memperkuat desentralisasi dan...

26
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net www.parlemen.net "Memperkuat Desentralisasi dan Demokratisasi Desa" Usulan Alternatif RUU Tentang Perubahan Atas UU No. 22/1999, Yang Berkaitan Dengan Desa UU No. 22/1999 merupakan kebijakan yang telah memberikan pengakuan keragaman pada lokalitas, sekaligus membuka ruang bagi tumbuhnya desentralisasi dan demokrasi desa, meski fokus otonomi daerah diletakkan di kabupaten/kota. Secara normatif desa tidak lagi dipandang sebagai bentuk pemerintahan terendah di bawah camat, melainkan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan hak asal-usul desa. Implikasinya adalah, desa berhak membuat regulasi desa sendiri untuk mengelola barang-barang publik dan kehidupan desa, sejauh belum diatur oleh kabupaten. UU No. 22/1999 juga telah mendorong proses demokratisasi di tingkat desa. Masyarakat desa sekarang jauh lebih kritis menuntut kinerja kepala desa lebih akuntabel dan transparan dalam mengelola kebijakan dan keuangan desa. Kelahiran Badan Perwakilan Desa (BPD) menjadi aktor baru pendorong demokrasi, yang mengurangi dominasi "penguasa tunggal" kepala desa. Masyarakat berharap bahwa kehadiran BPD menjadi dorongan baru bagi demokrasi desa, yakni sebagai artikulator aspirasi dan partisipasi masyarakat, pembuat kebijakan secara partisipatif dan alat kontrol yang efektif terhadap pemerintah desa. Kehadiran BPD di era transisi demokrasi desa telah membuat pemerintah desa lebih "hati-hati" dalam bertindak dan membuat ruang politik desa semakin semarak. Tetapi kehadiran BPD ternyata menimbulkan masalah baru, seperti ketegangan antara kades dengan BPD. Di satu sisi ketegangan ini disebabkan karena kepala desa memang tidak mau berbagi kekuasaan dengan BPD dan takut kehilangan kekuasaan. Di sisi lain, BPD kurang memahami makna undang-undang dan sering melanggar batas-batas kekuasaan dan kewenangan yang telah digariskan. Pengalaman desentralisasi dan demokrasi desa tentu berjalan secara beragam. Sekitar 40 kabupaten di Indonesia telah berbagi kewenangan dan keuangan kepada desa, dengan tujuan untuk mendorong pemberdayaan menuju kemandirian desa. Tetapi lebih banyak kabupaten yang enggan berbagi kewenangan dan keuangan kepada desa, sebab pemerintah kabupaten beranggapan bahwa UU No. 22/1999 hanya mengamanatkan otonomi daerah berhenti di tangan kabupaten. Kurangnya respons kabupaten ini disambut dengan hadirnya asosiasi kepala desa maupun BPD yang selalu berupaya mempengaruhi kebijakan pemerintah supradesa dan menuntut otonomi (pembagian kewenangan dan keuangan) yang lebih memadai. Kurang sempurnanya UU No. 22/1999, kesimparigsiuran pemahaman terhadap Ut1 maupun benturan-benturan yang terjadi dalam pelaksanaan, mendorong meluasnya aspirasi tentang revisi UU itu. Pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kepala desa, BPD, pemimpin adat, kalangan LSM `flan akademisi telah lama menyerukan aspirasi revisi UU No. 22/1999. Arah dan substansi revisi telah lama diperdebatkan namun tidak terbangun visi bersama untuk memperkuat otonomi daerah, karena fragmentasi kepentingan. Pemerintah pusat mempunyai kehendak kuat

