mati di tanah kaya
TRANSCRIPT
MATI DI TANAH KAYAPengawasan Masyarakat Sipil atas Korsup KPK Sektor Mineral dan Batubara di 3 Provinsi: Maluku, Papua dan Papua Barat
Koalisi Anti Mafia Tambang mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan
pencegahan korupsi di sektor Minerba melalui skema kegiatan Koordinasi
dan Supervisi (Korsup) di bidang Mineral dan Batubara (Minerba). Koalisi Anti
Mafia Tambang merasa penting untuk berpartisipasi dalam implementasi
korsup Minerba ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-
data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat
sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan dan penegakan
hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Korsup
KPK Tahap-1 di 12 provinsi telah dimulai sejak awal tahun 2014, sedangkan
Korsup KPK Tahap-2a untuk 19 Provinsi telah dimulai sejak Desember 2014
termasuk melalui koordinasi dan pemantauan bersama kepala-kepala
daerah di 3 (tiga) provinsi yakni provinsi Maluku, Papua dan Papua Barat.
Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil
di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin,
penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
“Hampir seperlima kawasan hutan lindung dan konservasi di 3 Provinsi
(Maluku, Papua dan Papua Barat) telah terbebani izin pertambangan”
Data Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan (2014) menyebutkan
terdapat 2.118.399,91 Hektar wilayah pertambangan yang masuk di
kawasan hutan lindung di 3 provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat)
dengan total unit izin usaha sebesar 147 unit (7 Kontrak Karya (KK) dan 140
Izin Usaha Pertambangan (IUP)). Sementara itu, di ketiga provinsi itu
terdapat 1.074.320,03 hektar wilayah pertambangan yang masuk hutan
konservasi yang terdiri atas 70 izin tambang (3 KK dan 67 IUP). Hutan lindung
dan konservasi di provinsi Papua Barat merupakan kawasan terbesar yang
telah dibebani izin diantara 3 provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat) yakni
sebesar 40% dari total luas wilayah hutan lindung dan 35% dari total luas
wilayah hutan konservasi.
Tabel 1. Jumlah Luasan Izin Pertambangan yang diindikasikan berada pada Hutan
http://www.pasirpantai.com
Koalisi Anti-Mafia Tambang
Penggunaan kawasan hutan konservasi untuk kegiatan non kehutanan jelas
melanggar aturan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 5
tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati. Sementara
kegiatan penggunaan kawasan hutan di kawasan lindung hanya
diperbolehkan dalam bentuk pertambangan bawah tanah (underground
mining) yang faktanya sampai saat ini tidak ada satupun pemegang izin yang
sanggup melaksanakan praktek ini. Oleh karenanya, pemberian izin di
kawasan hutan lindung dan konservasi jelas melanggar aturan yang ada
dan memerlukan penegakan hukum terhadap pemegang izin usaha di
kawasan tersebut.
CONTACT PERSON
MALUKU Pusat Aspirasi Rakyat Maluku (PUSAR Foundation): Antonius Rahabav (085354218999)
Jaringan Orientasi Semesta Peduli Maluku (JOSEP Maluku): Jhon K. Ohoiledwarin (085211123142)
PAPUA Perkumpulan terbatas untuk Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat Papua (Pt PPMA): Naomi Marasian (081270587028)
Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke (SKP KAME): P. Anselmus Amo MSC (081287778974)
PAPUA BARAT Papuana Conservation: George Dedaida (081344178277)
Jaringan Advokasi Kebijakan dan Anggaran Papua Barat (Jangkar Papua Barat): Metuzalak Awom (081344301166)
Perkumpulan Bin Madag Hom, Teluk Bintuni-Tanah Papua (Yohanes Akwan: 085254562446)
Dewan Adat Papua Mbaham Matta (Sir Zeth Gwasgwas: 081284626360)
Aliansi Jurnalis Independen Fak-Fak, Papua (Alex Tethool: 085244240068)
