materi astronomi

32
MATERI "Astronomi" WAKTU Setiap hari kita selalu memperhatikan waktu. Minimal pasti kita melihat jam atau tanggal di kalender. Waktu memiliki satuan yang sangat bervariasi, dari detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun sampai abad. Bahkan beberapa daerah memiliki kalendernya masing-maing, ada yang berdasarkan bulan maupun berdasarkan matahari. Lalu bagaimana sebenarnya standar waktu yang universal itu? Apa acuannya menentukan lamanya satu hari atau satu detik? Mengapa ada yang disebut tahun kabisat? Apa bedanya kalender Hijriah dengan kalender Masehi? Waktu macam apa yang dipakai oleh para ilmuwan? Diharapkan semua pertanyaan ini dapat dijawab pada artikel-artikel berikut ini. Lagipula salah satu silabus olimpiade astronomi meliputi hal-hal tersebut di atas. ACUAN WAKTU UNIVERSAL (UNIVERSAL TIME) Bagaimanakah orang mendefinisikan satu hari? Dasar definisi satu hari pada awal mulanya selalu berdasarkan rotasi bumi. Rotasi ini yang menyebabkan benda langit terlihat bergerak di langit, terbit di timur dan terbenam di barat. Definisi satu hari adalah waktu yang diperlukan oleh matahari untuk berada di titik tertinggi di langit (kulminasi atas) kemudian kembali lagi ke titik tertingginya. Waktu tempuh matahari ini disebit Solar Day/Solar Time. Orang membagi waktu satu hari ini menjadi 24 jam, dan 1 jamnya dibagi menjadi 60 menit serta 1 menitnya dibagi menjadi 1 detik. Inilah awalmula definisi hari sampai detik. Dengan kata lain 1 hari sama dengan 86.400 detik. Boleh dikatakan bahwa satu detik adalah satu hari dibagi 86.400. Waktu ini disebut Waktu Universal (Universal Time – UT). Acuan waktu universal adalah di Greenwich (sehingga disebut juga : Greenwich Mean Time – GMT), tempat di mana lewat garis bujur nol. Semua lokasi dipermukaan bumi harus mengacu pada waktu Greenwich ini. Setiap perbedaan 15 derajat dari Greenwich akan memiliki perbedaan waktu sebanyak 1 jam (15 derajat per jam). Karena rotasi bumi yang menuju Timur, maka pada waktu yang sama, setiap

Upload: daryoto-eko-purnomo

Post on 17-Jul-2016

239 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

Page 1: Materi Astronomi

MATERI "Astronomi"

WAKTU Setiap hari kita selalu memperhatikan waktu. Minimal pasti kita melihat jam atau tanggal di kalender. Waktu memiliki satuan yang sangat bervariasi, dari detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun sampai abad. Bahkan beberapa daerah memiliki kalendernya masing-maing, ada yang berdasarkan bulan maupun berdasarkan matahari. Lalu bagaimana sebenarnya standar waktu yang universal itu? Apa acuannya menentukan lamanya satu hari atau satu detik? Mengapa ada yang disebut tahun kabisat? Apa bedanya kalender Hijriah dengan kalender Masehi? Waktu macam apa yang dipakai oleh para ilmuwan? Diharapkan semua pertanyaan ini dapat dijawab pada artikel-artikel berikut ini. Lagipula salah satu silabus olimpiade astronomi meliputi hal-hal tersebut di atas.

ACUAN WAKTU UNIVERSAL (UNIVERSAL TIME)Bagaimanakah orang mendefinisikan satu hari? Dasar definisi satu hari pada awal mulanya selalu berdasarkan rotasi bumi. Rotasi ini yang menyebabkan benda langit terlihat bergerak di langit, terbit di timur dan terbenam di barat. Definisi satu hari adalah waktu yang diperlukan oleh matahari untuk berada di titik tertinggi di langit (kulminasi atas) kemudian kembali lagi ke titik tertingginya. Waktu tempuh matahari ini disebit Solar Day/Solar Time. Orang membagi waktu satu hari ini menjadi 24 jam, dan 1 jamnya dibagi menjadi 60 menit serta 1 menitnya dibagi menjadi 1 detik. Inilah awalmula definisi hari sampai detik. Dengan kata lain 1 hari sama dengan 86.400 detik.

Boleh dikatakan bahwa satu detik adalah satu hari dibagi 86.400. Waktu ini disebut Waktu Universal (Universal Time – UT). Acuan waktu universal adalah di Greenwich (sehingga disebut juga : Greenwich Mean Time – GMT), tempat di mana lewat garis bujur nol. Semua lokasi dipermukaan bumi harus mengacu pada waktu Greenwich ini. Setiap perbedaan 15 derajat dari Greenwich akan memiliki perbedaan waktu sebanyak 1 jam (15 derajat per jam). Karena rotasi bumi yang menuju Timur, maka pada waktu yang sama, setiap daerah 15 derajat ke arah timur Greenwich (Bujur timur), waktu UT harus ditambah 1 jam dan setiap daerah 15 derajat ke arah barat Greenwich (Bujur Barat) waktu UT harus berkurang 1 jam. Kota Bandung yang memiliki lokasi di 107,6 derajat Bujur Timur, akan memiliki pertambahan waktu dari UT sebesar 107,6/4 = 7,17 jam. Oleh Pemerintah Indonesia diberi ketetapan bahwa daerah barat Indonesia (meliputi Sumatera, Jawa dan Kalimantan) diseragamkan berbeda 7 jam dari UT (disebut: waktu Indonesia Bagian barat – WIB). Jadi jika di Bandung pukul 11.00 WIB, maka di Greenwich adalah 11.00 – 07.00 = 04.00 UT.

DELTA_TTernyata keseragaman waktu Universal ini mulai ‘goyang’ dikarenakan rotasi bumi yang tidak tetap setiap waktu. Artinya bumi tidaklah berotasi tepat 24 jam. Ada variasi rotasi yang disebabkan oleh banyak hal, misalnya gravitasi bulan atau matahari. Hal ini membuat pernyataan 1 detik = 1/86.400 x 1 hari tidak lagi tetap panjangnya. Untuk itu orang membuat acuan waktu lain dari satu detik, yaitu :1 detik = 9.192.631.770 kali periode radiasi yang berkaitan dengan transisi dari dua tingkat

Page 2: Materi Astronomi

hyperfine dalam keadaan ground state dari atom Cesium-133 pada suhu nol Kelvin. Alat pengukurnya disebtu jam atom.

Panjang waktu dari 1 detik ini tidak akan berubah oleh gravitasi atau karena perubahan rotasi bumi, dan waktu yang dibakukan ini disebut WAKTU EFEMERIS. Hari yang panjangnya diukur dengan jam atom ini disebut HARI EFEMERIS.Melalui observasi, ditemukan adanya perbedaan Hari Efemeris dengan Hari Matahari. Perbedaan ini disebut Delta_T. Pada tahun 1620, besar Delta_T adalah 124 s, sedangkan tahun 2009 besar Delta_T adalah 66s. Perbedaan ini bervariasi setiap tahunnya seperti yang diperlihatkan oleh grafik berikut ini (dari: www.eramuslim.com) :

Pengukuran Delta_T hanya bisa dilakukan secara observasi (dan dari hasil observasi ini bisa dibuat rumus-rumus pendekatan untuk menentukan nilai delta_T), dan hasil delta_T ini sangat mempengaruhi ketepatan perhitungan dari banyak hal dalam astronomi, misalnya penentuan waktu fase-fase bulan, kapan mulainya bulan baru, bulan purnama, dll. Juga bisa dipakai untuk perhitungan terbit dan terbenamnya matahari, kapan terjadinya gerhana, dll. Bahkan perhitungan bisa diurut maju atau mundur dengan akurat dari ratusan sampai ribuan tahun sebelumnya atau sesudahnya. Tanpa koreksi dari Delta_T, maka hal-hal tersebut di atas tidak akan bisa ditentukan dengan tepat. Tetapi perhitungan-perhitungan yang memanfaatkan koreksi dari Delta_T diluar dari pokok bahasan kita kali ini sehingga tidak diuraikan disini.

HARI BINTANGSelain hari Matahari dengan acuan matahari, dikenal pula sistem waktu bintang. Sama seperti matahari, bintangpun terlihat bergerak di langit karena bumi berotasi pada porosnya. Bintang juga terbit di timur dan terbenam di barat. Meskipun demikian, ada perbedaan dengan hari matahari, hal ini karena bintang berada di tempat yang sangat jauh dari bumi sehingga tidak terpengaruh gerakan revolusi bumi, sedangkan hari matahari terpengaruh karena revolusi bumi, sehingga satu-satunya pengaruh ‘gerakan bintang’ adalah dari rotasi bumi saja. Acuan yang dipakai adalah waktu yang diperlukan bintang untuk terlihat berada di satu posisi di langit kemudian kembali ke posisi tersebut. Waktunya lebih cepat dari hari matahari. Satu hari bintang (1 Siderial Day) = 23j 56m 4,0982 s, atau boleh dikatakan 3 menit 56 detik lebih cepat dari hari matahari (Untuk keperluan praktis sering dipakai nilai 4 menit). Perhatikan gambar berikut ini :

Artinya, jika suatu bintang terlihat terbit pada pukul 19.00 WIB, maka esok hari ia akan terbit lebih cepat 3m 56s, atau terbit pukul 18.56.04 WIB. Standar waktu untuk menunjukkan waktu bintang tetap diukur dari Greenwich sebagai patokannya dan disebut Grrenwich Siderial Time (GST), dan nilai waktu di daerah lain sama saja dengan perhitungan UT.Di langit, acuan dari hari matahari adalah matahari itu sendiri, lalu bagaimana dengan waktu bintang? Telah ditentukan bahwa untuk hari bintang, maka acuan yang dipakai adalah titik Aries.

UKUM KEPLER 2 & 3 – Materi Hukum Kepler 2Suatu garis khayal yang menghubungkan matahari dengan planet menyapu luas juring yang sama dalam selang waktu yang sama

Page 3: Materi Astronomi

Hukum Kepler yang kedua memberikan implikasi mengenai kecepatan planet yang berbeda-beda pada saat mengelilingi matahari. Jika jarak planet ke matahari dekat maka kecepatannya besar dibandingkan ketika jaraknya dekat

Hukum Kepler 3Kuadrat periode revolusi planet sebanding dengan pangkat tiga setengah sumbu panjang orbitnya untuk semua planetJika diubah kedalam rumus matematik maka persamaannya menjadi :

Atau

Dimana T adalah waktu yang diperlukan oleh planet untuk mengelilingi matahari (disebut periode planet) dan a adalah setengah sumbu panjang orbit : a = (perihelion + aphelion)/2.Jika hukum ini diterapkan pada data planet-planet, maka kita akan peroleh tabel berikut ini :

Perbandingan yang tetap dalam Hukum Kepler 3 memang berlaku untuk tiap planet.Sekitar setengah abad kemudian, ditahun 1687, Newton merumuskan Hukum Gravitasi Universal melalui persamaan :

Melalui mengotak-atik persamaannya ini, ternyata kita dapat menghasilkan ketiga Hukum Kepler, sehingga bisa dikatakan bahwa Hukum Kepler adalah kasus dari Hukum yang lebih universal, yaitu Hukum Gravitasi. Bahkan konstata perbandingan planet dapat ditentukan dari Persamaan Gravitasi ini. Karena itu Hukum Kepler 3 yang lengkap adalah :

Dimana G adalah konstanta gravitasi (yang nilainya ditentukan sekitar seabad kemudian (1798) oleh Cavedish, G = 6,672 x 10^-11 Nm^2kg^-2) dan M1 maupun M2 adalah massa kedua benda yang saling berinteraksi dengan gaya gravitasi.

Dalam soal-soal olimpiade, jarang sekali digunakan satuan MKS (meter, kilogram, sekon), tetapi menggunakan satuan-satuan yang biasanya dipakai dalam astronomi. Pada soal-soal dengan kasus Hukum Kepler, maka jenis soal yang sering muncul ada tiga tipe, yaitu :

Soal Tipe 1 : Benda pertama (sebagai pusat) adalah matahari dan benda yang mengorbit adalah planet, asteroid, komet atau pesawat ruang angkasa. Untuk jenis tipe 1 ini satuan yang digunakan biasanya jarak dalam SA (Satuan Astronomi) dan waktu orbit/periode dalam tahun. Jika demikian halnya, maka rumus Kepler 3 dapat menjadi sangat sederhana, yaitu :

Dan ternyata konstanta di suku sebelah kanan dengan ‘ajaibnya’ memiliki nilai sama dengan 1,

Page 4: Materi Astronomi

maka :

Soal Tipe 2 : Benda pertama adalah planet (yang ada di tata surya) dan benda kedua adalah satelit alamnya atau satelit buatan yang mengorbit planet tersebut. Satuan yang biasanya dipakai untuk soal jenis ini adalah massa planet dalam massa matahari, periode orbit dalam hari dan jarak dalam km. Untuk tipe ini rumus Kepler 3 bisa diubah menjadi :

Soal Tipe 3 : Benda yang terlibat adalah dua buah bintang dalam sistem bintang ganda. Untuk kasus bintang ganda ini biasanya massa bintang dalam massa matahari dan periode orbit dalam tahun, maka rumus Kepler 3-nya sama saja dengan soal tipe 1.Jika ternyata ada soal tentang Hukum Kepler 3 yang bukan tipe-tipe di atas, maka haruslah menggunakan rumus Kepler 3 yang aslinya.Supaya lebih jelas lagi, silahkan mengerjakan soal-soal olimpiade tentang Hukum Kepler yang ada disini. HUKUM KEPLER 1 - Materi Johannes Kepler (1571-1630), adalah seorang astronomi berkebangsaan Jerman yang berguru pada Tycho Brahe (1546-1602). Karir astronominya sebagian besar dihabiskan untuk mengutak-atik data peninggalan gurunya.

Tycho Brahe adalah seorang bangsawan Denmark yang memiliki hidung logam, yang bukan dalam makna kiasan, tetapi hidungnya memang dari logam, hal ini dikarenakan hidungnya pernah hilang dalam suatu duel sehingga diganti dengan logam. Raja Frederick II menghadiahi Tycho sebuah pulau kecil bernama Hveen yang tidak disia-siakan olehnya. Brahe membangun sebuah observatorium yang terbaik pada saat itu, dilengkapi dengan peralatan yang dapat mengukur posisi benda langit dengan akurat, sampai ketelitian 2 menit busur. Inilah pekerjaan Tycho Brahe, yaitu mengumpulkan data benda langit dari tahun 1576 -- 1597.

Tycho Brahe meninggalkan sekumpulan besar data pengamatan yang akurat tentang posisi benda-benda langit, terutama posisi 5 planet yang tampak dengan mata telanjang, yaitu Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus. Data-data inilah yang diolah dengan oleh Kepler selama bertahun-tahun. Pekerjaan yang tampak sangat membosankan ini – mengutak-atik ratusan bahkan ribuan angka – ternyata menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Dibalik angka-angka tersebut Kepler menemukan suatu rahasia alam yang tersembunyi. Akhirnya nama Kepler diabadikan dalam tiga hukum alam yang ditemukannya melalui ‘otak-atik’ angka tersebut. Kedua hukum yang pertama dipublikasikan pada tahun 1609 dan Hukum yang ketiga muncul 9 tahun kemudian (1618)

HUKUM KEPLER 1Planet mengelilingi matahari dalam orbit elips dimana matahari berada pada salah satu titik fokusnya

Page 5: Materi Astronomi

Penjelasan lebih lengkap mengenai orbit elips dapat dipelajari disini. Melalui Hukum Gravitasi yang ditelurkan oleh Newton, diketahui bahwa interaksi gravitasi yang terjadi antara kedua benda akan menghasilkan lintasan yang terletak pada bidang datar dan bentuk lintasan orbit akan bervariasi mengikuti keluarga irisan kerucut, yaitu: lingkaran, elips, parabola atau hiperbola. Perbedaan berbagai lintasan ini di-karakteristik-kan dengan nilai eksentrisitas orbit (e)

Melalui hukum ini juga diketahui bahwa yang bergerak ternyata bukan hanya satu benda saja, tetapi kedua benda yang berinteraksi akan saling mengorbit dengan lintasan masing-masing berbentuk lintasan kerucut dimana yang terletak pada focus masing-masingorbit adalah titik pusat massa kedua benda tersebut.

Untuk kasus Tata Surya, dimana planet-planet mengorbit matahari sebagai pusatnya, hal ini terjadi karena massa matahari jauh lebih besar dari pada massa planet-planet, bahkan kalau seluruh anggota Tata Surya digabungkan, massanya masih jauh lebih kecil daripada massa matahari, sehingga dapat dikatakan bahwa pusat massa tata surya terletak pada matahari itu sendiri, maka matahari terletak pada fokus semua orbit anggota tata surya.BESARAN-BESARAN DASAR ELIPS - Materi Elips adalah suatu bentuk yang berasal dari penampang sebuah kerucut yang diiris secara miring dan dalam astronomi adalah salah satu hasil yang alami dari gerakan sebuah benda jika benda tersebut berinteraksi dengan benda lain melalui gaya gravitasi. Hasil lintasan elips ini bisa diperoleh dengan ‘mengutak-atik’ hukum Gravitasi Newton yang ditelurkan oleh Sang Jenius ini pada tahun 1687, meskipun orang sudah mengetahui hal ini sebelumnya sejak tahun 1609 melalui analisis Johannes Keppler yang sangat teliti terhadap data pengamatan 5 planet dari Tycho Brahe dan diwujudkan dalam ketiga hukum Keppler yang sangat terkenal itu.Hukum Keppler yang pertama secara khusus berbicara mengenai orbit planet yang berbentuk elips dengan matahari berada pada salah satu titik fokusnya. Kesimpulan yang berdasarkan data pengamatan ini dengan berani dinyatakan oleh Keppler sebagai salah satu hukum dalam alam semesta dan memang perkembangan lebih lanjut mendukung pernyataan ini, hanya saja ternyata lintasan benda langit tidak selalu berbentuk elips, bentuk-bentuk irisan kerucut yang lainpun ternyata dapat dimiliki oleh sebuah benda langit.

Ciri khas dari sebuah irisan kerucut dinyatakan oleh besaran eksentrisitas (e) yang besarnya menyatakan bentuk irisannya :

Jika e = 0 maka bentuk irisan kerucutnya adalah lingkaranJika 0 < e <1 data-blogger-escaped-adalah="" data-blogger-escaped-bentuk="" data-blogger-escaped-e="" data-blogger-escaped-elips="" data-blogger-escaped-irisan="" data-blogger-escaped-jika="" data-blogger-escaped-kerucutnya="" data-blogger-escaped-maka="" data-blogger-escaped-parabola=""> 1 maka bentuk irisan kerucutnya adalah hiperbola

Lintasan dari sebuah komet meskipun berbentuk elips, tetapi memiliki nilai e yang hampir

Page 6: Materi Astronomi

mendekati 1 sehingga bisa didekati dengan lintasan parabola. Lintasan meteor yang memasuki bumi dapat dianalisis dengan menggunakan lintasan hiperbola, lintasan venus mengelilingi matahari dalam beberapa kasus dapat dianggap sama dengan lintasan lingkaran karena nilai e venus yang mendekati nol (e venus = 0,0068).Dengan demikian dinamika orbit tidak bisa dipisahkan dari bentuk irisan kerucut dan dalam olimpiade astronomi banyak soal yang berkaitan dengan lintasan elips, karena itu sangat perlu kita mengenal beberapa istilah dan besaran-besaran dari orbit elips ini. Perhatikan gambar elips di bawah ini :

Matahari terletak di salah satu fokus, sedangkan fokus yang lain disebut vacant focus (fokus kosong).Sepanjang planet mengelilingi orbitnya, maka jarak planet ke matahari (r) selalu berubahPerihelium adalah titik terdekat planet dari matahari dengan rumus : Pe = a + c = a (1 + e)Aphelium adalah titik terjauh planet dari matahari dengan rumus : Ape = a – c = a (1 – e)Eksentrisitas (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak fokus ke pusat elips (c) dibagi setengah sumbu panjang elips (a). Jika fokus tepat ada di pusat elips, maka c = 0 dan e = 0, yaitu orbit lingkaran

Diameter Sudut - Materi Diameter sudut adalah satu istilah yang dipakai oleh para astronom untuk menyatakan besar diameter dari suatu benda langit (diameter bulan, matahari, planet, dll) atau untuk menyatakan besar panjang dari suatu nebula atau jarak antar bintang dengan acuan bahwa benda-benda langit tersebut dilihat dari bumi.

Perhatikan gambar di bawah ini :

Besar diameter sudut dinyatakan dalam besarana delta, sedangkan jarak pengamat ke benda langit adalah r dan diameter benda langit sebenarnya adalah D.

Yang harus diperhatikan satuan dari diameter sudut bukalah dalam derajat, tetapi harus dalam satuan radian, hubungan satuan-satuan sudut seperti di bawah ini :

Satuan-satuan yang digunakan selain radian adalah menit busur (') dan detik busur ("). Dalam pengamatan secara praktis bisa dengan menggunakan tangan kita yang direntangkan. Perhatikan gambar di bawah ini :

Diameter bulan kira-kira sama dengan diameter matahari, yaitu sekitar 1/2 derajat atau ~30'. Dengan tangan yang terentang lurus, maka bulan akan memiliki diameter sudut setengah dari ujung jari kita.

Soal-soal seleksi olimpiade nasional astronomi yang berkaitan dengan dimeter sudut contohnya ada disini. Coba kerjakan dulu baru lihat solusinya yach ...

Page 7: Materi Astronomi

Solusi soal-soal di atas... Print PDF Diposkan oleh Mariano Nathanael di Selasa, Februari 01, 2011 0 komentar Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz Link ke posting ini Label: Elips, Soal BESARAN-BESARAN DASAR ELIPS - Materi Elips adalah suatu bentuk yang berasal dari penampang sebuah kerucut yang diiris secara miring dan dalam astronomi adalah salah satu hasil yang alami dari gerakan sebuah benda jika benda tersebut berinteraksi dengan benda lain melalui gaya gravitasi. Hasil lintasan elips ini bisa diperoleh dengan ‘mengutak-atik’ hukum Gravitasi Newton yang ditelurkan oleh Sang Jenius ini pada tahun 1687, meskipun orang sudah mengetahui hal ini sebelumnya sejak tahun 1609 melalui analisis Johannes Keppler yang sangat teliti terhadap data pengamatan 5 planet dari Tycho Brahe dan diwujudkan dalam ketiga hukum Keppler yang sangat terkenal itu.Hukum Keppler yang pertama secara khusus berbicara mengenai orbit planet yang berbentuk elips dengan matahari berada pada salah satu titik fokusnya. Kesimpulan yang berdasarkan data pengamatan ini dengan berani dinyatakan oleh Keppler sebagai salah satu hukum dalam alam semesta dan memang perkembangan lebih lanjut mendukung pernyataan ini, hanya saja ternyata lintasan benda langit tidak selalu berbentuk elips, bentuk-bentuk irisan kerucut yang lainpun ternyata dapat dimiliki oleh sebuah benda langit.

Ciri khas dari sebuah irisan kerucut dinyatakan oleh besaran eksentrisitas (e) yang besarnya menyatakan bentuk irisannya :

Jika e = 0 maka bentuk irisan kerucutnya adalah lingkaranJika 0 < e <1 data-blogger-escaped-adalah="" data-blogger-escaped-bentuk="" data-blogger-escaped-e="" data-blogger-escaped-elips="" data-blogger-escaped-irisan="" data-blogger-escaped-jika="" data-blogger-escaped-kerucutnya="" data-blogger-escaped-maka="" data-blogger-escaped-parabola=""> 1 maka bentuk irisan kerucutnya adalah hiperbola

Lintasan dari sebuah komet meskipun berbentuk elips, tetapi memiliki nilai e yang hampir mendekati 1 sehingga bisa didekati dengan lintasan parabola. Lintasan meteor yang memasuki bumi dapat dianalisis dengan menggunakan lintasan hiperbola, lintasan venus mengelilingi matahari dalam beberapa kasus dapat dianggap sama dengan lintasan lingkaran karena nilai e venus yang mendekati nol (e venus = 0,0068).Dengan demikian dinamika orbit tidak bisa dipisahkan dari bentuk irisan kerucut dan dalam olimpiade astronomi banyak soal yang berkaitan dengan lintasan elips, karena itu sangat perlu kita mengenal beberapa istilah dan besaran-besaran dari orbit elips ini. Perhatikan gambar elips di bawah ini :

Page 8: Materi Astronomi

Matahari terletak di salah satu fokus, sedangkan fokus yang lain disebut vacant focus (fokus kosong).Sepanjang planet mengelilingi orbitnya, maka jarak planet ke matahari (r) selalu berubahPerihelium adalah titik terdekat planet dari matahari dengan rumus : Pe = a + c = a (1 + e)Aphelium adalah titik terjauh planet dari matahari dengan rumus : Ape = a – c = a (1 – e)Eksentrisitas (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak fokus ke pusat elips (c) dibagi setengah sumbu panjang elips (a). Jika fokus tepat ada di pusat elips, maka c = 0 dan e = 0, yaitu orbit lingkaran

Dengan memperhatikan gambar dan keterangan tentang elips di atas, cobalah untuk mengerjakan soal-soal seleksi olimpiade astronomi disini.Besaran Dasar dan mendasar dalam Astronomi dan Astrofisikakonsep penentuan jarak dan radius bintangPada abad ke-19 dilakukan pengukuran jarak bintang dengan cara Paralaks Trigonometri. Untuk memahami cara ini, lihatlah gambar berikut ini.Akibat pergerakan Bumi mengelilingi Matahari, bintang terlihat seolah-olah bergerak dalam lintasan elips yg disebut elips paralaktik. Sudut yg dibentuk antara Bumi-bintang-Matahari (p) disebut paralaks bintang. Makin jauh jarak bintang dengan Bumi maka makin kecil pula paralaksnya. Dengan mengetahui besar paralaks bintang tsb, kita dapat menentukan jarak bintang dari hubungan:tan p = R/dR adalah jarak Bumi - Matahari, dan d adalah jarak Matahari - bintang. Krn sudut theta sangat kecil persamaan di atas dpt ditulis menjadiØ= R/dpada persamaan di atas p dlm radian. Sebagian besar sudut p yg diperoleh dari pengamatan dlm satuan detik busur (lambang detik busur = {”}) (1 derajat = 3600″, 1 radian = 206265″). Oleh krn itu bila p dalam detik busur, makap = 206265 (R/d)Bila kita definisikan jarak dalam satuan astronomi (SA) (1 SA = 150 juta km), makap = 206265/dDalam astronomi, satuan jarak untuk bintang biasanya digunakan satuan parsec (pc) yg didefinisi sebagai jarak bintang yg paralaksnya satu detik busur. Dengan begini, kita dapatkan1 pc = 206265 SA = 3,086 x 10^18 cm = 3,26 tahun cahayap = 1/d –> p dlm detik busur, dan d dlm parsec.Dari pengamatan diperoleh bintang yg memiliki paralaks terbesar adalah bintang Proxima Centauri yaitu sebesar 0″,76. Dengan menggunakan persamaan di atas maka jarak bintang ini dari Mthr (yg berarti jarak bintang dgn Bumi) adalah 1,3 pc = 4,01 x 10^13 km = 4,2 tahun cahaya (yang berarti cahaya yg dipancarkan oleh bintang ini membutuhkan waktu 4,2 tahun untuk sampai ke Bumi). Sebarapa jauhkah jarak tersebut?? Bila kita kecilkan jarak Bumi - Mthr (150 juta km) menjadi 1 meter, maka jarak Mthr - Proxima Centauri menjadi 260 km!!! Karena sebab inilah bintang hanya terlihat sebagai titik cahaya walau menggunakan teleskop terbesar di observatorium Bosscha.Sebenarnya ada beberapa cara lain untuk mengukur jarak bintang, seperti paralaks fotometri yg menggunakan kuat cahaya sebenarnya dari bintang. Kemudian cara paralaks trigonometri ini hanya bisa digunakan untuk bintang hingga jarak 200 pc saja. Untuk bintang2 yg lebih jauh,

Page 9: Materi Astronomi

jaraknya dapat ditentukan dengan mengukur kecepatan bintang tersebut.Matematika Antariksa John MaspupuPENELITIAN tentang fenomena-fenomena yang terjadi di atmosfer Matahari, ruang antarplanet, hingga atmosfer Bumi tidak bisa dipisahkan dari peranan matematika. Berbagai persamaan matematis perlu dibangun guna mengkaji sifat-sifat maupun menirukan prosesnya melalui simulasi komputer.BUMI diselubungi lapisan atmosfer, ionosfer, dan paling luar adalah ruang angkasa atau antariksa. Ini berarti fenomena yang terjadi di antariksa, misalnya bersumber dari Matahari dan mengarah ke Bumi, bisa memberikan dampak bagi lingkungan Bumi.Karena itu, ilmu pengetahuan tentang antariksa harus dikuasai oleh para peneliti, dalam arti bukan hanya pada tahap identifikasi masalah, tetapi juga harus dapat dikembangkan lebih komprehensif berlandaskan pengetahuan teori dan memerhatikan hasil-hasil observasi seoptimal mungkin.Perlu disadari bahwa pengembangan ilmu antariksa pada hakikatnya tidak dapat terlepas dari ilmu-ilmu dasar, seperti matematika, fisika, kimia, dan astrofisika (gabungan ilmu astronomi dan fisika). Salah satu bagian dari matematika yang sangat berperan dalam ilmu antariksa adalah pemodelan matematika.Sementara itu, kemampuan untuk melakukan prakiraan (forecast) suatu kejadian di Matahari yang muncul secara stokastik (acak tetapi memiliki pola tertentu terhadap waktu) harus didasari pada model matematika yang diturunkan dari fenomena riil tersebut. Hal yang serupa juga berlaku bila akan memprediksi nilai-nilai besaran fisis di ionosfer dan magnetosfer secara numerik.Selain itu, model matematika yang diturunkan dari suatu fenomena juga dapat memberikan gambaran mengenai perilaku fenomena secara matematis. Salah satu aplikasinya adalah untuk memberikan nilai-nilai kondisi awal (initial condition) untuk keperluan simulasi magneto-hydrodynamics (MHD) fenomena itu.Menurut penelitian seorang pakar MHD dari Observatorium Matahari Watukosek, Dr Bambang Setiahadi, ternyata teori dan simulasi MHD mampu melacak secara self-consistent (mengikuti kaidah-kaidah dalam matematika) beberapa peristiwa yang terjadi di ruang Matahari-Bumi. Antara lain, pemanasan loop medan magnet di korona (loop brightening), pembentukan struktur medan magnet berbentuk kuncup bunga matahari (helmet-streamer), pelontaran massa korona (coronal mass ejection) dan interaksi angin Matahari dengan medan magnet Bumi (pembentukan bow-shock).Fenomena fisisDalam setiap fenomena fisis, biasanya terdapat berbagai besaran yang saling berinteraksi satu sama lain menurut aturan tertentu, atau tepatnya dikendalikan oleh hukum-hukum fisika. Demikian juga dalam fenomena fisis antariksa, terdapat besaran-besaran fisis seperti kerapatan plasma, temperatur, kuat medan magnet, medan tekanan skalar, kecepatan plasma, dan sebagainya.Sebagai contoh, salah satu fenomena fisis di ionosfer adalah gerak naik-turun lapisan ionosfer secara periodik karena pengaruh gravitasi Bulan. Fenomena ini dikenal dengan sebutan pasang surut (tidal) ionosfer. Contoh lain fenomena fisis, misalnya di Matahari, adalah peristiwa pelontaran sejumlah massa yang sangat besar di korona Matahari disertai tiupan angin Matahari berkecepatan tinggi di ruang antarplanet. Fenomena ini dikenal sebagai “badai Matahari” (solar storm).

Page 10: Materi Astronomi

Pada fenomena itu berlaku hukum-hukum fisika, antara lain hukum kekekalan momentum, hukum kekekalan massa, hukum kekekalan energi, dan sebagainya.Hukum-hukum tersebut memunculkan persamaan-persamaan fisika, seperti persamaan gerak Euler, persamaan momentum, persamaan kontinuitas, dan persamaan energi. Bila kuat medan magnet sangat kecil sehingga tidak berpengaruh terhadap proses fisis tersebut, kumpulan persamaan ini dinamakan persamaan hydrodynamics (HD). Sebaliknya, bila medan magnet turut berperan (tidak dapat diabaikan), persamaan itu dinamakan persamaan MHD.Meski demikian, studi mengenai fenomena fisis antariksa tersebut masih terasa sangat kompleks. Jadi, dalam praktiknya, perlu dilakukan penyederhanaan masalah dengan memberikan asumsi-asumsi tertentu, misalnya meniadakan pengaruh gravitasi.Model matematikaPembentukan model matematika adalah proses penerjemahan model fisis suatu fenomena ke dalam bentuk matematika. Proses ini dengan cara memadamkan besaran-besaran yang terlibat dalam fenomena fisis dengan besaran-besaran matematika. Besaran-besaran matematika tersebut ditulis menggunakan simbol-simbol matematika. Dan, hukum-hukum fisika yang berlaku pada fenomena itu diungkapkan dengan bahasa matematika (persamaan-persamaan).Bahasa matematika itu melibatkan beberapa konsep dalam matematika, antara lain, fungsi, diferensial, integral, dan kalkulus vektor. Selain itu juga konsep tentang tensor, topologi diferensial, persamaan diferensial, diferensial geometri, dan sebagainya. Konsep matematika tersebut selalu dapat dimengerti karena mempunyai berbagai interpretasi fisis.Jika model matematika berbentuk persamaan diferensial, maka masalahnya adalah bagaimana menentukan solusi (penyelesaian) persamaan diferensial itu. Namun, harus disadari bahwa tidak semua model matematika yang berbentuk persamaan diferensial mempunyai solusi analitis, terutama bila mengkaji persamaan diferensial persial karena ini melibatkan beberapa variabel (peubah). Oleh karena itu, penentuan solusi melalui pendekatan secara numerik (komputasi) terhadap masalah tersebut sering dilakukan sejak penemuan komputer.Salah satu metode pendekatan untuk menyelesaikan masalah numerik dalam bidang analisis fungsional yang melibatkan hubungan antarparameter-parameter fisis adalah metode elemen hingga (finite element).Penerapan metode elemen hingga dewasa ini antara lain dalam proyek rekayasa antariksa, yaitu konstruksi model pesawat antariksa, stasiun antariksa, dan sebagainya. Penerapan metode ini umumnya dilatarbelakangi oleh model matematika yang berbentuk persamaan diferensial parsial.Sesungguhnya, yang ingin diketahui tidak hanya bentuk solusi persamaan-persamaan diferensial tersebut, tetapi yang lebih penting adalah perilaku solusi itu terhadap perubahan besaran fisis tertentu. Untuk memperoleh penyelesaian kualitatif ini hanya diperlukan teori, metode, dan teknik matematika. Pada akhirnya, diperlukan pemahaman konsep matematika secara mendalam dan benar agar peneliti, khususnya di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), ataupun menginterpretasikan informasi matematika dalam upaya mengungkap berbagai misteri fenomena antariksa.Wednesday, May 23, 2007Kosmologi dan teori pembentukan alam semesta

Kosmologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta berskala besar. Secara khusus, ilmu ini berhubungan dengan asal mula dan evolusi dari suatu subjek. Kosmologi dipelajari dalam astronomi, filosofi, dan agama. Lihat juga kosmogoni.

Page 11: Materi Astronomi

Kosmogoni adalah cabang astrofisika yang mempelajari asal dan struktur alam semesta secara luas (berlawanan dengan penelitian asal benda langit secara khusus). Dengan demikian, kosmogoni adalah catatan bagaimana alam semesta terbentuk; dan oleh karena itu, cerita penciptaan dalam Kitab Kejadian adalah suatu kosmogoni, dan ada banyak yang lain, baik ilmiah maupun mitologis.

Big BangBig Bang (terjemahan bebas: Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar) dalam kosmologi adalah salah satu teori ilmu pengetahuan yang menjelaskan perkembangan dan bentuk awal dari alam semesta. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta ini terbentuk dari ledakan mahadahsyat yang terjadi sekitar 13.700 juta tahun lalu. Ledakan ini melontarkan materi dalam jumlah sangat besar ke segala penjuru alam semesta. Materi-materi ini kemudian yang kemudian mengisi alam semesta ini dalam bentuk bintang, planet, debu kosmis, asteroid/meteor, energi, dan partikel lainnya dialam semesta ini.

Para ilmuwan juga percaya bawa Big Bang membentuk sistem tata surya. Ide sentral dari teori ini adalah bahwa teori relativitas umum dapat dikombinasikan dengan hasil pemantauan dalam skala besar pada pergerakan galaksi terhadap satu sama lain, dan meramalkan bahwa suatu saat alam semesta akan kembali atau terus. Konsekuensi alami dari Teori Big Bang yaitu pada masa lampau alam semesta punya suhu yang jauh lebih tinggi dan kerapatan yang jauh lebih tinggi.

Big-Bang & Alam Semesta yang MengembangPada tahun 1929 Astronom Amerika Serikat, Edwin Hubble melakukan observasi dan melihat Galaksi yang jauh dan bergerak selalu menjauhi kita dengan kecepatan yang tinggi. Ia juga melihat jarak antara Galaksi-galaksi bertambah setiap saat. Penemuan Hubble ini menunjukkan bahwa Alam Semesta kita tidaklah statis seperti yang dipercaya sejak lama, namun bergerak mengembang. Kemudian ini menimbulkan suatu perkiraan bahwa Alam Semesta bermula dari suatu ledakan sangat besar pada suatu saat di masa lampau yang dinamakan Dentuman Besar.

Pada saat itu dimana Alam Semesta memiliki ukuran nol, dan berada pada kerapatan dan panas tak terhingga; kemudian meledak dan mengembang dengan laju pengembangan yang kritis, yang tidak terlalu lambat untuk membuatnya segera mengerut, atau terlalu cepat sehingga membuatnya menjadi kurang lebih kosong. Dan sesudah itu, kurang lebih jutaan tahun berikutnya, Alam Semesta akan terus mengembang tanpa kejadian-kejadian lain apapun. Alam Semesta secara keseluruhan akan terus mengembang dan mendingin.

Alam Semesta berkembang, dengan laju 5%-10% per seribu juta tahun. Alam Semesta akan mengembang terus,namun dengan kelajuan yang semakin kecil,dan semakin kecil, meskipun tidak benar-benar mencapai nol. Walaupun andaikata Alam Semesta berkontraksi, ini tidak akan terjadi setidaknya untuk beberapa milyar tahun lagi.

Berbagai macam energi yang ada di Alam Semesta ini jika ditelusuri adalah berasal dari energi Big Bang, yaitu energi pada saat penciptaan. Jumlah total seluruh energi di Alam Semesta ini adalah tepat nol.Fotometri BintangFotometri adalah cabang dari Astronomi yang mempelajari tentang informasi cahaya yang dikirim dari angkasa luar, entah itu dari bintang atau dari objek lain. Sebenarnya yang dimaksud

Page 12: Materi Astronomi

cahaya di sini adalah tidak selalu harus cahaya tetapi bisa juga gelombang elektromagnetik dalam bentuk lain, seperti inframerah, sinar ultraviolet, sinar gamma, sinar X atau gelombang radio.Post ini akan dibagi dalam beberapa tahap agar membacanya pun enak dan tidak terkesan sumpek dan penuh.Isi dari “Fotometri bintang” ini dapat dilihat di sini :1. Fotometri Bintang Part I 2. Fotometri Bintang Part IIotometri BintangFotometri Bintang Part IUntuk mempelajari benda-benda langit, informasi yang diterima hanyalah berupa seberkas cahaya. Cahaya termasuk gelombang elektromagnet.Pancaran gelombang elektromagnet dapat dibagi dalam berbagai jenis, tergantung pada panjang gelombangnya ( ).1. Gelombang radio, dengan \lambda antara beberapa milimeter sampai 20 meter. 2. Gelombang inframerah dengan \lambda sekitar 7500 Angstrom hingga sekitar 1 mm (1 Angstrom = ). 3. Gelombang optik atau pancaran kasatmata dengan \lambda sekitar 3800 Angstrom sampai 7500 Angstrom. 4. Gelombang UV, sinar X dan sinar \gamma yang mempunyai \lambda < 3500 Angstrom.Untuk mempelajari sifat pancaran suatu benda, kita hipotesiskan suatu pemancar sempurna yang disebut black body (benda hitam).1. Pada saat keadaan kesetimbangan termal, temperatur benda hanya ditentukan oleh jumlah energi yang diserapnya per detik. 2. Suatu benda hitam tidak memancarkan seluruh gelombang elektromagnet secara merata. Benda hitam bisa memancarkan cahaya biru lebih banyak daripada cahaya merah atau sebaliknya.Panjang gelombang maksimum ( ) pancaran benda hitam dapat ditentukan dengan Hukum Wien yaitu :

dengan dinyatakan dalam cm dan T dinyatakan dalam Kelvin.• Hukum ini menyatakan bahwa makin tinggi temperatur, maka makin pendek panjang gelombangnya • Hukum ini dapat digunakan untuk menerangkan gejalan bahwa bintang yang temperaturnya tinggi akan tampak berwarna biru sedangkan yang temperaturnya rendah akan tampak berwarna merah.• otometri Bintang Part II• Fluks adalah jumlah energi yang dipancarkan oleh setiap permukaan benda hitam per detik ke semua arah, yaitu :• • Apabila suatu benda berbentuk bola beradius dan bertemperatur memancarkan radiasi dengan sifat-sifat benda hitam, maka energi yang dipancarkan seluruh benda itu ke semua arah per detik disebut Luminositas yang dirumuskan sebagai :• • Fluks energi yang diterima oleh pengamat yang berjarak dari suatu bintang yang berluminositas adalah :

Page 13: Materi Astronomi

• • Energi Bintang yang diterima/melewati permukaan pada jarak per per detik (E). Persamaan ini disebut juga hukum kuadrat kebalikan (inverse square law) untuk kecerlangan (brightness). Karena persamaan ini menyatakan bahwa keverlangan benda berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya maka makin jauh sebuah bintang, makin redup cahayanya.• Jarak Bintang• Jarak bintang yang dekat dapat ditentukan dengan cara paralaks trigonometri.• jarak matahari – bumi (1 Astronomical Unit/AU)jarak matahari – bintangsudut paralaks bintang• Maksud dari sudut paralaks bintang adalah besarnya sudut perubahan posisi bintang apabila diamati dari tempat yang berbeda 180 derajat.• maka • karena p sangat kecil, maka persamaan di atas dapat dituliskan , p dalam radian.• Apabila p dinyatakan dalam detik busur (“) dan karena 1 radian = 206265″, maka• 1. EVOLUSI AWAL DAN DERET UTAMA. Pembentukan Bintang.

Ruang diantara bintang-bintang tidak kosong. Disitu terdapat materi berupa gas dan bedu yang disebut materi antar bintang. Di beberapa tempat materi bintang dapat dilihat sebagai awan antar bintang yg tampak terang bila disinari oleh bintang panas disekitarnya. Atau bisa juga tampak gelap bila awan itu menghalangi cahaya bintang atau awan dibelakangnya.kerapatan awan anatar bintang sangat kecil, jauh lebih kecil daripada udara disekeliling kita. Di dalam ruang antar bintang bisa terdapat 10.000 atom per cm3, sedang ruang di antara awan kerapatannya jauh lebih rendah, yaitu hanya sekitar 1 atom per cm3. walaupun demikian suatu awan antar bintang mempunyai suatu awan antar bintang mempunyai volume yang sangat besar, sehingga materi di situ cukup banyak untuk membentuk ribuan bintang. Dan memang materi antar bintang merupakan bahan mentah pembentuk bintang. Awan antar bintang disebut nebula.Kita mulai dengan suatu awan gas hidrogen yang besar, dingin, dan menyebar sebagai hasil riwayat awal jagat raya (awan ini mengandung sekitar 25% helium, namun pengaruhnya tidaklah penting bagi perhitungan ini). Karena atom-atom gas tersebut bermuatan netral dan intinya berjauhan, maka satu-satunya gaya yang berperan adalah gaya gravitasi antar atom-atom gas tersebut. Gaya gravitasi memegang peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang. Oleh suatu peristiwa hebat, misalkan ledakan bintang atau pelontaran massa oleh bintang, di suatu tempat sekelompok materi antar bintang menjadi lebih mampat daripada disekitarnya. Bagian luar awan ini akan tertarik oleh gaya gravitasi materi bagian dalam. Akibatnya awan ini mengerut dan menjadi makin mampat. Peristiwa ini kita sebut sebagai kondensasi.Akibat kondensasi tekanan didalam awan akan meningkat dan akan melawan pengerutan. Bila tekanan pada akhirnya melebihi grvitasi, awan itu akan tercerai kembali dan pengerutan tak akan berlangsung. Bila kita memperhitungkan efek rotasi dari medan magnet, gaya gravitasi akan melebihi tekanan di dalam awan bila awan itu cukup besar yaitu melebihi suatu harga kritis yang disebut massa Jeans atau Mj. Jadi agar pengerutan gravitasi berlangsung haruslah dipenuhi syarat M

Page 14: Materi Astronomi

Di sini Mj dinyatakan dalam , ρ = kerapatan massa dalam awan (dalam gr/cm3), μ = berat molekul rata-rata, dan T = Temperatur.Suatu awan antar bintang mempunyai kerapatan rata-rata 100 atom per cm3 (atau sekitar 10-22 gram/cm3)dan bertemperatur beberapa puluh derajat kelvin. Agar pengerutan suatu awan antar bintang dapat berlangsung diperlukan massa yang sangat besar.Sama halnya dengan memanaskan objek biasa, awan tadi mula-mula berpijar dengan warna merah gelap. Ukurannya masih tetap lebih besar daripada bintang akhir yang kelak terbentuk, mungkin 10 kali lebih besar dan suhunya mungkin dalam orde 1000 K.Tinjaualah suatu awan bermassa 1000 yang mengalami pengerutan gravitasi. Akibat pengerutannya rapat materi di situ bertambah besar. Berdasarkan persamaan maka harga Mj menjadi lebih kecil (karena ρ lebih besar). Jadi agar terjadi kondensasi, massa yang diperlukan tidak usah terlalu besar, beberapa ratus massa matahari sudah cukup. Jadi di dalam awan yang mermassa 1000 akan terjadi kondensasi yang lebih kecil. Pada setiap kondensasi kerapatan gas dalam awan bertambah besar. Riwayat gumapalan awan induk akan terulang lagi di dalam kelompok awan yang lebih kecil itu. Di siitu akan terjadi kondensasi yang lebih kecil lagi. Demikian seterusnya, peristiwa ini disebut fragmentasi. Awan yang tadinya satu terpecah menjadi ratusan bahkan ribuan awan dan setiap awan mengalami pengerutan gravitasi. Pada akhirnya suhu menjadi cukup tinggi sehingga awan itu akan memijar dan menjadi ‘embrio’ atau ‘janin’ suatu bintang dan disebut protobintang. Pada saat itu materi awan yang tadinya tembus pancaran menjadi kedap terhadap aliran pancaran. Energi yang dihasilkan pengerutan yang tadinya dengan bebas dipancarkan keluar sekarang terhambat. Akibatnya tekanan dan temparaturbertambah besar sehingga proses pengerutan menjadi lambat dan proses fragmentasi.Bintang muda yang panas memancarkan energi dan mengionisasikan gas di sekitar bintang. Akibatnya bintang dilingkupi oleh daerah yang mengandung ion hidrogen (disebut daerah HII) yang mengembang dengan cepat. Pemuaian selubung ion hidrogen ini dapat dapat berlangsung secara supersonik (lebih cepat dari cepat rambat gelombang bunyi) hingga menimbulkan gelombang kejut. Gas dingin disekitarnya akan mengalami pemampatan hingga terbentuk kondensasi dan terbentuklah bintang baru. Bintang baru ini akhirnya juga dilingkupi oleh daerah HII yang mengembang cepat. Bintang lebih baru akan terbentuk lagi sebagai akibat dorongan gas yang memuai ini. Begitu seterusnya, pembentukan bintang berlangsung secara berantai. Jadi proses pembentukan merupakan reaksi berantai. Pembentukan bintang di suatu tempat akan memacu pembentukan bintang di temapat lain.Talah dibicarakan diatas bahwa bintang yang sedang dalam proses pembentukan disebut proto bintang. Pada mulanya proto bintang hanya dapat diamati dari pancaran radio yang ditimbulkan oleh molekul di situ. Bila protobintang menjadi lebih panas akibat proses pengerutannya, mereka dapat diamati sebagai pemancar inframerah. Makin tinggi suhunya, ion hidrogen yang terbentuk di sekelilingnya akan mengembang dan meniup selubung gas dan debu yang melingkupinya. Bila kerapatan gas dan debu sudah cukup rendah, bintang mulai tampak.Dibawah pengaruhnya, awan mulai menyusut ketika jarak rata-rata antar atom berkurang, energi potensial gravitasi juga berkurang, dan untuk mengimbangi energi total, energi kinetiknya harus bertambah, yang diikuti pula dengan suatu tambahan kenaikan suhu. Sewaktu awan awan semakin menyusut, lebih banyak atom yang akan tertarik menuju pusat atom, sehingga kerapatan dan suhu disekitar pusatnya naik dengan cepat dibandingkan terhadap saham daerah luar pusatnya. Sewaktu suhu bergerak naik perlahan-lahan, gas itu mulai memancarkan radiasi sama seperti sebuah benda hitam: semakin tinggi suhu, semakin banyak radiasi yang dipancarkan. Setiap perubahan energi kinetik K dan energi radiasi U :

Page 15: Materi Astronomi

Pengerutan gravitasi memegang peranan penting pada awal evolusi suatu bintang begitu juga pada tahap akhir evolusinya. Bila suatu bintang mengerut, energi potensial gravitasinya berkurang. Energi potensial gravitasi adalah:

Kita lihat bahwa potensial gravitasi ‘berharga negatif karena energi ini bersifat sebagai energi ikat yang mengikat bintang sebagai suatu kesatuan (untuk menceraikan bintang diperlukan energi sebesar potensial gravitasinya). Selain itu di dalam bintang juga terkandung energi termal atau energi panas. Energi ini tak lain adalah kinetik partikel di dalam bintang. Karena energi rata-rata per partikel adalah 3/2 kT maka energi termal

N adalah jumlah partikel per satuan volume.

Bila kita persamaan diatas sebagian, kita peroleh :

Karena dipermukaan P=0 dan dipusat r = 0 maka suku pertama ruas kanan nol. Selanjutnya

Atau

Persamaan ini disebut teorema virialJadi bila energi potensial berkurang sebesar - , energi termal akan bertambah sebanyak

Jadi setengah dari pengurangan energi potensial akan disimpan sebagai energi panas dan setengah lainnya akan dipancarkan keluar. Karena adanya energi yang disimapn sebagai energi panas ini, suhu di dalam bintang menjadi makin tinggi.

Jejak evolusi pra deret utamaSecara teori kita dapat mengikuti jejak evolusi bintang pada diagram HR. Jadi bila berdasarkan pengamatan dapat kita ketahui letak suatu bintang dalam diagram HR, kita dapat memperoleh informasi, pada tahap apa bintang tersebut.Suatu proto bintang yang telah mengakhiri proses fragmentasinya akan terus mengerut akibat gravitasinya. Pada awalnya temperatur dan luminositasbintang masih rendah, dalam diagram HR letaknya di kanan bawah (titik A). Hayashi menunjukan bahwa bintang dengan temperatur efektif terlalu rendah tidak mungkin berada dalam keseimbangan hidrostatik. Dalam diagram HR daerah ini disebut ‘daerah terlarang Hayashi’ (daerah yang di arsir). Protobintang barada di daerah itu. Pada mulanya kerapatan materi protobintang seragam, tetapi kemudian materi makin rapat ke arah pusat. Materi protobintang sebagian besar adalah hidrogen. Pada temperatur yang rendah hidrogen kebanyakan berupa molekul H2. Dengan meningkatnya temperatur tumbukan antar molekul menjadi makin sering dan makin hebat. Pada temperatur sekitar 1500 K terjadi penguraian (disosiasi) molekul hidrogen menjadi atom hidrogen. Untuk menyediakan energi cukup besar bagi berlangsungnya disosiasi itu protobintang mengerut lebih cepat. Pada temperatur yang makin tinggi akan terjadi proses ionisasi pada atom hidrogen dan helium. Proses ini pun menyerap energi sehingga pengerutan yang cepat berlangsung terus. Pengerutan dengan laju besar ini berakhir bila semua hidrogen dan helium di dalam telah terionisasi semua.Evolusi protobintang ditandai dengan keruntuhan cepat (hampir seperti jatuh bebas). Pada akhirnya protobintang menyeberang daerah terlarang Hayashi (titik B). Kita sebut protobintang

Page 16: Materi Astronomi

itu dengan bintang pra deret utama. Luminositas bintang sangat tinggi karena maeri masih renggang sehingga energi bebas terpancar keluar. Bintang akan mengerut dengan laju yang lebih lambat menyusuri pinggir luar daerah terlarang Hayashi. Jejak evolusinya hampir vertikal (Te hampir tak berubah), jejak ini dikenal sebagai jejak Hayashi. Karena temperatur efektifnya yang rendah, hampir seluruh bintang berada dalam keadaan konveksi. Bintang mengerut dengan jejarinya mempunyai harga terbesar yang dibolehkan oleh keseimbangan hidrostatik.

Karena kekedapan (atau koefisien absorpsi R), menurun dengan naiknya temperatur (hukum Kramers) gradien temperatur di pusat bintang juga menurun hingga berlakulah keadaan setimbang pancaran di pusat bintang. Terbentuklah pusat yang energinya diangkut secara pancaran di dalam bir tang (disebut pusat pancaran). Dengan makin besarnya pusat pancaran, yang kekedapannya kecil, maka bintang pun makin berkurang kekedapannya. Lebih banyak energi yang mrengalir secara pancaran. Hal ini ditandai dengan naiknya luminositas (titik C). Karena bintang tetap mengerut selama luminositasnya meningkat, permukaannuya menjadi lebih panas, bintang bergerak ke atas dan ke kiri dalam diagram HR. Laju evolusi pada tahap ini jauh lebih lambat daripada sebelumnya. Pada akhirnya temperatur di pusat bintang cukup tinggi untuk berlangsungnya pembakaran hidrogen. Pada saat itu tekanan di dalam bintang menjadi besar dan pengerutan pun berhenti. Bintang menjadi bintang deret utama (titik D). Tahap evolusi sebelum mencapai deret utama itu kita sebut tahap praderet utama.Waktu yang diperlukan sebuah bintang berevolusi dari awan antar bintang menjadi bintang deret utama bergantung pada massa bintang itu. Makain besar massa suatu bintang, makin singkat waktu yang diperlukan untuk mencapai deret utama bagi bintang dengan berbagai massa.Kemungkinan kita mengamati suatu bintang pada suatu tahap evolusi bergantung pada lamanya tahap evolusi tersebut. Karena tahap evoluisi pra deret utama bintang yang bermassa besar berlangsung sangat singkat, kemungkinannya lebih besar bagi kita mengamati tahap pra deret utama bintang dengan massa yang kecil. Bila massa bintang terlalu kecil, suhu di pusat bintang tak pernah cukup tinggi untuk berlangsung reaksi pembakaran hidrogen. Batas massa untuk ini bergantung pada kompisis kimia , umumnya sekitar 0,1 . Bintang dengan massa lebih kcil dari batasmassa ini akan mengerut dan luminositasnya m,enurun. Bintang akhirnya mendingin manjadi bintang katai gelap tanpa mengalami reaksi inti yang berrti. Evolusi di deret utama.Energi yang dipancarkan bintang pada tahap pra deret utama dari pengerutan gravitasi. Temperatur di pusat bintang manjadi makin tinggi sebagai akibat pengerutan gravitasi. Pada temperatur sekitar 10 juta derajat, inti hiddrogen mulai bereaksi membentuk helium. Energi yang dibangkitkan oleh reaksi intimenyebabkan tekanan di dalam bintang menahan pengerutan bintang dan bintang menjadi mantap. Pada saat itu bintang mancapai deret utama berumur nol. Komposisi kimia bintang pada saat itu homogen (samadgn pusat hingga ke permukaan) dan masih mencerminkan komposisi awan antar bintang yang membentuknya. Energi yang dipancarkan bintang terutama berasal dari reaksi inti yang berlangsung di pusat bintang. Deret utama merupakan kedudukan bintang dengan reaksi inti dipusatnyayg komposisinya kimianya masih homogen. Ditemuinya bintang raksasa merah yang letaknya dalam diagram HR jauh dari deret utama menunjukan komposisi kimia bintang tersebut tidak lagi homogen.Dengan perlahan terjadi perubahan komposisi kimia di pusat bintang. Hal ini berakibat perubahan struktur bintang dengan perlahan. Bintang menjadi lebih terang, jejari bertambah besar dan temperaturnya efektifnya berkurang, namun belum bergeser terlalu jauh dari deret

Page 17: Materi Astronomi

utama. Andaikan 10 persen hidrogen di pusat sudah habispun bintang tidak akan lebih dari dua kali terangnya, begitu juga temperatur efektifnya tidak akan turun lebih dari sepersepuluh kalinya. Tahap evolusi disebut tahap deret utama yang bermula dari deret utama berumur nolastrofisika-spektroskopi bintangSpektroskopi adalah suatu cabang ilmu dalam astronomi yang mempelajari spektrum benda langit. Dari spektrum suatu benda langit dapat kita peroleh informasi mengenai temperatur, kandungan/ komponen zat penyusunnya, kecepatan geraknya, dll. Oleh sebab itu, spektroskopi merupakan salah satu ilmu dasar dalam astronomi. Spektrum sebuah bintang diperoleh dengan menggunakan alat yang disebut spektrograf.Gambar 1. Spektrum

Gambar 2. Cara kerja spektrografSalah satu landasan spektroskopi adalah Hukum Kirchoff (1859):1. Bila suatu benda cair atau gas bertekanan tinggi dipijarkan, benda tadi akan memancarkan energi dengan spektrum pada semua panjang gelombang2. Gas bertekanan rendah bila dipijarkan akan memancarkan energi hanya pada warna, atau panjang gelombang tertentu saja. Spektrum yang diperoleh berupa garis-garis terang yang disebut garis pancaran atau garis emisi. Letak setiap garis atau panjang gelombang garis tersebut merupakan ciri gas yang memancarkannya.3. Bila seberkas cahaya putih dengan spektrum kontinu dilewatkan melalui gas yang dingin dan renggang (bertekanan rendah), gas tersebut tersebut akan menyerap cahaya tersebut pada warna atau panjang gelombang tertentu. Akibatnya akan diperoleh spektrum kontinu yang berasal dari cahaya putih yang dilewatkan diselang-seling garis gelap yang disebut garis serapan atau garis absorpsi.

Perbedaan spektrum kontinu, absorpsi dan emisiDeret BalmerIlmuwan Swiss yang bernama Balmer merumuskan suatu persamaan deret untuk memprediksi panjang gelombang dari garis serapan yang dihasilkan gas hidrogen. Persamaan terebut dikenal dengan deret Balmer.Laws of Radiation : Hukum Radiasi: The quantum theory of absorption and emission of radiation announced in 1900 by Planck ushered in the era of modern physics. Teori kuantum penyerapan dan emisi radiasi diumumkan pada tahun 1900 oleh Planck diantar di era fisika modern. He proposed that all material systems can absorb or give off electromagnetic radiation only in "chunks" of energy, quanta E, and that these are proportional to the frequency of that radiation E = h. Ia mengusulkan bahwa semua sistem bahan dapat menyerap atau mengeluarkan radiasi elektromagnetik hanya dalam "potongan" energi, E kuanta, dan bahwa ini adalah sebanding dengan frekuensi radiasi yang E = h. (The constant of proportionality h is, as noted above, called Planck's constant.) (H Konstanta proporsionalitas adalah, seperti disebutkan di atas, disebut konstanta Planck.) Planck was led to this radically new insight by trying to explain the puzzling observation of the amount of electromagnetic radiation emitted by a hot body and, in particular, the dependence of the intensity of this incandescent radiation on temperature and on frequency. Planck dipimpin radikal ini wawasan baru dengan mencoba untuk menjelaskan pengamatan membingungkan dari jumlah radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu badan panas dan, khususnya, ketergantungan intensitas radiasi ini pijar pada suhu dan pada frekuensi. The quantitative aspects

Page 18: Materi Astronomi

of the incandescent radiation constitute the radiation laws. Aspek-aspek kuantitatif dari radiasi pijar merupakan hukum radiasi. The Austrian physicist Josef Stefan found in 1879 that the total radiation energy per unit time emitted by a heated surface per unit area increases as the fourth power of its absolute temperature T (Kelvin scale). Fisikawan Austria Josef Stefan ditemukan pada tahun 1879 bahwa energi radiasi total per satuan waktu yang dipancarkan oleh permukaan yang panas per satuan luas meningkat sebagai kekuatan keempat T suhu mutlak (Kelvin skala). This means that the Sun's surface, which is at T = 6,000 K, radiates per unit area (6,000/300)4 = 204 = 160,000 times more electromagnetic energy than does the same area of the Earth's surface, which is taken to be T = 300 K. In 1889 another Austrian physicist, Ludwig Boltzmann, used the second law of thermodynamics to derive this temperature dependence for an ideal substance that emits and absorbs all frequencies. Ini berarti bahwa permukaan Matahari, yang pada T = 6.000 K, memancarkan per satuan luas (6.000 / 300) 4 = 204 = 160.000 kali lebih banyak energi elektromagnetik daripada wilayah yang sama dari permukaan bumi, yang dianggap T = 300 K. Pada tahun 1889 lain fisikawan Austria, Ludwig Boltzmann, menggunakan hukum kedua termodinamika untuk menurunkan ketergantungan suhu yang ideal untuk sebuah zat yang memancarkan dan menyerap semua frekuensi. Such an object that absorbs light of all colours looks black, and so was called a blackbody. Seperti benda yang menyerap cahaya dari semua warna tampak hitam, dan begitu juga disebut hitam seorang. The wavelength or frequency distribution of blackbody radiation was studied in the 1890s by Wilhelm Wien of Germany. Distribusi panjang gelombang atau frekuensi radiasi hitam dipelajari pada tahun 1890 oleh Wilhelm Wien Jerman. It was his idea to use as a good approximation for the ideal blackbody an oven with a small hole. Ini adalah idenya untuk digunakan sebagai pendekatan yang baik untuk hitam ideal oven dengan lubang kecil. Any radiation that enters the small hole is scattered and reflected from the inner walls of the oven so often that nearly all incoming radiation is absorbed and the chance of some of it finding its way out of the hole again can be made exceedingly small. Setiap radiasi yang masuk ke lubang kecil tersebar dan tercermin dari dinding bagian dalam oven sehingga sering bahwa hampir semua radiasi yang masuk diserap dan kesempatan dari beberapa itu mencari jalan keluar dari lubang lagi dapat dibuat sangat kecil. The radiation coming out of this hole is then very close to the equilibrium blackbody electromagnetic radiation corresponding to the oven temperature. Radiasi yang keluar dari lubang ini kemudian sangat dekat dengan radiasi elektromagnetik hitam keseimbangan sesuai dengan suhu oven. Wien found that the radiative energy dW per wavelength interval d has a maximum at a certain wavelength m and that the maximum shifts to shorter wavelengths as the temperature T is increased, as illustrated in the figure below. Wien menemukan bahwa dW energi radiasi setiap interval d memiliki panjang gelombang maksimum pada m panjang gelombang tertentu dan bahwa pergeseran maksimum untuk panjang gelombang lebih pendek sebagai T temperatur meningkat, seperti digambarkan pada gambar dibawah.

