memahami hakekat perundang-undangan dan … · 2017. 6. 4. · masa yunani kuno yang telah berakhir...

33
Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH 1 MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN PEMBENTUKANNYA 1 Oleh Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH (Dosen Bagian Hukum Tata Negara FH Universitas Udayana) I. Sejarah dan Perkembangan Konstitusi dan Dasar-Dasar Ilmu Perundang- Undangan Sejarah dan Perkembangan Konstitusi tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan hukum dari masa ke masa. Perkembangan konstitusi dari masa ke masa dilihat dari perspektif konstitusionalisme yakni paham tentang pemerintahan menurut konstitusi atau konstitusional. Paham ini berkembang dari masa ke masa, dan dipisahkan menjadi 2 kategori Paham Konstitusionalisme Klasik (mulai pada masa Yunani Kuno, Romawi, dan abad pertengahan) dan Paham Konstitusionalisme Modern. Zaman Yunani Kuno, Konstitusionalisme adalah Polis (Negara Kota) yang pemerintahannya menurut asas demokrasi langsung. Plato dan Aristoteles beranggapan warga negara yang baik adalah patuh terhadap konstitusi dan undang-undang. Aristoteles sampaikan Politea atau konstitusi lebih tinggi dari undang-undang. Zaman Romawi Kuno, berdasarkan “empirium” pemahaman terhadap “konstitusionalisme”, berkenaan dengan eksistensi konstitusi, dipandang sebagai instrument pemerintahan, berupa: kebiasaan masyarakat, dictat lawyers, catatan-catatan negarawan, kepercayaan dan keyakinan rakyat berkait dengan metode atau cara penyelenggaraan kekuasaan negara. Zaman Pertengahan, terdapat filosofi “fiudum”, pemahaman “konstitusionalisme” 1 Makalah ini disampaikan dalam Kegiatan Bimbingan Teknis (BIMTEK) Legal Drafting, yang diselenggarakan oleh Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, di Hotel Garden Palace, Surabaya, Tanggal 22-24 Maret 2016.

Upload: others

Post on 29-Apr-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

1

MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN PEMBENTUKANNYA1

Oleh

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

(Dosen Bagian Hukum Tata Negara FH Universitas Udayana)

I. Sejarah dan Perkembangan Konstitusi dan Dasar-Dasar Ilmu Perundang-Undangan

Sejarah dan Perkembangan Konstitusi tidak dapat dilepaskan dari sejarah

perkembangan hukum dari masa ke masa. Perkembangan konstitusi dari masa

ke masa dilihat dari perspektif konstitusionalisme yakni paham tentang

pemerintahan menurut konstitusi atau konstitusional. Paham ini berkembang

dari masa ke masa, dan dipisahkan menjadi 2 kategori Paham

Konstitusionalisme Klasik (mulai pada masa Yunani Kuno, Romawi, dan abad

pertengahan) dan Paham Konstitusionalisme Modern.

Zaman Yunani Kuno, Konstitusionalisme adalah Polis (Negara Kota) yang

pemerintahannya menurut asas demokrasi langsung. Plato dan Aristoteles

beranggapan warga negara yang baik adalah patuh terhadap konstitusi dan

undang-undang. Aristoteles sampaikan Politea atau konstitusi lebih tinggi dari

undang-undang. Zaman Romawi Kuno, berdasarkan “empirium” pemahaman

terhadap “konstitusionalisme”, berkenaan dengan eksistensi konstitusi,

dipandang sebagai instrument pemerintahan, berupa: kebiasaan masyarakat,

dictat lawyers, catatan-catatan negarawan, kepercayaan dan keyakinan rakyat

berkait dengan metode atau cara penyelenggaraan kekuasaan negara. Zaman

Pertengahan, terdapat filosofi “fiudum”, pemahaman “konstitusionalisme”

1 Makalah ini disampaikan dalam Kegiatan Bimbingan Teknis (BIMTEK) Legal Drafting, yang diselenggarakan oleh Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, di Hotel Garden Palace, Surabaya, Tanggal 22-24 Maret 2016.

Page 2: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

2

digambarkan sebagai paham “feodalisme”, suatu bentuk pemerintahan yang

dikuasasi oleh kaum feodal atau tuan-tuan tanah.2

Konstitusionalisme Modern, intinya pemerintahan berdasarkan konstitusi,

dengan ciri utama: (i) Pembatasan kekuasaan pemerintahan, (ii) pemerintah yang

tidak sewenang-wenang dan (iii) pemerintah yang bertanggung jawab serta

akuntabel kepada rakyat.3 Istilah negara hukum dikenal dengan “rechstaat” ada

pula “rule of law”. Istilah “rechstaat” adalah konsep yang populer dalam tradisi

Eropa Kontinental, sedangkan Anglo Saxon menggunakan “rule of law”.

Pengembangan konsep “rule of law” oleh A.V Dicey, di identifikasi dalam 3 unsur,

diantaranya : (1) supremacy of law, (2) equality before the law, (3) the constitution

based on individual rights.4 Friedrich Stahl, membagi 4 unsur dari negara hukum

“rechstaat”:

1. Adanya jaminan perlindungan hak asasi manusia 2. Adanya pemisahan dalam kekuasaan negara 3. Setiap tindakan negara harus didasarkan atas undang-undang yang

telah ditetapkan terlebih dahulu 4. Adanya peradilan administrasi negara.5

Di Indonesia, menekankan supremasi konstitusi, hal ini tersirat dalam Pasal 1

ayat (2) Undang-Undang Dasar NRI 1945, menentukan :

Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-

Undang Dasar.

Ketentuan ini menekankan pada Undang-Undang Dasar merupakan aturan

tertinggi yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Dengan demikian, maka

2 I Dewa Gede Atmadja, 2012, Hukum Konstitusi, Edisi Revisi, Setara Press, Malang, h. 15 3 Ibid, h.17 4 A.V Dicey, 1987, Introduction To The Study Of The Law Of The Constitution, Fifth edition,

London, Macmillan And Co., Limited New York: The Macmillan Company, p. 179-187 5 Philipus M. Hadjon,. 1987, Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat di Indonesia, PT Bina

Ilmu, Surabaya, h. 75

Page 3: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

3

penyelenggaraan negara harus berdasarkan konstitusi, begitu juga peraturan

perundang-undangan dibawahnya.

