mengantar 33 satwa reptil papua pulang ke habitatnya

4
MENGANTAR 33 SATWA REPTIL PAPUA PULANG KE HABITATNYA USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Oleh: Rini Sulistyawati Papua kaya akan keanekaragaman hayati dan sur- ga bagi satwa endemik. Meski begitu keberadaan satwa-satwa ini terancam karena banyaknya aktivi- tas perdagangan satwa liar seperti burung kakatua, kura-kura moncong babi, dan beberapa hewan eksotik lainnya di Papua. Upaya menjaga keberadaan satwa melalui kegiatan patroli, penyuluhan, operasi pasar, kerja sama berbagai pihak, dan pelepasliaran satwa bertujuan meredam laju kepunahan satwa endemik yang ada. Pagi itu, Kamis, 24 November 2014, Kantor Pusat Penelitian, Reklamasi dan Biodiversity Departemen Enviro PT. Freeport Indonesia (PT FI) di Mile Point (MP) 21, Timika, nampak sibuk. Beberapa petugas mengangkat dan meletakkan tiga kotak kayu berben- tuk persegi panjang dan dua kotak persegi empat terbuat dari plastik dan fiber tepat di lorong pintu masuk. Kelima kotak masing-masing berisi : 20 ular sanca bibir putih (Leiopython albertisi) dan 8 ular sanca hijau (Morelia viridis), satu ular patola (Morelia amethistina), satu ular kaki empat (Tiliqua gigas), satu ular boa tanah (Morelia viridis) dan 2 buaya air tawar (Crocodylus novaeguineae). Sudah satu minggu ke-33 satwa reptil endemik Papua ini berada di tempat perawatan dan penampungan Sejauh ini, kerjasama antara PT. FI dan BBKSDA Papua telah berhasil melepaskan total 40.994 individu satwa dari 8 spesies satwa yang dilindungi dan endemik Papua, baik di Taman Nasional Lorentz di Mimika, Taman Nasional Wasur di Merauke dan Rawa Baki di Asmat. USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Upload: duongtuyen

Post on 13-Jan-2017

231 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: MENGANTAR 33 SATWA REPTIL PAPUA PULANG KE HABITATNYA

MENGANTAR 33 SATWA REPTIL PAPUA PULANG KE HABITATNYA

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN

Oleh: Rini Sulistyawati

Papua kaya akan keanekaragaman hayati dan sur- ga bagi satwa endemik. Meski begitu keberadaan satwa-satwa ini terancam karena banyaknya aktivi-tas perdagangan satwa liar seperti burung kakatua, kura-kura moncong babi, dan beberapa hewan eksotik lainnya di Papua. Upaya menjaga keberadaan satwa melalui kegiatan patroli, penyuluhan, operasi pasar, kerja sama berbagai pihak, dan pelepasliaran satwa bertujuan meredam laju kepunahan satwa endemik yang ada.

Pagi itu, Kamis, 24 November 2014, Kantor Pusat Penelitian, Reklamasi dan Biodiversity Departemen Enviro PT. Freeport Indonesia (PT FI) di Mile Point (MP) 21, Timika, nampak sibuk. Beberapa petugas mengangkat dan meletakkan tiga kotak kayu berben-tuk persegi panjang dan dua kotak persegi empat terbuat dari plastik dan fiber tepat di lorong pintu masuk. Kelima kotak masing-masing berisi : 20 ular sanca bibir putih (Leiopython albertisi) dan 8 ular sanca hijau (Morelia viridis), satu ular patola (Morelia amethistina), satu ular kaki empat (Tiliqua gigas), satu ular boa tanah (Morelia viridis) dan 2 buaya air tawar (Crocodylus novaeguineae).

Sudah satu minggu ke-33 satwa reptil endemik Papua ini berada di tempat perawatan dan penampungan

Sejauh ini, kerjasama antara PT. FI dan BBKSDA Papua telah berhasil melepaskan total 40.994 individu satwa dari 8 spesies satwa yang dilindungi dan endemik Papua, baik di Taman Nasional Lorentz di Mimika, Taman Nasional Wasur di Merauke dan Rawa Baki di Asmat.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Page 2: MENGANTAR 33 SATWA REPTIL PAPUA PULANG KE HABITATNYA

sementara satwa di MP 21. Sebanyak 31 ular meru- pakan satwa hasil penyerahan dari Reptile Timika Communities (RTC) dan 2 buaya air tawar merupa-kan hasil penyerahan dari karyawan PT. FI.

“Dari total sebanyak 34 satwa ular yang diserahkan oleh Reptile Timika Communities, 3 diantaranya mati di tempat perawatan dan penampungan sementara satwa karena tidak mau makan. Sementara sisanya sebanyak 31 ular akan kita lepasliarkan di kawasan hutan rawa Minajerwi, sekaligus dengan dua buaya air tawar,” kata Kepala KSDA SKW II Timika, Bambang H. Lakuy.

