manual semester 6 thn 2016

150
1 HETEROANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ANAK Annang Giri Moelya, Ismiranti Andarini, Fadillah Tia Nur, Evi Rokhayati* PENDAHULUAN Anak yang sakit harus ditangani dengan sebaik-baiknya, agar ia dapat sehat kembali dan proses tumbuh kembang dapat optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis penyakitnya dengan akurat. Pendekatan melalui anamnesis dan diagnosis fisik masih tetap merupakan cara yang baku, yang harus dikuasai oleh setiap dokter. Adanya alat-alat sederhana maupun alat-alat mutakhir yang canggih untuk membantu menegakkan diagnosis, tetapi tidak dapat menggantikan kedudukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jadi dalam dunia kedokteran modern sekarang ini proses diagnostik tetap diawali dengan anamnesis serta pemeriksaan fisik. Penguasaan yang baik atas anamnesis dan pemeriksaan fisik akan dapat mengarahkan pemeriksaan kepada diagnosis yang benar. Pemeriksaan fisik pada anak banyak persamaannya dengan pemeriksaan fisik pada orang dewasa, namun banyak hal yang berbeda secara bermakna. Yang harus selalu diingat dalam melakukan pemeriksaan fisik pada anak ialah pada bayi dan anak ada proses tumbuh dan berkembang. Karena itu semua penemuan fisik harus selalu dihubungkan dengan tingkat pertumbuhannya. Contoh : hati yang teraba 2 cm di bawah arkus kosta normal untuk bayi dan balita, tetapi abnormal untuk anak remaja. *Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Upload: vongoc

Post on 05-May-2017

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Manual semester 6 thn 2016

1

HETEROANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ANAK

Annang Giri Moelya, Ismiranti Andarini, Fadillah Tia Nur, Evi Rokhayati*

PENDAHULUAN

Anak yang sakit harus ditangani dengan sebaik-baiknya, agar ia dapat sehat

kembali dan proses tumbuh kembang dapat optimal sesuai dengan potensi genetiknya.

Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis penyakitnya

dengan akurat.

Pendekatan melalui anamnesis dan diagnosis fisik masih tetap merupakan cara

yang baku, yang harus dikuasai oleh setiap dokter. Adanya alat-alat sederhana maupun

alat-alat mutakhir yang canggih untuk membantu menegakkan diagnosis, tetapi tidak

dapat menggantikan kedudukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jadi dalam dunia

kedokteran modern sekarang ini proses diagnostik tetap diawali dengan anamnesis serta

pemeriksaan fisik. Penguasaan yang baik atas anamnesis dan pemeriksaan fisik akan

dapat mengarahkan pemeriksaan kepada diagnosis yang benar.

Pemeriksaan fisik pada anak banyak persamaannya dengan pemeriksaan fisik

pada orang dewasa, namun banyak hal yang berbeda secara bermakna. Yang harus

selalu diingat dalam melakukan pemeriksaan fisik pada anak ialah pada bayi dan anak

ada proses tumbuh dan berkembang. Karena itu semua penemuan fisik harus selalu

dihubungkan dengan tingkat pertumbuhannya. Contoh : hati yang teraba 2 cm di bawah

arkus kosta normal untuk bayi dan balita, tetapi abnormal untuk anak remaja.

*Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Page 2: Manual semester 6 thn 2016

2

ANAMNESIS

Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara.

Wawancara dilakukan kepada :

1. Langsung kepada pasien (autoanamnesis)

2. Orangtua (alloanamnesis)

3. Sumber lain wali/pengantar (alloanamnesis)

Anamnesis merupakan bagian yang sangat penting dan sangat menentukan

dalam pemeriksaan klinis, karena sebagian besar data (± 80%) yang diperlukan untuk

menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis.

Dari anamnesis diperoleh data subjektif. Berbeda dengan anamnesis pada pasien

dewasa, hambatan langsung anamnesis pada anak disebabkan karena anamnesis pasien

anak umumnya berupa aloanamnesis dan bukan autoanamnesis. Pertanyaan yang

diajukan pemeriksaan sebaiknya jangan sugestif. Pada kasus gawat, anamnesis

biasanya terbatas pada keluhan utama dan hal-hal yang sangat penting saja, supaya

anak dapat segera diatasi kedaruratannya. Pada kesempatan berikutnya baru anamnesis

dilengkapi. Hal yang perlu dicatat adalah :

1. Dari siapa anamnesis diambil

2. Pengirim pasien :

Inisiatif keluarga

Dokter, Puskesmas, Rumah Sakit dll, karena pasien kelak harus dikirim kembali

kepada pengirim. Pengiriman kembali dengan disertai :

Diagnosis akhir

Penatalaksanaan

Hasil pengobatan : sembuh/ meninggal, terdapat gejala sisa dsb.

Yang perlu dicatat pada anamnesis :

I. IDENTITAS PASIEN :

- Nama

- Tanggal lahir / umur

- Jenis Kelamin

- Nama orang tua, umur, pendidikan, pekerjaan

Page 3: Manual semester 6 thn 2016

3

- Alamat

II. RIWAYAT PENYAKIT :

- Keluhan utama

- Riwayat perjalanan penyakit sekarang (7 Butir Mutiara Anamnesis, meliputi :

lokasi, onset dan kronologi, kualitas, kuantitas, faktor yang memperberat, faktor

yang memperingan, anamnesis sistem).

- Riwayat penyakit lampau yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang,

seperti riwayat dirawat di RS, riwayat pembedahan, riwayat pengobatan untuk

penyakit tertentu, riwayat alergi terhadap obat atau makanan tertentu serta

riwayat paparan agen tertentu (termasuk bentuk reaksi alerginya dan terapi yang

didapat).

- Riwayat kehamilan ibu : umur ibu saat melahirkan, paritas, penyulit kehamilan,

riwayat lama kehamilan (preterm/aterm/postterm) , penyakit ibu saat hamil,

riwayat pengobatan ibu sekitar masa konsepsi dan saat hamil, riwayat merokok

dan minum alkohol pada ibu dan ayah.

- Riwayat kelahiran : lama persalinan, proses persalinan (spontan/dengan

instrumen/operasi), penyulit kelahiran (ketuban pecah dini, kelainan presentasi

dll), berat lahir, skor APGAR, lama tinggal di RS setelah dilahirkan, penyakit

tertentu selama fase neonatal serta intervensi medis yang didapat.

- Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

- Riwayat imunisasi, termasuk jika ada reaksi akibat imunisasi.

- Riwayat makanan, meliputi kualitas dan kuantitas minum ASI atau susu formula

(durasi, frekuensi), kapan mulai mendapatkan makanan padat, nafsu makan,

alergi terhadap jenis makanan tertentu, kesukaan/ ketidaksukaan terhadap jenis

makanan tertentu, keseimbangan nutrisi, suplemen makanan yang diberikan,

kecukupan asupan makanan dan cairan.

- Riwayat keluarga untuk penyakit-penyakit yang herediter/familier, dilacak hingga

2 generasi sebelum pasien (kakek)

- Keadaan sosial ekonomi : lokasi tempat tinggal, pendidikan dan pekerjaan orang

tua, jumlah anggota keluarga di rumah, higiene lingkungan sekitar rumah

Page 4: Manual semester 6 thn 2016

4

Komunikasi dan dukungan emosional :

Hal-hal yang perlu diingat ketika berkomunikasi dengan ibu dan keluarganya adalah:

1. Tunjukkan empati dan rasa hormat pada ibu dan keluarganya

2. Dengarkan dengan seksama kekhawatiran keluarga dan berikan dorongan agar

mereka mau bertanya dan mengungkapkan perasaannya

3. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas pada saat menyampaikan informasi

tentang kondisi bayi, kemajuannya seta terapinya. Berikan informasi tentang

kondisi bayi sebanyak mungkin kepada ibu. Pastikan bahwa mereka paham akan

hal-hal yang disampaikan. Jika terdapat hambatan bahasa, gunakan

penterjemah.

4. Hormati privasi dan kerahasiaan mereka

5. Hormati keyakinan budaya, adat istiadat mereka dan penuhi kebutuhan mereka

semaksimal mungkin, pastikan bahwa mereka memahami semua keterangan

yang diberikan dan jika menungkinkan berikan informasi tertulis kepada anggota

keluarga yang dapat membaca

6. Dapatkan informed consent atau persetujuan tertulis sebelum melakukan suatu

tindakan.

PEMERIKSAAN FISIK

Untuk melakukan pemeriksaan fisik pada anak diperlukan pendekatan khusus,

baik terhadap pasien maupun terhadap orang tuanya.

Cara Pendekatan :

Berbeda dengan orang dewasa, pendekatan pemeriksaan pada anak

tergantung pada umur, keadaan fisik dan psikis anak.

- Pada bayi baru lahir sampai umur kurang dari 4 bulan pendekatannya jauh lebih

mudah, karena pada usia tersebut bayi belum dapat membedakan orang di

sekitarnya.

- Bayi yang lebih besar mulai takut pada orang yang belum dikenal. Perlu sikap

informal dari pemeriksa. Pemeriksaan sudah dapat dimulai dengan bayi masih

Page 5: Manual semester 6 thn 2016

5

dalam pangkuan ibu. Alihkan perhatian anak dengan objek yang bergerak, sinar,

suara atau warna.

- Pasien balita perlu diajak berkomunikasi terlebih dahulu. Pemeriksaan boleh

dilakukan dengan anak dalam pangkuan ibu. Pemeriksa mengambil posisi setinggi

level mata anak. Dapat dipergunakan alat bantu seperti mainan atau cerita. Alihkan

perhatian anak dengan meminta anak memegang benda kesukaannya.

- Pada anak yang sakit berat, dapat langsung diperiksa.

Cara Pemeriksaan Fisik :

Pada umumnya sama dengan cara pemeriksaan pada orang dewasa,

yaitu dimulai dengan :

- General survey (keadaan umum)

- Pemeriksaan tanda vital

- Inspeksi

- Palpasi

- Perkusi

- Auskultasi

Pada keadaan tertentu, urutan pemeriksaan tidak selalu demikian, misalnya

pemeriksaan abdomen, auskultasi didahulukan (inspeksi, auskultasi, perkusi dan

palpasi). Pada beberapa keadaan, urutan pemeriksaan tergantung pada usia dan tingkat

kenyamanan anak. Lakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang tidak terlalu ”mengganggu”

kenyamanan anak di urutan awal, sementara pemeriksaan yang tidak terlalu

”menyenangkan” dilakukan di akhir pemeriksaan, misalnya: palpasi kepala dan leher

serta auskultasi jantung paru dilakukan lebih dulu, baru kemudian palpasi abdomen. Jika

anak melaporkan nyeri di suatu area, area tersebut diperiksa paling akhir.

PEMERIKSAAN TANDA VITAL

Nadi :

- Frekuensi

- Irama

- Kualitas

Page 6: Manual semester 6 thn 2016

6

- Ekualitas nadi

Tekanan Darah :

Diperiksa saat bayi atau anak dalam keadaan tenang

Penderita ditidurkan telentang

Mempersiapkan tensimeter

Memasang manset di lengan atas

Lebar manset harus mencakup ½ sampai 2/3 panjang lengan atas. Ukuran

manset harus sesuai dengan umur.

Ukuran manset untuk kelompok umur :

Umur Lebar manset

0-1 th > 1-5 th > 5-12 th >12 th

2 inci (5 cm) 3 inci (7.5 cm) 4 inci (10 cm) 5 inci (12.5 cm)

Langkah berikutnya sama dengan pemeriksaan tekanan darah pada orang

dewasa.

Frekuensi Pernapasan :

Cara :

Inspeksi : melihat dan menghitung gerakan dinding dada dalam 1 menit.

Palpasi : Tangan diletakkan pada dinding abdomen/dinding dada, dihitung gerakan

pernapasan yang terasa pada tangan dalam 1 menit.

Auskultasi : mendengarkan dan menghitung bunyi pernapasan dalam 1 menit.

Pengukuran Suhu Badan

Pemeriksaan suhu dapat dilakukan dengan meletakkan termometer di dalam mulut

(di bawah lidah), di dalam rektum atau di aksila, dan ditunggu selama 3 – 5 menit.

Untuk bayi dan anak < 7 tahun dianjurkan pengukuran rektal lebih akurat oleh

karena pengukuran oral lebih sulit dikerjakan.

Cara :

Page 7: Manual semester 6 thn 2016

7

1. Lubrikasi ujung termometer.

2. Bayi/ anak posisi tengkurap di meja/ pangkuan pemeriksa.

3. Buka pantat dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.

4. Masukkan ujung termometer yang telah dilubrikasi ke rektum lewat anus

sedalam kira-kira 1 inchi.

5. Katubkan pantat kembali.

6. Waktu pemeriksaan 1 – 2 menit.

Mengukur panjang badan bayi

1. Siapkan papan pengukur (ada meterannya)

2. Baringkan bayi dengan posisi telentang

3. Ukur panjang badan bayi

Gambar 1. Mengukur panjang badan bayi

Bila papan pengukur tidak ada :

1. Baringkan bayi pada meja periksa

2. Beri tanda tepat di atas kepala dan tumit

Page 8: Manual semester 6 thn 2016

8

3. Ukur dengan meteran, panjang antara 2 tanda tersebut

Gambar 2. Mengukur panjang badan anak

Pengukuran Lingkar Kepala :

- Alat pengukur : Pita dari metal yang flexibel

- Cara : meletakkan pita melalui glabela pada dahi bagian atas alis mata –

protuberantia occipitalis.

Bayi dan anak kecil :

1. Ambil pita pengukur

2. Bayi posisi telentang

3. Tempatkan pita pengukur melingkari dari glabela – occiptal – parietal – frontal.

Page 9: Manual semester 6 thn 2016

9

Gambar 3. Pengukuran Lingkar Kepala

Palpasi fontanela/ Ubun-ubun

Palpasi fontanela merupakan cara yang sederhana untuk memperkirakan

tekanan intrakranial. Pada keadaan normal fontanela agak rata dan pulsasi sukar diraba.

Fontanela sering sulit diraba pada bayi baru lahir karena molding tulang-tulang kepala.

Setelah beberapa hari, fontanel mudah diraba dengan diameter transversal rata-rata 2,5

cm, kadang-kadang sampai 4 atau 5 cm. Ubun-ubun kecil teraba sampai 4-8 minggu.

Ukuran ubun-ubun besar sangat bervariasi, demikian pula saat penutupannya. Seringkali

ubun-ubun tampak membesar dalam beberapa bulan pertama. Pada umur 6 bulan

sebagian kecil (3%) bayi normal tertutup ubun-ubunnya, pada umur 9 bulan lebih

kurang 15% dan umur 1 tahun 40%. Pada umur 19 bulan 90% bayi normal sudah

tertutup ubun-ubunnya. Ubun-ubun terlambat menutup pada rakitis, hidrosefalus, sifilis,

hipotiroidisme, osteogenesis imperfekta, rubela kongenital, malnutrisi, sindroma Down

dan gangguan perkembangan lain. Pada kraniosinostosis dan osteopetrosis ubun-ubun

menutup lebih dini.

Dalam keadaan normal ubun-ubun besar rata atau sedikit cekung. Ubun-ubun

besar menonjol pada keadaan tekanan intrakranial meninggi, misalnya perdarahan

intraventrikuler, meningitis, hidrosefalus, hematoma subdural, tumor intrakranial, rakitis

dan hipervitaminosis A. Ubun-ubun tampak cekung pada dehidrasi dan malnutrisi.

Page 10: Manual semester 6 thn 2016

10

Refleks Moro

Adalah suatu reaksi kejutan dengan menimbulkan perasaan jatuh pada bayi. Bayi

dalam posisi telentang, kemudian kepalanya dibiarkan jatuh dengan cepat beberapa

sentimeter dengan hati-hati ke tangan pemeriksa. Bayi akan kaget dengan lengan

direntangkan dalam posisi abduksi ekstensi dan tangan terbuka disusul dengan gerakan

lengan adduksi dan fleksi. Pada bayi prematur, setelah merentangkan lengan tidak

selalu diikuti oleh gerakan fleksi. Gerakan tungkai bukan bagian yang khas untuk refleks

Moro. Kalau tidak ada reaksi merentangkan lengan sama sekali berarti abnormal, begitu

juga kalau rentangan lengan asimetris.

Refleks menggenggam palmar

Dengan meletakkan sesuatu pada telapak tangan bayi maka akan terjadi fleksi

jari-jari tangan.

Refleks tonic neck

Bayi diletakkan dalam posisi telentang, kepala di garis tengah dan anggota gerak

dalam posisi fleksi, kemudian kepala ditolehkan ke kanan, maka akan terjadi ekstensi

pada anggota gerak sebelah kanan, dan fleksi pada anggota gerak sebelah kiri. Yang

selalu terjadi adalah ekstensi lengan, tungkai tidak selalu ekstensi dan fleksi anggota

gerak kontralateral juga tidak selalu terjadi. Setelah selesai ganti kepala dipalingkan ke

kiri. Tonus ekstensor meninggi pada anggota gerak arah muka berpaling. Tonus fleksor

anggota gerak kontralateral meninggi.

Suspensi vertikal

Dilakukan dengan meletakkan kedua tangan pemeriksa di ketiak pasien tanpa

meraba toraks, kemudian bayi diangkat ke atas lurus. Pada waktu diangkat kepala tetap

tegak sebentar dan tungkai tetap fleksi pada lutut, panggul, dan pergelangan kaki.

Page 11: Manual semester 6 thn 2016

11

Refleks menghisap

Didapatkan pada usia gestasi 28 minggu dan terintegrasi pada usia 2-5 bulan.

Suatu objek yang diletakkan dalam mulut bayi akan menyebabkan gerakan menghisap

yang ritmis.

Reflek melangkah/menendang

Didapatkan pada usia gestasi 37 minggu dan tersupresi pada usia 2-4 bulan.

Saat ditopang pada posisi tegak dan diarahkan ke depan, bayi dengan kaki di atas meja

akan melakukan gerakan melangkah bergantian dan ritmis.

Refleks anus

Dilakukan dengan cara menggores kulit dekat anus dan normalnya akan terjadi

konstriksi sfingter ani untuk mengetahui keadaan tonus anus.

Tanda-tanda rangsang meningeal

Kaku kuduk :

Cara :

- Leher ditekuk secara pasif.

- Bila dagu tak dapat menempel dada, dikatakan positif.

Gambar 4. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Page 12: Manual semester 6 thn 2016

12

Tanda Brudzinski I

Cara :

Satu tangan pemeriksa dibawah kepala pasien, tangan lainnya di dada, untuk

mencegah supaya badan tidak terangkat.

Kepala difleksikan ke dada secara pasif.

Bila ada rangsang meningeal, kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi

panggul dan lutut.

Gambar 5. Pemeriksaan Brudzinki I

Tanda Brudzinski II

Cara :

Posisi penderita telentang

Lakukan flexi salah satu kaki pada sendi panggul lutut secara pasif, akan diikuti

flexi kaki lainnya pada sendi panggul dan lutut.

Gambar 6. Pemeriksaan Brudzinki II

Page 13: Manual semester 6 thn 2016

13

Tanda Kernig

Cara :

- Posisi penderita telentang.

- Lakukan flexi tungkai atas tegak lurus.

- Coba luruskan tungkai bawah pada sendi lutut.

- Normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135O

- Pada iritasi meningeal ekstensi lutut secara pasif menyebabkan rasa sakit dan

terasa ada hambatan.

- Sukar dilakukan pada bayi umur di bawah 6 bulan.

Gambar 7. Pemeriksaan Kernig

Tata laksana gizi buruk

Sepuluh tata laksana gizi buruk meliputi:

1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia

2. Mencegah dan mengatasi hipotermia

3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi

4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit

5. Mengobati infeksi

6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro

7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi

8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar

9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang

10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah.

Page 14: Manual semester 6 thn 2016

14

Peresepan makanan untuk bayi yang mudah dipahami ibu

Sampai umur 6 bulan:

Berikan air susu ibu (ASI) sesuai keinginan anak paling sedikit 8 kali sehari, siang

maupun malam

Jangan diberikan makanan atau minuman lain selain ASI

Umur 6-8 bulan:

Berikan ASI sesuai keinginan anak, paling sedikit 8 kali sehari, siang maupun

malam

Beri makanan pendamping ASI 2 kali sehari tiap kali 2 sendok makan

Pemberian makanaan pendamping ASI dilakukan setelah pemberian ASI

Perkenalkan anak 1 bulan kemudian dengan makanan pendamping ASI seperti

bubur tim lumat/ lembik ditambah kuning telur/ayam/ikan/tempe/tahu/ daging

sapi/ wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak

Umur 8-12 bulan:

Berikan ASI sesuai keinginan anak

Berikan bubur nasi ditambah telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging

sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak

Makanan tersebut diberikan 3 kali sehari. Pada umur 8 bulan, setiap makan

diberikan lebih kurang 8 sendok makan, selanjutnya sesuai dengan kemampuan

anak

Berikan juga makanan selingan 2 kali sehari seperti bubur kacang hijau, pisang,

biskuit, nagasari, dsb diantara waktu makan

Umur 12-24 bulan:

Berikan ASI sesuai keinginan anak

Berikan nasi lembek yang ditambah telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging

sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak

Berikan makanan tersebut3 kali sehari

Berikan juga makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan seperti bubur

kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari dsb

Page 15: Manual semester 6 thn 2016

15

Umur 2 tahun atau lebih:

Berikan makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehari yang terdiri dari

nasi, lauk pauk, sayur dan buah

Berikan juga makanan yang bergizi sebagai selingan 2 kali sehari seprti bubur

kacang hijau, biskuit, nagasari

Pemberian makanan selingan dilakukan di antara waktu makan makanan pokok.

Tata laksana anak tidak sadar

1. Jaga jalan napas, lakukan intubasi bila skala Koma Glasgow kurang dari atau

sama dengan 8.

2. Jaga pernapasan yang adekuat dengan mempertahankan saturasi oksigen lebih

dari 80%

3. Pertahankan sirkulasi yang stabil

4. Lakukan pemeriksaan darah untuk glukosa, elektrolit, analisa gas darah, fungsi

hati, fungsi ginjal, fungsi tiroid, darah lengkap, skrining toksikologi

5. Lakukan pemeriksaan neurologis

6. Bila tekanan intrakranial meningkat atau herniasi berikan manitol 0,5-1

gram/kgBB

7. Berikan tiamin 100 mg iv diikuti dengan 25 gram glukosa bila serum glukosa

kurang dari 60 mg/dl

8. Lakukan CT scan/MRI kepala bila dicurigai adanya kelainan struktur otak

9. Lakukan anamnesis riwayat lengak dan pemeriksaan sistemik

10. Pertimbangkan EEG dan pungsi lumbal.

Tata laksana dehidrasi berat setelah penatalaksanaan syok

1. Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer asetat

100 ml/kgBB dengan cara:

Umur kurang dari 12 bulan: 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70

mg/kgBB dalam 5 jam berikutnya

Umur di atas 12 bulan: 30 mg/kgBB dalam setengah jam pertama,

dilanjutkan 70 mg/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya

Page 16: Manual semester 6 thn 2016

16

2. Masukan cairan per oral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum,

dimulai dengan 5 ml/kgBB selama proses rehidrasi.

Tata laksana bayi berat lahir rendah (BBLR)

1. Pemberian vitamin K1 1 mg IM sekali pemberian saat lahir

2. Mempertahankan suhu tubuh normal:

3. Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi

seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care (KMC), pemancar panas,

inkubator, atau ruangan hangat yang tersedia di fasilitas kesehatan setempat

4. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin

5. Ukur suhu tubuh setiap 3 jam

6. Pemberian minum:

ASI merupakan pilihan utama

Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup

dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai

kemampuan bayi menghisap paling tidak sehari sekali

Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20

gram/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu

Pemberian minum minimal 8 kali/hari. Apabila bayi masih mengingikan

dapat diberikan lagi (ad libitum)

7. Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan respirasi yang tidak

stabilm fungsi usus belum berfungsi/terdapat anomali mayor saluaran cerna,

NEC, IUGR berat, dan berat lahir kurang dari 1.000 gram

8. Pada bayi sakit, pemberian minum tidak perlu dengan segera ditingkatkan

selama tidak ditemukan tanda dehidrasi dan kadar natrium serta glukosa normal.

Page 17: Manual semester 6 thn 2016

17

Penilaian tumbuh kembang (motorik halus, motorik kasar, psikososial,

bahasa)

Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak umur <6 tahun menggunakan

Denver II meliputi 125 gugus tugas yang disusun dalam formulir menjadi 4 sektor untuk

menjaring fungsi:

1. Personal sosial: penyesuaian diri dengan masyarakat dan perhatian terhadap

kebutuhan perorangan

2. Motorik halus: koordinasi mata tangan, memainkan, menggunakan benda-benda

kecil

3. Bahasa: mendengar, mengerti, dan menggunakan bahasa

4. Motorik kasar: duduk, jalan, melompat, dan gerakan umum otot besar

Skor penilaian:

Pass (P): bila anak melakukan uji coba dengan baik atau ibu/pengasuh anak

memberi laporan yang dipercaya bahwa anak dapat melakukannya

Fail (F): bila anak tidak dapat melakukannya dengan baik

No opportunity (No): bila tidak ada kesempatan bagi anak untuk melakukan uji

coba karena ada hambatan

Refusal (R): bila anak menolak untuk melakukan uji coba.

