mekanisme efek toksikologi

24
MEKANISME EFEK TOKSIK Bahan asing yang berasal dari luar tubuh khususnya zat kimia dapat menimbulkan efek toksik ketika masuk kedalam tubuh. Mekanismenya melalui 2 cara yaitu, secara langsung (toksik intra sel) dan secara tidak langsung (toksik ekstra sel). Toksik intra sel adalah toksisitas yang dimulai dengan interaksi langsung antara zat kimia atau metabolitnya dengan reseptornya. Toksisitas ekstra sel terjadi secara tidak langsung dengan mempengaruhi lingkungan sel sasaran tetapi dapat berpengaruh pada sel sasaran. Mekanisme efek toksik intrasel Mekanisme efek toksik ekstrasel Terjadi secara langsung dimana zat beracun (baik berbentuk zat kimia induk maupun produk metabolit) akan langsung berinteraksi dengan dengan target molekuler yang khas maupun tidak melalui salah satu mekanisme reaksi(misalnya ikatan kovalen dan Terjadi tidak secara langsung dimana zat beracun akan berinteraksi di lingkungan luar sel

Upload: bryan-gerald-hukom

Post on 16-Apr-2015

849 views

Category:

Documents


45 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mekanisme efek toksikologi

MEKANISME EFEK TOKSIK

Bahan asing yang berasal dari luar tubuh khususnya zat kimia dapat menimbulkan

efek toksik ketika masuk kedalam tubuh. Mekanismenya melalui 2 cara yaitu, secara

langsung (toksik intra sel) dan secara tidak langsung (toksik ekstra sel). Toksik intra sel

adalah toksisitas yang dimulai dengan interaksi langsung antara zat kimia atau

metabolitnya dengan reseptornya. Toksisitas ekstra sel terjadi secara tidak langsung

dengan mempengaruhi lingkungan sel sasaran tetapi dapat berpengaruh pada sel

sasaran.

Mekanisme efek toksik intrasel Mekanisme efek toksik ekstrasel

Terjadi secara langsung dimana zat

beracun (baik berbentuk zat kimia induk

maupun produk metabolit) akan langsung

berinteraksi dengan dengan target

molekuler yang khas maupun tidak

melalui salah satu mekanisme

reaksi(misalnya ikatan kovalen dan

substitusi) di dalam sel.

Terjadi tidak secara langsung dimana zat

beracun akan berinteraksi di lingkungan

luar sel

membran sel, DNA, protein dan energi. sistem syaraf dan sistem imun

Ilustrasi Mekanisme Intrasel :

Keterangan :

1. supply oksigen dan nutrien dalam darah

2. sel-sel organ yang membutuhkan supply

3. organ yang dirangsang sel saraf

4. quinolones, diatas sel yang luka, mendegradasi matrix,

memperbaiki microvessels, menciptakan simpanan

byproducts dalam matrix

5. pembuluh limfa

Page 2: Mekanisme efek toksikologi

8. jalur oxygen dan nutrients, dari arteri, melalui microvessels dan extracellular

matrix, menuju sel

9. supply oksigen dan nutrien menuju ke pembuluh kapiler

10. detoxifikasi menuju ke vena

Bagan Mekanisme Efek Toksik Ekstrasel

Senyawa dengan mekanisme intrasel

1. Nama Senyawa : Botulinum toksin

Sasaran : membran sel

Jenis : senyawa induk

Wujud efek toksik : perubahan fungsional

Sifat efek toksik : terbalikkan

Metabolisme dasar / basal

Pengaturan aktivitas sel

Imun Saraf Hormon

pada dasarnya diperlukan

Zat beracun

Fungsi/struktural berubah

Sel rusak / luka

Nitrit Vitamin

Protein Metalibur

Pestisida Penisilin

Mengatur molekul

asing tubuh

Perifer danOtonom

Keseimbangan elektrolit/cairan pertumbuhan

Pertumbuhan sel

Produksi energi

Hara oksigen

KEHIDUPAN SEL

Tergantung banyak faktor lingkungan

ekstra sel

Page 3: Mekanisme efek toksikologi

Gambar/ struktur :

Mekanisme

Bakteri botulinum akan berbahaya bila aktif secara metabolisme dan

memproduksi racun botulinus. Dalam keadaan spora, botulinum tidak berbahaya.

