masalah intelegensi

9
BAB 4 SIFAT-SIFAT KHAS INDIVIDU YANG LAIN: MASALAH INTELEGENSI PENDAHULUAN Dalam dunia pendidikan dan pengajaran masalah inteligensi merupakan salah satu masalah pokok, karenanya tidak mengherankan kalau masalah tersebut banyak dikupas orang, baik secara khusu maupun secara sambil lalu dalam pertautan dengan pengupasan lain. Tentang peranan inteligensi itu dalam proses pendidikan ada yang menganggap demikian pentingnya sehingga dipandang menentukan dalam hal berhasil dan tidaknya seseorang dalam hal belajar, sedang pada sisi lain ada juga yang menganggap bahwa intelegensi tidak lebih mempengaruhi soal tersebut. Tetapi pada umumnya orang berpendapat, bahwa intelegensi merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya belajar seseorang, terlebih-lebih pada waktu anak masih sangat muda, intelegensi sangat besar pengaruhnya. Adapun pembahasan mengenai intelegensi itu secara teknis pada pokoknya dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: (1) Pembahasan mengenai sifat hakekat intelegensi, dan (2) Pembahasan mengenai penyelidikan intelegensi itu. Hal yang pertama itu lebih bersifat teoretis-konsepsional, sedang hal yang kedua lebih bersifat teknis metodologis. Dalam pada itu harus diingat, bahwa penggolongan seperti yang dikemukakan itu hanyalah bersifat teknis bukan prinsip A. SIFAT HAKEKAT INTELEGENSI Ini persoalan daripada sifat hakekat intelegensi itu dapat dirumuskan dengan Pernyataan: “Apakah intelegensi itu?”.

Upload: reddy-juliardi

Post on 16-Jan-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ihhihhih

TRANSCRIPT

Page 1: Masalah Intelegensi

BAB 4

SIFAT-SIFAT KHAS INDIVIDU YANG LAIN: MASALAH INTELEGENSI

PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan dan pengajaran masalah inteligensi merupakan salah satu masalah pokok, karenanya tidak mengherankan kalau masalah tersebut banyak dikupas orang, baik secara khusu maupun secara sambil lalu dalam pertautan dengan pengupasan lain. Tentang peranan inteligensi itu dalam proses pendidikan ada yang menganggap demikian pentingnya sehingga dipandang menentukan dalam hal berhasil dan tidaknya seseorang dalam hal belajar, sedang pada sisi lain ada juga yang menganggap bahwa intelegensi tidak lebih mempengaruhi soal tersebut. Tetapi pada umumnya orang berpendapat, bahwa intelegensi merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya belajar seseorang, terlebih-lebih pada waktu anak masih sangat muda, intelegensi sangat besar pengaruhnya.

Adapun pembahasan mengenai intelegensi itu secara teknis pada pokoknya dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:

(1) Pembahasan mengenai sifat hakekat intelegensi, dan(2) Pembahasan mengenai penyelidikan intelegensi itu.

Hal yang pertama itu lebih bersifat teoretis-konsepsional, sedang hal yang kedua lebih bersifat teknis metodologis. Dalam pada itu harus diingat, bahwa penggolongan seperti yang dikemukakan itu hanyalah bersifat teknis bukan prinsip

A. SIFAT HAKEKAT INTELEGENSI

Ini persoalan daripada sifat hakekat intelegensi itu dapat dirumuskan dengan Pernyataan: “Apakah intelegensi itu?”. Pernyataan ini, justru dalam bentuknya yang demikian itu, menjadi obyek diskusi yang hangat bagi banyak ahli-ahli psikologi, terutama disekitar tahun-tahun 1900-1925. Persoalannya sendiri sebenarnya telah tua sekali, lebih tua daripada psikologi sendiri, karena hal tersebut telah dibahas oleh ahli-ahli filsafat dan kemudian ahli-ahli biologi sebelum psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri lahir.

Para ahli psikologi yang mula-mula membahas masalah tersebut, yaitu sifat hakekat intelegensi, memakai metode filsafat, yaitu mereka menyusun definisi mengenai intelegensi itu atas dasar pemikiran spekulatif-logis. Dalam pada itu pada waktu yang bersamaan dengan kejadian yang dikemukakan diatas itu test-test yang mula-mula berhasil disusun oleh beberapa ahli. Sepanjang pengalaman penulis tidaklah selalu ada hubungan yang jelas antara definisi mengenai inteligensi dan pengukuran intelegensi yang diajukan oleh seseorang ahli psikologi.

