medication_dispensing error kel.3

40
MAKALAH COMPOUNDING & DISPENSING MEDICATION ERROR & DISPENSING ERROR Kelompok 3 : Elpriady L. Gideon Sirait Fera Kurniawati Harli Labobar PROGRAM PROFESI APOTEKER ANGKATAN XXV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Upload: phia29

Post on 12-Feb-2015

261 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Medication_dispensing Error Kel.3

MAKALAH COMPOUNDING & DISPENSING

MEDICATION ERROR & DISPENSING ERROR

Kelompok 3 :

Elpriady L.

Gideon Sirait

Fera Kurniawati

Harli Labobar

PROGRAM PROFESI APOTEKER ANGKATAN XXV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2013

Page 2: Medication_dispensing Error Kel.3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II PEMBAHASAN 3

Definisi 3

Faktor Penyebab 4

Klasifikasi 7

Pencegahan Medication Error 12

Pengelolaan Kesalahan Obat 17

Kasus Medication Error 19

BAB III PENUTUP 23

DAFTAR PUSTAKA 24

Page 3: Medication_dispensing Error Kel.3

BAB 1

PENDAHULUAN

Medication error merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien rawat jalan.

Secara umum Medication error didefinisikan sebagai peresepan, pemberian dan administrasi

obat yang salah, yang menyebabkan konsekuensi tertentu atau tidak. Sebuah studi medication

error pada pasien pediatric menunjukkan 5,7% medication errors 10778 kasus berasal dari

pemesanan obat. Studi lain menyebutkan bahwa lokasi yang paling banyak terjadi kesalahan

pada pediatric adalah NICU (Neonatal Intensive Care Unit), unit pelayanan umum, unit

pediatrik dan pasien rawat inap. Sebagian besar kesalahan terkait dengan administrasi obat

terutama penggunaan dosis obat yang kurang tepat. Medication error dapat menyebabkan

efek samping yang membahayakan, yang potensial memicu resiko fatal dari penyakit. Suatu

sistem praktik pengobatan yang aman perlu dikembangkan dan dipelihara untuk memastikan

bahwa pasien menerima pelayanan dan proteksi sebaik mungkin. Hal ini dikarenakan

semakin bervariasinya obat-obatan dan meningkatnya jumlah dan jenis obat yang ditulis per

pasien saat ini. Tanggung jawab seorang apoteker dan perawat dalam dispensing dan

pemberian obat menjadi semakin berat akibat ketersediaan obat tertentu yang lebih banyak

untuk suatu penyakit, waktu kadaluarsa obat yang semakin cepat, dan banyaknya jenis obat-

obat baru yang tertulis pada resep. Penggunaan obat yang semakin meningkat dapat

meningkatkan bahaya terjadinya kesalahan pengobatan. Masalah ini semakin serius karena

kesalahan pengobatan merupakan pemicu terjadinya kecelakaan dalam rumah sakit, sehingga

perlu dicari upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya kesalahan-kesalahan

pengobatan tersebut. Kesalahan pengobatan dapat terjadi pada masing-masing proses dari

peresepan, mulai dari penulisan resep, pembacaan resep oleh apoteker, penyerahan obat

sampai penggunaan obat oleh pasien, kesalahan yang terjadi di salah satu komponen dapat

secara berantai menimbulkan kesalahan lain di komponen- komponen selanjutnya.(1)

Sebuah studi di Yogyakarta (2010) terhadap sebuah rumah sakit swasta menunjukkan

bahwa dari 229 resep, ditemukan 226 resep medication error. Dari 226 medication errors,

99.12% merupakan kesalahan peresepan, 3.02% merupakan kesalahan farmasetik dan 3.66%

merupakan kesalahan penyerahan. Sebagian besar kesalahan peresepan merupakan akibat

dari resep yang tidak lengkap. Dokter melakukan kesalahan terbanyak yakni 99.12%.

kesalahan farmasetik meliputi overdosis atau dosis rendah yang inadekuat. Penyerahan obat

1

Page 4: Medication_dispensing Error Kel.3

meliputi preparasi obat yang tidak tepat dan pemberian informasi yang tidak lengkap.

Monitoring keamanan dan efikasi obat secara adekuat dapat mencegah terjadinya efek

samping. Di Rumah Sakit, pemberian informasi dan kontrol administrasi obat merupakan

tantangan yang berat. Selain itu, pada pasien rawat jalan, kontrol penggunaan obat dan

keparahan efek samping juga belum dimonitor dengan baik. Interaksi obat dengan obat,

makanan, dan bahan kimia dapat mempengaruhi terapeutik pasien. Misi apoteker adalah

untuk membantu memastikan bahwa pasien mendapatkan penggunaan obat yang terbaik dan

rasional. Apoteker harus mempelopori, bekerja sama dan disiplin dalam mencegah,

mendeteksi dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat yang dapat mengakibatkan

kerugian pada pasien. Adanya faktor risiko dan riwayat penggunaan obat sebelumnya yang

mungkin dapat berinteraksi perlu dipantau untuk meminimalkan risiko. Apoteker harus

bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk memastikan bahwa obat yang digunakan

aman. Hal-hal tersebut dilakukan agar dampak negatif dari medication error seperti

pemborosan dari segi ekonomi dan menurunnya mutu pelayanan pengobatan (meningkatnya

efek samping dan kegagalan pengobatan) dapat diminimalkan (2)

