masalah kesehatan di indonesia bagian timur

12
ARTIKEL MASALAH KESEHATAN DI INDONESIA BAGIAN TIMUR oleh A.M. Meliala.SKM, DSP * dan Siswo Poerwanto, MSc, MPH I. PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan di Indonesia mulai intensif dilaksanakan sejak Repelita I saat dicetuskannya Bangkajang Tahap I. Banyak basil yang telah dicapai sampai tahun ke-3 Pelita V (1991/1992), namun masih dirasakan bahwa investasi dan basil-basil pembangunan masih belum merata di semua wilayah dan lapisan penduduk di Indonesia. Makalah ini akan mencoba mennelaah ujud dan distribusi masalah kesehatan di beberapa propinsi di Indonesia, khususnya Irja, Maluku, Sulawesi, NTB, NTT dan Timtim. Dalam pembahasan disajikan faktor-faktor yang mempengaruhi situasi kesehatan di wilayah tersebut. Makalah ini disajikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab II, Situasi umum dan lingkungan yang berpengaruh terhadap masalah kesehatan, khususnya faktor demografis dan sosial ekonomi penduduk; Bab III, Masalah kesehatan di wilayah Indonesia Bagian Timur, dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia; Bab IV, Situasi upaya kesehatan dan sumber daya kesehatan; Bab V, Penutup yang berisi analisis untuk menelaah kaitan antara faktor-faktor umum dan lingkungan serta upaya kesehatan dan sumber daya dengan permasalahan kesehatan. Dengan adanya peihbahasan ini diharapkan dapat disimpulkan masalah kesehatan di daerah tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta implikasinya bagi penyusunan rencana pembangunan kesehatan jangka panjang tahap selanjutnya. n. SITUASI UMUM DAN LINGKUNGAN Masalah kesehatan tidak terlepas dari pengaruh yang ditimbulkan oleh situasi umum dan lingkungan, antara lain kependudukan, lingkungan fisik dan biologik, sosial ekonomi dan budaya. Kependudukan Ciri-ciri kependudukan yang berpengaruh terhadap masalah kesehatan dapat diketahui dari beberapa indikator, antara lain 1. Jutnlah penduduk, persebaran, kepadatan dan laju pertumbuhannya 2. Perpindahan penduduk 3. Fertilitas penduduk 1. Jumlah penduduk, laju pertumbuhan, persebaran dan kepadatan Penduduk Indonesia sejak tahun 1971 tumbuh dengan pesat, yaitu dari 118.3 jutajiwa (1971) menjadi 146.7 jutajiwa( 1980) dan 179.1 juta jiwa (1990). Rata-rata pertumbuhan, kepadatan dan persebaran penduduk per propinsi di propinsi 1BT (NTB, NTT, Timtim, Sulut, Sulteng, Sultra, Sulsel, Maluku dan Irja) dapat dilihat di label 1. Kepala Pusat Data Kesehatan, Depkes RI Staf Pusat Data Kesehatan, Depkes RI Media Utbangkes Vol.1 No.04/1991

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MASALAH KESEHATAN DI INDONESIA BAGIAN TIMUR

ARTIKEL

MASALAH KESEHATANDI INDONESIA BAGIAN TIMUR

oleh

A.M. Meliala.SKM, DSP * dan Siswo Poerwanto, MSc, MPH

I. PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan di Indonesia mulaiintensif dilaksanakan sejak Repelita I saatdicetuskannya Bangkajang Tahap I. Banyak basilyang telah dicapai sampai tahun ke-3 Pelita V(1991/1992), namun masih dirasakan bahwainvestasi dan basil-basil pembangunan masih belummerata di semua wilayah dan lapisan penduduk diIndonesia.

Makalah ini akan mencoba mennelaah ujuddan distr ibusi masalah kesehatan di beberapapropinsi di Indonesia, khususnya Irja, Maluku,Sulawesi, NTB, NTT dan Timtim. Dalampembahasan disajikan faktor-faktor yangmempengaruhi situasi kesehatan di wilayah tersebut.

Makalah ini disajikan dengan sistematikapenulisan sebagai berikut:

Bab II, Situasi umum dan lingkungan yangberpengaruh terhadap masalah kesehatan,khususnya faktor demografis dan sosial ekonomipenduduk;Bab III, Masalah kesehatan di wilayah IndonesiaBagian Timur, dibandingkan dengan wilayah laindi Indonesia;Bab IV, Situasi upaya kesehatan dan sumberdaya kesehatan;Bab V, Penutup yang berisi analisis untukmenelaah kaitan antara faktor-faktor umum danlingkungan serta upaya kesehatan dan sumberdaya dengan permasalahan kesehatan.

Dengan adanya peihbahasan ini diharapkandapat disimpulkan masalah kesehatan di daerahtersebut, faktor-faktor yang mempengaruhinya sertaimplikasinya bagi penyusunan rencana pembangunankesehatan jangka panjang tahap selanjutnya.

n. SITUASI UMUM DAN LINGKUNGAN

Masalah kesehatan tidak terlepas daripengaruh yang ditimbulkan oleh situasi umum danlingkungan, antara lain kependudukan, lingkunganfisik dan biologik, sosial ekonomi dan budaya.

Kependudukan

Ciri-ciri kependudukan yang berpengaruhterhadap masalah kesehatan dapat diketahui daribeberapa indikator, antara lain

1. Jutnlah penduduk, persebaran, kepadatan danlaju pertumbuhannya

2. Perpindahan penduduk3. Fertilitas penduduk

1. Jumlah penduduk, laju pertumbuhan,persebaran dan kepadatan

Penduduk Indonesia sejak tahun 1971tumbuh dengan pesat, yaitu dari 118.3 ju ta j iwa(1971) menjadi 146.7 jutajiwa( 1980) dan 179.1 jutajiwa (1990). Rata-rata pertumbuhan, kepadatan danpersebaran penduduk per propinsi di propinsi 1BT(NTB, NTT, Timtim, Sulut, Sulteng, Sultra, Sulsel,Maluku dan Irja) dapat dilihat di label 1.