II. Hakekat Peraturan Perundang-undangan

Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana isi Ketentuan Pasal 1 ayat

(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya

disingkat dengan UUD NRI 1945). Ketentuan tersebut secara historis diartikan

dalam Penjelasan UUD 1945 (sebelum amandemen), sebagai Negara yang

berdasar atas Hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka

(Machtsstaat). Pemahaman akan konsep negara hukum itu menjadi suatu

pandangan bahwa segala tindakan dalam penyelenggaraan negara haruslah

berdasarkan hukum. Keabsahan tindakan pemerintah harus dilihat dari acuan

peraturan perundang-undangan yang mengatur. Sejarah Singkat Asas Legalitas

berawal dari pungutan Pajak. Di AS dikenal dengan istilah “taxation without

representation is robbery” di Inggris dikenal dengan istilah “no taxation without

representation”.

Setelah amandemen, UUD NRI 1945 memaknai Pasal 1 ayat (3) tersebut

dengan menghubungkan pada prinsip negara hukum yang demokratis,

sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 I ayat (5) UUD NRI 1945. Selebihnya,

ketentuan Pasal 28 I ayat (5) UUD NRI 1945 itu menentukan:

Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi

manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangan-

undangan.

Page 4: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

4

Prinsip negara hukum yang demokratis, menekankan pada aktivitas

penyelenggaraan negara yang mendeskripsikan pada hubungan antara hukum,

demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Melihat penyelenggaraan negara yang

berdasarkan prinsip tersebut, maka harus diwujudkan dalam bentuk peraturan

perundang-undangan.

Dengan kata lain, pemikiran negara hukum yang didasarkan pada

Konstitusi, mengandung pemahaman akan penempatan supremasi hukum dan

jaminan pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) dalam peraturan perundang-

undangan. Prinsip negara hukum yang ditempatkan dalam batang tubuh UUD

NRI 1945, merupakan upaya dalam mewujudkan tujuan negara yang termaktub

dalam pembukaan UUD.

The founding fathers (pendiri bangsa) kita ini telah menetapkan tujuan

bangsa ini dan termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Pembukaan (preambule) tersebut dapat diamati dari beberapa frasa, diantaranya

: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia. Beberapa tujuan ini, menjadi ukuran yang terus

menerus diperjuangkan oleh pemerintah. Karenanya, dalam batang tubuh

tepatnya Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar NRI 1945 menentukan:

Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah

tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

Mengingat betapa pentingnya, eksistensi peraturan perundang-undangan

di negara ini, maka pemahaman secara komprehensif harus menjadi priotas

dalam pembentukannya. Dengan maksud, memahami hakekat peraturan

Page 5: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

5

perundang-undangan baik dalam tataran filosofis, teoritis maupun dogmatik.

Pemikiran ini dipengaruhi oleh pemikiran J. Gijjels, ( membagi 3 lapisan, yakni

dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum) yang pada akhirnya

diarahkan kepada praktik hukum menyangkut 2 (dua) aspek utama yakni

pembentukan hukum dan penerapan hukum.6

Filosofis

Dalam perspektif filosofis eksistensi peraturan perundang-undangan

sudah mulai ada pada jaman Yunani Kuno, melalui pikiran para filsuf seperti

Plato atau Aristoteles saat itu. Plato dalam bukunya berjudul Laws, melakukan

perubahan pemikiran terhadap apa yang telah pikirkan semula dalam karyanya

Politea. Sebelumnya ia menganggap bahwa cukup memberikan

keleluasan/kebebasan kepada seorang filsuf yang menjadi raja dalam memimpin

negara, karena raja itu telah dianggap memahami hakekat tujuan dari negara.7

Pada akhirnya, pemikiran itu beralih pada ide tidak bisa penyelenggaraan negara

dijalankan oleh raja-raja berlatar belakang filsuf untuk melaksanakan semua

kewenangan tanpa peraturan-peraturan tertulis. Kemudian, pendapat inilah

yang memunculkan pandangan bahwa keadilan itu tidak bisa hanya didapatkan

dari pikiran-pikiran melainkan harus dituangkan dalam peraturan tertulis.

Dengan dalil membatasi kekuasaan agar penguasa agar tidak sewenang-wenang

dan juga rakyat mengetahui hak-haknya.8

Plato mengatakan, hukum adalah pikiran yang masuk akal (reason

thought, logismos) yang dirumuskan dalam keputusan negara. Ia menolak

6 Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2009, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Cetakan ke-IV, Yogyakarta, h. 10

7 Jimmy Z. Usfunan, 2015, Konsep Kepastian Hukum Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Udayana, h. 156

8 Ibid

Page 6: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

6

anggapan bahwa otoritas dari hukum semata-mata bertumpu pada kemauan

dari kekuatan yang memerintah (governing power).9 Uraian pemikiran Plato ini

memberikan gambaran bahwa hukum itu tidak boleh hanya sekedar kemauan

penguasa. Selebihnya, Wayne Marisson, mengungkapkan pendapat Plato yang

menjelaskan sejumlah prinsip dasar, yakni :

a. bahwa harus ada standar-standar moral absolut;

b. bahwa standar-standar moral absolut harus diejawantahkan dalam

kodifikasi hukum, betapapun tak sempurnanya kodifikasi itu;

c. bahwa bagian terbesar penduduk suatu negara, karena

ketidakmengertiannya akan filsafat, tidak dibenarkan bertindak atas

inisiatifnya sendiri mengubah baik gagasan-gagasan moral maupun

kodifikasi hukum yang mencerminkan gagasan-gagasan moral itu;

mereka harus total dan tanpa syarat tunduk pada peraturan yang

diterapkan bagi mereka oleh pembuat undang-undang (the legislator).10

Kemutlakan dari urgensi aturan tertulis adalah suatu jalan pikiran yang

didengungkan oleh Plato, saat itu. Melalui pengalamannya dari konstruksi

negara aristokrasi (negara yang dipimping oleh para filsuf/aristokrat) yang

diidamkan, sampai pada runtuhnya pemikiran ideal itu karena perilaku/sifat

manusia yang harus dibatasi.

