mengenal lebih dekat anak tunarungu

46
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan fungsi pendengaran, baik sebagian maupun seluruhnya yang berdampak kompleks dalam kehidupannya. Anak tunarungu secara fisik terlihat seperti anak normal, tetapi bila diajak berkomunikasi barulah terlihat bahwa anak mengalami gangguan pendengaran. Anak tunarungu tidak berarti anak itu tunawicara, akan tetapi pada umumnya anak tunarungu mengalami ketunaan sekunder yaitu tunawicara. Penyebab anak menjadi tunawicara adalah anak sangat sedikit memiliki kosakata dalam sistem otak dan anak tidak terbiasa berbicara. Anak tunarungu memiliki tingkat intelegensi bervariasi dari yang rendah hingga jenius. Anak tunarungu yang memiliki intelegensi normal pada umumnya tingkat prestasinya di sekolah rendah. Hal ini disebabkan oleh perolehan informasi dan pemahaman bahasa lebih sedikit bila dibandingkan dengan anak yang mampu dengar. Anak tunarungu mendapatkan informasi dari indra yang masih berfungsi, seperti indra penglihatan, perabaan, pengecapan dan penciuman. 1

Upload: zuhry-yudha-yuana-putra

Post on 19-Dec-2015

100 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

TRANSCRIPT

Page 1: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan fungsi

pendengaran, baik sebagian maupun seluruhnya yang berdampak kompleks dalam

kehidupannya. Anak tunarungu secara fisik terlihat seperti anak normal, tetapi bila

diajak berkomunikasi barulah terlihat bahwa anak mengalami gangguan

pendengaran. Anak tunarungu tidak berarti anak itu tunawicara, akan tetapi pada

umumnya anak tunarungu mengalami ketunaan sekunder yaitu tunawicara.

Penyebab anak menjadi tunawicara adalah anak sangat sedikit memiliki kosakata

dalam sistem otak dan anak tidak terbiasa berbicara.

Anak tunarungu memiliki tingkat intelegensi bervariasi dari yang rendah

hingga jenius. Anak tunarungu yang memiliki intelegensi normal pada umumnya

tingkat prestasinya di sekolah rendah. Hal ini disebabkan oleh perolehan

informasi dan pemahaman bahasa lebih sedikit bila dibandingkan dengan anak

yang mampu dengar. Anak tunarungu mendapatkan informasi dari indra yang

masih berfungsi, seperti indra penglihatan, perabaan, pengecapan dan penciuman.

Anak tunarungu mendapatkan pendidikan khusus di lembaga informal dan

formal. Pendidikan formal yang menangani anak tunarungu yaitu LSM, organisasi

penyandang cacat, posyandu dan klinik-klinik anak berkebutuhan khusus.

Lembaga pendidikan formal yang menangani anak tunarungu adalah home

schooling, sekolah inklusi, dan Sekolah Luar Biasa (SLB). Penyelenggaraan

pendidikan khusus tersebut termuat dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional pasal 32 ayat 1 yang menyatakan bahwa pendididkan khusus

merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam

mengkuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial

1

Page 2: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan khusus

yang dimaksud yaitu pemberian layanan sesuai kebutuhan anak tunarungu.

Pendidikan khusus dilaksanakan secara sistematis. Pelaksanaan

pembelajaran bagi anak tunarungu harus dimulai dari hal-hal yang dialami anak

dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip pembelajaran bagi anak tunarungu mulai

dari hal-hal yang mudah kemudian berangsur-angsur ke tingkat yang lebih sulit.

Pembelajaran bagi anak tunarungu dapat dilakukan dengan cara memberikan

pengalaman-pengalaman nyata dan berulang-ulang.

Anak tunarungu kurang memiliki pemahaman informasi verbal. Hal ini

menyebabkan anak sulit menerima materi yang bersifat abstrak, sehingga

dibutuhkan media dan metode yang tepat untuk memudahkan pemahaman suatu

konsep pada anak tunarungu.

Pemahaman terhadap anak tunarungu juga sangat diperlukan guna

memberikan pelayanan yang tepat bagi anak. Pemahaman pelayanan tidak hanya

harus diketahui oleh guru, akan tetapi juga wajib diketahui oleh orang tua. Guru

dan orang tua harus saling bekerjasama dalam membuat program pembelajaran

baik di sekolah maupun di rumah.

B. Rumusan Masalah

Untuk membantu anak tunarungu agar berkembang dengan optimal dan

maksimal, kita perlu mengenal lebih dekat anak tunarungu. Untuk itu

dirumuskanah beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Siapakah anak tunarungu itu?

2. Bagaimana ciri-ciri dan karakteristik anak tunarungu?

3. Bagaimana cara menditeksi dini anak yang mengalami ketunarunguan?

4. Apa pendidikan yang tepat bagi anak tunarungu?

5. Apa terapi yang tepat guna membantu anak tunarungu agar berkembang

dengan optimal?

6. Bagaimana meningkatkan rasa percaya diri anak tunarungu?

2

Page 3: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini agar kita sebagai orang tua maupun

sebagai pendidik dapat:

1. Mengetahui siapa-siapa yang disebut sebagai anak tunarungu

2. mengetahui ciri-ciri dan karakteristik anak tunarungu sehingga dapat

membantu anak berkembang dengan optimal.

3. Mengetahui cara menditeksi dini anak yang mengalami ketunarunguan

sehingga dapat memberikan stimulasi dini dan pelayanan yang tepat bagi

anak.

4. Mengetahui pendidikan yang tepat bagi anak tunarungu agar anak

berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

5. Memberikan terapi yang tepat guna membantu anak tunarungu agar

berkembang dengan baik

6. Dapat meningkatkan rasa percaya diri anak tunarungu dalam pergaulan

sehari-hari di masyarakat.

3

Page 4: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tunarungu

Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran

yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan,

terutama melalui indra pendengarannya.

Andreas Dwidjosumarto (1990:1) mengemukakan bahwa Tunarungu adalah

seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu.

Mufti Salim (1984:8) menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak

yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar

yangdisebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat

pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya,

Memperhatikan batasan-batasan diatas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa

tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard

of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang menyebabkan pendengarannya

tidak memiliki nilai fungsional didalam kehidupan sehari-hari.

B. Ciri-Ciri Tunarungu

1.    Ciri-Ciri Fisik Anak Tunarungu

Cara berjalan anak kaku dan membungkuk disebabkan

karena terganggunya alat pendengaran.

Gerakan mata cepat dan agak beringas menunjukkan bahwa anak ingin

menangkap keadaan yang ada di sekitarnya.

Gerakan kaki dan tangannya sangat cepat atau kidal

tampak pada saat berkomunikasi dengan gerak/bahasa isyarat.

Pernafasannya pendek dan agak terganggu.

2. Ciri-Ciri Intelegensi Anak Tunarungu

4

Page 5: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

Intelegensi anak tunarungu umumnya seperti anak normal namun karena

tingkat kemampuan bahasa, keterbatasan informasi dan daya abstraksi yang

mengakibatkan menghambatnya proses pencapaian yang lebih luas. Maksudya

karena memiliki keterbatasan dalam kemampuan berbahasa maka anak lebih sulit

untuk memahami sesuatu.

