matrik sda 03
TRANSCRIPT
Pengendalian Daya Rusak – C.1. Pencegahan Sebelum dilakukan upaya pencegahan tentunya terlebih dahulu kemungkinan-‐kemungkinan yang bisa menjadi penyebab terjadinya bencana akibat daya rusak air. Seper? misalnya banjir bisa disebabkan oleh curah hujan di atas normal, tanggul jebol, terhambatnya aliran air, fasilitas pompa yang sudah dibangun ?dak berfungsi, dll.
Oleh karena itu walupun sudah dibangun fasilitas yang cukup canggih gunapenanggulangan daya rusak air, senan?asa harus dilakukan pengecekan/pengontrolan terhadap kesiapan dari pada fasilitas itu sendiri.
Sebagai contoh misalnya; • tanggul sudah dibangun dengan ke?nggian tertentu, akan tetapi pada ??k tertentu
dilubangi oleh masyarakat agar air dilingkungan mereka bisa mengalir, tentunya lubang tersebut akan menjadi potensi terjadinya banjir bila muka air di sungai ?ba-‐?ba meluap.
• tanggul sudah dibangun dengan cukup, akan tetapi karena ?dak ada saluran gendong sehingga jalan yang ada disebelahnya jadi tergenang dan dibuat lubang-‐lubang dibagian bawah tanggul, tentunya peninggian tanggul tersebut ?dak ada gunanya disaat muka air kali cukup ?nggi.
• pada lokasi tertentu sudah dipasang pompa pengendali banjir dengan kapasitas yang cukup besar, dimana sumber listriknya bisa dari mesin genset atau listrik PLN, akan tetapi karena ?ba-‐?ba listrik PLN ma? karena alasan tertentu, dan karena ?dak ada pengontrolan gensetpun ?dak bisa dihidupkan, tentunya akan menjadi suatu bencana
Pengendalian Daya Rusak – C.1. Pencegahan Jadi pada in?nya upaya pencegahan perlu dilakukan untuk mengontrol bahwa fasilitas, atau program yang ada bisa berfungsi seper? yang direncanakan. Beberapa hal yang perlu dilakukan berkaitan dengan pencegahan daya rusak air adalah:
Sikap Sadar Lingkungan Hal pertama yang dilakukan untuk mencegah banjir adalah menumbuhkan sifat dan sikap bersama-‐sama bahwa lingkungan tempat ?nggal atau wilayah pen?ng sekali untuk dijaga. Campur tangan pemerintah dalam pemberitahuan akan pen?ngnya menjaga lingkungan akan menjadi satu hal yang diperha?kan oleh warga. Sosialisasi yang tepat akan membuat kesadaran dalam benak warga, untuk saling menjaga dan mengingatkan. Sistem Saluran/Tata Air yang Baik Sistem saluran/tata air yang baik sangat diperlukan untuk membawa air ke lokasi buangan akhir, dan senan?asa dijaga kebersihannya.
Disiplin Membuang Sampah Dibutuhkan kedisiplinan warga untuk membuang sampah ditempat sampah dan berakhir di tempat pembuangan akhir sampah. Pengolahan sampah di tempat pembuangan akhir sampah ini akan sangat diperlukan. Dalam hal ini pelayanan pemerintah juga sangat diperlukan, karena sampah yang menumpuk ditempat pembuangan dan ?dak diangkut oleh pemerintah ke pembuangan akhir akan menyebabkan bau dan pencemaran lingkungan. Sebagai dampaknya masyarakat akan memilih membuang sampah di kali/saluran.
Pengendalian Daya Rusak – C.1. Pencegahan Kerja Sama yang Baik dari Seluruh Pihak Bila kerja sama warga di suatu wilayah dapat terjalin dengan baik, upaya pencegahan bisa dilakukan dengan mudah. Tentu saja jalinan warga dan pemerintah tetap harus dilakukan. Contohnya, bila ada pembangunan di suatu lokasi tertentu dan hal itu akan mengganggu lancarnya saluran air, tentu warga harus segera melaporkan ke pemerintah untuk diadakan sebuah ?ndakan yang tepat.
