mendadak lumpuh ( stroke )
DESCRIPTION
diskusi kasusTRANSCRIPT
Skenario 2
Mendadak Lumpuh
Seorang laki-laki 50 tahun datang ke IGD dengan digendong keluarganya karena
kaki dan tangan mendadak lumpuh. Dia mengeluhkan kaki dan tangan tiba-tiba
tidak bisa digerakkan sama sekali, sehabis bangun tidur. Dari hasil pemeriksaan
fisik, mulut penderita merot ke kiri, bicara pelo, kekuatan tangan dan kaki kanan =
0. Refleks fisiologis tangan dan kaki (-). Tekanan darah 140/90. Beberapa hari
sebelum sakit ini, penderita sering susah tidur, melamun. Kesadaran baik
STEP 1
Lumpuh : gangguan fungsi motorik karena adanya lesi pada
mekanisme saraf
Refleks fisiologis : refleks atau respon normal dari anggota tubuh
ketika menerima rangsangan.
Bicara pelo : gangguan pada otak area broca.
STEP 2
1. ♂ 50 tahun mendadak lumpuh, tangan dan kaki tak bisa bergerak sehabis
bangun tidur.
2. Pemeriksaan fisik : mulut merot ke kiri, bicara pelo, kekuatan tangan dan kaki
kana nol, refleks fisiologis tangan dan kaki (-), kesadaran baik, tekanan darah
140/90 mmHg.
3. Beberapa hari sebelumnya pasien susah tidur dan sering melamun.
STEP 3
1. Lumpuh dapat disebabkan oleh :
Lesi pada SSP (stroke, trauma kepala, tumor,dll)
Lesi pada sistem perifer (bell’s palsy, trauma, carpal tunel sindrom,
Gullain Barre Syndrom, radiasi, toksin, CIDP, penyakit dimielinisasi).
Setiap serabut otot yang mengatur gerakan volunter melalui dua
kombinasi sel saraf, salah satunya terdapat pada korteks motorik, dan
mengalami persilangan pada traktus piramida, dan serat lainnya berada
pada ujung anterior medula spinalis, serta berakhir di otot.
UMN mulai di dalam korteks pada sisi yang berlawanan di otak,
menurun melalui kapsul internal, menyilang ke sisi berlawanan di dalam
batang otak, menurun melalui traktus kortikospinal dan ujungnya berakhir
di LMN. LMN menerima impuls di bagian ujung saraf posterior dan
berjalan menuju sambungan mioneural. Berbeda dengan UMN, LMN
berakhir di dalam otot.
Ciri – ciri klinik pada lesi di UMN dan LMN adalah :
UMN : kontrol volunter (-), ↑ tonus otot, spastisitas otot, atropi otot (-),
reflek hiperaktif dan abnormal
LMN :kontrol volunter(-), ↓ tonus otot, paralysis flaksid otot, atropi otot,
reflek ↓ atau (-).
Rangkaian sel saraf berjalan dari otak batang otak otot motor
pathway. Adanya kerusakan pada ujungnya ↓ kemampuan otak untuk
mengontrol pergerakan otot paresis. Dan akhirnya mengalami ketiadaan
kontrol yang disebut paralisis.
Batas antara kelemahan dan paralisis tidak absolut. Paralisis lebih banyak
disebabkan perubahan sifat otot. Lumpuh otot mungkin membuat otot lemah,
lembek dan tanpa kesehatan yang cukup, atau kejang, mengetat, dan tanpa
sifat yang normal ketika otot digerakkan.
Tipe paralisis :
monoplegia mengenai satu anggota badan
diplegia mengenai bagian badan yang sama pada kedua sisi badan
hemiplegia mengenai satu sisi badan atau separuh badan
quadriplegia mengenai semua anggota badan dan batang tubuh.
Pada kasus lumpuh terjadi lesi pada SSP, misalnya gangguan pada vaskularisasi
otak sumbatan pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah tersebut.
Otak memerlukan nutrisi sebagai berikut :
800 cc O2
100 mg glukosa
700-800 L darah
Akibat terjadinya gangguan suplai ke otak antara lain:
Terhenti selama 30 detik : sel otak akan terganggu
Terhenti selama 3 menit : sel cacat atau mati
Terhenti 8 menit atau lebih : kematian
2. Mulut merot gangguan wajah bagian bawah lesi pada SSP (ipsilateral)
gangguan pada nervus kranialis (N.VII dan N.XII)
Bicara pelo : gangguan pada area broca
Gambar 1: Gambar jaras piramidalis3
Hambatan fungsional jaras motorik pada hemisfer kiri otak gangguan
fungsi motorik anggota badan yang kontralateral ditunjukan dengan kekuatan
tangan dan kaki kanan nol. Kelumpuhan yang timbul akibat terputusnya hubungan
antara koteks motorik dan motorneuron kelumpuhan upper motor neuron.
Kesadaran baik gangguan di pusat pernafasan dan pusat kesadaran(-).
Penderita dengan kesadaran yang masih baik sering dijumpai pada penderita
stroke non hemoragik.
3. Susah tidur harus ditelusuri lagi apakah penderita susah untuk memulai tidur atau
sering terbangun saat tidur. Keadaan susah memulai tidur menunjukan gangguan
anxietas sedangkan sering terbangun saaat tidur menunjukan gangguan depresi.
STEP 4
♂ 50th
STEP 51. Stroke ( Hemoragik dan non hemoragik )
2. DD
STEP 6
Belajar Mandiri
Anamnesis:
Tangan dan kaki mendadak lumpuh sehabis bangun tidur, beberapa hari yg lalu pasien susah tidur dan sering melamun.
Pmx fisik:
Mulut merot ke kiri, bicara pelo, kekuatan tangan dan kaki 0, reflex tangan dan kaki (-), kesadaran baik, TD: 140/90.
