mengembangkan karakter tanggung jawab dan …

13
Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya | 6 Vol. 1 No. 1 November 2011 MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) Khaeruddin 1) Muslimin Ibrahim 2) Z.A. Imam Supardi 2) 1) Guru Fisika SMK Negeri 2 Sumbawa Besar 2) Dosen Pascasarjana Prodi Pendidikan Sains Universitas Negeri Surabaya Abstract: This study investigated the difference of student’s cognitive competency, scientific skills, and responsibility level after following teaching and learning process using discovery learning type less structured guided discovery and type guided discovery and describes the implementation and student’s activity on physics learning using teaching material based on discovery learning approah. The Subject of this study was students 10 th grade of SMK Negeri 2 Sumbawa Besar at 2 nd semester academic year 2010/2011. It was experimental research of two-groups pretesst-posttest design. The techniques of data collecting are testing and observing. The data were analyzed desciptively and by using inferential statistic. The results revealed that: (1) Student’s cognitive competency, scientific skills, and responsibility level after following teaching and learning process using discovery approach with less structured guided discovery type was better than guided discovery type (2) The implemnetation of physic learning by using teaching material which based on discovery learning on both less structured guided discovery and guided discovery types were each 98.08%; (3) The steps of discovery learning on both less structured guided discovery and guided discovery types have been proved to be able develope student’s academic competency and responsibility character; (4) Student’s activities at physics learning by using teaching material which based on discovery learning described activities which relevant with steps of discovery learning on both the less structured guided discovery and guided discovery types. Keywords: responsibility character, academic competency, discovery learning approach. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji adanya perbedaan kemampuan kognitif, keterampilan ilmiah, dan tingkat tanggung jawab siswa setelah diberikan pembelajaran discovery dengan tipe berbeda dan mendeskripsikan keterlaksanaan dan aktivitas siswa pada penerapan perangkat pembelajaran fisika yang berorientasi pada pendekatan discovery dengan tipe berbeda. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMK Negeri 2 Sumbawa Besar semester genap tahun ajaran 2010/2011. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan Two-Groups Pretest-Postest Design. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pemberian tes dan observasi. Data-data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan menggunakan statistik inferensial. Hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) kemampuan kognitif, keterampilan ilmiah, dan tingkat tanggung jawab siswa setelah diberikan pembelajaran fisika melalui pendekatan pembelajaran penemuan (discovery learning) tipe less structured guided discovery lebih baik daripada tipe guided discovery; (2) keterlaksanaan pembelajaran fisika yang menggunakan perangkat pembelajaran berorientasi pada pendekatan discovery adalah 98,08 % pada kedua tipe guided discovery dan tipe less structured guided discovery; (3) aktivitas siswa selama penerapan perangkat pembelajaran fisika yang berorientasi pada pendekatan discovery menggambarkan aktivitas siswa yang sesuai dengan tahap-tahap pembelajaran discovery baik pada tipe guided discovery maupun pada tipe less strucured guided discovery; dan (4) penerapan perangkat pembelajaran fisika yang berorientasi pada pendekatan pembelajaran discovery pada kedua tipe less structured guided discovery dan tipe guided discovery terbukti dapat mengembangkan kemampuan akademik dan karakter tanggung jawab siswa. Kata-kata Kunci: karakter tanggung jawab, kemampuan akademik, pendekatan pembelajaran penemuan PENDAHULUAN Fisika adalah cabang sains. Oleh karena itu hakekat fisika dapat ditinjau dan dipahami dari hakekat sains. Sains merupakan kesatuan produk, proses, dan sikap, sehingga tujuan pembelajaran fisika harus mengacu pada tiga aspek esensial, menurut Sarkin (1998: 140), yaitu membangun (1) pengetahuan berupa pemahaman, konsep, hukum, dan teori serta penerapannya; (2) kemampuan melakukan proses antara lain pengukuran, percobaan, bernalar melalui diskusi; (3) sikap keilmuan, antara lain kecenderungan keilmuan, berpikir kritis, berpikir analitis, tanggung jawab, perhatian pada masalah-masalah sains, penghargaan pada hal-hal yang bersifat sains. Berdasarkan ketiga tujuan tersebut, pendidikan fisika memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian dan perkembangan intelektual anak. Menurut Rustaman (tanpa tahun), sains dianggap menduduki posisi penting dalam pembangunan karakter masyarakat dan bangsa karena kemajuan pengetahuannya yang amat pesat, keampuhan prosesnya yang dapat ditransfer pada bidang lain, serta muatan nilai dan sikap di dalamnya. Oleh

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN …

Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

| 6

Vol. 1 No. 1 November 2011

MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DANKEMAMPUAN AKADEMIK SISWA MELALUI PENDEKATAN

PEMBELAJARAN PENEMUAN(DISCOVERY LEARNING)

Khaeruddin1)

Muslimin Ibrahim2)

Z.A. Imam Supardi2)

1)Guru Fisika SMK Negeri 2 Sumbawa Besar2) Dosen Pascasarjana Prodi Pendidikan Sains Universitas Negeri Surabaya

Abstract: This study investigated the difference of student’s cognitive competency, scientific skills, and responsibility level afterfollowing teaching and learning process using discovery learning type less structured guided discovery and type guided discoveryand describes the implementation and student’s activity on physics learning using teaching material based on discovery learningapproah. The Subject of this study was students 10th grade of SMK Negeri 2 Sumbawa Besar at 2nd semester academic year2010/2011. It was experimental research of two-groups pretesst-posttest design. The techniques of data collecting are testing andobserving. The data were analyzed desciptively and by using inferential statistic. The results revealed that: (1) Student’s cognitivecompetency, scientific skills, and responsibility level after following teaching and learning process using discovery approach withless structured guided discovery type was better than guided discovery type (2) The implemnetation of physic learning by usingteaching material which based on discovery learning on both less structured guided discovery and guided discovery types were each98.08%; (3) The steps of discovery learning on both less structured guided discovery and guided discovery types have been proved tobe able develope student’s academic competency and responsibility character; (4) Student’s activities at physics learning by usingteaching material which based on discovery learning described activities which relevant with steps of discovery learning on both theless structured guided discovery and guided discovery types.

Keywords: responsibility character, academic competency, discovery learning approach.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji adanya perbedaan kemampuan kognitif, keterampilan ilmiah, dan tingkat

tanggung jawab siswa setelah diberikan pembelajaran discovery dengan tipe berbeda dan mendeskripsikan keterlaksanaan danaktivitas siswa pada penerapan perangkat pembelajaran fisika yang berorientasi pada pendekatan discovery dengan tipe berbeda.Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMK Negeri 2 Sumbawa Besar semester genap tahun ajaran 2010/2011. Penelitianini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan Two-Groups Pretest-Postest Design. Teknik pengumpulan data dalampenelitian ini adalah pemberian tes dan observasi. Data-data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan menggunakanstatistik inferensial. Hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) kemampuan kognitif, keterampilan ilmiah, dan tingkat tanggungjawab siswa setelah diberikan pembelajaran fisika melalui pendekatan pembelajaran penemuan (discovery learning) tipe lessstructured guided discovery lebih baik daripada tipe guided discovery; (2) keterlaksanaan pembelajaran fisika yang menggunakanperangkat pembelajaran berorientasi pada pendekatan discovery adalah 98,08 % pada kedua tipe guided discovery dan tipe lessstructured guided discovery; (3) aktivitas siswa selama penerapan perangkat pembelajaran fisika yang berorientasi padapendekatan discovery menggambarkan aktivitas siswa yang sesuai dengan tahap-tahap pembelajaran discovery baik pada tipeguided discovery maupun pada tipe less strucured guided discovery; dan (4) penerapan perangkat pembelajaran fisika yangberorientasi pada pendekatan pembelajaran discovery pada kedua tipe less structured guided discovery dan tipe guided discoveryterbukti dapat mengembangkan kemampuan akademik dan karakter tanggung jawab siswa.