Penilaian individual:

Lebih (advanced)

Bila seorang anak lewat pada uji coba yang terletak di kanan garis umur,

dinyatakan perkembangan anak lebih pada uji coba tersebut

Normal

Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji coba di sebelah kanan garis

umur

Caution/peringatan

Bila seorang anak gagal atau menolak uji coba, garis umur terletak pada atau

antara persentil 75 dan 90

Page 18: Manual semester 6 thn 2016

18

Delayed/keterlambatan

Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji coba yang terletak lengkap

di sebelah kiri garis umur

No opportunity

Tidak ada kesempatan uji coba yang dilaporkan orangtua

Interpretasi Denver II

Normal

1. Bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak satu caution

2. Lakukan ulangan pada kontrol berikutnya

Suspek

1. Bila didapatkan lebih dari atau sama dengan 2 caution dan atau lebih dari atau

sama dengan 1 keterlambatan

2. Lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu untuk menghilangkan faktor sesaat seperti

rasa takut, keadaan sakit atau kelelahan

Tidak dapat diuji

1. Bila ada skor menolak pada lebih dari atau sama dengan 1 uji coba terletak di

sebelah kiri garis umur atau menolak pada lebih dari 1 uji coba yang ditembus

garis umur pada daerah 75-90%

2. Uji ulang dalam 1-2 minggu

3. Bila ulangan hasil pemeriksaan didapatkan suspek atau tidak dapat diuji, maka

dipikirkan untuk dirujuk.

Pengamatan malformasi kongenital

Kelainan bawaan minor

Kelainan bawaan minor merupakan hal yang umum dijumpai dan tidak memerlukan

perlakuan khusus, tetapi ibu perlu diberi pengertian

Yang termasuk kelainan bawaan minor adalah:

Skin tag (jari tangan/kaki berlebih atau lengket)

Berikan pengertian pada ibu, bahwa hal ini tidak menyakitkan bayi dan dapat

dihilangkan melalui operasi bila bayi sudah berusia beberapa bulan

Page 19: Manual semester 6 thn 2016

19

Celah bibir atau langit-langit

1. Berikan dukungan emosional dan keyakinan pada ibu

2. Jelaskan pada ibu bahwa hal yang paling penting untuk dilakukan saat ini

adalah memberi bayi cukup minum untuk memastikan pertumbuhan yang

cukup sampai operasi dapat dilakukan

3. Jika bayi menderita celah bibir saja, tetapi langit-langit utuh, anjurkan ibu

menyusui

4. Jika bayi menderita celah langit-langit, berikan ASI peras dengan salah satu

alternatif cara pemberian minum

5. Apabila masalah minum teratasi dan berat badan bayi bertambah, bayi

dirujuk ke rumah sakit rujukan tersier atau rumah sakit khusus bedah untuk

melakukan operasi

Tanda lahir bawaan (toh)

Berikan keyakinan pada ibu bahwa tanda lahir bawaan tersebut tidak

memerlukan perawatan khusus dan sebagian besar akan hilang saat bayi

bertambah umurnya

Kelainan bawaan mayor

Spina bifida/meningomielokel

1. Berikan dukungan emosional dan pengertian pada ibu

2. Lakukan persiapan rujukan:

3. Jika kelainan tidak tertutup kulit: tutup dengan kasa steril yang dibasahi dengan

larutan salin normal sebelum dirujuk

4. Jaga kain kasa tetap basah dan pastikan bayi tetap hangat

Gastroskisis/omfalokel

1. Berikan dukungan emosional dan keyakinan pada ibu

2. Jangan berikan apapun melalui mulut

3. Untuk gastroskisis: tutupi organ yang keluar dengan kasa steril yang dibasahi

dengan larutan salin normal

Page 20: Manual semester 6 thn 2016

20

4. Jaga kain kasa tetap basah dan pastikan bayi tetap hangat

5. Untuk omfalokel: lakukan perawatan secara tegak kering, sementara bagian

yang menonjol ditutupi dengan kasa steril kering

6. Pasang jalur IV

7. Pasang pipa lambung, biarkan mengalir

Anus imperforata

1. Berikan dukungan emosional dan pengertian pada ibu

2. Jangan berikan apapun lewat mulut

3. Pasang jalur IV

4. Pasang pipa lambung, biarkan cairan mengalir bebas

Kelainan bawaan lain

Bila bayi menderita sindroma Down atau memiliki ciri wajah yang tampak aneh,

berikan nasihat pada orangtuanya tentang prognosis jangka panjang dan rujuk

ke rumah sakit dengan fasilitas pelayanan spesialis untuk evaluasi perkembangan

dan tindak lanjut jika memungkinkan

Jika memungkinkan lakukan konseling genetik untuk orang tua.

Pemeriksaan bayi baru lahir

Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam waktu 24 jam untuk mendeteksi kelainan.

Aktivitas fisis

Keaktifan bayi baru lahir dinilai dengan melihat posisi dan gerakan

tungkai dan lengan. Pada BBL cukup bulan yang sehat, ekstremitas berada

dalam keadaan fleksi dengan gerakan tungkai serta lengan aktif dan simetris.

Bila ada asimetri pikirkan terdapatnya kelumpuhan atau patah tulang. Aktivitas

fisik mungkin saja tidak tampak pada BBL yang sedang tidur atau lemah karena

sakit atau pengaruh obat. Bayi yang berbaring tanpa bergerak mungkin saja

disebabkan oleh tenaga yang habis dipakai untuk mengatasi kesulitan bernapas

atau tangis yang melelahkan. Gerakan ksasar atau halus (tremor) yang disertai

klonus pergelangan kaki atau rahang sering ditemukan pada BBL, keadaan ini

Page 21: Manual semester 6 thn 2016

21

tidak berarti apa-apa, berlainan halnya bila terjadi pada golongan umur yang

lebih tua. Gerakan tersebut cenderung terjadi pada BBL yang aktif tetapi bila

dilakukan fleksi anggota gerak tersebut masih tetap bergerak-gerak, maka bayi

tersebut menderita kejang dan perlu dievaluasi lebih lanjut.

Tangisan bayi

Tangisan bayi dapat memberikan keterangan tentang keadaan bayi.

Tangisan melengking ditemukan pada bayi dengan kelainan neurologis,

sedangkan tangisan yang lemah atau merintih terdapat pada bayi dengan

kesulitan pernapasan

Wajah BBL

Wajah BBL dapat menunjukkan kelainan yang khas, misalnya sindroma

Down, sindroma Pierre-Robin, dll

Pemeriksaan suhu

Suhu tubuh BBL diukur pada aksila. Suhu BBL normal adalah antara 36,5-

37,5 derajat. Suhu meninggi ditemukan pada dehidrasi, gangguan serebral,

infeksi, atau kenaikan suhu lingkungan. Kenaikan suhu merata biasanya

disebabkan kenaikan suhu lingkungan. Apabila ekstremitas dingin dan tubuh

panas kemungkinan besar disebabkan oleh sepsis, perlu diingat bahwa sepsis

pada BBL dapat saja tidak disertai dengan kenaikan suhu tubuh, bahkan sering

terjadi hipotermi.

Tatalaksana bayi baru lahir dengan infeksi

1. Pasang jalur IV dan berikan cairan IV dengan dosis rumatan

2. Jangan memberi minum bayi selama 12 jam pertama

3. Ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan

sensitivitas dan periksa juga darah lengkap

4. Bila bayi kejang, opistotonus, atau ubun-ubun besar membonjol:’lakukan pungis

lumbal segera sesudah pengambilan darah

Page 22: Manual semester 6 thn 2016

22

5. Kirimkan sampel cairan serebrospinal ke laboratorium untuk menghitung jumlah

sel, pengecatan gram serta kultur dan sensitivitas

6. Mulai manajemen untuk meningitis

7. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr/dl (hematokrit kurang dari 30%) beri

transfusi darah

8. Bila bayi tidak menderita meningitis, beri ampisilin dan gentamisin sesuai dengan

pedoman yang ada. Tunggu hasil kultur darah dan sensitivitas dan nilai kondisi

bayi empat kali sehari utnuk melihat perkembangannya

9. Anjurkan bayi untuk menyusu ASI setelah 12 jam pengobatan dengan antibiotika

atau bila bayi mulai menunjukkan perbaikan. Bila bayi tidak dapat menyusu ASI,

beri ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum

10. Setelah selesai pengobatan antibiotika, amati bayi selama 24 jam berikutnya.

PEMASANGAN SONDE LAMBUNG

Indikasi :

1. Pemberian makanan enteral

2. Pemberian obat-obatan

3. Pemeriksaan analisis getah lambung

4. Dekompresi dan pengosongan lambung

Kontra indikasi :

1. Pasca esofagoplasti

2. Perforasi esophagus

Alat yang dibutuhkan :

1. Alat penghisap listrik / manual

2. Sonde lambung (feeding tube)

3. Plester, pinset

4. Air steril atau NaCl 0,9%

5. Semprit 5 cc

6. Stetoskop

Page 23: Manual semester 6 thn 2016

23

7. Monitor jantung (bila ada)

Cara:

1. Anak / bayi ditidurkan telentang dengan kepala lebih tinggi.

2. Membersihkan lubang hidung dan orofaring dengan penghisap.

3. Mengukur panjang sonde lambung yang akan dimasukkan.

4. Pengukuran dari lubang hidung melengkung melalui telinga ke processus

xyphoideus.

5. Tandai dengan plester.

6. Membasahi ujung sonde lambung dengan air steril atau NaCl 0,9%.

7. Masukkan ujung sonde lambung dipegang dengan pinset perlahan-lahan lewat

lubang hidung ke orofaring-esofagus-sampai batas plester di lubang hidung.

8. Memantau denyut jantung selama memasukkan sonde lambung.

9. Memasang semprit pada pangkal sonde.

10. Masukkan udara 5-10 cc dengan spuit dan didengarkan diatas daerah lambung

dengan stetoskop.

11. Untuk tujuan dekompresi udara pangkal sonde dimasukkan dalam bejana berisi air

bersih.

12. Sonde difiksasi dengan plester.

PEMASANGAN REKTAL TUBE

Indikasi :

1. Dekompresi

2. Klisma

3. Pemeriksaan radiologi dengan kontras (barium)

Alat yang diperlukan:

1. Kapas sublimate

2. Plester

3. Rectal tube : bayi no 8Fr, anak no 9-12Fr

4. Bejana berisi air bersih

Page 24: Manual semester 6 thn 2016

24

5. Vaselin

6. Pinset

Cara :

1. Anak tidur telentang atau miring

2. Paha difleksikan pada sendi pangul

3. Membersihkan daerah anus dengan kapas sublimate

4. Ujung tube diberi vaselin

5. Pangkal cerobong dimasukkan dalam bejana berisi air

6. Memasukkan ujung tube perlahan-lahan sedalam 5-7 cm

7. Tube difiksasi dengan plester

Page 25: Manual semester 6 thn 2016

25

DAFTAR PUSTAKA

Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Sagung seto.

Jakarta. 2003.h. 49-50

Soetomenggolo TS. Pemeriksaan neurologis pada anak dan bayi. Dalam:

Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku ajar neurologi anak. IDAI. Jakarta,

1999.h. 28-32.

Fenderson CB, Ling WK. Pemeriksaan neuromuskular seri panduan klinis. Elangga.

Jakarta. 2002.h. 86.

Buku bagan tatalaksana anak gizi buruk. Buku I. Depkes. Jakarta. Edisi ketiga.

2006.h.3-25.

Buku bagan tatalaksana anak gizi buruk. Buku II. Depkes. Jakarta. Edisi ketiga.

2006.h.54

Putri AH, Widodo DP, Herini ES, Erny, Pusponegoro HD, Mangunatmodjo I, dkk.

Penurunan kesadaran. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS,

Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk. Pedoman pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta.

Edisi II. 2011.h. 205-10.

Juffrie M, Kadim M, Mulyani NS, Damayanti W, Widowati T. Diare akut. Dalam:

Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk.

Pedoman pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta. Edisi I. 2010.h. 58-62.

Rohsiswatmo R, Dewanto NEF, Dewi R. Bayi berat lahir rendah. Dalam: Pudjiadi AH,

Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk. Pedoman

pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta. Edisi I. 2010.h. 23-9.

Page 26: Manual semester 6 thn 2016

26

Rusmil K, Fadiyana E, Soetjiningsih, Narendra MS, Soedjatmiko, Sitaresmi MN, dkk.

Denver II. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,

Harmoniati ED, dkk. Pedoman pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta. Edisi I. 2010.h.

291-3.

Surjono A, Suradi R, Djauhariah, Kosim MS, Indarso F, Usman A, dkk. Kelainan

bawaan. Dalam: Surjono A, Setyowireni D, penyunting. Buku panduan manajemen

masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di rumah sakit. IDAI-

Depkes. Jakarta. 2004. H.94-5

Suradi R. Pemeriksaan fisis pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi

R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. IDAI. Jakarta. 2012. H.

71-88.

Surjono A, Suradi R, Djauhariah, Kosim MS, Indarso F, Usman A, dkk. Tanda atau

temuan ganda. Dalam: Surjono A, Setyowireni D, penyunting. Buku panduan

manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di rumah

sakit. IDAI-Depkes. Jakarta. 2004. H.15-9

Surjono A, Suradi R, Djauhariah, Kosim MS, Indarso F, Usman A, dkk. Komunikasi

dan dukungan emosional. Dalam: Surjono A, Setyowireni D, penyunting. Buku

panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di

rumah sakit. IDAI-Depkes. Jakarta. 2004. H.142-5.

Page 27: Manual semester 6 thn 2016

27

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

HETEROANAMNESIS

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Memberikan salam saat pertama kali bertemu

2 Menanyakan identitas penderita

3 Menanyakan berat badan

4 Menanyakan keluhan utama

5 Menanyakan onset dan kronologi

6 Menanyakan intake makanan/minum

7 Menanyakan riwayat penyakit lain yang dapat timbulkan keluhan utama

8 Menanyakan faktor-faktor yang memperberat keluhan

9 Menanyakan faktor-faktor yang meringankan keluhan

10 Menanyakan gejala penyerta

11 Menanyakan riwayat penyakit dahulu yang relevan

12 Menanyakan riwayat kelahiran

13 Menanyakan riwayat kehamilan ibu

14 Menanyakan riwayat penyakit keluarga

15 Menanyakan riwayat sosial ekonomi keluarga

16 Menanyakan riwayat vaksinasi

17 Menanyakan riwayat pertumbuhan & perkembangan

JUMLAH SKOR

Penjelasan : 0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan

mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Skor Total x 100%

34

Page 28: Manual semester 6 thn 2016

28

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMERIKSAAN TANDA VITAL DAN STATUS GIZI

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Melakukan pendekatan kepada pasien sebelum melakukan pemeriksaan fisik

2 Posisi pemeriksa di sebelah kanan pasien

3 Mencuci tangan sebelum pemeriksaan

4 Menilai kesan umum penderita

Memeriksa tanda vital

5 Melakukan pengukuran tekanan darah

6 Melakukan pemeriksaan nadi (frekuensi, irama, kualitas, ekualitas nadi)

7 Melakukan pemeriksaan respirasi (tipe pernafasan, frekuensi)

8 Melakukan pengukuran suhu badan (sublingual, rektal, aksila)

Memeriksa status gizi

9 Menimbang berat badan

10 Mengukur panjang/tinggi badan

11 Menentukan status gizi

JUMLAH SKOR

Penjelasan : 0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan

mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

22

Page 29: Manual semester 6 thn 2016

29

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMERIKSAAN KEPALA – LEHER DAN RANGSANG MENINGEAL

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Mencuci tangan sebelum pemeriksaan

2 Menilai bentuk kepala

3 Mengukur lingkar kepala

4 Menilai kondisi fontanella (penutupan, cekung, cembung)

5 Melakukan pemeriksaan mata

6 Melakukan pemeriksaan hidung

7 Melakukan pemeriksaan telinga

8 Melakukan pemeriksaan mulut dan gigi

9 Melakukan pemeriksaan tenggorokan

10 Memeriksa Chvostek sign

11 Melakukan pemeriksaan kelenjar parotis

12 Melakukan pemeriksaan kelenjar limfe leher (submentale, submandibula, preaurikuler, retroaurikuler, servikalis, oksipital)

13 Melakukan pemeriksaan JVP

Memeriksa adanya tanda rangsang meningeal

14 Melakukan pemeriksaan adanya kaku kuduk

15 Melakukan pemeriksaan Brudzinski I

16 Melakukan pemeriksaan Brudzinski II

17 Melakukan pemeriksaan Kernig

18 Mencuci tangan sesudah pemeriksaan

JUMLAH SKOR

Penjelasan : 0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan

mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

36

Page 30: Manual semester 6 thn 2016

30

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMERIKSAAN THORAKS

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Mencuci tangan sebelum pemeriksaan

INSPEKSI

2 Statis : menilai bentuk dada (simetri/ asimetri, tumor, kelainan kulit, deformitas bentuk dada)

3 Dinamis : melihat adanya keterlambatan gerak, retraksi, retraksi, frekuensi, irama, kedalaman, usaha napas, pola napas abnormal

4 Melihat dan melaporkan lokasi iktus kordis

PALPASI

5 Memeriksa adanya nyeri tekan, krepitasi

6 Memeriksa dan menilai pengembangan dinding dada

7 Memeriksa dan menilai fremitus taktil

8 Memeriksa dan menilai adanya massa mediastinum/ retrosternal

9 Melakukan palpasi iktus kordis (lokasi, diameter, amplitudo, durasi, thrill)

PERKUSI

10 Melakukan teknik pemeriksaan perkusi paru dengan benar

11 Melakukan pemeriksaan batas paru-hepar

12 Melakukan dan melaporkan hasil pemeriksaan batas jantung

AUSKULTASI

13 Melakukan teknik pemeriksaan auskultasi dengan benar

14 Mengidentifikasi suara nafas dasar

15 Mengidentifikasi suara nafas tambahan

16 Mengidentifikasi bunyi jantung normal

17 Mengidentifikasi bunyi jantung tambahan

18 Mengidentifikasi dan melaporkan deskripsi bising jantung

19 Mencuci tangan sesudah pemeriksaan

JUMLAH SKOR

Penjelasan : 0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan

mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

38

Page 31: Manual semester 6 thn 2016

31

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMERIKSAAN ABDOMEN - EKSTREMITAS

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Mencuci tangan sebelum pemeriksaan

ABDOMEN

2 Menilai bentuk abdomen, adanya distensi, proyeksi gerakan usus di dinding abdomen, adanya massa/ hernia (diafragma, umbilikal, inguinal)

3 Menilai peristaltik/ bising usus

4 Melakukan perkusi abdomen dan menilai hasil pemeriksaan perkusi abdomen

5 Melakukan perkusi untuk pemeriksaan liver span

6 Melakukan pemeriksaan turgor

7 Melakukan palpasi hati

8 Melakukan palpasi lien

9 Melakukan palpasi ginjal

EKSTREMITAS

10 Menilai adanya deformitas tulang ekstremitas

11 Menilai adanya anemia

12 Menilai adanya ikterus

13 Menilai edema

14 Menilai adanya clubbing fingers

15 Memeriksa pengisian kapiler

16 Melakukan pemeriksaan pulsasi arteria dorsalis pedis

17 Mencuci tangan setelah pemeriksaan

JUMLAH SKOR

Penjelasan : 0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan

mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

34

Page 32: Manual semester 6 thn 2016

32

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMASANGAN SONDE LAMBUNG

No. Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1. Anak / bayi ditidurkan telentang dengan kepala lebih tinggi

2. Membersihkan lubang hidung dan orofaring dengan penghisap

3. Mengukur panjang sonde lambung yang akan dimasukkan

4. Pengukuran dari lubang hidung melengkung melalui telinga ke proc. Xiphoideus

5. Tandai dengan plester

6. Membasahi ujung sonde lambung dengan air steril atau NaCl 0,9 %

7. Masukkan ujung sonde lambung dipegang dengan pinset perlahan-lahan lewat lubang hidung ke orofaring-esofagus-sampai batas plester di lubang hidung

8. Memantau denyut jantung selama memasukkan sonde lambung

9. Memasang semprit pada pangkal sonde

10. Masukkan udara 5-10 cc dengan semprit dan didengarkan diatas daerah lambung dengan stetoskop

11. Untuk tujuan dekompresi udara pangkal sonde dimasukkan dalam bejana berisi air bersih

12. Sonde difiksasi dengan plester

JUMLAH SKOR

Penjelasan : 0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan

mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% 24

Page 33: Manual semester 6 thn 2016

33

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMASANGAN REKTAL TUBE

No. Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1. Anak tidur telentang atau miring

2. Paha difleksikan pada sendi pangul

3. Membersihkan daerah anus dengan kapas sublimate

4. Ujung tube diberi vaselin

5. Pangkal cerobong dimasukkan dalam bejana berisi air

6. Memasukkan ujung tube perlahan-lahan sedalam 5-7 cm

7. Tube difiksasi dengan plester

JUMLAH SKOR

Penjelasan : 0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan

mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% 14

Page 34: Manual semester 6 thn 2016

34

INJEKSI, PUNGSI VENA DAN KAPILER

Dian Ariningrum*, Jarot Subandono*, Djoko Hadiwidodo#, Sri Mulyani@, Heni

Hastuti@

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari keterampilan Injeksi, Pungsi Vena dan Pungsi Kapiler ini mahasiswa

diharapkan mampu :

1. Mengetahui bermacam-macam teknik injeksi dan indikasinya.

2. Melakukan injeksi intramuskuler dengan benar.

3. Melakukan injeksi intravena dengan benar.

4. Melakukan injeksi subkutan dengan benar.

5. Melakukan injeksi Intradermal dengan benar.

6. Mengetahui tindakan untuk mengatasi komplikasi yang terjadi setelah pemberian

injeksi.

7. Mengetahui kegunaan pungsi vena dan kapiler serta menentukan indikasinya.

8. Mengetahui dan menggunakan peralatan untuk pungsi vena dan kapiler.

9. Melakukan pungsi vena dengan benar.

10. Melakukan pungsi kapiler dengan benar.

11. Mengetahui dan melakukan tindakan untuk mengatasi penyulit yang terjadi setelah

pungsi vena dan kapiler.

*Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, #Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, @Bagian Skills Lab Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Page 35: Manual semester 6 thn 2016

35

KETERAMPILAN INJEKSI

(INTRAMUSKULER, SUBKUTAN, INTRADERMAL DAN INTRAVENA)

PENDAHULUAN

Injeksi dan pungsi vena merupakan tindakan medis yang paling sering dilakukan

oleh dokter selama prakteknya, sehingga keterampilan Injeksi (intramuskuler, intravena,

intrakutan dan subkutan) serta Pungsi Vena adalah keterampilan dengan tingkat

kompetensi 4 (mahasiswa harus dapat melakukannya secara mandiri).

Sebelum mempelajari keterampilan Injeksi, Pungsi Vena dan Pungsi Kapiler

sebaiknya mahasiswa telah memiliki pengetahuan :

1. Anatomi dan fisiologi kulit, jaringan subkutan, otot dan sistem vaskuler perifer (vena

dan kapiler).

2. Farmakologi (golongan obat injeksi, farmakodinamik dan farmakokinetik serta efek

samping obat injeksi).

3. Berbagai jenis antikoagulan, mekanisme kerja antikoagulan dan tujuan pemeriksaan

darah.

Injeksi bertujuan untuk memasukkan obat ke dalam tubuh penderita. Pemberian obat

secara injeksi dilakukan bila :

1. Dibutuhkan kerja obat secara kuat, cepat dan lengkap.

2. Absorpsi obat terganggu oleh makanan dalam saluran cerna atau obat dirusak oleh

asam lambung, sehingga tidak dapat diberikan per oral.

3. Obat tidak diabsorpsi oleh usus.

4. Pasien mengalami gangguan kesadaran atau tidak kooperatif.

5. Akan dilakukan tindakan operatif tertentu (misalnya dilakukan injeksi infiltrasi zat

anestetikum sebelum tindakan bedah minor untuk mengambil tumor jinak di kulit).

6. Obat harus dikonsentrasikan di area tertentu dalam tubuh (misalnya injeksi

kortikosteroid intra-artrikuler pada artritis, bolus sitostatika ke area tumor).

Kelemahan teknik injeksi adalah :

1. Lebih mahal.

Page 36: Manual semester 6 thn 2016

36

2. Rasa nyeri yang ditimbulkan.

3. Sulit dilakukan oleh pasien sendiri.

4. Harus dilakukan secara aseptik karena risiko infeksi.

5. Risiko kerusakan pada pembuluh darah dan syaraf jika pemilihan tempat injeksi dan

6. teknik injeksi tidak tepat.