Kepala Pusat Data Kesehatan, Depkes RIStaf Pusat Data Kesehatan, Depkes RI

Media Utbangkes Vol.1 No.04/1991

Page 2: MASALAH KESEHATAN DI INDONESIA BAGIAN TIMUR

AKI7KEL

TABEL l.Rata-rata laju pertumbuhan penduduk pertahun (1980 -1990), kepadatan dan persebaranpenduduk di IBT tahun 1990

PROPINSI

1. NTB2. NTT3. TOffim4. SULUT5. SULTENG6. SULSEL7. SULTRA8. MALUKU9. IRJA

NILAITENGAH

RATA-RATANASIONAL1

Keterangan :

A

2.151.793.021.602.861.433.662.773.94

2.77

1.98

B

16371481332599'48254

30.45

95

C

1.881.820.421.380.953.900.751.040.92

13.06

D

36.834.333.523.032.727.539.735.935.4

34.3

28.7

A = Pertumbuhan penduduk/tahun (%)B = Kepadatan penduduk (/Km2)

*~A»A»I- ftt\D = CBR (85-90)

Dari label tersebut terlihat bahwa lajupertumbuhan di IBT berkisar antara 1.43-3.94,dimana masih terdapat 5 propinsi yang lajupertumbuhannya melebihi rata-rata nasional, yaituIrja, Sultra, Timtim, Sulteng dan Maluku.

Terhadap penduduk Indonesia, ternyatapersebaran penduduk di wilayah tersebut hanya13-06% dari jumlah total, dimana persebarannyaberkisar antara 0.42% (TIMTIM) sampai 3.90%(SULSEL). Namun bila dilihat dari kepadatannyamaka terlihat bahwa Irja adalah propinsi dengankepadatan penduduk terkecil, yaitu 4 jiwa/km2 danNTB dengan kepadatan tertinggi sebesar 163jiwa/km2. Terlihat bahwa makin ke Barat, makintinggi kepadatan penduduknya. Jika dilihat dariangka kelahiran kasar (CBR), terlihat bahwa padakurun 1985-1990, angka kelahiran kasar di propinsi-propinsi tersebut masih sangat tinggi, kecualiSULUT (23.0 perrnil) dan SULSEL (27.5 permil)yang sudah dibawah angka nasional (28.7 permil).

2. Perpindahan penduduk

Situasi perpindahan penduduk dapatdiketahui dari jumlah migrasi masuk dan keluar.

Kondisi migrasi masuk dan keluar di propinsi-propinsi IBT dapat dilihat di Tabel 2.

label 2. Migrasi penduduk di 9 propinsi IBT Tahun1980-1985

No Propinsi

1. NTB2. NTT3. TMTIM4. SULUT5. SULTENG6. SULSEL7. SULTRA8. MALUKU9. IRJA

SEMUAPROPINSI

Migrasi1980

7-12

- 33150

-404156077

-140

i bersih1985

19-17

- 76138

-4159133131

-86

Kecendemngan

Masuk(+)Keluar (+)

Keluar(+)Masuk(-)Keluar (+)Masuk (+)Masuk(-)Masuk(+)

Keluar (-)

Ternyata secara umum terl ihat bahwapenduduk di wilayah IBT cenderung bermigrasikeluar wilayah, yaitu -140 jiwa (1980) dan -86 padatahun 1985. Propinsi yang paling banyakmengalami migrasi keluar adalah SULSEL dandiikuti oleh SULUT dan NTT.

3. Fertilitas

Tingkat fertilitas penduduk secara langsungmenggambarkan tingkat kelahiran untuk kurunwaktu tertentu. Tingkat fertilitas penduduk biasanya.diukur dengan beberapa indikator, antara lain :TFR (Total Fertility Rate) dan ALH (Anak LahirHidup).

Dari basil SUPAS 1985 terungkap bahwa diIndonesia, TFR tahunan untuk periode 1980-1985adalah 4.1 kelahiran per 1000 wanita usia subur.Untuk periode 1985-1990, TFR di perkirakan turunmenjadi 3.5, yang berarti penurunan sebesar 14.6%.Gambaran TFR di propinsi IBT tahun 1980-1985dan 1985-1990 dapat dilihat di label 3.

10 Media LUbangkes Vol.1 No.04/1991

Page 3: MASALAH KESEHATAN DI INDONESIA BAGIAN TIMUR

ARTIKEL

Tabel 3. TFR di beberapa Propinsi tahun 1980-1985 dan perkiraannya tahun 1985-1990

No

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

. Propinsi.

NTBNTTTIMTIMSULUTSULTENGSULSELSULTRAMALUKUIRJA

1980-1985

5.75.1

3.64.94.15.75.64.8

1985-1990

5.04.7

2.74.03.55.35.15.3

Perubahan( « )

-8.6-7.8

-25.0-18.4-14.6-7.0-8.9-10.4

NASIONAL 4.1 3.5 -14.6

Tabel di atas menunjukkan bahwa di IBTpada tahun 1980 - 1990 hanya ada l(satu) propinsiyang mempunyai TFR dibawah rata-rata nasional,yaitu propinsi SULUT, sedangkan propinsi lainnyamasih mempunyai TFR diatas rata-rata nasional. Inimenunjukkan bahwa tingkat fertilitas di IBT masiht inggi . Meskipun demikian, hampir d i semuapropinsi terjadi penurunan tingkat fertilitas; terbesardi SULUT dan terkecil di SULTRA (-7%).

Angka ALH tahun 1990 adalah 5.05sedangkan pada tahun 1980 adalah 5.52 yang berartipenurunan sebesar 8.5%. Berbeda dengan TFR,angka ALH menggambarkan kelahiran kumulatifoleh wanita yang pernah kawin selama masareproduksinya.

Data BPS menunjukkan bahwa penurunanALH di Sulawesi lebih besar dari penurunan angkanasional, yaitu dari 5.98 (1980) menjadi 5.35 (1990)atau penurunan sebesar 10.5%. U n t u k kepulauanNusa Tenggara, Maluku dan I r j a penurunannyaadalah 1 1 . 1 % . yaitu dari 6.1(1980) menjadi 5.42(1990).

EKONOMI

Tira'kat ekonomi penduiluk dapat diketahuidari beberapa mdikator . antara lain :

1. Pendapatan per kapita2. Produk Domcstik Bruto per k a p i t a

Pendapatan Nasional per kapita adalahproduk nasional netto atas dasar biaya faktorproduksi dibagi dengan jumlah pendudukpertengahan tahun. Pendapatan nasional per kapitapenduduk Indonesia telah men ingka t dariRp.26.000,- (1970) menjadi Rp. 134.000,- (1979)atau kenaikan sebesar 11.5% per tahun.