Kata-kata Kunci: karakter tanggung jawab, kemampuan akademik, pendekatan pembelajaran penemuan

PENDAHULUANFisika adalah cabang sains. Oleh karena itu

hakekat fisika dapat ditinjau dan dipahami dari hakekatsains. Sains merupakan kesatuan produk, proses, dansikap, sehingga tujuan pembelajaran fisika harusmengacu pada tiga aspek esensial, menurut Sarkin (1998:140), yaitu membangun (1) pengetahuan berupapemahaman, konsep, hukum, dan teori sertapenerapannya; (2) kemampuan melakukan proses antaralain pengukuran, percobaan, bernalar melalui diskusi; (3)sikap keilmuan, antara lain kecenderungan keilmuan,

berpikir kritis, berpikir analitis, tanggung jawab,perhatian pada masalah-masalah sains, penghargaan padahal-hal yang bersifat sains. Berdasarkan ketiga tujuantersebut, pendidikan fisika memiliki peran yang sangatpenting dalam pembentukan kepribadian danperkembangan intelektual anak. Menurut Rustaman(tanpa tahun), sains dianggap menduduki posisi pentingdalam pembangunan karakter masyarakat dan bangsakarena kemajuan pengetahuannya yang amat pesat,keampuhan prosesnya yang dapat ditransfer pada bidanglain, serta muatan nilai dan sikap di dalamnya. Oleh

Page 2: MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN …

Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

| 7

Vol. 1 No. 1 November 2011

karena itu guru dalam melaksanakan kegiatanpembelajaran di kelas harus dapat menempatkan aktivitasnyata anak dengan berbagai objek yang dipelajari.Berbagai kesempatan harus diberikan kepada anak untukbersentuhan langsung dengan objek yang akan atausedang dipelajarinya. Dengan kegiatan pembelajaraninilah sebenarnya anak sedang bergelut dan belajar apayang dinamakan sains. Mereka dibimbing untukmelakukan penelusuran masalah, mencari berbagaipenjelasan mengenai fenomena yang mereka temui ataualami, mengembangkan kemampuan fisiknya (motorik),dan melatih penggunaan penalaran mereka untuk mencaripemecahan masalah yang dihadapi dengan melakukanberbagai eksperimen yang relevan (Rohandi, 1998).Dengan demikian pendidikan sains bukanlah semata-mata merupakan proses transfer pengetahuan gurukepada anak, melainkan sebuah proses pembentukanpengetahuan pada anak dengan bekal pengetahuan awalyang sudah ada untuk diperkaya dan diberdayakanmelalui aktivitas nyata mereka yang di dalamya tentu sajasangat berkaitan dengan proses transfer nilai.

Berdasarkan hasil telaah sampel RPP matapelajaran fisika SMK Negeri 2 Sumbawa Besar(Khaeruddin, 2006 dan Rahmi, 2009) diperolehinformasi, yaitu: (1) tidak satupun dari RPP tersebut yangsecara sengaja mencantumkan hasil belajar domainafektif di dalam perencanaan pembelajarannya, (2) dalamlangkah-langkah pembelajaran tidak terlihat adanyaupaya terencana untuk mengembangkan karakter-karakter positif, (3) dalam kegiatan evaluasi tidaktercantum kegiatan evaluasi ranah afektif. Berdasarkanhasil wawancara dengan guru-guru fisika SMK Negeri 2Sumbawa Besar diperoleh informasi bahwa guru-gurulebih menekankan pada bagaimana siswa bisa menguasaikonsep-konsep fisika yang diajarkan sehingga bisamenjawab soal-soal di dalam ujian, sedangkan aspekafektif yakni pembentukan karakter positif belummendapat perhatian dari guru-guru.

Tidak adanya perhatian terhadap pendidikankarakter (ranah afektif) di dalam kegiatan pembelajaranmemunculkan kekhawatiran akan adanya dampak dalamjangka panjang. Dalam Kongres Guru Besar Indonesiapada tanggal 16 Mei 2007 (dalam Ibrahim, 2008: 5)menyebutkan empat dampak besar yang mungkinmuncul, yaitu: (a) terjadinya erosi budi pekerti, perilakubaik, dan tingkah laku positif, (b) solidaritas dankesetiakawanan rendah (frekuensi perkelahian dananarkis tinggi), (c) banyak anak berhasil menghafal tetapitidak memahami apa yang dihafalnya dan pada akhirnya(d) daya saing bangsa menjadi rendah. Mahatma Gandhi(dalam William dan Megawangi, tanpa tahun)memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu“education without character” (pendidikan tanpakarakter). William dan Megawangi (tanpa tahun) juga

mengutip pendapat Martin Luther yang menyatakanbahwa: “Intelligence plus character….that is the goal oftrue education” (Kecerdasan plus karakter merupakantujuan akhir dari pendidikan sebenarnya). Juga TheodoreRoosevelt (dalam William dan Megawangi, tanpa tahun)mengatakan bahwa: “To educate a person in mind andnot in morals is to educate a menace to society”.Roosevelt menyatakan pendidikan dalam aspekkecerdasan otak tanpa memperhatikan aspek moraladalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat.

Untuk menghindari dampak besar di atasdiperlukan perubahan pola pikir yang digunakan sebagailandasan dalam pembelajaran. Perubahan pola pikirhendaknya memikirkan bagaimana mengembangkaninsan cerdas dan berkarakter kuat melalui kegiatanpembelajaran. Guru harus fokus pada tujuanpembelajaran fisika secara utuh bukan hanya terfokuspada pencapaian tujuan pembelajaran aspek kognitif danpsikomor saja tetapi juga mengintegrasikan domainafektif ke dalam kedua domain tersebut. Salah satu carayang dapat ditempuh adalah mengintegrasikanpendidikan karakter untuk semua mata pelajarantermasuk fisika.

Karakter-karakter positif dapat diajarkan dandikembangkan di sekolah melalui implementasipendidikan karakter dalam keterpaduan pembelajarandengan semua mata pelajaran, termasuk mata pelajaranfisika. Dalam penelitian ini difokuskan padapengembangan satu karakter saja, yaitu tanggung jawab(responsibility). Karakter tanggung jawab sangatdiperlukan oleh setiap individu dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam dunia kerja dewasa ini. Setiapindividu bertanggung jawab terhadap dirinya, kelurga,masyarakat, bangsa dan agamanya. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas,disebutkan salah satu fungsi pendidikan nasional adalahmembentuk warga negara yang bertanggung jawab.Menurut The Six Pillar of Character (enam pilarkarakter) yang dikembangkan oleh Josephson Institut,tanggung jawab (Responsibility) memiliki ciri-ciri, yaitu:melakukan apa yang harus dilakukan, gigih, selalumelakukan yang terbaik, menerapkan kendali diri,disiplin, berpikir sebelum bertindak, dan bertanggungjawab terhadap pilihannya.

Di samping masalah ranah afektif yang kurangdiperhatikan, masalah yang lain dalam pembelajaranfisika adalah lemahnya kemampuan proses sains siswa,hal ini tercermin dari hasil TIMSS (Third International inMathematics and Science Study) yang menunjukkankemampuan siswa Indonesia dalam bidang IPA beradapada urutan ke-38 dari 40 negara (Depdiknas, 2007). Halini salah satunya disebabkan oleh pembelajaran sainsselama ini lebih berorientasi pada isi materi sainsdaripada berorientasi pada proses sains, dimana guru

Page 3: MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN …

Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

| 8

Vol. 1 No. 1 November 2011

jarang melatihkan keterampilan-ketermpilan proses sainskepada peserta didik. Berdasarkan hasil wawancara kamidengan guru-guru fisika SMK Negeri 2 Sumbawa Besardiperoleh informasi bahwa guru-guru tidak pernamelatihkan keterampilan proses sains terpadu kepadasiswa, sedangkan keterampilan proses sains dasar hanyaperna dilatihkan ketika mempelajari materi besaran dansatuan.

Untuk mengatasi dua kondisi di atas makadiperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang sesuaiuntuk mengembangkan karakter, meningkatkankemampuan kognitif dan keterampilan proses sainssiswa. Salah satu pendekatan yang dapat digunakanadalah pendekatan pembelajaran penemuan (Discovery).Alasan pemilihan pendekatan ini adalah pertama,pendekatan pembelajaran penemuan merupakanpendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa.Menurut Efendy (2011), karakter-karakter positifcenderung lebih mudah dibentuk apabila pembelajaranIPA menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa(student centered) dibandingkan berpusat pada guru(teacher centered). Senada dengan pendapat Effendy

Mulyana (2004) menyatakan bahwa di dalam pendekatanpembelajaran yang melibatkan peserta didik sepenuhnyapada suatu aktivitas belajar, peserta didik didorong untukmelakukan refleksi diri, bereaksi, menetukan akibattindakan, dan membuat keputusan yang relevan dengansituasi belajar. Kedua, pendekatan pembelajaranpenemuan merupakan pendekatan pembelajaran yangberbasis inkuiri. Prince dan Felder (2006) menyatakanbahwa:

“Discovery learning is an inquiry-based approachin which students are given a question to answer, aproblem to solve, or a set of observations toexplain, and then work in a largely self directedmanner to complete their assigned tasks and drawapproriate inferences from the outcomes,“discovering” the desired factual and conceptualknowledge in the process.”

