasal17 UU KIP yang menyebutkanmengenai informasi yang dikecualikan untuk dibuka kepada publik, yaitu informasiyang jika dibuka akan mengganggu proses penegakan hukum, hak atas kekayaanintelektual (HAKI), pertahanan dan keamanan negara, kekayaan alam Indonesia,ketahanan ekonomi nasional, hubungan luar negeri, dan rahasia pribadi. Tetapi Pasalpembatasan itu dianggap tidak cukup oleh pemerintah yang berupaya menggolkanRUU Rahasia Negara hingga hari ini. Pada bagian Menimbang RUU RN disebutkanbahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku sampai saat ini belum memadaidan komprehensif untuk melakukan pengaturan terhadap rahasia negara.

1. Definisi Rahasia Negara

Pasal 1 ayat 1 mengartikan rahasia negara sebagai "informasi, benda, dan/atau aktivitasyang secara resmi ditetapkan dan perlu dirahasiakan untuk mendapat perlindungan melaluimekanisme kerahasiaan, yang apabila diketahui pihak yang tidak berhak dapat membahyakan

4

Page 10: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

kedaulatan, keutuhan, keselamatan Negara Kesatuim Republik Indonesia dan/atau dapatmengakibatkan terganggunya fungsi penyelenggaraan negara, sumber daya nasional, dan/atauketertiban umum, yang diatur dengan atau berdasarkan Undang-Undang ini",

Definisi rahasia negara yang dirumuskan di atas tidak mengaitkan kedaulatan,keutuhan, dan keselamatan negara dengan 'aneaman kekerasan bersenjata'. DalamPrinsip-prinsip Johannesburg dinyatakan bahwa pembatasan hak atas informasi atasalasan keamanan nasional tidak sah keeuali "untuk melindungi keberadaan suatu negaraatau integritas teritorialnya dari penggunaan atau ancaman kekerasan, atau kapasitasnya untukbereaksi terhadap penggunaan atau ancaman kekerasan, baik yang berasal dari sumber eksternalseperti ancaman militer, maupun dari sumber internal seperti provokasi penggulinganpemerintah dengan cara kekerasan",

Mengaitkan keamanan negara dengan aneaman kekerasan bersenjata penting jikamengamati pengalaman politik bangsa Indonesia pada masa lalu di mana tujuansesungguhnya dari pembatasan HAM berupa pengekangan kebebasan ekspresi daninformasi adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan yang tidak berhubungandengan keamanan nasional, melainkan untuk menindas oposisi politik dernimempertahankan dominasi dan kekuasaan pemegang otoritas terhadap masyarakatnya.Definisi yang tidak rinei, kabur, dan tidak terukur memberi ruang bagi pejabat publikuntuk merahasiakan suatu informasi derni perlindungan kepentingan-kepentingan yangtidak berhubungan dengan kepentingan nasional, rnisalnya derni memuluskankepentingan-kepentingan politik jangka pendek. Pada masa lalu, praktek korupsi,pelanggaran HAM dan pelanggaran terhadap kebebasan dasar yang paling serius telahdijustifikasi oleh pemerintah sebagai sebagai suatu hal yang diperlukan untukmelindungi stabilitas nasional.

2. Tentang Jenis dan Cakupan Rahasia Negara

Pasal 3 RUU RN menyebutkan 3 jenis rahasia negara, yaitu informasi, benda, danaktivitas. Obyek yang menjadi rahasia negara ini pada pasal ini terlalu luas, longgar,dan membingungkan. Benda dan aktivitas sulit untuk dirahasiakan. Hal yang bisadirahasiakan adalah informasi tentang benda dan aktivitas. Pasal ini akanmengakibatkan kesulitan teknis yang luar biasa di lapangan. Sedangkan Pasal 4 RUURN menguraikan ruang lingkup rahasia negara yang meliputi pertahanan dankeamanan negara, hubungan luar negeri, proses penegakan hukum, ketahanan ekonorninasional, persandian negara, intelijen negara, dan pengamanan asset vital negara.