7. Komplikasi dan efek samping yang ditimbulkan biasanya onsetnya lebih cepat dan

lebih berat dibandingkan pemberian obat per oral.

TEKNIK INJEKSI

Teknik injeksi yang paling sering dilakukan adalah :

1. Injeksi intramuskuler :

Obat diinjeksikan ke dalam lapisan otot. Resorpsi obat akan terjadi dalam 10-30

menit. Obat yang sering diberikan secara intramuskuler misalnya : vitamin, vaksin,

antibiotik, antipiretik, hormon-hormon kelamin dan lain-lain.

2. Injeksi subkutan : obat diinjeksikan ke dalam lapisan lemak di bawah kulit. Resorpsi

obat berjalan lambat karena dalam jaringan lemak tidak banyak terdapat pembuluh

darah. Obat yang sering diberikan secara subkutan adalah : insulin, anestesi lokal

3. Injeksi intradermal/ intrakutan : obat diinjeksikan ke dalam lapisan kulit bagian

atas, sehingga akan timbul indurasi kulit. Tindakan menyuntikkan obat secara

intrakutan yang sering dilakukan yaitu tindakan skin test, tes tuberkulin/ Mantoux

test.

4. Injeksi intravena :

Obat diinjeksikan langsung ke dalam vena sehingga menghasilkan efek tercepat,

dalam waktu 18 detik (yaitu waktu untuk satu kali peredaran darah) obat sudah

tersebar ke seluruh jaringan. Obat yang disuntikkan secara intravena misalnya

bermacam-macam antibiotika.

Di antara ketiga cara pertama, perbedaan teknik berada pada besar sudut insersi

jarum terhadap permukaan kulit (gambar 1).

Page 37: Manual semester 6 thn 2016

37

PERSIAPAN

1. Identifikasi dan Persiapan Pasien :

Dokter harus selalu menuliskan identitas pasien (nama lengkap, umur, alamat),

penghitungan dosis obat dan instruksi cara memberikan obat dalam resep dokter/

rekam medis pasien dengan jelas.

Sebelum melakukan injeksi, petugas yang akan memberikan suntikan harus selalu

mengecek kembali identitas pasien dengan menanyakan secara langsung nama

lengkap dan alamat pasien, menanyakan kepada keluarga yang menunggui

pasien (bila pasien tidak sadar) atau dengan membaca gelang identitas pasien

(bila pasien adalah pasien yang dirawat di rumah sakit) dan mencocokkannya

dengan identitas pasien yang harus diberi injeksi.

Sebelum memberikan obat dan melakukan injeksi, dokter harus selalu

menanyakan kepada pasien atau kembali melihat data rekam medis pasien :

1) Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap jenis obat tertentu.

2) Apakah saat ini pasien dalam keadaan hamil. Beberapa jenis obat

mempunyai efek teratogenik terhadap fetus.

Berikan privacy kepada pasien, bila injeksi dilakukan di paha atas atau pantat.

Lakukan injeksi dalam kamar pemeriksaan.

Beritahu pasien prosedur yang akan dilakukan. Bangunkan pasien bila

sebelumnya pasien dalam keadaan tidur. Bila pasien tidak sadar, berikan

penjelasan kepada keluarganya. Bila pasien tidak kooperatif (misalnya anak-anak

Gambar 1. Perbandingan sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit : injeksi IM (90o), subkutan (45o) dan intradermal (15o)

Page 38: Manual semester 6 thn 2016

38

atau pasien dengan gangguan jiwa), mintalah bantuan orang tuanya atau

perawat.

Untuk mengurangi rasa takut pasien, untuk mengalihkan perhatian pasien,

selama injeksi ajaklah pasien berbicara atau minta pasien untuk bernafas dalam.

2. Persiapan obat : jenis, dosis dan cara pemberian obat serta kondisi fisik obat dan

kontainernya.

- Siapkan obat yang akan disuntikkan dan peralatan yang akan dipergunakan

untuk menyuntikkan obat dalam satu tray. Jangan mulai menyuntikkan obat

sebelum semua peralatan dan obat siap.

- Sebelum menyuntikkan obat, instruksi pemberian obat dan label obat harus

selalu dibaca dengan seksama (nama obat, dosis, tanggal kadaluwarsa obat),

dan dicocokkan dengan jenis dan dosis obat yang harus disuntikkan kepada

pasien (gambar 2).

- Kondisi fisik obat dan kontainernya harus selalu dilihat dengan seksama, apakah

ada perubahan fisik botol obat (segel terbuka, label nama obat tidak terbaca

dengan jelas, kontainer tidak utuh atau retak) atau terjadi perubahan fisik pada

obat (bergumpal, mengkristal, berubah warna, ada endapan, dan lain-lain).

- Obat dalam bentuk serbuk harus dilarutkan menggunakan pelarut yang sesuai.

Obat dilarutkan menjelang digunakan. Perhatikan instruksi melarutkan obat dan

catatan-catatan khusus setelah obat dilarutkan, misalnya stabilitas obat setelah

dilarutkan dan kepekaan obat terhadap cahaya.

- Dokter harus mengetahui efek potensial (efek yang diharapkan dan efek

samping) dari pemberian obat.

- Obat tidak boleh disuntikkan bila :

1) Ada ketidaksesuaian/ keraguan akan jenis atau dosis obat yang tersedia

dengan instruksi dokter.

2) Ada ketidaksesuaian identitas pasien yang akan disuntik dengan identitas

pasien dalam lembar instruksi injeksi.

3) Ada perubahan fisik pada obat atau kontainernya.

4) Tanggal kadaluwarsa obat telah lewat.

Page 39: Manual semester 6 thn 2016

39

Gambar 2. Cek tanggal kadaluwarsa obat yang

akan disuntikkan

ALAT-ALAT YANG DIPERLUKAN UNTUK INJEKSI

Penggunaan alat-alat yang tepat akan memudahkan pelaksana injeksi serta

meminimalkan ketidaknyamanan dan efek samping bagi pasien.

1. Kapas dan alkohol 70%

2. Sarung tangan

3. Obat yang akan diinjeksikan

4. Jarum steril disposable

Bagian-bagian jarum yaitu : (gambar 3)

- Lumen jarum (ruang di bagian dalam jarum di mana obat mengalir).

- Bevel (bagian jarum yang tajam/ menusuk kulit).

- Kanula (shaft, bagian batang jarum).

Pengecekan identitas pasien sangat penting untuk keselamatan pasien.

Kesalahan pemberian injeksi dapat berakibat serius, bahkan fatal.

Penyiapan obat dan teknik injeksi harus dilakukan secara aseptik untuk

mencegah masuknya partikel asing maupun mikroorganisme ke dalam tubuh

pasien. Kerusakan yang permanen pada syaraf atau struktur jaringan serta

transmisi infeksi, dapat terjadi karena kesalahan teknik injeksi atau akibat

penggunaan jarum yang tidak layak, misalnya jarum yang tumpul, tidak rata atau

tidak disposable.

Page 40: Manual semester 6 thn 2016

40

- Hub (bagian jarum yang berhubungan dengan adapter dari spuit).

Gambar 3. Bagian-bagian Jarum

Standard panjang jarum adalah 0.5 – 6 inchi. Pemilihan panjang jarum

tergantung pada teknik pemberian obat, sementara pemilihan ukuran jarum tergantung

pada viskositas obat yang disuntikkan. Ukuran jarum diberi nomor 14-27. Makin besar

angka, makin kecil diameter jarum (gambar 4). Jarum berukuran kecil dipergunakan

untuk obat yang encer atau cair, sementara jarum diameter besar dipergunakan untuk

obat yang kental.

Gambar 4. Variasi Panjang & Diameter Jarum

Page 41: Manual semester 6 thn 2016

41

5. Spuit steril disposable

Gambar 5. Bagian-bagian spuit

Spuit terdiri dari bagian-bagian : (gambar 5)

- Tutup spuit (cap)

- Jarum

- Adapter

- Barrel : di dinding barrel terdapat skala 0.01, 0.1, 0.2 atau 1 mL (gambar 6) .

- Plunger : untuk mendorong obat dalam barrel masuk ke dalam tubuh.

Gambar 6. Variasi Ukuran Spuit

Penyiapan Jarum, Spuit dan Obat untuk Injeksi

1. Tentukan jenis obat dan teknik injeksi yang akan dilakukan.

2. Cuci tangan dengan seksama.

3. Pemilihan jarum :

Bevel

Hub

Cap

Needle

Barrel

Plunger

Adapter

Page 42: Manual semester 6 thn 2016

42

Panjang jarum ditentukan oleh teknik injeksi, sementara ukuran jarum ditentukan

oleh jenis obat yang diinjeksikan.

- Injeksi subkutan memerlukan jarum yang pendek. Panjang jarum ½ - 7/8”

dengan ukuran jarum 23 – 25.

- Injeksi Intradermal memerlukan jarum yang lebih pendek dibanding jarum

untuk injeksi subkutan, yaitu panjang ¼ - ½” dengan ukuran jarum 26.

- Injeksi intramuskuler memerlukan jarum yang lebih panjang, yaitu 1” – 1.5”

dengan ukuran jarum 20 – 22.

4. Pemilihan spuit :

Pemilihan ukuran spuit tergantung volume dan viskositas obat yang diinjeksikan.

Cek kapasitas spuit, pastikan spuit dapat menampung volume obat.

Kapasitas spuit dinyatakan dengan mL atau cc (cubic centimeter). Lihat apakah

skala pada dinding spuit tertera dengan jelas dan dapat dipergunakan untuk

menentukan dosis obat dengan tepat.

Peralatan untuk injeksi harus steril. Lihat adanya kerusakan fisik pada jarum dan

spuit, misalnya segel terbuka, ada tanda karat pada jarum, adanya air dalam

spuit dan lain-lain.

5. Pemasangan jarum pada spuit :

Keluarkan spuit dari kemasannya.

Jangan menyentuh bagian steril dari spuit, yaitu bagian adapter dan batang

plunger, karena bagian-bagian tersebut akan berkontak dengan jarum dan

bagian dalam barrel. Kontaminasi bagian-bagian tersebut berpotensi menularkan

infeksi kepada pasien.

Segel karet (rubber stopper) di dalam barrel dilihat apakah menempel erat pada

puncak plunger sehingga tidak terlepas waktu plunger digerakkan, dan cukup

rapat menutup diameter barrel sehingga tidak ada cairan obat yang merembes

keluar.

Spuit dipegang dengan tangan kiri dan plunger ditarik keluar masuk barrel

beberapa kali. Dirasakan apakah tahanan cukup dan plunger bergerak cukup

mudah. Dilihat apakah posisi segel karet berubah.

Page 43: Manual semester 6 thn 2016

43

Tabel 1. Perbandingan Teknik Injeksi Intradermal, Subkutan dan Intramuskuler

Route Jumlah obat

Lokasi injeksi Sudut Spuit Ukuran Jarum

Panjang Jarum

id 0.1 mL Antebrachii 15-20o 1 mL (Tuberkulin)

25-27 ¼ - ½”

sk 2 mL Lengan atas 45o 2.5-3 mL 23-25 ½ - 7/8”

im 1 mL Deltoid 90o 2.5-5 mL 20-22 1” – 1.5”

im 5 mL Gluteus 90o 2.5-5 mL 20-22 1” – 1.5”

im 5 mL Vastus Lateralis

90o 2.5-5 mL 20-22 1” – 1.5”

Kemasan jarum disobek di bagian pangkal jarum sehingga pangkal jarum keluar.

Dikeluarkan dari kemasan dengan memegang tutup jarum, hindarkan memegang

bagian hub jarum.

Tutup adapter spuit dibuka dan pasangkan hub jarum ke adapter spuit.

Kencangkan jarum dengan memutarnya ke kanan (seperempat putaran),

pastikan jarum telah cukup kencang pada spuit.

Tutup jarum dibuka. Dilihat apakah jarum lurus, ujung jarum rata dan runcing,

serta tidak ada karat di permukaan jarum.

6. Aspirasi obat dari dalam vial :

- Buka logam penutup karet vial. Bersihkan tutup karet vial dengan kapas alkohol,

biarkan mengering.

- Tusukkan jarum sampai ujung jarum melewati tutup karet, bevel jarum

menghadap ke atas. Bagian hub jarum jangan menyentuh tutup karet.

- Dengan posisi kedua tangan seperti pada gambar 7 di bawah, aspirasi obat

dengan menarik plunger perlahan, sampai sejumlah volume obat yang akan

diinjeksikan kepada pasien, ditambahkan sedikit ( 0.2 mL). Selama aspirasi,

ujung jarum harus selalu berada di bawah permukaan cairan supaya udara tidak

masuk ke dalam spuit.

Page 44: Manual semester 6 thn 2016

44

Gambar 7. Cara Mengaspirasi Obat dari dalam Botol Vial

- Jika obat masih berupa serbuk, obat harus dilarutkan lebih dulu dengan pelarutnya

dan dikocok hingga obat benar-benar terlarut dengan sempurna. Jumlah pelarut

sesuai dengan instruksi pabrik. Prosedur mengaspirasi pelarut sama dengan

prosedur aspirasi obat yang sudah berbentuk larutan.

- Setelah obat terlarut sempurna, ganti jarum pada spuit dengan jarum baru, dan

aspirasi larutan seperti cara di atas.

- Setelah obat diaspirasi sesuai keperluan, tarik spuit keluar vial. Cek apakah jumlah

obat yang diaspirasi sudah sesuai dosis + 0.2 mL.

7. Aspirasi obat dari dalam ampul :

- Kibaskan atau ketuk-ketuk bagian atas ampul supaya cairan obat yang terjebak

di leher dan bagian atas ampul turun ke bawah (gambar 8).

Gambar 8. Mengetuk Bagian Atas Ampul

- Bersihkan leher ampul dengan kapas alkohol.

Page 45: Manual semester 6 thn 2016

45

- Pegang bagian bawah dan atas ampul dengan kedua tangan dan patahkan leher

ampul (gambar 9).

Gambar 9. Mematahkan Leher Ampul

- Lihat larutan obat di dalam ampul, adakah pecahan kaca ampul di dalamnya. Jika

ada pecahan kaca, ampul harus dibuang.

- Aspirasi larutan obat dari dalam ampul menggunakan spuit yang sudah disiapkan

dengan cara (a) ampul dipegang dengan tangan kiri, diaspirasi menggunakan

spuit yang dipegang dengan tangan kanan, atau (b) letakkan ampul di meja

yang datar, pegang ampul dengan tangan kiri, diaspirasi menggunakan spuit

yang dipegang dengan tangan kanan. Sembari diaspirasi, jarum harus berada di

bawah permukaan cairan (gambar 10a dan 10b).

- Obat diaspirasi sesuai dosis yang diperlukan, ditambah 0.2 mL.

- Keluarkan spuit dari ampul, dan lihat apakah volume obat sudah sesuai dosis.

8. Menghilangkan gelembung udara dari dalam spuit

Pegang jarum dengan posisi seperti gambar 11 di samping, lubang jarum

menghadap ke atas.

Gambar 10. Aspirasi Obat dari dalam Spuit.

(a) (b)

Page 46: Manual semester 6 thn 2016

46

Tarik plunger perlahan, supaya cairan obat dalam batang jarum masuk ke dalam

barrel.

Ketuk-ketuk barrel perlahan supaya gelembung udara naik ke permukaan cairan.

Dorong plunger perlahan, sehingga cairan obat naik sampai hub jarum dan

gelembung udara keluar dari lubang jarum.

Dorong plunger sampai sejumlah kecil cairan obat ( 0.2 mL) terbuang.

Cek kembali ketepatan dosis obat.

Obat siap diinjeksikan.

Gambar 11. Menghilangkan Gelembung Udara dari dalam Spuit

INJEKSI INTRAMUSKULER

Obat-obat yang diberikan secara injeksi intramuskuler adalah obat-obat yang

menyebabkan iritasi jaringan lemak subkutan dengan onset aksi obat relatif cepat dan

durasi kerja obat cukup panjang. Obat yang diinjeksikan ke dalam otot membentuk

deposit obat yang diabsorpsi secara gradual ke dalam pembuluh darah. Teknik injeksi

intramuskuler adalah teknik injeksi yang paling mudah dan paling aman, meski teknik

injeksi intramuskuler memerlukan otot dalam keadaan relaksasi sehingga sangat penting

pasien dalam keadaan rileks.

Page 47: Manual semester 6 thn 2016

47

Lokasi injeksi

Panjang jarum yang digunakan biasanya 1-1.5” dengan ukuran jarum 20-22. Tempat

yang dipilih adalah tempat yang jauh dari arteri, vena dan nervus, misalnya :

1. Regio Gluteus (gambar 12)

Jika volume obat lebih dari 1 mL, biasanya dipilih daerah gluteus karena otot-

otot di daerah gluteus tebal sehingga mengurangi rasa sakit dan kaya

vaskularisasi sehingga absorpsi lebih baik.

Volume obat yang diinjeksikan maksimal 5 mL. Jika volume obat lebih dari 5 mL,

maka dosis obat dibagi 2 kali injeksi.

Penentuan lokasi injeksi harus ditentukan secara tepat untuk menghindarkan

trauma dan kerusakan ireversibel terhadap tulang, pembuluh darah besar dan

nervus sciaticus, yaitu di kuadran superior lateral gluteus.

Posisi pasien paling baik adalah berbaring tengkurap dengan regio gluteus

terpapar.

Paling mudah dilakukan, namun angka terjadi komplikasi paling tinggi.

Hati-hati terhadap nervus sciaticus dan arteri glutea superior.

Gambar 12. Lokasi injeksi intramuskuler di regio gluteus (kuadran superior lateral)

Page 48: Manual semester 6 thn 2016

48

2. Regio superior lateral femur

Yang diinjeksi adalah m. vastus lateralis, salah satu otot dari 4 otot dalam

kelompok quadriceps femoris, berada di regio superior lateral femur. Titik injeksi

kurang lebih berada di antara 5 jari di atas lutut sampai 5 jari di bawah lipatan

inguinal.

Pada orang dewasa, m. vastus lateralis terletak pada sepertiga tengah paha

bagian luar. Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu

ditarik atau sedikit dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang

tepat.

Meski di area ini tidak ada pembuluh darah besar atau syaraf utama, kadang

dapat terjadi trauma pada nervus cutaneus femoralis lateralis superficialis.

Jangan melakukan injeksi terlalu dekat dengan lutut atau inguinal.

Pada orang dewasa, volume obat yang diijeksikan di area ini sampai 2 mL (untuk

bayi kurang lebih 1 mL).

Merupakan area injeksi intramuskuler pilihan pada bayi baru lahir (pada bayi baru

lahir jangan melakukan injeksi intramuskuler di gluteus, karena otot-otot regio

gluteus belum sempurna sehingga absorpsi obat kurang baik dan risiko trauma

nervus sciaticus mengakibatkan paralisis ekstremitas bawah.

Posisi pasien dalam keadaan duduk atau berdiri dengan bagian kontralateral

tubuh ditopang secara stabil.

Gambar 13. Lokasi injeksi intramuskuler di

superior lateral femur

Page 49: Manual semester 6 thn 2016

49

3. Regio femur bagian depan

Yang diinjeksi adalah m. rectus femoris. Pada orang dewasa terletak pada regio

femur 1/3 medial anterior.

Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu ditarik atau

sedikit dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.

Pada orang dewasa, volume obat yang diijeksikan di area ini sampai 2 mL (untuk

bayi kurang lebih 1 mL).

Lokasi ini jarang digunakan, namun biasanya sangat penting untuk melakukan

auto-injection, misalnya pasien dengan riwayat alergi berat biasanya

menggunakan tempat ini untuk menyuntikkan steroid injeksi yang mereka bawa

ke mana-mana.

4. Regio deltoid

Pasien dalam posisi duduk. Lokasi injeksi biasanya di pertengahan regio deltoid, 3

jari di bawah sendi bahu (gambar 14). Luas area suntikan paling sempit

dibandingkan regio yang lain.

Indikasi injeksi intramuskuler antara lain untuk menyuntikkan antibiotik,

analgetik, anti vomitus dan sebagainya.

Volume obat yang diinjeksikan maksimal 1 mL.

Organ penting yang mungkin terkena adalah arteri brachialis atau nervus radialis.

Hal ini terjadi apabila kita menyuntik lebih jauh ke bawah daripada yang

seharusnya.

Minta pasien untuk meletakkan tangannya di pinggul (seperti gaya seorang

peragawati), dengan demikian tonus ototnya akan berada kondisi yang mudah

untuk disuntik dan dapat mengurangi nyeri.

Gambar 14. Lokasi injeksi di regio deltoid

Page 50: Manual semester 6 thn 2016

50

Prosedur injeksi intramuskuler

Regangkan kulit di atas area injeksi. Jarum akan lebih mudah ditusukkan bila

kulit teregang. Dengan teregangnya kulit, maka secara mekanis akan membantu

mengurangi sensitivitas ujung-ujung saraf di permukaan kulit.

Spuit dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan (gambar 15).

Gambar 15. Cara memegang spuit untuk injeksi intramuskuler

Jarum ditusukkan dengan cepat melalui kulit dan subkutan sampai ke dalam otot

dengan jarum tegak lurus terhadap permukaan kulit, bevel jarum menghadap ke

atas (gambar 16).

Gambar 16. Injeksi intramuskuler. Arah jarum tegak lurus permukaan kulit

Setelah jarum berada dalam lapisan otot, lakukan aspirasi untuk mengetahui

apakah jarum mengenai pembuluh darah atau tidak (gambar 17).

Page 51: Manual semester 6 thn 2016

51

Gambar 17. Lakukan aspirasi

Injeksikan obat dengan ibu jari tangan kanan mendorong plunger perlahan-

lahan, jari telunjuk dan jari tengah menjepit barrel tepat di bawah kait plunger.

Setelah obat diinjeksikan seluruhnya, tarik jarum keluar dengan arah yang sama

dengan arah masuknya jarum dan masase area injeksi secara sirkuler

menggunakan kapas alkohol kurang lebih 5 detik.

Melakukan kontrol perdarahan.

Pasang plester di atas luka tusuk.

Lakukan observasi terhadap pasien beberapa saat setelah injeksi.

INJEKSI SUBKUTAN

Obat diinjeksikan ke dalam jaringan di bawah kulit (subkutis). Obat yang

diinjeksikan secara subkutan biasanya adalah obat yang kecepatan absorpsinya

dikehendaki lebih lambat dibandingkan injeksi intramuskuler atau efeknya diharapkan

Aspirasi harus selalu dilakukan sebelum menginjeksikan obat, karena

obat yang seharusnya masuk ke dalam otot atau jaringan lemak

subkutan dapat menjadi emboli yang berbahaya bila masuk ke dalam

pembuluh darah.

Pastikan semua obat dalam spuit habis diinjeksikan ke dalam otot,

karena sisa obat dalam spuit dapat menyebabkan iritasi subkutan saat

jarum ditarik keluar.

Jika pasien mendapatkan suntikan berulang, lakukan di sisi yang

berbeda.

Page 52: Manual semester 6 thn 2016

52

bertahan lebih lama. Obat yang diinjeksikan secara subkutan harus obat-obat yang

dapat diabsorpsi dengan sempurna supaya tidak menimbulkan iritasi jaringan lemak

subkutan. Indikasi injeksi subkutan antara lain untuk menyuntikkan adrenalin pada

shock anafilaktik, atau untuk obat-obat yang diharapkan mempunyai efek sistemik lama,

misalnya insulin pada penderita diabetes.

Injeksi subkutan dapat dilakukan di hampir seluruh area tubuh, tetapi tempat

yang dipilih biasanya di sebelah lateral lengan bagian atas (deltoid), di permukaan

anterior paha (vastus lateralis) atau di pantat (gluteus). Area deltoid dipilih bila volume

obat yang diinjeksikan sebanyak 0.5 – 1.0 mL atau kurang. Jika volume obat lebih dari

itu (sampai maksimal 3 mL) biasanya dipilih di area vastus lateralis.

Cara melakukan injeksi subkutan adalah :

a. Pilih area injeksi.

b. Sterilkan area injeksi dengan kapas alkohol 70% dengan gerakan memutar dari

pusat ke tepi. Buka tutup jarum dengan menariknya lurus ke depan (supaya jarum

tidak bengkok), letakkan tutup jarum pada tray/ tempat yang datar.

c. Stabilkan area injeksi dengan mencubit kulit di sekitar tempat injeksi dengan ibu jari

dan jari telunjuk tangan kiri (jangan menyentuh tempat injeksi).

d. Pegang spuit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan, bevel jarum

menghadap ke atas.

e. Jarum ditusukkan menembus kulit, sampai jaringan lemak di bawah kulit sampai

kedalaman kurang lebih ¾ panjang jarum. Arah jarum pada injeksi subkutan adalah

membentuk sudut 450 terhadap permukaan kulit.

Page 53: Manual semester 6 thn 2016

53

f. Lepaskan cubitan dengan tetap menstabilkan posisi spuit.

