mengenal muhammad ali pasya

Upload: ulan-chan

Post on 18-Jul-2015

1.430 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Mengenal Muhammad Ali Pasya (Pasha) Muhammad Ali adalah seorang pemuda keturunan Turki yang lahir di Kawalla, Yunani pada 1765. Kemiskinan telah melenyapkan masa kecilnya, karena harus membantu orang tuanya bekerja sebagai penjual rokok. Kesempatan sekolah pun tak pernah menghampirinya, sehingga ia tak begitu pandai menulis dan membaca. Akan tetapi, kecakapannya telah membawa nasib baik menghampirinya. Setelah dewasa, ia bekerja sebagai pemungut pajak. Menjalankan tugas dengan amanah adalah tabiatnya. Bahkan, kejujuran dan ketekunannya telah mempesona Gubernur Usmani setempat, yang akhirnya menjadikannya seorang menantu. Pada masa selanjutnya, Muhammad Ali semakin berjaya dan selalu mendapatkan bintang kehormatan. Hal inilah yang kemudian membuatnya tertarik untuk masuk dinas militer. Tidak sulit baginya mendapatan pangkat wakil perwira, karena kecakapan dan ketangguhannya telah teruju sejak kecil. Bahkan, saat Sultan Salim II (1789-1807) akan melawan tentara Napoleon yang telah menguasai seluruh Mesir dan menyerang Suriah serta Istambul, ia terpilih menjadi salah satu perwira pasukan. Terusirnya tentara Prancis dari Mesir pada 1801 tidak terlepas dari keberanian Muhammad Ali, yang kemudian mengantarkannya menjadi seorang Kolonel. Pasca peristiwa tersebut, kekuasaan politik Mesir menjadi kosong. Kaum Mamluk yang dahulu melarikan diri dari Napoleon, kembali ke Kairo untuk mengambil alih kekuasaan kosong tersebut. Dari Istambul, Pasya dan tentara Usmani juga datang untuk hal yang sama. Kedua bersikeras atas kekuasaan itu. Merasa kecolongan dengan kedua pihak tersebut, Muhammad Ali mengambil sikap mengadu domba. Sikap benci rakyat Mesir terhadap Kaum Mamluk memudahkannya mendapat simpati dari rakyat Mesir. Bahkan, pasukannya yang terdiri atas orang-orang Albania (bukan orang Turki) telah memperkuat kedudukannya untuk merebut kekuasaan. Dengan mudah, Muhammad Ali melumpuhkan pasukan Kaum Mamluk dan memaksa Pasya menyerah, kembali ke Istambul. Kemudian ia mengangkat dirinya sendiri sebagai Pasya baru yang akhirnya terpaksa diakui Sultan Usmani pada 1905. Semenjak itu, Muhammad Ali Pasya mulai memusnahkan orangorang yang menentang kekuasaannya, terutama kaum Mamluk. Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa sekitar 470 orang kaum Mamluk dibunuh sebagai balasan atas usaha pembunuhan dirinya yang gagal. Sebelumnya, ia berpura-pura mengampuni perbuatan kaum Mamluk dengan cara mengundang mereka berpesta di bukit Mukattam, lalu menyembelihnya. Pemusnahan kaum Mamluk tidak berhenti di situ. Hampir semua kaum Mamluk yang ada di Kairo diburu hingga melarikan diri ke Sudan. Tak ayal, pada 1811, kekuatan kaum Mamluk di Mesir telah musnah. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web &cd=1&ved=0CCEQFjAA&url=http%3A%2F%2Flestari.info%2 Fmengenal-muhammad-ali-pasya-pasha&ei=JoB_T8DzKIeyrAf67DRBQ&usg=AFQjCNHEepgidXWLRaMYMoG6CfPFs35_IA Pembaharuan Muhammad Ali Pasya Muhammad Ali, adalah seorang keturunan Turki yang lahir di Kawalla, Yunani, pada tahun 1765, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. orang tuanya bekerja sebagai seorang penjual rokok dan dari kecil Muhammad Ali telah harus bekerja. Ia tak memperoleh kesempatan untuk masuk sekolah dengan demikian dia tidak pandai menulis maupun membaca, meskipun ia tak pandai membaca atau menulis, namun ia adalah seorang anak yang cerdas dan pemberani, hal itu terlihat dalam karirnya baik dalam bidang militer ataupun sipil yang selalu sukses. Setelah dewasa, Muhammad Ali Pasya bekerja sebagai pemungut pajak dan karena ia rajin bekerja jadilah ia kesenangan Gubernur dan akhirnya menjadi menantu Gubernur. Setelah kawin ia

diterima menjadi anggota militer, karena keberanian dan kecakapan menjalankan tugas, ia diangkat menjadi Perwira. Pada waktu penyerangan Napoleon ke Mesir, Sultan Turki mengirim bantuan tentara ke Mesir, diantaranya adalah Muhammad Ali Pasya, bahkan dia ikut bertempur melawan Napoleon pada tahun 1801. Rakyat Mesir melihat kesuksesan Muhammad Ali dalam pembebasan mesir dari tentara Napoleon, maka rakyat mesir mengangkat Muhammad Ali sebagai wali mesir dan mengharapkan Sultan di Turki merestuinya. Pengakuan Sultan Turki atas usul rakyatnya tersebut baru mendapat persetujuannya dua tahun kemudian, setelah Turki dapat mematahkan Intervensi Inggris di Mesir. Setelah Muhammad Ali mendapat kepercayaan rakyat dan pemerintah pusat Turki, ia menumpas musuh-musuhnya, terutama golongan mamluk yang masih berkuasa di daerah-daerah akhirnya mamluk dapat ditumpas habis. Dengan demikian Muhammad Ali menjadi penguasa tunggal di Mesir, akan tetapi lama kelamaan ia asyik dengan kekuasaannya, akhirnya ia bertindak sebagai diktator. Pada waktu Muhammad Ali meminta kepada sultan agar Syiria diserahkan kepadanya, Sultan tidak mengabulkannya. Muhammad Ali Pasya marah dan menyerang dan menguasai Syiria bahkan serangan sampai ke Turki. Muhammad ali dan keturunannya menjadi raja di Mesir lebih dari satu setengah abad lamanya memegang kekuasaan di Mesir. Terakhir adalah Raja Farouk yang telah digulingkan oleh para jenderalnya pada tahun 1953. Dengan demikian berakhirlah keturunan Muhammad Ali di Mesir. Kalau diteliti lebih mendalam, maka terkesan bahwa Muhammad Ali walaupun tidak pandai membaca dan menulis, akan tetapi ia seorang yang cerdas, tanpa kecerdasan ia tidak akan mendapat kekuasaan dan tujuan akhirnya adalah untuk menjadi penguasa umat Islam, ia adalah seorang yang ambisius menjadi pimpinan umat Islam. Hal-hal ini memberi gambaran tentang apa yang dikehendaki Muhammad Ali sebenarnya, pengetahuan tentang soal-soal pemerintahan, militer dan perekonomian, yaitu hal-hal yang akan memperkuat kedudukannya. Ia tak ingin orang-orang yang dikirimnya ke Eropa, menyelami lebih dari apa yang perlu baginya, dan oleh karena itu mahasiswa-mahasiswa itu berada dibawah pengawasan yang ketat. Mereka tak diberi kemerdekaan bergerak di Eropa. Tetapi, dengan mengetahui bahasa-bahasa Eropa, terutama Prancis dan dengan membaca buku-buku Barat seperti karangan-karangan Voltaire, Rousseau, Montesquieu dna lain-lain, timbullah ide-ide baru mengenai Demokrasi, Parlemen, pemilihan wakil rakyat, paham pemerintahan republic, konstitusi, kemerdekaan berfikir dan sebagainya. Pada mulanya perkenalan dengan ide-ide dan ilm-ilmu baru ini hanya terbatas bagi orang-orang yang telah ke Eropa dan yang telah tahu bahasa Barat. Kemudian faham-faham ini mulai menjalar kepada orang-orang yang tak mengerti bahasa Barat, pada permulaannya dengan perantaraan kontak mereka dengan mahasiswa-mahasiswa yang kembali dari Eropa dan kemudian dengan adanya terjemahan buku-buku Barat itu kdalam bahasa arab. Yang penting diantara bagian-bagian tersebut bagi perkembangan ide-ide Barat ialah bagian Sastra. Di tahun 1841, diterjemahkan buku mengenai sejarah Raja-raja Perancis yang antara lain mengandung keterangan tentang Revolusi Perancis. Satu buku yang serupa diterjemahkan lagi tahun 1847. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali : a. Politik luar negeri Muhammad Ali menyadari bahwa bangsa mesir sangat jauh ketinggalan dengan dunia Barat, karenanya hubungan dengan

dunia Barat perlu diperbaiki seperti Perancis, Itali, Inggris dan Austria . Menurut catatan antara tahun 1813-1849 ia mengirim 311 pelajar Mesir ke Itali, Perancis, Inggris dan Austria . Selain itu dipentingkan pula ilmu Administrasi Negara, akan tetapi system politik Eropa tidak menarik perhatian Muhammad Ali. b. Politik dalam negeri - Membangun kekuatan militer. - Bidang pemerintahan. - Ekonomi. - Pendidikan. Sepintas pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali hanya bersifat keduniaan saja, namun dengan terangkatnya kehidupan dunia ummat Islam sekaligus terangkat pula derajat keagamaannya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali merupakan landasan pemikiran dan pembaharuan selanjutnya. Pembaharuan Muhammad Ali dilanjutkan oleh tahtawi, Jalaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan murid-murid Muhammad Abduh lainnya.