Upload: buikhanh

Post on 08-Apr-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

"Memperkuat Desentralisasi dan

Demokratisasi Desa" Usulan Alternatif RUU Tentang Perubahan Atas UU No. 22/1999,

Yang Berkaitan Dengan Desa

UU No. 22/1999 merupakan kebijakan yang telah memberikan pengakuan keragaman pada lokalitas, sekaligus membuka ruang bagi tumbuhnya desentralisasi dan demokrasi desa, meski fokus otonomi daerah diletakkan di kabupaten/kota. Secara normatif desa tidak lagi dipandang sebagai bentuk pemerintahan terendah di bawah camat, melainkan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan hak asal-usul desa. Implikasinya adalah, desa berhak membuat regulasi desa sendiri untuk mengelola barang-barang publik dan kehidupan desa, sejauh belum diatur oleh kabupaten. UU No. 22/1999 juga telah mendorong proses demokratisasi di tingkat desa. Masyarakat desa sekarang jauh lebih kritis menuntut kinerja kepala desa lebih akuntabel dan transparan dalam mengelola kebijakan dan keuangan desa. Kelahiran Badan Perwakilan Desa (BPD) menjadi aktor baru pendorong demokrasi, yang mengurangi dominasi "penguasa tunggal" kepala desa. Masyarakat berharap bahwa kehadiran BPD menjadi dorongan baru bagi demokrasi desa, yakni sebagai artikulator aspirasi dan partisipasi masyarakat, pembuat kebijakan secara partisipatif dan alat kontrol yang efektif terhadap pemerintah desa. Kehadiran BPD di era transisi demokrasi desa telah membuat pemerintah desa lebih "hati-hati" dalam bertindak dan membuat ruang politik desa semakin semarak. Tetapi kehadiran BPD ternyata menimbulkan masalah baru, seperti ketegangan antara kades dengan BPD. Di satu sisi ketegangan ini disebabkan karena kepala desa memang tidak mau berbagi kekuasaan dengan BPD dan takut kehilangan kekuasaan. Di sisi lain, BPD kurang memahami makna undang-undang dan sering melanggar batas-batas kekuasaan dan kewenangan yang telah digariskan.

Pengalaman desentralisasi dan demokrasi desa tentu berjalan secara beragam. Sekitar 40 kabupaten di Indonesia telah berbagi kewenangan dan keuangan kepada desa, dengan tujuan untuk mendorong pemberdayaan menuju kemandirian desa. Tetapi lebih banyak kabupaten yang enggan berbagi kewenangan dan keuangan kepada desa, sebab pemerintah kabupaten beranggapan bahwa UU No. 22/1999 hanya mengamanatkan otonomi daerah berhenti di tangan kabupaten. Kurangnya respons kabupaten ini disambut dengan hadirnya asosiasi kepala desa maupun BPD yang selalu berupaya mempengaruhi kebijakan pemerintah supradesa dan menuntut otonomi (pembagian kewenangan dan keuangan) yang lebih memadai.

Kurang sempurnanya UU No. 22/1999, kesimparigsiuran pemahaman terhadap Ut1 maupun benturan-benturan yang terjadi dalam pelaksanaan, mendorong meluasnya aspirasi tentang revisi UU itu. Pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kepala desa, BPD, pemimpin adat, kalangan LSM `flan akademisi telah lama menyerukan aspirasi revisi UU No. 22/1999. Arah dan substansi revisi telah lama diperdebatkan namun tidak terbangun visi bersama untuk memperkuat otonomi daerah, karena fragmentasi kepentingan. Pemerintah pusat mempunyai kehendak kuat

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

untuk merevisi karena UU No. 22/1999 dinilai melenceng jauh dari prinsip NKRI. Pusat begitu risau dengan tampilnya raja-raja kecil di kabupaten/kota yang berani membangkang gubernur dan presiden. Para gubernur mengusulkan revisi karena kekuasaan-kewenangan mereka dikurangi. Pemerintah kabupaten/kota sangat risau dengan intervensi Jakarta dan kontrol yang berlebihan oleh DPRD. Pihak desa (kepala desa dan BPD) telah lama mengusulkan revisi karena UU No. 22/1999 tidak memberikan ruang bagi desentralisasi kewenangan dan keuangan untuk mendukung otonomi desa. Pihak LSM terus-menerus melakukan kajian dan kritik terhadap UU No. 22/1999, tetapi yang paling krusial di mata mereka adalah lemahnya jaminan legal partisipasi masyarakat dan posisi desa.

Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD) maupun Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) telah bekerja kurang lebih lima tahun mencermati arah perkembangan otonomi daerah. Kami membuka ruang belajar dan pertukaran pengetahuan-pengalaman secara multipihak, seraya menghimpun aspirasi (gagasan) revisi UU No. 22/1999. Pada prinsipnya FPPD setuju pada agenda revisi, tetapi bukan revisi yang mengarah pada sentralisasi atau revisi yang membawa kemunduran. Agenda perubahan yang tertuang dalam RUU baru tentu harus mengambil sejumlah pelajaran berharga yang berkembang tidak hanya di tingkat daerah (pemilihan kepala daerah maupun posisi dan peran DPRD) melainkan juga harus memperhatikan dinamika yang terjadi pada aras desa maupun dalam konteks relasi antara kabupaten/kota dengan desa. FPPD berharap bahwa RUU baru harus memberikan kontribusi terhadap pembaharuan desa, terutama memperkuat desentralisasi dan demokratisasi desa, untuk membangun desa yang mandiri, demokratis dan sejahtera. Harapan ini kami dasarkan pada sebuah keyakinan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia akan lebih kuat dan bermakna apabila ditopang oleh penguatan kapasitas, eksistensi dan kemandirian desa. Sebagai basis penghidupan masyarakat bawah (grass roots society), desa selamanya akan lemah, tergantung dan terbelakang apabila terus-menerus dijadikan sebagai obyek pemerintahan dan pembangunan dari atas.

