materi kulit pisang

147
000000000 PERBEDAAN PENGGUNAAN JENIS KULIT PISANG TERHADAP KUALITAS NATA SKRIPSI Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1 Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Disusun oleh : Nama : Lina Susanti NIM : 5401401047 Program Studi : SI PKK Konsentrasi Tata Boga Jurusan : TJP FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2006

Upload: endah-hikmatu

Post on 02-Aug-2015

778 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: materi kulit pisang

000000000

PERBEDAAN PENGGUNAAN JENIS KULIT PISANG

TERHADAP KUALITAS NATA

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1 Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh :

Nama : Lina Susanti

NIM : 5401401047

Program Studi : SI PKK Konsentrasi Tata Boga

Jurusan : TJP

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2006

Page 2: materi kulit pisang

ABSTRAK

Lina Susanti, 2006. Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata. Skripsi: Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

Kulit pisang merupakan limbah dari buah pisang yang dibuang begitu saja di tempat pembuangan sampah sebagai limbah organik atau digunakan sebagai pakan ternak. Kulit pisang mempunyai kandungan unsur gizi yang cukup lengkap seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air (BPPI Surabaya dalam M. Lies Suprapti 2005:86) sehingga memungkinkan apabila dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan makanan seperti nata karena kulit pisang mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sebagai syarat utama agar dapat dibuat nata. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata, ketebalan nata, kandungan serat, dan jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom serta bagaimana penerimaan masyarakat terhadap produk nata hasil eksperimen.

Populasi dari penelitian ini adalah nata kulit pisang dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih. Sampel penelitian ini adalah sebagian nata dari kulit pisang raja nagka, nata dari kulit pisang ambon kuning dan nata dari kulit pisang kepok putih hasil eksperimen. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu clusters random sampling .Variabel bebasnya yaitu perbedaan penggunaan jenis kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata yaitu kulit pisang raja nagka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih. Variabel terikatnya yaitu kualitas nata dari kulit pisang dengan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur, ketebalan nata, kandungan gizi (serat makanan) dan jumlah cemaran mikroba (TPC Colifrom). Sedangkan variabel kontrol atau variabel yang dikendalikan sama meliputi : jumlah bahan, peralatan pembuatan media nata, proses pembuatan, suhu serta ruang dan lama fermentasi.Metode pengumpulan data penelitian ini adalah penilaian subyektif dan obyektif. Penilaian subyektif dengan uji inderawi dan uji kesukaan. Penilaian obyektif dengan uji kimiawi (uji laboratorium). Analisis data yang digunakan yaitu analisis Anava klasifikasi tunggal dan dilanjutkan dengan uji Tukey. Anava digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas warna, aroma, rasa dan tekstur. Uji Tukey untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar sampel nata hasil eksperimen sedangkan uji kimiawi digunakan untuk mengetahuai kandungan serat kasar, cemaran mikroba TPC Colifrom dan ketebalan nata hasil penelitian.

Hasil penelitian menunjukan 1) ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata. Urutan sampel terbaiknya sebagai berikut sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka, kemudian sampel kode 482 yaitu nata dari kulit pisang ambon kuning, dan sampel kode 631 yaitu nata dari kulit pisang kepok putih. 2) Kandungan rata-rata serat kasar tertinggi adalah sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka sebesar 2,84025%, kemudian sampel kode 631 yaitu nata dari kulit pisang kepok putih sebesar 2,2545%, dan sampel kode 482 yaitu nata dari kulit pisang ambon kuning sebesar 2,2066%. Hasil uji kimiawi untuk kandungan serat kasar sudah

ii

Page 3: materi kulit pisang

sesuai dengan syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu maksimal 4,5%. 3) jumlah kandungan rata-rata cemaran mikroba TPC Colifrom nata de musa terendah sampel kode 482 sebesar 2,25x102 cfu/g kemudian sampel kode 631 sebesar 2,47x102 cfu/g, dan sampel kode 341 sebesar 2,79x102 cfu/g. Hasil uji kimiawi untuk jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom sudah sesuai dengan syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu kurang dari 3 APM/g. 4) ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap ketebalan nata hasil eksperiman. Ketebalan rata-rata nata yang terbaik adalah sampel kode 341 (dari kulit pisang raja nangka) sebesar 12,12 mm, kemudian sampel kode 631 (dari kulit pisang kepok putih) sebesar 11,34 mm, dan sampel kode 482 (dari kulit pisang ambon kuning) sebesar 11,03 mm. 5) secara umum dari 80 panelis tidak terlatih menyatakan sampel yang paling disukai adalah sampel kode 341 (nata dari kulit pisang raja nangka), ini cukup beralasan karena secara umum sampel kode 341 mempunyai kreteria yang paling mendekati kreteria nata yang ideal yaitu warna putih (cenderung transparan), beraroma khas, rasa manis, tekstur kenyal dan tebal.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda terhadap kualitas inderawi nata hasil eksperimen ditinjau dari aspek warna, aroma , rasa dan tekstur ,kandungan serat tertinggi adalah nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka (sampel kode 341). Jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom terendah adalah nata dari kulit pisang ambon kuning (sampel kode 482). Ketebalan nata hasil eksperimen yang terbaik adalah nata dari kulit pisang raja nangka (sampel kode 341). Berdasarkan penilaian panelis tidak terlatih dapat diketahui bahwa secara umum sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka merupakan sampel yang paling disukai. Saran dalam penelitian ini adalah Penggunaan starter sebaiknya menggunakan starter yang berumur 7 sampai 8 hari karena starter yang lebih dari 8 hari akan menghasilkan nata yang berkualitas kurang maksimal. Dalam proses fermentasi atau pemeraman sebaiknya menggunakan ruangan yang gelap tanpa fentilasi udara agar cahanya dan udara tidak banyak yang masuk karena cahaya dan udara berpengaruh terhadap kaulitas nata yang dihasilkan. Perlu penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas nata untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari aspek warna, aroma, rasa, tekstur dan keamanan sehingga dapat bersaing dipasaran yaitu dengan meneliti tentang kandungan nata kulit pisang secara keseluruhan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI ) no. 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam kemasan.

Page 4: materi kulit pisang

PERBEDAAN PENGGUNAAN JENIS KULIT PISANG TERHADAP KUALITAS NATA

Lina Susanti, Teknologi Jasa dan Produksi, S1 PKK Konsentrasi Tata Boga, Fakultas Teknik, UNNES

ABSTRAK Lina Susanti, 2006. Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata. Skripsi: Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

Kulit pisang merupakan limbah dari buah pisang yang dibuang begitu saja di tempat pembuangan sampah sebagai limbah organik atau digunakan sebagai pakan ternak. Kulit pisang mempunyai kandungan unsur gizi yang cukup lengkap seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air (BPPI Surabaya dalam M. Lies Suprapti 2005:86) sehingga memungkinkan apabila dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan makanan seperti nata karena kulit pisang mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sebagai syarat utama agar dapat dibuat nata. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata, ketebalan nata, kandungan serat, dan jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom serta bagaimana penerimaan masyarakat terhadap produk nata hasil eksperimen.

Populasi dari penelitian ini adalah nata kulit pisang dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih. Sampel penelitian ini adalah sebagian nata dari kulit pisang raja nagka, nata dari kulit pisang ambon kuning dan nata dari kulit pisang kepok putih hasil eksperimen. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu clusters random sampling .Variabel bebasnya yaitu perbedaan penggunaan jenis kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata yaitu kulit pisang raja nagka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih. Variabel terikatnya yaitu kualitas nata dari kulit pisang dengan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur, ketebalan nata, kandungan gizi (serat makanan) dan jumlah cemaran mikroba (TPC Colifrom). Sedangkan variabel kontrol atau variabel yang dikendalikan sama meliputi : jumlah bahan, peralatan pembuatan media nata, proses pembuatan, suhu serta ruang dan lama fermentasi.Metode pengumpulan data penelitian ini adalah penilaian subyektif dan obyektif. Penilaian subyektif dengan uji inderawi dan uji kesukaan. Penilaian obyektif dengan uji kimiawi (uji laboratorium). Analisis data yang digunakan yaitu analisis Anava klasifikasi tunggal dan dilanjutkan dengan uji Tukey. Anava digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas warna, aroma, rasa dan tekstur. Uji Tukey untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar sampel nata hasil eksperimen sedangkan uji kimiawi digunakan untuk mengetahuai kandungan serat kasar, cemaran mikroba TPC Colifrom dan ketebalan nata hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukan 1) ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata. Urutan sampel terbaiknya sebagai berikut sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka, kemudian sampel kode 482 yaitu nata dari kulit pisang ambon kuning, dan sampel kode 631 yaitu nata dari kulit pisang kepok putih. 2) Kandungan rata-rata serat kasar tertinggi adalah sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka sebesar 2,84025%, kemudian sampel kode 631 yaitu nata dari kulit pisang kepok putih sebesar 2,2545%, dan sampel kode 482 yaitu nata dari kulit pisang ambon kuning sebesar 2,2066%. Hasil uji kimiawi untuk kandungan serat kasar sudah sesuai dengan syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu maksimal 4,5%. 3) jumlah kandungan rata-rata cemaran mikroba TPC Colifrom nata de musa terendah sampel kode 482 sebesar 2,25x102 cfu/g kemudian sampel kode 631 sebesar 2,47x102 cfu/g, dan sampel kode 341

2

Page 5: materi kulit pisang

sebesar 2,79x102 cfu/g. Hasil uji kimiawi untuk jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom sudah sesuai dengan syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu kurang dari 3 APM/g. 4) ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap ketebalan nata hasil eksperiman. Ketebalan rata-rata nata yang terbaik adalah sampel kode 341 (dari kulit pisang raja nangka) sebesar 12,12 mm, kemudian sampel kode 631 (dari kulit pisang kepok putih) sebesar 11,34 mm, dan sampel kode 482 (dari kulit pisang ambon kuning) sebesar 11,03 mm. 5) secara umum dari 80 panelis tidak terlatih menyatakan sampel yang paling disukai adalah sampel kode 341 (nata dari kulit pisang raja nangka), ini cukup beralasan karena secara umum sampel kode 341 mempunyai kreteria yang paling mendekati kreteria nata yang ideal yaitu warna putih (cenderung transparan), beraroma khas, rasa manis, tekstur kenyal dan tebal.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda terhadap kualitas inderawi nata hasil eksperimen ditinjau dari aspek warna, aroma , rasa dan tekstur ,kandungan serat tertinggi adalah nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka (sampel kode 341). Jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom terendah adalah nata dari kulit pisang ambon kuning (sampel kode 482). Ketebalan nata hasil eksperimen yang terbaik adalah nata dari kulit pisang raja nangka (sampel kode 341). Berdasarkan penilaian panelis tidak terlatih dapat diketahui bahwa secara umum sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka merupakan sampel yang paling disukai. Saran dalam penelitian ini adalah Penggunaan starter sebaiknya menggunakan starter yang berumur 7 sampai 8 hari karena starter yang lebih dari 8 hari akan menghasilkan nata yang berkualitas kurang maksimal. Dalam proses fermentasi atau pemeraman sebaiknya menggunakan ruangan yang gelap tanpa fentilasi udara agar cahanya dan udara tidak banyak yang masuk karena cahaya dan udara berpengaruh terhadap kaulitas nata yang dihasilkan. Perlu penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas nata untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari aspek warna, aroma, rasa, tekstur dan keamanan sehingga dapat bersaing dipasaran yaitu dengan meneliti tentang kandungan nata kulit pisang secara keseluruhan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI ) no. 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam kemasan. Kata Kunci : Nata, Kulit Pisang PENDAHULUAN

1. Alasan pemilihan judul Kulit pisang adalah merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup

banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan.

Jenis pisang banyak sekali antara lain pisang kepok, pisang ambon, pisang raja, pisang kapas, pisang susu dan masih banyak jenis pisang lainnya tetapi jenis pisang yang biasa digunakan oleh para pedagang pisang goreng, molen goreng dan para pengusaha makanan yang menggunakan buah pisang sebagai bahan baku pada umumnya adalah pisang raja, pisang kepok dan pisang ambon, dimana buah pisang setelah diambil buahnya kulitnya dibuang begitu saja di tempat pembuangan sampah dan belum dimanfaatkan untuk dicoba sebagai bahan dasar makanan yang mengguntukan secara ekonomi.

Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air.Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi tubuh manusia (Munadjim, 1983:84)

Berdasarkan analisis kimia kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan makanan (Munadjim, 1983:63). Produk yang telah dihasilkan dari pengolahan

3

Page 6: materi kulit pisang

kulit pisang diantaranya anggur kulit pisang. Anggur kulit pisang merupakan hasil proses fermentasi oleh glukosa (karbohidrat).

Nata merupakan produk makanan yang berasal dari proses fermentasi seperti halnya anggur kulit pisang. Syarat untuk membuat produk nata secara umum yaitu bahan dasar harus mempunyai kandungan karbohidrat (glukosa) yang cukup tinggi (Saragih, 2004:3). Tanpa adanya glukosa (karbohidrat) nata tidak dapat terbentuk. Kulit pisang ditinjau dari kandungan unsur gizi ternyata mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, yaitu 18,50g dalam 100g bahan (BPPI Surabaya dalam M. Lies Suprapti, 2005:86) sehingga kulit pisang juga dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam proses pembuatan produk nata.

2. Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan penggunaan

jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata hasil eksperimen, dengan indikator warna, rasa, aroma dan tekstur, bagaimana ketebalan nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning dan kulit pisang kepok putih hasil eksperimen dan berapa kandungan serat, cemaran mikroba ( TPC Colifrom ) yang terdapat pada nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih serta bagaimana tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata dari kulit pisang hasil eksperimen.

METODE PENELITIAN

1.Metode Penentuan Obyek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah nata kulit pisang dengan menggunakan jenis

kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang raja nangka, kulit ambon kuning dan kulit pisang kepok putih. Kulit pisang ini dipilih yang masih baru, mulus, dan warnanya masih segar.Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian nata kulit pisang raja nangka, nata kulit pisang ambon kuning, dan nata kulit pisang kepok putih hasil eksperimen.Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu clusters random sampling. Dalam populasi ini terdiri dari kelompok-kelompok (clusters ) dari cluster-cluster diambil secara random (Muhammad Zainuddin, 1998: 96). Dari cluster terpilih ini kemudian diambil unit populasi secara random sehingga diperloleh sampel. Variabel dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbedaan penggunaan jenis kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata yaitu kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih.Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas nata dari kulit pisang dengan indikator antara lain warna, aroma, rasa dan tekstur serta ketebalan nata, kandungan serat, dan jumlah kandungan cemaran mikroba TPC Colifrom yang ada pada nata.Variabel yang dijadikan kontrol dalam penelitian ini adalah jumlah bahan, lama fermentasi, suhu dan proses pembuatan.

2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang diambil dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan desain acak

sempurna (Completely randomized desaign) yaitu perlakuan dikenakan sepenuhnya secara acak lengkap terhadap kelompok-kelompok eksperimen yang bersifat homogen (Gaspersz, 1991:62).

3. Pelaksanaan Eksperimen Pelaksanaan eksperimen pembuatan nata dari kulit pisang ini dilaksanakan di rumah

peneliti dengan alamat Gg. Manggis No. 7 Rt 03 Rw 03 Sekaran Gunungpati. Eksperimen dilaksanakan di rumah agar dalam pembuatan dapat dilakukan dengan tenang, tidak terbatas waktu sehingga hasil yang diperoleh maksimal.Peralatan yang digunakan dalam eksperimen ini dikelompokkan menjadi peralatan dari logam dan peralatan non logam.Peralatan yang

4

Page 7: materi kulit pisang

terbuat dari logam yang dipakai yaitu: pisau, panci email, kompor, timbangan.Peralatan yang terbuat dari non logam meliputi toples plastik, karet gelang, saringan, gelas ukur, kertas pH, kertas lakmus, kain serbet, penyaring dan sendok makan.Bahan yang digunakan untuk eksperimen pembuatan nata dari sari kulit pisang meliputikulit pisang raja, sari kulit pisang ambon, sari kulit pisang kepok, gula pasir, asam asetat glasial, pupuk ZA, dan starter.

Adapun formula yang digunakan dalam proses pembuatan nata dari kulit pisang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel Formula bahan pembuatan nata kulit pisang Bahan Jumlah

Gula pasir (g) 50 50 50 Sari kulit pisang raja nangka (ml) 1000 - - Sari kulit pisang ambon kuning (ml) - 1000 - Sari kulit pisang kepok putih (ml) - - 1000 Asam Asetat Glasial (ml) 5 5 5 Pupuk ZA (g) 3 3 3 Starter (ml) 100 100 100

4. Proses Pembuatan

Proses pembuatan nata dari kulit pisang yaitu menyiapkan bahan dan alat kemudian menimbang bahan.Kulit pisang dicuci bersih dan dipotong-potong kemudian dihancurkan menggunakan blender dengan ditambahkan air diperas dan disaring untuk diambil sarinya.kemudian sari kulit pisang direbus sampai mendidih, gula dan ZA dimasukan diaduk sampai larut yang terakhir asam cuka dimasukan diaduk kembali sampai tercampur rata,kemudian dimasukkan ke dalam loyang loyang plastik yang sudah disterilkan. Media ditutup dengan kertas yang sudah diuapkan dan biarkan selama 12jam setelah didiamkan selama 12 jam kemudian starter dimasukan, tutup kembali media yang dibuka untuk memasukan starter tadi dengan karet. Media nata kemudian diletakkan pada ruangan fermentasi selama 10 hari. Yang berikutnya tahap pemanenan dan pengemasan yaitu setelah 10 hari tutup loyang dibuka, nata kemudian diambil dan dicuci dengan air yang mengalir sampai bersih, nata tersebut direbus untuk menghilangkan sisa asam selama 15 menit. Untuk tahap pengemasan, nata mentah dipotong bentuk dadu dengan ukuran 1x1cm kemudian direbus dalam larutan sirup gula 30% selama 10 menit. Nata siap dikemas dengan menggunakan gelas plastik.

5. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji inderawi, uji

laboratorium, dan uji kesukaan. Uji inderawi untuk menggetahui kualitas inderawi yang meliputi empat aspek (warna, aroma, rasa dan tekstur). Uji inderawi dilaksanakan di Fakultas teknik gedung E7 lantai 1, UNNES. Alat pengumpul data uji inderawi yaitu panelis agak terlatih. Uji laboratorium untuk mengetahui kadungan serat, jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom, ketebalan nata serta kadar pektin dan keasaman. Alat pengumpul data uji laboratorium yaitu alat laboratorium. Uji kesukaan, untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat. Alat penggumpul data uji kesukaan ini menggunakan panelis tidak terlatih.

6. Analisa Data Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Anava Klasifikasi

Tunggal, Analisis hasil uji laboratorium, dan Analisis Deskriptif Presentase. Anava klasifikasi tunggal untuk menguji perbedaan kualitas inderawi nata dari kulit pisang. Apabila Fo > Ft berarti ada perbedaan nyata kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey yaitu untuk mengetahui perbedaan antar pasangan sampel sehingga dapat diketahui sampel terbaiknya. Analisis uji laboratorium, untuk mengetahui seberapa besar kandungan serat kasar, jumlah cemaran mikroba, ketebalan nata hasil eksperimen apakah sudah memenuhi syarat ambang

5

Page 8: materi kulit pisang

batas aman konsumsi yang sesuai dengan SNI nata dalam kemasan no. 01-4317-1996, serta untuk mengetahui kadar pektin dan keasaman dari kulit pisang. Analisis Deskriptif Presentase, untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata dari kulit pisang hasil eksperimen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel dengan kode 341 yaitu untuk nata dari kulit pisang raja nangka. Sampel dengan kode 482 yaitu untuk nata dari kulit pisang ambon kuning. Sampel dengan kode 631 yaitu untuk nata dari kulit pisang kepok putih.

1. Hasil a. Hasil Perbedaan Kualitas Inderawi Nata dari Kulit Pisang

No Indikator F hitung F tabel (5%) Keterangan 1 Warna 157,28 Ada Perbedaan 2 Aroma 226,53 Ada Perbedaan 3 Rasa 231,77 Ada Perbedaan 4 Tekstur 160,31

3,19

Ada Perbedaan

Berdasarkan tabel di atas diperloleh harga F hitung pada keempat aspek lebih besar dari harga F tabel pada taraf signifikansi 5%, dengan demikian Hipotesis kerja (Ha) diterima artinya ada perbedaan yangnyata pada aspek , warna, aroma, rasa, dan tekstur. Karena hasilnya menunjukan signifikan dilanjutkan dengan uji Tukey.

Ringkasan hasil uji Tukey terhadap kualitas inderawi

No Aspek Pasangan sampel Selisih Np Keterangan

341 dengan 482 0,45 Berbeda nyata 341 dengan 631 1,40 Berbeda nyata

1 Warna

482 dengan 631 0,95

0,20

Berbeda nyata 341 dengan 482 0,69 Berbeda nyata 341 dengan 631 1,37 Berbeda nyata

2 Aroma

482 dengan 631 0,68

0,20

Berbeda nyata 341 dengan 482 0,48 Berbeda nyata 341 dengan 631 1,35 Berbeda nyata

3 Rasa

482 dengan 631 0,87

0,20

Berbeda nyata 341 dengan 482 0,81 Berbeda nyata 341 dengan 631 1,47 Berbeda nyata

4 Tekstur

482 dengan 631 0,65

0,20

Berbeda nyata

Hasil Anava Klasifikasi Tunggal dam hasil Tukey menunjukan ada perbedaan nyata kualitas warna, aroma, rasa, dan tekstur.

b. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat, Jumlah cemaran mikroba dan Ketebalan

nata hasil eksperimen

6

Page 9: materi kulit pisang

Tabel. Hasil uji laboratorium kandungan serat kasar dan cemaran mikroba

Sampel Kandungan Pengujian I Pengujian II Rata-rata

341 Serat kasar (%) Cemaran mikroba TPC (cfu/g)

2,8266 2,76 x 107

2,8539 2,81 x 107

2,84025 2,785 x 107

482 Serat kasar (%) Cemaran mikroba TPC (cfu/g)

2,2151 2,36 x 107

2,1982 2,25 x 107

2,20665 2,305 x 107

631 Serat kasar (%) Cemaran mikroba TPC (cfu/g)

2,2216 2,41 x 107

2,2874 2,53 x 107

2,2545 2,47 x 107

Sumber : Hasil uji laboratorium Teknologi dan Hasil Pertanian UGM

Uji ketebalan dari ke tiga sampel nata hasil eksperimen diuji dengan alat ukur yaitu Universal Testing Mcr, alat ini selain untuk menggukur ketebalan atau ketinggian juga untuk mengukur kelenturan, kekenyalan atau kekerasan dari sampel yang diujikan.Hasil pengukuran ketebalan dari nata de musa hasil eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel Hasil uji laboratorium ketebalan nata (mm)

Sampel Ulangan I Ulangan II Rata-rata 341 13,38 10.86 12,12 482 10,89 11,17 11,03 631 11,37 11,31 11,34

Sumber : Hasil uji laboratorium Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM

c. Hasil Uji Kesukaan Masyarakat Terhadap Nata dari Kulit Pisang Berikut ini ringkasan hasil uji kesukaan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel. Ringkasan hasil uji kesukaan per sampel nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang dari 80 panelis tidak terlatih

No Panelis Sampel ∑ Skor Persentase (%) Kriteria kesukaan 1 Remaja

putra

341 482 631

353 309 208

88,25 77,25 52,00

Sangat suka Suka Tidak Suka

2 Remaja putri

341 482 631

335 284 204

83,75 71,00 51,00

Suka Suka Tidak Suka

3 Bapak-bapak

341 482 631

365 332 200

91,25 83,00 50,00

Sangat Suka Suka Tidak suka

4 Ibu-ibu 341 482 631

329 294 177

82,25 73,50 44,25

Suka Suka Tidak suka

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa secara umum sampel yang

paling disukai adalah sampel 341 yaitu sampel nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka. Hal ini disebabkan nata dengan kode 341 atau nata dari kulit pisang raja nangka mempunyai kreteria nata yang mendekati ideal yaitu warna putih (cenderung transparn), aroma khas pisang raja nangkas, rasa manis tekstur kenyal dan tebal.

7

Page 10: materi kulit pisang

2. Pembahasan a. Kualitas inderawi nata dari kulit pisang yang meliputi empat aspek yaitu warna,

aroma, rasa, dan tekstur.

Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek warna, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan warna putih transparan, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan warna putih agak transparan dan sampel 361 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan warna kurang putih ( cenderung kusam ). Perbedaan warna pada nata de musa hasil eksperimen disebabkan oleh kandungan pektin yang berbeda didalam kulit pisang yang digunakan. Semakin banyak jumlah kandungan pektin ( polisakarida struktural ), warna yang dihasilkan akan semakin kusam ( Nanik Setyowati, 2004 : 4 ) hal ini terbukti dengan hasil yang diperoleh yaitu nata yang terbuat dari kulit pisang kapok putih warnanya kurang putih ( putih kusam ) karena kulit pisang kapok putih memiliki kandungn pektin 1,02%, sedangkan untuk natadari bahan dasar kulit pisang ambon kuning ( kandungan pectin 0,86% ) warnanya agak putih dan nata dari kulit pisang raja nangka ( kandungan pektin 0,66% ) warnanya putih ( putih cenderung transparan ). Dari hasil yang telah diperoleh maka kualitas nata de musa yang terbaik untuk aspek warna adalah nata dari kulit pisang raja nangka.

Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek aroma, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan aroma pisang yang terasa, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan aroma pisang agak terasa dan sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan aroma pisang kurang terasa. Perbedaan aroma pada nata de musa hasil eksperimen disebabkan aroma dari jenis kulit pisang tersebut yang sudah berbeda. Semakin tajam aroma kulit pisang yang digunakan maka aroma buah dari nata hasil eksperimen yang dihasilkan akan ikut terasa aroma buahnya. Selain itu juga yang diperkuat dengan adanya bahan tambahan berupa gula pasir.

Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek rasa, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan rasa manis kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan rasa agak manis dan sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan rasa kurang manis. Perbedaan rasa pada nata de musa disebabkan oleh jenis kulit pisang itu sendiri. Dimana didalam kulit pisang mempunyai kandungan pektin yang berdeda pula. Semakin tinggi kandungan pektinnya maka rasa nata yang dihasilkan sebelum direbus dalam larutan gula ( sirup gula ) 30% cenderung semakin asam, keasaman inilah yang dapat mengakibatkan tingkatan rasa nata yang berbeda. . Hal ini terbukti dengan hasil yang diperloleh, rasa nata dari kulit pisang raja nangka ( kandungan pektin 0,66% ) mempunyai rasa yang mendekati kreteria nata yang ideal yaitu manis. Sedangkan nata dari kulit pisang ambon kuning ( kandungan pektin 0,86% ) mempunyai rasa agak manis dan nata dari kulit pisang kepok putih ( kandungan pektin 1,02% ) mempunyai rasa yang kurang manis. Dengan demikian nata de musa yang menggunakan kulit pisang raja nangka sebagai bahan dasarnya akan menghasilkan rasa nata yang terbaik.

8

Page 11: materi kulit pisang

Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek tektur, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan tekstur kenyal, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan tekstur agak kenyal dan sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan tekstur kurang kenyal.

Perbedaan tekstur pada nata de musa hasil eksperimen disebabkan oleh kandungan pektin yang berbeda pada bahan dasar kulit pisang itu sendiri. Kulit pisang yang mempunyai kandungan pektin yang tinggi akan menghasilkan nata de musa dengan tekstur cenderung lebih liat. Hal ini terbukti dengan hasil yang diperloleh yaitu nata yang terbuat dari kulit pisang raja nangka ( kandungan pektin 0,66% ) teksturnya paling baik yaitu kenyal, sedang untuk nata dari bahan dasar kulit pisang ambon kuning (kandungan pektin 0,86%) teksturnya agak kenyal dan nata dari kulit pisang kepok putih (kandungan pektin 1,02%) teksturnya kurang kenyal cenderung liat dan sulit untuk ditelan. Dari hasil yang telah diperloleh maka kualitas nata de musa yang terbaik untuk aspek tekstur adalah nata dari kulit pisang raja nangka.

b. Kandungan serat, jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom dan ketebalan nata

Kandungan rata-rata serat makanan tertinggi pada sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka sebesar 2,84025% dan terendah pada sampel 482 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning sebesar 2,20665%. Kandungan serat yang terkandung didalam ke tiga sampel dari variasi jenis kulit pisang sudah sesuai dengan syarat mutu nata dalam kemasan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai kandungan serat makanan maksimal 4,5%. Hal ini berarti bahwa nata hasil eksperimen layak untuk dikonsumsi.

Kandungan rata-rata cemaran mikroba (TPC Colifrom) tertinggi pada sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka sebesar 2,785x107 dan terendah pada sampel 482 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning sebesar 2,305x107. Syarat mutu nata dalam kemasan menurut Standar Nasiaonal Indonesia (SNI) mengenai kandungan cemaran mikroba TPC Colifrom adalah < 3 APM/g. Berarti dari ke tiga sampel nata de musa dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda sudah memenuhi syarat mutu untuk layak dikonsumsi.

Berdasarkan data uji laboratorium ketebalan nata yang telah dilakukan diketahui bahwa sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka merupakan nata yang paling tebal yaitu 12,12mm sedangkan sampel 483 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning merupakan yang paling tipis yaitu 11,03mm. Adanya perbedaan ketebalan yang dihasilkan disebabkan oleh jenis bahan dasar yang berbeda selain itu dipengaruhi juga oleh kondisi lingkungan yang tidak selalu stabil .

c. Tingkat Kesukaan Masyarakat Terhadap Nata dari kulit pisang hasil eksperimen

Secara umum dari 80 panelis tidak terlatih dari golongan remaja putra, remaja putrid, bapak-bapak dan golongan ibu-ibu menyatakan sampel yang paling disukai adalah sampel dengan kode 341 yaitu nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka. Hal ini disebabkan nata dengan kode 341 atau nata dari kulit pisang raja nangka mempunyai kreteria nata yang mendekati ideal yaitu warna putih (cenderung transparn), aroma khas pisang raja nangkas, rasa manis tekstur kenyal dan tebal.

9

Page 12: materi kulit pisang

SIMPULAN DAN SARAN

Mencermati hasil penelitian dan pembahasan pada bab 1V, maka dapat ditarik kesimpulan dan saran 1. Simpulan

Ada perbedaan kuliatas yang nyata pada nata kulit pisang hasil eksperimen yang dibuat dengan jenis kulit pisang yang berbeda (kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih) secara keseluruhan dilihat dari indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada uji inderawi sampel terbaiknya adalah sampel dengan kode 341(nata dari kulit pisang raja nangka) kemudiaan sampel kode 482 (nata dari kulit pisang ambon kuning), dan terakhir sampel kode 631 (nata dari kulit pisang kepok putih). Berdasarkan uji ketebalan nata yang paling tebal adalah sampel dengan kode 341 dengan nilai rata-rata sebesar 12,12 mm kemudian sampel kode 631 dengan nilai rata-rata sebesar 11,34 mm terakhir sampel kode 482 dengan nilai rata-rata sebesar 11,13. Berdasarkan uji kandungan serat (Crude Fiber), yang terbaik adalah sampel dengan kode 341 yaitu nata yang menggunakan kulit pisang raja nangka dengan nilai rata-rata sebesar 2,84025% kemudian sampel kode 631 yaitu nata yang menggunakan kulit pisang kepok putih dengan nilai rata-rata sebesar 2,2545% dan terakhir sampel kode 482 yaitu nata yang menggunakan pisang ambon kuning dengan nilai rata-rata sebesar 2.2066%. Nata kulit pisang hasil eksperimen, hasil uji laboratorium ketiga sampel untuk kandungan serat kasar sudah sesuai dengan syarat mutu SNI nata yaitu maksimal 4.5%. Sedangkan untuk kandungan cemaran mikroba TPC Colifrom yang terendah adalah sampel dengan kode 482 dengan nilai rata-rata sebesar 2,25x102 cfu/g kemudian sampel kode 631 dengan nilai rata-rata sebesar 2,47x102 cfu/g dan yang tertinggi yaitu sampel kode 341 dengan nilai rata-rata sebesar 2,79x102 cfu/g. Juga sudah memenuhi syarat mutu SNI nata yaitu kurang dari 3 AMP/g.Berdasarkan penilaian panelis tidak terlatih dapat diketahui bahwa secara umum sampel dengan kode 341 yaitu nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka merupakan sampel yang paling disukai dengan kreteria warna nata putih (cenderung transparan), beraroma buah khas pisang raja nangka, rasa manis dan tekstur kenyal dan tebal.

2.Saran Penggunaan starter sebaiknya menggunakan starter yang berumur 7 sampai 8 hari

karena starter yang umurnya lebih dari 8 hari akan menghasilkan nata yang berkualitas kurang maksimal. Dalam proses fermentasi atau pemeraman sebaiknya menggunakan ruangan yang gelap tanpa fentilasi udara agar cahaya dan udara tidak banyak yang masuk karena cahaya dan udara berpengaruh terhadap kualitas nata yang dihasilkan.Agar produk ini lebih aman untuk dikonsumsi maka bagi calon produsen nata yang berkeinginan mencoba memproduksi sebaiknya perlu diteliti lebih lanjut tentang ambang batas aman konsumsi nata dari kulit pisang secara keseluruhan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) no. 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam kemasan.

10

Page 13: materi kulit pisang

DAFTAR PUSTAKA

Ani Suryani,dkk. 2005. Membuat Aneka Nata. Jakarta : Panebar Swadaya Anonymous. 1996. Petunjuk Pratikum Mikrobiologi Pangan dan Industri.

Malang : Laboratorium Biologi Universitas Muhammadiyah Bambang Kartika, dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta : Pusat Antar

Universitas UGM Ch. Lilies Sutarminingsih. 2004. Peluang Usaha Nata de Coco. Yogyakarta : Kanisius Emma S. Wirakusumah. 2003. Buah dan Sayur Untuk Terapi. Jakarta : Panebar Swadaya John M. de Man. 1997. Kimia Makanan Edisi II. Bandung : Institut Teknologi Bandung Krus Haryanto, dkk. 1998. Pemanfaatan Limba Cair Tahu Menjadi Nata de Soya. Semarang :

Balai Pertanian dan Pengembangan Industri Lingga. 1989. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Panebar Swadaya Loekmonohadi. 2002. Paparan Perkuliahan Kimia Makanan. Semarang : Fakultas Teknik

UNNES L. Suhardiyono. 1988. Tanaman Kelapa Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta : Kanisius Muhammad Zainudin. 1996. Metode Penelitian. Yogyakarta : Kanisius M. Lies Suprapti. 2005. Aneka Olahan Pisang. Yogyakarta : Kanisius Munadjim. 1986. Teknologi Pengolahan Pisang. Jakarta : PT. Gramedia Nanik Setyowati. 2004. Karya Tulis Ilmiah. Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Berat,

Ketebalan, Kadar Serat dan Kekerasan Nata Jambu Mete. Semarang: Politeknik Kesehatan Semarang

Rindit Pambayun. 2002. Teknologi Penggolahan Nata de Coco. Yogyakarta : Kanisius Rony Palungkun. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta : Panebar Swadaya SNI 01- 2891- 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta : Departemen Perindustrian SNI 01- 4317- 1996. Nata dalam Kemasan. Jakarta : Departemen Perindustrian Soewarno T. Soekarno. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta : Bratara Karya Aksara Sri Suratiningsih. 1997. Pembuatan Nata dengan Menggunakan Berbagai Macam Buah dan

Limbah. Semarang : STIP Farming Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung : Tarsito Sugiono. 2005. Statistika dalam Penelitian. Bandung : Alfabeta Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta : Rineka

Cipta Suswahyundari. 1997. Eksperimen Pembuatan Nata dari Kulit Nanas. Semarang: Institut

Keguruan Ilmu Pendidikan Suyanti Satuhu dan Ahmad Supriyadi. 1996. Pisang Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar.

Jakarta : Panebar Swadaya Vincenht Gaspersz. 1991. Teknik Analisa dalam Penelitian Percobaan. Bandung: Tarsito Warisno. 2004. Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Jakarta : Argomedia Pustaka Winarno. F. G, dkk. 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta : PT. Gramedia YP. Saragih. 2004. Membuat Nata de Coco. Jakarta : Puspa Swara

11

Page 14: materi kulit pisang

HALAMAN PENGESAHAN

“Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata”

Telah dipertahankan dihadapan Panitia ujian Skipsi Fakultas Teknik Universitas Negeri

Semarang pada :

Hari : Rabu

Tanggal : 30 Agustus 2006

Ketua Sekretaris

Dra. Dyah Nurani S, M.Kes Dra. Erna Setyowati, M.Si NIP. 131764485 NIP. 131570062

Ketua Penguji

Dra. Zumiyati NIP. 130345752

Penguji 1

Saptariana, S. Pd. M. Pd NIP. 132093246

Penguji II

Dra. Atiek Z, M. Pd NIP. 131285578

Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknik

Prof. Dr. Soesanto, M. Pd NIP. 130875753

iv

Page 15: materi kulit pisang
Page 16: materi kulit pisang

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO : Kesabaran, kemauan, dan kerja keras disertai doa akan membuahkan hasil

yang maksimal.

PERSEMBAHAN :

1. Ayah dan Bunda tercinta terima kasih atas

kasih sayang dan doa-nya

2. Kakak (Mas Soni, Mas Andi, Mba Ida, Mba

Devi) dan kekasihku tersayang (Mas Budi)

yang telah memotivasiku

3. Sahabat – sahabatku yang setia memberikan

dukungan moril

4. Almamaterku tercinta.

v

Page 17: materi kulit pisang

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dalam

rangka penyelesaian studi Strata 1 guna mencapai gelar sarjana dengan judul “Perbedaan

Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata”. Peneliti menyadari sepenuhnya

bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak maka pada

kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang

terhormat :

1. Bapak dan Ibu tercinta yang dengan sabar memberikan motivasi dan mendoakan

dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Zumiati, dosen pembimbing l yang telah memberikan bimbingan, dukungan,

dan saran sehingga tersusunnya skripsi ini.

3. Ibu Saptariana, S.Pd, M.Pd, dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,

dukungan, dan saran sehingga tersusunnya skripsi ini.

4. Rekan-rekan seperjuangan Tata Boga Angkatan 2001 serta semua pihak yang tidak

dapat peneliti sebutkan satu per satu.

5. Ketua jurusan Teknik Jasa Produksi Universitas Negeri Semarang yang telah

memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan

kesempatan kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Semua pihak yang memberikan motivasi dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

vi

Page 18: materi kulit pisang

Semoga Allah SWT memberikan balasan setimpal atas jasa-jasa yang telah

memberikan bimbingan pada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan dan

pengalaman peneliti, namun demikian peneliti berharap semaga skripsi ini bermanfaat

bagi para pembaca. Amin.

Semarang, 7 Agustus 2006

Peneliti

Page 19: materi kulit pisang

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………... i

ABSTRAK………………………………………………………………………... ii

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………. iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………. v

KATA PENGANTAR……………………………………………………………. vi

DAFTAR ISI……………………………………………………………………… viii

DAFTAR TABEL………………………………………………………………… xii

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………… xv

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1

A. Latar Belakang…………………………………………………... 1

B. Perumusan Masalah……………………………………………... 3

C. Penegasan Istilah………………………………………………… 3

D. Tujuan Penelitian………………………………………………... 5

E. Manfaat Penelitian………………………………………………. 9

F. Sistematika Skripsi………………………………………………. 6

BAB II LANDASAN TEORI DAN HEPOTESA…………………………... 9

A. Landasan Teori…………………………………………………… 9

1. Tinjauan Tentang Nata…………………………………………. 9

a. Pengertian Nata……………………………………………… 9

b. Mikroorganisme Penghasil Nata…………………………….. 11

c. Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Nata……………… 20

Halaman

viii

Page 20: materi kulit pisang

d. Teknik Pembuatan Nata……………………………………... 27

e. Kualitas Nata………………………………………………… 35

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Nata…………... 37

2. Tinjauan Tentang Kulit Pisang………………………………… 44

B. Kerangka Berfikir………………………………………………… 50

C. Hipotesis………………………………………………………….. 51

BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………. 52

A. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………... 52

1. Populasi Penelitian……………………………………………… 52

2. Sampel Penelitian………………………………………………. 52

3. Teknik Pengambilan Sampel…………………………………… 52

B. Variabel Penelitian………………………………………………… 53

1. Variabel Bebas………………………………………………….. 53

2. Variabel Terikat………………………………………………… 53

3. Variabel Kontrol………………………………………………... 53

C. Jenis penelitian……………………………………………………... 54

D. Desain Penelitian…………………………………………………… 54

E. Pelaksanaan Penelitian……………………………………………… 57

F. Metode Pengumpulan Data…………………………………………. 63

1. Penilaian Subyektif……………………………………………. 63

2. Pelaksanaan Penilaian Subyektif……………………………… 65

3. Penilaian Obyektif…………………………………………….. 66

G. Instrumen Pengumpulan Data…………………………………….. 66

ix

Page 21: materi kulit pisang

1. Panelis agak terlatih…………………………………………… 67

2. Panelis Tidak Terlatih…………………………………………. 70

H. Analisis Data……………………………………………............... 71

1. Uji Prasyarat…………………………………………………... 72

a. Uji Homogenitas……………………………………………. 72

b. Uji Normalitas……………………………………………… 73

2. Uji Varian Klasifikasi Tunggal……………………………….. 74

3. Uji Tukey……………………………………………………… 76

4. Uji Laboratorium……………………………………………… 76

5. Uji Kesukaan………………………………………………….. 77

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………… 80

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data………………………………... 80

1. Uji Prasyarat…………………………………………………. 80

2. Hasil Uji Varian Klasifikasi Tunggal terhadap Nata Hasil

Eksperimen Berdasarkan Aspek Warna, Aroma, Rasa dan

Tekstur……………………………………………..................

3. Hasil Uji Tukey terhadap Nata Hasil Eksperimen……………

4. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat, Cemaran Mikroba

dan Ketebalan Nata ………………………………………….

5. Hasil Uji Kesukaan Masyarakat terhadap Nata Hasil

eksperimen …………………………………………………...

B. Pembahasan Hasil Penelitian………………………………………

x

Page 22: materi kulit pisang

1. Hasil Uji Kualitas Inderawi dengan Indikator Warna, Aroma,

Rasa, dan Tekstur Pada Nata Hasil Eksperimen dengan Variasi

Penggunaan Jenis Kulit Pisang………………………………...

2. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat Kasar, Cemaran

Mikroba TPC Colifrom dan Ketebalan Nata ………………….

3. Hasil Uji Kesukaan Masyarakat Terhadap Nata Hasil

Eksperimen…………………………………………………….

BAB V. PENUTUP……………………………………………………………

A. Simpulan…………………………………………………………..

B. Saran………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..

LAMPIRAN……………………………………………………………………….

.

..

xi

Page 23: materi kulit pisang

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persyaratan Air Minum Indonesia……………………………………... 25

Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Cara Membuat Nata……………………… 34

Tabel 3. Syarat Mutu Nata………………………………………………………. 37

Tabel 4. Kandungan Unsur Gizi Kulit Pisang…………………………………... 44

Tabel 5. Kandungan Kadar ph dan Pektin Kulit Pisang………………………… 45

Tabel 6. Pengacakan Pelakuan………………………………………………….. 55

Tabel 7. Formula Bahan Pembuatan Nata Kulit Pisang………………………… 59

Tabel 8. Rumus Uji Bartlett……………………………………………………... 72

Tabel 9. Analisis Varian Klasifikasi Tunggal…………………………………… 75

Tabel 10. Interval dan Kreteria Kesukaan………………………………………... 79

Tabel 11 Hasil Uji Homogenitas………………………………………………… 81

Tabel 12. Hasil Uji Normalitas…………………………………………………… 81

Tabel 13. Ringkasan Hasil Analisis Varian Nata de Musa dari Aspek Warna…… 82

Tabel 14. Ringkasan Perhitungan Uji Tukey dari Aspek Warna…………………. 83

Tabel 15. Nilai Rata-rata Uji Inderawi Pada Aspek Warna………………………. 84

Tabel 16. Hasil Analisis Varian Nata de Musa dari Aspek Aroma………………. 86

Tabel 17. Ringkasan Perhitungan Uji Tukey dari Aspek Aroma………………… 87

Tabel 18. Nilai Rata-rata Uji Inderawi dari Aspek Aroma………………………. 87

Tabel 19. Hasil Analisis Varian Nata de Musa dari Aspek Rasa………………… 89

Tabel 20. Ringkasan Perhitungan Uji Tukey dari Aspek Rasa…………………... 88

Halaman

xii

Page 24: materi kulit pisang

Tabel 21. Nilai Rta-rata Uji Tukey dari Aspek Rasa……………………………... 88

Tabel 22. Hasil Analisis Varian Nata de Musa dari Aspek Tekstur……………… 90

Tabel 23. Ringkasan Perhitungan Uji Tukey dari Aspek Tekstur………………... 91

Tabel 24. Nilai Rata-rata Uji Tukey dari Aspek Tekstur…………………………. 91

Tabel 25. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat Kasar

dan Cemaran Mikroba………………………………………………….. 93

Tabel 26. Hasil Uji Laboratorium Ketebalan Nata……………………………….. 95

Tabel 27. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Nata dari kulit pisang

Oleh Kelompok Remaja Putra………………………………………… 96

Tabel 28. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Nata dari kulit pisang

Oleh Kelompok Remaja Putri………………………………………….. 96

Tabel 29. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Nata dari kulit pisang

Oleh Kelompok Bapak-bapak………………………………………….. 97

Tabel 30. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Nata dari kulit pisang

Oleh Kelompok Ibu-ibu………………………………………………… 98

Tabel 31. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Setiap Sampel Nata dari kulit pisang

Dari 80 Panelis Tidak Terlatih…………………………………………. 99

xiii

Page 25: materi kulit pisang

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir…………………………………………… 50

Gambar 2. Pola Desain Acak Sempurna………………………………………... 55

Gambar 3. Skema Desain Acak Sempurna………………………….………….. 57

Gambar 4. Skema Pembuatan Nata dari Kulit Pisang…………………………... 62

Gambar 5. Histrogram Nilai Rata-rata Aspek Warna…………………………… 83

Gambar 6. Histrogram Nilai Rata-rata Aspek Aroma…………………………... 86

Gambar 7. Histrogram Nilai Rata-rata Aspek Rasa……………………………... 89

Gambar 8. Histrogram Nilai Rata-rata Aspek Tekstur………………………….. 92

Halaman

xiv

Page 26: materi kulit pisang

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Angket Pedoman Wawancara……………………………………. 117

Lampiran 2. Tabel Hasil Wawancara Calon Panelis Agak Terlatih…………… 120

Lampiran 3. Daftar Nama Calon Panelis Yang Memenuhi

Syarat Validitas Isi………………………………………………… 122

Lampiran 4. Fomulir Pengisian Validitas Isi…………………………………… 123

Lampiran 5. Data Perhitungan Validitas Isi Calon Panelis……………………... 125

Lampiran 6. Daftar Nama Calon Panelis Yang Memenuhi

Syarat Reliabelitas………………………………………………… 127

Lampiran 7. Formulir Pengisian Reliabelitas………………………………….. 128

Lampiran 8. Data Perhitungan Reliabelitas Calon Panelis…………………….. 130

Lampiran 9. Daftar Nama Panelis Agak Terlatih

Yang Memenuhi Syarat Uji Inderawi…………………………….. 133

Lampiran 10. Fomulir Uji Inderawi……………………………………………… 134

Lampiran 11. Data Uji Inderawi Panelis Agak Terlatih

Produk Nata de Musa Aspek Warna, Aroma, Rasa, dan Tekstur…. 136

Lampiran 12. Tabel Persiapan Perhitungan Anava Aspek Warna……………….. 138

Lampiran 13. Uji Homogenitas Aspek Warna…………………………………… 139

Lampiran 14. Uji Normalitas Aspek Warna……………………………………... 140

Lampiran 15. Perhitungan Anava Aspek Warna………………………………… 141

Lampiran 16. Uji Tukey Aspek Warna………………………………………….. 142

Lampiran 17. Tabel Persiapan Perhitungan Anava Aspek Aroma………………. 143

xv

Halaman

Page 27: materi kulit pisang

Lampiran 18. Uji Homogenitas Aspek Aroma………………………………….. 144

Lampiran 19. Uji Normalitas Aspek Aroma…………………………………….. 145

Lampiran 20. Perhitungan Anava Aspek Aroma………………………………… 146

Lampiran 21. Uji Tukey Aspek Aroma………………………………………….. 147

Lampiran 22. Tabel Persiapan Perhitungan Anava Aspek Rasa…………………. 148

Lampiran 23. Uji Homogenitas Aspek Rasa…………………………………….. 149

Lampiran 24. Uji Normalitas Aspek Rasa……………………………………….. 150

Lampiran 25. Perhitungan Anava Aspek Rasa………………………………….. 151

Lampiran 26. Uji Tukey Aspek Rasa……………………………………………. 152

Lampiran 27. Tabel Persiapan Perhitungan Anava Aspek Tekstur……………… 153

Lampiran 28. Uji Homogenitas Aspek Tekstur…………………………………. 154

Lampiran 29. Uji Normalitas Aspek Tekstur………………………………….… 155

Lampiran 30. Perhitungan Anava Aspek Tekstur……………………………..… 156

Lampiran 31. Uji Tukey Aspek Tekstur………………………………………… 157

Lampiran 32. Daftar Nama Panelis Tidak Terlatih……………………………….. 158

Lampiran 33. Fomulir Pengisian Uji Kesukaan…………………………………. 159

Lampiran 34. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Tidak Terlatih

Kelompok Remaja Putra………………………………………….. 161

Lampiran 35. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Tidak Terlatih

Kelompok Remaja Putri…………………………………………… 162

Lampiran 36. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Tidak Terlatih

Kelompok Bapak-bapak…………………………………………... 164

xvi

Page 28: materi kulit pisang

Lampiran 37. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Tidak Terlatih

Kelompok Ibu-ibu…………………………………………………. 165

Lampiran 38. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat dan Cemaran mikroba... 167

Lampiran 39. Hasil Uji Laboratorium Ketebalan Nata de Musa………………… 168

Lampiran 40. Hasil Uji Kadar pH dan Pektin Kulit Pisang……………….……... 171

Lampiran 41. Gambar Bahan-bahan Pembuatan Nata Kulit Pisang……………... 172

Lampiran 42. Gambar Agar Miring……………………………………………… 173

Lampiran 43. Gambar Sampel Nata de Musa…………………………………… 174

Lampiran 44. Gambar Label Nata de Musa…………………………………….. 175

Lampiran 45. Surat Tugas Dosen Pebimbing…………………………………… 176

Lampiran 46. Surat Pernyataan Selesai Bimbingan…………………………….. 177

xvii

Page 29: materi kulit pisang

.

