memanfaatkan kekuatan pasar untuk perikanan skala kecil...

20
Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil: Dokumen Panduan Berdasarkan Pengalaman dalam Perikanan Tuna Skala Kecil di Indonesia 2017

Upload: others

Post on 24-Aug-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

Memanfaatkan Kekuatan Pasar

untuk Perikanan Skala Kecil:

Dokumen Panduan Berdasarkan Pengalaman

dalam Perikanan Tuna Skala Kecil

di Indonesia

2017

Page 2: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

Daftar Isi 1. Pendahuluan .............................................................................. Error! Bookmark not defined.

1.1. Permintaan Global atas Makanan Laut .................................................................................. 1

1.2. Kekuatan Pasar sebagai Alternatif Undang-undang .............................................................. 1

1.3. Skema Sertifikasi, Kekuatan Konsumen, dan Pengecer .......................................................... 2

1.4. Kerangka Dokumen ................................................................................................................ 3

2. Mengembangkan FIP menuju Sertifikasi MSC .................................................................... 4

3. Sertifikasi Fair Trade .................................................................................................................. 7

4. Ketertelusuran ............................................................................................................................. 9

4.1. Meningkatkan Informasi dan Ketertelusuran Perikanan Tuna (IFITT) .............................. 10

4.2. Inovasi Teknologi menuju Keberlanjutan dalam Perikanan Tuna di Indonesia .................. 13

5. Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Menarget Pasar Domestik ................................. 14

6. Kesimpulan ................................................................................................................................ 15

Daftar Referensi ................................................................................ Error! Bookmark not defined.

Page 3: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

1

1. Pendahuluan

1.1. Permintaan Global atas Makanan Laut

Permintaan global atas makanan laut meningkat dan memberikan tekanan penangkapan

pada stok ikan untuk memenuhi kebutuhan populasi manusia yang terus bertambah.

Sementara itu, banyak stok ikan mengalami eksploitasi berlebihan dan tekanan perikanan

pada stok ikan perlu dikurangi untuk lebih jauh mencegah eksploitasi berlebihan, serta

mencegah naiknya harga makanan laut akibat kelangkaan spesies ikan liar (Tveteras et al.,

2012). Pasar konsumen yang besar di Uni Eropa, Amerika Serikat, dan China kini sangat

bergantung pada impor, karena stok ikan di perairan mereka telah berkurang dan

permintaan atas spesies tropis, seperti tuna, meningkat. China kini merupakan konsumen

produk makanan laut yang terbesar, dengan jumlah produk impor meningkat (Villasante et

al., 2013). Volume impor makanan laut Amerika Serikat meningkat 90% (Helvey et al., 2017)

dan hampir 20% impor makanan Uni Eropa pada tahun 2015 berupa makanan laut yang

nilainya ditaksir 22,3 miliar euro (EUMOFA, 2016). Dalam setiap kasus, proporsi besar

produk impor tersebut berasal dari perikanan negara berkembang, dengan meningkatnya

permintaan atas produk seperti tuna, todak (swordfish), dan udang karena berubahnya

preferensi konsumen (Helvey et al., 2017).

1.2. Kekuatan Pasar sebagai Alternatif Undang-undang

Undang-undang internasional dan nasional ditetapkan dengan tujuan untuk membatasi,

mengontrol, dan meregulasi usaha perikanan. Bagaimanapun, undang-undang bergantung

pada penegakan hukum dan pengawasan yang memadai, serta kemauan pemerintah

setempat untuk menyetujui dan menerapkan regulasi. Satu lagi pendekatan untuk membuat

perubahan dalam industri perikanan adalah melalui pasar, yaitu melalui daya beli

konsumen. Inisiatif berbasis pasar ini berbeda dengan undang-undang konvensional (Litz,

1994; Stavins, 1995) yang memberikan restriksi pada usaha perikanan, menggunakan

hukuman untuk mencegah pelanggaran, dan dapat menghabiskan biaya penegakan hukum

yang besar. Konsep inisiatif pasar adalah mengubah status quo perilaku konsumen serta

sistem penawaran dan permintaan. Dengan demikian, inisiatif pasar dapat disebut sebagai

‘kekuatan’, menimbulkan perubahan di pasar. Kekuatan pasar pada umumnya

dideskripsikan sebagai

Kekuatan yang dapat mempengaruhi harga dan permintaan atas suatu produk, bebas dari

pengaruh pemerintah, berbeda dengan kebijakan berbasis pasar, serta cenderung berasal dari

perilaku konsumen dan penjual (Business Dictionary, 2017; Cambridge Dictionary, 2017).

Kekuatan pasar dapat berupa skema sertifikasi, kampanye selebriti, atau panduan

jenis-jenis ikan. Contoh kampanye yang sangat sukses adalah penampilan seorang

mantan bintang basket dalam kampanye antikonsumsi sirip hiu di China. Kampanye

tersebut berkontribusi mengurangi konsumsi sirip hiu (Fabinyi, 2016). Contoh lainnya

adalah program Seafood Watch, yaitu buku panduan jenis-jenis ikan dari Monterey

Bay Aquarium, yang memberikan rekomendasi kepada konsumen jenis ikan mana

yang dikonsumsi berikut alasannya (Monterey Bay, 2017). Dengan demikian, kekuatan

pasar memberikan insentif untuk praktik yang lebih baik dan berkelanjutan melalui

kemudahan akses pasar, potensi harga yang lebih bagus, dan potensi pilihan

konsumen yang lebih baik (Roheim et al., 2011). Konsep memanfaatkan kekuatan pasar

Page 4: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

2

untuk melindungi lingkungan atau hal lain bukanlah baru. Konsep tersebut muncul

pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar sebagai metode

yang lebih disukai dan lebih berhasil, telah diidentifikasikan oleh Stavins (1995):

Efektivitas biaya adalah prioritas dalam kebijakan, berarti tidak semuanya dapat

dimasukkan.

Beban undang-undang terhadap pemangku kepentingan industri.

Munculnya masalah lingkungan jenis baru yang tidak dapat ditangani secara

memadai dengan peraturan yang ada sekarang.

