masalah ekonomi memang menjadi masalah krusial bagi kalangan menengah ke bawah khususnya

31
Masalah ekonomi memang menjadi masalah krusial bagi kalangan menengah ke bawah khususnya. Maka dari itu pria bernama M. Yunus muncul dengan ide mencoba membangun masyarakat yang bebas dari kemiskinan. Muhamad Yunus adalah seorang peraih Nobel perdamaian pada tahun 2006. Priakelahiran Chitanggong28 Juni 1940 ini memiliki komitmen dalam resistensi terhadap pemberantasan kemiskinan melalui sebuah sistem ekonomi untuk tataran paling bawah, karena yunus beranggapan bahwa ekonomi ditingkat paling bawah adalah hal yang paling fundamental yang harus diperangi guna keadilan dan perdamaian. Maka dari itu, Komite Nobel Norwegia menganugerahi Muhamad Yunus sebagai penerima Nobel perdamaian. Menurut Ole Danbolt Mjoes, ketua Komite Nobel Norwegia, Yunus berhak dianugerahi nobel perdamaian, karena visisnya tentang pemberantasan kemiskinan melalui sistem ekonomi dan sosial yang diciptakannya di tataran orang-orang miskin berhasil diterapkan ke dalam hal praktis demi peruntungan jutaan orang di Bangladesh maupun negara lain. Sedangkan Asle Sveen, sejarawan Norwegia, yang dikutip dari beritaindonesia.co.id, berpendapat bahwa “Ini adalah untuk pertama kali, sebuah usaha pemberantasan kemiskinan mendapatkan sendiri apresiasi itu. Sudah terlalu banyak nominasi bagi pihak-pihak yang melerai konflik-konflik. Kini Komite Nobel makin berpihak kepada upaya pencegahan perang yang paling fundamental. Mengupayakan perdamaian tidaklah cukup, perdamaian haruslah merupakan sebuah perdamaian yang berkeadilan. Salah satu penyebab perang, yakni kelaparan dan kemiskinan, harus diatasi mulai dari akarnya”. Kiprah Yunus sebagai pemberdaya kaum miskin dimulai sejak tahun 1974. Awalnya, Yunus terilhami dari orang-orang miskin yang berjuang hidup di Bangladesh yang kemudian tergerak untuk diperdayakan layaknya manusia lainnya. Dari sinilah Yunus mulai bertekad untuk memberantas kemiskinan dari akarnya.

Upload: tri-dahus-

Post on 06-Aug-2015

32 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Masalah ekonomi memang menjadi masalah krusial bagi kalangan menengah ke bawah khususnya. Maka dari itu pria bernama M. Yunus muncul dengan ide mencoba membangun masyarakat yang bebas dari kemiskinan.

Muhamad Yunus adalah seorang peraih Nobel perdamaian pada tahun 2006. Priakelahiran Chitanggong28 Juni 1940 ini memiliki komitmen dalam resistensi terhadap pemberantasan kemiskinan melalui sebuah sistem ekonomi untuk tataran paling bawah, karena yunus beranggapan bahwa ekonomi ditingkat paling bawah adalah hal yang paling fundamental yang harus diperangi guna keadilan dan perdamaian. Maka dari itu, Komite Nobel Norwegia menganugerahi Muhamad Yunus sebagai penerima Nobel perdamaian.

Menurut Ole Danbolt Mjoes, ketua Komite Nobel Norwegia, Yunus berhak dianugerahi nobel perdamaian, karena visisnya tentang pemberantasan kemiskinan melalui sistem ekonomi dan sosial yang diciptakannya di tataran orang-orang miskin berhasil diterapkan ke dalam hal praktis demi peruntungan jutaan orang di Bangladesh maupun negara lain.

Sedangkan Asle Sveen, sejarawan Norwegia, yang dikutip dari beritaindonesia.co.id, berpendapat bahwa

“Ini adalah untuk pertama kali, sebuah usaha pemberantasan kemiskinan mendapatkan sendiri apresiasi itu. Sudah terlalu banyak nominasi bagi pihak-pihak yang melerai konflik-konflik. Kini Komite Nobel makin berpihak kepada upaya pencegahan perang yang paling fundamental. Mengupayakan perdamaian tidaklah cukup, perdamaian haruslah merupakan sebuah perdamaian yang berkeadilan. Salah satu penyebab perang, yakni kelaparan dan kemiskinan, harus diatasi mulai dari akarnya”.

Kiprah Yunus sebagai pemberdaya kaum miskin dimulai sejak tahun 1974. Awalnya, Yunus terilhami dari orang-orang miskin yang berjuang hidup di Bangladesh yang kemudian tergerak untuk diperdayakan layaknya manusia lainnya. Dari sinilah Yunus mulai bertekad untuk memberantas kemiskinan dari akarnya.

Tekad bulat Yunus diperkuat oleh ide yang didapat dari seorang ibu bernama Sufia Begum yang bolak-balik berutang pada tengkulak untuk mendapat modal membuat kerajinan dengan pembayaran berikut hutang dan bunganya. Dan pada akhirnya pada 1983, Yunus mulai menrealisasikan idenya dengan membangun Grameen Bank dengan

Page 2: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

sistem kredit mikro bagi tanpa agunan atau bunga bagi orang-orang miskin. “Sejak itu saya putuskan kaum papa (miskin) harus menjadi guru saya,” tambahnya.

Tujuan sistem kredit mikro tanpa agunan dan Grameen Bank itu dibangun, agar merangsang orang-orang miskin agar turut serta dalam proses perekonomian. Sistem ekonomi tersebut, dibangun atas filosofi Yunus mengenai bagaimana orang miskin bisa mengangkat derajat mereka sendiri dan memberi pancingan pada mereka untuk mandiri dalam mencari ikan sendiri. Kemandirian tersebut yang diharapakan Yunus menjadi bekal dalam menghadapi tantangan persaingan ekonomi.

Sukses dengan sistem tersebut, Bank Grameen akhirnya memiliki 2.226 cabang di 71.371 desa. Dan yang lebih hebatnya ialah bank tersebut dapat menyalurkan kredit puluhan juta dollar AS perbulan kepada 6,6 juta orang miskin dan modal seluruhnya dimiliki oleh para nasabahnya.

Untuk sistem yang menjamin pembayarannya, Grameen Bank menggunakan ‘grup solidaritas’, yakni kelompok kecil yang bersama-sama mengajukan pinjaman dimana didalamnya terdapat anggota yang bertindak selaku penjamin pembayaran.

Pinjamannya hampir persis dengan sistem dana bergulir, dimana ketika ada satu anggota yang telah berhasil mengembalikan pinjamannya, maka akan digunakan oleh anggota yang lainnya. Akhirnya bank tersebut berkembang menjadi Grameen Family of Enterprises yang membawahi lembaga yang bersifat profitable ataupun yang nonprafitable yang banyak mengilhami berbabgai negara dengan penghasilan yang fantastis. (Ali)

Beda Bangladesh Dengan Indonesia

September 15, 2010 by jurnalukm

Oleh Bachtiar Hassan Miraza

Waspada (28/8/2007). Belum terlambat jika penulis mengucapkan salam hormat kepada Mohammad Yunus, penerima hadiah nobel perdamaian, yang telah berhasil memberdayakan rakyat miskin melalui sistim keuangan mikro di Bangladesh. Penghormatan yang luar biasa

Page 3: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

juga telah diberikan oleh pemerintah Indonesia di mana Muhammad Yunus diundang memberikan ceramah di Istana Negara yang dihadiri oleh Presiden, Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Gubernur Bank Indonesia, serta pejabat inti lainnya. Universitas Gajah Mada juga ikut mengambil kesempatan mengundang beliau memberikan wejangannya di Kampus Universitas Gajah Mada.

Koran koran ikut meliput semua kegiatan Muhammad Yunus di Indonesia. Sambutan yang diberikan bangsa ini sangat luar biasa, seolah-olah kedatangan beliau sekaligus menghilangkan permasalahan rakyat miskin di Indonesia. Seolah-olah pemerintah Indonesia dengan kebijakan yang dijalankannya ingin membela rakyat miskin, menghilangkan kemiskinan sampai tuntas. Saat ini Muhammad Yunus telah kembali ke Bangladesh. Pesan penuntasan kemiskinan telah ia tinggalkan di Indonesia. Adakah tindakan langsung dari pemerintah atau lembaga perguruan tinggi menyikapi pesan dan pengalaman Muhammad Yunus. Adakah rakyat miskin Indonesia telah mendapatkan manfaat atas kedatangan Muhammad Yunus. Pertanyaan ini perlu disampaikan sekadar mengungkapkan perilaku bangsa ini yang suka latah tanpa tindakan. Pertanyaan ini juga perlu disampaikan untuk sekadar mengkoreksi sifat bangsa ini yang selalu tidak pernah serius didalam menangani sesuatu persoalan.

Bagi banyak orang Indonesia perilaku bangsa seperti itu tidak aneh karena sudah menjadi kebiasaan. Begitulah cara bangsa dan pemerintah Indonesia bekerja. Selalu panas di awal tak ada hasil diujung. Cerita akhirnya adalah tak ada cerita tentang rakyat miskin setelah kepulangan Muhammad Yunus ke hegerinya. Semuanya biasa biasa saja. Sebenarnya bagi Indonesia, pendapat seorang Muhammad Yunus seperti ini bukanlah sebagai ide yang baru. Pemikiran seperti itu sudah lama berkumandang. Indonesia tidak pernah kekurangan ide dan pemikiran. Bahkan banyak ide bangsa ini yang secara diam diam dipakai oleh bangsa lain. Padahal di Indonesia sendiri ide tersebut tidak berjalan. Ide segudang yang di kumandangkan hanya sampai di meja seminar atau sampai pada keluarnya sebuah surat keputusan pemerintah. Setelah itu tidak ada tindakan lanjut untuk merealisasikannya. Kalaupun dilaksanakan hanya sekadar formalitas, yang dijalankan asal jadi. Bangsa ini tidak sungguh sungguh dalam bekerja.

Semuanya berjalan santai seolah olah permasalahan itu adalah kawan untuk bercengkerama. Lebih parah lagi jika permasalahan itu dijadikan komoditi yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai kepentingan kelompok. Dari sikap budaya santai tersebut Indonesia belum bisa disebut sebagai negara produktif tapi masih tergolongkan dalam negara konsumtif dan terkebelakang yaitu negara dimana bangsanya senang berleha leha tanpa masa depan yang pasti. Adalah Muhammad Yunus dari Bangladesh yang berhasil memikirkan rakyat miskin dan berhasil mengimplementasikannya dalam bentuk nyata sehingga ia mendapatkan hadiah nobel perdamaian. Yang dilakukannya adalah perbuatan ekonomi namun hadiah yang diperolehnya adalah hadiah nobel perdamaian bukan hadiah nobel bidang ekonomi. Ia telah mampu mewujudkan perdamaian dengan rakyat miskin melalui lembaga keuangan mikro yang dibangunnya dan yang ia jalankan sediri. Ia komit dengan idenya dan tidak mundur dengan pendapatnya dan kemudian iapun berhasil. Tak ada ide yang putus ditengah jalan.

Indonesia sudah lebih 30 tahun memikirkan rakyat miskin melalui pembinaan usaha kecil. Bahkan saat ini sudah membina pengusaha mikro. Tapi ujungnya, dalam bentuk kesejahteraan rakyat miskin tak kunjung datang. Ada apa dengan Indonesia. Disinilah beda antara kondisi Indonesia dengan kondisi di Bangladesh. Pemikir itu penting tapi lebih penting lagi orang yang melaksanakannya. Pejabat Indonesia mungkin tidak tahu bahwa seorang

Page 4: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Muhammad Yunus adalah pencetus ide dari pengalaman langsung yang dilihatnya dimasyarakat. Ide tersebut langsung di implementasikannya sendiri. Baru kemudian dibantu oleh pemerintah. Tindakannya murni upaya pribadi atau upaya masyarakat bukan upaya pemerintah. Muhammad Yunus adalah seorang motivator yang bertanggung jawab sehingga ia diakui oleh pemerintah Bangladesh dan dunia internasional. Muhammad Yunus tidak terbangun seketika, ia memerlukan proses dan percobaan serta pengalaman. Adakah di Indonesia terdapat orang seperti Muhammad Yunus. Pertanyaan ini perlu direnungkan agar kita paham mengapa kita tidak pernah berhasil menghapus kemiskinan.

Kita tidak melihat pada sistem keuangan mikro yang dipikirkan Muhammad Yunus tetapi melihat pada perilaku yang dijalankannya. Seperti dikatakan diatas Indonesia tidak pernah kekurangan ide tapi sangat langka orang yang mampu mengeksekusi ide tersebut. Gejala ini terlihat jelas pada aparat pemerintah yang bertugas selama ini. Jadi jika melihat penghormatan yang luar biasa yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada Muhammad Yunus itu hanyalah permainan lidah yang tidak mengakar pada diri pemerintah. Itu hanyalah sekadar basa-basi simpati pemerintah kepada rakyat miskin Indonesia. Pemerintah Indonesia tidak melihat akar permasalahan yang sebenarnya mengapa masalah rakyat miskin tak pernah terselesaikan. Kebijakan yang dijalankan pun menjadi melenceng karena tidak berlandaskan akar permasalahan.

Coba lihat kebijakan yang dijalankan pemerintah Indonesia dalam menanggulangi rakyat miskin. Pemerintah tidak memberdayakan rakyat miskin dalam pembinaan yang produktif tetapi mengimimg imingnya dengan bantuan tunai langsung (BTL) yang sifatnya konsumtif. Rakyat miskin tidak dibina kekuatannya tetapi disuruh tidur dengan mengiming imingnya dengan pemberian uang. Inilah beda negara Indonesia dengan tindakan yang dilakukan oleh Muhammad Yunus. Triliunan rupiah di berikan kepada rakyat miskin dalam bentuk BTL yang sifatnya konsumtif. Kalaulah Muhammad Yunus warga Indonesia maka ia akan mempergunakan uang triliuan rupiah tersebut untuk memberdayakan rakyat miskin dalam berbagai tindakan produktif agar rakyat miskin tidak selamanya bergantung kepada pemerintah.

Jika Muhammad Yunus tahu apa yang dilakukan pemerintah Indonesia pastilah ia tertawa. Uang triliunan rupiah itu dapat menciptakan ribuan kapal ikan (sampan) yang dapat dipergunakan untuk menangkap ikan di laut oleh rakyat miskin. Triliunan rupiah itu pun dapat dipakai untuk membuka ladang pertanian baru dimana rakyat miskin bisa bekerja secara produktif. Triliunan rupiah itu juga bisa dipergunakan untuk mengembangkan usaha indutri rumah tangga, industri kecil maupun pasar pasar tradisional yang akan berpengaruh pada penciptaan pendapatan dan kesempatan kerja. Namun semua itu tidak dilakukan. Di Indonesia setiap ada kegiatan yang ditangani pemerintah pasti dikaitkan dengan kepentingan politik tertentu. Itulah salah satu sebab rakyat miskin tidak dapat diangkat kesejahteraannya.

Hal lainnya adalah menyangkut pada rakyat miskin itu sendiri. Kejujuran sulit dicari di Indonesia. Rasa malu kurang dimiliki bangsa ini. Barangkali di Bangladesh tidak demikian tajam keadaannya di mana debiturnya adalah perempuan, yang taat kepada agama. Merekapun memantangkan untuk menerima yang bukan haknya sehingga pemikiran Muhammad Yunus bisa berjalan lancar. Jadi kita harus dapat mengkoreksi diri sebelum ide seperti yang dimiliki Muhammad Yunus dapat dijalankan. Untuk hal tersebut pembinaan gaya Muhammad Yunus harus dilakukan secara terseleksi, tidak berlaku umum seperti yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Didalam melakukan pembinaan kita juga harus tahu untuk memilah antara loyang dan emas. Tidak bisa secara pukul rata. Pembinaan yang cocok

Page 5: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

adalah pembinaan yang diberikan kepada mas supaya tidak mubazir dan tidak sia sia. Bantulah mereka yang mempunyai semangat dan sifat kejujuran yang tinggi.

http://jurnalukm.wordpress.com/

<a href='http://ads6.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=a22ad6b1&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img

src='http://ads6.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=471&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&n=a22ad6b1' border='0' alt='' /></a>

Kompasiana Kompas.com Cetak ePaper Kompas TV Bola Entertainment Tekno Otomotif Female Health Properti Urbanesia Images More

GamesKompasKarierPasangIklanGramediaShopForum

<a href='http://ads6.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=ac22031e&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://ads6.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=1319&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&n=ac22031e' border='0' alt='' /></a>

BeritaPolitikHumanioraEkonomiHiburanOlahragaLifestyleWisataKesehatanTeknoMediaMudaGreenLipsusFiksianaFreez

New

Jelajahi Kompasiana.com Bersama Teman-Teman Facebook Anda

Home

Ekonomi

Wirausaha

Artikel

Wirausaha

Page 6: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Fandy Sido

TERVERIFIKASI

Jadikan Teman | Kirim Pesan

Masih amatir. Fiksi kriminal #ANONIM tayang Senin-Jumat 22.00 WIB. | @FandySido | Sebagian fiksi dan opini ada di www.bukufandy.com.

0inShare

“Bonsai People”, Lanjutan Misi Sosial Muhammad YunusREP | 30 September 2011 | 19:05 Dibaca: 193 Komentar: 26 1 inspiratif

Profesor Muhammad Yunus dalam "Bonsai People" (bonsaimovie.com)

Baru-baru ini Yayasan Muhammad Yunus memperkenalkan “Bonsai People”, sebuah film dokumenter yang mengangkat kisah sukses beberapa perempuan Bangladesh yang berhasil bangkit dari kemiskinannya dengan memberdayakan mikrokredit. Peraih nobel Perdamaian pada tahun 2006 yang juga pendiri Grameen Bank itu terus berjuang untuk menyampaikan ide-idenya seputar misi menghilangkan kemiskinan dunia. Dalam sebuah wawancara dengan majalah Guernica, Kamis (29/9/2011), ia mengatakan bahwa cara terbaik saat ini untuk mengangkat ekonomi kaum lemah adalah dengan membiarkan mereka menikmati langsung hasil usahanya. Film “Bonsai People” menggambarkan bagaimana mikrokredit bekerja, dan peluang membangun bisnis lebih besar bagi masyarakat miskin secara luas.

Page 7: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Film berdurasi kurang lebih 1 jam ini menceritakan upaya dua tokoh utamanya, Ayesha dan Aroti, perempuan yang sekaligus ibu rumah tangga miskin di pedesaan Bangladesh. Ayesha yang bekerja sebagai penambal jalanan ini sehari-hari harus mengurusi rumah tangganya sambil bekerja. Ia bahkan rela membawa anaknya ke tempat kerja. Dalam video trailer digambarkan Ayesha yang baru saja meratakan semen dengan telapak tangannya harus memberi makan siang untuk anak kecilnya dengan campuran nasi beras dan air. Kemudian bekerja lagi untuk gaji beberapa Taka. Setelah mengikuti program mikrokredit Grameen Bank, ia mulai bisa berdagang keliling buah dan sayuran dan menyisakan sedikit uang untuk tabungan dan pengembangan bisnisnya.

Tokoh lain yang diceritakan adalah Aroti, seorang perempuan paruh baya yang juga adalah anggota dewan desa. Ia bertugas melayani masyarakat yang ingin mengatur pinjamannya, di samping menggeluti bisnisnya sendiri. Aroti, dengan berbekal pinjaman mikrokredit Grameen, berhasil mengembangkan usaha pertaniannya sendiri yang menghasilkan komoditi beras untuk lebih dari setengah penduduk desa bersama anggota-anggota kelompoknya.

Film ini banyak bercerita tentang bagaimana mikrokredit bekerja dan berhasil. Ide Yunus untuk meminjamkan 7$ AS dari kantongnya sendiri kepada 42 perempuan miskin di desanya menjadi awal mula terciptanya program mikrokredit. Kini, Grameen Bank telah meminjamkan lebih dari 8 miliar dolar Amerika kepada sektiar 8 juta perempuan miskin di Bangladesh.

Memperkenalkan Bisnis Sosial

Saat ini fokus Yunus beralih, dengan memperkenalkan ide yang disebutnya sebagai “bisnis sosial”. Bisnis sosial ini adalah bentuk usaha dengan skala lebih besar, dimana sebuah perusahaan membuat program usaha riil yang melibatkan secara langsung masyarakat bisnis sebagai pemasok bahan, karyawan sekaligus target pasar/pembeli produk perusahaan itu. Sosial bisnis mengadopsi prinsip bahwa tidak boleh sepeserpun dari omzet perusahaan masuk ke kantong-kantong pribadi pemilik atau direksinya. Tugas pemilik hanya menjalankan sistem aliran modal, melancarkan produksi yang bahan-bahannya dari masyarakat, lalu menjualnya dengan murah untuk masyarakat yang paling membutuhkan.

Konsep contoh yang diangkat dalam film ini adalah Grameen Danone, sebuah joint venture antara Kelompok Grameen dengan Danone Corp, yang memproduksi produk yogurt untuk jutaan warga dan anak miskin setempat. Bahan baku perusahaan diambil dari susu-susu murni hasil usaha mikro para penduduk setempat. Dalam konsep, para warga ini berposisi sebagai pemasok tetap. Kemudian setelah menjalani proses produksi, produk yogurt langsung didistribusikan oleh dan kepada masyarakat yang membutuhkan produk. Dimensi pekerjaan dalam konsep ini terlingkup mulai dari pemasok, distributor susu, distributor produk, sampai tenaga pelatihan gizi.

“Bisnis sosial berorientasi membuat kebaikan untuk orang-orang,” kata Yunus menggambarkan inovasi ini. Ia menjelaskan, para pelaku bisnis sosial tidak akan memiliki niat sedikitpun untuk mengambil keuntungan pribadi. Semua difokuskan bagi kelangsungan bisnis bersama. Sebagai tindak lanjut, bisnis sosial ia harapkan bisa sekaligus berfungsi sebagai wajah baru program tanggung jawab sosial dari berbagai industri yang berbasis produk rakyat, sesuai tujuan pembangunan milenium (MDGs).

Page 8: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Film “Bonsai People” diperkenalkan bulan ini oleh Yunus mulai dari Amerika hingga Eropa. Dalam beberapa kesempatan, ia mengatakan bahwa keputusan pemerintah Bangladesh memecatnya dari posisi direktur Grameen Bank tidak akan menjadi batu sandungan yang berarti bagi misi-misinya dengan msyarakat miskin. Holly Mosher, sang sutradara, menilai film ini akan menjadi respon bagi film sebelumnya yang mendiskreditkan ide mikrokredit. Film “Cought in Microdebt” yang dibuat oleh Tom Heinemann pada 2010 lalu menceritakan horor yang menganggap mikrokredit sejatinya tidak benar-benar membantu dan menuduh Grameen Bank menerima kucuran dana segar dari pihak Norwegia. Tak lama setelah film itu diluncurkan, Yunus dipecat dari Grameen.

Sebagaimana diketahui, Grameen Bank atas dukungan pemerintah Bangladesh pada Maret 2011 lalu memecat Muhammad Yunus dari posisi direktur Grameen Bank. Baru-baru ini gugatan petisi yang diajukan Yunus untuk meninjau kembali keputusan itu ditolak Mahkamah Agung. Hakim Agung menilai keputusan pemerintah dan bank itu telah legal dengan alasan usia Yunus melampaui usia rata-rata pejabat ataupun pekerja di Bangladesh yakni 60 tahun. Saat itu, Yunus sudah berusia 70 tahun.

Namun, Yunus menengarai keputusan itu bermotif politik. Dirinya menilai keputusan ini sebagai balasan yang dilancarkan PM Bangladesh Syeikh Hasina Wajed lantaran pada 2007 lalu Yunus sempat mengajukan niatnya membentuk partai politik yang diduga akan menjadi saingan pemerintah.

“Terkadang saya menggambarkan orang-orang miskin sebagai pohon bonsai. Jika Anda mengambil benih dari pohon paling tinggi di hutan dan menempatkannya di dalam pot bunga, pohon itu akan tubuh hanya sebesar pot itu menampungnya. Tidak ada yang salah dengan benihnya; hanya saja secara sederhana kita tidak memberikan ruang cukup untuknya bertumbuh.

Orang-orang miskin ibarat bonsai. Tidak ada yang salah dengan asal usul mereka, lingkungan sekitarlah yang tidak pernah memberikan mereka ruang untuk tumbuh seperti orang-orang lain.

Perjuangan 30 tahun lebih mengentaskan kemiskinan kini telah menampakkan hasil. Itulah gambaran perjuangan tanpa kenal lelah yang dilakukan Muhammad Yunus, seorang dosen ekonomi yang kemudian mengabdikan hidupnya dengan mendirikan bank untuk mengentaskan kemiskinan di negaranya, Bangladesh, dengan nama Grameen Bank atau bank desa.

Berkat perjuangan tanpa kenal lelah dan penuh ketulusan, ia telah mendapat penghargaan Nobel Perdamaian tahun 2006 lalu, meski ia bukanlah seorang negarawan atau politikus, sebagaimana yang selama ini mendominasi penerima Nobel tersebut. Ia mendapatkan penghargaan tersebut bukan pada upayanya mendamaikan peperangan yang berkecamuk di dunia, tapi berkat perjuangannya memenangkan peperangan melawan kemiskinan. Sebab, menurut pihak pemberi hadiah Nobel, perdamaian yang berkesinambungan tidak akan dapat dicapai kecuali populasi dalam jumlah besar menemukan cara untuk keluar dari kemiskinan, dan itulah yang dirintis Yunus sejak tahun 1974 silam.

Page 9: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Apa yang telah diraih dan dibuktikan oleh Muhammad Yunus sebenarnya bermula dari hal sederhana, yakni keinginan menolong seorang ibu untuk mengentaskannya dari kemiskinan. Hal itu berangkat dari keprihatinannya saat melihat kenyataan di negaranya dimana terdapat begitu banyak orang miskin yang terancam kelaparan. Saat itu, ia berpikir, untuk melakukan sesuatu yang dapat ia kerjakan sebagai sesama manusia guna mencegah kematian, walaupun hanya menyangkut satu orang saja.

Ternyata, dari satu orang ibu, lama kelamaan semakin banyak ibu yang dibiayai oleh Yunus dari hasil meminjam uang di bank kampus tempat ia mengajar. Ia mampu meyakinkan pihak bank, bahwa orang-orang desa bakal sanggup mengembalikan uang yang dipinjamnya. Dan ternyata benar, dari satu orang yang dibiayai Yunus, berkat kegigihan mendampingi dan membantu mereka, jumlah itu terus berkembang menjadi ratusan orang. Kemudian, dari satu desa berkembang menjadi ratusan desa. Itulah cikal bakal bank yang sekitar 25 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 2 Oktober 1983, menjadi sebuah bank resmi yang independen yang diberi nama Grameen Bank, yakni sebuah organisasi unik yang didirikan dengan tujuan utama menyalurkan kredit mikro bagi kaum miskin di negaranya.

Sejak resmi menjadi bank, dengan filosofi yang terus dipegangnya, yakni tidak memberi ikan melainkan memberi pancing kepada kaum papa untuk mencari ikan sendiri, Grameen Bank terus berkembang. Pada sekitar tahun 2003, kelahiran Chittagong 28 Juni 1940 ini kemudian juga mengembangkan sebuah program untuk mengentaskan kehidupan pengemis dengan program “The Struggling Members Program”. Melalui program itu, sekitar 47 ribu lebih pengemis di Bangladesh telah terbantu. Dan berkat program itu, kini ribuan pengemis di sana sudah mampu mandiri dengan menjadi pengusaha kecil, tanpa meminta-minta lagi. Puluhan ribu desa di Bangladesh kini juga sudah dirambah Grameen Bank. Dan, dengan ribuan pegawai, ditambah berbagai program yang langsung memberi dampak pada masyarakat bawah, bank itu telah berkembang dan bahkan mampu memberikan pinjaman hingga miliaran dolar Amerika!

Kisah Muhammad Yunus adalah sebuah bukti bahwa ketulusan yang disertai pengabdian akan memberikan hasil yang luar biasa. Muhammad Yunus yang awalnya hanya seorang dosen yang ingin membantu seorang ibu dari keterpurukan, kini telah mampu memberi sesuatu yang jauh melebihi apa yang dibayangkannya, mengentaskan kemiskinan di negerinya dan mendapat penghargaan prestisius Nobel Perdamaian 2006.

Apa yang bisa kita petik dari kisah Muhammad Yunus ini? Mulailah segala sesuatu dari yang sederhana, dari yang kecil, dari apa yang kita bisa. Asal dapat memberi manfaat bagi orang lain, dampaknya akan terus menular dan berkembang menjadi kebaikan yang akan terus menjadi besar. Muhammad Yunus adalah contoh nyata dan teladan pribadi yang luar biasa. Dia dapat memanfaatkan ilmu yang dimiliki, empati, serta cintanya yang besar terhadap kehidupan untuk menjawab kebutuhan banyak orang di sekelilingnya dengan solusi sederhana pada awalnya

Page 10: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

MUHAMMAD YUNUS DAN GRAMEEN BANK (Part 3)

Agustus 20, 2007

Satria Dharma Catatan , Kenangan 2 Komentar

Apa arti penting Muhammad Yunus dan Grameen Bank bagi umat Islam? Muhammad Yunus dan proyek Grameen Banknya yang memenangkan hadiah Nobel Perdamaian sangat penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Ini artinya seorang umat Islam diakui oleh dunia sebagai pelopor dan pejuang bagi perdamaian dunia. Ini sungguh luar biasa! Sekarang tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa Islam (atau umatnya) tidak mampu membawa perdamaian pada dunia yang kacau balau ini. Muhammad Yunus adalah tonggak sejarah yang sangat penting dalam sejarah perjuangan Islam. Beliau adalah satu-satunya umat Islam yang diakui sebagai Pahlawan Pembawa Perdamaian bagi umat manusia sampai saat ini. Justru pada saat Islam dituding sebagai biang terror dimana-mana!

ISLAM DAN TERORISME

Selama ini (umat) Islam menghadapi tuduhan yang bertubi-tubi sebagai umat yang membawa terror ke seluruh penjuru dunia. Dunia Barat, khususnya Amerika, menghantam negara-negara Islam dengan isu terorisme. Dunia didorong untuk menerima persepsi bahwa (umat) Islam

Identik dengan terror dan kekerasan.

Anehnya, umat Islam terseret dalam permainan persepsi ini dan bahkan mengikuti kendang dari mereka yang berusaha untuk mendiskreditkan mereka. Sebagian umat Islam Indonesia bahkan diam-diam mengidolakan Osama bin Laden dan Imam Samudra. Mengapa? Karena mereka dianggap sebagai para pejuang yang berani melawan Amerika si’Tiran’. Amerika, karena kebijakan luar negerinya yang ekspansif pada negara-negara Islam, pada akhirnya memang dianggap sebagai ‘musuh’ Islam. Kebijakannya yang membela tanpa reserve terhadap Israel, yang dianggap perampok tanah Palestina (yang dianggap sebagai representasi ‘Islam’) dianggap tidak adil terhadap bangsa Palestina. Ini membuat Amerika dibenci oleh banyak umat dan negara Islam. Amerika dan beberapa negara sekutunya dianggap sebagai musuh umat Islam.

Osama Bin Laden dan Imam Samudera membom rakyat sipil dengan dalih memerangi Amerika si ‘dajal’ dengan membawa bendera Islam. Karena persepsi ‘Musuh dari dari musuh saya adalah teman saya’, apalagi jika membawa-bawa bendera Islam, tidak bisa tidak hal ini membuat umat Islam menjadi terseret ke dalam permainan persepsi.

Selama ini beberapa pemimpin dan ulama Islam terus menerus meniup-niupkan tentang betapa jahatnya Amerika, Barat, Yahudi, dan Kristen.

Page 11: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Dikesankan bahwa Barat, Yahudi dan Kristen berkonspirasi untuk menghancurkan Islam sehingga umat Islam harus melawan dengan segala cara. Ayat-ayat Al-Qur’an pun digunakan untuk membenarkan hipotesis ini. Umat Islam digiring untuk berpikir bahwa musuh Islam adalah Barat (Amerika dan konco-konconya), Yahudi (Israel) yang menjajah Palestina (yang dianggap representasi Islam), dan Kristen yang tidak rela Islam berkembang. Akhirnya umat Islam disibukkan hari-harinya dengan impian untuk membentuk khilafah agar dapat mempertahankan identitas keislamannya. Semakin Islam ditekan dan dipersepsikan negatif, semakin kuat juga umat Islam bertahan dan mempertahankan apa pun simbol yang identik dengan Islam. Fenomena umat Islam yang semakin tidak toleran terhadap umat lain akhir-akhir ini sebenarnya merupakan representasi kecemasan mereka akan serangan terhaap identitas mereka.

Jadi (umat) Islam akhirnya memang dipersepsikan sebagai musuh dari umat lain yang tidak segan-segan untuk menggunakan kekerasan dan terror untuk menghadapi mereka. Sungguh salah kaprah.

Sosok Osama bin Laden dan Imam Samudra akhirnya justru muncul sebagai sosok yang dianggap sebagai ‘pahlawan’ bagi sebagian umat Islam karena mereka adalah figure-figur yang berani melawan para ‘tiran’.

Tak salah jika kemudian umat lain bertanya-tanya dimana konsep ‘rahmatan lil alamin’ yang selama ini digembar-gemborkan oleh para umat Islam. Jika memang umat Islam adalah berkah dan rahmat bagi alam semesta dan seisinya mengapa belum juga muncul contoh-contoh nyata tentang betapa mulia dan hebatnya ajaran Islam itu?

Untunglah kita punya Muhammad Yunus! Dengan Nobel Perdamaiannya itu kita bisa katakan bahwa dunia mengakui bahwa ada umat Islam yang benar-benar membawa rahmat dan berkat bagi dunia dan diakui oleh dunia internasional. Tanpa Muhammad Yunus umat Islam masih akan terjebak pada figur Osama bin Laden dan Imam Samudra. Alangkah tragisnya!

MASALAH UMAT ISLAM

Jelas sekali umat Islam saat ini masih dililit sejumlah permasalahan krusial yang bisa menggiring umat menjadi kaum paria di era global. Masalah kemiskinan adalah salah satunya. Negara-negara Islam mulai dari Maroko hingga Indonesia, umumnya masih dibelit kemiskinan yang bersifat struktural dan kultural sekaligus. Apalagi kalau kita lihat ke negara-negara Afrika dan Asia Selatan, Negara-negara seperti Nigeria, Sudan, Ethiopia, Senegal, Chad, atau Pantai Gading yang mayoritas Muslim, dibelit kemiskinan yang akut. Kematian akibat kekurangan gizi alias kelaparan merupakan pemandangan sehari-hari di benua hitam. Begitu pula di Asia Selatan seperti Bangladesh dimana Muhammad Yunus memulai misinya.

Page 12: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Muhammad Yunus adalah contoh nyata bahwa umat Islam dapat menjadi pelopor kepada umat manusia lain bagaimana membuat dunia ini menjadi lebih damai dengan program penghapusan kemiskinannya tersebut. Umat Islam membutuhkan seorang pahlawan baru, seorang figur keteladanan yang dapat memberikan inspirasi kepada umat Islam lainnya agar dapat melakukan inisiatif dalam menyelesaikan masalah-malasah di tubuh umat Islam itu sendiri.

Di antara problem besar yang menyebabkan keterbelakangan umat Islam adalah korupsi. Korupsi di negara-negara Muslim betul-betul telah bersifat destruktif, melemahkan sendi-sendi kepemerintahan. Ironisnya, upaya untuk menghentikan korupsi dihadang oleh resistensi atas gerakan antikorupsi tersebut.

Problem lainnya adalah masalah pendidikan dan kesehatan. Secara umum negara-negara Muslim tingkat pendidikannya masih memprihatinkan. Masih banyak yang buta huruf. Angka partisipasi di dalam pendidikan masih rendah. Urusan perut membuat sulit bagi mereka untuk bicara tentang tantangan global. Di bidang kesehatan, beberapa penyakit menular masih mengancam negara-negara Muslim. Sementara itu sumber daya pemerintah sangat terbatas untuk menghadapinya (dan sebagian dikorupsi sendiri oleh para birokrat). Manajemen yang korup menyebakan anggaran yang dialokasikan bagi peningkatan kesejahteraan warga menjadi raib.

Apa yang telah dimulai oleh Muhamad Yunus dengan kredit mikronya kini telah merambah pada usaha untuk memecahkan masalah pendidikan dan kesehatan. Dan ia telah menunjukkan betapa berhasilnya inisiatifnya tersebut.

Dunia Islam juga tidak bisa lagi diamanatkan kepada pemimpin formal yang tidak punya visi, kemampuan dan tekad yang kuat untuk menyelesaikan permasalahan secara tepat. Umat Islam butuh pemimpin dan keteladanan yang inspiratif macam Muhammad Yunus. Inisiatif dan perjuangannya telah menunjukkan bukti-bukti nyata dan metodologi yang digunakannya memang benar-benar efektif untuk dapat dilakukan di mana pun untuk mengatasi masalah-masalah di atas.

Sekaranglah saatnya umat Islam di seluruh dunia untuk berpaling dari ‘tokoh-tokoh’ palsu dan menujukan pandangannya pada pahlawan dan tokoh ‘rahmatan lil alamin sejati’ seperti Muhammad Yunus. Ia sangat cocok untuk dijadikan idola baru bagi perjuangan Islam justru karena ia tidak membawa-bawa bendera ideologi apapun. Ia bukanlah seorang ‘Sunni’ atau ‘Syiah’, ia bukanlah ‘NU’ atau ‘Muhammadyah”, Ia bukanlah ‘konservatif’ atau ‘liberal’. Ia hanya seorang umat Islam yang berjuang melawan kemiskinan yang membelit umat Islam tanpa merasa perlu membawa-bawa bendera. Dan ia berhasil membuktikan bahwa seorang umat Islam yang berjuang untuk membebaskan umat manusia dari

Page 13: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

kemiskinan ternyata dianggap oleh dunia sebagai pahlawan bagi perdamaian dunia dan pahlawan bagi kemanusiaan!

Mari kita sambut Muhammad Yunus sebagai pahlawan dan teladan baru Islam!

Satria “One day our grandchildren will go to museums to see what poverty was like” (Muhammad Yunus, The Independent,May 5th 1996)

Bagus !!!!! yank q tulis,,

Semangat dalam semboyan diataslah yang membuat seorang Muhmmad Yunus menerima nobel perdamaian tahun 2006. Bahkan karyanya di Grameen Bank telah membuatnya menyingkirkan kandidat lainnya. Seorang Presiden yang pada masa kepemimpinannya dapat menyelesaikan konflik yang berusia puluhan tahun.

Untuk memahami makna perdamaian yang mengilhami karya M. Yunus, haruslah meluaskan makna perdamaian dari sekedar proses resolusi konflik.

Ketika kekerasan itu tiada maka hadirlah kedamaian. Makna kekerasan juga tak semata-mata sebuah konflik antar kelompok. Kekerasan juga bermakna penindasan yang membuat sekelompok masyarakat tak berdaya. Termasuk di dalamnya tak berdaya untuk keluar dari masalah seperti kemiskinan. Dalam kerangka pembebasan dari penindasan dalam bentuk kemiskinan inilah Muhammad Yunus hadir di Bangladesh dengan mengibarkan bendera Grameen Bank.

Muhammad Yunus merupakan anak ketiga dari 14 bersaudara. Sayangnya, 5 diantaranya meninggal dunia pada masa balita. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana dan strata-2 di Chittagong dan kemudian mendapatkan Fullbright scholarship dan menerima gelar Ph.D. dari Vanderbilt University, Nashville, Tennessee. Pada tahun 1972 menjadi pimpinan Department Ekonomi di Chittagong University. Sebagai seorang ekonom yang memegang gelar PhD, Muhammad Yunus merupakan seorang yang memberontak terhadap teori-teori ekonomi yang dimilikinya. Dalam hukum ekonomi, sebuah bank memberikan pinjaman jika sang peminjam memiliki 5 C (Collateral, Character, Capital, Capacity and condition) yang dipandang layak. Namun, perlawanannya tersebut merupakan jawaban atas ketidakberdayaan teori ekonomi yang diyakininya untuk menjawab permasalahan kemiskinan yang terjadi di Bangladesh.

Pertanyaan yang selalu membuat Yunus gundah adalah mengapa orang yang bekerja 12 jam sehari, 7 hari seminggu tidak punya cukup makanan untuk makan? Kegeraman muncul di hati Yunus karena ilmu yang dipelajarinya tak mampu untuk menjawab pertanyaan tersebut. AKhirnya, Yunus memutuskan untuk belajar dengan orang miskin untuk memaha-mi masalah mereka. Selama 2 tahun dari tahun 1975 hingga 1976, Yunus mengajak mahasiswanya berkeliling di desa Jobra. Kegundahan Yunus semakin menjadi-jadi ketika masalah kemiskinan cukup mudah untuk dimengerti namun tidak mudah untuk menemukan solusinya. Muhammad Yunus menemukan pencerahan ketika pada salah satu acara

Page 14: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

berkeliling ke desa bertemu dengan seorang wanita pembuat bangku dari bambu. Namun, karena ketidaaan modal wanita tersebut meminjam kepada rentenir untuk membeli bambu sebagai bahan baku. Setelah bangku tersebut jadi harus dijual kepada rentenir dan dia hanya mendapatkan selisih keuntungan sekitar 1 penny.

Dengan bantuan mahasiswanya, Muhammad Yunus menemukan 42 keluarga lainnya yang mengalami permasalahan serupa. Karyanya diawali dengan memberikan kredit sejumlah US$17 kepada 42 orang miskin. Pinjaman yang diberikan kurang dari US$ 1 per orang. Namun dengan jumlah pinjaman yang kecil dan tanpa agunan tersebut, meningkatkan omset seorang pembuat bangku dari sekitar 2 penny perhari menjadi US $ 1,25 per hari. Pada tahap awal ini, dana yang dipinjamkannya diambil dari uang pribadi Muhammad Yunus. Dengan meminjamkan uang tersebut, beliau tidak menganggap dirinya sebagai seorang bankir tetapi pembebas bagi 42 keluarga miskin di Bangladesh.

Akhirnya, Yunus menemukan sebuah revolusi dalam pemikirannya, kemiskinan terjadi bukan karena kemalasan tetapi karena permasalahan struktural, ketiadaan modal. Sistem ekonomi yang berlangsung membuat kelompok masyarakat miskin tidak mampu menabung bahkan hanya 1 penny sehari. Akibatnya, orang miskin tidak dapat melakukan investasi bagi pertumbuhan usahanya. Rentenir memberikan bunga sekitar 10% bagi pinjaman yang diberikannya. Sehinga, bagaimanapun juga orang miskin bekerja keras dirinya tak dapat keluar dari garis kemiskinan.

Pria kelahiran Chittagong, Bangladesh pada 28 juni 1940 ini akhirnya mendirikan Grameen Bank sebagai sebuah alternatif pemberdayaan kelompok miskin di Bangladesh pada tahun 1976. Tidak kepada sembarang orang Yunus dan Grameen Bank menyalurkan kreditnya. Sebagai bagian dari usaha pemberdayaan, Yunus memberikan kredit kepada wanita dalam nilai yang kecil dan tidak menggunakan jaminan. Salah satu target utama dari kredit yang diberikan Grameen adalah mereka yang tak memiliki tanah. Karena kelompok masyarakat dalam kategori tersebut sama sekali tidak memiliki akses untuk mendapatkan kredit.

Hingga saat ini, Grameen Bank telah mampu melayani hampir 50% penduduk miskin di Bangladesh. Hinga 13 desember 2006, Grameen Bank mencatat sebanyak 1.074.939 kelompok di seluruh bangladesh telam mampu dilayaninya. Total kredit yang diberikannya mencapai US $ 5,887.52 pada bulan november dan dikembalikan hampir 98.97%. Bermodalkan kepercayaan kepada kelompok rentan dalam hal ini masyarakat miskin, Grameen Bank telah membantu Bangladesh untuk keluar dari lembah kemiskinan. (gm)

M. Yunus Sang Pemenang Nobel Perdamaian Dec 27, '06 10:47 PMuntuk semuanya

Page 15: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Hingga detik-detik terakhir, Muhammad Yunus sama sekali tidak disebut-sebut berpeluang menerima hadiah Nobel Perdamaian 2006. Para petaruh dan situs-situs berita menjagokan mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari yang berjasa meredakan konflik Aceh.

Tokoh lain yang dijagokan adalah Mantan Menteri Luar Negeri Australia Gareth Evans yang berjasa merekonstruksi Kamboja dan Vietnam; aktivis etnik Uighur Rebiya Kadeer yang menuduh Pemerintah China menyiksa orang Uighur di barat daya Xinjiang; dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Ya, inilah ajang penghargaan Nobel yang sering memberi kejutan. Siapa sangka tokoh yang diacuhkan media Barat ini akhirnya meraih penghargaan sangat prestisius.

Sebelum mendapat Nobel Perdamaian, Yunus memang bukan sosok "seksi" untuk diberitakan media massa dibandingkan dengan tokoh-tokoh pereda konflik seperti Ahtisaari. Pasalnya, Yunus "hanya" seorang profesor ekonomi dari salah satu negara termiskin di dunia yang berjuang menghapus kemiskinan, sebuah tema perjuangan yang di tingkat global lebih sering menjadi wacana daripada sebuah aksi.

Akan tetapi, setelah penghargaan Nobel jatuh ke tangan Yunus, orang baru sadar betapa penting dan berharganya program pembebasan kaum papa dari kemiskinan. Orang mungkin juga akan melihat bahwa perjuangan Yunus sangat kontekstual dengan upaya mengatasi kesenjangan ekonomi dan politik antara negara kaya dan negara miskin, antara negara Barat dan Timur, dan antara negara Utara dan Selatan.

Kelaparan

Kiprah Yunus memberdayakan kaum papa telah dilakukannya sejak tahun 1974. Ketika itu, sebagai profesor ekonomi di Universitas Chittagong, dia memimpin para mahasiswa untuk berkunjung ke desa-desa miskin di Banglades.

Betapa kagetnya Yunus ketika dia menyaksikan warga miskin di desa-desa berjuang lolos bertahan dari kelaparan yang melanda negara itu dan telah menewaskan ratusan ribu orang.

Page 16: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Selanjutnya, sebagai akademisi Yunus pun merasa berdosa. "Ketika banyak orang sedang sekarat di jalan-jalan karena kelaparan, saya justru sedang mengajarkan teori-teori ekonomi yang elegan," kata Yunus.

"Saya mulai membenci diri saya sendiri karena bersikap arogan dan menganggap diri saya bisa menjawab persoalan itu (kemiskinan). Kami profesor universitas semuanya pintar, tetapi kami sama sekali tidak tahu mengenai kemiskinan di sekitar kami. Sejak itu saya putuskan kaum papa harus menjadi guru saya," tambahnya.

Dari perasaan bersalah itu, laki-laki kelahiran Chittagong tahun 1940 itu mulai mengembangkan konsep pemberdayaan kaum papa. Filosofi yang dia bangun adalah bagaimana membantu kaum miskin agar bisa mengangkat derajat mereka sendiri. Dia tidak ingin memberi ikan, melainkan memberi pancing kepada kaum papa untuk mencari ikan sendiri.

Dua tahun kemudian, Yunus mulai mengembangkan program kredit mikro tanpa agunan untuk kaum papa yang tidak dapat mengakses pinjaman bank.

Program ini menjadi semacam gugatan Yunus terhadap ketidakadilan dunia terhadap kaum miskin. "Mengapa lembaga keuangan selalu menolak orang miskin? Mengapa informasi teknologi menjadi hak eksklusif orang kaya," tuturnya.

Untuk menjalankan program itu, awalnya Yunus merogoh koceknya sendiri sebesar 27 dollar AS. Uang itu digunakannya guna membantu modal bagi ibu-ibu pembuat keranjang bambu.

Saat itu, dia begitu yakin bahwa jika orang miskin diberi akses kredit seperti yang diberikan kepada orang kaya, mereka pasti bisa mengelolanya dengan baik. "Berikan itu (kredit) kepada orang miskin, mereka akan bisa mengurus dirinya," katanya. Keyakinan Yunus tidak meleset. Program kredit mikro yang digulirkannya terus berkembang. Jutaan orang miskin pun bisa keluar dari jerat lintah darat setelah diberi kredit mikro.

Punya 6,6 juta nasabah

Tahun 1983, Yunus mentransformasi lembaga kreditnya menjadi sebuah bank formal dengan aturan khusus bernama Bank Grameen, atau Bank Desa dalam bahasa Bengali. Kini, bank ini memiliki 2.226 cabang di 71.371 desa. Hebatnya lagi, modal bank ini 94 persen dimiliki nasabah, yakni kaum miskin, dan sisanya dimiliki pemerintah.

Bank tersebut kini mampu menyalurkan kredit puluhan juta dollar AS per bulan kepada 6,6 juta warga miskin yang menjadi peminjamnya. Sebanyak 96 persen nasabah bank ini adalah kaum perempuan.

Kalau sudah begini, gerakan Yunus tidak lagi bisa dipandang sebagai gerakan ekonomi semata, tetapi menjadi gerakan politik dan sosial berdimensi jender yang dilakukan kaum papa.

Page 17: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Meski demikian, dia menegaskan bahwa gerakannya bukanlah genderang perang yang ditabuh kepada kaum kaya. "Ini hanyalah gerakan untuk membantu orang miskin. Saya tidak peduli jika orang kaya bertambah kaya. Itu sama sekali tidak mengganggu saya. Kalau ada beberapa Bill Gates di negara ini, saya tidak peduli," katanya.

"Saya hanya khawatir dengan orang miskin yang bertambah miskin atau tidak punya kesempatan menjadi kaya. Meningkatkan derajat kaum papa itu yang paling penting," tambahnya.

Gerakan pemberdayaan kaum papa yang diprakarsai Muhammad Yunus kini diadopsi oleh lembaga-lembaga pemberdayaan masyarakat miskin di seluruh dunia. Bahkan, Bank Dunia yang sebelumnya memandang program ini secara sebelah mata kini mengadopsi gagasan kredit mikro.

Sekarang, tinggal satu impian sang bankir kaum papa yang belum sepenuhnya terwujud, yakni menghapus kemiskinan di seluruh dunia.

Banyak negara berkembang di dunia dengan ciri khas puluhan juta rakyatnya hidup miskin. Indonesia pun termasuk di dalamnya. Negara-negara berkembang itu harusnya malu, demikian pula Indonesia, terutama kepada peraih hadiah Nobel Perdamaian 2006.

Lebih malu lagi adalah Indonesia. Mengapa? Kita sudah lama dicekoki dengan berita kemiskinan. Ini adalah akumulasi dari kesalahan fokus pembangunan sejak 1945. Akhir-akhir ini kita dicekoki berbagai penyakit terkait malnutrisi, sekelompok penduduk yang makan tak sesuai standar. Rakyat kita seperti mati di lumbung padi.

Indonesia adalah salah satu anggota OPEC, organisasi pengekspor minyak dengan kondisi warganya yang relatif mampu buah dari pembangunan berbasis migas. Tapi, Indonesia tidak demikian halnya. Bahkan, Indonesia menjadi salah satu sorotan Program Millennium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan PBB. Dari 1,2 miliar penduduk miskin di dunia, sepertiga ada di Asia. Setelah China dan India, Indonesia adalah lokasi utama warga miskin dunia itu.

Indonesia harus lebih malu lagi, karena selain punya minyak, Indonesia juga punya gas, batu bara, dan berbagai sumber energi lain seperti tenaga uap dan air. Tetapi apa yang terjadi? Rakyat harus menanggung kenaikan BBM. Ada lagi, rakyat harus menahan sesak di dada karena dalam beberapa tahun terakhir justru dijejali dengan persoalan pemadaman.

Konyol dan Ironis memang. Listrik bukan hanya untuk menerangi kita saat gelap. Listrik adalah salah satu penggerak ekonomi. Penggerak itu pun padam, kadang-kadang, untuk tidak mengatakan sering terjadi.

Ada lagi alasan lain bagi Indonesia untuk malu. Masih ingat dengan program orde baru kredit Bimas (Bimbingan Masal)? Sudah di mana program kredit yang bertujuan membangkitkan ekonomi rakyat pedesaan itu.

Page 18: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Ada lagi koperasi unit desa (KUD), yakni sebuah lembaga yang juga memberi perhatian pada pemberian kredit mikro ke pedesaan. Di mana itu semua program-program KUD? Jangan-jangan kita sudah lupa dengan istilah KUD.

Ada lagi, pada awal dekade 1990-an, Departemen Keuangan dan Bank Indonesia meluncurkan salah satu paket bernama kredit usaha kecil (KUK). Dalam program itu, disebutkan bahwa dari total kredit yang disalurkan bank, sebesar 20 persen harus disalurkan ke kredit mikro.

Selalu punya alasan

Akan tetapi, fakta empiris menunjukkan, persentase kredit untuk KUK tidak pernah mencapai minimal 20 persen. Selalu ada alasan perbankan untuk memberi argumentasi soal kegagalan KUK itu. Penerima kredit tidak memiliki jaminan, tidak tahu pembukuan, dan tidak terjangkau oleh bank karena orang-orangnya terpencar.

Grameen Bank, badan penerima Nobel Perdamaian 2006, secara implisit memperlihatkan bahwa alasan perbankan itu tidak lebih dari sebuah alasan untuk menghindar. Dalam hal kredit, Indonesia ini tergolong off- track. Alirannya mengucur ke properti, kelas atas lagi. Kita lupa, sebagian besar rakyat hidup dalam kenestapaan, kesengsaraan.

Ironisnya, perbankan kita justru bukan tergolong sebagai industri perbankan yang paling solid sedunia. Hingga kini perbankan Indonesia dijejali masalah kekurangan modal, kredit macet. Itu tak lain karena kebijakan pengucuran kreditnya.

Inilah permasalahan utama di Indonesia yang harus diatasi jika kita ingin benar-benar menjadi bangsa yang berjaya, punya status, dan dihargai dunia.

Lalu, apa yang harus kita lakukan? Tak lain adalah agar semua pihak kembali ke khitah. Kembali memikirkan program-program politik, ekonomi, yang tujuannya adalah memberdayakan rakyat. Tanpa itu semua, tak akan ada kewibawaan pemerintahan, elite-elite politik di mata rakyatnya. Yang ada hanyalah sikap rakyat yang sudah pasrah, tak peduli, dan tak tahu mengadu ke mana.

Benar, selama ini para politisi, partai-partai besar atau kecil, selalu menjual kemiskinan. Selalu menjanjikan kemakmuran di setiap kampanye. Kita harus malu. Itu belum seutuhnya terjadi. Akhir kata, kita harus malu pada Grameen Bank dan Muhammad Yunus, penerima Nobel Perdamaian, karena komitmennya pada kaum papa.

Ditulis oleh Budi Suwarna dan Simon Saragih.

picture M. Yunus Bankir of Grameen, Bangladesh

Sebelumnya: Merry ChristmasSelanjutnya : Si Mini yang Maksi

Perjuangan 30 tahun lebih mengentaskan kemiskinan kini telah menampakkan hasil. Itulah gambaran perjuangan tanpa kenal lelah yang dilakukan Muhammad Yunus,

Page 19: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

seorang dosen ekonomi yang kemudian mengabdikan hidupnya dengan mendirikan bank untuk mengentaskan kemiskinan di negaranya, Bangladesh, dengan nama Grameen Bank atau bank desa.Berkat perjuangan tanpa kenal lelah dan penuh ketulusan, ia telah mendapat penghargaan Nobel Perdamaian tahun 2006 lalu, meski ia bukanlah seorang negarawan atau politikus, sebagaimana yang selama ini mendominasi penerima Nobel tersebut.Ia mendapatkan penghargaan tersebut bukan pada upayanya mendamaikan peperangan yang berkecamuk di dunia, tapi berkat perjuangannya memenangkan peperangan melawan kemiskinan. Sebab, menurut pihak pemberi hadiah Nobel, perdamaian yang berkesinambungan tidak akan dapat dicapai kecuali populasi dalam jumlah besar menemukan cara untuk keluar dari kemiskinan, dan itulah yang dirintis Yunus sejak tahun 1974 silam.

Apa yang telah diraih dan dibuktikan oleh Muhammad Yunus sebenarnya bermula dari hal sederhana, yakni keinginan menolong seorang ibu untuk mengentaskannya dari kemiskinan. Hal itu berangkat dari keprihatinannya saat melihat kenyataan di negaranya dimana terdapat begitu banyak orang miskin yang terancam kelaparan. Saat itu, ia berpikir, untuk melakukan sesuatu yang dapat ia kerjakan sebagai sesama manusia guna mencegah kematian, walaupun hanya menyangkut satu orang saja. Ternyata, dari satu orang ibu, lama kelamaan semakin banyak ibu yang dibiayai oleh Yunus dari hasil meminjam uang di bank kampus tempat ia mengajar. Ia mampu meyakinkan pihak bank, bahwa orang-orang desa bakal sanggup mengembalikan uang yang dipinjamnya. Dan ternyata benar, dari satu orang yang dibiayai Yunus, berkat kegigihan mendampingi dan membantu mereka, jumlah itu terus berkembang menjadi ratusan orang. Kemudian, dari satu desa berkembang menjadi ratusan desa. Itulah cikal bakal bank yang sekitar 25 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 2 Oktober 1983, menjadi sebuah bank resmi yang independen yang diberi nama Grameen Bank, yakni sebuah organisasi unik yang didirikan dengan tujuan utama menyalurkan kredit mikro bagi kaum miskin di negaranya. Sejak resmi menjadi bank, dengan filosofi yang terus dipegangnya, yakni tidak memberi ikan melainkan memberi pancing kepada kaum papa untuk mencari ikan sendiri, Grameen Bank terus berkembang. Pada sekitar tahun 2003, kelahiran Chittagong 28 Juni 1940 ini kemudian juga mengembangkan sebuah program untuk mengentaskan kehidupan pengemis dengan program “The Struggling Members Program”. Melalui program itu, sekitar 47 ribu lebih pengemis di Bangladesh telah terbantu. Dan berkat program itu, kini ribuan pengemis di sana sudah mampu mandiri dengan menjadi pengusaha kecil, tanpa meminta-minta lagi. Puluhan ribu desa di Bangladesh kini juga sudah dirambah Grameen Bank. Dan, dengan ribuan pegawai, ditambah berbagai program yang langsung memberi dampak pada masyarakat bawah, bank itu telah berkembang dan bahkan mampu memberikan pinjaman hingga miliaran dolar Amerika! Kisah Muhammad Yunus adalah sebuah bukti bahwa ketulusan yang disertai

Page 20: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

pengabdian akan memberikan hasil yang luar biasa. Muhammad Yunus yang awalnya hanya seorang dosen yang ingin membantu seorang ibu dari keterpurukan, kini telah mampu memberi sesuatu yang jauh melebihi apa yang dibayangkannya, mengentaskan kemiskinan di negerinya dan mendapat penghargaan prestisius Nobel Perdamaian 2006. Apa yang bisa kita petik dari kisah Muhammad Yunus ini? Mulailah segala sesuatu dari yang sederhana, dari yang kecil, dari apa yang kita bisa. Asal dapat memberi manfaat bagi orang lain, dampaknya akan terus menular dan berkembang menjadi kebaikan yang akan terus menjadi besar. Muhammad Yunus adalah contoh nyata dan teladan pribadi yang luar biasa. Dia dapat memanfaatkan ilmu yang dimiliki, empati, serta cintanya yang besar terhadap kehidupan untuk menjawab kebutuhan banyak orang di sekelilingnya dengan solusi sederhana pada awalnya

23 October 2011

Biografi Muhammad Yunus Muhammad Yunus (bahasa Bengali: মো��হা�ম্মদ ইউনুস), lahir di Chittagong, East Bengal, kini Bangladesh), 28 Juni 1940; umur 71 tahun) adalah seorang bankir dari Bangladesh yang mengembangkan konsep kredit mikro, yaitu pengembangan pinjaman skala kecil untuk usahawan miskin yang tidak mampu meminjam dari bank umum. Yunus mengimplementasikan gagasan ini dengan mendirikan Grameen Bank. Ia juga memenangkan Hadiah Budaya Asia Fukuoka XII 2001. Ia terpilih sebagai penerima Penghargaan Perdamaian Nobel (bersama dengan Grameen Bank) pada tahun 2006.

Page 21: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Yunus lahir di Chittagong, dan belajar di Chittagong Collegiate School dan Chittagong College. Kemudian ia melanjutkan ke jenjang Ph.D. di bidang ekonomi di Universitas Vanderbilt pada tahun 1969. Selesai kuliah, ia bekerja di Universitas Chittagong sebagai dosen di bidang ekonomi. Saat Bangladesh mengalami bencana kelaparan pada tahun 1974, Yunus terjun langsung memerangi kemiskinan dengan cara memberikan pinjaman skala kecil kepada mereka yang sangat membutuhkannya. Ia yakin bahwa pinjaman yang sangat kecil tersebut dapat membuat perubahan yang besar terhadap kemampuan kaum miskin untuk bertahan hidup.

Muhammad Yunus tergerak melakukan sesuatu berangkat dari panggilan jiwa, bukan dari sebuah teori yang dirumuskannya atau dari buku yang ditulisnya. Pada 1974, Bangladesh, negara asal Muhammad Yunus, sedang dilanda krisis ekonomi yang parah, lebih parah dari sekarang. Pada saat itu, Muhammad Yunus adalah seorang dosen ekonomi di universitas Chittagong. Dari ruang kerjanya, Yunus memperhatikan kehidupan di sekitar kampusnya.

Kemiskinan yang terpampang di depan matanya membuatnya turun ke jalan-jalan di sekitar kampusnya tersebut. Kehidupan masyarakat yang begitu mengiris batinnya. Keadaan yang begitu menyedihkan tersebut sangat menohok rasa intelektualitasnya.

Page 22: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Sebagai seorang dosen ekonomi yang telah mempelajari berbagai hukum ekonomi, rumusan, dan solusi ekonomi, tapi belum mampu menerapkan semua teori tersebut ke dalam dunia nyata. Muhammad Yunus mulai berpikir secara mendalam bagaimana membantu mengangkat orang-orang disekelilingnya menjadi lebih baik dari sekarang.

Konsep yang diterapkan oleh Muhammad Yunus sebenarnya tidak jauh berbeda dari konsep koperasi yang telah diperkenalkan oleh Muhammad Hatta, wakil presiden pertama yang juga merupakan ahli ekonomi. Muhammad Yunus memberikan pinjaman kepada orang-orang yang tak berdaya secara ekonomi tanpa jaminan sama sekali. Yunus sangat yakin bahwa perekonomian orang-orang yang tak berdaya itu terjadi karena mereka tidak memiliki akses ke dunia ekonomi.

Dengan memberikan pinjaman skala kecil kepada para wanita miskin dan membina mereka menjadi pengusaha, Yunus yakin langkah awalnya itu akan membantu mereka. Agar semua langkah yang telah diambilnya menjadi lebih terfokus, Yunus mendirikan sebuah Bank yang diberi nama Grameen Bank.

Yunus tidak pernah berpikir bahwa langkah awal itu akan menjadi langkah luar biasa yang akan mengantarkannya meraih berbagai penghargaan, seperti, Hadiah Budaya Asia Fukuoka XII 2001 dan hadiah nobel pada 2006.

Page 23: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya

Ketika Yunus datang ke Indonesia dan memberikan ceramah serta berbagi cerita tentang pengalamannya, semua yang hadir tak melihat yang dilakukan Yunus sebagai sesuatu yang baru bagi masyarakat Indonesia.

Yang membuat apa yang Yunus lakukan berbeda adalah tekad yang kuat yang benar-benar tulus membantu bangsanya meraih sesuatu yang lebih baik demi masa depan yang lebih cerah. Sepertinya bila Indonesia memiliki banyak orang seperti Yunus, maka kedahsyatan efek ekonominya pasti lebih hebat lagi bagi Indonesia.

Konsep Grameen Bank sekarang banyak ditiru oleh bangsa lain termasuk Amerika Serikat. Pada dasarnya, Muhammad Yunus sangat percaya bahwa siapapun akan mampu membantu dirinya sendiri untuk bangkit dari keterpurukan asalkan diberikan kail terlebih dahulu.

Bahwa otak akan semakin berkembang bila diberi stimulus yang tept. Keyakinan inilah yang membuat Yunus tetap memberikan pinjaman kepada masyarakat lemah yang ingin maju. Grameen Bank telah membantu banyak anak Bangladesh meraih cita-cita dengan belajar di perguruan tinggi. Sudah ribuan rumah tangga yang kini memiliki rumah layak huni dengan berkecukupan makanan di dalamnya. Penyaluran dana sudah mencapai $ 3 miliar untuk 2,4 juta peminjam.

Konsep gotong royong yang tercermin dalam 'Kelompok Solidaritas' yang diterapkan oleh Grameen Bank hingga kini belum terlihat adanya kelemahan dan kegagalan yang berarti.

Page 24: Masalah Ekonomi Memang Menjadi Masalah Krusial Bagi Kalangan Menengah Ke Bawah Khususnya