memberantas penebangan merusak bersama kapal layar...

20
1 intip hutan | juni 2004 S iang itu, baru saja saya selesai menggulung spanduk dan pakaian pocong yang saya kenakan di bundaran Universitas Gadjah Mada; sebuah lokasi strategis untuk unjuk rasa(baca Intip Hutan nomor lalu). Telepon berdering. Di ujung sana, Direktur FWI mengabari saya agar bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor Rainbow Warrior II milik Greenpeace. Siapa tak kenal Rainbow Warrior, kapal legendaris ini menjadi tersohor justru setelah di bom oleh agen rahasia Perancis di perairan New Zealand pada tahun 1985. Ketika itu Greenpeace sangat gencar menentang percobaan nuklir Perancis di perairan kepulauan Muroroa. Tragedi yang membawa korban nyawa satu orang fotografer itu justru menyebabkan nama kapal dan kampanye Greenpeace semakin dikenal di seluruh dunia. Nama kapal ini terinspirasi oleh legenda orang asli Amerika yang meramalkan bahwa suatu hari bumi Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbow Warrior: Mungkinkah? akan rusak akibat keserakahan manusia, dan pada saat itu kesatria- kesatria pelangi akan muncul untuk membenahi dan membasmi segala kerusakan. Kapal Rainbow Warrior kali ini sebetulnya adalah kapal yang kedua. Kapal ini dibangun dari kapal motor trawler bekas bernama Grampian Fame, dimodifikasi menjadi kapal layar bermotor tipe sekunar dengan tiga tiang layar, diganti namanya, dan didaftarkan di Amsterdam, Belanda. Raibow Warrior II mulai dioperasikan pada 1989. Delapan belas jam sesudah telepon itu, saya sudah bergabung bersama kru. Tapi pemberangkatan masih terhambat masalah perlindungan hukum bagi kru kapal dan pengkampanye. Beberapa hari berikutnya diskusi terus dilakukan dengan pengacara dari PBHI untuk membicarakan masalah-masalah yang mungkin dihadapi. Tampaknya berlebihan, memikirkan kemungkinan polisi, tentara, atau preman bayaran pengusaha dan bahkan bajak laut menyita atau merebut kapal. Tapi prosedur keamanan ini sangat perlu untuk dibahas. Walaupun ternyata, kemungkinan terburuk itu ternyata tidak terjadi. Berlayar 30 Januari 2004, akhirnya kapal itu berlayar meninggalkan Tanjung Priok menuju Laut Jawa. Seluruhnya ada 28 kru dari berbagai bangsa, diantaranya, Argentina, Filipina, India, Selandia Baru, Spanyol, Inggris, Finlandia, Italia, Papua New Guinea, Amerika Serikat, Jerman, dan enam orang Indonesia. Selain saya, dari Indonesia, ada Ade Fadli dari WALHI, Arbi Valentinus dari Telapak, dan tiga orang wartawan, Adi dari Tempo; dan Bea serta Tommy dari Reuters. Duapuluh delapan orang punya pekerjaannya sendiri-sendiri. Satu orang kapten, dua orang mualim, empat orang ahli mesin, empat awak dek (deckhand), satu orang juru masak, satu orang markonis, satu perancang website, satu tenaga kesehatan, empat wartawan dan fotografer, dan sembilan orang pengkampanye. Di tengah Laut Jawa, Rob, pengkampanye Greenpeace asal Australia, memberikan pengarahan tentang arah pelayaran, tujuan, serta target yang hendak dicapai. Pengarahan ini sangat detil, karena pada hari-hari sebelumnya, termasuk dalam konferensi pers, tujuan misi ini sangat dirahasiakan, baik demi keamanan, maupun demi kesukseksan misi Rainbow Warrior kali ini. Tujuan persisnya, perairan selatan Kalimantan Tengah. Disekitar Taman Nasional Tanjung Puting. Untuk pertama kali kami mengetahui arah dan rencana pelayaran secara detil. Greenpeace tak mau ambil risiko adanya kebocoran informasi yang bisa menghilangkan unsur kejutan. Salah satu kunci keberhasilan aksi- aksi yang mereka lakukan. Targetnya adalah mendokumentasi kapal-kapal pembawa kayu olahan atau kayu bulat yang kemungkinan berasal dari penebangan yang merusak atau yang melanggar hukum. Kampanye Greenpeace kali ini bertajuk: “Stop Forest Crime” (Hentikan Kejahatan Hutan). Foto : FWI

Upload: vantruc

Post on 18-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

1intip hutan | juni 2004

Siang itu, baru saja sayaselesai menggulungspanduk dan pakaian

pocong yang saya kenakan dibundaran Universitas Gadjah Mada;sebuah lokasi strategis untuk unjukrasa(baca Intip Hutan nomor lalu).Telepon berdering. Di ujung sana,Direktur FWI mengabari saya agarbersiap untuk ikut berlayar bersamakapal layar motor Rainbow WarriorII milik Greenpeace.

Siapa tak kenal Rainbow Warrior,kapal legendaris ini menjadi tersohorjustru setelah di bom oleh agenrahasia Perancis di perairan NewZealand pada tahun 1985. Ketika ituGreenpeace sangat gencarmenentang percobaan nuklir Perancisdi perairan kepulauan Muroroa.Tragedi yang membawa korbannyawa satu orang fotografer itu justrumenyebabkan nama kapal dankampanye Greenpeace semakindikenal di seluruh dunia.

Nama kapal ini terinspirasi olehlegenda orang asli Amerika yangmeramalkan bahwa suatu hari bumi

MemberantasPenebangan Merusakbersama Kapal Layar RainbowWarrior: Mungkinkah?

akan rusak akibat keserakahanmanusia, dan pada saat itu kesatria-kesatria pelangi akan muncul untukmembenahi dan membasmi segalakerusakan. Kapal Rainbow Warriorkali ini sebetulnya adalah kapal yangkedua. Kapal ini dibangun dari kapalmotortrawler bekas bernamaGrampian Fame, dimodifikasi menjadikapal layar bermotor tipe sekunardengan tiga tiang layar, digantinamanya, dan didaftarkan diAmsterdam, Belanda. RaibowWarrior II mulai dioperasikan pada1989.

Delapan belas jam sesudah teleponitu, saya sudah bergabung bersamakru. Tapi pemberangkatan masihterhambat masalah perlindunganhukum bagi kru kapal danpengkampanye. Beberapa hariberikutnya diskusi terus dilakukandengan pengacara dari PBHI untukmembicarakan masalah-masalah yangmungkin dihadapi. Tampaknyaberlebihan, memikirkan kemungkinanpolisi, tentara, atau preman bayaranpengusaha dan bahkan bajak laut

menyita atau merebut kapal. Tapiprosedur keamanan ini sangat perluuntuk dibahas. Walaupun ternyata,kemungkinan terburuk itu ternyatatidak terjadi.

Berlayar

30 Januari 2004, akhirnya kapal ituberlayar meninggalkan Tanjung Priokmenuju Laut Jawa. Seluruhnya ada28 kru dari berbagai bangsa,diantaranya, Argentina, Filipina,India, Selandia Baru, Spanyol,Inggris, Finlandia, Italia, Papua NewGuinea, Amerika Serikat, Jerman,dan enam orang Indonesia. Selainsaya, dari Indonesia, ada Ade Fadlidari WALHI, Arbi Valentinus dariTelapak, dan tiga orang wartawan,Adi dari Tempo; dan Bea sertaTommy dari Reuters.

Duapuluh delapan orang punyapekerjaannya sendiri-sendiri. Satuorang kapten, dua orang mualim,empat orang ahli mesin, empat awakdek (deckhand), satu orang jurumasak, satu orang markonis, satuperancang website, satu tenagakesehatan, empat wartawan danfotografer, dan sembilan orangpengkampanye.

Di tengah Laut Jawa, Rob,pengkampanye Greenpeace asalAustralia, memberikan pengarahantentang arah pelayaran, tujuan, sertatarget yang hendak dicapai.Pengarahan ini sangat detil, karenapada hari-hari sebelumnya, termasukdalam konferensi pers, tujuan misi inisangat dirahasiakan, baik demikeamanan, maupun demikesukseksan misi Rainbow Warriorkali ini.

Tujuan persisnya, perairan selatanKalimantan Tengah. Disekitar TamanNasional Tanjung Puting. Untukpertama kali kami mengetahui arahdan rencana pelayaran secara detil.Greenpeace tak mau ambil risikoadanya kebocoran informasi yangbisa menghilangkan unsur kejutan.Salah satu kunci keberhasilan aksi-aksi yang mereka lakukan.Targetnya adalah mendokumentasikapal-kapal pembawa kayu olahanatau kayu bulat yang kemungkinanberasal dari penebangan yangmerusak atau yang melanggarhukum. Kampanye Greenpeace kaliini bertajuk: “Stop Forest Crime”(Hentikan Kejahatan Hutan).

Foto : FWI

Page 2: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

2 intip hutan | juni 2004

Arbi memberi pengarahanmengenai beberapa peraturan danperundangan yang memungkinkan kitamembedakan mana kayu ilegal danmana yang ilegal. Misalnya, darijenisnya, jika kayu tersebut Ramin,bisa dipastikan kayu tersebut ilegal.Hal lain, jika kayu bulat tersebutdiangkut dengan kapal berbendaraasing, atau diangkut dengan kapalIndonesia, tetapi dengan tujuanlangsung ke luar negeri.

Bagaimana dengan kayu yangberasal dari penebangan merusak?Tentu saja jika kayu tersebut berasaldari kawasan konservasi danlindungan. Untuk membedakan kayuseperti ini agak sulit dilakukan darilaut, ketika kayu sudah ditebang dandisusun di atas kapal. Sebuah timpemantau di darat diperlukan untukmelaporkan adanya kayu-kayu sepertiini.

Bagaimana pula dengan kayu-kayulegal, memenuhi semua persyaratanhukum dan administrasi, berasal darikawasan HPH yang sah, tetapisesungguhnya merusak ekosistem danmerugikan masyarakat? Nah, untukyang satu ini, perdebatan masihpanjang. Apakah memang hukumyang melindungi kepentingan alam danrakyat di Indonesia sudah cukup baikuntuk diterapkan. Apakah hukum danundang-undang kehutanan Indonesiasudah dapat diandalkan untukmenyelesaikan problem-problemekosistem dan sosial di Indonesia.Apakah Greenpeace sadar denganpersoalan ini dan tidak membatasikampanyenya pada persoalan (baca:jebakan) legalitas semata?

Kehidupan di Kapal

Status saya, Ade, dan Arbi adalahsebagai pengkampanye yang juga krukapal. Sekalipun tiga wartawan agak‘istimewa’ dan tidak berstatus kru,toh, sehari-hari mereka juga ikutmelakukan tugas kru kapal.

Sebagai pengkampanye, kamibertiga punya tugas untukmempersiapkan bahan-bahankampanye, semisal membuat tulisanuntuk situs-jaring (website), menjadipenerjemah ketika melakukan surveydan pemotretan ke kapal-kapalpembawa kayu. Kami juga bertugasmelakukan identifikasi kayu, apakahterselip di antara kayu-kayu yang

diangkut tersebut ada jenis-jenis yangdilarang ditebang. Selain itu tugaskami juga memantau dan mencatatpembicaraan radio antar kapal atauantara kapal dengan pelabuhan. Kamijuga membuat spanduk berbahasaIndonesia di atas kapal. Ternyata,membuat spanduk yang rapi bukanlahsebuah pekerjaan mudah ketikagelombang sedang besar-besarnya.

Kami juga menyediakan data yangdiperlukan untuk kampanye ini.Misalnya saja, daftar dan peta HPHdi sekitar muara-muara sungai yangkami kunjungi. Daftar dan peta iniberguna untuk menentukan apakahkayu yang keluar dari pelabuhanpunya kemungkinan berasal dari luarkawasan HPH.

Kru yang lain, selain bertugasmelakukan navigasi pelayaran jugapunya tugasnya masing-masing.Misalnya saja, penjaga gawang situsjaring Rainbow Warrior, Andrew,melakukan pembaruan situs setiaphari. Dengan demikian, setiap orangdi seluruh dunia dapat mengetahuikegiatan di atas kapal hari demi hari.Derek, markonis dan teknisikomunikasi, menjamin bahwa setiaporang dapat berkomunikasi denganemail setiap harinya.

Selain tugas sebagaipengkampanye, kami bertiga, sebagaikru kapal, juga adalah tambahantenaga awak dek. Kami mulai bekerjajam delapan pagi, menyapu danmengepel kapal, mengangkut danmengelola sampah, merapikangudang, membersihkan WC.Pekerjaan ini rutin dilakukan setiaphari—kecuali jika ada aksi yang harusdilakukan pagi itu. Kami jugamemasak serta piket dapur pada haritertentu.

Semua kru mendapat jatah tugasini. Suasana sangat egaliter danbersahabat. Beberapa kali sayamendapati kapten kapal sedangmencuci piring. Bagi kru yang lain,pemandangan tersebut adalah halbiasa. Inilah sebabnya mengapa kapalRainbow Warrior sangat rapi, bersih,dan tertata, sekalipun kapal ini sudahlumayan tua.

Di atas kapal, kami mendapatkanpelatihan mengenai prosedurkeamanan di laut. Malam harinyadiadakan pelatihan singkat mengenaiprotes tanpa kekerasan (non-violent

protest). Bagaimana cara menghadapiaparat atau preman yangberkecenderungan melakukankekerasan. Kami saling bertukarpikiran, pandangan, dan juga teknik.Seperti teknik tertinggi kungfu, juruspaling ampuh adalah: jangan carimusuh!

Waktu senggang di atas kapaldihabiskan dengan membaca buku—ada perpustakaan di Rainbow Warrior,berenang di laut Jawa—jika air tenang,menonton film (tersedia banyak DvD,sebagiannya dibeli di Glodok,Jakarta), bermain gitar, kadangmenari, dan berdiskusi mengenai apasaja, bukan hanya soal hutan danlingkungan atau politik, tetapi sampaiastronomi, film, dan teknik mengadulayangan!

Sep, aktivis asal Papua NewGuinea, bercerita tentang sejarahhidupnya. Dulu ia adalah seorangpolisi yang mengundurkan diri karenamerasa bahwa kepolisian terlaluberpihak pada pengusaha hutan, danbukan melindungi kepentinganmasyarakat. Ia kemudianmengorganisasi warga kampungnyaagar tidak lagi bekerja padaperusahaan perkayuan, tetapimenuntut hak dan kedaulatan merekaatas hutan di tanah adat mereka.Mendorong warga setempat agarpercaya diri dan terampil mengelolasendiri sumber daya alam disekitarnya.

Tapio, kepala kamar mesin asalFinlandia, sangat antusias berdiskusimengenai keadaan negara-negara diAsia dan betapa parahnya globalisasimerusak perekonomian dunia,terutama bagi negara-negaraberkembang. Pernah menjadi anggotaPemuda Komunis Finlandia, ia jugasangat akrab dengan sejarahIndonesia, terutama di sekitar tahun1965.

Isha, awak dek relawan asal India,sehari-hari bekerja di dunia perfilman.Kami sering berdiskusi tentang film,produksi mana saja, Holywood,Bolywood, indie, atau dokumenteryang dibuat kawan-kawan LSM.Derek, sang kapten, ingin mengetahuilebih jauh soal Indonesia, ia bertanya,adakah film Indonesia terbawa kekapal ini, ia ingin sekali menonton filmIndonesia. Sayangnya saya tidakmembawa sebuah film Indonesia, tapi

Page 3: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

3intip hutan | juni 2004

ada sebuah reportase oleh John Pilgerberjudul The New Rulers of The World,tentang pengaruh globalisasi bagiIndonesia. Jadilah kami memutar filmitu sesudah makan siang.

Berkampanye

Komunikasi berjalan dengan tidakterlalu lancar pada hari-hari pertama.Masing-masing masih merabakeinginan dan maksud orang lain.Target utama dan apa yang diinginkandari pelayaran masih sangat kabur, tapipelan-pelan dikupas. Kendalakomunikasi dan grambyangnya aksiyang akan dilakukan dibicarakanintensif dalam pertemuan yang rutindiselenggarakan setiap hari sesudahmakan malam. Bahkan bisa 2 sampai3 kali sehari kami melakukanpertemuan.

Pertemuan ini sangat efektif.Walaupun kadang terkesan sangatmenjemukan dan membuang-buangwaktu, tapi dengan begitu setiap orangsiap menghadapi segala kemungkinanyang terjadi. Dan ketika waktu beraksitiba, semua orang sudah pada posisinyamasing-masing tanpa banyak bertanya.Semua orang siap dengan tugasnya,dengan peralatannya, dengan segalaantisipasinya. Ini hal mengagumkanyang saya pelajari dari kru Greenpeace.Sangat profesional, setidaknya, untukukuran berbagai LSM yang saya amati.

Kami terus membicarakan targetdan kemungkinan aksi dalam misiRainbow Warrior kali ini. Targetsemakin jelas. Mendokumentasi kapal-kapal pembawa kayu, sebisa mungkinyang telak bisa dikategorikan ilegalsekaligus merusak. Mempampangkanspanduk di atas tumpukan kayu-kayuharam itu, dan menjadikannya sebagaibahan masukan bagi pemerintahIndonesia dan dunia luas.

Malam hari, 31 Januari 2004,pertemuan singkat membahasmengenai sebuah target ‘kakap’.Sebuah kapal berbendera asing,dilaporkan sedang memuat kayu bulattak jauh dari Taman Nasional TanjungPuting. Sasaran empuk untuk aksi,menunjukkan kelemahan penjagaanserta penegakan hukum kehutanan diIndonesia. Waktu penghadangandiperkirakan pukul 6 pagi, danpengkampanye diharapkan sudahbangun dan berkumpul di dek pukul 5pagi.

Keesokan paginya saya dikabaribahwa kapal tersebut sudah angkatsauh dan menghilang dari perairanKalimantan. Siang harinya, parapengkampanye Greenpeacememutuskan untuk mengecek kapal-kapal lain yang sedang membuang sauhdi sekitarnya. Saya ikut rombongandengan perahu karet mendekati kapal-kapal tersebut. Semua berbenderaIndonesia, beberapa kapal kayutradisional juga sedang memuatangkutan. Semuanya memuat kayu,kebanyakan kayu gergajian.

Sukar menentukan legalitas atauilegalitas kayu-kayu tersebut. Siapakahkami dan dengan wewenang apa kamiberhak menanyakan dan memeriksakeabsahan kayu-kayu itu? Kampanyeini, seperti dikatakan Steve, seminimalmungkin melakukan konfrontasi ‘fullbody contact’. Belajar dari pengalamanaktivis di Indonesia dalam menghadapiisu penebangan merusak di Indonesia,Greenpeace terlihat sangat berhati-hati.Isu penebangan merusak, jugaketerlibatan aparat atau pejabat korupdi dalamnya, termasuk isu yangberdarah-darah dan membawa korban.Greenpeace tidak ingin ini terjadi padasalah satu awaknya.

Kami memotret dan memfilmkanproses pengangkutan kayu itu. Darijarak agak jauh. Pada banyakkesempatan, kami berbincang-bincangdengan awak kapal pengangkut kayu.Mereka selalu menyambut kami denganramah. Kadang saya jadi bertanya,tidakkah kehati-hatian Greenpeaceterlalu berlebihan. Misalnya saja,kapten kapal Rainbow Warriormelarang kami naik ke atas salah satukapal pembawa kayu, sekalipun itu atasundangan para awaknya.

Setiap hari itu, kami selalu bersiagadi dek dari pagi—seusai bersih-bersihkapal—sampai matahari terbenam;dengan teropong. Mengawasi perairanLaut Jawa dan pesisir selatanKalimantan. Beberapa kali kamimendekati kapal atau tongkang yangsedang melaju di menuju Jawa. Sebuahtongkang didekati dengan perahukaret, tetapi kayu yang dibawa sulitdibuktikan berasal dari tebangan ilegalatau tebangan merusak. Tongkang itupun berbendera Indonesia. Secaraadministratif, sepintas, tak ada yangsalah dengan pengangkutan itu.

Di hari lain, mualim melihat sebuahkapal yang melaju di radar, navigator

mengatakan bahwa dengan bantuanangin, Rainbow Warrior bisamenghadang kapal tersebut. Rapatkilat dilakukan antara parapengkampanye dan navigator.Keputusan di ambil, Raibow Warriormengubah arah pelayaran,menghadang kapal tersebut,mendekatinya, dan menyiapkanperangkat aksi, spanduk, dan lainnya.Kapal tersebut melaju cepat, + 20knott, dan Rainbow Warrior—yangkecepatan maksimalnya hanya 12knott—harus memotong arah kapalyang diintai melalui radar tersebut.Semakin dekat, dengan teropongterlihat, nama kapal tersebut adalahnama asing, kemungkinan kapal inijuga berbendera asing. Adakah kapaltersebut membawa kayugelondongan? Ketika kapal semakindekat komunikasi radio di buka.Kapten kapal barang itu berbicaradengan kapten Rainbow Warrior.Kapal tersebut ternyata memuatbarang kelontong dan elektronik keSulawesi. Kami melihat kapal tersebutmelintas; penuh dengan peti kemas.Mereka tidak berbohong, praktis tidakada kapal membawa kayugelondongan dalam kontainer.Pengejaran dihentikan.

Para pengkampanye Greenpeaceterus mendokumentasikan pemuatankayu di sekitar muara Sungai Seruyan,Kuala Pembuang, Teluk Sebangau,Tanjung Puting, Tanjung Siamuk, tapitidak melakukan aksi apapun. Kapal-kapal tradisional ini bukan targetutama, yang mereka cari adalah parapelanggar kelas berat yang melakukanpelanggaran secara kasat mata.

Kami masih menunggu targetoperasi ‘kakap’; sebuah kapal atautongkang berbendera asing, memuatkayu gelondongan, apalagi jika kayutersebut ramin. Tapi sasaran yang telakini tak kunjung tiba.

MV Greveno

Siang itu, 5 Februari 2004, panas teriksekali. Awak dan pengkampanyeGreenpeace, serta pengkampanyeFWI, Telapak, dan WALHI memasangspanduk di sepanjang badan kapalRainbow Warrior. Kami memutuskanuntuk ‘tampil terbuka’. Sebuahspanduk bentang raksasa bertuliskan“Stop Forest Crime “ dipasang diantara tiang layar. Tidak ketinggalan

Page 4: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

4 intip hutan | juni 2004

spanduk buatan pengkampanyeIndonesia yang dibuat di atas kapal,bertuliskan “Stop PerusakanHutan”.

Walaupun masih tetap diliputikecemasan mengenai kemungkinankapal layar motor Greenpeacedi’serbu’ oleh para preman bayaranpengusaha perusak hutan, kapallayar motor Rainbow Warrior terusberlayar; lamat-lamat, di antarakapal-kapal yang sedang menunggumuatan dan sedang memuat kayu.Sebuah kapal berbendera Thailandtampak kosong. Faith,pengkampanye asal Inggrisberusaha mengontak awak kapaltersebut dengan bahasa Thai, takada jawaban dari sana.

Perhatian seluruh awakRainbow Warrior tertuju padasebuah kapal berbendera Maltabernama MV Greveno. Kapaltersebut sedang memuat berpeti-peti kayu lapis. Awak RainbowWarrior kembali turun ke perahukaret, mendekati Greveno, danmendokumentasikannya.

Dari pengamatan jarak dekatini, dengan memperhatikansablonan cat pada tiap peti dapatdiketahui asal-usul pabriknya, sertatujuan pengiriman. Kayu ini akandikirim ke Tilbury di Inggris,Antwerpen di Belgia, dan beberapakota lain di Eropa. Dari peti-petitersebut diketahui pengirimnyaadalah kilang kayu Ariabima Sari,milik Korindo. Berdasarkan catatandan peta FWI, Korindo tidakmemiliki HPH aktif di sekitarwilayah yang kami amati. Lalu darimana bahan baku plywood yangmereka angkut?

Keesokan harinya, Arbi danSteve menelepon SekretarisJenderal Departemen KehutananWahjudi Wardojo, melaporkankondisi perairan yang diamati olehRainbow Warrior. Wahjudi berjanjiuntuk mengambil langkah-langkahyang dilaporkan.

Tak ada langkah kongkrit dariaparat keamanan. Pada hari itu, danjuga har-hari berikutnya,pengapalan kayu-kayu berjalanseperti biasa. Entah kayu tersebutmencurigakan, legal, atau ilegal,merusak atau tidak merusak, semuaberjalan dengan lancar terbuka dansibuk.

Segudang foto, film sediaan(stock shot footage), sudahdidapatkan oleh para pengkampanyedi atas kapal Rainbow Warrior. Misipendokumentasian ini, bisa dibilangtercapai dengan baik. Dalampertemuan rutin, sesudah makanmalam, Rainbow Warrior harussegera kembali ke Jakarta untukmengisi perbekalan.

Kembali ke Jakarta danPertanyaan itu

10 Februari 2004 Rainbow Warriormerapat di Tanjung Priok. Dua harikemudian konferensi persdiselenggarakan di Jakarta.

Sebuah pertanyaan telak dariwartawan, “Mengapa sampai hari iniGreenpeace dan juga LSM Indonesiamasih berkutat dengan memberikandeskripsi masalah. Apakah adatindakan yang bisa dilakukan untukmenghambat atau menghentikanpenebangan merusak ini, setelahsekian tahun berkutat dalam isukampanye ini. Adakah perubahan—penurunan—kerusakan hutan diIndonesia?”

Betapa tidak, semua data yangsaya ketahui hanya menunjukkan satuhal: penebangan merusak diIndonesia terus meningkat dari tahunke tahun. Pada 1980-an kerusakanhutan mencapai 1 juta hektar pertahun. Pada paruh pertama 1990-anmeningkat menjadi 1,7 juta hektar pertahun, dan semenjak 1996 mencapai2 juta hektar per tahun. Sebuahlaporan pada 2004 mengatakanbahwa kerusakan itu sudah mencapai3,8 juta hektar per tahun.

Apakah angka ini bisamenggambarkan hasil kerjakampanye anti penebangan merusak?Kampanye semakin gencar dankerusakan hutan semakin meningkat.Atau kita harus berbesar hati denganmengatakan bahwa, dengan atautanpa kampanye, kerusakan hutansudah sedemikian gawat, rumit,sehingga tak lagi dapat dihambat.

Dengan kata lain, mengakuibahwa kampanye yang dilakukanuntuk mencegah—atau sekadarmenghambat—laju kerusakan hutanternyata tidak efektif.

Barangkali, seperti juga debat dimilis rimbawan-interaktif, semuaorang berhak untuk mempertanyakan

adakah dunia menjadi semakin damaidan hijau setelah Greenpeace malangmelintang melakukan aksi-aksiheroiknya, seperti misalnya,mengganggu perburuan ikan paus,menutup pipa pembuang limbahberacun, berlayar menghalangi kapalperang, mengamat-amati kapal yangmembawa kayu secara ilegal darisekitar Tanjung Puting.

Tapi pertanyaan yang sama jitunya,tetapi tidak ditanyakan, “Apakahtugas menghambat atau menghentikanpenebangan yang merusak diIndonesia adalah—semata-mata tugasGreenpeace. Bisakah kitamengandalkan Greenpeace? Atausemua LSM di Indonesia untukmenghentikan kerusakan hutan?”

Rasanya, Indonesia punya kapalpatroli polisi dan angkatan laut, yangbukan saja jauh lebih banyak, tetapijuga jauh lebih berwenangdibandingkan gerombolan Greenpeacedan kapal Rainbow Warriornya dalammelakukan misi pengamatan danpencegahan pengangkutan kayu-kayuhasil panenan yang merusak.

Siapa bisa diandalkan? Sayatergelitik dengan pernyataanmahasiswa dalam sebuah diskusi kecildi Fakultas Kehutanan UGM baru-baru ini. Dalam kegelisahannyamenghadapi kerusakan hutan danketidakberdayaan berbagai pihakmengatasinya, ia berpendapat,“Tampaknya kita tidak bisamengandalkan LSM dalam mencegahapalagi menghentikan kerusakanhutan di Indonesia.”

Saya sangat setuju denganpendapatnya, dan saya tambahkanpula, “Jangankan mengandalkan LSM,mengandalkan mahasiswa saja tidakbisa. Padahal mahasiswa dan kaummuda di Indonesia sepanjang sejarahberhasil menyatukan Indonesia denganmengakui nama bagi bangsa, tanah air,dan bahasa; mengusir penjajah yangbercokol ratusan tahun; menjatuhkanbukan satu tapi tiga presidenIndonesia. Apa anda pernah dengarLSM melakukan itu semua? Apakahmenurut Anda mahasiswa yang punyareputasi sebesar itu bisa menghentikankerusakan hutan?”

Ia tersenyum optimis. Walaupun,sungguh, saya kehabisan akal,siapakah yang bisa menghentikankerusakan hutan Indonesia? Semenjak

Page 5: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

5intip hutan | juni 2004

tahun 1998, ketika saya mulaimenggeluti masalah illegal logging,penebangan haram, penjarangansosial, perlawanan masyarakat,penjarahan hutan, penebanganmerusak, balas dendam kaum miskin,dan nama-nama lain dari satu ‘barang’yang itu–itu juga, saya selalu dihujanip e r t a n y a a n , “ B a g a i m a n amenghentikan perusakan hutan yangdahsyat ini?”

Sungguh saya tidak punyajawaban. Ada beberapa alternatif yangbisa saling mendukung, jika semuanyabekerja dengan baik. Misalnya, jikanegara dengan aparatnya mengerjakantugasnya menegakkan hukum danmemberantas korupsi, sementara padasaat yang sama LSM tak henti-hentinya mengkampanyekanpenyadaran pentingnya penyelamatanhutan, dan konsumen kayu lebihpeduli terhadap nasib hutan diIndonesia maka mungkin sekalikerusakan yang separah saat ini bisadicegah. Mungkin. Dalam jangkapanjang.

Tapi tanpa pengakuan kedaulatanmasyarakat adat/kampung atassumber-sumber kehidupannya, tanpapemberantasan korupsi, dan tanpadunia dengan perdagangan yang adil(fair trade), apakah mungkin.

***Seorang sahabat mengirimkanguntingan koran Guardian, berisi

artikel tentang aksi kapal Greenpeacelain, Esperanza, mencegat danmengganggu MV Greveno. Kapalyang membawa plywoodmencurigakan dari Kalimantan itu.Mereka berusaha menaiki kapaltersebut untuk memasang spanduk diperairan English Channel, mencegahagar kayu-kayu tersebut takdibongkar di pelabuhan Tilbury, ditepi Sungai Thames.

Ini adalah cara Greenpeacemenarik perhatian masyarakat danjuga pemerintah negara-negaraEuropean Union agar lebih peduliterhadap masalah kerusakan hutan diIndonesia dan negara-negara lain.Suatu upaya mendesak pemerintahnegara-negara European Union agartidak menggunakan kayu-kayu yangmerusak hutan. Greenpeace sadar,bahwa pemerintah negara-negarakonsumen ini juga tidak cukupberupaya membantu pemerintahnegara produsen—sepertiIndonesia—memelihara hutannya.Dengan mengangkat persoalan ini,harapannya, masyarakat ikut sadardan mempengaruhi proses politik dinegara-negara konsumen.

UK Timber Trade Federation(Federasi Perdagangan KayuInggris) mengakui bahwa tak ada satupun perusahaan kilang kayu diIndonesia yang bisa memberikandokumen legalitas atau kelestarianyang memadai. Itu sebabnya tigaperusahaan besar penyalur material

bangunan menghentikan pembeliankayu lapis asal Indonesia.

16 Maret 2004, enam aktivisGreenpeace dengan baju berwarnamencolok mendekati kapal Grevenodengan perahu karet yang diturunkandari Esperanza. Mereka melajusambil membawa tangga tali berkait.Awak Greveno tak menduga adanyaaksi ini. Tapi kait itu terlepas dan aksipencegatan ini gagal.

Keesokan paginya, enam aktivisyang sama berusaha mengulangaksinya, kali ini, tanpa elemenkejutan. Awak Greveno telah bersiap.Sebuah tangga terkait sudah, aktivisGreenpeace bersiap menaiki tanggaitu, lengkap dengan spanduk antiperusakan hutan. Awak Greveno,siaga, menendang kait tersebut, dantangga itu terlempar ke laut.

Awak Greveno tak kurangagresif, mereka menyemprotkan airdengan kekuatan tinggi ke arahperahu-perahu karet Greenpeace,memaksa para aktivis itu untukmundur dan menjauh. Usaha ke duaini tak juga berhasil menghambatGreveno. Greenpeace tak berhasilmemancangkan spanduk protes dikapal itu.

“Dengan segenap kemampuan,kami akan melakukan apapun untukmengganggu pembongkaran kayudari kapal ini,” kata pengkampanyeGreenpeace Andy Tait. “Kami tidakakan menyerah, itu pasti!”

foto : FWI

Page 6: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

6 intip hutan | juni 2004

Hanya dalam tempo kurangdari setengah jam padaMinggu malam 2 Nopember

2003, hampir 300 nyawa manusialenyap sia-sia. Lebih 400-anbangunan hancur lebur tak bergunadisapu gulungan air lumpur pekatdan hantaman batang-batang pohon.

Tak butuh waktu lama memanggemuruh banjir mereda, namun sisa-sisa isak tangis orang-orang yangkehilangan anggota keluarga danharta benda senantiasa terdengarhingga hari ini.

Tujuh bulan lebih telah berlalu,namun saat ini sekitar 700 kepalakeluarga korban tragedi banjir BukitLawang Bahorok di pinggir TamanNasional Gunung Leuser ternyatamasih mendiami barak-barakpenampungan di lods pasar desaGotong-royong Kabupaten Langkat.

Sebagian di antaranya sudahkekeringan air mata meratapimalapetaka ini dan berganti dengangerutuan panjang atas nasib burukyang tak kunjung usai menimpamereka. Bantuan yang melimpah dariberbagai pihak yang disalurkanmelalui pemerintah daerah setempatdan lsm yang mengaku peduli sertamelalui saluran-saluran lainnya,ternyata tidak membantumenanggulangi penderitaan mereka dilokasi wisata yang porak poranda.

Dengan menumpang 6 buah bus,pada medio Juni 2004 ini para korbanmalapetaka banjir Bahorok inikembali mendatangi kantor GubernurSumatera Utara untuk menanyakankepastian nasib mereka. Salah satuspanduk yang ditulis acak-acakanberbunyi: “Bukit Lawang jadi bubur.Kami kehilangan dapur. Bapak-bapakjangan tidur mendengkur!”

Spanduk yang menggambarkankeputusasaan ini seperti tak berartiapa-apa ditenggelamkan ribuanspanduk lain pemilihan presiden dijalan-jalan kota Medan menuju kantorGubernur Sumatera Utara. Kontrasspanduk seperti mencerminkan tamsilbahwa nasib korban ini terlalu kecildibandingkan dengan soal pemilihanpresiden. Mungkin karena itu pulamaka persoalan malapetaka banjirBahorok tak terlalu serius ditanganioleh pihak-pihak yang semestinyabertanggungjawab.

Proses mempertanggungjawabkanmalapetaka banjir Bahorok memanghanya dapat diawali denganpemahaman utuh tentang dua realitasyang saling berkait satu sama lain dankeduanya ternyata bermuara padaupaya mengelak dari tanggungjawabpihak-pihak yang semestinya.

Realitas pertama adalah yangberkaitan dengan akibat darimalapetaka banjir, yakni kondisimemprihatinkan dari mereka yangditinggal mati sanak keluarga,kehilangan rumah dan matapencaharian, serta areal pertanian yangrusak parah tak bisa ditanami yang takmemungkinkan panen.

Meski telah secara berulang-ulangmasyarakat korban malapetaka banjirBahorok berdemonstrasi mendatangipihak-pihak yang semestinyabertanggung-jawab atas penderitaanberkepanjangan yang mereka alami,namun sejauh ini yang ada hanyatawaran konsep-konsep pengelolaankawasan pasca banjir yang disusuntanpa menyertakan para korban sertajanji-janji yang entah kapan dipenuhi.

Katastrofa Banjir BahorokDan PersekongkolanMengelabui Publik

Oleh: Fachrurrazi “Rajidt” Ch. Malley

Keadaan Bukit Lawang setelah banjir

Page 7: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

7intip hutan | juni 2004

Realitas lainnya adalah yangmenyangkut penyebab rusaknyahutan di hulu sungai Bahorok yangtak pernah terungkap. Dalam konteksini, publik dan pihak-pihak tertentuterkesan hanya mengaminipernyataan yang dikeluarkan olehUnit Manajemen Leuser (UML) dimedia massa bahwa malapetaka banjirBahorok terjadi karena bencana alam.

Pernyataan yang menafikankenyataan bahwa longsor dan banjirtak ada hubungannya dengankerusakan di hulu sungai Bahorokyang menjadi bagian dari TamanNasional Gunung Leuser ini mestilahdisiasati apa yang menjadi latarbelakang dan maksudnya.

Merekayasa penyebab malapetaka

Jauh sebelum malapetaka terjadisesungguhnya Bupati KabupatenLangkat, H. Syamsul Arifin telahmengungkapkan kerisauannya bahwasudah lebih 42.000 hektar hutanTaman Nasional Gunung Leuser(TNGL) di daerah Langkat dalamkeadaan rusak parah karena berbagaisebab. Jika dibandingkan dengan luasTNGL di Kabupaten Langkat yangmencapai lebih dari 300.000 hektar,berarti hampir 1/5 bagian hutan dikawasan pelestarian alam inimengalami deforestasi.

Pada kesempatan lain pihak BalaiTaman Nasional Gunung Leusermalah menyatakan bahwa lebih dari30% hutan di kawasan pelestarianalam ini sudah rusak karenaperambahan dan penebangan liar.

Lalu, Unit Manajemen Leusersebagai pihak penanggung jawabadministrasi, keuangan, dan teknispengelolaan kawasan ekosistemLeuser berkaitan dengan limpahandana 50 juta Euro – juga pernahmenyampaikan laporan hasil kerjanyasebelum malapetaka banjir terjadibahwa mereka terkesan tidakmenyukai perkembangan daerahwisata Bukit Lawang. Selain itu,UML juga mengaku memiliki danmenggunakan peralatan GIS canggihyang mampu mendeteksi kerusakanhutan yang dikelolanya denganakurasi sampai luasan 5 meterpersegidan memiliki data-data hasilinvestigasi yang relevan menyangkutpenebangan liar di wilayah yangdikelolanya.

Rangkaian pernyataan itu secaragamblang bermakna bahwa kawasanhutan di sekitar daerah wisata BukitLawang Bahorok memang sudahrusak dan pihak-pihak yangdisebutkan di atas memangmengetahui kondisi buruk ini.

Namun, hanya satu hari setelahmalapetaka terjadi, keanehan vulgarmenyeruak ketika Unit ManajemenLeuser (UML) melalui media cetaklokal buru-buru menyatakan bahwapenyebab peristiwa tragis diBahorok adalah murni bencana alam.

UML dengan pernyataan inimencoba meyakinkan publik bahwabanjir dan longsor yang menewaskanhampir 300 nyawa manusia itu takada hubungannya dengan kerusakanhutan di hulu sungai Bahorok.Dengan kata lain, UML inginmenyatakan pada publik bahwa takpernah ada kerusakan hutan karenapenebangan di hulu sungai Bahorokdi kawasan Taman Nasional GunungLeuser.

Pernyataan UML ini kemudiandidukung pula dengan tayanganaudio-visual yang mereka buatsendiri di berbagai media elektronik.Tayangan audio-visual yangmenampilkan gambar-gambartumpukan kayu berdiameter besar,aliran sungai berlumpur danlongsoran tebing di hulu sungaiBahorok di Taman Nasional GunungLeuser seakan ingin menegaskankembali bahwa malapetaka banjirmemang karena bencana alam.Tuhan lah yang sepantasnyadijadikan tertuduh atas terjadinyakatastrofa di daerah wisata yangterkenal sampai ke mancanegara ini.

Naifnya, pernyataan UML inikemudian serta merta diikuti pulaoleh pernyataan pihak Pemerintahseperti Gubernur Sumatera Utarapada mass media dan MenteriKehutanan Republik Indonesia padaacara dengar pendapat denganKomisi III DPR/RI tanggal 12Nopember 2003 yang lalu.

Rekayasa penyebab malapetakayang sesungguhnya masihmemerlukan kajian dan debatakademis ini langsung mendapatrespon dari berbagai kalangan.Menariknya, harian Kompasmenampilkan artikel Hadi Ali Kodraguru besar IPB yang mengulas

hubungan malapetaka banjir Bahorokdengan pembangunan jalan LadiaGalaska di Nanggroe AcehDarussalam seperti yang dianalisisoleh Longgena Ginting DirekturNasional WALHI.

Meski ulasan ini mengada-adanamun banyak pihak akhirnya dapatmemaklumi karena pada saat yangsama ternyata WALHI sedangmengadvokasi penolakanpembangunan jalan Ladia Galaska dansedang dalam proses menggugatsecara hukum Gubernur NanggroeAceh Darussalam karena bersikerasmelanjutkan pembangunan jalan yangdikhawatirkan akan merusaksumberdaya hutan Leuser dalam skalayang luas.

Pemakluman ini menjadi semakinmenguat ketika diketahui pula bahwatayangan audio-visual di media televisiyang dipresentasikan Menteri Prakosaternyata direkam melalui helikopteryang berpenumpang Mike Griffith(Direktur UML), Adi Susmianto(Mantan Kepala TNGL) dan JohnsonPanjaitan (Ketua Dewan NasionalWALHI).

Dari rekayasa tuduhan bahwamalapetaka banjir Bahorok karenabencana alam maka sudah dapatditebak maksudnya, yakni tidak satupihak pun yang pantas dimintaitanggung jawabnya, kecuali TuhanYang Mahakuasa. Karena itu, dalammenyikapi peristiwa ini sebaiknyasemua pihak diminta bersabar dantawakal. Semestinya pula, jangansaling menyalahkan satu sama lainapalagi mencari-cari kesalahan pihaktertentu. Ini lah kalimat-kalimat bijakyang bertaburan dari mulut parapejabat, tokoh politik dan aktivis lsmketika mengunjungi korbanmalapetaka banjir Bahorok.

Jastifikasi penyebab malapetaka

Penyebab malapetaka banjir Bahorokyang dilansir UML ini kemudiandilengkapi dengan informasimenyesatkan publik dengan bumbu-bumbu istilah ilmiah seperti curahhujan tinggi tak seperti biasanya,karakteristik sistem lahan pekalongsor, dan bentukan waduk-wadukalam. Paduan keadaan ini lah yangkemudian menggelontorkan jutaan tonlumpur dan ribuan kubik gelondongansehingga dapat memporakporandakan

Page 8: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

8 intip hutan | juni 2004

kawasan wisata Bukit LawangBahorok.

Untuk lebih meyakinkan publik,UML juga menayangkan pernyataanKepala Badan Meteorologi danGeofisika bahwa saat malapetaka banjirterjadi curah hujan di daerah itumemang sedang amat tinggi. Termasukjuga menayangkan pernyataan seorangekologis yang ternyata adalahkaryawan UML yang baru saja tamatstudi magister.

Jastifikasi bahwa penyebabmalapetaka adalah murni bencana alamternyata tidak berhenti sampai disitu.Beberapa warga Bahorok jugadiorganisir untuk melakukan ekspedisi“ecek-ecek” dengan rekaman videoyang kemudian disiarkan lagi olehmedia elektronik bahwa tidak terdapatbukti-bukti adanya penebangan di hulusungai Bahorok.

Selanjutnya, sebuah seminar diUSU yang penyelenggaraannya jugamelibatkan pengelola TNGL danekosistemnya melakukan analisis danpenarikan kesimpulan atas bencanabanjir dan longsor di Bukit Lawang.Namun, berbeda dengan pernyataansebelumnya maka peserta seminardengan lantang melakukan koorserempak menuduh bahwa penyebabkerusakan hutan TNGL danekosistemnya adalah karena kegiatanillegal logging . Lucunya, teriakanlantang yang diikuti dengan tuntutanagar pelakunya dijatuhi hukuman matiini tidak menyebutkan secara gamblangtentang siapa pelaku tindak terorismepenghancur TNGL dan ekosistemnya.Tertuduh pelaku illegal loggingmenurut versi ini dapat ditafsirkansebagai kelakuan hantu yang tak jelasujudnya namun nyata akibat kelakuandan perbuatannya.

Sementara itu, pada beberapaseminar kehutanan di Sumatera Utaradiungkapkan pula bahwa kerusakanTNGL dan ekosistemnya adalah karenapenebangan liar dan perambahan olehpengungsi dari Aceh dan wargamasyarakat sekitar TNGL. Perlakuankeliru ini menurut pengelola kawasandilakukan para pengungsi karenamereka memang perlu memperpanjanghidupnya serta dilakukan warga sekitarTNGL yang masih miskin dan bodoh.

Penjelasan ini dilengkapi puladengan daftar kasus penebangan liaryang sudah ditangani pihak kepolisian

daerah Sumatera Utara yang sebagiandi antaranya malah sudah sampai kepengadilan. Namun, tak satu pun daridaftar pelaku penebangan liar yangmerupakan “orang penting” sepertiyang dituduhkan UML. Merekahanyalah orang kampung sekitar yangtak mungkin mampu membeli sebuahmesin chain-saw untuk digunakanmenebang pohon dari TNGL.

Pernyataan melindungikepentingan

Analisis dan kesimpulan yangdisebutkan berulang-ulang melaluimedia massa bahwa malapetaka banjirBahorok karena bencana alam murnidan segala upaya jastifikasinya, tentutidak terlepas dari kepentingan pihakyang bertanggung-jawab mengelolakawasan berhutan ini.

Secara konstitusional, pengelolaansumberdaya hutan di Indonesiadikuasai oleh negara. Atas namanegara lah, pemerintah republik inimengendalikan pengelolaannyadengan beragam modus perlakuanmelalui pemberian izin kelola kepadapemegang HPH/IUPHH (produksi),HTI/Perkebunan/Pertambangan(konversi), dan hak kelola kawasanpelestarian alam (konservasi) .

Sudah jamak diketahui bahwapengelolaan hutan di bawah kekuasaanrezim rezim Orde Baru cenderungmemperciut jumlah dan mutu hutanyang akhirnya bermuara padadituainya kerugian dan penderitaanbagi masyarakat luas yang menerimamusibah banjir, longsor, kekeringanair, serangan hama, gagal panen,rusaknya sarana umum, konflikhorizontal, dan lain sebagainya.

Biasanya, pengelola kawasanhutan yang semestinya bertanggung-jawab atas kegagalan mengelola hutanyang berakibat pada munculnyamalapetaka lah yang dominanmelakukan analisis dan kesimpulanuntuk melontarkan tuduhan ataspenyebab hancurnya hutan, termasukapa yang menjadi sebab rusaknyaTNGL dan ekosistemnya.

TNGL dengan luas sekitar900.000 hektar yang ditetapkan padatahun 1980 pada mulanya dikelola olehBalai Taman Nasional DepartemenKehutanan. Pada tahun 1995 melaluiSurat Keputusan Menteri Kehutanandiputuskan untuk dikelola oleh

organisasi non-pemerintah/LSMbernama Yayasan Leuser Internasional(YLI).

LSM ini didirikan pada tahun 1994oleh para mantan jenderal dan birokratorde baru dan pada tahun 1995 melaluiSurat Keputusan Menteri Kehutanandiberikan hak kelola kawasan seluas 1,79 juta hektar selama jangka waktu 7(tujuh) tahun. Kawasan yang dikelolaoleh YLI kemudian disebut kawasanekosistem Leuser (KEL) dimanaTaman Nasional Gunung Leuserdikatakan sebagai zona inti kawasan.

Pada hari Sabtu 28 Februari 1998,meski merupakan hari libur kerja danhanya satu hari menjelang dimulainyapelaksanaan Sidang Umum MPR -Suharto mengeluarkan KeputusanPresiden yang menyatakan bahwakawasan ekosistem Leuser untukselanjutnya dikelola atas kerjasamaantara Pemerintah dengan YLI untukjangka waktu 30 (tiga puluh tahun).

Untuk kelancaran dan keberhasilanpengelolaan TNGL dan ekosistemnyaini maka Komisi Eropa dan RepublikIndonesia menandatangani perjanjiankerjasama keuangan membantupendanaan selama 7 (tujuah) tahunpertama dengan nilai bantuan sebesar

Page 9: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

9intip hutan | juni 2004

50 juta EU yang dalam penggunaannyadimandatkan pada Unit ManajemenLeuser (UML).

UML mengakui bahwa dengandana yang melimpah tersebut sudahsangat banyak program yangdikerjakan dalam rangka mengelolaTNGL dan ekosistemnya (KawasanEkosistem Leuser/KEL), antara lainklaim keberhasilan merehabilitasi 9daerah aliran sungai di TNGL danekosistemnya melalui penanaman 2,4juta bibit lokal, penataan ribuankilometer batas kawasan gunamengurangi kegiatan pengrusakanhutan, serta memobilisasi pernyataandeklarasi penyelamatan Leuser daritokoh masyarakat sekitar. Sayangnya,pada tahun ketujuh atau saat-saat akhirpengelolaan oleh UML yang telahmenghabiskan dana yang sangat besaritu pula lah malapetaka yangmengerikan itu terjadi di BahorokBukit Lawang.

Malapetaka banjir Bahorok seolahingin membeberkan bahwa apa yangdigembar-gemborkan sebagaikeberhasilan itu adalah uapaya untukmenutupi kegagalan danketidakmampuan UML untukmengamankan kawasan kelolanya darikegiatan-kegiatan yang merusak.

Seorang geolog malah menulisdi kolom opini harian Waspada,bahwa pihak yang menyatakanmalapetaka Bahorok sebagaibencana alam adalah ibaratseonggok sampah yang sok sucibicara tentang kebenaran.

Ornop ikut-ikutan dungu

Malapetaka banjir Bahorok selainbernuansa mengelabui publik,ternyata berhasil pula menumpulkankekritisan beberapa organisasi non-pemerintah untuk berkoalisimenyikapi malapetaka ini.

Dengan berkantor di WALHISumatera Utara dilakukan diskusi-diskusi untuk menganalisis danmenyimpulkan penyebabmalapetaka dan upaya-upayamembantu korban banjir tersebut.

Koalisi menyimpulkan bahwaberbagai pernyataan UML di atasbertendensi menafikan kenyataanakan adanya bukti-bukti bahwacukup banyak kayu-kayugelondongan yang sengajadihanyutkan melalui sungai Bahoroksebelum peristiwa mengerikan ituterjadi. Juga menihilkan kenyataandari mana datangnya kayu-kayuyang digunakan untuk membangunratusan bangunan pada bantaransungai di Bukit Lawang selama ini.Termasuk pula mengesampingkanpertanyaan tentang untuk apa sajasebelumnya digunakan lebih dari 30-an chain saw yang terlihat aktifdigunakan untuk memotongi kayu-kayu guna memudahkan pencarianmayat korban banjir dan longsor diBukit Lawang itu.

Berdasarkan hal-hal tersebutmaka koalisi ornop ini kemudianmembuat pers release yang salahsatu butir pernyataannya adalahmeminta UML agar ikutbertanggungjawab atas terjadinyamalapetaka banjir Bahorok.Tuntutan ini memang cukupberalasan karena dengan peralatan-peralatan yang dimilikinya makaUML diduga kuat mengetahuibanyak tentang kerusakan hutan dihulu sungai Bahorok dan tidakmemperingatkan akan kemungkinanterjadinya banjir dan longsor.

Pernyataan yang ditandatanganioleh pimpinan beberapa ornop inikemudian difaksimilikan ke berbagai

media massa pada tanggal 4 Nopember2003.

Namun, terjadi sesuatu yang dianggapsangat memalukan dan mencoreng mukabanyak ornop karena pada tanggal 5Nopember esoknya seseorang dari kantorWALHI Sumatera Utara ternyatamengirimkan faksimili ulangan yangmenghapus tuntutan terhadap UMLtersebut, tanpa diketahui oleh parapenandatangan pernyataan bersamatersebut.

Dengan kejadian seperti ini makaakhirnya tak satu pihak pun yang dapatdimintai pertanggungjawabannya atasmalapetaka banjir Bahorok. Beberapakalangan sangat menyayangkan bahwakematian tragis warga Bukit LawangBahorok yang hampir mencapai 300 jiwaitu ternyata oleh organisasi-organisasinon-pemerintah pun memang cumadianggap sebagai musibah biasa. Dan,yang paling penting adalah memulihkankondisi kehidupan mereka-mereka yangluput dari kematian.

Untuk memulihkan kondisi ini makapara pedagang yang kehilangan matapencarian harus dibangun kembali lapakniaganya dan diberi bantuan permodalan.Para petani yang arealnya rusak parahmemerlukan pembangunan kembalibronjong sungai dan saluran irigasi. Yangkehilangan tempat tinggal harus dibantumendirikan bangunan rumah yangmemadai. Kawasan wisata yang hancurlebur harus ditataulang dan anak-anakusia sekolah harus mengikuti pendidikanyang tertunda selama ini.

Janji-janji elok ini sayangnya pulabelum berwujud setelah 7 bulan berlalu.Korban malapetaka banjir Bahorok inimemang harus bersabar dan tawakalmenghadapi persekongkolan parapengelabu publik. Entah sampai kapan?

Lalu, soal apakah memang telahterjadi kerusakan hutan di hulu sungaiBahorok dan apakah pengelola kawasanyang telah menghabiskan dana berlimpahini perlu bertanggungjawab atau tidak,tak perlu diungkit-ungkit lagi.

Moga-moga dengan begitu tertetespula sedikit bantuan dana melalui proyek-proyek yang dapat dikerjasamakan danini dapat terus menghidupkan asap dapurrumah tangga para aktivis ornop.

S E M O G A ! ! !

Keadaan Bukit Lawang setelah banjir

Page 10: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

10 intip hutan | juni 2004

Indikator kearah pengelolaan hutanyang tak berpihak pada kelestariansumber daya alam (hutan) di era

otonomi daerah sudah semakin jelas.Artinya, secara empirik, otonomidaerah telah dijadikan legitimasipolitik dan ekonomi untuk melakukaneksploitasi hutan secara besar-besaran. Dalih utama yang diangkatkepermukaan adalah demipembangunan daerah melaluipeningkatan Pendapatan Asli Daerah.

Di Kabupaten Muna khususnya.Di wilayah ini kini marak denganaktivitas pengurusan IzinPemanfaatan Kayu Tanah Milik olehmasyarakat yang merasa memilikibukti-bukti sah atas kepemilikanhutan jati. Kebijakan baru pemerintahdaerah di bidang kehutanan denganmembuka kesempatan kepadamasyarakat untuk mengajukan IzinPemanfaatan Kayu Tanah Milikadalah bagian dari kebijakan yangtidak memperhatikan aspekkelestarian lingkungan terutamasumber daya hutan.

Masyarakat seakan-akan diberipeluang sebesar-besarnya untukmengelola hutan jati secara legalmelalui mekanisme Izin PemanfaatanKayu Tanah Milik. Kebijakan initerasa aneh sebab ditengahproses deforestasi yang begitu hebatterhadap jati Muna, pemerintah malahmengeluarkan kebijakan IzinPemanfaatan Kayu Tanah Milik.

Akibatnya masyarakatb e r b o n d o n g - b o n d o n gmengusulkan Izin PemanfaatanKayu Tanah Milik kepadaPemerintah Kabupaten Muna.

Dalam tahun 2002, PemerintahKabupaten Muna telahmengeluarkan lebih kurang 10 IzinPemanfaatan Kayu Tanah Milikyang langsung direkomendasikanBupati Muna. Kebijakan inikemudian mendapat respon positifdari masyarakat, akibatnya usulanpermohonan untuk mendapatkanIzin Pemanfaatan Kayu TanahMilik meningkat tajam.

Ini fenomena menarik yangperlu dicermati dan dikritisi secaraseksama oleh semua pihak,terutama para penggiat lingkungan.Seiring dengan kebijakan IzinPemanfaatan Kayu Tanah Milikdari pemerintah daerah, tak pelakikut menyuburkan praktekpercaloan Izin Pemanfaatan KayuTanah Milik. Indikatornya jelasterlihat dari dua alur praktek.

Pertama; para calo adalahorang yang memiliki koneksitasdengan pemerintah setempat. Paracalo Izin Pemanfaatan Kayu TanahMilik ini memanfaatkan peluangkedekatan mereka dengan sumberkekuasaan untuk mendapatkankeuntungan sepihak dari wargayang mengaku memiliki area hutanjati. Dalam proses ini para calo

akan mendapatkan keuntungan yangberlipat ganda dari harga kayu jati permeterkubik. Setelah masyarakatmendapatkan Izin Pemanfaatan KayuTanah Milik, para calo akhirnyamenjadi pembeli tunggal kayu jati yangtelah ditebang oleh pemiliknya. Hargakayu jati tebangan kayu tanah milikditawar lebih murah, antaraRp200.000 hingga Rp300.000 permeterkubik. Kayu-kayu itu kemudiandijual kembali pada para pengusahadengan harga tinggi, antara Rp1,5 jutasampai Rp1,7 juta per meterkubik.Dari sini terlihat, bahwa kemudahanmemperoleh Izin Pemanfaatan KayuTanah Milik adalah sebuah modus laindari praktek pembalakan liar.

Kedua; para pemilik IzinPemanfaatan Kayu Tanah Milik itusendiri adalah orang-orang yangmemiliki kedekatan dengan Bupati,umumnya para pengusaha lokal,birokrat dan anggota legislatif.Padahal secara sosiologis merekatidak memiliki keterkaitan secaraturun temurun dengan lahan berkayujati yang diklaim sebagai tanah ulayat.Praktis dari sekian banyak IzinPemanfaatan Kayu Tanah Milik yangditerbitkan Bupati Muna, 90 persen dimiliki orang-orang yang dekat denganporos kekuasaan dan bukanmasyarakat sebagai pemilik sah kayujati. Rakyat hanya dijadikan korbandan kambing hitam.

Fakta ini menunjukan bahwakebijakan Pemerintah KabupatenMuna sangat memudahkan perolehanIzin Pemanfaatan Kayu Tanah Milik.Jadi siapa pun dapat memperoleh IzinPemanfaatan Kayu Tanah Milik.

Laporan Swadaya MasyarakatIndonesia—sebuah lembaga swadayamasyarakat yang mengkhususkan daripada konservasi hutan jati Muna danlingkungan hidup—menyebut untuktahun 2002 saja, tidak kurang 100 IzinPemanfaatan Kayu Tanah Milik yangsedang menunggu persetujuan ataudisposisi Bupati Muna. Untuk izin ini,jumlah kayu yang diolah setiap pemilikIzin Pemanfaatan Kayu Tanah Milik,antara 300 sampai 800 meterkubik.Lagi-lagi, dari sekian banyak IzinPemanfaatan Kayu Tanah Milik yangdi usulkan kepada pemerintah daerahitu, 90 persen atas nama para calo.

Berbagai upaya dilakukan paracalo ini untuk meyakinkan masyarakat

EksploitasiHutan JatidenganIPKTM

—Desentralisasi ternyata tak menguntungkan bagi pelestarian hutan.Kebijakan ini lebih semata-mata hanya didasarkan atas pertimbanganemosional ketimbang masa depan masyarakat lokal yang lebih adil—

Page 11: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

11intip hutan | juni 2004

pemilik lahan. Modus yang palingmenonjol adalah menakut-nakuti ataumengintimidasi para pemilik lahan:Para pemilik lahan akan ditangkapjika ketahuan menebang kayu jati diatas tanah mereka sendiri tanpa izindari pemerintah daerah.

Para pemilik lahan yang langsungmengurus sendiri Izin PemanfaatanKayu Tanah Milik, cenderungdipersulit dan peluang memperolehperizinan makin kecil. Inimenciptakan sebuah modus baru:karena mudahnya pengurusan IzinPemanfaatan Kayu Tanah Milik—bagi para calo—maka masyarakatharus memenuhi dua syarat yangditentukan para calo.

Syarat pertama; izin yangdimaksud harus atas nama para calo.Kedua, kayu jati yang sudah memilikiIzin Pemanfaatan Kayu Tanah Milikharus dijual kepada para calo denganharga yang sudah dipatok.

Artinya, jika dua syarat ini takbisa dipenuhi masyarakat pemohonizin, maka tentu saja IzinPemanfaatan Kayu Tanah Milik takbakal diterbitkan.

Kebijakan Pemerintah KabupatenMuna memberi kebebasan atasPerizinan Pemanfaatan Kayu TanahMilik adalah kebijakan populis di

tengah tuntutan masyarakat yang besarakan pengelolaan hutan jati diKabupaten Muna. Tetapi dalamimplementasinya kebijakan IzinPemanfaatan Kayu Tanah Milik jelassangat eksploitatif dan merugikanrakyat. Masyarakat hanya dijadikanobyek yang diperas kekayaannyauntuk keuntungan segelintir orang.

Dari kebijakan PemerintahKabupaten Muna Izin PemanfaatanKayu Tanah Milik menyiratkan sebuahproses pembodohan terhadapmasyarakat atas pengelolaan hutan.Secara ekonomis, masyarakyat takmendapatkan keuntungan yangproporsional atas kayu jati milikmereka. Dipihak lain para calosemakin kaya dan sejahtera dengankeuntungan yang berlipat ganda.

Proses eksploitasi atas sumberdaya hutan yang dilegalisasi olehkebijakan Izin Pemanfaatan KayuTanah Milik. Kebijakan ini akanmembuat hutan jati di KabupatenMuna terancam punah.

Izin Pemanfaatan Kayu TanahMilik jadi topik hangat di kabupatenyang memiliki hutan jati alam terluasdi Indonesia ini. Dahulu, jati alamMuna mencapai 17.000 hektar. Tapitekanan deforestasi—HakPengusahaan Hutan, Izin Pemanfaatan

Kayu Tanah Milik, pembalakan liar,perambahan hutan, dan ancamankonservasi lainnya—hutan jati Munakini tinggal 700 hektar saja.

Kewenangan yang dimilikipemerintah daerah sesuai UU No. 22tahun 1999 diimplementasikan secaramaksimal untuk mengeksploitasi hutanjati Muna. Sejumlah nama yangmemiliki koneksitas dengan BupatiMuna, tidak saja sudah memilikibeberapa Izin Pemanfaatan Kayu TanahMilik, tapi ada juga yang sudahmelakukan operasi pengolahan.

Para pemilik Izin Pemanfaatan KayuTanah Milik adalah La Ode Mbaliadasebanyak 700 meterkubik, Ko Kingmengolah 800 meterkubik, Nasir KaryaTongkuno sejumlah 300 meterkubik,serta seorang ajudan Bupati diberi izinkonsesi pengolahan 600 meterkubik.

Kewenangan Bupati Muna menerbitkanIzin Pemanfaatan Kayu Tanah Milikjelas mengancam kelestarian hutan jatidi Muna. Izin Pemanfaatan Kayu TanahMilik diterbitkan ternyata bukan atasdasar keberadaan jati dalam kebunmasyarakat, namun pengolahan hasilhutan mengarah pula ke area-areakonservasi yang memiliki populasi hutanjati.

Kehancuran hutan jati di Muna tinggalmenunggu waktu. ***

FOTO

: YA

SC

ITA

Page 12: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

12 intip hutan | juni 2004

Pendahuluan

Eskalasi konflik atas tanah dansumber daya alam lainnya semakinmarak saat ini bukan hanya berakibatkekerasan fisik terhadap manusiaakan tetapi juga kerusakanlingkungan. Ini hampir semua terjadikarena ketidak pastian penguasaanatas tanah, air dan sumber-sumberdaya alam lainnya1, yang padagilirannya memberikan ketidakpastian pengelolaan sumber dayaagraria tersebut. Penyebabnyakarena selama ini tidaklahdiselesaikan masalah-masalah yangberhubungan dengan kebijakanpenguasaan atas sumber daya agrariatersebut karena politik ekonominegara di masa yang lalu yang lebihbanyak mengejar pertumbuhan daripada menciptakan keadilan.

Di masa depan segala macamsumber konflik tersebut perludiselesaikan, diciptakan keadilanmelalui restitusi/pengembalian hakdan redistribusi/pembagian kembaliatas sumber-sumber agrariasehingga tercipta keadilan agraria.Ini merupakan bekal bagiperkembangan sosial ekonomi dimasa yang akan datang. Akan tetapidalam perjalanannya sulit sekalimemasang “anak tangga” mencapaititik yang diharapkan bersama.Kerjasama antar pihak (rakyat,pemerintah dan sektor swasta)diharapkan demikian juga antartataran (kampung, kecamatan,kabupaten, kota, propinsi, nasional)guna membangun sinergi.Reformasi kebijakan Nasional tidakdapat berjalan sendiri tanpa responsdari kebijakan daerah.

Dalam melihat permasalahansumber konflik pertanahan terdapatberbagai sudut pandang yang berbeda-beda, yaitu konflik kepentingan,konflik nilai, konflik data, konflikhubungan, dan konflik struktural.Kadang kala yang terjadi adalahakumulasi dari gabungan berbagaisumber konflik yang ada sehinggaeskalasi konflik naik terus tanpaterkendali atau terkelola. Akan tetapi,berbagai jenis konflik yang munculdalam publikasi-publikasi laporaninstansi maupun media massa danmengundang perhatian berbagai pihakkadang kala hanyalah konflik yangmuncul dipermukaan saja. Sehinggayang ditangani dan diperhatikan bukanakar masalahnya tetapi hanyalahakibat-akibat yang dihasilkan misalillegal logging2, kebakaran hutan &lahan3 pendudukan/okupasi tanah4

diperhatikan dan ditangani. Sedangkankonflik laten yang ada tidakdibicarakan atau bahkan ditabukan.

Pada dasarnya konflik pertanahanyang ada saat ini terjadi karenabertemunya 3 lapisan konflik atas tanahdan sumber daya alamnya yaitu:Konflik atas status tanah (Apakahtanah tersebut merupakan TanahNegara5 atau Bukan TanahNegara?;Apa batasan yang dilakukanapabila tanah tersebut baru ditunjuksebagai Kawasan Hutan Negara(merupakan Tanah Negara) akan tetapibelum ditata batas dan belumditetapkan?;Apa batasan kewenanganyang dimiliki apabila tanah tersebutmerupakan Bukan Tanah Negara(tanah miliki, kepunyaan MasyarakatAdat)?), Konflik atas peruntukantanah dan sumber daya alam(Bagaimana peruntukan tanah tersebut

Pengukuhan Hutandan Reforma Penguasaan Tanah

Martua Sirait dan Lisken Situmorang*

Foto : Wishnu/FWI

Page 13: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

13intip hutan | juni 2004

sebagai Fungsi Lindung atau BudiDaya ditetapkan?; Apa batasankewenangan yang dimiliki apabilaberfungsi Lindung atau berfungsiBudidaya), Konflik atas ijin-ijinyang diterbitkan atas tanah dansumber daya alamnya (Bagaimanaijin-ijin diberikan (HPH, HTI,HKM,Tambang dan lain-lain)?;Apa batasan-batasan pemilik ijin?).

Dalam menguraikan konflik diatasharus dimulai dari konflik atas tanahdengan memulainya sebagai berikut:Rakyat dengan rakyat untukmemperjelas wilayah kelolanya;Antara rakyat dengan negaramemperjelas mana tanah negara danmana yang bukan tanah negara;Rakyat, Negara dan Swasta denganberbekal pengetahuannnyamengalokasikan Tanah dalam suatuperencanaan penggunaan ruang,dalam hal ini RUTR; Antara rakyatdengan swasta disaksikan pemerintah,untuk menyepakati wilayah kelolanyadigunakan pihak swasta (jikadiijinkan)6.

Media komunikasi yang terbaikuntuk digunakan dalam prosesmempertemukan ketiga lapisankonflik atas rung tersebut di atasadalah Peta. Media komunikasi inidibutuhkan dimana Peta sebagai salahsatu alat untuk berkomunikasi antarpihak dan antar tatanan.

Badan Pertanahan Nasional(BPN) mengembangkan tipologykonflik berdasarkan pemahamannyaatas konflik pertanahan serta prioritaspenyelesaiannya dan pada saat yangsama mendialogkan cara-carapenyelesaian konfliknya sebagaiberikut7: Sengketa di atas tanahperkebunan; Sengketa di atas tanahyang termasuk kawasan hutan;Sengketa di atas tanah yang telahdibebaskan oleh pengembang untukperumahan/perkantoran/kawasanindustri; Sengketa di atas tanah obyeklandreform; Berbagai sengketa di atastanah bekas partikelir ex UU No. 1/1958; Konflik di atas tanah bekas hakbarat; Sengketa-sengketa lain terkaitdengan pendaftaran tanah yangberasal dari tumpang tindih girik daneigendom, tumpang tindih girik, dankonflik yang berasal dari pelaksanaanputusan pengadilan; Di luar ituterdapat juga sengketa di atas tanahyang dikuasai oleh ABRI (TNI-AD,TNI AL, TNI AU); dan Sengketa

antara masyarakat dengan PT KeretaApi Indonesia (KAI).Pengalaman di KabupatenLampung Barat, Lampung

Sementara itu di Lampung Barat,yang terdiri dari kurang lebih 70%kawasan hutan dari 9 tipologi konflikpertanahan yang teridentifikasiberada pada 5 fungsi hutan yangberbeda8. Setiap tipologi konflikpertanahan tersebut berkaitan dengankebijakan yang dikeluarkan olehpemerintah yang diterapkan padakawasan tersebut, berkaitan denganstatus tanah, alokasi tanah dan ijin-ijin yang diterbitkan. Pola konflikpertanahan yang ada di KabupatenLampung Barat disarikan dari 12wilayah konflik pertanahan yanginventarisasikan oleh Pemkab darihasil laporan camat serta laporanmasyarakat sebagai berikut9:Kekurangan tanah untuk budidayapertanian karena pertumbuhanpenduduk; Status ex-erfach yangmenjadi kawasan hutan; StatusKawasan Hutan Non Register (sejakmasa kolonialisme Belanda sampaitahun 1984 berstatus tanah Margaditunjuk menjadi kawasan hutan);Status APL menjadi HL pada wilayahtransmigrasi; Penyerahan tanahMarga menjadi Kawasan Hutandengan pengakuan hak-hak khusus didalam Kawasan Hutan;Ketidaksepakatan atas batas luarkawasan hutan; Ketidak sepakatanatas perubahan fungsi hutan misalHPK menjadi HL; Perubahan HPKmenjadi tanah milik; Perubahan statusdari TN menjadi HL, bagi wilayahyang sudah dibudidayakan.

Pengalaman dari KabupatenKutai Barat, Kalimantan Timur

Konflik Pertanahan yang ada diKabupaten Kutai Barat, KalimantanTimur merupakan hasil daripenerapan kebijakan yangmengabaikan hak-hak masyarakatadat, serta nyata-nyata berpihakkepada investor (dalam hal ini HPH,HTI, Perkebunan danPertambangan). Untuk kawasanhutan KKPKD mencobamengidentifikasi wilayah konfliktersebut dengan meminta setiapcamat untuk mengisi isianberdasarkan pengalaman danpengetahuannya akan konflik danmenginformasikannya kepada Team

KKPKD. Sedangkan untuk wilayahdi luar kawasan hutan belumdiidentifikasi mengingat KawasanHutan merupakan wilayah dominandi Kabupaten Kutai Barat 1,48 jutaha (70 % dari luas daratan). Di sisilain Kabupaten melalui SK BupatiNomor 400/K.321/2001 membentukTim Resolusi Konflik Dalam WilayahKabupaten Kutai Barat.

Data sekunder dan tim yangbekerja atas permintaan/undanganmasyarakat tidaklah cukup untukmenangani permasalahan konfliklaten pertanahan. Denganditerbitkannya HPHH (ijinpemungutan kayu skala kecil atasnama masyarakat adat, koperasi danseterusnya) tersebut memperuncingpermasalahan konflik ini menjadi 4jenis klaim antara lain : HPH/HTIyang diterbitkan Dephut; HPHHyang diterbitkan oleh Pemda; Klaimmasyarakat Adat atas WilayahAdatnya; Klaim masyarakatpendatang atas wilayah yangdiberikan kepadanya atas namaprogram Transmigrasi.

Konsentrasi konflik berhubungankawasan hutan dan hak (adat)

Hak-hak masyarakat atas tanah dansumber daya alamnya merupakansuatu hak bawaan yang didapat dariproses sosial yang panjang yangsering disebut sebagai A-PrimaFacie10. Hak-hak tersebut bukan pulasuatu hak yang didapat dari negara,sehingga dalam mengakomodasi haktersebut, negara perlu mengakui hak-hak tersebut. Ada banyak kendalapemenuhan terhadap hak-haktersebut di Indonesia akibat tumpangtindih peraturan dan pemahamanyang beragam atas hak-hak tersebut.UUPA beserta peraturan turunannyayang menganut adanya hak-hakmasyarakat adat atas tanah sebagaidomein/wilayah privat11 yang diikutioleh BPN ternyata berbeda denganUUK beserta turunannya yangmenganut hak-hak masyarakat adatsebagai domein publik12 (berada dibawah kekuasaan negara) dan diikutioleh Departemen kehutanan.

Pada tahun 1980-an perbedaantersebut diselesaikan oleh BPN danDephut dengan kesepakatanadministratif bahwa UUPA besertaperangkat turunannya memilikijurisdiksi pengaturan di luar kawasanhutan dan UUK beserta perangkat

Page 14: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

14 intip hutan | juni 2004

turunannya berlaku di kawasan hutan(yang ditunjuk) seluas 143 juta ha(70% luas kawasan Indonesia)13.Kesepakatan administrasi inimenyebabkan konsentrasi konflikpertanahan berada pada wilayah yangdi klaim sebagai kawasan hutan yangtumpang tindih di atas tanah yangdiklaim sebagai tanah adat14.

Kebijakan PengukuhanHutan dan Realisasinya

Kebijakan Pengukuhan Hutan dimulaidari penunjukkan kawasan hutan olehMenteri Kehutanan berdasarkanRTRW Propinsi. Dahulu dikenalsebagai TGHK (Tata Guna HutanKesepakatan). Pada masa TGHKKehutanan menunjuk 143 juta hektarkawasan hutan (1984) pada saatbelum adanya rencana penggunaantanah secara nasional di Indonesia.Pada saat ini (2002/03) diperkirakansekitar 120 juta hektar yang ditunjuksebagai kawasan hutan berdasarkanproses RTRWP, padu serasi dansebagainya15.

Penunjukan ini di SK Menteri-kandan menjadi tongkat bagi PemerintahDaerah Kabupaten melakukanpenataan batas luar kawasan hutan.Penataan Batas dilakukan oleh PanitaiTata Batas (PTB) yang di ketuai olehBupati dengan melibatkan Dinasterkait (BPN/Dinas Pertanahan, Dinasyang membidangi Kehutanan), Camat,Tokoh Adat/Masyarakat serta KepalaDesa. Tim ini bertanggungjawabmembuat trayek batas,mengumumkan rencana trayek batasserta menyelesaikan masalah tumpangtindih kawasan. Berita Acara TataBatas (BATB) dari masing-masingKelompok Hutan yang ada disiapkanuntuk oleh PTB untuk menjadidokumen resmi untuk prosespengukuhan selanjutnya16. Akantetapi proses penataan batas kawasanhutan ini terkendala kembali dengankehadiran UPT baru yang menanganiPemantapan Kawasan atauPengukuhan Hutan (dulu Biphut).Dibentuknya UPTD sejenis Biphut(bernaung di bawah Dinas KehutananPropinsi) dan UPT PemantapanKawasan (di bawah BadanPlanology). Tarik menarikkewenangan dan alokasi dana menjadimasalah utama dalam pelaksanaanpenataan batas kawasan hutan padahal

SK Menhut Nomor 31 tahun 2001sudah membuka peluang bagipelaksanaan penataan batas secarapartisipatif.

Proses pengukuhan selanjutnyaadalah penerbitan SK Menhut bagisetiap kelompok hutan yang telahditata batas dan telah temu gelang danselesai proses administrasi BATBnya(pengesahan BATB oleh KepalaBadan Planology) untuk setiapkelompok hutan. Proses ini cukuplama dan telah dilakukan sejak jamanpenjajahan Belanda. Sampai denganMaret 2002 baru 10% darikeseluruhan penataan batas selesaitemu gelang (12 juta hektar) darikeseluruhan 120 juta hektar kawasanhutan yang telah diterbitkan ijin-ijindan telah diperuntukkan kegunaannyauntuk Hutan Lindung, TamanNasional atau Cagar Alam, HutanProduksi dan lain-lain. Dan bagianyang belum selesai ditata batas inilahmerupakan bagian terbesar darikonflik pertanahan di kawasan hutan.

Pembaruan Penguasaan Tanah

Pembaruan atau reforma penguasaantanah dilakukan tidak hanya atas tanahtetapi juga atas sumber-sumberagraria lainnya. Pembaruan ini tidakdapat berjalan dengan sendirinyatanpa tuntutan rakyat (reform byleverage). Pembaruan juga tidakterjadi oleh karena kebaikan sektormasing-masing (reform by grace),tetapi dimulai dari perubahankebijakan dasar (UUD), sertaperubahan kebijakan daerah (propinsi,kabupaten, kota dan kampung) yangpada gilirannya akan memaksakebijakan nasional (sektoral) untukmengikutinya.

Revisi dan ReinterpretasiKebijakan Nasional

Sejak Reformasi 1998 telah terjadirevisi dan reinterpretasi UUD 1945terlihat dengan Amandemen II UUD1945 yang menitik beratkan padanilai-nilai HAM yang berlakuUniversal17. Sedangkan reinterpretasidilakukan akan tetapi perbedaaninterpretasi masih sering terjadi dikalangan pemerintah, misal,pemahaman akan hak-hakMasyarakat Adat secara sempit seringdilontarkan dalam berbagi pertemuan

yang mencerminkan pemahamanbirokrasi atas hak-hak MasyarakatAdat atas tanah dan sumber dayaalam antara lain;

“….Hak-Hak MasyarakatAdat atas Tanah dan SumberDaya Alamnya telah hilangsecara otomatis dengan diproklamasikannya NegaraKesatuan Republik Indonesiapada tgl 17 Agustus 1945…”18

Para ahli menterjemahkanberbeda atas pemahaman tersebutdengan menggunakan pasal 18 UUD1945 (lama) beserta penjelasannyayang menolak pemahaman hilangnyahak masyarakat adat setelahkemerdekaan. Wignyosubroto,199019, menyatakan Negara RI tidakpernah memiliki tanah, denganditolaknya konsep lands domein20

dalam UUPA, negara hanyamelakukan pengurusan. Soemardjan1981; Zakaria 2000; Sirait, Kusworo& Fay 2001 21, menyatakan IstilahZelfbesturende Landchappen sebagaiKerajaan yang tunduk dan mengakuikedaulatan Belanda melalui TraktatPendek & Traktat Panjang(Korteverlaring &Laangeverklaring), diakuikeberadaanya dalam Penjelasan Pasal18 UUD 1945 jumlahnya kuranglebih 250, dan lebih lanjut disebutdaerah swapraja. Hak-Hak daerahSwapraja telah diintegrasikan kedalam kewenangan negara padatahun 1965 dengan diberlakukannyaUU 18 & 19/ 1965. SedangkanVolksgemeenschappen (diakuisebagai Desa, Marga, Nagari danlain-lain dan dikenal sebagaiMasyarakat Adat) yang masih tetapmelekat hingga sekarang karena tidakpernah diserahkan melalui Traktatmaupun penundukan ataupenyerahan serta tidak termasukdalam UU 18 & 19 /1965.

Tap IX/MPR 2001 tentangPembaruan Agraria dan PengelolaanSumber Daya Alam serta TAP VI/MPR 2002 tentang Rekomendasikepada Lembaga Tinggi Negaramengingatkan bahwa revisi peraturanyang berbasis interpretasi sektoraldengan bias kepentingan sektor harusdihentikan, dimana peraturan tersebutharus direvisi dan konflik diselesaikan

Page 15: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

15intip hutan | juni 2004

dengan menggunakan prinsip-prinsipyang dimandatkan dalam TAP IX/2001 yang menjadi landasan bagiperubahan kebijakan yangberhubungan dengan tanah dan SDAlainnya.

Saat ini Departemen LingkunganHidup menginisiasi proses RUUPSDA. Harapannya adalah UUPSDA menjadi kebijakan yang diacuoleh Undang-Undang sektoral, akantetapi masih diperlukan pengaturankhusus untuk menyelesaikan konflikagraria di masa lalu yang dapatmengakomodir pengembalian ataurestitusi dan redistribusi atas sumber-sumber agraria, serta kelembagaanyang menangani penyelesaian konflikatas sumber-sumber agraria22.

Draft RPP pengganti PP 40/1996tentang HGU, HGB dan Hak Pakaisedang disiapkan guna menjawabstatus Tanah Negara dan BukanTanah Negara dengan inisiatif BPNpada wilayah yang bukan kawasanhutan. RPP ini membuka peluangHGU berada tidak hanya pada TanahNegara, tetapi juga pada BukanTanah Negara atau Tanah Ulayat(tanah adat). Sehingga Tanah Ulayattidak kehilangan haknya apabila adakegiatan HGU, proses persetujuantanpa paksaan harus dilaluipengusaha HGU untuk mendapatkanijin HGU di atas Tanah Ulayat.Demikian pula setelah masa HGUberakhir, tanah kembali kepadapemilik Tanah Ulayat.23 RPP inimenjadi sejalan dengan Permen BPN5/1999 tentang Penyelesaian TanahUlayat.

Departemen Kehutanan saat inisedang menyiapkan beberapa PPsebagai turunan UU Kehutanan

Nomor 41/1999, salah satunya adalahRPP tentang Hutan Adat &Masyarakat Hukum Adat24. RPP inisebagai turunan UUK masih tetapmenggunakan konsep Hutan Adatadalah Hutan Negara yang jelas-jelasditolak isinya oleh AMAN25. Draft inimalahan memperpanjang prosespengakuan keberadaan hak-hakmasyarakat adat yang diatur olehPermen Agraria Nomor 5/1999bukan hanya melalui PerdaKabupaten tetapi juga melaluipenelitian, persetujuan Gubernur,serta penilaian oleh Menteri.Sehingga RPP ini dirasakan tidakbertujuan memenuhi hak-hakmasyarakat adat melainkan berusahauntuk menyangkal kembali hak-hakmasyarakat adat.

Pengalaman Dari Lampung:Pelepasan HPK dan DukunganKebijakan Daerah

Upaya pemerintah terutamapemerintah daerah untuk mengurangikonflik pengelolaan sumberdayalahan dapat dilakukan dengan jalanmelepaskan kawasan hutan yangstatus fungsinya tidak sesuai lagidengan kenyataan di lapangan dankemudian memberikan kepastiantanah kepada petani dan masyarakatadat yang telah mengelola kawasantersebut. Melalui proses penunjukanulang kawasan hutan dan perairanmelalui RTRW Propinsi, PempropLampung mengajukan usulanperubahan atas kawasan hutan yangmenghasilkan Surat KeputusanMenhutbun No. 256/Kpts-II/2000tentang penunjukan kawasan hutandan perairan di wilayah PropinsiLampung yang kemudian

ditindaklanjuti dengan KeputusanGubernur Lampung No. G/283.A/B.IX/HK/2000 tentang PenetapanStatus Eks Kawasan Hutan ProduksiKonversi (HPK) seluas ±145.125hektar kawasan HPK dinyatakansebagai Areal Penggunaan Lain(APL) yang merupakan tanah negarayang pengaturan tata ruang/tata gunalahannya menjadi kewenanganGubernur26. Dalam pengaturan lebihlanjut, dihasilkan Perda PropinsiLampung No. 6 Tahun 2001 tentangAlih Fungsi Lahan dari eks kawasanhutan produksi yang dapat dikonversi(HPK) seluas ±145.125 hektarmenjadi kawasan bukan HPK dalampemberian hak atas tanah27.

Pelepasan kawasan eks HPKmenjadi APL ini dilakukan oleh TimPengaturan Pertanahan Eks ArealHPK dengan Surat Keputusan No.G/339/B.1/HK/2000 yang bertugassebagai pelaksana proses administrasipertanahan di kawasan eks HPK.BPN menyusun model sertifikasitanah, petunjuk operasional danpembentukan panitianya. Sistemajudikasi swadaya dipilih sebagaimodel sertifikasi tanah yangdilakukan.Dalam proses administrasi model ini,masyarakat terlibat dalam pendataanpemilikan dan penguasaan tanah,pemasangan tanda batas permanen,dan mediator melalui kelompokmasyarakat sadar tertib pertanahan( P O K M A S D A RT I B N A H ) 2 8 .Pengaturan ini diperlukan untukmemastikan agar ada pengaturanberdasarkan hukum dan menjaminketertiban dalam pelaksanaannyauntuk menghindari konflik yangtimbul akibat proses administrasimaupun masalah sosial29.

Peluang Pemberian Hak AtasTanah di Bengkunat (KabupatenLampung Barat) adalah memberikansertifikat hak atas tanah kepadamasyarakat untuk memberikankepastian status tanah. Hasilpenelitian UNILA dan ICRAFsebelum dilaksanakan ajudikasimenunjukkan respon masyarakatBengkunat terhadap pelepasan HPKpada umumnya positif. Masyarakatberharap status pemilikan tanahmenjadi hak milik dengan biayapensertifikatan yang terjangkau dapatmenyelesaikan tumpang tindih klaimatas tanah yang selama ini diakuisebagai kawasan hutan oleh Dephut.

Foto : Yascita

Page 16: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

16 intip hutan | juni 2004

Selain itu, tidak ada kecenderunganperubahan penggunaan lahan olehmasyarakat setelah pelepasan HPKmenjadi hak milik, karena denganpola penggunaan lahan yang selamaini dilakukan (kebun damar, kebundengan tanaman keras) telahmemberikan hasil yang memadai danmasyarakat menyadari pentingnyatanaman keras untuk mencegahterjadinya kerusakan lingkungan.

Kendala pada pemberiankepastian hak tanah adalah adanyapotensi konflik karena batas fisikantara kawasan HPK dengan HPTdan HL serta tanah marga (tanahadat) tidak disepakati dan masihmerupakan kewenanganDepartemen Kehutanan. Walaupunada respon positif namun ada jugamasyarakat yang menolak untukmengajukan permohonan hak atastanah dan membayar biaya alihfungsi dengan alasan bahwa lahanyang digarap adalah milik sendiriyang diperoleh dari warisan turunmenurun marga atau membeli tanahmarga. Dengan sistem kepemilikantanah luasan tanah yang dapatdisertifikasi juga dapat menjadipembatas, karena cukup banyakmasyarakat adat Bengkunat yangmemiliki tanah lebih dari 5 hektar30.

Bentuk kepastian tanah dengansertifikat hak milik apalagi denganbatasan pemilikan 5 hektar,bukanlah bentuk kepastian tanahyang cocok bagi petani danmasyarakat adat. Ini ditunjukkandari hasil awal studi lanjutan ICRAFdi Bengkunat pada tahun 2002menunjukkan bahwa responmasyarakat terhadap sertifikasitanah sangat rendah. Sampai bulanApril 2002, hanya 9.67 hektar dari6.700 hektar luas tanah yang telahtersertifikasi. Jenis lahan yangdisertifikasi tersebut terbanyakadalah lahan pekarangan dan luastanahnya tidak lebih luas dari 1hektar. Berdasarkan informasiBPN, kebanyakan tanah yang telahdisertifikasi dimiliki oleh pendatang.

Potensi konflik juga terjadi jikapelibatan dinas/instansi Kabupatendan Kecamatan serta masyarakat didalam dan sekitar kawasan HPKtidak berjalan dengan baik karenapelepasan HPK walaupun tujuannyabaik, tetapi diusulkan oleh propinsi.Tanpa banyak melibatkan

pemerintah Kabupaten, kampungdan sebagainya31. Masalah masalahpertanahan yang belum terlesaikanlewat inisiatif Propinsi dan Dephut(pelepasan wilayah HPK) ditindaklanjuti dengan RTRW KabupatenLampung Barat tahun 2001-2015yang mengakomodir wilayah lainnyauntuk diperjelas statusnya.32

Pengalaman dari Kab. KutaiBarat; Inventarisasi WilayahAdat

Kabupaten Kutai Barat melalui SkBupati Nomor 340/K.303/2001membentuk tim multipihak untukmelakukan identifikasi daninventarisasi secara partisipatifkesatuan masyarakat adat besertawilayah adatnya. Tim ini ditugaskanuntuk melakukan studi literaturtentang hak-hak masyarakat adat diKutai Barat dan sekaligusmenyiapkan methodology yangpartisipatif dan sejalan denganprinsip prinsip penghormatan,pengakuan, perlindungan danpemajuan hak-hak masyarakatadat33. Informasi ini akan digunakansebagai bahan untuk menerbitkanperda pengukuhan kesatuanmasyarakat adat beserta wilayahnyadi Kabupaten Kutai Barat.

Pada saat yang bersamaan TimPeta Pihak yaitu suatu timmultipihak yang bekerja melakukanpemetaan secara detail wilayah-wilayah tersebut.34 Peta sangatdibutuhkan untuk memulai negosiasidengan pihak pemerintah dan swastayang mendapatkan ijin-ijin di atastanah-tanah tersebut. Negosiasiberupa pengalihan hak kelola hutandari tangan perusahaan swasta atauBUMN kepada rakyat yang saat inigencar dipromosikan oleh PemdaKabupaten35. Ini semua harus diikutidengan pemberian kepastian hakatas klaim-klaim tanah tersebutsecara adat maupun secara hukumoleh BPN.36 Proyek LCEPK-IFADpada komponen 4, mencanangkanbentuk kepastian tanah bagimasyarakat secara komunal dalambentuk pendaftaran tanah kampungdan dicatatkan dalam buku tanahDinas Pertanahan Kabupaten,menindaklanjuti Permen AgrarisKetua BPN Nomor 5/1999 tentangpenyelesaian masalah Tanah Ulayat.

Penataan ulang penguasaantanah di Kabupaten Kutai Barat

berpeluang besar menciptakanstruktur penguasaan tanah yanglebih adil dan pada gilirannya akanmendorong pengelolaan sumberdaya alam yang lestari serta menjadimenarik kembali bagi investor untukmelakukan usahanya dengan skalapanjang. Penataan ulang ini jugameliputi penataan kembali manayang merupakan tanah negara danmana yang bukan Tanah Negarasehingga tumpang tindih klaimnegara dan rakyat dapatterselesaikan. Bentuk kepastiantanah komunal apakah dalam bentukpencatatan tanah kampung ataupuntanah adat diharapkan dapat menjadibentuk kepastian tanah yang cocokbagi petani dan masyarakat adat.Data-data yang disiapkan oleh KK-PKD dalam bentuk PotretKehutanan Kutai Barat sertaberbagai Skenario pengembanganKehutanan Kutai Barat demikianjuga Peta sebagai bahan dasar yangtelah dimiliki sangatlah bergunasebagai acuan penataan tersebut.

Kendala yang dihadapi adalahketerbatasan wewenang PemerintahDaerah Kabupaten serta belumjelasnya kelembagaan kantor BPNserta Dinas Pertanahan di daerah.I n i d i t u n j u k k a n d e n g a nditerbitkannya Kepres 10/2001tentang Pelaksanaan OtonomiDaerah Bidang Pertanahan yang

Page 17: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

17intip hutan | juni 2004

akan jatuh tempo pada bulan Mei2003 yang telah menarik kembalikewenangan Pemda Kabupaten yangada dalam UU 22/1999 kepada BPNPusat serta Pembatasan wewenangKantor BPN /Dinas Pertanahan dalammelakukan pengukuran di lapangandalam luasan tertentu.37 Selain kendalakebijakan, Pemda, Rakyat dan PihakSwasta dituntut kedewasaanya untukmampu bernegosiasi dengan baikberkenaan dengan penataan kembalipenguasaan atas tanah. Kegiatan inimembutuhkan data yang cukup,tenaga serta keterampilan dalambernegosiasi, karena proses masihakan panjang.3838 Lihat Kaltim Post2002, Hak Ulayat Harus Diakui;Hindari asal Klaim, Sering melakukanPenelitian, harian Pagi 21 Oktober2002, Balikpapan.

Sampai saat ini proses RTRWKabupaten diharapkan menjadi mediatempat mempertemukan semuakepentingan dalam suatu medianegosiasi yang setara dengan setiappihak menunjukkan data-data yangdimiliki apakah itu berupa data yangbehubungan dengan status tanah, sertaijin-ijinnnya.Catatan Bagi Para PenggiatPemetaan Partisipatif

Peta diakui sebagai mediakomunikasi yang efektif untukmenggambarkan penguasaan atas

sumber-sumber agraria serta jugapola pengelolaannya.

Kreatifitas para penggiatPemetaan Partisipatif dituntut untukselalu terbuka dan tidak membatasiatau menyederhanakan peta yangberakibat budaya ruang itu tereliminir.

Peta harus dapat tetap menjadimedia negosiasi antar pihak danantara tataran, tetapi juga menjadimedia untuk membuat konsensus diantara masyarakat.

Penggiat Pemetaan Partisipatifjuga dituntut untuk memfasilitasisampai pada hal-hal di luar pemetaanseperti negosiasi batas, advokasikebijakan dan lain-lain.

Proses-proses pemetaankampung, kebun, beberapa kampungdan lain-lain harus dapatdiintegrasikan dalam proses tataruang Kabupaten dan Propinsisehingga pemetaan tidak kehilanganmomentum untuk ikutdipertimbangkan dalam perencanaanwilayah

Penggiat Pemetaan Partisipatifjuga dituntut untuk melihat konflikdari akar masalahnya bukan hanyamemetakan ijin-ijin yang ada tetapimemulainya juga dari status tanah/sumber daya alamnya. Sehingga parapenggiat Pemetaan partisispatif tidakhanya membantu menyelesaikan

konflik yang manifest tetapi jugakonflik yang laten.

Peta bukan sesuatu yang baku,tetapi merupakan refleksi daribudaya ruang yang selalu dinamis.

Sehubungan dengan kebijakannasional dan lokal bahkan kampungyang sama sama dibutuhkan untukdijawab pada saat yang sama,diperlukan peta dengan cakupanmakro, meso dan mikro.

(Endnotes)1 Tanah, air serta sumber-sumber daya

alam lainnya disebut sebagai sumber-sumber agraria dalam tulisan ini

2 Lihat Kampanye Nasional CombatIllegal Logging yang dilakukan Dephut,Greencom dan Inform, 2003

3 Lihat article “Fire as an Arson”T.Tomich, Suyanto ,ICRAF 2001, yangmenunjukkan bahwa api adalah alat yangdigunakan oleh rakyat maupun penguasauntuk menunjukkan ketidakpuasaannya ataudigunakan untuk memaksakan kehendakdalam penggusuran

4 Lihat Fatwa MUI Jatim tentangReklaiming Tanah, 2003

5 Tanah Negara adalah tanah yang tidakdibebani suatu hak

6 Negosiasi swasta dengan pemiliktanah dalam bentuk persetujuan tanpapaksaan,atau dikenal dengan istilah free andPrior Informed Consent FPIC

7 Paper Keynote Speech Wakil BadanPertanahan Nasional pada Workshop“Aplikasi Tap MPR-RI No. IX/MPR/2001dalam Penyelesaian Sengketa PertanahanTermasuk Sengketa Tanah Adat” Tanggal 4Pebruari 2003 di Jakarta

8 Draft Naskah Inisiatif Perda LampungBarat ttg PSDA-BM, tanggal 28 Februari2003.

9 Lihat Presentasi Bupati LampungBarat; Rencana Kabupaten Lampung BaratMenangani Permasalahan Pertanahan diKawasan Hutan

10 Lihat Prof. Ihromi dalam MasyarakatAdat dan Pengurangan Kemiskinan dalamMasa Transisi: Kebijakan, Aksi danImplikasi, Beberapa Butir Pemikiran.Makalah dalam Lokakarya Masyarakat Adatdan Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta25-26 September 2001.

11 Lihat Wignyosubroto dalamPerbedaan Konsep Tentang Dasar HakPenguasaan atas Tanah antara Apa yangDianut dalam Tradisi Pandangan Pribumidan Apa yang dianut dalam Hukum PositipEropa, Arena Hukum, Tahun XV (1990) No.1 Halaman 39-43. Negara RI melalui UUPAmelakukan pengurusan tanah, bukanmemiliki tanah karena UUPA menolak landsdomeins.

12 Idem 6. Land domeins adalah konseppemilikan tanah oleh negara yangdiperkenalkan oleh beberapa negara baratpada negara-negara jajahannya. Dikenaljuga sebagai regalia doctrin (mis.domeinsverklaring di Hindia Belanda) dan

Keadaan Hutan di Sulawesi

Page 18: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

18 intip hutan | juni 2004

diadopsi oleh negara-negara yang pernahdijajah sampai sekarang seperti Filipina dll.

13 Lihat M. Sirait, Lisken Situmorang,dan Chip Fay dalam Peluang PemerintahKabupaten dalam Memenuhi Hak-hakMasyarakat Adat atas Tanah dan PengelolaanSDA. Makalah dalam Seminar KebijakanPSDA dalam Perspektif OTDA yangdiselenggarakan oleh Dinas KehutananKabupaten Lampung Barat dan WATALA diLiwa tanggal 27 Februari 2003.

14 Kesepakatan administrasi ini tidakmemiliki kekuatan hukum bahkanbertentangan dengan hukum itu sendiri.

15 Sampai saat ini masih terdapat 3Propinsi yang belum ditunjuk keseluruhankawasan hutannya dikarenakan prosespaduserasi yang berbeda jauh dengan hasilTGHK serta RTRWP

16 BATB saat ini membedakanpenandangan formulirnya yaitu form untukpengesahan proses penataan batas dan formpersetujuan/tidak setujuan atas status tanahyang berada di dalamnya oleh masyarakat

17 Lihal Amandemen II UUD 1945 pasal18 dan 28

18 disampaikan oleh Drs. Mursidin,mantan Direktur Perhutanan Sosial-RLL,Dephut dalam Seminar Repong Damar diLiwa, Febuari 1997

19 Lihat Wignjosoebroto Soetandyo”Perbedaan Konsep Tentang Dasar HakPenguasaan Atas Tanah Antara Apa YangDianut dalam Tradisi Pandangan Pribumi danApa yang dianut dalam Hukum PositifEropa”, Arena Hukum, Tahun XV (1990) no1 halaman 39-43.

20 Lands Domein adalah konseppemilikan tanah oleh Negara yangdiperkenalkan oleh beberapa Negara Baratpada negara-negara jajahan atau dikenal jugasebagai Regalia Doktrin (domeinsverklaringdi Hindia Belanda)dan tertanam jauh padanegara-negara jajahan hingga sekarangseperti Filipina, Thailand dll.

7Lihat Soemardjan Selo, PerubahanSosial di Yogyakarta, Yogyakarta. UGMPress 1981; Zakaria Yando, Abih Tandeh,Masyarakat Desa dibawah Rejim Orde Baru,Elsam, Jakarta 2000; Sirait Martua, Kusworo& Chip Fay, Bagaimana Hak-HakMasyarakat Adat Diatur? Dalam SeriKebijakan ICRAF I, Mei 2001. ICRAFBogor

22 Pada saat ini cakupan RUU PSDAmasih dibahas berdasarkan hasil KonsultasiPublik dan Masukan berbagai Sektor danLembaga yang memiliki kepentingan atasisu ini di beberapa Region

23 RPP pengganti PP 40/1996 tentangHGU, HGB dan Hak Pakai versi 16 Des2002

24 Lihat RPP Hutan Adat & MasyarakatHukum Adat versi 20 Agustus 2002

25 Lihat Surat AMAN kepada KepalaBiro Hukum Dephut tertanggal 28 Febuari2003

26Lihat “Studi Proses AdministrasiPertanahan dan Respon Masyarakat AtasPelepasan Kawasan Hutan Produksi yangdapat dikonversi (HPK)” pada tahun 2001yang dilaksanakan oleh UniversitasLampung (Unila) bekerjasama denganInternational Centre for Research inAgroforestry (ICRAF)

27 Peraturan ini diterbitkan untukpengaturan lebih lanjut pelepasan kawasanuntuk memastikan adanya kepastian hukumatas tanah kepada masyarakat yang secarade facto telah dikuasai dan dimanfaatkanoleh perorangan, badan hukum, instansipemerintah. Hal-hal yang diatur termasukdi dalamnya obyek dan subyek alih fungsi,prosedur pengajuan permohonan hak atastanah, pembatasan luasan tanah..

28 Kelompok ini merupakan gerakannasional sadar tertib pertanahan yang awalmulanya dicanangkan dan diarahkan olehMenteri Negara Agraria/Kepala BadanPertanahan Nasional Ir. Sony Harsonomelalui Surat Edaran Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor410-2767 Tanggal 22 September 1995.Tujuannya adalah untuk mewujudkan CaturTertib Pertanahan yaitu tertib hukumpertanahan, tertib administrasi pertanahan,tertib penggunaan tanah, dan tertibpemeliharaan tanah dan lingkungan hidup,di kalangan masyarakat perkotaan maupunpedesaan yang membutuhkan kerjasamapemerintah dan masyarakat.

29 “Studi Proses AdministrasiPertanahan dan Respon Masyarakat AtasPelepasan Kawasan Hutan Produksi yangdapat dikonversi (HPK)” pada tahun 2001yang dilaksanakan oleh UniversitasLampung (UNILA) bekerjasama denganInternational Centre for Research inAgroforestry (ICRAF)

30 Pada Perda Propinsi Lampung No. 6tahun 2001 pada pasal 6 mengatur luas tanahtanah eks HPK yang dapat diberikan padaperorangan pertanian dengan luas maksimal 5hektar per Kepala Keluarga dan perumahanmaksimal 5 bidang dengan luas maksimal 0,5hektar per KK). Selain itu juga ditetapkanbiaya alih fungsi yang harus dibayar olehmasyarakat pemohon. Pengaturan ini bertujuanuntuk mempertimbangkan azas keadilan.Ketentuan ini berasal dari PP Nomor 21 Tahun1961 juncto PP Nomor 41 Tahun 1964 tentangredistribusi tanah pertanian.

31Pada tahun 2002, Pemkab LampungBarat telah mengajukan proposal anggarandalam APBD kepada DPRD untuk melakukanpenatabatasan wilayah desa sebagaipersyaratan untuk melakukan sertifikasi hakatas tanah masyarakat di Bengkunat

32 Lihat Telaah Atas RUTR KabupatenLampung Barat 2001-2015 oleh Tim TRTGL

33 Penulis terlibat dalam Tim ini dan telahmenyiapkan draft methodology untukdiujicobakan pada salah satu Kecamatan untukdiperbaiki dan digunakan untuk seluruhKabupaten; Lihat Methodology Identifikasi danInventarisasi Kesatuan Masyarakat Adat sertaWilayah Adatnya secara Partisipatif, draftFebuary 2002

34 Kegiatan Peta Pihak, dikoordinir olehSHK-Kaltim dengan kontak person Nurita

35 Lihat Makalah Rama A. Asia BupatiKutai Barat; Pengembangan KehutananMasyarakat di Kutai Barat, Kaltim. Makalahdisampaikan dalam rangkan Refleksi 4 tahunReformasi Kehutanan.

36 Proyek LCEPEK-IFAD pada komponen4, mencanangkan bentuk kepastian tanah bagimasyarakat secara komunal dalam bentukpendaftaran tanah kampung dan dicatatkandalam buku tanah Dinas PertanahanKabupaten, menindaklanjuti Permen AgrarisKetua BPN Nomor 5/1999 tentangpenyelesaian masalah Tanah Ulayat.

37 Lihat Kepmen Agraria/KeputusanKepala Badan Pertanahan Nasional no 9/1999tentang tata cara pemberian hak atas tanah,serta Keputusan Ka. Kanwil PN Kaltim No 23-600-44-2001.***

* Penulis adalah Peneliti dari ICRAF-SEA

berbasis di Bogor

Hutan Raja Ampat

Page 19: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

19intip hutan | juni 2004

Resolusi spasial citra satelit

Resolusi spasial mengacu seberapa luas area yang terekam dalam satu piksel

PENDAHULUAN

Kawasan hutan di Indonesia seluas_±120,35 juta ha atau_± 63% dari luasdaratan merupakan salah satusumberdaya alam yang mempunyainilai ekonomi dan ekologis yang besarbagi Indonesia. Selama tiga dekadesektor kehutanan menjadi andalanutama pembangunan melaluipenghasilan devisa dan pasokan bahanbaku bagi Industri perkayuan. Disamping itu hutan alam tropika jugaberfungsi sebagai paru-paru duniasehingga harus tetap dipertahankankelestariannya. Pengelolaan hutanyang berazaskan manfaat dan lestarimembutuhkan data dan informasimengenai penutupan lahan yangterbaru.

Penutupan hutan suatu daerahmengalami perubahan yang begitucepat dewasa ini disebabkan olehbeberapa faktor antara lainpertambahan penduduk danpenggunaan lahan untukkepentiangan permukiman,pertambangan, pertanian dan lahanpenggembalaan ternak. Kondisidemikian diperparah dengan adanyaperambahan hutan dan kebakaranhutan yang cukup luas sehinggapengurangan hutan alam tropikamenjadi semakin cepat. Kegiatanpemetaan hutan diperlukan untukmengetahui perubahan penutupanlahan yang kemudian dapatdimanfaatkan untuk mendukungperencanaan pembangunan bidangkehutanan.

Forest Watch Indonesia (FWI)sebagai Lembaga SwadayaMasyarakat (LSM) yang bergerakdalam bidang pelestarian limgkunganhidup, memiliki peran strategis dalamproses demokratisasi pengalokasiandan pengelolaan sumberdaya hutan.Salah satu cara yang ditempuh untukmendukung proses demokratisasitersebut, adalah denganmengembangkan transparansiinformasi kehutanan. Perolehan danpemutakhiran data kehutanan non-

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMUTAKHIRAN

DATA SPASIAL KONDISI HUTAN(Studi kasus Propinsi Papua)

spasial untuk masing-masing simpulFWI dikoordinir oleh bidangdatabase sedangkan data kondisihutan spasial dikoordinir oleh bidangSistem Informasi Geografis (SIG).

Bidang SIG FWI padakhususnya, memiliki fungsi untukmemantau kondisi hutan dan unjukkerja (performance) pengelolaansumberdaya hutan di Indonesia.Untuk dapat menjalankan fungsinyatersebut, bidang SIG FWI selalumembutuhkan data-data terkinimengenai kondisi hutan, dan data-data praktek pengelolaan hutan yangberlangsung di lapangan.

Tujuan

Tujuan utama kegiatan ini adalahmalakukan pemutakhiran dataspasial kondisi hutan untuk bahandasar perencanaan pembangunankehutanan dengan menggunakanmetode penginderaan jauh danSistem Informasi Geografis (SIG).

Metodologia. Remote Sensing

Remote sensing ataupenginderaan jauh merupakan ilmudan seni dalam ekstraksi informasi

mengenai suatu objek, wilayah, ataufenomena melalui analisis data yangdiperoleh tanpa kontak langsungdengan objek, wilayah ataufenomena yang dikaji itu (Lillesanddan Kiefer, 1987). Datapenginderaan Jauh merupakan salahsatu sumber data atau input dalamkomponen Sistem InformasiGeografi disamping peta hardcopy,data GPS, ataupun data yangdiambil langsung di lapangan(survey teresterial).

Data penginderaan jauh dapatdibedakan menjadi data analog dandata digital. Data analog misalnyadata foto udara sedangkan datadigital merupakan data yangmerupakan hasil penyaiaman(scanning) biasanya berupa dataraster. Pada kegiatan ini memakaidata raster citra satelit.

Beberapa karakeristik citra satelitmencakup:1. Format Citra, citra digitaltersusun dari piksel dan dikenaldengan dengan data raster.2. Resolusi mencakup: - resolusi spasial - resolusi spektral - resolusi temporal

Page 20: Memberantas Penebangan Merusak bersama Kapal Layar Rainbowfwi.or.id/wp-content/uploads/2004/06/IntipHutan_Juni2004_all.pdf · bersiap untuk ikut berlayar bersama kapal layar motor

20 intip hutan | juni 2004

b.Sistem Informasi Geografis(SIG)

GIS atau SIG yang merupakankependekan dari Sistem InformasiGeografis, terdiri dari 3 istilah yaitu‘Sistem’, ‘Informasi’ dan‘Geografis’.

Sistem merujuk kepadapengertian sebuah keterpaduanantara orang (pengguna) denganperangkat untuk menyediakansejumlah informasi. Sistem inimendukung untuk pengoperasian,pengelolaan, penganalisaan danpengambilan keputusan dalamsebuah organisasi.

Informasi berarti sejumlahdata yang menjadi pengetahuanbagi orang yang menggunakannya.Informasi secara tidak langsungjuga mengandung pengertian sisteminput-output untuk menyimpan,mencari dan meyajikan data,terlepas dari bagus tidaknya kualitasdata tersebut.

Geografis memberikanpemahaman tempat atau lokasi,atau dengan kata lain data harusmemiliki tempat atau lokasi.Tempat atau lokasi inilah yangmenjadikan SIG berbeda dengansistem informasi lainnya. Adanyaunsur tempat atau lokasi ini jugayang menjadikan SIG menarikperhatian banyak orang dan inilahyang merupakan kekuatan dariSIG.

Data keruangan merupakanistilah yang digunakan sebagai jenis

data yang digunakan dalam SIG.Istilah data keruangan digunakanuntuk membedakan dari jenis datanir-keruangan yang digunakan olehsistem informasi lainnya sepertisistem informasi kedokteran, bisnisdan lain-lain.

c.Integrasi Penginderaan Jauhdengan GIS

Penggabungan klas dan perapianhasil klasifikasi dengan digitizion onscreen.Adapun kombinasi bandyang yang umum digunakan padasaat penafsiran citra satelit secaramanual/visual yaitu 4-5-3 dan 5-4-2 dimana berbagai kenampakkanvegetasi baik alami maupun yangditanam dapat terlihat dengan jelas.

Untuk mempermudahpengenalan tipe-tipe penutup lahanpada suatu citra, dapat digunakankunci penafsiran (Setiabudi danWasrin, 1996) yang dikembangkanuntuk penafsiran citra Landsat-TMwarna tidak standar (band 2-3-4).Namun hal ini bisa pula diterapkanpada citra dengan kombinasi bandlainnya dengan menerapkanelemen-elemen penafsiran lainnyaselain warna. Kunci eliminasiteresebut pada prinsipnya disusunagar interpretasi berlanjut langkahdemi langkah dari yang umum keyang khusus, dan kemudianmenyisihkan semua kenampakanatau kondisi kecuali satu yangdiidentifikasi. Kunci eliminasisering tampil dalam bentuk kuncidua pilihan (dichotomous key)dimana penafsir dapat melakukanserangkaian pilihan antara duaalternatif dan menghilangkan secaralangsung semuanya, kecuali satujawaban yang mungkin (Lillesand& Kiefer, 1990).

Untuk penafsiran manual/visual(on screen digitation), perlumemperhatikan pola jaringansungai, danau atau garis pantaididelineasi yang diikuti dengan polajaringan jalan, hal ini akanmembantu dalam penafsiran obyek-obyek atau vegetasi yang terliputpada citra yang ada. Selanjutnyadilakukan deteksi pada obyek-obyek dengan melakukan delineasibatas luar pada kelompok yangyang mempunyai warna yang samadan memisahkannya dari yang lain.

INPUT PROSES OUTPUT

Gambar.1. Komponen –komponen GIS

Bersambung

Citra

Elevasi

Geodetic Control

Batas

Hidrologi

Transportasi

Pemilikan

Penutup Lahan

Produk: laporan,informasi

dan jawaban…