3. Ciri-Ciri Sosial Anak Tunarungu

Merasa rendah diri dan merasa diasingkan dari keluarga dan masyarakat.

Merasa diperlakukan tidak adil oleh orang-orang disekitarnya.

Pergaulan terbatas antara sesama tunarungu.

Memiliki sifat egosentris melebihi anak normal.

4. Ciri-Ciri Emosi Anak Tunarungu

Mudah marah dan mudah tersinggung.

Merasa takut pada lingkungan sekitar sehingga anak merasa was-was atau

kuatir.

C. Klasifikasi Anak Tunarungu

1. Klasifikasi berdasarkan etiologis yaitu pembagian berdasarkan sebab- sebab,

tunarungu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu

a. Faktor Sebelum Lahir (Prenatal) :

Salah satu atau kedua orang tua tunarungu sehingga memiliki gen

pembawa tunarungu.

Karena penyakit misalnya sewaktu ibu mengandung terserang suatu

penyakit, terutama penyakit- penyakit yang di derita pada saat

kehamilan tri semester pertama yaitu pada saat pembentukan ruang

telinga. Penyakit itu ialah rubella, moribili, dan lain-lain

Karena keracunan obat- obatan : pada suatu kehamilan ibu meminum

obatan terlalu banyak, atau ibu meminum obat pengugur kandungan,

hal ini menyebabkan ketunarunguan pada anak yang lahir.

5

Page 6: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

b. Faktor Pada Saat Lahir (Natal) :

Prematuritas yaitu bayi yang lahir sebelum waktunya.

Proses Kelahiran yang sulit hingga persalinan dibantu dengan

penyedotan (tang) .

c. Faktor Sesudah lahir (post natal) :

Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat

pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh.

Ketulian yang terjadi karena infeksi , misalnya infeksi pada otak

(meningitis)atau infeksi umum seperti difteri , morbili, dan lain-lain.

Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak.

2. Klasifikasi berdasarkan Penyebabnya

Conductive loss

Sensorineural loss

Central auditory processing disorder

3. Klasifikasi Berdasarkan Keberfungsian Pendengaran

Ketunarunguan ringan : masih mampu mendengar dengan intensitas 20-

40 dB

Ketunarunguan sedang : masih mampu mendengar dengan intensitas 40-

65 dB

Ketunarunguan berat : masih mampu mendengar dengan intensitas 65-95

dB

Ketunarunguan parah : masih mampu mendengar dengan intensitas

diatas 95 dB.

D. Penyebab Tunarungu

1. Faktor Keturunan (Heredity)

2. Faktor Ibu yang terkena Rubella (Maternal Rubella)

3. Ketidaksesuaian anatara Darah Ibu dan Anak

6

Page 7: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

4. Meningitis (Radang Selaput Otak)

5. Prematuritas

E. Deteksi Ketunaarunguan

Mendeteksi kehilangan pendengaran merupakan persoalan teknis dimana

mengenali anak tuli lebih mudah daripada mengenali anak kurang dengar. Gejala

umum anak kurang dengar ringan diantaranya yaitu;

Anak yang acuh tak acuh, kebingungan atau penurut,

Anak yang mengahayal secara berlebihan,

Anak yang prestasinya rendah,

Anak yang mengalami sedikit gangguan bicara,

Anak yang malas,

Anak yang nampak bodoh.

Akan tetapi ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mendeteksi

ketunarunguan yang lain, yaitu:

Tes dengan alat sederhana (tradisional); pada bayi yang mulai meraban

dapat dilakukan tes karena pendengaran anak sudah mulai memegang peran.

Dengan mengetukkan sendok pada piring atau dengan panggilan dari sisi

belakang atau samping anak. Jika anak merespon, maka pendengaran anak

normal

Tes dengan detik jam (watch tick test); pelaksanaan test dilakukan di ruang

sunyi, anak berdiri disamping tester dengan menutup telinga yang tidak di

tes, jam ditempatkan dekat dengan telinga dan sedikit demi sedikit dijauhkan

secara horizontal sampai anak tidak dapat mendengar. Menurut praktek jika

anak tidak dapat mendengar detik jam pada jarak 48 inci sampai 16 inci

maka ia dianggap kurang dengar.

F. Kebutuhan Pembelajaran Tunarungu

7

Page 8: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

Kebutuhan pembelajaran anak tunarungu, secara umum tidak berbeda

dengan anak pada umumnya. Tetapi mereka memerlukan perhatian dalam

kegiatan  pembelajaran antara lain:

Tidak mengajak anak untuk berbicara dengan cara membelakanginya.

Anak hendaknya ditempatkankan paling depan, sehingga memiliki peluang

untuk mudah membaca bibir guru.

Perhatikan postur anak yang sering memiringkan kepala untuk

mendengarkan

Dorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru, bicaralah dengan

anak dengan posisi berhadapan dan bila memungkinkan kepala guru sejajar

dengan kepala anak. Guru bicara dengan volume biasa tetapi dengan

gerakan bibirnya yang harus jelas.

G. Inklusi Bagi Anak Tunarungu

Pendidikan inklusi adalah kebersamaan untuk memperoleh pelayanan

pendidikan dalam satu kelompok secara utuh bagi seluruh anak berkebutuhan

khusus usia sekolah, mulai dari jenjang TK, SD, SLTP Sampai dengan SMA.

Pada kasus gangguan pendengaran, pendidikan inklusi ini adalah kelanjutan dari

model terapi mendengar (Auditory Verbal Therapy) yang telah dilakukan pada

anak gangguan pendengaran pada usia dini. Dengan dasar-dasar pendengaran

yang lebih baik, pelayanan terhadap pendidikan yang harus diberikan juga

semestinya lebih terpadu dan terarah. Pelayanan ini dalam rangkaian usaha

pendidikan inklusi bagi anak dengan gangguan pendengaran akan lebih baik jika

melakukan pendekatan model Natural Auditory Oral.

Tujuan dari dari pendidikan inklusi bagi anak gangguan pendengaran ini

antara lain:

Adanya kebutuhan untuk bersosialisasi dan berintegrasi dengan anak sebaya

di sekolah maupun di dalam lingkungan rumah

Adanya optimisme keluar dari problem komunikasi bagi anak gangguan

mendengar, dengan penyelenggaraan pendidikan yang lebih baik.

8

Page 9: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

Penghayatan dan menumbuhkan rasa empati dari kalangan anak normal

terhadap anak berkebutuhan khusus.

Penanganan terhadap anak gangguan pendengaran dapat dilakukan dengan

cara:

Pemberian Intervensi dini/awal yaitu memberikan layanan deteksi dini,

diagnosa, konsultasi, fasilitator dan penyediaan Alat Bantu Dengar dan

Implant Coachlea, perawatan dan servisnya.