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) Penger?an Mi?gai Mi?gasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu ??k tolak utama dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan/atau kerugian harta benda yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia, maka ??k berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan/peredaman atau dikenal dengan is?lah “mi?gasi”. Mi?gasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia (man-‐made disaster). Untuk mendefenisikan rencana atau srategi mi?gasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian resiko (risk assessmemnt). Kegiatan mi?gasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang ru?n dan berkelanjutan (sustainable). Hal ini berar? bahwa kegiatan mi?gasi seharusnya sudah dilakukan dalam periode jauh-‐jauh hari sebelum kegiatan bencana, yang seringkali datang lebih cepat dari waktu-‐waktu yang diperkirakan dan bahkan memiliki intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan semula.
Tujuan Mi?gasi Tujuan utama (ul?mate goal) dari Mi?gasi Bencana adalah sebagai berikut : 1) Mengurangi resiko/dampak yang di?mbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seper? korban
jiwa (kema?an), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam. 2) Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan. 3) Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi
dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe).
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) Jenis bencana (secara umum)
1) Bencana geologi, gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, dan tanah longsor. 2) Bencana iklim, banjir, kekeringan, dan topan/badai 3) Bencana lingkungan, pencemaran lingkungan (air, udara, tanah), eksploitasi sumber daya alam
berlebihan termasuk penjarahan hutan, alih fungsi lahan di kawasan lindung, penerapan teknologi yang keliru, dan munculnya wabah penyakit.
4) Bencana sosial, kehancuran budaya, budaya ?dak peduli, KKN, poli?k ?dak memihak rakyat, perpindahan penduduk, kesenjangan sosial ekonomi budaya, konflik dan kerusuhan.
Jenis bencana di Indonesia 1) Letusan gunung api 2) Gempa 3) Banjir 4) Angin badai 5) Longsor 6) Tsunami 7) Kekeringan 8) Kebakaran hutan 9) Kegagalan teknologi 10) Wabah penyakit
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) Korban bencana
1) Kerusakan lingkungan 2) Manusia : fisik, mental dan sosial 3) Hasil pembangunan : jalan, bangunan, rumah sakit, dsb
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) Is?lah dalam Penanganan Bencana ² Kesiapsiagaan (preparedness) adalah upaya yang dilakukan untuk mengan?sipasi bencana, melalui
pengorganisasian langkah-‐langkah yang tepat guna dan berdaya guna. ² Tanggap Darurat (emergency response) adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian
bencana, untuk menanggulangi dampak yang di?mbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.
² Pemulihan (recovery) adalah proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula dengan melakukan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi.
² Rehabilitasi (rehabilitaJon) adalah upaya yang diambil setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumah, fasilitas umum dan fasilitas sosial serta, dan menghidupkan kembali roda perekonomian.
² Rekonstruksi (reconstrucJon) adalah program jangka menengah dan yang jangka panjang melipu? perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.
² Ancaman (hazard) adalah suatu kejadian atau peris?wa yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan lingkungan.
² Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi, atau karakteris?k biologis, geografis, sosial, ekonomi, poli?k, budaya dan teknologi masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu.
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) ² Kemampuan (capacity) adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat,
yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri, mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana.
² Risiko (risk) adalah kemungkinan ?mbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang ?mbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa kema?an, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat.
² Peringatan Dini (early warning) adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa kemungkinan bencana akan segera terjadi, yang menjangkau masyarakat (accesible), segera (immediate), tegas ?dak membingungkan (coherent), dan resmi (official).
² Bantuan Darurat (relief) merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan-‐kebutuhan dasar pada kedaruratan.
Prinsip-‐prinsip Penanganan Bencana : a. nondiskriminasi; b. hak untuk hidup dan kelangsungan hidup; c. hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak; dan d. hak untuk bebas dari rasa takut dari ancaman.
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) Azas Penanganan Bencana: a. Negara sebagai penanggung jawab utama; b. Jaminan keamanan dan pemenuhan hak-‐hak warga negara; c. Penanganan bencana secara menyeluruh dan terpadu; d. Pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam pemerintahan dan pembangunan; e. Transparansi dan akuntabilitas; f. Pencegahan dini /keha?-‐ha?an; g. Manfaat.