Kemudian Aristoteles saat itu (Masa Yunani Kuno), mencetuskan 2 (dua)

prinsip keadilan, yakni keadilan commutatief (kepada yang sama penting

9 H. Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2007, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 18

10 Wayne Marisson dalam I Dewa Gede Palguna, 2013, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint) Upaya Hukum Terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara, Sinar Grafika, h. 47-48

Page 7: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

7

diberikan yang sama) dan keadilan distributief (kepada yang tidak sama penting

diberikan yang tidak sama).11 Pemikiran Aristoteles ini mirip dengan Plato terkait

tidak dapat dipisahkannya antara hukum dan keadilan. Namun, Aristoteles lebih

pada pembagian keadilan dari 2 perspektif itu. Dengan demikian pembentukan

aturan, harus mengakomodir prinsip keadilan tersebut.

Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi,

bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga telah mempengaruhi

penyelenggaraan kerajaan saat itu. Namun, kepentingan penguasa (Kaisar)

sangat mempengaruhi perumusan kebijakan dalam peraturan yang berlaku saat

itu. Hal ini terlihat pada aturan kerajaan Romawi dengan nama Lex Regia and

Corpus Iuris Civilis.12 Catatan Gede Palguna menginformasikan masa Romawi

menghasilkan beberapa pemikiran, yakni : pertama, hukum bukanlah sekedar

peraturan tertulis melainkan rule of reason dan karenanya melekat pada

pengalaman manusia, kedua, penguasa harus tunduk pada hukum, ketiga,

lahirnya bentuk permulaan kodifikasi hukum.13

Perkembangan hukum dari masa ke masa, makin berkembang setelah

masa Romawi diikuti dengan abad pertengahan, lalu masa Renaissance

(pencerahan) kemudian negara modern. Sejarah menunjukkan bahwa hukum

dalam perkembangannya mudah diintervensi oleh keinginan penguasa. Secara

filosofis, hipotesa ini bisa menjadi benar ditambah dengan adagium:

Homo Homini lupus (manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya)

Lord Acton: Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely

11 L.J. Van Apeldoorn, Tanpa Tahun, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramitha, h. 11 serta Theo Huijbers, 1995, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, h. 23

12 Brian Z Tamanaha. 2004, On The Rule of Law (History, Politics, Theory), Cambridge University Press, New York. h. 11-12

13 I Dewa Gede Palguna, op.cit, h. 55

Page 8: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

8

Berangkat dari pemikiran yang terurai ini, maka jaminan kepastian hukum yang

adil menjadi dambaan jaman.

Teoritis

Berangkat dari pemikiran teoritis, terdapat beberapa teori, asas, dan

konsep yang menjadi pedoman bagi pembentukan perundang-undangan.

Pentingnya pemahaman ini agar lebih memberikan jastifikasi teoritis pada

pembentukan perundang-undangan. Beberapa teori itu diantaranya, Ilmu

Perundang-undangan, Teori Perundang-Undangan, konsep negara hukum,

konsep kepastian hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan

dan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Burkhardt Krems,

sebagaimana dikutip Maria Farida Indrati Soeprapto14 menyatakan:

“Ilmu Pengetahuan perundang-undangan (Gesetzgebungs-wissenschaft)

merupakan ilmu yang interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu politik dan

sosiologi yang secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar,

yaitu:

a. teori Perundang-undangan (Geetzgebungstheorie), yang berorientasi pada mencari kejelasan dan kejernihan makna atau pengertian-pengertian yang bersifat kognitif.

b. Ilmu Perundang-undangan (Gesetzgebungslehre) yang berorientasi pada melakukan perbuatan dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan yang bersifat normatif.

Selanjutnya menurut Krems15, substansi ilmu perundang-undangan

(Gesezgebungslehre) dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu :

a. Proses Perundang-undangan (Gesetzgebungsverfahren) b. Metode Perundang-undangan (Gesetzgebungs-methode)

14 Maria Farida Indrati Soeprapto, 1998, Ilmu Perundang-undangan, Penerbit Kanisius,

Jogjakarta, h. 2 15 ibid

Page 9: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

9

c. Teknik Perundang-undangan (Gesetzgebungstechnik)

Hukum tentang pembentukan peraturan perundang-undangan negara

oleh Burkhardt Krems disebut dengan ”staatsliche rechtssetzung”, itu

menyangkut:

1. isi peraturan (Inhalt der Regelung) 2. bentuk dan susunan peraturan (Form de Regeleung) 3. metode pembentukan peraturan (Methode der Ausarbeitung der

Regelung) 4. prosedur dan proses pembentukan peraturan (Verfahren de Ausarbeitung

der Regelung)16

Apabila menggunakan pemikiran Burkhardt Krems ini sebagai

pendekatan, maka perlu ditindaklanjuti mengenai perihal isi, bentuk dan

susunan peraturan, metode pembentukan peraturan, serta prosedur dan proses

pembentukan peraturan ketika mendeskripsikan mengenai ”pembentukan

peraturan perundang-undangan”. Perihal ”isi” identik dengan istilah ”materi

muatan”. Materi muatan menekankan pada isi dari ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pemikiran Lon Fuller mengenai ”isi” hukum positif “positive legal content”

harus memenuhi delapan unsur, diantaranya:17

a. Harus ada aturan-aturan umum sebagai pedoman dalam pembuatan keputusan;

b. Peraturan-peraturan yang menjadi pedoman bagi otoritas harus diumumkan (dipublikasikan);

c. Hukum (peraturan) tidak boleh berlaku surut; d. Peraturan-peraturan disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti

(jelas); e. Aturan-aturan tidak boleh bertentangan satu sama lain; f. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan melebihi apa

yang dapat dilakukan (tidak mungkin untuk dipenuhi); g. Peraturan tidak boleh sering diubah-ubah;

16 Hamid Attamimi, 1990, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara (Suatu Studi Analis: Keputusan Presiden Yang Berfungsi Peraturan Dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita V, Disertasi PPS Universitas Indonesia, h. 300

17 Lon Fuller, 1964, The Morality of Law, Revisi Edition, Yale University, p. 47-81

Page 10: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

10

h. Harus ada konsistensi antara aturan-aturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari-hari (pemerintah harus melaksanakan dengan teguh aturan-aturan ini).