Untuk memperkuat pembaharuan desa itu, FPPD mengusulkan sejumlah gagasan penting dalam konteks RUU. 1. FPPD secara prinsipil kurang setuju dengan rumusan konsep desentralisasi dalam RUU: "Desentralisasi adalah penyerahan wewenang

oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia". Konsep "urusan" ini tampak mereduksi makna "kewenangan" dalam desentralisasi. Karena itu kami mengusulkan bahwa "Desentralisasi adalah pembagian kewenangan pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia". Implikasinya, otonomi daerah adalah hak dan kewenangan daerah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan kepentingan °masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Berbagai perangkat konstitusi secara tegas belum memberikan ruang bagi desentralisasi dan otonomi desa. Otonomi desa (termasuk di

dalamnya property right) belum diakui oleh negara. Desa hanya diakui sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat, dan berada di daerah kabupaten/kota. Rumusan ini mengandung sejumlah problem. Pertama, kewenangan asal-usul dan adat-istiadat umumnya sudah hancur dan tinggal kenangan karena masuknya intervensi negara dan eksploitasi modal, yang kemudian membuat masyarakat lokal (adat)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

kehilangan kepemilikan, harga diri dan identitas lokal. Yang masih sedikit tersisa hanya ritual adat yang sama sekali tidak berhubungan dengan kewenangan pemerintahan. Bagi elemen-elemen masyarakat lokal, kewenangan asal-usul sangat susah dirumuskan atau hanya sekadar "kewenangan kering" yang tidak mempunyai implikasi terhadap kewenangan desa (atau nama lain) untuk membuat keputusan lokal yang mengikat masyarakat setempat dan mengendalikan (atau memanfaatkan) sumberdaya lokal. Kedua, karena desentralisasi dan otonomi daerah hanya sampai di kabupaten/kota, maka desa tidak lagi memperoleh pembagian kewenangan yang memadai dari pemerintah supradesa. Penyerahan kewenangan kepada desa hanya tergantung pada "baik budi" bupati.

3. Pengakuan desa sebagai entitas lokal yang otonom memang merupakan usulan maksimalis yang di masa depan harus dituangkan dalam konstusi. Paling tidak secara minimalis, RUU perlu mengkondisikan (enabling setting) desentralisasi untuk memberikan pengakuan terhadap otonomi desa. Hal ini bisa dilakukan dengan cara membagi kewenangan secara proporsional antara pusat, provinsi, kabupaten/kota dan desa menurut sektor-sektor yang ada (pemerintahan, pertanian, kehutanan, pertambangan, keuangan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain), serta menciptakan ketegasan perimbangan keuangan antara kabupaten/kota dengan desa. Juga harus ditegaskan bahwa desa mempunyai kewenangan untuk menolak tugas pembantuan dari pemerintah apabila tidak disertai dengan sumberdaya dan pendanaan (Pasal 143 RUU).

4. FPPD mengusulkan bahwa kewenangan Desa mencakup:

a. Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul b. Kewenangan yang timbul dari hak asasi komunal, yakni hak atas pengembangan kebudayaan dan hak kekayaan intelektual,

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Kewenangan yang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang belum dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah

d. Kewenangan untuk melakukan kerja sama dengan pihak luar dalam mengelola dan atau memperoleh manfaat dari sumber daya yang ada di desa

e. Penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

5. Sebagai implikasi dan desentralisasi keuangan kepada desa, maka sumber pendapatan desa (Pasal 151 RUU) mencakup: a. Pendapatan Asli Desa; b. Bantuan pemerintah;

c. Alokasi pemerintah provinsi d. Dana perimbangan antara kabupaten/kota dan desa (yang mencakup dana alokasi umum untuk desa, bagi hasil sumber daya alam,

serta bagi basil pajak dan retribusi pemerintah kabupaten/kota.

e. Sumbangan dan pihak ketiga;

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

f. Pinjaman desa.