Page 2: Masalah Intelegensi

Cara pendekatan filsafat itu sampai sekarang masih banyak diikuti oleh ahli ahli di eropa daratan dan daerah pengaruhnya, sedangkan ahli ahli didaerah Anglo-Saksis (terutama Amerika Serikat dan Inggris) sedikit demi sedikit makin mengutamakan diskusi dan analisi mengenai data, hasil berbagai eksperimen, dan meninggalkan cara analisis logis-spekulatif itu, yang dipandang lepas dari data empiris.

Dalam pada itu apabila kita menumpahkan perhatian kita kepada data empiris itu, maka segera ternyata bagi kita bahwa masalah sifat hakekat intelegensi itu berjalinan rapat dengan masalah-masalah lain, seperti misalnya:

(a) Bagaimanakah jalan perkembangan intelegensi itu pada anak-anak normal, danpada anak-anak kurang normal?

(b) Sejauh manakah perkembangan intelegensi itu dipengaruhi oleh factor-faktor dasar, sejauh mana dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan?

(c) Bagaimana kita dapat membedakan intelegensi dan prestasi belajar sebagai hasil didikan?

Sekitar tahun-tahun 1920-1930 sejumlah proyek-proyek penelitian yang luas telah dilakukan orang untuk dapat memberi jawaban terhadap persoalan-persoalan diatas itu. Analisis dan pembahasan mengenai hasil-hasil tersebut kiranya memberikan kepada semua pihak yang turut ambil bagian bahwa tidak ada satu masalah pun yang dapat dijawab secara memuaskan tanpa menimbulkan masalah lain yang sama sulitnya.

Dewasa ini kebanyakan ahli yang secara aktif melakukan penelitian dalam bidang intelegensi tidak berusaha menjawab persoalan yang seluas yang diketengahkan dimuka, yaitu: “Apakah Intelegensi itu?”, akan tetapi mereka memusatkan pengupasan masalah-masalah yang lebih khusus, seperti misalnya:

(a) Bagaimanakan struktur mental orang dewasa?(b) Bagaimanakah struktur mental itu berubah-ubah dengan bertambahnya umur?(c) Apakah seseorang itu dalam hal intelegensi akan tetap pada kelompok tertentu

ataukah dia akan berubah/berpindah ke kelompok lain?

Disini secara garis besar akan dikemukakan berbagai konsepsi mengenai intelegensi itu, yang merupakan jawaban bagi pernyataan “Apakah intelegensi itu?” yang tersebut dimuka. Konsepsi-konsepsi tersebut pada dasarnya digolong-golongkan menjadi lima kelompok, yaitu:

(1) Konsepsi-konsepsi yang bersifat spekulatif,(2) Konsepsi-konsepsi yang bersifat pragmatis,(3) Konsepsi-konsepsi yang didasarkan atas analisis faktor, yang kiranya dapat kita sebut

konsepsi-konsepsi faktor,(4) Konsepsi-konsepsi yang bersifat operasional, dan

Page 3: Masalah Intelegensi

(5) Konsepsi-konsepsi yang didasarkan atas analisis fungsional, yang kiranya dapat kita sebut konsepsi-konsepsi fungsional.

1. Konsepsi-konsepsi mengenai Intelegensi Bersifat Spekulatif-Filsafat

Spearman, dalam bukunya yang terkenal, yaitu The Abilities of Man (1927) mengelompokkan konsepsi konsepsi yang bersifat spekulatif-filsafati itu menjadi tiga kelompok:

(a) Yang memberikan definisi mengenai intelegensi umum,(b) Yang memberikan definisi mengenai daya-daya jiwa khusus yang merupakan

bagian daripada intelegensi, dan(c) Yang memberikan definisi intelegensi sebagai taraf umum daripada sejumlah

besar daya-daya khusus.

a. Intelegensi Umum(1) Ebbinghaus (1897) memberi definisi intelegensi sebagai kemampuan untuk

membuat kombinasi.(2) Terman (1921) memberi definisi intelegensi sebagai kemampuan untuk

berfikir abstrak.(3) Thorndike memberi definisi intelegensi sebagai hal yang dapat dinilai dengan

taraf ketidak-lengakapan dari pada kemungkinan-kemungkinan dalam perjuangan hidup individu.