Fuller membagi moral hukum menjadi 2 (dua) yakni : morality of duty

(moral kewajiban) dan morality of aspiration (moral aspirasi) yang menjadikannya

hukum. Moralitas aspirasi menekankan moral dalam kehidupan yang baik,

keunggulan, realisasi sepenuhnya dari kekuatan manusia. Pada moralitas

aspirasi terdapat beberapa gagasan pendekatan dalam kewajiban.18

Hans Nawiasky, membedakan norma hukum negara dalam 4 (empat)

kategori pokok, yaitu Staatsfundamentalnorms (Norma fundamental negara),

Staatsgrundgesetz (aturan dasar/pokok negara), Formell Gesetz (undang-undang

formal) dan Verordnung & Autonoe Satzung (Aturan pelaksana dan Aturan

otonom).19

Pemikiran Hans Kelsen dalam bukunya berjudul General Theory of Law

and State mengungkapkan bahwa Penciptaan norma ditentukan oleh norma

yang lebih tinggi serta hirarki dalam berbagai tingkatan norma.20

Dogmatika

Secara dogmatika, Pasal 10 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menentukan Materi muatan yang

harus diatur dengan Undang-Undang berisi:

a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;

18 ibid, p. 5-6, lihat pula JJH Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, diterjemahkan oleh

Bernard Arief Sidharta, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, h. 259-260. 19 Hamid Attamimi, 1990, op.cit, h. 287 20 Hans Kelsen 1949, General Theory of Law and State, Harvard University Press, h. XIV

Page 11: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

11

c. pengesahan perjanjian internasional tertentu; d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Sedangkan materi muatan Peraturan Daerah, diatur dalam Pasal 236 ayat

(3) dan ayat (4) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, yang menentukan :

(3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat materi muatan: a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi. (4) Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perda dapat

memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Secara dogmatika hukum, Jenis dan hirarki peraturan perundang-

undangan di Indonesia berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Metode Penyusunan Peraturan

Perihal metode pembentukan peraturan (Methode der Ausarbeitung der

Regelung) terdapat beberapa metode sala satunya adalah ROCCIPI. Pendekatan

Page 12: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

12

ROCCIPI merupakan akronim dari (Rule, Opportunity, Capacity, Comunication,

Interest, Process, Ideology). Pendekatan ini merupakan metode pemecahan

masalah dalam merancang Undang-Undang yang baik. Fungsi ROCCIPI dapat

dipahami dari perspektif normatif dan perspektif empiris. Dari perspektif

normatif ROCCIPI berfungsi sebagai berikut:

1. Jastifikasi Teoritik-konseptual

2. Jastifikasi Constitutional

3. Jastifikasi Yuridis

4. Pendekatan adalah deduktif 21.

Metode ROCCIPI dapat dipergunakan dalam penelitian normatif dan

penelitian hukum empirik. Penggunaan ROCCIPI sebagai jastifikasi teoritik

dilakukan dengan cara sebelum sebuah rancangan undang-undang atau

peraturan daerah dilakukan, perancang harus melakukan penelusuran terhadap

teori-teori, konsep-konsep maupun asas-asas hukum umum yang dipergunakan

sebagai dasar pembenaran.22 Pendekatan ROCCIPI dapat dideskripsikan sebagai

berikut :23

Rule : Dari perspektif normatif, apabila pengaturan mengenai Implementing

Agency “Lembaga Pemerintah” tidak jelas.

Opportunity: Pengaturan yang tidak jelas memberi kesempatan penyalahgunaan

wewenang “abuse of power”.

Capacity: Perilaku bermasalah dari oknum pejabat pemerintahan, karena

kemampuan (wewenang) yang terlalu luas dan birokrasi yang berbelit-belit.

21 Yohanes Usfunan, 2004, Perancangan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik Menciptakan Pemerintahan Yang Bersih Dan Demokratis, Orasi Ilmiah, Universitas Udayana, Denpasar, h.25.

22 ibid 23 Ibid, h. 27-28

Page 13: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

13

Communication : Penyalahgunaan wewenang dan berbagi penyimpangan oleh

oknum pejabat pemerintahan, dapat terjadi karena tidak ada aturan, lemahnya

koordinasi serta tugas dan kewajiban yang tidak jelas.

Interest : Kelemahan pengaturan mengenai sanksi, dsb, memungkinkan

terjadinya penyalahgunaan wewenang.

Proces: Pemberian wewenang tidak jelas, berakibat pengambilan keputusan

secara sepihak (sewenang-wenang) oleh oknum pejabat pemerintahan.

Ideology: Perilaku menyimpang dari oknum pejabat pemerintahan selalu timbul,

manakala peraturan tidak jelas.

Pemahaman hakekat rule, perlu dikaitkan dengan cita hukum, teori keberlakuan

hukum atau gelding theorie (landasan filosofis, sosiologis dan yuridis).

Terdapat pula beberapa metode lain untuk menguji atau melakukan

penilaian dampak adanya peraturan baru yakni The OECD Reference Chekclist

Regulatory Decision Making, Regulatory Impact Assesment (RIA), Better Regulation

Checklist (Checklist to Assess Practibality and Enforceablity of Legislation, and

Integrated Framework for Policy Analysis and Legislation (IFPL)), dan Model

Analisis Kerangka Regulasi (Makara).24

III. Politik Hukum

Solly Lubis,25 memberikan uraian bahwa 2 (dua) bagian konstitusi yang

memiliki dasar bagi hukum kebijakan publik adalah bagian Pembukaan dan

Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar NRI 1945. Bagi Lubis, bahwa Undang-

24 Bayu Dwi Anggono, 2014, Perkembangan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di

Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, h. 80 25 M. Solly Lubis, 2014, Politik Hukum dan Kebijakan Publik, CV. Mandar Maju, Bandung,

h.28

Page 14: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

14

Undang Dasar NRI 1945, sebagai hukum tertinggi, tidak hanya memberikan

patokan hukum (yuridis) tetapi juga memberikan arahan kebijakan (policy).26

Disamping itu juga Undang-Undang Dasar mengandung nilai-nilai filosofis

paradigmatik dan juga mengandung nilai pesan-pesan kebijakan (Political

messages).27

Mahfud MD, politik hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi

tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru

maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan

negara.28

Politik pembentukan hukum adalah kebijaksanaan yang bersangkutan

dengan penciptaan, pembaruan dan pengembangan hukum. Politik

pembentukan hukum seperti itu mencakup: (a) kebijaksanaan (pembentukan)

perundang-undangan; (b) kebijaksanaan (pembentukan) hukum yurisprudensi

atau putusan hakim, (c) kebijaksanaan terhadap peraturan tidak tertulis

lainnya.29

Politik mengenai isi hukum adalah kebijaksanaan agar asas dan kaidah

hukum:

a. memenuhi unsur filosofis,yuridis dan sosiologis;

b. mencerminkan kebijaksanaan di bidang ekonomi, sosial, budaya,

politik dan hankam;