Dalam rangka mengembalikan satwa ke habitat asli- nya, berbagai pihak yang memiliki kepedulian dan ke-giatan di bidang lingkungan seperti BKSDA, USAID LESTARI dan lembaga lain terkait telah lama bekerja sama untuk pelepasliaran satwa. Habitat satwa dijaga dan direstorasi. Penyebaran informasi tentang pen- tingnya pelestarian satwa hingga penyitaan satwa liar yang dipelihara ataupun diperdagangkan. Kesemua ini dilakukan untuk menjaga agar populasi satwa tetap terjaga.

Namun semua upaya tersebut bukanlah sesuatu yang mudah. Butuh waktu dan proses yang panjang untuk melaksanakan pelestarian satwa ini. Diantara-nya adalah menyiapkan satwa melalui karantina atau mendirikan pusat rehabilitasi satwa sebelum dilepas-kan ke alam liar dan penyiapan wilayah pelepasliaran satwa. Kesemua ini ternyata menuntut kajian secara cermat agar hasilnya effektif

Selama hampir 10 tahun terakhir, Pusat Penelitian Reklamasi dan Biodiversity Mile 21 Departemen

Enviro difungsikan sebagai pusat perawatan dan penampungan satwa liar hasil sitaan oleh Balai Be-sar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua. Fasilitas yang disediakan di Mile 21 berupa 1 kandang burung, 7 kolam ukuran variasi untuk menampung kura-kura moncong babi, inkubator, penangkaran kupu-kupu dan laboratorium.

Setidaknya ada tiga syarat utama yang perlu diper-timbangkan untuk melepaskan satwa kembali alam liar. Pertama, habitat pelepasan harus merupakan ba-gian dari sebaran asli jenis yang dilepaskan, Kedua, tumbuhan dan satwa yang dilepaskan secara fisik harus sehat dan memiliki keragaman genetik yang tinggi, dan yang terakhir yang harus diperhatikan ada-lah keberadaan penghuni habitat itu sendiri. Selama di tempat perawatan dan penampungan sementa-ra, satwa hasil sitaan maupun hasil penyerahan dari masyarakat diperiksa terlebih dahulu kondisi fisik kesehatannya. Termasuk mental dari satwa yang rata-rata mengalami stress karena cara penangkapan yang salah.

“Pemeriksaan kesehatan bertujuan untuk memulihkan trauma akibat pasca penangkapan dan sekaligus me-mastikan bahwa satwa bebas dari penyakit yang dapat menular ke satwa lain di alam liar,” kata Ardiansyah, dokter hewan dari Karantina Pertanian Timika.

Selain itu, satwa yang sudah dipelihara manusia juga perlu dipulihkan kembali terutama perubahan men-talnya. Mengingat satwa peliharaan yang terbiasa diberi makan mengakibatkan kehilangan sifat alami- nya sebagai satwa yang berburu di alam guna men-cari makan.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 2

Foto: Serah terima satwa hasil penyerahan dari masyara- kat yang dititipkan di Departemen Enviro, PT. Freeport Indonesia oleh Manager Enviro, Gesang Setyadi kepada Kepala KSDA Timika, Bambang H. Lakuy

Page 3: MENGANTAR 33 SATWA REPTIL PAPUA PULANG KE HABITATNYA

Menuju Lokasi Pelepasliaran Satwa

Pelepasliaran satwa hasil penyerahan masyarakat berlangsung sederhana. Hanya diikuti oleh 31 pe-serta yang berasal dari KSDA SKW II Timika, De-partemen Enviro PT.FI, Karantina Pertanian Timika, RTC dan USAID LESTARI. Diawali dengan sambu-tan Manager Enviro PT.FI, Gesang Setyadi yang men-jelaskan bahwa PT. FI berkomitmen dan mendukung upaya-upaya konservasi keanekaragaman hayati di Papua dan Taman Nasional Lorentz. Secara singkat beliau menyatakan “(Pelepasliaran satwa) ini merupa-kan contoh dari komitmen perusahaan yang bertujuan untuk mendukung pelestarian lingkungan,”ujarnya.

Sejauh ini, kerjasama antara PT. FI dan BBKSDA Papua telah berhasil melepaskan total 40.994 indi-vidu satwa dari 8 spesies satwa yang dilindungi dan endemik Papua, baik di Taman Nasional Lorentz di Mimika, Taman Nasional Wasur di Merauke dan Rawa Baki di Asmat.