Gambar 17. Injeksi subkutan, arah jarum membentuk sudut 45o terhadap permukaan kulit

g. Aspirasi untuk mengetahui apakah ujung jarum masuk ke dalam pembuluh darah

atau tidak.

h. Injeksikan obat dengan menekan plunger dengan ibu jari perlahan dan stabil, karena

injeksi yang terlalu cepat akan menimbulkan rasa nyeri.

i. Tarik jarum keluar tetap dengan sudut 450 terhadap permukaan kulit. Letakkan

kapas alkohol di atas bekas tusukan.

j. Berikan masase perlahan di atas area suntikan untuk membantu merapatkan

kembali jaringan bekas suntikan dan meratakan obat sehingga lebih cepat

diabsorpsi.

INJEKSI INTRADERMAL

Pada injeksi Intradermal, obat disuntikkan ke dalam lapisan atas dari kulit.

Teknik injeksi Intradermal sering merupakan bagian dari prosedur diagnostik, misalnya

tes tuberkulin, atau tes alergi (skin test), di mana biasanya hanya disuntikkan sejumlah

kecil obat sebelum diberikan dalam dosis yang lebih besar dengan teknik lain (misal :

diinjeksikan 0.1 mL antibiotik secara Intradermal untuk skin test sebelum diberikan dosis

lebih besar secara intravena).

Indikasi injeksi intra dermal antara lain untuk vaksinasi BCG, skin test sebelum

menyuntikkan antibiotika dan injeksi alergen (contoh : injeksi lamprin untuk

desensitisasi).

Page 54: Manual semester 6 thn 2016

54

Gambar 18. Lapisan-lapisan kulit.

Panjang jarum yang dipilih adalah ¼ - 1/2” dan spuit ukuran 26. Biasanya yang

sesuai ukuran itu adalah spuit tuberkulin atau spuit insulin. Tempat injeksi yang dipilih

biasanya bagian medial/ volair dari regio antebrachii.

Prosedur injeksi Intradermal :

a. Posisi pasien : pasien duduk dengan siku kanan difleksikan, telapak tangan pada

posisi supinasi, sehingga permukaan volair regio antebrachii terekspos.

b. Tentukan area injeksi.

c. Lakukan sterilisasi area injeksi dengan kapas alkohol.

d. Fiksasi kulit : menggunakan ibu jari tangan kiri, regangkan kulit area injeksi, tahan

sampai bevel jarum dinsersikan.

Gambar 22. Posisi Jarum pada Injeksi Intradermal

Page 55: Manual semester 6 thn 2016

55

e. Pegang spuit dengan tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas. Jangan

menempatkan ibu jari atau jari lain di bawah spuit karena akan menyebabkan sudut

jarum lebih dari 150 sehingga ujung jarum di bawah dermis.

f. Jarum ditusukkan membentuk sudut 150 terhadap permukaan kulit, menelusuri

epidermis. Tanda bahwa ujung jarum tetap berada dalam dermis adalah terasa

sedikit tahanan. Bila tidak terasa adanya tahanan, berarti insersi terlalu dalam,

tariklah jarum sedikit ke arah luar.

g. Obat diinjeksikan, seharusnya muncul indurasi kulit, yang menunjukkan bahwa obat

berada di antara jaringan intradermal.

h. Setelah obat diinjeksikan seluruhnya, tarik jarum keluar dengan arah yang sama

dengan arah masuknya jarum.

i. Jika tidak terjadi indurasi, ulangi prosedur injeksi di sisi yang lain.

j. Pasien diinstruksikan untuk tidak menggosok, menggaruk atau mencuci/ membasahi

area injeksi.

k. Tes tuberkulin : pasien diinstruksikan untuk kembali setelah 48-72 jam untuk

dilakukan evaluasi hasil tes tuberkulin.

l. Skin test/ allergy test : reaksi akan muncul dalam beberapa menit, berupa kemerah-

merahan pada kulit di sekitar tempat injeksi.

Gambar 23. Injeksi intradermal

Page 56: Manual semester 6 thn 2016

56

Gambar 24. Indurasi kulit setelah injeksi intradermal

Tanda bahwa injeksi intradermal berhasil adalah terasa sedikit tahanan saat jarum

dimasukkan dan menelusuri dermis serta terjadinya indurasi kulit sesudahnya.

INJEKSI INTRAVENA

Injeksi intravena dbiasanya dilakukan terhadap pasien yang dirawat di rumah

sakit. Injeksi intravena dapat dilakukan secara :

1. Bolus : sejumlah kecil obat diinjeksikan sekaligus ke dalam pembuluh darah

menggunakan spuit perlahan-lahan.

2. Infus intermiten : sejumlah kecil obat dimasukkan ke dalam vena melalui cairan infus

dalam waktu tertentu, misalnya Digoksin dilarutkan dalam 100 mL cairan infus yang

diberikan secara intermiten).

3. Infus kontinyu : memasukkan cairan infus atau obat dalam jumlah cukup besar yang

dilarutkan dalam cairan infus dan diberikan dengan tetesan kontinyu.

Jenis obat yang diberikan dengan injeksi intravena adalah antibiotik, cairan

intravena, diuretik, antihistamin, antiemetik, kemoterapi, darah dan produk darah. Untuk

injeksi bolus, vena yang dipilih antara lain vena mediana cubitii dengan alasan lokasi

superficial, terfiksir dan mudah dimunculkan. Untuk infus intermiten dan kontinyu dipilih

dipilih vena yang lurus (menetap) dan paling distal atau dimasukkan melalui jalur

intravena yang sudah terpasang.

Page 57: Manual semester 6 thn 2016

57

Gambar 21. Pemasangan torniket

Prosedur injeksi intravena

Tidak boleh ada gelembung udara di dalam spuit. Partikel obat benar-benar harus

terlarut sempurna.

Melakukan pemasangan torniket 2 – 3 inchi di atas vena tempat injeksi akan

dilakukan (gambar 25).

Melakukan desinfeksi lokasi pungsi secara sirkuler, dari dalam ke arah luar dengan

alkohol 70%, biarkan mengering.

Cara melakukan injeksi intravena :

Spuit dipegang dengan tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas.

Jarum ditusukkan dengan sudut 150 – 300 terhadap permukaan kulit ke arah

proksimal sehingga obat yang disuntikkan tidak akan mengakibatkan turbulensi

ataupun pengkristalan di lokasi suntikan.

Lakukan aspirasi percobaan.

1) Bila tidak ada darah, berarti ujung jarum tidak masuk ke dalam pembuluh

darah. Anda boleh melakukan probing dan mencari venanya, selama tidak

terjadi hematom. Pendapat yang lain menganjurkan untuk mencabut jarum

dan mengulang prosedur.

2) Bila darah mengalir masuk ke dalam spuit, berwarna merah terang, sedikit

berbuih, dan memiliki tekanan, berarti tusukan terlalu dalam dan ujung

jarum masuk ke dalam lumen arteri. Segera tarik jarum dan langsung

lakukan penekanan di bekas lokasi injeksi tadi.

3) Bila darah yang mengalir masuk ke dalam spuit berwarna merah gelap, tidak

berbuih dan tidak memiliki tekanan, berarti ujung jarum benar telah berada

di dalam vena. Lanjutkan dengan langkah berikutnya.

Page 58: Manual semester 6 thn 2016

58

Setelah terlihat darah memasuki spuit, lepaskan torniket dengan hati-hati

(supaya tidak menggeser ujung jarum dalam vena) dan tekan plunger dengan

sangat perlahan sehingga isi spuit memasuki pembuluh darah.

Setelah semua obat masuk ke dalam pembuluh darah pasien, tarik jarum keluar

sesuai dengan arah masuknya.

Tekan lokasi tusukan dengan kapas kering sampai tidak lagi mengeluarkan

darah, kemudian pasang plester.

Gambar 26. Injeksi Intravena

Bila injeksi dimasukkan melalui jalur intravena yang sudah terpasang :

Tidak perlu memasang torniket.

Lakukan desinfeksi pada karet infus yang dengan kapas alkohol 70%, tunggu

mengering.

Injeksikan obat melalui jalur intravena dengan sangat perlahan.

Setelah semua obat diinjeksikan, tarik jarum keluar. Lihat apakah terjadi

kebocoran pada karet jalur intravena.

Lakukan flushing, dengan cara membuka pengatur tetesan infus selama 30-60

detik untuk membilas selang jalur intravena dari obat.

Injeksi intravena harus dilakukan dengan sangat perlahan, yaitu minimal dalam

50-70 detik, supaya kadar obat dalam darah tidak meninggi terlalu cepat.

Karena pada teknik injeksi intravena obat demikian cepat tersebar ke seluruh

tubuh, harus dilakukan observasi pasca injeksi terhadap pasien.

Page 59: Manual semester 6 thn 2016

59

OBSERVASI SETELAH INJEKSI

Setelah injeksi harus selalu dilakukan observasi terhadap pasien. Lama observasi

bervariasi tergantung kondisi pasien dan jenis obat yang diberikan. Observasi dilakukan

terhadap :

- Munculnya efek yang diharapkan, misalnya hilangnya nyeri setelah suntikan

analgetik.

- Reaksi spesifik, misalnya timbulnya indurasi kulit dan hiperemia setelah skin test.

- Komplikasi dari obat yang disuntikkan, misalnya terjadinya diare setelah injeksi

ampicillin.

KETERAMPILAN PUNGSI VENA DAN KAPILER

PENDAHULUAN

Pungsi vena dan kapiler merupakan bagian dari prosedur diagnostik, yaitu

mengambil darah pasien untuk keperluan pemeriksaan laboratorium. Untuk itu

dokter harus mengetahui tujuan dilakukan pemeriksaan laboratorium tersebut

sehingga dapat melakukan pengambilan sampel darah secara tepat. Kesalahan dalam

persiapan pasien dan pengambilan sampel (pemilihan antikoagulan, teknik

pengambilan sampel, volume darah yang diambil, pemilihan kontainer dan

pengiriman sampel darah ke laboratorium) sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan

pasien.

Di setiap ruang praktek dokter, ruang injeksi di rumah sakit atau dalam

tray alat-alat injeksi harus tersedia peralatan dan obat-obat

emergensi untuk mengatasi keadaan darurat yang mungkin

terjadi pasca injeksi, misalnya shock anafilaktik atau cardiac arrest.

Obat darurat yang harus disediakan adalah adrenalin 1:1000

(ampul adrenalin 1 mL) yang disuntikkan secara intramuskuler.

Page 60: Manual semester 6 thn 2016

60

Jenis pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis

pasien adalah :

- Pemeriksaan darah rutin (kadar Hb, jumlah lekosit, eritrosit, trombosit, kadar

hematokrit, hitung jenis lekosit, laju enap darah dll).

- Pemeriksaan kimia darah (glukosa, profil lemak darah, fungsi hati, fungsi ginjal,

enzim-enzim, elektrolit, dll).

- Pemeriksaan sero-imunologi (petanda tumor, petanda infeksi, hormon, kadar obat

dalam tubuh, dll).

Karena jenis pemeriksaan dan cara pengambilan sampel untuk berbagai jenis

pemeriksaan laboratorium bervariasi, bila dokter ragu-ragu akan cara persiapan pasien,

tujuan pemeriksaan atau cara pengambilan sampel, ada baiknya menanyakan secara

langsung kepada pihak laboratorium.

ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN UNTUK PUNGSI VENA & KAPILER

Pada prinsipnya alat yang dipergunakan untuk tindakan pungsi vena sama

dengan alat yang diperlukan untuk injeksi intravena kecuali pada pungsi vena diperlukan

kontainer-kontainer sampel sesuai pemeriksaan yang akan dilakukan dan kontainer

tersebut harus diberi identitas pasien. Selain itu, selain dapat dipakai spuit injeksi biasa

untuk mengaspirasi darah, dapat juga dipergunakan berbagai jenis tabung vakum

(evacuated tube) sehingga kita tidak perlu lagi menarik plunger saat aspirasi.

Page 61: Manual semester 6 thn 2016

61

Gambar 27. Alat yang Diperlukan untuk Pungsi Vena

Gambar 24. Tabung Vakum (evacuated tube)

Kontainer sampel

Untuk kontainer sampel dapat dipakai tabung-tabung reaksi dari kaca, tanpa

atau dengan penambahan antikoagulan dengan jenis dan jumlah sesuai pemeriksaan

yang akan dilakukan.

Antikoagulan

Penambahan antikoagulan menyebabkan darah tidak dapat membeku setelah

berada di luar tubuh. Antikoagulan bekerja dengan mekanisme tertentu misalnya :

1. Mengikat kalsium dalam darah :

- Potassium EDTA/ K2-EDTA, Sodium EDTA/ Na2-EDTA : untuk pemeriksaan

hematologi rutin dan pemeriksaan diagnostik molekuler seperti PCR (Polymerase

Chain Reaction).

- Sodium Citrat, Potassium Citrat : untuk pemeriksaan koagulasi dan hemostasis.

- Potassium Oksalat.

- Sodium Fluoride (NaF) : sebagai pengawet untuk pemeriksaan kimia darah.

Page 62: Manual semester 6 thn 2016

62

2. Penghambat trombin (Sodium Heparin, Lithium Heparin) : dipergunakan untuk

pemeriksaan analisis gas darah (pemeriksaan analisis gas darah mempergunakan

sampel darah arteri – bukan vena) dan kimia darah (selain elektrolit).

Tabung vakum (evacuated tube)

Terdiri dari :

Multisample needle, dengan hub dihubungkan pada needle holder dan katub karet

(rubber sheath) untuk mencegah kebocoran darah sewaktu mengganti tabung

vakum sesuai kebutuhan.

Needle holder, dipergunakan untuk ”memegang” jarum

Berbagai jenis tabung vakum, yaitu tabung terbuat dari kaca atau plastik yang

disegel oleh segel karet, dengan tekanan vakum negatif dalam tabung, dengan

perbedaan warna tutup tabung sesuai tujuan pemeriksaan (tanpa antikoagulan dan

dengan berbagai jenis antikoagulan). Tabung plastik dipergunakan untuk

pemeriksaan koagulasi dan hemostasis.

PUNGSI VENA

Lokasi pungsi vena paling sering adalah vena mediana cubiti, karena cukup

besar, lurus dan letaknya superfisial.

Gambar 29. Lokasi pungsi vena, vena mediana cubiti

Page 63: Manual semester 6 thn 2016

63

Gambar 30. Pemasangan Torniket

Gambar 31. Insersi Jarum

Gambar 32. Aspirasi Darah

PROSEDUR PUNGSI VENA MENGGUNAKAN SPUIT INJEKSI

Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk senyaman mungkin dan

memberi kesempatan pada pasien untuk beristirahat sejenak.

Mencocokkan identitas pasien (nama, alamat).

Mengecek pemeriksaan yang diminta dan menyiapkan kontainer sampel sesuai

kebutuhan.

Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.

Mengenakan sarung tangan dengan benar.

Memberi identitas pasien pada kontainer sampel dengan jelas.

Page 64: Manual semester 6 thn 2016

64

Memilih lokasi pungsi dengan benar dan sesuai kondisi pasien. Hindari daerah yang

hematom, luka, sikatrik, oedem.

Diutamakan di lengan (lengan kiri), hindari daerah yang hematom, luka, sikatrik,

oedem.

Pilih vena yang paling jelas dan lurus.

Jangan menusuk sampai benar-benar yakin bahwa lokasi pungsi sudah ideal.

Melakukan pemasangan torniket dengan benar (lokasi pemasangan, kekencangan,

lama).

Torniket dipasang 2 – 3 inchi di atas vena yang akan dipungsi.

Torniket baru dipasang setelah petugas yakin sudah menemukan lokasi vena

yang akan dipungsi.

Pemasangan torniket tidak terlalu kencang, asal cukup untuk menampakkan

vena.

Pasien diminta membantu dengan mengepalkan tangan.

Pemasangan torniket paling lama 1 menit. Bila terlalu lama, terjadi

hemokonsentrasi yang akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Bila pungsi vena tertunda, torniket dilepas dulu dan dipasang kembali saat akan

dilakukan pungsi.

Melakukan desinfeksi lokasi pungsi dengan benar, dibiarkan kering & tidak disentuh

lagi.

Desinfeksi lokasi pungsi dengan alkohol 70%.

Biarkan mengering, alkohol tidak boleh ditiup. Bila pungsi dilakukan saat masih

ada sisa alkohol, sisa alkohol akan menyebabkan hemolisis dan menimbulkan

rasa nyeri.

Setelah desinfeksi lokasi pungsi tidak boleh dipalpasi lagi

Melakukan pungsi vena dengan benar :

1. Mengeluarkan udara dari dalam spuit.

2. Spuit dipegang dengan tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas.

3. Jarum ditusukkan dengan sudut 150 – 300. Untuk mengalihkan perhatian pasien,

saat akan menusukkan jarum, pasien diminta untuk menarik nafas dalam.

Demikian juga saat jarum akan ditarik keluar.

Page 65: Manual semester 6 thn 2016

65

4. Darah diaspirasi perlahan-lahan dengan tangan kanan menarik piston spuit,

tangan kiri memfiksasi jarum supaya tidak bergerak dalam pembuluh darah

karena jarum yang bergerak akan menimbulkan rasa nyeri bagi pasien.

5. Darah diaspirasi perlahan-lahan, sebab jika aspirasi terlalu cepat dapat

menyebabkan :

1) Darah akan mengalami hemolisis;

2) Vena kolaps dan menutup lubang jarum sehingga darah berhenti mengalir;

3) Jarum tertarik keluar dari vena.

6. Darah diaspirasi sesuai kebutuhan (perhitungkan kebutuhan darah, semakin

banyak jumlah pemeriksaan, semakin banyak darah yang dibutuhkan).

7. Setelah darah tampak teraspirasi, pasien diminta melepaskan kepalan tangan,

segera melepaskan torniket. Bila darah belum teraspirasi, gerakkan jarum sedikit

ke kanan/ ke kiri atau ke atas/ ke bawah

8. Setelah darah diaspirasi sesuai kebutuhan, letakkan kapas kering pada tempat

pungsi, jarum ditarik perlahan dan lurus sesuai dengan arah masuknya jarum

(dengan tangan kanan), pasien diminta menekan lokasi pungsi dengan kapas

selama beberapa menit. Post pungsi vena mediana cubiti pasien diharuskan

lengan tetap lurus, tidak boleh ditekuk sambil lokasi pungsi ditekan dengan

kapas beralkohol 2-3 menit. Apabila lengan ditekuk akan mempermudah atau

mengakibatkan terjadinya hematom

9. Melepas jarum dari spuit, darah dialirkan perlahan melalui dinding tabung, spuit

bekas dibuang ke tempat sampah infeksius.

10. Segera menghomogenkan tabung kontainer dengan antikoagulan dengan cara

membalik tabung beberapa kali (tidak mengocok). Bila tidak segera

dihomogenkan maka sebagian darah akan mengalami pembekuan sehingga

mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.

Melakukan kontrol perdarahan sampai perdarahan benar-benar berhenti. Pasien

diinstruksikan untuk tidak menekuk siku atau menggosok lokasi pungsi karena

justru akan menyebabkan hematom.

Menutup luka dengan kapas baru, kemudian memasang plester.

Page 66: Manual semester 6 thn 2016

66

Memberikan instruksi kepada pasien untuk mencegah dan mengatasi hematom :

sesampai di rumah, pasien diinstruksikan untuk mengompres bekas luka dengan es

untuk menghentikan perdarahan. Sehari sesudahnya, dikompres dengan air hangat

untuk mempercepat resorpsi bekuan.

PENGAMBILAN DARAH VENA MENGGUNAKAN TABUNG VAKUM

Beri identitas pasien pada tabung vakum.

Pegang jarum pada bagian tutup yang berwarna dengan satu tangan, kemudian

putar dan lepaskan bagian yang berwarna putih dengan tangan lainnya

Pasang jarum pada holder, biarkan tutup yang berwarna tetap pada jarum.

Bila posisi pungsi telah siap, lepaskan tutup jarum yang berwarna, lakukan

pungsi vena seperti biasa.

Masukkan tabung vakum sesuai jenis pemeriksaan ke holder, tempatkan jari

telunjuk dan tengah pada pinggiran holder dan ibu jari pada dasar tabung

mendorong tabung sampai ujung holder.

Lepaskan torniket saat darah mulai mengalir ke tabung, bila kevakuman habis

maka pengaliran darah akan berhenti secara otomatis.

PUNGSI VENA PADA BEBERAPA KEADAAN KHUSUS

Jika pasien adalah bayi/ anak kecil :

Pergunakan jarum kecil (ukuran 23 atau 25 atau wing needle).

Pungsi vena dilakukan di punggung tangan atau punggung kaki, dapat juga

dilakukan pungsi kapiler dari jari tengah atau jari manis;

Pada bayi baru lahir : dilakukan pungsi kapiler, diambil dari kapiler tumit.

Posisi bayi/ anak dipangku orang tua atau dibaringkan di tempat tidur.

Minta bantuan asisten untuk memegangi anak.

Jika di lengan pasien terpasang infus :

Pungsi dilakukan di lengan yang lain.

Bila terpaksa : matikan dulu infus selama 1-2 menit, ambil darah dari vena yang

berbeda dengan vena yang terpasang infus di bawah jalur infus; sejumlah kecil

darah yang terambil pertama kali dibuang terlebih dahulu.

Page 67: Manual semester 6 thn 2016

67

Jika vena kecil/ kolaps :

Pasien diminta membuka dan menutup telapak tangan beberapa kali, atau

Lakukan masase pelan-pelan dari pergelangan tangan ke arah siku, atau

Tepuk pelan-pelan area yang akan dilakukan pungsi dengan jari telunjuk & jari

tengah, atau

Area pungsi dikompres dengan handuk hangat, atau

Biarkan lengan dalam keadaan tergantung (lebih rendah dari jantung) selama

beberapa menit, kemudian dipasang torniket, atau

Bila pasien tampak sangat lemas, pasien diminta untuk makan atau minum teh

hangat manis lebih dahulu.

Hindarkan memijit-mijit area pungsi dengan keras untuk mencegah dilusi darah

oleh cairan jaringan.

Pasien pingsan setelah diambil darah :

1) Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah daripada kaki (kaki diganjal

bantal).

2) Ikat pinggang/ pakaian pasien dilonggarkan.

3) Menilai kesadaran pasien, dengan cara :

Memanggil nama pasien.

Memberi rangsang nyeri dengan menekan kuku ibu jari atau daerah antara

ibu jari dan telunjuk pasien dengan keras.

Bila pasien masih merespon (misal menggerakkan tangan, ada gerakan

kelopak mata atau mengeluarkan suara), lanjutkan pertolongan.

4) Bila pasien tidak berespon terhadap rangsang nyeri, berarti pasien mengalami

KOMA, lakukan penanganan koma (dibahas dalam manual Cardio-Pulmonary

Resuscitation dan Basic Life Support).

5) Ukur tensi pasien.

Bila normal atau terlalu rendah dan tidak ada gejala khusus yang lain,

teruskan tindakan pertolongan.

Bila tensi tinggi atau ada gejala lain (misal kejang, nyeri dada, sesak nafas,

gangguan gerakan/ kelumpuhan, gangguan kesadaran), pasien dirujuk untuk

penanganan selanjutnya (dibahas di blok Kedaruratan Medik) .

Page 68: Manual semester 6 thn 2016

68

6) Sadarkan pasien dengan membaui hidung pasien menggunakan kapas alkohol.

7) Setelah pasien sadar, beri minum teh manis hangat.

Untuk mencegah tertusuk jarum, setelah injeksi atau pungsi vena, tutup

kembali jarum bekas injeksi dengan cara : letakkan tutup jarum di meja yang

datar dan masukkan jarum ke dalam tutupnya, angkat dan kencangkan.

PUNGSI KAPILER/ PUNGSI KULIT

Darah yang diperoleh melalui pungsi kapiler merupakan campuran darah arteri,

darah vena dan cairan jaringan, dengan proporsi darah arteri sedikit lebih banyak

dibandingkan komponen yang lain, sehingga komposisi hematologi dan kimia darah

kapiler sedikit lebih mirip darah arteri. Perbedaan paling besar adalah hasil Hb, AL, AE

dan AT (lebih rendah pada darah kapiler), kadar glukosa (lebih tinggi dalam darah

kapiler), protein total, kalsium dan kalium (lebih rendah pada darah kapiler). Meski

demikian, beberapa jenis pemeriksaan laboratorium, misalnya kultur, pemeriksaan

koagulasi dan hemostasis serta pemeriksaan-pemeriksaan yang memerlukan jumlah

sampel cukup banyak.

Pungsi kapiler merupakan metode pungsi pilihan untuk bayi dan anak, selain itu

pengambilan sampel untuk skrining gangguan metabolisme bawaan atau turunan pada

neonatus (misalnya fenilketonuria) hanya dapat dilakukan dengan pungsi kapiler.

Lokasi pungsi

Dipilih lokasi pungsi yang hangat, tidak pucat, tidak edematous, tidak sianotik, tidak

luka, tidak hematom dan di sisi yang tidak dipasang jalur intravena.

Untuk neonatus dan bayi kurang dari 1 tahun, lokasi terpilih adalah permukaan

plantar di medial garis imajiner yang ditarik dari pertengahan ibu jari ke tumit atau

di lateral garis imajiner yang menghubungkan sela jari keempat dan kelima ke

tumit.

Untuk anak, lokasi terpilih adalah ujung distal ibu jari kaki.

Untuk anak yang lebih besar dan orang dewasa (misalnya pada pasien dengan luka

bakar parah, obesitas, kecenderungan trombosis, orang tua dengan vena rapuh,

pasien dengan jalur intravena di kedua lengan dan kaki, self-monitoring blood

Page 69: Manual semester 6 thn 2016

69

glucose di rumah), lokasi terpilih adalah bagian distal jari ketiga atau keempat

(gambar 32).

Alat yang diperlukan

Kapas alkohol 70%

Lanset disposable dan terstandarisasi : dalamnya tusukan tidak boleh melebihi 2.0

mm karena jarak os calcaneus pada bayi prematur kurang dari 2.4 mm di bawah kulit

tumit. Jika tusukan terlalu dalam atau dilakukan di tempat yang salah, dapat

mengakibatkan osteomyelitis atau osteochondritis. Jangan melakukan pungsi kapiler

pada lengkung tumit atau ujung-ujung jari bayi/neonatus karena mengakibatkan

trauma pada tulang, kartilago dan syaraf, selain itu, berbeda dengan pada orang

dewasa, jumlah darah yang terkumpulpun terlalu sedikit.

Tabung kapiler atau mikropipet dan sealernya (parafin). Perhatikan warna cincin pada

dinding tabung kapiler, tabung denga cincin warna biru tidak mengandung

antikoagulan, sementara dengan cincin merah mengandung heparin sebagai

antikoagulan sehingga harus segera dihomogenkan dengan membalikkannya

beberapa kali.

Kaca objek.

Cara melakukan pungsi kapiler

- Hangatkan lokasi yang akan dipungsi dengan kompres hangat selama 2-3 menit.

- Beri identitas pasien pada sampel (masukkan tabung kapiler ke dalam tabung

vakum atau tabung reaksi yang telah diberi identitas pasien).

- Desinfeksi lokasi pungsi dengan kapas alkohol 70% dan biarkan kering.

- Lakukan tusukan menggunakan lanset di area pungsi yang sudah didesinfeksi. Bila

pungsi dilakukan di distal jari ketiga atau keempat, lakukan tusukan melintang

memotong garis sidik jari karena bila tusukan dilakukan searah garis sidik jari maka

aliran darah akan mengikuti alur sidik jari sehingga darah sulit untuk dikumpulkan.

- Tetesan pertama dibuang, karena kemungkinan besar terkontaminasi oleh cairan

jaringan. Cairan jaringan mengandung faktor koagulasi yang akan mempercepat

Page 70: Manual semester 6 thn 2016

70

pembekuan darah, selain itu juga menyebabkan dilusi darah sehingga

mempengaruhi hasil pemeriksaan.

- Tetesan berikutnya ditampung menggunakan tabung kapiler. Tabung pertama

dipergunakan untuk pemeriksaan hematologi terlebih dulu (pilih tabung kapiler

dengan antikoagulan).

- Lakukan masase ringan untuk memperlancar keluarnya darah, jangan memijit-mijit

terlalu keras.

- Jangan sampai ada gelembung udara di dalam tabung. Jangan mengisi tabung

kapiler terlalu penuh (2/3 – ¾ panjang tabung).

- Setelah dirasakan cukup, segel kedua ujung tabung dengan parafin dengan

memegang ujung tabung dan memasukkan ujung tabung ke dalam parafin 2-3 kali

(jangan memegang bagian tengah tabung, karena risiko patah/ pecah dan melukai

tangan).

- Masukkan tabung kapiler yang sudah disegel ke dalam tabung reaksi yang sudah

diberi identitas pasien.

- Lakukan kontrol perdarahan, tunggu sampai perdarahan benar-benar berhenti.

- Tutup bekas tusukan dengan plester.

Bila tertusuk jarum yang terkontaminasi darah pasien :

Segera cuci dengan air mengalir, keluarkan darah dengan memijat-

mijat luka tusukan.

Lakukan selama 3 – 5 menit.

Gosok dengan kapas alkohol 70%.

Cuci tangan menggunakan sabun antiseptik.

Page 71: Manual semester 6 thn 2016

71

DAFTAR PUSTAKA

Barbara A. Brown : Hematology :Principles And Procedures Lea and Febiger,

Philadelphia 1993

Sir John V Dacif, SM Lewis : Practical H

Page 72: Manual semester 6 thn 2016

72

CEKLIS PENILAIAN

KETERAMPILAN INJEKSI INTRAMUSKULER

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

Persiapan pasien

1. Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk

2. Mengecek kembali identitas pasien

3. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan

4. Menanyakan riwayat alergi pasien

Persiapan obat

5. Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat, kondisi fisik obat dan kontainernya

6. Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat

7. Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray

8. Mencuci tangan

9. Mengenakan sarung tangan

10. Memasang jarum pada spuit

11. Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul

12. Menghilangkan gelembung udara

13. Mengecek kembali ketepatan dosis

Melakukan injeksi intramuskuler dengan benar

14. Memilih lokasi injeksi dengan benar

15. Desinfeksi lokasi injeksi dengan benar

16. Meregangkan kulit

17. Memegang spuit

18. Menginsersikan jarum (sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit 90o)

19. Melakukan aspirasi (cek ujung jarum masuk vena atau tidak)

20. Melakukan injeksi

21. Melakukan masase area injeksi

22. Melakukan kontrol perdarahan

23. Melakukan observasi pasca injeksi

24. Menyebutkan tindakan yang dilakukan manakala dihadapkan pada komplikasi injeksi

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena

situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% 50

Page 73: Manual semester 6 thn 2016

73

CEKLIS PENILAIAN

KETERAMPILAN INJEKSI SUBKUTAN

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

Persiapan pasien

1. Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.

2. Mengecek kembali identitas pasien.

3. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.

4. Menanyakan riwayat alergi pasien.

Persiapan obat

5. Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat, kondisi fisik obat dan kontainernya.

6. Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat

7. Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray.

8. Mencuci tangan.

9. Mengenakan sarung tangan.

10. Memasang jarum pada spuit

11. Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul

12. Menghilangkan gelembung udara

13. Mengecek kembali ketepatan dosis

Melakukan injeksi subkutan dengan benar

14. Memilih lokasi injeksi dengan benar

15. Desinfeksi lokasi injeksi dengan benar

16. Mencubit kulit

17. Memegang spuit

18. Menginsersikan jarum (sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit 45o)

19. Melakukan aspirasi (cek ujung jarum masuk vena atau tidak)

20. Melakukan injeksi

21. Melakukan masase area injeksi

22. Melakukan kontrol perdarahan

23. Melakukan observasi pasca injeksi

24. Menyebutkan tindakan yang dilakukan manakala dihadapkan pada komplikasi injeksi

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena

situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% 50

Page 74: Manual semester 6 thn 2016

74

CEKLIS PENILAIAN

KETERAMPILAN INJEKSI INTRAKUTAN

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

Persiapan pasien

1. Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.

2. Mengecek kembali identitas pasien.

3. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.

4. Menanyakan riwayat alergi pasien.

Persiapan obat

5. Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat, kondisi fisik obat dan kontainernya.

6. Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat

7. Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray.

8. Mencuci tangan.

9. Mengenakan sarung tangan.

10. Memasang jarum pada spuit

11. Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul

12. Menghilangkan gelembung udara

13. Mengecek kembali ketepatan dosis

Melakukan injeksi intrakutan dengan benar

14. Memilih lokasi injeksi dengan benar

15. Desinfeksi lokasi injeksi dengan benar

16. Meregangkan dan memfiksasi kulit

17. Memegang spuit

18. Menginsersikan jarum (sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit 10-15o)

19. Melakukan injeksi sampai terjadi indurasi kulit

20. Melakukan kontrol perdarahan

21. Melakukan observasi pasca injeksi

22. Memberikan instruksi kepada pasien

23. Mengidentifikasi reaksi yang diharapkan muncul

24. Menyebutkan tindakan yang dilakukan manakala dihadapkan pada komplikasi injeksi

JUMLAH SKOR Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang

dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% 50

Page 75: Manual semester 6 thn 2016

75

CEKLIS PENILAIAN

KETERAMPILAN INJEKSI INTRAVENA

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

Persiapan pasien

1. Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.

2. Mengecek kembali identitas pasien.

3. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.

4. Menanyakan riwayat alergi pasien.

Persiapan obat

5. Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat, kondisi fisik obat dan kontainernya.

6. Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat

7. Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray.

8. Mencuci tangan.

9. Mengenakan sarung tangan.

10. Memasang jarum pada spuit

11. Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul

12. Menghilangkan gelembung udara

13. Mengecek kembali ketepatan dosis

Melakukan injeksi intravena dengan benar

14. Mengidentifikasi vena lokasi injeksi

15. Memasang torniket dengan benar

16. Desinfeksi lokasi injeksi dengan benar

17. Memegang spuit dengan benar

18. Menginsersikan jarum (sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit)

19. Mengecek ujung jarum masuk vena atau tidak (darah tampak mengalir ke dalam spuit)

20. Melepas torniket setelah darah tampak mengalir ke dalam spuit

21. Melakukan injeksi perlahan-lahan

22. Melakukan kontrol perdarahan

23. Memasang plester

24. Melakukan observasi pasca injeksi

25. Menyebutkan tindakan yang dilakukan manakala dihadapkan pada komplikasi injeksi

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena

situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% 50

Page 76: Manual semester 6 thn 2016

76

CEKLIS PENILAIAN

KETERAMPILAN PUNGSI VENA

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1. Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.

2. Mencocokkan identitas pasien (nama, alamat).

3. Mengecek pemeriksaan yang diminta.

4. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.

5. Mengenakan sarung tangan dengan benar.

6. Menyiapkan kontainer sampel sesuai kebutuhan.

7. Memberi identitas sampel pada kontainer sampel dengan jelas.

8. Memilih lokasi pungsi dengan benar dan sesuai kondisi pasien.

9. Melakukan pemasangan torniket dengan benar (lokasi, kekencangan, lama).

10. Melakukan desinfeksi lokasi pungsi dengan benar

Melakukan pungsi vena dengan benar

11. Mengeluarkan udara dari dalam spuit.

12. Spuit dipegang dengan tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas.

13. Jarum ditusukkan dengan sudut 150 – 300

14. Darah diaspirasi perlahan-lahan dengan tangan kanan menarik plunger spuit, tangan kiri memfiksasi jarum supaya tidak bergerak.

15. Setelah darah tampak teraspirasi, segera melepaskan torniket.

16. Setelah darah diaspirasi sesuai kebutuhan, letakkan kapas kering pada tempat pungsi, jarum ditarik perlahan dan lurus (dengan tangan kanan), pasien diminta menekan lokasi pungsi dengan kapas selama beberapa menit.

17. Melepas jarum dari spuit dengan benar dan aman

18. Mengalirkan darah perlahan melalui dinding tabung, spuit bekas dibuang ke tempat sampah infeksius.

19. Segera menghomogenkan tabung kontainer dengan antikoagulan dengan cara membalik tabung beberapa kali (tidak mengocok).

20. Melakukan kontrol perdarahan sampai perdarahan benar-benar berhenti.

21. Menutup luka dengan kapas baru, kemudian memasang plester.

22. Memberikan instruksi kepada pasien untuk mencegah dan mengatasi hematom.

23. Mampu mengatasi kesulitan pungsi pada beberapa keadaan khusus.

JUMLAH SKOR Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena

situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang

dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% 46

Page 77: Manual semester 6 thn 2016

77

CEKLIS PENILAIAN

KETERAMPILAN PUNGSI KAPILER

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1. Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk

2. Mencocokkan identitas pasien (nama, alamat)

3. Mengecek pemeriksaan yang diminta

4. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan

5. Mengenakan sarung tangan dengan benar

6. Menyiapkan peralatan untuk pungsi kapiler dengan benar sesuai kebutuhan

7. Memberi identitas sampel pada kontainer sampel dengan jelas

8. Memilih lokasi pungsi dengan benar dan sesuai kondisi pasien

9. Menghangatkan lokasi pungsi kapiler dengan benar

10. Melakukan desinfeksi lokasi pungsi dengan benar

Melakukan pungsi kapiler dengan benar

11. Memegang lanset dengan benar

12. Menusukkan lanset disposable dengan kedalaman maksimal 2 mm

13. Menghapus darah yang pertama kali menetes

14. Menampung darah dengan tabung kapiler

15. Melakukan masase ringan (tidak memijat dengan keras)

16. Segera menghomogenkan tabung kontainer dengan antikoagulan dengan cara membalik tabung beberapa kali (tidak mengocok)

17. Menyegel kedua ujung tabung dengan parafin dengan benar

18. Memasukkan tabung kapiler ke dalam tabung reaksi yang sudah diberi identitas pasien

19. Melakukan kontrol perdarahan sampai perdarahan benar-benar berhenti

20. Memasang plester

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena

situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang

dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% 40

Page 78: Manual semester 6 thn 2016

78

ACCIDENT DAN EMERGENCY (FIRST AID)

Kristanto Yuli Yarsa*, Nanang Wiyono**, Agus Djoko Susanto***,

R.T.H. Soepraptomo****

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari topik keterampilan ini mahasiswa diharapkan mampu :

1. Mengetahu keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama.

2. Mengenali pasien dengan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama.

3. Melakukan penanganan pertama yang diperlukan.

4. Melakukan tindakan penanganan untuk mencegah cedera lebih lanjut.

5. Memutuskan perlunya pasien mendapatkan penanganan lebih lanjut.

*Bagian Bedah RS Dr.Moewardi Surakarta, **Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret Surakarta, *** Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Dr.Moewardi Surakarta , **** Bagian Anestesiologi

& Terapi Intensive RS Dr.Moewardi Surakarta

Page 79: Manual semester 6 thn 2016

79

Pertolongan pertama adalah prosedur tindakan terbatas yang dilakukan untuk

menangani keadaan sakit atau cedera yang biasanya dilakukan oleh orang awam terhadap

penderita sakit atau cedera sampai penanganan definitif dapat diberikan, atau sampai sakit atau

cedera tersebut tertangani (tidak semua sakit atau cedera memerlukan tingkat penanganan

yang lebih lanjut).

Pada umumnya ini meliputi suatu rangkaian teknik medis sederhana atau tindakan

penyelamatan hidup, yang dapat dilatihkan kepada individu dengan kemampuan atau tanpa

kemampuan medis, dan dengan peralatan yang minimal. Keadaan-keadaan emergency yang

memerlukan pertolongan pertama misalnya penanganan pada kasus :

1. Kejang

2. Trauma spinal

3. Heatstroke

4. Perdarahan

5. Syok Anafilaktik

6. Gigitan Ular berbisa

7. Tersedak

1. KEJANG

Kejang merupakan manifestasi klinis lepas muatan listrik berlebihan dari sel neuron di otak yang

terganggu fungsinya. Fungsi otak normal dapat terganggu karena kejang. Kejang dapat

disebabkan oleh :

1. Panas tinggi pada anak

2. Epilepsi

3. Trauma otak, tumor atau stroke

4. Metabolik: kelainan elektrolit, Syndroma Reye's

5. Hipoksia

6. Shock elektris

7. Heatstroke

8. Keracunan

9. Infeksi

10. Reaksi atau overdosis obat

11. Gigitan ular

Page 80: Manual semester 6 thn 2016

80

Kadang-kadang penyebab kejang tidak diketahui. Kejang dikelompokkan menjadi 2 :

kejang umum dan parsial. Kejang parsial mempengaruhi sebagian area otak. Kejang umum

mempengaruhi seluruh otak dan dapat terjadi kehilangan kesadaran. Pertolongan pertama

harus diberikan pada orang yang mengalami kejang tersebut.

Ciri-ciri kejang :

1. Munculnya tiba-tiba

2. Penurunan atau kehilangan kesadaran

3. Gerakan ekstremitas yang sinkron: kaku seluruh tubuh (tonik), kelojotan (klonik),

tiba-tiba terjatuh (atonik), bengong (absent)

4. Stereotipi gerakan

5. Gerakan abnormal bola mata: mendelik ke atas, melirik ke kanan atau ke kiri

6. Sianosis (kebiruan) di sekitar mulut

Sesudah kejang otot penderita lemas, kadang kehilangan kontrol dalam BAB/BAK

dan bingung, mengantuk dan nyeri kepala. Sebagian besar kejang berlangsung < 5 menit.

Penatalaksanaan kejang

Pada anak:

1. Usahakan jalan nafas terjaga tetap bebas.

2. Jangan memasukkan apapun ke dalam mulut

3. Miringkan anak

4. Baju yang ketat harus dilonggarkan.

5. Penderita ditempatkan sedemikian agar jangan terjadi cidera.

6. Pemberantasan kejang secepatnya diberi Diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan

berat badan kurang dari 10 kg, diazepam rektal 10 mg bila berat badan anak lebih

dari 10 kg. Apabila sudah terpasang jalur intravena maka diberikan diazepam IV

secara perlahan-lahan dengan dosis 0,25-0,5 mg/kg.

Bila dalam 10-20 menit pertama setelah suntikan pertama masih kejang, dilakukan suntikan

IV kedua dengan dosis yang sama.

Page 81: Manual semester 6 thn 2016

81

Penyuntikan Diazepam IV adalah perlahan-lahan dalam 2-3 menit dan apabila sebelum obat

habis penderita sudah sadar kembali maka suntikan dihentikan. Karena masa kerja

Diazepam singkat, maka perlu diberi antikonvulsan lain, misalnya Fenobarbital, Fenitoin.

Pada orang dewasa

Prinsip penatalaksanaan adalah sama dengan pada anak, hanya perbedaan pada dosis obat,

yaitu :

1. bebaskan jalan nafas

2. evaluasi pernafasan

3. evaluasi sirkulasi (denyut nadi)

1. Diazepam diberikan 0,1 mg/kgbb IV perlahan-lahan. Bila kejang masih timbul, dosis

tersebut dapat diulang sampai 3 kali setelah 30-60 menit suntikan sebelumnya.

2. Bila tidak ada Diazepam, dapat diberikan fenobarbital IM sebanyak 3-5/kgBB dan dapat

diulang 2-3 kali.

3. Untuk hibernasi diberi Klorpromazin dengan dosis 50-100 mg IM/IV atau per infus

sebagai Lytic-Coctail (50 mg Largactil, 75 mg Pethidin dan 40 mg Phenergan) dalam

larutan glukosa 5% sebanyak 500 cc.

2. TRAUMA SPINAL

Trauma di daerah cervical biasanya merupakan trauma ekstensi-fleksi yaitu keadaan di

mana kepala tiba-tiba bergerak ke belakang, kemudian fleksi ke depan ataupun

sebaliknya (whiplash injury).

Gejala dan tanda :

a. Terdapat bukti adanya trauma kepala, dengan adanya gangguan kesadaran.

b. Ada keluhan nyeri di daerah tengkuk.

c. Tidak dapat menggerakkan dirinya atau lehernya.

d. Ada keluhan lemah, paralisis atau kehilangan kontrol atas anggota gerak, ngompol.

Jika ada kecurigaan trauma kepala atau punggung, berhati-hatilah dalam menolong

penderita, karena jika tidak hati-hati dapat menyebabkan kelumpuhan permanen.

Jika anda mendapatkan seseorang yang dicurigai mengalami trauma spinal :

Page 82: Manual semester 6 thn 2016

82

a. Panggil 118 atau bantuan lain untuk mendapatkan bantuan darurat. Minta bantuan

dengan cara berteriak “Tolong !!!” untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang

lebih lanjut.

b. Tujuan utama pertolongan pertama pada trauma spinal adalah untuk menjaga agar

korban tetap pada posisi yang sama dengan saat ditemukan. Tempatkan handuk tebal

pada kedua sisi leher atau sangga kepala dan leher untuk mencegah gerakan.

c. Lakukan pertolongan pertama yang memungkinkan dengan tanpa menggerakkan kepala

atau leher korban. Jika korban menunjukkan gejala henti nafas, lakukan RJP, tetapi

jangan menarik kepala ke belakang.

d. Buka jalan nafas. Gunakan jari dengan hati-hati membuka rahang dan angkat ke depan.

e. Jika anda harus memutar korban karena muntah, ada jendalan darah atau khawatir

trauma lebih berat, lakukan sekurangnya berdua. Lakukan bersama agar kepala, leher

dan punggung tetap segaris ketika memutar korban pada posisi lain.

f. Stabilisasi korban

g. Persiapan transportasi korban

3. HEAT EXHAUSTION & HEAT STROKE

Heat exhaustion

Keringat bekerja sebagai natural air conditioner, keringat yang keluar dari kulit, akan

berefek mendinginkan tubuh. Kemampuan sistem pendingin kita dapat gagal jika kita

paksakan pada kondisi panas dan lembab. Jika hal ini terjadi, tubuh kita akan mengalami

panas pada kondisi yang membahayakan. Dapat terjadi pada kondisi yang disebut heat

exhaustion atau heat stroke yang harus memerlukan perawatan segera.

Heat exhaustion memerlukan waktu untuk terjadinya. Cairan dan garam merupakan

unsur penting untuk kesehatan. Cairan dan garam bisa hilang jika seseorang beraktivitas

banyak dan berat. Sangat penting untuk minum cairan sebelum, selama dan sesudah

aktivitas saat udara panas. Pada keadaan seseorang yang menderita heat exhaustion dapat

mempunyai suhu rendah, normal atau sedikit peningkatan. Tanda dan gejala :

a. Dingin, kulit pucat

b. Berkeringat

c. Mulut kering

Page 83: Manual semester 6 thn 2016

83

d. Fatigue dan kelemahan

e. Pusing

f. Nyeri kepala

g. Mual, kadang sampai muntah

h. Kram otot

i. Nadi kecil dan cepat

Heat stroke

Heat stroke, bisa terjadi secara tiba-tiba, tanpa peringatan. Jika sistem pendingin. tubuh

gagal, suhu tubuh meningkat dengan cepat, menimbulkan kondisi emergency.

Gejala heat stroke :

a. Suhu tubuh tinggi, 104° F atau lebih (40°C atau lebih)

b. Kulit kering, panas dan berwarna merah

c. Tidak berkeringat

d. Nafas dalam dan nadi cepat, kemudian nafas dangkal dan nadi kecil

e. Pupil dilatasi

f. Bingung, delirium dan halusinasi.

g. Kejang

h. Penurunan kesadaran

Kondisi dengan penyakit kronis, seperti DM, pemakaian alkohol dan muntaber pada anak

dan dewasa dapat menimbulkan heat stroke pada cuaca yang sangat panas. Heat stroke

pada anak tidak hanya berkaitan dengan suhu dan kelembaban tinggi, tetapi juga karena

kurangnya asupan cairan.

Pencegahan

Heat exhaustion dan heat stroke dapat dicegah dengan beberapa cara :

a. Jangan tinggal atau meninggalkan seseorang dalam mobil yang diparkir dengan kondisi

tertutup saat cuaca panas.

b. Hati-hati jika harus berada di bawah terik matahari (gunakan pelindung). Jika mulai

timbul gejala heat exhaustion, segera berteduh.

Page 84: Manual semester 6 thn 2016

84

c. Jangan berolahraga keras saat kondisi cuaca panas. Sebagai pengganti, lakukan olah

raga saat pagi atau sore hari. Jika suhu udara luar 28° atau lebih, lakukan olahrga

ringan dan singkat saja.

d. Kenakan pakaian yang ringan dan tidak ketat, berbahan katun, sehingga panas tubuh

dan keringat dapat keluar dengan bebas. Kenakan topi yang mempunyai ventilasi.

e. Minum air yang banyak, terutama jika urin anda berwarna kuning tua, untuk

menggantikan cairan yang hilang lewat keringat. Haus bukan merupakan tanda yang

reliable bahwa tubuh kita membutuhkan cairan. Jika anda berlatih, lebih baik cukup

cairan daripada kekurangan cairan.

f. Minumlah air atau air garam jika anda berkeringat banyak (campurkan 1 sendok teh

garam pada ¼ liter air (quart water). Dapat juga anda minum cairan olah raga yang

sudah tersedia dalam kemasan.

g. Jika anda merasakan sangat panas, usahakan untuk mendinginkan dengan cara

membuka jendela atau memakai kipas angin atau AC.

h. Kurangi berlama-lama berendam di hot tube atau heated whirlpool (< 15'). Jangan

berendam jika hanya sendirian.

i. Jangan minum alkohol atau minuman berkafein karena mempercepat kehilangan cairan.

j. Hindari paparan sinar matahari jika anda mengkonsumsi obat yang mengandung

antispasmodik atau pengubah mood. Konsultasikan dengan dokter apakah obat tersebut

aman.

k. Jangan mengenakan pada bayi anda jaket atau pakaian yang tebal, sebab bayi belum

dapat mentoleransi panas karena kelenjar keringatnya belum berfungsi sempurna.

1. Kenali dan jangan abaikan gejala heat stroke atau heat exhaustion.

Penatalaksanaan

Heat exhaustion

a. Penderita dibaringkan di tempat sejuk dengan kepala lebih rendah, pakaian

dilonggarkan.

b. Beri minum air dingin.

c. Bila keadaan berat, dapat diberikan :

Infus NaCl 0.9%/plasma expander untuk mengatasi kolaps sirkulasi,

Epinephrin 1/1000 0.3-1 ml subkutan

Page 85: Manual semester 6 thn 2016

85

Oksigen

Jangan berikan Na-bikarbonat

d. Bila keadaan cepat teratasi, biasanya keadaan umum penderita segera membaik; tetapi

bila tidak, dapat memberat menjadi heat stroke.

Heat stroke

a. Turunkan suhu tubuh segera dengan cara memindahkan penderita ke tempat sejuk dan

berventilasi baik (gunakan kipas angin) dan pakaian ditanggalkan.

b. Mengguyur penderita dengan air dingin.

c. Lakukan massage kulit untuk mengatasi efek vasokonstriksi dari air dingin dan

mempercepat aliran darah.

d. Periksa suhu rektal tiap 10' dan jangan sampai kurang dari 38,5°C karena dapat timbul

hipothermia (pengukuran suhu axilaris tidak berguna). Hati-hati kemungkinan relaps,

yang dapat diatasi dengan tindakan yang sama.

e. Obat-obatan jika perlu :

Infus cairan

Sedatif hanya diberikan bila kejang terus-menerus, misalnya Diazepam 10-20 mg IV

Jangan berikan morfin atau epinephrin.

4. PERDARAHAN

Jika terjadi trauma sangat mungkin terjadi perdarahan, maka tindakan mengontrol

perdarahan merupakan prioritas pada pertolongan pertama.

Tipe perdarahan dapat kita kelompokkan sebagai berikut :

- Perdarahan yang bertitik-titik dan menyebar merupakan perdarahan kapiler.

- Darah yang mengalir berwarna merah gelap merupakan perdarahan vena.

- Darah yang memancar atau mengalir deras, berwarna merah segar merupakan

perdarahan arteri.

Penatalaksanaan (pada perdarahan banyak) :

1. Baringkan penderita, perhatikan jika ada darah yang mengalir ke jalan nafas jangan

sampai menyumbat jalan nafas

Page 86: Manual semester 6 thn 2016

86

Gambar 1. Posisi penderita tidak sadar untuk mencegah obstruksi jalan nafas

2. Angkat bagian yang berdarah untuk mengurangi derasnya aliran.

3. Singkirkan pakaian yang menghalangi darah tersebut.

4. Lindungi luka dengan perban tekan yang bersih.

5. Atasi syok

6. Untuk perdarahan arteri, diberikan tekanan pada daerah proksimal luka atau bila tidak

bisa, boleh menggunakan tourniqet (jika darurat bisa menggunakan sapu tangar, dasi,

seutas tali atau potongan pakaian). Tourniqet diikat selama 15 menit dan dikendorkan 1

menit, selang-seling demikian seterusnya. Hati-hati tourniqet bisa menimbulkan penyulit

gangren sehingga hanya dipakai bila perdarahan masif dan atau anggota gerak yang

teramputasi di mana arteri terputus yang kemudian tertarik ke dalam dan perdarahan

baru tidak nampak akibat tertutup bekuan darah.

Page 87: Manual semester 6 thn 2016

87

Gambar 2. Cara pemasangan balut tekan

Batuk darah dan muntah darah

Batuk darah (hemoptoe) terjadi karena terdapat pembuluh darah saluran pernafasan

yang pecah. Tanda batuk darah adalah darah keluar secara dibatukkan. Darah berwarna

merah segar (bila masih baru) dan berbusa. Hemoptoe biasanya terjadi karena penyakit di

paru-paru.

Muntah darah (hematemesis) terjadi karena ada pembuluh darah saluran cerna yang

pecah. Tanda hematemesis adalah darah keluar karena dimuntahkan. Darah yang keluar

berwarna merah tua (kadang-kadang kehitaman), sering disertai sisa makanan.

Hematemesis biasanya karena luka/ ulkus di lambung, varises oesofagus atau ingesti zat

yang bersifat korosif.

Tindakan pertolongan untuk hemoptoe :

1) Lihat adanya tanda-tanda shock (bila ada, lakukan penanganan pertama untuk Shock,

bawa penderita segera ke RS).

Page 88: Manual semester 6 thn 2016

88

2) Bila tidak ada, pasien diminta beristirahat dengan posisi tidur, kepala lebih tinggi

daripada tubuh. Jika hendak batuk, pasien diminta tidak menarik nafas panjang lebih

dahulu.

3) Kompres es di dada kadang dapat mengurangi rasa panas dan diharapkan membantu

mengurangi perdarahan.

4) Bawa penderita segera ke dokter.

Tindakan pertolongan untuk hematemesis :

1) Lihat adanya tanda-tanda shock (bila ada, lakukan penanganan pertama untuk Shock,

bawa penderita segera ke RS).

2) Bila tidak ada, pasien diminta beristirahat dengan posisi tidur, kepala lebih tinggi

daripada tubuh.

3) Berikan antasida

4) Bawa penderita segera ke RS.

5. SYOK ANAFILAKTIK

Anafilaktik adalah keadaan reaksi alergi yang berat, muncul mendadak, dengan

cepat memburuk dan dapat mematikan. Anafilaktik terjadi setelah tubuh terpapar oleh

suatu zat yang menyebabkan reaksi tubuh mengeluarkan -amin seperti histamine yang

menyebabkan gejala alergi.

Gejala

Gejala dapat sangat berbeda dari tiap orang. Gejala awal mungkin ringan seperti

keluar cairan ingus dari hidung, ruam kulit atau perasaan aneh. Gejala ini dengan cepat

menjadi berat menjadi :

o Kesulitan bernafas

o Merah gatal atau bengkak

o Penyempitan tenggorokan

o Serak

o Mual

o Muntah

o Nyeri perut

o Diare

Page 89: Manual semester 6 thn 2016

89

o Pusing

o Penurunan tekanan darah

o Peningkatan frekuensi nadi

o Henti jantung

Penatalaksanaan

Pemberian adrenalin atau epinefrin adalah terapi yang umum dikerjakan pada

keadaan gawat. Epinefrin dapat menaikan tekanan darah dan memudahkan pernafasan.

Paling baik epinefrin diberikan begitu masalah timbul. Beberapa obat biasanya digunakan

seperti antihistamin dan kortikosteroid. Obat-obat ini tidak dapat menghentikan terjadinya

anafilaksis, tetapi dapat menghilangkan gejala alergi yang lain seperti gatal dan bengkak.

1. Hubungi unit gawat darurat terdekat.

2. Letakkan penderita dengan posisi kepala lebih rendah.

3. Buka pakaian yang ketat, jangan memberikan minum.

4. Bila penderita muntah segera dimiringkan agar tidak terjadi aspirasi.

5. Bila tidak ada nadi dan nafas segera lakukan RJP.

6. Mempertahankan jalan nafas pasien : bebaskan jalan nafas, berikan oksigen, pernafasan

buatan, kateter transtrakeal / krikotirotomi / trakeotomi)

7. Pengobatan

a. Epinefrin / Adrenalin adalah obat pilihan untuk pengobatan awal anafilaksi dengan

dosis 0.3 – 0.5 mg ( 0.3 – 0.5 ml larutan 1:1000 ) diberikan SC dan diulangi sampai

2 kali setiap 20 menit kalau perlu. Pasien dengan gangguan pernafasan berat /

hipotensi dapat diberikan epinefrin secara sublingual ( 0,5 mL larutan 1:1000 ) atau

disuntikkan ke dalam vena jugularis interna atau melalui pipa endotrakeal (3 - 5 ml

larutan 1 : 10.000 ). Untuk reaksi berat yang tidak segera berrespon terhadap terapi

awal, diberikan infus epinefrin 1 mg diencerkan dalam 250 ml larutan Dekstrosa 5%.

b. Peningkatan volume intravaskuler

Diberikan 500 - 1000 ml larutan kristaloid atau koloid yang kemudian jumlah dan

kecepatan pemberiannya disesuaikan dengan tekanan darah dan produksi urin.

c. Aminophylin digunakan untuk mengatasi bronkospasme pada reaksi anafilaksi

dengan dosis 6 mg/kgBB diberikan IV perlahan-lahan selama 20 menit.

Page 90: Manual semester 6 thn 2016

90

d. Antihistamin kurang bermanfaat pada tahap akut. Bertujuan untuk mengeblok

histamin lebih lanjut ke organ target sehingga memperpendek reaksi dan mencegah

kekambuhan. Difenhidramin HCl (Delladryl) dengan dosis 25 - 50 mg IV (IM / oral)

tiap 6 jam.

e. Glucocorticoid tidak mempunyai pengaruh yang berarti dalam waktu 6 - 12 jam,

namun dapat mencegah kekambuhan reaksi yang lebih parah. Dosis yang adekuat

adalah hidrokortison 125 mg IV tiap 6 jam.

8. Observasi

Pasien dengan anafilaksi ringan - sedang (gatal atau sesak nafas ringan) agar

diobservasi setidaknya selama 6 jam. Pasien dengan reaksi berat dan cenderung

mengalami kekambuhan sebaiknya dilakukan rawat inap (dilakukan pengawasan ketat

bila terdapat sesak nafas yang parah, hipotensi atau gangguan irama jantung)

6. GIGITAN ULAR BERBISA

Insidennya meliputi 8000 kasus setiap tahun di Amerika, 98% mengenai

ekstermitas. Bisa ular mengandung hialuronidase yang menyebabkan bisa cepat menyebar

melalui jaringan limfatik superfisial. Toksin lain yang terkandung dalam bisa ular antara lain

neurotoksin, toksin hemoragik, toksin trombogenik, toksin hemolitik, sitotoksin dan

antikoagulan.

Gejala

Gejala paling mudah mengenali gigitan ular berbisa adalah rasa sakit yang sangat

menyiksa. Terdapat satu atau dua bekas taring dengan ekimosis, bengkak dan perlunakan

jaringan sekitarnya. Jika tidak terjadi pembengkakan setelah 30 menit gigitan mungkin tidak

ada bisa yang disuntikkan. Setelah 8 jam mungkin timbul bula, vesikel hemoragik atau

petekia. Gejala sistemik termasuk fasikulasi otot, hipotensi, badan lemas, berkeringat,

pusing, mual dan muntah.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan lokal dengan memfiksasi ekstermitas yang terkena kemudian

dipasang tourniquet di sebelah proksimal dari gigitan. Jika kejadian kurang dari 1 jam maka

insisi dan penghisapan pada tempat gigitan akan banyak membantu. Bisa yang berada di

Page 91: Manual semester 6 thn 2016

91

subkutan 50%nya dapat dihilangkan dengan penghisapan bila dilakukan dalam waktu 30

menit. Penghisapan yang dilakukan dalam waktu 30 menit dapat menghilangkan 90% bisa.

Insisi dilakukan pada jejas taring, sekitar 2/3 cm dengan kedalaman 1/3-2/3 cm longitudinal

dan tidak boleh menyilang. Penghisapan dilakukan dengan alat penghisap atau bila tidak

tersedia dapat dilakukan dengan mulut asal penolong tidak mempunyai luka atau kerusakan

pada mukosa mulut. Pilihan lain dengan eksisi seluruh daerah gigitan termasuk kulit dan

jaringan sub kutan. Ini dilakukan bila gigitan terjadi dalam waktu 1 jam. Hal ini jarang

dilakukan karena terapi medis yang dilakukan secara dini biasanya efektif pada sebagian

besar pasien. Tomiquet dapat dilepaskan bila penderita telah terpasang infus, antivenin

telah disiapkan dan penderita tidak dalam keadaan syok.

Antivenin tidak diberikan pada keracunan derajat 0-1. Pada keracunan derajat

diperlukan 3-4 ampul, derajat 3 diperlukan 5-15 ampul. Jika gejala bertambah berat dapat

diberikan beberapa ampul lagi dalam 2 jam pertama. Pada penderita yang bertubuh kecil

atau pada anak-anak dibutuhkan anti venin yang lebih banyak karena mereka termasuk

kelompok risiko tinggi. Antivenin diberikan secara intravena dalam dosis 3-5 ampul dalam

500 cc garam fisiologis atau glukosa 5%. Bila lebih parah dapat ditambah 6-8 ampul.

Antivenin diberikan sampai gejala lokal dan sistemik membaik.

Bila penderita alergi terhadap serum kuda maka diberikan 1 ampul antivenin dalam

250 cc glukosa 5% dalam waktu 90 menit dengan mengawasi tahda-tanda alergi.

Bila terjadi gangguan nafas dapat terjadi kegagalan nafas dapat diatasi dengan

pemasangan endotrakheal tube. Bila terjadi gagal ginjal akut mungkin diperlukan

hemodialisis. Bila terjadi koagulopati diberikan darah, fibrinogen dan vitamin K. Juga perlu

diberikan antibiotik dan anti tetanus serum.

Derajat keracunan bisa :

I : satu atau lebih tanda gigitan, nyeri minimal, kurang dari 1 inci dikelilingi edema dan

tidak ada bisa.

II : keracunan bisa minimal, terdapat nyeri sedang - berat di sekitar gigitan. Dengan luas

1-5 inci, dikelilingi oleh edema dan kemerahan di sekitar luka selama 12 jam pertama.

III : keracunan bisa sedang, terdapat nyeri hebat di sekitar gigitan. Dengan luas 6-12 inci,

dikelilingi oleh edema dan kemerahan di sekitar luka selama 12 jam pertama. Tampak

tanda-tanda sistemik.

Page 92: Manual semester 6 thn 2016

92

IV : keracunan bisa yang berat. Terdapat nyeri hebat di sekitar gigitan. Dengan luas lebih

dari 12 inci, dikelilingi oleh edema dan kemerahan di sekitar luka selama 12 jam

pertama. Tanda-tanda sistemik tampak, dengan petekia dan ekimosis menyeluruh.

V : keracunan bisa yang parah selalu terdapat gejala sistemik, bisa berupa gagal ginjal,

sekret bercampur darah, koma dan kematian. Edema bisa meluas sampai ekstremitas

dan perrnukaan ipsilateral tubuh.

7. TERSEDAK

Tersedak adalah sumbatan mekanik di jalan napas menuju paru. Tersedak

menyebabkan terganggunya pernapasan yang dapat terjadi sebagian atau total. Bila

sumbatan sebagian, penderita masih dapat bernafas walaupun tidak mencukupi

aliran udara ke paru. Tersedak yang terlalu lama atau obstruksi total akan menyebabkan

asfiksia, hipoksia dan berakibat fatal.

Tersedak secara umum diketahui karena adanya benda asing yang tersangkut pada

jalan nafas. Ini sering dialami oleh anak kecil yang belum mengerti bahaya memasukkan

benda kecil ke dalam mulut atau hidung. Pada orang dewasa ini sering terjadi pada saat

penderita makan.

Gejala :

o Penderita tidak dapat bicara atau menangis.

o Penderita menjadi biru karena kekurangan oxigen.

o Penderita memegangi tenggorokannya.

o Penderita batuk-batuk lemah, dan nafas sulit menyebabkan suara nafas brisik dengan

nada yang tinggi.

o Penderita akhirnya tidak sadar.

Penatalaksaan

Tersedak dapat ditolong dengan beberapa prosedur, yang dapat dilakukan baik oleh orang

awam atau petugas kesehatan. Banyak organisasi menyatakan tekanan pada abdomen atau

"Heimlich Manoeuvre" adalah prosedur yarig tepat untuk keadaan tersedak.

Hampir semua protokol terbaru (termasuk American Heart Association dan American

Red Cross tahun 2006) menambahkan beberapa tahap dari hanya menekan abdomen saja,

dengan tujuan untuk meningkatkan tekanan.

Page 93: Manual semester 6 thn 2016

93

Gambar 3. Kiri : Heimlich maneuver pada orang dewasa, kanan : pada anak

Gambar 4. Heimlich maneuver pada bayi, Kiri : menepuk punggung, kanan : dorongan abdomen

Gambar 5. Heimlich maneuver oleh pasien sendiri

Page 94: Manual semester 6 thn 2016

94

Menepuk punggung

Kebanyakan dari protokol sekarang menganjurkan dengan memukul punggung

penderita bagian atas menggunakan tumit tangan secara keras. Berapa kali ini dilakukan

tergantung dari organisasi pelatihan. Tetapi biasanya antara 5 sampai 20 kali pukulan.

Tepukan pada punggung ini dirancang dengan menggunakan pukulan di belakang

sumbatan, yang akan membantu pasien untuk melepaskan benda asing tersebut. Pada

beberapa kasus getaran mekanik dari gerakan ini bisa menggerakan benda asing yang

menyumbat jalan nafas tersebut sehingga cukup untuk membuka jalan nafas. Kebanyakan

protokol memberikan pukulan punggung sebagai teknik yang pertama digunakan sebelum

teknik penekanan pada abdomen yang dipertimbangkan dapat mencederai saat penolong

melakukan penekanan pada abdomen pada penderita yang tersedak.

Dorongan Abdomen

Dorongan Abdomen juga dikenal sebagai Heimlich Maneuver. Melakukan dorongan

abdomen melibatkan penolong berdiri di belakang penderita dengan menggunakan tangan

mereka untuk menekan dasar dari diafragma. Raihlah melingkar pinggang penderita,

letakkan kepalan tangan pertama di atas pusar dan di bawah rongga iga. Genggam kepalan

tangan pertama menggunakan tangan yang lain. Tarik kepalan tangan tadi ke belakang atas

di bawah rongga dada. Ini akan menekan paru dan dapat mendorong benda yang

menyangkut di trakea yang akan membantu penderita mengeluarkan benda asing. Ini

serupa dengan batuk buatan.

Karena sifat dari prosedur ini yang memberikan daya dorong yang kuat, walaupun

dilakukan dengan benar ini dapat mencederai penderita. Memar pada abdomen sering

terjadi dan cedera yang lebih berat dapat terjadi seperti termasuk fraktur pada prosesus

xiphoideus atau fraktur pada tulang iga.

Pada kasus dengan penderita yang gemuk atau hamil gunakan tekanan pada dada.

Penolong berdiri di belakang penderita, letakkan ibu jari dari kepalan tangan kiri di depan

sternum. Genggam kepalan tangan kiri dengan tangan kanan. Remaslah dada 4 kali secara

cepat.

Page 95: Manual semester 6 thn 2016

95

Melepas benda asing (hanya bila penolong dapat melihat benda asing tersebut)

Bila penderita tidak sadar cobalah untuk meraih benda asing di tenggorokan dengan

menggunakan jari. Bila tidak berhasil cobalah dorongan abdomen kembali.

Gambar 6. Mengambil benda asing dalam tenggorokan, kiri : pada orang dewasa,

kanan : pada bayi

Transportasi pasien (transport of casuality)

Trasportasi pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut penderita/korban dari

lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai dengan aman tanpa memperberat keadaan

penderita ke sarana kesehatan yang memadai.

A. Prosedur transport pasien :

1. Lakukan pemeriksaan menyeluruh. Terdiri dari pemeriksaan Airway (jalan nafasnya

harus bebas), Breathing ( pasien harus bisa bernafas spontan, dan bila tidak bisa

bernafas spontan dapat dilakukan pernafasan buatan). Circulation ( nadi teraba dan

tensi terukur).

2. Amankan posisi tandu di dalam ambulans. Pastikan selalu bahwa pasien dalam posisi

amam selama perjalanan ke rumah sakit

3. Posisikan dan amankan pasien. Selama pemindahan ke ambulans, pasien harus

diamankan dengan kuat ke usungan

4. Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat keamanan digunakan ketika

pasien siap untuk dipindahkan ke ambulans, sesuaikan kekencangan tali pengikat

sehingga dapat menahan pasien dengan aman.

Page 96: Manual semester 6 thn 2016

96

5. Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung. Jika kondisi pasien cenderung

berkembnag ke arah heti jantung, letakkan spinal board pendek atau papan RJP di

bawah matras sebelum ambulans dijalankan.

6. Melonggarkan pakaian yang ketat

7. Periksa perbannya

8. Periksa bidainya

9. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien

10. Naikkan barang-barang pribadi

11. Tenangkan pasien.

B. Teknik Pemindahan pada pasien

Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport pasien, seperti pemindahan

pasien dari satu tempat ke tempat lain, baik menggunakan alat transport seperti

ambulance , dan branker yang berguna sebagai pengangkut pasien gawat darurat.

Macam-macam pemindahan pasien yaitu :

1. Pemindahan pasien dari tempat tidur ke brankar

2. Pemindahan pasien dari tempat tidur ke kursi

3. Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat tidur

C. Transportasi pasien kritis

Transportasi pasien-pasien kritis ini berisiko tinggi sehingga diperlukan komunikasi yang

baik perencanaan dan tenaga-tenaga kesehatan yang sesuai. Pasien harus distabilisasi

lebih dulu sebelum diberangkatkan. Prinsipnya pasien hanya ditranspotasi untuk

mendapat fasilitas yang lebih baik dan lebih tinggi di tempat tujuan.

Perencanaan dan persiapan meliputi :

Menentukan jenis transportasi (mobil, perahu, pesawat terbang)

Menentukan tenaga kesehatan yang mendampingi pasien

Menetukan peralatan dan persediaan obat yang diperlukan selama perjalanan

baik kebutuhan rutin maupun darurat

Menentukan kemungkinan penyulit

Menentukan pemantauan pasien selama transportasi

Page 97: Manual semester 6 thn 2016

97

Komunikasi yang efektif sangat penting untuk menghubungkan :

Rumah sakit tujuan

Penyelenggara transportasi

Petugas pendamping pasien

Pasien dan keluarganya

Untuk stabilisasi yang efektif diperlukan :

Resusitasi yang cepat

Menghentikan perdarahan dan menjaga sirkulasi

Imobilisasi fraktur

analgesia

Page 98: Manual semester 6 thn 2016

98

DAFTAR PUSTAKA

American Institute for Preventive Medicine. 1996. Emergency & First Aid. http://www.healthy.net/asp/leftSide.asp?lnk=19

Mayo Clinic Staf. 2006. First-Aid Guide. http://www.mayoclinic. com/health/FirstAidlndex/FirstAidlndex

Schwartz, Shires & Spencer. 1994. Principles of Surgery, VI edition, Mc Graw Hill Inc. London.

Stead, L.G., Stead, S.M. and Kaufman, M.S, 2006, First Aid for The Emergency Medicine Clerkship, Mc. Graw Hill Company, New York, USA

Wikipedia. 2007. First Aid. http://en.wiikipedia.org/wiki/Main_Page.