Tahapan penanganan bencana a. Sebelum terjadinya bencana : pencegahan, mi?gasi dan kesiapsiagaan; b. Saat terjadinya bencana mencakup upaya tanggap darurat; c. Sesudah terjadinya bencana mencakup upaya pemulihan
Mi?gasi, suatu tahapan yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan dampak nega?f kejadian bencana terhadap kehidupan dengan menggunakan cara-‐cara alterna?f yang lebih dapat diterima secara ekologi. ² Edukasi ² Pemberian Sangsi Dan Reward ² Penyuluhan ² Penyediaan Informasi
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) Sebelum Terjadi Bencana (kesiap-‐siagaan) Merupakan kegiatan penyusunan dan ujicoba rencana penanganan kedaruratan, mengorganisasi, memasang dan menguji sistem peringatan dini, penggudangan dan penyiapan barang-‐barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar, pela?han dan gladi, penyiapan mekanisme alarm dan prosedur-‐prosedur tetap. Saat Terjadinya Bencana 1) Tanggap darurat; ?ndakan-‐?ndakan yang dilakukan seke?ka sebelum, pada saat dan seke?ka sesudah
terjadinya suatu kejadian bencana. 2) Pengkajian cepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumberdaya; 3) Pencarian, penyelamatan dan evakuasi korban; 4) Pemenuhan kebutuhan dasar; 5) Pemulihan dengan segera sarana-‐sarana kunci.
Sesudah Terjadinya Bencana (Rehabilitasi dan Rekonstrusi) 1) Pembangunan sarana dan prasarana dasar (jalan, listrik, air bersih, dll); 2) Pembangunan sarana sosial masyarakat (masjid, gereja, pura, balai adat, dll); 3) Membantu masyarakat memperbaiki rumah; 4) Pemulihan kegiatan bisnis dan ekonomi.
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) MiJgasi ROB di Wilayah Utara Jakarta Rob merupakan fenomena yang umum terjadi dikota yang terletak di tepi pantai, di Indonesia sendiri banjir rob sering terjadi dikota pantai seper? daerah Jakarta bagian utara dan Semarang. Fenomena banjir rob di Jakarta khususnya disebabkan oleh naiknya muka laut juga penurunan muka tanah atau biasa disebut sebagai land subsidence. Banjir rob merupakan genangan air pada bagian daratan pantai yang terjadi pada saat air laut pasang. Banjir rob menggenangi bagian daratan pantai atau tempat yang lebih rendah dari muka air laut pasang ?nggi (high water level). Fenomena banjir rob yang terjadi hampir disepanjang tahun baik terjadi di musim hujan maupun di musim kemarau. Hal ini menunjukan bahwa curah hujan bukanlah faktor utama yang menyebabkan fenomena rob. Rob terjadi terutama karena pengaruh ?nggi-‐rendahnya pasang surut air laut yang terjadi oleh gaya gravitasi. Gravitasi bulan merupakan pembangkit utama pasang surut. Walaupun massa matahari jauh lebih besar dibandingkan masa bulan, namun karena jarak bulan yang jauh lebih dekat ke bumi di bandingkan matahari maka gravitasi bulan memiliki pengaruh yang lebih besar. Terjadinya banjir rob akibat adanya kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pasang surut, dan faktor-‐faktor atau eksternal force seper? dorongan air, angin atau swell (gelombang yang akibatkan dari jarak jauh), dan badai yang merupakan fenomena alam yang sering terjadi di laut. Selain itu, banjir rob juga terjadi akibat adanya fenomena iklim global yang ditandai dengan peningkatan temperatur rata-‐rata bumi dari tahun ke tahun.
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) Kotamadya Jakarta Utara merupakan wilayah terendah di Jakarta yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Hasil studi yang dilakukan oleh [Immadudina, Annisa, 2011, Zonasi risiko bencana banjir akibat sea level rise, Surabaya. Ins?tut Teknologi Sepuluh Nopember]; menyatakan wilayah Jakarta Utara menempa? posisi satu dalam urutan wilayah paling berisiko terkena banjir se-‐Asia Tenggara.
Gambar: Peta Bahaya Banjir ROB
Kondisi tersebut diperparah oleh adanya ak?vitas reklamasi pantai utara Jakarta untuk pembangunan kawasan permukiman. Reklamasi pantai utara Jakarta tersebut, juga telah menggusur hutan mangrove (bakau) yang berfungsi sebagai pelindung alami wilayah daratan bila terjadi air pasang/gelombang pasang dari laut. Selain mengubah geomorfologi (bentang alam), hal tersebut juga telah mengganggu sistem hidrologi dataran pantai sehingga meyebabkan air dari sistem drainase sulit mengalir ke laut.