2

Page 5: Medication_dispensing Error Kel.3

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Error didefinisikan sebagai kegagalan dari sesuatu yang telah direncanakan untuk

diselesaikan sesuai dengan tujuan (kesalahan pada pelaksanaan) atau kesalahan pada

perencanaan untuk mencapai tujuan (kesalahan pada perencanaan). Suatu error mungkin

terjadi karena hasil dari kelalaian (The Institute of Medicine, 2004). Sedangkan kesalahan

pengobatan (medication error) didefinisikan sebagai setiap kesalahan (error) yang terjadi

dalam proses hingga penggunaan dalam pengobatan. Kesalahan pengobatan (medication

error) didefinisikan secara luas sebagai kesalahan dalam meresepkan, pembuatan, dan

memberikan obat, tanpa tergantung dengan dimana kesalahan ini menyebabkan konsekuensi

yang merugikan atau tidak. Definisi yang terbaru dari kesalahan pengobatan adalah

kegagalan dalam proses pengobatan yang menyebabkan atau berpotensi membahayaan

pasien, kesalahan pengobatan dapat terjadi pada setiap langkah pengobatan yang

menggunakan proses, dan mungkin atau tidak dapat menyebabkan ADE atau Adverse Drug

Event.(14)

Selain itu, kesalahan pengobatan (medication error) dapat didefinisikan sebagai

semua kejadian yang dapat menyebabkan pengobatan tidak sesuai atau yang dapat

mencelakakan pasien dimana prosedur pengobatan tersebut masih berada di bawah kontrol

praktisi kesehatan.(8) Dimana definisi tersebut mirip dengan definisi dari National

Coordinating Council for Medication error Reporting and Prevention (NCCMERP).

NCCMERP mendefinisikan kesalahan pengobatan sebagai “Suatu kejadian yang dapat

dicegah yang menyebabkan penggunaan obat yang tidak sesuai atau membahayakan pasien di

mana pengobatan tersebut dikontrol oleh tenaga medis profesional, pasien, atau konsumen,

yang berhubungan dengan praktis profesional, produk kesehatan, prosedur, sistem termasuk

prescribing; order communication; product labeling; packaging; compounding; dispensing;

distribution; administration; education; monitoring; dan penggunaan."

Pengertian lain oleh Cohen, dkk., medication error adalah suatu kesalahan dalam

proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi

kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah.(7) Dalam Surat Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian

3

Page 6: Medication_dispensing Error Kel.3

medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama

dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.(11)

2.2. Faktor Penyebab(4,5)

Menurut American Hospital Association, medication error antara lain dapat terjadi pada

situasi berikut:

1. Informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi tentang riwayat

alergi dan penggunaan obat sebelumnya.

2. Tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum atau menggunakan

obat, frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika timbul efek samping.

3. Kesalahan komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi apoteker yang keliru

dalam membaca resep dokter, kesalahan membaca nama obat yang relatif mirip

dengan obat lainnya, kesalahan membaca desimal, pembacaan unit dosis hingga

singkatan peresepan yang tidak jelas (q.d atau q.i.d/QD).

4. Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga berisiko dibaca keliru oleh pasien.

5. Faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek/ruang obat yang tidak terang, hingga

suasana tempat kerja yang tidak nyaman yang dapat mengakibatkan timbulnya

medication error.

Di bawah ini diuraikan beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya medication

error:

1. Kondisi sumber daya manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

- Jumlah dan mutu apoteker tidak memadai

- Personel non-professional dalam bidang pekerjaan apoteker

2. Sistem distribusi obat untuk PRT yang tidak sesuai

3. Belum diterapkannya pelayanan farmasi klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan suatu kegiatan jaminan mutu pelayanan obat

kepada pasien. Dalam pelayanan ini, apoteker memiliki tanggung jawab sebagai

upaya pencapaian dan peningkatan kesehatan pasien dan mutu kehidupannya. Jika

pelayanan ini tidak diterapkan di rumah sakit, maka tidak menutup kemungkinan

kesalahan obat atau masalah yang berkaitan dengan obat akan banyak terjadi.

4. Tidak diterapkannya pedoman Cara Dispensing Obat yang Baik (CDOB)

Berbagai kegiatan dalam CDOB tidak dilakukan, seperti: interpretasi resep, riwayat

pengobatan pasien, pemberian informasi yang tidak lengkap pada etiket, kurangnya

4

Page 7: Medication_dispensing Error Kel.3

informasi pada perawat, dapat menyebabkan terjadinya kesalahan baik oleh dokter,

apoteker, perawat, maupun pasien.

5. Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, serta pelayanan obat yang tidak

memadai. Kebijakan dan prosedur sangat penting serta berguna karena merupakan

penuntun untuk melaksanakan pengelolaan, pengendalian, dan pelayanan obat yang

efektif dan efisien di rumah sakit. Kurangnya kebijakan dan prosedur tersebut di

rumah sakit dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.

6. Pelaksanaan sistem formularium dan pengadaan formularium yang belum memadai.

Sistem formularium yang belum diterapkan, mengakibatkan formularium tidak

akomodatif bagi pasien. Jumlah, jenis mutu obat serta penggunaan di rumah sakir

tidak terkendali, dan kondisi tersebut dapat menyebabkan kesalahan obat.

7. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) belum berdaya. Tidak berdayanya PFT di rumah

sakit, antara lain sistem formularium tidak terlaksana, formularium tidak baik, dan

pengembangan kebijakan serta prosedur berkaitan dengan obat sangat lambat. Hal-hal

tersebut dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.

8. Kurang memadainya pengetahuan pasien dan profesional tentang obat. Pengetahuan

pasien yang kurang memadai tentang obat menyebabkan ketidakpatuhan pasien dan

salah penggunaan obatnya. Sedangkan, profesional kesehatan yang memiliki

pengetahuan kurang terhadap obat dapat menyebabkan kesalahan pemilihan obat yang

tepat bagi pasien.

9. Kesalahan komunikasi (communication errors).

Kesalahan komunikasi dapat terjadi akibat kurangnya kemampuan dokter/apoteker

dalam berkomunikasi dengan pasien. Dapat juga diakibatkan karena pasien tidak

memberitahukan gejala penyakit yang dirasakannya dengan jelas.

10. Meningkatnya spesialisasi dan fragmentasi perawatan kesehatan.. Semakin banyak

tenaga kesehatan yang menangani seorang pasien, makin besar kemungkinan

kesalahan informasi yang disampaikan.

11. Belum terdapat standar pelayanan medis yang tertuang dalam SOP. Masih belum

adanya standar pelayanan medis yang dituangkan dalam standar prosedur operasional

sehingga tidak ada acuan baku dalam penatalaksanaan suatu penyakit dengan baik.

Misalnya penatalaksanaan malaria baik oleh tenaga mikroskopis maupun tenaga

medis hanya didasarkan atas pengalaman.

12. Penyebab kesalahan obat yang umum

5

Page 8: Medication_dispensing Error Kel.3

- Kekuatan obat pada etiket atau dalam kemasan yang membingungkan. Kekuatan

atau dosis sediaan tidak jelas dimana sediaan tersebut terdiri dari bermacam-

macam obat dengan perbandingan yang ada, contoh cotrimoksazol (trimetroprim

800 mg + sulfametoksazol 400 mg).

- Nama atau bunyi nama obat yang terlihat mirip. Penamaan sediaan obat yang

hampir sama dapat menyebabkan medication error. Contoh obat yang sering

menyebabkan kesalahan pengobatan adalah obat pencegah pembekuan darah

Coumadin® dan obat anti parkinson Kemadrin®. Taxol® (paclitaxel) suatu agen

antikanker kedengarannya hampir sama dengan Paxil® (paroxetine) yang

merupakan suatu antidepresan.

- Kesalahan alat. Contohnya pompa intravena dimana katupnya tidak berfungsi,

menyebabkan periode pemberian obat menjadi terlalu cepat.

- Tulisan tangan tidak terbaca

Tulisan tangan yang kurang jelas dapat menyebabkan kesalahan dalam dua

pengobatan yang mempunyai nama yang serupa. Selain itu, banyak nama obat

yang nampak serupa terutama saat percakapan di telepon, kurang jelas atau salah

melafalkan. Permasalahannya menjadi kompleks apabila obat tersebut memiliki

cara pemberian yang sama dan dosis yang hampir sama

- Penulisan kembali resep atau order dokter yang tidak tepat

- Perhitungan dosis yang tidak teliti. Kesalahan dalam menghitung dosis sebagian

besar terjadi pada pengobatan pediatri dan pada produk-produk intravena.

Beberapa studi menunjukkan bahwa kesalahan dalam perhitungan dosis tidak

hanya ringan tetapi juga kesalahan yang fatal, misal kesalahan 10 kali lipat atau

mencapai 15%.

13. Kesalahan diagnosis. Kesalahan dokter dalam mendiagnosis penyakit dapat

menyebabkan kesalahan tindakan medis selanjutnya.

14. Menggunakan singkatan yang tidak tepat dalam penulisan resep. Pengunaan singkatan

dalam resep terkadang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan obat, seperti

misalnya:

- Singkatan U (unit) untuk insulin dan pitosin dapat menyebabkan kesalahan

pembacaan menjadi 0 yang menyebabkan overdosis yang berbahaya.

- Singkatan IU (International Unit) dapat terbaca sebagai IV (intravena) atau 10.

6

Page 9: Medication_dispensing Error Kel.3

- Singkatan q.d. (quaque die) yang berarti setiap hari dapat menyebabkan kesalahan

pembacaan menjadi qid (quarter in die atau empat kali sehari) atau qod (setiap

hari yang berbeda)

- Angka desimal seharusnya tidak ditulis. Angka 1.0 dapat terbaca sebagai 10

akibat tanda desimalnya berada pada garis keras resep.

15. Kesalahan penulisan etiket

16. Beban kerja berlebihan

17. Obat-obatan yang tidak tersedia

2.3. Klasifikasi (12)

Kategori Medication error

National Coordinating Council for Medication error Reporting and Prevention (NCC

MERP) mengklasifikasikan medication error berdasarkan tingkat keparahan hasil dari pasien.