Permintaan konsumen atas spesies tertentu dapat mempengaruhi kesehatan stok ikan dan

mengalami peningkatan tekanan penangkapan ketika ikan tertentu disukai karena alasan

kesehatan atau keunggulan lainnya. Contohnya adalah meningkatnya permintaan atas ikan

sungut ganda (monkfish) di Inggris setelah promosi oleh para koki selebriti pada tahun 1980-

an. Setelah itu, tekanan penangkapan stok ikan tersebut meningkat dan mengakibatkan

stoknya berkurang drastis (Pinnegar et al., 2006). Pilihan yang dijatuhkan konsumen atas

produk ikan apa yang akan dibeli mempengaruhi tekanan penangkapan pada stok ikan

sekaligus mempengaruhi kondisi stoknya. Jika perilaku konsumen dapat diubah, diganti

dari produk-produk perikanan yang dieksploitasi berlebihan ke yang tidak dieksploitasi

berlebihan, maka ada potensi untuk mengurangi permintaan atas ikan yang ditangkap

dengan jenis alat tangkap tertentu (misalnya, jenis-jenis ikan yang sering menjadi tangkapan

sampingan). Ini berarti bahwa investasi perikanan dalam praktik-praktik yang lebih

berkelanjutan dapat memberikan keunggulan kompetitif di pasar. Meskipun demikian,

mengingat beragamnya produk ikan yang tersedia untuk konsumen, sering kali sulit untuk

membedakan antara ikan yang dihasilkan secara berkelanjutan dan yang tidak.

Menyediakan informasi ini kepada konsumen dengan cara yang mudah diakses adalah

konsep mendasar di balik sertifikasi pasar.

1.3. Skema Sertifikasi, Kekuatan Konsumen, dan Pengecer

Skema sertifikasi yang berasal dari konsumen menuntut untuk mengetahui kualitas dan

kemanan dari produk makanan mereka (Beulens et al., 2005) telah berevolusi untuk

sertifikasi sejumlah isu, dari alat tangkap ramah lumba-lumba, perikanan budi daya

organik, sampai rendahnya tangkapan yang terbuang (Ecolabel Index, 2017). Kesadaran

konsumen akan berkurangnya banyak stok ikan global dan dampak perikanan terhadap

lingkungan, seperti tangkapan sampingan dan rusaknya habitat, telah mendorong gerakan

konsumen untuk mendapatkan informasi lebih tentang sumber dan produksi komoditas

spesifik. Konsumen yang sadar akan potensi dampak negatif perikanan menggunakan

kekuatan daya beli untuk memberikan penghargaan pada produk-produk yang

memberikan informasi atau atribut produk dan dapat membuktikan, melalui sertifikasi atau

sarana lainnya, bahwa produknya sejalan dengan nilai-nilai konsumen. Hal ini telah

memicu meningkatnya jumlah ekolabel secara drastis dalam beberapa tahun terakhir

(misalnya Dolphin Safe dan SeaChoice), dengan label Marine Stewardship Council (MSC)

meluas dengan cepat dan menjadi salah satu ekolabel yang paling mudah dikenali di pasar

makanan laut (Gambar 1). MSC juga memberikan dokumen informasi tentang cara

memanfaatkan kekuatan pasar dengan sertifikasi MSC (MSC, 2011). Skema sertifikasi

bersifat bebas dari inisiatif dan undang-undang pemerintah, serta dinilai secara mandiri

oleh penilai pihak ketiga. Hal ini berarti tidak ada bias mengenai perikanan apa yang

Page 5: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

3

disertifikasi, mengingat ada lembaga penilai kesesuaian (conformity assessment body, CAB)

yang memverifikasi bahwa perikanan tersebut memenuhi kriteria standar sertifikasi pada

level yang disyaratkan.

Pengecer dan konsumen mengakui kekuatan skema sertifikasi untuk bisnis mereka dan

kebutuhan untuk menawarkan lebih banyak produk yang disertifikasi berkelanjutan untuk

menarik atau mempertahankan konsumen. Dalam beberapa tahun terakhir, swalayan besar,

seperti Wal-Mart, Carrefour, Sainsbury’s, dan Lidl, telah membuat komitmen untuk

meningkatkan proporsi produk makanan laut yang disertifikasi berkelanjutan di gerainya.

Menurut data dari tahun 2016, Sainsbury’s merupakan pengecer nomor satu di Inggris pada

tahun 2015 yang memiliki persentase ketersediaan produk bersertifikat MSC (76%, 200

produk (MSC, 2016)). Di dua swalayan lain yang menempati peringkat terbawah, hanya 2%

dan 5% produk makanan lautnya bersertifikat MSC. Konsumen yang sadar dan menaruh

minat pada informasi seperti itu dapat menggunakannya sebagai dasar untuk memilih

lokasi belanja pilihan mereka yang paling berorientasi keberlanjutan. Permintaan pengecer

untuk lebih banyak produk makanan laut yang bersertifikat berkelanjutan, dari pemasok

dan pasar, mendorong lebih banyak perikanan untuk mendaftarkan diri dalam skema

sertifikasi berkelanjutan untuk mempertahankan akses pasar dan harga yang kompetitif.

Gambar 1. Kumpulan ekolabel perikanan pada produk.

1.4. Kerangka Dokumen

Dokumen ini dimaksudkan sebagai referensi bagi LSM lain, pemangku kepentingan

industri, atau tipe pemangku kepentingan lainnya yang ingin memanfaatkan kekuatan

pasar dengan cara yang mirip dengan MDPI. Asal dari setiap kekuatan pasar didiskusikan,

demikian juga pengalaman MDPI, dan pelajaran yang didapatkan dari penerapan tiga jenis

pendekatan pasar:

1. Proyek Perbaikan Perikanan (Fisheries Improvement Projects, FIP, dengan tujuan

sertifikasi MSC)

2. Sertifikasi Fair Trade (Perdagangan yang Adil)

Page 6: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

4

3. Ketertelusuran

Dokumen ini tidak menguraikan satu-satunya metode memanfaatkan kekuatan pasar dan

menerapkan proyek, hanya yang berdasarkan pengalaman MDPI. Oleh karena itu,

informasi dalam dokumen ini harus dipertimbangkan dalam konteks perikanan skala kecil

di kawasan timur Indonesia (terutama tuna), yang mungkin memerlukan penyesuaian

untuk persyaratan berbeda dalam perikanan berbeda di negara berbeda. Mungkin terdapat

lebih dari satu cara untuk menggunakan pendekatan pasar selain proyek dan aktivitas yang

didiskusikan dalam dokumen ini. Oleh karena itu, semua opsi harus dieksplorasi dan

kondisi perikanan harus dinilai sebelum diterapkan. Mungkin juga ada sertifikasi atau

skema selain MSC, Fair Trade, dan Ketertelusuran yang lebih cocok untuk suatu perikanan,

negara, dan pasar ekspor tertentu. Hal ini perlu dipertimbangkan dengan persyaratan

dagang nasional dan internasional, yang dapat digunakan untuk mendukung motivasi

untuk sebuah sertifikasi, sebagaimana didiskusikan di bagian ketertelusuran dalam

dokumen ini.