DD;
Stroke iskemik
Stroke hemoragik
Pmx penunjang:
CT-scan (gold standar)
DX:
Stroke iskemik
STEP 7
I. Stroke ( 11 aspek )
1. Definisi 1
Stroke digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis atau
hemiparalisis akibat lesi vascular yang bias bangkit dalam beberapa detik
sampai hari tergantung pada jenis penyakit kausanya.
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi
cepat, berupa defisit neurulogis fokal dan/atau global, yang berlangsung
24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila
gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa jam
(kebanyakan 10-20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai
serangan iskemia otak sepintas (transient ischaemia attack = TIA).
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurulogis
yag pertama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan
medis yang harus di tangani secara cepat, tepat, dan cermat.
2. Etiologi 1,2
1. Infark Otak (80%)
a. Emboli
Emboli kardiogenik
Fibrilasi atrium atau aritmia lain
Trombus mural ventrikel kiri
Penyakit katup mitral atau aorta
Endokarditis (infeksi atau non-infeksi)
Emboli paradoksal (foramen Ovale paten)
Emboli arkus aorta
b. Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar)
penyakit ekstrakranial
arteri karotis interna
arteri vertebralis
penyakit intracranial
arteri karotis interna
arteri serebri media
arteri basilaris
lakuner
2. Perdarahan intraserebral (15%)
a. Hipertensif
b. Malformasi arteri-vena
c. Angiopati amiloid
3. Perdarahan sub arachnoid (5%)
4. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)
a. Trombosis sinus dura
b. Diseksi arteri karotis atau vertebralis
c. Vaskulitis sistem saraf pusat
d. Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial
e. Migren
f. Kondisi Hiperkoagulasi
g. Penyalahgunaan obat
h. Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia, atau
leukemia)
i. Miksoma atrium
3. Faktor Resiko 1,2
a. Non-reversibel:
Usia (orang yang > 40 th memiliki penurunan fungsi tubuh)
Ras (>> pada orang afrika)
Keturuanan
Jenis kelamin (♂>♀)
b. Reversibel:
Hipetensi
Penyakit jantung
Diabetes Mellitus
Dislipidemia
Obesitas
Life style (rokok, alkohol, makanan, dll)
4. Manifestasi Klinis 3
Stroke Hemoragik
- Manifestasi
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan darah ke jaringan parenkim
otak, ruang cairan serebrospinalis di sekitar otak/kombinasi keduanya.
Perdarahan intraserebral
a. Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu
melakukan aktivitas dan dapat didahului gejala prodromal
berupa naiknya tekanan darah.
b. Turunnya kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplegia.
Perdarahan subarachnoid
a. Onset penyakit nyeri kepala mendadak
b. Vertigo, mual, muntah dan gelisah
c. Turunnya kesadaran samapi sadar kembali
d. Gangguan fungsi otonom
Stroke non Hemoragik
- Manifestasi
1. Gangguan pada pembuluh darah karotis
o Cabang menuju otak bagian tengah (a. cerebri medial)
Gangguan rasa didaerah muka/wajah sesisi/disertai
gangguan rasa di lengan dan tungkai sesisi.
Kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan
dan tungkai sesisi (hemiplegi/hemiparesis)
Gangguan untuk bicara/ sulit mengerti pembicaraan orang
lain.
Mulut perot
Kesadaran menurun
o Pada a. cerebri anterior (cabang menuju otak depan0
Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa.
Tidak sadar
o Pada a. cerebri posterior
Kehilangan kemampuan mengenal warna
Rasa nyeri spontan dan rasa getar pada setengah sisi tubuh.
2. Gangguan pada pembuluh darah vertebroradialis
o Muntah
o Disfagia
o Vertigo
o Gangguan gerak bola mata
o Kehilangan keseimbangan
Perbedaan Gejala Stroke berdasarkan proses Patologis
Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
- Permulaan
- Waktu
- Nyeri Kepala
- Kejang
- Kesadaran Menurun
Subakut
Bangun pagi
Tidak ada
Tidak ada
Kadang-kadang
(sedikit)
Sangat Akut
Lagi Aktif
Ada
++
+++ hebat sampai
koma
Gejala Objektif
Koma
Kaku kuduk
Kernign sign
Papil edema
Perdarahan retina
+/-
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
++
++
+
+
+
Gambaran perbedaan perdarahan Intraserebral dan
Subarachnoid
Gejala PIS PSA
· Timbulnya
· Nyeri Kepala
· Kejang
· Kesadaran
· Tanda rangsangan
meningen
· Hemiparese
· Ganguan saraf otak
Dalam 1 jam
Hebat
Umum
Menurun
+ (tidak ada)
++
+
1-2 menit
Sangat hebat
Sering fokal
Menurun
Sementara
+++
+ (tak ada)
Perbedaan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik
Gejala klinis
Stoke Hemoragik Stroke Non
hemoragikPIS PSA
Deficit local Berat Ringan Berat ringan
Onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/menit)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan
Muntah Sering Sering Tidak, kecuali lesi
di batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering
Turunnya
kesadaran
Ada Ada Tidak
Kaku kuduk Jarang Ada Tidak
Hemiparesis Sering dari awal Permulaan tidak
ada
Sering dari awal
Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering
Paresis/
gangguan N.III
Tidak ada Bisa ada Tidak ada
Lukuor Berdarah Berdarah Jernih
5. KLASIFIKASI 1,3
1. Berdasarkan kelaianan patologis
a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intraserebral
2) Perdarahan ekstraserebral (subarakhnoid)
b. Stroke non hemoragik
1) Stroke akibat trombosis serebri
2) Stroke akibat emboli serebri
3) Stroke akibat hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan waktu terjadinya
a. Transient Ischemic Attack (TIA) : gangguan neurologis sesaat,
beberapa menit/ jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam
waktu <24 jam
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficid (RIND) : gangguan
neurologis setempat yang akan hilang sempurna dalam waktu 1
minggu dan maksimal 3 minggu
c. Stroke In Evolution (SIE) / progressing stroke : gangguan
neurologis yang masih berkembang dan semakin berat kemudia
bertambah buruk (beberapa jam/ hari)
d. Completed Stroke : gangguan neurologis yang bersifat menetap/
permanent
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebrabasiler
6. Patofisiologi 4
Pola Terjadinya Ateroma
Distribusi Pembentukan Ateroma
Ateroma sering ditemukan pada orang tua, akan tetapi proses
pembentukannya telah terjadi sejak masa kanak-kanak hingga
dewasa muda.