Program habilitasi dengan menitikberatkan pada perbaikan cara komunikasi

anak dengan menggunakan pendengaran sebagai titik tolak dalam

berinteraksi dengan lingkungan luar anak.

Program pelayanan pendidikan terpadu, memberikan penyetaraan pada

sekolah khusus untuk dipersiapkan pada jalur pendidikan reguler.

Memberikan assesment awal pada anak yang telah masuk pada sekolah

regular dengan pendampingan sebagai guru kunjung.

H. Metode Terapi Wicara

Orang tua dan guru harus berperan aktif dalam melatih anak untuk berbicara

secara terus menerus. Dalam melatih wicara pada anak tunarungu harus dilakukan

secara bertahap dari kosakata yang paling sederhana ke yang paling kompleks.

Pada prinsipnya peranana terbesar diambil oleh orang tua dan orang-orang

disekitar anak guna melatih kelancaran kemampuan wicara anak.

Adapun beberapa metode terapi wicara yang bisa diterapkan baik di rumah,

sekolah maupun klinik, diantaranya:

Metode lips reading/membaca ujaran; penekanannya pada kemampuan anak

yang diharuskan dapat menangkap bunyi atau suara atau ungkapan

seseorang melalui penglihatannya dengan kata lain anak harus dapat

membaca gerak bibir.

Metode oral; cara untuk melatih anak tunarungu dapat berkomunikasi secara

lisan (verbal) dengan lingkungan orang mendengar. Yaitu dengan cara

9

Page 10: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

melibatkan anak tunarungu wicara berbicara secara lisan dalam setiap

kesempatan

Metode manual; cara mengajaar atau melatih anak tunarungu berkomunikasi

dengan menggunakan isyarat atau ejaan jari.

Metode AVT (audiotory visual therapy); perpaduan antara penerapan suara,

mimik muka, dan bahasa bibir. Tujuannya yaitu dengan suara kita dapt

mengoptimalkan sisa pendengaran anak, dengan mimik muka dan bahasa

bibir diharapkan anak lebih mengerti atau lebih mudah memahami setiap

kata yang diucapkan secara visual.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam speech therapy/terapi wicara adaah

alat artikulasi anak (apakah terdapat kecacatan atau tidak adanya kecacatan),

pembentukan vokal dan konsonan yang dilakukan oleh anak, tingkat kurang

dengar yang dialami anak apakah dalam kategori ringan, sedang ataukah berat.

Dari beberapa hal diatas perlu mendapat perhatian khusus, karena hal

tersebut sangat berpengaruh pada penanganan awal atau apa saja konsep awal

yang akan diberikan kepada anak.

Saat ini, tentunya sudah banyak berbagai macam modifikasi terapi yang

lebih modern dan lebih detail, namun pada dasarnya semua itu tergantung dari

bagaimana cara penangan yang dilakukan terhadap anak. Hendaknya sedini

mungkin anak tunarungu wicara dilatih untuk berbicara dan melakukan

percakapan-percakan dengan orang normal, agar mereka merasa terbiasa dan

organ artikulasinya terlatih sejak dini.

Beberapa cara atau usaha dalam mengembangkan bahasa anak tunarungu

menurut edja sajah & dardjo sukarja antara lain:

Perkembangan fungsi gerakan untuk kesiapan berbicara yang meliputi

latihan nafas dan latihan alat berbicara. Tujuannya adalah mengajak anak

menyadari adanya gerakan motorik bicara, anak akan mempunyai kesiapan

dalam membentuk bunyi bahasa melalui alat-alat bicara. Selain itu, agar

anak memiliki persepsi pendengaran, penglihatan, perabaam dan perasa.

10

Page 11: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

Pengembangan fungsi pengertian dengan menggunakan latihan bahasa pasif

dan latihan perintah. Tujuannya adalah mengembangkan pengertian melalui

bahasa verbal agar anak memahami situasi yang dialami dan mampu

melaksanakan perintah verbal

Kemampuan berbahasa verbal dengan latihan pendengaran, latihan bahasa,

dan latihan berbicara. Tujuannya adalah untuk menanamkan pengertian

kepada anak, menstimulasikan anak kearah peniriuan secara sistematis,

menggunakan bicara dan bahasa, mengembangkan dan memfungsikan sisa

pendengaran yang dimiliki anak, serta vokalisasi dan ekspresi.

Gerakan fungsi motorik yang meliputi latihan peniruan gerak, konsep gerak

yang benar, dan koordinasi gerakan dengan penglihatan. Tujuannya adalah

agar dapat mengajak anak untuk berinteraksi dengan lingkungan, sehingga

anak dapat mengembangkan fungsi motorik yang berhubungan dengan

pengertian, serta melaksanakan gerakan-gerakan secara aktif.

Usaha-usaha diatas dapat dilakukan dan dikembangkan oleh orang tua,

dalam hal ini peranan guru sangat diharapkan untuk memberikan saran. Kegiatan-

kegiatan dan rangsangan tersebut hendaknya dapat menunjang perkembangan

anak, terutama kompetensi berbahasa anak. Pendidikan informal ini dapat

dilaksanakan sedini mungkin agar anak lebih terbiasa berkomunikasi dan dapat

berinteraksi secara normal dan tanpa ada rasa minder didalam lingkungan

masyarakat.

I. Belajar Mendengar Bagi Anak Tunarungu

Aktivitas sehari-hari pada anak-anak dapat digunakan untuk meningkatkan

pendengaran, ujaran, bahasa dan berpikir. Perkembangan untuk meningkatkan

pendengaran, terbagi dalam 3 bagian: diskriminasi fonem dalam suku kata,

diskriminasi perkataan dalam ungkapan, dan memori auditori.

11

Page 12: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

Bahasa dikembangkan melalui peningkatan pendengaran dengan

menggunakan wicaranya berulang-ulang dan dengan perbedaan akuistik yang

baik. Terapis harus mulai dari apa yang dipahami dan bermakna pada anak-anak

tersebut. Bahasa dan berpikir dibina bersama kemudian dikembangkan dalam

bahasa lisan, disesuaikan dengan cara berkomunikasi. Dalam meningkatkan

fungsi pendengaran, terdapat hubungan antara pendengaran, wicara, bahasa dan

pemikiran di dalam semua aktivitas sehari-hari, dimana sasaran itu digolongkan di

dalam 1 aktivitas. Belajar mendengar tidak berhubungan dengan umur.

Meningkatkan pendengaran dengan cara duduk bersebelahan dan dekat

dengan pengguna Alat Bantu Dengar.

Mengurangi bunyi bising di sekitarnya, seperti bunyi radio, televisi, AC dan

sebagainya.

Bantu anak-anak itu dengan cara menggunakan “motherese” agar wicaranya

lebih jelas.

Pilih aktivitas yang sesuai dengan minat dan umur anak-anak tersebut.