Panas dapat memungkinkan spora aktif dan berkecambah dan panas juga dapat

membunuh bakteri lain yang menjadi saingan dengan Clostridium Botulinum dalam

mendapatkan Host. Toksin botulinum mempunyai persamaan struktur dan fungsi

dengan toksin tetanus. Kedua-duanya adalah neurotoksin tetapi toksin botulinum

mempengaruhi sistem saraf periferi karena memiliki afiniti untuk neuron pada

persimpangan otot syaraf. Toksin ini disintesis sebagai rantai polipeptid tunggal

(150,000 dalton) yang kurang toksik. Walau bagaimanapun setelah dipotong oleh

protease, ia menghasilkan 2 rantai: rantai ringan (subunit A, 50,00 dalton) dan

rantai berat (subunit B, 100,000 dalton) yang duhubungkan oleh ikatan dwisulfida.

Subunit A merupakan toksin paling toksik yang diketahui (Anonim, 2006).

Toksin botulinum ialah sejenis endopeptidase yang menghalang pembebasan

asetilkolin pada pertemuan antara otot dengan saraf (myoneural junction). Ia adalah

spesifik untuk bagian ujung saraf tepi/periferi pada tempat di mana neuron motor

merangsang otot. Toksin ini bertindak seperti toksin tetanus dan memecahkan

synaptobrevin, mengganggu pembentukan (dan pembebasan) vesikel yang

mengandungi asetilkolin. Sel yang terpapar gagal membebaskan neurotransmiter

(asetilkolin). Apabila otot tidak menerima isyarat daripada saraf, ia tidak akan

berkontraksi (contract). Ini menyebabkan paralisis (lumpuh) sistem motor. Selama

pertumbuhan C (Anonim, 2006).

Didalam tubuh neurotransmiter adalah pengirim pesan secara kimia yang

digunakan oleh sel – sel syaraf untuk berkomunikasi satu dengan yang lain dan

yang mana digunakan oleh sel sel syaraf untuk berkomunikasi dengan otot. Racun

botulism mengakibatkan characteristic flaccid paralysis dengan memecah satu dari

Page 4: Mekanisme efek toksikologi

tiga protein yang dibutuhkan untuk melepaskan neurotransmitter hal ini

memblokade pelepasan acetikolin dan kemampuan sel-sel syaraf untuk

berkomunikasi (Anonim, 2006).

Pelepasan neurotransmitter secara normal. Dengan terblokadenya syaraf

terminal oleh racun, syaraf tidak dapat mengirim sinyal kepada otot untuk

berkontraksi. Pasien mengalami kelemahan atau kelumpuhan, biasanya dimulai

dengan muka/wajah, kemudian tenggorokan, dada dan lengan. Ketika diaphragma

dan otot dada terkena pengaruhnya, bernafas menjadi sulit, terhambat atau

sepenuhnya lumpuh. Di beberapa kasus, pasien mati akibat asphyxia /sesak dada.

Racun botulinum beraksi dengan mengikat presynaptically kepada lokasi yang

dikenal memiliki afinitas tinggi didalam terminal syaraf cholinergic dan

menurunkan pelepasan acetylcholine, menyebabkan efek blokade syaraf otot.

Mekanisme ini digunakan sebagai dasar untuk pengembangan racun ini sebagai alat

terapi (Anonim, 2006).

Page 5: Mekanisme efek toksikologi

2. Nama Senyawa : Anestetika umum

Jenis : senyawa induk

Wujud efek toksik : perubahan fungsional

Sifat efek toksik : terbalikkan

Anestetika umum adalah senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan pembiusan.

Menurut cara pemakaiannya anestetika umum dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Anestetika inhalasi

Obat pembius inhalasi yang digunakan dengan udara pernapasan. Contohnya :

eter, siklopropana, kloroform, halotan. Namun di Negara-negara maju eter dan

siklopropana tidak digunakan lagi karena sifatnya mudah terbakar, sedangkan

kloroform tidak digunakan lagi karena toksisitasnya terhadap organ.

b. Anestetika injeksi (intravena)

Obat pembius injeksi yang disuntikkan secara intravena. Contohnya golongan

barbiturate (thiopental, methohexital), golongan benzodiazepine (midazolam,

diazepam), golongan opioid analgesic (morfin, fentanil, sufentanil, alfentanil

remifentanil), golongan propofol, golongan ketamine.

Benzokain merupakan anastesi lokal yang menyerang sistem saraf

sentral. Penggunaan anastesi dapat memberikan efek samping pada

sistem saraf dan kardiovaskular.

3. Nama Senyawa : Mustard nitrogen

Sasaran : DNA sel

Jenis : senyawa induk

Wujud efek toksik : perubahan struktural

Sifat efek toksik : tak terbalikkan

Gambar/struktur

:

Page 6: Mekanisme efek toksikologi

Mekanisme

Efek toksik tergantung dari kemampuannya mengikat substansi lain secara

kovalen. Atom chlorine melepas grup etil dan agen mustard ditransfer ke ion

sulfonium reaktif. Ion ini dapat mengikat sejumlah besar molekul biologi berbeda.

Ikatan tersebut mengikat nukleofil seperti nitrogen dengan komponen dasar asam

nukleat dan sulfur dalam grup SH dalam protein dan peptide. Mustard agent terdiri

dari 2 grup reaktif yang dapat membentuk jembatan antara 2 atau lebih molekul.

Mustard agents dapat merusak sejumlah besar substansi berbeda dalam sel dengan

alkilasi dan mempengaruhi beberapa proses dalam jaringan hidup (Anonim,2006).

4. Nama Senyawa : Streptomycin

Sasaran : sintesis protein ( retikulum endoplasma )

Jenis : senyawa induk

Wujud efek toksik : perubahan struktural

Sifat efek toksik : tak terbalikkan

Gambar/struktur :

Mekanisme

Antibiotika streptomisin merupakan

antibiotika aminoglikosida yang mempunyai mekanisme

penghambatan dengan mengganggu sintesis protein pada ribosom (Cooper, 2000).

Mekanisme kerja antibiotik : antibiotik dapat secara tidak langsung

mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yang merusak zat-zat makanan.

misalnya beberapa asam amino. Antibiotik juga dapat menghalangi pertumbuhan

mikroorganisme yang memproduksi amonia dalam jumlah banyak dalam saluran

pencernaan (Cooper, 2000).

Page 7: Mekanisme efek toksikologi

5. Nama Senyawa : Sianida

Sasaran : produksi energi ( mitokondria )

Jenis : senyawa induk

Wujud efek toksik : perubahan biokimia

Sifat efek toksik : terbalikkan

Gambar/struktur : HCN

Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano C≡N,

dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN dapat ditemukan

dalam banyak senyawa. Beberapa adalah gas, dan lainnya adalah padat atau cair.

Beberapa seperti-garam, beberapa kovalen. Beberapa molekular, beberapa ionik,

dan banyak juga polimerik. sianida yang dapat melepas ion sianida CN− sangat

beracun (Manik, 2003).

Hidrogen sianida adalah cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru

pucat pada suhu kamar. Bersifat volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida

dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak.Hidrogen sianida sangat

mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Bentuk lain ialah sodium

sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.

Mekanisme

Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan

darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan

sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata

karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan.

Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya

dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik

setelah itu sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan

mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas

otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian.1,7 Dalam

Page 8: Mekanisme efek toksikologi

konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit kemudian,

sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum (Manik, 2003).

Tanda awal dari keracunan sianida adalah:

o Hiperpnea sementara,· Nyeri kepala,

o Dispnea

o Kecemasan Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah

o Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo

juga dapat muncul (Manik, 2003).

Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan

dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat

pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi

mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila

penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida (Manik, 2003).

6. Nama Senyawa : Aflatoksin

Sasaran : DNA

Jenis : metabolit

Wujud efek toksik : perubahan struktural

Sifat efek toksik : tak terbalikkan

Gambar/struktur :

Aflatoksin merupakan segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang

berasal dari fungi) yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi manusia dan

hewan (Cooper, 2000).

Page 9: Mekanisme efek toksikologi

Mekanisme:

Aflatoksin B1 pada tanaman Aspergillus flavus – kacang-kacanganyang mengalami

epoksidasiakan menjadi metabolit epoksida. Metabolit ini yang berikatan secara

kovalen dengan DNA di dalam hati sehingga mengakibatkan hepato karsinogenik,

selain itu juga dapat menghambat metabolisme karbohidrat dan lipid, menghambat

sintesis protein. Efek samping Aflatoksin : nekrosis akut, sirosis, karsinoma pada

hati, kerusakan hati akut, edema.

