menembus china - ftp.unpad.ac.id filekaki di negara china. kamis (3/11) siang itu, hujan deras dan...

1
N UANSA ekspedisi begitu kental terasa saat melintasi China. Dari ujung selatan hingga ke utara, terbentang pe- mandangan, suhu udara, orang- orang, bahkan dialek bahasa yang berbeda-beda. Semua di- jelajahi dalam waktu 19 hari dan 18 malam. Tim Fastron Europe-Asia Metro TV Expedition 2011 menjejakkan kaki di Negara China. Kamis (3/11) siang itu, hujan deras dan cuaca dingin menyambut kami yang baru saja selesai mengurus surat-surat keimigrasian serta administrasi empat kendaraan ekspedisi di Mohan--pintu per- batasan China dan Laos. Kali ini tim ekspedisi yang berjumlah 13 orang didampingi Andy Yuan, pemandu agen per- jalanan China. Selepas urusan perbatasan, tim menuju kantor polisi lalu lintas di Mengla untuk melakukan cek sik kendaraan dengan sangat teliti. Empat kendaraan ekspedisi lulus inspeksi dan dinyatakan layak melintas di China. Eks- pedisi menembus China pun dimulai, dari Mohan ke Tourgat-- perbatasan China dan Kirgizstan- -yang berjarak 6.000 km. Terowongan Di China, kami dibuat kagum dengan kemampuan ’Negeri Tirai Bambu’ membangun terowongan menembus perut gunung. Jumlah terowongan di China mungkin berjumlah hampir ratus- an pada separuh perjalanan me- lintasi China, dari Mohan hingga Lanzhou--sekitar 3.550 km. Menurut Andy Yuan, China memang gencar membangun terowongan sejak lebih dari 10 tahun lalu atau setelah China mu- lai membuka diri kepada dunia luar alias globalisasi. Tujuannya mempermudah peredaran ba- rang dan jasa. Nyatanya, China tidak se- penuhnya terbuka dengan dunia luar. Dua situs jejaring sosial yang jadi tren di Indonesia, Facebook dan Twitter , pun la- man pengunggah video Youtube, diblok oleh pemerintah setempat. Kabarnya, langkah tersebut di- terapkan karena informasi yang beredar di laman-laman tersebut pernah memicu pergolakan di Tibet beberapa waktu silam. Meski begitu, China tetap punya fasilitas jaringan sosial di dunia maya, yaitu QQ.com. Di China, melakukan sambung- an telepon internasional pun su- lit. Sekalipun sudah membeli SIM card China, masih ada prosedur lain yang harus dipenuhi. Misal- nya menaruh deposit uang dalam jumlah tertentu. Terbatasnya akses informasi pulalah yang mungkin mengaki- batkan hampir semua masyarakat China yang kami temui tidak tahu tentang Indonesia. Gemerlap tapi pesing Sepanjang perjalanan dari Jinghong--tempat menginap per- tama kali di China--hingga Kash- gar, China terlihat bermandikan cahaya lampu yang didominasi warna merah pada malam hari. Salah satunya kami nikmati di Jembatan Zishuangbanna, Jinghong yang memotong Sungai Lan Chang--lebih dikenal sebagai Sungai Mekong. Namun, di balik kegemerlap- an dan kemampuan negeri ini membangun infrastruktur jalan, kebiasaan higienis seakan terlu- pakan. Banyak WC umum baik di kantor polisi, pompa bensin, bahkan restoran dan hotel, ber- bau pesing dan kotor. Terlepas dari kesan-kesan yang membuat tidak nyaman, bertandang ke China memang pengalaman yang unik. Kami merasakan suhu eks- trem--pernah mencapai minus lima derajat celsius--dan bertemu salju di pegunungan Liu Pan Shan saat berada di ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut, juga berada pada 35 meter di bawah permukaan laut di tengah perjalanan antara Shanshan dan Turpan. (M-3) [email protected] IRVAN SIHOMBING .COM/mediatravelista/ Untuk informasi lengkap dunia travelista. Negeri yang sempat menutup diri dari dunia luar ini memberi sejuta pengalaman sepanjang perjalanan. Menembus China QIN Shi Huang berusia 14 tahun ketika diangkat menjadi kaisar pertama China. Di usianya itu, Qin sudah berpikir untuk menyi- apkan ‘rumah masa depan’ alias makam. Orang China percaya ada kehidupan lain setelah kematian sehingga perlu menentukan lokasi permakaman yang tepat. Aura pegunungan Li, sebelah barat laut Xi’an, yang dikelilingi sungai dan mata air bawah tanah, dipilih sang kaisar. Makam seka- ligus sebuah kota bawah tanah mulai dibangun di sana pada 246 SM dengan mengerahkan 700 ribu pekerja dan perajin. Sebelum makam selesai diba- ngun, Qin meninggal dunia pada usia 50 tahun. Satu tahun 7 bulan setelah kematian Qin atau 36 tahun sejak pekerjaan dimulai, makam dan kota bawah tanah dirampung- kan putra Qin. Kota bawah tanah itu diisi 8.000 tentara seukuran manusia asli yang dibuat dari terakota--tanah liat--dari pangkat rendah hingga jenderal, 130 kereta, 520 kuda, dan 120 kuda kavaleri. Tokoh nonmiliter termasuk pejabat, pemain akrobat, orang kuat, seniman, dan musisi juga dibangun di sana. Selang beberapa bulan, makam dan kota itu tertimbun tanah. Keberadaannya baru terungkap ribuan tahun kemudian. Pada 1974, sekelompok petani tidak sengaja menemukan pecahan-pecahan tera- kota saat sedang membuat sumur, sekitar 1,6 km arah timur gundukan makam Kaisar Qin. Para arkeolog melakukan peng- galian dan menemukan kota sekali- gus makam yang kemudian dikenal sebagai Museum Terracotta War- riors and Horses--kini termasuk warisan dunia yang ditetapkan UNESCO. Selasa (8/11), tim ekspedisi Fas- tron Europe-Asia Metro TV Expe- dition menyambanginya. Ruby, pemandu wisata, mengatakan, November bukanlah high season di museum di Xi’an ini. Rata-rata pengunjung mencapai 22 ribu orang per hari. Jumlah itu meningkat pada hari libur nasional China, mencapai 78 ribu. Dalam setahun diperkira- kan 7 juta pengunjung mendatangi tempat itu. Memukau. Ribuan prajurit China seolah hidup. Mata mereka menatap tajam. Beberapa gur dan senjata di lubang pertama dan kedua terlihat rusak terbakar dan hilang dijarah. Sebenarnya semua patung dalam kondisi rusak saat pertama kali ditemukan, kecuali satu, yakni kneeling archer . Adapun makam Kaisar Qin, kaisar pertama China, ditutup untuk umum. Hingga kini penggalian masih te- rus dilakukan karena diduga masih ada peninggalan Dinasti Qin. Tembok China Tim ekspedisi tidak ketinggalan mengunjungi tembok besar yang masuk sebagai tujuh keajaiban du- nia dan warisan dunia UNESCO. Tim menyambanginya melalui Kota Jiayuguan, Provinsi Gansu, Sabtu (12/11). Jiayuguan Great Wall merupakan ujung paling barat Tem- bok Besar China sepanjang 8.851 km. Tembok Jiayuguan menjadi salah satu nadi jalur sutra kuno yang membentang dari China, In- dia, Arab, hingga Eropa Selatan. Tim juga mengunjungi tembok Kota Xi’an yang berbentuk persegi dengan ukuran 4 km dari timur ke barat dan sekitar 3 km dari utara ke selatan. Di atas tembok kota, dibangun benteng sebagai tempat pengintaian musuh yang mencoba memanjat dinding kota. Keberadaan tembok tersebut diperkirakan sangat erat kaitannya dengan posisi Kota Xi’an yang merupakan titik paling timur jalur sutra, sekaligus awal jalur per- niagaan China ke dunia luar. Kini tembok Xi’an menjadi tempat komunal warga sekitar, termasuk