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) Faktor yang Berpengaruh terhadap Kerentanan Banjir ROB
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) Hasil mi?gasi banjir rob di wilayah kota administrasi Jakarta Utara yang mempunyai luasan total 134,16 km2, mempunyai resiko sebagai berikut : 1) Zona sangat berisiko dengan luas 31,22 km2 (5,51% dari total kawasan). 2) Zona berisiko dengan luas 8,74 km2 (8,74% dari total luas kawasan) 3) Zona cukup berisiko dengan luas 118,9 km2 (21% dari total luas kawasan) 4) Zona sedikit berisiko dengan luas 10,99 km2 (7,91% dari total luas kawasan) 5) Zona ?dak berisiko dengan luas 0,05 km2 (0,04% dari total luas kawasan)
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) MiJgasi Banjir DKI Jakarta Jakarta sebuah kota besar yang tak luput dari masalah banjir ke?ka hujan datang, penyebabnya pas? yang selalu di salahkan adalah daerah Bogor, yang menjadi penyebab utama sokongan debit sungai yang terus bertambah.
Berdasarkan gambaran di samping, DKI Jakarta ternyata sudah penuh sesak dengan pemukiman tanpa adanya lahan hijau, Jakarta sebagian besar tersusun oleh endapan Aluvium berumur Holosen (quarter). Endapan aluvium yang belum termasiman sepenuhnya ini berasal dari sedimentasi sungai yang berada di sekitar Jakarta seper? Ciliwung, Cisadane, Cideng, dan lainnya. Sebenarnya Jakarta dahulu memang layak untuk diperhitungkan sebagai kota strategis sebagai kota pelabuhan. Karena waktu itu jakarta ?dak sepadat sekarang dan pada saat itu pemerintah Jakarta membuat kanal-‐kanal untuk mengurangi genangan akibat limpasan sungai di sekitar Jakarta, ini mi?gasi pertama yang dilakukan pemerintah belanda saat itu yang menyadari banyaknya sisi nega?f dari banjir yang melanda Batavia saat itu. Mi?gasi Banjir Pemerintah VOC saat Batavia Terendam Pada tahun 1619, sungai-‐sungai pun mulai dikeruk menjadi kanal-‐kanal seper? di negeri Belanda.Namun, pada tahun 1621, ?dak lama setelah Belanda membuat kota dagang Batavia, banjir besar merendam seluruh kota. Banjir-‐banjir besar pun terulang hampir se?ap 20 tahun sekali. Untuk mengatasi banjir, selain mengeruk sungai dan membuat banyak kanal, pemerintah juga membangun pintu-‐pintu air.
DKI Jakarta (Wikimapia.org)
Kota Batavia di Tahun 1888 (Sumber Wikipedia)
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) Selain itu, dibangun pula bendungan dan situ untuk menampung dan mengendalikan air di hulu-‐hulu sungai. Dari 13 sungai yang ada di Jakarta, sungai Ciliwung merupakan yang terbesar. Hulu sungai Ciliwung berada di dataran ?nggi di sekitar Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan daerah Puncak. Sungai yang panjangnya 120 km ini melintasi Bogor, Depok, dan Jakarta. Pemukiman warga Jakarta di bantaran Sungai Ciliwung.
Peta Geologi Jakarta (Herman Moechtar, 2012)
Peta geologi Jakarta memperlihatkan bentukan kota jakarta berdasarkan batuannya. Komposisi utara jakarta tersusun oleh material lepas Alluvium, sedangkan di bagian tengah berupa kipas alluvial yang tersusun oleh material lempung sampai pasiran yang terbawa oleh aliran sedimentasi seper? sungai dan aliran hujan. Endapan aluvium tersebut berasal dari batuan formasi Gunung Salak dan formasi Ja?luhur serta beberapa formasi di daerah ?nggian bogor yang mengalami pelapukan kemudian terlarut dan terbawa oleh aliran air permukaan.
Endapan tersebut menunjukan bahwa Jakarta merupakan kota limpahan sedimentasi yang terbawa oleh sungai-‐sungai yang melintas Jakarta, dimana pengaruh endapan darat lebih kuat daripada gelombang atau arus laut sehingga menciptakan posi?f future di sekitar muara sungai. Kanal-‐kanal yang di bangun diharapkan agar endapan dan sedimentasi sungai langsung mengarah ke laut sehingga mengurangi pasokan volume air di sekitar Kota Jakarta. Tetapi saat itu Jakarta ?dak sepadat saat ini, sehingga mi?gasi yang dilakukan pemerintah belanda sudah harus di perluas.