2. Mengembangkan FIP menuju Sertifikasi MSC

Marine Stewardship Council (MSC) adalah lembaga sertifikasi perikanan mandiri yang

mempromosikan konsumsi produk makanan laut yang dihasilkan secara berkelanjutan

melalui pemberian ekolabel (www.msc.org). Sertifikasi MSC dan label produknya yang

khas berwarna biru merupakan salah satu ekolabel makanan laut yang paling mudah

dikenali di pasar global. Sebagai hasilnya, produk-produk bersertifikat MSC memiliki akses

ke pasar internasional yang besar dan berpotensi mempengaruhi preferensi belanja

konsumen. Perikanan diberikan sertifikasi MSC ketika memenuhi standar yang disyaratkan

dalam tiga prinsip MSC: (1) aktivitas perikanan harus berada di level berkelanjutan; (2)

operasi perikanan harus dikelola untuk mempertahankan struktur, produktivitas, fungsi,

dan keragaman ekosistem tempat perikanan tersebut bergantung; (3) perikanan harus

memenuhi semua hukum lokal, nasional, dan internasional, serta harus memiliki sistem

pengelolaan yang merespons perubahan keadaan dan mempertahankan keberlanjutan

(MSC, 2010).

Proyek Perbaikan Perikanan (FIP) adalah inisiatif untuk mendukung laju perikanan menuju

praktik-praktik yang lebih berkelanjutan. Proyek-proyek tersebut kerap digunakan untuk

mempersiapkan suatu perikanan untuk sertifikasi MSC atau sertifikasi lainnya, dengan

membuat progres yang dapat diidentifikasikan dan terlaporkan dalam mengadopsi praktik-

praktik yang lebih berkelanjutan, sesuai dengan persyaratan dari sertifikasi yang

ditargetkan. Sebelum sertifikasi penuh MSC, beberapa FIP menciptakan kemitraan dengan

pengecer dan pabrik pengolahan ikan untuk menciptakan peluang pasar untuk perikanan

yang belum disertifikasi MSC, namun membuat progres yang terlihat di FIP (Bush et al.,

2013). Bagaimanapun, peluang pasar ini tidak selalu dijamin.

Perikanan madidihang pancing ulung (handline) Indonesia dahulu merupakan dua bagian

dari prapenilaian MSC, yaitu penilaian pancing ulur individual pada tahun 2009 (Moody

Marine Limited, 2009) dan sebagai bagian dari penilaian tahun 2010 untuk perikanan tuna

Samudra Hindia dan Samudra Pasifik Indonesia pada tahun 2010 (Moody Marine Limited,

2010). Yang terakhir disebutkan merupakan dasar untuk mendirikan Indonesian National

Tuna FIP yang menggabungkan tiga spesies (madidihang, tuna mata besar, dan cakalang)

Page 7: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

5

dan lima jenis alat tangkap (pukat cincin/purse seine, rawai/longline, pancing ulur/handline,

huhate/pole and line, serta tonda/troll) yang kini memasuki implementasi tahun keenam.

Proyek ini dipimpin oleh WWF-Indonesia, dengan aspek-aspek tertentu dari

implementasinya didukung oleh MDPI dan LSM lain. Jumlah spesies dan alat tangkap yang

terdaftar, demikian juga luasnya ruang lingkup menjadikan progres FIP menuju sertifikasi

MSC menantang, membutuhkan koordinasi dan sistem pelaporan yang sangat bagus. MDPI

mendukung implementasi FIP untuk madidihang yang ditangkap dengan pancing ulur di

kawasan timur Indonesia, demikian juga perikanan huhate di kawasan timur Indonesia. Hal

ini dicapai melalui kerja sama yang erat dengan International Pole and Line Foundation

(IPNLF) dan melalui Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia (AP2HI),

serta para anggota industri yang relevan.

Implementasi FIP juga membutuhkan hubungan yang baik dengan pejabat pemerintah, dari

tingkat daerah, provinsi, sampai nasional, dan juga LSM lain yang mengerjakan proyek

tersebut, serta pemangku kepentingan lainnya. Sebagian besar kerja FIP menuntut

pengaturan dan penyusunan sistem pengelolaan, demikian juga pengenalan regulasi

pengelolaan yang baru, untuk memenuhi persyaratan internasional.

Mengingat terpencilnya banyak lokasi operasi perikanan pancing ulur skala kecil dan

kurangnya informasi tentang aktivitas tangkapan dan perikanan yang sebelumnya, perilaku

nelayan menjadi penting dalam hal mendorong partipasi, misalnya dalam pengumpulan

data yang akurat. Untuk tujuan itu, MDPI menciptakan sistem pengumpulan data

perikanan (I-Fish, www.ifish.id) pada tahun 2012, bekerja sama dengan Anova LLC dan

proyek USAID IMACS. Sistem pengumpulan data I-Fish kini dioperasikan di hampir 20

situs di provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Papua Barat, dan Maluku.

MDPI mengimplementasikan dan mendokumentasikan aktivitas FIP di semua situs tempat

aktifnya pengumpulan data. Meskipun demikian, mengingat status madidihang di Samudra

Hindia (dieksploitasi berlebihan), situs yang daerah penangkapan ikannya menjadi bagian

area kompetensi Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) tidak dapat dipertimbangkan

untuk penilaian MSC saat ini (Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat). Oleh

karena itu, situs di provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Papua

Barat, dan Maluku yang semuanya kini ada dalam FIP yang sedang di bawah peninjauan

tahunan oleh konsultan independen.

Peninjauan tersebut mempertimbangkan situs-situs ini dalam konteks area kompetensi

Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC). MDPI, IPNLF, dan AP2HI

mengembangkan rencana kerja yang direvisi setiap tahun untuk mencatat pencapaian dan

kondisi yang berubah, serta membagi pekerjaan di antara mitra-mitra. Berdasarkan

peninjauan terakhir pada Oktober 2016, aspek pancing ulur dari FIP di Samudra Pasifik

Barat dan Tengah kini berjalan dengan sangat baik, dengan sedikit perbaikan yang

diperlukan untuk strategi panen, sedikit pekerjaan dalam hal pengelolaan spesies sekunder,

serta perhatian terhadap kepatuhan dan penegakan hukum. Perikanan tersebut lolos

indikator performa 3.2.1 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals,

SDG) terkait tujuan spesifik perikanan. Semua indikator performa lainnya memiliki skor 80,

mengindikasikan lolos uji (Gambar 2)

Page 8: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

6

Gambar 2. Skor tiap indikator performa untuk aspek perikanan pancing ulur FIP Indonesia

di area kompetensi WCFPC berdasarkan peninjauan pada bulan Oktober 2016.