NASIONAL PWYP Indonesia, Auriga, Pusaka
Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor Minerba untuk wilayah Bengkulu,
Lampung, BantenMaluku, Papua dan Papua Barat, 13 Mei 2015
KERTAS POSISI
No DaerahHutan Konservasi (Ha)
Total
1 Maluku 15.712,27 66.717,49 82.429,76
2 Papua 448.994,33 14.409.976,14 1.858.970,47
3 Papua Barat 609.613,43 641.706,28 1.251.319,71
Total 1.074.320.03 2.118.399,91 3.192.719,94
Fungsi Kawasan Hutan
Hutan Lindung (Ha)
“Hampir 40% IUP di 3 Provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat) Masih Berstatus non-CnC”
Berdasarkan data yang dikeluarkan Dirjen Minerba, Kementerian ESDM pada
Desember 2014, menunjukkan bahwa 38% dari total IUP di 3 provinsi (Maluku, Papua
dan Papua Barat) masih berstatus non-Clean and Clear (CnC). Provinsi Papua
merupakan wilayah yang memiliki IUP non CNC terbesar dengan prosentase 74% IUP
yang non CnC. Sementara itu, provinsi Papua Barat 70% yang non CnC dan provinsi
Maluku terdapat 12% yang masih non CnC sebagaimana tergambar dalam tabel
berikut:Tabel 2. Jumlah IUP yang CnC dan non-CnC di 3 Provinsi
Sumber : Dirjen Minerba, kementerian ESDM, 2014
Data di atas menunjukkan masih maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh
pemegang IUP dalam menjalankan usaha pertambangannya. Sementara, pemerintah
daerah dan pusat selaku pemberi izin masih lemah dalam memberikan sanksi atau
tindakan hukum kepada pemegang IUP yang non CnC.
Di Provinsi Papua, ditemukan perusahaan-perusahaan yang memperoleh izin dari
pemerintah daerah untuk beroperasi di kawasan Hutan Lindung (HL) dan kawasan
Suaka Alam (KSA). Pada Gambar 1, terlihat Peta Sebaran Perusahaan Tambang di
wilayah administrasi Kabupaten Paniai dan Kabupaten Puncak Jaya. Ditemukan
pada daerah Kabupaten Paniai terdapat dua perusahaan pertambangan emas,
yakni: PT. Madinah Qurrata'ain (SK Bupati Paniai Nomor 37 Tahun 2010) seluas
128.580 hektar dan PT Salomo Mining Company (SK Bupati Paniai Nomor 37 Tahun
2012) seluas 3.228 hektar yang beroperasi di kawasan HL dan KSA. Sedangkan di
Puncak Jaya, terdapat perusahaan pertambangan emas PT. Sumber Daya Persada
(SK Bupati Puncak Jaya Nomor 33 Tahun 2011) seluas 19.380 hektar dan PT.
Indonesia Multi Energi (SK Bupati Puncak Jaya Nomor 23 Tahun 2011) seluas
14.770 hektar.
Penerbitan izin-izin tersebut tidak hanya bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, tetapi juga tumpang tindih dan merampas hak-
hak masyarakat adat setempat untuk mengatur, mengelola dan memanfaatkan
sumber daya alam mereka, yang mana menjadi sumber pertentangan antara
masyarakat, pemerintah dan perusahaan hingga saat ini.
Di lokasi pertambangan emas sekitar Sungai Degeuwo, Distrik Bogobaida,
Kabupaten Paniai, dilaporkan terjadi kegiatan eksploitasi pertambangan emas
secara tradisional maupun menggunakan mesin-mesin modern yang diduga
'dibekingi' oleh pemodal besar. Di lokasi penambangan emas terjadi
pembongkaran dan pengrusakan kawasan hutan yang luas. Kehadiran
pertambangan emas di daerah ini telah menimbulkan dampak permasalahan
sosial yang buruk, bencana ekologi seperti banjir dan longsor yang memakan
korban jiwa dan kekerasan melibatkan aparat. (http://pusaka.or.id/tragedi-
longsor-degeuwo-tiga-orang-dinyatakan-hilang-dua-selamat-dan-10-orang-
meninggal-dunia/ & http://pusaka.or.id/sepintas-tentang-tambang-degeuwo-
papua-2006-2013/. Pemerintah daerah telah beberapa kali mengeluarkan surat
dan instruksi untuk menghentikan kegiatan pertambangan di kawasan HL
Degeuwo, tetapi tidak ada tindakan dari aparat penegak hukum dan keseriusan
pemerintah untuk melakukan tindakan serius mengevaluasi dan menghentikan
kegiatan pertambangan emas di daerah tersebut.