Dalam melatih anak tunarungu agar dapat meningkatan kemampuan

pendengaran dipertlukan tahap-tahap dan langkah-langkah tertentu, diantaranya;

1. Deteksi untuk mengetahui ada atau tidaknya bunyi dilakukan dalam

permainan, dimana anak-anak belajar memberi jawaban terhadap bunyi yang

ia dengar. Frekuensi vocal yang mudah seperti (oo), yang sedang (ah) dan

(brem-m-m), lebih mudah dideteksi oleh anak-anak, oleh karena mereka

sering mendengar bunyi-bunyi konsonan tersebut, kemudian dilanjutkan

dengan bunyi-bunyi konsonan (m-m-m), (b-b-b) dan bisikan (baa), maka

akan menambah pengenalan pendengaran.

2. Diskriminasi; membedakan bunyi dalam hal kualitas, intensitas, durasi dan

nada. Apabila anak-anak keliru dalam berkata, maka mereka harus belajar

membedakan bunyi dulu.

3. Identifikasi; bila anak-anak itu mulai menggunakan perkataan yang

bermakna, maka orang tua dapat menambah bagaimana pendengaran anak

12

Page 13: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

tersebut dalam pembendaharaan katanya melalui permainan atau aktivitas

sehari-hari.

4. Pemahaman; dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan, bercerita dan

memberikan lawan kata.

Perkembangan kemampuan ujaran dan bahasa anak tunarungu berbeda-beda

bergantung kepada kemampuan anak terhadap:

1. Mengenal perbedaan fonem dalam suku kata

Menanggapi variasi vokal. Contoh: /u/, /a/, /i/ dan suara (br-r-r).

Menanggapi variasi konsonan. Contoh: (m-m-m), (b-b-b) dan (wa-wa).

Peniruan gerakan fisik (permulaan untuk bicara).

Mempergunakan peniruan ke tangan (untuk produksi fonem spontan).

Peniruan kualitas variasi suara supra segmental pada fonem atau

variasikan nada, irama dan durasi. Contoh: (ae-ae) (ae-ae), (ma) (ma),

(m-a-a-a).

Peniruan pertukaran vokal diftong. Contoh: (a-u) (u-i) (a-i).

Peniruan variasi konsonan pada friktatif (gesekan, mis: f-v), nasal

(sengau, mis: m-ng) dan posif (letusan, mis: p-t). Contoh: /h/ /h/

dengan /m/ /m/ /m/ dengan /b/ /b/.

Peniruan konsonan bersuara dan tidak bersuara, contoh: /b/ /b/ dengan

/p/ /p/, kemudian variasikan dengan vokal. Contoh: (bo-bo) (pae-pae).

Peniruan suku kata dengan konsonan-vokal. Contoh: (ba-bo), (mi-mu).

Ganti komponen yang berlainan dan variasikan dengan vokal. Contoh:

(ma-ma) (no-no); (bi-bi) (go-go).

Variasikan suku kata konsonan dengan vokal yang sama. Contoh: (bi-

di), ko-go).

2. Mengenal perbedaan perkataan dalam ungkapan

Memperkenalkan bunyi untuk kata yang bermakna. Contoh: ngung-

ngung pesawat, ngeng-ngeng motor; tut-tut kereta api.

13

Page 14: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

Memperkenalkan 2 suku kata berlainan pada kata yang bermakna.

Contoh: pisang, bunga.

Memperkenalkan kata yang bermakna konsonan awal sama dan vokal

yang bervariasi. Contoh: bola, botak, bonsai.

Memperkenalkan kata-kata yang bermakna dengan perbedaan konsonan

yang khas untuk p.o.a (point of articulation-penempatan alat ucap) dan

m.o.a (manner of articulation -caranya).

Memperkenalkan konsonan awal yang sama dan konsonan akhir yang

berlainan. Contoh: cap, cat.

3. Memori Pendengaran:

Mulailah dengan suara-suara yang berhubungan. Contoh: tik-tok dengan

moo-oo-oo.

Memahami dan melakukannya. Contoh: tutup pintu, buka pintu.

Memperkenalkan kalimat dan mengulang kata-kata terakhir, kemudian

kata-kata tengah. Contoh: Di mana bola kemudian lempar, lempar,

lempar.

Pegang hidung, hidung, hidung mancung.

Memperkenalkan kalimat, dimana kata akhir diletakkan di tengah.

Contoh: Ambil gelas kemudian letakkan gelas di atas meja.

Pilih 2 objek kata dalam 1 kalimat. Contoh: Beri saya bola dan sepatu.

Cuci kedua tanganmu.

Memperkenalkan obyek dengan cara mendengarkan uraian dalam

kalimat. Contoh: Bila engkau mempunyai sayap, engkau dapat

melakukan terbang ke atas langit.

Untuk melatih anak tunarungu, maka dapat dilakukan dengan beberapa

tahap, diantaranya yaitu dengan:

1. Pilihan 3 unit:

3 obyek. Contoh: saya mau buku, jeruk dan topi.

Kata benda, kata depan. Contoh: anjing itu di bawah kursi.

2 obyek dan penghubung. Contoh: beri saya apel bukan jus apel.

14

Page 15: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

2 kata benda ditambah kata kerja. Contoh: kuda dan ayam sedang

minum, boneka dan kucing duduk di kursi.

1 kata kerja dan 2 obyek. Contoh: cuci tangan dan kaki.

2. Memperkenalkan 4 sampai 5 unit:

4 obyek. Contoh: beri saya apel, buku, pensil dan penghapus.

2 kata kerja. Contoh: bapak sedang tidur dan ibu sedang duduk.

Variasikan perbedaan kata penghubung, kata depan dan kata kerja.

Contoh: ambil apel atau nanas di samping gelas itu atau berikan ibu jam

bukan gelang.

Menambah keterangan waktu. Contoh: sebelum kamu tidur harus gosok

gigi dulu.

Menambah uraian dalam kalimat. Contoh: Bapak makan kue dan minum

teh kemudian duduk di depan televisi.

Melakukan percakapan dari topik yang telah diketahuinya.

Mendengarkan cerita dan menjawab pertanyaan.

Melakukan percakapan dengan topik yang diketahui oleh keluarganya.

J. Terapi Musik Bagi Anak Tunarungu

Kerusakan pendengaran ditengarai merupakan salah satu kecacatan syaraf

yang paling merusakkan. Dimana kecacatan penglihatan merupakan handicap kita

dengan sekeliling kita, sedangkan kecacatan pendengaran merupakan handicap

komunikasi dengan masyarakat (Darrow, 1989). Komunikasi merupakan dasar

dari kehidupan sosial kita dan aktivitas intelektual, dan tanpa itu kita terputus dari

dunia. Untuk alasan inilah, praktek klinik dalam terapi musik untuk tuna rungu di

fokuskan pada area yang berhubungan dengan komunikasi seperti: pelatihan

auditory, produksi suara (berbicara) dan perkembangan bahasa. Melalui penelitian

dalam kekurangan pada komunikasi ini, terapi musik menjadi suatu efek kedua

untuk memperbaiki rasa sosial dan kepercayaan diri.