Pelaporan publik tentang FIP melalui situs web Fishery Progress (www.fisheryprogress.org)

sangat dianjurkan. Situs web tersebut secara terbuka mendokumentasikan progres dan

status dari berbagai perikanan yang terdaftar di FIP, sehingga konsumen dan pengecer

dapat dengan mudah mengakses perikanan tanpa mengacu ke dokumen-dokumen tebal.

Situs web Fishery Progress juga memberitahukan apakah suatu perikanan telah tidak aktif

selama jangka waktu yang panjang, dan dengan demikian mendorong pembaruan

informasi secara terus-menerus.

Dengan implementasi FIP, MDPI selalu menantikan terwujudnya sertifikasi. Ini berarti

memastikan pemangku kepentingan mengetahui proses jangka panjang FIP dan sertifikasi

MSC. Mengingat biaya yang sebenarnya dari penilaian MSC, persiapan yang baik adalah

sangat penting untuk menghindari menghabiskan dana dan energi pemangku kepentingan

dalam kasus penilaian yang gagal. Bagian dari sertifikasi MSC adalah sertifikasi Lacak Balak

(Chain of Custody). MDPI mengajukan pendanaan melalui MSC Global Fisheries

Sustainability Fund untuk mempersiapkan penilaian risiko dari rantai pasokan tuna skala

kecil di kawasan timur Indonesia, mengumpulkan informasi, dan memberikan rekomendasi

tentang cara memenuhi persyaratan Lacak Balak, agar rantai pasokan siap ketika perikanan

mereka pada akhirnya mendapatkan sertifikasi dan mereka memerlukan Lacak Balak untuk

memasarkan produknya yang bersertifikat.

Page 9: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

7

3. Sertifikasi Fair Trade

Fair Trade (Perdagangan yang Adil) adalah skema label yang diakui secara internasional,

memberikan informasi kepada konsumen bahwa komoditas yang diberi label telah

diproduksi dan dipasok dengan cara etis, berkeadilan, dan ramah lingkungan. Fair Trade

didefinisikan sebagai ‘…kemitraan dagang, berdasarkan dialog, transparansi, dan rasa

hormat yang mencari kesetaraan yang lebih besar di perdagangan internasional. Fair Trade

berkontribusi pada pengembangan yang berkelanjutan dengan cara menawarkan

persyaratan dagang yang lebih baik dan mengamankan hak-hak produsen dan pekerja yang

termarjinalkan, terutama di negara-negara berkembang’ (Bowen, 2001). Salah satu

perbedaan yang paling terlihat antara sertifikasi seperti MSC dan Fair Trade adalah

penekanan pada faktor sosial dari rantai pasokan, misalnya masyarakat tempat produk

berasal. Fair Trade pada umumnya diterapkan pada masyarakat miskin di negara-negara

berkembang, dan untuk mendukung pengembangan masyarakat produsen, produsen Fair

Trade menerima Dana Premium, yaitu persentase yang sudah ditentukan dari harga pada

saat bahan mentah pertama kali mendarat yang diterima di samping harga normal produk.

Dana Premium dibayar oleh konsumen, yang karena pengetahuannya akan apa makna logo

Fair Trade, bersedia membayar sedikit lebih banyak daripada harga normal pasar. Dana

Premium tidak dapat dibelanjakan untuk tujuan perorangan nelayan. Dana tersebut

dikumpulkan ke rekening bersama dan harus dibelanjakan untuk perbaikan hidup

masyarakat, memperbaiki efisiensi produksi, dan untuk isu-isu konservasi atau lingkungan

dalam masyarakat.

Fair Trade pada umumnya diasosiasikan dengan produk-produk yang dihasilkan tanah,

seperti pisang, kopi, dan kapas. Produk-produk tersebut telah terjual dengan baik, terutama

di pasar negara berkembang. Meskipun demikian, bertambahnya permintaan dan konsumsi

makanan laut global, ditambah lagi dengan kondisi yang buruk dari banyak stok ikan dan

pentingnya perikanan skala kecil dalam perikanan tangkap air asin, memotivasi Fair Trade

USA untuk mengembangkan Standar Perikanan Tangkap (Capture Fisheries Standard) pada

Hubungan dan koordinasi yang baik adalah kunci untuk mencapai langkah-

langkah perbaikan FIP dan persiapan untuk peninjauan tahunan.

Keuntungan pasar dari keterlibatan dalam FIP tidak dijamin.

Adalah sulit untuk mempertahankan nelayan tetap termotivasi dan terlibat

dalam aktivitas FIP. Hal ini berseberangan dengan sertifikasi Fair Trade

(didiskusikan di bawah ini) yang mengharuskan keterlibatan nelayan dan

memberikannya penghargaan, yaitu melalui Dana Premium.

Mencapai hasil dalam FIP mungkin memerlukan waktu lebih lama daripada

yang diharapkan. Dukungan finansial dibutuhkan setiap tahunnya dan

rekaman progres yang bagus perlu diperlihatkan kepada para pendonor.

Page 10: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

8

tahun 2014 (Fair Trade, 2014). Standar Perikanan Tangkap menggabungkan prinsip-prinsip

Fair Trade USA yang berhubungan dengan pemberdayaan, pengembangan ekonomi,

tanggung jawab sosial, dan pengelolaan lingkungan (untuk informasi yang lebih mendetail

tentang standar tersebut, silakan mengunjungi situs web Fair Trade USA,

www.fairtradeusa.org). Fair Trade USA memiliki Dewan Penasihat Perikanan (Fisheries

Advisory Council, FAC) yang memberikan masukan tentang Standar Perikanan Tangkap

dan isu-isu lain. MDPI, berikut Anova sebagai mitra pasar yang kuat, adalah anggota FAC.

Ketika ada panggilan untuk melaksanakan proyek percontohan Standar Perikanan Tangkap

Fair Trade yang baru, Anova mengajukan diri sebagai voluntir percontohan di rantai

pasokannya, dengan MDPI sebagai mitra pelaksana implementasinya. MDPI bekerja sama

dengan Fair Trade USA dan Standar Perikanan Tangkap (FC) yang baru dikembangkan itu

untuk mengimplementasikan proyek Fair Trade di Indonesia, terutama untuk perikanan

madidihang skala kecil. Sebagai mitra industri, Anova LLC secara finansial mendukung

implementasi program Fair Trade dalam rantai pasokannya. Sebagai gantinya, semua

produk bersertifikat Fair Trade ditangani Anova LLC, memberikannya keunggulan

kompetitif melebihi pemangku kepentingan industri lainnya dengan cara menyediakan

produk ke pasar Amerika Serikat.

