mekanisme mengunyah & menelan

7
Mekanisme Pengunyahan-Penelanan dan Fisiologis Glandula Salivarius Sebelum diubah menjadi energi, makanan dan minuman yang kita konsumsi terlebih dahulu mengalami proses pengunyahan yang kemudian ditelan menuju lambung dan usus untuk dicerna A. Mekanisme Mengunyah Menurut Sherwood (2001), mastikasi atau pengunyahan merupakan langkah pertama dalam proses pencernaan meliputi pemotongan, perobekan, penggilingan, dan pencampuran makanan yang masuk dalam rongga mulut oleh gigi. Ganong (2008) menjelaskan bahwa pengunyahan memecah partikel makanan besar dan mencampur makanan dengan saliva. Sehingga, pembasahan dan homogenisasi membantu proses menelan dan pencernaan selanjutnya. Mengunyah dapat bersifat volunter, tetapi sebagian besar merupakan suatu refleks ritmik akibat respon otot-otot rangka pada rahang, pipi, bibir, dan lidah terhadap tekanan makanan ke jaringan mulut (Sherwood, 2001) . Awalnya, bolus makanan menghambat refleks otot untuk mengunyah yang menyebabkan rahang bawah turun. Hal ini menimbulkan refleks regang pada otot-otot rahang bawah yang menimbulkan kontraksi rebound, sehingga secara otomatis rahang

Upload: laksmitatanjung

Post on 21-Dec-2015

668 views

Category:

Documents


124 download

DESCRIPTION

wwkshagd

TRANSCRIPT

Page 1: Mekanisme Mengunyah & Menelan

Mekanisme Pengunyahan-Penelanan dan Fisiologis Glandula Salivarius

Sebelum diubah menjadi energi, makanan dan minuman yang kita konsumsi

terlebih dahulu mengalami proses pengunyahan yang kemudian ditelan menuju

lambung dan usus untuk dicerna

A. Mekanisme Mengunyah

Menurut Sherwood (2001), mastikasi atau pengunyahan merupakan

langkah pertama dalam proses pencernaan meliputi pemotongan, perobekan,

penggilingan, dan pencampuran makanan yang masuk dalam rongga mulut

oleh gigi. Ganong (2008) menjelaskan bahwa pengunyahan memecah partikel

makanan besar dan mencampur makanan dengan saliva. Sehingga,

pembasahan dan homogenisasi membantu proses menelan dan pencernaan

selanjutnya.

Mengunyah dapat bersifat volunter, tetapi sebagian besar merupakan

suatu refleks ritmik akibat respon otot-otot rangka pada rahang, pipi, bibir,

dan lidah terhadap tekanan makanan ke jaringan mulut (Sherwood, 2001) .

Awalnya, bolus makanan menghambat refleks otot untuk mengunyah yang

menyebabkan rahang bawah turun. Hal ini menimbulkan refleks regang pada

otot-otot rahang bawah yang menimbulkan kontraksi rebound, sehingga

secara otomatis rahang bawah terangkat kemudian terjadi oklusi gigi namun

menekan bolus melawan dinding mulut. Rahang bawah kembali turun dan

mengalami rebound, hal ini terjadi berulang kali selama proses mengunyah

(Guyton dan Hall, 2008).

Tujuan mengunyah menurut Sherwood (2001) yaitu:

1. Menggiling dan memecah makanan menjadi potongan yang lebih kecil

untuk mempermudah proses menelan.

2. Mencampur makanan dengan saliva.

3. Merangsang papila pengecap yang secara refleks memicu sekresi saliva,

lambung, pankreas, dan empedu untuk mempersiapkan proses

berikutnya.

Page 2: Mekanisme Mengunyah & Menelan

Guyton dan Hall (2008) menambahkan, pengunyahan mempercepat pencer-

naan makanan karena enzim-enzim pencernaan hanya bekerja pada

permukaan partikel makanan, memudahkan pengosongan makanan dari

lambung ke usus halus lalu ke semua segmen usus berikutnya.

Saliva utamanya diproduksi oleh kelenjar parotis, submandibula, dan

sublingual. Komposisi saliva yaitu 99,5% H2O, sisanya elektrolit dan protein

saliva (amilase, mukus, dan lisozim). Sehingga Sherwood (2001)

merumuskan fungsi saliva sebagai berikut :

1. Memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui enzim amilase.

2. Mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel-partikel

makanan.

3. Memiliki efek antibakteri oleh lisozim.

4. Pelarut molekul-molekul yang merangsang papil pengecap.

5. Membantu berbicara dengan mempermudah gerakan bibir dan lidah.

6. Berperan penting dalam higiene mulut dengan membantu menjaga

kebersihan mulut dan gigi.

7. Penyangga bikarbonat pada saliva menetralkan asam pada makanan dan

yang dihasilkan bakteri, sehingga mencegah karies gigi.

Ganong (2008) menambahkan bahwa terdapat dua enzim pada saliva,

yaitu lipase lingual dan α-amilase saliva. Terdapat pula musin yang

melumasi makanan, mengikat bakteri, dan melindungi mukosa mulut, selain

itu mengandung IgA, lisozim, laktoferin, dan protein kaya prolin. Komposisi

ion saliva relatif tergolong isotonik dengan konsentrasi Na+, K+, Cl-, dan

HCO3- yang mirip dengan komposisi ion plasma. Meski demikian, saliva

tidak esensial untuk pencernaan dan penyerapan makanan.