untuk kegiatan senam massal dan berlatih paduan suara. (Nav/M-3) Peninggalan Kaisar Pertama Di China, kami dibuat kagum dengan kemampuan ’Negeri Tirai Bambu’ membangun terowongan menembus perut gunung.” SEORANG biksu berpakaian kuning tua berdiri di depan pintu masuk Biara Wenshu, Chengdu, Provinsi Sichuan, China. Biksu paruh baya itu sedang mengatur arus pengunjung yang datang untuk memanjatkan doa kepada sang Buddha. Minggu (6/11) sore itu, ada antrean panjang di pintu masuk biara. Di da- lam biara, puluhan orang memadati halaman kuil Hall of Three Saints. Mereka terlihat khusyuk memanjat- kan doa. Asap putih dari pembakaran hio dan lilin membuat suasana religius semakin kental. Hall of Three Saints yang juga dike- nal sebagai Rumah Avalokitesvara Bodhisattva merupakan salah satu bangunan di kompleks Biara Wenshu. Tiga orang suci--the three saints--yang dimaksud ialah Avalokitesvara, Man- jusri, dan Samantabhadra. Ketiganya termasuk pemimpin umat Buddha dengan posisi di bawah Shakyamuni atau Siddharta Gautama, penyebar agama Buddha. Rumah utama atau Rumah Shakya- muni yang letaknya di belakang ba- ngunan itu juga dipadati pengunjung. Umat memanjatkan doa di halaman depan kuil. Hanya para biksu Biara Wenshu, yang mendalami kitab suci, yang boleh masuk kuil. Wenshu merupakan biara Buddha terpenting di Chengdu sekaligus satu dari empat candi besar Buddha dari aliran Zen, di China. Biara itu sebe- lumnya bernama Candi Xin Xiang dan didirikan pada periode Dinasti Sui (506-617)--beberapa literatur menye- but biara dibangun pada Dinasti Tang (618-907). Biara pernah hancur akibat perang di era Dinasti Ming. Pada masa Dinasti Qing (1697) di bawah pemerintahan Kaisar Kang Xi, Cidu Haiyue--biarawan Buddha- -bertekad merekonstruksi candi. Ia membangun gubuk sederhana di antara dua pohon di lokasi candi dan hidup bertapa selama beberapa tahun. Pemerintah dan warga lalu menyum- bangkan uang karena percaya bahwa Cidu membawa semangat Buddha. Legenda menyebutkan, setelah Cidu meninggal dan tubuhnya dikremasi, muncul patung Wenshu dari dalam api. Orang-orang pun menganggap sang biksu sebagai reinkarnasi dari Bodhisattva Manjusri. Candi Xin Xiang berubah nama menjadi Biara Wenshu hingga sekarang. Kini biara memiliki lima candi uta- ma, dilengkapi menara, pagoda, dan jalur pejalan kaki. Ada pula akademi Buddha Hong Ling untuk mendidik para biksu, perpustakaan, sebuah lem- baga amal, dan ruang kuliah Wenshu. Biara juga menjalankan usaha restoran vegetarian, Hotel Shangke Tang, dan penjualan suvenir Buddha. Untuk non-Buddha, biara boleh dikunjungi sebagai tujuan wisata bu- daya. Lebih dari 500 lukisan dan kali- graDinasti Tang dan Song tersimpan di sana, serta karya beberapa pelukis kaligraChina terkenal. (Nav/M-3) Wisata Budaya di Biara Museum Terracotta Warriors and Horses di Xi’an. MINGGU, 4 DESEMBER 2011 14 E KSPE DISI Pengantar Fastron Europe-Asia Metro TV Expedition 2011 telah dimulai pada September lalu. Dengan mengendarai empat mobil, tim melewati jalan darat melalui jalur sutra, sekaligus menyusuri peran penting Nusantara sejak zaman dahulu dalam perdagangan dunia. Perjalanan dijadwalkan berakhir di Belanda pada Desember. Laporan ekspedisi lintas benua ini akan diterbitkan Media Indonesia setiap Minggu. MI/IRVAN SIHOMBING Biara Wenshu, Chengdu, Provinsi Sichuan. DOK FASTRON EUROPE ASIA METRO TV EXPEDITION/CRACK PALLINGGI