Latar Belakang Sejarah Pembaharuan di Mesir Latar belakang sejarah Mesir secara historis dapat kita lihat ketika Mesir berada pada kekuasaan Romawi di Timur dengan Bizantium sebagai ibu kotanya merupakan awal kebangkitan Mesir di abad permulaaan Islam yang berkembang menjadi kota dan negara tujuan setiap orang. Mesir menjadi sangat menarik pada masa kekuasaan Romawi tersebut karena ia mempunyai potensi yang secara tradisional telah berakar di Mesir. Kerajaan Romawi Timur dengan ibu kota Bizantium merupakan rival berat pengembangan Islam yang keberadaannya berlangsung sampai pada masa pemerintahan Kholifah Umar Bin Khatab. Pada saat Umar menjadi Khalifah, Romawi Timur merupakan target pengembangan misi keislaman dan akhirnya kekuatan militer Romawi tidak dapat menghambat laju kemenangan Islam di Mesir, karena keberadaan Islam sebagai agama baru memberikan keluasaan dan kebebasan untuk hidup, yang selama itu tidak diperoleh dari pemerintahan Romawi Timur, termasuk didalamnya kondisi yang labil karena berkembangnya konflik keagamaan. Mesir menjadi wilayah Islam pada zaman khalifah Umar bin Khattab pada 640 M, Mesir ditaklukkan oleh pasukan Amr Ibn alAsh yang kemudian ia dijadikan gubernur di sana. Kemudian diganti oleh Abdullah Ibn Abi Syarh pada masa Usman dan berbuntut konflik yang menjadi salah satu sebab terbunuhnya Usman ra. Mesir menjadi salah satu pusat peradaban Islam dan pernah dikuasai dinasti-dinasti kecil pada zaman Bani Abbas, seperti Fatimiah ( sampai tahun 567 H) yang mendirikan AlAzhar, dinasti Ayubiyah (567-648 H) yang terkenal dengan perang salib dan perjanjian ramalah mengenai Palestina, dinasti Mamluk (648-922 H) sampai ditaklukan oleh Napoleon dan Turki Usmani.[8] Segera setelah Mesir menjadi salah satu bagian Islam, Mesir tumbuh dengan mengambil peranan yang sangat sentral sebagaimana peran-peran sejarah kemanusiaan yang dilakoninya pada masa yang lalu, misalnya : a. Menjadi sentral pengembangan Islam di wilayah Afrika, bahkan menjadi batu loncatan pengembangan Islam di Eropa lewat selat Gibraltar (Aljajair dan Tunisia). b. Menjadi kekuatan Islam di Afrika, kakuatan militer dan ekonomi. c. Pengembangan Islam di Mesir merupakan napak tilas terhadap sejarah Islam pada masa Nabi Musa yang mempunyai peranan penting dalam sejarah kenabian. d. Menjadi wilayah penentu dalam pergulatan perpolitikan umat Islam, termasuk di dalamnya adalah peralihan kekuasaan dari

Khulafaur Rasyidin kepada Daulat Bani Umaiyah dengan tergusurnya Ali Bin Abi Thalib dalam peristiwa Majlis Tahkim. Bagaiamanapun Mesir adalah sebuah tempat yang sarat dengan peran politik dan kesejarahan. Bagaimana tidak, nampaknya Mesir dilahirkan untuk selalu dapat berperan dan memberikan sumbangan terhadap perjalanan sejarah Islam itu sendiri. Dari segi ekonomi dan politik, ia memberikan sumbangan yang cukup besar terutama sektor perdagangan dan pelabuhan Iskandariyah yang memang sejak kerajaan Romawi Timur merupakan pelabuhan yang ramai. Sedangkan dari segi pembangunan hukum Islam, Mesir merupakan daerah yang ikut melahirkan bentuk dan aliran hukum Islam terutama dengan kehadiran Imam Syafii, yang hukum-hukumnya sangat kita kenal. Setelah kehancurn kerajaan Islam di Bagdad, Mesir tampil dengan format perpolitikan yang baru, yang berkembang bersama kerajaan Daulat Fatimiyah. Kerajaan Daulat Bani Fathimiyah adalah salah satu dari tiga kerajaan besar Islam, yaitu Daulat Safawiyah di Parsi dan Kerajaan Moghul di India, pasca kejayaan Islam pada masa Daulat Bani Abasiyah di Bagdad dan Bani Umaiyah di Spanyol. Kehadiran Mesir bersama Daulat Bani Fathimiyah yang didirikan oleh aliran/sekte Syiah (kerajaan Syiah) telah memberikan isyarat adanya kekuatan Islam di saat Islam mengalami kemunduran. Statemen tersebut bukanlah sebuah apologi, karena bukti-bukti eksistensi kerajaan tersebut sampai saat ini masih dapat kita jumpai, misalnya berdirinya Universitas Al-Azhar yang didirikan oleh Nizamul Mulk sebagai pusat kajian keilmuan Islam. Ketika melacak sejarah Mesir, akan lebih menarik dari munculnya (kekhalifahan) dinasti Fatimiyah yang membangun Universitas Al-Azhar sebagai Perguruan Tinggi Islam besar tertua yang dianggap mewakili peradaban dan basis ilmiah-intelektual pascaklasik sampai modern, yang kini dianggap masih ada dan tidak terhapus oleh keganasan perang, berbeda dengan Universitas Nizamiyah di Bagdad yang hanya tinggal kenangan. Setelah keruntuhan Bagdad, Al-Azhar dapat disimbolkan sebagai khasanah pewarisan bobot citra keagamaan yang cukup berakar di dunia Islam. Tonggak inilah yang membawa Mesir memiliki aset potensial dikemudian hari dalam gagasan-gagasan modernisme. Setelah Dinasti Fatimiyah dan penerus-penerusnya dilanjutkan lagi oleh Sultan Mamluk sampai tahun 1517 M, mereka inilah yang sanggup membebaskan Mesir dan Suriah dari peperangan Salib serta yang membendung kedahsyatan tentara Mogol di bawah pimpinan Hulagu dan Timur Lenk. Dengan demikian Mesir terbebaskan dari penghancuran dari pasukan Mogol sebagaimana yang terjadi di dunia Islam yang lain. Ketika Napoleon Bonaparte menginjakkan kakinya di Mesir pada tahun 1798, Mesir berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Secara politik, negeri ini terbelah oleh dua kekuatan yang saling menghancurkan. Yakni, kekuatan Mamluk yang berkuasa secara turun-temurun sejak abad ke-13 dan kekuatan yang didukung oleh pemerintahan Utsmani di Istanbul. Situasi kekuasaan dan pemerintahan di Mesir pada waktu itu sudah tidak dapat lagi dikatakan stabil. Kekacauan, kemerosotan sosial kemasyarakatan sebagai wilayah yang selalu diperebutkan dan diincar oleh negara-negara Islam kuat sungguh-sungguh membuat rakyat Mesir diliputi rasa ketakutan. Perhatian untuk membangun pun sangat lemah, sebab setiap saat selalu dihantui oleh perang. Dengan keadaan sedemikian lemah posisi Mesir, datanglah tentara Napoleon yang melebarkan sayap imperialnya ke wilayah-wilayah lain yang mempunyai potensi kekayaan alam, peradaban dan warisan-warisan historis yang memungkinkan untuk dijadikan batu pijakan bagi kejayaan mereka dalam membangun impian menguasai dunia. Pada tanggal 2 Juni 1798 M, ekspedisi Napoleon mendarat di Alexandria ( Mesir) dan berhasil mengalahkan Mamluk dan berhasil menguasai Kairo. Setelah ditinggal Napoleon digantikan

oleh Jenderal Kleber dan kalah ketika bertempur melawan Inggris. Dan pada saat bersamaan datanglah pasukan Sultan Salim III ( Turki Usmani) pada tahun 1789-1807 M dalam rangka mengusir Prancis dari Mesir. Salah satu tentara Turki Usmani adalah Muhammad Ali yang kemudian menjadi gubernur Mesir di bawah Turki Usmani.[9] Walaupun Napoleon menguasai Mesir hanya dalam waktu sekitar tiga tahun, namun pengaruh yang ditinggalkannya sangat besar dalam kehidupan bangsa Mesir. Napoleon Bonaparte menguasai Mesir sejak tahun 1798 M. Ini merupakan momentum baru bagi sejarah umat Islam, khususnya di Mesir yang menyebabkan bangkitnya kesadaran akan kelemahan dan keterbelakangan mereka. Kehadiran Napoleon Bonaparte di samping membawa pasukan yang kuat, juga membawa para ilmuwan dengan seperangkat peralatan ilmiah untuk mengadakan penelitian.[10] Harun Nasution menggambarkan ketika Napoleon datang ke Mesir tidak hanya membawa tentara, akan tetapi terdapat 500 orang sipil 500 orang wanita. Diantara jumlah tersebut terdapat 167 orang ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan membawa 2 unit percetakan dengan huruf Latin, Arab dan Yunani, tujuannya untuk kepentingan ilmiah yang pada akhirnya dibentuk sebuah lembaga ilmiah dinamai Institut dEgypte terdiri dari ilmu pasti, ilmu alam, ekonomi politik, dan sastera seni. Lembaga ini boleh dikunjungi terutama oleh para ulama dengan harapan akan menambah pengetahuan tentang Mesir dan mulailah terjadi kontak langsung dengan peradaban Eropa yang baru lagi asing bagi mereka.[11] Alat percetakan yang dibawa Napoleon tersebut menjadi perusahaan percetakan Balaq, perusahaan tersebut berkembang sampai sekarang. Sedangkan peralatan modern pada Institut ini seperti mikroskop, teleskop, atau alat-alat percobaan lainnya serta kesungguhan kerja orang Prancis merupakan hal yang asing dan menakjubkan bagi orang Mesir pada saat itu. Abdurrahman al-Jabarti, ulama al-Azhar dan penulis sejarah, pada tahun 1799 berkunjung ke Institut dEgypte; sebuah lembaga riset yang didirikan oleh Napoleon di Mesir. Ketika kembali dari kunjungan itu, al-Jabarti berkata, saya lihat di sana benda-benda dan percobaan-percobaan ganjil yang menghasilkan hal-hal besar untuk dapat ditangkap oleh akal seperti yang ada pada kita, ungkapan al-Jabarti itu merefleksikan kemunduran Islam berhadapan dengan Barat, dan menunjukkan aktivitas ilmiah mengalami kemunduran umat Islam ketika itu.[12] Di samping kemajuan teknologi yang dibawa Napoleon, ia juga membawa ide-ide baru yang dihasilkan Revolusi Prancis seperti: 1) Sitem pemerintahan republik yang didalamnya kepala negara dipilih untuk waktu tertentu, tunduk kepada undang-undang dasar dan bisa dijatuhkan oleh Parlemen. Sementara yang belaku pada saat itu sistem pemerintahan raja absolut yang menjadi raja selama ia hidup dan digantikan oleh anaknya, serta tidak tunduk kepada konstitusi atau parlemen, karena keduanya tidak ada. 2) Ide persamaan ( egaliter) dalam arti sama kedudukan dan turut sertanya rakyat dalam soal pemerintahan, cara mendirikan suatu badan kenegaraan yang terdiri dari ulama-ulama Al-Azhar dan pemuka-pemuka dagang dari Kairo dan daerah-daerah lain. 3) Ide kebangsaan dengan menyebutkan orang Prancis merupakan suatu bangsa (nastion) dan kaum Mamluk merupakan orang asing yang datang ke Mesir walaupun beragama Islam. Pada saat itu yang ada hanya umat Islam dan tidak sadar akan perbedaan bangsa dan suku bangsa.[13] Menurut Philip K. Hitti, Napoleon Bonaparte mendarat di Iskandariyah pada Juli 1798 dengan tujuan menghukum kaum Mamluk yang dituduh dalam pidato kedatangannya dalam bahasa Arab sebagai muslim yang tidak baik, tidak seperti dirinya dan orang Prancis untuk mengembalikan kekuasaan Porte. Tujuan utamanya melancarkan serangan hebat kepada kerajaan Inggris

dengan cara memutus jalur komunikasinya dengan wilayah Timur, sehinga ia memiliki daya tawar untuk menguasai dunia. Akan tetapi penghancuran arnada Prancis di Teuluk Aboukir ( 1 Agustus 1798 ), tertahannya ekspedisi di Akka ( 1799) serta kekalahan pertempuran Iskandariyah ( 21 Maret 1801) mengagalkan ambisi Napoleon di Timur.[14] Diantara keberhasilan yang telah dicapai oleh orang sipil Prancis di Mesir sebagai berikut: a. Membuat saluran air di lembah Sungai Nil, sehingga hasil pertaniannya berlibat ganda. b. Di bidang sejarah, ditemukan batu berukir yang terkenal dengan Rossetta Stone. c. Di Bidang pemerintahan, merambahnya ide sistem pemerintahan yang kepala negaranya dipilih dalam waktu tertentu dan tunduk pada perundang-undangan. Hal ini tentu saja sulit diterima oleh para menguasa pada saat itu.[15] Hal inilah yang membuka mata para pemikir-pemikir Islam untuk melakukan perubahan meninggalkan keterbelakangan menuju modernisasi di berbagai bidang khususnya bidang pendidikan. Upaya pembaharuan dipelopori oleh Muhammad Ali Pasya, kemudian diikuti oleh pemikir-pemikir lainnya. Sementara yang sedang terjadi dan berkembang di Mesir pada saat itu antara lain dalam bidang pendidikan sangat doktrinal, metode penguasaan ilmu menghafal di luar kepala tanpa ada pengkajian dan telaah pemahaman, membuat ajaran-ajaran Islam seperti dituangkan sedemikian rupa ke kepala murid dan mahasiswa. Para murid dan mahasiswa tinggal menerima apa adanya. Diskusi dan dialog menjadi barang langka dalam pengkajian keislaman. Selain itu filsafat dan logika dianggap tabu sebagai mata kuliah di perguruan tinggi dan madrasah. Sebagaimana dikatakan Muhammad Abduh, ia merasa jenuh dengan cara menerima ilmu dengan metode menghafal luar kepala.[16] Belum lagi realitas sosial keagamaan secara umum yaitu berkembangnya pengaruh paham keagamaan dalam tarikat yang membuat iklim Islam makin terorientasi kepada akhirat. Zuhud ekstrem dari metode tarikat membuat ummat Islam lebih berusaha mengurusi alam ghaib, ketimbang dunia realitas. Pelarian kepada dunia akhirat membuat umat Islam tidak mempunyai semangat perjuangan melawan dominasi kezaliman disekitarnya, termasuk kezaliman penguasa. Guru-guru tarikat akhirnya menjadi top figur dalam kepemimpinan agama. Setelah meninggal dunia pun kuburan para syaikh tarikat ini masih dimuliakan dan dianggap sebagai wali yang selalu diziarahi. Namun ummat Islam yang menziarahi itu tidak benar-benar menginsyaratkan kepada akhirat, tapi hanya meminta berkah dan mengais keberuntungan material terhadap makna kekeramatan yang dihajatkan mereka. Pada klimaksnya, timbullah pengkultusan individu berlebihan yang membuat seseorang akan mudah terpuruk kepada perilaku musyrik. Karena mereka lebih mengutamakan meminta kepada para wali yang ada di dalam kubur sehingga mengabaikan berdoa langsung kepada-Nya. Kondisi sosial keagamaan juga demikian, sebagaimana dilukiskan oleh Muhammad al-Bahy rakyat Mesir dan dunia Islam pada umumnya lebih mementingkan tindakan individual. Ukhuwah Islamiyah yang menekankan kepada kebersamaan, persatuan, dinamisme hidup, rasionalitas berpikir dalam lapangan keagamaan, dan sebagainya telah hilang dikalangan umat Islam. Termasuk di kalangan Universitas Al-Azhar sendiri, yang digambarkan oleh Muhammad Abduh sudah kehilangan roh intelektual dan jihad keagamaan yang berpijak kepada kebenaran Al-Quran dan Sunnah Nabi.[17] Pembaharuan Islam di Mesir menurut John L. Esposito dilatarbelakangi oleh ortodoksi sunni yang mengalami proses kristalisasi setelah bergulat dengan aliran muktazilah, aliran syiah dan kelompok khawarij yang kemudian disusul dengan sufisme

yang pada tahapan selanjutnya mengalami degenerasi. Degenerasi dan dekadensi aqidah dan politik nepotisme dan absolutis yang bertentangan semangat egaliterianisme yang diajarkan Islam setelah merajalelanya bidah, kurafat, fabrikasi dan supertisi di kalangan umat Islam dan membuat buta terhadap ajaran-ajaran Islam yang orisinal. Maka tampilah pada abad peralihan 13 ke-14 seorang tokoh Ibnu Taimiyah yang melakukan kritik tajam sebagai reformis ( Tajdid) dengan seruannya agar umat Islam kembali kepada Al-Quran, Sunnah serta memahami kembali ijtihad.[18] Lebih jauh Muhamamd Abduh menggambarkan bahwa metode pendidikan yang otoriter juga merupakan salah satu pendorong mandegnya kebebasan intelektual, sehingga ia sendiri merasa tidak begitu tertarik mendalami agama pada masa kecil lantaran kesalahan metode itu, yakni berupa cara menghafal pelajaran di luar kepala.[19] Al-Azhar yang selama ini berkembang menjadi simbol kajian keilmuan, juga terjangkit penyakit kejumudan dengan hanya mengajarkan ilmu agama dan melarang segala bentuk kajian keilmuan yang berangkat dari sisi rasionalitas, sistematik dan ilmiyah. Keterbukaan dalam melakukan pemikiran keislaman dan pendidikan dengan orientasi pada sikap rasionalitas merupakan barang baru, yang sama sekali tidak berkembang di kalangan umat Islam Mesir, dan tawaran-tawaran semacam itu akan menimbulkan reaksi yang keras, yang berkembang dari mereka yang tidak mau menggunakan rasionalitas dan pembahasan sistematis terhadap ajaran Islam. Hal tersebut sangat wajar karena umat Islam telah jatuh pada sikap kehangatan sufisme dan mistisisme. Kehadiran Napoleon ini sangat berarti bagi timbulnya pola pendidikan dan pengajaran Barat, yang sedikit demi sedikit akan mengubah persepsi dan pola pemikiran umat Islam, dan ini sudah barang tentu akan melahirkan semangat pengkajian dan pembaharuan dalam Islam. Maka pada tahap perkembangannya pola pembaharuan Islam Kontemporer di Mesir lebih mengarah kepada hal-hal berikut: Pertama, pembaharuan sistem berfikir artinya tata cara berfikir umat Islam yang harus meninggalkan pola pikir tradisional yang dogmatik.Kedua, upaya membangun semangat kolegial umat, agar memperoleh kesempatan melakukan aktualiasai ajaran terutama partisipasi aktif dalam percaturan politik, ekonomi dan hukum di dunia, sebab selama ini, umat Islam secara aktif tidak mampu memberikan partisipasinya dalam percaturan dunia. 2. Tokoh-Tokoh Pembaharuan di Mesir dan pemikirannya Tokoh-tokoh pembaharuan dalam Islam di Mesir antara lain: Muhammad Ali Pasya, Al-Tahtawi, Jamaludin al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Rida dan murid serta pengikut Muhammad Abduh seperti Muhammad Farid Wajdi, Tantawi Jauhari, Qasim Amin, Saad Zaghlul, Ahmad Lutfi al-Sayid, Ali Abdul Raziq dan Taha Husain. a. Muhammad Ali Pasya Muhammad Ali, adalah seorang keturunan Turki yang lahir di Kawalla, Yunani, pada tahun 1765, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Orang tuanya bekerja sebagai seorang penjual rokok, dari kecil Muhammad Ali telah harus bekerja. Ia tidak memperoleh kesempatan untuk masuk sekolah dengan demikian dia tidak pandai membaca maupun menulis. Meskipun ia tak pandai membaca atau menulis, namun ia adalah seorang anak yang cerdas dan pemberani, hal itu terlihat dalam karirnya baik dalam bidang militer ataupun sipil yang selalu sukses. Setelah dewasa, Muhammad Ali Pasya bekerja sebagai pemungut pajak dan karena ia rajin bekerja jadilah ia disenangi Gubernur dan akhirnya menjadi menantu Gubernur. Setelah kawin ia diterima menjadi anggota militer, karena keberanian dan kecakapan menjalankan tugas, ia diangkat menjadi Perwira. Pada waktu penyerangan Napoleon ke Mesir, Sultan Turki mengirim bantuan

tentara ke Mesir, diantaranya adalah Muhammad Ali Pasya, bahkan dia ikut bertempur melawan Napoleon pada tahun 1801. Rakyat Mesir melihat kesuksesan Muhammad Ali dalam pembebasan mesir dari tentara Napoleon, maka rakyat mesir mengangkat Muhammad Ali sebagai wali mesir dan mengharapkan Sultan di Turki merestuinya. Pengakuan Sultan Turki atas usul rakyatnya tersebut baru mendapat persetujuannya dua tahun kemudian, setelah Turki dapat mematahkan intervensi Inggris di Mesir. Setelah ekspedisi Napoleon Bonaparte, muncul dua kekuatan besar di Mesir yakni kubu Khursyid Pasya dan kubu Mamluk. Muhammad Ali mengadu domba kedua kubu tersebut, dan akhirnya berhasil menguasai Mesir. Rakyat semakin simpati dan mengangkatnya sebagai wali di Mesir. Posisi inilah kemudian memungkinkan beliau melakukan perubahan yang berguna bagi masyarakat Mesir. Setelah Muhammad Ali mendapat kepercayaan rakyat dan pemerintah pusat Turki, ia menumpas musuh-musuhnya terutama golongan Mamluk yang masih berkuasa di daerah-daerah, akhirnya Mamluk dapat ditumpas habis. Dengan demikian Muhammad Ali menjadi penguasa tunggal di Mesir, akan tetapi lama kelamaan ia asyik dengan kekuasaannya, akhirnya ia bertindak sebagai diktator. Pada waktu Muhammad Ali meminta kepada Sultan agar Syiria diserahkan kepadanya, Sultan tidak mengabulkannya. Muhammad Ali Pasya marah dan menyerang serta menguasai Syiria bahkan serangan sampai ke Turki. Muhammad Ali dan keturunannya menjadi raja di Mesir lebih dari satu setengah abad lamanya memegang kekuasaan di Mesir. Terakhir adalah Raja Farouk yang telah digulingkan oleh para jenderalnya pada tahun 1953. Dengan demikian berakhirlah keturunan Muhammad Ali di Mesir. Salah satu bidang yang menjadi sentral pembaruannya adalah bidang-bidang militer dan bidang-bidang yang bersangkutan dengan bidang militer, termasuk pendidikan. Kemajuan di bidang ini tidak mungkin dicapai tanpa dukungan ilmu pengetahuan modern. Atas dasar inilah sehingga perhatian di bidang pendidikan mendapat prioritas utama. Sungguhpun Muhammad Ali Pasya tidak pandai baca tulis, tetapi ia memahami betapa pentingnya arti pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk kemajuan suatu negara. Ini terbukti dengan dibentuknya Kementerian Pendidikan untuk pertama kalinya di Mesir, dibuka sekolah militer (1815), sekolah teknik (1816), sekolah ketabibaban (1836), dan sekolah penerjemahan (1836). Muhammad Ali Pasya berpendapat bahwa kekuasaan dapat dipertahankan hanya dengan dukungan militer yang kuat yang dibentuk melalui ekonomi dan pendidikan. Maka pembangunan pendidikan, ekonomi dan militer segera dilakukan demi kelanggengan kekuasaannya di Mesir. Modernisasi yang dilakukannya antara lain: mengirim mahasiswa ke Prancis, mendatangkan dosen dari Prancis, mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang mempelajari ilmu militer, kesehatan, ekonomi dan penerjemahan. Philip K. Hitti menuliskan berdasarkan catatan sejarah yang ditemukannya antara tahun 1813 sampai 1849, Muhammad Ali Pasya telah mengirimkan 311 mahasiswa yang belajar di Italia, Prancis, Inggris, Austria atas biaya pemerintah yang mencapai E. 273.360. Subjek yang dipelajari antara lain militer dan angkatan laut, teknik mesin, kedokteran, farmasi, kesenian dan kerajinan dan bahasa Prancis mempunyai kedudukan khusus dalam kurikulum di Mesir. Harun Nasution menyimpulkan modernisasi di Mesir pada masa Muhammad Ali Pasya sebenarnya pengetahuan tentang soal-soal pemerintahan, militer dan perekonomian untuk memperkuat kedudukannya, ia tidak ingin orang-orang yang dikirimnya tidak

boleh lebih dalam menyelami ilmunya, sehingga mahasiswa berada dalam pengawasan yang ketat. Selain mendirikan sekolah beliau juga mengirim pelajar-pelajar ke Eropa terutama ke Paris + 300 orang. Setelah itu mereka kembali ke Mesir diberi tugas menerjemahkan buku-buku Eropa ke dalam bahasa Arab, dan mengajar di sekolah-sekolah yang ada di Mesir. Philip K. Hitty mengemukakan bahwa Muhammad Ali Pasya tidak hanya menerapkan corak dan model pendidikan Barat, tapi juga mempercayakan pendidikan kepada orang Barat, bahkan gurunya kebanyakan didatangkan dari Eropa. Keberhasilan di bidang militer telah merubah Mesir menjadi negara modern yang kekuatannya mampu menandingi kekuatan militer Kerajaan Usmani, serta bermunculanlah para tokoh intelektual di Mesir yang kelak melanjutkan gagasan-gagasan beliau khususnya dalam bidang pendidikan. Hal-hal ini memberi gambaran tentang apa yang dikehendaki Muhammad Ali sebenarnya, pengetahuan tentang soal-soal pemerintahan, militer dan perekonomian, yaitu hal-hal yang akan memperkuat kedudukannya. Ia tak ingin orang-orang yang dikirimnya ke Eropa, menyelami lebih dari apa yang perlu baginya, dan oleh karena itu mahasiswa-mahasiswa itu berada dibawah pengawasan yang ketat. Mereka tak diberi kemerdekaan bergerak di Eropa. Tetapi, dengan mengetahui bahasa-bahasa Eropa, terutama Prancis dan dengan membaca buku-buku Barat seperti karangan-karangan Voltaire, Rousseau, Montesquieu dan lain-lain, timbullah ide-ide baru mengenai demokrasi, parlemen, pemilihan wakil rakyat, paham pemerintahan republik, konstitusi, kemerdekaan berfikir dan sebagainya. Pada mulanya perkenalan dengan ide-ide dan ilmu-ilmu baru ini hanya terbatas bagi orang-orang yang telah ke Eropa dan yang telah tahu bahasa Barat. Kemudian faham-faham ini mulai menjalar kepada orang-orang yang tak mengerti bahasa Barat, pada permulaannya dengan perantaraan kontak mereka dengan mahasiswa-mahasiswa yang kembali dari Eropa dan kemudian dengan adanya terjemahan buku-buku Barat itu kedalam bahasa Arab. Yang penting diantara bagian-bagian tersebut bagi perkembangan ide-ide Barat ialah bagian Sastra. Di tahun 1841, diterjemahkan buku mengenai sejarah Raja-raja Prancis yang antara lain mengandung keterangan tentang Revolusi Prancis. Satu buku yang serupa diterjemahkan lagi tahun 1847. Sepintas pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali hanya bersifat keduniaan saja, namun dengan terangkatnya kehidupan dunia umat Islam sekaligus terangkat pula derajat keagamaannya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali merupakan landasan pemikiran dan pembaharuan selanjutnya. Pembaharuan Muhammad Ali dilanjutkan oleh Tahtawi, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan murid-murid Muhammad Abduh lainnya. http://jorjoran.wordpress.com/2011/02/28/pembaharuan-islam-dimesir-dan-turki-makalah/ Setelah selesainya Revolusi 1789 Pranscis mulai menjadi Negara besar yang mendapat saingan dn tantangan dari Inggris. Inggris di waktu itu sudah meningkat kepentingan-kepentingannya di India dan untuk memutuskan komunikasi antara inggris di Barat dan India di Timur Tengah. Napoleon Melihat bahwa Mesir perlu diletakkan di bawah kekuasaan Perancis. disamping Prancis perlu pada pasaran baru untuk hasil industrinya. Napoleon sendiri kelihatannya mempunyai tujuan sampingan lain. Napoeleon ingin mengikuti jejak Alexander Macodonia yang pernah menguasi Eropa dan Asia. Mesir saat itu berada di bawah kawasan kaum Mamluk, walaupun sejak ditaklukkan oleh sultan Salim di tahun 1517, daerah ini pada hakekatnya merupakan bagian dai kerajaan Usmani. Namun setelah bertambah lemahnya kekuasaan sultan

sultan di abad ketujuh belas, mesir mulai melepaskan diri kekuasaan Istambul dan akhirnya menjadi daerah otonom. Kaum Mamluk berasal dari budak-budak yang dibeli di kaukasusu, suatu daerah pegunungan yang terletak di daerah perbatasan antara Turki dan Rusia. mereka di bawa ke istambuk untuk di jadikan tantara, dan dalam dinas kemiliteran kedudukan mereka meningkat. bahkan dianaranya ada yang mencapai jabatan militer tertinggi. Namun setelah jatuhnya Prestise Sultan-sultan Usmani, mereka tidak mau lagi tunduk ke istambul bahkan menolak pengiriman pajak yang mereka pungut secara kekerasan dari rakyat mesir yang ada ke istambul. kepala mereka disebut Syeikh Al- Balad dan Syeikh inilah yang sebenarnya menjadi raja di Mesir pada waktu itu. kerena tekenal dengan tabiat kasar, hubungan mereka dengan rakyat mesir tidak begitu baik disamping mereka tidak bisa bahasa Arab. Bagimana lemahnya kerajaan usmani pada waktu itu dapat digambarkan dari penjalanan perang di Mesir. Napoleon mendarat di Alexandria pada 2 Juni 1798. keesokan harinya kota pelabuhan ini jatuh, sembilah hari kemudian Rasyid, kota di sebelah timur Alexandria. dalam waktu tidak lebih dari tiga minggu Napoleon dapat menguasai Mesir. Napoleon membawa ide ke Negara mesir, diantaranya 1. Sistem permerintahan yang republic. 2. Ide persamaan (egalite) yakni sama kedudukan dan turut serta rakyat dalam pemerintahan. 3. Ide kebangsaan : bahwa orang perancis merupakan suatu bangsa dan kaum mamluk adalah pendatang. Negara Mesir sejak masa lampau sudah memiliki budaya yang tinggi. Begitu pula pada saat sekarang ini, Mesir masih memegang peranan penting dalam kancah budaya, sosial, dan politik di kawasan Timur Tengah. Ini tak terlepas dari jasa seseorang yang bernama Muhammad Ali Pasya, pelopor pembaruan dan Bapak Pembangunan Mesir modern. Sejatinya, Muhammad Ali bukanlah orang Mesir asli. Dia berasal dari dusun Kavala-Albania dan lahir sekitar tahun 1765. Orang tuanya hanyalah pedagang rokok eceran dan hidup kurang mampu. Kondisi tersebut mendorong Muhammad Ali bekerja keras sejak masih kecil. Kesibukannya bekerja pada akhirnya tidak memberinya kesempatan untuk mengenyam dunia pendidikan. Akibatnya, dia pun menjadi tidak pandai membaca dan menulis. Menginjak dewasa, Muhammad Ali bekerja sebagai pemungut pajak. Di sini dia mulai memperlihatkan kecakapannya sehingga tiap tugas yang dibebankan, terlaksana dengan baik. Tak cuma itu, nasib baiknya berlanjut tatkala Gubernur Utsmani mengambilnya sebagai menantu. Kemudian dia masuk ke kemiliteran. Muhammad Ali menjadi ahli strategi andal, kariernya pun terus menanjak. Dan saat memangku jabatan selaku salah satu komandan pasukan Ottoman, tahun 1798 Muhammad Ali dikirim ke Mesir (saat itu adalah salah satu provinsi Ottoman) untuk membantu Inggris memerangi tentara Prancis pimpinan Napoleon Bonaparte. Dalam pertempuran tersebut, dia kembali menunjukkan kecakapan serta keberanian sampai selanjutnya diangkat sebagai kolonel. Setelah tentara Prancis meninggalkan Mesir tahun 1801, terjadi kekosongan politik di negara tersebut. Oleh Muhammad Ali, hal tersebut dinilainya sebagai satu kesempatan untuk mengambil alih kekuasaan. Situasi vakum ini memunculkan tiga kekuatan yang bertujuan ingin merebut kekuasaan pula. Yakni Khursyid Pasya dari Istambul-Turki, kaum Mamluk yang menginginkan kembali kekuasaannya yang lepas setelah kedatangan Prancis, serta Muhammad Ali sendiri. Awalnya, Muhammad Ali belum terang-terangan menunjukkan niatnya itu. Dirinya menyadari, agar bisa mewujudkan harapan, maka pertama kali yang perlu dilakukan

adalah mendapatkan dukungan rakyat. Maka dia pun lantas mengambil sikap mengadu domba dua kekuatan lain. Lama kelamaan, simpati dari rakyat Mesir yang sudah benci terhadap kaum Mamluk diperolehnya. Sedangkan pada kesempatan sama, tentara Turki di bawah pimpinan Khursyid Pasya ternyata sebagian besar berasal dari Albania. Ini membuat simpati rakyat kepada Turki berkurang. Dengan kelemahan yang ada pada dua pesaingnya itu, Muhammad Ali mempunyai kedudukan lebih kuat guna merebut kekuasaan. Barulah setelah dinilainya situasi politik kian mendukungnya, segera saja dia menghancurkan kekuasaan Mamluk dan Khursyid Pasha. Serta merta, pasukan sultan Turki dipaksa kembali ke Istambul. Seperti disebutkan dalam buku Ensiklopedi Islam, maka tahun 1805, Istambul mengangkatnya sebagai Pasya (gubernur) Mesir. Pemerintahannya berjalan dengan keras. Di awal kekuasaan, pengaruh kaum Mamluk di Mesir belum sepenuhnya pudar. Oleh katena itu, Muhammad Ali berupaya menyingkirkan terlebih dulu pihak-pihak penentang kekuasaannya. Tahun 1811, kaum Mamluk dapat ditaklukkan. Setelah semua ancaman dieliminir, mulailah berbagai pembaruan dikerjakan.

Selain mendatangkan ahli-ahli dari Eropa., ia juga mengirim siswa-siswa untuk belajar ke sana. menurut statistic di antara 1813 dan 1849, ia mengirim 311 pelajar mesir ke Itali, Perancis, Inggris dan Austria. di Paris di dirikan satu rumah Mesir untuk menampung pelajar-peljar tersebut. yang paling di utamakan ialah ilmu-ilmu kemiliteran baik darat maupun laut, arsitek, kedoktoran dan obat-obatan. yang di mana ilmu-ilmu tersebut belakangan ini dekat berhubungan dengan soal kemiliteran. Untuk mendukung percepatan pembangunan dan pembaruan Mesir, penerjemahan buku-buku berbahasa asing - terutama dari Eropa- terus dilakukan, seperti ilmu fisika, sastra, kedokteran dan lain-lain. Hasilnya pun cukup menggembirakan dan membawa pengaruh besar bagi rakyat Mesir. Mereka lebih mengenal dunia luar serta mengetahui perkembangan dunia Islam pada umumnya.