Page 30: materi kulit pisang
Page 31: materi kulit pisang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kulit pisang adalah merupakan bahan buangan (limbah buah pisang)

yang cukup banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum

dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau

digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau.

Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang

menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan.

Jenis pisang banyak sekali antara lain pisang kepok, pisang ambon,

pisang raja, pisang kapas, pisang susu dan masih banyak jenis pisang lainnya

tetapi jenis pisang yang biasa digunakan oleh para pedagang pisang goreng,

molen goreng dan para pengusaha makanan yang menggunakan buah pisang

sebagai bahan baku pada umumnya adalah pisang raja, pisang kepok dan

pisang ambon, dimana buah pisang setelah diambil buahnya kulitnya

dibuang begitu saja di tempat pembuangan sampah dan belum dimanfaatkan

untuk dicoba sebagai bahan dasar makanan yang mengguntukan secara

ekonomi.

Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti

karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C

dan air.Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi

dan antibodi bagi tubuh manusia ( Munadjim, 1983:84)

Page 32: materi kulit pisang

2

Berdasarkan analisis kimia kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai

bahan baku pembuatan makanan (Munadjim, 1983:63). Produk yang telah

dihasilkan dari pengolahan kulit pisang diantaranya anggur kulit pisang.

Anggur kulit pisang merupakan hasil proses fermentasi oleh glukosa

(karbohidrat).

Nata merupakan produk makanan yang berasal dari proses

fermentasi seperti halnya anggur kulit pisang. Syarat untuk membuat produk

nata secara umum yaitu bahan dasar harus mempunyai kandungan

karbohidrat (glukosa) yang cukup tinggi (Saragih, 2004:3). Tanpa adanya

glukosa (karbohidrat) nata tidak dapat terbentuk. Kulit pisang ditinjau dari

kandungan unsur gizi ternyata mempunyai kandungan karbohidrat yang

cukup tinggi, yaitu 18,50g dalam 100g bahan (BPPI Surabaya dalam M. Lies

Suprapti, 2005:86) sehingga kulit pisang juga dapat dijadikan sebagai bahan

dasar dalam proses pembuatan produk nata.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis

berkeinginan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang nata dari

kulit pisang yang berbeda, dengan judul” Perbedaan Penggunaan Jenis

Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata ”

Page 33: materi kulit pisang

3

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dan dicari solusinya dalam sripsi

ini adalah :

1. Apakah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas

inderawi nata, dengan indikator warna, rasa, aroma dan tekstur?

2. Bagaimana ketebalan nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang

ambon kuning dan kulit pisang kepok putih?

3. Berapa kandungan serat, cemaran mikroba ( TPC Colifrom ) yang

terdapat pada nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon

kuning, dan kulit pisang kepok putih?

4. Bagaimana tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata kulit pisang

dengan penggunaan jenis kulit yang berbeda?

C. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahtafsiran dalam memahami penelitian yang

berjudul “Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang Terhadap Kualitas

Nata” Maka perlu diberi batasan terhadap beberapa istilah sebagai berikut:

1. Perbedaan

Membandingkan dengan menilai perbedaan dua sampel atau lebih

dengan menggunakan atau tanpa sampel pembanding ( Bambang Kartika,

1988:45). Sedangkan perbedaan dalam penelitiaan ini adalah adanya

perbedaan penggunaan kulit pisang yaitu kulit pisang raja nangka, kulit

Page 34: materi kulit pisang

4

pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih pada pembuatan nata,

untuk diketahui kualitasnya baik secara subyektif maupun obyektif.

2. Jenis kulit pisang

Suatu jenis bahan yang berasal dari buah pisang. Dalam penelitian ini

jenis kulit pisang yang digunakan adalah kulit pisang raja nangka, kulit

pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih dengan perbandingan

3:1 antara air dengan kulit pisang yang akan menghasilkan sari kulit

pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata.

3. Kualitas

Adalah sekumpulan sifat-sifat yang memberikan karakteristik tertentu

yang dapat membedakan suatu produk tersebut dan mempunyai pengaruh

nyata didalam menentukan derajat penerimaan konsumen yang

mencakup, warna, aroma, rasa, dan tekstur ( Bambang Kartika, 1988:1).

Sedangkan pada penelitiaan ini yang dimaksud dengan kualitas nata

adalah nata yang memiliki batasan mutu meliputi: 1) kualitas inderawi

yang bercirikan: warna putih (cenderung transparan), aroma khas seperti

buah aslinya (pisang raja nangka, pisang ambon kuning, dan pisang

kepok putih), rasa manis, teksturnya kenyal dan tebal 2) kandungan gizi

yaitu mengenai kandar serat kasar 3) jumlah cemaran mikroba TPC

Colifrom yang sesuai dengan persyaratan SNI tentang nata dalam

kemasan serta 4) tingkat kesukaan masyarakat terhadap produk nata hasil

eksperimen.

Page 35: materi kulit pisang

5

4. Nata

Nata adalah suatu jenis makanan yang dibuat dengan cara

memfermentasikan air kelapa atau sari buah. Nata merupakan makanan

yang berwarna putih transparan yang terasa kenyal yang merupakan

selulosa hasil sintesa gula atau glukosa oleh bakteri Acetobacter xylinum,

bersifat basah. Nata dalam penelitian ini adalah nata yang terbuat dari

kulit pisang.

Dari pengertian diatas secara singkat ”Perbedaan Penggunaan

Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata” dapat diartikan sebagai suatu

penelitian yang dilakukan secara sistematis dan terencana tentang

perbadaan penggunaan jenis kulit pisang pada pembuatan nata yaitu

dengan menggunakan kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon

kuning, dan kulit pisang kepok putih dibandingkan untuk melihat

kualitasnya baik secara subyektif (uji inderawi dan uji kesukaan) maupun

obyektif (penetapan kandungan serat kasar, cemaran mikroba TPC

Colifrom dan ketebalan nata)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan hasil nata yang menggunakan kulit pisang

raja nangka, kulit pisang kepok putih dan kulit pisang ambon kuning

dengan indikator warna aroma, rasa, dan tekstur.

2. Untuk mengetahui bagaimana ketebalan nata dari kulit pisang raja

nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih

Page 36: materi kulit pisang

6

3. Untuk mengetahui kandungan serat dan cemaran mikroba (TPC

Colifrom) nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang kepok putih

dan kulit pisang ambon kuning.

4. Untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata kulit

pisang dengan penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda.

E. Manfaat Percobaan

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Memberi masukan bagi masyarakat untuk lebih mendayagunakan kulit

pisang sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomisnya dan

menganekaragamkan hasil olahan dari kulit pisang melalui program

PKK.

2. Sebagai masukan bagi para pengusaha makanan yang menggunakan buah

pisang sebagai baha baku makanan, agar pengusaha mengetahui bahwa

kulit pisang dapat diolah menjadi makanan yang mempunyai nilai gizi

dan daya jual yang cukup tinggi.

3. Menambah pengalaman dan pengetahuan secara langsung bagi penulis

sehingga diharapkan penulis dapat membuka lapangan kerja sendiri

menjadi produsen nata kulit pisang.

4. Membuka peluang baru bagi para produsen nata untuk mencoba

memproduksi nata dari bahan baku kulit pisang.

Page 37: materi kulit pisang

7

F. Sistematika Skripsi

Sistematika skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian

pendahuluan, bagian isi, bagian akhir.

1. Bagian Pendahuluan

Bagian pendahuluan ini berisi halaman judul, halaman pengesahan,

halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel

dan daftar lampiran. Bagian ini berguna untuk memudahkan membaca

dan mengetahui isi skripsi.

2. Bagian Isi

Bagian isi terdiri dari lima bab: pendahuluan, landasan teori dan

hipotesis, metode penelitian, laporan hasil penilaian, dan penutup.

BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisi tentang alasan dan pemilihan judul,

permasalahan, tujuan penelitian, penegasan istilah, manfaat

penilaian dan sistematika skripsi.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini berisi tentang teori-teori yang menjadi landasan

penelitian dalam kegiatan penelitian, yaitu tentang teori nata,

bahan yang digunakan untuk membuat nata kulit pisang,

kerangka berpikir dan hipotesis. Landasan teori digunakan

sebagai landasan berpikir untuk melaksanakan penelitian dan

digunakan sebagai pedoman dalam penelitian.

BAB III : Metodologi Penelitian

Page 38: materi kulit pisang

8

Bab ini berisi tentang metode penelitian, populasi, sampel

dan variabel penelitian, metode pengumpulan data dan

instrumen. Metode ini berguna untuk menganalisis data dan

menguji kebenaran hipotesis.

BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bab ini berisi analisis data yang sudah diperoleh

kemudian digunakan untuk membuktikan kebenaran

hipotesis dan membahas mengenai hasil penelitian.

BAB V : Simpulan dan Saran

Pada bab ini berisi rangkuman hasil penelitian yang ditarik

dari analisis data, hipotesis dan pembahasan. Saran berisi

tentang perbaikan-perbaikan atau masukan-masukan dari

peneliti untuk perbaikan yang berkaitan dengan penelitian.

3. Bagian Akhir Skripsi

Bagian ini berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran, daftar pustaka

yang berisi tentang daftar buku, literatur yang berkaitan dengan

penelitian. Lampiran berisi kelengkapan skripsi dan analisis perhitungan

data.

Page 39: materi kulit pisang

9

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Tinjauan Tentang Nata

Tijauan tentang nata akan membahas pengertian nata, bahan yang

digunakan dalam pembuatan nata, teknik pembuatan nata, kualitas nata

dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas nata.

a. Pengertian Nata

Nata adalah kata Spanyol yang apabila diterjemahkan ke

dalam bahasa latin menjadi “natare” yang berarti terapung-apung

(Teodula dalam Suswahyundarti, 1997:8). Sedangkan “Ensiclopedia

Universall Ilustrade” mendefinisikan suatu lapisan yang terbentuk di

permukaan media yang mengandung gula. Media untuk pertumbuhan

bakteri nata dapat dibuat dalam air kelapa, sari nanas, sari tomat serta

sari buah-buahan lain yang mengandung banyak gula.

Nata termasuk produk fermentasi, seperti halnya anggur kulit

pisang. Biang yang digunakan adalah bakteri Acetobacter xylinum,

jika ditumbuhkan di media cair yang mengandung gula misalnya air

kelapa, bakteri ini akan menghasilkan asam cuka atau asam asetat

dan lapisan putih yang terapung-apung di permukaan media cair

tersebut. Lapisan putih itulah yang dikenal sebagai nata (Saragih,

2004:3).

9

Page 40: materi kulit pisang

10

Tanda awal tumbuhnya bakteri nata (Acetobacter xylinum)

dapat dilihat dari keruhnya media cair tadi setelah difermentasi

selama 24 jam pada suhu kamar. Lapisan tipis yang tembus cahaya

mulai terbentuk di permukaan media dan cairan di bawahnya menjadi

semakin jernih setelah difermentasi selama 36-48 jam (Saragih,

2004:4).

Nata dikembangkan pertama kali di negara Filipina.

Percobaan pengembangan di Indonesia dilakukan di Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian Bogor tahun

1975 (Warisno, 2004:1). Nata dikenal tidak hanya di daerah asalnya

saja tetapi sudah meluas sampai ke manca negara sebagai makanan

pencuci mulut (dessert) yang banyak disukai. Nata berbentuk padat,

putih bersih mirip kelapa muda dan rasanya menyerupai kolang-

kaling. Kandungan terbesar dalam nata adalah air 98% (Steinkreus

dalam Suswanhyundarti, 1997:8).

Nata sangat baik dikonsumsi terutama oleh mereka yang diet

rendah kalori atau diet tinggi serat, kandungan air yang tinggi

berfungsi untuk memperlancar proses metabolisme tubuh. Serat nata

di dalam tubuh manusia akan mengikat semua unsur sisa hasil

pembakaran yang tidak diserap oleh tubuh, kemudian dibuang

melalui anus berupa tinja atau bolus (Bagus Handoko dalam

Suswahyundarti, 1997:9).

Page 41: materi kulit pisang

11

Kini di Indonesia nata banyak dijumpai di pasar-pasar atau

supermarket. Nata dijual dalam bentuk awetan air gula yang dikemas

dalam botol atau plastik. Selain itu sering pula ditambahkan bahan

lain untuk memberi cita rasa yang spesifik, misalnya esen atau flaour

buah-buahan.

b. Mikroorganisme penghasil nata

Bakteri asam asetat termasuk mikroorganisme penghasil nata

yang dapat membentuk asam asetat melalui proses oksidasi metil

alkohol menjadi asam asetat dan mampu mengoksidasi komponen-

komponen organik lain, termasuk asam asetat sendiri.

Menurut Ch. Lilies Sutarminingsih (2004:24), bakteri

Acetobacter xylinum dapat diklasiflkasikan dalam golongan:

Divisio : Protophyta Kelas : Schizornycetes Ordo : Pseudomonnales Famili : Paseudomonas Genus : Acetobacter Spesies : Acetobacter xylinum

Menurut Rindit Pambayun (2002:25), sifat-sifat bakteri

Acetobacter xylinum dapat diketahui dari sifat morfologi, sifat

fisiologi dan pertumbuhan selnya.

1) Sifat morfologi

Acetobakter xyilnum merupakan bakteri berbentuk batang

pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar 0,6 mikron

dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa

Page 42: materi kulit pisang

12

membentuk rantai pendek dengan satuan 6 - 8 sel. Bersifat tidak

mudah bergerak ( non motil ).

Bakteri ini tidak berwarna dan tidak mempunyai spora

yang tebal didalam dinding selnya. Pertumbuhan bakteri dapat

dilihat oleh mata pada medium cair setelah 48 jam dan akan

membentuk lapisan palikel ( film pada medium cair) sehingga

dapat dengan mudah diambil dengan jarum ose ( jarum yang

terbuat dari kawat dengan ujung berbentuk lingkaran ) untuk

memindahkan biakan ( kultur).

2) Sifat fisiologi

Bakteri ini dapat membentuk asam dari bahan glukosa

(C6H12O6 ), etil alkohol ( C2H5OH ) dan propil alkohol (C3H7OH),

tidak membentuk senyawa busuk yang beracun dari hasil

peruraian protein (indol) dan mempunyai kemampuan

mengoksidasi asam asetat (CH3COOH) menjadi CO2 dan H2O.

Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki

kemampuan untuk menggabungkan reaksi antar glukosa

(polimirisasi) sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa

tersebut membentuk materi yang dikenal sebagai nata. Faktor-

faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisiologi dalam

pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman,

temperatur dan ketersediaan oksigen.

3) Pertumbuhan sel

Page 43: materi kulit pisang

13

Menurut Rindit Pambayun (2002:26), Bakteri umunnya

memperbanyak diri secara pembelahan biner yang berarti satu sel

akan membelah menjadi dua sel baru. Waktu yang diperlukan

untuk mengadakan perbanyakan dari satu sel menjadi dua sel baru

disebut waktu generasi, bakteri akan melewati beberapa fase

pertumbuhan sebagai berikut :

a) Fase adaptasi

Fase ini bakteri belum memperbanyak diri tetapi baru

mulai membesar yaitu dengan adanya makanan dan

penyesuaian diri dalam lingkungan baru. Bahkan sebagian

bakteri mati sehingga hanya bakteri yang kuat saja yang

nantinya dapat memperbanyak diri.

b) Fase pertumbuhan awal

Bakteri pada fase ini memperbanyak diri secara

lambat. Bakteri mulai membesar mendekati ukuran

maksimum, hal ini disebabkan karena adanya permulaan

aktifitas metabolisme. Pada fase ini waktu memperbanyak sel

semakin lama semakin sedikit

c) Fase pertumbuhan eksponsial

Fase ini disebut juga sebagai fase pertumbuhan

logaritma, yang ditandai dengan pertumbuhan yang sangat

cepat. Pada fase ini waktu yang dibutuhkan untuk pembelahan

diri (waktu generasi) paling pendek dan konstan. Jumlah

bakteri untuk setiap waktu generasinya menjadi duakali lipat.

Page 44: materi kulit pisang

14

Selama fase ini ukuran sel paling minimum, dinding sel paling

tipis dan metabolisme paling kuat.

d) Fase pertumbuhan lambat

Fase ini, kecepatan pembelahan sel berkurang dan

jumlah sel yang mati bertambah, hal ini disebabkan karena

ketersediaan nutrisi telah berkurang, terjadi penimbunan zat-

zat beracun (metabolit toksik), dan adanya perubahan pH.

jumlah sel yang mati.

e) Fase pertumbuhan tetap

Fase ini, jumlah sel yang hidup menjadi tetap

(stasioner), hal ini disebabkan karena adanya pengurangan

makanan dan penimbunan zat-zat beracun secara terus

menerus sehingga perbanyakan sel terhambat dan dapat

menyebabkan kematian sel. Lamanya fase ini tergantung

kepada kepekaan sel terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan sel tersebut.

f) Fase menuju kematian

Pada fase ini, bakteri mulai mengalami kematian

karena nutrisi telah habis dan sel kehilangan banyak energi

cadangannya.

g) Fase Kematian

Pada Fase ini, sel dengan cepat mengalami kematian,

hampir merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Sel yang

Page 45: materi kulit pisang

15

hidup semakin lama semakin sedikit karena sel yang mati

semakin banyak. Kecepatan kematian dipengaruhi oleh

nutrisi, lingkungan dan bakteri. Untuk Acetobacter xylinum,

fase ini dicapai setelah hari kedelapan hingga kelima belas.

Pada fase ini, Acetobacter xylinum tidak baik apabila

digunakan sebagai bibit nata.

4) Jenis bibit nata dan teknik pembuatannya.

Bibit nata, mula-mula dapat diisolasi dari air kelapa atau

buah-buahan yang telah masak. Dari hasil isolasi, selanjutnya

dikembangbiakkan sebagai bibit nata yang siap pakai. Isolat yang

dihasilkan sebagian disimpan sebagai kultur stok atau sebagai

bahan dalam penelitian pengembangan kemampuan Acetobakter

xylinum.

Menurut Rindit Pambayun (2002:30), Bibit nata dapat

dikategorikan menjadi dua jenis berdasarkan pada cara pembuatan

yang mudah diusahakan yaitu kultur agar miring, dan kultur siap

pakai (starter).

1) Kultur Siap Pakai (starter).

Bibit nata biasanya disiapkan saat seseorang sedang

melakukan penyiapan pembuatan nata. Syarat pertama yang harus

diperhatikan adalah bahwa wadah yang digunakan harus benar-

benar bersih dan sebaiknya transparan sehingga kondisi bibit

dapat diamati dari luar.

Page 46: materi kulit pisang

16

Pembuatan bibit nata dilakukan dengan cara yang hampir

sama dengan pembuatan nata, perbedaannya yaitu pada

pembuatan nata campuran dari semua bahan dimasukkan dalam

nampan. Sedangkan pada pembuatan bibit, campuran tersebut

dimasukkan dalam botol yang telah disiapkan.

Pembuatan nata atau bibit, kualitas bibit harus diketahui

terlebih dahulu secara pasti, sebelum bibit tersebut digunakan.

Adapun beberapa indikator kualitas bibit nata yang baik adalah

kekeruhan yang timbul secara merata, permukaan lapisan nata

yang rata dan licin, tidak berbentuk buih. Kekeruhan yang tidak

rata memungkinkan bibit terkontaminasi oleh spora jamur.

Nata yang terbentuk tidak merata atau bergelombang

menandakan pertumbuhan yang tidak merata. Terbentuknya buih

menunjukkan adanya gas seperti CO2 atau NH3 yang diakibat

adanya mikroba kontaminan. Meskipun preparasi saat pembuatan

bibit telah diusahakan secara maksimal, namun sering kali bibit

yang dihasilkan tetap berkualitas kurang baik. Dalam hal ini

media yang digunakan untuk memperbanyak bibit perlu ditambah

dengan suplemen berupa zat nutrisi. Penambahan nutrisi sebagai

suplemen biasanya dilakukan dengan menambahkan ekstrak buah

nanas. Untuk tiap 10 liter media, cukup ditambahkan ekstrak dari

satu buah nanas, penambahan air sesedikit mungkin atau bahkan

Page 47: materi kulit pisang

17

tanpa penambahan air. Dengan penambahan nutrisi dari ekstrak

buah nanas, pertumbuhan Acetobacter xylinum akan membaik.

Jika setelah ditambah dengan nutrisi, pertumbuhan tetap

kurang baik (ditandai dengan kekeruhan tidak merata, permukaan

lapisan nata bergelombang dan timbul buih) maka perlu dilakukan

propagasi (penanaman dalam media cair). Acetobacter xylinum

dari agar miring yang disimpan sebagai kultur stok propagasi

dilakukan dua atau tiga kali sebelum bibit digunakan, yang

merupakan langkah penggandaan skala. Adapun tujuan dari

propagasi tersebut adalah agar Acetobacter xylinum yang telah

disimpan sebagai kultur stok dalam suhu rendah untuk periode

relatif lama mampu beradaptasi dengan kondisi pertumbuhan baru

pada suhu kamar dalam media cair. Disamping itu, propagasi

merupakan langkah yang dilakukan untuk memperoleh jumlah

dan konsentrasi suspensi sel yang dapat mencukupi sesuai dengan

tingkat kebutuhan. Pada saat melakukan propagasi kultur stok,

tidak jarang seseorang mengalami kegagalan. Oleh karena itu

diperlukan ketekunan dan kecermatan tersendiri dalam melakukan

propagasi bibit nata tersebut.

2) Pembuatan Kultur Agar Miring.

Kultur agar miring digunakan sebagai bibit cadangan

apabila bibit siap pakai mengalami kerusakan. Oleh karena itu,

kultur agar miring dalam industri nata disebut sebagai kultur

Page 48: materi kulit pisang

18

stok. Kultur stok bisa tahan hingga tiga bulan jika disimpan dalam

suhu dingin. Paling lambat setiap tiga bulan, kultur stok harus

diremajakan lagi dengan menggunakan media yang sama. Apabila

tidak dilakukan peremajaan, Acetobacter xylinum dikawatirkan

akan mengalami penurunan kemampuan, mutasi atau mati selama

dalam penyimpanan.

Menurut Ani Suryani, Erliza Hambali dan Prayoga

Suryadarma (2005:30), bahan dan proses pembuatan kultur agar

miring (biakan murni) adalah sebagai berikut :

a) Bahan : Biakan murni Acetobacter xylinum, asam asetat 25%

sampai pH 3-4, 100g glukosa, 5g ekstrak ragi, 5g K2HPO4, 0,6g

(NH4)2SO4, 0,2g MgSO4, 18g agar-agar dan 1000ml air kelapa.

b) Cara membuat :

(1) Seluruh bahan baku disiapkan, kemudian ditimbang dan

ditakar

(2) Alkohol disemprotkan ketangan untuk mensterilkan tangan.