26 Ibid, h. 32 27 Ibid, h. 35 28 Moh Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta,

h.1 29 Jazim Hamidi, Paradigma Baru Pembentukan dan Analisis Peraturan Daerah (Studi Atas

Perda Pelayanan Publik dan Perda Keterbukaan Informasi Publik), Jurnal Hukum No. 3 Vol. 18 Juli 2011, h. 346

Page 15: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

15

c. mencerminkan tujuan dan fungsi hukum tertentu yang hendak

dicapai;

d. mencerminkan kehendak mencapai cita-cita berbangsa dan

bernegara di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain.30

Mengenai prosedur dan proses pembentukan peraturan (Verfahren de

Ausarbeitung der Regelung), telah diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Peraturan

perundang-undangan yang baik dari sudut pandang ilmu hukum harus

memenuhi persyaratan-persyaratan ideal. Persyaratan-persyaratan tersebut

seperti syarat filosofis, yuridis, dan sosiologis. Menurut Joeniarto31, secara

substansiil isi dari suatu hukum positif harus mencerminkan nilai filosofis,

historis dan sosiologis.” Dalam kaitan ini historis lebih dilihat sebagai nilai

yuridis.

Syarat filosofis dalam pembuatan peraturan perundang-undangan yang

baik merupakan hal yang penting, karena syarat ini berkaitan dengan cita

hukum “rechtsidee”. Pasal 2 Undang-Undang No. 12/2011, menentukan bahwa

“Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara”. Makna

ketentuan tersebut menempatkan Pancasila sebagai “rechtidee” demi

mewujudkan kepastian dan keadilan. Untuk itu pembentukan peraturan

perundang-undangan harus berpedoman pada nilai-nilai Pancasila termasuk

30 ibid 31 Joeniarto, 1980, Selayang Pandang Tentang Sumber Sumber Hukum Tata Negara Di

Indonesia, Yogyakarta, Liberty, Jogyakarta, cet II, hal.15.

Page 16: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

16

perlindungan, pemenuhan hak asasi manusia (HAM) sebagai perwujudan Sila ke-

Dua.

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, memberikan

jastifikasi bahwa dalam pembentukan hukum, baik “legislasi” (UU dan Perda)

ataupun “regulasi” (peraturan kebijakan) tidak boleh bertentangan dengan nilai

Pancasila. Jika meminjam istilah Hans Kelsen yakni “Grundnorm” maka sangat

tepat jika dikatakan Pancasila sebagai norma dasar dari Negara Republik

Indonesia. Apalagi kedudukan Pancasila yang merupakan nilai filosofi bangsa

telah diturunkan dalam tataran normatif yakni pada konstitusi. Secara hirarki

kedudukan UUD NRI 1945 merupakan peraturan tertinggi sehingga menjadi

sumber bagi aturan dibawahnya. Dengan demikian Pancasila merupakan

pedoman yang wajib diaktualisasikan dalam setiap peraturan perundang-

undangan serta seluruh kebijakan negara.

Persyaratan yuridis “juridische gelding” sangat penting dalam pembuatan

Peraturan Perundang-undangan. Menurut, Bagir Manan32 hal-hal penting yang

harus diperhatikan :

Pertama, keharusan adanya pemberian wewenang dari pembuat peraturan perundang-undangan. Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang. Kalau tidak peraturan perundang-undangan itu batal demi hukum “van rechtwegeneitig”. Dianggap tidak pernah ada dan segala akibatnya batal secara hukum.

Kedua, keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan oleh perundang-undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat.

Ketiga, keharusan mengikuti tata cara tertentu. Apabila tata cara tersebut tidak diikuti, peraturan perundang-undangan mungkin batal demi

32 Bagir Manan, 1992, Dasar-Dasar Perundangan Di Indonesia, Indo Hill, Co. Jakarta,

hal.152.

Page 17: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

17

hukum. Misalnya keharusan Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD.

Keempat, keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.

Berkaitan dengan aspek sosiologis, Robert Seidman dan Ann Seidman,33

mengatakan kelemahan utama dalam suatu peraturan perundang-undangan

dewasa ini yaitu kegagalannya mengungkap dengan jelas hubungan sebab akibat

antara Undang-Undang (norma-norma hukum) dengan kenyataan sosial dan

pembangunan. Penyebab kegagalan suatu Peraturan Perundang-undangan ini

karena perancang tidak melakukan pengkajian secara mendasar tentang

substansi materi muatan suatu peraturan perundang-undangan, kecuali hanya

mengedepankan bentuk formalnya saja.

Pemahaman tersebut sejalan dengan pemikiran Philippe Nonet dan Philip

Selznick dengan merumuskan teori hukum yang responsif dengan anggapan

sebuah konsep hukum yang memenuhi tuntutan-tuntutan agar hukum dibuat

lebih responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial yang sangat mendesak

dan terhadap masalah-masalah keadilan sosial sambil tetap mempertahankan

hasil-hasil institusional yang telah dicapai oleh kekuasaan berdasar hukum.

Konsep hukum responsif ini merupakan jawaban atas kritik bahwa seringkali

hukum tercerai dari kenyataan-kenyataan pengalaman sosial dan dari cita-cita

keadilan sendiri.34

Intisari pemikiran Philippe Nonet dan Selznick ini menginginkan suatu

hukum yang bersifat ”bottom up” dengan lebih menggali hal-hal yang menjadi

33 Ann Seidman, Robert Seidman, 2002, Penyusunan RUU Dalam Perubahan Masyarakat

Yang Demokratis, Penyunting, Yohanes Usfunan cs., Elips, Jakarta hal.30. 34 Philippe Nonet and Philip Selznick, 1978, Law and Transition: Towards Responsive

Law, Harper & Row, New York, h. 4.

