membandingkan psap dengan psak

13
Membandingkan PSAP dengan PSAK Perbandingan ini mungkin tidak terlalu relevan. Sebab, entitas pengguna standar berbeda. SAP digunakan oleh entitas yang bertanggung jawab menyediakan barang dan jasa untuk rakyat, sementara SAK digunakan oleh entitas yang bertanggung jawab mencari laba untuk pemilik/pemegang saham. Namun, setidaknya, kita dapat melihat sejauh mana kedua standar tersebut memenuhi pertanggungjawabannya masing-masing penggunanya. Pada poin tujuan, KKAP dan KDPP-LK sama-sama menujukan pada 4 (empat) pihak yaitu: komite penyusun standar, penyusun laporan keuangan, pemeriksa (auditor) dan para pemakainya. Ini agaknya memang suatu hal yang tak bisa dihindari, sebab keempat pihak tersebut telah menjadi fixed sebagai pengguna standar akuntansi. Perbedaan baru mulai terlihat pada poin ruang lingkup. Sebab merupakan hal yang baru, cakupan ruang lingkup yang dibahas dalam KKAP memang terkesan lebih banyak pertimbangan adaptasi seperti yang diungkapkan Mohamad Mahsun, dosen dari STIE Widya Wiwaho Yogyakarta dalam tulisannya yang berjudul “Tinjauan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (et. al, 2006: 44). Pada KKAP ruang lingkupnya meliputi: a) tujuan kerangka konseptual; b) lingkungan akuntansi pemerintahan; c) pengguna kebutuhan informasi para pengguna; d) entitas pelaporan; e) peranan dan tujuan pelaporan keuangan, serta dasar hukum; f) asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfat informasi dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi; dan

Upload: bagastryambodo

Post on 07-Aug-2015

2.189 views

Category:

Documents


83 download

DESCRIPTION

Membandingkan PSAP dengan PSAK

TRANSCRIPT

Page 1: Membandingkan PSAP dengan PSAK

Membandingkan PSAP dengan PSAK

Perbandingan ini mungkin tidak terlalu relevan. Sebab, entitas pengguna standar berbeda. SAP digunakan oleh entitas yang bertanggung jawab menyediakan barang dan jasa untuk rakyat, sementara SAK digunakan oleh entitas yang bertanggung jawab mencari laba untuk pemilik/pemegang saham. Namun, setidaknya, kita dapat melihat sejauh mana kedua standar tersebut memenuhi pertanggungjawabannya masing-masing penggunanya.

Pada poin tujuan, KKAP dan KDPP-LK sama-sama menujukan pada 4 (empat) pihak yaitu: komite penyusun standar, penyusun laporan keuangan, pemeriksa (auditor) dan para pemakainya. Ini agaknya memang suatu hal yang tak bisa dihindari, sebab keempat pihak tersebut telah menjadi fixed sebagai pengguna standar akuntansi.

Perbedaan baru mulai terlihat pada poin ruang lingkup. Sebab merupakan hal yang baru, cakupan ruang lingkup yang dibahas dalam KKAP memang terkesan lebih banyak pertimbangan adaptasi seperti yang diungkapkan Mohamad Mahsun, dosen dari STIE Widya Wiwaho Yogyakarta dalam tulisannya yang berjudul “Tinjauan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (et. al, 2006: 44). Pada KKAP ruang lingkupnya meliputi:

a) tujuan kerangka konseptual;

b) lingkungan akuntansi pemerintahan;

c) pengguna kebutuhan informasi para pengguna;

d) entitas pelaporan;

e) peranan dan tujuan pelaporan keuangan, serta dasar hukum;

f) asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfat informasi dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi; dan

g) defenisi, pengakuan, dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan.(KKAP Paragraf 4)

Sementara pada KDPP-LK, ruang lingkupnya meliputi:

a) tujuan laporan keuangan;

b) karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi dalam laporan keuangan;

c) defenisi, pengakuan dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan; dan

Page 2: Membandingkan PSAP dengan PSAK

d) konsep modal serta pemeliharaan modal.(KDPP-LK, paragraf 05)

Lingkungan Akuntansi Pemerintahan

Perbedaan paling mencolok di antara keduanya adalah pada poin b) KKAP, yaitu dimasukkannya lingkungan akuntansi pemerintahan dalam ruang lingkup tersebut. Ini tentu bukan tanpa alasan. Organisasi pemerintahan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan organisasi komersial (et.al: hal.44). Oleh karena itulah memang sudah sepatutnya sifat lingkungan akuntansi pemerintahan dijadikan pertimbangan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan.

