mati di tanah kaya

4
MATI DI TANAH KAYA Pengawasan Masyarakat Sipil atas Korsup KPK Sektor Mineral dan Batubara di 3 Provinsi: Maluku, Papua dan Papua Barat Koalisi Anti Mafia Tambang mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor Minerba melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) di bidang Mineral dan Batubara (Minerba). Koalisi Anti Mafia Tambang merasa penting untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Minerba ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data- data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Korsup KPK Tahap-1 di 12 provinsi telah dimulai sejak awal tahun 2014, sedangkan Korsup KPK Tahap-2a untuk 19 Provinsi telah dimulai sejak Desember 2014 termasuk melalui koordinasi dan pemantauan bersama kepala-kepala daerah di 3 (tiga) provinsi yakni provinsi Maluku, Papua dan Papua Barat. Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan. “Hampir seperlima kawasan hutan lindung dan konservasi di 3 Provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat) telah terbebani izin pertambangan” Data Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan (2014) menyebutkan terdapat 2.118.399,91 Hektar wilayah pertambangan yang masuk di kawasan hutan lindung di 3 provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat) dengan total unit izin usaha sebesar 147 unit (7 Kontrak Karya (KK) dan 140 Izin Usaha Pertambangan (IUP)). Sementara itu, di ketiga provinsi itu terdapat 1.074.320,03 hektar wilayah pertambangan yang masuk hutan konservasi yang terdiri atas 70 izin tambang (3 KK dan 67 IUP). Hutan lindung dan konservasi di provinsi Papua Barat merupakan kawasan terbesar yang telah dibebani izin diantara 3 provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat) yakni sebesar 40% dari total luas wilayah hutan lindung dan 35% dari total luas wilayah hutan konservasi. Tabel 1. Jumlah Luasan Izin Pertambangan yang diindikasikan berada pada Hutan http://www.pasirpantai.com Koalisi Anti-Mafia Tambang Penggunaan kawasan hutan konservasi untuk kegiatan non kehutanan jelas melanggar aturan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati. Sementara kegiatan penggunaan kawasan hutan di kawasan lindung hanya diperbolehkan dalam bentuk pertambangan bawah tanah (underground mining) yang faktanya sampai saat ini tidak ada satupun pemegang izin yang sanggup melaksanakan praktek ini. Oleh karenanya, pemberian izin di kawasan hutan lindung dan konservasi jelas melanggar aturan yang ada dan memerlukan penegakan hukum terhadap pemegang izin usaha di kawasan tersebut. CONTACT PERSON MALUKU Pusat Aspirasi Rakyat Maluku (PUSAR Foundation): Antonius Rahabav (085354218999) Jaringan Orientasi Semesta Peduli Maluku (JOSEP Maluku): Jhon K. Ohoiledwarin (085211123142) PAPUA Perkumpulan terbatas untuk Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat Papua (Pt PPMA): Naomi Marasian (081270587028) Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke (SKP KAME): P. Anselmus Amo MSC (081287778974) PAPUA BARAT Papuana Conservation: George Dedaida (081344178277) Jaringan Advokasi Kebijakan dan Anggaran Papua Barat (Jangkar Papua Barat): Metuzalak Awom (081344301166) Perkumpulan Bin Madag Hom, Teluk Bintuni-Tanah Papua (Yohanes Akwan: 085254562446) Dewan Adat Papua Mbaham Matta (Sir Zeth Gwasgwas: 081284626360) Aliansi Jurnalis Independen Fak-Fak, Papua (Alex Tethool: 085244240068) NASIONAL PWYP Indonesia, Auriga, Pusaka Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor Minerba untuk wilayah Bengkulu, Lampung, BantenMaluku, Papua dan Papua Barat, 13 Mei 2015 KERTAS POSISI No Daerah Hutan Konservasi (Ha) Total 1 Maluku 15.712,27 66.717,49 82.429,76 2 Papua 448.994,33 14.409.976,14 1.858.970,47 3 Papua Barat 609.613,43 641.706,28 1.251.319,71 Total 1.074.320.03 2.118.399,91 3.192.719,94 Fungsi Kawasan Hutan Hutan Lindung (Ha)

Upload: publish-what-you-pay-pwyp-indonesia

Post on 14-Aug-2015

16 views

Category:

Government & Nonprofit


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mati di Tanah Kaya

MATI DI TANAH KAYAPengawasan Masyarakat Sipil atas Korsup KPK Sektor Mineral dan Batubara di 3 Provinsi: Maluku, Papua dan Papua Barat

Koalisi Anti Mafia Tambang mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan

pencegahan korupsi di sektor Minerba melalui skema kegiatan Koordinasi

dan Supervisi (Korsup) di bidang Mineral dan Batubara (Minerba). Koalisi Anti

Mafia Tambang merasa penting untuk berpartisipasi dalam implementasi

korsup Minerba ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-

data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat

sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan dan penegakan

hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Korsup

KPK Tahap-1 di 12 provinsi telah dimulai sejak awal tahun 2014, sedangkan

Korsup KPK Tahap-2a untuk 19 Provinsi telah dimulai sejak Desember 2014

termasuk melalui koordinasi dan pemantauan bersama kepala-kepala

daerah di 3 (tiga) provinsi yakni provinsi Maluku, Papua dan Papua Barat.

Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil

di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin,

penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.

“Hampir seperlima kawasan hutan lindung dan konservasi di 3 Provinsi

(Maluku, Papua dan Papua Barat) telah terbebani izin pertambangan”

Data Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan (2014) menyebutkan

terdapat 2.118.399,91 Hektar wilayah pertambangan yang masuk di

kawasan hutan lindung di 3 provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat)

dengan total unit izin usaha sebesar 147 unit (7 Kontrak Karya (KK) dan 140

Izin Usaha Pertambangan (IUP)). Sementara itu, di ketiga provinsi itu

terdapat 1.074.320,03 hektar wilayah pertambangan yang masuk hutan

konservasi yang terdiri atas 70 izin tambang (3 KK dan 67 IUP). Hutan lindung

dan konservasi di provinsi Papua Barat merupakan kawasan terbesar yang

telah dibebani izin diantara 3 provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat) yakni

sebesar 40% dari total luas wilayah hutan lindung dan 35% dari total luas

wilayah hutan konservasi.

Tabel 1. Jumlah Luasan Izin Pertambangan yang diindikasikan berada pada Hutan

http://www.pasirpantai.com

Koalisi Anti-Mafia Tambang

Penggunaan kawasan hutan konservasi untuk kegiatan non kehutanan jelas

melanggar aturan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 5

tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati. Sementara

kegiatan penggunaan kawasan hutan di kawasan lindung hanya

diperbolehkan dalam bentuk pertambangan bawah tanah (underground

mining) yang faktanya sampai saat ini tidak ada satupun pemegang izin yang

sanggup melaksanakan praktek ini. Oleh karenanya, pemberian izin di

kawasan hutan lindung dan konservasi jelas melanggar aturan yang ada

dan memerlukan penegakan hukum terhadap pemegang izin usaha di

kawasan tersebut.

CONTACT PERSON

MALUKU Pusat Aspirasi Rakyat Maluku (PUSAR Foundation): Antonius Rahabav (085354218999)

Jaringan Orientasi Semesta Peduli Maluku (JOSEP Maluku): Jhon K. Ohoiledwarin (085211123142)

PAPUA Perkumpulan terbatas untuk Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat Papua (Pt PPMA): Naomi Marasian (081270587028)

Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke (SKP KAME): P. Anselmus Amo MSC (081287778974)

PAPUA BARAT Papuana Conservation: George Dedaida (081344178277)

Jaringan Advokasi Kebijakan dan Anggaran Papua Barat (Jangkar Papua Barat): Metuzalak Awom (081344301166)

Perkumpulan Bin Madag Hom, Teluk Bintuni-Tanah Papua (Yohanes Akwan: 085254562446)

Dewan Adat Papua Mbaham Matta (Sir Zeth Gwasgwas: 081284626360)

Aliansi Jurnalis Independen Fak-Fak, Papua (Alex Tethool: 085244240068)

NASIONAL PWYP Indonesia, Auriga, Pusaka

Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor Minerba untuk wilayah Bengkulu,

Lampung, BantenMaluku, Papua dan Papua Barat, 13 Mei 2015

KERTAS POSISI

No DaerahHutan Konservasi (Ha)

Total

1 Maluku 15.712,27 66.717,49 82.429,76

2 Papua 448.994,33 14.409.976,14 1.858.970,47

3 Papua Barat 609.613,43 641.706,28 1.251.319,71

Total 1.074.320.03 2.118.399,91 3.192.719,94

Fungsi Kawasan Hutan

Hutan Lindung (Ha)

Page 2: Mati di Tanah Kaya

“Hampir 40% IUP di 3 Provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat) Masih Berstatus non-CnC”

Berdasarkan data yang dikeluarkan Dirjen Minerba, Kementerian ESDM pada

Desember 2014, menunjukkan bahwa 38% dari total IUP di 3 provinsi (Maluku, Papua

dan Papua Barat) masih berstatus non-Clean and Clear (CnC). Provinsi Papua

merupakan wilayah yang memiliki IUP non CNC terbesar dengan prosentase 74% IUP

yang non CnC. Sementara itu, provinsi Papua Barat 70% yang non CnC dan provinsi

Maluku terdapat 12% yang masih non CnC sebagaimana tergambar dalam tabel

berikut:Tabel 2. Jumlah IUP yang CnC dan non-CnC di 3 Provinsi

Sumber : Dirjen Minerba, kementerian ESDM, 2014

Data di atas menunjukkan masih maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh

pemegang IUP dalam menjalankan usaha pertambangannya. Sementara, pemerintah

daerah dan pusat selaku pemberi izin masih lemah dalam memberikan sanksi atau

tindakan hukum kepada pemegang IUP yang non CnC.

Di Provinsi Papua, ditemukan perusahaan-perusahaan yang memperoleh izin dari

pemerintah daerah untuk beroperasi di kawasan Hutan Lindung (HL) dan kawasan

Suaka Alam (KSA). Pada Gambar 1, terlihat Peta Sebaran Perusahaan Tambang di

wilayah administrasi Kabupaten Paniai dan Kabupaten Puncak Jaya. Ditemukan

pada daerah Kabupaten Paniai terdapat dua perusahaan pertambangan emas,

yakni: PT. Madinah Qurrata'ain (SK Bupati Paniai Nomor 37 Tahun 2010) seluas

128.580 hektar dan PT Salomo Mining Company (SK Bupati Paniai Nomor 37 Tahun

2012) seluas 3.228 hektar yang beroperasi di kawasan HL dan KSA. Sedangkan di

Puncak Jaya, terdapat perusahaan pertambangan emas PT. Sumber Daya Persada

(SK Bupati Puncak Jaya Nomor 33 Tahun 2011) seluas 19.380 hektar dan PT.

Indonesia Multi Energi (SK Bupati Puncak Jaya Nomor 23 Tahun 2011) seluas

14.770 hektar.

Penerbitan izin-izin tersebut tidak hanya bertentangan dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan, tetapi juga tumpang tindih dan merampas hak-

hak masyarakat adat setempat untuk mengatur, mengelola dan memanfaatkan

sumber daya alam mereka, yang mana menjadi sumber pertentangan antara

masyarakat, pemerintah dan perusahaan hingga saat ini.

Di lokasi pertambangan emas sekitar Sungai Degeuwo, Distrik Bogobaida,

Kabupaten Paniai, dilaporkan terjadi kegiatan eksploitasi pertambangan emas

secara tradisional maupun menggunakan mesin-mesin modern yang diduga

'dibekingi' oleh pemodal besar. Di lokasi penambangan emas terjadi

pembongkaran dan pengrusakan kawasan hutan yang luas. Kehadiran

pertambangan emas di daerah ini telah menimbulkan dampak permasalahan

sosial yang buruk, bencana ekologi seperti banjir dan longsor yang memakan

korban jiwa dan kekerasan melibatkan aparat. (http://pusaka.or.id/tragedi-

longsor-degeuwo-tiga-orang-dinyatakan-hilang-dua-selamat-dan-10-orang-

meninggal-dunia/ & http://pusaka.or.id/sepintas-tentang-tambang-degeuwo-

papua-2006-2013/. Pemerintah daerah telah beberapa kali mengeluarkan surat

dan instruksi untuk menghentikan kegiatan pertambangan di kawasan HL

Degeuwo, tetapi tidak ada tindakan dari aparat penegak hukum dan keseriusan

pemerintah untuk melakukan tindakan serius mengevaluasi dan menghentikan

kegiatan pertambangan emas di daerah tersebut.

Pemerintah pusat mengeluarkan Keppres No. 41 tahun 2004 yang memberi

pengecualian bagi 13 pemegang izin tambang untuk melakukan penambangan secara

terbuka di kawasan lindung.

“Tambang salah satu pemicu deforestasi, diketahui 63 ribu hektar

perusakan tutupan hutan sepanjang tahun 2009-2013 di Provinsi

Papua, Papua Barat dan Maluku terjadi di wilayah pertambangan”

Sepanjang tahun 2009-2013 hutan di Papua dan Maluku mengalami deforestasi

setidaknya 733 ribu hektar. Dari keseluruhan luasan deforestasi tersebut, di Provinsi

Papua dan Papua Barat seluas sekitar 39,12 ribu hektar di wilayah pertambangan.

Sementara, di Provinsi Maluku mencapai sekitar 23,96 ribu hektar di wilayah

pertambangan. Sehingga total, setidaknya sekitar 63 ribu hektar atau sekitar 8% dari

total deforestasi terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan.

Akibat terjadinya deforestasi tersebut, hutan di Papua dan Maluku pada tahun 2013

berkurang hingga tersisa seluas 32 juta hektar. Luasan tutupan hutan di Papua dan

Maluku namun demikian terus terancam tidak hanya oleh usaha pertambangan, tetapi

kehutanan dan perkebunan, diperumit dengan buruknya tata kelola, diproyeksikan

pada tahun 2043 tutupan hutan yang tersisa 16,5 juta hektar. Untuk provinsi Maluku,

potensi kerusakan hutan bisa berdampak kritis mengingat luas daratannya hanya

sekitar 4 juta hektar.

Hampir 70% IUP yang non CnC di 3 Provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat) bermasalah secara administratif.

Boks 1. Izin pertambangan di Kawasan Hutan Lindung di Papua

Data Dirjen Minerba kementerian ESDM tahun 2014 mengemukakan bahwa sekitar

126 pemegang izin di 3 Provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat) belum

menyelesaikan administrasi sebagai persyaratan untuk memperoleh IUP antara lain

kepemilikan NPWP dan kelengkapan dokumen perusahaan. Provinsi Maluku terdapat

sekitar 90% IUP yang bermasalah secara administratif disusul provinsi Papua Barat

sebesar 68%. Sedangkan di Provinsi Papua terdapat 58% IUP yang bermasalah secara

wilayah sebagaimana tampak dalam tabel berikut :

Tabel 3. Daftar Permasalahan IUP di 3 Provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat)

Sumber : Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, 2014

Boks2. Pelanggaran HAM di wilayah pertambangan.

Pelanggaran HAM berupa perampasan hak-hak hidup dan hak bebas masyarakat

adat, penangkapan sewenang-wenang dan tanpa proses peradilan yang adil,

pembatasan kebebasan berpendapat dan mendapatkan informasi dialami oleh

masyarakat adat Komoro dan Amungme di sekitar lokasi pertambangan PT FMI

(Freeport McMoran International) di Mimika. Hal serupa juga dialami Suku Sumuri

di sekitar lokasi PT BP (British Petroleum) di Teluk Bintuni, Suku Moi Klabra di

lokasi pertambangan PT Petrochina International Limited di Sorong dan Suku Mee

di Degeuwo telah menimbulkan dampak bagi masyarakat berupa kehilangan lahan,

mata pencaharian, sumber pangan dan lingkungan yang sehat. Selain itu juga upah

buruh rendah dan janji pembangunan tidak sungguh-sungguh dipenuhi.

Pantauan masyarakat sipil menemukan pada pertengahan tahun 1990-an telah

terjadi 'Tragedi Timika' dimana 16 orang terbunuh dan puluhan lain ditangkap dan

siksa oleh aparat militer menggunakan kendaraan dan fasilitas perusahaan PT FMI

untuk mengangkut dan menahan orang-orang. Selain itu, juga terjadi penyerangan

terhadap pekerja PT FMI. Ada juga kasus tewasnya 28 pekerja di wilayah tambang

akibat runtuhnya terowongan Big Gossan PT FMI (Mei 2014) akibat kelalaian

perusahaan. Kejadian luar biasa lain, yaitu meninggalnya 20 orang pada 2005 yang

diduga akibat mengkonsumsi air sungai Ajkwa yang tercemar limbah beracun dari

tailing PT FMI.

Kasus lain di Teluk Bintuni, perusahaan pengembang proyek ladang Gas Tangguh

PT Arco beroperasi tanpa adanya persetujuan masyarakat adat. Lalu kemudian

ketika proyek gas alam ini diambil alih oleh PT BP pada tahun 1999 juga tidak

melalui persetujuan masyarakat. Di awal proyek ini tahun 1996 –saat itu masih

dikembangkan PT Arco-, telah mengakibatkan tewasnya bayi sebanyak 48 orang di

Kampung Weriagar karena pemboran gas, namun kasus tersebut tidak

diselesaikan seiring dengan kehadiran pasukan keamanan yang membuat warga

tidak bersuara.

Saat ini, masyarakat adat Suku Sumuri pemilik lahan konsesi PT BP dikabarkan

sudah tidak memiliki lahan, berdiam di kampung pemukiman baru, hidup miskin

dan tergantung pada dana hibah program CSR yang tidak membawa perubahan

sosial bagi Suku Sumuri.

Sumber: Forest Watch Inonesia (2014)

Provinsi Deforestasi %

Maluku 140,056 23,958 17.11

Papua 490,621 18,403 3.75

Papua Barat 102,356 20,727 20.25

Total 733,033 63,088 8,61

Deforestasi di Wilayah

2

Provinsi

Maluku 86

Papua 32

Papua Barat 32

Total 150

Total IUPCnc

No

1

2

3

Eksplorasi Operasi

4

1

2

7

CnC

90

33

34

157

11

89

66

166

Eksplorasi Operasi

1

3

15

19

Non CnC Total IUPNon Cnc

12

92

81

185

JumlahIUP

102

125

115

342

Provinsi

Maluku 10

Papua 57

Papua Barat 42

No

1

2

3

Mineral Batubara

2

35

39

IUPNon CncIUPNon Cnc

Permasalahan Administrasi Permasalahan Wilayah

Mineral Batubara Mineral Batubara

9

32

31

2

24

28

1

27

13

0

14

15

Page 3: Mati di Tanah Kaya

Seluruh Pemegang IUP Belum Memenuhi Kewajiban Jaminan

Reklamasi dan Pasca-Tambang

Seluruh pemegang izin pertambangan di 3 provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat)

belum memiliki jaminan reklamasi dan jaminan paska tambang. Kementerian ESDM

tahun 2014 mencatat bahwa dari 485 IUP yang berada di 3 Provinsi (Maluku, Papua dan

Papua Barat), tidak ada satu pun IUP yang telah memenuhi kewajiban atas jaminan

reklamasi dan memiliki dokumen paska tambang.

Tidak adanya data yang dimiliki provinsi dan minimnya IUP yang memenuhi kewajiban

jaminan reklamasi dan paska tambang, menunjukkan bahwa komitmen dan

pengawasan pemerintah daerah dan pusat dalam pemulihan lingkungan

pertambangan sangat rendah. Kerugian negara yang ditimbulkan atas ketiadaan data

dan rendahnya pemenuhan kewajiban akan semakin meningkat mengingat dampak

ekologis atas absennya kewajiban IUP tersebut bisa menyebabkan banjir dan dampak

sosial ekonomi lainnya bagi masyarakat.

Tabel 4. Ketersediaan Jaminan Reklamasi dan Paska Tambang di Maluku, Papua & Papua Barat

Sumber : Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, 2014

Potensi Kerugian Penerimaan Negara dari Land Rent Mencapai Rp 325,039 Miliar Rupiah

Koalisi anti Mafia Tambang melakukan perhitungan potensi kerugian negara dari

iuran land rent yang mengacu pada PP Nomor 9/2012 tentang Tarif dan Jenis

Penerimaan Bukan Pajak. Dari perhitungan yang ada diperoleh selisih yang

signifikan antara potensi penerimaan daerah dan realisasinya. Selisih antara

realisasi penerimaan daerah dengan potensinya kami sebut sebagai potensi

kehilangan penerimaan (potential lost). Hasil perhitungan Koalisi Masyarakat Sipil

menunjukkan bahwa sejak tahun 2010-2013 diperkirakan potensi kerugian

penerimaan mencapai Rp 22,47 miliar di Provinsi Maluku; Rp 140,142 miliar di

Papua dan Rp 162,423 miliar di Papua Barat. Dengan demikian total potensi

kerugian penerimaan di tiga provinsi tersebut adalah sebesar Rp 325,039 miliar

lebih. Informasi lengkap potensi kerugian Penerimaan per kabupaten di empat

Provinsi dapat dilihat di Lampiran 1.

Tabel 5. Potential Lost dari Land Rent 2010-2013 di 3 Provinsi

Minimnya Transparansi dan Keterlibatan Masyarakat Sipil di Sektor Pertambangan Minerba

Keterbukaan informasi di segala bidang telah diamanatkan dalam UU No. 14 tahun

2008 tentang keterbukaan informasi publik. Implementasi UU ini dtelah ditekankan

oleh Presiden bagi semua pemerintah pusat dan daerah untuk membuka data publik

untuk kepentingan masyarakat umum termasuk data tentang izin perusahaan, Amdal

dan kebijakan pertambangan lainnya.

Pengalaman Koalisi Anti Mafia Tambang menujukkan bahwa pemerintah daerah

cenderung menutup data dan informasi yang terkait dengan dokumen izin usaha

pertambangan, kehutanan dan perkebunan.

Kematian, kekerasan dan penderitaan akibat kegiatan pertambangan emas juga

dialami masyarakat adat Suku Walani, Mee dan Moni, disepanjang Sungai

Degeuwo, Kabupaten Paniai. LPMA Swamemo telah mengadukan pelanggaran

HAM yang terjadi di Degeuwo dalam forum Dengar Pendapat Umum Komnas HAM

(2014), bahwa telah terjadi pembunuhan dan intimidasi sepanjang tahun 2013

hingga 2014 terhadap masyarakat adat melibatkan oknum TNI/Polri yang

mendukung pemodal dan perusahaan illegal.

Boks3. Pembiaran Praktek Pertambangan yang Berdampak Pada Kematian Masyrakat

Petambang Emas Ilegal di Gunung Botak Maluku Tewas Tertimbun Longsor dan

Dibunuh Temannya. Lebih dari 1.000 petambang emas ilegal di Gunung Botak,

Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, dinyatakan tewas sejak kegiatan penambangan

tradisional itu mulai dikerjakan November 2011. Korban tewas disebabkan

tertimbun longsoran material tanah dan dibunuh sesama petambang. Dari

pantauan Kompas di lokasi tambang Gunung Botak, Kamis (5/2), terjadi longsor di

salah satu lokasi penggalian sehingga mengakibatkan seorang petambang yang

diketahui bernama Darto (47), warga Ternate, Maluku Utara, tertimbun. Sejumlah

petambang lain dengan cekatan membongkar runtuhan material itu dan berhasil

mengeluarkan Darto dari dalam lubang 8 menit kemudian dan ia selamat.

Di tempat itu terdapat ratusan lokasi rawan longsor. Petambang terus menggali

dan mengikis gunung itu dengan berbagai peralatan di lokasi yang mereka

perkirakan mengandung emas. Material tanah itu kemudian dibawa ke tempat

pengolahan emas setengah jadi atau tromol. Nikolaus Nurlatu, tokoh adat

setempat, mengatakan, aktivitas penambangan yang mulai dikerjakan pada

November 2011 itu telah menimbulkan jatuhnya korban jiwa. ”Lebih dari 1.000

orang tewas di Gunung Botak karena tertimbun longsoran tanah dan terbunuh,”

katanya. Kendati telah terjadi kasus itu, petambang tetap saja beraktivitas. Mereka

berada di dalam lubang selama berjam-jam, yakni dari pukul 08.00 hingga pukul

17.00. Contohnya, masih terlihat aktivitas penggalian di lokasi tertimbunnya Darto.

Mereka nekat masuk ke dalam lubang tersebut beberapa saat setelah peristiwa itu.

Dibiarkan

Nikolaus mengatakan, jasad petambang yang tertimbun dalam lubang dengan

kedalaman lebih dari 20 meter biasanya dibiarkan begitu saja. ”Kalau petambang

itu bukan warga di sini dan tidak mempunyai keluarga di sini, pasti jasadnya tidak

akan dikeluarkan lagi dari dalam lubang,” tuturnya. Banyaknya jumlah korban yang

tewas juga diungkapkan Pelaksana Tugas Kepala Kantor Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol. ”Dari hasil investigasi Komnas

HAM Maluku, hampir 1.000 petambang tewas di Gunung Botak,” ucapnya.

Benediktus menambahkan, di lokasi itu, tingkat kekerasan juga sangat tinggi.

Petambang saling rebutan lokasi penggalian dan berujung saling membunuh. Ada

juga kelompok-kelompok tertentu yang merampok dan membunuh petambang.

”Hukum rimba berlaku di Gunung Botak,” ucapnya.

Wakil Kepala Kepolisian Resor Pulau Buru Komisaris Rizal Agus Triyadi

mengatakan, polisi belum mendapatkan data akurat mengenai jumlah korban

tewas di Gunung Botak. Tambang liar itu juga merusak lingkungan. Petambang

menggunakan merkuri untuk memisahkan material. Limbah merkuri itu dibuang

ke Sungai Wai Apo yang mengairi 5.702 hektar sawah di Kecamatan Wai Apo.Wai

Apo merupakan sentra padi di Provinsi Maluku dengan hasil produksi 26.817 ton

gabah kering giling pada 2013.

Sumber:Tribunnews.com (diakses 10 Mei 2015)

http://www.tribunnews.com/regional/2015/02/06/1000-petambang-emas-ilegal-di-gunung-

botak-maluku-tewas-tertimbun-longsor-dan-dibunuh-temannya?page=2

Rekomendasi

13 (Tigabelas) hal yang direkomendasikan oleh Koalisi Anti Mafia Tambang adalah sebagai berikut :

Pemerintah selaku pemberi izin untuk segera menghentikan pertambangan di

Kawasan Konservasi, Lindung serta mendesak KPK menyelidiki kemungkinan

adanya kasus korupsi dalam pemberian izin di Kawasan Konservasi dan

Lindung.

Mendesak Dirjen Minerba untuk memperluas kriteria CnC dalam kegiatan

usaha pertambangan untuk memperhatikan aspek Hak Asasi Manusia, hak-

hak sosial ekonomi masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup.

Mendesak pejabat penerbit izin untuk mencabut izin-izin pertambangan yang

bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, termasuk yang

non-CnC (belum menempatkan jaminan reklamasi dan pascatambang) dengan

tetap memproses penegakan hukum atas pelanggaran yang dilakukan (pajak,

kerusakan lingkungan, dll) serta mendesak KPK menyelidiki kemungkinan

adanya kasus korupsi pada pemberian IUP yang bermasalah tersebut.

Meminta pemerintah untuk melakukan moratorium dan sekaligus mereview

seluruh izin-izin pertambangan yang telah diterbitkan agar sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku.

Tim Korsup Minerba KPK dan pemerintah pusat serta pemerintah daerah wajib

untuk mempublikasikan izin yang telah dicabut melalui media yang murah dan

mudah dijangkau oleh masyarakat agar bisa dilakukan pengawasan pasca-

pencabutan.

Mendesak pemerintah untuk melakukan fungsi pengawasan dan penegakan

hukum secara maksimal untuk memastikan tak ada alih fungsi lahan atau

kejahatan di sektor hutan dan lahan dengan melibatkan masyarakat sipil.

Aparat penegak hukum baik di tingkat pusat maupun daerah untuk

memperbanyak penanganan dan penyelesaian kasus yang terkait dengan

kejahatan dan pelanggaran HAM di sektor mineral dan batubara.

Pemerintah perlu mengembangkan skema blacklist (daftar hitam) dan

dipublikasikan ke publik bagi perusahaan dan pemilik usahanya yang

melakukan pelanggaran terhadap penggunaan izin dan merugikan negara

serta menginformasikan kepada publik dan pihak perbankan.

No Provinsi Jumlah IUPBELUM ADA PASCA

TAMBANG

1 Maluku 102 TIDAK ADA DATA TIDAK ADA DATA

2 Papua 125 TIDAK ADA DATA TIDAK ADA DATA

3 Papua Barat 115 TIDAK ADA DATA TIDAK ADA DATA

JAMINAN REKLAMASI

1

2

3

4

5

6

7

8

3

Page 4: Mati di Tanah Kaya

Meminta Korsup KPK dan pemerintah mengakomodir aspek keselamatan

warga dan lingkungan hidup dalam penertiban, penataan izin dan

penegakan hukum.

Mendesak pemerintah untuk memperbaiki mekanisme pengelolaan PNBP

yang berpotensi terhadap kehilangan penerimaan negara dari iuran land

rent dan royalti termasuk perlu adanya penertiban, sebagai bagian dari

optimalisasi penerimaan negara. KPK diminta untuk mengembangkan

penyidikan atas temuan dari potensi kerugian negara dari iuran land rent

dan royalti.

Pemerintah untuk memperjelas status wilayah pertambangan pasca-

pencabutan IUP, harus dipastikan mekanismenya dilakukan secara

transparan serta terlebih dahulu dilakukan rehabilitasinya.

Khusus untuk Papua dan Papua Barat pemerintah harus meninjau kembali

Perda No 4/2013 tentang RTRWP Papua Barat dan Perda No 23/2013

tentang RTRWP Papua untuk mengakomodasi hak-hak atas ruang adat

masyarakat dalam RTRWP.

Khusus untuk Papua dan Papua Barat mendesak pemerintah untuk

menjamin kebebasan mengakses informasi kepada organisasi masyarakat

sipil di Tanah Papua.

Lampiran 1

Potensi Kerugian Negara Dari Iuran Land Rent per Provinsi di Maluku, Papua dan Papua Barat

versi Perhitungan Koalisi Anti Mafia Tambang

Tahun 2010-2013

Provinsi MalukuTotal Potensi Kerugian Land

Rent (2010-2013)

BAGIAN PROVINSI 5,390,319,469.99

BURU SELATAN 5,016,961,422.09

MALUKU BARAT DAYA 6,026,119,992.28

IDR

IDR

IDR

MALUKU TENGAH 548,775,307.16

SERAM BAGIAN BARAT 5,437,931,621.84

IDR

IDR

SERAM BAGIAN TIMUR 358,307,584.00

MALUKU TENGGARA BARAT (303,583,709.00)

IDR

IDR

MALUKU TENGGARA (1,216,000.00)

PULAU BURU

IDR

KOTA AMBON

KEP. ARU -

TUAL -

Provinsi PapuaTotal Potensi Kerugian Land

Rent (2010-2013)

BAGIAN PROVINSI 54,100,181,096.40

BOVEN DIGOEL 3,213,794,638.40

KEEROM 4,704,266,076.04

IDR

IDR

IDR

MAMBERAMO RAYA 24,060,245,596.16

MIMIKA 3,807,112,051.68

IDR

IDR

NABIRE 328,706,758.00

PANIAI (1,531,972,275.00)

IDR

IDR

PEGUNUNGAN BINTANG 8,219,483,097.60

PUNCAK JAYA 9,342,969,246.08

IDR

IDR

SARMI 22,611,036,780.36

WAROPEN

IDR

YAHUKIMO

BIAK NUMFOR

JAYAPURA

JAYAWIJAYA

KEPULAUAN YAPEN

IDR

IDR

5,031,561,373.40

7,983,076,143.40

Provinsi Papua BaratTotal Potensi Kerugian Land

Rent (2010-2013)

BAGIAN PROVINSI 74,711,192,448.34

FAK-FAK 10,291,997,409.00

MANOKWARI 23,026,206,238.48

IDR

IDR

IDR

RAJA AMPAT 4,515,932,664.72

SORONG 7,034,656,621.11

IDR

IDR

SORONG SELATAN 2,492,070,505.28

TAMBRAUW

IDR

TELUK BINTUNI

TELUK WONDAMA

4

TOTAL 22,473,615,688.36IDR

-

-

MERAUKE

KOTA JAYAPURA

TOLIKARA (191,939,467.00)IDR

MAPPI

ASMAT

-

SUPIORI

-

MAMBERAMO RAYA

MAMBERAMO TENGAH

YALIMO

LANNY JAYA

-

IDR (1,056,477,740.00)

NDUGA

-

PUNCAK

DOGIYAI

INTAN JAYA

DEIYAI

TOTAL

-

KAIMANA (609,450,062.00)

MAYBRAT (94,582,016.00)

IDR

IDR

TOTAL 162,423,469,270.10IDR

-

IDR (252,459,050.00)

IDR (190,406,097.00)

IDR (36,775,680.00)

-

-

-

-

-

-

-

-

IDR 140,142,402,548.52

4,459,463,631.77IDR

23,227,701,895.96IDR

13,368,279,933.44IDR

9

10

11

12

13