b. Intelegensi sebagai Kesatuan daripada Daya-daya Jiwa Formal

Walaupun secara konsepsional teori psikologi daya itu ditnggal orang, namun pengaruh aliran tersebut sampai kini masih terasa sekali. Dan konsepsi-konsepsi daya mengenai intelegensi ini dapat dikatakan merupakan kelanjutan pengaruh psikologi daya itu. Jadi menurut konsepsi ini intelegensi adalah persatuan (kumpulan yang dipersatukan) daripada daya-daya jiwa yang khusus. Karena itu pengukuran mengenai intelegensi juga dapat ditempuh dengan cara mengukur daya-daya jiwa khusus itu, misalnya daya mengamati, daya mereproduksi, daya berfikir, dan sebagainya.

c. Inteligensi sebagai Taraf Umum daripada Daya-daya Jiwa Khusus

Konsepsi-konsepsi ini timbul dari keyakinan, bahwa apa yang diselidiki (ditest) dengan test intelegensi itu adalah intelegensi umum. Jadi intelegensi diberi definisisebagai taraf umum yang mewakili daya-daya khusus.

Page 4: Masalah Intelegensi

2. Konsepsi-konsepsi yang Bersifat PragmatisDasar dari konsepsi ini kiranya adalah yang dinyatakan oleh Boring, bahwa

intelegensi adalah apa yang di test oleh test intelegensi, dia menulis antara lain:

“Intelligence is what the tests test. This is narrow definition, but it is the only point of departure for a rigorous discussion of the test. It would be better if the psychologists could have used some other and more technical term, since the ordinary connotation intelligence is much broader. The damage is done, however, and no harm need result if we but remember that measurable intelligence is simply what the tests of intelligence test, until further scientific observation allows us to extend the definition”.

Konsepsi ini cocok sekali dengan selera banyak ahli di Amerika Serikat. Kurang radikal daripada pendapat Boring itu ialah pernyataan Terman, bahwa inteligensi itu dapat diukur sesuai dengan definisinya. Pernyataan ini dianalogikan dengan pengetahuan tentang listrik, pengukuran terhadap listrik tergantung kepada definisi yang diberikannya, panasnya, alirannya dan sebagainya.

Jika sekiranya ini benar, maka sebenarnya dengan test itu kita tidak mendapatkan pengetahuan baru sama sekali, karena yang kita ukur itu kita sudah mengerti sebelumnya.

3. Konsepsi-konsepsi Faktor

Konsepsi-konsepsi ini dinamakan demikian sebenarnya beralas pada kenyataan bahwa di dalam menyelidiki dan mencari sifat hakekat intelegensi itu orang mempergunakan teknik analisis faktor, suatu teknik yang mula-mula dirintis oleh Spearman, dan kemudian cepat berkembang, terutama di daerah Anglo Saksis. Psikologi yang begitu besar peranannya dalam psikologi dewasa ini banyak sekali bersandar kepada analisis faktor itu,

(a) Teori Spearman

Dengan teknik analisis faktor Spearman menemukan bahwa tiap tingkah laku manusia itu dimungkinkan (disebabkan) oleh dua faktor, yaitu:

(1) Faktor umum, general faktor, dan(2) Faktor-faktor khusus tertentu (special factor).

Faktor umum atau general faktor itu, yang dilambangkan dengan huruf g merupakan hal atau faktor yang mendasari segala tingkah laku orang. Jadi di dalam tiap tingkah laku itu berjalan faktor g itu. Sedang faktor khusus atau special factor, yang dilambangkan dengan huruf s, hanya berfungsi pada tingkah laku tingkah laku khusus saja. Jadi tiap tingkah laku itu dimungkinkan atau didasari oleh dua faktor, yaitu: faktor g dan s tertentu. Faktor g itu berfungsi pada tiap

Page 5: Masalah Intelegensi

tingkah laku, jadi yang berfungsi pada tingkah laku tingkah laku yang berbeda itu adalah faktor g yang sama dan faktor s yang tidak sama. Keterangan ini mungkin dapat diberi ilustrasi begini:

Tingkah laku 1 = Tl1 = g + s1

Tingkah laku 2 = Tl2 = g + s2

Tingkah laku 3 = Tl3 = g + s3

Tingkah laku 4 = Tl4 = g + s4

Tingkah laku 5 = Tl5 = g + s5

Selanjutnya Spearmen berpendapat, bahwa faktor g itu tergantung kepada dasar, sedangkan faktor s itu dipengaruh oleh pengalaman (lingkungan, pendidikan).