METODE PNELITIANPenelitian yang dilakukan merupakan penelitianeksperimental dengan rancangan penelitian Two-GroupsPretest-Posttest Design seperti pada gambar berikut ini.

Kelas Less Structured Guided Discovery : R O1 X1 O2

Kelas Guided Discovery : R O1 X2 O2

Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMKNegeri 2 Sumbawa Besar. Dengan cara random dipilihdua kelas eksperimen, yaitu kelas X TAB (tipe lessstructured guided discovery) dan X TKR2 (tipe guideddiscovery).

Dalam penelitian ini yang menjadi vaariabelmanipulasi adalah tipe pendekatan pembelajarandiscovery; variable respon adalah kemampuan kognitif,keterampilan ilmiah, dan tingkat tanggung jawab siswa;dan variabel kontrol adalah jenis instrumen, kualifikasiguru yang mengajar, materi pelajaran, dan durasi waktumengajar.

Penelitian ini terdiri dari dua tahapan utama, yaitupertama, tahapan pengembangan perangkat dan kedua,tahap pengembangan perlakuan (eksperimen). Tahap-tahap pengembangan perangkat diadaptasi dari modelpengembangan Four-D yang dikembangkan olehThiagarajan, Semmel dan Semmel (1974). Dalam tahappengembangan ini dihasilkan perangkat pembelajaranyang berorientasi pada pendekatan pembelajarandiscovery dengan dua tipe, yaitu perangkat pembelajaranyang beorientasi pada tipe less structured guideddiscovery dan perangkat pembelajaran yang beorientasipada tipe guided discovery. Perangkat yang telahdikembangkan telah divalidasi oleh pakar di bidangPendidikan IPA, direvisi oleh peneliti dan diujicoba padasampel terbatas. Berdasarkan hasil validasi pakar dan

hasil uji coba diperoleh informasi bahwa seluruhperangkat yang telah dikembangkan layak untukdiimplementasikan di lapangan.

Tahap pengembangan perlakuan (eksperimen)dalam penelitian adalah: (1) menentukan sampelpenelitian; (2) memberikan pretes (THB dan tesketerampilan ilmiah) dan melakukan observasi tingkattanggung jawab siswa sebelum perlakuan; (3)memberikan perlakuan. Selama perlakuan dilakukanobservasi keterlaksnaan pembelajaran, aktivitas siswadan tingkat tanggung jawab siswa; (4) memberikanposttest.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian iniadalah Tes Hasil Belajar (THB), tes keterampilan ilmiah,lembar penilaian tingkat tanggung jawab, lembarpengamatan keterlaksanaan pembelajaran, dan lembarpenilaian aktivitas siswa. Seluruh instrument yangdigunakan dalam penelitian ini valid dan reliabel.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian iniadalah pemberian tes dan observasi. Tes dilakukan duakali, yaitu pretest dan posttest. Obervasi tingkat tanggungjawab dilakukan dua kali, yaitu satu sebelum eksperimendan selama eksperimen, sedangkan observasiketerlaksanaan pembelajaran dan aktivitas siswadilakukan selama eksperimen.

Untuk menguji hipotesis penelitian, data-datakemampuan kognitif, keterampilan ilmiah dan tingkattanggung jawab siswa dianalisis menggunakan statistikinferensial, yaitu uji parametrik dengan menggunakan thet-test for independent sample. Dua asumsi dasar dalammenggunakan uji parametrik (uji-t), yaitu distribusi darivariabel adalah normal dan kedua populasi dimana

Page 4: MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN …

Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

| 9

Vol. 1 No. 1 November 2011

sampel tersebut ditarik mempunyai varians yang sama(Nazir, 1999). Uji normalitas dilakukan denganmenggunakan uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov,sedangkan uji homogenitas data dilakukan denganmenggunakan Uji Levene. Jika salah satu dari keduaasumsi dasar tersebut tidak terpenuhi, maka uji hipotesisdilakukan dengan menggunakan uji non parametrik, yatiuuji U Mann-Whitney.

Ketuntasan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK),ketuntasan belajar per siswa pada domain produk danproses, tingkat tanggung jawab siswa, dan aktivitas siswa

dalam kegiatan pembelajaran discovery pada kedua tipeless structurd guided discovery dan tipe guided discoverydianalisis secara deskriptif kualitatif, sedangkan dataketerlaksanaan pembelajaran discovery pada kedua tipedianalisis secra deskriptif kuantitatif.

HASIL PENELITIANKeterlaksanaan Pembelajaran DiscoveryHasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran secararingkas dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Data keterlaksanaan pembelajaran discovery

No TipeKeterlaksanaan Pembelajaran (%)

Pert. 1 Pert. 2 Rata-rata1 Less Structured Guided Discovery 96,15 100,00 98,082 Guided Discovery 100,00 96,15 98,08

Berdasarkan Tabel 1 diperoleh informasi bahwahamper seluruh tahap-tahap pembelajaran discovery padakedua tipe dilaksanakan oleh guru.

Aktivitas Siswa Selama Kegiatan PembelajaranDiscovery

Hasil pengamatan aktivitas siswa dalam kegiatanpembelajaran discovery tipe Less structured guideddiscovery secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 2berikut ini.

Tabel 2 Data Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran DiscoveryTipe Pendekatan Pembelajaran

discoveryPersentase Aktivitas (%)

Relevan Tidak RelevanLess Structured Guided Discovery 99.65 0.35Guided Discovery 98.82 1.18

Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat disimpulkanbahwa aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajarandiscovery mencerminkan aktivitas yang sesuai dengantahap-tahap pembelajaran discovery pada baik pada tipeless structured guided discovery maupun pada tipeguided discovery.

Kemampuan Kognitif SiswaDeskripsi Data Kemampuan Kognitif Siswa

Deskripsi data kemampuan kognitif siswa setelah prosespembelajaran dengan menggunakan perangkatpembelajaran yang berorientasi pendekatan discoverypada tipe less structured guided discovery dan tipeguided discovery dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4 berikutini:

Tabel 3 Ketuntasan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Kemampuan Kognitif pada Pembelajaran Discovery

No Tipe Pendekatan pembelajaranDiscovery Jumlah TPKJumlah TPK yangtuntas (P ≥ 0,70)

1 Less Structured Guided Discovery 4 42 Guided Discovery 4 3

Tabel 4 Ketuntasan Individual Kemampuan Kognitif pada Pembelajaran Discovery

No Tipe

Pretest Posttest

Gainrata-rata

Nilairata-rata

Persentase siswayang mencapai

ketuntasan belajar(%)

Nilai rata-rata

Persentase siswayang mencapai

ketuntasan belajar(%)

1 Less Structured GuidedDiscovery

4.65 0.00 94.39 100.00 89.74

2 Guided Discovery 4.33 0.00 71,24 60.00 66,66

Page 5: MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN …

Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

| 10

Vol. 1 No. 1 November 2011

Berdasarkan Tabel 3 dan 4 dapat disimpulkanbahwa pembelajaran fisika dengan menerapkan perangkatpembelajaran yang berorientasi pada pembelajarandiscovery pada kedua tipe less structured guideddiscovery dan tipe guided discovery terbukti dapatmengembangkan kemampuan kognitif siswa.

Uji Hipotesis

Data-data nilai peningkatan (gain score) kemampuankognitif digunakan untuk melakukan uji hipotesispertama dalam penelitian ini. Sebelum pengujianhipotesis dilakukan, maka terlebih dahulu dilakukanpengujian normalitas dan homogenitas data. Denganbantuan SPSS 16.0, diperoleh ringkasan hasil ujinormalitas dan uji homogenitas data kemampuankognitif siswa seperti pada tabel 5 berikut ini

Tabel 5 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Kemampuan Kognitif Siswa

TipeUji Normalitas Uji Homogenitas Data

Z Sig. Keterangan F Sig Keterangan

Less structuredguided discovery

1,089 0,187Data

terdistribusinormal

16,183 0,000Varians keduakelompok datatidak homogen

Guided discovery 0,810 0,529Data

terdistribusinormal

Berdasarkan hasil uji noramlitas dan homogenitasdata diperoleh bahwa salah satu asumsi dasar dalammenggunakan uji parametrik tidak terpenuhi, yaitu variankedua kelompok data tidak homogen, sehingga ujihipotesis dilakukan dengan menggunakan uji nonparametrik, yaitu dengan uji U Mann-Whitney denganrincian sebagai berikut:

Hipotesis:

H0 : 1 ≤ 2

Ha : 1 > 2

: 0,05

Dimana 1 adalah mean nilai peningkatan (gainscore) kemampuan kognitif siswa kelas less

structured guided discovery (kelas LSGD) dan 2

adalah mean nilai peningkatan (gain score)kemampuan kognitif siswa kelas guided discovery(kelas GD). Kaedah pengujian adalah H0 ditolakjika Sig. < α.