(3) Membuat larutan pertama yaitu dengan cara mencampurkan

18g agar ke dalam 500ml air kelapa. Setelah itu dipanaskan ,

kemudian ditambahkan 5g ekstrak ragi dan diaduk sampai

larut.

(4) 3ml larutan pertama dimasukan ke dalam tabung reaksi dan

ditutup dengan kapas steril.

Page 49: materi kulit pisang

19

(5) Membuat larutan kedua yaitu dengan mencampurkan 100g

glukosa, asam asetat 25%, glukosa, 5g ekstrak ragi, K2HPO4,

(NH4)2SO4, MgSO4, dan 500ml air kelapasambil diaduk.

(6) 3ml larutan kedua dimasukan ke dalam tabung reaksi dan

ditutup dengan kapas steril.

(7) Tabung reaksi disterilkan menggunakan air mendidih di dalam

panci selama 20 menit.

(8) Tabung reaksi diangkan dan didinginkan dalam wadah tabung

reaksi.

(9) Tabung reaksi yang berisi larutan pertama dituang ke dalam

tabung reaksi kedua, kemudian tabung reaksi tersebut ditaruh

dengan posisi miring sekitar 150 dan dibiarkan sampai

mengeras.

(10) Inokulum (bibit biakan) disiapkan terlebih dahula. Alkohol

disemprotkan ke tangan agar tangan steril.

(11) Jarum ose dipanaskan menggunakan bunsen spritus, kemudian

gunakan untuk mengambil inokulum pada agar miring.

(12) Agar miring diletakan ke dalam wadah inkubasi sampai

bakteri tumbuh dan terlihat mengilat. (Gambar terlampir hal

172 )

Hasil yang diperoleh selanjutnya diberi label yang memuat

beberapa informasi terutama mengenai nama mikroorganisme, asal

isolasi, jenis media yang digunakan, tanggal isolasi dan nama yang

melakukan isolasi. Isolat selanjutnya disimpan sebagai kultur stok

Page 50: materi kulit pisang

20

c. Bahan yang Digunakan dalam Pembuat Nata

Agar diperloleh nata kualitas baik perlu memperhatikan

bahan-bahan yang digunakan. Menurut Saragih (2004:16), untuk

membuat nata, pemilihan bahan dasar dan bahan pembantu sangat

penting dalam menentukan produk akhir. Berikut bahan-bahan yang

digunakan dalam pembuatan nata mentah hingga produk nata siap

saji.

1) Bahan Dasar atau Media pembuatan nata

Bahan dasar yang digunakan dalam proses pembuatan nata

disesuaikan dengan jenis nata yang akan dibuat. Syarat dari bahan

dasar untuk membuat nata adalah bahan tersebut mempunyai

kandungan karbohidrat (Saragih, 2004:3).

2) Gula pasir

Gula adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebut

salah satu jenis karbohidrat yang berasa manis umumnya berupa

sukrosa. Gula ini berwarna putih dan berbentuk kristal, serta

mempunyai rasa yang sangat manis, gula ini diproduksi dari tebu atau

bit. Fungsi gula dalam pembuatan nata adalah sebagai sumber

karbohidrat bagi pertumbuhan bakteri nata dan juga digunakan untuk

memenuhi kebutuhan energi metabolisrne sel bakteri tersebut.

Menurut Krus Haryanto (1993:16), gula yang digunakan

dalam pembuatan nata sebanyak 5-10% dari berat bahan dasar nata

(media). Dengan penambahan 5-10 persen gukosa, enzim

Page 51: materi kulit pisang

21

polisakarida ekstraseluler (enzim yang menyusun glukosa menjadi

selulosa materi nata) akan dibentuk secara optimal.

Gula yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula pasir

putih SHS (Superieurd Hoold Suiker). Gula pasir jenis SHS ini

berwarna putih, kering, dan tidak ada kotorannya (Gautra dalam

Suswahyundari, 1997:15)

3) Asam asetat glasial

Asam asetat glasial merupakan asam asetat dengan

konsentrasi 25% persen. Asam asetat (CH3COOH) adalah sejenis

cairan bening atau kristal halus yang dicampur dengan air atau

alkohol. Nama lain dari asam asetat adalah ethanoid acid, ethylic

acid, vinegar acid, dan acetocarboxylic acid. Asam asetat bersifat

menyangga keseimbangan larutan dan mengasamkan larutan

(Grand dalam Suswahyundari, 1997:15).

Pada pembuatan nata, penambahan asam asetat bertujuan

untuk menurunkan pH media fermentasi. Penurunan pH media ini

dilakukan agar dicapai pH yang optimum bagi pertumbuhan

bakteri Acetobakter xylinum.

Tingkat keasaman media dapat diketahui dengan

mengukur pH media sebelum pemasakan. Pengukuran ini

menggunakan alat yang disebut pH meter atau kertas pH. Setelah

diketahui pH awal baru ditambahkan asam asetat glacial sebanyak

1 persen. Penambahan asam asetat glacial ini hingga didapat pH

4-5 (Saragih, 2004:19).

Page 52: materi kulit pisang

22

Pemilihan Asam asetat yaitu dipilih Asam asetat glasial

dengan konsentrasi 25% persen atau disebut dengan asam cuka

yang berupa cairan bening dengan aroma asam yang tajam .

4) Bibit nata (Starter)

Seperti halnya pada pembuatan beberapa makanan dan

minuman hasil fermentasi, pembuatan nata juga memerlukan

bibit. Starter atau bibit nata yang digunakan merupakan bahan

yang penting, sebab tanpa starter nata tidak akan terbentuk

Pembentukan nata memerlukan starter sebanyak 10-20

persen dari volume media sebagai bibit mikroba ( Saragih, 2004:

29). Dengan adanya jumlah stater yang sesuai, maka bakteri

dapat mencapai pertumbuhan secara optimum. Umur kultur

Acetobacter xylinum yang digunakan dalam fermentasi

berpengaruh terhadap pembentukan nata. Yang dimaksud umur

kultur di sini yaitu umur dari bakteri Acetobakter xylinum setelah

dilakukan inokulasi (pemindahan/pembaharuan bibit nata

Acetobakter xylinum pada media yang baru). Semakin tua umur

kultur yang digunakan, maka nata yang dihasilkan juga semakin

berkurang. Untuk mencapai hasil maksimum diperlukan kultur

muda berumur 48 jam, karena pada umur tersebut merupakan fase

logaritma dari Acetobacter xylinum ( Ridit Pambayu, 2002:30 ).

Pada fase logaritma, waktu generasi Acetobacter xylinum paling

pendek dan konstan, jumlah bakteri untuk generasinya menjadi

Page 53: materi kulit pisang

23

dua kali lipat dan metabolismenya paling giat. Syarat-syarat

pemakaian starter dalam pembuatan nata yaitu starter berbentuk

cairan, tidak berjamur dan bersih dari kotoran. Pemilihan stater

yaitu dipilih stater yang berumur muda yaitu 5-7 hari, berbentuk

cairan, tidak ada kotorannya atau jamur ( Saragih, 2004:20 ).

5) Pupuk ZA

Penggunaan ZA (Zwavelzuur Ammonium) dalam

pembuatan nata adalah sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhan

Acetobakter xylinum. Pemakaian ZA dalam pembuatan nata yaitu

0,3 persen dari volume media. Syarat-syarat ZA dalam pembuatan

nata yaitu berbentuk kristal atau butiran, berwarna putih dan

bersih dari kotoran. Pemilihan ZA yaitu dipilih ZA yang

berbentuk kristal, berwarna putih, dan mudah larut dalam air,

bergaris tengah kurang lebih 1 mm, mempunyai kadar nitrogen

45-46 persen (Lingga,1992:20).

Pupuk ZA ini apabila terkena panas mudah menguap dan

cepat larut. Jadi penggunaan pupuk ZA ini tidak berbahaya untuk

kesehatan (Saragih, 2004:18).

6) Air

Air dalam pembuatan nata dari kulit pisang sangat

dibutuhkan. Sehingga harus memenuhi syarat kreteria air yang

bersih dan sehat. Menurut Loekmonohadi (2002:5), air dikatakan

Page 54: materi kulit pisang

24

bersih dan sehat apabila memenuhi syarat-syarat fisika, kimia,

mikrobiologi dan radioaktif, sebagai berikut:

a) Syarat fisik yaitu tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak

berbau.

b) Syarat kimia yaitu tidak menggandung bahan kimia tertentu

dalam rentang yang dapat membahayakan kesehatan

contohnya Ca, Fe, Cu, Mn, dan lain-lain.

c) Syarat mikrobiologi yaitu tidak menggandung mikrobiologi

yang membahanyakan seperti bakteri Coli.

d) Syarat radioaktif yaitu tidak menggandung bahan-bahan

radioaktif seperti Alfa dan sinar Beta.

Adapun persyaratan air minum menurut Departemen

Kesehatan RI tertera pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Persyaratan Air minum di Indonesia.

Kandungan Batasan Rasa Bau Warna Kekeruhan Zat organik Nitrat Nitrit Cl/SO4 Fe Kesadahan total Zn Pb As PH F Cu Mn Sisa kh Bakteri coli

Tidak mengganggu Tidak mengganggu 25 ppm 1,0-l0 ppm 10 ppm 20 ppm - 125 ppm 0,2 ppm 5-10 D 3,0 ppm 0,5 ppm 0,5 ppm 5,5 - 8,5 1,5 ppm 3,0 ppm 0,1 ppm - Tidak ada dalam 100 masalah

Sumber : SNI 01-2891-1992.

e) Bahan tambahan untuk nata siap saji

(1) Esen atau Flavor

Page 55: materi kulit pisang

25

Penggunaan esen bertujuan untuk memperoleh

citarasa dan aroma tertentu. Ada dua golongan flavor,

yaitu alami dan sintetik. Flavor alami diperloleh dari

bagian keseluruhan tanaman atau jarigan hewan,

sedangkan flavor sintetik dibuat dari bahan kimia yang

identik dengan flavor alami ( Saragih, 2004:20)

Flavor yang digunakan pada produk nata, berupa

flavor buah-buahan, seperti citarasa leci, apel, durian,

stoberi, dan citarasa pandan. Dosis penggunaan flavor

sekitar 0,8-1g per liter larutan sirup gula.

Flavor yang digunakan harus mempunyai sifat-

sifat; mudah tercampur dengan komponen lain,

kelarutanya cukup tinggi, tidak ada rasa tambahan , tahan

terhadap asam, kemurnia cukup tinggi, tahan terhadap

panas dan stabil terhadap cahaya.

(2) Asam Sitrat

Penambahan Asam sitrat didalam proses

pembuatan nata fungsinya untuk memperkuat dan

mempertahankan rasa, serta menghambat pertumbuhan

kapang. Asam sitrat mempunyai rasa asam yang tajam,

dan pH rendah. Dosis penggunaannya 0,75g untuk setiap

satu liter air atau bahan dasar nata. Proses penambahan

Asam sitrat dalam produk nata dilakukan setelah nata

Page 56: materi kulit pisang

26

direbus dalam sirup gula selama 15 menit(Saragih,

2004:21)

(3) Natrium Benzoat

Natrium benzoat digunakan untuk mencegah

pertumbuhan kamir dan bakteri. Natrium benzoat lebih

efektif dalam bentuk asam, yaitu pada pH 2,5-4,0,.

Sebelum digunakan senyawa ini terlebih dahulu

dilarutkan dalam air panas. Selanjutnya, larutan ini

dicampurkan ke dalam sirup gula sebelum penambahan

asam sitrat. Dosis penggunaanya sekitar 300-500ppm

untuk setiap satu liter sirup gula. Penambahan Natrium

benzoat pada pruduk nata yaitu nata dalam keadaan tidak

terlalu panas setelah direbus dalam sirup gula sampai

mendidih atau dalam keadaan hangat(suam-suam kuku)

(Saragih, 2004:21)

d. Teknik Pembuatan Nata

Ada beberapa teknik membuat nata. Setiap teknik memiliki

kelebihan dan kekurangan. Menentukan teknik yang akan digunakan

didasarkan pada faktor –faktor pendukung yang paling sesuai dengan

kondisi setempat. Contohnya kemudahan memperloleh semua bahan

yang diperlukan, harga murah, proses relatif sederhana, dan hasil

yang diperloleh memuaskan. Berikut ini Teknik-teknik sebagaimana

Page 57: materi kulit pisang

27

yang dikemukakan oleh Warisno,(2004:13) untuk membuat nata

yaitu sebagai berikut:

1) Cara Pertama

c) Membuat bibit atau starter

(1) Bahan

Biakan murni Acetobacter xylinum, 200g gula pasir, 10g

pupuk ZA, 2liter air kelapa, dan 20ml asam cuka glasial

25% yang digunakan untuk mengatur pH larutan menjadi

3-4.

(2) Peralatan

Botol, kertas koran bekas, panci, timbangan, pH meter

atau kertas lakmus, dan ruang inkubasi.

(3) Cara membuat

Air kelapa didiamkan sampai kotoranya mengedap,

disaring dengan kain kasa dan dipanaskan di atas api besar

sampai mendidih. Asam cuka dan gula pasir ditambahkan

aduk sampai larutan tercampur rata. Larutan harus

mempunyai pH 3-4, kemudian dimasukkan satu liter air

kelapa dan pupuk ZA kedalam rebusan air kelapa yang

sedang mendidih. Setelah larutan ini mendidih selama 15

menit, dituang ke dalam botol dan ditutup rapat dengan

kertas koran. Setelah dingin,ditambahkan 4ml suspensi

biakan murni Acetobakter xylinum ke dalam setiap botol,

Page 58: materi kulit pisang

28

kemudian disimpan di ruang inokulasi dalam posisi

miring. Selama satu minggu paada permukaan akan

terbentuk lapisan berwarna putih, berarti starter sudah jadi

dan siap digunakan.

d) Membuat Nata

(1) Bahan

10 botol starter (kapasitas setiap botol 200ml), 2kg gula

pasir, 100g pupuk ZA, 20liter bahan dasar nata, dan 200ml

asam cuka glasial.

(2) Peralatan

Baki atau loyang plastik, panci, timbangan ,kompor, pH

meter atau kertas lakmus.

(3) Cara membuat

Sepuluh liter bahan dasar nata didiamkan sampai

kotoranya mengendap, disaring dengan kain kasa

kemudian dipanaskan di atas api besar sampai mendidih,

selama perebusanharus diaduk. Asam cuka dan gula pasir

ditambahkan, diaduk sampai larutan tercampur rata,larutan

ini harus memiliki pH 3-4.Ditambahkan lagi sepuluh liter

bahan dasar nata ke dalam larutan yang masih mendidih.

Pupuk ZA dimasukkan ke dalam larutan yang mendidih

sambil diaduk, kotoran yang muncul di permukaan

dibuang, kemudian dididihkan selama 15 menit,panci

Page 59: materi kulit pisang

29

diangkat dan dibiarkan agak dingin. Larutan dituangkan

ke dalam baki atau loyang plastik (ukuran 25x40cm)

sebanyak satu liter,disimpan di ruang fermentasi, setelah

dingin starter dimasukkan ke dalam cairan media nata.

Baki atau loyang ditutup dengan kertas koran dan diikat

dengan karet gelang sampai rapat, dibiarkan selama 8-14

hari.

2) Cara Kedua

a) Membuat bibit atau starter

(1) Bahan

Bahan yang diperlukan adalah 6kg buah nanas yang sudah

matang, 3liter air bersih, dan 1kg gula pasir.

(2) Peralatan

Peralatan yang diperlukan antara lain pisau stainless, parut

atau blender, timbangan, kom plastik, botol, kertas koran,

karet dan ruang inkubasi.

(3) Cara Membuat

Buah nanas dikupas, dibuang bagian matanya dan dicuci

dengan air bersih,kemudian dipotong-potong dengan

ukuran 2x2cm, kemudian diblender atau buah nanas yang

masih utuh diparut. Buah nanas diperas sampai sari

bauhnya habis. Sari buah nanas dicampur dengan air dan

gula, diaduk sampai semua bahan tercampur rata,

kemudian direbus. Bahan biakan dimasukkan ke dalam

Page 60: materi kulit pisang

30

botol yang sudah disterilkan, ditutup dengan kertas koran

dan diikat dengan karet. Botol-botol tersebut disimpan di

ruang fermentasi selama satu minggu, setelah satu minggu

akan terbentuk lapisan tipis yang berwarna putih. Lapisan

ini yang dinamakan Acetobacter xylinum.

b) Membuat Nata

(1) Bahan

Starter, gula pasir, pupuk ZA, bahan dasar nata, dan asm

cuka glasial.

(2) Peralatan

Loyang plastik, panci, timbangan, kompor, pH meter, dan

ruang inkubasi.

(3) Cara Membuat

Bahan dasar nata didiamkan sampai kotoranya

mengendap, disaring dengan kain kasa dan dipanaskan

diatas api besar sampai mendidih, selama direbus bahan

dasar nata harus diaduk. Pupuk ZA dan gula pasir

dimasukkan, diaduk sampai tercampur rata.kotoran yang

muncul dipermukaan larutan harus dibuang. Larutan

tersebut dididihkan selama 15 menit, panci diangkat dan

dibiarkan sampai agak dingin. Asam cuka ditambahkan,

sampai memiliki pH 3-4. Apabila derajat keasaman kurang

dari pH 3-4, pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum

kurang optiomal sehingga kualitas nata yang dihasikan

kurang baik. Larutan dituang ke dalam loyang plastik

Page 61: materi kulit pisang

31

sebanyak satu liter, starter dimasukkan sebanyak 100ml,

kemudian loyang ditutup dengan kertas koran dan diikat

dengan karet gelang. Disimpan di ruang fermentasi selama

satu minggu.

3) Cara Ketiga

a) Membuat bibit atau starter

(1) Bahan

Biakan murni Acetobacter xylinum, dua sendok makan

gula pasir, dua sendok makan pupuk ZA, lima liter air

kelapa, dan seperempat gelas asam cuka.

(2) Peralatan

Botol, kertas koran, panci, timbangan, kertas lakmus atau

pH meter, alat penyaring atau kain kasa, kompor, dan

ruang inkubasi.

(3) Cara Membuat

Air kelapa didiamkan sampai kotoranya mengendap,

kemudian disaring menggunakan kain kasa. Air kelapa

direbus dengan api besar sampai mendidih, selama direbus

air kelapa harus diaduk, dididihkan selama 15 menit,

ditambahkan pupuk ZA, gula pasir dan asam cuka, larutan

diaduk sampai memikiki pH 3-4. larutan yang masih panas

dituang ke dalam botol yang sudah disterilkan. Setiap

Page 62: materi kulit pisang

32

botol diisi larutan sebanyak dua pertiga bagian. Botol

ditutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet

gelang, disimpan diruang inkubasi selama satu minggu.

Setelah satu minggu, di permukaan media akan terbentuk

lapisan berwarna putih, berarti starter sudah jadi dan siap

digunakan.

b) Membuat Nata

(1) Bahan

Starter, empat sendok makan gula pasir, empat sendok

makan pupuk ZA, sepuluh liter bahan dasar nata, dan

setengah gelas asam cuka.

(2) Peralatan

Loyang plastik, panci, kompor, kertas lakmus, pengaduk,

alat saring, gelas, karet gelang, kertas koran, pisau

stainless, sendok makan dan ruang fermentasi.

(3) Cara Membuat

Bahan dasar nata didiamkan sampai kotoranya

mengendap, disaring dengan kain kasa, kemudian direbus

sampai mendidih selama 15 menit. Pupuk ZA, gula pasir,

Page 63: materi kulit pisang

33

dan asam cuka dimasukan, diaduk sampai tercampur rata..

larutan yang masih dalam keadaan panas tersebut

dimasukan ke dalam loyang plastik, setiap loyang diisi

sebanyak satu liter larutan. Larutan yang sudah dingin

disimpan di rak fermentasi, ditutup dengan kertas koran

dan diikat dengan karet gelang, diamkan selama 24 jam.

Starter sebanyak 100ml dimasukan ke dalam setiap satu

loyang, disimpan di ruang fermentasi selama satu minggu.

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah cara

yang ketiga karena lebih mudah dan praktis bagi peneliti.

Meninjau ada beberapa teknik yang dapat digunakan

dalam proses pembuatan nata maka dapat disimpulkan kelebihan

dan kekurangan dari ketiga teknik yang ada sebagai beriku :

Page 64: materi kulit pisang

34

Tabel 2. Kelebihan dan kekuranggan cara membuat nata

Cara Membuat Kelebihan Kekuranggan

Cara pertama -Biakan murni Acetobacter xylinum cukup dibeli sekali.

-Starter bisa dibuat setiap minggu sesuai dengan kebutuhan

-Bahan baku mudah diperloleh -Membuat nata bisa sekaligus membuat starter

-Untuk pemula harus membeli bibit Acetobacter xylinum

-kotoran bahan dasar, misal air kelapa yang muncul ke permukaan tidak terlihat jelas

Cara kedua -Bahan baku terutama nanas mudah diperloleh

-Bibit yang dihasilkan kurang bagus

-Menghasilkan limbah nanas -Jika bibit nata yang dibutuhkan banyak, cara ini tidak ekonomis karena membutuhkan nanas yang banyak

Cara ketiga -Lebih praktis

-lebih mudah -Starter yang dihasilkan berkualitas baik

-cocok untuk indusrti rumah tangga atau industri bersekala besar

-Untuk pemula harus membeli bibit Acetobacter xylinum

Sumber: (Warisno, 2004:14)

4) Memanen nata

Nata siap dipanen setelah diinkubasi selama 8-14 hari.

Caranya yaitu loyang atau toples tempat proses pembentukan nata

dikeluarkan dari ruang fermentasi, kertas koran sebagai alat

penutup dibuka, nata diambil dan dikumpulkan dalam satu wadah.

Saat memanen nata, ada bagian yang tidak bisa dipanen yaitu

cairan atau padatan. Cairan merupakan sisa media nata,

sedangkan padatan berupa nata yang busuk, rusak, berjamur, atau

Page 65: materi kulit pisang

35

nata yang bentuknya tidak teratur. Limbah-limbah ini bisa

dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman.

5) Menghilangkan Bau Masam

Menurut Warisno ( 2004:28 ), untuk menghilangkan bau

masam bisa dilakukan dengan cara mencuci nata dengan air

bersih minimal tiga kali, apabila dicuci tiga kali masih berbau

masam bisa dilakukan cara pengepresan. Alat pengepres bisa

dibuat dari besi atau kayu. Menghilangkan bau masam melalui

pengepresan dilakukan dengan cara memasukan nata ke dalam

kantung gandum, setelah itu diberi tekanan dengan alat pres

sampai airnya keluar. Selesai dipres bau masam akan hilang,

tetapi nata tidak kenyal lagi, oleh sebab itu, nata harus direbus

dalam air mendidih selama 15 menit agar teksturnya bisa kenyal.

e. Kualitas Nata

Nata yang berkualitas baik dapat dilihat dari dua aspek yaitu,

kualitas nata ditinjau dari sifat fisik dan sifat tersembunyi. Sifat fisik

yang diukur meliputi indikator, warna, rasa, tekstur, dan aroma.

Sedangkan kualitas tersembuyi meliputi nilai gizi, keamanan

mikroba, cemaran logam (Bambang kartika, dkk, 1988:1).

1) Berdasarkan sifat fisik ciri-ciri nata dalam kemasan yang

berkualitas baik dan berkulitas rendah adalah sebagai berikut :

a) Kualitas baik

(1) Tekstur kenyal ( tidak tembus jika ditekan dengan jari)

Page 66: materi kulit pisang

36

(2) Warna putih bersih, permukaan rata, tampak licin dan

agak mengkilap

(3) Aromanya segar khas nata

(4) Rasa manis

b) Kualitas rendah

(1) Tekstur lembek, tipis dan berlubang-lubang

(2) Warna agak kusam dan berjamur

(3) Aroma sangat asam

(4) Rasa tidak manis

2) Berdasarkan sifat tersembunyi karakteristik nata yang berkualitas

baik diketahui dari SNI (Standar Nasional Indonesia), adapun

syarat-syarat mutu nata menurut SNI adalah :

Page 67: materi kulit pisang

37

Tabel 3. Syarat Mutu Nata

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan 1. 1.1 1.2 1.3 1.4 2. 3. 4. 5. 6. 6.1 6.2 6.3 7 7.1 7.2 7.3 7.4 8 9 9.1 9.2 9.3 9.4

Keadaan: Bau Rasa Warna Tekstur Bahan asing Bobot tuntas Jumlah gula (dihitung sebagai sakrosa) Serat makanan Bahan tambahan makanan Pemanis buatan: - sakarin - siklamat Pewarna tambahan Pengawet (Na Benzoat) Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Cemaran Arsen (As) Cemaran Mikroba: Angka lempeng total Coliform Kapang Khamir

- - - - - % % %

Sesuai SNI Sesuai SNI

Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg

Koloni/g

APM/g Koloni/g Koloni/g Koloni/g

Normal Normal Normal Normal Tidak boleh ada Min. 50 Min.15 Maks. 4,5 Tidak boleh ada Tidak boleh ada 01-0222-1995 01-0222-1995 Maks. 0,2 Maks. 2 Maks. 5,0 Maks. 40,0/250,5* Maks. 0,1 Maks. 2,0 x 102 < 3 Maks. 50 Maks. 50

Sumber: SNI 01-4317-1996

f. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas nata

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kualitas produk nata

yang dihasilkan antara lain:

1) Pemilihan bahan

Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan nata

harus memenuhi kualitas baik, hal ini bertujuan agar nata yang

dihasilkan kualitasnya baik. Apabila bahan-bahan yang digunakan

Page 68: materi kulit pisang

38

kualitasnya kurang baik, maka akan mempengaruhi kualitas nata

secara keseluruhan, baik warna, rasa, aroma, dan tekstur yang

kurang disukai.

Pemilihan bahan merupakan tahap yang berisi tentang

cara-cara untuk memilih bahan yang baik yaitu dengan

memperhatikan dan menyeleksinya berdasarkan karakteristik dan

sifat bahan yang digunakan secara teliti dan benar. Dengan

pemilihan bahan yang benar dan teliti akan mempengaruhi hasil

yang dicapai.

2) Pengukuran bahan

Bahan-bahan yang digunakan untuk nata sebelumnya

harus ditimbang dan diukur secara teliti dan tepat. Apabila

pengukuran bahan dilakukan dengan tidak teliti dan tepat, maka

kualitas nata yang dihasilkan tidak optimal.

Yang perlu diperhatikan dalam pengukuran bahan, yaitu

bahan-bahan yang sudah dipilih sebelum digunakan perlu

ditimbang dengan teliti sesuai dengan formula dan resep,

sehingga diperoleh hasil nata yang baik.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

menimbang dan mengukur bahan yaitu:

a) Kenormalan timbangan

Sebelum menimbang bahan-bahan perlu diperiksa

terlebih dahulu apakah timbangan yang dipakai benar-benar

normal (tidak rusak). Untuk mengetahui kenormalan

Page 69: materi kulit pisang

39

timbangan dengan cara jarum timbangan dipaskan tepat pada

angka nol dan memperhatikan kelancaran jalannya timbangan

pada saat digunakan.

b) Cara menimbang/cara mengukur

Agar tidak terjadi pencampuran antara bahan yang satu

dengan bahan yang lain, sebaiknya bahan tidak langsung

dimasukkan ke dalam wadah yang ada pada timbangan, tetapi

dialasi terlebih dahulu dengan menggunakan plastik atau

kertas. Apabila menggunakan gelas ukur, maka setelah

dipakai harus dicuci dulu untuk mengukur bahan yang lain.

c) Ketepatan menimbang atau mengukur

Penimbangan bahan-bahan yang diperlukan untuk

pembuatan nata harus benar-benar tepat. Jadi apabila pada

waktu menimbang bahan menggunakan alas, maka ditambah

dengan berat alas tersebut. Hal ini perlu diperhatikan sebab

kelebihan atau kekurangan bahan akan mempengaruhi nata

yang akan dihasilkan.

Yang perlu diperhatikan dalam persiapan bahan yaitu

bahan-bahan yang sudah dipilih sebelum digunakan perlu

ditimbang dan diukur dengan teliti sesuai dengan formula dan

resep, sehingga diperoleh nata yang baik.

3) Penambahan Gula

Page 70: materi kulit pisang

40

Pembentukan nata dapat terjadi pada media yang mengandung

senyawa-senyawa glukosa, sukrosa dan laktosa. Dalam pembuatan

nata, gula digunakan sebagai sumber karbon yang penting artinya

dalam pertumbuhan Acetobacter xylinum. Dalam hal ini bakteri

Acetobacter xylinum mampu mensintesa nata dari glukosa, laktosa,

gliserol, dan manitol. Sukrosa dalam pembuatan nata digunakan

sebagai sumber karbon. Selain harganya murah sukrosa mudah

didapatkan dan menghasilkan pelikel nata yang cukup tebal dan

kenyal (Sri Suratiningsih, 1997:7).

4) Lama fermentasi

Pada kondisi yang sesuai, lapisan nata terbentuk dipermukaan

media akan terlihat pada hari ketiga sampai keempat pemeraman.

Secara perlahan-lahan dalam jangka waktu 8-14 hari lapisan tersebut

semakin menebal.

Pemanenan nata dilakukan setelah lebih dari 8 hari

pemeraman. Jika setelah 14 hari tidak dilakukan pemanenan, maka

akan terdapat lapisan tipis yang terpisah di bawah lapisan nata yang

akan menjadi kurang asam sehingga nata menjadi busuk, akhirnya

nata menjadi turun.

Selama fermentasi berlangsung media nata tidak boleh

digoyang-goyangkan ataupun digerakkan karena akan mengakibatkan

pecahnya struktur lapisan nata yang terbentuk sehingga didapat

lapisan nata yang tipis dan terpisah satu sama lainnya.

5) Kebutuhan Oksigen

Page 71: materi kulit pisang

41

Bakteri nata Acetobacter xylinum merupakan mikroba

aerobik. Dalam pertumbuhan, perkembangan dan aktivitasnya,

bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Bila kekurangan oksigen,

bakteri ini akan mengalami gangguan atau hambatan dalam

pertumbuhannya dan bahkan akan segera mengalami kematian. Oleh

sebab itu, wadah yang digunakan untuk fermentasi nata tidak boleh

ditutup rapat untuk mencukupi kebutuhan oksigen, pada ruang

fermentasi nata harus tersedia cukup ventilasi. Namun demikian,

harus diusahakan agar aliran udara tidak kontak langsung dengan

permukaan nata dan tidak terlalu banyak masuk ke dalam ruangan.

Udara yang terlalu banyak dan secara langsung mengenai produk

nata, dapat menyebabkan terjadinya kegagalan proses pembuatan

nata (Rindit Pambayun, 2002:32).

6) Penutup untuk pembuatan nata.

Pada pembuatan nata media ditutup dengan kertas bersih

(Rony Palungkun, 1993:103) Hal ini dimaksudkan untuk

menghindari kontaminasi dan mendapatkan pertukaran oksigen.

Selama proses fermentasi wadah harus tertutup rapat agar kotoran

yang terbawa udara luar tidak dapat mencemari proses fermentasi.

7) Sumber cahaya

Faktor cahaya berpengaruh pada perkembangan bakteri

Acetobakter xylinum. Menurut Trisni (1990:26), pembuatan nata pada

ruang gelap akan mempercepat pembentukan struktur nata dan

lapisan nata yang dihasilkan akan tebal. Ruang gelap yang dimaksud

Page 72: materi kulit pisang

42

adalah ruang gelap yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara

langsung ataupun cahaya lampu.

Namun demikian ruangan tersebut harus mempunyai sirkulasi

udara yang baik. Pengaruh cahaya langsung sinar matahari akan

merusak semua bakteri kecuali bakteri Chloropyl (Pelezar dan Chan

dalam Suswahyundari, 1997:38). Untuk itu pembuatan nata

memerlukan tempat yang tidak mendapat cahaya langsung namun

pertukaran udara diruang tersebut haruslah berlangsung dengan baik.

8) Aktivitas bakteri

Aktivitas kerja dari Acetobakter xylinum dipengaruhi oleh

faktor-faktor seperti jumlah bakteri, jumlah media dan jumlah nutrien

yang seimbang, sehingga aktivitas kerja bakteri tersebut dapat

berlangsung dengan baik.

Pola selulosa dalam media nata membentuk jalinan seperti

tekstil yang apabila diteliti dengan sinar X pola selulosa yang

dibentuk oleh Acetobacter xylinum identik dengan selulose kapas

(L.Suhardiyono, 1988:18).

9) pH (derajat keasaman)

Kegiatan metabolisme Acetobakter xylinum selama fermentasi

dipengaruhi oleh keasaman media. Hal ini disebabkan membran sel

bakteri bersifat permeabel terhadap ion hidrogen maupun ion

hidroksil, sehingga perubahan keasaman media fermentasi akan

mempengaruhi sitoplasma sel bakteri. Keasaman media juga

merupakan faktor pembatas pada aktivitas enzim, karena ada

Page 73: materi kulit pisang

43

beberapa enzjm yang hanya dapat dibentuk oleh mikroorganisme

pada kondisi keasaman tertentu. pH optimum pembuatan nata

berkisar antara 4-5. Untuk mencapai pH tersebut maka perlu

penambahan asam asetat, karena selain untuk menurunkan pH media

fermentasi asam asetat juga digunakan oleh bakteri untuk membentuk

asam glukonat,. Penambahan asam asetat 25% persen sebanyak 5 ml

merupakan kondisi optimum untuk pembentukan nata.

10) Suhu

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri

Acetobacter xylinum adalah suhu ruang tempat bibit nata

ditumbuhkan. Suhu yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah

suhu kamar (28°C - 31°C). Suhu yang terlalu tinggi ataupun terlalu

rendah akan menghasilkan nata yang kurang berkualitas atau aktifitas

Acetobacter xylinum terhambat (Rindit Pambayun, 2002:32)

11) Sanitasi

Bekerja dengan mikroorganisme dituntut adanya tingkat

sanitasi yang tinggi. Sanitasi meliputi :

a) Sanitasi perorangan

Sanitasi perorangan berhubungan dengan kebersihan petugas

yang menangani proses fermentasi. Badan, baju dan kesehatan harus

dijaga agar bakteri tidak terkontaminasi.

b) Sanitasi peralatan

Page 74: materi kulit pisang

44

Sanitasi peralatan terutama yang berhubungan dengan

medium mutlak dilakukan. Upaya menjaga sanitasi peralatan adalah

dengan melakukan sterilisasi alat yang akan digunakan.

c) Sanitasi Tempat kerja

Sanitasi tempat kerja perlu dijaga. Lingkungan kerja yang

kotor mengakibatkan bakteri tidak tumbuh atau terkontaminasi.

2. Tinjaun Tentang Kulit Pisang

Kulit pisang yang selama ini dikenal masyarakat tidak

mempunyai nilai ekonomi, ternyata dapat dijadikan bahan dasar dalam

beberapa produk olahan diantaranya jelly, cuka dan anggur kulit pisang.

Hal ini dikarena kulit pisang mempunyai kandungan gizi yang memenuhi

syarat untuk dijadikan sebagai bahan dasar makanan yang layak dan

aman untuk dikonsumsi (Ch. Lies Suprapti, 2005:86)

Tabel 4. Kandungan unsur gizi kulit pisang (dalam 100g Bahan)

Unsur Jumlah Air (g) 68,90 Karbohidrat (g) 18,50 Lemak (g) 02,11 Protein (g) 00,32 Kalsium (mg) 715,000 Fosfor (mg) 117,000 Besi (mg) 01,60 Vitamin A - Vitamin B (mg) 00,12 Vitamin C (mg) 17,5

Sumber: BPPI Surabaya dalam Ch. Lies Suprapti, 2005

Page 75: materi kulit pisang

45

Bila dilihat dari daftar komposisi kimia, kulit pisang berpotensi

sebagai bahan makanan sehat dan murah. Produk olahan dari kulit pisang

yang sudah ada di pasaran diantaranya anggur kulit pisang. Anggur kulit

pisang merupakan produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum.

Nata merupakan produk makanan yang berasal dari proses

fermentasi seperti halnya anggur, sehingga kulit pisang juga dapat

dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk membuat nata. Jenis kulit

pisang yang baik dijadikan bahan dasar dalam membuat nata adalah jenis

kulit pisang yang beraroma tajam seperti kulit pisang raja, kulit pisang

ambon, dan kulit pisang kepok (Munadjim, 1983:63).

Tabel 5. Kandungan pH dan pektin kulit pisang

No. Sampel pH Kadar Pektin

1 Kulit pisang ambon kuning 5 0,86%

2 Kulit pisang kepok putih 5 1,02%

3 Kulit pisang raja nagka 5 0,66%

Sumber :Hasil uji laboratorium kimia jurusan kimia fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam UNNES

Kandungan pektin yang terdapat di dalam kulit pisang sangat

berpengaruh di dalam pembentukan gel (mucilage) pada proses

pembuatan nata. Menurut John M de Man (1997:202), pektin mempunyai

kemampuan sangat baik untuk membentuk gel dalam medium asam dan

gula (medium nata) sehingga berpengaruh terhadap tekstur, warna dan

rasa nata yang akan dihasilkan. Pektin merupakan karbohidrat

polisakarida (serat polisakarida stuktural) yang berfungsi sebagai

Page 76: materi kulit pisang

46

pengguat tekstur (Loekmonohadi, 2002:1). Semakin banyak kadar pektin

maka pembentukan gel akan semakin kompak sehingga berpengaruh

terhadap kekerasan (kekenyalan), warna dan rasa dari nata tersebut.

Melihat adanya perbedaan kadar pektin dari ke tiga jenis kulit pisang

diatas, kecenderungan nata yang dihasilkan dari penelitian ini akan

berbeda terutama dari aspek warna, rasa maupun teksturnya.

Menurut Suyanti Satuhu (1996:20), pisang raja nangka, pisang

ambon kuning, dan pisang kepok putih dapat diklasifikasikan dalam

golongan:

Divisio : Speratophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Monocotylendonlae Ordo : Musaceae Genus : Musa Spesies : Musa paradisiaca L Pisang raja, pisang ambon dan pisang kepok banyak jenisnya,

tetapi jenis pisang yang limbahnya mudah diperloleh adalah jenis pisang

raja nangka, pisang ambon putih dan pisang kepok kuning, sebab ketiga

jenis pisang ini banyak digunakan sebagai bahan dasar pisang olahan dan

pisang meja atau sebagai makanan penutup(dessert).

Menurut Suyanti Satuhu( 1996:29 ), karekteristik kulit dan buah

pisang secara keseluruhan dari pisang raja nangka, pisang ambon putih

dan pisang kepok kuning sebagai berikut :

1) Pisang Raja nangka

Ciri-ciri kulit pisang nangka adalah kulit berwarna hijau tua dengan

ketebalan 0,3ml, halus, aromanya khas pisang raja nangka.

Page 77: materi kulit pisang

47

Sedangkan daging buahnya berwarna kuning kemerahan , rasanya

manis agak asam. Pisang jenis ini hanya digunakan untuk olahan.

Berat pertanda 11-14kg, terdiri dari 6-8 sisir, dan tiap sisir terdiri

dari 14-24 buah. Panjang buah 24-28cm dengan diameter 3,5-4cm.

2) Pisang Ambon putih

Kulit pisang ambon putih pada saat matang berwarna kuning

keputihan, ketebalan kulit 0,3ml, halus, aromanya tajam khas pisang

ambon sedangkan daging buahnya berwarna putih kekuningan, rasa

daging buahnya manis sedikit asam selain sebagai buah meja pisang

ambon digunakan sebagai makanan pemula bayi. Berat tiap tandanya

15-25kg terdiri dari 10-14 sisir. Setiap sisir terdiri dari 14-24 buah

dengan panjang 15-20cm dan diameternya 3,5-4cm.

3) Pisang Kepok kuning

Ciri-ciri kulit pisang kepok kuning adalah kulit berwarna kuning,

ketebalan kulit 0,2ml, halus, aromanya kahas pisang kepok. Daging

buahnya berwarna kuning kemerahan, rasa daging buah manis dan

teskturnya lebih keras dari pisang ambon. Pisang Kepok kuning

biasa digunakan untuk olahn dan makanan burung. Berat

pertandanya dapat mencapai 14-22kg dengan jumlah sisir 10-16.

Setiap sisir terdiri dari 12-20 buah.

Proses kulit pisang agar dapat digunakan sebagai bahan dasar

dalam pembuatan nata adalah kulit pisang dibersihakan, diblender,

dengan perbandingan antara kulit pisang dengan air adalah 1:3 kemudian

Page 78: materi kulit pisang

48

disaring dengan kain sehingga diperoleh sari kulit pisang yang siap

digunakan untuk proses fermentasi bibit nata.

Beberapa pertimbangan mengapa kulit pisang dimanfaatkan

dalam pembuatan nata dalah :

a. Kulit pisang layak untuk dikonsumsi, karena mempunyai kandungan

gizi yang lengkap dan tidak ada efek samping bagi tubuh apabila

mengkonsumsinya.

b. Nata biasanya terbuat dari air kelapa sehingga harganya lebih mahal

dengan memanfaatkan kulit pisang sebagia bahan dasar nata

diharapkan harganya lebih murah sehingga dapat bersaing dipasaran.

c. Kulit pisang muda diperloleh dan jumlahnya cukup banyak.

B. Kerangka Berpikir

Kulit pisang mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup

tinggi yaitu 18,50g dalam 100g kulit pisang ( BPPI Surabaya, dalam M.

Lies Suprapti, 2005:86) sehingga kulit pisang dapat menjadi bahan dasar

dalam pembuatan nata karena dalam pembuatan nata syarat utamanya

adalah bahan tersebut mempunyai kandungan glukosa (karbohirat).

Tanpa adanya glukosa proses fermentasi pembentukan materi atau

lapisan nata tidak dapat terbentuk (Munadjim,1983:60). Selama ini bahan

dasar pembuatan nata adalah air kelapa dengan demikian kulit pisang

dapat dijadikan salah satu bahan dasar altenatif yang dapat menggantikan

air kelapa.

Page 79: materi kulit pisang

49

Kulit pisang raja nangka, ambon kuning, dan kulit pisang kepok

putih mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Kulit pisang raja

nangka karakteristiknya, kulit berwarna hijau tua, aromanya sangat tajam

khas pisang nangka. Daging buahnya biasa diolah menjadi makanan

seperti molen goreng. Karakteristik kulit pisang kepok adalah kulit

kuning, daging buahnya biasa dijadikan bahan dasar pisang goreng,

kolak atau pakan burung. Sedangkan ciri-ciri kulit pisang ambon putih

dapat dilihat dari warna kulit kuning keputihan, aromanya tajam khas

pisang ambon, untuk jenis pisang ini daging buahnya disukai sebagai

buah meja dan makanan untuk bayi

Mengingat karakteristik yang berbeda tiap-tiap kulit pisang maka

dalam penelitian ini akan dicobakan kulit pisang sebagai bahan dasar

dalam pembuatan nata sebanyak 100% tanpa tambahan air kelapa. Dari

hasil eksperimen akan dapat menunjukan adanya perbedaan maupun

tidak adanya perbedaan secara nyata dari segi kualitas inderawi,

kandungan gizi, ketebalan nata dan penerimaan masyarakat sebagai

konsumen. Sehingga diharapkan kulit pisang dapat digunakan sebagai

altenatif bahan dasar dalam pembuatan nata.

Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir dapat dilihat pada skema berikut:

Page 80: materi kulit pisang

50

Skema kerangka berfikir

Gambar 1. Skema kerangka berfikir

Kulit pisang Raja nangka

Kulit pisang Ambon kuning

Kulit pisang Kepok putih

Nata Kulit pisang

Kualitas: - Inderawi - Laboratorium(serat

dan cemaran mikroba)

- Kesukaan - Ketebalan

Page 81: materi kulit pisang

51

C. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Suharsimi Arikunto, 2002:62). Hipotesis yang diajukan dalam percobaan ini

adalah:

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi

dengan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur nata.

2. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas

inderawi dengan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur nata.

Page 82: materi kulit pisang

52

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah metode yang digunakan untuk mengungkap

masalah yang diteliti, sehingga pelaksanaannya dan hasil penelitian dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hal-hal yang dibahas dalam metode

penelitian ini adalah:

A. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi menurut Suharsimi Arikunto (2002:108), adalah keseluruhan

objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah nata kulit pisang

dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang

raja nangka, kulit ambon kuning dan kulit pisang kepok putih. Kulit

pisang ini dipilih yang masih baru, mulus, dan warnanya masih segar.

2. Sampel penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2002:109) adalah

sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian ini

adalah sebagian nata kulit pisang raja nangka, nata kulit pisang ambon

kuning, dan nata kulit pisang kepok putih hasil eksperimen.

3. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu clusters random

sampling. Dalam populasi ini terdiri dari kelompok-kelompok (clusters )

dari cluster-cluster diambil secara random (Muhammad Zainuddin,

1998: 96). Dari cluster terpilih ini kemudian diambil unit populasi secara

random sehingga diperloleh sampel.

Page 83: materi kulit pisang

63

Sampel disajikan secukupnya, tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit,

kira-kira dapat dinilai tiga kali. Jumlah sampel yang berupa cairan

kurang lebih 16 ml, sedangkan untuk sampel yang berupa padat kurang

lebih 28g (Bambang Kartika,1988:40). Apabila sampelnya harus dicicipi

dapat disajikan sejumlah dua kali lebih banyak.

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu variabel bebas,

variabel terikat, dan variabel kontrol.

1. Variabel Bebas adalah variabel yang dapat mempengaruhi hasil

penelitian. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbedaan

penggunaan jenis kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata yaitu

kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang

kepok putih.

2. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas nata dari kulit

pisang dengan indikator antara lain warna, aroma, rasa dan tekstur serta

ketebalan nata, kandungan serat, dan jumlah kandungan cemaran

mikroba TPC Colifrom yang ada pada nata.

3. Variabel kontrol adalah variabel yang dapat ikut mempengaruhi

eksperimen, oleh karena itu harus dikendalikan. Variabel yang dijadikan

kontrol dalam penelitian ini adalah jumlah bahan, lama fermentasi, suhu

dan proses pembuatan yang sama yaitu sebagai berikut:

53

Page 84: materi kulit pisang

63

1) Jumlah sari kulit pisang : 1000 ml

2) Jumlah gula pasir : 50g

3) Jumlah asam asetat glasial : 5 g

4) Jumlah pupuk ZA : 3 g

5) Jumlah starter : 100 ml

6) Lama fermentasi : 8-10 hari

7) Suhu ruang inkubasi : 26 – 27 oC dalam satu tempat yang sama.

C. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

Penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah suatu percobaan yang

berhubungan dengan persoalan yang diteliti (Sudjana, 1995:2). Dalam

penelitian ini eksperimen yang dilakukan adalah pembuatan nata dari jenis

kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang raja nangka, kulit pisang

ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih.

D. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu desain

eksperimen. Desain eksperimen adalah merupakan langkah-langkah yang

perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang

diperlukan dapat diperoleh. Dalam eksperimen ini ada kelompok lain yang

tidak dikenai eksperimen tetapi ikut mendapatkan pengamatan., dengan

adanya kelompok lain yang disebut dengan kelompok kontrol atau

Page 85: materi kulit pisang

63

kelompok pembanding, kelompok kontrol ini akibat yang diperoleh dari

perlakuan dapat diketahui secara pasti karena dibandingkan dengan yang

tidak mendapat perlakuan ( Suharsimi Arikunto, 2002 : 79 ).

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

desain acak sempurna atau completely randomized desaign yaitu perlakuan

dikenakan sepenuhnya secara acak lengkap terhadap kelompok-kelompok

eksperimen yang bersifat homogen (Gaspersz, 1991:62). Berikut gambar

pola desain acak sempurna menurut Gaspersz (1991:63)

E

R PT

P PE1, PE2, PE3,

K PK

Gambar 2. Pola desain acak sempurna

Keterangan: E : Eksperimen K : Kontrol R : Random P : Perlakuan TP : Tanpa Perlakuan PK : Perlakuan Kontrol PE1 : Perlakuan Eksperimen 1 PE2 : Perlakuan Eksperimen 2 PE3 : Perlakuan Eksperimen 3

Maksud dari desain dalam penelitian ini ada tiga sampel kelompok

eksperimen yaitu dengan kode A, B, C. untuk sampel kode A disebut

perlakuan satu yaitu nata dari kulit pisang raja nangka selanjutnya ditulis

dengan kode 341, kode B disebut perlakuan dua yaitu nata dari kulit

Page 86: materi kulit pisang

63

pisang ambon kuning selanjutnya ditulis dengan kode 482, kode C disebut

perlakuan tiga yaitu nata dari kulit pisang kepok putih selanjutnya ditulis

dengan kode 631. Selain itu ada juga kelompok kontrol dengan kode K

yang selanjutnya ditulis dengan kode 288. Menurut Bambang Kartika

(1988:42 ), pemberian kode yang dianjurkan menggunakan angkat tiga

digit, yang dapat diambil dari tabel random. Pemberian kode bukan dengan

huruf, dengan tujuan untuk menghilangkan bias. Selanjutnya kelompok

kontrol dalam penelitian ini menggunakan air kelapa sebagai bahan dasar

pembuatan nata. Sifat dari kelompok kontrol sebagai pembanding

terhadap kelompok eksperimen. Eksperimen dalam penelitian ini

dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali, artinya dalam eksperimen

pembuatan nata dari jenis kulit pisang yang berbeda ini, peneliti

melakukan percobaan sebanyak tiga kali ulangan, baik untuk kelompok

eksperimen maupun kelompok kontrol, sehingga pengacakannya sebagai

berikut:

Tabel 2. Pengacakan Perlakuan

Perlakuan Ulangan A B C K 1 3411 4821 6311 2881 2 3412 4822 6312 2882 3 3413 4823 6313 2883

Pola ini kemudian dikembangkan menjadi skema desain eksperimen

yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 87: materi kulit pisang

63

Gambar 3. Skema desain eksperimen

E. Pelaksanaan Eksperimen

Pada pelaksanaan eksperimen ini akan diuraikan mengenati tempat

dan waktu eksperimen, peralatan, bahan dan tahap-tahap pelaksanaan

eksperimen.

Populasi

Sampel

Random

Kontrol Eksperimen

K

K1 K3

A B C

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 K2

Uji Inderawi dan Uji Kesukaan Uji Kandungan Gizi

Analisis Data

Page 88: materi kulit pisang

63

a. Tempat dan waktu eksperimen

Pelaksanaan eksperimen pembuatan nata dari kulit pisang ini

dilaksanakan di rumah peneliti dengan alamat Gg. Manggis No. 7 Rt

03 Rw 03 Sekaran Gunungpati. Eksperimen dilaksanakan di rumah

agar dalam pembuatan dapat dilakukan dengan tenang, tidak terbatas

waktu sehingga hasil yang diperoleh maksimal.

b. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam eksperimen ini dikelompokkan

menjadi peralatan dari logam dan peralatan non logam.

1) Peralatan yang terbuat dari logam yang dipakai yaitu: pisau, panci

email, kompor, timbangan. Alat dari logam harus memenuhi

syarat:

- tidak membahayakan kesehatan

- mudah dibersihkan

- kuat

- mudah mengalirkan panas secara merata

- bentuk sesuai dengan kebutuhan.

2) Peralatan yang terbuat dari non logam meliputi:

- Dari plastik: toples plastik, karet gelang, saringan, gelas ukur.

- Dari kertas: kertas pH, kertas lakmus, kertas koran

- Dari kain: serbet, penyaring

- Dari stainless steel: sendok makan

Page 89: materi kulit pisang

63

c. Bahan

Bahan yang digunakan untuk eksperimen pembuatan nata dari sari

kulit pisang meliputi:

1) Bahan dasar: sari kulit pisang raja, sari kulit pisang ambon, sari

kulit pisang kepok

2) Bahan tambahan: gula pasir, asam asetat glasial, pupuk ZA,

starter.

Formula bahan yang digunakan dalam eksperimen pembuatan nata

ini adalah sebagai berikut:

1. Sari kulit pisang : 1.000 ml

2. gula pasir : 50 g

3. asam asetat glasial : 5 ml

4. pupuk ZA : 3 g

5. Starter : 100 ml

Pembandingan ukuran bahan-bahan untuk kelompok eksperimen,

tercantum pada tabel dibawah ini sebagai berikut:

Tabel 3. Formula bahan pembuatan nata kulit pisang

Bahan Gula pasir (g) 50 50 50 Sari kulit pisang raja nangka (ml) 1000 - - Sari kulit pisang ambon kuning (ml) - 1000 - Sari kulit pisang kepok putih (ml) - - 1000 Asam Asetat Glasial (ml) 5 5 5 Pupuk ZA (g) 3 3 3 Starter (ml) 100 100 100

d.Tahap-tahap Eksperimen

3) Tahap persiapan

Page 90: materi kulit pisang

63

a) Menyiapkan bahan yang diperlukan dalam pembuatan nata.

b) Menyiapkan alat-alat yang digunakan dalam pembuatan nata

dan disterilkan.

c) Menimbang bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan

nata.

4) Tahap pengambilan sari kulit pisang:

a) Kulit pisang dicuci bersih dan dipotong-potong

b) Dihancurkan menggunakan blender dengan ditambahkan air

c) Diambil sarinya.

d) Disaring

5) Tahap pembuatan media

a) Sari kulit pisang didihkan, menjelang mendidih tambahkan

pupuk ZA dan gula pasir, biarkan mendidih kurang lebih 10

menit dengan membuang buih yang mengapung di atas

dengan menggunakan saringan.

b) Media sari kulit pisang diangkat, diberi asam asetat glasial,

aduk hingga tercampur rata. Kemudian dimasukkan ke dalam

toples loyang plastik yang sudah disterilkan.

c) Media dalam toples kemudian ditutup dengan koran yang

sudah diuapkan dan biarkan selama 12 jam.

6) Tahap fermentasi

a) Starter dimasukkan kemudian campurkan hingga rata.

Page 91: materi kulit pisang

63

b) Media toples kemudian ditutup dengan koran kembali dan

diikat dengan karet.

c) Media nata kemudian diletakkan pada ruangan fermentasi

selama 10 hari.

7) Tahap pemanenan

a) Setelah 10 hari tutup toples dibuka, nata kemudian diambil

dan dicuci dengan air yang mengalir sampai bersih

b) Nata tersebut direbus untuk menghilangkan sisa asam selama

15 menit.

8) Tahap pengemasan

a) Nata mentah dipotong bentuk dadu dengan ukuran 1x1cm

b) 300g gula pasir dipanaskan dalam 1liter air,ditambahkan 1g

benzoat sebagai bahan pengawet.

c) Nata yang sudah dipotong direbus dengan larutan gula selama

10 menit, kemudian didinginkan.

d) Nata siap saji dikemas dalam kantung plastik lalu ikat dengan

e) karet gelang atau bisa juga dikemas dalam gelas plastik.

Page 92: materi kulit pisang

63

Gambar 3. Skema pembuatan nata dari kulit pisang

Tahap persiapan - Menyiapkan bahan - Menyiapkan alat dan mensterilkan - Memisahkan kulit dari daging buah

Menimbang bahan

Tahap pengambilan sari kulit pisang

Kulit pisang dicuci bersih ↓

Dihancurkan dengan blender + air ↓

Disaring ↓

Tahap pembuatan media

Sari kulit pisang + Pupuk ZA dan Gula pasir ↓ Dididihkan selama 10 menit ↓ Angkat, masukkan asam Asetat Glasial ↓ Masukkan kedalam toples dan tutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet gelang

Tutup toples dibuka Starter

Didiamkan 8-14 hari

Nata diambil dan dicuci dengan air yang mengalir ↓

Direbus selama 15 menit

Tahap fermentasi

Tahap pemanenan

Nata mentah dipotong bentuk dadu 1 x 1 cm ↓

Direbus selama 10 menit ↓

Dikemas dengan kantong plastik atau gelas plastik

Tahap Pengemasan

Page 93: materi kulit pisang

63

F. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode penilaian subjektif dan penilaian objektif. Penilaian subjektif

menggunakan inderawi, sedangkan penilaian objektif menggunakan uji

laboratorium.

1. Penilaian Subjektif

Penilaian subjektif merupakan cara penilaian terhadap mutu atau

sifat-sifat suatu komoditi dengan menggunakan panelis sebagai

instrumennya atau alat. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data

tentang kualitas dan nata kulit pisang meliputi tingkat warna, aroma,

tektur dan rasa. Selain itu untuk mengumpulkan data tentang tingkat

kesukaan terhadap nata kulit pisang. Penilaian subyektif ini

menggunakan dua macam tipe pengujian yaitu uji inderawi dan uji

kesukaan.

a. Uji inderawi

Uji inderawi merupakan cara-cara pengujian terhadap sifat-

sifat karakteristik bahan pangan dengan menggunakan indera

manusia termasuk indera penglihatan, perasa, pembau, peraba dan

pendengaran. Dalam penelitian ini, pengujian digunakan untuk

menilai kualitas nata kulit pisang hasil eksperimen yang meliputi

warna, rasa, aroma dan tekstur. Jenis uji inderawi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah uji skoring, untuk mengukur atau

mengetahui tingkat perbedaan antar sampel yang disajikan. Pada uji

Page 94: materi kulit pisang

63

skoring panelis diminta untuk menilai penampilan sampel

berdasarkan sifat yang dinilai. Alat yang digunakan untuk

melaksanakan pengujian inderawi adalah orang atau sekelompok

orang yang disebut panelis. Panelis yang digunakan dalam penelitian

ini adalah panelis agak terlatih. Panelis agak terlatih adalah panelis

yang sebelum melakukan pengujian, terlebih dahulu dilatih untuk

mengetahui sifat-sifat karakteristik suatu bahan. Penggunaan panelis

agak terlatih diharapkan tidak mengurangi tingkat kepercayaan

terhadap hasil yang diperloleh ( Bambang Kartika, 1988:3 ).

Penilaian pada uji skoring dilakukan dengan pemberian

angka pada sifat yang dinilai sesuai dengan pedoman yang diberikan.

Sifat yang dinilai ada beberapa kreteria yaitu warna, rasa, aroma dan

tekstur nata kulit pisang hasil eksperimen. Untuk mengetahui

penilaian maka setiap kreteria yang dinilai dengan urutan kategori

tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam penelitian ini

kategori nilai yaitu angka 5 untuk nilai baik sekali, angka 4 untuk

nilai baik, angka 3 untuk nilai cukup baik, angka 2 untuk nilai

kurang baik dan angka 1 untuk nilai tidak baik. Angka dari urutan

penilaian kemudian diolah dan dianalisa secara statistik sehingga

hasil yang diperoleh lebih objektif.

b. Uji Kesukaan

Uji kesukaan atau uji organolepik pada dasarnya merupakan

pengujian yang panelisnya mengemukakan respon suka atau tidak

Page 95: materi kulit pisang

63

suka terhadap sifat produk hasil eksperimen yang diuji ( Bambang

Kartika, 1988: 56 ) yaitu perbedaan kualitas nata kulit pisang raja

nangka, nata kulit pisang ambon kuning, dan nata kulit pisang kepok

putih. Pengujian ini mengunakan panelis yang tidak terlatih. Panelis

diminta untuk mengemukakan pendapatnya secara spotan tanpa

membandingkan dengan sampel kontrol. Oleh karena itu pengujian

dilakukan secara berurutan tidak disajikan secara bersama-sama (

Bambang Kartika, ( 1988: 56 ).

2. Pelaksanaan Penilaian Subyektif

a. Waktu dan Tempat

Penilaian subyektif dilakukan dengan uji inderawi

dilaksanakan pada bulan Mei 2006 di Fakultas Teknik UNNES.

Sedangkan uji kesukaan dilakukan di wilayah kelurahan Sekaran Rt

03 Rw 03 Gunung Pati Semarang.

b. Bahan dan alat penilaian

Bahan dan alat penilaian yang digunakan dalam penelitian

subyektif adalah sebagai berikut:

1) Bahan

Bahan yang digunakan adalah nata kulit pisang hasil eksperimen.

2) Alat

Alat yang digunakan yaitu formulir penilaian, air putih, dan

peralatan tulis.

Page 96: materi kulit pisang

63

3) Langkah-langkah penilaian

a) Mempersiapkan panelis agak terlatih dalam satu ruangan.

b) Membagikan lembar penilaian dan nata kulit pisang hasil

eksperimen kepada panelis

c) Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara

pengisian lembar penilaian kepada panelis.

d) Memberikan waktu kepada panelis untuk melaksanakan

penilaian yang telah diisi oleh panelis.

3. Penilaian Objektif

Penilaian secara objektif dilakukan dengan uji laboratorium.

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan gizi yaitu

kandungan serat, cemaran mikroba nata dari kulit pisang dan untuk

mengetahui ketebalan nata dari tiga jenis kuit pisang yang berbeda.

Dengan demikian akan diketahui perbedaan antara nata kulit pisang raja

nangka, nata kulit pisang ambon kuning, dan nata kulit pisang kepok

putih. Uji laboratorium dilakukan di Laboratorium FMIPA Kimia dan di

Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Telogosari Semarang.

G. Instrumen Pengumpul Data

Alat yang digunakan dalam penelitian ini dalah secara subyektif dan

obyektif. Secara subyektif instrumen yang digunakan dalah panelis agak

terlatih dan panelis tidak terlatih. Penilaian obyektif dilaksanakan di

laboratorium.

Page 97: materi kulit pisang

63

1. Panelis agak terlatih

Panelis agak terlatih digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan

data dari kualitas sampel yang dilakukan melalui uji inderawi dengan

indikator rasa, warna, aroma dan tekstur. Panelis agak terlatih merupakan

kelompok dimana anggotanya merupakan hasil seleksi kemudian

menjalani latihan secara kontinyu dan lolos pada evaluasi kemampuan

(Bambang Kartika,1988:17). Panelis agak terlatih dalam penelitian ini

dilakukan oleh mahasiswa Teknik Jasa dan Produksi Boga angkatan

2001 dan 2002 yang telah menempuh mata kuliah Analisis Mutu Pangan.

Pengambilan panelis tersebut dengan pertimbangan bahwa mahasiswa

tersebut telah dibekali dan dilatih untuk memiliki kepekaan alat indera,

sehingga dapat menganalisa dan menilai produk mkanan dengan baik.

Menurut Suwarno T Sukarno ( 1985: 50 ), panelis agak terlatih

digunakan untuk uji inderawi terdiri dari 15 sampai 25 orang yang dipilih

berdasarkan ketentuan yang harus dipenuhi untuk menjadi panelis agak

terlatih adalah:

a. Mengetahui sifat sensorik dari makanan yang dinilai b. Mengetahui cara penilaian inderawi c. Mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi d.Telah dilatih setelah pengujian e. Instrumen valid dan reliabel

Adapun syarat yang harus dimiliki oleh panelis agak terlatih

adalah harus valid dan reliabel. Panelis dapat dikatakan valid dan reliabel

apabila panelis tersebut dapat menunjukan kepekaan dan ketelitian serta

memiliki keajegan diantara menilai suatu produk pada waktu yang

Page 98: materi kulit pisang

63

berbeda. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh instrumen yang

valid dan reliabel adalah dengan validitas dan reliabilitas instrumen.

a. Validitas Istrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkatan

kesahihan atau kebenaran suatu instrumen. Sebuah instrumen dapat

dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang diinginkan dan

dapat mengungkapkan data dari variable yang diteliti secara tepat.

Instrumen dalam penelitian ini harus memenuhi validitas internal

dan validitas isi

1).Validitas Internal

Pengujian validitas internal yang digunakan adalah

panelis agak terlatih. Sedangkan validitas internal itu sendiri

adalah upaya yang dilakukan untuk membuat instrumen menjadi

valid dilihat dari kondisi internal panelis yang berupa faktor dari

dalam. Faktor dari dalam yang dimaksud adalah kondisi kesehat

panelis, pengalaman panelis dan kesehatan panelis.

Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan instrumen yang

kondisinya valid dan memenuhi persyaratan yaitu dengan cara

wawancara. Untuk mengetahui validitas internal dilakukan

melalui wawancara terhadap calon panelis, kemudian hasil

wawancara dituang dalam fomulir wawancara calon panelis.

Syarat panelis agak terlatih yang lolos dalam tahap wawancara,

apabila total skor dalam angket minimal 75% dari ideal 100% (

Bambang Kartika, 1988: 23 ).

Page 99: materi kulit pisang

63

2).Validitas Isi

Validitas isi merupakan upaya untuk mengetahui

kemampuan dalam menilai suatu produk yang meliputi warna,

rasa, aroma, dan tekstur melalui uji inderawi. Upaya untuk

memenuhi validitas isi dari instrumen yaitu melakukan seleksi

penilaian yang diterima dari validitas internal. Pada tahap ini

peneliti membagikan lembar penilaian dan produk yang berupa

sample kepada panelis. Penilaian dilakukan sebanyak 6 kali

terhadap produk sampel dalam waktu yang berbeda. Data

penilaian calon panelis dianalisa menggunakan range methot.

Adapun ketentuan calon panelis adalah sebagai berikut:

Jika rangeJumlah

jumlahRange ≥ 1, maka memenuhi persyaratan

Jika rangeJumlah

jumlahRange ≤ 1, maka calon panelis ditolak

( Bambang Kartika, 1988 : 24 )

b. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas instrumen merupakan pengukuran yang

memiliki konsistensi tinggi sebagai pengukur yang ajeg

(Sugiono,2000:4 ). Reliabilitas tersebut berarti sejauh mana hasil

suatu pengukuran yang dipercaya, untuk penilaian ini apabila

calon panelis dapat menilai secara ajeg yaitu hasil penilaian tetap

sama walaupun penilaian beberapa kali dalam waktu yang

berbeda. Untuk mendapatkan instrumen yang reliabel, calon

Page 100: materi kulit pisang

63

panelis yang diterima pada tahap penyaringan selanjutnya

mengikuti tahap latihan.

Pada tahap latihan calon panelis melakukan penilaian pada

produk nata sebanyak 6 kali pada waktu yang berbeda, kemudian

hasil penilaian dianalisis dengan melihat nilai di dalam range

yang dihitung dari nilai rata-rata ± 1 standart deviasi dengan

perhitungan rentangan nilai X-l SD sampai dengan X+l SD.

Menurut Bambang Kartika, ( 1988:26 ), syarat panelis agak

terlatih yang reliabel adalah apabila nilai masuk di dalam range >

60% berarti dapat diandalkan menjadi panelis agak terlatih.

Sedangkan calon panelis yang nilai masuk dalam range <60%

maka calon panelis tidak dapat diandalkan menjadi panelis agak

terlatih. Calon panelis yang memenuhi syarat sebagai panelis

dalam pengujian yang sesungguhnya. Sedangkan calon panelis

yang tidak memenuhi syarat sebagai panelis yang reliabel dapat

dipersiapkan untuk latihan lanjutan atau alternatif lain dengan

mencari calon-calon baru untuk dipakai sebagai calon panelis

dengan proses mulai dari tahap wawancara sampai pada tahap

evaluasi kemampuan.

Skema tahapan-tahapan seleksi panelis menurut Bambang

Kartika ( 1988: 21 ), dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Page 101: materi kulit pisang

63

Gambar 5. Skema Tahap-tahap seleksi panelis

Tahap 1 Wawancara

Diterima Tahap 2 Tidak (Ditolak)

Penyaringan

Diterima untuk latihan

Latihan

Evakuasi kemampuan

Apakah panelis memenuhi syarat

pengujian h

Tidak (Ditolak)

Mulai pengujian

tidak Kembali ke Tahap 1 dengan calon baru atau latihan baru

Tahap 3

Tahap 4

Page 102: materi kulit pisang

63

Panelis tidak terlatih digunakan untuk menilai tingkat kesukaan

pada suatu produk ataupun menilai tingkat kemauan seseorang untuk

menggunakan suatu produk. Karena menyangkut tingkat kesukaan

terhadap suatu produk makanan maka semakin banyak jumlah anggota

panelis, maka hasilnya akan semakain baik (Bambang Kartika, 1988: 18)

Panelis tidak terlatih yang digunakan adalah 80 orang dari

anggota masyarakat lingkungan kelurahan Sekaran Kecamatan Gunung

Pati Semarang dan lingkungan mahasiswa Fakultas Teknik UNNES.

Berdasarkan golongan usia masyarakat yaitu:

a) Bapak-bapak usia 30-50 tahun sebanyak 20 orang dari RT 03 gang

Manggis Kelurahan Sekaran.

b) Ibu-ibu rumah tangga usia 25-50 tahun dari RT 03 gang Manggis

Kelurahan Sekaran sebanyak 20 orang.

c) Remaja putra usia 17-25 tahun dari Fakultas Teknik UNNES

sebanyak 20 orang.

d) Remaja putri usia 17-25 tahun dari Fakultas Teknik UNNES

sebanyak 20 orang

Alasan menggunakan panelis tidak terlatih dari golongan usia diatas

karena setiap tingkatan usia mempunyai hormon yang berbeda yang

menyebabkan tingkat kepekaan berbada pula.

Page 103: materi kulit pisang

63

H. Analisis Data

Analisis data adalah cara pengolahan data yang diperoleh dari hasil

pengujian. Analisis data dilakukan dengan cara statistik agar hasil

penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Analisis data

bertujuan untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian

ini atau membuktikan hipotesis.

Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kualitas inderawi

antara kulit pisang raja, nata kulit pisang ambon kuning, nata kulit pisang

kapok putih, nata air kelapa sebagai kontrol digunakan uji klasifikasi

tunggal atau anava tunggal dan dilanjutkan dengan uji tukey. Sebelum

melakukan analisis varian terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yang

meliputi uji homogenitas dan uji normalitas.

1. Uji prasyarat

a. Uji Homogenitas

Uji homogenitas adalah suatu cara untuk mengetahui apakah

data yang diperloleh dari penilaian dari panelis agak terlatih itu

homogen atau tidak, maka perlu dilakukan uji homogenitas dengan uji

Bartlett ( Sudjana 1996: 262 ) dengan rumus sebagai berikut.

Sampel Dk dk1

S12 Log S1

2 dk log S12

1 n1 – 1 )1(1

1 −n S1

2 Log S12 (n1 – 1) Log S1

2

2 n2 – 1 )1(1

1 −n S2

2 Log S12 (n1 – 1) Log S1

2

3 n3 – 1 )1(1

1 −n Sk Log Sk2 (nk – 1) Log Sk2

Jumlah Σ (n3 – 1) Σ(n1 – 1) Log S12

Sumber: ( Sudjana 1996: 262 )

Page 104: materi kulit pisang

63

Keterangan:

dk = derajat kebebasan

S1 = Varians sampel ke 1

Log = Logaritma

n1 = Jumlah sampel ke 1

dari tabel ini kemudian dihitung harga-harga yang diperlukan, yaitu:

1) Menghitung varians gabungan dari semua sampel, rumusnya

S2 = {Σ(n1 – 1)/Σ(n – 1)}

2) Mencari harga satuan B, rumusnya

B = (Log S2) Σ (n1 – 1)

3) Menghitung Chi-kuadrat, rumusnya

2 – (Ln10) {B - Σ(n1 –1) Log S12}

4) Dengan Ln 10 = 2,3026, disebut logarotma asli dari bilangan 10.

Kriteria pengujian adalah jika X2hitung < X2

(5%)(k-1) maka data

homogen (Sudjana, 1996:263).

b. Uji normalitas

Uji normalitas adalah suatu cara untuk mengetahui apakah data

penilaian itu normal atau tidak. Untuk membutikan apakah data yang

diperloleh dari penilaian panelis agak terlatih itu normal atau tidak,

maka perlu dilakukan uji normalitas data dengan metode Liliefors

(Sudjana 1996: 467 ). Pengujian normalitas dengan menggunakan uji

Liliefors dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Page 105: materi kulit pisang

63

1) Mencari nilai mean, rumusnya X = nXΣ

2) Mencari nilai simpangan baku, rumusnya S = 1

)( 1

−−Σ

nXX

3) Membuat tabel uji normalitas data

a) Menghitung simpangan baku, rumusnya Z = s

X X )1( −

b) Berdasarkan nilai bilangan baku, dengan menggunakan daftar

distribusi baku tabel, dihitung peluang F (z1)

c) Menghitung selisih F (z1) – S (z1) kemudian menentukan

harga mutlaknya.

d) Mengambil harga yang paling besar di antara harga-harga

mutlak.

Selisih tersebut untuk menentukan harga Lo (L observasi)

Keterangan :

X = Nilai mean

S = Nilai simpangan baku

X1 = Nilai data ke I

Z1 = Nilai angka baku

Kriteria pengujian adalah jika LO < LL(5%;n) maka data

berdistribusi

2. Analisa varian klasifikasi tunggal

Analisa varian klasifikasi tunggal digunakan untuk menjawab

permasalahan pertama yang berbunyi apakah ada perbedaan kualitas

Page 106: materi kulit pisang

63

warna, rasa, aroma dan tekstur nata kulit pisang dengan menggunakan

jenis kulit pisang yang berbeda. Anava klasifikasi tunggal digunakan

untuk mengetahui perbedaan kualitas nata kulit pisang. Sedangkan

rumusnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Analisis Varian Klasifikasi Tunggal

Sumber

Varian (SV)

Derajat

Kebebasan (db)

Jumlah Kuadrat (JK) Rerata JK

(RJK)

F0 Keterangan

Sampel (a) dba = a – 1 JKa = ( )

bX 2Σ

– ( )

NX 2

1Σ RJKa =

a

a

dbJK

c

a

JKRJK

Signigikan 5%

Panelis (b) dbb = b – 1 JKb = ( )

aX 2Σ

– ( )

NX 2

1Σ RJKb =

b

b

dbJK

c

b

JKRJK

Error/kesalahan (c) dbc=db1–dba–dbb JKc = JK1 – JKa – JKb RJKc = c

c

dbJK

Total db1= a x b – 1

Sumber: Bambang Kartika, 1988:86)

Keterangan:

a = banyaknya sampel

b = jumlah sampel

N = jumlah subyek seluruhnya = a . b

(ΣX)2 = jumlah total nilai panelis

Σ(ΣX)2 = jumlah total nilai sampel

(ΣX1)2 = jumlah total nilai

⎥⎦⎤

⎢⎣⎡ Σ

NX1 = faktor korelasi

Page 107: materi kulit pisang

63

Mengkonsultasikan harga Ftabel (Ft) dengan Fhitung (Fo) Kemudian

dikonsultasikan dengan Ftabel (Ft) dengan taraf signifikan 5% dengan

ketentuan jika Fo > dari Ft maka Ho ditolak dan Ha diterima, jika Fo < Ft

maka Ho diterima dan Ha ditolak. Apabila Fo > Ft maka dapat diketahui

antara sampel terdapat perbedaan nyata dari tiap-tiap sampel dan

analisisnya dilanjutkan dengan uji Tukey.

3. Uji Tukey

Menurut Bambang Kartika ( 1988: 83 ), untuk mengetahui seberapa

besar perbedaan antara sampel nata kulit pisang hasil eksperimen

dilakukan uji Tukey dengan menggunakan nilai pembanding.

Nilai pembanding = Standar Error x Nilai Least Significant Difference.

Standard Error = panelisJumlah

errorkuadratjumlahreratan

RJKc=

Nilai Least Significant Difference dapat dilihat pada tabel. Sebelum

dibandingkan, harus dicari rata-rata masing-masing sampel dengan rumus

sebagai berikut:

Nilai rata-rata = N

)Xa(∑

Ketentuan penilaian adalah jika nilai selisih antar sampel > Np (nilai

pembanding), berarti terapat perbedaan yang nyata.

4. Uji kimiawi

Uji kimiawi dilakukan di laboratorium untuk mengujikan zat-zat

gizi. Metode yang digunakan untuk menentukan kualitas zat gizi nata

kulit pisang eksperimen dilakukan pengujian yaitu uji standar. Uji standar

Page 108: materi kulit pisang

63

dilakukan di laboratorium Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta

untuk mengetahui seberapa besar kandungan serat, cemaran mikroba

Coliform dan ketebalan nata kulit pisang

5. Analisis kesukaan masyarakat

Untuk mengetahui daya terima masyarakat atau kesukaan

masyarakat dilakukan dengan analisis deskriptif prosentase. Pengujian ini

digunakan untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap sampel yang

diujikan, oleh karena itu panelis diambil dalam jumlah banyak sehingga

dapat mewakili populasi masyarakat tertentu. Pengujian yang dilakukan

untuk mengetahui daya terima masyarakat dilakukan dengan

menggunakan anailsis deskriptif prosentase. Menurut Muhammad Ali

(1996:194), rumus analisis deskriptif prosentase adalah sebagai berikut:

% = Nn x 100%

Keterangan:

% = Skor prosentase

n = Jumlah skor kualitas (warna, aroma, rasa dan tekstur)

N = Skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis)

Untuk mengubah data skor prosentase menjadi nilai kesukaan

masyarakat dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

c. Menentukan nilai tertinggi, nilai terendah, jumlah kriteria dan jumlah

panelis adalah sebagai berikut:

Nilai tertinggi 5 (sangat suka)

Nilai terendah 1 (tidak suka)

Page 109: materi kulit pisang

63

Jumlah kriteria yang ditentukan 5 kriteria

Jumlah panelis 80 orang

d. Menghitung skor maksimal dan skor minimal adalah sebagai berikut:

Skor maksimal : jumlah panelis x nilai tertinggi

: 80 x 5 = 400

Skor minimal : jumlah panelis x nilai terendah

: 80 x 1 = 80

e. Menghitung persentase maksimal dan prosentase minimal adalah

sebagai berikut:

Prosentase maksimal : imalminskor

maksimalskor x 100%

: 400400 x 100% = 100%

Prosentase minimal : maksimalskor

imalminskor x 100%

: 40080 x 100% = 20%

f. Menghitung rentangan prosentase adalah sebagai berikut:

Rentangan : prosentase maksimal –prosentasi minimal

: 100% - 20% = 80%

g. Menghitung kelas interval adalah sebagai berikut:

Interval prosentase : rentangan : jumlah kriteria

80 : 5 = 16%

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat tabel

interval prosentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut:

Page 110: materi kulit pisang

63

Tabel 5. Interval dan Kriteria Kesukaan

Persentase (%) Kriteria Kesukaan 20 – 35,99 Sangat tidak suka 36 – 51,99 Tidak suka 52 – 67,99 Kurang suka 68 – 83,99 Suka 84 – 100 Sangat suka

Skor tiap aspek penilaian berdasarkan tabulasi data dihitung

prosentasenya, kemudian hasilnya dikonsultasikan dengan tabel di atas

sehingga diketahui kriteria kesukaan masyarakat.

Page 111: materi kulit pisang

63

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, Dkk. 1989. Analisis Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Putra.

Gaspersz, Vincent. 1991. Teknik Analisa dalam Penelitian Percobaan. Bandung: Tarsito.

Kartika, Bambang dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian UGM.

Khalim. Dkk. 2005. Sains Fisika. Jakarta: Bumi Aksara.

Munajim. 1983. Teknologi Pengolahan Pisang. Jakarta: Gramedia.

Saragih. 2004. Membuat Nata de Coco. Bogor: Puspa Swara.

Satuhu dan Supriyadi. 1993. Pisang, Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar. Jakarta: Panebar Swadaya.

Slamet dan Tarwotjo. 1980. Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia. Bogor: Semboja.

Sudjana. 2002. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Sugiono. 2003. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabetha.

Suprapti, Lies. 2005. Aneka Olahan Pisang.

Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhatara Aksara.

Warisno. 2004. Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Page 112: materi kulit pisang

63

PROPOSAL SKRIPSI

PERBEDAAN PENGGUNAAN JENIS KULIT PISANG TERHADAP KUALITAS INDERAWI DAN

KETEBALAN NATA (NATA DE MUSA)

Diajukan oleh:

Nama : Lina Susanti

NIM : 5401401047

Jurusan :Teknologi Jasa dan Produksi

Prodi : Pendidikan Tata Boga S1

TEKNOLOGI JASA DAN PRODUKSI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2005

Page 113: materi kulit pisang

80

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan mengenai hasil dan pembahasan dari hasil

pembuatan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang

terdiri dari hasil uji persyaratan analisis varians klasifikasi anava tunggal

(homogen dan normalitas), hasil dan analisis nata de musa dengan variasi

penggunaan jenis kulit pisang ditinjau dari aspek warna, aroma, rasa manis,

tekstur, dan keseluruhan aspek, hasil uji laboratorium dan analisis uji kesukaan

masyarakat terhadap nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang.

A. Hasil Penelitian

1. Hasil Uji Persyaratan dari Analisis Varian Klasifikasi Tunggal

Sebelum melangkah menggunakan analisis varians klasifikasi tunggal dan

uji tukey terebih dahulu dilakukan uji persyaratan yaitu uji homogenitas

dan normalitas data hasil uji inderawi. Uji homogenitas digunakan untuk

mengetahui apakah varians dari setiap sampel apakah sudah homogen,

sedangkan uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data setiap

sampel berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji homogenitas dan

normalitas dapat dilihat pada data di bawah ini.

80

Page 114: materi kulit pisang

81

a. Uji homogenitas

Uji homogenitas aspek warna, aroma buah, rasa manis dan tekstur

nata de musa dapat dikatakan homogen atau tidak, maka diadakan uji

homogenitas dengan uji bartlett.

Tabel 11. Hasil uji homogenitas data uji inderawi nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang

Aspek χ²hitung χ²tabel Keterangan

Warna 0,9975 5,99 Homogen

Aroma 3,4178 5,99 Homogen

Rasa manis 0,9446 5,99 Homogen

Tekstur 3,4940 5,99 Homogen

Berdasar tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil uji homogenitas

data uji inderawi nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit

pisang pada aspek warna, aroma, rasa, dan tekstur tampak bahwa

harga χ²hitung < χ²tabel ini berarti data hasil uji inderarwi nata de musa

dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang pada aspek warna,

aroma, rasa, dan tekstur, antar kelompok sampelnya mempunyai

varians yang sama.

b. Uji normalitas

Uji normalitas aspek warna, aroma buah, rasa manis dan tekstur

dapat dikatakan berdistribusi normal atau tidaknya, maka diadakan uji

normalitas dengan uji lilliefors.

Page 115: materi kulit pisang

82

Tabel 12. Hasil uji normalitas data uji inderawi nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang

Aspek Lo L tabel Keterangan

Warna 0,1557 0,173 Normal

Aroma 0,1261 0,173 Normal

Rasa manis 0,1706 0,173 Normal

Tekstur 0,1088 0,173 Normal

Berdasar tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil uji normalitas data

uji inderawi nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit

pisang pada aspek warna, aroma, rasa, dan tekstur, tampak bahwa

harga Lo < Ltabel ini berarti data hasil uji inderarwi nata de musa

dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang pada aspek warna, aroma

buah, rasa manis, dan tekstur berdistribusi normal.

2. Hasil uji varians klasifikasi tunggal terhadap nata de musa hasil

eksperimen berdasarkan aspek warna, aroma buah, rasa manis, dan tekstur.

a. Aspek warna

Hasil penilaian dari keempat sampel nata de musa dengan variasi

penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda setelah dilakukan uji

inderawi oleh 25 orang panelis, dilihat dari aspek warna hasil

perhitungan analisis variansnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Page 116: materi kulit pisang

83

Tabel 13. Hasil analisis varians nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari aspek warna

Sumber

variansi

db JK RJK Fhitung F(5%;2:48)

Sampel (a) 2 25,51 12,76 157,28 3,19

Panelis (b) 24 1,19 0,05

Eror (c) 48 3,89 0,08

Total 74 30,60

Sumber : hasil perhitungan lampiran 16 halaman 1 41

Hasil perhitungan dari analisis varians klasifikasi tunggal

tersebut kemudian dibandingkan dengan harga F(5%:2:48). Dari

perhitungan didapatkan harga Fhitung sebesar 157,28 sedangkan harga

F(5%:2:48) sebesar 3,19, karena harga Fhitung > F(5%:2:48) maka berarti

bahwa ada perbedaan yang signifikan dari keempat sampel dilihat dari

aspek warna.

Pengujian selanjutnya dengan menggunakan uji tukey atau uji

pasangan yaitu untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar

pasangan sampel sehingga akan dapat diketahui sampel mana yang

terbaik dengan ketentuan jika selisih antar rata-rata sampel lebih besar

dari nilai pembanding maka ada perbedaan yang nyata antar pasangan

sampel tersebut dan jika selisih antar rata-rata sampel lebih kecil dari

nilai pembanding maka tidak ada perbedaan yang nyata antar pasangan

sampel tersebut. Berikut ringkasan uji tukey pada aspek warna

Page 117: materi kulit pisang

84

Tabel 14. Ringkasan perhitungan uji tukey dilihat dari aspek warna

Perbandingan

antar sampel

Selisih

Rata-rata

Nilai

Pembanding

Keterangan

341 dengan 482 0,45 0,20 Berbeda nyata

341 dengan 631 1,40 0,20 Berbeda nyata

482 dengan 631 0,95 0,20 Berbeda nyata

Sumber : hasil perhitungan lampiran 17 halaman 142

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada aspek

warna tampak perbandingan antar pasangan sampel semuanya berbeda

nyata.

Untuk mengetahui sampel nata yang kualitasnya terbaik dengan

variasi penggunaan jenis kulit pisang hasil eksperimen pada aspek

warna dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada

suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang

baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel

tersebut memiliki kualitas yang kurang baik atau rendah. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 15. Nilai rata-rata uji inderawi pada aspek warna

No Sampel Rata-rata

1. 341 3,68

2. 482 3,23

3. 631 2,28

Sumber : hasil perhitungan lampiran 17 halaman 142

Page 118: materi kulit pisang

85

Berdasarkan nilai rata-rata sebagaimana pada tabel di atas dapat

diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi berdasarkan aspek warna

adalah pada sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,68.

Untuk mempermudah dan memperjelas dalam menyimpulkan

tabel di atas berdasarkan aspek warna dapat dilihat dari nilai rata-rata

tertinggi seperti pada gambar berikut:

3.683.23

2.28

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

Rat

a-ra

ta

341 482 631

Sampel

Gambar 5. Histogram nilai rata-rata nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang aspek warna

Berdasar histogram di atas dapat diketahui bahwa urutan sampel

terbaiknya adalah sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,68 yaitu

nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka,

kemudian sampel 482 dengan nilai rata-rata sebesar 3,23 yaitu nata de

musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dan sampel

361 dengan nilai rata-rata sebesar 2,28 yaitu nata de musa dengan

menggunakan kulit pisang kapok putih.

Page 119: materi kulit pisang

86

b. Aspek aroma buah

Hasil penilaian dari keempat sampel nata de musa dengan variasi

penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda setelah dilakukan uji

inderawi oleh 25 orang panelis, dilihat dari aspek aroma hasil

perhitungan analisis variansnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 16. Hasil analisis varians nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari aspek aroma buah

Sumber

variansi

db JK RJK Fhitung F(5%;2:48)

Sampel (a) 2 23,58 11,79 226,53 3,19

Panelis (b) 24 2,61 0,11

Eror (c) 48 2,50 0,05

Total 74 28,69

Sumber : hasil perhitungan lampiran 21 halaman 146

Hasil perhitungan dari analisis varians klasifikasi tunggal

tersebut kemudian dibandingkan dengan harga F(5%:2:48). Dari

perhitungan didapatkan harga Fhitung sebesar 226,53 sedangkan harga

F(5%:2:48) sebesar 3,19, karena harga Fhitung > F(5%:2:48) maka berarti

bahwa ada perbedaan yang signifikan dari keempat sampel dilihat dari

aspek aroma buah.

Pengujian selanjutnya dengan menggunakan uji tukey atau uji

pasangan yaitu untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar

pasangan sampel sehingga akan dapat diketahui sampel mana yang

terbaik dengan ketentuan jika selisih antar rata-rata sampel lebih besar

Page 120: materi kulit pisang

87

dari nilai pembanding maka ada perbedaan yang nyata antar sampel.

Berikut ringkasan uji tukey pada aspek aroma buah.

Tabel 17. Ringkasan perhitungan uji tukey dilihat dari aspek aroma Perbandingan

antar sampel

Selisih

Rata-rata

Nilai

Pembanding

Keterangan

341 dengan 482 0,69 0,16 Berbeda nyata

341 dengan 631 1,37 0,16 Berbeda nyata

482 dengan 631 0,68 0,16 Berbeda nyata

Sumber : hasil perhitungan lampiran 22 halaman 147

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada aspek

aroma tampak perbandingan antar pasangan sampel semuanya berbeda

nyata.

Untuk mengetahui sampel nata yang kualitasnya terbaik dengan

variasi penggunaan jenis kulit pisang hasil eksperimen pada aspek

warna dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada

suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang

baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel

tersebut memiliki kualitas yang kurang baik atau rendah. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 18. Nilai rata-rata uji inderawi pada aspek aroma

No Sampel Rata-rata

1. 341 3,77

2. 482 3,08

3. 631 2,40

Sumber : hasil perhitungan lampiran 22 halaman 147

Page 121: materi kulit pisang

88

Berdasarkan nilai rata-rata sebagaimana pada tabel di atas dapat

diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi berdasarkan aspek aroma

adalah pada sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,77.

Untuk mempermudah dan memperjelas dalam menyimpulkan

tabel di atas berdasarkan aspek warna dapat dilihat dari nilai rata-rata

tertinggi seperti pada gambar berikut:

3.77

3.08

2.40

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

Rat

a-ra

ta

341 482 361

Sampel

Gambar 6. Histogram nilai rata-rata nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang aspek aroma

Berdasar histogram di atas dapat diketahui bahwa urutan sampel

terbaiknya adalah sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,77 yaitu

nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka,

kemudian sampel 482 dengan nilai rata-rata sebesar 3,08 yaitu nata de

musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dan sampel

361 dengan nilai rata-rata sebesar 2,40 yaitu nata de musa dengan

menggunakan kulit pisang kapok putih.

Page 122: materi kulit pisang

89

c. Aspek rasa

Hasil penilaian dari keempat sampel nata de musa dengan variasi

penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda setelah dilakukan uji

inderawi oleh 25 orang panelis, dilihat dari aspek rasa manis hasil

perhitungan analisis variansnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 19. Hasil analisis varians nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari aspek rasa manis

Sumber

variansi

db JK RJK Fhitung F(5%;2:48)

Sampel (a) 2 23,29 11,65 231,77 3,19

Panelis (b) 24 1,07 0,04

Eror (c) 48 2,41 0,05

Total 74 26,78

Sumber : hasil perhitungan lampiran 26 halaman 151

Hasil perhitungan dari analisis varians klasifikasi tunggal

tersebut kemudian dibandingkan dengan harga F(5%:2:48). Dari

perhitungan didapatkan harga Fhitung sebesar 231,77 sedangkan harga

F(5%:2:48) sebesar 3,19, karena harga Fhitung > F(5%:2:48) maka berarti

bahwa ada perbedaan yang signifikan dari keempat sampel dilihat dari

aspek rasa manis.

Pengujian selanjutnya dengan menggunakan uji tukey atau uji

pasangan yaitu untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar

pasangan sampel sehingga akan dapat diketahui sampel mana yang

terbaik dengan ketentuan jika selisih antar rata-rata sampel lebih besar

dari nilai pembanding maka ada perbedaan yang nyata antar pasangan

Page 123: materi kulit pisang

90

sampel tersebut dan jika selisih antar rata-rata sampel lebih kecil dari

nilai pembanding maka tidak ada perbedaan yang nyata antar

pasangan sampel tersebut. Berikut ringkasan uji tukey pada aspek rasa

manis.

Tabel 20. Ringkasan perhitungan uji tukey dilihat dari aspek rasa manis

Perbandingan

antar sampel

Selisih

Rata-rata

Nilai

Pembanding

Keterangan

341 dengan 482 0,48 0,15 Berbeda nyata

341 dengan 631 1,35 0,15 Berbeda nyata

482 dengan 631 0,87 0,15 Berbeda nyata

Sumber : hasil perhitungan lampiran 27 halaman 152

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada aspek rasa

manis tampak perbandingan antar pasangan sampel semuanya berbeda

nyata.

Untuk mengetahui sampel nata yang kualitasnya terbaik dengan

variasi penggunaan jenis kulit pisang hasil eksperimen pada aspek

warna dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada

suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang

baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel

tersebut memiliki kualitas yang kurang baik atau rendah. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 21. Nilai rata-rata uji inderawi pada aspek rasa

No Sampel Rata-rata

1. 341 3,83

2. 482 3,35

3. 631 2,48

Sumber : hasil perhitungan lampiran 27 halaman 152

Page 124: materi kulit pisang

91

Berdasarkan nilai rata-rata sebagaimana pada tabel di atas dapat

diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi berdasarkan aspek rasa manis

adalah pada sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,83.

Untuk mempermudah dan memperjelas dalam menyimpulkan

tabel di atas berdasarkan aspek rasa manis dapat dilihat dari nilai rata-

rata tertinggi seperti pada gambar berikut:

3.83 3.35

2.48

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

Rat

a-ra

ta

341 482 631

Sampel

Gambar 7. Histogram nilai rata-rata nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang aspek rasa

Berdasar histogram di atas dapat diketahui bahwa urutan sampel

terbaiknya adalah sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,83 yaitu

nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka,

kemudian sampel 482 dengan nilai rata-rata sebesar 3,35 yaitu nata de

musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dan sampel

361 dengan nilai rata-rata sebesar 2,48 yaitu nata de musa dengan

menggunakan kulit pisang kapok putih.

Page 125: materi kulit pisang

92

d. Aspek tekstur

Hasil penilaian dari keempat sampel nata de musa dengan variasi

penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda setelah dilakukan uji

inderawi oleh 25 orang panelis, dilihat dari aspek tekstur hasil

perhitungan analisis variansnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 22. Hasil analisis varians nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari aspek tekstur

Sumber

variansi

db JK RJK Fhitung F(5%;2:48)

Sampel (a) 2 27,00 13,50 160,31 3,19

Panelis (b) 24 2,07 0,09

Eror (c) 48 4,04 0,08

Total 74 33,11

Sumber : hasil perhitungan lampiran 31 halaman 156

Hasil perhitungan dari analisis varians klasifikasi tunggal

tersebut kemudian dibandingkan dengan harga F(5%:2:48). Dari

perhitungan didapatkan harga Fhitung sebesar 160,31 sedangkan harga

F(5%:2:48) sebesar 3,19, karena harga Fhitung > F(5%:2:48) maka berarti

bahwa ada perbedaan yang signifikan dari keempat sampel dilihat dari

aspek tekstur.

Pengujian selanjutnya dengan menggunakan uji tukey atau uji

pasangan yaitu untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar

pasangan sampel sehingga akan dapat diketahui sampel mana yang

terbaik dengan ketentuan jika selisih antar rata-rata sampel lebih besar

dari nilai pembanding maka ada perbedaan yang nyata antar pasangan

Page 126: materi kulit pisang

93

sampel tersebut dan jika selisih antar rata-rata sampel lebih kecil dari

nilai pembanding maka tidak ada perbedaan yang nyata antar pasangan

sampel tersebut. Berikut ringkasan uji tukey pada aspek tekstur.

Tabel 23. Ringkasan perhitungan uji tukey dilihat dari aspek tekstur Perbandingan

antar sampel

Selisih

Rata-rata

Nilai

Pembanding

Keterangan

341 dengan 482 0,81 0,20 Berbeda nyata

341 dengan 631 1,47 0,20 Berbeda nyata

482 dengan 631 0,65 0,20 Berbeda nyata

Sumber : hasil perhitungan lampiran 32 halaman 157

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada aspek

tekstur tampak perbandingan antar pasangan sampel semuanya berbeda

nyata.

Untuk mengetahui sampel nata yang kualitasnya terbaik dengan

variasi penggunaan jenis kulit pisang hasil eksperimen pada aspek

warna dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada

suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang

baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel

tersebut memiliki kualitas yang kurang baik atau rendah. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 24. Nilai rata-rata uji inderawi pada aspek tekstur

No Sampel Rata-rata

1. 341 3,76

2. 482 2,95

3. 631 2,29

Sumber : hasil perhitungan lampiran 32 halaman 157

Page 127: materi kulit pisang

94

Berdasarkan nilai rata-rata sebagaimana pada tabel di atas dapat

diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi berdasarkan aspek tekstur

adalah pada sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,76.

Untuk mempermudah dan memperjelas dalam menyimpulkan

tabel di atas berdasarkan aspek tekstur dapat dilihat dari nilai rata-rata

tertinggi seperti pada gambar berikut:

3.762.95

2.29

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

Rat

a-ra

ta

341 482 631

Sampel

Gambar 8. Histogram nilai rata-rata nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang aspek tekstur

Berdasar histogram di atas dapat diketahui bahwa urutan sampel

terbaiknya adalah sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,76 yaitu

nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka,

kemudian sampel 482 dengan nilai rata-rata sebesar 2,95 yaitu nata de

musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dan sampel

361 dengan nilai rata-rata sebesar 2,29 yaitu nata de musa dengan

menggunakan kulit pisang kapok putih.

3. Hasil uji laboratorium

Page 128: materi kulit pisang

95

Sampel nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang

kemudian diuji di laboratorium dengan tujuan untuk mengetahui

kandungan gizi (serat), kandungan cemaran mikroba (TPC Coliform) dan

ketebalan Nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang

setelah diuji secara sensorik dengan aspek warna, aroma, rasa dan tekstur

dilanjutkan dengan uji laboratorium, dimana pengujian ini yang diuji

hanya sampel eksperimen saja, setiap pengujian diulang sebanyak dua kali

kemudian hasil dari dua kali pengulangan dirata-rata. Hasil rata-rata

tersebut kemudian digunakan sebagai hasil akhir. Uji laboratorium

dilaksanakan sebelum uji inderawi oleh panelis agak terlatih, hal ini

bertujuan untuk keamanan konsumsi produk nata hasil penelitian. Pada

tabel berikut disajikan hasil laboratorium nata de musa dengan variasi

penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda yang dilakukan di

Laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas

Gadjah Mada.

Tabel 28. Hasil uji laboratorium kandungan serat kasar dan cemaran mikroba

Sampel Kandungan Pengujian

I

Pengujian

II

Rata-rata

341 Serat kasar (%)

Cemaran mikroba TPC (cfu/g)

2,8266

2,76 x 107

2,8539

2,81 x 107

2,84025

2,785 x 107

482 Serat kasar (%)

Cemaran mikroba TPC (cfu/g)

2,2151

2,36 x 107

2,1982

2,25 x 107

2,20665

2,305 x 107

631 Serat kasar (%)

Cemaran mikroba TPC (cfu/g)

2,2216

2,41 x 107

2,2874

2,53 x 107

2,2545

2,47 x 107

Sumber : Hasil uji laboratorium Teknologi dan Hasil Pertanian UGM

Page 129: materi kulit pisang

96

Berdasarkan data uji laboratorium kandungan serat kasar dan

cemaran mikroba yang telah dilakukan diketahui bahwa:

a. Kandungan rata-rata serat makanan tertinggi pada sampel 341 yaitu

sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka

sebesar 2,84025% dan terendah pada sampel 482 yaitu sampel nata de

musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning sebesar

2,20665%. Kandungan serat yang terkandung didalam ke tiga sampel

dari variasi jenis kulit pisang sudah sesuai dengan syarat mutu nata

dalam kemasan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai

kandungan serat makanan maksimal 4,5%.

b. Kandungan rata-rata cemaran mikroba (TPC Colifrom) tertinggi pada

sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit

pisang raja nangka sebesar 2,785x107 dan terendah pada sampel 482

yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon

kuning sebesar 2,305x107. Syarat mutu nata dalam kemasan menurut

Standar Nasiaonal Indonesia (SNI) mengenai kandungan cemaran

mikroba TPC Colifrom adalah < 3 APM/g. Berarti dari ke tiga sampel

nata de musa dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda

sudah memenuhi syarat mutu untuk layak dikonsumsi.

c. Uji ketebalan dari ke tiga sampel nata de musa hasil eksperimen diuji

dengan alat ukur yaitu Universal Testing Mcr, alat ini selain untuk

menggukur ketebalan atau ketinggian juga untuk mengukur kelenturan,

kekenyalan atau kekerasan dari sampel yang diujikan.Hasil

Page 130: materi kulit pisang

97

pengukuran ketebalan dari nata de musa hasil eksperimen dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

Tabel 29. Hasil uji laboratorium ketebalan nata (mm)

Sampel Ulangan I Ulangan II Rata-rata

341 13,38 10.86 12,12

482 10,89 11,17 11,03

631 11,37 11,31 11,34

Sumber : Hasil uji laboratorium Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian

UGM (20 Juni 2006)

Berdasarkan data uji laboratorium ketebalan nata yang telah

dilakukan diketahui bahwa sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan

menggunakan kulit pisang raja nangka merupakan nata yang paling tebal

yaitu 12,12mm sedangkan sampel 483 yaitu sampel nata de musa dengan

menggunakan kulit pisang ambon kuning merupakan yang paling tipis

yaitu 11,03mm.

4. Hasil uji kesukaan masyarakat terhadap nata de musa dengan variasi

penggunaan jenis kulit pisang

Untuk mengetahui uji kesukaan masyarakat terhadap nata de musa

dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang dilakukan uji kesukaan

dengan analisis deskripsi kualitatif persentase yang dilakukan pada 80

panelis tidak terlatih yang terdiri dari kelompok usia remaja putra, remaja

putri, ibu-ibu dan bapak-bapak.

Berdasarkan hasil pengujian dari panelis tidak terlatih kemudian di

analisis serta dibandingkan dengan tabel kriteria persentase untuk

mengetahui kriteria kesukaannya.

Page 131: materi kulit pisang

98

Tabel 30 . Ringkasan hasil uji kesukaan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang oleh kelompok remaja putra

No Aspek Sampel ∑ Skor Persentase

(%) Kriteria

kesukaan 1 Warna 341

482 631

88 81 61

88 81 61

Sangat suka Suka Cukup suka

2 Aroma 341 482 631

89 76 58

89 76 58

Sangat suka Suka Cukup suka

3 Rasa 341 482 631

86 73 53

86 73 53

Sangat suka Suka Cukup suka

4 Tekstur 341 482 631

96 79 36

96 79 36

Sangat suka Suka Tidak suka

Sumber : hasil perhitungan lampiran 35 halaman 162

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa menurut 20

panelis tidak terlatih kelompok usia remaja putra, pada aspek warna,

aroma, rasa maupun tekstur yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu

sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.

Tabel 31. Ringkasan hasil uji kesukaan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang oleh kelompok remaja putri

No Aspek Sampel ∑ Skor Persentase

(%) Kriteria

kesukaan 1 Warna 341

482 631

88 74 54

88 74 54

Sangat suka Suka Cukup suka

2 Aroma 341 482 631

81 72 55

81 72 55

Suka Suka Cukup suka

3 Rasa 341 482 631

81 69 54

81 69 54

Suka Suka Cukup suka

4 Tekstur 341 482 631

85 69 41

81 69 41

Sangat suka Suka Tidak suka

Sumber : hasil perhitungan lampiran 36 halaman 163

Page 132: materi kulit pisang

99

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa menurut 20

panelis tidak terlatih kelompok usia remaja putri, pada aspek warna,

aroma, rasa maupun tekstur yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu

sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.

Tabel 32 . Ringkasan hasil uji kesukaan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang oleh kelompok bapak-bapak

No Aspek Sampel ∑ Skor Persentase

(%) Kriteria

kesukaan 1 Warna 341

482 631

93 82 51

93 82 51

Sangat suka Suka Tidak suka

2 Aroma 341 482 631

89 85 57

89 85 57

Sangat suka Sangat suka Cukup suka

3 Rasa 341 482 631

89 84 57

89 84 57

Sangat suka Sangat suka Cukup suka

4 Tekstur 341 482 631

94 81 35

94 81 35

Sangat suka Suka Sangat Tidak suka

Sumber : hasil perhitungan lampiran 37 halaman 164

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa menurut 20

panelis tidak terlatih kelompok usia bapak-bapak, pada aspek warna,

aroma, rasa maupun tekstur yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu

sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.

Page 133: materi kulit pisang

100

Tabel 33 . Ringkasan hasil uji kesukaan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang oleh kelompok ibu-ibu

No Aspek Sampel ∑ Skor Persentase

(%) Kriteria kesukaan

1 Warna 341 482 631

83 76 54

83 76 54

Suka Suka Cukup suka

2 Aroma 341 482 631

81 74 51

81 74 51

Suka Suka Tidak suka

3 Rasa 341 482 631

82 75 47

82 75 47

Suka Suka Tidak suka

4 Tekstur 341 482 631

83 69 25

83 69 25

Suka Suka Sangat tidak suka

Sumber : hasil perhitungan lampiran 38 halaman 165

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa menurut 20

panelis tidak terlatih kelompok usia ibu-ibu, pada aspek warna, aroma,

rasa maupun tekstur yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu sampel

nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.

Page 134: materi kulit pisang

101

Tabel 34 . Ringkasan hasil uji kesukaan per sampel nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang dari 80 panelis tidak terlatih

No Panelis Sampel ∑ Skor Persentase

(%) Kriteria

kesukaan 1 Remaja

putra

341 482 631

353 309 208

88,25 77,25 52,00

Sangat suka Suka Tidak Suka

2 Remaja putri

341 482 631

335 284 204

83,75 71,00 51,00

Suka Suka Tidak Suka

3 Bapak-bapak

341 482 631

365 332 200

91,25 83,00 50,00

Sangat Suka Suka Tidak suka

4 Ibu-ibu 341 482 631

329 294 177

82,25 73,50 44,25

Suka Suka Tidak suka

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa secara umum

sampel yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa

dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Pembahasan hasil penelitian berikut ini menguraikan tentang

perbedaan kualitas nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang,

perbedaan kandungan serat, cemaran mikroba, ketebalan nata de musa serta

kesukaan terhadap nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang.

1. Perbedaan kualitas nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit

pisang

a. Warna

Fungsi dari warna pada suatu makanan sangatlah penting,

karena dapat membangkitkan selera makan. Warna dalam suatu

Page 135: materi kulit pisang

102

makanan yang dijual di pasaran belum tentu aman, yang tidak baik

untuk dikonsumsi terlalu sering karena adanya residu logam berat pada

zat pewarna tersebut sehingga berbahaya bagi kesehatan (F.G Winarto,

1992:183).

Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis

dari keempat sampel pada aspek warna, urutan sampel terbaiknya

adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan

kulit pisang raja nangka dengan warna putih transparan, kemudian

sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan

kulit pisang ambon kuning dengan warna putih agak transparan dan

sampel 361 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih

dengan warna kurang putih ( cenderung kusam ).

Perbedaan warna pada nata de musa hasil eksperimen

disebabkan oleh kandungan pektin yang berbeda didalam kulit pisang

yang digunakan. Semakin banyak jumlah kandungan pektin (

polisakarida struktural ), warna yang dihasilkan akan semakin kusam (

Nanik Setyowati, 2004 : 4 ) hal ini terbukti dengan hasil yang

diperoleh yaitu nata yang terbuat dari kulit pisang kapok putih

warnanya kurang putih ( putih kusam ) karena kulit pisang kapok putih

memiliki kandungn pektin 1,02%, sedangkan untuk natadari bahan

dasar kulit pisang ambon kuning ( kandungan pectin 0,86% ) warnanya

agak putih dan nata dari kulit pisang raja nangka ( kandungan pektin

0,66% ) warnanya putih ( putih cenderung transparan ). Dari hasil yang

Page 136: materi kulit pisang

103

telah diperoleh maka kualitas nata de musa yang terbaik untuk aspek

warna adalah nata dari kulit pisang raja nangka.

b. Aroma

Menurut Bambang Kartika (1988: 10) aroma yaitu bau yang

sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan

dalam menilai kualitas aromanya. Perbedaan pendapat disebabkan tiap

orang memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat

membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang

berlainan.

Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis

dari keempat sampel pada aspek aroma, urutan sampel terbaiknya

adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan

kulit pisang raja nangka dengan aroma pisang yang terasa, kemudian

sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan

kulit pisang ambon kuning dengan aroma pisang agak terasa dan

sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih

dengan aroma pisang kurang terasa.

Perbedaan aroma pada nata de musa hasil eksperimen

disebabkan aroma dari jenis kulit pisang tersebut yang sudah berbeda.

Semakin tajam aroma kulit pisang yang digunakan maka aroma buah

dari nata hasil eksperimen yang dihasilkan akan ikut terasa aroma

buahnya. Selain itu juga yang diperkuat dengan adanya bahan

tambahan berupa gula pasir.

Page 137: materi kulit pisang

104

c. Rasa

Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar

suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat

mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk

yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf (F.G Winarno,

1992: 204).

Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis

dari keempat sampel pada aspek rasa, urutan sampel terbaiknya adalah

sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit

pisang raja nangka dengan rasa manis kemudian sampel 482 yaitu

yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon

kuning dengan rasa agak manis dan sampel 631 yaitu nata de musa

menggunakan kulit pisang kapok putih dengan rasa kurang manis.

Perbedaan rasa pada nata de musa disebabkan oleh jenis kulit

pisang itu sendiri. Dimana didalam kulit pisang mempunyai

kandungan pektin yang berdeda pula. Semakin tinggi kandungan

pektinnya maka rasa nata yang dihasilkan sebelum direbus dalam

larutan gula ( sirup gula ) 30% cenderung semakin asam, keasaman

inilah yang dapat mengakibatkan tingkatan rasa nata yang berbeda. .

Hal ini terbukti dengan hasil yang diperloleh, rasa nata dari kulit

pisang raja nangka ( kandungan pektin 0,66% ) mempunyai rasa yang

mendekati kreteria nata yang ideal yaitu manis. Sedangkan nata dari

kulit pisang ambon kuning ( kandungan pektin 0,86% ) mempunyai

Page 138: materi kulit pisang

105

rasa agak manis dan nata dari kulit pisang kepok putih ( kandungan

pektin 1,02% ) mempunyai rasa yang kurang manis. Dengan demikian

nata de musa yang menggunakan kulit pisang raja nangka sebagai

bahan dasarnya akan menghasilkan rasa nata yang terbaik.

d. Tekstur

Tekstur merupakan kenampakan dari luar yang dapat secara

langsung dilihat oleh konsumen sehingga akan mempengaruhi

penilaian terhadap diterima atau tidaknya produk tersebut.

Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis

dari keempat sampel pada aspek tektur, urutan sampel terbaiknya

adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan

kulit pisang raja nangka dengan tekstur kenyal, kemudian sampel 482

yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang

ambon kuning dengan tekstur agak kenyal dan sampel 631 yaitu nata

de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan tekstur kurang

kenyal.

Perbedaan tekstur pada nata de musa hasil eksperimen

disebabkan oleh kandungan pektin yang berbeda pada bahan dasar

kulit pisang itu sendiri. Kulit pisang yang mempunyai kandungan

pektin yang tinggi akan menghasilkan nata de musa dengan tekstur

cenderung lebih liat. Hal ini terbukti dengan hasil yang diperloleh

yaitu nata yang terbuat dari kulit pisang raja nangka ( kandungan

pektin 0,66% ) teksturnya paling baik yaitu kenyal, sedang untuk nata

Page 139: materi kulit pisang

106

dari bahan dasar kulit pisang ambon kuning (kandungan pektin 0,86%)

teksturnya agak kenyal dan nata dari kulit pisang kepok putih

(kandungan pektin 1,02%) teksturnya kurang kenyal cenderung liat

dan sulit untuk ditelan. Dari hasil yang telah diperloleh maka kualitas

nata de musa yang terbaik untuk aspek tekstur adalah nata dari kulit

pisang raja nangka.

Urutan terbaik masing-masing sampel dapat dilihat

berdasarkan besarnya nilai rata-rata masing-masing sampelnya, dengan

demikian sampel yang memiliki rata-rata tertinggi merupakan sampel

terbaik.

Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis

dari keempat sampel dari aspek warna, aroma, rasa maupun tektur,

urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de

musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan nilai rata-

rata sebesar 15,04, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de

musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan nilai

rata-rata sebesar 12,60 dan sampel 631 yaitu nata de musa

menggunakan kulit pisang kapok putih dengan nilai rata-rata sebesar

9,45.

2. Hasil uji laboratorium

Berdasarkan hasil uji laboratorium sampel diketahui:

a. Uji kandungan serat.

Page 140: materi kulit pisang

107

Menurut Emma S Wirakusumah ( 2003:16 ), definisi serat

(fiber) sampai saat ini belum ada yang benar-benar tepat. Namun ada

dua definisi yang telah disepakati yang pertama yaitu serat adalah

polisakarida nonpati berupa karbohidrat komplek yang terbentuk dari

beberapa gugusan gula sederhana yang bergabung jadi satu. Sedangkan

definisi yang ke dua yaitu serat adalah sisa yang tertinggal dalam kalor

setelah makanan dicerna atau setelah protein, lemak, hidrat arang,

vitamin, dan mineral dari makanan yang berasal dari tumbuhan

diserap. Sisa tersebut disebabkan karena manusia tidak mempunyai

enzim yang dapat mencerna serat tersebut. banyak terdapat pada

dinding sel tanaman pangan.

Ada dua istilah kepustakaan yang sering digunakan berkaitan

dengan serat, yaitu serat kasar atau Crude Fiber ialah serat tumbuhan

yang tidak larut dalam air, misalnya selulosa, hemiselulosa, dan lignin.

Adapun serat yang larut dalam air adalah pektin, dan gum. Sedangkan

istilah berikutnya ialah Dietary Fiber atau serat makanan yaitu semua

jenis serat yang tetap ada dalam kolon setelah pencernaan, baik serat

larut air maupun serat tidak larut air. Dari pernyataan diatas dapat

disimpulkan bahwa kandungan serat pada nata de musa lebih sesuai

menggunakan istilah serat kasar atau Crude Fiber, karena beasal dari

selulosa tumbuhan. Fungsi dari serat adalah untuk meningkatkan bobot

dan ukuran fases, meningkatkan asam empedu, menurunkan kadar

Page 141: materi kulit pisang

108

kolesterol dan membantu mencegah penyakit degeneratif seperti

kegemukan dan kanker usus besar.

3. Pembahasan tentang tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata de musa

hasil eksperimen

Berdasarkan hasil uji kesukaan dari 80 panelis tidak terlatih

terhadap ketiga sampel hasil eksperimen diketahui:

a.

aspek warna, aroma, rasa maupun tekstur sampel yang paling disukai

adalah sampel 341 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit

pisang raja nangka.

b. menurut 20 panelis tidak terlatih kelompok usia remaja putri, pada

aspek warna, aroma maupun tekstur sampel yang paling disukai adalah

sampel 341 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja

nangka.

c. menurut 20 panelis tidak terlatih kelompok bapak-bapak, pada aspek

warna, aroma, rasa maupun tekstur sampel yang paling disukai adalah

sampel 341 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja

nangka.

d. menurut 20 panelis tidak terlatih kelompok ibu-ibu, pada aspek warna,

aroma, rasa maupun tekstur sampel yang paling disukai adalah sampel

341 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.

Page 142: materi kulit pisang

109

Secara umum dari 80 panelis tidak terlatih menyatakan sampel

yang paling disukai adalah sampel dengan kode 341 yaitu nata dengan

menggunakan kulit pisang raja nangka. Hal ini disebabkan nata dengan

kode 341 atau nata dari kulit pisang raja nangka mempunyai kreteria nata

yang mendekati ideal yaitu warna putih (cenderung transparn), aroma khas

pisang raja nangkas, rasa manis tekstur kenyal dan tebal.

Page 143: materi kulit pisang

BAB V

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat

diambil simpulan dan saran sebagai berikut.

A. Simpulan

1. Ada perbedaan kuliatas yang nyata pada nata kulit pisang hasil eksperimen

yang dibuat dengan jenis kulit pisang yang berbeda (kulit pisang raja

nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih) secara

keseluruhan dilihat dari indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada uji

inderawi sampel terbaiknya adalah sampel dengan kode 341(nata dari kulit

pisang raja nangka) kemudiaan sampel kode 482 (nata dari kulit pisang

ambon kuning), dan terakhir sampel kode 631 (nata dari kulit pisang

kepok putih).

2. Berdasarkan uji ketebalan nata yang paling tebal adalah sampel dengan

kode 341 dengan nilai rata-rata sebesar 12,12 mm kemudian sampel kode

631 dengan nilai rata-rata sebesar 11,34 mm terakhir sampel kode 482

dengan nilai rata-rata sebesar 11,03 mm.

3. Berdasarkan hasil uji laboratorium

Berdasarkan uji kandungan serat (Crude Fiber), yang terbaik adalah

sampel dengan kode 341 yaitu nata yang menggunakan kulit pisang raja

nangka dengan nilai rata-rata sebesar 2,84025% kemudian sampel kode

631 yaitu nata yang menggunakan kulit pisang kepok putih dengan nilai

112

Page 144: materi kulit pisang

rata-rata sebesar 2,2545% dan terakhir sampel kode 482 yaitu nata yang

menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan nilai rata-rata sebesar

2.2066%. Nata kulit pisang hasil eksperimen, hasil uji kimiawi ketiga

sampel untuk kandungan serat kasar sudah sesuai dengan syarat mutu SNI

nata yaitu maksimal 4.5%. Sedangkan untuk kandungan cemaran mikroba

TPC Colifrom yang terendah adalah sampel dengan kode 482 dengan nilai

rata-rata sebesar 2,25x102 cfu/g kemudian sampel kode 631 dengan nilai

rata-rata sebesar 2,47x102 cfu/g dan yang tertinggi yaitu sampel kode 341

dengan nilai rata-rata sebesar 2,79x102 cfu/g. Juga sudah memenuhi

syarat mutu SNI nata yaitu kurang dari 3 AMP/g.

4. Berdasarkan penilaian panelis tidak terlatih dapat diketahui bahwa secara

umum sampel dengan kode 341 yaitu nata dengan menggunakan kulit

pisang raja nangka merupakan sampel yang paling disukai dengan kreteria

warna nata putih (cenderung transparan), beraroma buah khas pisang raja

nangka, rasa manis dan tekstur kenyal dan tebal.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan selama proses penelitian

maka penulis ingin memberi saran sebagai berikut.

1. Penggunaan starter sebaiknya menggunakan starter yang berumur 7

sampai 8 hari karena starter yang umurnya lebih dari 8 hari akan

menghasilkan nata yang berkualitas kurang maksimal.

2. Dalam proses fermentasi atau pemeraman sebaiknya menggunakan

ruangan yang gelap tanpa fentilasi udara agar cahaya dan udara tidak

113

Page 145: materi kulit pisang

banyak yang masuk karena cahaya dan udara berpengaruh terhadap

kualitas nata yang dihasilkan.

3. Agar produk ini lebih aman untuk dikonsumsi maka bagi calon produsen

nata yang berkeinginan mencoba memproduksi sebaiknya perlu diteliti

lebih lanjut tentang ambang batas aman konsumsi nata dari kulit pisang

secara keseluruhan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)

no. 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam kemasan..

114

Page 146: materi kulit pisang

DAFTAR PUSTAKA

Ani Suryani,dkk. 2005. Membuat Aneka Nata. Jakarta : Panebar Swadaya

Anonymous. 1996. Petunjuk Pratikum Mikrobiologi Pangan dan Industri. Malang : Laboratorium Biologi Universitas Muhammadiyah

Bambang Kartika, dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta : Pusat Antar Universitas UGM

Ch. Lilies Sutarminingsih. 2004. Peluang Usaha Nata de Coco. Yogyakarta :

Kanisius Emma S. Wirakusumah. 2003. Buah dan Sayur Untuk Terapi. Jakarta : Panebar

Swadaya John M. de Man. 1997. Kimia Makanan Edisi II. Bandung : Institut Teknologi

Bandung Krus Haryanto, dkk. 1998. Pemanfaatan Limba Cair Tahu Menjadi Nata de

Soya. Semarang : Balai Pertanian dan Pengembangan Industri Lingga. 1989. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Panebar Swadaya

Loekmonohadi. 2002. Paparan Perkuliahan Kimia Makanan. Semarang : Fakultas Teknik UNNES

L. Suhardiyono. 1988. Tanaman Kelapa Budidaya dan Pemanfaatannya.

Yogyakarta : Kanisius Muhammad Zainudin. 1996. Metode Penelitian. Yogyakarta : Kanisius

M. Lies Suprapti. 2005. Aneka Olahan Pisang. Yogyakarta : Kanisius

Munadjim. 1986. Teknologi Pengolahan Pisang. Jakarta : PT. Gramedia

Nanik Setyowati. 2004. Karya Tulis Ilmiah. Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Berat, Ketebalan, Kadar Serat dan Kekerasan Nata Jambu Mete. Semarang: Politeknik Kesehatan Semarang

Rindit Pambayun. 2002. Teknologi Penggolahan Nata de Coco. Yogyakarta :

Kanisius Rony Palungkun. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta : Panebar

Swadaya

115

Page 147: materi kulit pisang

SNI 01- 2891- 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta : Departemen Perindustrian

SNI 01- 4317- 1996. Nata dalam Kemasan. Jakarta : Departemen Perindustrian

Soewarno T. Soekarno. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta : Bratara Karya Aksara

Sri Suratiningsih. 1997. Pembuatan Nata dengan Menggunakan Berbagai

Macam Buah dan Limbah. Semarang : STIP Farming Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung : Tarsito

Sugiono. 2005. Statistika dalam Penelitian. Bandung : Alfabeta

Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta : Rineka Cipta

Suswahyundari. 1997. Eksperimen Pembuatan Nata dari Kulit Nanas.

Semarang: Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Suyanti Satuhu dan Ahmad Supriyadi. 1996. Pisang Budidaya Pengolahan dan

Prospek Pasar. Jakarta : Panebar Swadaya Vincenht Gaspersz. 1991. Teknik Analisa dalam Penelitian Percobaan.

Bandung: Tarsito Warisno. 2004. Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Jakarta : Argomedia

Pustaka Winarno. F. G, dkk. 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta : PT. Gramedia

YP. Saragih. 2004. Membuat Nata de Coco. Jakarta : Puspa Swara

116