6. Desentralisasi keuangan kepada desa tersebut bukan hanya untuk meningkatkan pembiayaan pemerintahan desa, melainkan juga untuk

meningkatkan akuntabilitas lokal, mendekatkan pelayanan publik sesuai dengan preferensi lokal, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

7. Dalam konteks demokratisasi desa, RUU cenderung mengurangi atau memperlemah posisi dan peran BPD. Untuk memperkuat BPD

sebagai lembaga demokrasi perwakilan desa, pasal 148 ayat (1) perlu ditegaskan: "Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan". Pemilihan secara langsung ini dimaksudkan untuk memperkuat legitimasi perwakilan dan sekaligus menghindari kebiasaan penunjukan melalui cara-cara kolusi oleh kepala desa atau orang kuat di desa.

8. Proses dan mekanisme akuntabilitas kepala desa (sebagai bagian dari demokrasi desa) yang dirumuskan dalam RUU masih problematik.

Kepala desa dipilih secara langsung oleh rakyat, tetapi akuntabilitas (pertanggungjawabannya) diberikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat (Pasal 144 ayat 1), sementara kepala desa hanya memberikan keterangan (tembusan) kepada BPD. Kami mengusulkan bahwa akuntabilitas kepala desa harus dibuat ke samping (akuntabilitas horizontal) kepada BPD, akuntabilitas ke atas kepada Bupati/Walikota dan akuntabilitas ke bawah kepada rakyat. Rumusannya sebagai berikut:

a. Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa kepada rakyat melalui Badan Perwakilan Desa.

b. Kepala Desa menyampaikan keterangan dan atau informasi pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat setempat.

c. Kepala Desa menyampaikan keterangan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan kepada Bupati/Walikota melalui camat.

9. Dalam prakteknya, BPD memang cenderung menggunakan LPJ Kepala Desa sebagai kesempatan (momen) untuk menjatuhkan kepala

desa yang mereka nilai bermasalah. Ke depan kecenderungan akuntabilitas sesaat ini harus dihindari. BPD tetap mempunyai kewenangan mengusulkan pemberhentian kepala desa yang tidak akuntabel kepada Bupati/Walikota' Tetapi usulan pemberhentian itu tidak boleh terjadi sesaat ketika BPD menilai LPJ kepala desa. Dalam Pasal 148 perlu ditegaskan bahwa "BPD memberikan penilaian laporan pertanggungjawaban Kepala Desa dan mengusulkan perbaikan penyelenggaraan pemerintahan desa". Klausul ini menegaskan urgensi tentang kemitraan, kontrol dan akuntabilitas.

10. RUU perlu mengkondisikan partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah dan Rancangan Peraturan Desa.

Makna partisipasi bukan sekadar sosialisasi peraturan daerah (Pasal 157 ayat 3) dan peraturan desa (Pasal 149 ayat 3), melainkan konsultasi bersama masyarakat. Karena itu rumusannya adalah "Peraturan Desa sebelum ditetapkan, dikonsultasikan kepada

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

masyarakat" (Pasal 149 ayat 3) serta "Peraturan Daerah mengenai Desa sebelum ditetapkan, dikonsultasikan kepada masyarakat (Pasal 157 ayat 3). Sebab, kalau sosialisasi hanya sekadar memberikan informasi, sementara konsultasi adalah proses belajar bersama antara pemerintah dengan masyarakat yang memungkinkan peraturan daerah dan desa sesuai dengan aspirasi masyarakat.

11. RUU sebaiknya mengkondisikan subsidiarity dalam konteks resolusi konflik di desa atau antardesa. Penanganan konflik di desa atau antar desa bisa dilakukan melalui tiga level: di desa (lokal), kecamatan dan berhenti di kabupaten. Seperti tertuang dalam Pasal 155 ayat (1), perselisihan antar Desa dan/atau antar masyarakat desa tidak perlu langsung diselesaikan oleh camat, tetapi pada tahap pertama cukup diselesaikan oleh pihak-pihak yang terkait dengan fasilitasi oleh kepala desa bersama pemuka masyarakat setempat. Jika proses resolusi ini gagal di desa, baru dibawa naik ke kecamatan dan kabupaten.

12. RUU sebaiknya mengkondisikan posisi dan peran Kecamatan maupun Camat yang mendukung atau memfasilitasi penguatan desentralisasi dan pembangunan masyarakat desa. Camat tidak memiliki kewenangan untuk "menerima" laporan pertanggungjawaban kepala desa, sebab menurut prinsip akuntabilitas publik, kepala desa yang dipilih oleh rakyat harus bertanggung jawab kepada rakyat. Di sisi lain Camat sebaiknya diberdayakan sebagai perangkat daerah yang memfasilitasi (koordinasi) kerja sama antar desa, membantu kabupatan melakukan konsultasi dengan desa, dan mediasi konflik antardesa. Sedangkan kecamatan sebagai wilayah perlu dikembangkan sebagai wilayah pembangunan, pusat pertumbuhan ekonomi, pusat layanan publik, dan menghubungkan relasi ekonomi antara desa dan kota.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