15

Page 16: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

Terapi musik masih dianggap tidak praktis. Dikarenakan sebagian besar

orang masih mempunyai konsep yang salah terhadap ketuna-runguan dalam

kapasitasnya untuk mendengar dan mengapresiasi stimulus musik. Seperti yang

telah Darrow (1989) katakan, hanya sebagian kecil persentasi dari ketunarunguan

yang tidak bisa mendengar sama sekali. Selanjutnya ia mengatakan bahwa,

dikarenakan variasi dari frekuensi dan intensitas pada musik, persepsi musik

malah lebih bisa terakses, dibandingkan dengan sinyal percakapan yang lebih

kompleks. Musik juga sangat fleksible dan dapat dimodifikasikan pada level

pendengaran pada setiap orang, level bahasa, kematangan dan preferensi musik.

Robbins & Robbins (1980), yang membuat manual resource yang komprehensif

dan kurikulum bagi terapi musik untuk tuna runggu melakukan pendekatan

terhadap subyek bersangkutan dengan mempunyai sikap yang mempercayai

bahwa sense terhadap musik ada pada setiap orang. Melalui musik, mereka

mengarah pada sensitivitas yang inherent dan kapasitas merespon langsung

kepada ekspresi dari ritme dan variasi nada, yang dideskripsikan sebagai musik.

Mereka juga menekankan, bahwa musik dari berbagai sisi mempunyai efek pada

manusia. Musik merupakan media untuk aktivitas dalam bereksplorasi dan

pengalaman diri, sehingga berhubungan langsung pada bicara dan bahasa,

komunikasi dan pikiran, juga pada ekspresi tubuh dan emosi dalam skala besar.

Sehingga terapi musik dapat masuk dan meningkatkan habilitas dan

perkembangan secara luas bagi ketuna runguan.

Bagi penderita tuna rungu, terapi musik dapat: meningkatkan auditory,

pelatihan dan perluasan penggunaan dari sisa pendengaran. Auditory training,

merupakan bagian yang terintegrasi denga proses habilitasi pada penderita

tunarungu. Tiap individu harus belajar untuk menginterpretasikan dan mengikuti

suara, terutama percakapan dalam lingkungannya, dengan maksud untuk

meningkatkan rate dan kulitas perkembangan sosial dan komunikasi. Tujuan

utama dari auditory training ini adalah untuk mengembakan sisa pendengaran

menjadi maksimal. Mereka harus belajar untuk mendengarkan mental yang

kompleks dan proses aural. Pelatihan auditori cenderung fokus pada

16

Page 17: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

developmment dan fokus untuk analisis suara untuk pasien tuna rungu, dan ini

akan menjadikan suatu proses yang membosankan dan tidak menarik. Maka dari

itu musik menjadi suatu alat yang memotivasi dan menghidupkan sesi-sesi ini.

Percakapan dan musik mengandung banyak persamaan. Persepsi auditori pada

percakapan dan musik melibatkan kemampuan untuk membedakan antara

perbedaan suara, pitch, durasi, intensitas dan warna nada dan bagaimana suara

bisa berubah-ubah sepanjang waktu. Properti-properti ini terdapat pada

kemampuan pendengaran untuk menginterpretasi suara dan mengartikannya.

Persamaan yang ada antara musik dan percakapan menyebabkan musik dan terapi

musik membuat suatu alternatif dan alat yang menyenangkan untuk melengkapi

tehnik pelatihan auditory sebelumnya (Darrow, 1989). Prosedur terapi musik

dapat dapat memberikan beberapa obyek pada pelatihan auditory. Perhatian

terhadap suara, perhatian terhadap perbedaan dalam suara, mengenali obyek dan

juga suara obyek tersebut, dan penggunaan pendengaran untuk menentukan jarak

dan lokasi dari suara dapat dilatih melalui pengalaman pada musik (Darrow

1989). Selain itu, Robbins & Robbins (1980) menemukan bahwa dengan musik

yang cocok lebih gampang untuk di dengar dan diasimilasikan dibandingkan

dengan percakapan, sehingga lebih cocok untuk dapat menstimulasi motivasi

alami pada sisa pendengaran.

Amir & Schuchman (1985) membuat suatu program terapi musik untuk

mengembangkan dan meningkatkan kecakapan dalam kesadaran akan suara

musik, kesadaran akan kontras intensitas, menyadari adanya suara musik dan juga

patron dari musik tersebut. Suatu investigasi untuk melihat keefektifan dari

program tersebut memberikan suatu hasil bahwa ada aspek-aspek tertentu untuk

seseorang yang profoundly deaf dapat diukur peningkatannya melalui suatu

program sistimatik pada pelatihan pendengarannya dalam konteks musikal.

Terutama level pendiskriminasian subyek secara signifikan meningkat dan

pelatihan dari subyek dalam menerima musik dan juga lingkungan musik tersebut.

Amir & Schuchman selanjutnya menyuport penggunaan terapi musik ini

dikarenakan hal ini memberikan suatu diversifikasi yang menarik dan pengalam

17

Page 18: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

pengajaran yang positif, dengan memperkuat penggunaan sisa pendengaran.

Meningkatkan perkembangan percakapan dan meningkatkan intonasi/ritme suara

dalam percakapan.

Suara dari seseorang yang mempunyai kekurangan pendengaran sering

terdengar aneh dan tidak natural. Pada individu ini sering terjadi kurangnya

feedback mekanisme internal yang diperlukan untuk memonitor dan

menyesuaikan, sebagai contoh, pelafalan kata-kata, perubahan tinggi rendah

(pitch) suara ataupun ritme suara. Sebagai konsekuensi produksi dari suara

percakapan mereka sering tidak jelas dan terdistorsi. Penderita tuna rungu ini juga

cenderung menunjukkan sedikit variasi pitch dan intonasi dibandingkan orang

dengan pendengaran normal, sehingga menghasilkan suara yang monoton.

Mereka sering memanjangkan suku kata dan atau kalimat dan juga sering

mengambil jeda pada posisi yang tidak tepat. Problem-problem dari ritme dan

intonasi ini berpengaruhi pada ketidak jelasan dalam bercakap.

Tehnik dari terapi dan aktivitas musik dapat membantu secara efektif pada

perkembangan percakapan dari segi ritme, intonasi, rate dan tekanan suara.

Darrow (1989) mendisikusikan penggunaan terapi musik dalam pengertian

berbahasa, intonasi vokal, kualitas vokal dan berbicara lancar. Proses bernafas,

ritme dan pengambilan waktu yang tepat, pitch dan artikulasi yang diperlukan

untuk bernyanyi, memberikan struktur dan motivasi yang penting pagi pasien.

Darrow juga menekankan pada pentingnya feedback yang konstan untuk si

terapis.

Darrow & Starmer (1986) mempelajari efek dari pelatihan vokal pada

frekuensi dasar, range frekuensi dan kecepatan percakapan pada suara anak-anak

tuna rungu. Anak-anak ini cenderung mempunyai frekuensi dasar yang tinggi dan

sedikit variasi pitch, memproduksi suatu permasalahan dalam kecakapan

berbicara. Hasil dari studi ini menyarankan bahwa dengan latihan pada vokal

tertentu dan menyanyikan lagu-lagu pada kunci nada rendah yang tepat dapat

membantu memodifikasian frekuensi dasar dan range frekuensi pada pasien. Studi

18

Page 19: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

lain dari Darrow (1984) juga menunjukkan peran dari terapi musik adalah melatih

respons ritme, sehingga membuat respons pada ritme dari suara percakapan

menjadi lebih baik.