Page 18: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

18

tuntutan masyarakat. Pemikiran ini merupakan a contrario dari karakter hukum

yang represif, dengan sifat ”top down”, dikarenakan sifatnya tersebut maka

pembuat Undang-Undang/Perda acapkali tidak mengakomodir harapan dari

masyarakat, hal ini yang sangat berpotensi banyaknya kepentingan politik dalam

proses pembentukannya. Sehingga hal ini berdampak minimnya peran serta

masyarakat dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan.

Landasan filosofis, yuridis dan sosiologis merupakan nilai dasar tujuan

pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Mengingat pentingnya

landasan tersebut, maka selalu ada dalam konsideran menimbang di setiap

peraturan perundang-undangan. Selain itu, ketiga landasan tersebut tercermin

dalam asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Seperti yang

dimuat dalam Pasal 5 dan 6 ayat (1) UU No. 12/2011.

Pada Pasal 5, Guna menghasilkan peraturan perundang-undangan yang

baik, maka dalam pembentukannya harus memperhatikan asas-asas;

a. Kejelasan tujuan

b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat,

c. Kesesuaian antara jenis, hirarki dan materi muatan

d. Dapat dilaksanakan

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan

f. Kejelasan rumusan

g. keterbukaan

Dalam penjelasan Pasal ini menyebutkan, yang dimaksud dengan

"kejelasan tujuan" adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-

Page 19: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

19

undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Sedangkan

asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis

peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk

peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-

undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh

lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

Selain itu, yang dimaksud dengan asas "kesesuaian antara jenis dan

materi muatan" adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan

jenis peraturan perundang-undangannya. Yang dimaksud dengan asas "dapat

dilaksanakan" adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-

undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan

tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

Pengertian asas "kedayagunaan dan kehasilgunaan" adalah bahwa setiap

Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan

dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Definisi asas "kejelasan rumusan" adalah bahwa setiap peraturan

perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan

peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi,

serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak

menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

Sedangkan definisi asas "keterbukaan" adalah bahwa dalam proses

pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan,

persiapan penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka.

Page 20: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

20

Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang

seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menentukan: ”Materi Muatan

Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:”

a. pengayoman; b. kemanusian; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau. j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

“Asas pengayoman" adalah bahwa setiap materi muatan peraturan

perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka

menciptakan ketentraman masyarakat. Definisi "asas kemanusiaan" adalah

bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus

mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta

harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara

proporsional.

Sedangkan yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah bahwa

setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat

dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap

menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.

Page 21: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

21

Pengertian "asas kekeluargaan" adalah bahwa setiap materi muatan

peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk

mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. Yang dimaksud dengan

"asas kenusantaraan" adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-

undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia

dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah

merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.

Yang dimaksud dengan "asas bhinneka tunggal ika" adalah bahwa materi

muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman

penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya

khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pengertian "asas keadilan" adalah bahwa setiap materi muatan peraturan

perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi

setiap warga negara tanpa kecuali. Yang dimaksud dengan "asas kesamaan

kedudukan dalam hukum dan pemerintahan" adalah bahwa setiap materi

muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat

membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras,

golongan, gender, atau status sosial.

Sedangkan yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian

hukum" adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan

harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya

kepastian hukum. Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan

keselarasan" adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-

Page 22: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

22

undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan,

antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan

negara.

Disamping landasan dan asas-asas tersebut, yang perlu diperhatikan

dalam penyusunan Peraturan perundang-undangan adalah dengan penggunaan

metode kepastian hukum oleh Jimmy Z. Usfunan, dengan cara sebagai berikut35:

1. Diperlukan pembatasan interpretasi dalam pembentukan uu/perda khususnya pada tahapan perencanaan, penyusunan dan pembahasan.

2. Perancang atau drafter harus berpikir secara mendalam dengan melakukan penjelajahan terhadap fakta dalam kasus-kasus yang ada, termasuk kasus yang rumit (hard cases) sekalipun.

3. Perancang harus bisa berpikir antisipatif/memprediksi kasus-kasus yang kemungkinan terjadi kedepan, sebagai perkembangan tindakan setelah adanya aturan.

4. Diperlukan upaya mencari kelemahan-kelemahan dari aturan yang dibuatnya itu, melalui pengujian publik (peran serta masyarakat). Guna memperkaya kajian-kajian normatif maupun empirik dari aturan tersebut.

5. Menghindari ketidak jelasan aturan (norma kabur ”vague normen” atau unclear norm)

6. Menghindari konflik norma ”antinomy” dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

7. Diperlukan evaluasi/pembaharuan terhadap peraturan yang ada, dengan menyesuaikan terhadap perkembangan masyarakat (kontekstual) serta putusan pengadilan.

IV. Pembentukan Peraturan Daerah

Konstitusi telah mengatur kekusaan negara, yang kemudian dalam Pasal

18 ayat (1) Undang-Undang Dasar NRI 1945 menentukan, Negara Kesatuan

Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu

dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu

mempunyai pemerintahan aerah, yang diatur dengan undang-undang. Frasa

“dibagi atas” menunjukkan pada negara kesatuan, yang kemudian membagi-bagi

35 Jimmy Z. Usfunan, 2015, op.cit, h. 343-344

Page 23: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

23

kekuasaan ke daerah dalam kerangka negara kesatuan tersebut. Oleh sebab itu

pembagian kekuasaan ini berimplikasi pada daerah diberikan hak untuk

membuat peraturan daerah sebagai dasar penyelenggaraan negara.

Pentingnya eksistensi peraturan perundang-undangan dalam konteks

negara hukum, maka diharapkan pembentukannya pun tidak dibuat “asal-

asalan”. Melainkan betul-betul melakukan pengkajian yang mendalam saat

proses pembentukan peraturan perundang-undangan dengan dimulai dari

penelitian hukum normatif dan empiris. Hal ini dimaksudkan agar peraturan

yang dihasilkan dapat diimplementasikan dengan baik dan tepat sasaran.