Kesalahan yang dekat juga di klasifikasikan sebagai kesalahan potensial yang berhak

mendapat sistem yang luas dan mengarah ke perbaikan

Kategori medication error adalah sebagai berikut:

7

Page 10: Medication_dispensing Error Kel.3

Diagram medication error (6)

8

Page 11: Medication_dispensing Error Kel.3

Jenis Kesalahan Obat (3,7)

Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase transcribing, fase

dispensing, dan fase administrasion oleh pasien.

1. Prescribing Errors

Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase penulisan resep.

Fase ini meliputi:

a) Kesalahan resep

- Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang diketahui, terapi

obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan, mutu, rute, konsentrasi,

kecepatan pemberian, atau instruksi untuk menggunakan suatu obat yang diorder atau

diotorisasi oleh dokter (atau penulis lain yang sah) yang tidak benar. Seleksi obat

yang tidak benar misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri yang resisten

terhadap obat yang ditulis untuk pasien tersebut.

- Resep atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan kesalahan yang sampai

pada pasien.

b) Kesalahan karena yang tidak diotorisasi

Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang penulis resep yang

sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang keliru, suatu dosis diberikan kepada

pasien yang keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi dosis, dosis diberikan di luar

pedoman atau protokol klinik yang telah ditetapkan, misalnya obat diberikan hanya

bila tekanan darah pasien turun di bawah suatu tingkat tekanan yang ditetapkan

sebelumnya.

c) Kesalahan karena dosis tidak benar

Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil dari jumlah

yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis duplikat kepada pasien,

yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai tambahan pada dosis obat yang diorder.

d) Kesalahan karena indikasi tidak diobati

Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi tidak menerima suatu obat untuk

indikasi tersebut. Misalnya seorang pasien hipertensi atau glukoma tetapi tidak

menggunakan obat untuk masalah ini.

e) Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan

Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak memerlukan terapi

obat.

9

Page 12: Medication_dispensing Error Kel.3

2. Transcription Errors

Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses dispensing,

antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas. Salah dalam

menterjemahkan order pembuatan resep dan signature juga dapat terjadi pada fase ini.

Jenis kesalahan obat yang termasuk transcription errors, yaitu:

a) Kesalahan karena pemantauan yang keliru

Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian masalah,

atau gagal menggunakan data klinik atau data laboratorium untuk pengkajian respon

pasien yang memadai terhadap terapi yang ditulis.

b) Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)

- Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM atau efek

samping.

- Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam dengan suatu antibiotik,

pasien memerlukan perhatian pelayanan medis.

c) Kesalahan karena interaksi obat

Pasien mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi obat-obat, obat-

makanan, atau obat-prosedur laboratorium.

3. Administration Error

Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada proses penggunaan

obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya. Kesalahan yang

terjadi misalnya pasien salah menggunakan supositoria yang seharusnya melalui dubur tapi

dimakan dengan bubur, salah waktu minum obatnya seharusnya 1 jam sebelum makan tetapi

diminum bersama makan.

Jenis kesalahan obat yang termasuk administration errors yaitu :

a) Kesalahan karena lalai memberikan obat

Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien, sebelum dosis

terjadwal berikutnya.

b) Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru

Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya dari waktu

pemberian obat terjadwal.

c) Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru

- Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam pemberian suatu

obat.

10

Page 13: Medication_dispensing Error Kel.3

- Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang ditulis; melalui rute

yang benar, tetapi tempat yang keliru (misalnya mata kiri sebagai ganti mata

kanan), kesalahan karena kecepatan pemberian yang keliru.

d) Kesalahan karena tidak patuh

Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada suatu regimen obat

yang ditulis. Misalnya paling umum tidak patuh menggunakan terapi obat

antihipertensi.

e) Kesalahan karena rute pemberian tidak benar

Pemberian suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh dokter, juga

termasuk dosis yang diberikan melalui rute yang benar, tetapi pada tempat yang keliru

(misalnya mata kiri, seharusnya mata kanan).

f) Kesalahan karena gagal menerima obat

Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk alasan farmasetik,

psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak menerima atau tidak menggunakan

obat.

4. Dispensing Error

Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep oleh

petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error adalah salah dalam mengambil obat

dari rak penyimpanan karena kemasan atau nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi

karena berdekatan letaknya. Selain itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan

diracik, ataupun salah dalam pemberian informasi.

Jenis kesalahan obat yang termasuk Dispensing errors yaitu :

a) Kesalahan karena bentuk sediaan

- Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari yang

diorder oleh dokter penulis.

- Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan.

b) Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru

- Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum pemberian.

Misalnya, pengenceran yang tidak benar, atau rekonstitusi suatu sediaan yang

tidak benar. Tidak mengocok suspensi. Mencampur obat-obat yang secara fisik

atau kimia inkompatibel.

- Penggunaan obat kadaluarsa, tidak melindungi obat terhadap pemaparan cahaya.

c) Kesalahan karena pemberian obat yang rusak

11

Page 14: Medication_dispensing Error Kel.3

Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau kimia bentuk

sediaan telah membahayakan. Termasuk obat-obat yang disimpan secara tidak tepat.

Adapun bentuk-bentuk kejadian medication error disajikan dalam Tabel 2.

2.4. Pencegahan Medication Error (4,9)

Sejumlah pasien dapat mengalami cedera atau mengalami insiden pada saat memperoleh

layanan kesehatan, khususnya terkait penggunaan obat yang dikenal dengan medication

error. Di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, kejadian medication error

dapat dicegah jika melibatkan pelayanan farmasi klinik dari apoteker yang sudah terlatih.