Staum (1987) telah sukses menggunakan notasi musik untuk mempengaruhi

dalam memperbaiki pengucapan bahasa pasien. Ia menggunakan sistem notasi

visual sebagai alat untuk membantu pasien dalam mencocokkan kata-kata atau

suara dari kata-kata baik yang lazim maupun tidak lazim, dengan ritme yang tepat

dan struktur yang dari pitch yang mudah. Hasil positif yang didapat adalah nada

pelafalan pengucapan lebih berkembang, juga penyamarataan dan transfer ilmu

berkembang secara signifikan. Robbins & Robbins (1980), setelah pelatihan pada

pasien tunarungu, mengatakan bahwa kontribusi dari terapi musik untuk

memperkuat dan/atau mempercepat pembelajaran dan penggunaan percakapan,

vokal yg lebih luas/spontan dan mantap, memperbaiki kualitas suara dan lebih

leluasa dalam menggunakan intonasi dan ritme.

Meningkatkan perkembangan dan pendidikan bahasa, dan meningkatkan

kemampuan berkomunikasi secara umum. Bagi anak-anak tuna rungu,

keterbatasan input pendengaran tidak hanya mempengaruhi kemampuan untuk

mendengar suara percakapan dari orang lain, namun juga mempunyai dampak

negatif terhadap perkembangan bahasa mereka sendiri. Keteraturan

memperdengarkan bahasa melalui pendengaran, memberikan informasi penting

mengenai vocabulary, syntax (kalimat), semantics (arti kata) dan pragmatics, yang

mana hal ini secara langsung diterima oleh anak dengan pendengaran normal.

Tanpa keteraturan mendengarkan ini, bagi anak dengan pendengaran terbatas

biasanya akan mempunyak banyak problem pada bahasa mereka. Kesulitan itu

biasanya terdapat pada kurangnya vocabulary, kesulitan dalam mengartikan kata,

menggunakan kata yang salah, struktur dan isi bahasa yang salah, dan lainnya.

Kesulitan-kesulitan dalam menggunakan bahsa ini selanjutnya akan menghalangi

individu tersebut dari komunikasi yang mempunyai arti dan juga berinteraksi.

Problem berbahasa dapat menimbulkan efek negatif pada pendidikan seperti

membaca, menulis dan pemahaman (Gfeller, & Baumann, 1988).

19

Page 20: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

Secara signifikan terapi musik memberikan konstribusi pada kemampuan

untuk berkomunikasi dan berbahasa pada pasien tuna rungu. Sebagai contoh

Gfeller (1990), mendiskusikan tentang pengayaan repertoire musik dan

pengalaman bergerak dalam terapi musik, yang dapat di gabungkan dengan

percakapan dan, setelahnya penulisan kata. Anak-anak kecil terutama

menggunakan setiap saat pergerakan motorik dan belajar sesuatu melalui

manipulasi dari lingkungannya. Instrument musik dan materialnya kaya akan

sumber-sumber keterlibatan pada sensorik dan motorik. Pengalaman pada Multi

sensory bahwa musik merupakan alat pembelajaran yang bernilai, yang pada

akhirnya juga terkait pada representasi mental atau simbol, Gfeller (1990). Event

musik dan sekuensialnya dapat dibuat oleh para terapis sebagai model

penggunaan bahasa untuk anak. Semenjak rehabilitasi bahasa merupakan suatu

proses yang panjang dan lama, terapis musik dapat memberikan motivasi penting

untuk membuat aktifitas menjadi bermain dan menyenangkan. Aktivitas dalam

terapi musik dapat juga membuat suatu oportuniti untuk menggunakan konsep

bahasa dalam konteks yang berbeda.

Penelitian lain juga menemukan bahwa integrasi musik dalam pendidikan

sebagai bahasa seni sangat menguntungkan (Darrow, 1989; Gfeller, & Darrow,

1987). Tidak hanya meningkatkan motivasi tapi juga memberikan sebuah

pendekatan multi sensori untuk belajar, yang dapat membantu pasien untuk

mendalami arti dari kata-kata baru. Bernyanyi contohnya, memberikan suatu

kesempatan untuk secara intensif menggunakan pendengaran dan beraktifitas

vokal. Mempelajari lagu dapat menstimulasi latihan dalam pembedaan auditori,

membedakan dan meleburkan bunyi huruf, pengucapan suku-suku kata dan

pelafalan kata (Gfeller, & Darrow, 1987). Hal ini dapat juga membantu

mengembangkan penguasaan kata-kata dan memberikan suatu pengalaman dalam

belajar membuat struktur kalimat dan semantiknya. Membuat lagu dapat juga

bertujuan sama. Lagu juga mempunyai kelebihan dalam melafalkan suatu patron

nada, menjadi tidak monoton.

20

Page 21: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

Disamping meningkatkan perkembangan bahasa dan mendidik bahasa pada

pasien tuna rungu, terapi musik juga meningkatkan kemampuan berkomunikasi

dengan memberikan semacam kesadaran dan kemampuan melihat suatu arti yang

diselaraskan/disampaikan melalui “nada pada suara”. Hal-hal penting didalam

berkomunikasi dengan orang lain adalah espresi wajah, body language, dan pitch

serta intensitas dinamik. Kesadaran dan kepekaan terhadap style dari bahasa yang

diucapkan oleh diri sendiri dan orang lain, dapat diberikan dengan berhasil

melalui penerapan terapi musik. Dengan menggayakan suatu lagu dan memberi

isyarat pada lagu dengan cara yang “gaya baik/indah”, seseorang dapat

mempelajari untuk menggunakan dan menyadari nuansa dalam berkomunikasi

dengan yang lain (Gfeller, & Darrow, 1987). Berisyarat dalam bernyanyi juga

memberikan suatu kesempatan untuk mengeksplorasikan ekspresi dari emosi

sendiri, karena lirik dan melodi secara persamaan dapat mengungkapakan suatu

ekspresi jiwa dibandingkan dengan hanya berbicara.

Mengembangkan jiwa sosialisasi, kesadaran diri, kepuasan emosinal dan

meningkatkan kepercayaan diri. Didalam beberapa literatur mengkarakterkan

bahwa seseorang tuna rungu mempunya perasaan kuat akan rendah diri dan

depresi, juga mempunyai sikap tidak bisa dipengaruhi dan tertutup (lihat ulasan

ulang dari Galloway, & Bean, 1974). Body-image dan kesadaran yang tidak

terlalu baik, kurangnya berbahasa dan berkomunikasi, dan tertutupnya rasa

sosialisasi, memberikan kontribusi secara signifikan pada perasaan-perasaan ini.

Terapi musik dapat memberikan kesempatan yang penting untuk memperbaiki

masalah ini dan meningkatkan rasa percaya diri seseorang yang tuna rungu.