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) Jakarta bukanlah seper? kota singapura dan kuala lumpur dimana pasokan sungai utama mereka tak seper? sungai ciliwung yang membawa volume air lebih banyak. Secara ke geologian Kuala Lumpur dan Singapura bukan sebagai Lingkungan Delta seper? Jakarta sehingga permasalahan Banjir ke dua kota tersebut tak sekompleks Jakarta. Selain masalah lahan hijau yang mulai berkurang masalah lainnya adalah ledakan penduduk, sehingga lahan hijau silih bergan? menjadi bangunan/pemukiman. Sudah saatnya pemerintah juga mulai memperha?kan kependudukan Kota Jakarta. Genangan merupakan imbas dari volume sungai yang tak tersalurkan ke daerah yg lebih rendah atau muara sungai, hal ini bisa di akibatkan oleh berkurangnya fungsi lahan sungai akibat pemukiman sehingga air tak masuk ke sungai dan menyebar mencari daerah yang lebih rendah. Seharusnya dengan melakukan penyeimbangan antara perkembangan kota dan tata kota, banjir ?dak akan terjadi terus menerus di Jakarta, kerjasama beberapa pemerintahan kota dan kabupaten seper? Depok, Tanggerang, dan Bogor mempunyai nilai lebih untuk menanggulangi potensi banjir di Ibukota salah satunya dengan penerapan teknolohi pengelolaan hidrologi permukaan. Mi?gasi Banjir Jakarta Dewasa Ini (PUSDALOPS BPBD JAKARTA) Langkah pertama dari siklus bencana biasanya dianggap sebagai kesiapan meskipun satu bisa mulai pada se?ap ??k dalam siklus dan kembali ke ??k itu sebelum, selama atau setelah bencana . Demi pemahaman, akan mulai dengan kesiapan. Langkah pertama dari siklus bencana biasanya dianggap sebagai kesiapan meskipun satu bisa mulai pada se?ap ??k dalam siklus dan kembali ke ??k itu sebelum, selama atau setelah bencana . Demi pemahaman, akan mulai dengan kesiapan. Sebelum terjadinya bencana, ?m darurat akan merencanakan berbagai bencana yang bisa menyerang dalam wilayah tanggung jawab .
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) Misalnya, sebuah kota khas terletak di sepanjang sungai akan perlu untuk merencanakan ?dak hanya banjir tetapi juga kecelakaan bahan berbahaya, kebakaran besar, cuaca ekstrim (mungkin tornado, badai), bahaya geologi (mungkin gempa bumi, tsunami, dan/ atau gunung berapi ) dan bahaya lain yang berlaku . Tim darurat belajar tentang bencana masa lalu dan potensi bahaya saat ini dan kemudian mulai berkolaborasi dengan pejabat lain untuk menulis rencana bencana bagi yurisdiksi dengan lampiran untuk bahaya tertentu atau jenis khusus dari skenario respon. Bagian dari proses perencanaan adalah iden?fikasi sumber daya manusia dan bahan yang dibutuhkan selama bencana spesifik dan memperoleh informasi tentang cara mengakses sumber daya, apakah publik atau swasta. Jika sumber daya material khusus yang diperlukan untuk di tangannya sebelum bencana, barang-‐barang (seper? generator, dipan, peralatan dekontaminasi, dll) yang diperoleh kemudian ditumpuk di lokasi geografis yang sesuai dengan rencana. Respon Tahap kedua dalam siklus bencana respon. Waktu dekat sebelum bencana, peringatan dikeluarkan dan evakuasi atau berlindung di tempat terjadi dan peralatan yang diperlukan disiapkan. Setelah bencana terjadi, responden pertama segera merespon dan mengambil ?ndakan dan menilai situasi. Darurat atau bencana rencana diak?man dan dalam banyak kasus, sebuah pusat operasi darurat dibuka dalam rangka untuk mengkoordinasikan respon terhadap bencana dengan mengalokasikan sumber daya manusia dan material, perencanaan evakuasi , menetapkan kepemimpinan dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Tanggapan bagian dari siklus bencana difokuskan pada kebutuhan mendesak seper? perlindungan nyawa dan harta dan mencakup pemadaman kebakaran, penanganan medis darurat, memerangi banjir, evakuasi dan transportasi, dekontaminasi dan penyediaan makanan dan tempat ?nggal bagi para korban. Penilaian awal kerusakan sering terjadi selama masa tanggap untuk membantu rencana yang lebih baik tahap berikutnya dari siklus bencana, pemulihan.
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi) Pemulihan Setelah fase respon langsung dari siklus bencana sudah selesai, bencana berubah menuju pemulihan, berfokus pada respon jangka panjang terhadap bencana. Tidak ada waktu tertentu ke?ka transisi bencana dari respon terhadap pemulihan dan transisi dapat terjadi pada waktu yang berbeda di berbagai wilayah bencana. Selama fase pemulihan siklus bencana, lebih difokuskan pada pembersihan dan pembangunan kembali. Hunian sementara (mungkin dalam trailer sementara) ini didirikan dan u?litas yang dikembalikan. Selama fase pemulihan, pelajaran yang diperoleh didokumentasikan untuk disosialisasikan pada komunitas tanggap darurat. Mi?gasi Tahap mi?gasi siklus bencana hampir bersamaan dengan fase pemulihan. Tujuan dari fase mi?gasi adalah untuk mencegah kerusakan bencana yang disebabkan hal yang sama terulang kembali. Selama mi?gasi, bendungan, tanggul dan dinding banjir yang ini dibangun kembali dan diperkuat, bangunan yang dibangun kembali menggunakan keamanan yang lebih baik dari kebakaran. peraturan bangunan untuk keselamatan jiwa. Lereng bukit yang reseeded untuk mencegah banjir dan tanah longsor. Zonasi tata guna lahan diubah untuk mencegah resiko dari yang terjadi.
Mungkin bangunan bahkan ?dak dibangun kembali di daerah-‐daerah yang sangat berbahaya. Pendidikan kebencanaan masyarakat diberikan untuk membantu warga agar belajar, bagaimana untuk lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana selanjutnya.
Pengendalian Daya Rusak – C.2. Penanggulangan (MiJgasi)
Tindakan difokuskan pada pengembangan
rencana untuk menghadapi bencana secara cepat dan efek?f
Tindakan difokuskan pada upaya mengurangi
dampak bencana
Perbaikan fisik dan non fisik serta pemberdayaan dan mengembalikan harkat hidup korban
bencana
Evakuasi Penyelamatan Pencarian
Bantuan darurat
Pengendalian Daya Rusak – C.3. Pengendalian Air Air sangat berguna bagi kehidupan, akan tetapi bila ?dak dikelola dengan baik air juga bisa menimbulkan bencana, karena air mempunyai daya rusak. Pengendalian air sangat terkait dengan konservasi, karena sungai-‐sungai yang DAS-‐nya sudah rusak pada umumnya mempunyai debit sungai dengan fluktuasi yang sangat besar bedanya, antara debit yang mengalir di musim kemarau dengan debit yang mengalir di musim penghujan.
Upaya pengendalian air dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara struktur dan non struktur. Upaya struktural berupa pembangunan prasarana pengendalian, sedangkan upaya non struktural berupa aturan-‐aturan yang berkaitan dengan penataan daerah tangkapa air dan badan air serta mo?vasi masyarakat.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas bila konservasi ?dak dijaga dengan baik, bangunan-‐bangunan pengendali akan memerlukan biaya lebih besar juga bila dibangun.
Berkaitan dengan upaya pengendalian air, sejak Jakarta masih dibawa pemerintahan kolonial, sudah banyak upaya-‐upaya yang dilakukan termasuk penyusunan masterplan banjir DKI Jakarta berawal dari ide seorang Belanda Ir. Van Bern. Dan dalam perjalannya sudah banyak mengalami modivikasi dan penyesuaian, karena persoalan lahan dan perkembangan kota Jakarta yang amat cepat.
Pengendalian Daya Rusak – C.3. Pengendalian Air Berkaitan dengan jenis air, pengendalian dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yang antara lain:
² Air permukaan/ air kali yang berasal dari daerah hulu ² Air hujan yang bisa menimbulkan banjir atau genangan ² Air tanah ² Air laut
1. Pengendalian air permukaan Sudah banyak upaya yang dilakukan berkaitan dengan pengendalian air permukaan, akan tetapi karena laju perkembangan penduduk Jakarta dan wilayah penyangga sangat pesat, sebagai akibatnya kebutuhan lahan untuk pemukimanpun menjadi sangat besar, sehingga aturan-‐aturan yang menyangkut penataan lahan (upaya pengendalian non struktural) menjadi kurag efek?f dan mempunyai kecenderungan dilanggar. Bekaitan dengan pengendalian air permukaan (surface runoff) upaya-‐upaya yang telah dilakukan antara lain adalah : ² Normalisasi kali dan saluran ² Pengerukan kali dan saluran ² Pembangunan banjir kanal
Lebih pen?ng dari upaya struktural di atas, sebenarnya upaya non struktural dan konservasi harus diutamakan. Karena tanpa ada upaya non struktural, semakin rusaknya DAS potensi erosi dan sedimentasi akan semakin besar juga. Koefisien limpasan air permukaan juga semakin ?nggi, sementara fenomena yang ada kondisi kali/saluran yang ada di wilayah hilir menjadi semakin menyempit terdesak olek oleh permukiman.
Pengendalian Daya Rusak – C.3. Pengendalian Air 2. Pengendalian air hujan Sebenarnya air permukaan menurut siklus hidrologi juga berasal dari air hujan, akan tetapi pengendalian air hujan disini dimaksudkan curah hujan yang secara langsung dapat mengakibatkan genangan atau banjir lokal. Karena akhir-‐akhir ini sering kali hanya gara-‐gara hujan 30 menit atau 60 menit wilayah Jakarta sudah menjadi lumpuh sebgai akibat terjadinya genangan dimana-‐mana.
Secara regional atau kawasan, untuk pengendalian air hujan telah dibuat sitem polder, baik yang mempunyai areal layanan kecil (seper? polder Pondok Bandung) sampai dengan sistem polder yang mempunyai areal layanan besar (seper? polder Pluit). Akan tetapi karena kapasitas saluran jalan yang terlalu kecil, intensitas hujan yang terlalu besar, sistem mulut-‐mulut airnya, geometri jalan yang kurang memenuhi syarat, sehingga air yang mengantri masuk kesaluran menimbulkan genangan di jalan-‐jalan yang ada di Jakarta.
3. Pengendalian air tanah Tidak terpenuhinya kebutuhan air baku untuk keperluan sehari-‐hari, industri dan yang lainnya, karena adanya “kelangkaan air baku” dari aliran permukaan mengakibatkan adanya exploitasi air tanah secara berlebihan (kapasitas explorasi > kapasitas recharging alam). Sehingga banyak dampak yang di?mbulkan seper? land subsidance dan ujung-‐ujungnya adalah kejadian banjir yang semakin parah. Karena kalau jaman dulu persoalan banjir hanya terjadi karena limpasan dari hulu dan hujan lokal, saat ini banjir juga bisa disebabkan oleh adanya “back water” karena air laut pasang.
Pengendalian Daya Rusak – C.3. Pengendalian Air 2. Pengendalian air laut Di tahun 90-‐an ramai dibicarakan bahwa sebagai akibat dari pengambilan air tanah yang berlebihan mengakibatkan terjadinya “intrusi” air laut, yang saat itu dikhabarkan bahwa intrusi air laut sudah sampai ke kawasan Monas. Dan khabar itupun lama-‐kelamaan menghilang, karena dewasa ini dengan terjadinya penurunan muka tanah yang cukup signifikan, air laut sudah ?dak hanya menusup melalui bawah tanah tapi sudah secara terang-‐terangan masuk kedaratan melewa? permukaan. Fenomena nyata yang dapat di lihat di lapangan adalah wilayah Kelapa Gading, saat direncanakan akan dibangun Kanal Banjir Timur (KBT), karena aliran K Sunter dipotong masuk ke KBT, wilayah Kelapa Gading termasuk dalam wilayah yang terbebaskan dari banjir. Ternyata sebagai akibat dari perbuatan manusia mengeksploitasi alam yang ?dak memperhitungkan dampak yang di?mbulkan, alampun berbicara lain. Saat ini Kelapa Gading terbebas dari bajir yang diakibatkan oleh K Sunter, tapi back water yang diakibatkan oleh adanya air pasang-‐surut sudah menyusup masuk ke wilayah tersebut.