Pemerintah pusat mengeluarkan Keppres No. 41 tahun 2004 yang memberi
pengecualian bagi 13 pemegang izin tambang untuk melakukan penambangan secara
terbuka di kawasan lindung.
“Tambang salah satu pemicu deforestasi, diketahui 63 ribu hektar
perusakan tutupan hutan sepanjang tahun 2009-2013 di Provinsi
Papua, Papua Barat dan Maluku terjadi di wilayah pertambangan”
Sepanjang tahun 2009-2013 hutan di Papua dan Maluku mengalami deforestasi
setidaknya 733 ribu hektar. Dari keseluruhan luasan deforestasi tersebut, di Provinsi
Papua dan Papua Barat seluas sekitar 39,12 ribu hektar di wilayah pertambangan.
Sementara, di Provinsi Maluku mencapai sekitar 23,96 ribu hektar di wilayah
pertambangan. Sehingga total, setidaknya sekitar 63 ribu hektar atau sekitar 8% dari
total deforestasi terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan.
Akibat terjadinya deforestasi tersebut, hutan di Papua dan Maluku pada tahun 2013
berkurang hingga tersisa seluas 32 juta hektar. Luasan tutupan hutan di Papua dan
Maluku namun demikian terus terancam tidak hanya oleh usaha pertambangan, tetapi
kehutanan dan perkebunan, diperumit dengan buruknya tata kelola, diproyeksikan
pada tahun 2043 tutupan hutan yang tersisa 16,5 juta hektar. Untuk provinsi Maluku,
potensi kerusakan hutan bisa berdampak kritis mengingat luas daratannya hanya
sekitar 4 juta hektar.
Hampir 70% IUP yang non CnC di 3 Provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat) bermasalah secara administratif.
Boks 1. Izin pertambangan di Kawasan Hutan Lindung di Papua
Data Dirjen Minerba kementerian ESDM tahun 2014 mengemukakan bahwa sekitar
126 pemegang izin di 3 Provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat) belum
menyelesaikan administrasi sebagai persyaratan untuk memperoleh IUP antara lain
kepemilikan NPWP dan kelengkapan dokumen perusahaan. Provinsi Maluku terdapat
sekitar 90% IUP yang bermasalah secara administratif disusul provinsi Papua Barat
sebesar 68%. Sedangkan di Provinsi Papua terdapat 58% IUP yang bermasalah secara
wilayah sebagaimana tampak dalam tabel berikut :
Tabel 3. Daftar Permasalahan IUP di 3 Provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat)
Sumber : Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, 2014
Boks2. Pelanggaran HAM di wilayah pertambangan.
Pelanggaran HAM berupa perampasan hak-hak hidup dan hak bebas masyarakat
adat, penangkapan sewenang-wenang dan tanpa proses peradilan yang adil,
pembatasan kebebasan berpendapat dan mendapatkan informasi dialami oleh
masyarakat adat Komoro dan Amungme di sekitar lokasi pertambangan PT FMI
(Freeport McMoran International) di Mimika. Hal serupa juga dialami Suku Sumuri
di sekitar lokasi PT BP (British Petroleum) di Teluk Bintuni, Suku Moi Klabra di
lokasi pertambangan PT Petrochina International Limited di Sorong dan Suku Mee
di Degeuwo telah menimbulkan dampak bagi masyarakat berupa kehilangan lahan,
mata pencaharian, sumber pangan dan lingkungan yang sehat. Selain itu juga upah
buruh rendah dan janji pembangunan tidak sungguh-sungguh dipenuhi.
Pantauan masyarakat sipil menemukan pada pertengahan tahun 1990-an telah
terjadi 'Tragedi Timika' dimana 16 orang terbunuh dan puluhan lain ditangkap dan
siksa oleh aparat militer menggunakan kendaraan dan fasilitas perusahaan PT FMI
untuk mengangkut dan menahan orang-orang. Selain itu, juga terjadi penyerangan
terhadap pekerja PT FMI. Ada juga kasus tewasnya 28 pekerja di wilayah tambang
akibat runtuhnya terowongan Big Gossan PT FMI (Mei 2014) akibat kelalaian
perusahaan. Kejadian luar biasa lain, yaitu meninggalnya 20 orang pada 2005 yang
diduga akibat mengkonsumsi air sungai Ajkwa yang tercemar limbah beracun dari
tailing PT FMI.
Kasus lain di Teluk Bintuni, perusahaan pengembang proyek ladang Gas Tangguh
PT Arco beroperasi tanpa adanya persetujuan masyarakat adat. Lalu kemudian
ketika proyek gas alam ini diambil alih oleh PT BP pada tahun 1999 juga tidak
melalui persetujuan masyarakat. Di awal proyek ini tahun 1996 –saat itu masih
dikembangkan PT Arco-, telah mengakibatkan tewasnya bayi sebanyak 48 orang di
Kampung Weriagar karena pemboran gas, namun kasus tersebut tidak
diselesaikan seiring dengan kehadiran pasukan keamanan yang membuat warga
tidak bersuara.
Saat ini, masyarakat adat Suku Sumuri pemilik lahan konsesi PT BP dikabarkan
sudah tidak memiliki lahan, berdiam di kampung pemukiman baru, hidup miskin
dan tergantung pada dana hibah program CSR yang tidak membawa perubahan
sosial bagi Suku Sumuri.
Sumber: Forest Watch Inonesia (2014)
Provinsi Deforestasi %
Maluku 140,056 23,958 17.11
Papua 490,621 18,403 3.75
Papua Barat 102,356 20,727 20.25
Total 733,033 63,088 8,61
Deforestasi di Wilayah
2
Provinsi
Maluku 86
Papua 32
Papua Barat 32
Total 150
Total IUPCnc
No
1
2
3
Eksplorasi Operasi
4
1
2
7
CnC
90
33
34
157
11
89
66
166
Eksplorasi Operasi
1
3
15
19
Non CnC Total IUPNon Cnc
12
92
81
185
JumlahIUP
102
125
115
342
Provinsi
Maluku 10
Papua 57
Papua Barat 42
No
1
2
3
Mineral Batubara
2
35
39
IUPNon CncIUPNon Cnc
Permasalahan Administrasi Permasalahan Wilayah
Mineral Batubara Mineral Batubara
9
32
31
2
24
28
1
27
13
0
14
15
Seluruh Pemegang IUP Belum Memenuhi Kewajiban Jaminan
Reklamasi dan Pasca-Tambang
Seluruh pemegang izin pertambangan di 3 provinsi (Maluku, Papua dan Papua Barat)
belum memiliki jaminan reklamasi dan jaminan paska tambang. Kementerian ESDM
tahun 2014 mencatat bahwa dari 485 IUP yang berada di 3 Provinsi (Maluku, Papua dan
Papua Barat), tidak ada satu pun IUP yang telah memenuhi kewajiban atas jaminan
reklamasi dan memiliki dokumen paska tambang.
Tidak adanya data yang dimiliki provinsi dan minimnya IUP yang memenuhi kewajiban
jaminan reklamasi dan paska tambang, menunjukkan bahwa komitmen dan
pengawasan pemerintah daerah dan pusat dalam pemulihan lingkungan
pertambangan sangat rendah. Kerugian negara yang ditimbulkan atas ketiadaan data
dan rendahnya pemenuhan kewajiban akan semakin meningkat mengingat dampak
ekologis atas absennya kewajiban IUP tersebut bisa menyebabkan banjir dan dampak
sosial ekonomi lainnya bagi masyarakat.
Tabel 4. Ketersediaan Jaminan Reklamasi dan Paska Tambang di Maluku, Papua & Papua Barat
Sumber : Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, 2014
Potensi Kerugian Penerimaan Negara dari Land Rent Mencapai Rp 325,039 Miliar Rupiah
Koalisi anti Mafia Tambang melakukan perhitungan potensi kerugian negara dari
iuran land rent yang mengacu pada PP Nomor 9/2012 tentang Tarif dan Jenis
Penerimaan Bukan Pajak. Dari perhitungan yang ada diperoleh selisih yang
signifikan antara potensi penerimaan daerah dan realisasinya. Selisih antara
realisasi penerimaan daerah dengan potensinya kami sebut sebagai potensi
kehilangan penerimaan (potential lost). Hasil perhitungan Koalisi Masyarakat Sipil
menunjukkan bahwa sejak tahun 2010-2013 diperkirakan potensi kerugian
penerimaan mencapai Rp 22,47 miliar di Provinsi Maluku; Rp 140,142 miliar di
Papua dan Rp 162,423 miliar di Papua Barat. Dengan demikian total potensi
kerugian penerimaan di tiga provinsi tersebut adalah sebesar Rp 325,039 miliar
lebih. Informasi lengkap potensi kerugian Penerimaan per kabupaten di empat
Provinsi dapat dilihat di Lampiran 1.
Tabel 5. Potential Lost dari Land Rent 2010-2013 di 3 Provinsi
Minimnya Transparansi dan Keterlibatan Masyarakat Sipil di Sektor Pertambangan Minerba
Keterbukaan informasi di segala bidang telah diamanatkan dalam UU No. 14 tahun
2008 tentang keterbukaan informasi publik. Implementasi UU ini dtelah ditekankan
oleh Presiden bagi semua pemerintah pusat dan daerah untuk membuka data publik
untuk kepentingan masyarakat umum termasuk data tentang izin perusahaan, Amdal
dan kebijakan pertambangan lainnya.
Pengalaman Koalisi Anti Mafia Tambang menujukkan bahwa pemerintah daerah
cenderung menutup data dan informasi yang terkait dengan dokumen izin usaha
pertambangan, kehutanan dan perkebunan.
Kematian, kekerasan dan penderitaan akibat kegiatan pertambangan emas juga
dialami masyarakat adat Suku Walani, Mee dan Moni, disepanjang Sungai
Degeuwo, Kabupaten Paniai. LPMA Swamemo telah mengadukan pelanggaran
HAM yang terjadi di Degeuwo dalam forum Dengar Pendapat Umum Komnas HAM
(2014), bahwa telah terjadi pembunuhan dan intimidasi sepanjang tahun 2013
hingga 2014 terhadap masyarakat adat melibatkan oknum TNI/Polri yang
mendukung pemodal dan perusahaan illegal.
Boks3. Pembiaran Praktek Pertambangan yang Berdampak Pada Kematian Masyrakat
Petambang Emas Ilegal di Gunung Botak Maluku Tewas Tertimbun Longsor dan
Dibunuh Temannya. Lebih dari 1.000 petambang emas ilegal di Gunung Botak,
Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, dinyatakan tewas sejak kegiatan penambangan
tradisional itu mulai dikerjakan November 2011. Korban tewas disebabkan
tertimbun longsoran material tanah dan dibunuh sesama petambang. Dari
pantauan Kompas di lokasi tambang Gunung Botak, Kamis (5/2), terjadi longsor di
salah satu lokasi penggalian sehingga mengakibatkan seorang petambang yang
diketahui bernama Darto (47), warga Ternate, Maluku Utara, tertimbun. Sejumlah
petambang lain dengan cekatan membongkar runtuhan material itu dan berhasil
mengeluarkan Darto dari dalam lubang 8 menit kemudian dan ia selamat.
Di tempat itu terdapat ratusan lokasi rawan longsor. Petambang terus menggali
dan mengikis gunung itu dengan berbagai peralatan di lokasi yang mereka
perkirakan mengandung emas. Material tanah itu kemudian dibawa ke tempat
pengolahan emas setengah jadi atau tromol. Nikolaus Nurlatu, tokoh adat
setempat, mengatakan, aktivitas penambangan yang mulai dikerjakan pada
November 2011 itu telah menimbulkan jatuhnya korban jiwa. ”Lebih dari 1.000
orang tewas di Gunung Botak karena tertimbun longsoran tanah dan terbunuh,”
katanya. Kendati telah terjadi kasus itu, petambang tetap saja beraktivitas. Mereka
berada di dalam lubang selama berjam-jam, yakni dari pukul 08.00 hingga pukul
17.00. Contohnya, masih terlihat aktivitas penggalian di lokasi tertimbunnya Darto.
Mereka nekat masuk ke dalam lubang tersebut beberapa saat setelah peristiwa itu.
Dibiarkan
Nikolaus mengatakan, jasad petambang yang tertimbun dalam lubang dengan
kedalaman lebih dari 20 meter biasanya dibiarkan begitu saja. ”Kalau petambang
itu bukan warga di sini dan tidak mempunyai keluarga di sini, pasti jasadnya tidak
akan dikeluarkan lagi dari dalam lubang,” tuturnya. Banyaknya jumlah korban yang
tewas juga diungkapkan Pelaksana Tugas Kepala Kantor Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol. ”Dari hasil investigasi Komnas
HAM Maluku, hampir 1.000 petambang tewas di Gunung Botak,” ucapnya.
Benediktus menambahkan, di lokasi itu, tingkat kekerasan juga sangat tinggi.
Petambang saling rebutan lokasi penggalian dan berujung saling membunuh. Ada
juga kelompok-kelompok tertentu yang merampok dan membunuh petambang.
”Hukum rimba berlaku di Gunung Botak,” ucapnya.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Pulau Buru Komisaris Rizal Agus Triyadi
mengatakan, polisi belum mendapatkan data akurat mengenai jumlah korban
tewas di Gunung Botak. Tambang liar itu juga merusak lingkungan. Petambang
menggunakan merkuri untuk memisahkan material. Limbah merkuri itu dibuang
ke Sungai Wai Apo yang mengairi 5.702 hektar sawah di Kecamatan Wai Apo.Wai
Apo merupakan sentra padi di Provinsi Maluku dengan hasil produksi 26.817 ton
gabah kering giling pada 2013.
Sumber:Tribunnews.com (diakses 10 Mei 2015)
http://www.tribunnews.com/regional/2015/02/06/1000-petambang-emas-ilegal-di-gunung-
botak-maluku-tewas-tertimbun-longsor-dan-dibunuh-temannya?page=2
Rekomendasi
13 (Tigabelas) hal yang direkomendasikan oleh Koalisi Anti Mafia Tambang adalah sebagai berikut :
Pemerintah selaku pemberi izin untuk segera menghentikan pertambangan di
Kawasan Konservasi, Lindung serta mendesak KPK menyelidiki kemungkinan
adanya kasus korupsi dalam pemberian izin di Kawasan Konservasi dan
Lindung.
Mendesak Dirjen Minerba untuk memperluas kriteria CnC dalam kegiatan
usaha pertambangan untuk memperhatikan aspek Hak Asasi Manusia, hak-
hak sosial ekonomi masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup.
Mendesak pejabat penerbit izin untuk mencabut izin-izin pertambangan yang
bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, termasuk yang
non-CnC (belum menempatkan jaminan reklamasi dan pascatambang) dengan
tetap memproses penegakan hukum atas pelanggaran yang dilakukan (pajak,
kerusakan lingkungan, dll) serta mendesak KPK menyelidiki kemungkinan
adanya kasus korupsi pada pemberian IUP yang bermasalah tersebut.
Meminta pemerintah untuk melakukan moratorium dan sekaligus mereview
seluruh izin-izin pertambangan yang telah diterbitkan agar sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
Tim Korsup Minerba KPK dan pemerintah pusat serta pemerintah daerah wajib
untuk mempublikasikan izin yang telah dicabut melalui media yang murah dan
mudah dijangkau oleh masyarakat agar bisa dilakukan pengawasan pasca-
pencabutan.
Mendesak pemerintah untuk melakukan fungsi pengawasan dan penegakan
hukum secara maksimal untuk memastikan tak ada alih fungsi lahan atau
kejahatan di sektor hutan dan lahan dengan melibatkan masyarakat sipil.
Aparat penegak hukum baik di tingkat pusat maupun daerah untuk
memperbanyak penanganan dan penyelesaian kasus yang terkait dengan
kejahatan dan pelanggaran HAM di sektor mineral dan batubara.
Pemerintah perlu mengembangkan skema blacklist (daftar hitam) dan
dipublikasikan ke publik bagi perusahaan dan pemilik usahanya yang
melakukan pelanggaran terhadap penggunaan izin dan merugikan negara
serta menginformasikan kepada publik dan pihak perbankan.
No Provinsi Jumlah IUPBELUM ADA PASCA
TAMBANG
1 Maluku 102 TIDAK ADA DATA TIDAK ADA DATA
2 Papua 125 TIDAK ADA DATA TIDAK ADA DATA
3 Papua Barat 115 TIDAK ADA DATA TIDAK ADA DATA
JAMINAN REKLAMASI
1
2
3
4
5
6
7
8
3
Meminta Korsup KPK dan pemerintah mengakomodir aspek keselamatan
warga dan lingkungan hidup dalam penertiban, penataan izin dan
penegakan hukum.
Mendesak pemerintah untuk memperbaiki mekanisme pengelolaan PNBP
yang berpotensi terhadap kehilangan penerimaan negara dari iuran land
rent dan royalti termasuk perlu adanya penertiban, sebagai bagian dari
optimalisasi penerimaan negara. KPK diminta untuk mengembangkan
penyidikan atas temuan dari potensi kerugian negara dari iuran land rent
dan royalti.
Pemerintah untuk memperjelas status wilayah pertambangan pasca-
pencabutan IUP, harus dipastikan mekanismenya dilakukan secara
transparan serta terlebih dahulu dilakukan rehabilitasinya.
Khusus untuk Papua dan Papua Barat pemerintah harus meninjau kembali
Perda No 4/2013 tentang RTRWP Papua Barat dan Perda No 23/2013
tentang RTRWP Papua untuk mengakomodasi hak-hak atas ruang adat
masyarakat dalam RTRWP.
Khusus untuk Papua dan Papua Barat mendesak pemerintah untuk
menjamin kebebasan mengakses informasi kepada organisasi masyarakat
sipil di Tanah Papua.
Lampiran 1
Potensi Kerugian Negara Dari Iuran Land Rent per Provinsi di Maluku, Papua dan Papua Barat
versi Perhitungan Koalisi Anti Mafia Tambang
Tahun 2010-2013
Provinsi MalukuTotal Potensi Kerugian Land
Rent (2010-2013)
BAGIAN PROVINSI 5,390,319,469.99
BURU SELATAN 5,016,961,422.09
MALUKU BARAT DAYA 6,026,119,992.28
IDR
IDR
IDR
MALUKU TENGAH 548,775,307.16
SERAM BAGIAN BARAT 5,437,931,621.84
IDR
IDR
SERAM BAGIAN TIMUR 358,307,584.00
MALUKU TENGGARA BARAT (303,583,709.00)
IDR
IDR
MALUKU TENGGARA (1,216,000.00)
PULAU BURU
IDR
KOTA AMBON
KEP. ARU -
TUAL -
Provinsi PapuaTotal Potensi Kerugian Land
Rent (2010-2013)
BAGIAN PROVINSI 54,100,181,096.40
BOVEN DIGOEL 3,213,794,638.40
KEEROM 4,704,266,076.04
IDR
IDR
IDR
MAMBERAMO RAYA 24,060,245,596.16
MIMIKA 3,807,112,051.68
IDR
IDR
NABIRE 328,706,758.00
PANIAI (1,531,972,275.00)
IDR
IDR
PEGUNUNGAN BINTANG 8,219,483,097.60
PUNCAK JAYA 9,342,969,246.08
IDR
IDR
SARMI 22,611,036,780.36
WAROPEN
IDR
YAHUKIMO
BIAK NUMFOR
JAYAPURA
JAYAWIJAYA
KEPULAUAN YAPEN
IDR
IDR
5,031,561,373.40
7,983,076,143.40
Provinsi Papua BaratTotal Potensi Kerugian Land
Rent (2010-2013)
BAGIAN PROVINSI 74,711,192,448.34
FAK-FAK 10,291,997,409.00
MANOKWARI 23,026,206,238.48
IDR
IDR
IDR
RAJA AMPAT 4,515,932,664.72
SORONG 7,034,656,621.11
IDR
IDR
SORONG SELATAN 2,492,070,505.28
TAMBRAUW
IDR
TELUK BINTUNI
TELUK WONDAMA
4
TOTAL 22,473,615,688.36IDR
-
-
MERAUKE
KOTA JAYAPURA
TOLIKARA (191,939,467.00)IDR
MAPPI
ASMAT
-
SUPIORI
-
MAMBERAMO RAYA
MAMBERAMO TENGAH
YALIMO
LANNY JAYA
-
IDR (1,056,477,740.00)
NDUGA
-
PUNCAK
DOGIYAI
INTAN JAYA
DEIYAI
TOTAL
-
KAIMANA (609,450,062.00)
MAYBRAT (94,582,016.00)
IDR
IDR
TOTAL 162,423,469,270.10IDR
-
IDR (252,459,050.00)
IDR (190,406,097.00)
IDR (36,775,680.00)
-
-
-
-
-
-
-
-
IDR 140,142,402,548.52
4,459,463,631.77IDR
23,227,701,895.96IDR
13,368,279,933.44IDR
9
10
11
12
13