Pada awalnya, penerapan Fair Trade dilaksanakan di Buru Utara dan di Pulau Ambon,

keduanya berlokasi di Maluku. Semenjak itu, program telah meluas, termasuk ke Buru

Selatan dan Seram (keduanya di Maluku), Toli-toli di Sulawesi Tengah, serta Bisa di Maluku

Utara. Ekspansi ke situs baru selalu bersifat tentatif dan implementasi jangka panjang dari

program tidak selalu dijamin. Anova LLC adalah mitra industri yang kini mendukung

program Fair Trade. Sebagai suatu bisnis, Anova memerlukan hasil investasi untuk

melanjutkan proyek dan mempertahankan keuntungan. Hal ini merupakan pelajaran yang

didapatkan, yaitu bahwa program Fair Trade memang memerlukan volume produk yang

cukup untuk program menjadi sukses, demikian juga antusiasme dari masyarakat untuk

memastikan kepedulian mereka terhadap proyek, serta mengurangi kebergantungan pada

mitra LSM selama penerapan proyek.

Perlu adanya volume produk yang cukup dan teratur untuk menjustifikasi

biaya implementasi program. Fair Trade masih mengoperasikan model bisnis,

yang menuntut adanya omzet yang cukup tinggi untuk mempertahankan

keuntungan dan melanjutkan investasi.

Dana Premium tidak boleh berasal dari LSM, donor, atau tipe pemangku

kepentingan lainnya. Dana Premium harus berasal dari pasar dan mitra

industri. Jika hal tersebut tidak terjadi, pasar artifisial untuk produk tersebut

diadakan di tempat yang tidak ada permintaan kuat atas produk tersebut.

Langkah ini tidak berkelanjutan dalam jangka panjang dan tidak memberikan

ruang untuk ekspansi karena terbatasnya dana yang tersedia untuk LSM.

Page 11: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

9

4. Ketertelusuran

Ketertelusuran sedikit berbeda dari dua kekuatan pasar yang didiskusikan di atas. Baik

dalam sertifikasi MSC maupun Fair Trade, memiliki sistem ketertelusuran atau Lacak Balak

merupakan persyaratan untuk mendapatkan sertifikat. Dengan demikian, ketertelusuran

sering dipadukan sebagai satu atribut dari skema sertifikasi tertentu. Bagaimanapun, ketika

dipandang sebagai persyaratan/kekuatan dagang dan bukan sebagai kekuatan pasar,

ketertelusuran menjadi atribut yang terpisah dan dapat disertifikasi, sebagaimana akan

dijelaskan mendetail di bagian ini. Ketertelusuran didefinisikan sebagai kemampuan untuk

mengakses suatu atau seluruh informasi yang berhubungan dengan apa yang didiskusikan,

di seluruh siklusnya, dengan cara identifikasi yang terekam (Olsen and Borit, 2013). Bagi

MDPI, ini berarti menelusuri sumber pasokan ikan dari nelayan melalui pabrik pengolahan

ikan sampai ekspor dan membuat informasinya tersedia di setiap tahap. Ini merupakan

tugas yang sulit, mengingat kondisi kapal tangkap skala kecil, pemindahan tangkapan dari

banyak kapal tangkap ke satu kontainer ekspor dan potensi pencampuran pemasok atau

pengecer yang berbeda sepanjang rantai pasokan (Gambar 3). Hingga saat ini,

ketertelusuran adalah satu-satunya kekuatan pasar yang didiskusikan dalam dokumen ini

yang sedang dalam proses diintegrasikan ke kebijakan Indonesia, terutama di bawah

tekanan dari Amerika Serikat dan Seafood Import Monitoring Program yang baru saja

dikembangkannya. Dengan demikian, hal ini bertolak dari kekuatan pasar yang sebenarnya

(bebas dari pengaruh pemerintah) dan menjadi suatu persyaratan dagang.

Pengalaman MDPI dalam ketertelusuran didiskusikan dalam dua proyek. Yang pertama

adalah Meningkatkan Informasi dan Ketertelusuran Perikanan Tuna (Improving Fisheries

Information and Traceability for Tuna, IFITT) dan yang kedua adalah Inovasi Teknologi

menuju Tuna Berkelanjutan di Indonesia (Technology Innovation towards Sustainable Tuna in

Indonesia). Informasi yang lebih mendetail dari implementasinya, berikut tantangan dari

proyek-proyek tertentu, dapat dibaca di situs web MDPI atau dengan menghubungi MDPI.

Bagian ini membahas pengalaman dari proyek-proyek yang secara khusus terkait dengan

menyediakan produk yang dapat ditelusuri ke pasar.

Page 12: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

10

Gambar 3. Rantai pasokan ketertelusuran menunjukkan perjalanan ikan melewati tiap poin

dalam rantai pasokan dan tahap-tahap yang perlu direkam untuk mempertahankan

informasi ketertelusuran (sumber: Duggan and Kochen, 2016).

4.1. Meningkatkan Informasi dan Ketertelurusan Perikanan Tuna (IFITT)

Pekerjaan MDPI dalam ketertelusuran dimulai pada tahun 2014 bekerja sama dengan

Wageningen University and Research (Belanda), ThisFish (Kanada), dan Institut Pertanian

Bogor. Wageningen memulai proyek 4 tahun yang dinamakan Improving Fisheries

Information and Traceability for Tuna (IFITT atau Meningkatkan Informasi dan Ketertelusuran

Perikanan Tuna). Proyek IFITT juga membutuhkan kerja sama beberapa mitra industri,

yaitu PT Harta Samudra, BHLN Technical Services, PT Era Mandiri Cemerlang, dan PT

Sinar Purefoods, untuk menerapkan proyek dalam rantai pasokan di Indonesia. Ide di balik

proyek IFITT adalah menggabungkan informasi yang dikumpulkan dari aktivitas

penangkapan ikan I-Fish (www.ifish.id) dengan sistem ketertelusuran yang dapat dilihat

konsumen, dengan demikian menambah informasi yang ada untuk pemangku kepentingan

yang berminat. Kemudian, pemangku kepentingan dapat memasukkan kode yang

ditemukan pada produk ke situs web ThisFish dan membaca latar belakang informasi

produknya (Gambar 4). Pada saat itu, tidak ada permintaan dari konsumen atas informasi

yang selengkap itu. Dalam kasus ini, proyek IFITT sedang berusaha memberikan informasi

tambahan tersebut ke konsumen dan sebagai hasilnya, mengharapkan adanya permintaan.

Sebelum IFITT, tidak ada tekanan pasar pada rantai pasokan untuk mengimplementasikan

ketertelusuran yang sensitif informasi seperti itu untuk produk-produk mereka.