Dengan menggunakan SPPS 16.0 diperoleh hasilanalisis seperti pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6 Hasil Uji U Mann-Whitney Data Kemampuan Kognitif Siswa

TipePembelajaran

DiscoveryN

MeanRank

Sumof

Rank

Mann-Whitney U

WilcxonW

ZSign

(1-tailed) Ket.

Less strucruredguided discovery

16 27,97447,50

8,500 218,500 -4,828 0,000H0 ditolak

dan Ha

diterimaGuided discovery 20 10,92218,50

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 6 diperolehSig. = 0,000. Karena Sig. < α (0,000 < 0,05), makaH0 ditolak dan Ha diterima.

Kesimpulannya adalah kemampuan kognitif siswasetelah diberikan pembelajaran melalui pendekatandiscovery tipe less structured guided discoverylebih baik daripada tipe guided discovery.

Keterampilan Ilmiah SiswaDeskripsi Data Keterampilan Ilmiah SiswaDeskripsi data keterampilan ilmiah siswa setelah prosespembelajaran dengan menggunakan perangkatpembelajaran yang berorientasi pendekatan discoverypada tipe less structured guided discovery dan tipeguided discovery dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8 berikutini.

Tabel 7 Ketuntasan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Keterampilan Ilmiah pada Pembelajaran Discovery

No Tipe Pendekatan pembelajaranDiscovery Jumlah TPKJumlah TPK yangtuntas (P ≥ 0,70)

1 Less Structured Guided Discovery 7 72 Guided Discovery 7 5

Tabel 8 Ketuntasan Individual Keterampilan ilmiah Siswa pada Pembelajaran Discovery

No TipePretest Posttest Gain

rata-rataNilai Persentase siswa Nilai rata- Persentase siswa

Page 6: MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN …

Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

| 11

Vol. 1 No. 1 November 2011

rata-rata yang mencapaiketuntasan belajar

(%)

rata yang mencapaiketuntasan belajar

(%)1 Less Structured Guided

Discovery23,88 0.00 91,74 93,75 67,86

2 Guided Discovery 23,93 0.00 62,14 60.00 38,21

Berdasarkan Tabel 7 dan 8 dapat disimpulkanbahwa pembelajaran fisika dengan menerapkan perangkatpembelajaran yang berorientasi pada pendekatanpembelajaran discovery pada kedua tipe less structuredguided discovery dan tipe guided discovery terbukti dapatmengembangkan keterampilan ilmiah siswa.

Uji Hipotesis

Data-data nilai peningkatan (gain) keterampilan ilmiahdigunakan untuk melakukan uji hipotesis kedua dalampenelitian ini. Sebelum pengujian hipotesis dilakukan,maka terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitasdan homogenitas data. Dengan bantuan SPSS 16.0,diperoleh ringkasan hasil uji normalitas dan ujihomogenitas data seperti pada pada Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Keterampilan Ilmiah Siswa

TipeUji Normalitas Uji Homogenitas Data

Z Sig. Keterangan F Sig Keterangan

Less structuredguided discovery

1,118 0,164Data

terdistribusinormal

10,132 0,003Varians keduakelompok datatidak homogen

Guided discovery 0,741 0,643Data

terdistribusinormal

Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitasdata diperoleh bahwa salah satu asumsi dasar dalammenggunakan uji parametrik tidak terpenuhi, yaituvarian kedua kelompok data tidak homogen, sehingga

uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji nonparametrik, yaitu dengan uji U Mann-Whitney denganhasil analisis seperti pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10 Hasil Uji U Mann-Whitney Data Keterampilan Ilmiah SiswaTipe

PembelajaranDiscovery

NMeanRank

Sum ofRank

Mann-Whitney

U

WilcxonW Z

Sign(1-tailed)

Ket.

Less strucruredguided discovery

16 26,16 418,5037,500 247,500 -3,920 0,000

H0 ditolakdan Ha

diterimaGuided discovery 20 12,38 247,50

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 10 diperolehSig. = 0,000. Karena Sig.< α (0,000 < 0,05), makaH0 ditolak dan Ha diterima.

Kesimpulannya adalah keterampilan ilmiah siswasetelah diberikan pembelajaran melalui pendekatandiscovery tipe less structured guided discovery lebihbaik daripada tipe guided discovery.

Tingkat Tanggung Jawab SiswaDeskripsi Data Tanggung Jawab SiswaData tingkat tanggung jawab siswa dalam kegiatanpembelajaran discovery pada masing-masing tipe dapatdilihat pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11 Data Tingkat Tanggung Jawab Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran Fisika yang Beorientasi pada PendekatanPembelajaran Penemuan

No TipePretest Posttest

Gainrata-rataPersentase

rata-rataKategori

Persentaserata-rata

Kategori

1Less Structured GuidedDiscovery

66.50 T 88.44 ST 21.94

2 Guided Discovery 62.40 T 67.21 T 4.81

Berdasarkan Tabel 11 diperoleh informasi bahwapembelajaran fisika dengan menerapkan perangkatpembelajaran yang berorientasi pada pendekatanpembelajaran discovery pada kedua tipe less structured

Page 7: MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN …

Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

| 12

Vol. 1 No. 1 November 2011

guided discovery dan tipe guided discovery terbukti dapatmengembangkan karakter tanggung jawab siswa.

Uji HipotesisData-data nilai peningkatan (gain) tingkat tanggungjawab digunakan untuk melakukan uji hipotesis ketiga

dalam penelitian ini. Sebelum pengujian hipotesisdilakukan, maka terlebih dahulu dilakukan pengujiannormalitas dan homogenitas data. Dengan bantuan SPSS16.0, diperoleh ringkasan hasil uji normalitas dan ujihomogenitas data seperti pada Tabel 12 berikut ini.

Tabel 12 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas DataTingkat tanggung Jawab Siswa

TipeUji Normalitas Uji Homogenitas Data

Z Sig. Keterangan F Sig Keterangan

Less structuredguided discovery

0,476 0,977Data

terdistribusinormal

0,870 0,358Varians keduakelompok data

homogenGuided discovery 0,816 0,518

Dataterdistribusi

normal

Berdasarkan hasil uji noramlitas dan homogenitasdata diperoleh bahwa kedua asumsi dasar dalammenggunakan uji parametrik terpenuhi, sehingga ujihipotesis dilakukan dengan menggunakan t-test forindependent sample dengan rincian sebagai berikut:

Hipotesis:

H0 : 1 ≤ 2

Ha : 1 > 2

: 0,05

Dimana 1 adalah mean nilai peningkatan (gainscore) tingkat tanggung jawab siswa kelas less

structured guided discovery (kelas LSGD) dan 2

adalah mean nilai peningkatan (gain score) tingkattanggung jawab siswa kelas guided discovery (kelasGD). Kaedah pengujian adalah H0 ditolak jika Sig.<α.

Dengan menggunakan SPPS 16.0 diperoleh hasilanalisis seperti pada Tabel 4.34 berikut ini.

Tabel 4.34 Hasil t-test for Independent Sample Gain Data Tingkat Tanggung Jawab Siswa

Tipe Pembelajaran Discovery N MeanStandarDeviasi

tSign.

(1-tailed)Keterangan

Less Structured guided discovery 16 21,942 11,1145,163 0,000

H0 ditolak dan Ha

diterimaGuided discovery 20 4,806 8,817

Pada SPSS 16.0 tidak tersedia fasilitas untukmengatur uji signifikansi (1-tailed dan 2-tailed)dan pada output uji hanya muncul nilai Sig. untukdua pihak (2-tailed). Untuk menentukan nilai Sig.satu pihak (1-tailed) dapat dilakukan denganmembagi dua nilai Sig. (2-tailed). Berdasarkan hasilanalisis pada Tabel 4.34 diperoleh Sig. (2-tailed) =0,00, jika dibagi 2 maka diperoleh Sig. (1-tailed) =0,00. Karena Sig. (1-tailed) < α (0,00 < 0,05), makaH0 ditolak dan Ha diterima.