Propinsi IRJA mempunyai pendapatanregional per kapita lebih tinggi dari pendapatannasional per kapita. Dilihat dari proporsinyaterhadap pendapatan nasional per kapita, propinsiNTT mempunyai pendapatan regional terendah perkapita yang hanya sebesar 35.9%.

.SOSIAL

Kondisi sosial penduduk dapat diketahuidari beberapa indikator sosial, antara lain :

1. Angka buta huruf penduduk usia sepuluh tahunkeatas;

2. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan;3. Partisipasi pendidikan menurut umur;

Dari ketiga indikator tersebut, angka butahuruf dapat digunakan untuk mengetahui tingkatkemampuan baca tulis penduduk didalam menerimainformasi tulisan dari berbagai sumber.

Angka buta huruf penduduk umur sepuluhtahun keatas yang buta huruf telah turun dari 28.8%(1980) menjadi 18.9% (1987), yang berartipenurunan sebesar 33.4% selama 7 tahun atau 4.8% per tahun.

Di IBT masih terdapat tiga propinsi denganpenurunan angka buta huruf yang lebih kecil darirata-rata nasional, yaitu NTB (3.4%), SULSEL(3.9%) DAN NTT (4.4%). Penurunan tertinggiterjadi di SULUT (8.8%), diikuti MALUKU (6.7%)dan SULTENG (5.5%).

L I N G K U N G A N FISIK DAN BIOLOGIK

Keadaan kesehatan lingkungan baik dipedesaan maupun perkotaan di Indonesia masihhelum memuaskan . Hal ini dapat diketahui daribeberapa indikator, antara lain:

1. Proporsi rumah tangga yang menggunakan airbersih.

Media Litbangkes Vol.1 No.0411991 11

Page 4: MASALAH KESEHATAN DI INDONESIA BAGIAN TIMUR

ARTIKEL

2. Proporsi rumah tangga yang mempunyaipembuangan kotoran yang sehat.

Sampai akhir Pelita IV penyediaan airbersih di pedesaan bam mencapai 34.6%, sedangkandi perkotaan 65%. Gambaran proporsi rumah tanggayang menggunakan air bersih ( perpipaan/ledengdan sumur pompa) tahun 1985-1989 di beberapapropinsi IBT dapat dilihat di label 4.

Tabel 4 Proporsi rumah tangga yangmenggunakan air bersih di beberapa propinsi IBTtahun 1985-1989.

NO. PROPINSI 1985 1989 PERUBAHANPROPORSI

No. PROPINSI 1985

123456789

NTBNTTTIMTIMSULUTSULTENGSULSELSULTRAMALUKUIRJA

12.816.715.328.416.417.116.714.012.8

1989

15.720.334.626.326.619.118.814.416.7

PERUBAHANPROPORSI

2.93.619.3-2.110.22.02.10.43.9

NASIONAL 18.6 21.8 3.2

Dari tabel tersebut diatas terlihat bahwasecara nasional baru 21.8% rumah tangga diIndonesia yang telah mempunyai sumber air minumbersih. Hal ini merupakan perbaikan terhadapkeadaan pada tahun 1985, yang berarti peningkatanproporsi sebesar 3 .2%. Propinsi yangperkembangannya sangat pesat dalam hal cakupanair bersih adalah TIMTIM, SULTENG, IRJA danNTT, sedangkan propinsi yang lambatperkembangannya adalah SULUT dan MALUKU.

Proporsi rumah tangga yang telahmempunyai pembuangan air kotoran yang sehat(kakus sendiri dengan tangki septik) secara nasionaltelah menmgkat dari 14.9% (1985) menjadi 17.55 %(1989), atau kenaikan proporsi sebesar 2.6% selama4 tahun. Gambaran keadaan di beberapa propinsiIBT dapat dilihat di Tabel 5.

Tabel 5. Proporsi rumah tangga di beberapa propinsiIBT yang mempunyai kakus dengan tangki septik,tahun 1985-1989.

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

NTBNTTTIMTIMSULUTSULTENGSULSELSULTRAMALUKUIRJA

NASIONAL

5.236.964.019.9410.0412.298.2

10.3715.26

14.90

8.6610.44.85

25.3812.1018.9811.1110.2120.53

17.55

3.433.440.855.442.066.692.91

-0.165.27

2.65

Disini terlihat bahwa terdapat 3 propinsiyaitu MALUKU dan TIMTIM yangperkembangannya sangat lambat dengan perubahanproporsi sebesar -0.16% (Maluku) dan 0.85 %(Timtim). Daerah- daerah ini masih memerlukanperhatian yang lebih besar lagi dalam halpeningkatan kesehatan lingkungan.

MASALAH KESEHATAN DIINDONESIA BAGIAN TBMUR

Masalah kesehatan yang cukup besardiketahui dari beberapa indikator di Indonesia, yaituangka kematian dan kesakitan penduduk. Ujud danbesarnya masalah kesehatan di propinsi-propinsi diIndonesia sangat bervariasi tergantung pada kondisilingkungan yang sangat kompleks dan saling terkait,antara lain sosial ekonomi, budaya, biologik dankeamanan.

Diantara sekian banyak indikator angkakematian dan kesakitan, beberapa indikator outcomedapat mewakili untuk menggambarkan masalahkesehatan dan perbandingan an tar wilayah. Beberapaindikator terpilih tersebut adalah :

1. Angka kematian Bayi (IMR)2. Incidence atau prevalence rate beberapa penyakit

menular

Angka Kematian Bayi

Angka kematian bayi adalah salah satuindikator masalah kesehatan yang sangat peka,

12 Media Utbangkes Vol.1 No.04/1991

Page 5: MASALAH KESEHATAN DI INDONESIA BAGIAN TIMUR

ARTIKEL

karena indikator tersebut merupakan produk daripelbagai kegiatan pembangunan sosial ekonomi.Indikator ini menyajikan dampak dari keadaan gizi,upaya kesehatan, tingkat ekonomi masyarakat danlingkungan fisik biologik. IMR secant spesifik jugamenggambarkan tingkat kesehatan dan kesejahteraanibu. Gambaran IMR di propinsi IBT dapat dilihatpada Tabel 6.