Wien's law of the shift of the radiative power maximum to higher frequencies as the temperature is raised expresses in a quantitative form commonplace observations. hukum Wien tentang pergeseran maksimum daya radiasi pada frekuensi yang lebih tinggi karena suhu dinaikkan mengungkapkan dalam bentuk kuantitatif pengamatan biasa. Warm objects emit infrared radiation, which is felt by the skin; near T = 950 K a dull red glow can be observed; and the colour brightens to orange and yellow as the temperature is raised. benda hangat memancarkan radiasi infra merah, yang dirasakan oleh kulit; T = 950 K dekat cahaya merah tumpul dapat

Page 19: Materi Astronomi

diamati, dan warna mencerahkan ke oranye dan kuning sebagai suhu dinaikkan. The tungsten filament of a light bulb is T = 2,500 K hot and emits bright light, yet the peak of its spectrum is still in the infrared according to Wien's law. Filamen tungsten dari bola lampu adalah T = 2.500 K cahaya terang dan memancarkan panas, namun puncak spektrum yang masih dalam inframerah menurut hukum Wien. The peak shifts to the visible yellow when the temperature is T = 6,000 K, like that of the Sun's surface. pergeseran puncak untuk kuning terlihat saat suhu T = 6.000 K, seperti itu dari permukaan Matahari. Excerpt from the Encyclopedia Britannica without permission. Kutipan dari Encyclopedia Britannica tanpa izin.Selain tertarik terhadap obyek-obyek langit yang amat jauh, terkait dengan bidang kosmologi, para astronom tampaknya terus punya perhatian besar terhadap Tata Surya - Sistem di mana planet-planet termasuk Bumi berevolusi mengelilingi Matahari. Tata Surya yang kini telah berumur sekitar lima miliar tahun rupanya masih banyak menyimpan misteri yang masih perlu untuk dieksplorasi.

Oleh sebab itu misi tak berawak pun terus dikirim untuk mendapatkan informasi baru mengenai keplanetan dan komponen-komponen Tata Surya lainnya. Antara lain, ini diwujudkan dengan pengiriman misi New Horizon ke Planet Pluto Januari 2006.

Sementara penyelidikan terus dilakukan untuk planet-planet di Tata Surya, berbagai penemuan baru juga terus bermunculan dalam penyelidikan planet di luar Tata Surya, atau yang lebih dikenal sebagai eksoplanet. Salah satu planet ini - Gliese 581 - disebut sebagai Bumi Super (ukuran besar), karena berbagai parameternya memperlihatkan planet ini layak huni.

Matahari banyakDalam tulisannya di Kompas (8 Desember 2006) alumnus astronomi Taufiq menyinggung tata surya dengan matahari lebih dari satu. Salah satu contohnya adalah tata-surya dengan tiga bintang seperti yang ada pada bintang HD188753 yang berada di Rasi Angsa (Cygnus). Pada sistem yang berjarak 149 tahun cahaya (1 tahun cahaya = 9.500 miliar km), bintang utama dikitari oleh dua bintang lain berukuran lebih kecil. Di luar itu masih ada sebuah planet gas berukuran lebih besar dari Yupiter mengorbit lebih dekat ke bintang induk dengan periode orbit 3,5 hari.

Pada sistem yang lain, ada pula planet yang ditemukan pada bintang ganda. Misalnya saja bintang ganda Gamma Cephei. Bintang utamanya yang bermassa 1,6 massa Matahari punya sebuah planet dengan massa 1,76 kali Yupiter yang mengorbit sejauh jarak Matahari-Mars (1,5 AU (Astronomical Unit) 1 AU = 150 juta km), dan punya bintang partner yang berukuran lebih kecil pada jarak sejauh Matahari-Uranus (19,2 AU).

Belum lama ini wahana teleskop antariksa Spitzer menemukan sistem yang memiliki empat bintang induk seperti tampak dalam ilustrasi pendamping tulisan ini.

Spitzer dengan peralatan inframerahnya telah diarahkan untuk meneliti piringan debu yang mengelilingi sistem empat bintang HD 98800. Piringan debu tersebut dipercayai bisa melahirkan planet. Dan memang dengan mengamati piringan di sistem bintang ini para astronom mendapati piringan tersebut tidak rata kontinu, tetapi sudah memperlihatkan celah yang seperti menyiratkan

Page 20: Materi Astronomi

adanya planet yang sudah terbentuk.Planet berperilaku seperti pembersih vakum kosmik. Ia menyerap semua kotoran yang ada di jalur lintasannya, ujar Elise Furlan dari Institut Astrobiologi di Universitas California di Los Angeles seperti diberitakan situs PhysOrg.com. Furlan merupakan penulis utama laporan yang disetujui penerbitannya oleh The Astrophysical Journal.

HD 98800 diperkirakan berumur 10 juta tahun, dan berada di Rasi TW Hydrae yang berjarak 150 tahun cahaya. Sebelum diteliti oleh Spitzer, astronom telah memiliki sejumlah informasi mengenai bintang ini dari pengamatan teleskop darat. Mereka sudah mengetahui, bahwa sistem ini punya empat bintang, dan keempat bintang yang ada berpasang-pasangan dalam sistem dua bintang (doublet, atau binary).

Bintang-bintang dalam sistem bintang ganda mengorbit satu terhadap yang lain, demikian pula dua pasang bintang ganda tersebut juga saling mengitari satu terhadap yang lain sebagaimana pasangan-pasangan penari balet. Salah satu pasangan bintang - yang disebut HD 98800B - memiliki piringan debu di sekelilingnnya, sementara pasangan satunya tidak.

Seperti dilaporkan oleh NASA, keempat bintang saling terikat oleh gravitasi dan jarak antara kedua pasang bintang tersebut adalah sekitar 50 AU, atau sedikit lebih jauh dibandingkan jarak Matahari - Pluto yang sekitar 40 AU. Karena masih terkendala teknologi, maka para astronom sebelum ini tidak dapat menyelidiki piringan debu di sekitar pasangan bintang HD98800B dengan detil.

Jasa SpitzerDengan teleskop Spitzer lah akhirnya astronom bisa melihat piringan tersebut dengan rinci. Dengan menggunakan spektrometer inframerah, tim Furlan bisa mendeteksi adanya dua sabuk dalam piringan debu yang terbuat dari butir debu berukuran besar. Satu sabuk berada sekitar 5,9AU dari bintang ganda HD98800B, atau pada jarak sekitar Matahari - Yupiter. Sabuk ini kemungkinan besar tersusun dari asteroid atau komet.

Sementara sabuk lain ada pada jarak 1,5 AU sampai 2,5AU, sebanding dengan letak planet Mars dan asteroid, dan kemungkinan besar tersusun dari bulir halus.Umumnya kalau ada ruang kosong (gap) di piringan debu, astronom lalu bercuriga ada sebuah planet yang telah mengosongkan lintasan tersebut. Hanya saja, astronom belum terlalu yakin mengenai adanya planet di sistem HD 98800B.

Para astronom mempercayai, bahwa planet-planet terbentuk dalam kurun jutaan tahun, setelah butir debu kecil saling bergabung membentuk benda lebih besar. Dalam kasus tertentu, batuan-batuan kosmik saling bertumbukan untuk membentuk planet batuan seperti Bumi, sedang dalam kasus lain membentuk planet gas seperti Yupiter. Sementara itu, batuan-batuan besar yang tidak membentuk planet menjadi asteroid dan komet.

Ketika struktur-struktur batu tersebut bertumbukan dengan dahsyat, serpihan debu terlontar ke angkasa, dan ini terlihat oleh mata inframerah Spitzer yang sangat sensitif. Menurut Furlan, debu yang ditimbulkan oleh tumbukan obyek-obyek berbatu di sabuk luar semestinya akan pindah ke piringan debu di dalam. Hanya saja dalam kasus HD98800B, partikel debu tidak mengisi

Page 21: Materi Astronomi

piringan dalam seperti diharapkan. Boleh jadi hal ini disebabkan oleh adanya planet atau oleh pasangan bintang lain yang tidak punya piringan debu tapi gravitasinya mempengaruhi gerakan partikel debu.