Page 13: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

11

Gambar 4. Gambaran bagaimana ThisFish, yaitu ketertelusuran yang dapat dilihat

konsumen, bekerja.

Penerapannya dilaksanakan di Labuhan Lombok (Nusa Tenggara Barat), Bitung (Sulawesi

Utara), dan sejumlah situs di provinsi Maluku. Sementara proyek memperlihatkan progres,

jelaslah bahwa permintaan di pasar atas produk dengan ketertelusuran tingkat tinggi tidak

ada di dua dari tiga rantai pasokan. Konsep ini dibuktikan di rantai pasokan ketiga, yaitu

rantai pasokan bersertifikat Fair Trade PT Harta Samudra. Sebagaimana didiskusikan di

bagian Fair Trade di atas, mendapatkan sertifikat Fair Trade memerlukan pemisahan cermat

tangkapan Fair Trade dan tangkapan yang bukan Fair Trade dari lokasi pendaratan ke

pabrik pengolahan ikan sampai ekspor. Pemisahan ini dibutuhkan untuk kalkulasi akurat

dari Dana Premium yang akan dikembalikan kepada masyarakat. Oleh karena itu,

meskipun mungkin tidak ada permintaan langsung konsumen untuk informasi tersebut,

persyaratan yang diharuskan standar Fair Trade untuk ketertelusuran mendorong

pemangku kepentingan untuk berinvestasi dan bekerja sama untuk memastikan inisiatif

ketertelusuran dikerjakan. Implementasi di Maluku meluas untuk mencakup empat area

pada tahun 2016, yaitu Maluku Tengah, Buru Utara, Buru Selatan, dan Seram.

Menerapkan proyek ketertelusuran pada perikanan seperti itu memerlukan banyak

perencanaan dan penyesuaian dengan keadaan setempat. Di Maluku, ada keterbatasan

aliran listrik di siang hari demikian juga jangkauan internet. Hal itu berarti, banyak

pekerjaan yang terkait ketertelusuran di lokasi pendaratan dikerjakan secara manual.

Penanda berwarna tertentu diikatkan ke pembungkus tiap potongan ikan (Gambar 5) yang

berasal dari nelayan Fair Trade. Kode yang mewakili pemasok dan desa disematkan ke

pembungkus plastik tersebut. Ketika masuk ke pabrik pengolahan ikan, semua tangkapan

Fair Trade didahulukan diproses, kemudian diikuti oleh tangkapan yang bukan Fair Trade.

Hal ini memastikan pemisahan yang bagus antara tangkapan Fair Trade dan yang bukan,

serta memerlukan sedikit penyesuaian awal dalam urutan dan alur pekerjaan di pabrik

pengolahan ikan. Tipe perencanaan ini dan potensi penyusunan ulang alur pengolahan

harus didiskusikan sepenuhnya dengan rantai pasokan yang berpartisipasi sebelum dan

selama implementasi, untuk memastikan bahwa pendekatan efisiensi dan pengendalian

mutu dari perusahaan tidak terganggu.

Page 14: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

12

Gambar 5. Contoh penanda berupa tali hijau yang diikatkan ke potongan ikan untuk

menandai tuna tangkapan Fair Trade dan kode untuk menandai pemasok.

Harus ada asumsi tentang bagaimana nilai bisnis diciptakan (business case)

agar permintaan pasar sukses. Dalam kasus Lombok, sebelumnya tidak ada

sertifikat Fair Trade atau Marine Stewardship Council untuk memberi

insentif dan memanfaatkan partisipasi. Sementara itu, di Maluku, karena

sertifikat Fair Trade, inisiatif ketertelusuran sukses.

Ketertelusuran adalah kekuatan pasar/kekuatan dagang yang relatif baru,

dengan sangat sedikit produk yang memberikan informasi sehingga

konsumen dapat mengidentifikasi perjalanan ikan. Diskusi dengan pengecer

selama proyek berjalan mengungkapkan bahwa walaupun mereka mungkin

setuju dengan gagasan menyediakan informasi ketertelusuran, menyediakan

produk dengan informasi ketertelusuran menyorot fakta bahwa produk-

produk lain tidak dapat ditelusuri sampai tahap yang sama, dan dengan

demikian menciptakan risiko yang tinggi untuk permintaan konsumen

terhadap produk-produk yang tidak dapat ditelusuri.

Kemitraan dengan pemangku kepentingan industri sangat meningkatkan

akses awal ke beragam pemangku kepentingan dalam rantai pasokan.

Bagaimanapun, hal ini tidak menjamin inisiatif akan sukses.

Page 15: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

13

4.2. Inovasi Teknologi menuju Ketertelusuran Perikanan Tuna di Indonesia

MDPI bergabung dalam konsorsium dengan Wageningen University, Institut Pertanian

Bogor, dan mitra industri Anova LLC dan PT Harta Samudra, dengan pendanaan dari

Netherlands Organisation for Scientific Research (NWO). Proyek 15 bulan ini dimulai pada

November 2015 dan dibangun dari kerja proyek IFITT sekaligus memperkenalkan teknologi

ke rantai pasokan. Proyek bertujuan mengembangkan ketertelusuran berbasis teknologi

(traceability-based technology, TBT) yang menciptakan pertukaran informasi dua arah antara

nelayan, pabrik pengolahan ikan, dan pedagang Indonesia, membantu untuk

menghubungkan nelayan dengan informasi perikanan dan pasar global, serta membantu

pabrik pengolahan ikan dan penjual ikan memenuhi persyaratan informasi dari negara-

negara pengimpor, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Empat teknologi yang

diperkenalkan pada rantai pasokan adalah sebagai berikut:

1. Tally-O: sistem ketertelusuran internal untuk pabrik pengolahan ikan.

2. Spot Trace: peranti penentu lokasi berbasis satelit.

3. Dock: aplikasi untuk aktivitas pengumpulan data ikan.

4. OurFish: sistem pembukuan berbasis aplikasi untuk pemasok.

Dock dan OurFish tidak didorong oleh kekuatan pasar atau permintaan spesifik konsumen.

Oleh karena itu, kedua teknologi itu tidak didiskusikan mendetail dalam dokumen ini.

Keduanya didorong oleh tujuan memperbaiki efisiensi dan mengurangi kesalahan manusia

dalam pengumpulan dan penyimpanan data. Informasi dari peranti Spot Trace terkadang

diminta oleh konsumen yang ingin mengetahui dengan pasti ikan mereka ditangkap di

mana dan oleh siapa. Bagaimanapun, menyajikan informasi area besar tangkapan pada

umumnya sudah cukup untuk konsumen dan pasar belum meminta informasi lokasi

penangkapan yang mendetail. Pemakaian Spot Trace sebelumnya lebih banyak untuk

menguji apakah pendekatan-pendekatan itu layak untuk armada perikanan skala kecil.