(b) Teori Thomson

Thomson tidak dapat menyetujui pendapat Spearman tersebut Menurut dia apa yang disebut faktor g oleh Spearman itu tidak ada. Betul secara statistic Spearman telah menunjukkan adanya faktor g itu, tetapi menurut Thomsom pembuktian Spearman itu dapat ditunjukkan bahwa tidak betul Jadi apa yang disebut oleh Spearman faktor g itu tidak ada, yang ada hanyalah bermacam-macam faktor khusus, faktor-faktor s.

Faktor-faktor s ini tidak tergantung kepada keturunan atau dasar, melainkan tergantung kepada pendidikan. Adanya anak-anak dari golongan atas lebih cerdas daripada anak-anak dari golongan rendah itu bukan karena dasar melainkan karena mereka lebih banyak mempunyai kesempatan untuk belajar.

(c) Teori Cyrill Burt

Pendirian Burt sangat dekat dengan pendirian Spearman. Dia sependapat dengan Spearman bahwa pada manusia terdapat faktor g, yang mendasari semua tingkah lakunya, dan seperti Spearman dia berpendapat, bahwa faktor g ini tergantung kepada dasar, dibawa sejak lahir. Selanjutnya dia juga berpendapat, bahwa tiap-tiap orang memiliki banyak faktor s.

Tetapi di samping kedua macam faktor itu menurut Burt masih ada lagi faktor yang ketiga, yaitu faktor kelompok (group factor, common factor), yang biasanya dilambangkan dengan huruf c. Faktor c ini adalah faktor yang berfungsi pada sejumlah tingkah laku, tetapi tidak pada semua tingkah laku. Jadifaktor c itu lebih luas daripada faktor s, tetapi sempit daripada faktor g.

Page 6: Masalah Intelegensi

Jadi tiap tingkah laku itu menurut Burt dimungkan oleh ketiga macam faktor, yaitu faktor g, faktor c dan faktor s. Untuk jelasnya, mungkin juga dapat diberikan ilustrasi seperti tadi, jadi:

Tingkah laku 1 = Tl1 = g + cx +s1

Tingkah laku 2 = Tl2 = g + cx + s2

Tingkah laku 3 = Tl3 = g + cx + s3

Tingkah laku 4 = Tl4 = g + cy + s4

Tingkah laku 5 = Tl5 = g + cy + s5

(d) Teori Thurstone

Thurstone adalag tokoh Chicago. Dia sependapat dengan Burt, bahwa ada faktor c, yang berfungsi pada sejumlah tingkah laku, juga sependapat dengan Burt mengenai adanya faktor s yang jumlahnya banyak sekali, sebanyak tingkah laku khusus yang dilakukan oleh manusia yang bersangkutan. Akan tetapi mengenai faktor g dia menolaknya, dia berpendapat, bahwa faktor g itu tidak ada, jadi hanya ada dua macam faktor saja, yaitu faktor c dan faktor s.

Adapun faktor c itu menurut Thurstone banyaknya ada 7, yaitu:(1) Faktor ingatan, kemampuan untuk mengingat, memory dan diberi lambing

huruf M.(2) Faktor-faktor verbal, kecakapan untuk menggunakan bahasa, verbal factor,

dan dilambangkan dengan huruf V.(3) Faktor bilangan, kemampuan untuk bekerja dengan bilangan, misalnya

kecakapan berhitung, dan sebagainya (number factor), yang dilambangkan dengan huruf N.

(4) Faktor kelancaran kata-kata, word fluency, dilambangkan dengan huruf W, yaitu seberapa lancer seseorang mempergunakan kata-kata yang sukar ucapannya:faktor ini dianggap pula merupakan petunjuk daripada kelancaran dalam kerja mental, yaitu mudah-tidaknya seseorang mengubah fikirannya atau mengalihkan fikirannya sesuai dengan kebutuhan

(5) Faktor penalaran atau reasoning, yaitu diberi lambang dengan huruf R, yaitu faktor yang mendasari kecakapan untuk berfikir logis,

(6) Faktor persepsi atau perceptual factor, yang diberi lambang huruf P, yaitu kemampuan untuk mengamati dengan cepat dan cermat,

(7) Faktor ruang atau spatial factor, yang diberi lambang dengan huruf S, yaitu kemampuan untuk mengadakan orientasi dalam ruang.

Page 7: Masalah Intelegensi

Kalau sekiranya ada kecakapan umum, itu bukan karena adanya faktor g, melainkan karena kombinasi daripada faktor c itu.

(e) Pendapat Gulford

Guilford (1961, 1967) orang yang dewasa ini