Pada bagian Penjelasan diuraikan masing-masing eakupan tersebut, sebagai berikut: (a)Rahasia negara di bidang pertahanan dan keamanan negara antara lain persenjataan,perbekalan, peralatan tempur dan penemuan teknologinya beserta riset pengembangan;(b) Rahasia negara di bidang hubungan luar negeri antara lain hasil analisis diplomattentang masalah-masalah bilateral sebagai bahan kebijakan, Misalnya analisisi tentangkebijakan politik, ekonomi negara akreditasi; (c) Rahasia negara di bidang prosespenegakan hukum antara lain informasi yang berkaitan dengan proses penyelidikandan penyidikan yang dilakukan oleh aparat kepolisian atau PPNS yang berkaitandengankasusu tertentu; (d) Rahasia negara di bidang ketahanan ekonorni nasionalantara lain Ketahanan Ekonorni Bidang Moneter (Jumlah intervensi BI terhadap pasaruntuk menjaga kestabilan rupiah); Ketahanan ekonorni Bidang Fiskal (Penerimaan danpengeluaran di bidang Pasar Modal, Perpajakan, Bea dan Cukai dan lain-Iainnya);Ketahanan Ekonomi Bidang Industri dan Perdagangan (komoditas-komoditas yangmasih dalam pengaturan dan pengeawan); (e) Rahasia negara di bidang persandian

5

Page 11: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

negara antara lain informasi yang berkaitan dengan penelitian dan pengembanganaplikasi persandian; (f) Rahasia negara di bidang intelijen negara antara lain sebagaiberikut: 1. data intelijen kegiatan dan/atau operasi yang berhubungan denganpencegahan dan penanganan kegiatan dan/ atau operasi intelijen. 2. dukungan kegiatandan/ atau operasi kepada instansi intelijen dan informasi yang berhubungan denganintelijen termasuk informasi yang dimiliki atau yang ditransmisikan oleh instansitersebut atau orang yang mendukungnya; (g) rahasia negara di bidang pengamananaset vital negara antara lain instalasi rniliter, daerah pelatihan rniliter, pabrik senjata,dan sebagainya.

Ruang lingkup rahasia negara dengan demikian sangat luas dan mencakup banyakbidang. Pada masing-masing bidang juga tidak dirinci secara jelas informasi tentang apasaja yang diklasifikasikan sebagai rahasia negara. Kata "antara lain" serta "dansebagainya" menunjukkan pasal tentang ruang lingkup sangat longgar dan bisadiperluas sesuai kepentingan pejabat publik yang berwenang memegang rahasianegara. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip pembatasan hak atas informasi dalamPrinsip-prinsip Johannesburg yang menghendaki adanya prinsip maximum acces andlimited exemption, dimana semua informasi yang dipegang pejabat publik pada dasamyaadalah terbuka. Pengecualian bersifat ketat dan sangat terbatas semata-mata untukmelindungi kepentingan keamanan nasional yang sah, memperkuat kapasitas negaradalam menanggapi ancaman kekerasan bersenjata, dan tetap terjaminnya kepentinganpublik.

Selain itu ruang lingkup rahasia negara juga tidak disesuaikan dengan cakupaninformasi rahasia yang dikecualikan dalam UU KIP. Hal ini menunjukkan bahwa paraperumus RUU RN tidak menjadikan RUU KIP sebagai acuan dan pertimbangan utamadalam perumusan RN. Situasi ini dapat mengakibatkan hukum yang tumpang-tindihdan redundant (berlebih-Iebihan). Hal ini dapat berakibat jauh pada kontradiksi antar­UU yang bermuara pada ketidakpastian hukum.