Upaya Pengendalian Sudah banyak upaya yag dilakukan berkaitan dengan pengendalian air, baik yang sudah selesai, masih direncanakan dan sedang dilaksanakan dengan menggunakan dana anggaran APBD, APBN dan Loan dan bahkan CSR.
Upaya tersebut antara lain adalah : a. Proyek “Jakarta Emergency Dredging Ini?a?ve” (JEDI) – Proyek Bantuan/Loan Bank Dunia b. Proyek Na?onal Capital Integrated Coastal Development (NCICD)/ Pengembangan Terpadu Pesisir
Ibukota Negara (PTPIN).
Pengendalian Daya Rusak – C.3. Pengendalian Air c. Proyek-‐proyek yang dilaksanakan oleh BBWSCC (Balai Besar Wilayh Sungai Ciliwung Cisadane), yang
antara lain berupa; Normalisasi K Ciliwung Lama, Peninggian Tanggul KBB, Normalisasi K Pesanggrahan, K Angke dan K Sunter, sodetan Ciliwung-‐KBT, dll.
d. Proyek-‐proyek Dinas dan Suku Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta, yang antara lain berupa revitalisasi Waduk Pluit, Normalisasi Kali Makro dan sub Makro serta saluran jalan, Pembangunan Pompa-‐pompa Pengendalian Banjir, dan rencana pembangunan Stasiun Pompa Sen?ong, Kamal-‐Tanjungan, Marina, Muara Karang, Lower Angke yang rencananya dibiayai melalui dana CSR.
e. Proyek-‐proyek pembangunan pompa dan normalisasi kali/saluran yang dilaksanakan oleh Cipta Karya Departemen PU dan Permukiman.
Pengendalian Daya Rusak – C.3. Pengendalian Air 1. Jakarta Emergency Dredging IniJaJve (JEDI) Beberapa lokasi yang dilaksanakn melalui proyek ini adalah seper? pada gambar di bawah.
Kali/Sungai : a. Cengkareng Drain b. Kali Sunter c. Kanal Banjir Barat d. Cakung Floodway e. Lower Angke f. Kali Cideng-‐Thamrin g. Kali Tanjungan h. Kali Kamal i. K Ciliwung Gng Sahari j. Kali Sen?ong k. Sodetan K Grogol –
K Sekretaris l. K Pakin – K Besar –
K Jelangkeng m. Kali Krukut Waduk:
a. Waduk Sunter Selatan b. Waduk Sunter Utara c. Waduk Sunter Timur III d. Waduk Pluit
Pengendalian Daya Rusak – C.3. Pengendalian Air 2. NaJonal Capital Integrated Coastal Development (NCICD) Melalui NCICD dibuat Master Plan yang berfokus pada wilayah pesisir Teluk Jakarta dan mencakup teritorial provinsi Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Rencana ini melipu? atas pengembangan pada dan yang berdekatan dengan pertahanan laut dan sungai yang telah ada di daerah pantai, dan upaya perlindungan lepas-‐pantai serta pengembangan perkotaan.
Di dalam Master Plan membahas tentang rencana-‐rencana dan draf perancangan untuk ?ga fase pengaman panatai: ² fase A terdiri atas pertahanan laut yang ada, ² fase B tanggul laut luar dan reklamasi lahan,
dan ² fase C yang berupa pengembangan jangka
panjang di ?mur teluk Jakarta.
Pengendalian Daya Rusak – C.3. Pengendalian Air
Gambar: Trase Rencana Pembangunan Tanggul Laut dengan Elevasi + 5 mPP
Konstruksi dan O&P– D.1. Penerapan Norma, Standar dengan MemperhaJkan K3 & Fungsi Ekologi
Dalam dunia konstruksi dikenal is?lah “SIDCOM”, dimana dalam pelaksanaan suatu konstruksi biasanya diawali dengan : 1) survey, 2) inves?gasi, dan 3) desain dan setelah diselesaikannya konstruksi harus diteruskan dengan : 1) opera?on (pengoperasian) dan 2) maintanance (pemeliharaan)
Dalam kaitannya dengan mi?gasi bencana, penetapan kriteria disain bangunan mencakup kegiatan-‐kegiatan perumusan syarat-‐syarat perencanaan dan perancangan struktur bangunan dengan tujuan semaksimal mungkin meningkatkan stabilitas bangunan terhadap serangan bencana yang bersangkutan.