Saat ini di negara-negara maju sudah ada apoteker dengan spesialisasi khusus menangani

medication safety.

12

Page 15: Medication_dispensing Error Kel.3

Peran Apoteker Keselamatan Pengobatan (Medication Safety Pharmacist) meliputi :

1. Mengelola laporan medication error

Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk

Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi

2. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin medication safety

Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication error

Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan

Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan insiden yang sering

terjadi atau berulangnya insiden sejenis

3. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk melakukan praktek pengobatan yang aman

Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan medication safety dan

kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada

4. Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan medication safety

Komite Keselamatan Pasien RS

Dan komite terkait lainnya

5. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat

6. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien yang ada

Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu aspek

manajemen dan aspek klinik.

A. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian (misalnya

memanfaatkan IT).

B. Aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat

dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring

dan evaluasi. Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang

menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim

pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan

farmasi klinik terbukti memiliki konstribusi besar dalam menurunkan

insiden/kesalahan.

13

Page 16: Medication_dispensing Error Kel.3

Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :

1. Pemilihan

Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat diturunkan

dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obat sesuai formularium.

2. Pengadaan

Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman, efektif, dan sesuai peraturan

yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.

3. Penyimpanan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan kesalahan

pengambilan obat dan menjamin mutu obat:

Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike

medication names) secara terpisah.

Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat menimbulkan

cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat khusus. Misalnya :

cairan elektrolit pekat seperti KCl injeksi, heparin, warfarin, insulin, kemoterapi,

narkotik opiat, neuromuscular blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik.

kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain secara

alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah

Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.

4. Skrining Resep

Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication error melalui

kolaborasi dengan dokter dan pasien.

- Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan nomor

rekam medik/ nomor resep,

- Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep

dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep, singkatan,

hubungi dokter penulis resep.

- Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam

pengambilan keputusan pemberian obat, seperti : Data demografi (umur, berat

badan, jenis kelamin) dan data klinis (alergi, diagnosis dan hamil/menyusui).

Contohnya, Apoteker perlu mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang

menerima obat-obat dengan indeks terapi sempit untuk keperluan perhitungan

dosis.

14

Page 17: Medication_dispensing Error Kel.3

- Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien. Permintaan obat

secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan emergensi dan itupun harus

dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang diminta benar, dengan

mengeja nama obat serta memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus

diberikan kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang

menerima permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat

konfirmasi.

5. Dispensing

Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.

Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada saat

pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah, pada saat

mengembalikan obat ke rak.

Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.

Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai,

pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi etiket.

6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang penting

tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan didiskusikan

pada pasien adalah :

Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana menggunakan

obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama pengobatan, kapan harus

kembali ke dokter

Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat lain dan

makanan harus dijelaskan kepada pasien

Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang

mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai bagaimana

cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut

Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang sudah

rusak atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker

mempunyai kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang mungkin

terlewatkan pada proses sebelumnya.

15

Page 18: Medication_dispensing Error Kel.3

7. Penggunaan Obat

Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat inap di rumah

sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama dengan petugas kesehatan

lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :

Tepat pasien

Tepat indikasi

Tepat waktu pemberian

Tepat obat

Tepat dosis

Tepat label obat (aturan pakai)

Tepat rute pemberian

8. Monitoring dan Evaluasi

Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui efek terapi,

mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien. Hasil monitoring dan

evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan

mencegah pengulangan kesalahan. Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan

kefarmasian harus terlibat didalam program keselamatan pasien khususnya

medication safety dan harus secara terus menerus mengidentifikasi masalah dan

mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien.

Faktor-faktor lain yang berkonstribusi pada medication error antara lain :

1. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi )

Komunikasi baik antar apoteker maupun dengan petugas kesehatan lainnya perlu dilakukan

dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau ketidak lengkapan informasi dengan

berbicara perlahan dan jelas. Perlu dibuat daftar singkatan dan penulisan dosis yang berisiko

menimbulkan kesalahan untuk diwaspadai.

2. Kondisi lingkungan

Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan, area dispensing

harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja, untuk menurunkan kelelahan

dengan pencahayaan yang cukup dan temperatur yang nyaman. Selain itu area kerja harus

bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu

disiapkan dalam nampan terpisah.

3. Gangguan/interupsi pada saat bekerja

16

Page 19: Medication_dispensing Error Kel.3

Gangguan/interupsi harus seminimum mungkin dengan mengurangi interupsi baik langsung

maupun melalui telepon.

4. Beban kerja

Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi stres dan beban

kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan.

5. Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam menurunkan

insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran penting ketika dilibatkan dalam

sistem menurunkan insiden/kesalahan.

2.5. Pengelolaan Kesalahan Obat (12)

Kesalahan obat dapat berkisar dari resiko minimal sampai ke resiko yang mengancam

kehidupan pasien. Kesalahan ini diakibatkan oleh kesalahan karena melaksanakan suatu

tindakan (commission) atau kesalahan karena tidak mengambil tindakan yang seharusnya

diambil (omission). Penggolongan kesalahan obat memungkinkan pengelolaan tindak lanjut

yang lebih baik terhadap pendeteksian kesalahan obat. Penetapan penyebab kesalahan obat

harus digabung dengan pengkajian dari keparahan kesalahan. Korelasi antara kesalahan dan

metode distribusi obat harus dikaji (misal, dosis unit, persediaan di ruang, atau obat ruah;

pracampuran dan sediaan oral atau injeksi). Proses ini akan membantu mengidentifikasi

masalah sistem dan merangsang perubahan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan

kembali.