Kesimpulannya adalah tingkat tanggung jawabsiswa dalam kegiatan pembelajaran melaluipendekatan discovery tipe less structured guideddiscovery lebih baik daripada tipe guided discovery.

DISKUSI HASIL PENELITIANKeterlaksanaan Pembelajaran DiscoveryBerdasarkan data keterlaksanaan pembelajaran padatabel 1 diperoleh informasi bahwa keterlaksanaanpembelajaran discovery tipe less structured guideddiscovery dan tipe guided discovery adalah masing-masing 98,08%. Ketercapaian persentase keterlaksanaanpembelajaran ini diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu:(1) Pembelajaran discovery pada kedua tipedirencanakan dengan baik dan sistematis, hal ini terlihatdengan tersedianya perangkat pembelajaran yang

memiliki kualitas yang baik serta alat dan bahan yangdibutuhkan selama kegiatan pembelajaran. Perencanaanpembelajaran yang baik merupakan salah satu faktorkeberhasilan suatu proses pembelajaran. (2) LKS yangdigunakan dalam kegiatan pembelajaran penemuandilengkapi dengan definisi-definisi dari keterampilanilmiah (keterampilan proses sains terpadu) yang akandigunakan siswa dalam kegiatan penemuankonsep/prinsip, sehingga akan membantu siswa dalamtahap-tahap awal pembelajaran. Bantuan semacam inidikenal dengan istilah scaffolding. (3) Penguasaan guruterhadap seluruh perangkat yang telah dikembangkanpeneliti dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakanpembelajaran sesuai dengan perangkat yang telahdikembangkan. Penguasaan guru terhadap perangkatpembelajaran tentu terwujud melalui diskusi dan latihanpenerapan seluruh perangkat ini secara sungguh-sungguh, dan (4) adanya masukan-masukan daripelaksanaan uji coba perangkat dalam sampel terbatas,sehingga kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaanpembelajaran pada kegiatan uji coba perangkat dapatdikurangi seoptimal mungkin.

Tahap pembelajaran yang tidak dilaksanakan padatipe less structured guided discovery, yaitu padapertemuan pertama, guru tidak mengingatkan siswauntuk mengerjakan tugas rumah sebagaimana yang

Page 8: MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN …

Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

| 13

Vol. 1 No. 1 November 2011

tercantum pada LKS, sedangkan tahap pembelajaranyang tidak dilakasanakan pada tipe guided discovery,yaitu pada pertemuan kedua, guru tidak melakukanapersepsi.

Aktivitas Siswa Selama Kegiatan PembelajaranDiscoveryBerdasarkan Tabel 2 diperoleh informasi bahwaaktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran telahmencerminkan aktivitas yang sesuai dengan tahap-tahappembelajaran discovery baik pada tipe guided discoverymaupun pada tipe less structured guided discovery.Tercerminkan aktivitas siswa sebagai aktivitas yangsesuai dengan tahap-tahap pembelajaran discovery untukkedua tipe disebabkan oleh salah satunya adalahketerlaksanaan RPP pada masing-masing tipe adalah98,08, dimana hampir seluruh tahap pembelajaranterlaksana. Keterlaksanaan pembelajaran discoverysebagaimana yang tertuang dalam RPP tentu akanmeningkatkan aktivitas siswa selama prosespembelajaran, hal ini sesuai dengan pernyataan Piagetdan Dewey (dalam Castranova, tanpa tahun),“Discovery learning encompasses an instructionalmodel and strategies that focus on active, hands-onlearning opportunities for students.” pembelajaranpenemuan (discovery learning) menekankan padaketerlibatan aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran.Senada dengan pernyataan Piaget, Bruner (dalam Carin,1993) menyatkan bahwa: “The only way people learndiscovery techniques is by having opportunities todiscover them by themselves.” Dengan pembelajarandiscovery seseorang memiliki kesempatan yang luasuntuk membangun pengetahuan mereka oleh diri merekasendiri, sehingga potensi intelektualnya akan meningkat.Dari kedua pernyataan tersebut jelas bahwa jikapersentase keterlaksanaan pembelajaran discoverytinggi, maka aktivitas pembelajaran siswa dalamkegiatan pembelajaran penemuan akan meningkatkarena dalam pembelajaran discovery siswa terlibataktif dalam menemukan konsep/prinsip fisika melaluimelalui kegiatan eksplorasi dan pembentukan konsep,kemudian menerapkan konsep tersebut untukmenyelesaikan masalah-masalah yang diberikan. Selamaproses pembelajaran siswa diberikan kebabasan untukmenemukan konsep/prinsip oleh diri mereka sendiri danmendapatkan bimbingan agar pembentukan konsepmenjadi lebih bermakna. Disamping persentaseketerlaksanaan pembelajaran yang tinggi, lingkunganbelajar yang terbangun dalam pembelajaran discoverytidak kaku, sehingga anak memiliki kebebasan yangterbimbing untuk melakukan aktivitas penemuannya,sehingga motivasi belajar mereka akan meningkat yangtentunya akan berdampak pada aktivitas siswa selamapembelajaran. Bruner (dalam Carin, 1993: 93) percaya

bahwa salah satu implikasi dari keberhasilanpembelajaran discovery adalah siswa mendapatkangetaran kepuasan intelektual, suatu reward berupakepuasan intrinsik. Getaran kepuasan intelaktuan inimerupakan motivasi intrinsik yang mampu mendorongsiswa untuk meningkatkan aktivitas belajarnya dalamkegiatan pembelajaran penemuan.

Kemampuan Kognitif SiswaBerdasarkan Tabel 3 diperoleh informasi bahwapenerapan pembelajaran dengan menggunakan perangkatpembelajaran yang berorientasi pendekatan penemuantipe less structured guided discovery dapat menuntaskanseluruh Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) aspekproduk, sedangkan pada tipe guided discovery satu TPKtidak dapat mencapai ketuntasan, yaitu TPK yangberbunyi “Diberikan persoalan fisika, siswa dapatmenerapkan hukum Archimedes untuk menyelesaikanpersoalan tersebut sesuai dengan kriteria penilaian padapedoman penskoran”. Dengan melihat jawaban-jawabansiswa, ditemukan kesamaan kesulitan yang dihadapisiswa, yaitu siswa tidak dapat menghubungkan

persamaan Fb = wu – wzc dengan rumus Fb = gvf untukmencari besarnya vf dan menggunakan nilai besaran iniuntuk mencari berat beban pada zat cair lain jika volumeyang tercelup sama dengan pada zat cair sebelumnya.Jika dikaitkan dengan teori perkembangan kognitifPiaget, kesulitan yang dihadapi siswa ini menunjukkanbahwa combinatorial reasoning siswa masih lemah.Combinatorial reasoning berkaitan dengan kemampuansiswa untuk menyelesaikan masalah-masalah yangmelibatkan banyak variabel dalam satu waktu. Jikadiperhatikan usia subjek penelitian (kelas X), tahapberfikir mereka sudah mencapai tahap berfikiroperasional formal. Piaget (dalam Wadsworth, 1984)menyebutkan konten pemikiran formal adalahpropositional, or combinatorial operation dan formaloperation scheme. Rendahnya combinatorial reasoningsiswa ini diduga disebabkan karena selama ini siswajarang diberikan soal-soal pada dimensi pengetahualkonseptual level proses kognitif menganalisis.

