mekanisme hipotermi pada operasi

16
TUGAS UJIAN Nama : M. Irawan Afrianto NIM : I1A007032 Mekanisme hipotermi pada operasi Menggigil paska anestesi regional sekitar 40-60% . Ciri khas menggigil berupa tremor ritmik dan merupakan respon termoregulator yang normal terhadap hipotermia selama anestesi regional dan pembedahan. Gerakan mirip menggigil yang berasal dari non termoregulator dan bersifat involunter juga bisa muncul pada periode pasca pembedahan. Menggigil non termoregulator dapat berhubungan dengan pengendalian nyeri yang tidak adekuat pada saat pulih sadar atau berhubungan dengan etiologi lain. Kontraksi otot tonik pada waktu pulih sadar dari agen halogen dapat terlihat seperti mengigil demikian juga gerakan klonik spontan yang menyerupai menggigil juga dapat terlihat. Temperatur inti manusia normal dipertahankan antara 36,5‐37,5 0C pada suhu lingkungan dan dipengaruhi respon fisiologis tubuh. Pada keadaan homeotermik, sistem termoregulasi diatur untuk mempertahankan temperatur tubuh internal dalam batas fisiologis dan metabolisme normal. Tindakan anestesi dapat menghilangkan mekanisme adaptasi dan berpotensi mengganggu mekanisme fisiologis fungsi termoregulasi.

Upload: afri-rylai

Post on 29-Jul-2015

440 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mekanisme Hipotermi Pada Operasi

TUGAS UJIAN

Nama : M. Irawan Afrianto

NIM : I1A007032

Mekanisme hipotermi pada operasi

Menggigil paska anestesi regional sekitar 40-60% . Ciri khas menggigil berupa

tremor ritmik dan merupakan respon termoregulator yang normal terhadap hipotermia

selama anestesi regional dan pembedahan. Gerakan mirip menggigil yang berasal dari

non termoregulator dan bersifat involunter juga bisa muncul pada periode pasca

pembedahan. Menggigil non termoregulator dapat berhubungan dengan pengendalian

nyeri yang tidak adekuat pada saat pulih sadar atau berhubungan dengan etiologi lain.

Kontraksi otot tonik pada waktu pulih sadar dari agen halogen dapat terlihat seperti

mengigil demikian juga gerakan klonik spontan yang menyerupai menggigil juga dapat

terlihat.

Temperatur inti manusia normal dipertahankan antara 36,5‐37,5 0C pada suhu

lingkungan dan dipengaruhi respon fisiologis tubuh. Pada keadaan homeotermik, sistem

termoregulasi diatur untuk mempertahankan temperatur tubuh internal dalam batas

fisiologis dan metabolisme normal. Tindakan anestesi dapat menghilangkan mekanisme

adaptasi dan berpotensi mengganggu mekanisme fisiologis fungsi termoregulasi.

Kombinasi antara gangguan termoregulasi yang disebabkan oleh tindakan anestesi

dan eksposur suhu lingkungan yang rendah, akan mengakibatkan terjadinya hipotermia

pada pasien yang mengalami pembedahan. Menggigil merupakan salah satu

konsekuensi terjadinya hipotermia perioperatif yang dapat berpotensi untuk terjadi

sejumlah sekuele, yaitu peningkatan konsumsi oksigen dan potensi produksi karbon

dioksida, pelepasan katekolamin, peningkatan cardiac output, takikardia, hipertensi, dan

peningkatan tekanan intraokuler. Definisi hipotermia adalah temperatur inti 10C lebih

rendah di bawah standar deviasi rata‐rata temperatur inti manusia pada keadaaan

istirahat dengan suhu lingkungan yang normal (28‐350C). Kerugian paska operasi yang

disebabkan oleh gangguan fungsi termoregulasi adalah infeksi pada luka operasi,

perdarahan, dan gangguan fungsi jantung yang juga berhubungan dengan terjadinya

hipotermia perioperatif.

Page 2: Mekanisme Hipotermi Pada Operasi

Fungsi termoregulasi diatur oleh sistem kontrol fisiologis yang terdiri dari

termoreseptor sentral dan perifer yang terintegrasi pada pengendali dan sistem respon

eferen. Input temal aferen datang dari reseptor panas dan dingin baik itu di sentral atau

di perifer. Hipotalamus juga mengatur tonus otot pembuluh darah kutaneus, menggigil,

dan termogenesis tanpa menggigil yang terjadi bila ada peningkatan produksi panas.

