mengurai permasalahan transportasi kota jakarta
DESCRIPTION
Mengurai Permasalahan Transportasi Kota JakartaTRANSCRIPT
Mengurai Permasalahan Transportasi Kota Jakarta
Pendahuluan
Isu mengenai penataan transportasi merupakan isu yang kompleks. Berbagai aspek di
antaranya aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat menjadi bagian dari isu bobroknya
manajemen transportasi. Jakarta, sebagai bagian dari kota dan negara yang sedang
berkembang, jelas tak dapat dilepaskan dari fakta ini. Diproyeksikan, pada tahun 2015,
penduduk Jakarta akan mencapai angka 17 juta jiwa, dengan penambahan kendaraan sebanyak
10%, namun hanya diimbangi dengan 1% pertumbuhan pembangunan infrastruktur. Jelas saja,
faktanya berbagai isu kemudian bermunculan, kemacetan lalu lintas, kecelakaan lalu lintas,
polusi udara, rendahnya kualitas transportasi umum, serta berbagai akibat laten lainnya yang
tidak banyak disadari masyarakat.
Transportasi umum yang di gadang - gadang sebagai solusi permasalahan transportasi
nyatanya semakin ramai ditinggalkan penumpang. Jumlah kendaraan bermotor pribadi terus
meningkat, yang juga diiringi dengan kebiasaan berkendara yang ugal-ugalan. Disebutkan
dalam sebuah buku terbitan Belanda, dikatakan bahwa orang Indonesia memiliki kebiasaan
berkendara dengan sistem zig-zag, yang jelas sangat membahayakan dirinya dan pengguna
jalan lainnya. Jalan yang seharusnya dipergunakan sebagai area pejalan kaki maupun sepeda
semakin langka. Ketika transportasi massal selalu diunggulkan menjadi solusi bagi
permasalahan transportasi, memang nyatanya tidaklah sedemikian efektif. Selalu harus ada
unsur lain yang diselaraskan. Namun begitu, transportasi massal adalah salah satu metode
efektif yang pemanfaatannya perlu dimaksimalkan.
Jakarta terus berbenah. Di era Gubernur Jokowi ini, jargon yang beliau angkat adalah
“memindahkan orang, bukan memindahkan mobil”.Berbagai program terus digalakkan dan
dicanangkan. Di antara program inisiatif tersebut adalah pengoperasian dan pengoptimalan bus
transjakarta yang diharapkan menjadi transportasi massal yang nyaman yang juga sudah
dioperasikan sejak Gubernur Sutiyoso. Berikutnya, isu mengenai MRT memang terus
bergejolak yang memang diproyeksikan bakal menjadi transportasi massal selanjutnya.
Sekali lagi, permasalahan transportasi tidak hanya melulu mengenai kemacetan ibukota
yang mengular tiap harinya, melainkan juga kecelakaan lalu lintas, polusi udara, inefisiensi
penggunaan bahan bakar, serta berbagai isu lainnya. Berapa banyak waktu tak efektif yang
terbuang akibat transportasi yang tidak tertata dengan baik juga perlu diperhatikan. Namun
selalu harus ada biaya yang keluar untuk mewujudkan kota yang lebih baik.
Gagasan Penyelesaian Masalah
Sering kali, pemerintah dan pihak terkait bingung harus mulai dari mana untuk
penyelesaian masalah transportasi yang memang begitu kompleks ini. Nyatanya memang tidak
semudah sebuah gagasan saja dalam praktek di lapangan. Penyelesaian masalah membutuhkan
koordinasi dan kesadaran semua pihak. Ada harga yang harus dibayar untuk mewujudkan kota
dengan tatanan yang lebih baik.
Gagasan pertama adalah dengan menaikkan harga BBM dengan tujuan utama adalah
agar masyarakat cenderung meninggalkan kendaraan pribadi di rumah ketika memang tidak
dalam keadaan mendesak, kemudian lebih memilih transportasi umum. Lalu, bagi pengguna
yang membeli produk BBM dengan harga yang mahal tadi, disediakan voucher atau tiket gratis
untuk dapat mengendarai transportasi umum tertentu sebagai bagian kompensasi. Jumlah
kendaraan yang berkurang di jalanan akan mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas. Disadari
atau tidak, pengguna sepeda motor mayoritas adalah kalangan menengah ke bawah. Dengan
eliminasi kecelakaan, maka tingkat risiko ekonomi dan jaminan kesehatan juga akan lebih
terjamin.
Evaluasi kepemilikan penyedia jasa transportasi massal menjadi isu berikutnya ketika
BBM dinaikkan. Kini, terkesan bahwa pemilik penyedia jasa transportasi hanya berorientasi
pada bisnis semata. Ketika BBM dinaikkan, yang terjadi di lapangan adalah dinaikkannya tarif
angkutan setinggi langit, cenderung tidak realistis. Pemilik terus berdalih untuk masalah
Service kendaraan. Padahal nyatanya, pelayanan kendaraan pun juga tidak seimbang dengan
harga yang harus dibayar. Contoh nyata dapat dilihat pada era 2004-2005 di mana terjadi
kenaikan BBM yang kemudian diikuti dengan penurunan harga BBM. Ketika dinaikkan, tarif
angkutan ikut melambung. Namun lihatlah ketika BBM kembali diturunkan, rasanya seperti
enggan saja melakukan penurunan tarif.
Lain lagi dengan tuntutan pemilik dan keinginan pengemudi untuk mengejar setoran
yang akibatnya saling kebut, mengabaikan pelayanan. Tak jarang, pengemudi kendaraan
umum juga hanya asal bisa mengendarai tanpa memiliki SIM, yang mengakibatkan angka
potensi kecelakaan cenderung naik. Fakta seperti ini yang sering kali menjadikan masyarakat
enggan beralih dari kendaraan pribadi menuju kendaraan umum. Penting bagi pemerintah
untuk mengatur kendali kepemilikan penyedia jasa transportasi. Harus ada kendali pemerintah,
bahwa ketika ada satu kebijakan yang terkait dikeluarkan, misalnya menaikkan harga BBM,
maka pemilik angkutan tidak sembarangan menaikkan tarif, namun dapat diatur oleh
pemerintah sebagai pengatur dan penganalisis ekonomi regional.
Selanjutnya, dealer motor atau mobil juga dikenakan aturan pajak baru atas jumlah
kendaraan yang terjual. Pajak harus diinvestasikan untuk pembangunan sarana lalu lintas
terpadu. Kemudian, dealer juga dikenakan pajak atas tingkat kecelakaan di bawah umur.
Artinya, dealer tidak hanya sekedar menjual produk, melainkan juga memberikan edukasi dan
filtering terhadap pembeli, utamanya orang tua mengenai pentingnya berkendara dengan SIM
yang memang didapat dengan benar. Nah, menjalar mengenai izin berkendara, tentu saja
impresi pertama yang muncul adalah mengenai SIM. Hingga saat ini, harus diakui, bahwa
mayoritas orang mendapatkan SIM tidak dengan melalui prosedur yang benar. Oknum
kepolisian pun tak jarang juga masih dengan mudahnya menerima uang pelicin agar seseorang
mendapatkan legalitas mengemudi ini dengan mudah. Padahal, hakikatnya SIM bukan hanya
sekadar surat kelengkapan, namun bagaimana seseorang telah dianggap mampu dan cakap
dalam berkendara di tengah-tengah lalu lintas umum.
Berikutnya, adalah bagaimana pengaturan sarana lalu lintas dan manajemen
kelengkapan berkendara. Lampu lalu lintas, yang selama ini diharapkan bisa mengatur laju
kendaraan dirasa memang masih belum efektif. Alih-alih mengurangi kemacetan, justru
faktanya antrian kendaraan mengular.
Tak dipungkiri bahwa banyak di antara pengendara di jalan raya adalah mereka yang
berprofesi sebagai pekerja yang tiap harinya pulang pergi kantor – rumah. Di negara yang
sudah maju seperti America misalnya, telah dicoba menggunakan sistem “telecommuting”
yang terbukti cukup ampuh dalam mengurangi kepadatan pengguna jalan raya. Telecommuting
adalah satu sistem, di mana ketika sebuah pekerjaan satu pekerjaan dapat dikerjakan tidak harus
di kantor, misalnya dapat dikerjakan di rumah. Aspek mobilisasi pekerja direduksi namun juga
membutuhkan kontrol manajemen yang sempurna dari perusahaan.
Saat ini, pengoptimalan Moda angkutan umum cepat dan nyaman seperti TransJakarta
terus diperhatikan. Hal ini sangat positif dengan ikut diberlakukannya denda bagi pengendara
yang melintasi jalur khusus busway. Begitu juga dengan proyek Mass Rapid Transport (MRT)
sebagai bagian dari solusi beberapa negara lain di dunia dalam mengurangi permasalahan
transportasi. Indonesia mungkin masih akan sangat sulit dalam hal transportasi bawah tanah
yang di negara maju sudah diaplikasikan dan sangat efektif mereduksi masalah transportasi.
Tak hanya kuantitas, tentu kualitas sarana dan pelayanan juga harus diperhatikan. Integrasi
antarsarana transportasi juga penting keberadaannya. Seperti misalnya pada bandara Kuala
Namu, transportasi satu dengan yang lainnya diintegrasikan untuk memudahkan konsumen dan
menjaga efektivitas kerja.
Simpulan
Pada akhirnya, semua permasalahan di negara ini, adalah bak lingkaran yang terus
berputar. Faktor ekonomi, sosial, budaya, dan terlebih lagi pendidikan adalah akar dari semua
permasalahan yang ada. Faktor pendidikan layak dikedepankan untuk mencerdaskan
warganya, mengedukasi, dan memberikan kesadaran bahwa untuk dapat menyelesaikan
permasalahan yang ada, tidaklah bisa hanya pemerintah saja yang bekerja. Semua elemen
masyarakat, pemerintah, pemilik usaha, pemilik modal, pengampu kebijakan, aparat penegak
ketertiban dan semuanya memiliki peran dan andil besar dalam melakukan evolusi atau bahkan
revolusi transportasi. Jalinan komunikasi dan integrasi dari masing-masing komponen adalah
kunci dalam membuat sebuah perubahan, termasuk perubahan di bidang transportasi. Dan
sekali lagi, ada harga yang harus dibayar untuk mewujudkan kota yang jauh lebih baik.
Referensi
Mochtar, M, Z. 2006. Principal Issues to Improve The Urban Transport Problems in Jakarta.
Mem.Fac.Eng.,Osaka City Univ.,Vol.47,hal.31-38
Sugawara, M.1995. Urban Transportation in Asian Countries. Japan Railway And Transport
Review
Website, diakses pada tanggal 17 Desember 2013
http://www.boediboed.com/?p=190
http://cenya95.wordpress.com/2008/10/24/solving-traffic-problems-in-jakarta/
http://www.thejakartapost.com/news/2012/07/18/your-letters-one-way-solve-traffic-
problems.html
http://indonesiaurbanstudies.blogspot.com/2012/10/new-jakarta-what-to-expect-from.html
http://www.beritajakarta.com/2008/en/newsview.aspx?idwil=0&id=15925
http://www.jakartaupdates.com/1600-mrt-to-solve-jakarta-transportation-problems
UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
MATA KULIAH STUDIUM GENERALE KU-4078
“Mengurai Permasalahan Transportasi Kota Jakarta”
Disusun Oleh:
Andi Permana
12010103
Teknik Geologi
087823104696
Institut Teknologi Bandung
2013