LAMPIRAN BUNYI PASAL-PASAL USUIA,N PERUBAHAN

NASKAH RUU TENTANG PERUBAHAN NO. 22 TAHUN 1999 YANG BERKAITAN DENGAN

DESA

OLEH FORUM PENGEMBANGAN PEMBAHARUAN DESA (FPPD)

YOGYAKARTA

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

USULAN PERUBAHAN

NASKAH RUU TENTANG PERUBAHAN NO 22 TAHUN 1999 YANG BERKAITAN DENGAN

DESA

Oleh : Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPI Yogyakarta)

BUNYI PASAL-PASAL DALAM NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL- PASAL DALAM REVISI UU 22/1999

YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

Bagian Kedua belas Pemerintahan Desa

Paragraf Kesatu Pembentukan, Penghapusan, dan/atau

Penggabungan Desa

Bagian Kedua belas Pemerintahan Desa

Paragraf Kesatu Pembentukan, Penghapusan, dan/atau

Penggabungan Desa

Pasal 137

(1). Desa dapat dibentuk, dihapus dan/atau digabung berdasarkan kriteria tertentu dengan memperhatikan asal usulnya dan prakarsa masyarakat.

Pasal 137

(1). Tetap

(2). Desa dibentuk dan diakui dalam rangka pelayanan masyarakat dengan menyelenggarakan urusan pemerintahan dan mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan urusan yang sudah ada pada kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup sesuai perkembangan masyarakat setempat.

(2). Desa dibentuk dan diakui dalam rangka pelayanan masyarakat dengan menyelenggarakan urusan pemerintahan dan mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan wewenang yang sudah ada pada kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih berlaku sesuai perkembangan masyarakat setempat

(3). Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusulkan oleh

(3). Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa induk.

(4). Penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa.

(4). Tetap

(5). Penggabungan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa masing-masing.

(5). Tetap

(6). Pembentukan, penghapusan dan/atau penggabungan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah

(6). Tetap

Pasal 138

(1). Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 (1) di Kabupaten/Kota dapat dirubah statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan Perwakilan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan daerah.

Pasal 138

(1). Tetap

(2). Pendanaan yang diakibatkan dari perubahan status Desa menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada APBD Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

(2). Tetap

Paragraf Kedua Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan

Paragraf Kedua Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

Desa

Pasa l 139 (1). Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan

Badan Perwakilan Desa yang merupakan lembaga pemerintahan Desa.

Desa

Pasa l 139 (1). Tetap

(2). Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Kepala Desa dan perangkat Desa.

(2). Tetap

(3). Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat.

(3). Tetap

(4). Calon Kepala Desa yang terpilih dengan mendapatkan dukungan suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati/Walikota.

(4). Tetap

(5). Masa jabatan Kepala Desa adalah 5 (lima) tahun.

(5). Tetap

(6). Kepala Desa dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

(6). Tetap

Pasal 140 Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk desa warga negara Republik

Pasal 140 Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk desa warga negara Republik

Bahwa huruf a, b, g sudah menjadi ketentuan mutlak sebagai warga bangsa, huruf c sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

Indonesia yang memenuhi syarat-syarat : Indonesia yang memenuhi syarat-syarat

a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

a. Dihapus

b. Setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

b. Dihapus

c. Tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan yang mengkhianati Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, G30S/PKI dan/atau PKI kegiatan organisasi terlarang lainnya.

c. Dihapus

karena G30S sudah tidak ada. Huruf d sesuai dengan kondisi lokal, huruf e asalkan dia dikehendaki warga tidak harus menunggu 25 tahun. Pasal f tidak jelas ukurannya

d. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/berpengetahuan yang sederajad;

d. Dihapus

e. Berumur sekurang-kurangnya 25 tahun; e. Dihapus

f. Sehat jasmani dan rohani. f. Dihapus

g. berkelakuan baik, jujur, dan adil g. Dihapus

h. tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana

h. Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana

i. tidak dalam status terdakwa dan atau terpidana dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun

i. tidak dalam status terdakwa dan atau terpidana dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun

j. tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap

j. tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

k. tidak sedang menjadi partai politik k. Dihapus

l. belum pernah menjabat sebagai Kepala Desa selama dua kali

l. Dihapus

m. mengenal desanya dan dikenal oleh masyarakat di Desa setempat

m. mengenal desanya dan dikenal oleh masyarakat di Desa setempat

n. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa; dan

n. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa; dan

o. memenuhi syarat -syarat lain yang sesuai dengan adat istiadat yang diatur dalam peraturan daerah.

o. memenuhi syarat -syarat lain yang sesuai dengan adat istiadat yang diatur dalam peraturan daerah

Pasal 141 (1). Kepala Desa dilantik oleh

Bupati/Walikota atau pejabat lain yang ditunjuk.

Pasal 141 (1). Tetap

(2). Sebelum memangku jabatannya Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji.

(2). Tetap

(3). Susunan kata-kata sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut "Demi Allah (Tuhan),saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya,sejujur-jujurnya,dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara,dan bahwa saya akan

(3). Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Desa,Daerah,dan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pasal 142 Kewenangan Desa mencakup: a. Kewenangan yang sudah melekat pada

desa. b. Kewenangan sesuai peraturan

perundangan-undangan;

c. Tugas pembantuan dan Pemerintah dan Pemerintah Daerah;

d. Penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

Pasal 142 Kewenangan Desa dan Tugas Pembantuan (1). Kewenangan Desa mencakup

a. Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa

b. Kewenangan yang timbul dari hak asasi komunal, yakni hak atas pengembangan kebudayaan dan hak kekayaan intelektual, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Kewenangan yang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang belum dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah

d. Kewenangan untuk melakukan kerja sama dengan pihak luar dalam mengelola dan atau memperoleh manfaat dari sumber daya yang ada di desa

e. Penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

(2). Tugas Pembantuan a. Tugas pembantuan dari Pemerintah

dan Pemerintah Daerah; b. Desa mempunyai kewenangan

menolak tugas pembantuan apabila tidak disertai dengan pendanaan dan penyerahan sumberdaya.

Pasal 143 Tugas dan Kewajiban Kepala Desa adalah:

Pasal 143 Tugas dan Kewajiban Kepala Desa

a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa;

a. Tetap

b. memberdayakan masyarakat desa; b. Tetap

c. membina perekonomian desa; c. Tetap

d. memelihara ketenteraman dan ketertiban serta kerukunan masyarakat Desa;

d. Tetap

e. mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;

e. Tetap

f. menyusun dan membahas Peraturan Desa bersama Badan Perwakilan Desa dan mensahkan Peraturan Desa;

f. Tetap

g. membuat Keputusan Kepala Desa untuk melaksanakan Peraturan Desa;

g. Tetap

h. menggali dan mengembangkan serta melestarikan adat istiadat yang beradab; dan

h. Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

i. mewakili Desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasanya hukumnya.

i. Tetap

Pasal 144 Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 Kepala Desa: a. menyampaikan laporan

pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat; dan

b. menyampaikan keterangan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Badan Perwakilan Desa.

Pasal 144 Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 Kepala Desa: a. Kepala Desa menyampaikan laporan

pertanggung jawaban kepada rakyat melalui BPD

b. Kepala Desa menyampaikan keterangan dan/atau informasi pertanggungjawaban kepada masyarakat setempat

c. Kepala Desa menyampaikan keterangan laporan pertanggungjawaban kepada Bupati/Walikota melalui Camat

Untuk memenuhi prinsip akuntabilitas publik, Kepala Desa yang dipilih langsung oleh rakyat desa harus menyampaikan laporan kinerjanya kepada rakyat desa setempat

Pasal 145 Kepala Desa dilarang:

Pasal 145 Kepala Desa dilarang :

a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain;

a. Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

b. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan jabatannya,

b. Tetap

c. melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak yang patut diduga dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

c. Tetap

d. merangkap jabatan sebagai anggota Badan Perwakilan Desa dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

d. Tetap

e. menjadi anggota partai politik; dan e. Dihapus e. dihapus karena tidak ada lagi kebijakan massa mengambang

f. melakukan kegiatan lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

f. Dihapus f. tidak usah dicantumkan karena hal tersebut berlaku untuk seluruh warga negara

Pasal 146 (1). Kepala Desa berhenti karena:

a. meninggal dunia; b. mengajukan permohonan berhenti

atas permintaan sendiri, atau

c. diberhentikan.

Pasal 146 (1). Tetap

(2). Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:

(2). Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

a. berakhir masa jabatan dan telah dilantik Kepala Desa yang baru;

b. tidak lagi memenuhi syarat dan/atau melanggar sumpah/janji;

c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap;

d. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana serendah-rendahnya 5 (lima) tahun;

(3). Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), oleh Bupati/Walikota atas usul Badan Perwakilan Desa.

(3). Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan oleh Bupati/Walikota atas usul Badan Perwakilan Desa.

(3). Ditambahkan kata "dilakukan"

Pasal 147 (1). Dalam hal Kepala Desa berhenti

sementara, Sekretaris Desa ditunjuk oleh Bupati/Walikota untuk melaksanakan tugas sehari-hari.

Pasal 147 (1). Dalam hal Kepala Desa berhenti

sementara, Sekretaris Desa atau Pamong Desa di tunjuk oleh Bupati/Walikota untuk melaksanakan tugas sehari-hari

Alasannya pamong desa juga harus mampu jika sekretaris desa juga berhalangan

(2). Dalam hal Kepala Desa berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dan/atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d, Sekretaris Desa ditunjuk oleh

(2). Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

Bupati/Walikota sebagai pelaksana tugas Kepala Desa selama-lamanya 1(satu) tahun.

(3). Badan Perwakilan Desa melaksanakan pemilihan Kepala Desa selambat-lambatnya dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(3). Tetap

(4). 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Kepala Desa, Badan Perwakilan Desa menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa.

(4). Tetap

Pasal 148

(1). Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan.

Pasal 148

(1). Tetap

(2). Pimpinan Badan Perwakilan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota.

(2). Tetap

(3). Badan Perwakilan Desa bersama Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa

(3). Tetap

(4). Badan Perwakilan Desa melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.

(4). Tetap

(5). Masa jabatan Anggota Badan Perwakilan Desa adalah 5 (lima) tahun.

(5). Tetap

(6). Anggota BPD dilarang: (6). Anggota BPD dilarang : D dihapus karena tidak ada lagi kebijakan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain;

a. tetap massa mengambang

b. melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

b. tetap

c. merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan

c. dihapus

d. menjadi anggota partai politik. d. dihapus

Pasal 149 (1). Dalam penetapan Peraturan Desa

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (3), Badan perwakilan Desa dan Kepala Desa memperhatikan aspirasi masyarakat dan mengakui, menghormati, memberdayakan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai

Pasal 149 (1). Dalam penetapan Peraturan Desa

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (3), Badan Perwakilan Desa memperhatikan aspirasi masyarakat dan nilai-nilai budaya, adat serta hak-hak tradisional yang masih diakui dan dihargai sesuai dengan perkembangan keadaan masyarakat setempat.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

dengan perkembangan masyarakat.

(2). Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang sederajat dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(2). Tetap

(3). Peraturan Desa sebelum ditetapkan, disosialisasikan kepada masyarakat.

(3). Peraturan Desa sebelum ditetapkan, harus dikonsultasikan dulu kepada masyarakat untuk mendapatkan umpan balik

(3). Ada perbedaan makna dan implikasi antara dua kata "disosialisasikan" yang berarti diberitahukan, disebarluaskan kepada publik tetapi tidak berimplikasi pada adanya umpan balik. Sedangkan "diskonsultasikan" berarti diberitahukan, disebarluaskan kepada publik dan berimplikasi pada munculnya umpan balik

Paragraf Ketiga Pemberdayaan Masyarakat Desa

Paragraf Ketiga Pemberdayaan Masyarakat Desa

Pasal 150 Pasal 150

(1). Pemberdayaan masyarakat desa dilaksanakan melalui pendekatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat, kapasitas sumberdaya manusia, kelembagaan, dan kesisteman.

(1). Tetap

(2). Pendekatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meningkatkan ketahanan dan peran serta aktif masyarakat dalam

(2). Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

mewujudkan kemandirian.

(3). Pendekatan kapasitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelatihan, pendidikan ketrampilan, peningkatan kualitas hidup dan lingkungan masyarakat, pemberian stimulan dan sarana penunjang.

(3). Tetap

(4). Pendekatan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan membentuk lembaga masyarakat sesuai dengan kebutuhan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.

(4). Tetap

(5). Pendekatan kesisteman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengaturan yang berpihak dan melindungi masyarakat serta peningkatan kemampuan manajemen

(5). Tetap

Paragraf Keempat Keuangan Desa

Paragraf Keempat Keuangan Desa

Pasal 151 Pasal 151

(1). Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.

(1). Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

(2). Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan Desa.

(2). Tetap

(3). Sumber pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas : a. pendapatan asli Desa; b. bagi hasil pajak dan retribusi

Pemerintah Kabupaten/Kota; c. bantuan keuangan dari Pemerintah,

Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota;

d. sumbangan dari pihak ketiga; e. pinjaman Desa.

(3). Sumber pendapatan Desa sebagaimana dimaksud ayat (2) terdiri atas : a. tetap b. tetap

c. Bantuan keuangan dari Pemerintah Pusat

d. Dana alokasi dari pemerintah propinsi Dana perimbangan antara pemerintah Kabupaten/Kota dengan pemerintah Desa mencakup dana alokasi umum untuk desa, bagi hasil sumber daya alam, dan bagi hasil pajak dan restribusi pemerintah Kabupaten/Kota

e. Sumbangan dari pihak ketiga f. Pinjaman Desa

(3) Bahwa bantuan pemerintah pusat itu bersifat dukungan, Alokasi dari propinsi merupakan hak yang harus diberikan desa, dana perimbangan merupakan kewajiban kabupaten/kota untuk membagi perimbangan ke desa

(4). Dalam pengelolaan keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Desa bersama Badan Perwakilan Desa setiap tahun menetapkan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

(4). Tetap

(5). Pedoman penyusunan, penatausahaan, (5). Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belan)a Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Bupati/Walikota berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(6). Pemerintah Desa dapat membentuk badan usaha milik Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(6). Tetap

(7). Pemerintah Desa dapat melakukan pungutan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.

(7). Tetap

Pasal 152 Pasal 152

(1). Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulannya dan/atau tunjangan lainnya sesuai kemampuan Keuangan Desa.

(1). Tetap

(2). Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

(2). Tetap

(3). Anggota Badan Perwakilan Desa diberikan tunjangan sesuai kemampuan Keuangan Desa. Tunjangan yang diterima Anggota Badan Perwakilan

(3). Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

Desa ditetapkan setiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Paragraf Kelima Pembinaan dan Pengawasan Desa

Paragraf Kelima Pembinaan dan Pengawasan Desa

Pasal 153 Pasal 153

(1). Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa.

(1). Tetap

(2). Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara fasilitasi berupa pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, arahan, konsultasi, monitoring, evaluasi, pendidikan, pelatihan, dan dukungan pendanaan.

(2). Tetap

(3). Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa.

(3). Tetap

Paragraf Keenam Kerja sama dan Perselisihan Desa

Paragraf Keenam Kerja sama dan Perselisihan Desa

Pasal 154 Pasal 154

(1). Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan keputusan bersama.

(1). Tetap

(2). Dalam pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

(2). Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

dapat dibentuk Badan Kerja sama.

Pasal 155

Pasal 155

(1). Perselisihan antar Desa dan/atau antar masyarakat Desa diselesaikan oleh Camat.

(2). Dalam hal penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diterima, selanjutnya diselesaikan oleh Bupati/Walikota yang Keputusannya bersifat final.

(1). Perselisihan antar Desa dan/atau antar masyarakat Desa diselesaikan oleh Kedua belah pihak atau pemuka masyarakat/adat.

(2). Perselisihan antar Desa dan/atau antar masyarakat Desa diselesaikan oleh Camat

(3). Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana ayat (1) dan (2) tidak diterima, selanjutnya diselesaikan oleh Bupati/Walikota yang Keputusannya bersifat final.

Paragraf Ketujuh

Kawasan Perdesaan

Paragraf Ketujuh

Kawasan Perdesaan

Pasal 156 Pasal 156

(1). Kawasan perdesaan dapat dibentuk di wilayah Kabupaten dan/atau antar Kabupaten dan Kota.

(1). Tetap

(2). Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Pemerintah Kabupaten atau lembaga pengelola bersama yang dibentuk oleh Kabupaten dan Kota terkait

(2). Tetap

(3). Urusan pemerintahan di kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud

(3). Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, perangkat Kecamatan, Pemerintah Desa/perangkat Kelurahan di kawasan tersebut.

(4). Pemerintah Daerah dalam mengembangkan kawasan perdesaan mengikutsertakan masyarakat dan swasta.

(4). Tetap

(5). Masyarakat sebagai unsur pelaku pembangunan perdesaan berperan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban.

(5). Tetap

(6). Pengaturan lebih lanjut kawasan perdesaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(6). Tetap

Pasa1157 Pasa1157

(1). Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 sampai dengan Pasal 156 diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

(1). Tetap

(2). Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan hak-hak tradisional masyarakat desa sepanjang masih hidup dan sesuai

(2). Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

BUNYI PASAL-PASAL DALAM

NASKAH REVISI UU 22/1999

USULAN PERUBAHAN BUNYI PASAL-

PASAL DALAM REVISI UU 22/1999 YANG AKAN DATANG

KETERANGAN

dengan perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

(3). Peraturan Daerah mengenai Desa sebelum ditetapkan disosialisasikan kepada masyarakat.

(3). Peraturan Daerah mengenai Desa sebelum ditetapkan, dikonsultasikan dulu kepada masyarakat.