7. Nama Senyawa : Paracetamol

Sasaran : Protein sel (elektrofil)

Jenis : metabolit

Wujud efek toksik : perubahan struktural

Sifat efek toksik : terbalikkan

Gambar/struktur :

Parasetamol (N-4-Asetil Para Aminofenol) merupakan obat analgesik

antipiretik, berupa hablur atau serbuk putih, tidak berbau, dan berasa pahit.

Gejala keracunan akut parasetamol tidak begitu berbahaya misalnya:

Anorexia, mual, dan muntah serta sakit perut terjadi selama 24 jam pertama dan

efek toksik parasetamol akan terakumulasi maksimal di dalam hati kira-kira 4 hari

setelah pemakaian. Tanda klinis dan gambaran kimianya meliputi kenaikan

keaktifan GPT, GOT, HBD, dan LDH serum; hiperbilirubinema ringan; kenaikan

waktu protrombin; penurunan kadar gula darah.

Parasetamol mengalami biotransformasi di hati, parasetamol terkonjugasi

dengan asam glukoronat membentuk metabolit elektrofil, N-asetil-P-

benzokuinonimina (NABKI) sebagai hepatotoksik. Pada dosis terapi metabolit

tersebut dapat diikat oleh glutation (GSH) hati membentuk konjugat dengan sistein

Page 10: Mekanisme efek toksikologi

dan asam merkapturat, yang kemudian diekskresi oleh urin. Kejenuhan jalur

konjugasi/kandungan GSH hati dihabiskan sampai menurun 20-30% dari harga

normal mengakibatkan NABKI dapat berikatan dengan makromolekul sel hati

secara ireversibel. Hal ini menyebabkan nekrosis sel hati.

8. Nama Senyawa : Isoniazid (INH)

Sasaran : membran sel

Jenis : metabolit

Wujud efek toksik : perubahan struktural

Sifat efek toksik : tak terbalikkan

Gambar/ struktur :

Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua

tipe TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia (Cooper, 2000).

Mekanisme

INH menginduksi terjadinya sitotoksisitas lewat apoptosis (program kematian

sel) pada sel lymphoma dan hepatoma.induksi apoptosis terjadi dengan

menghancurkan membran mitokondria dan menghancurkan untaian DNA.

Efek samping INH: gangguan fungsi hati, hepatitis, sideroblastic anemia, peripheral

neuropathy.

9. Nama Senyawa : Carbontetrachlorida (CCl4)

Sasaran : membran sel

Jenis : metabolit

Wujud efek toksik : perubahan struktural

Page 11: Mekanisme efek toksikologi

Sifat efek toksik : tak terbalikkan

Gambar/ struktur : CCl4

Karbontetraklorida adalah produk hasil karbon disulfida atau reaksi dari

disulfida dengan sulfur monoklorida. Karbontetraklorida adalah zat volatil yang

tidak berwarna, terasa panas, berbau seperti kloroform. Karontetraklorida tidak

dapat larut dalam air namun dapat larut dalam alkohol, kloroform, ether dan

minyak volatil Karbontetraklorida digunakan secara luas sebagai anthelmentik dan

fascioliasis (Winaya, 2005).

Mekanisme

Meningkatkan permeabilitas membran transisi mitokondria yang dapat

menyebabkan kerusakan hepatosit. Dampak racun karbontetraklorida pada sel hati

terjadi akibat meningkatnya kadar peroksidasi lipid disebabkan oleh adanya reaksi

antara radikal bebas hasil aktivasi CCl4 dengan asam lemak tak jenuh yang banyak

terdapat pada membran sel. pemerian karbontetraklorida per oral dapat

menyebabkan nefrotoksik (Winaya, 2005).

Senyawa dengan mekanisme ekstrasel

1. Nama Senyawa : Nitrit dan nitrat

Wujud : perubahan fungsional (nitrit) dan perubahan struktural

(nitrat)

Sifat efek toksik : terbalikkan

Gambar / Struktur : NO3 dan NO2

Nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2

-) adalah ion-ion anorganik alami, yang

merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air

menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi

ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat

dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang

Page 12: Mekanisme efek toksikologi

paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di

permukaan.

Mekanisme Nitrit dan Nitrat :

Nitrat yang masuk dalam saluran pencernaan akan langsung diubah menjadi

nitrir yang kemudian berikatan dengan hemoglobin membentuk methemoglobin.