Upload: duongcong

Post on 07-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menembus China - ftp.unpad.ac.id filekaki di Negara China. Kamis (3/11) siang itu, hujan deras dan cuaca dingin menyambut kami ... nya menaruh deposit uang dalam jumlah tertentu. Terbatasnya

NUANSA ekspedisi begitu kental terasa saat melintasi China. Dari ujung selatan

hingga ke utara, terbentang pe-mandangan, suhu udara, orang-orang, bahkan dialek bahasa yang berbeda-beda. Semua di-jelajahi dalam waktu 19 hari dan 18 malam.

Tim Fastron Europe-Asia Metro TV Expedition 2011 menjejakkan kaki di Negara China. Kamis (3/11) siang itu, hujan deras dan cuaca dingin menyambut kami yang baru saja selesai mengurus surat-surat keimigrasian serta administrasi empat kendaraan ekspedisi di Mohan--pintu per-batasan China dan Laos.

Kali ini tim ekspedisi yang berjumlah 13 orang didampingi Andy Yuan, pemandu agen per-jalanan China. Selepas urusan perbatasan, tim menuju kantor polisi lalu lintas di Mengla untuk melakukan cek fi sik kendaraan dengan sangat teliti.

Empat kendaraan ekspedisi lulus inspeksi dan dinyatakan layak melintas di China. Eks-pedisi menembus China pun dimulai, dari Mohan ke Tourgat--perbatasan China dan Kirgizstan--yang berjarak 6.000 km.

TerowonganDi China, kami dibuat kagum

dengan kemampuan ’Negeri Tirai Bambu’ membangun terowongan menembus perut gunung.

Jumlah terowongan di China mungkin berjumlah hampir ratus-an pada separuh perjalanan me-lintasi China, dari Mohan hingga Lanzhou--sekitar 3.550 km.

Menurut Andy Yuan, China memang gencar membangun terowongan sejak lebih dari 10 tahun lalu atau setelah China mu-lai membuka diri kepada dunia luar alias globalisasi. Tujuannya mempermudah peredaran ba-rang dan jasa.

Nyatanya, China tidak se-penuhnya terbuka dengan dunia luar. Dua situs jejaring sosial yang jadi tren di Indonesia,

Facebook dan Twitter, pun la-man pengunggah video Youtube, diblok oleh pemerintah setempat. Kabarnya, langkah tersebut di-terapkan karena informasi yang beredar di laman-laman tersebut pernah memicu pergolakan di Tibet beberapa waktu silam.

Meski begitu, China tetap punya fasilitas jaringan sosial di dunia maya, yaitu QQ.com.

Di China, melakukan sambung-an telepon internasional pun su-lit. Sekalipun sudah membeli SIM card China, masih ada prosedur lain yang harus dipenuhi. Misal-nya menaruh deposit uang dalam jumlah tertentu.

Terbatasnya akses informasi pulalah yang mungkin mengaki-batkan hampir semua masyarakat China yang kami temui tidak tahu tentang Indonesia.

Gemerlap tapi pesingSepanjang perjalanan dari

Jinghong--tempat menginap per-tama kali di China--hingga Kash-gar, China terlihat bermandikan cahaya lampu yang didominasi

warna merah pada malam hari.Salah satunya kami nikmati

di Jembatan Zishuangbanna, Jinghong yang memotong Sungai Lan Chang--lebih dikenal sebagai Sungai Mekong.

Namun, di balik kegemerlap-an dan kemampuan negeri ini membangun infrastruktur jalan, kebiasaan higienis seakan terlu-pakan. Banyak WC umum baik di kantor polisi, pompa bensin, bahkan restoran dan hotel, ber-bau pesing dan kotor.

Terlepas dari kesan-kesan yang membuat tidak nyaman, bertandang ke China memang pengalaman yang unik.

Kami merasakan suhu eks-trem--pernah mencapai minus lima derajat celsius--dan bertemu salju di pegunungan Liu Pan Shan saat berada di ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut, juga berada pada 35 meter di bawah permukaan laut di tengah perjalanan antara Shanshan dan Turpan. (M-3)

[email protected]

IRVAN SIHOMBING

.COM/mediatravelista/ Untuk informasi lengkap dunia travelista.

Negeri yang sempat menutup diri dari dunia luar ini memberi sejuta pengalaman

sepanjang perjalanan.