Secara historis, traktus spinotalamikus lateralis diketahui sebagai satu‐satunya

jalur termoaferen menuju pusat termoregulasi di hipotalamus. Seluruh jalur serabut

saraf asendens ini terpusat pada formatio retikularis dan neuron termosensitif berada

pada daerah di luar preoptik anterior hipotalamus, termasuk ventromedial hipotalamus

midbrain, medula oblongata, dan korda spinalis. Input multiple yang berasal dari

berbagai termosensitif, diintegrasikan pada beberapa tingkat di korda spinalis dan otak

untuk koordinasi bentuk respon pertahanan tubuh.

Sistem termoregulasi manusia dibagi dalam tiga komponen : termosensor dan

jalur saraf aferen, integrasi input termal, dan jalur saraf efektor pada sistem saraf

otonom.

Tindakan anestesi menyebabkan gangguan fungsi termoregulator yang ditandai

dengan peningkatan ambang respon terhadap panas dan penurunan ambang respon

terhadap dingin. Hampir semua obat‐obat anestesi mengganggu respon termoregulasi.

Temperatur inti pada anestesi umum akan mengalami penurunan antara 1,0‐1,50C

selama satu jam pertama anestesi yang diukur pada membran timpani. Sedangkan pada

anestesi spinal dan epidural menurunkan ambang vasokonstriksi dan menggigil pada

tingkatan yang berbeda, akan tetapi ukurannya kurang dari 0,60C dibandingkan anestesi

umum dimana pengukuran dilakukan di atas ketinggian blok.

Pemberian obat lokal anestesi untuk sentral neuraxis tidak langsung berinteraksi

dengan pusat kontrol yang ada di hipotalamus dan pemberian lokal anestesi intravena

pada dosis ekuivalen plasma level setelah anestesi regional tidak berpengaruh terhadap

termoregulasi. Mekanisme gangguan pada termoregulasi selama anestesi regional tidak

diketahui dengan jelas, tapi diduga perubahan sistem termoregulasi ini disebabkan

pengaruh blokade regional pada jalur informasi termal aferen.

Page 3: Mekanisme Hipotermi Pada Operasi

Ambang termoregulator pada manusia normal (tidak teranestesi)

Ambang termoregulator pada manusia yang teranestesi.

Pada anestesi spinal akan menurunkan ambang menggigil sampai dan pada inti

hipotermi pada jam pertama atau setelah dilakukan anestesi spinal akan menurun sekitar

1–2 0C, hal ini berhubungan dengan redistribusi panas tubuh dari kompartermen inti ke

perifer dimana spinal menyebabkan vasodilatasi.

Pada anestesi spinal terjadi menggigil di atas blokade dari lokal anestesi

disebabkan karena ketidakmampuan kompensasi otot di bawah ketinggian blokade

untuk terjadinya menggigil. Sama seperti pada anestesi umum, hipotermia terjadi pada

jam pertama anestesi, atau setelah dilakukan tindakan anestesi spinal. Hal ini terjadi

Page 4: Mekanisme Hipotermi Pada Operasi

karena proses redistribusi panas inti tubuh ke perifer oleh vasodilatasi yang disebabkan

blokade anestesi spinal.

Terjadinya hipotermia tidak hanya murni karena faktor blokade spinal itu sendiri

tapi juga karena faktor lain seperti cairan infus atau cairan irigasi yang dingin,

temperatur ruangan operasi dan tindakan pembedahan. Pasien akan mengalami

penurunan temperatur tubuh oleh karena terjadi redistribusi panas di bawah ketinggian

blok ditambah pemberian cairan dengan suhu yang rendah akan memberikan implikasi

yang tidak baik pada pasien yang menjalani pembedahan terutama pasien dengan usia

tua karena kemampuan untuk mempertahankan temperatur tubuh pada keadaan stress

sudah menurun.

Pemberian obat lokal anestesi yang dingin seperti es, akan meningkatkan kejadian

menggigil dibandingkan bila obat dihangatkan sebelumnya pada suhu 300C, tetapi

penghangatan ini tidak berlaku pada pasien yang tidak hamil karena tidak ada perbedaan

jika diberikan dalam keadaan dingin atau hangat. Menggigil selama anestesi regional

anestesi dapat dicegah dengan mempertahankan suhu ruangan yang optimal, pemberian

selimut dan lampu penghangat atau dengan pemberian obat yang efektifitasnya sama

untuk mengatasi menggigil paska anestesi umum.

Menggigil merupakan mekanisme pertahanan terakhir yang timbul bila

mekanisme kompensasi yang lain tidak mampu mempertahankan suhu tubuh dalam

batas normal. Rangsangan dingin akan diterima afektor diteruskan ke hipothalamus

anterior dan memerintahkan bagian efektor untuk merespon berupa kontraksi otot tonik

dan klonik secara teratur dan bersifat involunter serta dapat menghasilkan panas sampai

dengan 600% diatas basal. Mekanisme ini akan dihambat oleh tindakan anestesia dan

pemaparan pada lingkungan yang dingin dan dapat meningkat pada saat penghentian

anestesia.

Mekanisme Petidin untuk menanggulangi hipotermi

Hampir semua anestetis akan berusaha mengobati kejadian menggigil pada

periode durante dan pasca pembedahan. Mekanisme kerja dan lokasi kerja serta dosis

optimal obat-obat yang memiliki kemampuan menghilangkan menggigil masih belum

jelas. Sebagian besar diduga dengan cara menurunkan ambang menggigil.

Banyak sediaan obat digunakan untuk tujuan ini, walaupun masih dalam tahap uji

klinis seperti clonidine, doxapram, ketanserin, alfentanil, dexametason dosis rendah,

Page 5: Mekanisme Hipotermi Pada Operasi

magnesium sulfat, ketamin,tramadol dll. Salah satu obat yang paling efektif adalah

Pethidin.

Pethidin efektif sebagai terapi terhadap menggigil. Pethidin menurunkan ambang

rangsang menggigil dua kali dibandingkan dengan ambang vasokonstriksi. Mekanisme

pethidin sebagai antishivering mungkin bisa dijelaskan oleh kerja pethidin yang

menginhibisi re-uptake biogenic monoamine, antagonis reseptor NMDA(N-methyl d-

aspartate) atau stimulasi dari reseptor-α2.

Pethidin merupakan sintetis opioid agonist yang bekerja pada reseptor-μ dan

reseptor-k dan merupakan derivate dari phenylepiperidine. Sesuai rumus bangunnya,

pethidin hampir sama dengan atropine, dan memiliki kerja mild atropine.

Petidin intratekal akan berikatan dengan reseptor-μ dan reseptor-k di mana

reseptor-reseptor ini akan menurunkan ambang rangsang menggigil. Petidin intratekal

juga akan menstimuli reseptor-α2 dimana jika reseptor ini distimuli akan meningkatkan

pelepasan norepinefrin. Petidin intratekal juga akan mengantagonis reseptor NMDA (N-

methyl d aspatartate).

Mekanisme menggigil diatur oleh keseimbangan antara serotonin dan norepinefrin

pada hypothalamus, dimana peningkatan serotonin akan mennyebabkan terjadinya

menggigil dan vasokonstriksi sedangkan norepinefrin akan menurunkan ambang suhu

untuk terjadinya menggigil. Pada prinsipnya pemberian petidin intratekal ini untuk

meningkatkan jumlah norepinefrin pada medulla spinalis dimana hal ini akan

memodulasi ambang suhu yang datang dari perifer menuju hypothalamus.

Page 6: Mekanisme Hipotermi Pada Operasi

Monitoring Dasar

a) Kardiovaskuler

Fungsi jantung dapat diperkirakan dari observasi nadi, bunyi jantung, pemeriksaan

EKG, tekanan darah dan produksi urin.

1. Nadi

Monitoring frekuensi dan ritme nadi dapat dilakukan dengan meraba arteri

temporalis, arteri radialis, arteri femoralis, arteri karotis. Anestesi yang terlalu

dalam dapat bermanifestasi dengan nadi yang bertambah lambat dan

melemahkan denyut jantung. Pemeriksan juga dapat dilakukan dengan monitor

nadi yang bermanfaat pada kasus-kasus anak dan bayi dimana pulsasi nadi

lemah, observasi ritme ektopik selama anestesi, indeks penurunan tekanan darah

selama anestesi halotan, dan selama pernafasan kontrol dimana monitoring nafas

tidak dapat dikerjakan. Monitoring nadi akan berfungsi baik bila pembuluh

darah dalam keadaan vasodilatasi dan tidak efektif pada keadaan vasokonstriksi.

2. Elektrokardiogram

EKG selama anestesi dilakukan untuk memonitor perubahan frekuensi ritme

jantung serta sistim konduksi jantung. Indikasi monitoring EKG selama anestesi:

Mendiagnosa adanya cardiac arrest.

Mencari adanya aritmia.

Diagnosis isckemik miokard.

Memberi gambaran perubahan elektrolit.

3. Tekanan Darah

Dua macam cara pemantauan tekanan darah yang kita kenal. Pemantauan darah

Non Invasive(cuff pressure) dan Invasive Blood Pressure(arterial pressure).

Dengan cara ini kita dapat mengukur tekanan darah secara langsung dan terus

menerus. Pengukuran tekanan darah merupakan suatu hal yang mutlak

dilaksanakan pada setiap pasien selama anestesi.

Teknik pengukuran darah Pemantauan darah Non Invasive(cuff pressure)

dengan menggunakan cuff atau manset, baik secara manual maupun

menggunakan mesin sebagaimana bedsidemonitor yang ada di unit pelayanan

Intensif. Ukuran manset harus disesuaikan dengan besarnya lengan pasien,

karena ketidak sesuaian ukuran manset akan mengurangi validitas hasil

Page 7: Mekanisme Hipotermi Pada Operasi

pengukuran. Data status hemodinamik yang bisa didapatkan adalah tekanan

sistolik, tekanan diastolic, dan tekanan rata-rata arteri (Mean Arterial

Pressure=MAP)

Pengukuran tekanan darah secara invasive dapat dilakukan dengan melakukan

insersi kanule ke dalam arteri yang dihubungkan dengan tranduser. Tranduser ini

akan merubah tekanan hidrostatik menjadi sinyal elektrik dan menghasilkan

tekanan sistolik, diastolic, maupun MAP pada layar monitor. Setiap perubahan

dari ketiga parameter diatas, kapanpun,dan berapapun maka akan selalu muncul

dilayar monitor.

Selama operasi, peningkatan tekanan darah bisa disebabkan karena overload

cairan atau anestesi yang kurang dalam, sebaliknya tekanan darah dapat turun

bila terjadi perdarahan atau anestesi yang kurang dalam.

4. Produksi Urin

Dalam anestesi, urin dipengaruhi oleh obat anestesi, tekanan darah, volume

darah, dan faal ginjal. Jumlah urin normal kira-kira 0,5-1 ml/KgBB/jam. Bila

urin ditampung dengan kateter perlu dijaga sterilitas agar tidak terinfeksi.

5. Perdarahan selama pembedahan

Jumlah perdarahan harus dihitung dari botol penghisap. Perdarahan akut dapat

diatasi

dengan kristaloid, koloid, plasma ekspander, atau darah. Selain jumlah

perdarahan, perlu diawasi juga warna perdarahan merah tua atau merah muda.

6. Central Venous Pressure (CVP)

Merupakan  pengukuran langsung dari atrium kanan. Central venous pressure

mencerminkan preload ventrikel kanan dan kapasitas vena,sehingga dapat

diketahui volume pembuluh darah atau cairan dan efektifitas jantung sebagai

pompa. CVP  adalah pengukuran tekanan di  vena cava superior atau atrium

kanan. Daerah pemasangan yaitu Vena subclavia, Vena jugularis, Vena

antecubital, atau Vena femoralis.

b) Respirasi

Respirasi harus dimonitor dengan teliti, mulai dengan cara-cara sederhana sampai

monitor yang menggunakan alat-alat. Pernafasan dinilai dari jenis nafasnya, apakah

thorakal atau abdominal, apakah ada nafas paradoksal retraksi intercostal atau

Page 8: Mekanisme Hipotermi Pada Operasi

supraclavicula.