Brick (1973) menemukan eurhythmics—Seni dari keharmonisan dan gerak tubuh

yang ekspresif—dan aktifitas musik yang memberikan pasien suatu pengalaman

yang menyenangkan, dimana hal tersebut memberikan energi kreatif untuk pasien.

Hal ini sebaliknya membantu mengembangkan kepercayaan diri, memberi rasa

bangga dalam menyelesaikan sesuatu dan bekerja sama dalam satu grup. Robbins

& Robbins (1980) juga menemukan bahwa aktifitas kelompok musik dapat

memberikan contoh untuk menyesuaikan didalam bersosialisasi. Hasil hakiki

21

Page 22: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

yang didapat dalam pengalaman bermusik sepertinya dapat memotivasi pasien

yang selalu melawan untuk dapat bekerja sama (co-operative), yang selalu tidak

fokus menjadi fokus dan yang selalu gagal menjadi berusaha untuk selalu

menyelesaikan pekerjaannya. Pasien yang juga selalu jelek/gagal dalam hal lain,

dapat menerima bantuan spesial dan kompensasi yang baik melalui terapi musik

ini.

Body-image dan kesadaran juga dapat meningkat melalui terapi musik ini.

Galloway & Bean (1974) menemukan bahwa aktivitas bernyanyi dan melakukan

gerakan pada musik juga efektif. Robbins & Robbins (1980) juga menekankan

pentingnya realistis dan positif pada diri sendiri. Mereka menemukan juga bahwa

kecakapan dalam bergerak yang dipelajari melalui musik dapat meningkatkan rasa

percaya diri, koordinasi, sikap tenang yang alami dan kesadaran akan jati diri.

Bernyanyi, bermain atau bergaya pada suatu lagu dapat menghasilkan seseorang

untuk dapat berekspresi dan puas terhadap diri secara emosional. Gfeller &

Darrow (1987) menyarankan bahwa bergaya atau bernyanyi pada lagu yang

dibuat sendiri, juga dapat membuat seseorang tuna rungu untuk mengekspresikan

atau mengilustrasikan pikirannya, perasaannya dan idenya bila hal itu terlalu sulit

untuk dituliskan. Staum (1987) juga menemukan bahwa tehnik dan prosedur

terapi musik dapat memberikan suatu skill yang fungsional yang dapat terintegrasi

langsung di dalam pelajaran musik secara private maupun secara klasikal. Melalui

suatu cara yang dapat di transfer diluar sesi terapi, seseorang lebih bisa dan

senang untuk berekspresi pada situasi baru , bertemu orang baru, dan dapat

bekerja dalam suatu grup-grup. Hal ini sebaliknya pula memberikan suatu rasa

tanggung jawab sosial juga kesadaran, kebanggan dan kepercayaan diri dan sosial.

K. Meningkatkan Percaya Diri Anak Tunarungu

Ada hubungan yang kuat antara bagaimana perasaan seseorang terutama

bagi anak dengan tunarungu terhadap dirinya sendiri dan bagaimana cara ia

22

Page 23: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

berperilaku. Oleh karena itu, anak tunarungu perlu dibantu untuk menumbuhkan

rasa percaya diri agar eksistensi mereka bisa disejajarkan dengan anak normal.

Beberapa cara untuk membantu anak tunarungu meningkatkan percaya diri:

1. Dilakukan attachment parenting; sikap orang tua yang responsif terhadap

kebutuhan-kebutuhan anak, sehingga anak mengetahui apa yang diharapkan

dari diri mereka dan merasa memiliki kontrol terhadap lingkungan. Jika

tidak, anak akan merasa tidak berharga sehingga membuat mereka berpikir

tidak berharga, butuh dikasihani dan putus asa.

2. Memperbaiki kepercayaan diri orang tua; mengasuh anak adalah kegiatan

terapeutik. Jika ada problem masa lalu yang mempengaruhi pola asuh yang

sedang dilakukan orangtua, sebaiknya orang tua mencari pertolongan

psikologis dan mengkonfirmasikannya. Jika orang tua memiliki self image

yang buruk, khususnya jika ia merasa bahwa itu disebabkan karena pola

asuh orang tuanya dahulu, maka orang tua harus mencoba untuk

menghentikan pola asuh keluarga yang buruk itu.

3. Orang tua harus bisa menjadi cermin yang positif; khususnya pada anak-

anak prasekolah yang sedang belajar tentang dirinya sendiri, akan

bergantung terhadap reaksi-reaksi orang tua mereka. Apakah orang tua

merefleksikan gambaran yang positif/negatif pada anak-anak mereka.

Apakah orang tua memberikan pandangan pada anak bahwa ia

menyenangkan atau tidak. Pendapat dan keinginan anak apakah berharga

untuk orang tuanya. Pada saat orangtua memberikan refleksi positif terhadap

anaknya, maka anak tersebut akan berpikir positif tentang dirinya.

4. Orang tua harus dapat meluangkan waktu untuk anaknya dengan bermain

bersama; pada saat anak bermain, anak akan menerima pesan bahwa ia

berharga. Orang tua harus memandang bermain sebagai investasi dalam

perilaku anak, kesempatan kepada anak unuk merasa spesial, dan bisa

mengungkapkan inisiatif tentang permainan yang akan dilakukan.

5. Orang tua harus memanggil anak dengan namanya; memanggil anak dengan

namanya dan disertai dengan kontak mata akan memberikan pesan kepada

23

Page 24: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

anak tersebut bahwa ia special. Anak belajar mengasosiasikan bagaimana

cara orang tua menggunakan namanya dengan perilaku yang diharapkan

darinya.

6. Harus ada berkelanjutan; pada saat anak bertambah besar, orang tua harus

dapat mendorong dan mendukung anak dalam mengembangkan

potensi/talenta (bakat) yang ia miliki. Bila anak menikmati suatu aktifitas, ia

akan memiliki citra diri (sel-image) yang lebih positif dan dapat berlanjut

pada aktifitas-aktifitas lain. Contohnya : meningkatkan kesenangannya dan

kenikmatan yang diperoleh anak dari kegiatan renang-nya sekaligus dengan

mendukungnya pada bidang akademis.

7. Bantu anak untuk mencapai kesuksesannya; mengenali kemampuan anak,

memberi semangat untuk mencoba mengembangkan kemampuan tersebut.

Jika orangtua tidak melindungi anaknya dari harapan-harapan yang tidak

realistis, maka rasa bersaingnya (kompetisi-nya) akan terancam. Pastikan

bahwa anak percaya bahwa orangtuanya menghargai-nya karena siapa diri-

nya, bukan karena penampilanya.