Temapt Kedudukan Dan Kelahiran Muhammad Ali Pasya Untuk dapat melawan tentara Napoleon yang telah menguasai seluruh mesir serta telah pula menyerang Suria dan dari sini kemungkinan selanjutnya ke Istambul. Sultan Salim II (17891809) mengumpulkan tentara, salah satu di antera tentara tersebut terdapat seorang yang bernama Muhammad Ali, seorang keturunan Bangsa Turki yang lahir di Kawalla, Yunani, pada tahun MUHAMMAD ALI PASYA 1765, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. di mana orang Sejarah Kehidupan Muhammd Ali Pasya tuanya bekerja sebagai penjual rokok dan semenjak dari kecil Muhammad Ali telah harus bekerja. ia tidak memperoleh Muhamad Ali Pasya termasuk pembaharuan islam di bidang kesempatan untuk masuk sekolah untuk megenyam pendidikan, pendidikan dan kemiliteran di Mesir. Menjadi wakil sultan dengan sehingga ia tidak pandai menulis maupun untuk membaca. resmi di mesir yang dikenal dengan sifat dictator. namun berlainan dengan raja-raja lain yang mengutamakan kekuatan militer, namun Jalan Untuk Memperbaiki Riwayat Hidup Muhammad Ali Pasya Muhammad Ali Pasya mempunyai pendapat di belakang kekuatan militer itu mesti ada kekuatan ekonomi yang sanggup membelanjai Setelah beranjak Dewasa ia bekerja sebagai pemungut pajak pembaharuan dalam bidang militer. Jadi dua hal yang penting dan karena kecapannya dalam pekerjaan ini, ia menjadi baginya, kemajuan ekonomi dan kemajuan militer yang di mana kesayangan Gubernur Usmani setempat. kemudian di diangkat kedua hal tersebut ia menghendaki ilmu-ilmu modern yang telah di menjadi menantu oleh gubernur tersebut dan muali dari itu kenal orang di Eropa. bintangnya terus membaik. selanjutnya ia masuk dinas militer dan Dialah orang yang pertama sekali mendirikan sekolah dalam lapangan ia juga menunjukkan kecakapan dan kesanggupan kemiliteran di Mesir. walaupun ia termasuk orang yang tidak tahu sehingga pangkatnya cepat naik menjadi perwira. dan ketika pergi menulis dan membaca atau biasanya di sebut buta huruf. namun kemesir ia mempunyai kedudukan wakil perwira yang mengepalai dari dampak perjalanan hidupnya yang sangat panjang membuat pasukan yang dikirim ke daerahnya. ia sangat mengerti arti pentingnya ilmu pengetahuan bagi kemajuan suatu Negara. Masa Perebutan Kekuasaan Di Mesir Tujuan Untuk Mempeluas Ilmu Pengetahun Walaupun Muhammad Ali seorang yang buta huruf, namun ia sangat mengerti pentingnya arti pendidikan dan ilmu pengetauan untuk kemajuan suatu Negara. dalam hal ini ia terpengaruh oleh cerita pembesar pembesar yang berada di sekitarnya mengenai unsur-unsur dan hal-hal baru yang dibawa oleh ekspedisi Napoleon. Untuk membantunya dalam bidang pendidikan ia mendirikan kementerian pendidikan. sehingga bekisar antara tahun 1815-1836 Muhammad Ali telah membuka beberapa sekolah yaitu : a. Sekolah militer yang dibuka pada tahun 1815 dan merupakan sekolah militer yang partama sekali di Mesir. b. Sekolah teknik pada tahun 1816 c. Sekolah kedokteran pada tahun 1827. d. Sekolah obat-obatan (apoteker) pada tahun 1829 e. Sekolah pertambangan pada tahun 1834 f. Sekolah pertanian pada tahun 1836 g. Sekolah penerjemah pada tahun 1836. Sedangkan guru-guru yang mengajar di sekolah tesebut di datangkan dari Barat, dan karena tidak pandai bahasa Arab, maka ceramah-ceraham mereka di terjemahkan oleh penerjemah penerjemah Arab dan Turki. Setelah tentara Prancis meninggalkan Mesir tahun 1801, terjadi kekosongan politik di negara tersebut. Oleh Muhammad Ali, hal tersebut dinilainya sebagai satu kesempatan untuk mengambil alih kekuasaan. Situasi vakum ini memunculkan tiga kekuatan yang bertujuan ingin merebut kekuasaan pula. Yakni Khursyid Pasya dari Istambul-Turki, kaum Mamluk yang menginginkan kembali kekuasaannya yang lepas setelah kedatangan Prancis, serta Muhammad Ali sendiri. Awalnya, Muhammad Ali belum terang-terangan menunjukkan niatnya itu. Dirinya menyadari, agar bisa mewujudkan harapan, maka pertama kali yang perlu dilakukan adalah mendapatkan dukungan rakyat. Maka dia pun lantas mengambil sikap mengadu domba dua kekuatan lain. Lama kelamaan, simpati dari rakyat Mesir yang sudah benci terhadap kaum Mamluk diperolehnya. Sedangkan pada kesempatan sama, tentara Turki di bawah pimpinan Khursyid Pasya ternyata sebagian besar berasal dari Albania. Ini membuat simpati rakyat kepada Turki berkurang. Dengan kelemahan yang ada pada dua pesaingnya itu, Muhammad Ali mempunyai kedudukan lebih kuat guna merebut kekuasaan. Barulah setelah dinilainya situasi politik kian mendukungnya, segera saja dia menghancurkan kekuasaan Mamluk dan Khursyid Pasha. Serta merta, pasukan sultan Turki

dipaksa kembali ke Istambul. Seperti disebutkan dalam buku Ensiklopedi Islam, maka tahun 1805, Istambul mengangkatnya sebagai Pasya (gubernur) Mesir. Pemerintahannya berjalan dengan keras. Di awal kekuasaan, pengaruh kaum Mamluk di Mesir belum sepenuhnya pudar. Oleh katena itu, Muhammad Ali berupaya menyingkirkan terlebih dulu pihak-pihak penentang kekuasaannya. Tahun 1811, kaum Mamluk dapat ditaklukkan. Setelah semua ancaman dieliminir, mulailah berbagai pembaruan dikerjakan. Jalan Pembaharuan Untuk Kemajuan Pemerintahannya berjalan dengan keras. Di awal kekuasaan, pengaruh kaum Mamluk di Mesir belum sepenuhnya pudar. Oleh karena itu, Muhammad Ali berupaya menyingkirkan terlebih dulu pihak-pihak penentang kekuasaannya. Tahun 1811, kaum Mamluk dapat ditaklukkan. Setelah semua ancaman dieliminir, mulailah berbagai pembaruan dikerjakan. Adapun pembaharuan yang di lakukan adalah : a. Pembaharuan Dibidang Militer Salah satu bidang yang menjadi fokus pembaruannya adalah militer. Menurut pendapatnya, melalui kekuatan militer akan dapat mengamankan kekuasaan serta upaya pembangunan. Disadari, mengembangkan kekuatan militer hanya bisa dicapai dengan penguasaan pengetahuan modern. Terkait masalah tersebut, tahun 1819 dia mengutus seorang kolonel Prancis bernama Save yang kemudian beralih ke agama Islam dengan nama Sulaiman Pasya-guna memodernisasi angkatan bersenjata Mesir. Dibangunlah sekolah militer di Kairo serta Akademi Industri Bahari juga Sekolah Perwira Angkatan Laut di Alexandria. Selain itu, ratusan perwira Mesir dikirimnya ke Eropa untuk menimba dalam bidang ilmu kemiliteran. b. Pembaharuan Dibidang Ekonomi Pembaruan yang dilakukan pada bidang perekonomian juga menjadi perhatian yang serius. Bebagai macam kegiatan yang dilaksanakan untuk memacu pertumbuhanfsn prkembangan bidang ekonomi negara serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sejumlah irigasi dibangun, impor kapas dari India dan Sudan, yang di mana juga mendatangkan tenaga-tenaga terampil yang sudah ahli dalam bidang pertanian dari negara Eropa. Modernisasi bidang angkutan umum dan industri menjadi fokus utama awal pemerintahan Muhammad Ali Pasya.. c. Pembaharuan Bidang Pendidikan Pendidikan serta ilmu pengetahuan adalah pula unsur penting gerakan pembaruan Muhammad Ali di Mesir. Demi tujuan itu, dibentuklah kementerian pendidikan dan sejumlah lembaga pendidikan. Sekolah militer ang dibuka pada tahun (1815) dan merupakan sekolah militer yang partama sekali di Mesir. Sekolah teknik pada tahun (1816), Sekolah kedokteran pada tahun 1827Antara lain Sekolah Teknik (1816), Sekolah Kedokteran (1827), Sekolah Apoteker (1829), Sekolah Pertambangan (1834), dan Sekolah Penerjemahan (1836) KESIMPULAN Semua yang telah lakukan oleh Muhammad Ali Pasya saat ia menjadi pemimpin Mesir, yang lalu sehingga mewujudkan Mesir hingga menjadi sebuah negara yang modern. Sampai sekarang ini, Mesir masih dipandang sebagai pusatnya ilmu pengetahuan di kawasan Timur Tengah. Keberadaan Universitas yang sangat terkenal Al-Azhar semakin memperkokoh kedudukan Mesir dalam bidang ilmu pengetahuan Islam. Ribuan mahasiswa dari berbagai belahan negara di dunia, setiap tahunnya menimba ilmu di Universitas AlAzhar ini. Hal yang tidak dapat kita pungkiri bahwa ini merupakan salah berkat jasa-jasa Muhammad Ali Pasya, yang lantas dijuluki Bapak Pembangunan Mesir Modern.

http://lembahkabut.blogspot.com/2011/03/pembaharuan-islam-dimesir.html Secara geopolitis, keberadaan Mesir sangat strategis. Mesir terletak di sudut Timur laut benua Afrika dan sebagian kecil wilayahnya terletak di benua Asia, yaitu semenanjung Asia. Keadaan yang demikian mempunyai pengaruh ganda baik bagi Mesir, baik sebagai bagian bangsa Arab (yang terletak di Asia) maupun sebagai bagian dad Afrika. Keberadaan Terusan Suez sangat menguntungkan Mesir. Terusan yang memisahkan antara benua Asia dan Afrika ini merupakan jalur tercepat untuk menghubungkan Eropa dan Asia. Karena itu, Terusan Suez menjadi salah satu sumber konflik antara berbagai negara penjajah yang memperebutkannya. Kedudukan yang strategis itu membuat peran politik Mesir secara regional (Timur Tengah) maupun internasional menjadi penting dan diperhitungkan. Mesir di bawah Gamal Abdul Nasser merupakan salah satu penggagas gerakan Non Blok pada masa perang dingin. Ideologi Nasser sendiri pernah berpengaruh luas di Arab. Mesir pun menjadi rebutan negara-negara besar dunia seperti Inggris, Amerika Serikat, Prancis, maupun Rusia. Tentu saja, tidak bisa dilupakan pengaruh Islam di negeri tersebut. Agama Islam saat ini merupakan agama mayoritas penduduk negeri Mesir. Bahkan, Islam menjadi agama yang tidak terpisahkan dari penduduk Mesir. Meskipun sama-sama ditaklukkan lewat perang (futuhat), rakyat Mesirkarena keagungan Islamtidak pernah menganggap bahwa Muslim Arab adalah penjajah mereka. Bahkan, kaum Muslim di Mesir menjadi pembela dan pejuang Islam terdepan di dunia saat ini. Padahal sebelumnya, negeri Mesir secara bergantian ditaklukkan oleh kekuatan luar seperti Assyrian dari Mesopotamia, Persia, Alexander The Great dari Macedonia, Romawi. Ini semua membuktikan bahwa futuhat lewat jihad dalam Islam bukanlah untuk mengeksploitasi negara lain, tetapi untuk menyebarkan Islam sehingga menjadi rahmah Ii al- alamin. Sejarah Islam di Mesir Islam masuk ke daerah ini pada masa Khalifah Umar bin alKhaththab. Ketika itu, beliau memerintahkan Amr bin al-Ash membawa pasukan tentara Islam untuk mendudukinya. Setelah menduduki daerah ini, Amr bin al-Ash langsung menjadi gubernur di sana (632-660) dan menjadikan kota Fustat (dekat Cairo) sebagai ibu kotanya. Pada masa selanjutnya, yang memerintah Mesir berturut-turut adalah Kekhilafahan Umayyah dan Abbasiyah, Tulun (868-905), Ikhsyd (935-969), Fatimiyah (909-1171), Ayyubiyah (1174-1250) yang ditandai dengan Perang Salib (1096-1273), dan Mamluk (1250-1517). Pada masa sesudahnya Mesir menjadi bagian dari Kekhalifahan Utsmaniah. Pada rentetan silih bergantinya pemerintahan di Mesir telah tercatat sejumlah sumbangannya dalam bidang perluasan Islam dan percaturan politik bagi perjuangan umat Islam, antara lain: 1. Pada masa pemerintahan Anbasah bin Ishak (238-242 H.) dan Bani Abbas yang mendirikan Benteng Dimyat dan Tinis untuk mempertahankan Mesir dan daerah-daerah Islam dari serangan Bizantium. 2. Pada masa pemerintahan Nasir Muhammad bin Qalawun (12931340) dari Bani Mamluk pengaruh kekuasaan Mesir telah meluas ke Afrika Utara, Irak, Asia Kecil, dan Madinah. 3. Pengaruh besar dimainkan oleh Mesir ketika Salahuddin Yusuf al-Ayyubi memimpin perlawanan terhadap Perang Salib (10961291) yang diawali oleh Kristen Eropa karena kekhawatiran mereka akan penaklukan Islam ke Eropa. Pada saat itu, Islam telah menguasai Asia Kecil, pintu gerbang untuk memasuki ConstantinopeL (Istanbul).

Kondisi Mesir di Bawah Islam Jasa terpenting tatkala Islam rnencerahkan Mesir adalah hasil kegiatannya dalam bidang pengetahuan, pendidikan, dan kebudayaan. Sejak masa pemerintahan Fatimiyah, Mesir khususnya Kairo, telah menjadi pusat intelektual Muslim dan kegiatan ilmiah Dunia Islam. Pendirian Universitas al-Azhar (Universitas tertua di dunia) oleh Jauhar al-Katib as-Siqilli pada tanggaL 7 Ramadhan 361 (22 Juni 972) memainkan peranan yang penting dalam sejarah peradaban Islam. Pada masa selanjutnya, selama berabad-abad universitas itu menjadi pusat pendidikan Islam dan tempat pertemuan puluhan ribu mahasiswa Muslim yang datang dari seluruh dunia. Tumbuhnya Mesir sebagai pusat ilmu keislaman didukung oleh para penguasanya yang sepanjang sejarah menaruh minat besar pada ilmu pengetahuan. Seorang khalifah dari keturunan Fatimiyah, al-Hakim (996-1021), mendirikan Darul Hikmah, yakni pusat pengajaran ilmu kedokteran dan ilmu astronomi. Pada masa inilah muncul Ibn Yunus (348-399 H1958-1009 M) seorang astronom besar serta Ibn Haitam (354-430 H/965-1039 M) seorang tokoh fisika dan optik. Selain itu, ia mendirikan Dar al-Ilm, suatu perpustakaan yang menyediakan jutaan buku dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Pada tahun 1013 al-Hakim membentuk Majelis Ilmu (Lembaga Seminar) di istananya, tempat berkumpulnya sejumlah ilmuwan untuk mendiskusikan berbagai cabang ilmu. Kegiatan ilmiah ini ternyata memunculkan sejumlah ilmuwan besar Mesir yang pikiran dan karya-karyanya berpengaruh ke seluruh Dunia Islam. Pengaruh lain yang penting bagi kebudayaan Dunia Islam adalah pendirian universitas-universitas di Mesir (1908) sesaat sebelum Perang Dunia I. Universitas-Universitas ini tumbuh dan mempunyai fakultas-fakultas: kedokteran, farmasi, teknik, pertanian, perdagangan, hukum, dan sastra. Bertambahnya keinginan akan pendidikan menyebabkan tumbuhnya universitasuniversitas lain seperti Universitas Iskandariyah di Iskandariyah dan Universitas Ain Syams (1950) di Kairo. Sampai saat ini masih tercatat berbagai universitas lain seperti Universitas Mansyuriyah yang didirikan pada tahun 1972 (sebelumnya adalah cabang Universitas Kairo), Universitas Tanta yang didirikan pada tahun 1972 (sebelumnya adalah cabang Universitas lskandariyah), Universitas Hillwan, Universitas Assyut yang didirikan pada tahun 1957, serta Universitas Mania, Universitas Munafia, dan Universitas Suez yang didirikan pada tahun 1976. Awal Imperialisme Barat Imperialisme mulai merambah Mesir tatkala Prancis, melalui Napoleon Bonaparte, mulai pertama kali menjejaki tanah Mesir. Prancis selanjutnya sedikit demi sedikit berusaha menancapkan pengaruhnya di tanah tersebut. Usaha yang terlihat nyata adalah tatkala menempatkan Muhammad Ali Pasya memegang tampuk pemerintahan di negeri tersebut. Muhammad Ali Pasya (18051917) kemudian direkayasa oLeh Prancis seolah-olah sebagai orang yang sangat berjasa pada kemajuan Mesir. Dia diopinikan sebagai pembaru yang membawa kemajuan Mesir dari kegelapan yang ditimbulkan oleh Islam. Tahun 1840, Muhammad Ali Pasha diasingkan oleh Sultan Utsmani atas desakan Prancis. Muhammad Ali mempunyal andil yang sangat besar bagi kemerosotan Islam. Dia menelorkan program pencucian otak dengan dalih alih ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat ke Dunia Islam melalul Mesir. Untuk merealisasikan program ml, Ia mengirim mahasiswa Mesir untuk belajar ke Prancis. Setelah kembali ke Mesir, tentu dengan berbagai ragam dan corak pemikirannya, mereka menjadi guru di berbagai universitas. Yang lebih parah, para lulusan tersebut ditempatkan terutama di Universitas al-Azhar, tempat ribuan mahasiswa dan berbagai

negara Islam menimba ilmu pengetahuan. Dengan demikian, penyebaran ide-ide sesat dari Barat menjadi demikian efektif dan efisien; bukan hanya di Mesir saja, namun lebih jauh dari itu. Ideide sesat itu menyebar ke berbagai negeri Islam. Pada masa selanjutnya, Prancis mulai meniupkan gagasangagasan besar dan revolusioner kepada para pemikir dan pemimpin umat Islam di Mesir, yaitu ide nasionalisme dan patriotisme. Patriotisme Mesir dipelopori oleh at-Tahtawi (18011873)yang berpendirian bahwa Mesir dan negara lain baru bisa maju bila berada di bawah penguasa sendiri, bukan di bawah tangan orang asing. Maksudnya, Mesir, yang selama ini di bawah perlindungan Kekhilafahan lslamiyah, oleh Prancis melalui kaki tangannya harus segera melepaskan diri agar cepat maju dan berkembang. Sedangkan, nasionalisme Mesir dipelopori oleh Mustafa Kamil (1874) yang mendirikan Hizb al-Wathan untuk seolah-olahmemperjuangkan kemerdekaan Mesir dari kekuasaan Perancis. Dari Mesir inilah lahir ide nasionalisme Arab yang dipelopori oleh Gamal Abdul Nasser. Imperialisme Perancis semakin tak terbendung tatkala dia berhasil ikut campur tangan dalam pemerintahan Mesir pada tahun 1882 walaupun secara de facto tetap tunduk pada Kekhilafahan Utsmani hingga tahun 1914. Atas desakan dan rekayasa Perancis, antara 1914-1922 Mesir menjadi protektorat Perancis. Mesir mendapatkan kemerdekaan dari Perancis tahun 1922. Negara ini mengambil bentuk pemerintahan monarki konstitusional. Untuk semakin menancapkan pengaruhnya, Perancis melalui Napoleon menerbitkan majalah Le Courtier dEgypte dan La Degade Egyptienne sebagai media publikasi ide-ide mereka yang berkedok majalah yang memberitakan perkembangan ilmu pengetahuan. Muhammad Ali sendiri menerbitkan surat kabar aIWaqi al-Misriyah (Peristiwa-peristiwa Mesir). Media tesebut menjadi alat propaganda untuk menjelek-jelekkan Islam dan mengagung-agungkan imperialisme Perancis. Serentetan rezim sekular selanjutnya silih berganti menguasai Mesir. Sesudah Muhammad Ali Pasha, Mesir diperintah oleh Abbas I (1848- 1854) dan Abbas II (1854-1863). Pemimpin selanjutnya adalah Khedive Ismail (1863-1879). Ia memperbaiki kembali kehidupan sosial politik di Mesir. Ismail lalu digantikan oleh anaknya, Taufiq. Pemerintahan Taufiq bisa dikatakan sangat dekat dengan Inggris Oleh sebab itu, terjadilah peristiwa penting, yaitu revolusi yang dipimpin oleh Ahmad Orabi yang berkeinginan memberikan tausiah kepada Taufiq agar jangan menjadi kaki tangan Perancis. Karena situasi yang terjadi pada waktu revolusi tersebut sangat tidak menguntungkan Perancis, Inggris menggunakan kesempatan tersebut untuk melakukan agresi militernya dan berhasil menduduki Kairo 14 Desember1882. Seusai Perang Dunia I, pada November 1918, di Mesir muncul pemimpin yang bernama Saad - Zaghlul. Ia berusaha menuntut kemerdekaan dari Inggris. lalu Inggris menangkap dan mengasingkannya. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat Mesir. Akibatnya, pada 9 Maret 1919 terjadilah tuntutan besar menentang Inggris di Kairo dan seluruh penjuru Mesir yang menyebabkan Inggris mengubah pola politiknya dan membebaskan Saad ZagLul. Campur Tangan AS Bersamaan dengan mulai melemahnya Inggris sebagai adidaya dunia, Amerika Serikat berambisi untuk menguasai Timur Tengah yang memang strategis terutama pasca perang dunia kedua. Untuk itu AS harus menggeser Inggris yang sebelumnya berkuasa di Timur Tengah, antara lain dengan mengobarkan semangat kemerdekaan dan anti penjajahan dan anti feodalisme di negeri Timur Tengah. Lewat beberapa perwira militer Mesir, AS mulai menanamkan pengaruhnya saat terjadi kudeta militer terhadap Raja Farouk yang merupakan boneka Inggris. Di bawah pimpinan Gamel Abdul Nasser, Gerakan Perwira Bebas (organisasi rahasia

yang dibentuk tahun 1947), menggulingkan raja Farouk pada tahun 1952. Jenderal Muhammad Najib (orang suruhan Nasser) menjadi presiden dan perdana menteri Mesir. Dalam pernyataannya, Jenderal Najib dan rekan-rekannya berupaya menarik simpati masyarakat bahwa kudeta yang mereka lakukan bertujuan untuk membebaskan mesir dan imperiaLisme dan feodalisme serta agar rakyat dilayani oleh pemerintahan yang jujur yang membawa pada kesejahteraan rakyat. Untuk menguatkan kedudukannya, Najib pada bulan Juni 1953 mendeklarasikan Mesir menjadi negara Republik. Bahwa AS menjadikan rezim baru ini untuk menguasai Mesir mulai tampak saat dihapuskannya perjanjian Inggris-Mesir pada tahun 1936 dengan membuat perjanjian baru yang ditandatangani 24 Juli 1954. Perjanjian baru ini membuat Mesir bisa mendapat bantuan ekonomi dan militer dari AS (Lihat George Lenczowski, Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia, terjemahan dari The Middle East in World Affairs, hlm 324). Peran AS semakin tertancap saat AS menawarkan pinjaman hutang 56 juta dollar kepada rezim Mesir untuk proyek pembangunan bendungan Aswan. Sudah merupakan strategi umum AS untuk menjadikan hutang luar negeri ini menjadi kekuatan penjerat negara yang berutang. Terbukti kemudian, hingga saat ini Mesir, sangat bergantung dan dikendalikan oleh AS karena hutang-hutangnya yang menumpuk. Dominasi AS pun semakin kentara di Timur Tengah termasuk Mesir. Lewat krisis Suez yang muncul akibat masuknya pasukan Israel ke wilayah Mesir, AS pun mengambil peran sebagai mediator. Tentu saja dalam posisinya sebagai mediator , pengaruh AS di Timur Tengah akan semakin kuat. AS pun menggunakan organ kolonialnya, yakni PBB, untuk mengadakan sidang darurat dewan keamanan. Semua negara besar pada waktu itu, memanfaatkan krisis Suez mi untuk menanamkan pengaruhnya di Mesir. AS dan Soviet , mengingatkan Inggris agar tidak membantu Mesir untuk melawan Israel. Sementara AS mengusulkan media perdamaian lewat PBB untuk menyelesaikan masalah ini. Hal ini tentu saja menguntungkan Israel, karena dengan demikian secara de facto keberadaan Israel sebagai sebuah negara, dan sekaligus juga menguntungkan AS karena akan menggeser peran Inggris di Timur Tengah. Dan itu berlangsung hingga kini, AS senantiasa menggunakan krisis Timur Tengah terutama Palestina untuk tetap menanamkan pengaruhnya di Timur Tengah. AS kemudian menggunakan Mesir untuk menanamkan pengaruhnya di TimurTengah. Tidaklah mengherankan kemudian peran Mesir demikian besar dalam berbagai perjanjian perdamaian Israel-Palestina. Mesir juga kemudian sering menjadi mediator konflik intern negara-negara Arab , termasuk dalam krisis Irak. Peran Mesir ini, merupakan perpanjangan tangan Amerika Serikat. Penguasa Sekular yang Repressif Keberadaan Mesir sebagai miftahul alam al Islam (kunci dunia Islam),tidak mengherankan, kalau dari Mesir bermunculan gerakan-gerakan Islam yang kemudian menjadi barometer dunia pergerakan Islam. Sebut saja Ikhwanul Muslimin, sebuah gerakan Islam yang lahir di Mesir. Saat ini, hampir di seluruh negeri Islam, pengaruh ide maupun gerak Ikhwanul Muslimin cukup besar. Di samping Ikhwanul Muslimin yang mengambil jalan moderat, ada pula Tanzimul Jihad, Jamaah Islamiyah, dan beberapa nama lain yang memilih jalan kekeraasan. Sementara itu, Hizbut Tahrir, yang baru-baru ini beberapa anggotanya ditahan oleh penguasa Mesir, karena perbedaan pandangan politik, tampil dengan pola gerakan yang bersifat pemikiran (fikriyyah), politik (siyasi), namun tanpa kekerasan (la mdiyah). Berbeda dengan yang lain, Hizbut Tahrir tidak berkompromi dengan sistem yang ada dan berjuang secara inqilbiyah (revoLusioner). Mesir, juga tidak hanya ramai dengan gerakan-gerakan Islam. Gerakan sekular maupun sosialis, bahkan komunisme, juga

berkembang di Mesir. Apalagi pada masa Nasser, Mesir menjadi penggerak nasionalisme Arab yang cukup berpengaruh di Dunia Arab. Tidak mengherankan pula, kalau dari Mesir juga lahir intelektual sekular, sosialis, atau yang memahami Islam secara liberal (seperti Jaringan Islam Liberal di Indonesia). Dari Mesir pula lahir tokoh-tokoh kontroversial seperti Ali Abdul Raziq yang mengatakan tidak ada kewajiban menegakkan Daulah Khilafah Islamiyah. Ali AbduL Raziq kemudian secara tidak hormat dikeluarkan dari al-Azhar. Namun demikian, bukunya, al-islam wa Ushul al Ahkm, yang menggugat sistem politik Islam sebagai kewajiban syariat, banyak menjadi rujukan intelektual sekular atau yang terbaratkan. Kondisi Mesir sebagai tempat tumbuh suburnya gerakan Islam, tentu sangat dirisaukan oleh penguasa Mesir yang notabene kaki tangan Barat. Opini mengenai kesatuan seluruh umat Islam di seluruh dunia di bawah naungan Khilafah Islamiyah tentu menjadi poin tersendiri dalam benak para penguasa tersebut. Jelas, adanya Khilafah akan menjadi magnet dan ideologi tersendiri bagi manusia untuk memilih kehidupan yang layak. Khilafah akan menjadi super power yang akan menggulung kebengisan dan kebobrokan ideologi Barat dan seluruh turunannya. Setelah sosialis hancur dan sekarang kehancuran kapitalis ditunjukkan oleh beribu kebobrokan yang ad, tentu akan memalingkan umat untuk kembali lagi pada keagungan Islam. Jika semangat penerapan syariat Islam semakin mengkristal, secara otomatis hal itu akan mengancam eksistensi para penguasa dan seluruh kepentingan Barat. Kondisi ini tentu tidak menyenangkan mereka. Untuk mencegah hal yang demikian, para penguasa sekular akhirnya menerapkan strategi tangan besi dan diktaktor. Usaha-usaha memberangus gerakan-gerakan Islam adalah cara yang jitu. Gerakan-gerakan Islam selanjutnya dikebiri dan dipersempit ruang geraknya dalam melakukan pembinaan kepada masyarakat dan dalam upayanya memotong interaksi antara pemerintah sekular dan masyarakat. Bahkan, para penguasa tersebut sampai metakukan tindakan membubarkan dan menangkapi para aktivis untuk selanjutnya ditahan dan dihukum tanpa ada tuntutan yang jelas terhadapnya. Yang jelas, mereka dituduh ingin menggulingkan konstitusi yang sah. Selain itu, ide demokrasi dijadikan obat pembius umat. Demokrasi dibungkus dan direkayasa sehingga tampak oleh rakyat Mesir seolah-olah merupakan sistem yang sesuai dan layak untuk diperjuangkan. Dengan demokrasi, seolah-olah kebebasan berpendapat dan menentukan nasib bangsa sendiri bisa terpenuhi. Padahal, yang terjadi justru sebaliknya. Dengan dalih demokrasi, para aktivis gerakan Islam yang secara konsekuen memperjuangkan Islam dituduh bertindak sektarian dan tidak memberikan penghormatan kepada yang Lain. Demokrasi, yang mengejawantah menjadi diktator, akhirnya muncul ke permukaan. Mesir menjadi neraka tersendiri bagi para aktivis Islam untuk menyemai pemikiran Islam. [MDHC] . http://dc204.4shared.com/doc/05p6NhR2/preview.html