Tabel 6. Angka Kematian Bayi di propinsi-propinsiIBT Tahun 1971, 1980 dan 1985

NO. PROPINSI SP71 SP80 SUPAS85 ARR

1. NTB2. NTT3. TIMTIM4. SULUT5. SULTENG6. SULSEL7. SULTRA8. MALUKU9. IRJA

IBTNASIONAL

219147

111142160164150111

149142

190126

96134107107125107

116112

11274

5710573828574

8271

5.45.5

935.42.96.05.54.83.7

3.23.6

Dari tabel di atas terlihat bahwa untukperiode 1971-1985 IMR di Indonesia turun dari 142menjadi 71 atau ARR sebesar 3.6%, sedangkan diIBT 3.2%. IMR di semua propinsi IBT menurun,tetapi terdapat 3 propinsi yang meskipun menurunangkanya selalu lebih tinggi dari nilai tengah IBTmaupun rata-rata nasional, yaitu NTB, Sulteng danMaluku.

Status Gizi

Status gizi penduduk merupakan faktoryang sangat berpengaruh terhadap angka kesakitandan kematian, khususnya pada golongan rentan yaitubayi, anak balita, ibu harrul dan menyusui, terutatnamereka yang berasal dari golongan sosial ekonomirendah. Sebagai gambaran b e r i k u t ini akandikemukakan status gizi balita di IBT yang diperolehdari survey antropometri dalam Susenas 1989.

KKP (Kekurangan Kalori dan Protein)

Pengukuran antropometri terhadap balita didalam sampel Susenas 1987 dan 1989, menunjukkanbahwa prevalensi gizi buruk ( < 60% standardHarvard BB/umur) sedikit meningkat dari 1,2%(1987) menjadi 1.32% (1989). Akan tetapi statusgizi kurang (60-69,9 % standard Harvard) telahturun dari 9,7 % (1987) menjadi 9,2 % (1989).

Secant umutn terjadi peningkatan status gizibalita di IBT seperti diketahui dari penurunan-penurunan gizi kurang dari 12.4 (1987) menjadi12.1 (1989) dan penurunan prevalensi gizi burukdari 1.8% (1987) menjadi 1.2% (1989). Gizi burukdi semua propinsi IBT menurun, kecuali di Sulselyang justru meningkat dari 1.1% di tahun 1987menjadi 2.5% di tahun 1989.

Gaki

Gangguan akibat kekurangan iodium(GAKI) adalah satu masalah gizi yang endemis dibeberapa propinsi di Indonesia yang mengakibatkantimbulnya kretinisme, yaitu keadaan yang ditandaioleh terhambatnya perkembangan mental yang takdapat disembuhkan. Bayi kretin terlahir dari ibu-ibuyang hidup di daerah gondok endemis dan menderitakekurangan iodium yang berat. Hasil pemantauangondok endemis tahun 1980-1982 menunjukkanbahwa prevalensi gondok di Indonesia adalahsebesar 37.2% (TGR) atau 9.3% (VGR). Evaluasidampak tahun 1987-1990 di 25 Propinsimenunjukkan bahwa prevalensi gondok telahmenurun menjadi 27.1 % (TGR) atau 6.6% (VGR).Prevalensi gondok endemik di Indonesia maupun diIBT secara keseluruhan telah menurun, namun jikadilihat pada masing-masing propinsi maka ternyatahanya ada tiga propinsi yang prevalensi gondoknya(VGR) menurun, yaitu Sulut, Sulsel dan Sultengmasing-masing sebesar-14.0%, -12.4% dan-1.5%pertahun selama kira-kira tujuh tahun (1982-1989).

Sebaliknya terdapat empat propinsi yangmasalah gondok endemik (VGR) bukannyamenurun, justru malah meningkat yaituNTB,Maluku, NTT dan Timtim dengan peningkatanpertahun sebesar 260.7%, 55.9%, 4.3% dan 0.8% .

Angka kesakitan beberapa penyakit menular

Angka kesakitan beberapa penyakit menular

Media Utbangkes Vol.1 No.04/1991 13

Page 6: MASALAH KESEHATAN DI INDONESIA BAGIAN TIMUR

ARTIKEL

biasanya diukur dengan incidence atau prevalencerate. Indikator ini digunakan untuk mengetahuigambaran masalah penyakit di dalam masyarakat.Penyakit menular erat sekali dengan situasilingkungan fisik dan biologik yang belummemuaskan, serta kurangnya upaya pemberantasandan penanggulangan penyakit.

a. Malaria

Angka kesakitan malaria diukur dengan duaindikator, yaitu API (Annual Parasite Incidence) danPR (Parasite Rate) yang diperoleh melaluimalariometrik survai. Indikator PR dipakai untukdaerah di luar propinsi Jawa dan Bali. Gambarankeadaan di propinsi IBT dapat dilihat Tabel 7.

Tabel 7. "Parasite Rate" per 1000 penduduk diPropinsi IBT tahun 1985-1990

NO. PROPINSI

1. NTB2. NTT3. TIMTIM4. SULUT5. SULTENG6. SULSEL7. SULTRA8. MALUKU9. IRJA

IBTNASIONAL

1985

1.22.9

25.73.6

4.93.15.510.86.8

4.93.7

1990 PERUBAHAN RATE

1.64.89.215.2

7.42.50.4

12.317.0

8.34.8

0.41.9

-16.511.6

2.7

2.510.2

3.41.1

Secara umum angka kesakitan malaria diIBT meningkat, kecuali TIMTIM menurun dengantajam menjadi 9.2 per 1000 di tahun 1990. Sulitnyapenurunan angka kesakitan malaria di propinsi IBTberkaitan dengan upaya pemberantasan malaria yangbelum mencukupi, serta adanya resistensi DDT.

b.Diare

Di Indonesia, diare masih merupakanmasalah kesehatan yang cukup besar. Angkakesakitan per 1000 penduduk tahun 1990 adalah27.2 yang lebih tinggi dari tahun 1985 sebesar21.97.

Tabel 8. "Incidence dan Case Fatality Rate'penyakitDiare di propinsi IBT tahun 1985-1990

HO PROPINSI PtRUBAHAH

NTBHTT

SULUTSULTENGSULSELSULTRAMALUKUIRJA

9

5

107

3 1

0

0111

84 8

2

573

0 0

1

821

07 38

044

7 -111

7 -1

8 -07 0

5 78 01 -10

~R

77

85

927

Di sebagian besar propinsi IBT terjadipenurunan angka kesakitan (IR) diare, kecuali NTB,Irja dan Sulteng.