Pemantauan terhadap tekanan jalan nafas, tekanan naik bila pipa endotrakhea tertekuk,

sekresi berlebihan, pneumothorak, bronkospasme, dan obat-obat relaksan habis.

Pemantauan terhadap “Oxygen Delivery” dan end tidal CO2.

Oxygen Delivery, pada mesin anetesi sebaiknya dilengkapi dengan suatu alat

pemantau (oxygen analyzer) sehingga oksigen yang diberikan ke pasien dapat dipantau

dengan baik. Bila ada kebocoran pada sirkuit maka alarm akan berbunyi, sedangkan

untuk oksigen jaringan dapat dipantau dengan alat transkutaneus PO2, pemantauan non

invasif dan kontinyu. Pada bayi korelasi antara PO2 dan PCO2 cukup baik.

End tidal CO2, korelasi antara Pa O2 dan Pa CO2 cukup baik pada pasien dengan

paru normal. Alat pemantaunya adalah kapnometer yang biasa digunakan untuk

memantau emboli udara pada paru, malignan hiperthermi, pasien manula, operasi arteri

karotis.

Stetoskop esofagus, merupakan alat sederhana, murah, non invasif, dan cukup aman.

Dapat secara rutin digunakan untuk memantau suara nafas dan bunyi jantung

Suhu

Obat anestesi dapat memprediksi pusat pengatur suhu (SSP) sehingga mudah

dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan tehnik anestesi. Monitoring suhu jarang

dilakukan, kecuali pada bayi/anak-anak, pasien demam, dan tehnik anestesi dengan

hipothermi buatan. Pemantauan suhu tubuh terutama suhu pusat, dan usaha untuk

mengurangi penurunan suhu dengan cara mengatur suhu ruang operasi, meletakkan

bantal pemanas, menghangatkan cairan yang akan diberikan, menghangatkan dan

melembabkan gas-gas anestetika.

c) Cairan

Pemantauan terhadap status cairan dan elektrolit selama operasi dapat dilakukan

dengan menghitung jumlah cairan atau darah yang hilang dan jumlah cairan atau darah

yang diberikan. Pengukuran ini harus benar-benar cermat terutama pada pasien bayi.

Kebutuhan cairan selama operasi meliputi kebutuhan standar ditambah dengan

kebutuhan sesuai dengan trauma dan stress akibat operasi.

Page 9: Mekanisme Hipotermi Pada Operasi

Jenis-jenis suara nafas tambahan disebabkan karena hambatan sebagian jalan

nafas.

1) Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas

bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan

langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu

ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong

rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada

benda yang menyangkut di tenggorokan korban. Pindahkan benda tersebut

Tindakan Cross-Finger

2) Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang

disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger (seperti di atas), lalu

lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut

dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan).

Tindakan Finger Sweep

3) Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan

(edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and

chin lift atau jaw thrust saja.

Page 10: Mekanisme Hipotermi Pada Operasi

Ada 3 cara untuk membuka mulut:

1) Gerak jari menyilang, untuk mandibula yang agak lemas.

2) Gerak jari dibelakang gigi geligi untuk mandibula yang kaku.

3) Gerak angkat mandibula lidah, untuk mandibula yang sangat lemas.

a) Gerak jari menyilang.

Penolong pada verteks atau samping kepala penderita. Jari telunjuk pneolong di

masukkan ke dalam sudut mulut penderita dan tekankan jari tersebut pada gigi geligi

atasnya, kemudian tekanlah gigi geligi bawah dengan ibu jari yang menyilang jari

telunjuk tadi sehingga mulut secara paksa membuka.

b) Gerak jari di belakang gigi geligi.

Masukkan satu jari telunjuk di antara pipi dan gigi geligi penderita dan ganjalkan

ujung jari telunjuk tadi di belakang molar terakhir.

c) Gerak angkat mandibula lidah.

Ibu jari penolong dimasukkan ke dalam mulut dan farings penderita dan dengan

ujung ibu jari penolong dasar lidah diangkat. Jari-jari yang lain memegang mandibula

tadi pada dagu dan mengangkatnya ke depan.

Gerakan – gerakan A, B dan C tadi selain untuk membuka mulut secara paksa

juga digunakan menghisap benda asing, memasukkan alat jalan nafas dan laringoskop.