Berbagai metode pendekatan organisasi untuk menurunkan kesalahan pengobatan, antara

lain:

Memaksa fungsi dan batasan (forcing function & constraints)

Otomatisasi dan computer (automation & computer)

Standar dan protokol

Sistem daftar tilik dan cek ulang (check list & double check system)

Aturan dan kebijakan (rules & policy)

Pendidikan dan informasi, serta (education & information)

Lebih cermat dan waspada.

Apoteker berada dalam posisi srategis untuk meminimalkan medication error, baik dilihat

dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan. Untuk itu,

beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan pengobatan,

antara lain:

17

Page 20: Medication_dispensing Error Kel.3

o Menciptakan budaya safety (aman)

o Mengembangkan program-program untuk keamanan pasien

o Membiasakan mencatat dan mengkomunikasikan setiap kejadian yang berpotensi

untuk error.

Tindakan berikut direkomendasikan untuk pendeteksian kesalahan, antara lain :

a) Setiap terapi perbaikan dan terapi pendukung yang perlu harus diberikan kepada

pasien.

b) Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pemberitahuan secara lisan segera

disampaikan pada dokter, perawat, dan kepala IFRS. Suatu laporan kesalahan obat

tertulis harus segera menyusul.

c) Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pengumpulan fakta dan investigasi

harus dimulai dengan segera.

d) Laporan kesalahan yang signifikan secara klinik dan kegiatan perbaikan berkaitan

harus dikaji oleh pengawas, kepala bagian SMF yang terlibat, administrator rumah

sakit yang sesuai, komite keselamatan rumah sakit dan penasehat hukum.

e) Apabila diperlukan, pengawas dan anggota staf yang terlibat dalam kesalahan, harus

membicarakan tentang bagaimana kesalahan terjadi dan bagaimana terjadinya

kembali dapat dicegah.

f) Informasi yang diperoleh dari laporan kesalahan obat dan sarana lain yang

menunjukkan kegagalan berkelanjutan, harus berlaku sebagai suatu manajemen yang

efektif dan alat edukasi dalam pengembangan staf.

g) Pengawas, pimpinan bagian/departemen dan berbagai komite yang sesuai, harus

mengkaji laporan kesalahan dan menetapkan penyebab dari kesalahan serta

mengembangkan tindakan untuk mencegah terjadinya kembali.

h) Kesalahan obat harus dilaporkan kepada program pemantauan rumah sakit agar

pengalaman dari apoteker, perawat, dokter dan pasien, serta untuk mengembangkan

pelayanan edukasi yang bernilai, untuk pencegahan kesalahan yang akan datang.

2.6 Kasus Medication Error (12)

18

Page 21: Medication_dispensing Error Kel.3

2.6.1 Kasus Prescribing error

Tuan Hasan merupakan pasien yang terdaftar sebagai pasien Askes, dia melakukan

kunjungan rutin ke sebuah rumah sakit , pada kunjungan kali ini Tn. Hasan menerima resep

dengan diagnosis dislipidemia, osteoartritis, hipertensi, gerd, cpod dan neuropati. Tn. Hasan

menerima obat-obatan sebagai berikut :

R/ Glucosamin 500 3x1 90

Nifedipine 2x1 60

Meloxicam 15 mg 1x1 30

Lansoprazole 30 mg 1x1 7

Neurodex 3x1 90

OBH Syrup 2x1 1

Dexanta 3x1 21

Dalam resep tersebut pasien menerima pengobatan yang tidak sesuai dengan diagnosa yaitu

OBH syrup yang seharusnya tidak perlu diberikan. Terdapat pula pengobatan ganda untuk

diagnosis GERD, yaitu lansoprazole (PPI) dan dexanta (antasida). Terapi untuk gerd

diberikan berdasarkan fase perkembangan gerd, yang dikategorikan dalam beberapa fase,

yaitu :

Fase I : Terapi yang dianjurkan adalah dengan merubah gaya hidup plus antasida, dan

atau dosis rendah untuk antagonis reseptor H2 (cimetidin, famotidin, nizatidin,

ranitidin).

Fase III : Terapi yang dianjurkan adalah dengan modifikasi pola hidup plus dosis

standar dari antagonis reseptor H2 untuk 6-12 minggu (simetidin 400 mg, famotidin

20 mg, nizatidin 150 mg, ranitidine 150 mg) atau penghambat pompa proton untuk 4-

8 minggu (esomeprazol 20 mg/hari, lansoprazol 15-30 mg/hari, omeprazole 20

mg/hari, pantoprazol 40 mg/hari, rabeprazol 20 mg/hari). Perubahan gaya hidup plus

penghambat pompa proton untuk 8-16 minggu (esomeprazol 20-40 mg/hari,

lansoprazol 30 mg/hari, omeprazole 20 mg/hari, pantoprazol 40 mg/hari, rabeprazol

20 mg/hari) atau antagonis reseptor H2 alam dosis tinggi selama 8-12 minggu

( simetidin 400 mg atau 800 mg, famotidin 40 mg, nizatidin 150 mg, ranitidine 150

mg).