Menembus China

QIN Shi Huang berusia 14 tahun ketika diangkat menjadi kaisar pertama China. Di usianya itu, Qin sudah berpikir untuk menyi-apkan ‘rumah masa depan’ alias makam. Orang China percaya ada kehidupan lain setelah kematian sehingga perlu menentukan lokasi permakam an yang tepat.

Aura pegunungan Li, sebelah barat laut Xi’an, yang dikelilingi sungai dan mata air bawah tanah, dipilih sang kaisar. Makam seka-ligus sebuah kota bawah tanah mulai dibangun di sana pada 246 SM dengan mengerahkan 700 ribu pekerja dan perajin.

Sebelum makam selesai diba-ngun, Qin meninggal dunia pada usia 50 tahun. Satu tahun 7 bulan setelah kematian Qin atau 36 tahun sejak pekerjaan dimulai, makam dan kota bawah tanah dirampung-kan putra Qin.

Kota bawah tanah itu diisi 8.000 tentara seukuran manusia asli yang dibuat dari terakota--tanah

liat--dari pangkat rendah hingga jenderal, 130 kereta, 520 kuda, dan 120 kuda kavaleri. Tokoh nonmiliter termasuk pejabat, pemain akrobat, orang kuat, seniman, dan musisi juga dibangun di sana.

Selang beberapa bulan, makam dan kota itu tertimbun tanah. Keberadaannya baru terungkap ribuan tahun kemudian. Pada 1974, sekelompok petani tidak sengaja menemukan pecahan-pecahan tera-kota saat sedang membuat sumur, sekitar 1,6 km arah timur gundukan makam Kaisar Qin.

Para arkeolog melakukan peng-galian dan menemukan kota sekali-gus makam yang kemudian dikenal sebagai Museum Terracotta War-riors and Horses--kini termasuk warisan dunia yang ditetapkan UNESCO.

Selasa (8/11), tim ekspedisi Fas-tron Europe-Asia Metro TV Expe-dition menyambanginya. Ruby, pemandu wisata, mengatakan, November bukanlah high season

di museum di Xi’an ini. Rata-rata pengunjung mencapai 22 ribu orang per hari. Jumlah itu meningkat pada hari libur nasional China, mencapai 78 ribu. Dalam setahun diperkira-kan 7 juta pengunjung mendatangi tempat itu.

Memukau. Ribuan prajurit China seolah hidup. Mata mereka menatap tajam. Beberapa fi gur dan senjata di lubang pertama dan kedua terlihat rusak terbakar dan hilang dijarah.

Sebenarnya semua patung dalam kondisi rusak saat pertama kali ditemukan, kecuali satu, yakni kneeling archer. Adapun makam Kaisar Qin, kaisar pertama China, ditutup untuk umum.

Hingga kini penggalian masih te-rus dilakukan karena diduga masih ada peninggalan Dinasti Qin.

Tembok ChinaTim ekspedisi tidak ketinggalan

mengunjungi tembok besar yang masuk sebagai tujuh keajaiban du-nia dan warisan dunia UNESCO.

Tim menyambanginya melalui Kota Jiayuguan, Provinsi Gansu, Sabtu (12/11). Jiayuguan Great Wall merupakan ujung paling barat Tem-bok Besar China sepanjang 8.851 km. Tembok Jiayuguan menjadi salah satu nadi jalur sutra kuno yang membentang dari China, In-dia, Arab, hingga Eropa Selatan.

Tim juga mengunjungi tembok Kota Xi’an yang berbentuk persegi dengan ukuran 4 km dari timur ke barat dan sekitar 3 km dari utara ke selatan.

Di atas tembok kota, dibangun benteng sebagai tempat pengintaian musuh yang mencoba memanjat dinding kota. Keberadaan tembok tersebut diperkirakan sangat erat kaitannya dengan posisi Kota Xi’an yang merupakan titik paling timur jalur sutra, sekaligus awal jalur per-niagaan China ke dunia luar.

Kini tembok Xi’an menjadi tempat komunal warga sekitar, termasuk untuk kegiatan senam massal dan berlatih paduan suara. (Nav/M-3)

Peninggalan Kaisar Pertama

Di China, kami dibuat kagum dengan kemampuan ’Negeri Tirai Bambu’

membangun terowongan menembus perut gunung.”