Keberhasilan upaya penanggulangan diareuntuk mencegah kematian, terlihat dari CFR diIndonesia yang sedikit menurun (-0.32 per 1000).Penurunan CFR yang menonjol adalah Irja (- 10.7),Timtim (-6.8) dan NTB ( -1.77). Di propinsi lainnyajustru meningkat CFRnya. Upaya penanggulangandiare di propinsi tersebut perlu ditingkatkan lagi.

c. Demam Berdarah

Demam berdarah pada mulanya dikenalsebagai penyakit daerah perkotaan. Dengan makinmajunya komunikasi menyebabkan penyebarannyasampai ke daerah pedesaan. Di Indonesia, IRdemam berdarah pada tahun 1986 adalah 9.79 per100.000 penduduk, dan di tahun 1990 meningkatmenjadi 12.7. Gambaran per propinsi di IBT dapatdilihat di Tabel 9.

Tabel 9. "Incidence Rate" Demam Berdarah diPropinsi IBT Tahun 1986-1990

"RAF 2

NO. PROP INS I

HTB

HTT

TIHTIH

SULTENG

SULTRAMALUKU

IKJA

IDTNASIONAL

1986

IR CFR

2.9 4 .43.2 3.1

0.19 7,7

0.36 33 .3

1.93 7.7

9.79 3.7

1990

1'ENDERITA IR CKR

91

98 0.7 21.7

13

6 0.64 50.0

388 0.7 17.1

16529 12.7 3.6

PEKUBAHAN HATE

IR CKK

-2.5 lfl.6

0.28 16.7

-1.23 1J . 82.91 -0.1

Terlihat bahwa demam berdarah masihbelum merupakan masalah penyakit menular yang

14 Media IMbangkes Vol.1 No.04/1991

Page 7: MASALAH KESEHATAN DI INDONESIA BAGIAN TIMUR

ARTIKEL

serius di I8T, karena Incidence ratenya jauhdibandingkan dengan rata-rata nasional, namunrelatif tinggi di beberapa propinsi. Terhadapkeadaan tahun 1986, incidence rate di Sulsel danMaluku meningkat.

d.Kusta

Prevalensi kusta di Indonesia tahun 1985sebesar 0.77 per 1000 penduduk, sedangkan padatahun 1990 turun menjadi 0.59. Angka ini padatahun 2000 diharapkan menjadi 0.1 per 1000penduduk. Gambaran keadaan penyakit kusta di IBTdapat dilihat di label 10.

label 10. "Prevalence rate" penyakit Kusta di IBTtahun 1985 - 1990

SRAP 3

HO PROPINSI 1985RAT!

1 * HTB 0.2 MTT 2.

TIHTIHSULUT 1.SULTEHC 1 .SULSEL 3 .SULTRA 1 . 6 •MALUKU 4 . 21

1990 PKKUBAftANJHL RATE HD I RATE

16

121612

6876146806045898

IRJA 5.38* 6402

4809

- 0.28- 0.36

- 0.78- 0.37- 1.43- O.04- 3.11- 1.00

NASIONAL 0.78 106983 0.59 43.4 . - 0.19

Dari tabel tersebut terl ihat bahwa angkakesakitan kusta di semua propinsi IBT menurun, danberkisar antara -0.04 (Sultra) sampai -3.11(Maluku).

SITUASIUPAYA DAN SUMBER DAYAKESEHATAN

Upaya kesehatan di Indonesia dimaksudkanuntuk memberikan pelayanan kesehatan yang meratakepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya bagigolongan rentan seperti bayi, anak balita dan ibuhamil untuk menurunkan angka kematian bayi.

A. UPAYA KESEHATAN

Dalam makalah ini dibahas situasi upayakesehatan yang erat berkaitan dengan penurunanIMR, yaitu KIA, KB, Imunisasi dan Gizi. Upayakesehatan yang berkaitan dengan penurunan IMRdapat digambarkan dengan beberapa indikator,yaitu:1. Cakupan pemeriksaan dan frekuensi kunjungan

ibu hamil

2. Cakupan persalinan yang ditolong tenaga terlatih3. Cakupan peserta KB aktif terhadap PUS4. Cakupan imunisasi Campak dan DO rate5. Cakupan Imunisasi TT2 Bumil

1. Cakupan pemeriksaan dan frekwensikunjungan bumil.

Perawatan antenatal bagi ibu hamil sebagaisalah satu upaya kesehatan yang sangat pentinguntuk mengurangi resiko kematian ibu waktumelahirkan, Herat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR)dan kematian bayi. Dua indikator yang terpentingadalah '.

a. cakupan pemeriksaanb. frekuensi kunjungan

Cakupan pemeriksaan ibu hamil secaranasional meningkat 69% dan 44.7% (1985) menjadi75.6 % (1990). Gambaran keadaan di IBT dapatdilihafdi Tabel 11.

Tabel 11. Cakupan pemeriksaan ibu hamil ke KIAdi propinsi IBT tahun 1985-1990

NO. PROPINSI 1985 1990 PERUBAHAN %

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

NTBNTTTIMTIMSULUTSULTENGSULSELSULTRAMALUKUIRJA

25.842.146.748.639.840.130.547.843.9

69.679.958.265.850.968.366.949.158.5

43.837.811.517.211.128.236.41.3

14.6

NASIONAL 44.7 75.6 30.9 (69 %)

Terdapat beberapa propinsi yang cakupanpemeriksaan ke Puskesmas jauh melebihi rata-ratanasional, yaitu NTB dan NTT serta Sultra.Sebaliknya propinsi yang perubahannya sangatlambat adalah Maluku, Sulteng dan Timtim.

Jika dilihat dari frekuensi kunjungan Bumilke KIA maka secara nasional terlihat bahwa sejaktahun 1987, frekuensi kunjungan Bumil telahmeningkat dari 3.2 kali (1987) menjadi 3.9 kali

Media Litbangkes Vol.1 No.04/1991 15

Page 8: MASALAH KESEHATAN DI INDONESIA BAGIAN TIMUR

ARTIKEL

(1990), ataupeningkatansebesar22% . Gambarankeadaan di IBT terlihat di label 12.