Proses tersebut terus berlangsung tanpa menimbulkan gejala
selama 20-30 tahun. Ateroma biasanya terjadi pada arteri yang
berukuran besar (arkus aorta), arteri yang berlekuk-lekuk (sifon
karotis), dan arteri yang konfluen (a.basilaris). Sehingga lepasnya
ateroma tersebut lebih sering menyebabkan penyumbatan pada
arteri serebri media.
Adanya distribusi khusus terjadinya ateroma sebenarnya
disebabkan karena haeomodynamics shear stress dan trauma
endotel pembuluh darah pada daerah tersebut, yaitu pada tempat
dimana terdapat perbedaan aliran darah, stagnasi darah dan
turbulensi.
Proses pembentukan ateroma dapat terjadi pada satu sisi pembuluh
darah saja, hal ini disebabkan oleh perbedaan geometri anatomi
pembuluh darah secara individual. Biasanya disertai oleh adanya
proses aterosklerotik yang ditemukan di tempat lain, yaitu dengan
adanya angina atau Infark miokardium atau claudicasio. Proses
pembentukan ateroma tersebut yang terjadi di berbagai arteri,
diotak, aorta, atau pembuluh darah lain mempunyai proses yang
sama. Adanya faktor genetika juga berpengaruh pada proses
tersebut, yang diperberat dengan faktor lain seperti hipertensi. Hal
ini menjelaskan mengapa pada ras kulit hitam dan kulit berwarna
lebih sering terbentuk ateroma pada arterioklerotik intrakranial
dibandingkan pada arteri ekstrakranial.
Proses Pembentukan Ateroma
Pembentukan ateroma dimulai dengan pembentukan Fatty streak
sejak masa kanak-kanak. Proses tersebut dimulai dengan adanya
kerusakan jaringan. Kerusakan endotel perubahan permeabilitas
endotel, perubahan sel-sel endotel atau perubahan hubungan antara
sel endotel dan jaringan ikat dibawahnya daya aliran darah
menyebabkan pelepasan sel endotel terjadi hubungan langsung
antara komponen darah dan dinding arteri.
Kerusakan endotel pelepasan factor pertumbuhan masuknya
monosit ke lapisan intima pembuluh darah Lipid akan masuk
kedalam pembuluh darah melalui transport aktif dan pasif
Monosit pada dinding pembuluh darah berubah menjadi
mikrofag akan memfagosit kholesterol LDL terbentuk foam sel.
Oleh karena itu, gambaran mikroskopis dari fatty streak akan
berupa kumpulan sel-sel yang berisi lemak sehingga tampak seperti
busa yang disebut sebagai foam cells. Beberapa tahun kemudian
proses tersebut berlanjut dengan terjadinya sel-sel otot polos arteri
dari tunika adventisia ke tunika intima akibat adanya pelepasan
platelet derived grawth factor (PDGF) oleh makrofag, sel endotel,
dan trombosit. Selain itu, sel-sel otot polos tersebut yang kontraktif
akan berproliferasi dan akan berubah menjadi lebih sintesis
(fibrosis). Makrofag, sel endotel, sel otot polos maupun limfosit T
(terdapat pada stadium awal plak aterosklerosis) mengeluarkan
sitokines yang memperkuat interaksi antara sel-sel tersebut.
Adanya penimbunan kolesterol intra dan eksta seluler disertai
adanya fibrosis maka akan terbentuk plak fibrolipid. Pada inti dari
plak tersebut, sel-sel lemak dan lainnya akan menjadi nekrosis dan
terjadi kalsifikasi. Plak ini akan menginvasi dan menyebar kedalam
tunika media dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah
akan menebal dan terjadi penyempitan lumen.
Degenerasi dan perdarahan pada pembuluh darah yang mengalami
sklerosis (akibat pecahnya pembuluh darah vasa vasorum) akan
menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Hal ini akan
terjadi perangsangan adhesi, aktifasi dan agregasi trombosit, yang
mengawali koagulasi darah dan trombosis.
Trombosit akan terangsang dan menempel pada endotel yang
rusak, sehingga terbentuk plak aterotrombotik.
Trombosis
Pembentukan trombus arteri dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu keadan
subendotel vaskuler, trombin dan metabolisme asam arakhidonat.
Trombolis diawali dengan adanya kerusakan endotel tampak
jaringan kolagen dibawahnya.
Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis, ini
disebabkan karena adanya glikoptotein dan proteoglikan yang
melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel
yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi.Pada endotel
yang rusak darah berhubungan dengan serat kolagen pembuluh
darah merangsang trombosit, agregasi trombosit dan
merangsang trombosit mengeluarkan zat yang terdapat dalam
granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari
makrofag yang mengandung lemak, perlekatan tersebut ditentukan
pula oleh adanya unsur-unsur matriks pembuluh darah dan
kecepatan aliran darah Trombosit yang teraktifasi akan berubah
bentuk menjadi bulat dan menggelembung membentuk
psodopodia, dan menampilkan glikoprotein pada permukaan
membran trombosit sebagai reseptor Perlekatan trombosit
dengan serat kolagen melalui Von Willebrand factor (VWF)
Perlekatan tersebut akan merangsang pelepasan Platelet Factor 3.