Amerika Serikat belum lama ini memperkenalkan Seafood Import Monitoring Program atau

SIMP (NMFS and NOAA, 2016) yang berlaku untuk spesies-spesies yang terdaftar dari

Januari 2018 dan memerlukan informasi mendetail pada informasi seperti asal tangkapan

dan alat tangkap yang dipakai. Uni Eropa juga memberlakukan sistem sertifikat tangkapan

(EC, 2009). Ada insentif untuk yang mematuhi sertifikat tangkapan Uni Eropa: negara-

negara yang melanggar akan diberikan ‘kartu kuning’ atau ‘kartu merah’, tergantung

tingkat parahnya pelanggaran. Kartu-kartu tersebut dapat mempengaruhi akses suatu

negara ke pasar Uni Eropa. Untuk itu, kekuatan dagang besar yang memotivasi pengenalan

sistem Tally-O merupakan akses ke pasar internasional yang menguntungkan. Sistem ini

dapat diimplementasikan menggunakan skema berbasis kertas. Namun, mengingat

besarnya volume produk dan persyaratan informasi, lebih efisien bagi sistem ini untuk

memanfaatkan teknologi yang tersedia. Menggunakan teknologi untuk mengumpulkan

data juga memfasilitasi penggabungan beragam aliran informasi untuk memenuhi

persyaratan informasi. Tally-O didesain dan diterapkan untuk memenuhi kebutuhan ini.

EcoTrust Canada dikontrak untuk mengembangkan solusi peranti lunak dan peranti keras

yang dibutuhkan untuk implementasi Tally-O di mitra pabrik pengolahan ikan. Tally-O

diimplementasikan di pabrik pengolahan ikan yang berlokasi di Indonesia dan Vietnam

(bagian dari rantai pasokan yang sama). Tujuan Tally-O adalah untuk memperbaiki efisiensi

perekaman data dengan menghilangkan perhitungan berbasis kertas, untuk memperbaiki

Page 16: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

14

ketertelusuran unit produksi, dan untuk memfasilitasi pembuatan laporan. Laporan yang

dibuat dari Tally-O kemudian dapat dipakai untuk persyaratan sertifikat tangkapan dan

pengawasan impor untuk akses ke pasar internasional.

Peranti lunak yang dipakai untuk Tally-O bersifat sumber terbuka dan tersedia dari GitHub.

Ini berarti pihak mana pun yang berminat, terlepas itu LSM serupa MDPI dengan mitra

industri atau individu, dapat mengambil kodenya dan mengembangkannya sesuai kondisi

pabrik pengolahan ikan mereka.

5. Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Menarget Pasar Domestik

Sampai saat ini, implementasi kekuatan pasar oleh MDPI berfokus pada perikanan tuna

skala kecil dan produknya diekspor ke pasar Amerika Serikat, yang memiliki pemahaman

dan memiliki permintaan atas makanan laut yang bersertifikat berkelanjutan. MDPI pernah

membuat survei untuk mengetahui permintaan domestik atas produk bersertifikat yang

dipasok dari Indonesia (kepiting bakau Papua Barat). Sebanyak 60% responden tidak

pernah mendengar tentang skema sertifikasi perikanan, seperti Marine Stewardship Council

atau Fair Trade. Hanya 3% yang mengatakan mereka hanya membeli produk bersertifikat.

Meskipun hanya survei kecil, survei menemukan bahwa permintaan domestik atas produk

bersertifikat yang dijual pada harga premium tidak ditemukan di Indonesia. Kurangnya

permintaan ini dapat dijelaskan dengan sejumlan faktor lain mempengaruhi pembelanjaan

konsumen di Indonesia yang prioritas keberlanjutannya tidak begitu tinggi untuk

menjustifikasi pengeluaran lebih. Sementara Indonesia terus berkembang dan kesadaran

konsumen akan isu-isu seperti keberlanjutan meningkat, maka pasar domestik untuk

produk-produk seperti itu dapat muncul. Bagaimanapun, menggunakan kekuatan pasar

untuk membuat perubahan dalam rantai pasokan dengan produk-produk yang dijual untuk

pasar internasional berpotensi menghasilkan efek yang sangat besar. Situasi ini cenderung

sama di negara-negara lain yang tahap perkembangannya sama dengan Indonesia dan

harus dijelaskan sebelum memulai proyek yang bertujuan menyediakan produk

bersertifikat untuk pasar domestik.

Dari pengalaman Tally-O, persyaratan pasar yang diwajibkan untuk

ketertelusuran mendorong mitra industri untuk mendukung proyek,

memastikan teknologi yang efisien dikembangkan untuk rantai pasokan

mereka. Hal ini memberikan dasar untuk memperluas teknologi ke pasokan

lainnya, karena ada kisah sukses yang dapat didiskusikan dalam mencari

mitra.

Mirip dengan pengalaman IFITT, belum ada tuntutan pasar dan harga

premium yang terkait untuk makanan laut yang dapat ditelusuri. Sebagai

gantinya, harga premium kini dikaitkan dengan sertifikasi pasar yang salah

satu aspeknya adalah ketertelusuran.

Page 17: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

15

6. Kesimpulan

Inisiatif cenderung sukses jika didukung oleh satu atau lebih pemangku kepentingan

industri.

Perlu ada peluang industri untuk inisiatif. Jika tidak ada, maka pemangku

kepentingan industri cenderung tidak mau menginvestasikan waktu dan usaha yang

diperlukan.

Pada beberapa kasus, perusahaan dan pemangku kepentingan tidak bersedia

menginvestasikan usaha lebih banyak daripada usaha untuk memenuhi undang-

undang pemerintah. Hal ini dapat disebabkan sejumlah faktor, misalnya waktu,

uang, prioritas hidup lainnya, dan sebagainya.

Dana Premium Fair Trade harus bersumber dari permintaan pasar.

Mengingat kondisi perikanan skala kecil, sering kali lebih mudah bekerja dengan

proyek yang tuntutan konsumennya sudah ada, daripada berusaha mengadakan

suatu sistem dan kemudian memunculkan tuntutan konsumen atas informasi.

Pengecer lebih bersedia bekerja sama di proyek seperti itu karena dianggap berisiko

kecil.

Regulasi impor untuk pasar internasional yang besar adalah cara yang bagus untuk

memberikan insentif pada partisipasi industri dan dukungan untuk inisiatif.

Harga premium tidak selalu dijamin. Ada Dana Premium yang berhubungan

dengan sertifikat Fair Trade, tetapi tidak ada hasil investasi serupa yang

berhubungan dengan sertifikasi MSC. Hal itu bisa jadi merupakan hasil dari proses

dan bisa jadi bukan.

