menegakkan posyandu

Upload: syafrian-syah

Post on 10-Jul-2015

37 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Menegakkan PosyanduSURYA, Selasa, 18 Mei 2010 | 09:03 WIB Riyanto Koordinator Lembaga Keswadayaan Masyarakat Sukorejo Guyub Makaryo Sidoarjo Aku anak sehat tubuhku kuat karena ibuku rajin dan cermat. Semasa aku bayi, selalu diberi ASI, makanan bergizi, dan imunisasi. Berat badanku ditimbang selalu. Posyandu menunggu setiap waktu. Potongan lagu di atas di medio 80-an sangat akrab di telinga anak-anak dan para ibu yang memiliki balita. Mereka menyanyikannya di setiap kesempatan. Radio-radio juga kerap memutarnya. Guru-guru TK selalu mengajarkan kepada murid-muridnya. Popularitas lagu yang diciptakan oleh AT Mahmud itu sudah cukup membuktikan bahwa dulu masyarakat sangat dekat dengan posyandu. Mereka kenal bukan sekadar kenal melainkan juga memahami seluk beluknya karena mereka pengguna setia posyandu. Mereka merasakan langsung manfaat posyandu. Namun, seiring krisis ekonomi yang menerjang Indonesia 1997 popularitas dan peran posyandu secara drastis merosot tajam. Sedikit demi sedikit orang (ibu-ibu) meninggalkan posyandu. Kader-kader posyandu juga satu per satu mreteli. Kegiatan posyandu pun semakin jarang baik jenis maupun frekuensinya. Celakanya, melemahnya fungsi posyandu bersamaan dengan buruknya kondisi kesehatan balita akibat krisis ekonomi. Kesehatan mereka (balita) menjadi tak terpantau. Asupan gizi maupun berat badannya terabaikan. Anak gizi buruk tak terdeteksi secara dini, sehingga penanganannya menjadi terlambat. Sebenarnya pemerintah sudah sigap dan tanggap dengan kondisi tersebut. Melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No 411.3/536/SJ tahun 1999, revitalisasi posyandu dicanangkan. Pemerintah sudah mempersiapkan langkah dan strategi untuk mengembalikan fungsi dan kinerja posyandu. Namun, setelah satu dekade upaya untuk memfungsikan posyandu sebagai layanan kesehatan dasar masyarakat belum juga memuaskan. Keberadaan posyandu belum sepenuhnya kembali diterima masyarakat sebagai upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi masyarakat. Fungsi dan kinerjanya secara umum masih belum menunjukkan hasil yang optimal.

Terbukti masih banyak balita yang belum memanfaatkan layanan posyandu. Selama ini para orangtua enggan untuk mengikuti kegiatan posyandu di desanya. Ada yang beralasan posyandu tak bisa menyembuhkan anak sakit ataupun karena kurang mendapatkan informasi yang cukup seputar posyandu. Fenomena itu tidak hanya terjadi di perkotaan. Masyarakat desa pun menjadi asing dengan posyandu. Yang mereka tahu, posyandu hanya tempat untuk menimbang balita. Berkaca dari fenomena tersebut maka pemerintah, LSM, lembaga-lembaga donor, swasta, dunia usaha, dan sebagainya harus secepatnya introspeksi dengan perannya yang telah dimainkannya selama ini dalam mendukung posyandu. Semua pihak harus mau membuka diri sebelum ditinggalkan masyarakat. Dan, yang terpenting adalah mau memperbaikinya. Pos ala Kadarnya Setidaknya ada tiga hal yang urgen untuk segera dibenahi. Pertama, memperbaiki sosialisasi posyandu. Diakui atau tidak keengganan masyarakat untuk datang ke posyandu tak terlepas dari lemahnya sosialisasi. Posyandu kurang dipromosikan baik melalui media cetak ataupun media elektronik. Coba bandingkan dengan sosialisasi di era Orde Baru. Di masa itu sosialisasi sangat gencar dan melibatkan semua media. Hasilnya pun luar biasa. Ketika itu tak ada orang yang tak tahu posyandu. Harus diakui selama ini publikasi posyandu kurang gencar. Gaung dan gregetnya kurang kuat. Di acara PKK atau pengajian ibu-ibu pun hampir tak ada pengumuman tentang posyandu. Akibatnya, posyandu tidak dikenal secara utuh. Kedua, ketidakprofesionalan kader posyandu. Kondisi tersebut akan berimbas pada pencitraan posyandu yang buruk. Minat masyarakat untuk menggunakan posyandu menjadi rendah. Akibat lebih lanjut adalah banyak hal yang sesungguhnya dapat bermanfaat bagi ibu-ibu untuk memahami cara memelihara anak secara baik sejak dalam kandungan, kemudian meningkatkan keselamatan ibu saat melahirkan secara mudah dan terjangkau, menjadi tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, perlu upaya untuk memberdayakan kader agar lebih profesional dalam menjalankan semua program posyandu. Upaya tersebut bisa dilakukan melalui sosialisasi, pelatihan, dan lokakarya revitalisasi posyandu. Ketiga, tidak adanya insentif kader posyandu. Ketidakprofesionalan kader juga terkait dengan motivasi yang lemah. Kader tidak memiliki semangat untuk belajar karena kurang didukung oleh insentif. Bukan berarti menuduh kader komersial dan pragmatis, tetapi andaikata ada perhatian berupa insentif kader maka kader akan lebih terlecut untuk meningkatkan kinerja dan kemampuannya.

Ketidakadaan insentif tentu saja larinya ke sumber pendanaan yang terbatas. Selama ini kegiatan posyandu di desa hanya mengandalkan kas yang tak seberapa. Insentif dari kabupaten atau pemprov masih sangat minim untuk mendongkrak greget kader posyandu. Bahkan, dana insentif kader pun sering dialihkan untuk meningkatkan kegiatan dan pelayanan posyandu. Berdasarkan uraian di atas maka untuk merevitalisasi posyandu tidak boleh sepotongsepotong dan hanya melibatkan satu pihak saja. Tugas harus dilakukan secara simultan dan komprehensif oleh semua pihak. Dukungan dari pemerintah mutlak diperlukan. Bukti nyata keseriusan pemerintah untuk merevitalisasi posyandu adalah penyediaan dana yang memadai. Kemitraan dengan lembaga donor dan pihak swasta harus dijalin baik lewat program corparate social responsibility maupun program lainnya. Sudah saatnya semua komponen mendukung posyandu. Aspek pemberdayaan masyarakat sebagai tumpuan kegiatan revitalisasi posyandu perlu diarahkan pada strategi pendekatan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat. Itu berakses dan bertumpu kepada modal sosial-budaya masyarakat yang didasarkan atas nilai tradisi gotong-royong yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat.n