Berdasarkan Tabel 4 diperoleh informasi bahwapada tipe less structured guided discovery 100% siswamencapai ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata kelasadalah 94,39 dan gain score rata-rata 89,74, sedangkanpada tipe guided discovery 60% siswa mencapaiketuntasan belajar dengan nilai rata-rata kelas adalah71,24 dan gain score rata-rata 66,66. Dengan demikian,pembelajaran fisika dengan menerapkan perangkatpembelajaran yang berorientasi pada pendekatanpembelajaran discovery pada kedua tipe less structuredguided discovery dan tipe guided discovery terbuktidapat mengembangkan kemampuan kognitif siswa. Darihasil telaah jawaban siswa diperoleh informasi bahwa

Page 9: MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN …

Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

| 14

Vol. 1 No. 1 November 2011

siswa-siswa yang tidak tuntas pada kelas tipe guideddiscovery mengalami kesulitan dalam kemampuancombinatorial reasoning sebagaimana yang telahdibahas pada paragraf sebelumnya. Oleh karena itusiswa perlu diberikan latihan soal-soal yang variatifdalam jumlah yang cukup sehingga aktivitas berfikirsiswa pada tahap penerapan konsep ini meningkat,peningkatan aktivitas berfikir ini tentu akan berdampakpada kemampuan kognitif siswa. Menurut Bruner(dalam Carin, 1993): “an individual learn and developshis or her mind only by using it”, artinya potensiintelektual seseorang akan berkembang hanya jika iamenggunakan potensi tersebut. Dengan demikian anakbelajar terbaik jika fikiran mereka bekerja terhadap apayang dipelajari. Pendekatan discovery merupakanpendekatan pengajaran yang mendorong siswa untukmenemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.Bruner (dalam Carin, 1993) mengungkapkan bahwa:“The only way people learn discovery techniques is byhaving opportunities to discover them by themselves.”Melalui pendekatan pembelajaran penemuan seseorangmemiliki kesempatan yang luas untuk membangunpengetahuan mereka oleh diri mereka sendiri, sehinggapotensi intelektualnya akan meningkat. Bruner percayabahwa anak belajar terbaik jika siswa terlibat aktif dalamkegiatan hands-on dan minds-on.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis,Kemampuan kognitif siswa setelah diberikanpembelajaran melalui pendekatan discovery tipe lessstructured guided discovery lebih baik daripada tipeguided discovery. Hasil ini sejalan dengan apa yangdiungkapkan oleh Carin (1993) tentang aktivitas berfikirsiswa pada masing-masing tipe. Menurut carin (1993),pada pendekatan pembelajaran discovery tipe guideddiscovery, guru mengajukan rumusan masalah danmetode yang dapat digunakan oleh siswa untukmenyelesaikan masalah, kemudian siswa didorong untukmenyelesaikan masalah tersebut berdasarkan metodeyang telah diberikan oleh guru, sedangkan padapendekatan pembelajaran discovery tipe less structuredguided discovery, guru hanya mengajukan rumusanmasalah tanpa memberikan metode pemecahan masalah,kemudian siswa ditugaskan untuk merumuskan sendirimetode pemecahan masalah dan menggunakan metodetersebut untuk memecahkan masalah yang telahdiberikan setelah mendapat persetujuan guru. Aktivitasberpikir yang dilakukan siswa pada tipe less structuredguided discovery lebih tinggi dibandingkan pada tipeguided discovery. Aktivitas berfikir siswa dapatdikaitkan dengan pernyataan Bruner (dalam carin, 1993:93) yang menyatakan bahwa potensi intelektualseseorang akan berkembang hanya jika ia menggunakanpotensi tersebut, artinya semakin banyak aktivitasberfikir yang dilakukan oleh seseorang maka potensi

intelektualnya akan semakin tinggi. Potensi intelektualini secara langsung berkaitan dengan tingkatpemahaman mereka terhadap materi sains, sehinggasemakin tinggi aktivitas berfikir seseorang makakemampuan kognitifnya akan semakin baik. Dengandemikian, kemampuan kognitif siswa setelah diberikanpembelajaran melalui pendekatan discovery tipe lessstructured guided discovery lebih baik daripada tipeguided discovery sebagaimana yang ditunjukkan darihasil pengujian hipotesis.

Keterampilan IlmiahBerdasarkan Tabel 8 diperoleh informasi bahwapenerapan pembelajaran dengan menggunakanperangkat pembelajaran yang berorientasi pendekatanpenemuan tipe less structured guided discovery dapatmenuntaskan seluruh Tujuan Pembelajaran Khusus(TPK) aspek proses, sedangkan pada tipe guideddiscovery ada dua TPK yang tidak dapat mencapaiketuntasan, yaitu TPK nomor 4 yang berbunyi: “siswadapat menyusun definisi operasional variabel” dan TPKnomor 5 yang berbunyi: “Berdasarkan definisioperasional variabel serta alat dan bahan yang disajikandalam soal, siswa dapat menyusun prosedur percobaan”.Ketidaktuntasan TPK nomor 4 ini sejalan dengan hasiltemuan Nur (dalam Nur et al, 2010) yangmenyatakan bahwa siswa SMP dan SMA tampak asingdengan tugas perumusan definisi operasional variabel,bahkan guru sendiri ternyata juga belum menguasaibagaimana cara merumuskan definisi operasionalvariabel. Ketidaktuntasan TPK nomor 4 terjadi karenakemampuan menyusun definisi operasional variabeladalah keterampilan proses sains yang level kognitifnyaberada pada level menciptkanan (C6 kategori planing),sehingga jika siswa belum terlatih untuk keterampilanini, maka sulit baginya untuk dapat melakukannya. Darihasil analisis proses pembelajaran pada tahap eksplorasiditemukan bahwa scaffolding yang diberikan guru tidakmerata pada seluruh kelompok, sehingga tidak semuasiswa mendapatkan bantuan dari guru pada tahap-tahapini. Dengan demikian, menurut hemat peneliti kesulitanpada TPK 4 ini diduga disebakan oleh kurangnya dantidak meratanya scaffolding yang diberikan guru kepada siswa. Kesulitan siswa dalam menyusun definisioperasional variabel tentu akan berdampak padaketidakmampuan siswa dalam membuat prosedurpercobaan karena definisi operasional variabel berisitentang cara variabel-variabel diukur dan dengan apavariabel-variabel itu diukur. Kesulitan siswa padamenyusun prosedur percobaan disamping disebabkanoleh ketidakmampuan siswa dalam menyusun definisioperasional variabel, juga disebabkan karena pada tipeguided discovery prosedur percobaan telah disajikandalam LKS (diberikan), dimana siswa hanya membaca,

Page 10: MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN …

Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

| 15

Vol. 1 No. 1 November 2011

memahami dan menerapkan prosedur yang sudahdisajikan, sehingga aktivitas berfikir hanya berada padalevel proses kognitif menerapkan (C3, kategoriexecuting), sedangkan menyusun prosedur percobaanmerupakan aktivitas berfikir yang berada pada levelproses kognitif menciptakan (C6, kategori planing).Oleh karena itu dalam pembelajaran untuk kedua TPKyang level proses kognitifnya tinggi, guru perlupemberian scaffolding yang cukup dan merata ke padaseluruh siswa, sehingga siswa tidak mengalami kesulitanuntuk menujukkan kemampuannya dalam menuntaskankedua TPK tersebut.

Berdasarkan Tabel 9 diperoleh informasi bahwapada tipe less structured guided discovery 93,75% siswamencapai ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata kelasadalah 91,74 dan gain score rata-rata 67,86, sedangkanpada tipe guided discovery 60% siswa mencapaiketuntasan belajar dengan nilai rata-rata kelas adalah61,14 dan gain score rata-rata 38,21 . Dengan demikian,pembelajaran fisika dengan menerapkan perangkatpembelajaran yang berorientasi pada pendekatanpembelajaran discovery pada kedua tipe less structuredguided discovery dan tipe guided discovery terbuktidapat mengembangkan keterampilan ilmiah siswa. Darihasil analisis jawaban para siswa yang tidak tuntas padates keterampilan ilmiah, terlihat ada kesamaan kesulitan,yaitu siswa belum mampu menyusun hipotesis denganbenar, kesulitan ini tentu akan berdampak kemampuansiswa pada keterampilan ilmiah yang lain, sehinggaperolehan skor total mereka rendah. Oleh karena ituguru dalam kegiatan pembelajaran discovery terutamapada kegiatan eksplorasi perlu memberikan scaffoldingyang cukup dan merata secara langsung, walaupundefinsi-definisi dari keterampilan-keterampilan ilmiahyang mereka gunakan dalam kegiatan ini sudahtercantum dalam LKS, akan tetapi siswa memilikihetrogenitas kemampuan dalam menelaah informasi.Pada kelas tipe guided discovery ada tiga siswa yangmengalami kesulitan dalam menyusun rumusanmasalah, hal ini diduga disebabkan karena siswa belummemahami bagaimana sebuah rumusan masalah itudirumuskan dari latar belakang masalah yang diberikan.Keterampilan merumuskan masalah memang tidakdilatihkan dalam kedua tipe pembelajaran discovery,tetapi tercantum dalam LKS (diberikan) dan dijelaskanoleh guru.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis,keterampilan ilmiah siswa setelah diberikanpembelajaran melalui pendekatan discovery tipe lessstructured guided discovery lebih baik daripada tipeguided discovery. Hasil ini sejalan dengan apa yangdiungkapkan oleh Carin (1993) tentang aktivitasberfikir siswa pada masing-masing tipe. Menurut Carin(1993), pada pendekatan pembelajaran discovery tipe