Peluang pasar untuk perikananan yang masuk FIP tidak selalu dijamin.

Ketika memperkenalkan inisiatif yang ditujukan pada kekuatan pasar tertentu

(misalnya sertifikasi atau ketertelusuran) kepada masyarakat perikanan, perlu secara

hati-hati dijelaskan apa yang dapat dan tidak dapat diharapkan dari partisipasi, dan

jangan menjanjikan keuntungan, baik keuntungan finansial maupun lainnya.

Permintaan domestik atas suatu produk yang bersertifikat mungkin sudah ada dan

mungkin belum ada, menjadikan kasus mengejar sertifikasi untuk produk yang

dikonsumsi pasar domestik bisa jadi tidak sesukses yang diharapkan.

Analisis dinamika pasar internasional untuk produk makanan laut harus

dilaksanakan sebelum implementasi proyek.

Page 18: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

16

Menjaga hubungan yang baik dengan pemangku kepentingan dan memastikan

lancarnya keuntungan kedua belah pihak adalah penting untuk penerapan inisiatif

sertifikasi dan ketertelusuran jangka panjang.

Atribut produk yang baru, misalnya ketertelusuran, mungkin tidak sepenuhnya

diikuti pengecer sampai satu proporsi tertentu produk mereka dapat mencapai

atribut produk yang sama. Ini dikarenakan keengganan pengecer untuk memiliki

suatu produk dengan atribut produk tertentu yang dapat menyorot betapa

buruknya performa produk-produk lain.

Persyaratan dagang nasional dan internasional harus dipertimbangkan sebelum

memutuskan kekuatan pasar mana yang akan dimanfaatkan. Persyaratan dagang

dapat digunakan untuk mendorong partisipasi dalam inisiatif berbasis pasar,

misalnya ketertelusuran.

Penting untuk terus memantau gambaran besar isu ini dan apa yang ingin dicapai,

dengan cara terlebih dahulu mempersiapkan pemangku kepentingan dengan baik

untuk memastikan pemahaman dan kerja sama mereka.

Page 19: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

17

Daftar Referensi

Beulens, A. J. M., Broens, D. F., Folstar, P., and Hofstede, G. J. 2005. Food safety and

transparency in food chains and networks. Relationships and challenges. Food Control,

16: 481–486.

Bowen, B. 2001. ‘Let’s go Fair’. In Fair Trade Yearbook 2001, EFTA, pp. 21–41.

Bush, S. R., Toonen, H., Oosterveer, P., and Mol, A. P. J. 2013. The ‘devils triangle’ of MSC

certification: Balancing credibility, accessibility and continuous improvement. Marine

Policy, 37: 288–293. Elsevier.

Business Dictionary. 2017. Market Forces.

http://www.businessdictionary.com/definition/market-forces.html (Accessed 1 July

2017).

Cambridge Dictionary. 2017. Market Forces.

http://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/market-forces (Accessed 1 July

2017).

Duggan, D. E., and Kochen, M. 2016. Small in scale but big in potential: opportunities and

challenges for fisheries certification of Indonesian small-scale tuna fisheries. Marine

Policy.

EC. 2009. COMMISSION REGULATION (EC) No 1010/2009 of 22 October 2009. Official

Journal of the European Union: 5–41.

Ecolabel Index. 2017. Ecolabel Index.

http://www.ecolabelindex.com/ecolabels/?search=fish&as_values_077= (Accessed 3 July

2017).

EUMOFA. 2016. The EU fish market - 2016 edition. 94 pp.

Fabinyi, M. 2016. Sustainable seafood consumption in China. Marine Policy, 74: 85–87.

Elsevier. http://dx.doi.org/10.1016/j.marpol.2016.09.020.

Fair Trade. 2014. Fair Trade Capture Fisheries Standard Compliance Criteria.

Helvey, M., Pomeroy, C., Pradhan, N. C., Squires, D., and Stohs, S. 2017. Can the United

States have its fish and eat it too? Marine Policy, 75: 62–67. Elsevier.

http://dx.doi.org/10.1016/j.marpol.2016.10.013.

Litz, F. T. 1994. Harnessing market forces in natural reouces management: lessons from the

Surf Clam Fishery. Boston College Environmental Affairs Law Review, 21.

Monterey Bay. 2017. Seafood Watch. http://www.seafoodwatch.org/ (Accessed 3 July 2017).

Moody Marine Limited. 2009. Pre-assessment report for Indonesian handline yellowfin tuna.

37 pp.

Moody Marine Limited. 2010. Pre-assessment report for Indonesian Pacific and Indian

Ocean tuna fisheries. 67 pp.

MSC. 2010. Marine Stewardship Council Fishery Standard: Principles and criteria for

sustainable fishing.

MSC. 2011. Harnessing Market Forces for Positive Environmental Change. The MSC

standard and scoring system. London. 1-5 pp.

MSC. 2016. Retailers and MSC-certified products on offer.

https://www.msc.org/newsroom/news/sainsburys-no-1-uk-retailer-for-sustainable-

seafood-lidl-nets-third-place (Accessed 3 July 2017).

NMFS, and NOAA. 2016. Magnuson-Stevens Fishery Conservation and Management Act;

Seafood Import Monitoring Program.

Olsen, P., and Borit, M. 2013. How to define traceability. Trends in Food Science and

Technology, 29: 142–150. Elsevier Ltd.

Page 20: Memanfaatkan Kekuatan Pasar untuk Perikanan Skala Kecil ...mdpi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/20190218... · pada tahun 1980-an. Alasan utama beralih ke inisiatif berbasis pasar

18

Pinnegar, J. K., Hutton, T. P., and Placenti, V. 2006. What relative seafood prices can tell us

about the status of stocks. Fish and Fisheries, 7: 219–226.

Roheim, C. A., Asche, F., and Santos, J. I. 2011. The elusive price premium for ecolabelled

products: Evidence from seafood in the UK market. Journal of Agricultural Economics,

62: 655–668.

Stavins, R. N. 1995. Harnessing market forces to protect the environment. In Overcoming

Indifference: ten key challenges in todaay’s changing world. Ed. by K. Schwab. New

York University Press.

Tveteras, S., Asche, F., Bellemare, M. F., Smith, M. D., Guttormsen, A. G., Lem, A., Lien, K.,

et al. 2012. Fish is food – The FAO ’s fish price index. Plos One.

Villasante, S., Rodríguez-Gonzalez, D., Antelo, M., Rivero-Rodriguez, S., de Santiago, J. A.,

and Macho, G. 2013. All Fish for China? Ambio, 42: 923–936.