Fase III : Terapi interventional (perasi antirefluks atau terapi endoluminal).

Jenis-jenis penggunaan obat yang tidak rasional :

1. Over Prescribing

19

Page 22: Medication_dispensing Error Kel.3

2. Under Prescribing

3. Incorrect Prescribing

4. Use of ineffective or Harmful drugs

5. Polypharmacy

Dalam resep ini terdapat penggunaan obat yang tidak rasional yang tergolong kedalam Over

Prescribing (pengobatan ganda untuk GERD) dan Incorrect Prescribing (pemberian OBH

yang tidak sesuai dengan diagnosa). Over Prescribing yaitu menggunakan obat yang tidak

diperlukan, dosis terlalu tinggi, pengobatan terlalu lama, atau jumlah yang diberikan lebih

dari yang diperlukan. Over prescribing juga didefinisikan sebagai pemberian obat baru dan

mahal padahal tersedia obat lama yang lebih murah yang sama efektif dan sama amannya,

pengobatan simptomatik untuk keluhan ringan sehingga dana untuk penyakit yang berat

tersedot, atau penggunaan obat dengan nama dagang walaupun tersedia obat generik yang

sama baiknya. Incorrect Prescribing yaitu obat yang diberikan untuk diagnosis yang keliru,

obat untuk suatu indikasi tertentu tidak tepat, penyediaan ( di apotek, rumah sakit) salah, atau

tidak disesuaikan dengan kondisi medis, genetic, lingkungan, faktor lain yang ada pada saat

itu.

2.6.2 Kasus transcription error

Contoh Kasus Transcription Error:

1. Seorang pasien 70 tahun laki-laki, diketahui hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, dan

penyakit arteri koroner, dirawat di rumah sakit mengeluh tidak mampu berjalan selama 3

minggu. Pasien mengonsumsi obat antidiabetik oral sebelum masuk rumah sakit dan

diresepkan obat antidiabetes lain setelah masuk. Pada review resep oleh apoteker di unit

farmakologi klinis, apoteker menemukan bahwa kedua obat sebelum dan sesudah masuk

rumah sakit mengandung gliklazid, dan bahwa dosis gabungan dari dua obat yang bisa

menempatkan pasien pada peningkatan risiko hipoglikemia.

2. Mr Smith masuk rumah sakit sehari sebelum operasi. Perintah pengobatan preoperatif

terbaca: Xanax (alprazolam) 10 mg PO. Pukul 10 malam, perawat yang mencoba untuk

memberikan Xanax menemukan bahwa dia hanya memiliki sepuluh kemasan blister 0,25 mg

dosis tunggal tersisa dan menghubungi farmasi, meminta 7,5 mg Xanax lagi sehingga dia bisa

mematuhi perintah dokter. Farmasi mengirimkan tiga puluh 0,25 mg. Perawat meminta dua

asisten perawat untuk membantunya membuka 40 kemasan blister. Karena mereka membuka

kemasan blister dan menempatkan tablet dalam sebuah wadah, dokter pasien masuk dan

bertanya, "Apa yang kalian lakukan?" "Membuka dosis tunggal unit sehingga kita bisa

20

Page 23: Medication_dispensing Error Kel.3

memberikan 10 mg dosis Xanax seperti yang Anda perintahkan" jawab perawat itu. "Apakah

Anda gila?" Tanya dokter, "perintahku 1 mg, bukan 10 mg."

2.7 Kasus Administration error (10)

Medication error meliputi prescribing, transcribing, dispensing dan administration error.

Administration error merupakan salah satu jenis medication error yang sering terjadi. Sebuah

studi retrospektif dilakukan selama 3.5 tahun pada suatu rumah sakit psikiatrik di UK. Studi

yang dilakukan dari 1 Oktober 2000 sampai 31 Maret 2004 membatasi medication

administration error meliputi penyimpangan resep atau kebijakan yang berkaitan dengan

pemberian obat pada rumah sakit tersebut, termasuk kegagalan dalam pencatatan pemberian

obat. Setiap laporan kejadian dinilai oleh tiga peneliti (konsultan psikiater, apoteker kepala,

dan perawat senior). Dari 123 laporan kesalahan administrasi yang diterima, 108 (88 %)

memenuhi kriteria kesalahan administrasi, 4 yang lainnya (3 %) dikategorikan mendekati

salah. Dengan total 112 kesalahan (11 laporan tidak dipertimbangkan untuk menggambarkan

kesalahan administrasi). Kesalahan administrasi yang terjadi meliputi

Jenis kesalahan administrasi yang paling sering dilaporkan adalah obat yang tidak tepat, dosis

yang tidak tepat dan kelalaian dosis.

Contoh Kasus:

21

Page 24: Medication_dispensing Error Kel.3

Resep obat larutan KCl oral dipersiapkan dalam jarum suntik untuk diberikan kepada pasien

melalui selang nasogastrik. Pengobatan intavena juga dipersiapkan dalam bentuk jarum

suntik dan dibawa ke sisi tempat tidur pasien dalam piringan (nampan) yang sama. Dua orang

perawat mempersiapkan dan memeriksa obat untuk pasien ini. Perawat kedua dipanggil.