3. Rahasia Instansi

Pasal 1 RUU RN menjelaskan bahwa instansi adalah institusi yang menyelenggarakanurusan negara di seluruh wilayah yurisdiksi Negara Kesatuan republik Indonesia. Pasal8 RUU menyatakan setiap instansi merniliki rahasia dengan tingkat kerahasiaankonfidensial yang apabila rahasia instansi tersebut diketahui oleh pihak yang tidakberhak dapat mengakibatkan terganggunya pelaksanaan tugas dan fungsi instansi.Masa retensi rahasia instansi ditentukan oleh instansi pernilik paling lama 5 (lima)tahun. Adapun pengelolaannya dilakukan berdasarkan standar pengelolaan rahasianegara. Pasal11 RUU RN berbunyi "Instansi memiliki wewenang menolak memberikanrahasia negara sesuai dengan masa retensinya kepada yang tidak berhak" .

Ketentuan di atas menunjukkan semakin luasnya cakupan dan lembaga yangberwenang mengelola informasi yang dirahasiakan. Informasi yang dirahasiakan daripublik tak hanya hal-hal yang kalau dibuka akan membahayakan kedaulatan negaraataupun ketertiban umum. Cakupan informasi rahasia bisa tentang apa saja dan instansiyang berwenang menetapkan rahasia instansi bisa instansi manapun dari berbagaitingkatan. Ketentuan-ketentuan ini diduga kuat akan melegitimasi instansi-instansipemerintah untuk memberikan label rahasia negara untuk semua informasi yangseharusnya dibuka kepada publik sesuai kepentingal:illya. Pasal 8 dan 11 RUU RNmembangun benteng berlapis yang menghalangi siapapun, baik masyarakat maupun

6

Page 12: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

lembaga perwakilan kepentingan, untuk memperoleh informasi publik. Pasal-pasal iniballkan bisa menghalangi pula fungsi pengawasan dari lembaga-lembaga yang ada,baik DPR maupun lembaga pengawas di lembaga pemerintahan sendiri.

Pemisahan rahasia instansi dari rahasia negara merupakan pengaburan kedudukaninstansi sebagai pelaksana kebijakan dan negara sebagai pemegang otoritas. Negaraadalah sebuah konsep abstrak yang pada dasamya berkaitan dengan otoritas, simbol­simbol kekuasaan, dan kehadirannya dalam sistem menampilkan dirinya dalam bentukinstansi. Setiap rahasia negara harus menjadi rahasia instansi, tidak sebaliknya.

4. Masa Retensi

Pasal 10 ayat 1 dan 2 RUU RN menyatakan masa retensi untuk rahasia negara yangtingkat kerahasiaannya sangat rahasia ditetapkan selama 30 tahun, sedangkan untukrahasia yang tingkat kerahasiaannya rahasia ditetapkan selama 20 tahun. Disebutkanpula pada ayat 4 pasal yang sama bahwa masa retensi tersebut tidak berakhir denganbocomya rahasia negara. Pasal10 ayat 3 menyebutkan bahwa masa retensi untuk keduajenis rahasia sebagaimana disebut paragraf 50 dapat diperpanjang dengan alasanmembahayakan kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan negara, adanya keadaanperang atau kondisi darurat; danj atau membahayakan kepentingan umum yang lebihbesar. Selain tidak ada penjelasan memadai tentang situasi khusus dan persyaratanyang diperlukan untuk perpanjangan masa retensi, RUU RN tidak memberi celah bagipeninjauan sebelum masa retensi berakhir yang memungkinkan adanya pemotonganmasa retensi jika kepentingan publik untuk mengetahui informasi tersebut lebih besardaripada bahaya yang ditimbulkan karena pengungkapannya.

RUU RN sarna sekali tidak mengatur mengenai pengecualian, padahal ini sangatdiperlukan dalarn kondisi tertentu. Semata-mata untuk tujuan pengungkapan kejahatanluar biasa, seperti kejahatan HAM yang serius, kejahatan terorisme, dan kejahatankorupsi, suatu informasi yang diklasifikasikan sebagai rahasia negara seharusnya dapatdibuka aksesnya kepada pihak tertentu untuk tujuan dan waktu tertentu. Dalamkonteks ini, pembukaan akses suatu informasi rahasia secara terbatas sangat pentinguntuk kepentingan publik yang lebih besar. Di samping itu, RUU RN tidak menetapkaninformasi-informasi yang dengan alasan apapun tidak dapat dirahasiakan, misalnyainformasi tentang bencana alam yang sangat penting bagi publik.