Tabel 12. Frekuensi Kunjungan Ibu Hamilke KIA di Propinsi IBT Tahun 1987 - 1990

PERUBAI1AHPROPORSI

HTB :»TTTINTINSULUTSULTENGSULSELSULTRAMALUKUIRJA

HASXONAL

.23

.08

.06

.82

.08

.35

.35

.09r21

.20 3

64632586606V

88

.4

.9

.0

.5

.1

.5

.6

.2

.8

.6

1

L1»

1

713728o45

Z.O

Peningkatan frekuensi kunjungan di NTTdan Irja meningkat cukup tajam, yaitu berturut-turutsebesar 47.1 % dan 38.5 % . Di Maluku justruterjadi penurunan sebesar - 7.4 % , sedangkan diTimtim peningkatannya sangat kecil (2.3 %).

2. Persalinan ditolong tenaga terlatih.

Data dari 14 laporan Profil KesehatanPropinsi di Indonesia menunjukkan bahwa persali-nan yang ditolong tenaga kesehatan di RS, RB danPuskesmas tahun 1990 adalah 46.14 % dariperkiraan jumlah persalinan total di 14 Propinsitersebut. Gambaran keadaan di IBT dapat dilihat diTabel 13.Tabel 13. Cakupan Persalinan oleh tenaga kesehatandi beberapa propinsi IBT, tahun 1990.

NO. PROPINSI Cakupan Persalinan PerkiraanRS.RB & Puskesmas Persalinan

sisanya(%)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

NTBNTTTIMTIMSULUTSULTENGSULSELSULTRAMALUKUIRJA

_

30.4.49.330.5-31.7--

_

69.6-50.769.5-68.3--

NASIONAL 46.14 53.86

Data untuk Propinsi NTB, Timtim, Sulsel,Maluku dan Irja tidak tersedia. Dari Tabel tersebutterlihat bahwa hanya Sulut (49.3 % ) yangmempunyai cakupan persalinan lebih tinggi darirata-rata nasional (46.14 %), sedangkan propinsilainnya masih di bawah rata-rata nasional, yaituberkisar antara 30.4 % - 31.7 % . Dengan demikianmasih terdapat kira-kira 68 % - 70 % persalinanyang tidak ditolong oleh tenaga kesehatan.

3. Cakupan peserta KB aktif terhadap PUS

Program KB Nasional diharapkan mampumemberikan kon t r i bus inya dalam penurunanfertilitas penduduk, peningkatan status kesehatan ibudan anak serta menekan laju pertumbuhanpenduduk. Gerakan KB di Indonesia dilaksanakanmela lu i pelayanan di RS, Puskesmas, Pustu,Posyandu dan Klinik-kl inik swasta/KB lainnya.Keberhasilan gerakan KB Nasional dapat dilihat dariindikator cakupan peserta KB aktif terhadap PUS.

Di Indonesia saat ini 59.3% PUS telahtercakup sebagai peserta KB aktif. Gambaran keadandi IBT dapat dilihat di Tabel 14.Tabel 14. Cakupan peserta KB Aktif terhadap PUStahun 1990

NO. PROPINSI CAKUPAN CU

1. NTB2. NTT3. TIMTIM4. SULUT5. SULTENG6. SULSEL7. SULTRA8. MALUKU9. IRJA

59.8841.3719.8251.7151.0657.7045.2340.5423.94

NASIONAL 59.30

Dari tabel di atas terlihat bahwa cakupanCU di Propinsi IRJA (23.94%) dan TIMTIM(19.82%) masih sangat rendah dibandingkan denganpropinsi lainnya. Sebaliknya cakupan CU di NTB(59.88%) telah melebihi angka rata-rata nasional.

4. Cakupan Imunisasi Campak dan Drop Outrate imunisasi

16 Media IMbangkes Vol.1 No.04/1991

Page 9: MASALAH KESEHATAN DI INDONESIA BAGIAN TIMUR

ARTIKEL

Cakupan imunisasi untuk bayi dan anak diIndonesia terlihat meningkat. Sejak 1936/87 -1990/91, cakupan imunisasi campak meningkat dari45.2% (1986/87) menjadi 85.8% di tahun 1990/91.Gambaran cakupan imunisasi campak tahun 1990/91di IBT dapat dilihat di label 15.

Tabel 15. Cakupan Imunisasi Campak di propinsiIBT tahun 1990/1991

NO. PROP. 1986/87 1990/91 PERUBAHAN

NO. PROPINSI

1. NTB2. NTT3. TIMTIM4. SULUT5. SULTENG6. SULSEL7. SULTRA8. MALUKU9. IRJA

CAMPAK

88.569.868.895.482.183.666.238.962.6

DO RATEterhadap DPT I

8.5712.3423.298.995.6911.8422.6230.3017.34

NASIONAL 85.8 11.65

Terlihat di atas bahwa di IBT hanyaterdapat dua propinsi yang cakupan imunisasicampaknya diatas rata-rata nasional, yaitu NTB(88.5%) dan SULSEL (95.4%), sedangkan propinsilainnya masih di bawah rata-rata nasional. Drop outrate di kedua propinsi tersebut juga tergolongrendah, yaitu berturut-turut 8.97% (NTB) dan8.99% (SULSEL). Angka ini masih di bawah rata-rata Nasional (11.65%).

5. Cakupan imunisasi TT2 ibu hamil.

Keberhasilan imunisasi TT2 bumildiharapkan untuk dapat menurunkan risiko kematianbayi karena infeksi Tetanus Neonatorum. DiIndonesia pada tahun 1990/1991, cakupan TT2bumil adalah 52.7%. Dibandingkan dengan keadaantahun 1986/87, keadaan tersebut berarti peningkatansebesar 107%. Gambaran di IBT dapat dilihat diTabel 16.

Tabel 16. Cakupan Imunisasi TT2 Bumil di IBT,tahun 1986/87 -1990/91

1. NTB2. NTT3. TIMTIM4. SULUT5. SULTENG6. SULSEL7. SULTRA8. MALUKU9. IRJA

29.916.6

7.916.713.330.516.98.7

20.7

41.134.728.153.537.753.233.820.528.2

37.5109.0255.7220.3183.474.4100.0135.636.2

NASIONAL 25.5 52.7 107

Dibandingkan dengan rata-rata nasionalterdapat 2 propinsi yang perkembangan cakupanimunisasi TT2-nya masih sangat rendah, yaitu NTB(37.5%) dan IRJA (36.2%). Demikian pula denganSULSEL (74.4%) dan SULTRA (100%),perkembangan cakupan imunisasi TT2-nya masih dibawah rata-rata nasional.

B. SUMBER DAYA KESEHATAN

Sumber daya kesehatan di Indonesia telahbertambah dengan cepat sejak Repelita I, dimanapenyebarannya hampir merata di seluruh wilayah.Situasi sumber daya kesehatan ini dapat diketahuidari beberapa indikator, yang terpenting antara lain :

1. Ratio jumlah dokter/100.000 penduduk dan Ratio• dokter/Puskesmas

2. Persebaran tenaga kesehatan/propinsi3. Anggaran kesehatan/kapita/propinsi4. Ratio TT/100.000 penduduk/propinsi5. Ratio Puskesmas/100.000 penduduk6. Ratio Pustu/Puskesmas

1. Ratio jumlah dokter/lOO.OOO penduduk danratio dokter/Puskesmas.

Kecukupan tenaga dokter terhadap jumlahpenduduk dapat diukur dengan indikator ini. Padatahun 1990, angka ratio ini menunjukkan bahwa14.96 dokter melayani 100.000 penduduk, atau 3dokter/20.000 penduduk. Ratio ini belum termasukdokter swasta. Gambaran keadaan ini di PropinsiIBT dapat dilihat di Tabel 17.

Media Utbangkes Vol.1 No.04/1991 17

Page 10: MASALAH KESEHATAN DI INDONESIA BAGIAN TIMUR

ARTIKEL

Tabel 17. Ratio dokter/100.000 penduduk dan ratiodokter/Puskesmas di propinsi IBT, 1990

Tabel 18. Jumlah dan proporsi tenaga kesehatanyang bekerja di Puskesmas di 16 Propinsi, tahun1990

NO. PROP, dokter/penduduk dokter/puskesmas

1. NTB2. NTT3. ITMTIM4. SULUT5. SULTENG6. SULSEL7. SULTRA8. MALUKU9. IRJA

5.14.511.414.19.79.26.67.46.8

0.980.550.691.131.120.90.820.740.56

NO. KATEGORI TENAGA JUMLAH %

NASIONAL 8.6 0.86

Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwaSULUT(20.S9) telah melebihi rata-rata nasional,sedangkan propinsi- propinsi yang masih kekurangantenaga dokter adalah NTT (4.10), IRJA (6.21) danSULTRA (6.3). Namun bila ditinjau dari kecukupandokter/Puskesmas ternyata di Sultra ratiodokter/puskesmas telah cukup tinggi (0.82), hampirmendekati rata-rata nasional. Disini temyata di NTTdan Irja. ratio dokter/Puskesmas-nya telah melebihi1.0, yaitu Sulut (1.13) dan Sulteng (1.12).

2. Persebaran tenaga kesehatan/propinsi.

Tenaga kesehatan di Indonesia dikelompokkan menjadi sembilan kategori, dan datadari enam belas Profit Kesehatan Propinsimenunjukkan bahwa terhadap total jumlah tenaga di16 Propinsi yang melapor tersebut, jumlah danproporsinya yang bekerja di Puskesmas terlihat diTabel 18.

1 DOKTER AHLI2 DOKTER UMUM3 DOKTER GIGI4APOTEKER5 SARJANA KES.LAIN6 PARAMEDIS PERAWATAN7 PARAMEDIS NON-

PERAWATAN8 PARAMEDIS PEMBANTU9 NON MEDIS

6343813012737

27371

9829116499841

0.015.42.00.040.0543.1

15.518.315.6

JUMLAH 63489 100.0

Disini terlihat bahwa Paramedis merupakanjumlah yang paling besar (76.9%), diikuti oleh Non-medis (15.6%) dan dokter umum (5.4%). Gambaranper propinsi di IBT dapat dilihat di Tabel 19.

Tabel 19. Jumlah dan proporsi 9 kategori tenagayang bekerja di Puskesmas di Propinsi IBT, 1990

HO. PROPINSI SP OR DRC AP SK PP PHP PT NH JML

1. NTB2- NTT — 110 16 1 1 1628 6O6 260 357 29793 TUtTIM

SULUT — 151 28 - - 1266 453 899 162 2959SULTEHG — 91 21 - - 1O48 34B 4OB 79 1995SULSELSULTRA — 73 12 - 1 8O9 242 212 66 1415MALUKUIRJA

Proporsi jumlah tenaga di 4 Propinsi IBTterhadap jumlah total enam belas Propinsimenunjukkan bahwa hanya 14.7 % terdapat di IBT,dimana sisanya terdapat di IBB (85.3%).

3. Anggaran kesehatan/kapita

APBN (Pembangunan dan Rutin) kesehatanper propinsi tahun 1990/1991 di Indonesiameningkat 137.4% terhadap keadaan tahun 1987/88yang berjumlah Rp. 1251 ,-/kapita. Gambaran perpropinsi di IBT dapat dilihat di Tabel 20.

18 Media Utbangkes Vol.1 No.0411991

Page 11: MASALAH KESEHATAN DI INDONESIA BAGIAN TIMUR

ARTIKEL

Tabel 20. APBN (PEMBANGUNAN & RUTIN)kesehatan /kapita di Propinsi IBT tahun 1987/88-1990/91

NO.PROPINSI 1987/88 1990/91 PERUBAHAN

1. NTB2. NTT3. TIMTIM4. SULUT5. SULTENG6. SULSEL7. SULTRA8. MALUKU9. IRJA

111615534534169910111118119313381856

4085362416012389834762467416670878672

266.0133.3253.1129.4

243.8120.7249.2429.7367.2

NASIONAL 1251 2970 137.4

Dari label tersebut terlihat adanya tiga polapertambahan APBN/kapita, sehingga propinsitersebut dapat dikelompokkan menjadi empatkelompok sbb :

% PERUBAHAN PROPINSI

< 200 SULSEL(9),SULUT(8)>NTT(7)200-299 SULTENG(6),SULTRA(5),

TIMTIM(4), NTB(3)300-399 IRJA(2)>= 400 MALUKU(l)

Disini terlihat bahwa Timtim mendudukiranking ke-4 terbesar setelah Maluku, Irja dan NTBdalam hal pertambahan APBN/kapita selama 3tahun.

4. Jumlah RS dan rasio TT/100.000 penduduk.

Jumlah Rumah Sakit di Indonesia padatahun 1990 sebanyak 950 buah naik 2.8 % darikeadaan pada tahun 1989 (924). Dari Jumlahtersebut 178 RS berada di Indonesia Bagian Timur(18.7 %).