Perawat mendatangi pasien mulai memberikan KCl oral yang seharusnya diberikan melalui

selang nasogastrik malah melalui intravena. Akibatnya pasien memerlukan perawatan intensif

dan menghabiskan lima hari di unit perawatn intensif.

2.8 Kasus Dispensing error (10)

Seorang wanita umur 63 tahun datang ke dokter dengan keluhan bengkak pada lutut bagian

kanan, tanpa disertai demam menggigil atau nyeri hebat pada lututnya. wanita itu memiliki

riwayat sebagai penderita penyakit sendi degeneratif dan paroxysmal atrial fibrillation, dan

dia menggunakan warfarin 7,5 mg/hari. Analisis cairan sendi mengungkapkan jumlah sel

darah putih 7.23 x 103/mm3 dan jumlah eritrosit 320/mm3. Tidak ada kristal terlihat dengan

mikroskop birefringent, dan tidak ada organisme yang terlihat dari hasil test. Pasien diberi

beberapa sampel tablet rofecoxib 25 mg (Vioxx, Merc & Co., whitehouse Station, NJ) dan

dianjurkan untuk menggunakan satu tablet sehati untuk eksaserbasi akut dari penyakit sendi

degeneratif, dia juga diberi resep untuk Vioxx sehingga dia bisa terus menebus obat tersebut.

gejala mulai membaik ketika dia mulai menggunakan obat Vioxx. Tiga hari kemudia dia

menebus resep dari dokter di apotek. dia melihat botol yang diberikan apotek berlabel

rofecoxib, tapi tablet yang diberikan berbeda dari sebelumnya. obat yang diberikan berwarna

biru dan ada tulisan VGR 25 di setiap sisi. kemudian karena takut salah obat, akhirnya pasien

kembali ke apotik untuk mengembalikan obat. ternyata obat yang diberikan yaitu obat

sildenafil sitrat 25 mg (Viagra, Pfizer Inc, New York, NY). kesalahan pemberian obat telah

diperbaiki.

22

Page 25: Medication_dispensing Error Kel.3

BAB 3

PENUTUP

Medication error merupakan kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama

dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Farmasis memiliki

tanggung jawab besar dalam mencegah terjadinya medication error khususnya dalam hal

transcription, prescribing, dispensing, dan administrasi. Tidak hanya farmasis, pencegahan

medication error seharusnya menjadi tanggung jawab bersama baik dokter, perawat maupun

petugas kesehatan lainnya. Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, pelayanan

yang memadai serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM menjadi aspek penting dalam

mencegah terjadinya medication error.

23

Page 26: Medication_dispensing Error Kel.3

Daftar Pustaka

1. Alexander DC, Bundy DG, Shore AD, Morlock L, Hicks RW, Miller MR. (2009). Cardiovascular Medication Errors in Children. Pediatrics. 124; 324-332.

2. Aryani Perwitasari, Dyah., Jami’ul Abror, dan Iis Wahyuningsih. (2010). Medication error in outpatient of a government hospital in Yogyakarta Indonesia. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research Volume 1; 8-10

3. Bates DW, Boyle DL, Vander Vliet MB, Schneider J, Leape L. 1995a. Relationship Between medication errors and adverse drug events. Journal of General Internal Medicine 10(4): 100–205.

4. Benjamin, David M. (2003). Reducing Medication Errors and Increasing Patient Safety: Case Studies in Clinical Pharmacology. J Clin Pharmacol vol. 43 no. 7 768-783

5. Charles & Kumolosasi. (2006). Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. Jakarta: Bukukedokteran EGC, 380-417

6. Chaudhary , Geeta. (2010). Case Study: Review of Medication Orders for Appropriateness at Satguru Singh Apollo Hospitals, Ludhiana, India. JC Insight July 2010.

7. Cohen, M.R. (1991). Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed), Medication Error, Washington, DC: American Pharmaceutical Association. Dalam: Hartayu, Titien Siwi & Widayati Aris. (2005). Kajian Kelengkapan Resep Pediatri Yang Berpotensi Menimbulkan Medication Error Di 2 Rumah Sakit Dan 10 Apotek Di Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

8. Fowler, S.B., Sohler,Patricia., & Zarillo,D.F., et al. 2009. Bar Code Technology for Medication Administration: Medication Errors and Nurse Satisfaction. MEDSURG Nursing—March/April 2009: Vol. 18 (2). Proquest Database.

9. IOM (Institute of Medicine). 2004. Patient Safety: Achieving a New Standard for Care. Washington, DC: The National Academies Press.

10. Kaushal R, Bates DW, Landrigan C, McKenna K, Clapp MD, Federico F, Goldmann DA. (2010). Medication Errors and Adverse Drug Events in Pediatric Inpatients. JAMA. 285(16); 2114-2120

11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

12. National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (2011). Medication Error. http://www.nccmerp.org/aboutMedErrors.html,

24

Page 27: Medication_dispensing Error Kel.3

13. Victorian Medicines Advisory Committee. (2008). Oral liquid medicines administered via the wrong route can be fatal or cause serious harm. Quality use of medicine alert. Vol 1: 1-4

14. Williams. (2007). Medication Error. R Coll Physicians Edinb. Vol 37: 343–346.

25