5. Ketentuan Pidana

Ketentuan pidana diatur dalarn Pasal 35 -40 RUU RN. Ketentuan itu berlaku untuksetiap orang yang terbukti: a) menyebarkan informasi rahasia negara baik pada masadamai maupun perang; b) dengan sengaja dan melawan hukum mengetahui kemudianmenyimpan, menerima, memberikan, menghilangkan, menggandakan,memodifikasijmerubah, memilikijmenguasai, memotret, merekarn, memalsukan,merusakjmenghancurkan, menyalin, mengalihkanj memindahkan atau memasuki(wilayah) atau mengintai (wilayah) benda rahasia negara; c) dengan sengaja melawanhukum mengetahui kemudian mengganggu atau menghalang-halangi atau memotretatau merekam aktivitas rahasia negara baik pada masa damai maupun perang; d)dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan atau melakukan permufakatanatau percobaan terjadinya tindak pidana rahasia negara; e) dengan sengajamenyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena

7

Page 13: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

jabatan atau kedudukannya melakukan tindak pidana rahasia negara; f) karenakelalaiaannya menggunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanyakarena jabatan atau kedudukannya mengakibatkan terjadinya tindak pidana rahasianegara; g) melakukan tindak pidana rahasia negara atas nama korporasi

Sanksi pidana atas tindak pidana rahasia negara bervariasi. Pemberian sanksi pidanaterhadap pelaku tindak pidana pada paragraf 54 a - d adalah 5 tahun hingga hukumanmati dan denda antara 250 juta rupiah hingga 1 miliar rupiah. Bagi orang yang terbuktimelakukan tindak pidana sebagaimana disebut pada paragraf 54 e, hukumannyaditambah 1/3 sedangkan bagi orang yang terbukti melakukan tindak pidanasebagaimana disebut pada paragraf 54 f dikurangi 1/3. Adapun terhadap pelaku tindakpidana sebagaimana disebut paragraf 54 g adalah tuntutan dan pidana terhadapkorporasi danl atau pengurusnya. Pidana pokok berupa denda 500 juta rupiah hingga 1miliar rupiah. Korporasi yang bersangkutan dapat dijadikan sebagai korporasi di bawahpengawasan, dibekukan, atau dicabut izinnya dan dinyatakan sebagai korporasi yangterlarang.

Ketentuan pidana dalam RUU RN tidak memberi peluang bagi pengungkapan rahasianegara demi kepentingan publik yang lebih besar. Siapapun yang membocorkan danmenyebarluaskan rahasia negara dengan alasan apapun akan dikenai sanksi pidanasebagaimana disebut pada paragraf 55. Ketentuan ini tidak bersesuaian dengan Prinsipke-15 dalam Prinsip-prinsip Johannesburg yang menegaskan bahwa, tidak seorang pundapat dihukum dengan alasan keamanan nasional karena pengungkapan suatuinformasi jika: a) pengungkapan tersebut tidak benar-benar membahayakan danberkemungkinan kecil membahayakan kepentingan keamanan nasional yang sah, atau;b) kepentingan publik untuk mengetahui informasi tersebut lebih besar daripadabahaya yang ditimbulkan oleh pengungkapannya.

RUU RN tidak mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap tertuduh tindakpidana rahasia negara. Dalam Prinsip-prinsip Johannesburg disebutkan bahwa setiaporang yang dituduh atas kejahatan berkaitan dengan keamanan sehubungan denganekspresi atau informasi berhak atas semua peraturan mengenai perlindungan hukumyang menjadi bagian dari hukum internasional. Selain itu Prinsip-prinsip Johannesburgjuga menetapkan bahwa para tertuduh tindak pidana yang berkaitan dengan keamanannasional berhak untuk diadili oleh pengadilan independen yang menjamin keamanantertuduh. Jika tertuduh itu sipil, maka ia tidak boleh diadili oleh pengadilan militer.Para tertuduh juga tidak boleh diadili oleh pengadilan nasional yang bersifat ad hocatau yang dibentuk secara khusus.