Ketidak mampuan tubuh bayi untuk mentoleransi adanya methemoglobin yang

terbentuk dalam tubuh mereka akan mengakibatkan timbulnya sianosis pada bayi.

Pada bayi yang telah berumur enam bulan atau lebih, bakteri pengubah nitrat di

dalam tetap ada walau dalam jumlah sedikit. Pada anak-anak dan orang dewasa,

nitrat diabsorbsi dan di sekresikan sehingga resiko untuk keracunan nitrat jauh

lebih kecil (Donatus, 2001).

Menurut siklusnya, bakteri akan mengubah nitrogen menjadi nitrat yang

kemudian digunakan oleh tumbuh-tumbuhan. Hewan yang memakan tumbuh-

tumbuhan kemudian menggunakan nitrat untuk menghasilkan protein di dalam

tubuh. Setelah itu, nitrat akan dikeluarkan kembali ke lingkungan dari kotoran

hewan tersebut. Mikroba pengurai kemudian mengubah nitrat yang terdapat dalam

bentuk amoniak menjadi nitrit. Selain itu, nitrat juga diubah menjadi nitrit pada

traktus digestivus manusia dan hewan. Setelah itu bakteri dilingkungan akan

mengubah nitrit menjadi nitrogen kembali (Donatus, 2001).

Apabila ke dalam tubuh kita masuk nitrit (melalui konsumsi makanan), maka

di dalam tubuh akan terbentuk NO seperti yang telah disebutkan di atas. Apabila

nitrit yang terkonsumsi jumlahnya banyak, maka NO yang terbentuk juga banyak.

NO tersebut adalah dapat bergabung dengan hemoglobin membentuk

nitrosohemoglobin, seperti halnya yang terjadi pada pigmen daging.

Akibatnya hemoglobin tersebut tidak mampu lagi mengikat oksigen, sebab telah

mengikat NO tersebut. Akibat lebih lanjut adalah tubuh kekurangan oksigen,

sehingga akhirnya akan mengakibatkan terjadinya kematian. Kekurangan oksigen

tersebut nampak pada korban yang menjadi kebiru-biruan (Muchtadi, 1989)

2. Nama Senyawa : Nirsteroid Metalibur

Page 13: Mekanisme efek toksikologi

Wujud efek toksik : perubahan fungsional

Sifat efek toksik : terbalikkan

Sistem endokrin pada umumnya mengatur aktivitas pertumbuhan dan

keseimbangan cairan serta elektrolit sel. Selain itu, sistem ini secara khas

mengendalikan sistem reproduksi. Meskipun demikian, efek yang tak khas dari zat

kimia terhadap sistem ini jarang sekali ditemukan. Efek yang khas pada organ

tertentu kadang-kadang dijumpai pada uji ketoksikan. Misalnya senyawa nirsteroid

(nonsteroidal) metalibur, dapat menekan sekresi gonadotropin, sehingga

menyebabkan penghambatan spermatogenesis dan atropi (mengecil atau

berkurangnya jumlah sel) perlengkapan kelenjar kelamin. Keadaan ini terjadi

karena fungsi testis terutama diatur oleh gonadotropin LH dan FSH yang disekresi

oleh kelenjar hipofisa.

Mekanisme ekstra sel hormon metalibur :

Pada laki-laki

Senyawa mirip steroid metalibur ini akan menekan sekresi Gonadotropin dan

menyebabkan Spermatogenesis terhambat

Atropi perlengkapan kelenjar kelamin terkait dengan fungsi hormaon

gonadoptropin FSH & LH (sasaran difungsi sel).

Pada Wanita

Metalibur dapat menghambat oksitosin sehingga tidak dapat memacu

terjadinya kontraksi pada bagian otot uterus dan laktasi sehingga wanita tersebut

tidak dapat melahirkan dan mengeluarkan air susu.

3. Nama Senyawa : Pestisida

Wujud efek toksik : perubahan fungsional

Sifat efek toksik : terbalikkan

Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan disubklasifikasi

menurut jenis bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan aktifnya maka

Page 14: Mekanisme efek toksikologi

pestisida dapat dipelajari efek toksiknya terhadap manusia maupun makhluk hidup

lainnya dalam lingkungan yang bersangkutan. Salah satu contoh golongan

pestisida adalah organophospat.

Mekanisme toksisitas Organophospat

Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida

lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam

jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari

beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa.

Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan

kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara

normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim

dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan

reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. Hal tersebut

menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian

tubuh.

Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan

fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.

Page 15: Mekanisme efek toksikologi

Pada bentuk ini enzim mengalami phosphorylasi.

4. Nama Senyawa : Penisilin

Wujud efek toksik : perubahan struktural

Sifat efek toksik : terbalikkan

Dalam reaksi alergi tipe I, pemejanan awal sesuatu senyawa mendorong

pembentukan antibody igE. Antibodi ini bersetempat pada permukaan sel mast.

Pemejanan yang kedua dengan senyawa antigen menyebabkan pelepasan senyawa

vasoaktif setelah antigen tersebut tergabung dengan antibody pada permukaan sel mast

itu. Tingkat reaksi pelepasan sel mast itu bergantung pada sifat pemejanan dengan

senyawa antigeniknya. Mungkin menyebabkan pembengkakan setempat atau umumnya

menyebabkan kejang bronki, muntah , diare, kolaps akut dan mungkin mati. Reaksi

umum yang akut itu dikenal sebagai syok anafilaktik. Pada manusia, penisilin

merupakan prototype (tipe dasar) zat kimia yang dapat menyebabkan reaksi alergi tipe

I ini.

Mekanisme ekstra sel Penisilin :

Antibiotika β-laktam bekerja dengan menghambat pembentukan peptidoglikan di

dinding sel. Beta -laktam akan terikat pada enzim transpeptidase yang berhubungan

dengan molekul peptidoglikan bakteri, dan hal ini akan melemahkan dinding sel bakteri

ketika membelah. Dengan kata lain, antibiotika ini dapat menyebabkan perpecahan sel

(sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk membelah diri.Pada bakteri Gram positif yang

Page 16: Mekanisme efek toksikologi

kehilangan dinding selnya akan menjadi protoplas, sedangkam Gram negatif menjadi

sferoplas. Protoplas dan sferoplas kemudian akan pecah atau lisis.

DAFTAR PUSTAKA

Argo, I., D., 2001, Toksikologi Dasar, 124-160, UGM Press, Yogyakarta

Anonim, 1995, Buku Farmakologi dan Terapi edisi 4, 176 – 188, Fak Kedokteran UI,

Jakarta.

Anonim, 2006, Bakteri Clostridium Botulinum, http://www..Medicastrore.ac.id,

diakses tanggal 20 September 2008

Cooper, L., dkk., 2000, Nutrition in Health and Disease, 13th Edition, 198-200

Darmono, 2008, Toksisitas Pestisida,

http://www.geocities.com/kuliah_farm/farmasi_forensik/Pestisida.doc, diakses

tanggal 24 September 2008

Donatus, I.A., 2001, Toksikologi Dasar, 126-132, Universitas Gadjah

Mada,Yogyakarta

Hasan, Rusepno, dr, dkk, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi Ketiga, 967-973, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

Manik, M., 2003, Keracunan Makanan ( Food Poisoning),

http://library.usu.ac.id, diakses tanggal 20 September 2008

Muchtadi, D., 1989, Keracunan Sodium Nitrit, http://www.suarapembaharuan.com,

diakses tanggal 23 September 2008

Priyanto, 2007, Toksisitas Obat, Zat Kimia, dan Terapi Antidotum, 5 – 8, Leskonfi,

Saharibanong, 2007, Pengembangan Mekanisme Pertanian,

http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id, diakses tanggal 20 September 2008

Sediaoetama, A.D., 1989, Ilmu gizi, Jilid II, 159-181, Dian Rakyat, Jakarta

Stine & Brown, 1996, Principles of Toxicology, Lewis Publisher, New York

www. Geocities.com / kuliah / farmasi / pesticida, diakses pada tanggal : 6 September

2008

Page 17: Mekanisme efek toksikologi

Winaya, I.B.O., 2005, Perubahan Morfologi Hati dan Ginjal Mencit Yang Diinduksi

Karbontetraklorida (CCl4), http://www.jvetunud.com/?p=99, diakses tanggal

23 September 2008

www.odhaindonesia.org, diakses pada tanggal : 21 September 2008

www.pkukmweb.umy, diakses pada tanggal : 21 September 2008

www.tumotou.net, diakses pada tanggal : 21 September 2008

www.wikipedia.org, diakses pada tanggal : 21 September 2008