SEORANG biksu berpakaian kuning tua berdiri di depan pintu masuk Biara Wenshu, Chengdu, Provinsi Sichuan, China. Biksu paruh baya itu sedang mengatur arus pengunjung yang datang untuk memanjatkan doa kepada sang Buddha.

Minggu (6/11) sore itu, ada antrean panjang di pintu masuk biara. Di da-lam biara, puluhan orang memadati halaman kuil Hall of Three Saints. Mereka terlihat khusyuk memanjat-kan doa. Asap putih dari pembakaran hio dan lilin membuat suasana religius semakin kental.

Hall of Three Saints yang juga dike-nal sebagai Rumah Avalokitesvara Bodhisattva merupakan salah satu bangunan di kompleks Biara Wenshu. Tiga orang suci--the three saints--yang dimaksud ialah Avalokitesvara, Man-jusri, dan Samantabhadra. Ketiganya termasuk pemimpin umat Buddha dengan posisi di bawah Shakyamuni atau Siddharta Gautama, penyebar agama Buddha.

Rumah utama atau Rumah Shakya-muni yang letaknya di belakang ba-ngunan itu juga dipadati pengunjung. Umat memanjatkan doa di halaman

depan kuil. Hanya para biksu Biara Wenshu, yang mendalami kitab suci, yang boleh masuk kuil.

Wenshu merupakan biara Buddha terpenting di Chengdu sekaligus satu dari empat candi besar Buddha dari aliran Zen, di China. Biara itu sebe-lumnya bernama Candi Xin Xiang dan

didirikan pada periode Dinasti Sui (506-617)--beberapa literatur menye-but biara dibangun pada Dinasti Tang (618-907). Biara pernah hancur akibat perang di era Dinasti Ming.

Pada masa Dinasti Qing (1697) di bawah pemerintahan Kaisar Kang Xi, Cidu Haiyue--biarawan Buddha-

-bertekad merekonstruksi candi. Ia membangun gubuk sederhana di antara dua pohon di lokasi candi dan hidup bertapa selama beberapa tahun. Pemerintah dan warga lalu menyum-bangkan uang karena percaya bahwa Cidu membawa semangat Buddha.

Legenda menyebutkan, setelah Cidu meninggal dan tubuhnya dikremasi, muncul patung Wenshu dari dalam api. Orang-orang pun menganggap sang biksu sebagai reinkarnasi dari Bodhisattva Manjusri. Candi Xin Xiang berubah nama menjadi Biara Wenshu hingga sekarang.

Kini biara memiliki lima candi uta-ma, dilengkapi menara, pagoda, dan jalur pejalan kaki. Ada pula akademi Buddha Hong Ling untuk mendidik para biksu, perpustakaan, sebuah lem-baga amal, dan ruang kuliah Wenshu. Biara juga menjalankan usaha restoran vegetarian, Hotel Shangke Tang, dan penjualan suvenir Buddha.

Untuk non-Buddha, biara boleh dikunjungi sebagai tujuan wisata bu-daya. Lebih dari 500 lukisan dan kali-grafi Dinasti Tang dan Song tersimpan di sana, serta karya beberapa pelukis kaligrafi China terkenal. (Nav/M-3)

Wisata Budaya di Biara

Museum Terracotta Warriors and Horses di Xi’an.

MINGGU, 4 DESEMBER 201114 EKSPEDISIPengantarFastron Europe-Asia Metro TV Expedition 2011 telah dimulai pada September lalu. Dengan mengendarai empat mobil, tim melewati jalan darat melalui jalur sutra, sekaligus menyusuri peran penting Nusantara sejak zaman dahulu dalam perdagangan dunia. Perjalanan dijadwalkan berakhir di Belanda pada Desember. Laporan ekspedisi lintas benua ini akan diterbitkan Media Indonesia setiap Minggu.

MI/IRVAN SIHOMBING

Biara Wenshu, Chengdu, Provinsi Sichuan.

DOK FASTRON EUROPE ASIA METRO TV EXPEDITION/CRACK PALLINGGI