6. Dewan Rahasia Negara (DRN)

Pasal 24 dan 27 mengatur tentang keberadaan DRN yang menentukan kebijakanmengenai rahasia negara. Melekat pada lembaga ini beberapa kewenangan, yaitu: a).Memperpanjang masa retensi rahasia negara; b). Menerima atau menolak keberatan ataspenolakan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat 2; c). Memberipersetujuan atau penolakan kepada penyidik, jaksa, danl atau hakim unhlk mengetahuirahasia negara dalam proses peradilan; d). Menyatakan bocornya rahasia negara danmenentukan kebijakan terpadu untuk mencegah meluasnya kebocoran serta upayamengatasi dampak akibat kebocoran rahasia negara.

8

Page 14: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

Kewenangan DRN dalam menentukan kebijakan mengenai rahasia negara sebagaimanadisebut paragraf 60 betul-betul sangat mandiri dan bebas dari campur tangan lembaganegara lainnya, dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembagapengawas pemerintah yang merepresentasikan kepentingan rakyat. Sebagai lembagapolitik, DPR semestinya diberi ruang yang memadai dalam pengambilan keputusanmengenai rahasia negara.

Pasal 25 RUU RN menyatakan bahwa Ketua DRN dijabat oleh Menteri Pertahanan danSekretaris DRN adalah Kepala Lembaga Sandi Negara yang bertanggung jawab kepadaPresiden. Adapun anggota terdiri dari anggota tetap dan tidak tetap. Anggota tidaktetap ditunjuk oleh Ketua DRN, sedangkan anggota tetap terdiri dari komposisi sebagaiberikut: Menteri Pertahanan; Menteri Dalam Negeri;Menteri Luar Negeri; MenteriHukum dan Hak Asasi Manusia; Menteri Komunikasi dan Informatika; Jaksa Agung;Panglima Tentara Nasional Indonesia; Kepala Kepolisian republik Indonesia; KepalaBadan Intelijen Negara; Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia; dan KepalaLembaga Sandi Negara.

III. Catatan Akhir

Hak atas informasi merupakan hak dasar yang menjadi sokoguru pemerintahan yangtransparan dan partisipatoris, yang dengannya menyediakan jalan yang lempang bagitersedianya jaminan pemenuhan hak-hak fundamental dan kebebasan lainnya. Hak atasinformasi hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan UU "semata-mata untukmenjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untukmemenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis".

Berdasarkan analisis terhadap ketentuan-ketentuan pokok dalam RUU RN dipaparkandalam tulisan ini, dapat ditandaskan bahwa pembatasan hak atas informasi yanghendak diatur dalam RUU Rahasia Negara tidak mempertimbangkan secara seksamasyarat-syarat yang ditetapkan oleh instrumen-instrumen hukum HAM nasionalmaupun intemasional. RUU RN tidak menjadi sebuah sarana pembatasan yang sempituntuk melindungi kepentingan keamanan nasional yang sah dan kepentingan publik.Pemberlakuan RUU RN berpotensi membahayakan hak atas informasi dan mengancamkebebasan dasar lainnya. RUU RN mengandung kelemahan mendasar yang bersifatsubstansial. Oleh karena itu, perbaikan terhadap naskah RUU RN tidak bisa diperbaikihanya dengan merevisi demi pasal, melainkan perlu perubahan total dengan mengubahprinsip dan paradigma yang menempatkan kepentingan publik (maximum acces danlimited exemption) dan hak asasi manusia sebagai sama pentingnya dengan kepentingankeamanan nasional yang sah. ***

9

Page 15: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

I UNIVERSITAS MEReu BUANA QPROGRAM PASCASARJANAV-N §v i;'; ~t ~ 'r',\'t PROGRAM STUDIMEReu BUANA

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

No.DokumenT I. Efektif

120.423.4.010.00Juni2008

: TAKE HOME: AFDAL MANGKURAGA

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2010/2011Mata Kuliah / SKS : MANAJEMEN INFORMASI PUBLIK /3 SKSHari/Tanggal : SABTU/ 20 Nopember 2010Waktu