Sifat atau ciri penting lingkungan pemerintahan yang perlu dipertimbangkan tersebut diatur dalam KKAP paragraf 7, yaitu:

a) ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan:

a. bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan;

b. sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar pemerintah;

c. Adanya pengaruh proses politik;

d. Hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah.

b) Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian:

a. Anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal dan sebagai alat pengendalian;

b. Investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan;dan

c. Kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian.

Sebelum kita membahas ciri lingkungan pemerintahan di atas, ada baiknya kita tinjuau dahulu paragraf sebelumnya (paragraf 6), yang menyatakan, bahwa lingkungan operasional organisasi pemerintaha berpengaruh terhadap karakteristik tujuan akuntansi dan pelaporan keuangannya. Nah, jelas sekali bahwa organisasi pemerintahan terdiri dari berbagai entitas-entitas operasional yang tujuan pendiriannya berbeda-beda.

Guna membahas hal tersebut, kita ambil saja contoh dua buah instansi di daerah, yaitu dinas pendidikan dan dinas perhubungan. Apa perbedaan nyata sehubungan dengan operasional keduanya? Pendapatan, tentunya. Dinas pendidikan tidak mengenal istilah pendapatan dalam operasionalnya, maksudnya kas masuk dari aktivitas pokoknya (bukan pendapatan atau penerimaan dari transfer pemerintah

Page 3: Membandingkan PSAP dengan PSAK

pusat). Sementara pada dinas perhubungan, tiap hari mereka bergelut dengan penerimaan retribusi, baik itu berasal dari biaya keur kendaraan, timbangan kendaraan besar bermuatan ataupun izin trayek.

Dari dua aktivitas operasional yang berbeda itu, tujuan pelaporan keuangannya tentu saja berbeda. Bila pada dinas pendidikan tujuannya adalah mempertanggungjawabkan dana yang telah dianggarkan untuk mereka, maka pada dinas perhubungan tujuannya, selain itu, juga mempertanggungjawabkan aliran kas masuk mereka dari pendapatan retribusi. Ini juga disebabkan perbedaan target kedua entitas itu.

Dari penjelasan sederhana di atas, kita mungkin dapat memaklumi bahwa lingkungan operasional memang perlu di pertimbangkan. Ini tidak terdapat pada entitas swasta yang kesemuanya memikul target menghimpun laba. Itulah yang menyebabkan tidak perlunya dipertimbangkan lingkungan operasional perusahaan dalam penetapan standar akuntansi keuangan.

Sekarang kita kembali ke paragraf 7 (tujuh) sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. Hal tersebut akan kita bahas saja secara umum, dengan mengambil salah satu poin, yaitu bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan. Secara garis besar kita bisa gambarkan bahwa pemerintahan di Indonesia ini dikelola oleh presiden beserta pembantu-pembantunya (menteri). Mereka bertanggung jawab menyediakan barang dan jasa untuk publik, baik dengan bayaran maupun tidak. Jelas sekali, bahwa presidenlah yang bertanggung jawab atas semuanya. Sementara para pembantunya diberi tugas dan pelimpahan kekuasaan berdasarkan keahliah mereka (setidaknya bidang yang mereka bawahkan) masing-masing. Mereka diberi kekuasaan untuk membuat kebijakan sendiri asalkan tidak bertentangan dengan kebijakan presiden.