Penyediaan tempat tidur R.S yang diukurdengan rasio TT RS/100.000 pendudukmenunjukkan bahwa propinsi NTB, NTT dan Sultra

memiliki TT RS dengan ratio rendah. Sedangkanpropinsi lainnya di IBT mempunyai angka ratiodiatas rata-rata nasional.

5. Jumlah Puskesmas dan rasioPuskesmas/100.000 penduduk.

Rasio perbandingan jumlah puskesmasdengan 100.000 penduduk menunjukkan bahwa darisembilan propinsi yang di IBT hanya NTB yangratio puskesmasnya masih rendah (dibawah angkaratio nasional 3.1).

Perkembangan puskesmas baik jumlahmaupun ratio/100.000 penduduk dari tahun 1987-1989 terlihat masih kurang memuaskan karenaterjadi pengurangan.

6. Jumlah Puskesmas Pembantu dan RatioPuskesmas Pembantu/Puskesmas.

Jumlah Puskesmas Pembantu di IBT padatahun 1989 adalah sebanyak 4110 buah yangmerupakan 32.7 % dari jumlah Puskesmaspembantu di Indonesia. Jumlah Puskesmas pembantudi Indonesia bertambah dari 12454 (1987) menjadi13424 (1989), yang berarti penambahan sejumlah7.8 % . Sedangkan di Indonesia bagian Timurjumlahnya bertambah dari 3627 (1987) menjadi4110 (1989) atau pertambahan sejumlah 13.3 % .

Rasio jumlah Puskesmas Pembantuterhadap Puskesmas pada tahun 1989 di IBTberkisar antara 2.3-4.9 , dimana rasio terendahterdapat di propinsi Timtim sedangkan yangtertinggi terdapat di propinsi Irja. Dari propinsi diIBT tersebut terdapat dua propinsi yang jumlahPuskesmas Pembantunya menu run yaitu Sulut(-1.8%) dan Sultra (-7.8 %).

V . K E S I M P U L A N

Masalah kesehatan di IBT menurut SUPAStahun 1985 seperti digambarkan dengan indikatorIMR menunjukkan bahwa berdasarkan patokan nilaiIMR = 70, seluruh propinsi IBT masih mempunyaiIMR diatas 70, kecuali Sulut sebesar 57 per 1000kelahiran hidup.

Gambaran diatas menjadikan Sulut sebagaipropinsi termaju di IBT ditinjau dari upayapembangunan di berbagai sektor yang berpengaruh

Media IMbangkes Vol.! No.04/1991 19

Page 12: MASALAH KESEHATAN DI INDONESIA BAGIAN TIMUR

ARTIKEL

terbadap kesehatan. Yang menarik untuk diketahuiadalah hubungan antara penurunan IMR denganperbaikan keadaan lingkungan serta basil upayakesehatan. Tabel dibawah ini mencoba untukmenunjukkan hubungan antara IMR denganindikator umum dan lingkungan di propinsi IBT

Tabel 21 Perbandingan IMR 1985 dengan beberapaindikator keadaan umum dan lingkungan di IBT

HO PROPINSI IHR CBR PERTUHBUH TPH PDRB/BUTAHURUF RT DC AIR RT DG KAKUS'85 (85-90) PDDK/THNd) (85-90) KAPITA BEHSIU(t) BEHSIII(t) •

i suurr2 SULSEL.3 HTB 14 HTT5 TIKTIH6 SULTENG 1

7 SULTRA8 MALUKU9 IRJA

NASIONAL "

7 233 272 36

343332

393535

1 28

05835 :7

794

7 I

641708

fi79

.91

2.7 43.5 4

» 5.0 24.7 2

2

5.3 55.1 65.3 8

4->30763348

938325

3.6 217.6 I4.2 I4.2 2

9.9 19.0 10.5 1

3 25.4

7 8.7

"8 11.1

7 20.5

Disini terlihat secara sepintas bahwa IMRyang rendah di SULUT erat berhubungan dengan :

o CBR yang rendaho Pertambahan penduduk yang rendaho TFR yang rendaho Buta Huruf yang rendaho Tingginya % Rumah Tangga yang mempunyai

kakus dengan septik tank

Dengan demikian secara cepat dapat dilihathubungan antara IMR dengan pelbagai programpembangunan, antara lain pendidikan, kependudu-kan dan kesehatan lingkungan. Terdapat indikasibahwa PDRB per kapita dan prosentase rumahtangga yang mempunyai air bersih tidak konsistenmenunjukkan adanya hubungan secara kualitatif.

Jika rendahnya IMR di Sulut ini dikaitkandengan indikator upaya kesehatan, maka hal-hal

yang menarik akan dapat dilihat di label berikut ini.

Tabel 22 Perbandingan IMR 1985 dengan beberapaindikator upaya kesehatan TAHUN 1990.

HO PROPINSI IHR85 CAKUPAN CAKUPAN JHUNISASI IMUNISASI DOKTER/ OOKTERBUHIL'90 CU'90 CAHPAK TT2 BUHIL PDDK PUSKE5HAS

5ULUT5ULSELKTB 1RTTTIMTIHSULTENG 1SULTRAMALUKUIRJA

7

3243525

6 58 59 5O 48 11 57 49 4

4 58 2

7 9581886968828638

9 62

465181296

5 142 91 97 41 117 98 65 72 6

10000I00 70 6

NASIONAL 71 76 59.3 85.8 52.7 8.6 1.02

IBT 82 6S.8 48.72 69.8 34.7 8.1 0.8

Terlihat bahwa IMR yang rendah jugaberkaitan dengan upaya kesehatan yang makin giatdilaksanakan seperti terlihat dari :

o cakupan imunisasi campak yang tinggio cakupan imunisasi TT2 bumil yang tinggio rata-rata dokter/100.000 penduduk yang tinggi

(melebibi standard ratio 1:1)

Hubungan yang kurang konsisten namunmemberikan indikasi hubungan terdapat antara IMRdengan indikator cakupan pemeriksaan kehamilanbumil dan prosentase cakupan KB aktif.

Dari penyajian data tersebut dapatdisimpulkan bahwa peningkatan derajat kesehatanmasyaraka t di Indonesia Bagian Timur jelasmemerlukan perhatian yang lebih besar untuk dapatmeningkatkan derajat kesehatannya sebandingdengan propinsi lainnya.

20 Media Utbangkes Vol.1 No.04/1991