guided discovery, guru memberikan rumusan masalahdan prosedur percobaan/pengamatan, kemudian siswadidorong untuk menyusun sendiri hipotesis,mengidentifikasi variabel, mendefinisikan variabelsecara operasional, mengumpulkan data berdasarkanprosedur yang telah diberikan guru, menganalisis data,menarik kesimpulan dan menerapkan kosep ataupenyelesaian masalah di dalam situasi yang lain,sedangkan pada pendekatan penemuan tipe lessstructured guided discovery guru hanya mengajukanrumusan masalah tanpa memberikan prosedurpercobaan/pengamatan, kemudian siswa didorong untukmenyusun hipotesis, mengidentifikasi variabel,mendefinisikan variabel secara operasional, menyusunsendiri prosedur percobaan/pengamatan, menggunakanprosedur telah disusun untuk mengumpulkan datasetelah disetujui oleh guru, menganalisis data, menarikkesimpulan dan menerapkan kosep atau penyelesaianmasalah di dalam situasi yang lain. Keterampilan ilmiahyang dilakukan siswa pada tipe ini lebih banyakdibandingkan pada tipe guided discovery. Keterampilanilmiah merupakan salah satu potensi intelektual anakyang harus dikembangkan dalam pembelajaran sains.Menurut Bruner (dalam Carin, 1993: 93), potensiintelektual seseorang akan berkembang hanya jika iamenggunakan potensi tersebut, artinya semakin banyakketerampilan ilmiah yang digunakan anak dalamaktivitas belajarnya maka aktivitas berfikir yangdilakukan oleh anak juga semakin tinggi sehinggaberpengaruh pada potensi intelektualnya. Dengandemikian, keterampilan ilmiah siswa setelah diberikanpembelajaran melalui pendekatan discovery tipe lessstructured guided discovery lebih baik daripada tipeguided discovery seperti yang ditunjukkan oleh hasilpengujian hipotesis.

Tingkat Tanggung Jawab SiswaBerdasarkan data pada Tabel 13 diperoleh informasibahwa persentase rata-rata tingkat tanggung jawab siswaselama kegiatan pembelajaran discovey adalah 88,44(kategori sangat tinggi) pada tipe less structured giudeddiscovery dan 67,21 (kategori tinggi) pada tipe guideddiscovery, sedangkan gain score tingkat tanggung jawabsiswa adalah 21,94 pada tipe less structured giudeddiscovery dan 4,81 pada tipe guided discovery. Hasil inimenggambarkan bahwa karakter tanggung jawab siswadapat dikembangkan melalui pendekatan pembelajaranpenemuan (discovery learning) pada kedua tipe guideddiscovery dan tipe less structured guided discovery.Pendekatan discovery adalah pendekatan yang berpusatpada siswa. Hasil temuan ini sejalan dengan apa yangdikemukakan oleh Efendy (2011) bahwa karakter-karakter positif (termasuk tanggung jawab) cenderunglebih mudah dibentuk apabila pembelajaran IPA

Page 11: MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN …

Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

| 16

Vol. 1 No. 1 November 2011

menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa(student centered) dibandingkan berpusat pada guru(teacher centered). Senada dengan pernyataan tersebut,Mulyana (2004) menyatakan bahwa di dalam pendekatanpembelajaran yang melibatkan peserta didik sepenuhnyapada suatu aktivitas belajar, peserta didik didorong untukmelakukan refleksi diri, bereaksi, menetukan akibattindakan, dan membuat keputusan yang relervan dengansituasi belajar. Pembelajaran penemuan (discovery)merupakan suatu pembelajaran yang berpusat pada siswa,sehingga melalui pembelajaran penemuan, karakter-karakter positif, dalam hal ini tingkat tanggung jawabsiswa dapat dikembangkan dalam pembelajaran. Carin(1993) menyatakan bahwa di dalam pembelajaranpenemuan para siswa dididik untuk menjadi lebihmandiri, mengarahkan diri mereka sendiri danbertanggung jawab terhadap belajar mereka sendiri.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, tingkattanggung jawab siswa dalam kegiatan pembelajaranmelalui pendekatan discovery tipe less structuredguided discovery lebih baik daripada tipe guideddiscovery. Hasil ini sejalan dengan pernyataan Carin(1993). Menurut Carin (1993), pada pendekatanpembelajaran discovery tipe guided discovery, gurumemberikan rumusan masalah dan prosedur penyelesaianmasalah, kemudian siswa diberi porsi tanggung jawabuntuk menyelesaikan permasalahan tersebut melaluikegiatan pengumpulan data, analisis data hinggamerumuskan kesimpulan atau solusi. Sedangkan padapendekatan pembelajaran discovery tipe less structuredguided discovery guru hanya mengajukan rumusanmasalah tanpa memberikan metode atau prosedurpenyelesaian masalah, kemudian siswa diberikan porsitanggung jawab untuk merumuskan sendiri metodepenyelesaian masalah dan menggunakan metode tersebutuntuk menyelesaikan permasalahan melalui kegiatanpengumpulan data, analisis data hingga perumusankesimpulan atau solusi. Porsi tanggung jawab yangdiberikan kepada siswa pada tipe less structured guideddiscovery lebih besar dibandingkan pada tipe guideddiscovery. Semakin besar porsi tanggung jawab anakyang diberikan dalam kegiatan pembelajaran, makasemakin besar kesempatan anak untuk melakukan prosesinternalisasi nilai-nilai tanggung jawab ke dalam dirinya,sehingga akan berpengaruh pada tingkat tanggung jawabyang akan dimiliki oleh anak. Dengan demikian, tingkattanggung jawab siswa di dalam kegiatan pembelajaranmelalui pendekatan discovery tipe less structured guideddiscovery lebih baik daripada tipe guided discoverysebagaimana yang ditunjukkan oleh hasil pengujianhipotesis.

Tingkat tanggung jawab siswa diukur berdasarkandiskripsi operasional dari ciri-ciri tanggung jawab padaThe Six Pillar of Character, yaitu: melakukan apa yang

harus dilakukan, gigih, selalu melakukan yang terbaik,menerapkan kendali diri, disiplin, berpikir sebelumbertindak, dan bertanggung jawab terhadap pilihannya.Berdasarkan data pada Tabel 14 terlihat bahwa persentaseketercapaian setiap ciri tingkat tanggung jawab dalamkegiatan pembelajaran penemuan pada tipe lessstructured guided discovery sangat tinggi. Pada tipeguided discovery persentase ketercapaian setiap ciritingkat tanggung jawab berkategori sangat tinggi dantinggi, kecuali pada ciri melakukan yang terbaik danmenerapkan kendali diri, ketercapaiannya memilikikategori rendah, hal ini diduga karena selama inipembelajaran di kelas berpusat pada guru, dimanalingkungan belajarnya begitu ketat, sehingga siswakurang memiliki inisiatif untuk melakukan sesuatu tanpaperintah. Untuk pengendalian diri yang lemah didugadisebabkan karena siswa belum terbiasa denganlingkungan belajar yang bebas terbimbing, siswa belumterbiasa diberikan tanggung jawab untuk mengaturkegiatan belajarnya sendiri, sehingga siswa pada tahap-tahap implementasi awal ini belum memahami kebebasanyang diberikan sebagai kebebasan akdemik, dimanamereka bebas untuk bereksplorasi, bukan kebebasanuntuk melakukan aktivitas di luar aktivitas pembelajaran,sehingga mereka belum memiliki pengendalian diri yangbaik. Jika pembelajaran penemuan yang berbasispendidikan karakter ini terus diimplementasikan dalampembelajaran fisika, maka proses internalisasi nilai-nilaitanggung jawab ini dapat berlangsung pada diri siswadengan baik sehingga akan mengembangkan karaktertanggung jawab pada diri mereka. Sarkin (1998: 142)mengungkapkan bahwa dalam pengajaran di mana paramurid aktif berbuat dan berpendapat, karakter pribadimurid akan terungkap. Semakin banyak murid melakukanaktivitas, akan semakin kelihatan watak kepribadiannya.Dengan demikian, semakin terbuka pula kesempatan bagiguru untuk membantu murid mengembangkankepribadiannya. Melalui interaksi dengan guru dansesama murid yang terus menerus dijaga, sikap danperilaku para murid secara bertahap akan berkembang kearah yang lebih baik.