Bagi BKSDA Papua dukungan dari berbagai pihak dalam pelestarian Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) adalah sesuatu positif karena selama ini satwa selalu dianggap sebagai hama pengganggu kehidupan yang perlu dimusnahkan. Dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki BKSDA maka kerjasama pelepasanlia- ran satwa dirasakan sangat membantu. Dalam kai-tan dengan penanganan satwa hasil sitaan atau hasil penyerahan oleh masyarakat, maka Karantina Perta-nian Timika yang telah membantu memeriksa kese-hatan satwa selama di tempat penampungan dibantu penggiat pecinta satwa RTC dan staf Proyek USAID LESTARI.

“Saya berharap kerja sama ini tidak sampai disini tetapi lebih digiatkan terutama dalam menghadapi berbagai kendala yang dihadapi selama ini, Kedepan, diharapkan terdapat inovasi-inovasi pelestarian TSL khususnya un-tuk mekanisme penanganan sehingga dapat memper-

cepat proses pelepasliaran satwa ke habitatnya” kata Bambang.

Kawasan Minajerwi di Distrik Mimika Timur beru-pa hutan rawa, dengan aliran sungai air tawar dan jauh dari pemukiman penduduk merupakan lokasi pelepasanliar satwa. Kawasan ini dipilih sebagai lokasi karena memang merupakan habitat reptil endemik Papua. Kepala BKSDA Papua mengemukakan “Lokasi ini dipilih setelah dilakukan survey oleh BKSDA dan Tim Enviro ke beberapa lokasi yang lain. Dan lokasi inilah yang merupakan habitat reptil khususnya buaya air tawar di kawasan Minajerwi,” jelas Bambang.

Untuk sampai ke lokasi ini tim menempuh perjala-nan selama dua jam lebih menggunakan speed boat. Setibanya di lokasi pelepasliaran, tim masuk ke hutan rawa untuk mencari titik lokasi pelepasliaran ular yai-tu di dekat sebuah kubangan sungai kecil. Satu per satu ular dikeluarkan dari dalam kotak dan dilepaskan ke ranting pohon, tanah dan kubangan sungai oleh masing-masing perwakilan dari tim. Total sebanyak 31 ular endemik Papua pulang kembali ke habitatnya. Kemudian dilanjutkan pelepasliaran dua buah buaya air tawar,

Komitmen Para Pihak dan Komunitas Pecinta Satwa

Pelepasliaran satwa hasil sitaan dan hasil penyera- han masyarakat merupakan salah satu kesepakatan bersama Forum Multi Pihak (FMP) di Mimika untuk konservasi keanekaragaman hayati. Dalam dokumen kesepakatan yang ditandatangani di Mimika, 12 Mei 2016, FMP berkomitmen melakukan perlindungan satwa liar mengingat tingginya perburuan dan per-dagangan satwa liar karena tingginya permintaan sehingga berkontribusi signifikan dalam penurunan populasi satwa.

Selain FMP, Reptile Timika Communities (RTC) juga

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 3

Foto: Persiapan pemberang-katan satwa yang akan dilepasliarkan di MP 21 menuju Pelabuhan Port Site

Page 4: MENGANTAR 33 SATWA REPTIL PAPUA PULANG KE HABITATNYA

dapat menjadi salah satu contoh komunitas pecinta satwa yang peduli terhadap perlindungan satwa, khu-susnya reptil endemik Papua. Didirikan pada Febru-ari 2016, RTC saat ini memiliki anggota aktif sekitar 30 orang. Kegiatan RTC difokuskan pada pelestarian reptil endemik Papua melalui penangkaran, selain juga giat melakukan sosialiasi dan pengenalan reptil endemik Papua kepada masyarakat.

“Kami merasa prihatin melihat masih tingginya minat masyarakat yang membunuh setiap jenis reptil yang ditemui,” kata Ketua RTC, Jarod Wahyudi.

Melalui momentum Hari Cinta Puspa dan Satwa yang diselenggarakan di Kuala Kencana, Timika pada 17 November 2016 lalu, RTC berinisiatif menyerah-kan sebanyak 34 satwa reptil berupa ular endemik Papua kepada KSDA SKW Timika. Ular tersebut me- rupakan hasil dari penangkaran dan penyerahan dari masyarakat.

Sebagai satu kesatuan ekosistem, manusia sesung-guhnya sangat terkait dengan lingkungan sekitarnya termasuk satwa dan tumbuhan. Melestarikan sat-wa sesungguhnya merupakan upaya melestarikan kehidupan manusia itu sendiri. Upaya pelepasliaran satwa hanya satu upaya diantara sekian banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk me-lengkapinya.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 4

Foto: Pelepasliaran 20 ular sanca bibir putih (Leiopython albertisi) dan 8 ular sanca hijau (Morelia viridis), satu ular patola (Morelia amethistina), satu ular kaki empat (Tiliqua gigas), satu ular boa tanah (Morelia viridis)