Bila terdapat kerusakan pembuluh darah, akan menyebabkan
bertambah banyaknya zat-zat yang biasanya terdapat pada
pembuluh darah yang normal, seperti serat-serat kolagen,
katekolamin, adrenalin, noradrenalin, dan juga ADP, dimana akan
menyebabkan bertambah eratnya perlekatan trombosit.
Pada kecepatan aliran darah yang cepat, perlekatan trombosit pada
jaringan kolagen melibatkan reseptor glikoprotein (GP) yaitu GP
VI dan GP Ib- VIX pada Von Willebrand factor (vWF). Sedangkan
pada aliran darah yang lambat, akan melibatkan reseptor GP VI,
Integrin α2 β1, dan GP Ib-V-IX pada vWF.
Adanya kerusakan dinding pembuluh darah juga menyebabkan
pelepasan tromboplastin (Tissue factor III) dan faktor hageman
(Contact factor XII) dari jaringan yang akan menyebabkan
pembentukan trombin dari protrombin. Trombin akan memacu
agregasi trombosit dan merangsang perubahan fibrinogen menjadi
fibrin, dimana fibrin akan mempererat perlekatan trombosit dan
merangsang p-selektin sel endotel yang menambah permeabilitas
sel. Trombin mengikat trombosit melalui 2 reseptor,yaitu moderate
affinity reseptor dan high affinity receptor (GP IbV-IX dan vWF
receptor). Fibrin akan memacu adhesi trombosit, hal ini karena
adanya reseptor GP Iib-IIIa (integrin α IIBβ3) pada fibrin tersebut.
Pengikatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah
merangsang pelepasan Ca2+ merangsang pembentukan
psodopodia dan penyebaran sel trombosit α-granul dan delta
granul yang berada di dalam trombosit akan berkumpul ditengah
sel trombosit ke membran trombosit, dan akan melepaskan zat-
zat didalamnya, seperti ADP, epinephrine, Ca2+, PGDF (platelet
growth derived factor), β-TG (β thrombo globulin), PF-4 (platelet
4=antiheparin factor), 5HT (serotonin), vWF (von Willebrand
factor), dan fibrinogen, ATP, adenosine nukleotides, dan juga K+
ke dalam plasma darah agregasi trombosit laindisekitarnya
ADP yang berkaitan dengan reseptor P2Y1 yang terdapat pada
trombosit pelepasan agregasi trombosit yang irreversibel.
Asam arakhidonik dilepaskan dari fosfolipdi membran sel oleh
enzim fosfolipase A-2 atau oleh bahan kimia, hormon tertentu,
stimuli mekanik, trombin, norepineprin, bradikinin, trauma fisik
dan sebagainya.
Asam arakhidonat yang dilepaskan akan dimetabolisir melalui 4
jalur, seperti dibawah ini:
1. oleh enzim cyclo-oksigenase akan dibentuk tromboksan dan
prostaglandin lain
2. oleh enzim lipooksigenase akan dibentuk hydroxy-acid
(leukotriene)
3. akan terjadi reacylation sehingga terbentuk fosfolipid
4. akan terjadi hydrophic dinding yang membentuk albumin
Leukotrien (berperanan penting penyakit radang dan alergi).
Asam arakhidonik, oleh enzim cyclo-oxygenase
Prostaglandin G2 (PGG2) Prostaglandin-H2 (PGH2), yang
merupakan peroksida yang tidak stabil. PGH2 PGF2α
(vasokonstriksi), PGE2 (vasodilatasi), PGD2(antiagregasi)
Prostasiklin (PGI2) di endotel pembuluh darah dan
Tromboksan A2 (TXA2) di dalam trombosit.
Perubahan ini pada keadaan normal harus dalam keadaan
seimbang. Prostasiklin (PGI2) dibentuk akibat adanya enzim
prostasiklin sintetase, dan berfungsi sebagai vasodilatasi dan anti
penggumpalan trombosit. Sedangkan Tromboksan A2 (TXA2)
dibentuk akibat adanya enzim tromboksan sintetase dan berfungsi
sebagai vaso konstriksi dan pengumpulan trombosit.
Stroke Iskemi
Faktor risiko (hipertensi) viskositas meningkat aliran darah lambat
turbulensi eritrosit menggumpal terjadi trombosis, emboli
oklusi atau obstruksi vaskular suplai O2 ke otak berkurang Iskemi
terjadi gangguan atau kerusakan pada otak Stroke Iskemi
Stroke Hemoragik
Faktor risiko (hipertensi) viskositas meningkat aliran darah menjadi
lambat turbulensi cedera atau lesi vaskular perdarahan setempat
kompresi pembuluh darah terjadi gangguan atau kerusakan pada
otak Stroke Hemoragik
7. Diagnosis 1,2,
1. Anamnesis (alloanamnesis)
a. Identitas Pasien : nama, umur, jenis kelamin, alamat, dll.
b. Keluhan Utama : mendadak lumpuh
c. Riwayat Penyakit Sekarang
o lokasi : lokasi mana yang tidak dapat digerakkan ?
o onset : kapan keluhan muncul ? sehabis bangun tidur ?
o kronologi : bagaimana kronologi keluhan tersebut ?
o kualitas : bagaimana kualitas keluhan ?
o kuantitas : seberapa sering keluhan terjadi ?
o faktor yang memperberat : faktor yang memperberat
keluhan ? stress ?
o faktor yang memperingan : faktor yang memperingan
keluhan ? istirahat ?
o gejala penyerta : keluhan lain yang dirasakan ? hipertensi ?
penyakit jantung ?
d. Riwayat Penyakit Dahulu : dulu pernah mengalami keluhan
seperti ini ? pernah hipertensi ? penyakit jantung ?
e. Riwayat Penyakit Keluarga : adakah anggota keluarga yang
mengalami stroke ? hipertensi ? diabetes mellitus ?
f. Riwayat Sosial Ekonomi : adakah permasalahan dalam
keluarga atau lingkungan sekitar ?
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Kesadaran (GCS)
b. Vital sign (TPRS : tensi, pulse, respirasi, suhu)
c. Pemeriksaan fungsi motorik
o Gerakan
o Kekuatan
o Tonus otot
o Reflek fisiologis : biceps, triceps, radius, ulna, patella,
achiles.
o Reflek patologis : babinski, chaddok, Oppenheim, Gordon,
schaeffer, mendel bechterew, rossolimo, gonda.
d. Pemeriksaan Nervus Cranialis, meliputi
Nervus cranialis fungsi tehnik pemeriksaan
1. N. olfaktorius
2. N. optikus
3. N. okulomotorius
4. N. troklearis
5. N. trigeminus
6. N. abdusen
7. N. fasialis
Indra penciuman
Penglihatan
Kontriksi pupil, pembukaan mata dan sebagian besar gerakan ekstraokuler
Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
- Motorik: otot temporal dan meseter (mengatup rahang), juga gerakan lateral rahang
- Sensorik: fasialSaraf ada 3: oftalmikus, maksilaris, mandibularis
Deviasi lateral mata
- Motoric: gerakan wajah, termasuk ekspresi wajah, menutup mulut dan menutup mata
- Sensorik: merasakan asin, manis, asam, pahit pada 2/3 anterior
Uji indra penciuman pada masing-masing sisi
- Kaji ketajaman penglihatan
- Periksa lapangan pandang- Inspeksi diskus optikus
- Uji pupil terhadap cahaya- Kaji gerakan ekstraokuler
Kaji gerakan ekstaokuler
- Uji nyeri dan sensasi sentuhan ringan pada wajah di zona oftalmik, maksilaris dan mandibularis
- Raba kontraksi otot temporalis dan meseter
- Periksa reflek kornea
Kaji gerakan ekstraokuler
Minta pasien mengangkatnkedua alis matanya, cemberut, menutup mata dengan rapat, memperlihatkan gigi, tersenyum, menggembungkan pipi
8. N. akustikus
9. N. glossofaringeus
10. N. vagus
11. N. aksesorius
12. N. hipoglosus
lidah
Pendengaran (bagian koklear) dan keseimbangan (vestibular)
- Motorik : faring- Sensorik : bagian
posterior gendang telinga dan liang telinga, faring dan lidah posterior termasuk indra perasa
- Motorik : palatum, faring, laring
- Sensorik : faring dan laring
- Motorik : sternomastoideus dan bagian atas trapezius
- Motoric : lidah
Kaji pendengaran jika kemampuan pendengaran turun dengan :
- Uji lateralisasi (uji weber)- Bandingkan konduksi
udara dan tulang (uji Rinne)
- Amati tiap kesulitan menelan
- Dengarkan suara pasien- Perhatikan baiknya
palatum durum dengan ucapan “ah”
- Uji reflek muntah masing-masing sisi
- Amati tiap kesulitan menelan
- Dengarkan suara pasien- Perhatikan baiknya
palatum durum dengan ucapan “ah”
- Uji reflek muntah masing-masing sisi
- M. trapezius : kaji otot terhadap massa, gerakan involunter dan kekuatan mengangkat bahu
- M. sternomastoideus : kaji kekuatan ketika memalingkan kepala
- Dengarkan artikulasi pasien
- Inspeksi seluruh lidah
e. Pemeriksaan Klonus
Klonus adalah kontraksi ritmik dari otot yg timbul bila otot diregangkan secara pasif. Pada lesi pyramidal (UMN) kita sering mendapatkan klonus di pergelangan kaki, lutut, dan pergelangan tangan
- Klonus kaki : klonus ini dibangkitkan dengan cara meregangkan otot triceps sure betis. Pemeriksaan menempatkan tangannya di telapak kaki penderita, kemudian telapak kaki ini didorong dengan cepat sehingga terjadi dorsofleksi sambil seterusnya diberikan tahanan enteng. Hal ini mengakibatkan tegangan otot betis. Bila ada klonus maka terlihat ada ritmik(bolak balik) dari kaki yaitu berupa plantar fleksi secara bergantian.
- Klonus patella : klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot kuadriceps femoris. Kita pegang patella penderita, kemudian didorong dengan kejutan(dengan cepat) kea rah distal sambil diberikan tahanan enetng. Bila terdapat klonus, akan terlihat kontraksi ritmik otot kuadrisep yg mengakibatkan
gerakan otot bolak balik dari patella. Pada pemeriksaan ini tungkai harus di ekstensikan serta dilemaskan.
Kernig’s sign
- Pasien dalam posisi telentang.- Fleksikan tungkai pada paha dengan lutut dalam keadaan fleksi.- Kemudian luruskan lutut- Ulangi pada sisi sebelahnya- Hasil pemeriksaanLutut : dapat diluruskan tanpa kesulitan : normalAdanya tahanan sewaktu gerakan meluruskan lutut iritasi meningen, bila unilateral dapat disebabkan karena iritasi radiks atau HNP
Brudzinski’s sign
Jangan dikerjakan pada passion dengan cervikal tidakstabil seperti pada trauma. Cara :- Pasien tidur telentang tanpa bantal.- Letakkan tangan dibelakang kepala pasien- Gerakan kepala perlahan, rasakan adanya kekakuan(kaku leher).- Angkat kepala perlahan dari tempat tidur, rasakan tonusleher.- Amati kaki (paha dan lutut).Hasil pemeriksaan :-Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapatmenyentuh atas sternum, atau f leksi leher : normal- Adanya rigiditas leher den keterbatasan gerakan f leksileher : kaku kuduk.-Arti klinis: Meningitis, meningoensefalitis, SAH,Karsinoma meningeal.
3. Pemeriksaan Penunjang
Tujuan dilakukan pemeriksaan penunjang :
- Menegakkan diagnosis
- Mencari faktor risiko
- Mencari faktor penyulit
Pemeriksaan Penunjang yang disarankan antara lain :
a. Laboratorium Darah : rutin, hematokrit, gula darah I / II,
kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid, asam urat, kreatinin,
elektrolit
Laboratorium Darah khusus : agregasi trombosit, APTT, D-
dimer, homocystein, fibrinogen, protein C dan S
b. Lumbal Pungsi : perdarahan sub arachnoid
c. X-Foto thoraks : besar jantung, penyakit paru
d. EKG : fibrilasi atrium, iskemik/infark jantung
e. Ekokardiografi : sumber emboli di jantung dan aorta proksimal
f. Neurosonografi : stenosis, vasospasme
g. Angiografi serebral : AVM, anuerisma
h. TCD : stenosis vascular ekstrakranial dan intracranial
i. CT-Scan tanpa kontras (gold standart) : jenis patologi stroke,
lokasi dan ekstensi lesi, serta menyingkirkan lesi non vascular
j. MRI : jenis lesi patologi stroke lebih tajamPerbedaan Jenis Stroke dengan alat bantu
Pemeriksaan Stroke Hemoragik Stroke non Hemoragik
1. Funduskopi
2. Pungsi Lumbal
- Tekanan
- Warna
3. Arteriografi
4. CT-Scan
Perdarahan retina dan
korpus vitreum
Meningkat
Merah
Ada shift
Lesi hiperdens, ada
daerah putih
Crossing phenomen
Silver wire arteries
Normal
Jernih air
Oklusi
Lesi hipodens, terlihat
daerah hitam
Diagnosis berdasarkan Alogaritma Stroke Gadjah Mada
Diagnosis Stroke ditegakkan berdasarkan :
o Anamnesis
o Pemeriksaan fisik
o Pemeriksaan penunjang
o Gold standar pakai CT Scan
o Bila tidak ada CT Scan gunakan skoring
o Diagnosis klinis (berdasar pada temuan klinis)
o Diagnosis anatomis (berdasar pada letak kelainan anatomis)
o Diagnosis etiologis (berdasar pada penyakitnya)
Maka didapatkan diagnosis dari kasus tersebut adalah Stroke non
Hemoragik (Stroke Iskemi)
8. Penatalaksanaan 1,2
Stroke Iskemik
1. Tindakan pencegahan umum
a. Tidak boleh menurunkan tekanan darah cepat 10 hari pertama
b. Jangan terjadi gangguan cairan dan elektrolit
c. Jangan terjadi edema serebri\
d. Cegah komplikasi
e. Tidak boleh diberikan infus glukosa
f. Cegah infeksi
2. Anti koagulasi
a. Heparin
Dua cara pemberian:
Bolus IV 5000 – 10.000 unit, diikuti infus kontinyu dengan
syringe-pump 800 – 1000 unit 1 jam
Bolus IV 5000 – 10.000 unit diikuti injeksi bolus ulangan
5000 – 10000 unit/4 jam
Empat jam setelah bolus periksa CT, PPT
Tanda heparin berlebih:
Daerah hemoragik di kulit
Hematuri mikroskopis
Perdarahan lain
Anti dotum : protamine IV pelan-pelan 20 mg/10 menit
b. Agen coumarin
Bis Hidroxycoumarin
Dosis maintance 75 mg/hari
Warfarin
Dosis maintenance 2 – 15 mg/hari
Dosis disesuaikan untuk mempertahankan level PT : 16 – 19 detik
PT dikontrol tiap 2 – 3 minggu
Anti dotum : vitamin K IV, fresh frozen plasma IV
c. Anti platelet
Aspirin : 30 mlg/hari, 283 – 325 mg/hari
Ticclopidine : 2 x 250 mg/hari
Efek samping : diare, netropenia, anemia aplastik
3. Pembedahan
Paling sering : endarterektomi karotis
Indikasi : TIA, completed stroke, stroke in evolution, stenosis
asimtomatik
Stroke Hemorrage
PIS
Pertahankan tekanan darah pada rentang norrmal
Agen osmotik
a. Mannitol : 0.5 – 1.5 gr/kg BB IV (2 x 250 cc dalam
½ jam)
b. Gliserol : 1 gr/kg per oral tiap 6 jam
Pembedahan:
a. Evakuasi hematom pada lokasi accessible live
saving
b. Jika kondisi pasien tidak stabil dan mulai timbul
gejala herniasi pertimbangan bedah cito
PSA
1. Pencegahan umum:
a. Mencegah kenaikan tekanan darah
b. Mencegah eksitasi sedatif
c. Menjegah kejang profilaksis anti konvulsan
d. Menghindari mengejan
e. Ruangan digelapkan dan suara dimatikan
f. Jika volume intra vaskuler berkurang ekspansi volume
2. Anti fibrinolitik
Epsilon amino caproic acid:
30 – 36 gram/hari dalam 1 liter cairan infus untuk 24 jam
atau 3 – 4 gram peroral
Diberikan sampai saat pembedahan atau sampai 6 minggu
3. Vasospasme
2 – 3 hari setelah perdarahan inisial
Terapi :
a. Volume expansion
Dengan 5% albumin IV atau sol.fraksi plasma lain
Kontra indikasi : cardiac output rendah, CHF
b. Isoproterenol dan nitriogen IV
c. Dilatasi segmen vasospastik dengan angioplasti balloon
d. Slow calcium channel inhibitor : nimodipine 30 – 60
mh peroral tiap 4 jam
4. Pembedahan
Bedah aneurisma dini 24 – 48 jam pertama
Syarat : tidak ada defisit otak berat
Penatalaksanaan 5B
B = Breathing
Harus dijaga agar jalan napas bebas dan fungsi paru – paru
berkerja, jantung juga harus dimonitor, pengobatan dengan oksigen
hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
B = Blood
a. Tekanan darah
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup untuk mengalirkan darah ke
otak, pada fase akut umumnya tekanan darah menjingkat dan secara
spontan akan menurun secara gradual, pengobatan hipertensi pada fase
akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru akan menambah
ischemic lagi.
b. Komposisi darah
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup untuk melakukan
metabolisme otak. Bila terdapat polisitemia harus dilakukan
hemodilusi. Pemberian infuse glukosa harus dicegah karena akan
menambah terjadinya acidosis di daerah infark yang ini akan
mempermudah terjadinya oedem. Keseimbangan elektrolit dan ion
juga harus dijaga.
B = Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan, hindari obstipasi, nutrisi
harus cukup, bila perlu dilakukan Nasogastric Tube.
B = Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan, jangan sampai terjadi
retensio uri.
B = Brain
Oedem otak dan kejang – kejang harus dicegah dan diatasi.
9. Komplikasi 1,2
a. Kesulitan komunikasi destruksi area ekspresif atau reseptif
pada otak.
b. Paresis kerusakan kortek
c. Gangguan psikologi
d. Kelumpuhan total
e. Stroke rekuren
f. Pneumonia, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran
kemih)
g. Thrombosis vena dalam (deep vein thrombosis) dan emboli paru.
h. Infark miokard, aritmia jantung dan gagal jantung
i. Ketidakseimbangan cairan
j. Hematoma intraserebral akibat stroke hemoragik
10. Penatalaksanaan 1,5
a. Emergensi :
o Perbaiki keadaan umum : 5B
1. Breath : memperbaiki pernafasan, misalnya dengan
pemberian oksigen
2. Blood : mengawasi tekanan darah
3. Brain : mempertahankan sirkulasi darah otak
4. Bowel : pengawasan BAB
5. Bladder: pengawasan urin, misalnya dengan pemasangan
DC
o Airway (bebaskan jalan nafas), Breathing (Pemberian O2),
Circulation (i.v. cairan normal salin 0,9% 20 ml/jam)
o Jangan dulu menurunkan tensi karena bisa menyebabkan risiko
udema serebri
o Diberi Neuroprotection, adalah penggunaan obat-obatan untuk
mencegah kematian sel neuron di daerah penumbra. Yang
termasuk dalam obat neuroprotektor antara lain anti calcium
ion influx yaitu nimodipin, piracetam, citicholin, dan lain
o Atasi kejang demam dengan Diazepam i.v.
o Atasi perdarahan intraserebral dengan Aspirin 300 mg dalam
48 jam
o Kondisi stabil CT Scan, Laboratorium, MRI, EKG
b. Medikamentosa berdasarkan jenis Stroke
1. Stroke Iskemi
o Trombolisis rt-PA i.v. berikan dalam 3 jam sejak onset
- i.v. 0,9 mg/kgBB (maksimal 90 mg), 10% pada menit
pertama, 90% i.v. kontinyu selam 60 menit
- Monitoring dan perawatan di ICU Stroke
- Analisis neurologic per 15 menit selama infuse, setipa
30 menit pada 6 jam berikutnya, tiap jam sampai 24 jam
pertama
- Monitoring tensi
o Kombinasi dipiridamol (antikoagulan) dan aspirin
(antiplatelet) sedini mungkin pada stroke iskemi dosis 25
mg dua kali sehari dan di tingkatkan bertahap Selama 7-14
hari hingga 200 mg dua kali sehari dengan preparat lepas
lambat
o Monoterapi dengan klopidogrel 75 mg per hari jika pasien
tidak dapat mentoleransi aspirin.
o Atasi Hipertensi
2. Stroke hemoragik di atasi dengan penekanan pada penghentian
perdarahan dan pencegahan kekambuhan, mungkin di perlukan
pembedahan. Penggunaan agen trombotik seperti activator
plasminogen jaringan (Tissue Plasminogen Activator / TPA)
diberikan sedini mungkin minimal 3 jam pertama serangan agar
lebih efektif dalam mencegah kerusakan jangka panjang.
c. Rehabilitasi medik
Tujuan evaluasi rehabilitasi medik adalah untuk tercapainya
sasaran fungsional yang realistik dan untuk menyusun suatu
program rehabilitasi yang sesuai dgn sasaran tersebut. Pemeriksaan
ini meliputi 4 bidang evaluasi, yaitu:
1. Evaluasi neuromuskuloskeletal
Evaluasi ini harus mencakup evaluasi neurologik secara
umum dg perhatian khusus terhadap kemampuan terhadap
komunikasi fungsi cerebral dan cerebellar, sensasi dan
penglihatan (terutama visus dan lapangan penglihatan).
Evaluasi sistem motorik meliputi: pemeriksaan ROM, tonus
otot dan kekuatan otot.
2. Evaluasi medik umum
Banyak penderita stroke adalah mereka yang berusia lanjut
dan mungkin mempunyai problem medik sebelumnya. Evaluasi
tentang sistem kardiovaskular, sistem pernafasan serta sistem
saluran kencing dan genital adalah penting. Diperkirakan 12%
penderita stroke disertai dengan penyakit jantung symptomatik.
Bila terdapat hipertensi diabetes mellitus, kontrol yang baik
adalah sangat perlu.
3. Evaluasi fungsional
Kemampuan fungsional yang dievaluasi meliputi aktivitas
kegiatan hidup sehari-hari (ADL): makan, mencuci,
berpakaian, kebersihan diri, transfer dan ambulasi.
Untuk setiap jenis aktivitas tersebut, ditentukan derajat
kemandirian atas ketergantungan penderita, juga kebutuhan alat
bantu.
Derajat kemandirian tersebut adalah:
a. Mandiri (independent)
Penderita dapat melaksanakan aktivitas tanpa bantuan, baik
berupa instruksi (lisan) maupun bantuan fisik
b. Perlu supervisi
Penderita mungkin memerlukan bantuan instruksi lisan atau
bantuan seorang pendamping untuk mewujudkan aktivitas
fungsional
c. Perlu bantuan
Penderita memerlukan bantuan untuk mewujudkan aktivitas
fungsional tertentu, yang bisa berderajat minimal (ringan),
sedang atau maksimal
d. Tergantung (dependent)
Penderita tidak dapat melaksanakan aktivitas meskipun
dengan bantuan alat dan semua aktivitas harus dilakukan
dengan bantuan orang lain
4. Evaluasi psikososial dan vokasional
Evaluasi psikososial dan vokasional adalah perlu oleh
karena rehabilitasi medik tergantung tidak hanya pada fungsi
cerebral intrinsik, tetapi juga tergantung faktor psikologik,
misal motivasi penderita. Vokasional dan aktivitas rekreasi,
hubungan dengan keluarga, sumber daya ekonomi dan sumber
daya lingkungan juga harus dievaluasi. Evaluasi psikososial
dapat dilakukan dengan menyuruh penderita mengerjakan suatu
hal yang sederhana yg dapat dipakai untuk penilaian tentang
kemampuan mengeluarkan pendapat, kemampuan daya ingat,
daya pikir dan orientasi.
Program Rehabilitasi Medik :
o Fisioterapi
Memberikan program latihan untuk membantu pasien
memaksimalkan mobilitasnya dengan cara memberikan
berbagai macam latihan. Fasilitas fisioterapi yang bisa
diberikan adalah sebagai berikut :
- Gimnasium (outdoor dan indoor)
- Pemanasan luar : hot pack, infra red radiation, paraffin
bath
- Pemanasan dalam : MWD (Microwave Diathermy)
- Terapi listrik : TENS (Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation), ES (Electrical Stimulation)
- Continous Passive Movement Machine
o Therapeutic Exercise
- Stroke exercise : Latihan pada penderita stroke, baik
perdarahan ataupun sumbatan
- Facial Massage : stimulasi otot-otot wajah secara manual
pada kelumpuhan otot wajah
o Speech Therapy
Merangsang, meningkatkan dan mempertahankan
kemampuan berkomunikasi melalui latihan sensori motorik
organ bicara
Mengembangkan kemampuan makan atau minum dengan
latihan organ mengunyah, menelan dan menghisap pada
disfagia
Program latihan gangguan fungsi luhur
Ditangani oleh speech therapist dengan cara:
- Latihan pernafasan (pre-speech training) berupa latihan
nafas, menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan
tenggorokan
- Latihan di depan cermin utk latihan gerakan lidah, bibir
dan mengucapkan kata-kata. Untuk afasia motorik:
contoh gerakan dan instruksi secara tertulis dan utk
afasia sensorik rangsangan suara lebih ditekankan, bicara
perlahan-lahan serta jelas.
- Latihan bagi penderita disartri lebih ditekankan ke
artikulasi, pengucapan kata-kata
- Pelaksanaan terapi : tim medik dan keluarga
- Memerlukan waktu 3 bulan
o Occupational Therapy
Mempertahankan dan meningkatkan kemandirian, terutama
fungsi aktivitas kehidupan sehari-hari
Melatih dan memberikan terapi pada gangguan koordinasi,
keseimbangan, aktivitas lokomotor
Membuat alat adaptik fungsional
Latihan koordinasi, aktivitas kehidupan sehari-hari,
berbagai fasilitas/stimulasi untuk penyandang cacat
termasuk penggunaan kursi roda
o Ortotik Prostetik
Penggunaan prostetis anggota gerak atas dan bawah
Penggunaan ortosis anggota gerak bawah, alat bantu jalan
(tongkat, walker, dan sebagainya)
o Psikologi
Melakukan penilaian dan evaluasi terhadap kesehatan
mental dan emosional pasien
Fase-fase psikologis tersebut adalah :
1. Fase shock
• Waktu : segera setelah serangan
• Gejala : panik, cemas, putus asa
• Program : memberi keyakinan dan dukungan
semangat, konsultasi dengan keluarga
2. Fase penolakan
• Waktu : fase akut
• Gejala : agak panik
• Program : dorongan semangat bagi penderita untuk
melakukan aktivitas yang dapat dikerjakan,
pemberian “hadiah” atas usaha yang dapat dikerjakan
3. Fase penyesuaian
• Waktu : fase pemulihan awal
• Gejala : cemas, rasa kepahitan hidup,
depresi
• Program : secara bertahap memberikan
aktivitas baru yang bersifat tantangan
4. Fase penerimaan
• Waktu : fase pemulihan lanjut
• Gejala : kenaikkan terhadap gairah hidup
• Program : “paksa” penderita untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan
11. Prognosis 1,2
o Prognosis umum serangan pertama relatif baik, yaitu 70-80% akan
selamat jiwanya, 90% akan terus hidup dalam 2 tahun, 50% akan
hidup 10 tahun lagi atau lebih lama.
o Dengan rehabilitasi yang tepat, 90% penderita stroke dapat
berjalan kembali, 70% bisa mandiri, 30% dari usia kerja dapat
kembali bekerja
12. Edukasi 1,3
o Olahraga teratur
o Hindari faktor pencetus (rokok, alkohol, stress)
o Diet rendah lemak hewani, rendah garam, dan rendah kolesterol
o Penggunaan obat yang teratur sesuai petunjuk dokter
o Mencegah kekambuhan stroke dengan Aggrenox (kombinasi
aspirin-dipiridamol)
o Untuk jangka panjang, penting dilakukan kontrol tekanan darah
untuk mengetahui apakah ada hipertensi atau tidak
o Segera konsultasi ke dokter bila memiliki factor risiko terjadinya
stroke
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidharta, Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat
2. lumbatobing. 2010. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. FKUI.
Jakarta
3. Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.