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulanBerdasarkan hasil penelitian di atas, dapat ditarikbeberapa kesimpulan, yaitu:1 Keterlaksanaan pembelajaran fisika yang

menggunakan perangkat pembelajaran berorientasipada pendekatan discovery adalah 98,08 % padakedua tipe guided discovery dan tipe less structuredguided discovery.

2 Aktivitas siswa selama penerapan perangkatpembelajaran fisika yang berorientasi pada

Page 12: MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN …

Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

| 17

Vol. 1 No. 1 November 2011

pendekatan discovery menggambarkan aktivitassiswa yang sesuai dengan tahap-tahap pembelajarandiscovery baik pada tipe guided discovery maupunpada tipe less strucured guided discovery

3 Penerapan perangkat pembelajaran yangberorientasi pada pendekatan pembelajarandiscovery pada kedua tipe less structured guideddiscovery dan tipe guided discovery telah terbuktidapat mengembangkan kemampuan akademik dankarakter tanggung jawab siswa dalam pembelajaranfisika.

4 Kemampuan kognitif siswa setelah diberikanpembelajaran melalui pendekatan discovery tipeless structured guided discovery lebih baik daripadatipe guided discovery

5 Keterampilan ilmiah siswa setelah diberikanpembelajaran melalui pendekatan discovery tipeless structured guided discovery lebih baik daripadatipe guided discovery

6 Tingkat tanggung jawab siswa dalam kegiatanpembelajaran melalui pendekatan discovery tipeless structured guided discovery lebih tinggidaripada tipe guided discovery.

SaranBerdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasilyang didapat, disarankan beberapa hal sebagai berikut.

1. Tahap-tahap pembelajaran discovery belum dapatdilaksanakan 100%. Oleh karena itu dalampenelitian-penelitian lebih lanjut kuantitas dankualitas pelatihan guru mitra dalam menerapkanperangkat pembelajaran yang berorintasi padapendekatan discovery perlu diperhatikan.

2. Dalam tahap eksplorasi, siswa mengalami kesulitanpada tahap menyusun definisi operasional variabel,sehingga perlu bagi guru untuk memberikanscaffolding yang cukup dan merata pada seluruhsiswa.

3. Salah satu kelemahan penelitian ini adalahpengamatan keterlaksanaan pembelajaran dan tingkattanggung jawab siswa dilakukan oleh hanya satuorang pada masing-masing tipe, sehingga penilaiantingkat tanggung jawab menjadi kurang teliti. Olehkarena pada penelitian berikutnya itu setiapkomponen pengamatan (keterlaksanaanpembelajaran, aktivitas siswa dan tingkat tanggungjawab siswa) diamati oleh masing-masing satupengamat.

DAFTAR PUSTAKAAbruscato,J. 1992. Teaching Children Science. A

Discovery Approach. 3 rd. Needham Heights. MA:Allyn and Bacon.

Akinbobola, A.O. dan Afolabi, F. 2010. “ConstructivistPractices Through Guided Discovery Approach:The Effect on Student’s Cognitive Achievements inNigerian Senior Secondary School Physics”.Eurasian J. Phys. Chem. Educ. Vol. 2, No. 1, pp.16-25.

Anderson, L.D. dan Krathwohl, D.R. 2001. A Taxonomyfor Learning, Teaching, and Assesing. Newyork:Addison Wesley Longman, Inc.

Borich, G.D. 1994. Observation Skills for EffectiveTeaching. New York: Macmillan PublishingCompany.

Carin, A.A. 1993. Teaching Science Through Discovery.New York: Macmillan Publishing Company.

Castronova, J.A. Tanpa tahun. Discovery Learning forthe 21st Century: What is it and how does itcompare to traditional learning in effectiveness inthe 21st Century?. Diakses pada tanggal 20 Oktober2010 melaluihttp://chiron.valdosta.edu/are/Litreviews/vol1no1/castronova_litr.pdf.

Collete, A.T dan Chiapetta, E.L. 1994. ScienceInstruction in the Middle and Secondary Schools.New York: Macmillan Publishing Company.

Depdiknas. 2003. UU RI No. 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan nasional.

Depdiknas. 2005. Rencana Depatremen PendidikanNasional Tahun 2005-2009. Jakakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2007. Naskah Akademik. Kajian KebijakanKurikulum Mata Pelajaran IPA. Jakakarta:Depdiknas.

Efendy. 2011. “Aplikasi Pembelajaran IPA dalamPembentukan Karakter Siswa”. Makalah disajikanpada Seminar Nasional Sains 2011, Surabaya.

El Mubarok, Z. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai.Bandung: Alfabeta.

Enger, SK. Dan Yager, RE. 2000. Assessing StudentUnderstanding in Science. California: Corwin Press,Inc.

Gay, LR. 1987. Educational Research. Competencies foranalysis and Application. Columbus: MerrilPublishing Company.

Gronlund, N.E. 2003. Assesment of Student Achievement7th ed. United State of America: Pearson Education,Inc.

Howe, A.C. dan Jones, L. 1993. Engaging Children inScience. New York: Macmillan PublishingCompany.

Ibrahim, Muslimin. 2008. Model Pembelajaran IPAInovatif melalui Pemaknaan. Surabaya: UniversitasNegeri Surabaya.

Page 13: MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN …

Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

| 18

Vol. 1 No. 1 November 2011

Josephson Intitute. Tanpa Tahun. The Six Pillar ofCharacter. Diakses pada tanggal 10 November 2010melalui http://charactercount.org/Six.Pillar.html.

Koesuma A, D. A.2007. Pendidikan Karakter. Jakarta:GRASINDO.

Khaeruddin. 2006. “Rencana Pelaksanaan Pembelajaran”.SMK Negeri 2 Sumbawa Besar.

Lavine, R.A. 2005. “Guided Discovery Learning withVideotaped Case Presentation in Neurobiology”.JIAMSE. Vol. 15, pp. 4 – 7.

Martin, R.E. Wagner, K. dan Gerlovich, J. 1994.Teaching Science for all Children. Boston: Allynand Bacon.

Mayer, R.E. 2004. “Should There Be a Three-StrikesRule Against Pure Discovery Learning?”. AmericanPsychologist. Vol. 59, No. 1, pp. 14 – 19.

Mulyana, R. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai.Bandung: Alfabeta.

National Research Council.2000. Inquiry and NationalScience Education Standards. Washington, D.C. :National Academy Press.

Nur, M. Rahayu, YS. Wasis. Isna. dan Subekti, H. 2010.Pengembangan Perangkat Pembelajaran untukMemberi Kemudahan Guru Mengajar dan SiswaBelajar IPA dan Keterampilan Berfikir. LaporanPenelitian Hibah Kompetensi. Universitas NegeriSurabaya.

Prince, M.J dan Felder, R.M. “Inductive Teaching andLearning Methods: Defenition, Comparison, andResearch Bases”. J. Engr. Education. Vol. 95, No.2, pp. 123 – 138.

Rahmi, 2009. “Rencana Pelaksanaan Pembelajaran”.SMK Negeri 2 Sumbawa Besar.

Rohandi. 1998 “Memberdayakan Anak MelaluiPendidikan sains”. Dalam Pendidikan Sains yangHumanistis. Yogyakarta: Kanisius.

Rustaman, N.Y. Tanpa tahun Kemampuan DasarBekerja Ilmiah dalam Pendidikan sains danAssesmennya. diakses tanggal 1 Oktober 2010melaluihttp://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN%20IPA/195012311979032%20-%20NURYANI%20RUSTAMAN/KDBI_dalam/KDBIdalam DIKSainsFINAL.pdf.

Sarkin. 1998 “Humaniora dalam Pendidikan Sains”.Dalam Pendidikan Sains yang Humanistis.Yogyakarta: Kanisius.

Sumaji. 1998. “Dimensi Pendidikan IPA danPengembangan sebagai Disiplin Ilmu. DalamPendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta:Kanisius.

Thiagarajan, S. D.S, Semmel dan M.I, Semmel. 1974.Instructional Development for Training Centre ofExceptional Children. Minepolish: IndianaUniversity.

Wadsworth, BJ. 1984. Piaget’s Theory of Cognitive andAffective Development. USA: Longman Inc.

William, T Russel dan Ratna Megawangi. Tanpa tahun.Kecerdasan Plus Karakter. Diakses melaluihttp://ihf.org.tripod.com/pustaka/kecerdasanpluskarakter.htm.