Sifat UjianDosen

NamaNIM

: RAIDES ARYANTO: 552 0911 0006

SOAl UTS

Buatlah makalah keterbukaan informasi publik yang berkaitan dengan (pilih salah satu) :- --1. Keterbukaan informasi dan Pemberantasan korupsi2. Keterbukaan Informasi Vs Rahasia negara3. Transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan negara4. Perbandingan pelaksanaan keterbukaan informasi dengan negara lain

• Makalah anda hendaknya mengikuti kaidah penulisan ilmiah.• Panjang makalah antara 7-10 halaman A4• Makalah mencakup Ide yang jelas, inovatif, dan mampu menyelesaikan masalah

dengan cakupan luas, serta mampu mendeskripsikan contoh-contoh kasus

Acuan Pembuatan Soal: Ditinjau & Diverstifikasi Oleh Soal Ujian Dibuat Oleh:SAP 8-14

Kaprodi : M. Kom Dosen : Afdal Mangkuraga(Dr. Farid Hamid, M.SL) Tanggal, 06 Nopember 2010

Hal. /1

Page 16: MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS ......MENINGKATKANTRANSPARANSI & AKUNTABILITAS PUBLIK MELALUI KETERBUKAAN INFORMASI (Artikel initelahdimuat di Buletin INTERNAL AUDIT, Edisi

Parameter Keberhasilan Keterbukaan Informasi Publik

Rabu,28 April 2010

Tuesday, 20 April 2010 10:14

Jakarta 20/4/2010 (Kominfonewscenter) - Parameter yang dapat digunakan untukmengukur keberhasilan implementasi UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik) No.14/2008harus merujuk pada tujuan dari UU KIP itu sendiri.

Pelaksana Bidang Infokom (Informasi dan Komunikasi) Ombudsman Patnuaji A Indrarto,55 di Jakarta, 5elasa (20/4), mengemukakan bila merujuk pada ketetapan tujuan UU KIPseperti diatur Pasa13, implementasi UU KIP dikatakan berhasil jika warga negara betul­betul mendapatkan haknya untuk mengetahui rencana, program, dan proses pengambilankebijakan dan keputusan publik beserta alasannya;

Parameter keberhasilan lainnya menurut Aji adalahmasyarakat aktif berpartisipasi dalamproses pengambilan kebijakan publik dan masyarakat berperan aktif turut mendorongterwujudnya badan publik yang baik.

5elain itu terwujudnya penyelenggaraan negara yang baik, transparan, efektif dan efisienserta akuntabel serta masyarakat mengetahui alasan pengambilan kebijakan yangmempengaruhi hajat hidup orang banyak.

"Juga meningkatnya pengetahuan dan kecerdasan masyarakat dan atau meningkatnyakualitas pelayanan informasi oleh badan-badan publik," kata Aji.

Ia mengatakan fungsi menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya tidak hanyamelekat pada Komisi Informasi.

5emua pihak yang menjadi objek hukum dalam suatu UU pada dasarnya mempunyaitanggungjawab untuk menjalankan UU itu sendiri beserta peraturan turunannya.

Dalam konteks UU KIP, badan-badan publik sesungguhnya juga berperan menjalankan UUini dengan cara menyediakan layanan informasi publik dan melakukan semua kewajibanyang diatur di dalamnya.

Pengaturan fungsi Komisi Informasi secara spesifik tersebut lebih dimaksudkan untukmenonjolkan betapa pentingnya Komisi Informasi dalam memastikan berjalannya UU KIP.

"Dapat dikatakan bahwa Komisi Informasi mempunyai posisi sangat penting dalammenentukan berjalan atau tidaknya implementasi UU KIP," kata Aji. (mnr) (sumber:kominfonewscenter.com, 20-4-2010)