8. Melindungi anak dari orang-orang yang dapat merusak self-esteemnya;

dengan pola asuh ini selama 3 tahun pertama kehidupan anak telah dapat

dipertahankan hubungan yang erat dengan anak, maka orangtua telah

memberikan dasar yang kuat mengenai nilai-nilai tentang rumah, keluarga

dan hubungan interpersonal-nya. Sebagai hasilnya, anak dapat

mengembangkan hati nurani dan rasa hormat terhadap kebijaksanan

pengasuhan sehingga dimasa yang akan datang anak dapat memasuki

kehidupan nyata dengan aman tanpa harus terhanyut dengan pergaulan

yang negative.Hati-hati dengan pemilihan teman-teman baik disekolah

ataupun diluar sekolah, karena nilai-nilai (values) & konsep diri anak

dipengaruhi oleh orang-orang yang memiliki peran penting dalm hidupnya

seperti saudara, guru, teman-teman dll.

9. Memberikan tanggung jawab pada anak; dengan melibatkan anak pada

aktifitas dirumah maupun diluar rumah, memberikan tugas-tugas rumah

tangga, dapat membantu mereka merasa berharga,menyalurkan tenaga

24

Page 25: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

mereka ke perilaku yang bermanfaat dan mengajarkan ketrampilan-

ketrampilan.

BAB III

KESIMPULAN

Setiap anak adalah istimewa dan memiliki potensi terpendam yang harus

digali dan dimaksikmalkan kemampuannya, walaupun dia dilahirkan dalam

keadaan kekurangan. Dengan mengetahui kekurangan dan keistimewaan sejak

dini, orangtua dan guru dapat memaksimalkan stimulasi dan latihan yang

diberikan kepada anak sesuai dengan kebutuhannya. Untuk itu baik guru maupun

orang tua harus mampu mengidentifikasi dini kekhususan yang dimiliki oleh

anak.

Anak tunarungu adalah yang cacat dengar maupun kurang dengar. Dalam

kehidupan sehari-hari, anak tunarungu sama seperti anak normal pada umumnya,

25

Page 26: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

hanya saja mereka memiliki hambatan dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Selain itu, anak tunarungu mengalami hambatan dalam memahami bahasa verbal,

sehingga mereka perlu dilatih dan di terapi. Terapi dan latihan selain dilakukan

disekolah dan klinik, dapat juga dilakukan oleh orang tua dan orang-orang

dilingkungan keluarganya.

Penerimaan terhadap keadaan anak oleh orang tua akan membantu anak

untuk dapat menerima keadaannya dan berusaha untuk berkembang seoptimal

mungkin seperti halnya anak yang normal.

Keadaan anak tunarungu kadang kala dilahirkan dalam keadaan normal,

akan tetapi akibat dari keadaan gizi dan faktor kesehatan anak, dapat

menyebabkan anak menjadi tunarungu.

Selain orang tua, peran serta guru dalam membimbing anak disekolah akan

menunjang kesuksesan belajar anak dan anak dapat berkembang dengan maksimal

sebagaimana anak kebanyakan

DAFTAR PUSTAKA

Haenudin. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus : Tunarungu. Jakarta :

Luxima

Somantri, Sutjihati, H.T. (1996) Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan

Yulianti, Katrina. 2011. Pentingnya Penerapan Terapi Wicara Bagi Anak

Tunarungu. Tersedia Online di:

http://ykatrin.blogspot.com/2011/05/pentingnya-penerapan-terapi-wicara-

26

Page 27: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

bagi.htmlhttp://ykatrin.blogspot.com/2011/05/pentingnya-penerapan-

terapi-wicara-bagi.html. Diunduh 1 Juni 2014.

Waraswari, Fika. 2012. Mengenal Inklusi Bagi Anak Tunarungu. Tersedia Online

di:

http://bikabeleswaraswari.multiply.com/journal/item/1/Mengenal_Inklusi_

Bagi_Anak_Tuna_Rungu_. html. Diunduh 1 Juni 2014.

Bintang, Davin. 2008. Terapi Musik bagi Tunarungu. Tersedia online di:

http://davinbintang.wordpress.com/2008/06/04/terapi-musik-bagi-untuk-

tuna-rungu/ html. Diunduh 1 Juni 2014.

Daneshvara, Dian. 2011. Mengembangkan rasa Percaya Diri Anak Tunarungu

Sejak Dini. Tersedia Online di:

http://daneshvara.multiply.com/journal/item/8. html. Diunduh 1 Juni 2014.

Kamila. Cahya. 2010. Belajar Mendengar Bagi Anak Tunarungu. Tersedia Online

di: http://pendidikanabk.wordpress.com/category/tuna-rungu/html.

Diunduh 1 Juni 2014.

Gunawan, Dudi. 2012. Identifikasi ABK. (Online). Tersedia di:

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196211211

984031-DUDI_GUNAWAN/IDENTIFIKASI_ABK-REVISI_FINAL.pdf.

Diunduh 4 Maret 2014

27

Page 28: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

Aprilia, Imas Diana. 2012. Assesmen dan Penialaian Kegiatan Persepsi Bina

Musik. (Online). Tersedia di:

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/197004171

994022-IMAS_DIANA_APRILIA/MAKALAH_2.pdf. Diunduh 4 Maret

2014.

Ekasari, Dyah. 2011. Karakteristik Anak Tunarungu. (Online). Tersedia di:

http://blog.elearning.unesa.ac.id/dyah-ekasari/karakteristik-anak-

tunarungu. Diunduh 4 maret 2013.

Nahwah, Fauzi. 2011. Anak Berkebutuhan Khusus: Tunarungu. (Online). Tersedia

di: http://nahwah-speduuns.blogspot.com/2012/10/anak-berkebutuhan-

khusus-tunarungu.html. Diunduh 4 maret 2014.

28

Page 29: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

DAFTAR ISI

Judul...………………………………………………………………………………. i

Daftar Isi...…………………………………………………………………….......... ii

BAB I PENDAHULUAN..………………………………………….

A. Latar Belakang………………………………………….

B. Rumusan Masalah………………………………………

C. Tujuan…………………………………………………...

1

1

2

3

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………….

.

A. Pengertian Anak Tunarungu……………………………

B. Ciri-Ciri Tunarungu…………………………………….

C. Klasifikasi Anak Tunarungu..…………………………..

D. Penyebab Tunarungu……….…………………..……….

E. Deteksi Ketunarunguan…………………………………

F. Kebutuhan Pembelajaran Tunarungu…………………...

G. Inklusi Bagi Anak Tunarungu…………………………..

H. Metode Terapi Wicara………………………………….

I. Belajar Mendengar Bagi Anak Tunarungu……………..

J. Terapi Musik Bagi Anak Tunarungu…………………...

K. Meningkatkan Percaya Diri Anak Tunarungu………….

4

4

4

5

7

7

8

8

9

11

15

23

BAB III KESIMPULAN.…………………………………………….. 26

Daftar Pustaka 27

29

Page 30: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

MENGENAL LEBIH DEKAT ANAK TUNARUNGU

Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Pendidikan Anak Tunarungu

Dosen pengampuh : Bpk. Mahmud Fauzi, M. Pd.

Disusun oleh:

ADHIMAH

NIM A1F113437

KELAS A-2

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

PRODI PENDIDIKAN LUAR BIASA

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

30

ii

Page 31: Mengenal Lebih Dekat Anak Tunarungu

2014

31