Pembentukan Peraturan perundang-undangan secara khusus bertujuan,

mewujudkan kepastian hukum dan keadilan sesuai dengan cita hukum

Indonesia yang terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Atas dasar itu, kepastian hukum dan keadilan

itu baru bisa diwujudkan jika pembentukan peraturan perundang-undangan

ditangani dengan baik dan profesional melalui teknik perancangan yang

memadai dan pendekatan hukum normatif yang komprehensif dan cermat.

Pemerintah daerah dalam membentuk peraturan daerah diberikan

legitimasi secara konstitusional sesuai Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menentukan:

Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan

peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas

pembantuan.

Dengan demikian, esensi Peraturan Daerah adalah untuk melaksanakan

otonomi dan tugas pembantuan. Keberadaan peraturan daerah tidak bisa

Page 24: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

24

dilepaskan dari urusan wajib pemerintahan daerah. Pasal 12 Undang-Undang

No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah jo Undang-Undang No. 9 Tahun

2015 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2014, menentukan bahwa :

Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11ayat (2) meliputi:

a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat;

dan f. sosial.

Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:

a. tenaga kerja; b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; c. pangan; d. pertanahan; e. lingkungan hidup; f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; g. pemberdayaan masyarakat dan Desa; h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana; i. perhubungan; j. komunikasi dan informatika; k. koperasi, usaha kecil, dan menengah; l. penanaman modal; m. kepemudaan dan olah raga; n. statistik; o. persandian; p. kebudayaan; q. perpustakaan; dan r. kearsipan.

Penentuan hirarki dalam ketentuan tersebut, merupakan implementasi

pemahaman terhadap pikiran Hans Kelsen akan “stufenbautheorie” atau teori

penjenjangan norma. Teori tersebut memaknai bahwa norma hukum yang

tingkatannya lebih rendah baru memiliki daya mengikat apabila bersumber dan

Page 25: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

25

berdasarkan norma hukum yang lebih tinggi.36 Terdapat 2 sumber hukum dari

undang-undang dalam pembentukan peraturan daerah, Undang-Undang No. 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Undang-

Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Pasal 14 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, menentukan :

Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 14 ini menunjukkan bahwa peraturan daerah tidak hanya dalam rangka

penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan saja, melainkan juga

menampung kondisi khusus daerah dan penjabaran lebih lanjut peraturan

perundang-undangan lebih tinggi.

V. NASKAH AKADEMIK

Pemakaian istilah Naskah Akademik peraturan perundang-undangan

secara baku digulirkan tahun 1994 melalui Keputusan Kepala Badan Pembinaan

Hukum Nasional (BPHN) No. G.159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk

Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan, dalam

keputusan ini disebutkan, bahwa naskah akademik peraturan perundang-

undangan adalah naskah awal yang memuat pengaturan materi-materi

36 Hans Kelsen, 1970, The Pure Theory of Law, University of California Pres Berkeley, Los

Angeles, London, p. 138

Page 26: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

26

perundang-undangan bidang tertentu yang telah ditinjau secara sistemik,

holistik dan futuristik.”

Sebelumnya berbagai istilah mengenai naskah akademik Undang-

Undang/peraturan perundang-undangan ini bermunculan, seperti istilah naskah

rancangan undang-undang, naskah ilmiah rancangan undang-undang,

rancangan ilmiah peraturan perundang-undangan, naskah akademis rancangan

undang-undang, academic draft penyusunan peraturan perundang-undangan.

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata

Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah,

Rancangan Peraturan Presiden, dalam Pasal 1 angka 7 disebutkan :

”Naskah Akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan rancangan undang-undang.” Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara

Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang menyebutkan istilah Naskah

Akademik disebut dengan Rancangan Akademik. Dalam Pasal 3 ayat (1)

menentukan :

”Menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa penyusunan rancangan undang-undang dapat pula terlebih dahulu menyusun rancangan akademik mengenai rancangan undang-undang yang akan disusun.”

Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan, secara eksplisit tidak mengatur mengenai Naskah

Akademik sebelum penyusunan suatu peraturan perundang-undangan.

Page 27: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

27

Setelah Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 diganti dengan Undang-

Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan, maka Naskah Akademik menjadi suatu kewajiban. Dalam

perancangan produk legislasi daerah, landasan demikian itu dipersyaratkan

dalam bentuk persyaratan pengadaan naskah akademik, yaitu suatu naskah

hasil penelitian atau pengkajian hukum yang diselenggarakan dalam rangka

perancangan untuk produk legislasi.

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menentukan naskah hasil

penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu

masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai

pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang,

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum

masyarakat. Frasa yang bergaris bawah ini menunjukkan bahwa Naskah

Akademik memuat masalah-masalah beserta kajiannya sebagai bentuk solusi

yang akan diatur dalam rancangan peraturan perundang-undangan.

Pengertian demikian itu melahirkan konsep tentang naskah akademik. Naskah

akademik merupakan:

a. naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum;

b. penelitian terhadap masalah tertentu dan solusinya;

c. hasil penelitian dan pengkonstruksian masalah dan pemecahannya

merupakan bahan untuk mengkonstruksikan norma hukum untuk

mengatur pemecahan masalah tersebut; dan

Page 28: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

28

d. naskah hasil penelitian demikian itu harus dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah.

Lampiran Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 menentukan sistematika Naskah

Akademik sebagai berikut :

JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TERKAIT BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI

MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA BAB VI PENUTUP

BAB VI PENUTUP

Lampiran I angka 2.1 UU No. 12 Tahun 2011, menentukan bahwa bagian

Pendahuluan suatu naskah akademik memuat: latar belakang, sasaran yang

akan diwujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan, serta metode

penelitian. Berdasarkan ketentuan tersebut, bagian Pendahuluan dari naskah ini

secara berturut-turut menyajikan:

a. latar belakang masalah dan sasaran yang akan diwujudkan; b. identifikasi masalah; c. tujuan dan kegunaan penelitian; serta d. metode penelitian.

Lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menentukan bahwa latar

belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya penyusunan naskah

akademik sebagai acuan pembentukan Rancangan Peraturan perundang-

undangan tertentu. Latar belakang menjelaskan mengapa pembentukan

Page 29: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

29

Peraturan perundang-undangan memerlukan suatu kajian yang mendalam dan

komprehensif mengenai teori atau pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan

materi muatan Rancangan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibentuk.

Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan argumentasi filosofis,

sosiologis serta yuridis guna mendukung perlu atau tidak perlunya penyusunan

Rancangan Peraturan Perundang-Undangan.

Lampiran I Nomor 2 Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011,

menguraikan Bab II Naskah Akademik memuat uraian mengenai materi yang

bersifat teoretis, asas, praktik, perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial,

politik, dan ekonomi, keuangan negara dari pengaturan dalam suatu Undang-

Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Kemudian dalam Lampiran juga dijelaskan pada Bab III Naskah Akademik

memuat hasil kajian terhadap Peraturan Perundang-undangan terkait yang

memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan Undang-Undang dan Peraturan

Daerah baru dengan Peraturan Perundang-undangan lain, harmonisasi secara

vertikal dan horizontal, serta status dari Peraturan Perundang-undangan yang

ada, termasuk Peraturan Perundang-undangan yang dicabut dan dinyatakan

tidak berlaku serta Peraturan Perundang-undangan yang masih tetap berlaku

karena tidak bertentangan dengan Undang-Undang atau Peraturan Daerah yang

baru.

Pada Bab IV Naskah Akademik, sebagaimana diatur dalam Lampiran UU

No. 12 Tahun 2011, menentukan :

Page 30: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

30

Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan

pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana

kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila

dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis

sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan

masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi

permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan

mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang

akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan

masyarakat.

Mengenai Bab V Naskah Akademik, Lampiran UU No. 12 Tahun 2011 juga

menerangkan bahwa, Materi didasarkan pada ulasan yang telah dikemukakan

dalam bab sebelumnya. Selanjutnya mengenai ruang lingkup materi pada

dasarnya mencakup:

a. ketentuan umum memuat rumusan akademik mengenai pengertian

istilah, dan frasa;

b. materi yang akan diatur;

Page 31: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

31

c. ketentuan sanksi; dan

d. ketentuan peralihan.

Kemudian Bab Penutup yakni Bab VI, diuraikan dalam Lampiran UU No. 12

Tahun 2011, bahwa Bab penutup terdiri atas subbab simpulan dan saran.

A. Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran yang berkaitan dengan praktik

penyelenggaraan, pokok elaborasi teori, dan asas yang telah diuraikan dalam

bab sebelumnya.

B. Saran memuat antara lain:

1. Perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik dalam suatu

Peraturan Perundang-undangan atau Peraturan Perundang-

undangan di bawahnya.

2. Rekomendasi tentang skala prioritas penyusunan Rancangan

Undang-Undang/Rancangan Peraturan Daerah dalam Program

Legislasi Nasional/Program Legislasi Daerah.

3. Kegiatan lain yang diperlukan untuk mendukung penyempurnaan

penyusunan Naskah Akademik lebih lanjut.

Page 32: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

32

DAFTAR BACAAN

A.V Dicey, 1987, Introduction To The Study Of The Law Of The Constitution, Fifth

edition, London, Macmillan And Co., Limited New York: The Macmillan

Company.

Ann Seidman, Robert Seidman, 2002, Penyusunan RUU Dalam Perubahan

Masyarakat Yang Demokratis, Penyunting, Yohanes Usfunan cs., Elips,

Jakarta.

Bagir Manan, 1992, Dasar-Dasar Perundangan Di Indonesia, Indo Hill, Co.

Jakarta.

Bayu Dwi Anggono, 2014, Perkembangan Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan di Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta.

Brian Z Tamanaha. 2004, On The Rule of Law (History, Politics, Theory),

Cambridge University Press, New York.

H. Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2007, Dasar-dasar Filsafat dan Teori

Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung

Hamid Attamimi, 1990, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara (Suatu Studi Analis: Keputusan

Presiden Yang Berfungsi Peraturan Dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita V,

Disertasi PPS Universitas Indonesia, h. 287

Hans Kelsen 1949, General Theory of Law and State, Harvard University Press, h.

XIV

Hans Kelsen, 1970, The Pure Theory of Law, University of California Pres

Berkeley, Los Angeles, London.

I Dewa Gede Palguna, 2013, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint)

Upaya Hukum Terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga

Negara, Sinar Grafika.

Jazim Hamidi, Paradigma Baru Pembentukan dan Analisis Peraturan Daerah

(Studi Atas Perda Pelayanan Publik dan Perda Keterbukaan Informasi

Publik), Jurnal Hukum No. 3 Vol. 18 Juli 2011.

Jimmy Z. Usfunan, 2015, Konsep Kepastian Hukum Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan, Disertasi, PPS Universitas Udayana.

Page 33: MEMAHAMI HAKEKAT PERUNDANG-UNDANGAN DAN … · 2017. 6. 4. · Masa Yunani Kuno yang telah berakhir beralih pada jaman Romawi, bersifat imperium. Pemikiran akan hukum tertulis juga

Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH

33

JJH Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, diterjemahkan oleh Bernard Arief

Sidharta, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung.

Joeniarto, 1980, Selayang Pandang Tentang Sumber Sumber Hukum Tata Negara

Di Indonesia, Yogyakarta, Liberty, Jogyakarta, cet II.

L.J. Van Apeldoorn, Tanpa Tahun, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramitha,

Lon Fuller, 1964, The Morality of Law, Revisi Edition, Yale University

M. Solly Lubis, 2014, Politik Hukum dan Kebijakan Publik, CV. Mandar Maju,

Bandung

Maria Farida Indrati Soeprapto, 1998, Ilmu Perundang-undangan, Penerbit

Kanisius, Jogjakarta.

Moh Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia, PT.RajaGrafindo Persada,

Jakarta.

Philippe Nonet and Philip Selznick, 1978, Law and Transition: Towards

Responsive Law, Harper & Row, New York.

Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2009, Argumentasi Hukum, Gajah

Mada University Press, Cetakan ke-IV, Yogyakarta

Philipus M. Hadjon,. 1987, Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat di Indonesia,

PT Bina Ilmu, Surabaya

Theo Huijbers, 1995, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta.

Yohanes Usfunan, 2004, Perancangan Peraturan Perundang-undangan Yang

Baik Menciptakan Pemerintahan Yang Bersih Dan Demokratis, Orasi

Ilmiah, Universitas Udayana, Denpasar.

Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang Dasar NRI 1945 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah