materi kuliah agama hindu (3)

120
4.3 Kegiatan Belajar 3 PANCA – SRADHA 4.3.1 Uraian dan Contoh Panca Sradha adalah lima keyakinan dalam ajaran filsafat ajaran Hindu. Panca Lima Sradha : keyakinan Panca Sradha meliputi : Brahman, Atman, Karman, Samsara, dan Moksa. A. Brahman Keyakinan terhadap adanya Tuhan (Widhi Sraddha). Widhi Berarti Yang Menakdirkan dan Tattwa berarti filsafat. Widhi Tattwa berarti filsafat yang menakdirkan atau filsafat Tuhan. Untuk mencapai kesempurnaan, kebersihan hati, keluruhan hati, Bhaktimarga, yaitu sujud bakti kepada Tuhan adalah jalan yang termudah. Bhaktimarga tidak memerlukan kebijaksanaan (Jnana), oleh karena itu sebagian besar umat manusia dapat melakukannya. Dengan menyembah Icawara sebagai Tuhan Yang Pengasih dan Penyayang, Pelindung keadilan dengan hati yang tulus, hati kita akan dibersihkan. Kebersihan hati adalah sumber budi dan sila yang luhur (Dharma), kebahagiaan hati dan kebebasan roh dari penjelmaan (Moksa). Innamarga agak berat dan abstrak hingga sukar diterima oleh umat biasa. Dengan mendoa dan memuja Tuhan untuk mohon restu 1

Upload: adhimastra

Post on 16-Jun-2015

4.316 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Materi kuliah Agama Hindu sebagai latar belakang Arsitektur tradisional Bali

TRANSCRIPT

Page 1: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

4.3 Kegiatan Belajar 3

PANCA – SRADHA

4.3.1 Uraian dan Contoh

Panca Sradha adalah lima keyakinan dalam ajaran filsafat ajaran Hindu.

Panca Lima Sradha : keyakinan Panca Sradha meliputi : Brahman, Atman,

Karman, Samsara, dan Moksa.

A. Brahman

Keyakinan terhadap adanya Tuhan (Widhi Sraddha). Widhi Berarti Yang

Menakdirkan dan Tattwa berarti filsafat. Widhi Tattwa berarti filsafat yang

menakdirkan atau filsafat Tuhan. Untuk mencapai kesempurnaan, kebersihan hati,

keluruhan hati, Bhaktimarga, yaitu sujud bakti kepada Tuhan adalah jalan yang

termudah. Bhaktimarga tidak memerlukan kebijaksanaan (Jnana), oleh karena itu

sebagian besar umat manusia dapat melakukannya. Dengan menyembah Icawara

sebagai Tuhan Yang Pengasih dan Penyayang, Pelindung keadilan dengan hati

yang tulus, hati kita akan dibersihkan. Kebersihan hati adalah sumber budi dan

sila yang luhur (Dharma), kebahagiaan hati dan kebebasan roh dari penjelmaan

(Moksa). Innamarga agak berat dan abstrak hingga sukar diterima oleh umat

biasa. Dengan mendoa dan memuja Tuhan untuk mohon restu hendaknya Ia

menuntut kita untuk mencapai kesempurnaan dan berterima kasih atas

perlindungan-Nya, maka Icawara Mahadewa, pelindung sekalian makhluk akan

membimbing kita untuk menjadi manusia ber-Dharma (bersila dan berbudi

luhur). Untuk menimbulkan rasa sujud bakti kepada Tuhan yang berwujud

Suksma (abstrak), perlu yakin dulu dengan ada-Nya. Andaikata kita tiada percaya

dengan adanya Tuhan bagaimana kita dapat sujud bakti kepada Dia. Oleh karena

itu perlu Craddha (keyakinan) dulu. Banyak fakta-fakta yang menyebabkan

keyakinan terhadap Tuhan itu timbul di dalam diri manusia. Bagi umat

kebanyakan keyakinan itu timbul berdasarkan Agama dan berdasarkan ajaran

Castra (dogma). Tetapi terdapat juga beberapa orang yang yakin adanya Tuhan

karena Anumana. Misalnya sering kita kagum mengenangkan betapakah besar

1

Page 2: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

angkasa, andaikata terdapat ribuan matahari dan planit yang lebih besar dari dunia

kita sebagai yang diterangkan oleh sarjana ilmu falak. Siapakah yang mengadakan

benda-benda angkasa yang demikian besarnya itu ? Ahli tumbuh-tumbuhan

mengatakan bahwa maksud bunga berwarna indah tidak lain daripada untuk

menarik kumbang, hendaknya kumbang, hendaknya kumbang datang bertengger

di atas bunga untuk menghisap madu. Madu adalah upah bagi kumbang karena

jasanya dalam memindahkan tepung sari bunga jantan yang melekat pada bulu

kaki kumbang jantan itu ke dalam putik bunga betina, sehingga timbul

perkawinan bunga, pembuahan dan pembiakan. Konon di Himalaya terdapat

tumbuh-tumbuhan yang amat berbisa. Andaikata bisa daun tumbuh-tumbuhan itu

mengenai kulit manusia atau binatang mungkin manusia atau binatang itu akan

pingsan karena gatal bisanya. Tetapi aneh du mana tumbuh pohon berdaun

berbisa itu di sebelahnya tentu tumbuh pohon yang daunnya menjadi obat

penawar bisanya, hingga bila manusia atau binatang tersentuh oleh pohon itu

segera ia makan atau menggosokkan daun obat yang tumbuh di sebelahnya itu

maka gatal bisa itu tidak akan menjadi. Andaikata kita mengenangkan keanehan-

keanehan alam, maka timbullah keheranan di dalam hati, seolah-olah ada

kekuatan yang bijaksana dan cerdas yang mengadakan dan mengatur alam

semesta. Apa gerangan kekuatan itu ? Ada yang menyebut hukum alam, tetapi ada

yang mengatakan hukum kebijaksanaan Tuhan.

Dengan Anumana atau menarik kesimpulan berdasarkan gejala-gejala

keanehan alam kita percata akan adanya Tuhan. Makin banyak kita menemui dan

mengalami keanehan alam, berdasarkan pengalaman biasa maupun berdasarkan

keanehan-keanehan yang timbul karena penyelidikan ilmu pengetahuan, makin

kuat keyakinan kita akan adanya Tuhan Maha Kuasa. Selain daripada itu di antara

ribuan juta umat manusia terdapat beberapa orang yang dapat mengenal Tuhan

dengan Pratyaksa langsung merasakan atau mengalami ada-Nya, bagaikan

menjumpai manusia gaib yang tiada berbadan, tetapi dirasakan ada-Nya dengan

pengalam-pengalam gaib yang mengherankan. Kepada mereka itu, Tuhan

melimpahkan ajaran suci untuk membimbing umat manusia mencapai

kesempurnaan hidup lahir batin. Hanya orang beriman yang alat wahyu

2

Page 3: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

(intuisinya) tajam karena amal kebajikan dan kesucian rohaninya dapat bermuka-

muka (Fratyaksa) dengan Tuhan dengan pengalaman gaib. Para Rsi dan Nabi

adalah orang suci yang dapat mengalami dan merasakan adanya Tuhan. Tuhan

membuka tabir kebesaran dan keagungan-Nya di hadapan mereka. Bagi para

Mahpurusa atau orang suci yang mendapatkan rahmat itu, Tuhan tidak menjadi

objek keyakinan lagi, melainkan pengalaman. Ia tidak menjadi objek agama atau

Anumana, Tetapi Pratyaksa. Andaikata para Rsi dan Nabi tidak mengalami dan

bermuka-muka dengan Tuhan bagaimanakah dapat dikatakan mereka itu

menerima wahyu, semua orang dapat mengatakan diri menerima wahyu dan

dapat menyusun kitab suci dan menyebut diri pesuruh Tuhan.

Petikan 1 : Sasiwimbha aneng ghata mesi banu,

ndan asing suci nirmala mesi wulan,

iwa mangkana rakwa kiteng kadadin

ring angambeki yoga kiteng sakala.

(Arjuna Wiwaha 11.1)

Arti : Bagaikan bulan di dalam tempayan berisi air

di dalam air yang suci jernih terdapatlah bulan,

Demikianlah konon dikau pada makhluk,

pada orang yang melakukan yoga Engkau menampakkan diri.

Petikan 2 : Katemunta marika, sitam katemu

kahidepta marika sitan kahidep

kawenang ta marika, sitan kawenang

paramartha Ciwatwa nirawarana.

(Arjuna Wiwaha 11.2)

Arti : Dijumpai (Engkau) oleh mereka (Yogi) yang berjiwa suci, yang

tidak dijumpai oleh umat biasa.

terasa (Engkau) oleh mereka (para Yogi) yang tidak dirasakan oleh

umat biasa, tercapai (Engkau) oleh mereka (Yogi) yang tidak dapat

dicapai oleh umat biasa.

3

Page 4: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

(Karena Dikau), yang bersifat Maha Mulia (Siwatwa) dan tak terbayangkan

(Nirawarana), dijadikan tujuan yang tertinggi (Paramartha).

Dengan memperhatikan sajak di atas dapat kiranya kita menginsafi bahwa

ajaran kerohanian adalah ilmu pengetahuan untuk mengetahui bukan sebagai

Karma Phala, Swarga-neraka, Moksa dan sebagainya, tetapi penciptanya, dan alat

untuk mengetahuinya bukan kecerdasan akal tetapi budi luhur yang memekarkan

alat wahyu (intuisi), yaitu salah satu bagian dari alam pikiran (psycho) yang

terdapat dalam diri manusia.

1) Wujud dan Sifat Agung Hyang Widhi Wasa sebagai Hyang Tunggal (Tuhan

Yang Maha Esa)

Dengan memperhatikan keanehan-keanehan dan luas semesta berjuta-

juta jenis isinya serta seimbang (harmony) jalinan antara yang satu dengan

yang lain, maka timbullah kekaguman di dalam hati bagaimana besarnya

kekuasaan Pencipta dan pengaturnya, bagaimana agung sifat Pencipta dan

Pengatur Yang Maha Kuasa yang kita sebut Tuhan, Hyang Widhi Wasa, Ciwa

atau Brahma. Di dalam kitab filsafat kerohanian Hindu sebagai Upanisad dan

Tattwa-Tattwa ajaran Ciwa banyaklah tercantum renungan-renungan

mengenai wujud dan sifat agung Tuhan Hyang Widhi Wasa (Siwa atau

Brahma itu). Di dalam Rg. Weda Samhita tercantum suatu sloka yang

berbunyi sebagai berikut :

“Ekah Sat wipra bahudha wadanti,

Agnim, Yman, Matariswanam”

“Hanya terdapat satu kebenaran yang mutlak.

Orang bijaksana menyebut dengan berbagai-bagai nama

Agni, Yama, Matariswan”.

Demikian juga Upanishad bagian Weda yang terakhir menyebut suatu rumus :

“Ekam Ewa adwityam Brahma”

Hanya ada satu Tuhan (Brahman) tidak ada yang kedua.

4

Page 5: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Memperhatikan wahyu yang dilimpahkan kepada para maka Rsi yang

terdapat dalam Weda sebagai yang tersebut di atas teranglah bahwa hanya

terdapat satu kekuasaan yang mengadakan (Utpati), memelihara (Sthiti) dan

mengembalikan kepada asalnya (Pralina) segala yang ada di dalamnya. Tuhan

hanya satu, umat Hindu di Bali memberi Dia gelar Sanghyang Widhi Wasa,

Widhi artinya takdir dan Wasa, Yang Maha Kuasa. Widhi Wasa berarti Yang

Maha Kuasa yang menakdirkan segala yang ada. Dia disebut juga Bhatara

Siwa (Pelindung Yang Mulia). Dia diberi gelar juga Sanghyang Mahadewa

(Dewa Yang Tertinggal). Banyak gelar lagi yang dipersembahkan oleh umat

Hindu di Bali kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagai Sanghyang

Parameswara (Raja Termulia), Parama Wisesa (Maha Kuasa), Jagat Karana

(Pencipta Alam) dan lainnya. Sebagai pencipta Ia bergelar Brahma (Utpatti) di

dalam aksara Ia disimpulkan dengan huruf “A”. Sebagai pemelihara dan

pelindung (Shatiti) Ia disebut Wisnu, sebagai simbolnya ialah huruf “U” dan

sebagai Tuhan yang mengembalikan segala isi alam kepada sumber asalnya

(Paralina) Ia bernama Siwa Rudra. Siwa Rudra sering juga disebut Iswara,

simbolnya dalam aksara ialah “M”. Di dalam perwujudannya sebagai Brahma

(Pencipta), Wisnu (Pemelihara) dan Siwa Rudra (Pengembali ke asalnya) Ia

disebut Trimurti. Trimurti adalah tiga perwujudan Tuhan Siwa Yang Maha

Tunggal. Tuhan Siwa Mahadewa, Yang Maha Esa dan Maha Kuasa

disimbolkan dengan aksara “OM” (AUM) yang disebut juga Omkara atau

“Pranawa”. Oleh karena itu tiap-tiap mantera harus dimulai dengan suara OM.

Sebagai inti kekuatan doa mantera itu hendaknya dapat menggetarkan dan

menggerakkan alam semesta. Tuhan Yang Maha Tunggal, Siwa Mahadewa,

adalah Tuhan yang kekal dan abadi tiada berawal dan berakhir (Anandi dan

Ananta) tidak ada yang menciptakan atau melahirkan, melainkan mencipta

atau melahirkan diri sendiri. Oleh karena itu Ia disebut “Swayambhu”.

(Wayam-sendiri dan bhu-lahir). Di dalam perwujud-Nya sebagai sumber

kekuatan hukum alam dan sumber hidup segala makhluk Ia disebut Parama

Siwa (Nirguna Brahma). Parama Siwa (Nirguna Brahma) adalah Roh

(Paramatma) Bhuwana Agung (Cosmos) dan Jitwatma atau Atma (Siwaatma)

5

Page 6: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

adalah baginya yang menjadi roh tiap-tiap makhluk. Parama Siwa (Nirguna

Brahma) bersenyawa dengan kekuatan hukum kodratnya (Cakti) yang juga

disebut Maya Tattwa atau Acetana, hingga menjadi maha kuasa dan bergelar

Sada Siwa (Saguna, Brahma) atau Icawara yang mengadakan, memelihara

pada alam tercipta (Srsti) dan melenyapkan alam semesta ke dalam

kekosongan pada waktu kiamat (Pralaya).

2) Cadu Sakti dan Astaiswarya

Sada Siwa (Hyang Widhi Wasa, Saguna Brahma) tersebut sebagai

Tuhan yang mempunyai empat sifat Maha Kuasa yang disebut Catur atau

Cadu Cakti. Adapun keempat sifat Maha Kuasa (Cadu Cakti) Tuhan (Siwa)

itu ialah Wibhu Sakti, Prabhu Sakti, Inana Sakti, dan Kriya Sakti. Wibhu Sakti

berarti bersifat Maha Ada meresap memenuhi buana. Tiada ada tempat yang

tidak dipenuhi oleh Tuhan (Siwa), di mana-mana Dia selalu hadir.

Kekosongan ruang angkasa dipenuhi oleh wujud-Nya yang Maha Sukma

gaib. Prabhu Sakti artinya sifat Maha Kuasa sebagai Pencipta (Utpatti)

Pemelihara Sthiti dan dapat menghilangkan segala isi alam pada hari kiamat

(Pralaya atau Pralina). Segala sesuatu terjadi karena kodrat dan kekuasaannya.

Jnana Sakti berarti Maha Tahu. Tuhan mengetahui segala kejadian dan segala

yang ada di alam yang kelihatan maupun yang gaib (Skala Niskala). Tiada

suatu perbuatan dan kerja makhluk yang tidak diketahui-Nya. Oleh karena itu

di dalam ajaran kerohanian Agama Dia disebut Sakti Agung yang mengetahui

tingkah laku, gerak langkah, amal dan dosa semua makhluk, hingga manusia

tidak dapat mengingkari dosa perbuatannya. Kriya Sakti Maha Karya, dapat

melakukan apa yang dikehendaki-Nya.

Petikan : Utpadaka na sadhakah

tat tasya anugrahaparah

wirocanakaro nityah

sarmajana sarwakrdwibhuh

Sawyaparah, Bhatara Sada Siwa,

6

Page 7: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

hana padmasana pinakapalungguhanira

aparan ikang padmasana ngaranya

Saktinira, Sakti ngaranya Wibhu sakti,

Prabhu Sakti, Jnana Sakti, Kriya Sakti,

Nahan Hyang Cadu Sakti.

(Wrhaspati tattwa 12)

Terliput (oleh kekuasaan kodrat maha kuasa)

Bhatara Sada Siwa (Hyang Widhi Wasa). Ada

singgasana teratai (Padmasana) sebagai tempat-Nya,

apa gerangan yang dimaksud dengan singgasana

teratai (Padmasana) itu tidak lain daripada

sakti-Nya/kekuatan kodrat-Nya, Sakti tersebut

ialah Wibhu Sakti (Maha Ada), Prabhu Sakti

(Maha Kuasa), Jnana Sakti (Maha Tahu), Kriya –

Sakti (Maha Karya), demikianlah Cadu Sakti (Empat Maha Kuasa) itu.

Selain dari keempat Sakti itu, Sada Siwa (Saguna Brahma) mempunyai

delapan sifat maha kuasa yang disebut Astaiswarya (Asta berarti delapan :

aiswarya berarti Maha Kuasa). Adapun Astaiswarya itu ialah :

1) Terdapat (kesaktian Tuhan) yang disebut Anima

2) Terdapat (kesaktian Tuhan) yang disebut Laghima

3) Terdapat (kesaktian Tuhan) yang disebut Mahima

4) Terdapat (kesaktian Tuhan) yang disebut Prapti

5) Terdapat (kesaktian Tuhan) yang disebut Prakarya

6) Terdapat (kesaktian Tuhan) yang disebut Icitwa

7) Terdapat (kesaktian Tuhan) yang disebut Wacitwa

8) Terdapat (kesaktian Tuhan) yang disebut Yatta Kamawasaytwa

Petikan : Anima laghima caiwa

mahima prapti ewaca

prakamyan ca icitwamca

wacitwam yatrakamatwam

7

Page 8: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Hana Anima ngaranya

hana Mahima ngaranya

hana prepti ngaranya

hana prakamya ngaranya

Hana Icitwa ngaranya

hana Wacitwa ngaranya

hana Yatrakamawasa yitwa ngaranya.

(Wrhaspati Tattwa 14)

Kalau dijelaskan secara singkat kedelapan sifat agung Sada Siwa itu,

Anima berasal dari kata Anu yang berarti kekuatan “atom” Anima dari As-

taiswarya, ialah sifat yang halus bagaikan kehaluan atom yang dimiliki oleh

Tuhan. Laghima berasal dari kata laghu berarti ringan. Laghima berarti sifat-

Nya yang amat ringan lebih dari ether. Mahima berasal dari kata Maha yang

berarti Maha Besar, di sini berarti Tuhan Sada Siwa meliputi semua tempat,

tidak ada tempat yang kosong (vacuum) bagi Tuhan. Semua ruang angkara

dipenuhi-Nya. Prapti berasal dari Prapta yang artinya tercapai. Prapti berarti

segala tempat tercapai oleh-Nya, ke mana Ia hendak perti di sana Dia telah

ada. Prakamya (Pra Kama) berarti segala kehendak-Nya selalu terlaksana atau

terjadi. Isitwa (Isi Raja) merajai segala-galanya dalam segala hal paling utama.

Wisitwa artinya paling berkuasa dan Yatrakamawasayitwa berarti tidak ada

yang dapat menentang kehendak dan kodrat-Nya.

Kedelapan sifat keagungan Sada Siwa, Tuhan Yang Maha Kuasa,

Saguna Brahma (Hyang Widhi Wasa) ini, disimpulkan dengan singgasana

teratai (Padmasana) yang berdaun bunga delapan (Astadala). Singgasana

teratai (Padmasana) Hyang Widhi Wasa, Sada Siwa adalah lambang simbol

kemahakuasaan-Nya dan daun bunga teratai berjumlah delapan helai

(Astadala) itu adalah lambang sifat agung kemahakuasaan (Ataicwarya) Sada

Siwa, Raja yang menguasai dan mengatur alam semesta dan makhluk semua.

8

Page 9: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

3) Kegaiban dan keajaiban sifat Tuhan (Widhi Suksma)

Hyang Widhi Wasa (Brahma) Tuhan seru sekalian alam, walaupun ada

dan Mahakuasa, dapat mencipta, mengatur alam beserta isinya dengan kodrat

kekuasaan-Nya sukar dibayangkan karena gaib (abstrak) dan ajaib wujud-Nya.

Sedangkan alam pikiran kita sebagai perasaan cinta, sedih, gembira yang kita

rasakan sehari-hari sukar dibayangkan apalagi wujud Tuhan yang amat abstrak

itu. Bila kita bayangkan wujud perasaan cinta, marah, gembira, dengki, yang

kita rasakan dalam hidup sehari-hari sungguh mengherankan. Walaupun unsu-

unsur pikiran itu ada namun seolah-olah tidak ada, dan sukar dibayangkan

karena suksma wujudnya. Demikian juga wujud Tuhan Hyang Widhi Wasa,

Siswa (Brahma) Dia sering disebut wujud “hana tan hana” yaitu wujud yang

ada tetapi tidak ada, karena gaibnya sering di dalam sastra-sastra atau tattwa-

tattwa, wujud-Nya itu dipersoalkan sebagai teka-teki belaka. Walaupun tidak

bertubuh, tidak berdarah, tidak pernah makan, tidak pernah bernafas namun

Tuhan hidup. Tuhan Siwa (Brahma) tidak berotak tetapi dapat berpikirm

tidak beralat perasaan atau berurat saraf namun dapat merasakan, tidak

bertangan tetapi dapat melakukan pekerjaan, tidak bermata dapat melihat,

tidak berhidung dapat mencium, tidak bertelinga dapat mendengar walaupun

kata hati segala makhluk sekalipun dapat didengarnya Ia bermata, bertelinga,

berhidung, beralat perasaan gaib di segala tempat.

Petikan 1 : Siwas sarwagata suksmah

bhutanan antarikswat

acintyam maharyanta naindriyam parigrhyate

Bhatara Siswa sira wyapaka

Sira suksma tar kneng – agen-agen

Kadyangganing aksara sira

tan kagrahita dening manah mwang indriya

(Bhuwanokosa)

9

Page 10: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Arti : Bhatara Siwa, Dia ada di mana-mana

Dia gaib sukar dibayangkan, bagaikan angkasa

(ether) Dia itu, tidak dapat ditangkap oleh

akal maupun panca indra

Petikan 2 : Ya iku sungguh tanakku sira ta nunggalaken bhuwana

ngaranika. Nihan ta upamanta sira waneh, kalinganya

kadyangganing manuk sang Manon, mur tan pahelar, melesat

tan pasikara, manon ndatan pamata, mangrengo tan patalingan,

mengambu tan pagrana, magamelan tan pantangan, lumaku tan

pasuku, rumasa-rasa tan paidep, tan pagurus ya jana-prawarti,

tantan panak yaya wriddhi tan paweteng yaya mambekan tatan

pasangkem yaya amangan, tanpailat, yaya mangrasa ni.

(Dangdang Bang Bungalan)

Arti : Ya itulah anakku disebutlah Ia yang menunggalkan buana.

Adapun perumpamaannya, jelaslah lagi, Yang Maha Tahu

(Tuhan) bagaikan burung, terbang dengan tiada bersayap, kian

kemari dengan tiada berkepala, melihat tiada dengan bermata,

mendengar tiada dengan bertelinga, membau dengan tiada

berhidung, memegang dengan tiada bertangan, bergerak dengan

tiada berkaki, merasakan rasa dengan tiada berperasaan,

melahirkan dengan tidak bertanda (jantan atau betina) tiada

beranak namun membiak, tiada berperut tetapi hidup, tiada

bermulut namun Ia dapat menikmati, tidak berlidah tetapi dapat

nerasakan.

Petikan 3 : Ndan sira sang malekasing rat kabeh

pinangan sari-sari awaknira, sira pinaka

doning sang wiku, sira ta luputing taya,

luputing bayu, apan bayunira ikang bayu,

luputing cabba apan cabbanira ikang cabba.

luputing idep apan idepira ikang idep

luputing tutur sira, apan tutur ira ikang tutur

(Dangdang Bang Bungalan)

10

Page 11: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Arti : Maka Dia yang mengodratkan alam semesta, yang dimakan-

Nya ialah sari-sari wujudnya, Dialah yang menjadi tujuan orang

beriman. Ia tiada terkena (memerlukan) hawa, oleh karena (Ia)

hawa dari hawa, tiada memerlukan suara, karena (Ia) suara dari

suara, tiada berperasaan, karena (Ia) perasaan dari perasaan,

tidak memerlukan kesadaran, karena (Ia) sumber kesadaran.

Demikianlah kegaiban dan keajaiban Hyang Widhi karena abstrak

(Suksma) wujud-Nya sukar dibayangkan dan sangat mengherankan.

B. Keyakinan Terhadap Atma

Atma adalah merupakan percikan-percikan kecil dari parama Atma yaitu

Sanghyang Widhi Wasa yang berada di dalam makhluk hidup. Atma badan

manusia disebut : Jitman yang menghidupkan manusia. Atma dengan badan ini

adalah sebagai kusir dengan kereta api. Kusir adalah atman yang mengemudikan

dan kereta adalah badan. Demikianlah atma itu menghidupkan sarwa prani

(makhluk) di dalam alam semesta ini. Indria tak dapat bekerja bila tak ada Atman.

Misalnya telinga tak dapat mendengar bila tak ada Atmannya, mata tak dapat

melihat bila tak ada Atmannya kulit tak dapat merasakan bila tak ada Atmannya

dan seterusnya.

Jadi kiranya sudah jelas bahwa Atman itu berasal dari Sanghyang Wdhi

sebagai Sang Matahari dengan sinar-sinarnya yang terpancar memasuki dalam

hidupnya semua makhluk. Atau dapat diumpamakan Widhi atau Brahma itu

sebagai sumber tenaga listrik yang dapat menghidupkan setiap bola lampu besar

atau kecil di mana pun ia berada. Dalam hal ini bola lampu dapat diumpamakan

sebagai tubuh setiap makhluk dan aliran listriknya adalah atman. Jika bola

lampunya rusak, lampu tidak akan menyala (mati) walaupun aliran listriknya

maish tetap.

Adapun sifat-sifat Atman itu, antara lain menurut Bhagawadgita

(II.24.25)

11

Page 12: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

- Achodya (tak terlukai oleh senjata)

- Adahya (tak terbakar oleh api)

- Akeldya (tak terkeringkan oleh angin)

- Acesyah (tak terbasahkan oleh air)

- Nitya (abadi)

- Sarwagatah (di mana-mana ada)

- Sthanu (tak berpindah-pindah)

- Acala (tak bergerak)

- Sanatana (selalu sama)

- Awyakta (tak dilahirkan)

- Achintya (tak terpikirkan)

- Awikara (tak berubah dan sempurna tidak laki-laki dan perempuan)

Memang Atma itu sempurna tetapi manusia itu tidaklah sempurna,

walaupun yang menghidupi Atma. Ketidaksempurnaan manusia disebabkan

persatuan atma dengan badan jasmani menimbulkan awidya (kegelapan). Jadi

manusia lahir dalam keadaan awidya yang menyebabkan ketidaksempurnaannya.

Atman tetap sempurna tetapi manusia tidaklah sempurna, bahkan bisa mati.

Walaupun manusia mati, atma tetap tidak bisa mati, hanya badan yang mati dan

hancur sedangkan atman kekal. Badan berpisah dengan atmannya waktu mati,

sedangkan atma yang tidak mati itu mengalami surga atau neraka sesuai dengan

perbuatan baik atau buruknya. Tetapi atma (Jiwatma) itu tidak menetap di sana

untuk selama-lamanya, ia akan punarbhawa atau lahir kembali mengambil wujud

baru sesuai dengan karma phalanya. Dan bukan sekali saja, tetapi lahir berulang

kali. Penjelmaan terus lanjut sampai manunggal dengan Sanghyang Widhi.

C. Karman, Keyakinan Terhadap Hukum Karma Phala

Karena bersatunya Atma dengan badan manusia menyebabkan manusia itu

hidup. Di dalam melangsungkan hidupnya itu, maka manusia ini senantiasa

melakukan bermacam-macam gerak dan aktivitas yang dilaksanakan itu pada

umumnya diperlukan adalah untuk dapat memenuhi segala kepuasan dan

12

Page 13: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

kenikmatan hidupnya lahir batin, sesuai dengan ide dan dasar pandangan dan

kebutuhan hidupnya masing-masing.

Adapun segala gerak dan aktivitas yang dilakukan itu baik, yang disengaja

ataupun tidak, yang disadari maupun di luar kesadaran itu dalam ajaran agama

Hindu disebut “Karma”. Kata Karma adalah kata dalam bahasa Sansekerta berasal

dari urat kata kera “Kr” yang berarti berbuat atau bertingkah laku. Kemudian

menjadi kata “Karma” artinya adalah perbuatan atau tingkah laku baik jasmani

maupun rohani. Menurut hukum sebab dan akibat maka sebab pastilah akan

menimbulkan suatu akibat. Demikian pula halnya suatu sebab yang berupa

perbuatan pasti akan menimbulkan akibat atau hasil perbuatan pula. Hukum rantai

sebab akibat atau hasil perbuatan itu disebut “karma phala”. Adapun akibat atau

hasil perbuatan itu disebut “Karma Phala”

Karma phala ngaranika

phalaning gawe hala hayu

(Slokantara 68)

Karma phala itu namanya

hasil perbuatan baik buruk.

Karma phala ini sangat besar sekali pengaruhnya terhadap keadaan

kehidupan seseorang, karena karma phala, itulah yang menentukan kebahagiaan

atau penderitaan hidupnya, baik dalam masa hidup di dunia ini, di akirat maupun

dalam penjelmaan yang akan datang. Nasib manusia tergantung kepada

perbuatannya, kepada karmanya. Barang siapa yang berbuat baik akan mengalami

yang baik yang berbuat jahat akan mendapat hukuman. Apa saja yang dibuatnya,

begitulah hasilnya. Bagaimana dicetak begitulah hasilnya. Apa yang ditanam

begitulah tumbuhnya, menanam jagung tentu tumbuh jagung, menanam ketela

tumbuhlah ketela dan sebagainya.

Siapa karitan temunghayu sarwa hayu

Nyata katemuaning hala masadhana sarwa hala

Twasillisih menang saya purakrata tapa tinut

13

Page 14: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Sakeharipan kasidan maka darsana Pandhu suta

(Arjuna Wiwaha)

Siapakah masih tertinggal belum menemukan kebahagiaan bagi yang

memerlukan kebaikan, Nyata akan menemukan kesengsaraan bila berdasarkan

keburukan. Pikiran yang ragu-ragu akan keadaan Si Karma Phala yang baiklah

dilaksanakan segala kehendak akan tercapai sebagaimana halnya Sang Arjuna.

Pengaruh hukum karma itu pulalah yang menentukan corak serta nilai daripada

watak manusia. Oleh karena itu karma bermacam-macam jenisnya dan tak

terhitung banyaknya, maka watak manusianya beraneka macam pula ragamnya.

Karma yang baik menciptakan watak yang baik dan karma yang buruk akan

mewujudkan watak yang buruk pula. Segala macam karma yang dilakukan oleh

makhluk, terutama manusia akan tercatat selalu dalam alam pikirannya yang

kemudian akan menjadi watak dan berpengaruh terhadap atma atau rohnya.

Hukum karma yang mempengaruhi seseorang bukan saja diterimanya

sendiri, akan tetapi juga akan diwarisi oleh anak cucu atau keturunan. Banyak kita

melihat contoh-contoh di dunia ini mengenai hal tersebut, misalnya ada seseorang

yang dapat hidup mewah karena mendapatkan kekayaan yang berlimpah dengan

jalan yang tidak halal atau dengan jalan kejahatan seperti menipu, mencuri,

mengolok-olok atau memeras orang lain. Namun setelah orang itu mati kekayaan

itu lalu diwarisi oleh anak cucunya. Maka tidak jarang anak cucunya ini

mempunyai watak tidak yang baik atau tidak waras. Misalnya ada yang gila, atau

menghamburkan kekayaannya itu dengan sesuka hatinya. Lambat laun harta

warisnya itu bisa habis sehingga yang mewarisi menjadi miskin melarat serta

selalu menderita tekanan batin. Ini adalah disebabkan oleh pengaruh karma dari

leluhurnya yang langsung dapat mempengaruhi keturunannya.

Sarwesam anyatha rupam jnanam

anyatprawartate matru Jnananubhawena

prajawai wasubhasubha

(Agastia Parwa. 382.4)

14

Page 15: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Semua makhluk berbeda-beda rupa dan wataknya karena watak dan

keadaan hidup ibunya (leluhurnya), maka makhluk itu memenuhi bahagia

dan penderitaan (baik dan buruk).

Papam karma hrtam kimeid

waditasmin na drasyatetastya pasresu

patreswapi ca naptran

(Santi Parwa 129-31)

Walaupun pahala kejahatan perbuatan seseorang tiada terlihat pada orang

itu sendiri, meskipun raja, namun pasti terlihat pada anak cucu sampai

buyutnya juga.

Jadi dengan demikian hukum karma itu tidak saja memberi pengaruh pada

orang yang bersangkutan baik dalam hidup di dunia ini, di akhirat maupun dalam

penjelmaannya yang akan datang, namun juga berpengaruh besar terhadap

keturunan. Namun hal ini tidaklah berarti bahwa seseorang harus tinggal diam

atau tidak berbuat atau berkarma. Karma Bhagawad Gita menegaskan bahwa

orang tidak akan mencapai kebebasan karena diam tidak bekerja juga ia tidak

mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja.

Oleh karena itu ajaran agama menekankan benar hendaknya manusia

berlaku tidak menyimpang dari petunjuk kerohanian atau Dharma. Karena akibat

perbuatan jahat atau dosa itu sangat berat hukumannya dan hukum itu akan

dijatuhkan dari pengadilan yang tidak tampak oleh manusia yang dapat

menjerumuskan orang jahat itu ke dalam api nereka di akhirat. Demikianlah juga

penderitaan batin atau tekanan hidup yang datangnya tidak disadari dan datangnya

perlahan-lahan, kalau tidak pada waktu hidup ini, mungkin di akirat dan dalam

perjalanan yang datang atau akan diterima oleh anak cucunya. Namun orang yang

mempergunakan dharma sebagai tujuan hidupnya yang utama, dan mengabdi

terhadap sesama makhluk dan beramal saleh untuk kesejahteraan sesama makhluk

serta menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, maka orang itu akan mendapat

berkah dari, Ida Sanghyang Widhi yakni kebahagiaan akhirat (surga). Jika roh

15

Page 16: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

(atma) itu akan menjelma kembali maka ia akan dapat mengenyam kebahagiaan

hidup di dunia.

Banyak terdapat orang yang walaupun hidupnya nampaknya sederhana

tetapi ia mempunyai jiwa yang tenang dan bahagia. Di samping itu banyak pula

orang yang nampaknya dari pandangan luar sangat bahagia karena Ia memiliki

timbunan harta kekayaan yang banyak serta menghambur-hamburkan nafsu

duniawi, namun hatinya penuh dengan penderitaan dan kedukaan yang berjenis-

jenis misalnya pikiran tidak tenang, selalu merasa was-was lantaran berbuat

kurang baik dalam mencari kepuasan duniawi itu dan sebagainya. Karena hal

tersebut itu adalah disebabkan oleh buruk perbuatannya masing-masing.

Macam-macam Karma Phala

Tiada sebab yang tanpa akibat dan tiada karma yang tanpa pahala. Setiap

perbuatan pasti ada pahalanya. Perbuatan baik pasti berakibat baik dan perbuatan

buruk berakibat buruk. Namun demikian, dalam kenyataan hidup sehari-hari

sering kita melihat bahwa orang yang selalu berbuat baik namun ia tetap

menderita yang selalu berlaku curang tetapi nampak hidupnya bahagia. Seperti

misalnya dalam ceritera Pewayangan antara Pandawa dengan Kaurawa. Pandawa

yang terkenal menegakkan dharma namun sepanjang hidupnya penuh dengan

penderitaan dan duka nestapi sebaliknya Kaurawa yang terkenal curang yang

nampak hidupnya bermewah gembira ria. Apakah dalam hal ini hukum karma

tidak berlaku ?

Hal ini terjadi karena demikian. Setiap mengalami masa kehidupan

tertentu, manusia tidak akan henti-hentinya pula menikmati karma phalanya. Ada

yang dapat dinikmati pada masa hidupnya sekarang. Ada pula yang akan

dinikmati dalam hidupnya yang akan datang serta ada halnya juga akan dinikmati

kelak. Berdasarkan atas cepat lambatnya untuk menikmati hasil dari karma itu

maka karma phala itu dibedakan atas tiga macam yaitu :

1) Sancita Karma Phala : adalah pahala perbuatan yang terdahuli yang belum

habis dinikmati dan masih merupakan benih untuk menentukan keadaan

16

Page 17: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

kehidupan sekarang. Jadi orang lahir ke dunia ini membawa pahala dari

karmanya yang lampau.

2) Prarabda Karma Phala : karma yang dilakikan pada saat hidup sekarang ini

dan hasilnya pun telah pula dapat dinikmati dalam masa penjelmaan hidup ini

juga.

3) Kriyamana Karma Phala : yaitu perbuatan yang hasilnya belum sempat

dinikmati dalam waktu berbuat dan akan dinikmati kelak pada masa hidul

penjelmaan yang akan datang.

Dengan adanya tiga macam karma phala tersebut maka jelaslah bahwa

orang yang dalam hidupnya itu berbuat baik, berpedoman pada dharma atau

kebajikan akan tetapi hidupnya menderita atau sengsara mungkin akibat dari

Sancita karma yang buruk, yang mau tak mau ia harus merasakan buahnya

sekarang. Dan karma baik yang ia lakukan itu merupakan simpanan untuk dapat

dinikmati kelak. Sedangkan orang yang selalu berbuat buruk namun tampaknya

bahagia berarti hasil dari karma baiknya terdulu namun kelak pastilah mendapat

hukuman.

Tegasnya cepat atau lambat, dalam kehidupan kini atau kemudian segala

pahala dari suatu perbuatan pasti akan diterima karena hal ini sudah merupakan

hukum. Patut diingat di dalam hidup kita ini bahwa disamping kita menikmati

karma yang bersifat Sancita juga sebagian ada yang Prarabda dan sebagian lagi

yang bersifat Kriyamana.

Jadi dengan demikian maka karma dan karma phala yang disebut

hukum karma itu tidak dapat diingkari oleh siapa pun juga oleh makhluk apa

pun juga. Karena makhluk yang hidup pasti akan berbuat atau

melakukan bermacam-macam karma, yang sudah tentu pula akan menerima

hasilnya yang disebut Karmaphala. Dan ini akan menentukan untung

malangnya nasib setiap makhluk itu masing-masing. Seseorang yang telah yakin

17

Page 18: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

dan menyadari akan kebenaran hukum karma itu kendatipun

hidupnya menderita di dunia ini, maka ia pun tidak menyesal. Karena hal itu

telah dianggapnya merupakan Sancita karma phalanya sendiri sehingga dia

pun tidak sudi lagi akan berbuat jahat dalam mengulangi penderitaan hidup

yang sedang dialaminya. Justru karena itu maka ia ia pun malah anak lebih bergiat

lagi berusaha melakukan karma yang baik, demi kebaikan daripada Prarabda dan

Kriyamana Karmaphala kelak. Sebab meyakin bahwa hidup ini adalah

merupakan suatu perbuatan yang (suci) (subha karma) dan dengan subha karma

itu sajalah orang

dapat membebaskan dirinya dari belenggu Samsara atau penderitaan rohani

maupun jasmani. Jadi hukum karma itu tidak akan manberi efek negatif juga tidak

membawa akibat fatalistis terhadap umat manusia melainkan akan membentuk

manusia susila dan bermental atau bermoral tinggi.

Subba dan Asubha Karma

Suhha asubha karma artinya perbuatan baik atau buruk atau amal dosa

perbuatan. Jika ditinjau dari segi nilainya, maka segala perbuatan karma dan tiap-

tiap makhluk itu ada baik dan buruknya. Tidak yang seluruhnya baik atau tidak

ada pula yang buruk semuanya. ‘Tan hana wang wasta mulus” dada gading yang

retak. Kendatipur dernikian kita sebagai umat beragama. sebagai makhluk

termulia yang berbudi berakal dan sebagainya, hendaknya selalu berusaha dapat

berbuah baik serta mengurangi bahkan melenyapkan segala perbuatan yang tidak

baik atau subha karma. Kita perlu berbuat baik, sebenarnya adalah untuk

menolong diri kita sendiri, sebab perbuatan baik dan perbuatan atau subba asub

karma itulah yang menjadi penentuan dan buruk atau kemalangan nasib kita lahir

batin, Subha dan asubha karma itu yang merupakan tema hidup yang tersedia dan

18

Page 19: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

yang erat serta pernah berpissah. Hal ini dengan jelas diuraikan dalam Sarasamuci

sebagai berikut:

Apanikang kadang warga rakwa ring tunwam

hingan ikang pnagteraken, kiriang ikang tumut

sahayan ikang dadi hyang dening para gawenya

subhastbha juga, matangnyan pihen tiking gae

hayu sahayan ta anuntunakene ri pona dlaha

(Sarasamccaya 32)

Sebab kaum kerabat dan keluarga itu hanya sampaipada tempat

pembakaran mayat batasnya mengantarkan sedangkan yang terus ikut sebagai.

teman sewaktu menjadi hyang di akhirat adalah perbuatan buruk itu juga. Oleh

karena itu usahakanlah berbuat baik untuk teman penuntun di akhirat kelak. Pada

bagian lain dari kitab Sarasamuccaya itu menyebutkan sebagai berikut

Apa ikang jadma mangke, pagawayan subha-subha

Karma juga ya, kalingnya, ikang subhasubha karma

Mangke ri pona ikag kabhukti pahanya,

ring karmapala , ya tinit rin pribahasa, swarga cyuta

neraka, cyuta, kunang ikang subha karma ri pona

tan paphala ikang matangyan mangke juga pengponga subha-subha

karma

(Sarasamuccaya 18).

Maksudnya :

sebab menjadi manusia sekarang ini adalah merupakan hasil pelaksanaan

karma yang baik dan buruk itu juga. Tegasaya petbuatan yang baik. buruk

sekarang ini, di alam akhiratakan dinikmati phalanya. Setelah selesai

19

Page 20: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

dinikmatinya, menjelmalah ia kembali, menuruti karma phalanya itu. Wasana

artinya bekas, seperti bau samar-samar. Itulah yang menentukan keadaannya

dialam lain. (akhirat) itu, tidak berphala. Oleh karena itu maka pada. saat ini

juga harus diperhatikan baik buruknya perbuatan kita. Jika perbuatan baik

yang dilakukan, maka phalanya atau akibatnya adalah baikjuga. Demikian

pula sebaliknya, jika perbuatan buruk yang diperbuat, maka kasil atau

pahalanya pun adalah buruk juga

Karma Wasana

Sebagaimana biasanya, bahwa segala sesuatu yang telah pernah ada,

pastilah meninggalkan bekas, seperti misalnya sehabis memasak makanan paras

masih berbekas pada panci, kendatipun api itu sudah dipadamkan, temperatur

dingin pada waktu malam, masin berbekas juga pada logam sampai besok

paginya, walaupun walaupun matahari wsudah mulai terbit, demikian halnya air

akan meninggalkan bekas pada dan sebagainya. Begitu tiap-tiap karma atau gerak

yang dilakukan sadar atau tidak sadaranya akan berbekas di dalam pikiran. Inilah

yang menyebthkan tiap-tiap makhluk terutama manusa tidak dapat menghindari

dan mengingkari snuba shuba karma atau phala daripada baik buruknya perbuatan

itu,

Ilmu pengetahuan juga mengatakan bahwa walaupun gerak tubuh yang

tidak disadari pun berpusat pula dalam suatu bagian dalan pikiran apalagi.

perbuatan (aktivitas) yang dilakukan dengan sadar dengan sendirinya melekat

dalam alam pikiran dan banyak di antaranya yang teringat sampai ajal menjelang

tiba. Pada saat makhluk terutama manusia itu meninggal maka yang hancur adalah

hanya sthula Sarira (badan vadag)nya sedangkan Atma tetap hidup dan dari dalam

pikiran atau cita (budi, manas, aharnakara indria) panca tanmatra dan prana.

Dengan Sadirinya pula segala bekas-bekas dan gerak atau perbuatan-perbuatan

yang melekat pada alan pikiran semasih manusia ini hidup, turut menjadi

Suksama samranya bila manusia meninggal.

20

Page 21: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Adapun segala bekas-bekas atau kesan-kesan dari gerak atau perbuatan

yang tercatat atau melekat pada susma sarira atau alam pikiran itu disebut “Karma

Wasana” karma berarti perbuatan dan wasana berarrti bekas – belas atau sisa –

sisa perbuatan yang masih melekat sebagai diuraikan dalam wrahaspati Tattwa

sebagai berikut.

Kandayangganing dyun wawadah ring hinggu

huwus hilang hinggunta pinahalilang

kawekas ta ya ambonya

gandhanya rumaket iringkang dyun

samangkana tekang karma wasana hana ring atam

rumaket ikang karma wasana negaranya

ya tika umuparengga irikang atma

(Waraspati tattwa 35)

Maksudnya :

Bagaikan tempayan tempat kemenyan setelah habis kemenyanya

dihidangkan. maka masih berbekas jugalah baunya, wanginya melekat pada

tempayan begitulah umpamanya yang disebut was Demikianlah halnya

karena wasana berada pada Atma yakni melekat jugalah keadaannya karma

wasana itu jugalah menghiasu atma

Di atas telah dikatakan bahwa segala gerak dan perbuatas bersumber pada

dalan, pikiran (cita) dan segala bakas gerak-gerak atau segala catatan – catatan di

alam pikiran di dalam alam pikiran itu. Maka roh itu akan mendapat neraka dan

21

Page 22: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

kesengsaraan. Tetapi jika catatan – catatan yang terdapat di dalam alam pikiran itu

penuh dengan buha karma roh itu pikirannya mendapatkan kebahagiaan akhirat

atau kebahagiaan dalam penjelmaannya yang akan dating. Akan tetapi bila alam

pikiran itu dapat terlepas dari ikatan keduniawian serta penuh dengan sifat – sifat

kebajikan atau dharma maka alam pikiran dan panca tanmtra itu tidak lagi

membalut atma sehingga atma bebas kembali ke asalnya yaitu paramat,a inilah

yang dinamakan moksa.

D. Samsara, Keyakinan pada kelahiran kembali punarbhawa

Menurut pandangan dilsafat Hindu bahwa atma yang masih dibungkus

oleh sarira atma masih tetap dipengaruhi dipengaruhi oleh unsure maya. Dengan

adanya pengaruh maya ini menyebabkan atma itu menjadi awidya serta masih

tetap pula terkait oleh pengaruh hukuman karma. Hukuman karma itu tidak saja

mempengaruhi keadaan kehidupan semasa hidup di dunia sekarang ini, tetapi juga

keadaan di akhirat, bahkan tidak terbatas sampai di mana saja melainkan masih

ada kelanjutannya lagi. Seperti kita ketahui bahwa macam dan jenis daripada

karma itu adalah sangat banyak sekali. Demikian pula pahala yang akan diniati

oleh subjeknya adalah banya pula ragamnya. Ada yang patut dinikmati di akhirat

serta ada pula yang patut dinikmati di dunia ini.

Setelah selesai batas waktu mengalami sorga ataupun neraka sesuai degan

ketentuan jenis karma phala yang patut dinikmati di akhirat maka atma akan

menjelma kembali ke dunia. Proses kelahiran bentuk kehidupan berikutnya dalam

ajaran filsafat Hindu di sebut “punaribhan”. Dan rangkaian dari semua

Punarbhawa itu disebut “samsara”. Dalam bhagawad Gita disebutkan sebagai

berikut:

a. Bahuni me wyatini

Jarmanitawa ca arjuna

Tam aham weda sarwani

22

Page 23: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Ne twan wettha paramitapa

(Bhagawad Gita IV.5)

Artinya :

Banyak kehidupan yang ku-telah jalani dan demikian pula engkau arjuna.

Semua kelahiran itu aku ketahui tetapi engkau tidak dapat mengetahuinya

arjuna.

b. Ajo pi sannawyayatma

Bhutanam iswaro pi san

Prakthim syam adhisthaya

Sambhawany atmamayaya

(Bhagawad Gita IV.6)

Artiya :

Meskipun aku tidak terlahir dan sikap-ku kekal serta menjadi iswara dari

segala mahluk akan tetapi aku, dengan memegang teguh pada sifat-ku sendiri.

Ak dating menjelma dengan jalan maya-ku

Berdasarkan penjelasan seperti tersebut di atas berkali – kali menjalani

kelahiran atau punarbhawa, akan tetapi manusia tidak mengetahui hal tersebut.

Hanya tuhanlah yang maha mengetahui.

Apabila kita menginta kembali mengenai sifat-sifat atma seperti tersebut

dalam Bab di depan yang antara lain ditingkatkan bahwa atma tidak pernah lahir

pun juga tidak pernah mati, kekal abadi. Maka seolah – olah tampak adanya

pertentangan sifat-sifat atma itu dengan teori kelahiran kembali atau penjelmaan

kembali yang disebut punarbhawa itu.

Dalam hubungan ini patut diingat bahwa yang dimaksud dengan kelahiran

atau npenjelmaan kembali dalam pengertian punarbhawa adalah suatu peristiwa

atau keadaan di mana jiwatma yang kekal itu bertemu kembali dengan badan baru

23

Page 24: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

setelah meninggalkan badan yang lama sebagaimana seorang melepaskan bajunya

yang sudah robek dan memakai yang baru demikian juga keadaan yang sejati,

jiwatma, membuang yang telah hancur dan engambil yang lainnya adalah

pengalanan karma itu sendiri yang langka dapat dialihya oleh jiwatma.

Bukti-bukti yang dapat meyakinkan adanya punabhawa

Untuk dapat meyakinkan tentang kebenaran adanya Punarbhawa itu di bawah

ini dikemukakan beberapa bukti sebagat berikut.

Kilau kita perhatikan keadaan kehidupan manusia dalam masyarakat maka

akan terlihat bermacam-macam keadaan yang berbeda-beda dalam manusia yang

satu dengan lainnya. Misalnya, ada orang yang di tempat yang mewah, tak kurang

suatu apa pun, bertata saila, dalam berbagai bidang, keadaan jasmani yang

sempurna sehat walau berpribadi mulia.

Sentara yang lainnya lahir di dalam kemiskinan panuh derita kurang berbakat

dalam berbagai pentuk Kejahatan, sakit-sakitan, berhati kolot dan bercacat tubuh.

Ada orang yang mempunyai kemampuan batin luar biasa sedangkan yang lainnya

bodoh dan idiot. Ada orang berbakat untuk menjadi orang suci atau Yogi,

sedangkan yang lainnya berbakat dalam bidang judi, pemabuk, perampok, dan

sejenisnya. Ada pula orang yang sejak kanak-kanak sudah tampak mempunyai

baka-bakat seperti kesenian, bahasa, ilmu pasti, kesusastraan, musik, pertukangan.

lain-lain. Berdasarkan adanya kenyataan kehidupan tersebut timbullah pertanyaan.

Faktor apakah yang menyebabkan perbedaan itu mungkin dapat timbul

bermacam-macam jawaban antara Lain.

1. Perbedann keadann kehidupan tersebut terjadi karena suatu kebetulan saja.

Tentu jawaban ini tidak dapat diterima kebenarannya, sebab menurut hukum

karma ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan atau tampa sebab.

2. Perbedaan keadaan tersebut disebabkan oleh takdir atau kehendak Tuhan.

Kalau ini benar maka orang-orang miskin, sengsara, menderita cacat atau lahir

buta dan lain-lain, atau keadaan yang tidak menyenangkan hatinya berhak

mengeluh dan menyesali Tuhan sebagai pencipta. Karena dianggap kurang

24

Page 25: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

adil memberikan takdir. Dan dalam ajaran agama dikatakan bahwa proses

penciptaan itu adalah secara umum atau “menyeluruh sangat netral dan

universal, yang penuh dengan suasana kesucian dan keadilan cinta kasih yang

meilputi semua alam.

3. Perbedaan keadaan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor keturunan jasmani

pengaruh lingkungan, pendidikan yang berbeda. Andaika perbedaan keadaan

kehidupan tersebut disebabkan hanya karena faktor-faktor tersebut, maka

bagaimanakah halnya dengan Orang kembar. Mereka dari keturunan yang

sama, lingkungan pendidikan juga sama. Tetapi nyatanya mereka punya bakat

kesenangan yang berbeda. hal ini karena pengaruh keadaan jasmani mengenal

berat tinggi, warna, kesuburan, atau umur, bentuk, dan sebagainya diatur oleh

suatu genes. Ada pula yang menyebabkan carakerja genes berbeda. Apakah

juga masalah peringai yang diatur oleh genes? jawabannya tidak dapat

dipastikan.

Di balik jawaban tersebut maka yang jelas bahwa perbedaan-perbdaan

keadaan kehidupan itu bukan karena kebetulan, bahkan bukan karena Tuhan dan

juga tidak semata-mata karena faktor keturunan, pendidikkan dan. karena faktor

“karma di masa hidup yanglampau. Bakat atau pembawaan adalah suatu

pengalaman yang dibawa dari kelahirany di masa lampau. ini berarti pula ada

kelahiran sebelum sekarang selanjutnya secara logika itu berarti jula ada kelahiran

yang akan datang. Karena yang lampau itu berasal dari sekarang yang telah lalu

atau sekarang ini akan menjadi lampau di masa ujian. Dengan kata lain hal itu

berarti jelas ada Punarbhawa.

Purnabhawa dengan Karma pala

Sebenarnya antara punarbhawa dengan Karma phala rnerupakan suatu ikatan

yang terjalin erat satu dengan lainnya. Punarohawa sangat ditentukan oleh

subhasubha karma dalam masa hidupnya yang lain. Dapat pula dikatakan bahwa

puaarbhawa itu adalah perwujudan dari subhasubha phala itu sendiri.

25

Page 26: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Setiap karma yang dilakukan atas dasa hanya untuk pemuas dorongan

kenafsuan/indera belaka, adalah bersifat asubha karma, yang akibatnya

menimbulkan dosa, serta atma itu akan menjadi neraka dan selanjutnya akan

megalami Punarbhawa dalan tingkatan yang lebih rendah. demikian pula

sebaliknya, bahwa karma yang dilakukan atas dosa budhi satwam adalah besifat

subba karma, yang mengakibatkan akan dapat mencapai Sorga pun jika menjelma

kembali maka akan mengalami tingkat penjelmaan yang lebih sempurna.

Atma yang menjelma dari surga akan menjadi manusia hidupnya berbahagia

lahir di dunia. Kebahagiaan yang dialami dalam penjelmaan ini disebut “Swarga

cyuta’. sedangkan atma yang menjelma dari neraka akan menjadi makhluk yang

maha kuasa dan akan mengalami bermacam-macam penderitaan hidup ini disebut

neraka “Cuta”.

Dengan demikian maka jelaslah bagi kita bahwa keadaan serta macam-macam

tingkatnya penjelmaan itu adalah berleda-beda tergantung daripada jenisnya

penilaian subha karma phala yang patut diterima oleh atma bersangkutan sesuai

dengan takdir yang ditentukan oleh Tuhan yang maha Kuasa. Dalam hubungan ini

Slokantara menyebutkan sebagai berikut,

dewanam naraka jantur jantunam naraka pasuh,

pasunan neraka mrgo mrgahan eraka khagah.

Paskinam narakam wyalo wyamlam nerakah damstri

Damstruam narakam wisiwesinam maramarane.

(Slokantara 13.14).

Artinya:

Dewa neraka mijelma menjadi manusia,

manusia sengsara menjadi ternak,

26

Page 27: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

ternak itu neraka menjadi binatang,

binatang buas itu neraka manjadi burung,

burung neraka menjadi ular,

ular itu neraka menjadi Cacing,

serta taring yang jahat menjadi bisa, yang menyakiti/membunuh manusia.

Demikian merosotnya, tingkat penjelmaan yang dialami oleh atma neraka,

sebagai akibat daripada sutha karmanya. Jika sudah sampai limit penjelmaan yang

terhina akibat dari dosanya maka ia tetap menjadi dasar terbawah dari kawah

neraka. Sedangkan makhluk nyata sekalipun jika telah dapat melakukan subha

karma maka kelak penjepenjelmaannya akan bisa meningkat lebih tinggi lagi,

dengan yang sebaliknya daripada apa yang tersebut dalam sloka tersebut di atas

tadi.

Jika direnungkan alangkah niscanya dan betapa pula berati pendenitaan, yang

dalami dalam. situasi penjelmaan yang diakibatkan asubha karma tersebut. Kita

yang telah dapat menjadi manusia dalam penjelmaan ini patutlah merasa bersukur

karna tingkat penjelmaan yang kita alami ini adalah tingkat penjelmaan yang

tentinggi demikian jalan yang kita tempuh untuk mencapai tingkatan berakhirnya

penjelmaan itu adalah lebih pendek, jika dibandingkan dengan tingkat penjelmaan

daripada menjadi makhluk yang lebih rendah lainnya.

Apan ikang dadi mwang, uttama juga ya,

nimittaning mangkana, wenang yang tumulung

awaknya sangkeng angsara maka sadhanang

subha-karma, hingning kottasaning dadi mwang ika

(Sarasanuacaya 10).

Arttnya:

Sebab menjelima menjadi manusia ini adalah utama juga

27

Page 28: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

sebabnya demikian, karena itu dapat menolong dirinya

dari sengsara dengan jalan berbuat baikk.

Demikian balasan keutamaan menjadi makhluk.

E. Moksa, keyakinan anak kebahagiaan yang abadi bebas dari kelahiran kembali

Tujuan hidup umat Hindu adalah untuk mendapatkan kebahagiaan lahir batin

moksartham jagathita. Kebahagiaan batin yang terdalam ialah bersatunya atman

dangan Brahman, yang disebut Moksa. Moksa inilah juan terakhir dan tertinggi

dari umat Itindu. Moksa berarti kebebasan atau kelepasan. Moksa dalam istilah

lainnya sering pula disebut Mukti atau Nirwana. adapun yang dimaksud dengan

“Kebebasan atau Kelepasan” dalam arti kata Moksa itu adalah bebasnya atau

terlepasnya Atma dari segala ikatan, bebas atau terlepas dari belenggu ikatan

maya, bebas dari ikatan hukum karma dan Samsara atau Punarbhawa, sehingga

atma dapat kembali degan asalnya yaitu Ida Sanghyang Widli Wasa serta dapat

pula mencapai kebenaran tertinggi, mergalami keteneraman dan kebahagiaan yang

kekal dan abadi yang disebut Sat= kebenaran Cit= kesadaran (Sat= kthenaraman,

Cit= kesadaran, ananda=kebahagiaan). Kebahagiaan dalam Moksa adalah sukha

tari pawali dukha yaitu suatu keadaan kebahagtaan yang tiada disusul oleh

kedukaan. dalam hidup kita sehari-hari maka setiap kebahagiaan atau kegenbiraan

senantiasa diikuti oleh kedukaan atau suka duka itu selalu bergan dengan tangan.

Hal inilah yang perlu

Seperti kita ketahui bahwa pada hakikatnya semua makhluk ingin untuk

membebaskan dirinya dari kurugan untuk bersatu kembali dengan asalnya. Seekor

burung yang dikurung dalam sangkar senantiasa ia mengais-ngaiskan cakarhya

pada dinding sangkar karena ingin lepas dari kurungan itu. Seekor kera yang

diikat sebagai kegemaran senantiasa pula ingin bebas dari ikantan itu. Bahkan

28

Page 29: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

beda sekalipun juga rupa-rupanya ingin bebas dari bentuk kurungan. Misalnya api

yang dikurung dengan Lapisan gunung berapi ia mendesak-desak atau menekan

lapisan tanah tersebut dan suatu saat dalam bentuk letusan. Air yang dikurung

dangan gelas senantiasa ia mendesak dinding gelas itu karena ingin bebas dan

kembali bersatu dengan asalnya yaitu:

Tingkatan – tingkatan Moksa

1) Samipya adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai terutana oleh para Maha

Rsi. Pada waktu sedang melakukan samdh,. segala unsure-unsur maya sperti,

emosi, pikiran jasmani itu telah dapat dikendalikannya dan disertai kemekaran

intuisinya, sehingga beliau dapat langsung kembali keadaan demkian itu Atma

dapat berdek intimacy dengan Tuhan. Sedangkan setelah selesai renungan

spiritual atau samadhi itu maka keadaan beliau lagu. sebagai biasa di mana

emosi, pikiran dan organ jasmani aktif kembali. Jadi kebebasan yang dapat

dicapat bersifat mementara

2) Sarupya/Sadharnya adalah suatu kebebasan di dunia di mana atma telah dapat

mengatasi pengaruhnya unsur-unsur maya itu, karena dalam hal ini atma

merupakan pancaran/refleksi dari kemahakuasaan Tuhan, seperti halnya Sri

Kresna yang tersebut Bhagawad Gita. Dalam keadaan seperti ini kendatipun

atma mgambil suatu perwujudan tertentu, nanun tidak akan terikat oleh

sesuatu.

3) Salokya dalah suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh atma di atma itu

sendiri telah berada dalam posisi dan kesadaran yang dengan Tuhan, akan

tetapi belum dapat bersatu padu dengan Tuhan. Dalam keadaan seperti itu

dapat dikatakan bahwa atma itu mencapai tingkatan yang merupakan

manifestasi dari sinarNya Tuhan

4) Sayujya adalah suatu tingkat kebebasan yang tertinggi, di mana telah dapat

bersatu padu atau bersemayam dengan secara ide dengan Tuhan dan tidak

terbebaskan ole siapa pun juga, sehingga benar-benar telah mencapai

29

Page 30: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

“Braknna Atma aikyam” yakni Atma dengan Tuhan betul-betul telah menjadi

tunggal.

Lain daripada yang telah tersebut di atas maka ada lagi istilah lain yang untuk

membedakan tingkat kebebasan atau moksa yang dibedakan atas tiga tingkatan

yaitu

1) Jiwa mukti ialah satu kebebasan yang dapat dicapai semasa hidup, di mana

atma terengaruh oleh indriya dan unsur-unsur maya lainnya. Dengan demikian

maka jiwa mukti sifatnya sama dengan samapya dan sarupya/ sadharnya.

2) Weidaha-mukti/ Karma ialah suatu kebebasan yang dapat di capai setelah

mati, di mana atma telah pergi dari sthula-sarira, tetapi wasana maya atau

bekas-bekas unsur maya itu tidak kuat mengingat atma itu. Dalam keadaan ini

tingkat keaadaan yang oleh atma sudah setarap dengan Tuhan, tetapi belum

dapat bersatu dengan Parama Siwa karena masih ada imbas: dari unsure maya.

Dengan demikian maka Wideha Mukti/Karma mukti ini dapat disamakan

dengan sakya.

3) Purna-Mukti ialah suatu kebebasan yang paling sempurna dan tinggi, di mana

atma telah dapat bersatupadu dengan Parama. Jadi Purna-Mukti sama dengaan

sifatnya Sayujya.

Demikian tingkatan-tingkatan kebebasan atau moksa yang dialami oleh atma

dari tahap permulaan sampai dengan tahap terakhir/tertinggi sesuai dengan

keadaan dan posisi. atma itu sendiri.

CATUR MARGA

Uraian dan Contoh

Catur marga yog adalah empat jalan atau cara untuk mencapai kebebasan atau

untuk menuju bersatunya atman dengan Paramata. Catur Marga yang meliputi

1. Bhakti yoga

30

Page 31: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

2. Karma yoga

3. Jnana Yoga

4. Raja yoga

Bhakti marga yoga

Bhakti marga yoga adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan (moksa)

dengan jalan sujud bakti kepada Tuhan. Dengan sujud dan cinta kepada Iswara

Tuhan pelindung dan pemelihara semua makhluk, maka Iswara akan menuntun

seorang bahta, yakni orang yang cinta dan sujud bakti kepadanya untuk mencapai

kesempurnaan. Dengan menyembah dan berdoa mohon perlindungan dan

ampunan atas dosa-dosanya yang pernah dilaksanakannya, serta mengucap syukur

atas perlindungannya, kian hari cinta baktinya kian mendalam, hingga Tuhan

Iswara akan muncul (manifest) dihadapan Bhakta itu. Iswara akan membimbing

dia di dalam segala gerak langkahnya dan memurnikan hatinya hendaknya ia

dapat memiliki sifat dharma (kebijakan) dan budi luhur, dan dapat mencapai

kebahagiaan hidup kini, kebahagiaan akhirat (swarga) dan kebahagiaan dalam

penjelmaan yang akan datang (swarga cyuta). Karena rakhmat Tuhan yang

dicintainya seorang Bhakta akan merasakan hidup tenang dan tenteram dan bila

atmanya meninggalkan jasmaninya atmanya itu akan mencapai brahmaloka atau

Sila Loka dan menunggal dengan Brahma atau Siwa. Dengan menyerahkan diri

atau sujud terhadap Tuhan, Tuhan akan menuntun dia ke jalan yang lurus hingga

sempurna sila dan budinya. Orang yang betul-betul cinta dan menyerahkan diri

kepada Tuhan Mahadewa (Tuhan Raja Alam yang Pengasih dan Penyayang) tiada

akan berpaling dari kebenaran kelurusan laksana dan kesucian batin dan tiada

akan jatuh ke lembah dosa dan malapetaka. Iswara akan memelihara dan

melindungi orang yang beriman itu supaya hidupnya tetap tenang dan tenteram.

31

Page 32: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Jalan yang utama untuk memupuk perasaan bakti ialah rajin menyembah

Tuhan dengan hati yang tulus ikhlas. Bila perasaan bakti melekat dan mendalam,

Tuahn akan dijumpai berhadap-hadapan, bagai sahabat Agung yang Maha Murah,

yang menolong di waktu kesusahan. Dia dalam bakti Marga iswara akan dijumpai

tidak sebagai sumber alam yang abstrak tetapi sebagai wujud hidup yang tiada

berbadan kasar tetapi terasa adanya. Alangkah bahagia seseorang dapat berhadap-

hadapan dengan pencipta alam Yang Maha Besar tiu sedangkan dapat berjumpa

dengan tokoh besar saja orang telah merasa bangga. Tetapi seberapakah gerangan

orang yang dapat bertemu dan mengalami (pratyaksa) wujudnya yang suksma dan

amat sukar dialami dan dijumpai itu. Di antara ratusan juta manusia, mungkin

hanya satu dua yang dapat bertemu dengan Dia. Beberapa Rsi-Risi dan nabi-nabi

yang alat wahyu atau instuisinya mekar karena kemuliaan pribadinya dan karena

rahmat Tuhan, dapat mengalami wujud-Nya. Dengan jalan sujud bakti Iswara

akan membuka pintu-Nya, maka umat yang cinta kepada-Nya dapat berjumpa

dengan Dia.

Petikan 1 : Na’han wedair na tapasa na danena cjyaya sakya ewam widhu

drastum drastawan as imam yatha. (Bhagawadgita II. 53)

Artinya : tiada karna Weda, tiada karena tapa, tidak sedekah pun tidak karena

pemujaan berupa kurban aku dijumpai berujud sebagai yang kau lihat

itu.

Petikan 2 : Bhaktya twanyaya sakya, aham ewam widho’rjuna, jnatum drastum ca

tattwena, prawestum ca Parantapa (Bg. 11. 54)

Artinya : Hanya dengan sujud bakti, Arjuna, Aku dapat dijumpai berwujud

sebagai ini. Setelah benar-benar mengenal dan melihat wujud-ku akan

kembali bersatu dengan Aku, Parantapa.

Petikan 3 : Sat Kamakrn mat parama, mat bhaktah sanggawarjitah, nir wairah

sarwahutesu, yah sa mameti Pandawa. (Bg. 11. 55)

32

Page 33: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Artinya : Orang yang bekerja untuk-Ku, memakai Aku sebagai tujuan, dan

sujud bakti kepada-Ku, terlepas dari ikatan duniawi, dan tiada pernah

membeci makhluk apa pun, dia akan mencapai Aku, wakau Pandawa.

Bakti marga adalah jalan yang termudah untuk mencapai kesempurnaan.

Keinsyafan sungguh berat bagi kebanyakan, oleh karena itu Bakti marga

merupakan jalan yang paling biasa ditempuh oleh umat agama untuk mencapai

kesempurnaan itu. Walaupun dosa-dosa yang dilakukan oleh umat manusia dapat

dilebur dengan kebijaksanaan (Jnana Marga), tetapi pelebur dosa yang paling

mudah adalah dengan sujud bhakti kepada Tuhan dengan sembah dan doa

memohon ampun dan restu kepada-Nya, niscaya Ia mengampuni umatnya dan

menyalakan kesadarannya (widyajnya) hingga ia tidak jatuh lagi ke jurang dosa.

Tuhan akan mengampuni umatnya yang tobat, yang memuja dia dengan cinta

bakti.

Di dalam kekawin Arjuna Wiwaha tersebut sajak yang mengandung ajaran

Bhakti marga yang menyatakan dengan mencintai Tuhan seseorang dapat

menjupai-Nya.

Petikan : OM sembahning anatha, tinghalana de tri loka sarana, wahya dhya

tmika sembahning hulun, I Jengta tan hana waneh, sang iwit Agni

sangken tahen, kadi mihak saking dadhi kita, sakast metu yan hana

wang, amutur tutur pina hayu.

(Arjuna wiwaha 10.1)

Artinya: OM Tuhan mohon disaksikan sujudku, 0 pelindung tri buana, lahir batin

sembahku kepada Mu, Tiada lain yang bagaikan api di dalam kayu,

bagaikan minyak dalam susu, yang nyata-nyata Muncul (manifest) pada

orang yang beriman yang mengamalkan ajaran suci.

Karma Yoga

33

Page 34: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Karma yoga atau karma marga adalah jalan untuk mencapai kesempurnaan

(moksa) dengan kelakuan berbuat kebajikan ; namun tidak terikat oleh nafsu

hendak mendapat hasilnya terutama yang berupa kemasyuran, kewibawaan,

keberuntungan dan sebagainya, melainkan melakukan kewajiban demi untuk

mengabdi, berbuat amal dan kebajikan, untuk kesejahteraan umat manusia dan

makkluk lainnya. Selain daripada itu karma marga berhampiran inti ajarannya

dengan bhakti marga, yang manyerahkan segala usaha di tangan Tuhan, dan

memandang segala usaha pengabdian kebajikan, amal dan pengorbanan itu bukan

dari dirinya sendiri melainkan dari Tuhan. Dengan memandang segala usaha

untuk kesejahteraan bersama manusia dan makhluk adalah semua dari Tuhan dan

bukan dari dirinya sendiri dan melakukan kewajiban tanpa ikatan, maka jiwa

karma yogi, orang yang beriman yang menempuh karma marga sebagai jalan akan

dapat menunggal dengan Parama Siwa atau (Brahma). Di dalam kekawin

Ramayana, Rama bernasihat kepada Wibisana bagaimana seharusnya menjadi

abdi, giat melakukan kewajiban untuk melakukan kesejahteraan rakyat tanpa

ikatan nafsu untuk mendapatkan kekayaan, kenikmatan hidup dan kemasyuran,

atau untuk mendapatkan kewibawaan, nasihatnya sebagai berikut:

Petikan 1: Prihen temen dharma dumaranang sarat, saraga sang sadhu sireke

tutana, tan artha tan kamaPidonya tan yasa, ya sakti sang sajana dharma

raksaka. (Ramayana 24081)

Artinya : utamakan benar hukum keadilan dan kebajikan yang melindungi dunia,

hendaknya cita-cita orang budiman itu di turuti, yang tidak hendak

(gelisah ) mendapat harta, nafsu dan kemasyuran, adpun kemuliaan

orang budiman adalah sebagai pelindung dharma ( beramal dan

mengabdi, mempertahankan keadilan )

Petikan 2 : sakan ikang rat kita yan wenang manut, manupadesa prihatan

rumaksa ya, ksayan ikang papa nahan prayojana, jana nuraga di tiwin

kapangguha. (Ramayana 24.28)

34

Page 35: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Artinya : Dharma sebagai tiang Negara itulah hendaknya Kau turuti,

utamakanlah ajaran Manu untuk mengabdi Negara, lenyapnya

kesengsaraan itu hendaknya menjadi tujuan, kecintaan rakyat, dan lain

– lainnya pasti akan Kau jumpai.

Tidak hanya rakyat yang yang cinta tetapi Tuhan pelindung dharma pun

akan merahmati orang yang berbudi mulia, yang melakukan kewajiban dengan

berpedoman sepi ing pamrih rame ing gawe (pengabdian) untuk masyarakat, dan

umat manusia. Selain daripada itu Tuhan akan membuka pintunya, sehingga

penganit Karma Yoga dapat berhadapan dan menyatu dengan-Nya.

Dengan memakai Karma Marga sebagai pedoman hidup, seorang akan

dapat mencapai ketentraman batin dan kebahaagiaan abadi, karena hidupnya

bagaikan daun talas, walaupun dimasukkan ke dalam lumpur tetapi lumpur tidak

aakn melekat. Seorang Karma Yogi yang menempuh Karma Marga sebagai jalan,

tidak akan diombang – ambingkan oleh pasang surut gelombang hidup yang dapat

melemahkan jiwa perjuangannya untk mengabdi dan untuk mempertahankan

keadilan, prikemanusiaan, melindungi yang lemah dan membasmi yang jahat dan

curang. Seorang Karma Yogi akan tetap tenang menghadapi segala kesulitan yang

menghalang dan tiada akan gentar menghadapi pahit getirnya perjuangan hidup

untuk kebenaran, keadilan, dan kesucian.

Petikan : Yad rocalabhasamstutah, dwandwatito winatsarah, samah

sidhawasiddhau ca, krtwapi nanibandhyate. (Bhagawad gita 4.22)

Artinya: tetap tenang dengan apa yang menimpa, dapat mengatasi pasang surut

perasaan, tiada mementingkan diri dan memandang, dengan perasaan

yang sama, menghasilkan atau tidak usahanya, seseorang tidak akan

terbelenggu oleh Karma.

Petikan: Gatangsangsya muktasya, Jnana wasthita cetasah, yajnaya caracah

karma, samagram prawiliyate. (Bhagawadgita 4.23)

35

Page 36: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Artinya: orang terlepas dari ikatan nafsu, bebas, yang di jiwanya tegak dalam

kebijaksanaan, dan melakukan kewajiban demi untuk pengorbanan,

segala karmanya akan mendidih.

Petikan: Karmanaiwa hi samsidhim, astitha janakadayah, lokasanggrahan ewapi,

sampasyam kartum arhasi (Bhagawadgita 3.20)

Artinya: Hanya dengan melakukan Karma Marga, raja Janaka dan lain – lain

(orang yang berjiwa besar) mendapat kesempurnaan, hanya araahkanlah

perhatianterhadap kesejahteraan rakyat (umat manusia) kamu harus

melakukan kewajiban.

Demikianlah nasihat Kresna dalam Bhagawadgita umtuk meneguhkan

imannya, sebagai pelindung keadilan dan pembela kebenaran. Kresna menasihati

hendaknya Arjuna tidak gentar menghadapi manusia yang melakukan kejahatan,

ketidakadilan dan sebagainya walaupun denganmengalami pahit getir perjuangan

hidup dan mengorbankan jiwa untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan itu.

Demikianlah untuk mencapai kesempurnaanatau moksa dapat dicapai

dengan kewajiban yang dilaksanakan dengan tanpa ikatan nafsu duniawi.

Jnana Yoga

Jnana Yoga atau Jnana Marga adalah suatu jalan atau usaha untuk

mencapai kesempurnaan (Moksa) dengan mempergunakan kebijaksanaan filsafat.

Di dalam usaha untuk mencapai kesempurnaan dengan kebijaksanaan itu, terdapat

para arif bijaksana (jnanin) yang berusaha mencapainya dengan keinsyapan,

bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta yang bersumber pada suatu

sumber alam yang di dalam kitab suci weda disebut purusa atau brahma, dan

36

Page 37: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

didalam ajaran suci siwapaksa disebut siwa. “sarwam idam khalu Brahman”

segala yang ada di alam tidak lain daripada Brahman. Demikianlah disebut

didalam upanisad, bagian weda yang menerangkan Brahman atau purusa, sebagai

sumber unsur-unsur rohani maupun jasmani semua makhluk dan sumber segala

benda yang ada di alam. Brahma (siwa) sebagai sumber segala, mempunyai

kekuatan yang dapat dikatakan hukum kodrat atau sifatnya, yang menyebabkan

brahma (siwa) berubah menjadi serba segala rohaniah maupun jasmaniah (skala

niskala). Kekuatan hukum kodrat atau sifat bharma itu disebut maya atau Prakerti

dan untuk siwa disebut sakti, maya tatwa atau juga acetana. Bila Brahma tidak

dipengaruhi oleh hukum kodrat (sifat )-Nya yang disebut maya atau Prakerti

(Sakti), Maya Tatwa atau Acetana itu, ia disebut nirguna (Parama) dan Brahma

(siwa) dipengaruhi oleh hukum kodrat (sifat)-Nya itu disebut Saguna (Sada).

Nirguna Bharma (Parama Siwa) adalah roh (Paramatma) alam semesta yang

menjadi inti penggerak hukum peredaran alam, dan seguna Brahma (Sada Siwa)

ialah perwujudan Brahma (Siwa) yang disebut Iswara (Raja alam), Sang Hyang

Widhi Wasa penggerak peredaran alam maha kuasa sehingga dapat mencipta

(Utpatti), mengatur (Stiti), dan melebur mengembalikan pada asalnya (Pralina).

Denan menginsyafi bahwa segala yang baik jasmani maupun rohani benda

yang berwujud (Sthula) maupun absrak (Sukma) bersumber pada Brahma atau

Siwa, maka bijaksanawan (Jnanin), memandang bahwa benda jasad dan wujud

rohani (alam pikiran dan sebagainya), yang timbul dari Brahman (sanifes) adalah

benda dan wujud sementara (relatif). Hanya sumbernya yaitu Brahma (Siwa) yang

Maha Agung yang sungguh-sungguh ada dan mutlak (absolut). Apalah artinya

serba benda yang terdapat di alam bagi orang yang bijaksana yang mengenal

keabadian, kemutlakan dan keagungan Bharma itu, bagaikan tetesan embun

dengan samudera, demikianlah kecilnya serba benda kalau dibandingkan dengan

Brahma (Siwa). Apalah manfaat dunia yang serba nisbi (relatif) itu bagi orang

bijaksana (Jnanin) yang insyaf dengan keagungan wujud Brahma (Siwa). Hanya

awidya (kurang bijaksana) menyebabkan manusia terikat oleh benda-benda

keduniawian itu. Sedangkan kalau direnungkan justru manusia sering diombang-

ambingkan oleh pasang surut gelombang benda uniawi yang menimbulkan

37

Page 38: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

perasaan duka (Dukna), dengki (Irsya) marah (Krodha, dwesa), gelap (Moha) dan

lain-lainnya. Bagi orang bijaksana (Jnanin) kenikmatan duniawi hanya memberi

kenikmatan dan kebahagiaan sementara, yang sering menimbulkan perasaan duka,

marah, dengki dan sebagainya, andai kata kenikmatan yang berdasar serba benda

itu tiada menjelang lagi. Bagi para Jnanindunia beserta isinya adalah maya,

bayangkan sementara dari yang mutlak dan Yang Maha Agung yaitu Brahma

(Siwa). Oleh karena itu sungguh sia-sia andai kata manusia terikat oleh benda

kenikmatan duniawi yang sering menggoncangkan hidup dan ketentraman

sukmanya.

Selain daripada itu kitab suci Weda mengatakan bahwa atma atau

jiwatman bahwa roh tiap-tiap makhluk sama wujud dan sifatnya dengan Nirguna

Brahma (Paramatma) atau (Parama Siwa). Brahma atma akyam, Brahma dan atma

tunggal. Tunggalnya atma dan Nirguna Brahma bagaikan udara dalam ruangan

dengan udara di angkasa, sedangkan ikatan perasaan dengan benda duniawi

adalah penghalang untuk menunggalkan atama (Siwatma) dengan Nirguna

Brahma (Paramatma atau Parama Siwa) itu. Oleh karena itu, para Jnanin

(bijaksanawan) berusaha menghindarkan diri dari ikatan nafsu (Indriya) terhadap

objek keduniawian (Wisaya) yang bersifat nisti (ksanika) itu. Mereka berusaha

mengarahkan pikiran dan perasaannya terhadap Yang Maha Agung dan mutlak

yakni Brahma (Siwa), hingga mereka dapat kebahagiaan abadi dan ketentraman

yang cerah gemilang disebut ananda dan akhirnya Jiwatmanya (roh) manunggal

dengan Nirguna Brahma (Paramatma, Paramasiwa). Para Jnanin (bijaksana)

berdikit dikit dapat melepaskan diri dari belenggu nafsu duniawi hingga jiwanya

murni bagaikan teratai, waalupun tumbuh dalam lumpur tetapi tidak terkena

kotornya. Dengan Jnana (kebijaksanaan) mereka dapat mencapai dharma dan

member kebahgiaan lahir bathin dalam hidupnya sekarang, di akhirat (swarga)

dan dalam penjelmaan yang akan datang. Dalam putaran hidup selanjutnya, pada

akhirnya tentu mereka dapat menginjak alam moksa yaitu kebahagiaanyang kekal

yang menyebabkan roh (atma) bebas dari penjelmaan kembali.

38

Page 39: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Petikan 1: Na prahrayet priyan prapya, nodwijet prapya cha priyan sthirabudhir

asammudho, Brahmawid brahmani sthitah,

(Bhagawad gita 5.20)

Artinya: Orang bijaksana yang insyaf dengan wujud Brahma selalu

memadukan sukmanya dengan Brahma, tetap tenteram dan tidak

terabui oleh kebodohan, tiada rasa bahagia dapat kenikmatan yang

digemarinya dan tiada bersedih dapat yang tiada yang

menyenanginya.

Petikan 2: Bahyasparses wasak tatma, windat/ yatmaniyat sukham, sa

Brahmayoga yuktatma, sukham akshayam asnute.

(Bhagawad gita 5.2)

Artinya: Orang yang jiwanya tidak terikat oleh sentuhan duniawi, mendapat

kebahagiaan batin, orang yang sukmanya selalu menunggal dengan

Brahma itu, dapat mengenyam kebahagiaan yang abadi.

Petikan 3: Yo’ntah suklo, ntaramas, tat hi antar jyotir ewa yah, sa yogi brahma

nirwanam, Brahmabhuto’dhigacchati.

(Bhagawad gita 5.24)

Artinya: Orang yang menikmati kebahagiaan batin yang kesenangannya

bersumber dalam hatinya dan yang rohaninya cerah bersinar orang

beriman yang selalu menunggalkan sukma dengan brahma mencapai

kesatuan roh dengan brahma.

Dia dalam batin yang cerah tenteram yang disebut ananda itu, Brahma

sumber segala, yang juga disebut sat (kebenaran yang Maha Agung) dapat dialami

dan diketahui langsung (Pratyaksa Pramana). Selain daripada itu, terdapat juga

orang bujaksana (Jnanin) yang tidak memikirkan keagungan Brahma (Siwa)

melainkan menempuh jalan pendek, yaitu dengan memandang bahwa nafsu

adalah musuh yang paling buas, yang menggoncangkan ketentraman batin. Nafsu

memperbudak manusia sehingga terjerumus ke lembah dosa dan malapetaka.

39

Page 40: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Nafsu timbul karena awidya (kurang bijaksana). Dari nafsu yang disebut raga,

muncullah marah (dwesa) iri hati (matsarya) mabuk atau angkuh (mada) dan

kegelapan pikiran maupun kesusahan (moha). Orang bijaksana (Jnanin)

memandang nafsu, kemarahan, iri hati, angkuh, kegelapan pikiran dan susah itu

sebagai enam musuh di dalam diri yang perlu dibasmi yang disebut sda ripu.

Petikan 4: Ragadi musuh maparo, rihatya tonggwanya, tan madoh ring awak.

(Ramayana sarga 14.1)

Artinya: Nafsu dan sebagainya (kemarahan), iri, dengki, angkuh, dan

kegelapan pikiran, di hatilah tempatnya, tiada jauh dari diri.

Andaikata dapat membasmi keenam musuh dalam diri itu, jiwa (roh) tentu

akan murni (suci) dan dapat mencapai dharma (sila dan budi luhur) dan akhirnya

kebahagiaan abadi dan kebebasan roh dari penjelmaan akan dicapai.

Raja Yoga

Raja yogi adalah cara atau jalan untuk dapat mengetahui kerahasiaan dan

berhubungan dengan Sanghyang Widdhi dengan melalui tapa, brata, yoga dan

semadhi. Tapa dan brata dapat dirtikan suatu latihan yang tidak henti-hentinya

untuk mengendlikan indria. Yoga dan Semadhi merupakan latihan untuk

menghubungkan dan menyatukan atma dengan Paramatma.

Dalam Bhagawad gita Kresna menjelaskan tentang raja rahasia dari ilmu

pengetahuan. Kerahasiaan kebenaran brahmaitu tidak dapat dimengerti hanya

dengan berteori atau berargumentasi saja. Hal itu hanya dapat dimengerti hanya

dengan pengalaman atau pengamatan langsung (pratyaksa pramana). Orang yang

dapat menumbuhkan kesadaran diri serta mengabdikan dirinya sepenuhnya

kepada Sanghyang Widdhi akan dapat mengetahui hakikat kebenaran Brahma.

Orang seperti itulah disebut seorang raja yogin.

40

Page 41: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Setelah menyatakan bahwa ada pengetahuan yang maha tinggi, rahasia

yang maha tinggi, kesucian yang maha tinggi, namun akan dapat diketahui dengan

pengalaman langsung apabila manusia telah tiba pada tingkat kesadaran yang

tinggi, selanjutnya dijelaskan:

Petikan: Maya tatam idam sarwam jagad awyakta murtina, matsthani sarwa

bhutani na cha’ham tesw awasthitah.

(Bhagawad gita IX.4)

Artinya: Aku berada dimana-mana dalam alam semesta ini dengan bentuk Ku

yang tidak terwujud, semua makhluk berada dalam Ku, tetapi Aku

tidak berada di dalam mereka.

Pengetahuan tentang sarwam idam kalu Brahman atau segala yang ada di

alam tidak lain dari Brahman, atau Brahman atman aikyam artinya Brahman dan

atman itu tunggal adalah suatu pengetahuan yang di dapat secara langsung oleh

seorang raja yogin. Pengetahuan itu didapatnya antara lain melalui yoga dan

sanadhinya. Dengan demikian orang yang menempuh jalan raja yoga untuk

mendapatkan kebahagiaan yang abadi dalam penunggalan dengan Ida Sanghyang

Widdhi akan melalui suatu disiplin yang keras, baik beberapa tapa brata yoga

ataupun Samadhi.

Setiap orang dapat memilih salah satu jalan yang disediakan dengan

terlebih dahulu menyesuaikan dengan tingkat kemampuan diri sendiri. Perlu pula

diingat bahwa tujuan yang dicari dan akan dicapai adalah sama dan satu yaitu

berupa kebahagiaan abadi diri penunggalan dengan Sanghyang Widdhi.

Pemgetahuan filsafat sebenarnya dapat memberikan kejelasan bagi setiap orang

tentang akekat hidup. Bagi orang-orang yang telah memahami dan menghayati

ajaran-ajaran filsafat kerohanian akan mengerti apa yang mesti dikerjakannya, apa

yang tidak patut dikerjakannya. Selanjutnya ia akan menyadari bahwa tujuan

hidupnya adalah untuyk melepaskan atmanya dari ikatan maya lalu dapat bersatu

kembali kepada sangkan paramnya yaitu Sanghyang Widdhi . Untuk dapat

41

Page 42: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

mencapai kesadaran tentang hakikat ilmu pengetahuan dan filsafat itu tentu mesti

ada usaha belajar yang terus menerus. Dimana dengan ketekunan dan usaha yang

tidak kenal henti pada saatnya tentu akan tercapai tujuan yaitu kebebasan yang

abadi, bebas dari penjelmaan kembali menunggal dengan Brahman, mencapai

moksa.

4.4.3 Rangkuman

Catur narga yoga adalah 4 ajaran yang masing-masing ajaran mempunyai

penekanan di dalam mencapai tujuan yang sama yakni kebebasan abadi. Secara

bhakti yoga menekankan pada kesujudan kepada Tuhan, cara karma marga

menekankan pengabdian yang ikhlas pada etiap kebajikan, cara Jnana

menekankan pada kebijaksanaan penguasaan diri dan cara Raja yoga menekankan

pada pelaksanaan yoga untuk mencapai alam Samadhi, semuanya harus didukung

dengan disiplin dan kesusilaan, barulah tujuan akan tercapai yakni moksa.

BUKU MATERI POKOK 4

KEMASYARAKATAN HINDU

MKDU4204/2SKS/04

42

Page 43: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

PENDIDIKAN AGAMA HINDU

OLEH:

Letkol. Inf I Ketut Bantas

Kapten Inf. I Nengah Dana

KEMASYARAKATAN HINDU

1. Pengantar

Di dalam modul-modul sebelumnya anda telah mempelajari mengenai

sejarah, sumber, ruang lingkup, tujuan dan filsafat agama hindu. Semuia itu akan

dapat menuntun anda untuk memperjelas pengertian didalam pembahasan

berbagai masalah kehidupan kemasyarakatan/Pranata sosial yang terdapat di

dalam ajaran Hindu, yang akan anda pelajari pada modul 4 ini.

Mempelajari masalah kehidupan kemasyarakatan Hindu tidak dapat

dipisahkan dari sumbernya yaitu ajaran yang dianut, karena ajaran itulah yang

akan menentukan arah tingkah lakunya yang diwujudkan dalam bentuk

kebudayaan, untuk mencapai tujuan hidupnya sebagai umat beragama.

43

Page 44: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Walaupun kehidupan beragama merupakan persoalan individu namun

untuk mencapai tujuan hidup beragama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

bermasyarakat dan bernegara, karena itu lalu timbul Pranata Sosial dalam

berbagai bentuk dan coraknya.

Dalam sejarah pertumbuhannya kadang-kadang terjadi penyimpangan dari

yang ditetapkan menurut ajaran agama Hindu, sehingga menimbulkan kesan

negatif sementara pihak terhadap agama Hindu itu sendiri. Seperti misalnya

masalah catur wulan. Yang berubah ke dalam pengertian kasta, kemudian

berpengaruh terhadap sistem kekeluargaan (kula, wamsa) dan lembaga

Perkawinan Hindu, serta status sosial lainnya.

Karena itu di dalam modul ini akan diuraikan berbagai masalah kehidupan

masyarakat Hindu sesuai dengan ajaran yang benar menurut Dharma.

2. Tujuan Instruksional Umum

Dengan mempelajari modul ini anda akan memperoleh pengertian yang

jelas, dan mampu memahami tentang berbagai masalah kehidupan

kemasyarakatan sesuai ajaran agam Hindu, sehingga mantap di daloam

melaksanakan tugas dan kewajiban.

3. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan modul ini, anda diharapkan:

a) Menjelaskan sistem Asrama di dalam agama Hindu.

b) Menjelaskan pengertian Warna yangsebenarnya menurut agama Hindu.

c) Menjelaskan secara singkat tentang Parisada Hindu Dharma dan

kedudukannya sebagai lembaga tertinggi Agama Hindu.

d) Menjelaskan tentang Lembaga Perkawinan Hindu dan kedudukan anggota

keluarga dan kewajibannya.

44

Page 45: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

CATUR ASRAMA

4.1.1 Uraian dan contoh

Di dalam modul 2 andatelah mempelajari mengenai dasar dan tujuan hidup

menurut agama Hindu yang dipisahkan antara tujuan agama dan tujuan hidup

manusia. Tujuan agama adalah Moksartam Jagadhita, yaitu tercapainya

kebahagiaan hidup maupun kesejahteraan masyarakat yang disebut Jagadhita, dan

tercapainya kedamaian abadi atau kebahagiaan hakiki dan sejati, menunggal

dengan asal yang disebut Moksa. Sedangkan tujuan hidup manusia adalah Catur

Purusartha, yang mengikat menjadi satu jalinan sebagai dasar hubungan harmonis

di dalam kehidupan ini, yaitu Dharma Artha, Kama, dan Moksa.

Dasar dan tujuan hidup manusia yang disebut Catur Purusartha itu

didasarkan atas tujuan dan segi metafisikanya yaitu di dalam hubungan adanya

manusia dengan adanya yang umum universal. Atma (jiwa) itu kekal sifatnya

sedangkan badan wadag bersifat sementara. Karena itu jiwa yang kekal sifatnya

diharapkan dapat bersatu dengan hakikat kekal yang universal (Paramatha

mencapai Moksa).

Sedangkan kalau ditinjau dari segi manusianya sendiri yang selalu

berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan alam lingkungan, menghadapi

persoalan sejak kelahirannya sampai akhir hayatnya, maka agama hindu membagi

tingkat masa kehidupan manusia menjadi empat yang disebut Catur Asrama.

Adapun empat masa kehidupan atau tingkat hidup itu masing-masing

disebut:

45

Page 46: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

a) Brahmacari asrama;

b) Grihastha asrama;

c) Wanaprastha asrama;

d) Samyasa asrama (Bhiksuka).

Brahmacari Asrama

Kata Brahmacari berasal dari bahasa Sansekerta dari kata Brahma “ dan

cari “ atau “ carya “, Brahma berarti ilmu pengetahuan tentang Ketuhanan atau

ilmu pengetahuan kerohanian, sedangkan caria artinya gerak atau tingkah laku.

Kata “asrama” berasal dari kata “srama” yang berarti usaha seseorang. Jadi

brahmacari asrama berarti gerak atau tingkah laku dalam mengejar ilmu

pengetahuan kerohanian atau Ketuhanan. Secara umum brahmacari asrama berarti

hidup berguru aguron-guron yaitu masa kehidupan menuntut ilmu pengetahuan

suci keagamaan/kerohanian.

Yang di maksud dengan ilmu pengetahuan suci keagamaan adalah weda

dalam arti luas. Di samping Catur Weda, juga diajarkan enem cabang pengetahuan

Weda yang disebut Sadangga Weda terdiri dari:

a) Siksha (fonetika)

b) Wyakarana (tata bahasa)

c) Nirukta (etimologi, ilmu asal kata)

d) Chanda (ilmu irama)

e) Kalpa (peraturan tentang yadya, upacara)

f) Jyotisa (astronomi, ilmu falak)

Sedangga weda merupakan pengetahuan pokok sedangkan pengetahuan

lain yang diberikan pula pada brahmacari asrama adalah:

46

Page 47: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

a) Itihasa (sejarah)

b) Kala (berbagai macam keselian)

c) Bhuta Widya (demologi)

d) Ayur Weda (ilmu obat-obatan)

e) Tarka Sastra (ilmu logika)

f) Wakswakyam (ilmu dialektika)

g) Ganitam (ilmu hitung)

h) Ksatria Widya (ilmu kemiliteran, taktik perang)

i) Dhanur Widya (ilmu memanah)

j) Nitisastra (ilmu etika dan politik)

k) Atma Widya (ilmu jiwa)

l) Mantra Wijaya (ilmu mantra – mantra)

Nilai – nilai luhur dan mendasar yang dianut dalam Brahmacari Asrama

adalah nilai moral dan spiritualnya berupa disiplin berguru dengan peraturan-

peraturan yang dilakukan secara ketat.

Setiap Brahmacarin (siswa kerohanian) yang akan memasuki brahmacari

asrama harus diketahui asal-usulnya terlebih dahulu, kemudian baru diterima

sebagai siswa. Penerimaan siswa didahului dengan suatu upacara yang disebut

Upanayana.

Mengenai pelaksanaan upacara upanayana, di dalam kitab Sathapatha

Brahmana disebutkan bahwa apabila seorang guru (Acarya) menerima siswa

(sisya) maka, pada saat upacara upanayana seorang Acarya meletakkan telapak

tangannya di ubun-ubun Sisya sebagai simbul persatuan dan pencurahan seluruh

personalitetnya kepada sisya. Setelah itu kepada para sisya diberikan pelajaran

yang diawali dengan mantram Sawitri oleh Acarya (Guru).

Menurut kitab Grihya Sutra dan Manu Smerti dikatakan bahwa setelah

upacara upanayana para sisya diberikan Mekhala yaitu semacam ikat pinggang. Di

Bali tradisi seperti itu kita jumpai juga di mana seorang Guru (Nabe) memberikan

Yadnyapawitra (pepetan) kepada sisyanya.

47

Page 48: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Selanjutnya setelah upacara itu selesai maka para sisya mengucapkan janji

untuk menaati peraturan-peraturan Brahmacari asrama. Kemudian barulah mereka

resmi menjadi Dwijati.

Dwijati berarti lahir yang kedua kali. Lahir yang pertama kali dari perut

Ibu, sedangkan lahir yang kedua lahir dari Dharma (ilmu pengetahuan suci) atau

lahir sevara rohaniah.

Sebagai seorang Dwijati para sisya harus taat pada peraturan-peraturan

yang berlaku baginya dan memahami kewajibannya sebagai sisya (Brahmacarin).

Adapun peraturan-peraturan yang yang harus ditaati dan kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh Brahmacarin manyangkut dua hal pokok yaitu:

a) Kewajiban yang dilakukan sisya terhadap gurunya

b) Kewajiban dan peraturan sehari-hari yang menyangkut diri sisya itu

sendiri.

Mengenai kewajiban ataupun etika sisya terhadap guru (acarya) dijelaskan

dalam lontar Silakrama sebagai berikut:

“Nihun ta silakramaning aguron-guron, haywa tan akti ring guru, haywa

himaniman, haywa tan sakti ring sang guru, haywa tan sadhu tuhwa,

haywa nikelana sapatuduhing sang guru, haywa angideki wayangan sang

guru, haywa anglungguhi palungguhaning sang guru.

Artinya:

Beginilah tata tertib berguru, jangan tidak hormat terhadap guru, jangan

mencaci maki, jangan segan kepada guru, jangan tidak percaya dan tulus,

jangan menentang perintah guru, jngan menginjak bayangan guru, jangna

mendudukintempat duduk guru.

48

Page 49: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Pengertian kalimat “jangan segan kepada guru” dimaksudkan adalah

bahwa sisya harus berani menanyakan sesuatu yang ia belum mengerti ataupun

bertanya ilmu kepada gurunya agar sisya menjadi kritis.

Sedangkan kalimat “jangan menginjak bayangan guru” dimaksudkan

sebagai pernyataan hormat sisya kepada gurunya. Apabila kita perhatikan etiket

yang masih tampak dalam masyarakat dewasa ini dalam hal berdiri, berjalan,

duduk dan sebagainya maka seorang siswa akan berada di sebelah kiri gurunya;

begitu pula kebiasaan dalam kehidupan kemiliteran misalnya, yang lebih

tua/senior selalu berada di sebelah kanan yuniornya apalagi terhadap

dosen/gurunya. Jadi secara normal secrangsisya harus selalu patuh, hormat, dan

menghargai gurunya.

Selain peraturan dan kewajiban tersebut masih adfa lagi aturan yang harus

dilakukan/ditaati sisya, antara lain:

1) Hidup sederhana;

2) Tidak boleh lengah di hadapan guru;

3) Tidur belakangan dan bangun duluan dari guru;

4) Tidak mau mendengar bila ada orang yang menghina gurunya (pariwada

ninda wadi);

5) Menunggu guru (upasita) sebelum pelajaran mulai;

6) Dan sebagainya.

Di dalam kitab Manu Smerti IV.162 disebutkan pula tentang bagaimana

sikap seorang sisya terhadap guru dan orang-orang yang patut dihormati, seperti

dinyatakan dalam slokanya yang berbunyi sebagai berikut:

“Acaryam ca prawaktaram,

Pitaram mataram guru,

Na himsyad brahmananggasca,

Sarwamscaiwa tapaswinah”.

49

Page 50: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Artinya:

Hendaklah ia tidak menentang guru yang menasbihkan, yang

menerangkan Weda, ibu bapaknya, tidak juga guru lainnya, para brahmana, dan

para pertapa.

Di samping peraturan mangenai kewajiban sisya terhadap guru terdapat

pula kewajiban yang berlaku bagi sisya sendiri merupakan pengendalian diri yang

harus ditaati, guna mencapai kesempurnaan rohani dan kesucian batin.

Pengendalian diri itu dilakukan dengan mengamalkan Yama Brata dan Niyama

Brata, sebagaimana dinyatakan di dalam kitab Wrihaspati Tattwa sebagai berikut:

“Ahimsa brahmacaryanaca,

Satyam awyawaharikam,

Astainyam iti pancaite,

Yama rudrena bhasicah.

Akrodho guru susrusa,

Sancam aharalaghawan,

Apramadasca pancaite,

Niyamah parikirtitah”.

Artinya:

Yang disebut Yama Brata ialah Ahimsa, Brahmacarya, Satya,

Awyawaharika dan Astainya, ini lima jumlahnya. Yang dinamakan Niyama Brata

ialah Akroda, Gurususrusa, Sanca,Aharalaghawa, dan Apramada, ini lima

jumlahnya.

50

Page 51: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

a. Panca Yama Brata :

1) Ahimsa artinya tidak membunuh atau menyiksa segala makhluk.

2) Brahmacarya artinya tekun menuntut ilmu pengetahuan suci dan tidak

melakukan hubungan seksual.

3) Satya artinya tidak dusta, baik dalam pikiran, kata-kata maupun perbuatan.

4) Awyawahara artinya tidak suka bertengkar, tidak berjual beli, dan tidak

sombong.

5) Astainya artinya tidak mengambil milik orang lain tanpa persetujuan

kedua pihak (tidak mencuri), tidak berhasrat jahat kepada orang lain dan

terhadap binatang sekalipun.

b. Panca Nyama Brata :

1) Akrodha artinya tidak suka marah karena pemarah itu merupakan sumber

derita.

2) Guru susrusa artinya hormat dan dekat dengan guru guna dapat menerima

ilmu pengetahuan dengan sempurna, sebagai jalan utama menuju

kebahagian (Adhaya) ataupun kebebasan abadi (Nisaya).

3) Sauca artinya bersih lahir batin seorang sisya setiap hari harus

membersihkan dirinya secara fisik dan tubuh dibersihkan dengan air,

dibersihkan dengan kejujuran, juga dibersihkan dengan ilmu pengetahuan

pengendalian nafsu, sedangkan akal dibersihkan dengan kebijaksanaan.

4) Aharalaghawa artinya makanan tidak sembarang makan, makan hanya

makanan yang bermanfaat bagi diri tidak boleh melebihi batas kemampuan

pencernaan (Atibhojanam).

5) Apramada artinya tidak melakukan/meninggalkan kewajiban yang

ditetapkan dalam agama guna mencapai kesempurnaan.

51

Page 52: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Demikianlah kewajiban-kewajiban atau peraturan-peraturan yang harus

ditaati oleh para sisya (Brahmacari) di dalam masa Brahmacari Asrama atau hidup

berguru sebagai dasar pendidikan moral. Apabila moral baik maka penerimaan

pelajaran berupa ilmu pengetahuan (Jnana) akan mudah karena seseorang sisya

benar-benar patuh dan yakin kepada gurunya. Ilmu pengetahuan yang diperoleh di

Asrama dan moral yang dimiliki sebagai hasil latihan pengendalian diri akan

membawa Brahmacari kepada kematangan rohani, menjadi manusia cerdas dan

bijaksana.

Setelah para sisya lulus mengikuti pelajaran maka dilakukanlah upacara

wisudha yang disebut Samawartana, kemudian kepada mereka masing-masing

diberi gelar Snataka.

Kepada mereka diberikan istirahat selama 3 hari kmudian melanjutkan

kegiatannya sehari-hari sebagai snataka, dengan menjalankan Dharma, hidup suci,

demikian dinyatakan did alam kitab Manu Smerti IV.119.

Dengan berakhirnya masa Brahmacari asrama maka seorang Snataka

boleh terus hidup menyendiri (tidak kawin), atau dapat melanjutkan ke tingkat

kehidupan berikutnya yaitu hidup berumah-tangga, yang disebut Grihastha

Asrama.

Grihastha Asrama

Kata “grihastha” berasal dari bahasa Sanskerta dari kata griha dan stha.

“Griha berarti rumah tempat tinggal atau griyo bahasa Jawa, griya bahasa Bali,

graha bahasa kawi/Jawa Kuno. “Stha” berarti berdiri, mendirikan. Jadi kata

grihastha berarti mendirikn tempat tinggal atau rumah.

Menurut Hindu Dharma setiap orang yang berkeluarga harus berpisah dari

orang tuanya, bertanggung jawab sendiri. Oleh karena itu pengertian mendirikan

tempat tinggal berkaitan dengan membentuk rumah tangga baru. Maka dengan

demikian grihastha asrama berarti mengalami masa hidup berumah tangga, dan

52

Page 53: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

mulai mengadakan sanggama karma atau hubungan seksual, guna melanjutkan

keturunan.

Masa grihastha asrama didahului dengan Wiwaha yaitu upacara

perkawinan yang merupakan peristiwa penting dan bersifat sakral. Perkawinan

bukanlah semata-mata ditujukan untuk pemenuhan kama atau nafsu melainkan

untuk memenuhi kewajiban suci (Dharma). Di dalam masa grihasta asrama inilah

seorang grihasthin dapat melaksanakan tugasnya dengan sempurna apabila semua

ketentuan hidup berkeluarga dipatuhi.

Melalui kehidupan grihasta setiap keluarga dapat melaksanakan Tri Rnam

secara lengkap. Tri Rnam adalah tiga hutang manusia yang harus dibayar/ditebus

dalam tiga kehidupan ini, yaitu :

a. Dewa Rnam adalah hutang jiwa (hidup kepada Sanghyang Widhi Wasa).

b. Resi Rnam adalah hutang ilmu pengetahuan kepada para Maharesi.

c. Pitra Rnam adalah hutang jasa kepada para leluhur dan orang tua.

Ketiga hutang itu dapat ditebus melalui pelaksanaan atau amalan Panca

Yadnya, yang telah anda pelajari pada modul dua, dan akan diuraikan secara

mendalam pada modul....

Hidup berumah tangga dinyatakan amat penting menurut ajaran agama

Hindu, oleh karena seluruh lapisan atau golongan dapat hidup dengan menerima

bantuan dari kepala rumah tangga (Grihastha). Hal ini disebutkan di dalam kitab

Manawa Dharma Sastra III.77 dan 88 yang berbunyi sebagai berikut :

“Yatha wayum samasritya,

Wartante sarwa jantawah,

Tatha grihastam asrama sritya,

Wartante sarwa asramah.

Rsayah pitaro dewah,

Bhutani atithayastatha,

53

Page 54: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Acasate kutumbibhi

Astebhyah karyam wijanata”

Artinya :

Semua makhluk menerima bantuan dari Wahyu (kekuatan hidup), maka

demikianlah semua golongan dapat hidup dengan menerima bantuan dari

kepala rumah tangga.

Para Rsi, leluhur, dewa, butha, dan para tamu menerima persembahan dari

kepala rumah tangga, karena itu ia yang tahu hukumnya akan memberikan

persembahan yang sesuai kepadanya.

Selanjutnya hal yang penting dalam kehidupan grihastha asrama ialah

melanjutkan keturunan. Anda tentu mengetahui bahwa setiap orang yang

melaksanakan perkawinan dan hidup berumah tangga pasti ingin mempunyai

putra (keturunan). Suatu keluarga yang tanpa anak akan terasa sepi.

Dalam hal ini agama Hindu mengajarkan bahwa setiap keluarga

(grihasthin) yang dikarunia putra hendaknya mendidik putranya menjadi orang

yang berguna dalam masyarakat, dan menjadi putra sejati, yaitu seorang putra

yang sadhu gunawan (Gagah bijaksana dan berpengetahuan), serta dapat menjadi

pelita di tengah-tengah keluarga; demikian dinyatakan dalam kitab Nitisastra.

Begitu pula di dalam kitab Mahabharata dikatakan bahwa putra yang saleh akan

menyeberangkan orang tuanya dari kesengsaraan, ini sesuai dengan arti “putra”

itu sediri.

Masih banyak, lagi kewajiban grihasthin yang ditentukan dalam ajaran

agama Hindu yang harus dipatuhi. Kemudian dinyatakan pula bahwa melalui

kehidupan berumah tangga seseorang akan mencapai kebajikan jagadhita dan

moksa.

54

Page 55: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Wanaprastha Asrama

Kata “Wana” berarti hutan dan kata “prastha” berarti menetap, tinggal.

Wanaprastha berarti hidup di hutan, hidup di tempat sunyi. Hal ini dimaksudkan

hidup mengasingkan diri dari hiruk pikuk kehidupan duniawi menyepi diri, guna

mencari hikmah hidup yang paling dalam atau bertapa, melakukan pengekangan

dan pengendalian nafsu, mencari hakikat kebenaran, serta melakukan hidup suci.

Di dalam masa Wanaprastha asrama ini peranan Dharma sebagai bagian

dari Catur Purusartha sangat dominan, sedangkan Artha dan Kama mulai

dikesampingkan. Walaupun demikian seorang wanaprasthin masih tetap

berkewajiban melakukan Panca Maha Yadnya (Panca Karma) secara spiritual.

Kitab Agastya Parwa menguraikan secara singkat tentang Wanaprastha ini

sebagai berikut :

“...ri telas nira grihasthadharma ginawayaken ira wanaprastha ta sira,

mur sakeng grama mwang munggwing suci desa, makadi wukir, magawe

patapan sthananira, gumawayaken panca karma, mwang malwangi

wisaya, mwang mangdesanaken dharma...”.

Artinya :

Setelah ia melewati masa hidup berumah tangga, dilakukannya kehidupan

Wanaprastha, pergi dari desa dan menetap di tempat yang bersih suci

terutama di gunung, membangun tempat bertapa, melakukan Panca

Karma, mengurangi nafsu keduniawian serta mengamalkan kewajiban suci

agama.

Pada masa Wanaprastha asrama ini seorang wanaprasthin mengajarkan

ajaran-ajaran suci kerohanian kepada sisya (murid-muridnya). Sesuai

kedudukannya sebagai seorang Dwijati ia harus memiliki sifat-sifat arif yang

55

Page 56: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

disebtu Dasa Dharma, sebagaimana dinyatakan dalam kitab Manu Smerti IV.92

yang berbunyi sebagai berikut :

“Dhritih ksama damo, steyam

Sancam indriyanigrahah,

Dhirwidya satyam akrodha

Dasakam dharma laksanam”.

Artinya :

Dhriti, ksama, dama, asteyam,

Sancam, indriyanigraha, dhira, widya

Satyam, akrodha, adalah sepuluh

Kewajiban suci yang menjadi prilaku/sifatnya.

Adapun arti dari kesepuluh dharma itu ialah

a. Dhriti artinya memiliki keseimbangan jiwa, teguh hat

b. Ksama artinya suka mengampuni, tahan uji

c. Dama artinya rendah hati, dapat menasihati diri sendiri

d. Asteyam artinya tidak curang, tidak berdusta

e. Sancam artinya taat pada peraturan suci, kesucian lahir batin.

f. Indriyamigraha artinya mampu mengendalikan hawa nafsu

g. Dhira artinya berani dan bijaksana

h. Widya artinya memiliki pengetahuan yang luas

i. Satya artinya jujur, berpegang teguh pada kebenaran

j. Akrodha artinya menjauhi atau tidak pemarah.

56

Page 57: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Kesepuluh kewajiban tersebut harus ditaati dan diamalkan dalam

kehidupannya sebagai Wanaprasthin. Dengan memenuhi dan menaati kewajiban

itu maka ia akan mencapai kebajikan tertinggi.

Dalam kehidupan wanaprastha asrama ini telah diletakkan landasan

dharma sebagai dasar mencapai cita-cita Moksa.

Selanjutnya di dalam kitab Manu Smerti ini pula (pada bab VI sloka 94)

dinyatakan bahwa setelah memenuhi sepuluh kewajiban suci yang bersifat

rohaniah seorang wanaprasthin dapat melanjutkan kehidupannya sebagai pertapa

pengembara yang disebut Sanyasa asrama.

Sanyasa Asrama

Menurut kitab Manu Smerti, Sanyasa merupakan tingkatan hidup

kerohanian yang keempat setelah Brahmacari, Grihastha dan Wanaprastha. Dalam

kehidupan sebagai Sanyasin mereka tidak terikat oleh duniawi, melainkan hidup

bebas, tidak ingin lagi memiliki sesuatu yang dapat mengikat pikirannya dalam

mencapai cita-cita terakhir yang disebut Moksa.

Seorang Sanyasin telah pasrah dengan segala yang dialaminya pikirannya

hanya tertuju kepada Sanghyang Wwidhi Wasa. Dengan pendirian yang teguh

jiwanya diserahkan kepada Sang Pecipta untuk mencapai kemanunggalan Atman

dengan Paramatman (Hakikat hidup dengan Pencipta).

Kehidupan Sanyasin hanya berpedoman pada Dharma dan selalu

memusatkan pikiran dan jiwanya pada satu tujuan hidup yang tertinggi yaitu

Moksa, bebas dari rasa suka-duka, mencapai kebahagian abadi yang hakiki dan

sejati, di mana Atman manunggal dengan Paramatman.

57

Page 58: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Rangkuman

Manusia di dalam hidupnya menghadapi berbagai persoalan baik bersifat

jasmani maupun rohani. Menurut agama Hindu manusia sebagai individu tidak

dapat melepaskan diri dari alam lingkungannya atau dalam kehidupan

bermasyarakat, namun setiap umat Hindu harus berusaha mencapai tujuan

hidupnya yang disebut Catur Purusartha yaitu dharma, artha, kama, dan moksa,

atau untuk mencapai tujuan agama “moksartham jagadhirtyaca iti dharmah”

(tercapainya kesejahteraan hidup bermasyarakat dan kebahagiaan yang hakiki dan

sejati atau moksa).

Sehubungan dengan itu agama Hindu membagi membagi tingkat

kehidupan manusia ke dalam sistem asrama yang disebut “Catur Asrama”.

a. Brahmacari asrama ialah masa hidup berguru atau menuntut ilmu

pengetahuan.

b. Grihastha asrama ialah masa hidup berumah tangga.

c. Wanaprastha asrama ialah masa hidup menjauhkan diri dari hiruk pikuk

keduniawian menyepi diri, bertapa dan melakukan hidup suci.

d. Sanyasa asrama ialah masa hidup sebagai pertapa pengembara, hanya

berpedoman pada Dharma, selalu memusatkan pikiran dan jiwanya pada satu

tujuan hidup yang tertinggi yang disebut Moksa, bebas dari rasa suka-duka,

mencapai kebahagiaan abadi yang hakiki dan sejati, di mana Atman

Manunggal dengan Paramatman.

CATUR WARNA

Di dalam kehidupan masyarakat Hindu, kita sreing mendengar adanya

perbedaan status sosial yang didasarkan atas sistem kasta. Sepintas lalu orang

58

Page 59: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

akan membenarkan kenyataan itu, tetapi apakah memang demikia menurut ajaran

Weda? Ataukah hal itu berkembang sebagai pranata sosial yang brsifat kaku dan

ortodoks karena penafsiran yang keliru dari ajaran weda? Inilah yang perlu

dijelaskan agar pengertian yang keliru itu dapat diluruskan sesuai dengan yang

dimaksudkan dalam kitab suci Hindu.

Menurut Bahasa Sansekerta (bahasa yang dipakai dalam kitab suci weda)

kata “kasta” (kasta) berarti “kayu”, jadi bukan berarti pembedaan golongan status

sosial berdasarkan keturunan seperti pengertian kata “caste” dalam bahasa

Portugis (caste = pemisah, tembok atau batas).

Dalam ajaran agama Hindu yang dapat kita jumpai adalah penjelasan

mengenai warnai, yaitu “catur warna”. Kata “warna” berasal dari bahasa

Sansekerta dari urat kata “wri” yang artinya “memilih” (lapangan kerja) sesuai

dengan bakat dan kualitas yang dimiliki. Kempat warna itu ialah Brahmana,

Ksatriya, Waisya, dan Sudra. Masing-masing warna itu mempunyai tugas

kewajiban yang berbeda sesuai dengan guna (bahasa dan sifat) serta karmanya

(amal perbuatannya), jadi bukanlah didasarkan atas keturunan semata-mata.

Kitab Suci Bhagawad Gita Adhyaya XVIII sloka 41 sampai dengan sloka

44 menjelaskan mengenai catur warna dan fungsinya, yang berbunyi sebagai

berikut :

“Brahmana ksatriya wisam

Sudranam ca paramtapa

Karmani prawibhaktani

Swabhawa prabhawair gunaih

Samo damas tapah sancam

Ksantir arjawam ewaca

Jnanam wijnanam astikyam

Brahma karma swabhawajam

59

Page 60: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Sauryam tejo dhritir daksyam

Yuddhe ca’py apalayanam

Danam iswarabhawasca

Ksatram karma swabhawajam.

Krisi gauraksya wanijyam

Waisya karma swabhawajam

Paricaryatmakam karma

Saudrays’pi swabhawajam”

Artinya :

Hai Paramtapa, tugas kewajiban brahmana, ksatriya, waisya, dan sudra

telah dibagi-bagikan menurut guna (bakat dan sifat) serta wataknya.

Tenteram, menguasai indria, suka melakukan pantangan agama, suci lahir

batin, suka mengampuni, lurus hati, bijaksana berilmu, yakin kepada

ajaran Weda adalah karma seorang brahmana menurut bakatnya.

Berani, perkasa, teguh hati, cekatan, tak mundur dalam peperangan,

dermawan, berwibawa dalam memimpin, adalah karma ksatriya menurut

bakatnya.

Bertani, berternak dan berekonomi adalah karma waisya menurut

bakatnya, kegiatan kerja tergolong pelayanan (buruh) adalah karma sudra

menurut bakatnya.

60

Page 61: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Demikianlah masing-masing warna itu sebagai golongan karya

mempunyai tugas kewajiban yang berbeda menurut bakat dan sifat yang lahir dari

mereka, tetapi bukan didasarkan atas genealogis secara turun-temurun.

Memang kalau ditinjau secara psikologis bakat dan sifat seseorang

cenderung menurun karena manusia dibentuk sejak masa prenatal dan besar dalam

lingkungannya, sehingga anak cucu seorang, brahmana akan cenderung menjadi

brahmana, begitu pula pada keluarga ksatriya, waisya, ataupun sudra. Dari sinilah

kemudian timbul istilah brahmana wangsa dengan predikat nama tertentu sebagai

identitas keluarganya. Demikian pula bagi ksatriya terdapat ksatriya wangsa dan

pada waisya ada waisya wangsa.

Brahmana wangsa lebih dihormati daripada wangsa lainnya sebagai akibat

dari sifat dan bakat yang melekat pada dirinya, begitu pula terdapat ksatriya

wangsa dan waisya wangsa secara berturut-turut memperoleh status secara

gradual.

Walaupun demikian perkembangannya, selama peraturan dan kewajiban

bagi masing-masing warna secara ketat dilaksanakan maka pngertian warna itu

masih sesuai menurut weda. Akan tetapi bila kewajibannya dilanggar, sementara

mereka mempertahankan status warna itu secara genealogis (wangsa) maka hal ini

sangat keliru dan menyimpang dari ajaran Weda.

Kitab Manu Smerti I. 157 dan X.65 menyebutkan :

“Yatha kastamayo hasti

Yatha carmamayo mrigah

Yasca wipro nadiyanas

Trayaste nama dharakah”.

“Sudro brahmanatam eti

Brahmanas caiwa sudratam

Ksatriya jatam ewantu

Widyad waisyat tatha iwaca”.

61

Page 62: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Artinya :

Bagaikana gajah terbuat dari kayu

Bagaikan rusa terbuat dari kulit

Demikianlah seorang brahmana yang tidak terpelajar

Ketiga-tiganya hanya membawa nama saja.

Seorang sudra menjadi brahmana

Brahmana menjadi sudra, ketahuilah

Bahwa sama halnya dengan keturunan ksatriya, waisya

Maupun sudra.

Sebagai butki bahwa seseorang dari keluarga sudra berubah menjadi

brahmana atau dari ksatriya menjadi brahmana karena bakat, sifat dan karmanya

dapat kita jumpai nama-nama para Resi/Maharesi terkenal pada zaman dahulu,

seperti antara lain :

1. Resi SatyaKama Jabala disebutkan dalam Chandogya Umpanisad, berasal dari

anak seorang buruh miskin.

2. Resi Kawasa dan Resi Aitareya adalah pengarang kitab Brahmana dan

Upanisa berasal dari ibu sudra.

3. Bhagawan Parasara ayah Maharesi Wyasa yang terkenal sebagai penghimpun

kitab suci Catur Weda, lahir dari keluarga candala.

4. Resi Wasistha sendiri berasal dari anaks eorang pelacur.

5. Resi Wiswamitra, Dewapi, Sindhudwipa berasal dari keluarga ksatriya.

Kemudian secara lebih tegas dan jelas kitab Maha Bharata III. XL.

XXX.21, 25, 26 menyebutkan :

62

Page 63: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

“Satyam danam ksama silam

Anrisamsya tapo ghrina

Drisyanti yatra nagendra

Sa brahmana iti smritah”.

“Sudra ta yadbawel laksyam

Dwiji tasya na widyate

Naiwa sudre baweccudro

Brahmana na ca brahmana”

“Yatra itallaksyate sarpa

Writtam sa brahmanah smritah

Yabra naitat bhawet sarpa

Tam sudram iti nirdiset”.

Artinya :

Pada siapa jujur, dermawan, suka mengampuni,

bersifat baik, sopan, suka melakukan pantangan

agama, dan pemurah. Dialah hendaknya dipandang

brahmana, hai Nagendra.

Bila sifat ini terdapat pada sudra dan tidak

pada brahmana, maka sudra itu bukanlah sudra

dan brahmana itu bukanlah brahmana.

Pada siapa sifat ini terdapat hai Sarpa;

63

Page 64: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

dialah harus dipandang brahmana, dan

bila sifat ini tidak terdapat padanya

maka dia dipandang sebagai sudra

Dari seluruh uraian yang terdapat pada kitab-kitab atau sastra suci agama

Hindu yang telah dikemukakan itu, maka jelaslah bahwa Catur warna merupakan

pembagian tugas dalam hidup bermasyarakat sesuai dengan bakat dan sifat serta

watak seseorang yang ditunjukkan dalam sikap perbuatannya.

Maka di dalam kitab Upadesa kita jumpa pada uraian tentang catur warna

itu sebagai berikut :

a. Brahmana ialah golongan karya yang setiap orangnya memiliki ilmu

pengetahuan suci dan mempunyai bakat kelahiran untuk menyejahterakan

masyarakat, negara dan umat manusia dengan jalan mengamalkan ilmu

pengetahuannya, dan dapat memimpin upacara keagamaan (krya widhi yoga

dan krya aroana). Contoh : Guru, rohaniwan dan sebagainya.

b. Ksatriya ialah golongan karya yang setiap orangnya memiliki kewibawaan,

cinta tanah air, berbakat memimpin dan mempertahankan kesejahteraan

masyarakat, negara dan umat manusia berdasarkan dharma. Contoh : pimpinan

negara, angkatan bersenjata dan sebagainya.

c. Waisya ialah golongan karya yang setiap orang memiliki watak tekun,

terampil, hemat, cermat, memiliki keahlian dan bakat kelahiran untuk

menyelenggarakan kemakmuran masyarakat, negara dan kemanusiaan.

Contoh : Usahawan, ekonom dan sebagainya.

d. Sudra ialah golongan karya yang setiap orangnya memiliki kekuatan

jasmaniah, ketaatan, dan bakat kelahiran sebagai pelaku utama dalam tugas-

tugas memakmurkan masyarakat, negara dan umat manusia atas petunjuk

golongan karya lainnya. Contoh : pekerja kasar, buruh, dan sebagainya.

64

Page 65: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Keempat golongan karya itu saling memerlukan dalam menunaikan tugas

atau swadharmanya. Mereka besar di dalam tugas kewajibannya masing-masing

(menurut swadarmanya/karena sesungguhnya setiap manusia mempunyai hakikat

yang sama). Jadi di hadapan Sanghyang Widhi manusia itu sama, keempat warna

itu pun sama. Mereka akan dihargai dan dihormati kalau memiliki sifat, sikap dan

perbuatan yang mulia.

Kitab Sarasamuscaya sloka 161 mengatakan :

“Yadyapi brahmana tuha tuwi, yan

dussila, tan yogya katwangana, mon sudra

tuwi, dharmika susila, pujan katwangana

jugea ling Sanghyang aji.

Artinya :

Meski keturunan brahmana yang berusia

lanjut, jika perilakunya tidak susila,

tidak patut disegani. Walaupun keturunan

sudra, jika perilakunya berpegang pada

Dharma dan kesusilaan, patutlah ia

dihormati dan disegani. Demikian kata

sastra suci

Selanjutnya pada sloka 63 dari kitab Sarasamuscaya disebutkan perilaku

yang patut dilaksanakan oleh keempat golongan atau warna itu, yang dsebut Catur

Prawri yaitu :

a. Arjawa berarti jujur dan berterus terang

b. Anrisangsya artinya tidak mementingkan diri sendiri

c. Dama artinya dapat menasihati dirinya sendiri.

65

Page 66: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

d. Indriyanigraha artinya dapat mengendalikan hawa nafsu, itulah perilaku yang

harus dibiasakan oleh catur warna.

RANGKUMAN

Catur warna adalah pembagian kewajiban dalam berkarya (swadharma)

dalam kehidupan masyarakat Hindu sesuai dengan guna (bakat dan sifat) serta

karma (amal perbuatannya) menjadi empat golongan karya, yaitu Brahmana,

Ksatriya, Waisya, dan Sudra.

Brahmana ialah golongan karya yang setiap orangnya memiliki ilmu

pengetahuan suci dan mempunyai bakat kelahiran untuk menyejahterakan

masyarakat, negara dan umat manusia dengan jalan mengamalkan ilmu

pengetahuannya, dan dapat memimpin upacara keagamaan (kryawidhi yoga dan

krya arcani).

Ksatriya ialah golongan karya yang setiap orangnya memiliki

kewibawaan, cinta tanah air, berbakat memimpin dan mempertahankan

kesejahteraan masyarakat, negara, umat manusia berdasarkan dharmanya.

Waisya ialah golongan karya yang setiap orangnya memiliki watak tekun,

terampil, hemat, dan cermat memiliki keahlian dan bakat kelahiran untuk

menyelenggarakan kemkmuran masyarakat negara, dan kemanusiaan.

Sudra ialah golongan karya yang setiap orangnya memiliki kekuatan

jasmaniah, ketaatan dan bakat kelahiran sebagai pelaku utama dalam tugas-tugas

memakmurkan masyarakat, negara dan umat manusia atas petunjuk golongan

karya lainnya.

Keempat warna itu statusnya sama sedangkan penghormatan kepadanya

tergantung dari sifat dan sikap perbuatannya. Seseorang brahmana dalam arti

genealogis dapat berubah menjadi ksatriya, waisya, atau sudra tergantung dari

bakat dan sifat serta perilaku hidupnya.

66

Page 67: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

LEMBAGA SOSIAL

Dalam kehidupan beragama Hindu anda akan menjumpai berbagai

lembaga sosial, baik berupa lembaga adat, lembaga pendidikan, dan sebagainya.

Lembaga dibentuk sebagai upaya menjaga harmonisasi antarhubungan kehidupan

manusiawi di tengah masyarakat, atau dengan kata lain untuk megatur dan

menjagab tertib kehidupan masyarakat dalam pengamalan ajaran agama Hindu.

Lembaga-lembaga sosial itu memperoleh pengakuan kuat dari anggota

masyarakat sehingga semua aturan yang berlaku pada kelembagaan itu benar-

benar dipatuhi. Lembaga itu dibentuk bersama secara musyawarah mufakat

berdasarkan ajaran agama Hindu yang dianutnya. Lembaga tersebut memegang

peranan penting dalam rangka menjaga stabilitasi dan sosialisasi kehidupan

masyarakat, mengingat tata cara pengamalan ajaran agama Hindu berbeda-beda

atau beraneka ragam menurut desa (tempat), kala (waktu), patra (kondisi lokal),

dan hal ini dibenarkan menurut hukum agama Hindu (Manu Smerti VII.10).

Misalnya lembaga adat di Bali akan berbeda dengan lembaga adat di Jawa,

walaupun hakikat tujuan dan landasan filosofinya (tattwa) sama. Begitu pula

mengenai lembaga pendidikan yang secara sepintas telah disinggung dalam uraian

catur warna, khususnya dalam uraian brahmacari asrama.

Adapun lembaga lainnya yang perlu diketahui dan memegang peranan

penting dalam kehidupan beragama Hindu ialah lembaga “Parisada”.

Dalam agama Hindu lembaga Parisada merupakan badan legislatif yaitu

Majelis Ulama atau Majelis Wipra yang menurut kitab Manu Smerti lembaga ini

berfungsi mengatasi pertikaian-pertikaian bila ada dua peraturan yang

bertentangan satu dengan yang lain. Lembaga ini juga diterapkan ada zaman

Majapahit.

Jadi kalau dibandingkan dengan tata negara modern Parisada adalah

lembaga legislatif agama Hindu yang membantu Raja (Pemerintah) dalam

menemukan kebenaran kaidah-kaidah yang bertentangan secara intern. Selain itu

67

Page 68: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Parisada dapat menentukan tentang apa yang harus dilakukan berkenaan dengan

pelaksanaan keagamaan bila untuk sesuatu hal tertentu tidak terdapat ayat-ayat

yang mengaturnya.

Sehubungan dengan itu maka di dalam Kitab Manu Smerti XII. 111 dan

112 disebutkan mengenai keanggotaan dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk

bisa menjadi anggota Parisada. Keanggotaan Parisada minimal sepuluh orang

yang terdiri dari para ahli Weda yang tidak diragukan kemampuannya baik dari

segi pengetahuan maupun psiko-spiritualnya.

Mengenai lembaga Parisada yang ada di Negara Republik Indonesia

disebut “Parisada Hindu Dharma” sebagai Majelis Tertinggi Agama Hindu

Parisada Hindu Dharma secara resmi telah berdiri pada tanggal 23 Februari 1959.

Sebelum bernama Parisada Hindu Dharma Majelis ini bernama Parisada Dharma

Hindu Bali. Lembaga Parisada ini bertugas mengatur, memupuk,

mengembangkan dan membina kehidupan umat yang memeluk agama Hindu

dalam lapangan keagamaan menurut ajaran sastra-sastranya.

Lembaga Parisada Hindu Dharma adalah satu-satunya majelis tertinggi

agama Hindu di Indonesia, dan untuk tiap daerah yang banyak umat Hindunya

didirikan Parisada Hindu Dharma Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kotamadya,

sampai tingkat kecamatan.

Apabila di suatu daerah terjadi suatu masalah menyangkut bidang

keagamaan Hindu, maka Parisada Hindu Dharma setempat berkewajiban

menangani masalah tersebut. Kalau tidak teratasi barulah diteruskan ke Parisada

tingkat yang lebih tinggi. Misalnya masalah tempat ibadah (Pura), kuburan,

kremasi, dan masalah-masalah lain yang menyangkut bidang keagamaan.

RANGKUMAN

68

Page 69: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat Hindu dibentuk berdasarkan

musyawarah mufakat berdasarkan ajaran agama Hindu. Lembaga tersebut pada

umumnya bertujuan untuk menjaga stabilisasi dan dinamisasi kehidupan

masyarakat, guna mencapai tujuan hidup menurut agama Hindu.

Parisada Hindu Dharma adalah majelis tertinggi agama Hindu yang

bertugas kewajiban mengatur, memupuk, mengembangan dan membina

kehidupan umat yang beragama Hindu berdasarkan ajaran sastra-sastranya.

Lembaga Pendidikan Hindu menganut sistem asrama.

KULA DHARMA

Anda tentu sering mendengar istilah atau kata kula maupun kata dharma

dalam buku-buku agama Hindu. Kata kula dapat diterjemahkan keluarga atau

family, walaupun istilah family yang digunakan oleh orang-orang Barat berbeda

pengertian dengan keluarga/kula dalam masyarakat Hindu kalau ditinjau dari segi

tujuannya. Misalnya E.W. Burgers dan H.J. Locke dalam bukunya “The Family”

mengatakan bahwa famili adalah kelompok orang-orang yang mempunyai

hubungan perkawinan, darah keturunan, adopsi, dan lain-lain untuk kebudayaan

mereka. Ada juga yang berpendapat bahwa tujuan famili itu adalah untuk

mengesahkan atau membenarkan adanya hubungan seks berdasarkan hukum.

Sedangkan dalam masyarakat Hindu, untuk mewujudkan lahirnya suatu

famili harus terlebih dahulu melakukan Agni homa (mendirikan Sanggar Kawitan

bagi orang Bali). Sebelum melakukan agni homa walaupun seseorang telah kawin

masih tetap dianggap sebagai anggota keluarga orang tuanya; jadi belum berdiri

sendiri.

Di dalam agama Hindu tujuan berkeluarga adalah untuk melanjutkan garis

keturunan sehingga terpenuhi segala tugas dan kewajiban kemanusiaan dengan

sempurna di mana kehadiran seseorang putra dianggap sebagai penyelamat bagi

69

Page 70: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

orang tuanya. Kata “Putra” itu sendiri berarti penolong atau penuntun dari

kesengsaraan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.

Itulah pengertian dan tujuan kula atau famili dalam masyarakat Hindu.

Kemudian kata “dharma” adalah seperti anda terpelajari pada modul 2, yang

berarti kewajiban. Jadi kula dharma berarti kewajiban famili dalam kehidupan

berkeluarga berdasarkan ajaran agama Hindu.

Sehubungan dengan itu berikut ini anda dapat ikuti uraian mengenai

perkawinan Hindu (wiwaha), kedudukan/kewajiban wanita, suami, istri, anak dan

orang tua dalam famili.

Perkawinan

Menurut ajaran agama Hindu perkawinan itu suci sifatnya karena hal itu

merupakan dharma atau kewajiban suci yang dinyatakan di dalam Weda. Kawin

dan mempunyai anak adalah merupakan perintah agama yang dimuliakan,

sehingga setiap perkawinan harus dilaksanakan dengan keyakinan sebagai bagian

dari pengabdian kepada Sanghyang Widhi Wasa. Setiap perkawinan harus melalui

upacara keagamaan yang disebut ‘wiwaha samskara” dan barulah mereka diakui

sebagai seorang Grihastin (Grihastha Asrama).

Mengenai cara memperoleh istri disebutkan dalam kitab Manu Smerti

Adhyaya III Sloka 21 sebagai berikut :

Brahmo daiwastatha iwarsah

Prajapatyastathasurah

Gandharwo raksascaiwa

Paisacasca astamo ‘dharmah’.

Artinya :

Ada delapan macam cara perkawinan ialah

70

Page 71: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Brahma wiwaha, Daiwa wiwaha, arsa wiwaha,

Prajapatya wiwaha, gandharwa wiwaha, asura,

Wiwaha, raksasa wiwaha dan Paisaca wiwaha.

Kedelapan cara itu digolongkan lagi ke dalam dua golongan yaitu yang

dibenarkan dan yang disalahkan atau tidak boleh dilakukan. Golongan yang

dibenarkan ialah Brahma Wiwaha, Daiwa Wiwaha, Arsa Wiwaha, Prajapatya

Wiwaha, dan Gandharwa Wiwaha, dan Asura Wiwaha. Sedangkan yang

disalahkan adalah Raksasa Wiwaha, dan Paisaca Wiwaha.

Adapun yang dimaksudkan dengan cara-cara perkawinan itu dapat

diterangkan sebagai berikut :

1. Brahma wiwaha ialah suatu cara terhormat yang dilakukan oleh pihak

keluarga wanita dengan mengawinkan anaknya kepada seorang pria yang

berpendidikan dan berbudi luhur.

2. Daiwa wiwaha ialah memperoleh istri dengan jalan menerima seorang gadis

dari suatu keluarga yang menyerahkan anaknya sebagai pemberian karena jasa

yang dilakukan oleh pemuda itu. Biasanya pemberian ini dilakukan kepada

pendeta yang berjasa menyelesaikan upacara di rumah keluarga wanita.

Pemberian ini disebut “kanya dana”.

3. Arsa wiwaha ialah suatu perkawinan yang terjadi atas kehendak timbal-balik

kedua belah pihak, baik pihak wanita maupun pihak pria.

4. Prajapatya wiwaha ialah suatu perkawinan yang dilakukan dengan cara pihak

wanita melepaskan anak gadisnya untuk dikawinkan dengan pemuda yang

disetujuinya, dengan diiringi doa restu.

5. Gandharwa wiwaha ialah suatu bentuk perkawinan berdasarkan cinta di mana

pihak orang tua tidak ikut campur walaupun orang tuanya mengetahui

sebelumnya hubungan cinta mereka. Di Bali perkawinan semacam ini disebut

ngerorod, di Lombok disebut merangka di Sulawesi Selatan disebut selarian.

71

Page 72: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

6. Asura wiwaha ialaha suatu perkawinan dengan syarat pihak pria harus

memberikan sejumlah uang yang diminta oleh pihak wanita.

7. Raksasa wiwaha ialah suatu bentuk perkawinan yang dilakukan secara paksa

oleh pria terhadap wanita. Di Bali perkawinan semacam ini disebut

melegandang dan dianggap tidak terpuji sehingga dilarang oleh adat.

8. Paisaca wiwaha ialah suatu bentuk perkawinan yang dilakukan dengan

memaksa wanita secara halus, misalnya dengan memberi obat tidur, minuman

yang memabukkan atau dengan kelicikan sehingga wanita itu dapat

diperdayakan. Perkawinan semacam ini sangat dilarang dan dinyatakan

sebagai dosa besar.

Di dalam agama Hindu ditentukan pula mengenai wanita yang tidak boleh

dikawini, yaitu antara lain :

1. Wanita yang melalaikan dharma

2. Wanita yang tidak mengakui Weda

3. Wanita cacat rohani

4. Wanita cacat jasmani seperti berpenyakit menular (lepra, epilepsy, tidak

pernah menstruasi, dan sebagainya).

5. Wanita yang mempunyai nama jelek

6. Wanita yang lama disembunyikan dan dirahasiakan

7. Wanita yang telah dipertunangkan

8. Wanita yang kesuciannya ternoda

9. Wanita yang mengandung

10. Wanita dari hubungan genealogis secara vertikal (ibu kandung, ibu tiri,

saudara perempuan dari ayah atau ibu, anak, dan sebagainya).

11. Wanita dari hubungan genealogis secara horisontal (kakak kandung, kakak

riti, dan sebagainya).

72

Page 73: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Mengenai perkawinan antarwangsa atau warna dibenarkan menrutu ajaran

agama Hindu walaupun masih mendapatkan tantangan dan hambatan dari

masayrakat Hindu ortodoks.

Untuk itu baik pemerintah India maupun Parisada Hindu Dharma pusat

telah mengeluarkan keputusan yang membenarkan dan membolehkam perkawinan

antar waysa atau warna.

Suatu perkawinan dinyatakan sah apabila telah diresmikan melalui

Sakramen (pembersihan) yang disebut “wiwaha samskara”. Upacara perkawinan

atau wiwaha samskara ini pelaksanaannya tidak sama untuk semua daerah.

Perbedaan itu diakui sah sesuai prinsip desa-kala-patra dan desa-mawa-cara

(disesuaikan dengan tempat, waktu, keadaan dan tradisi tiap-tiap daerah). Namun

demikian ada hal-hal yang umum yang menjadikan ikatan perkawinan itu abadi,

yaitu :

1. Persaksian atau perwalian

2. Dana (maskawin)

3. Wiwaha homa (upacara perkawinan) disertai mantra-mantra Weda Bali

upacara ini disebut widhi widhana.

Kedudukan Wanita

Kedudukan wanita dalam masyarakat Hindu pada dasarnya mendapat

tempat yang sejajar dengan kaum pria, hanya saja hal ini tidak hanya dikenal

karena jumlah wanita yang terkenal atau populer dalam masyarakat Hindu tidak

sebanyak kaum pria.

Sejak zaman Weda kedudukan wanita dan pria itu sejajar hal itu dapat kita

lihat dalam kitab suci Reg Weda yang menyatakan bahwa istri menempati atau

menduduki tempat yang sama dalam setiap Yadnya begitu pula dalam rumah

tangga maka mereka disebut dampati. Disebut pula bahwa Wiswawaca wanita

dari keluarga Atri sangat terkenal sebagai filsuf (brahma wadini), mahir dalam

73

Page 74: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

mantra-mantra dan merupakan salah seorang penggubah lagu pujaan yang

terdapat dalam kitab Reg Weda. Namun demikian diakui pula dalam Kitab

Satapata Brahmana bahwa wanita memiliki sifat yang lemah-lembut dan lebih

emosional dari kaum pada umumnya.

Di dalam kitab Itihasa (Mahabharata dan Ramayana) kita jumpai nama-

nama wanita terkenal seperti Dewi Sita yang teguh iman, Dropadi, dan lain-lain.

Begitu pula dalam ktab Anuasana Parwa dikatakan Bhisma telah menjelaskan

kepada Yudhistira agar terhadap wanita diberikan pujian dengan penuh kecintaan.

Lebih tegas lagi dinyatakan dalam kitab Santi Parwa bahwa apabila

seseorang raja gugur di medan prang maka anak perempuannya dapat dinobatkan

sebagai Ratu (Raja Putri) apaila raja itu tidak mempunyai anak laki-laki, dan

wanita tidak boleh dipaksa kawin dengan pria bukan pilihannya.

Setelah anda mempelajari uraian di depan mengenai perkawinan tentu

anda akan menanyakan bagaimana suatu perceraian bisa terjadi menurut ajaran

Hindu. Pertanyaan seperti itu memang agak sulit dijawab karena pada dasarnya

agama Hindu tidak menghendaki suatu perceraian itu terjadi. Hal ini dapat kita

analisis berdasarkan ketatnya syarat-syarat wanita yang boleh dikawini. Namun

demikian bukan berarti perceraian itu tidak boleh sama sekali melainkan kalau ada

hal-hal luar biasa di luar kemampuannya maka perceraian dapat dilakukan dan

pada umumnya tidak rujuk lagi.

Perceraian itu dapat terjadi karena ;

1. Istri tidak bisa punya anak sedangkan suami istri menghendaki adanya

keturunan.

2. Suami meninggalkan istri lebih dua tahun tanpa berita.

3. Suami meninggal dunia atau menjadi pertapa sedangkan istri menghendaki

kawin lagi.

4. Suami cacat yang sebelumnya tidak diketahui oleh istri, misalnya impoten.

5. Cacat istri yang baru diketahui setelah kawin dan sebelumnya dirahasiakan,

misalnya berpenyakit menular.

74

Page 75: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

6. Suami mempunyai tabiat buruk yang membahayakan nyawa istrinya.

7. Salah satu meninggalkan dharmanya sebagai istri atau suami dan tidak dapat

diluruskan kembali.

Dengan dibenarkan adanya perceraian maka perkawinan jnda juga

dibenarkan tetapi bukan kawin kembali dengan bekas suaminya. Lebih lanjut di

dalam kitab Weda Smerti III, 55-57 dapat dijumpai tentang kedudukan wanita,

sebagai berikut :

“Pitribhir bhratribiscaitah

patibhir dewaraistatha

pujya bhuksayita wyasca

bahu kalyan nipsublih

yatra naryastu pujyante

ramante tatra dewatah

yatraitastu na pujyante

sarwas tatra phalah kriyah

sosanti jamoyo yatra

winasya tyacu tat kulam

na sosanti tu yatraita

wardhate taddhi sarwada”

Artinya :

75

Page 76: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Wanita harus dihormati dan disayangi oleh ayahnya, kakaknya, suaminya

dan ipar-iparnya yang menghendaki kesejahteraan.

Di mana wanita dihormati, di sanalah dewata merasa senang.

Tetapi bila mereka tidak dihormati maka tiada kerja yang mendatangkan

pahala.

Di mana warga wanitanya hidup dalam kesedihan, keluarga itu cepat akan

hancur. Tetapi di mana wanita tidak menderita, keluarga itu akan selalu

bahagia.

Demikianlah kedudukan wanita dalam masyarakat Hindu yang mendapat

penghormatan dan kedudukan yang sejajar dengan kaum pria, tanpa mengurangi

swadarmanya sebagai wanita secara kodrati.

Kedudukan dan Kewajiban Suami

Menurut kitab Weda Smerti dan Mahabharata bahwa suami istri dalam

rumah tangga harus hidup untuk dharma. Segala yadnya yang harus dilakukan

sebagai kewajiban harus dikerjakan bersama-sama dan dengan istrinya. Ini

menunjukkan bahwa kedudukan suami sederajat dengan istrinya. Namun

demikian dalam swadharmanya (secara krodati) peranan suami dalam hal tertentu

lebih menonjol. Suami adalah sebagai bapak dan sebagai raja karena itu ia

berkedudukan sebagai kepala keluarga yang harus dihormati.

76

Page 77: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Di samping itu suami mempunyai kewajiban yang berat pula, sebagaimana

dinyatakan dalam Weda Smerti IX sloka 3 – 7,11 74, 101 dan 102 yang intinya

sebagai berikut :

1. Seorang suami harus melidungi istri dan anak-anaknya, serta mengawinkan

anaknya bila saatnya tiba.

2. Ia harus menyerahkan harta dan mempercayakan kepada istri untuk mengurus

rumah tangga.

3. Menjamin hidup dengan memberi nafkah istrinya bila karena sesuatu urusan

penting (tugas) harus meninggalkan istri keluar daerah.

4. Memelihara hubungan kesuciannya dengan istri saling mempercayai sehingga

terjamin keharmonisan rumah tangga.

5. Menggauli istri, dan berusaha menjaga kelestarian rumah tangga dengan jalan

tidak melanggar kesuciannya masing-masing.

Keharmonisan rumah tangga (suami-istri) digambarkan oleh Yajnawalkya

(kulit kerang yang tak boleh berpisah satu sama lain, karena perpisahan itu akan

mengakibatkan kehancuran.

Kedudukan dan Kewajiban Istri

Kehadiran seorang istri adalah merupakan warga baru dalam keluarga laki-

laki, karena itu ia harus cepat dan pandai menyesuaikan diri. Kalau tidak demikian

maka suatu perkawinan tidak akan ada artinya. Di samping itu kehadiran seorang

istri dikatakan sebagai penyejuk yang menghilangkan kesepian rumah tangga.

Dengan demikian maka istri harus memegang peranan dalam membina

rumah tangga sehingga kedudukannya amat penting, tanpa istri pengabdian suami

takkan sempurna dan tujuan hidup (purusartha) sulit tercapai.

77

Page 78: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Di dalam Weda telah ditentukan kewajiban yang harus dilakukan oleh

seorang istri, yaitu :

1. Seorang istri tidak boleh bertindak sendiri-sendiri tanpa sepengetahuan suami.

2. Ia harus pandai membawa diri, mengatur dan memelihara rumah tangga

harmonis.

3. Ia harus setia kepada suami dengan berusaha tidak melanggar hukum suci.

4. Seorang istri harus selalu mengendalikan pikiran, perkataan, dan tindakannya

dengan selalu mengingat Sanghyang Widhi Wasa, merenungkan kebenaran

dan mengingat suaminya. Istri yang demikian kelak setelah mati ia akan

mencapai sorga.

5. Seorang istri wajib menegur atau menasihati suaminya bila ia berbuat keliru

yang mengakibatkan dosa dan kehancuran rumah tangga.

Demikianlah kewajiban istri di samping kedudukannya sebagai wanita

seperti yang telah diuraikan.

Kedudukan Anak Laki-laki

Kelahiran seorang anak laki-laki di dalam keluarga Hindu merupakan

kebahagian, karena mempunyai anak laki-laki adalah tujuan utama dari setiap

keluarga Hindu.

Anak laki-laki disebut putra dan dipandang sebagai juru selamat nenek

moyangnya yang telah meningga, menyelamatkannya dari neraka. Demikian

dijelaskan dalam kitab Adiparwa.

Walaupun memperoleh anak laki-laki merupakan anugerah utama bagi

keluarga, tetapi tentang kedudukan anak laki-laki berbeda-beda antara yang satu

dengan yang lain. Dikatakan bahwa yang berhak melaksanakan upacara Sraddha

(upacara ulang tahun kematian nenek moyangnya) adalah anak laki-laki yang

78

Page 79: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

sulung. Putra sulung itulah yang dapat menebus hutang ayahnya yang disebut

Pitra Rinam.

Apabila ayahnya meninggal maka saudara-saudaranya dapat hidup bawah

asuhannya. Ia harus membimbing adik-adiknya, memberi pandangan dan

pertimbangan bila diminta. Jadi keselamatan keluarga tergantung dari baik

buruknya sifat anak laki-laki tertua itu. Maka kedudukan putra sulung menempati

posisi yang utama dalam suatu keluarga Hindu.

Kedudukan Anak Perempuan

Berbeda halnya dengan kedudukan anak laki-laki maka kedudukan

perempuan dianggap sebagai kesayangan. Orang tua tidak boleh bertengkar

dengan anaknya yang perempuan karena dianggap sebagai tempat dewi

kemakmuran bertahta.

Apabila dalam satu keluarga tidak terdapat anak laki-laki maka orang

tuanya berhak menunjuk anak perempuannya untuk melakukan upacara sraddha,

dan selanjutnya bertindak sebagai ahli waris yang berhak mewarisi semua harta

peninggalan orang tuanya. Sedangkan bila mempunyai saudara laki-laki maka ia

berhak pula mewarisi setengah dari yang diterima oleh laki-laki.

Jadi dalam keluarga Hindu kedudukan anak perempuan mendapat tempat

yang istimewa pula.

Kedudukan orang tua dalam keluarga

79

Page 80: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

Di samping kedudukannya sebagai seorang suami atau seorang istri

seperti telah diuraikan di depan namun secara umum orang tua mempunyai

kedudukan sebagia pelindung keluarga (Pitri), karena itu seseorang anak

berhutang hidup kepada kedua orang tuanya. Selain itu orang tua juga dianggap

sebagai guru, karena itu mereka dihormati.

Di dalam agama Hindu dikenal ajaran Catur Guru yang harus dihormati

dan ditaati segala perintahnya, yaitu :

1. Guru Swadhyaya adalah guru yang memberi kehidupan dan mengatur alam

semesta, yaitu Sanghyang Widhi Wasa.

2. Guru Wisesa adalah guru yang mengatur kemakmuran negara, yaitu

Pemerintah.

3. Guru Pengajian adalah guru yang mengajar ilmu pengetahuan, yaitu

Nabe/guru spiritual.

4. Guru Rupaka adalah guru yang memberikan hidup atau yang

membesarkannya sejak kecil, yaitu kedua orang tuanya.

Bagi keluarga Hindu rasa bakti kepada orang tua dilakukan dengan penuh

kesadaran tanpa memandang status sosial orang tuanya, karena orang tua itu

sesungguhnya adalah guru dan mediator penciptaan manusia.

Dalam hal ini suatu keluarga/rumah tangga/grihastha merupakan tempat

pemeliharaan keharmonisan hidup atau sebagai tempat seseorang untuk

memperoleh kesempurnaan hidupnya, atau dengan kata iain tempat mencapai

purusartha. Dalam keluarga itulah dharma, artha dan kama dapat dicapai dengan

sebaik-baiknya.

Dengan demikian maka jalan menuju moksa akan terbuka bagi setiap

keluarga Hindu, apabila kula dharma atau kewajiban keluarga telah dapat

dilaksanakan dengan penuh disiplin.

80

Page 81: Materi Kuliah Agama Hindu (3)

81