Menurut Sherwood (2001) sekresi saliva bersifat spontan dan kontinu,

dengan jumlah rata-rata 1-2 liter per hari. Sekresi saliva dapat ditingkatkan

melalui dua jenis refleks saliva yaitu :

1. Refleks saliva sederhana (tidak terkondisi), adanya kemoreseptor atau

reseptor tekanan di dalam rongga mulut terhadap makanan.

Page 3: Mekanisme Mengunyah & Menelan

2. Refleks saliva didapat (terkondisi), pengeluaran air liur terjadi tanpa

rangsangan oral, hanya berpikir, melihat, membaui, atau mendengar

suatu makanan.

Rangsangan parasimpatis menyebabkan sekresi saliva yang encer dalam

jumlah besar dan kaya enzim. Sedangkan rangsangan simpatis, menyebabkan

sekresi saliva kental dalam jumlah kecil dan kaya mukus. Sehingga mulut

lebih terasa kering, hal ini terjadi dalam keadaan stres dan cemas.

B. Mekanisme Menelan

Menurut Ganong (2008), menelan merupakan respon refleks yang

dicetuskan oleh impuls aferen nervus trigeminus, glosofaringeus, dan vagus.

Menelan diawali dengan kerja volunter, yaitu mengumpulkan isi mulut di

lidah dan mendorongnya ke faring. Refleks dari rangsangan ini yaitu inhibisi

pernapasan dan penutupan glotis, serta rangkaian kontraksi involunter otot

faring yang mendorong makanan ke esofagus. Makanan menuruni esofagus

dengan kecepatan 4cm/detik dan dapat lebih cepat jika dalam posisi tegak

(akibat gaya tarikbumi).

Guyton dan Hall (2008) menjelaskan proses menelan terdiri dari:

1. Tahap volunter (mencetuskan proses menelan). Terjadi bila makanan

sudah siap untuk ditelan.

2. Tahap faringeal. Bersifat involunter dan membantu jalannya makanan

melalui faring ke dalam esofagus. Pada tahap ini palatum mole tertarik ke

atas, menutupi nares posterior untuk mencegah refluks makanan ke

rongga hidung. Menurut Sherwood (2001), pada tahap ini makanan

diarahkan menuju esofagus dan dicegah memasuki saluran yang lain

dengan cara :

a. Lidah menekan palatum durum (mencegah bolus kembali ke mulut).

b. Uvula terangkat dan menutupi saluran hidung.

c. Elevasi laring dan penutupan erat pita suara mencegah makanan

masuk ke trakea. Saat proses menelan, saluran pernapasan tertutup

sementara (tidak lebih dari 6 detik).

d. Otot-otot faring berkontraksi untuk mendorong bolus ke dalam

esofagus.

Page 4: Mekanisme Mengunyah & Menelan

3. Tahap esofageal. Fase involunter yang befungsi menyalurkan makanan

secara cepat dari faring ke lambung. Normalnya esofagus melakukan dua

gerakan peristaltik, yaitu peristaltik primer dan peristaltik sekunder.

a. Peristaltik primer, merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltik

yang dimulai dari faring yang menyebar ke esofagus. Makanan

berjalan ke lambung dalam waktu 8-10 detik, dan akan lebih cepat

dalam keadaan tegak (5-8 detik) karena efek gaya grafitasi bumi.

b. Peristaltik sekunder, terjadi jika gelombang peristaltik primer gagal

mendorong semua makanan dari esofagus ke lambung. Menurut

Sherwood (2001), gelombang ini tidak melibatkan pusat menelan dan

orang yang bersangkutan tidak menyadari keberadaannya. Secara

refleks, peregangan esofagus meningkatkan sekresi saliva. Bolus

yang terperangkap dilepas dan digerakkan ke depan melalui gerakan

peristaltik sekunder yang lebih kuat dan lubrikasi saliva tambahan.

Guyton dan Hall (2008) menambahkan bahwa alur saraf gelombang

ini dimulai dari saraf intrinsik dalam sistem saraf mienterikus dan

sebagian oleh refleks-refleks pada faring. Kemudian dihantarkan ke

medula melalui serabut-serabut aferen vagus dan kembali ke esofagus

melalui serabut-serabut saraf eferen glosofaringeal dan vagus.

Menurut Sherwood (2001), esofagus merupakan saluran berotot yang

relatif lurus dan berjalan memanjang diantara faring dan lambung. Kedua

ujung esofagus dijaga oleh sfingter, yaitu sfingter faringoesofagus (sfingter

esofagus atas) dan sfingter gastroesofagus (sfingter esofagus bawah).

1. Sfingter faringoesofagus. Mencegah masuknya sejumlah besar udara ke

esofagus dan lambung dengan cara tetap tertutup, kecuali saat menelan.

Jika mekanisme ini tidak berjalan, saluran penceraan akan banyak

menerima gas yang menyebabkan eructation (sendawa) berlebihan.

2. Sfingter gastroesofagus.Guyton dan Hall (2008) menjelaskan, mukosa

esofagus tidak mampu berlama-lama menahan sekresi lambung yang

bersifat sangat asam dan mengandung banyak enzim proteolitik.

Page 5: Mekanisme Mengunyah & Menelan

Sehingga, konstriksi tonik sfingter ini mencegah terjadinya refluks yang

bermakna dari isi lambung ke esofagus.

Daftar Pustaka

Ganong, W.F., 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.

Guyton, A.C., Hall, J.E., 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran : ed. 11, EGC,

Jakarta.

Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem : ed. 2, EGC, Jakarta.