Bentuk tersebut berlaku bagi pemerintahan pusat. Sementara di negeri ini kita juga mengenal adanya pemerintahan daerah. Seperti diamanatkan UU No.22 tahun 1999 yang diubah dengan UU No.32 tahun 2004, daerah menjadi suatu daerah otonom yang berhak pula membentuk pemerintahan sendiri yang memiliki struktur mirip pemerintahan pusat, cuma kekuasaannya sebatas di daerah masing-masing. Pemerintahan daerah pun dibagi lagi menjadi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Pemisahan kekuasaan berlaku untuk masing-masing pemerintahan dimaksud di atas.

Nah, itulah yang harus dipertimbangkan dalam menentukankan tujuan akuntansi dan pelaporan. Memang sangat rumit. Adalah suatu kesuksesan besar bagi KSAP yang berhasil menyusun standar akuntansi untuk pemerintahan Indonesia yang berjenjang dan memiliki beragam budaya dan pemahaman ini. Meski tentu saja tidak sempurna, setidaknya standar tersebut telah ada dan harus dihargai dan dijadikan pedoman.

Keberagaman itu sebetulnya juga telah menjadikan standar yang dibuat KSAP menjadi sangat fleksibel. Keberagaman pemahaman yang pasti dihasilkan itu menjadikan masalah tentang keberbandingan (comparability) laporan keuangan

Page 4: Membandingkan PSAP dengan PSAK

yang dihasilkan oleh masing-masing entitas. (M.Mahsud dalam et.al: hal.45) Belum lagi bila kita meninjau masing-masing daerah. Apakah bisa isi laporan keuangan sebuah kabupaten baru di daerah terpencil di Papua dibandingkan dengan laporan keuangan daerah maju serupa Surabaya atau Tangerang, misalnya. Jawabnya, tentu saja bisa, asalkan pemahaman penyusun laporan keuangan dan kebijakan akuntansi pemda masing-masing juga sama. Namun, hal itu tentu saja sangat sulit dipenuhi, sebab terdapat fleksibelitas yang tinggi pada lingkungan akuntansi pemerintahan yang menjadi bahan pertimbangan dalam ruang lingkup KKAP.

Kalau kita bermaksud mengkritik, poin itu saja sudah menjadi bahan yang sangat potensial untuk diperbincangkan. Cobalah pandang dari sudut bahasa politik para oposisi. Mengapa lingkungan akuntansi pemerintahan mesti dipertimbangkan? Apakah itu dibuat untuk menjadi celah bagi intervensi politik pemerintah yang berkuasa? Atau banyak lagi pertanyaan lain yang sebenarnya tidak perlu. Mari kita coba melihatnya dari segi tujuan pelaporan keuangan yaitu guna menciptakan pengelolaan keuangan pemerintahan yang akuntabel dan transparan. Pertanyaanya akan berubah menjadi bagaimana rincian lingkungan pemerintahan yang dijadikan pertimbangan tersebut? Atau, apakah dengan demikian setiap entitas memiliki laporan yang berbeda tergantung kepada bagaimana budaya yang mereka anut?

Dari pembahasan di atas kita dapat menyimpulkan, dalam KDP-LK, secara tegas, lingkungan entitas tidak dicantumkan dalam ruang lingkupnya. Ini bisa menghasilkan suatu laporan keuangan yang dapat diperbandingkan secara tegas pula antar entitas/perusahaan pelapor. Sebab standar tersebut berlaku umum, tidak tergantung pada bagaimana struktur organisasi, fungsi ataupun lingkungan operasional mereka.

Sementara itu, pada KKAP, dengan dicantumkannya lingkungan pemerintahan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan organisasi pemerintahan, maka laporan keuangan yang dihasilkan pun akan sulit diperbandingkan antara satu entitas dengan entitas lainnya. Penulis sependapat dengan Mohamad Mahsun (et.al: hal.55) yang menyatakan, barangkali, perumusan standar akan lebih baik jika memperhatikan konsep uniformity dengan tujuan menciptakan keterbandingan, bukan keseragaman yang kaku.

Tujuan Laporan Keuangan dan Pelaporan Keuangan

Perbedaan yang kedua, dapat dilihat dari penggunaan kata “tujuan laporan keuangan” yang digunakan dalam KDP-LK dan kata “tujuan pelaporan keuangan” pada KKAP.

Dalam KDP-LK, secara tegas dinyatakan: tujuan laporan keuangan adalah menyediakasn informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaasn yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi (paragraf 12).

Page 5: Membandingkan PSAP dengan PSAK

Dari pernyataan itu, kita dapat segera memahami, fisik laporan keuangan menjadi ojek utama sebagai alat penyampai informasi bagi pihak yang berkepentingan dengannya. Dengan demikian, penyusun standar bisa secara leluasa membubuhkan aturan-aturan yang mengikat dalam masing-masing unsur laporan keuangan yang terdiri dari laporan laba rugi, neraca, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan tersebut.

Sementara pada KKAP, KSAP memakai istilah pelaporan keuangan. Mari kita simak bagaimana tujuan pelaporan keuangan yang tercantum dalam paragraf 23 KKAP ; Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:

a) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran.

b) Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang-undangan.

c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporn serta hasil-hasil yang telah dicapai.

d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan biaya.

e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak pinjaman.

f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalamai kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.

Pelaporan keuangan, sebagaimana istilah yang dipakai di atas, tentu saja berbeda penekanannya dengan laporan keuangan. Standar akuntansi pemerintah yang disusun, agaknya memang masih dipenuhi strategi adaptasi. Birokrasi Indonesia sejak era kolonial telah terbiasa dengan sistem anggaran sederhana dan dengan laporan realisasi anggaran, sebagai laporan keuangan satu-satunya yang hanya memuat item pemasukan dan pengeluaran anggaran (kas) dari pemerintah pusat hingga kelurahan atau desa (cetak.kompas.com). Jadi, memang tidak semudah membalik telapak tangan menyusun suatu standar yang notabene baru bagi lingkungan pemerintahan Indonesia.

Bila dalam PSAK dengan tegas memakai istilah laporan keuangan, maka karena masih adaptasi, PSAP menggunakan istilah pelaporan keuangan. Pelaporan

Page 6: Membandingkan PSAP dengan PSAK

keuangan tidak mengacu secara tegas pada fisik laporan keuangan, melainkan pada proses penyusunannya. Kata “seharusnya” dalam kalimat: “Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna...” pun menyiratkan himbauan kepada masing-masing pengelola entitas tentang betapa pentingnya menyusun laporan keuangan sebagai wujud akutabilitas dan transparansi.

Kendala yang dihadapi KSAP dalam penyusunan standar selanjutnya adalah sama seperti pada poin dicantumkannya lingkungan akuntansi pemerintahan sebagai bahan pertimbangan. KSAP kembali akan kesulitan menyusun acuan yang mengikat dalam standar yang mengatur penyajian laporan keuangan. Ujung-ujungnya keterbandingan akan sulit diperoleh. Tapi, ada sisi baiknya juga. Setidaknya, dengan diterbitkannya standar “sebagai himbauan dan adaptasi” ini, masing-masing entitas bersiap menghadapi era baru, era pertanggungjawaban dan keterbukaan pengelolaan keuangan pemerintah. Ini terbukti telah menyebabkan banyaknya perubahan besar pada penyelamatan uang negara dari tindakan-tindakan penyelewengan seperti yang mudah terjadi di era sebelumnya.

Asumsi Dasar

Dalam KDP-LK, asumsi dasar yang dicantumkan ada dua, yaitu: dasar akrual dan kelangsungan usaha. Sementara dalam KKAP terdapat tiga, yaitu: asumsi kemandirian entitas, kesinambungan entitas, dan keterukuran dalam satuan uang.

Tak ada bahasan mendalam yang dapat kita ambil dari perbedaan asumsi dasar ini. Kita kembali hanya dapat menyimpulkan, KSAP berpegang teguh bahwa standar ini menggunakan pendekatan adaptasi. Mengapa kemandirian entitas harus menjadi bagian dari asumsi dasar? Kita dapat menjenguk sesaat ke bagian “perlu dipertimbangkannya lingkungan pemerintahan”. Masing-masing entitas dalam struktur organisasi pemerintahan telah memiliki peranan dan cara pelayanan sendiri-sendiri yang mandiri. Mereka dianggap sebagai suatu organisasi berdiri sendiri yang tak harus menunggu keturuntanganan pusat dalam rangka penyusunan laporan keuangan yang berisi pertanggungjawaban atas anggaran yang telah ditujukan pada mereka.

Namun, sedikit aneh, bila keterukuran dalam satuan uang dijadikan asumsi dasar. Bukankah poin itu sebaiknya ditempatkan pada pengukuran dan pelaporan? Kita tentu harus kembali lagi pada komitmen awal, bahwa tulisan ini tidak untuk mengkritik, namun mencoba membaca pemahaman KSAP dalam menyusun standar dan mengukur sejauh mana kemelencengan standar itu dari tujuan awalnya. Asumsi dasar yang dimaksud pada KKAP bisa jadi telah diartikan lain. Seharusnya asumsi dasar adalah hal yang tidak perlu dibuatkan ketentuan namun secara otomatis menyertai standar yang disusun. Namun KSAP, sebagaimana telah berulang kali dinyatakan di atas memakai strategi adaptasi. Jadi, mereka mungkin saja merasa perlu menegaskan kembali bahwa laporan keuangan yang disusun berisi kegiatan-kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang (paragraf 31). Artinya, asumsi yang dimaksud cuma sebagai penegasan,

Page 7: Membandingkan PSAP dengan PSAK

bukan keotomatisan sebagaimana yang tersirat pada asumsi yang tercantum dalam KDP-LK PSAK.

Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

Redaksional pengertian karakterisik kualitatif laporan keuangan pada KDP-LK PSAK berbeda dengan KKAP. Pada KDP-LK dinyatakan: Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai (KDP-LK, paragraf 24). Sementara pada KKAP: karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya (KKAP, paragraf 32).

Kembali KSAP menterjemahkan sebuah poin penting dengan kalimat himbauan atau adaptasi. Kita bisa melihat, dalam SAK, karakteristik kualitatif didefenisikan secara tegas sebagai “ciri khas”. Sementara dalam SAP dinyatakan sebagai “ukuran yang perlu diwujudkan”.

Strategi adaptasi, kembali menjadi pilihan. Bagaimana menegaskan bahwa karakteristik kualitatif sebagai “ciri khas”, sebagaimana dalam SAK, sedangkan SAP itu sendiri merupakan sesuatu yang masih asing? Demikian kira-kira jalan pikiran KSAP dalam menyatakan defenisi yang berbentuk “sekedar gambaran” tersebut.

Bila dalam SAK, telah jelas dinyatakan tujuan laporan keuangan, jelas saja bahwa karakteristik kualitatif menjadi suatu yang mutlak karena komparabilitas sudah bisa dijadikan hasil yang diharapkan bagi pemakai standar untuk entitas privat tersebut. Sementara pada SAP yang pada tujuannya masih berkutat pada pelaporan keuangan, karakteristik kualitatif menjadi sesuatu yang masih diperkenalkan. Artinya, laporan keuangan yang disusun sekurang-kurangnya dapat memenuhui kriteri yang dicantumkan dalam standar itu (supaya dapat mencapai tujuan akuntabel dan transparan).

Isi karakteristik kualitatifnya pun jadi sedikit berbeda. Dalam SAK, terdapat 10 karakteristik (KDP-LK, paragraf 25-39), yaitu:

a) Dapat dipahami;

b) Relevan;

c) Materialitas;

d) Keandalan;

e) Penyajian Jujur;

f) Substansi Mengungguli Bentuk;

Page 8: Membandingkan PSAP dengan PSAK

g) Netralitas;

h) Pertimbangan Sehat;

i) Kelengkapan; dan

j) Dapat Dibandingkan.

Sementara pada SAP Cuma tercantum empat karakteristik (KKAP, paragraf 32-37), yaitu:

a) Relevan;

b) Andal;

c) Dapat Dibandingkan; dan

d) Dapat Dipahami

Dapat kita lihat, KSAP mencantumkan standar minimal untuk laporan keuangan pemerintah. Untuk sementara waktu, ketiga point pertama saja mungkin sudah cukup dijadikan karakteristik kualitatif. Dengan pencantuman poin d), kita dapat melihat karakteristik itu terlihat sedikit agak kacau dan kembali mengentalkan strategi adaptasinya. Bukankah dengan relevan, andal dan dapat dibandingkan saja sudah berarti bahwa kriteria dapat dipahami menjadi terpenuhi? Tapi, karena standar ini adalah perkenalan, maka poin itu menjadi penting. Setidaknya, laporan keuangan pemerintah dapat dipahami dulu oleh para pemeriksa dan penggunanya. Jadi, ketiga poin sebelumnya menjadi lemah, sebab mungkin KSAP mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki pemerintah di bagian akuntansinya masih belum memadai.

Masih banyak sebetulnya yang dapat dibandingkan di antara kedua standar berbeda pemakai itu. Namun, dari beberapa hal yang telah dibahas di atas, kita setidaknya telah memperoleh gambaran mengapa banyak pihak yang mengkritik SAP dan masih terus memperdebatkannya hingga hari ini. Pada masa akan datang, penulis masih akan terus memantau perkembangan SAP ini, terlebih saat ini pembahasan lebih lanjut tentang berakhrinya basis cash to acrual pada tahun lalu (2008) dan rencana penerapan basis akrual akan menjadi hal yang menarik pula untuk dibahas dalam tulisan tersediri.

Kesimpulan

Dengan diterbitkannya SAP, berarti pemerintah telah memenuhi tuntutan masyarakat tentang perlunya pengelolaan keuangan pemerintah yang akuntabel dan transparan. Ini juga sekaligus pelaksanaan amanat undang-undang yang mengharuskan adanya standar akuntansi pemerintahan.

Page 9: Membandingkan PSAP dengan PSAK

Kritikan-kritikan dan perdebatan panjang seputar kelemahan dan kerancuan standar akuntansi pemerintahan telah menjadi bukti bahwa SAP memang telah menjadi sesuatu yang ditunggu dan dibutuhkan. Hal tersebut di kemudia hari dapat menjadi acuat atau bahan pertimbangan bagi KSAP dalam usaha mereka memperbaiki, merevisi dan mengembangkan SAP menjadi standar yang benar-benar bisa diandalkan sebagai pedoman dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah. Ini tentu guna mewujudkan pemerintahan yang akuntabel dan transparan pengelolaan keuangannya.

Strategi adaptasi yang dipakai oleh KSAP dalam menyusun SAP merupakan langkah tepat dalam memperkenalkan akuntansi pemerintahan di Indonesia. Meski strategi itu akhirnya menimbulkan banyak kerancuan dan memiliki fleksibilitas yang tinggi, namun SAP terbukti mampu menciptakan paradigma baru dalam akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara.

SAK yang telah menjadi standar yang mapan sebagai acuan bagi semua perusahaan di Indonesia, agaknya bisa dijadikan acuan dalam usahas mengembankan SAP. Namun, membandingkan SAP dengan SAK hanya salah satu cara dalam rangka mengukur sejauh mana standar tersebut bisa memenuhi tujuan awal disusunnya. Dengan catatan, pembandingan itu tentu tidak bisa secara kaku, sebab sifat entitas pemakai keduanya berbeda.

Setelah membandingkan dengan SAK, dapat disimpulkan, SAP baru bisa menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat keterbandingan (comparability) yang memadai bila masing-masing entitas mempunyai pemahaman yang sama terhadap poin-poin SAP. Namun, hal itu sepertinya sulit dicapai, karena strategi adaptasi yang diterapkan KSAP telah menyebabkan SAP memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi. Artinya, uniformity atau keseragaman menjadi suatu hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan standar tersebut di kemudian hari.