Page 99: Manual semester 6 thn 2016

99

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KEJANG

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Memastikan penderita mengalami kejang

2 Menjaga jalan nafas tetap terbuka

3 Memiringkan penderita

4 Melonggarkan pakaian yang ketat

5 Menempatkan penderita pada posisi yang nyaman (mencegah terjadinya cidera)

6 Mengatasi kejang secepatnya (bila ada antikonvulsan)

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa

karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa : Jumlah Skor x 100%

12

Page 100: Manual semester 6 thn 2016

100

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PERTOLONGAN PERTAMA PADA TRAUMA SPINAL

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Memanggil bantuan emergency

2 Menjaga korban tetap pada posisinya, dengan memasang 2 bantal tebal atau yang sejenis di kedua sisi leher korban

3 Menilai keadaan korban (A, B, C)

4 Membuka jalan nafas. Gunakan jari untuk membuka rahang dan mengangkat dagu ke depan (lift chin)

5 Bila henti nafas, lakukan RJP tanpa menarik kepala ke belakang

6 Bila perlu memutar korban, dlakukan minimal berdua dengan gerakan secara bersama-sama; kepala, leher dan punggung tetap segaris

7 Stabilisasi korban

8 Mempersiapkan transportasi korban

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa

karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

16

Page 101: Manual semester 6 thn 2016

101

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PERTOLONGAN PERTAMA PADA HEAT STROKE

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Memastikan korban mengalami heat stroke

2 Memindahkan korban ke tempat sejuk dan berventilasi baik

3 Mengguyur penderita dengan air dingin

4 Massage kulit untuk mengatasi efek vasokonstriksi dari air dingin dan mempercepat aliran darah

5 Memeriksa suhu rektal tiap 10 menit jangan sampai kurang dari 38.5oC (pertimbangan etis bisa dilakukan sublingual)

6 Memperhatikan penderita jangan sampai relaps

7 Pemberian obat jika perlu :

- Infus cairan

- Sedatif bila kejang terus-menerus

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa

karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

14

Page 102: Manual semester 6 thn 2016

102

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PERTOLONGAN PERTAMA PADA PERDARAHAN

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Baringkan penderita (pada pasien tidak sadar posisi mantap sehingga darah tidak akan masuk jalan nafas)

2 Angkat bagian yang mengalami perdarahan

3 Menyingkirkan pakaian yang menghalangi darah

4 Melindungi luka dengan perban tekan yang bersih

5 Mengatasi syok (bila ada)

6 Melakukan pembebatan dengan torniket untuk perdarahan arteri

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa

karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

12

Page 103: Manual semester 6 thn 2016

103

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PERTOLONGAN PERTAMA PADA TERSEDAK

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Memastikan penderita benar tersedak (mengetahui gejala korban tersedak)

2 Melakukan terpukan pada punggung minimal 5 kali dengan tumit tangan

3 Melakukan Heimlich maneuver sampai 4 kali dengan cepat

4 Dapat melakukan Heimlich maneuver pada orang hamil

5

Bila penderita menjadi tidak sadar, melakukan evakuasi korpus alienum

6 Menyiapkan transportasi korban

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa

karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% 12

Page 104: Manual semester 6 thn 2016

104

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PERTOLONGAN PERTAMA PADA GIGITAN ULAR BERBISA

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Menghubungi UGD terdekat

2 Dapat mengidentifikasi gigitan ular dan gejala keracunan

3 Megistirahatkan dan memfiksasi ekstremitas yang terkena gigitan

4 Melakukan insisi dengan alat yang tersedia dan menghisap

5 Melakukan torniket vena dan limfe

6 Memberikan anti venin

7 Memasang infus

8 Melakukan identifikasi masalah lain dan penanganannya

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa

karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% 16

Page 105: Manual semester 6 thn 2016

105

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

PERTOLONGAN PERTAMA PADA SYOK ANAFILAKTIK

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor

0 1 2

1 Menghubungi UGD terdekat

2 Melakukan posisi head down

3 Membuka pakaian yang ketat

4 Mengamankan jalan nafas

5 Melakukan pemeriksaan tanda vital

6 Memberikan suntikan adrenalin

7 Melakukan RJP bila penderita mengalami arrest

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa

karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% 14

Page 106: Manual semester 6 thn 2016

106

PEMBEBATAN DAN PEMBIDAIAN

Jarot Subandono*, Warsito^, Ida Nurwati*, Mutmainah**, E. Listyaningsih**,

Isna Qadrijati+, Dian Ariningrum*, Rieva Ermawan#, Tito Sumarwoto#, Desy Kurniawati

Tandiyo@, Anak Agung Alit Kirti##

A. PENDAHULUAN

Kasus traumatologi seiring dengan kemajuan jaman akan cenderung semakin

meningkat, sehingga seorang dokter umum dituntut mampu memberikan pertolongan pertama

pada kasus kecelakaan yang menimpa pasien. Di antara kasus traumatologi tersebut sering

dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kaki tergelincir saat menuruni tangga, seorang

peragawati yang menggunakan sepatu berhak tinggi tergelincir saat berjalan di atas cat walk,

bahkan kasus patah tulang leher akibat kecelakaan lalu-lintas yang dapat menyebabkan

kematian. Pemberian pertolongan pertama dengan imobilisasi yang benar akan sangat

bermanfaat dan menentukan prognosis penyakit.

Sebagian besar kasus traumatologi membutuhkan pertolongan dengan pembebatan

dan pembidaian. Pembebatan adalah keterampilan medis yang harus dikuasai oleh seorang

dokter umum. Bebat memiliki peranan penting dalam membantu mengurangi pembengkakan,

mengurangi kontaminasi oleh mikroorganisme dan membantu mengurangi ketegangan jaringan

luka.

Pertolongan pertama yang harus diberikan pada patah tulang adalah berupaya agar

tulang yang patah tidak saling bergeser (mengusahakan imobilisasi), apabila tulang saling

bergeser akan terjadi kerusakan lebih lanjut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah

dengan memasang bidai yang dipasang melalui dua sendi. Dengan prosedur yang benar,

apabila dilakukan dengan cara yang salah akan menyebabkan cedera yang lebih parah.

* Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran UNS, ^ Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran UNS/ RSU dr Moewardi, ** Bagian Histologi Fakultas Kedokteran UNS, + Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran UNS, #

Bagian Orthopedi – Traumatologi FK UNS/RS dr. Moewardi, @ Bagian Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FK UNS/RS dr. Moewardi, ## Bagian Skillslab Fakultas Kedokteran UNS

Page 107: Manual semester 6 thn 2016

107

Pembebatan dan pembidaian memegang peranan penting dalam manajemen awal dari

trauma muskuloskeletal, seperti fraktur ekstremitas, dislokasi sendi dan sprain (terseleo).

Pemasangan bebat dan bidai yang adekuat akan menstabilkan ekstremitas yang mengalami

trauma, mengurangi ketidaknyamanan pasien dan memfasilitasi proses penyembuhan jaringan.

Tegantung kepada tipe trauma atau kerusakan, pembebatan atau pembidaian dapat menjadi

satu-satunya terapi atau menjadi tindakan pertolongan awal sebelum dilakukan proses

diagnostik atau intervensi bedah lebih lanjut.

Teori dan keterampilan medis mengenai pembebatan dan pembidaian ini sangat

penting bagi mahasiswa kedokteran untuk bekal menjadi seorang dokter umum agar dapat

menolong pasien yang mengalami kasus-kasus traumatologi.

B. TUJUAN

1. Umum

a. Mahasiswa terampil dalam melakukan berbagai teknik membebat pada berbagai

organ tubuh manusia sesuai dengan prosedur.

b. Mahasiswa terampil dalam melakukan pemasangan bidai dengan tepat.

2. Khusus

a. Persiapan

1) Pembebatan

Mahasiswa mampu membangun komunikasi efektif dengan pasien.

Mahasiswa mampu mengidentifikasi bagian tubuh yang mengalami cedera

melalui pemeriksaan inspeksi dan palpasi serta mampu memeriksa ROM

(Range of Movement).

Mahasiswa mengenal dengan baik bermacam-macam jenis bebat dan mampu

memilihnya dengan tepat sesuai kasus.

Mahasiswa mampu melakukan disinfeksi luka dengan baik sebelum melakukan

pembebatan.

2) Pembidaian

Mahasiswa mampu membangun komunikasi efektif dengan pasien.

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada daerah

cedera dan memeriksa ROM (Range of Movement).

Mahasiswa dapat memilih bidai yang benar sesuai kasus.

Page 108: Manual semester 6 thn 2016

108

b. Pemasangan

1) Pembebatan

Mahasiswa mampu melakukan pembebatan sesuai prosedur.

Mahasiswa mampu melakukan evaluasi hasil pembebatan dengan tepat

(terutama mengenai tekanan bebat).

Mahasiswa mampu menilai kondisi fisik dan psikologis pasien, serta daerah di

bawah lokasi luka (meliputi warna, suhu, respon sensorik) karena gangguan

sirkulasi.

2) Pembidaian

Mahasiswa mampu memasang bidai dengan benar.

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan hasil pemasangan bidai dan

menilainya dengan benar (apakah bidai terlalu longgar atau terlalu ketat).

Mahasiswa mampu menilai kondisi fisik dan psikologis pasien.

C. DASAR TEORI

1. Sistem Rangka / Tulang Manusia

Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi

beberapa organ tubuh terutama dalam tengkorak, rongga dada dan panggul. Kerangka juga

berfungsi sebagai ungkit pada gerakan dan menyediakan permukaan untuk kaitan otot-otot

kerangka. Tulang pada tubuh manusia digolongkan menjadi kerangka sumbu dan appendikular.

Kerangka sumbu (kerangka axial) terdiri atas kepala dan badan seperti tengkorak,

tulang belakang, tulang dada dan iga-iga. Kerangka appendikular terdiri atas ekstremitas

(anggota gerak) dan gelang panggul.

Tulang dapat diklasifikasikan sesuai dengan bentuknya, yaitu terdiri dari :

a. Tulang pendek, misalnya tulang karpalia di tangan dan tarsalia di kaki. Tulang ini bersifat

ringan dan kuat, misalnya pada pergelangan tangan.

b. Tulang panjang atau tulang pipa. Tulang panjang terdiri atas bagian batang dan dua

bagian ujung. Tulang panjang berfungsi sebagai alat ungkit dari tubuh dan

memungkinkannya bergerak.

c. Tulang pipih terdiri atas dua lapisan jaringan tulang keras dengan ditengahnya lapisan

tulang seperti spons, tulang tengkorak.

Page 109: Manual semester 6 thn 2016

109

d. Tulang sesamoid, tulang ini berkembang dalam tendon otot-otot dan dijumpai di dekat

sendi. Patela adalah contoh dari tulang jenis ini.

e. Tulang tak beraturan adalah tulang yang tidak dapat dimasukkan dalam salah satu dari ke

empat kelas di atas, contohnya adalah vertebra dan tulang wajah.

Gambar 1. Gambar Anatomi Tulang Manusia

2. PEMBEBATAN

a. Prinsip Dasar Pembebatan

Derajat penekanan yang dihasilkan oleh suatu pembebatan sangat penting untuk

diperhatikan, penekanan yang diberikan tidak boleh meningkatkan tekanan hidrostatik

yang berakibat meningkatkan edema jaringan, juga jangan sampai mengganggu

sirkulasi darah di daerah luka dan sekitar luka.

Page 110: Manual semester 6 thn 2016

110

Derajat penekanan tersebut ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara

empat faktor utama yaitu :

1) Struktur fisik dan keelastisan dari pembebat.

2) Ukuran dan bentuk ekstremitas yang akan dibebat.

3) Keterampilan dan keahlian dari orang yang melakukan pembebatan.

4) Bentuk semua aktivitas fisik yang dilakukan pasien.

Tekanan dari suatu pembebat merupakan fungsi dari tekanan oleh bahan

pembebat, jumlah lapisan pembebat dan diameter dari ekstremitas yang dibebat.

Hubungan faktor-faktor ini telah disusun oleh Hukum Laplace yang menyatakan bahwa

”tekanan dari tiap lapisan pembebat berbanding lurus dengan tekanan pembebat dan

berbanding terbalik dengan diameter dari ekstremitas yang dibebat”.

Rumus untuk menghitung tekanan tiap lapis pembebatan (sub-bandage pressure) :

Tekanan (mmHg) = Kekuatan pada pembebatan (Kgf) x n x 4620

Diameter daerah yg dibebat (cm) x lebar pembebat (cm)

n = jumlah lapisan pembebatan

Rumus ini hanya berlaku pada saat awal pembebatan dilakukan karena kebanyakan

pembebat kehilangan elastisitas yang signifikan dari tahanan awal sesuai dengan

berjalannya waktu.

Hal yang penting dalam pembebatan adalah metode dari pembebatan itu

sendiri, karena pada prakteknya pembebatan dilakukan dengan bentuk spiral di mana

terjadi overlapping antar pembebat yang menentukan jumlah lapisan yang melingkari

titik tertentu pada ekstremitas. Overlap 50 % secara efektif menghasilkan tekanan dua

lapis, overlap 66 % secara efektif menghasilkan tekanan tiga lapisan. Hal ini perlu

mendapat perhatian agar tidak terjadi penekanan berlebihan pada suatu titik di daerah

pembebatan yang dapat mengakibatkan nekrosis jaringan.

b. Pentingnya pemilihan lebar pembebat yang tepat.

Pada pembebatan diperlukan pemilihan pembebat yang tepat karena hal ini

sangat mempengaruhi besarnya tekanan yang diberikan oleh pembebat pada bagian

Page 111: Manual semester 6 thn 2016

111

yang dibebat. Sesuai formula di atas bahwa tekanan tiap lapis pembebatan

berbanding lurus dengan tahanan yang diberikan serta berbanding terbalik dengan

diameter lokasi pembebatan dan lebar pembebat sehingga semakin lebar pembebat

tekanan yang dihasilkan makin kecil.

c. Pentingnya jumlah lapisan pembebatan yang diberikan.

Pada pembebatan diperlukan penentuan jumlah lapisan pembebat yang tepat

karena hal ini sangat mempengarihi besarnya tekanan yang diberikan oleh

pembebat pada bagian yang dibebat. Sesuai formula di atas bahwa tekanan tiap lapis

pembebatan berbanding lurus dengan tahanan yang diberikan serta berbanding

terbalik dengan diameter lokasi pembebatan dan lebar pembebat sehingga semakin

banyak lapisan pembebatan yang dilakukan tekanan yang dihasilkan makin besar.

d. Manfaat Pembebatan (Bandage)

1) Menopang suatu luka, misalnya tulang yang patah.

2) Mengimobilisasi suatu luka, misalnya bahu yang keseleo.

3) Memberikan tekanan, misalnya dengan bebat elastik pada ekstremitas inferior

untuk meningkatkan laju darah vena.

4) Menutup luka, misalnya pada luka setelah operasi abdomen yang luas.

5) Menopang bidai (dibungkuskan pada bidai).

6) Memberikan kehangatan, misalnya bandage flanel pada sendi yang rematik.

e. Tipe-Tipe Pembebat

1) Stretchable Roller Bandage

Pembebat ini biasanya terbuat dari kain, kasa, flanel atau bahan yang elastis.

Kebanyakan terbuat dari kasa karena menyerap air dan darah serta tidak mudah

longgar. Jenis-jenisnya :

- Lebar 2.5 cm : digunakan untuk jari-kaki tangan

- Lebar 5 cm : digunakan untuk leher dan pergelangan tangan

- Lebar 7.5 cm : digunakan untuk kepala, lengan atas, daerah, fibula dan kaki.

- Lebar 10 cm : digunakan untuk daerah femur dan pinggul.

- Lebar 10-15 cm : digunakan untuk dada, abdomen dan punggung.

Page 112: Manual semester 6 thn 2016

112

Gambar 2. Roller bandage

2) Triangle Cloth

Pembebat ini berbentuk segitiga terbuat dari kain, masing-masing panjangnya

50-100 cm. Digunakan untuk bagian-bagian tubuh yang berbentuk melingkar atau

untuk menyokong bagian tubuh yang terluka. Biasanya dipergunakan untuk luka pada

kepala, bahu, dada, tangan, kaki, ataupun menyokong lengan atas.

3) Tie shape

Merupakan triangle cloth yang dilipat berulang kali. Biasanya digunakan untuk

membebat mata, semua bagian dari kepala atau wajah, mandibula, lengan atas, kaki,

lutut, maupun kaki.

4) Plaster

Pembebat ini digunakan untuk menutup luka, mengimobilisasikan sendi yang

cedera, serta mengimobilisasikan tulang yang patah. Biasanya penggunaan plester

ini disertai dengan pemberian antiseptic terutama apabila digunakan untuk

menutup luka.

5) Steril Gauze (kasa steril)

Digunakan untuk menutup luka yang kecil yang telah diterapi dengan

antiseptik, antiradang dan antibiotik.

f. Putaran Dasar Dalam Pembebatan

1) Putaran Spiral (Spiral Turns)

Digunakan untuk membebat bagian tubuh yang memiliki lingkaran yang

sama, misalnya pada lengan atas, bagian dari kaki. Putaran dibuat dengan sudut

yang kecil, ± 30 dan setiap putaran menutup 2/3-lebar bandage dari putaran

sebelumnya.

Page 113: Manual semester 6 thn 2016

113

Gambar 3. Putaran Spiral (Spiral Turns)

2) Putaran Sirkuler (Circular Turns)

Biasanya digunakan untuk mengunci bebat sebelum mulai memutar bebat,

mengakhiri pembebatan, dan untuk menutup bagian tubuh yang berbentuk

silinder/tabung misalnya pada bagian proksimal dari jari kelima. Biasanya tidak

digunakan untuk menutup daerah luka karena menimbulkan ketidaknyamanan.

Bebat ditutupkan pada bagian tubuh sehingga setiap putaran akan menutup

dengan tepat bagian putaran sebelumnya.

Gambar 4. Putaran Sirkuler (Circular Turns)

Page 114: Manual semester 6 thn 2016

114

3). Putaran Spiral terbalik (Spiral Reverse Turns)

Digunakan untuk membebat bagian tubuh dengan bentuk silinder yang panjang

kelilingnya tidak sama, misalnya pada tungkai bawah kaki yang berotot. Bebat

diarahkan ke atas dengan sudut 30, kemudian letakkan ibu jari dari tangan yang

bebas di sudut bagian atas dari bebat. Bebat diputarkan membalik sepanjang 14 cm

(6 inch), dan tangan yang membawa bebat diposisikan pronasi, sehingga bebat

menekuk di atas bebat tersebut dan lanjutkan putaran seperti sebelumnya.

Gambar 5. Putaran Spiral terbalik (Spiral Reverse Turns)

4). Putaran Berulang (Recurrent Turns)

Digunakan untuk menutup bagian bawah dari tubuh misalnya tangan, jari, atau

pada bagian tubuh yang diamputasi. Bebat diputar secara sirkuler di bagian

proksimal, kemudian ditekuk membalik dan dibawa ke arah sentral menutup semua

bagian distal. Kemudian kebagian inferior, dengan dipegang dengan tangan yang lain

dan dibawa kembali menutupi bagian distal tapi kali ini menuju ke bagian kanan dari

sentral bebat. Putaran kembali dibawa ke arah kiri dari bagian sentral bebat. Pola ini

dilanjutkan bergantian ke arah kanan dan kiri, saling tumpang-tindih pada putaran

awal dengan 2/3 lebar bebat. Bebat kemudian diakhiri dengan dua putaran sirkuler

yang bersatu di sudut lekukan dari bebat.

Page 115: Manual semester 6 thn 2016

115

Gambar 6. Putaran Berulang (Recurrent Turns)

5). Putaran seperti angka Delapan (Figure-Eight Turns)

Biasanya digunakan untuk membebat siku, lutut, atau tumit. Bebat diakhiri

dengan dua putaran sirkuler menutupi bagian sentral sendi. Kemudian bebat dibawa

menuju ke atas persendian, mengelilinginya, dan menuju kebawah persendian,

membuat putaran seperti angka delapan. Setiap putaran dilakukan ke atas dan ke

bawah dari persendian dengan menutup putaran sebelumnya dengan 2/3 lebar

bebat. Lalu diakhiri dengan dua putaran sirkuler di atas persendian.

Gambar 7. Putaran Seperti Angka delapan (Figure-Eight Turns)

g. Prinsip Pembebatan (Bandage)

1) Memilih bebat berdasarkan jenis bahan, panjang, dan lebarnya.

2) Bila memungkinkan, menggunakan bebat baru; bebat elastik kadangkala

elastisitasnya berkurang setelah digunakan atau dicuci.

3) Memastikan bahwa kulit pasien di daerah yang terluka bersih dan kering.

Page 116: Manual semester 6 thn 2016

116

4) Menutup luka sebelum pembebatan dilakukan di daerah yang terluka.

5) Memeriksa neurovaskuler di bagian distal luka, bila relevan.

6) Bila diperlukan, pasang bantalan untuk menekan daerah yang terluka.

7) Mencari asisten bila bagian dari tubuh yang terluka perlu ditopang selama

prosedur pembebatan dilakukan.

8) Meminta pasien memilih posisi senyaman mungkin, dengan bagian yang akan

dibebat ditopang pada posisi segaris dengan sendi sedikit flexi, kecuali bila hal ini

merupakan kontraindikasi.

9) Melakukan pembebatan berhadapan dengan bagian tubuh yang akan dibebat

(kecuali pada pembebatan kepala dilakukan dari belakang pasien).

10) Memegang rol bebat dengan rol menghadap ke atas di satu tangan, ujung bebat

dipegang tangan yang lain.

11) Mulai melakukan pembebatan dari bagian distal menuju proximal, dari bagian

dengan diameter terkecil menuju diameter yang lebih besar dan dari medial

menuju lateral dari bagian tubuh yang terluka. Jangan mulai membebat di daerah

yang terluka.

12) Untuk memperkuat posisi bebat, supaya bebat tidak mudah terlepas/ bergeser,

lakukan penguncian ujung bebat sebelum mulai memutar bebat.

Gambar 8. Mengunci bebat sebelum memulai memutar

13) Bila memungkinkan, pembebatan dilakukan searah dengan pengembalian darah

vena untuk mencegah pengumpulan darah.

Page 117: Manual semester 6 thn 2016

117

14) Memutar bebat saling tumpang tindih dengan 2/3 lebar bebat, pasang bebat

dengan lembut meskipun sambil menekan.

15) Menjaga ketegangan dari bebat, hal ini dibantu dengan memastikan bagian bebat

yang bukan rol tetap dekat dengan permukaaan tubuh.

16) Memastikan bebat yang saling tumpang tindih tidak menekuk atau berkerut.

17) Memastikan bahwa bebat terpasang dengan baik dibagian atas dan bawah daerah

yang terluka, namun jari atau ibu jari jangan dibebat supaya dapat mengobservasi

neurovaskuler daerah tersebut.

18) Memotong bebat bila terlalu panjang sisanya; jangan memutar berlebih di akhir

pembebatan.

19) Mengunci atau menutup bagian akhir bebat, dan memastikan pasien tidak akan

melukai dirinya. Mengunci bagian akhir bebat bisa dilakukan dengan :

- Melakukan beberapa kali putaran sirkuler kemudian dijepit dengan pin atau

diplester.

- Menggunakan simpul (gambar di bawah)

Gambar 9. Atas : Mengunci atau menutup bagian akhir bebat; bawah : square knot

Page 118: Manual semester 6 thn 2016

118

h. Prosedur Pembebatan

1) Perhatikan hal-hal berikut :

- Lokasi/ tempat cidera

- Luka terbuka atau tertutup

- Perkiraan lebar atau diameter luka

- Gangguan terhadap pergerakan sendi akibat luka

2) Pilihlah pembebat yang benar, dan dapat memakai kombinasi lebih dari satu jenis

pembebat.

3) Jika terdapat luka dibersihkan dahulu dengan disinfektan, jika terdapat dislokasi

sendi diposisikan seanatomis mungkin.

4) Tentukan posisi pembebat dengan benar berdasarkan :

a) Pembatasan semua gerakan sendi yang perlu imobilisasi

b) Tidak boleh mengganggu pergerakan sendi yang normal

c) Buatlah pasien senyaman mungkin pada saat pembebatan

d) Jangan sampai mengganggu peredaran darah

e) Pastikan pembebat tidak mudah lepas.

3. PEMBIDAIAN

Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan adalah bantuan pertama yang diberikan

kepada orang yang cedera akibat kecelakaan dengan tujuan menyelamatkan nyawa,

menghindari cedera atau kondisi yang lebih parah dan mempercepat penyembuhan.

Ekstremitas yang mengalami trauma harus diimobilisasi dengan bidai. Bidai (Splint atau

spalk) adalah alat yang terbuat dari kayu, logam atau bahan lain yang kuat tetapi ringan

untuk imobilisasi tulang yang patah dengan tujuan mengistirahatkan tulang tersebut dan

mencegah timbulnya rasa nyeri.

Tanda tanda fraktur atau patah tulang :

Bagian yang patah membengkak (oedema).

Daerah yang patah terasa nyeri (dolor).

Terjadi perubahan bentuk pada anggota badan yang patah.

Anggota badan yang patah mengalami gangguan fungsi (fungsiolesia).

a. Tujuan Pembidaian

Mahasiswa menguasai penggunaan bidai untuk imobilisasi dengan maksud :

Page 119: Manual semester 6 thn 2016

119

1) Mencegah pergerakan atau pergeseran fragmen atau bagian tulang yang patah.

2) Menghindari trauma soft tissue (terutama syaraf dan pembuluh darah pada

bagian distal yang cedera) akibat pecahan ujung fragmen tulang yang tajam.

3) Mengurangi nyeri

4) Mempermudah transportasi dan pembuatan foto rontgen.

5) Mengistirahatkan anggota badan yang patah.

b. Macam-macam Bidai

1) Splint improvisasi

Tongkat: payung, kayu, koran, majalah

Dipergunakan dalam keadaan emergency untuk memfiksasi ekstremitas bawah

atau lengan dengan badan.

2) Splint konvensional

Universal splint extremitas atas dan bawah

c. Persiapan Pembidaian

1) Periksa bagian tubuh yang akan dipasang bidai dengan teliti dan periksa status

vaskuler dan neurologis serta jangkauan gerakan.

2) Pilihlah bidai yang tepat.

d. Alat alat pokok yang dibutuhkan untuk pembidaian

1) Bidai atau spalk terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat tetapi ringan.

2) Pembalut segitiga.

3) Kasa steril.

e. Prinsip Pembidaian

1) Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip melalui dua sendi, sendi di

sebelah proksimal dan distal fraktur.

2) Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera dilepas, periksa

adanya luka terbuka atau tanda-tanda patah dan dislokasi.

3) Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis (status

vaskuler dan neurologis) pada bagian distal yang mengalami cedera sebelum dan

sesudah pembidaian.

Page 120: Manual semester 6 thn 2016

120

4) Tutup luka terbuka dengan kassa steril.

5) Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal daerah trauma (dicurigai

patah atau dislokasi).

6) Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan pembidaian kecuali ada di

tempat bahaya.

7) Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku.

a. Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar ataupun terlalu ketat

sehingga menjamin pemakaian bidai yang baik

b. Perhatikan respons fisik dan psikis pasien.

f. Syarat-syarat pembidaian

1) Siapkan alat alat selengkapnya.

2) Sepatu dan seluruh aksesoris korban yang mengikat harus dilepas.

3) Bidai meliputi dua sendi tulang yang patah, sebelumnya bidai diukur dulu pada

anggota badan kontralateral korban yang sehat.

4) Ikatan jangan terlalu keras atau terlalu longgar.

5) Sebelum dipasang, bidai dibalut dengan kain pembalut.

6) Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tulang yang

patah.

7) Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.

g. Prosedur Pembidaian

1) Persiapkan alat-alat yang dibutuhkan.

2) Lepas sepatu, jam atau asesoris pasien sebelum memasang bidai.

3) Pembidaian melalui dua sendi, sebelumnya ukur panjang bidai pada sisi

kontralateral pasien yang tidak mengalami kelainan.

4) Pastikan bidai tidak terlalu ketat ataupun longgar

5) Bungkus bidai dengan pembalut sebelum digunakan

6) Ikat bidai pada pasien dengan pembalut di sebelah proksimal dan distal dari

tulang yang patah

7) Setelah penggunaan bidai cobalah mengangkat bagian tubuh yang dibidai.

Page 121: Manual semester 6 thn 2016

121

h. Contoh penggunaan bidai

1). Fraktur humerus (patah tulang lengan atas).

Pertolongan :

- Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan menghadap ke dalam.

- Pasang bidai dari siku sampai ke atas bahu.

- Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.

- Lengan bawah digendong.

- Jika siku juga patah dan tangan tak dapat dilipat, pasang spalk ke lengan bawah

dan biarkan tangan tergantung tidak usah digendong.

- Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar 10. Pemasangan bidai pada fraktur humerus, atas : hanya fraktur humerus, siku bisa dilipat,

bawah : siku tidak bisa dilipat, juga fraktur antebrachii

Page 122: Manual semester 6 thn 2016

122

2). Fraktur Antebrachii (patah tulang lengan bawah).

Pertolongan:

- Letakkan tangan pada dada.

- Pasang bidai dari siku sampai punggung tangan.

- Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.

- Lengan digendong.

- Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar 11. Pemasangan bidai pada fraktur antebrachii

Gambar 12. Pemasangan sling untuk menggendong lengan yang cedera

3) Fraktur clavicula (patah tulang selangka).

a) Tanda-tanda patah tulang selangka :

- Korban tidak dapat mengangkat tangan sampai ke atas bahu.

- Nyeri tekan daerah yang patah.

Page 123: Manual semester 6 thn 2016

123

b) Pertolongan :

- Dipasang ransel verban.

- Bagian yang patah diberi alas lebih dahulu.

- Pembalut dipasang dari pundak kiri disilangkan melalui punggung ke ketiak

kanan.

- Dari ketiak kanan ke depan dan atas pundak kanan, dari pundak kanan

disilangkan ke ketiak kiri, lalu ke pundak kanan,akhirnya diberi peniti/ diikat.

- Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar 13. Kanan atau kiri : Ransel perban

4) Fraktur Femur (patah tulang paha).

Page 124: Manual semester 6 thn 2016

124

Gambar 14. Pemasangan bidai pada fraktur femur

Pertolongan :

- Pasang 2 bidai dari :

a.Ketiak sampai sedikit melewati mata kaki.

b.Lipat paha sampai sedikit melewati mata kaki.

- Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang patah.

- Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut untuk mengurangi

pergerakan.

- Bawa korban ke rumah sakit.

5) Fraktur Cruris (patah tulang tungkai bawah).

Pertolongan :

- Pasang 2 bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang patah.

- Di antara bidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.

- Bidai dipasang di antara mata kaki sampai beberapa cm di atas lutut.

- Bawa korban ke rumah sakit.

Page 125: Manual semester 6 thn 2016

125

Gambar 15. Pemasangan bidai pada fraktur cruris

D. OBSERVASI SETELAH TINDAKAN

Tanyakan kepada pasien apakah sudah merasa nyaman dengan bebat dan bidai yang

dipasang, apakah nyeri sudah berkurang, apakah terlalu ketat atau terlalu longgar. Bila pasien

masih merasakan bidai terlalu keras, tambahkan kapas di bawah bidai. Longgarkan bebat jika

dirasakan terlalu kencang. Lakukan re-evaluasi terhadap ekstremitas di sebelah distal segera

setelah memasang bebat dan bidai, meliputi :

- Warna kulit di distal

- Fungsi sensorik dan motorik ekstremitas.

- Pulsasi arteri

- Pengisian kapiler

Perawatan rutin terhadap pasien pasca pemasangan bebat dan bidai adalah elevasi

ekstremitas secara rutin, pemberian obat analgetika dan anti inflamasi, serta anti pruritik untuk

mengurangi rasa gatal dan untuk mengurangi nyeri. Berikan instruksi kepada pasien untuk

menjaga bebatnya dalam keadaan bersih dan kering serta tidak melepasnya lebih awal dari

waktu yang diinstruksikan dokter.

E. KOMPLIKASI PEMASANGAN

Dalam 1-2 hari pasien kemungkinan akan merasakan bebatnya menjadi lebih kencang

karena berkembangnya oedema jaringan. Berikan instruksi secara jelas kepada pasien untuk

datang kembali ke dokter bila muncul gejala atau tanda gangguan neurovaskuler atau

compartment syndrome, seperti bertambahnya pembengkakan atau rasa nyeri, kesulitan

menggerakkan jari, dan gangguan fungsi sensorik.

Page 126: Manual semester 6 thn 2016

126

F. REPOSISI FRAKTUR TERTUTUP DAN DISLOKASI

Penatalaksanaan fraktur terdiri dari manipulasi untuk memperbaiki posisi fragmen dan

splintage untuk menahan fragmen sampai menyatu. Penyembuhan fraktur didukung oleh

pemadatan tulang secara fisiologis, sehingga aktivitas otot dan pemberian beban awal penting

untuk dilakukan. Tujuan ini didukung oleh 3 proses yaitu reduksi, imobilisasi dan latihan. Dua

masalah yang penting yaitu bagaimana mengimobilisasi fraktur namun tetap memungkinkan

pasien menggunakan anggota gerak dengan cukup; hal ini adalah dua hal yang berlawanan

(menahan versus menggerakkan) yang dinginkan ahli bedah untuk mempercepat kesembuhan

(misalnya dengan fiksasi internal). Akan tetapi, ahli bedah juga ingin menghindari resiko yang

tidak diinginkan; ini adalah konflik kedua ( kecepatan versus keamanan). Faktor yang paling

penting dalam menentukan kecenderungan untuk sembuh secara alami adalah kondisi jaringan

lunak sekitar dan suplai darah lokal. Fraktur energi rendah ( atau velositas rendah) hanya

menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang parah, walaupun fraktur terbuka ataupun

tertutup.

Tscheme (Oestern and Tscherne, 1984) mengklasifikasikan luka tertutup sebagai berikut :

● Grade 0 : Fraktur simple dengan sedikit atau tidak ada luka jaringan lunak

● Grade 1: Fraktur dengan abrasi superficial atau memar pada jaringan kulit dan

jaringan subkutan.

● Grade 2 : Fraktur yang lebih parah dengan tanda kerusakan jaringan lunak dan

ancaman sindrom compartment.

● Grade 3 : Luka berat dengan kerusakan jaringan halus yang jelas.

Semakin parah tingkatan luka makan semakin besar kemungkinan membutuhkan beberapa

bentuk fiksasi mekanis; stabilitas tulang yang baik membantu penyembuhan jaringan lunak.

REDUKSI

Walaupun penatalaksanaan umum dan resusitasi harus didahulukan, namun

penanganan fraktur diharapkan tidak terlambat; pembengkakan bagian lunak selama 12 jam

pertama menyebabkan reduksi semakin sulit. Walaupun demikian, terdapat beberapa kondisi di

mana reduksi tidak dibutuhkan yaitu : 1. Saat hanya sedikit atau tidak ada dislokasi; 2. Saat

Page 127: Manual semester 6 thn 2016

127

dislokasi bukan suatu masalah ( contoh: fraktur clavicula) dan 3. Saat reduksi tidak mungkin

berhasil ( contoh: fraktur kompresi pada vertebra)

Reduksi harus ditujukan untuk fragmen tulang dengan apposisi yang cukup dan garis

fraktur yang normal. Semakin besar area permukaan kontak antarfragmen semakin besar

kemungkinan terjadinya penyembuhan. Adanya jarak antara ujung fragmen merupakan

penyebab sering union yang terlambat atau nonunion. Di sisi lain, selama ada kontak dan

fragmen segaris (alignment) sedikit overlap pada permukaan fraktur masih diperbolehkan.

Pada fraktur yang meliputi pemukaan sendi, reduksi harus sedekat mungkin mendekati

sempurna karena adanya irreguleritas akan menyebabkan distribusi muatan yang abnormal

antarpermukaan yang akan berpredispoisisi pada perubahan degenaratif pada kartilago sendi.

Terdapat 2 metode reduksi yaitu tertutup dan terbuka.

Reduksi Tertutup

Di bawah anestesi dan relaksasi otot, fraktur direduksi dengan 3 maneuver:

1. Bagian distal anggota gerak ditarik pada garis tulang;

2. Karena fragment terpisah, maka direduksi dengan melawan arah gaya awal

3. Garis fraktur yang lurus diusahakan pada setiap bidang.

Hal ini lebih efektif dilakukan ketika periosteum dan otot pada satu sisi fraktur tetap utuh

karena ikatan jaringan lunak mencegah over-reduction dan menstabilkan fraktur setelah

direduksi (Charnley 1961).

Beberapa fraktur sulit untuk direduksi dengan manipulasi karena tarikan otot yg terlalu

kuat sehingga membutuhkan traksi yg lama. Traksi tulang atau kulit selama beberapa hari

menyebabkan tegangan jaringan lunak menurun dan memudahkan tejadinya alingment yg lebih

baik; sebagai contoh hal dapat dilakukan untuk fraktur femur, fraktur shaft tibia dan fraktur

humerus supracondylus pada anak. Pada umumnya reduksi tertutup digunakan untuk semua

fraktur dislokasi minimal, untuk sebagian besar fraktur pada anak, untuk fraktur yg tidak stabil

setelah reduksi dan dapat digunakan untuk beberapa bidai dan gips. Fraktur tidak stabil dapat

direduksi juga dengan metode tertutup sebelum dengan fiksasi internal atau eksternal. Hal ini

dilakukan untuk menghindari manipulasi langsung sisi fraktur oleh reduksi terbuka yang

merusak suplai darah lokal dan mungkin menyebabkan waktu penyembuhan lebih lambat.

Traksi yg mereduksi fragmen fraktur melalui ligamentotaxis (tarikan ligament) biasanya dapat

diaplikasikan menggunakan fracture table atau bone distraktor.

Page 128: Manual semester 6 thn 2016

128

Gambar 16. Reposisi tertutup (a) Traksi pada garis tulang (b) Disimpaksi (c) Menekan

fragmen pada posisi reduksi ( Sumber : Solomon L. Warwick DJ. Nayagam S. Principles of

Fracture. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 8th ed. Oxford University Press Inc.

New York. 2001)

Reduksi Terbuka

Indikasi reduksi operatif yaitu : 1) reduksi tertutup gagal, baik karena kesulitan mengontrol

fragmen atau karena jaringan lunak berada diantaranya, 2) terdapat fragmen sendi yang

membutuhkan pengaturan posisi yang akurat, 3) untuk traksi (avulsi) fraktur dengan fragmen

yang terpisah.

DISLOKASI

Dislokasi berarti permukaan sendi bergeser secara lengkap dan tidak utuh lagi.

Subluksasi menekankan pada pergeseran dengan derajat yang lebih ringan dengan permukaan

sendi sebagian masih berapposisi.

Page 129: Manual semester 6 thn 2016

129

Gambaran Klinis

Oleh karena cedera, sendi terasa nyeri dan pasien berusaha untuk menghindari

pergerakan sendi. Bentuk sendi abnormal dan penanda tulang dapat bergeser. Anggota gerak

yang mengalami dislokasi sering ditahan pada posisi tertentu karena pergerakan menyebabkan

rasa nyeri dan juga terbatas. Foto sinar-X biasanya memperjelas diagnosis, dan juga

menunjukkan apakah ada luka tulang yang mempengaruhi stabilitas sendi- misalnya dislokasi

fraktur. Sendi yang dicurigai terjadi dislokasi dapat dites dengan menekannya, dan bila terjadi

dislokasi pada lokasi tersebut pasien akan merasakan rasa nyeri menetap yang tidak

tertahankan lebih jauh.

Jika batas sendi dan ligamen rusak, dislokasi berulang dapat terjadi. Hal ini terutama

pada dislokasi sendi bahu dan sendi patellofemoral. Pada dislokasi habitual (voluntary), pasien

mengalami dislokasi atau subluksasi sendi karena kontraksi otot secara volunter. Kelemahan

ligament dapat mempermudah terjadinya hal ini.

Penatalaksanaan

Dislokasi harus direposisi sesegera mungkin; anestesi umum dan muscle relaxant

kadang dibutuhkan. Sendi kemudian diistirahatkan atau diimobilisasi sampai pembengkakan

jaringan lunak berkurang, biasanya setelah 2 minggu. Latihan gerakan terkontrol dimulai

dengan penguatan fungsi kemudian bertahap berkembang dengan monitor fisioterapi. Biasanya

rekonstruksi bedah dibutuhkan untuk kondisi ketidakstabilan sendi yang masih tersisa.

Komplikasi

Komplikasi pada fraktur juga terlihat setelah dislokasi yaitu kerusakan pembuluh darah,

kerusakan saraf, nekrosis avaskular tulang, osifikasi heterotopic, kaku sendi dan osteoarthritis

sekunder.

G. PROSES PENYEMBUHAN TULANG

Pada tulang berbentuk tubulus atau tabung, dan juga fiksasi yang tidak mutlak stabil ,

maka pada umumnya, proses penyembuhan patah tulang akan terjadi melalui 5 tahapan, yaitu

(33):

Page 130: Manual semester 6 thn 2016

130

1. Kerusakan Jaringan dan Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah terputus dan terbentuk hematoma disekeliling sisi patah tulang . Tulang

pada permukaan patah tulang kehilangan suplai aliran darah dan menjadi jaringan yang mati

kurang lebih mencapai 1 – 2 milimeter

2. Inflamasi dan Proliferasi Seluler

Dalam waktu 8 jam setelah patah tulang, terjadi reaksi inflamasi akut dengan terjadi

proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam kanal intamedullar. Ujung – ujung fragmen

dikelilingi oleh jaringan seluler, yang menjembatani ujung - ujung tepi patah tulang.

Hematoma yang menggumpal perlahan lahan diserap dan muncul pertumbuhan kapiler baru

menuju area tersebut.

3. Pembentukan Callus

Sel – sel berkembang biak dan berpotensi secara chodrogenic maupun osteogenic, dalam

suasana dan kondisi yang tepat maka sel – sel tersebut akan mulai terbentuk dan dalam

beberapa kasus juga mulai terbentuk sel tulang rawan. Populasi sel pada fase ini juga

mencakup osteoclast ( yang mungkin berasal dari pembuluh darah baru ) yang mulai

melapisi permukaan tulang yang mati. Massa selular yang tebal dengan gambaran adanya

sekumpulan sel tulang dan kartilago, membentuk kalus atau splinting pada permukaan

periosteal dan endosteal. Sebagai serat tulang yang immatur ( anyaman tulang baru )

menjadi lebih padat dan termineralisasi, dan gerakan pada tepi - tepi patah tulang akan

mengalami pengurangan yang progresif dan akan berhenti pada saat patah tulang telah

bersatu.

4. Konsolidasi

Dengan berlanjutnya aktivitas dari osteoclastic dan osteoblastic, maka tulang woven akan

bertranformasi menjadi tulang lamellar. Sistem ini cukup kuat untuk memungkinkan

osteoclast untuk membuang semua debris pada garis patah tulang dan tepat dibelakang dari

osteoclast tersebut , maka osteoblast akan mengisi jarak yang tersisa antara fragmen patah

tulang dengan tulang yang baru. Hal ini adalah proses yang lambat dan memerlukan waktu

Page 131: Manual semester 6 thn 2016

131

beberapa bulan sebelum tulang menjadi benar – benar kuat untuk menahan beban secara

normal.

5. Remodelling

Pada fase ini , garis patah tulang telah terisi atau dijembatani oleh tulang yang utuh.

Selama perjalanan waktu , beberapa bulan atau mungkin beberapa tahun, maka bentuk

tulang akan berubah perlahan – lahan menyerupai tulang seperti aslinya seiring dengan

proses resorpsi dan formasi tulang.

Gambar 17 : 5 tahapan dalam proses penyembuhan patah tulang , (a) Fase kerusakan jaringan dan

pembentukan hematoma, (b) Fase Inflamasi dan proliferasi seluler, (c) Fase pembentukan kalus, (d) Fase

konsolidasi, (e) Fase Remodelling. ( Sumber : Solomon L. Warwick DJ. Nayagam S. Principles of Fracture.

Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 8th ed. Oxford University Press Inc. New York. 2001)

Untuk menentukan berapa lama waktu yang diperlukan untuk proses penyembuhan

patah tulang , mungkin tidak ada jawaban yang tepat yang mungkin banyak dipengaruhi oleh

usia, suplai darah, jenis patah tulang, dan faktor faktor lain yang mempengaruhi selama masa

penyembuhan patah tulang tersebut. Perkiraan atau prediksi yang memungkinkan adalah

berdasarkan Timetable Perkin’s dimana perkiraan ini sanagt sederhana. Patah tulang spiral

pada ekstremitas atas akan menyatu dalam waktu 3 minggu, untuk mencapai proses

konsolidasi harus dikalikan 2, sedangkan untuk ekstremitas bawah dikalikan 2 lagi, dan untuk

patah tulang transversal dikalikan 2 lagi. Untuk formula penghitungan yang lebih sederhana lagi

adalah sebagai berikut, patah tulang spiral pada ekstremitas atas memerlukan waktu 6 – 8

minggu untuk mencapai proses konsolidasi, untuk ekstremitas bawah diperlukan waktu 2 kali

Page 132: Manual semester 6 thn 2016

132

lebih lama. Hal ini perlu ditambahkan sebanyak 25% lagi bila patah tulangnya adalah bukan

patah tulang spiral atau melibatkan tulang femur. Sedangkan patah tulang pada anak – anak

tentu saja proses ini akan berlangsung lebih cepat, dengan perkiraan 2 kali lebih cepat. Angka –

angka ini dibuat hanya dengan perkiraan dan panduan secara kasar, dan tetap harus ada bukti

– bukti pemeriksaan secara klinis dan radiologis hingga pasti tercapainya proses konsolidasi

sebelum beban normal diperbolehkan pada tulang yang patah tulang tanpa splinting

H. CONTOH KASUS

1. Seorang pria berusia 35 tahun pada saat menuruni tangga, karena kurang berhati-hati

pria tersebut terpeleset dan jatuh. Kaki kirinya bengkak dan sakit tetapi masih dapat

untuk berjalan. Keesokan harinya dibawa ke rumah sakit, dilakukan foto Rontgen dan

hasilnya tidak ada tulang yang patah. Saudara sebagai dokter umum, selain memberikan

terapi medikamentosa, penanganan apa yang perlu Saudara berikan? Mengapa?

2. Seorang tukang becak sedang mengayuh becaknya di jalan raya yang masih cukup

ramai di malam minggu sekitar pukul 22.00 WIB. Tiba-tiba dari arah berlawanan muncul

sebuah mobil yang dikendarai keluar dari jalurnya dengan kecepatan tinggi, dan

pengendaranya agak mengantuk. Bapak becak berhasil sedikit menghindar, tetapi

sayang paha kanannya tetap terkena hantaman mobil. Bapak becak tersebut sama

sekali tidak dapat mengangkat tungkainya, karena terasa amat nyeri, memar dan

merah. Bapak tersebut adalah pengguna Kartu Sehat. Kebetulan Saudara sebagai dokter

umum dan sedang melewati jalan tersebut. Tindakan apa yang akan Saudara lakukan?

3. Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun sedang menaiki sepedanya sepulang dari

sekolah dengan kencang. Kemudian ada beberapa ekor kambing yang berjalan melintasi

jalan 5 meter didepannya. Anak tersebut berusaha mengerem sepedanya dan

menghindari kambing-kambing itu, tetapi akhirnya dia terjatuh dengan tumpuan tangan

kirinya. Anak tersebut merasakan sakit yang luar biasa pada tangan kirinya dan sulit

menggerakkan lengannya, setelah itu lengan kirinya tampak membengkak dan

memerah dan lengan bawahnya ada cekungan ke bawah. Orang yang berada di sekitar

tempat kejadian, segera mengantar anak ini ke Puskesmas yang terdekat. Saudara

sebagai dokter Puskesmas apa yang akan Saudara lakukan?

4. Seorang mahasiswi Kedokteran semester II mengendarai sepeda motor dengan

terburu-buru menuju ke kampus karena ada pretest. Saat itu kondisi jalan licin setelah

Page 133: Manual semester 6 thn 2016

133

diguyur hujan semalaman. Tiba-tiba di tikungan jalan sepeda motornya oleng karena

bannya selip. Dia terjatuh dan bahu kanannya terantuk stang sepeda motornya

sehingga memar dan nyeri bila digerakkan. Kebetulan Anda adalah seorang dokter

umum terdekat dan dia diantar ke tempat praktek saudara, pertolongan dan saran apa

yang akan saudara berikan?

E. PENUTUP

Pembebatan dan pembidaian merupakan keterampilan medis untuk memberikan

pertolongan pertama pada kecelakaan dengan prinsip mengimobilisasikan bagian tubuh yang

mengalami gangguan atau patah tulang.

Page 134: Manual semester 6 thn 2016

134

DAFTAR PUSTAKA

Bouwhuizen, M. 1991. Bahan Bebat dan Pembebatan Luka dalam Ilmu Keperawatan Bagian I. EGC. Jakarta.

Ellis, J.R., Nowlis, E.A., Bentz, P.M. 1996. Applying Bandages and Binders in Modules for Basic

Nursing Skills. 6th Edition. Lippincot. New York. http: // www. Worldwidewounds.com/2003/june/Thomas/Laplace-Bandagews.html. Kozier, B., Erb, G. 1983. Wound Care in Fundamental of Nursing: Concepts and Procedures. 2nd

Edition. Addison-Wesley Publishing Company. Massachuset. USA Pearce, EC., 1999, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta Skills Laboratory Manual, 2003, Vital sign Examination and Bandages and Splints, Skills

Laboratory, School of Medicine Gadjah Mada University, Yogyakarta. Stevens, P.J.M., Almekinders, G.I., Bordui, F., Caris, J., van der Meer, W.E., van der Weyde,

J.A.G. 2000. Pemberian Pertolongan Pertama dalam Ilmu Keperawatan. EGC. Jakarta. Suwardi, Imobilisasi dan Transportasi Tim Penyusun Buku Pedoman Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, Markas Besar Palang

Merah Indonesia. Wolff, L.V., Weitzel, M.H., Fuerst, E.F. 1984. Dasar-Dasar Ilmu Keperawatan. Buku Kedua.

Gunung Agung. Jakarta.

Page 135: Manual semester 6 thn 2016

135

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMBEBATAN (BANDAGE)

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Bobot Skor

0 1 2

1. Berkomunikasi dengan pasien dan menjelaskan tujuan dari pembebatan dan meminta persetujuan tertulis pasien dan/atau keluarga (informed consent)

1

2. Cuci tangan sesuai prosedur (sebelum dan setelah tindakan) 1

3. Inspeksi dan palpasi bagian tubuh yang terluka, memeriksa neurovaskuler di bagian distal luka dan range of motion.

1

4. Perlindungan diri (sarung tangan steril) 1

5. Memberikan perawatan pertama pada luka (dengan disinfektan, kasa steril, reposisi)

1

6. Memilih bebat yang sesuai dengan luka 2

7. Melakukan pembebatan sesuai prosedur dan posisi anatomis yang benar

2

8. Memeriksa hasil pembebatan : terlalu kencang? Mudah lepas? Membatasi gerakan sendi normal?

2

9. Memeriksa ulang bagian distal dan proximal dari daerah yang dibebat (pulsasi, oedema, sensasi rasa, suhu, dan gerakan)

2

10. Menasehati pasien untuk merawat luka dengan baik, menjelaskan akibat dari luka dan follow up (kapan bebat harus diperiksa)

1

11. Edukasi pada pasien dan keluarga saat merujuk pasien pada kondisi terpasang bebat

1

SKOR TOTAL

Penjelasan : 0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa

karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Skor Total x 100%

30

Page 136: Manual semester 6 thn 2016

136

CHECK LIST PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMBIDAIAN

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Bobot Skor

0 1 2

1. Berkomunikasi dengan pasien dan menjelaskan tujuan dari tindakan dan meminta persetujuan tertulis pasien dan/atau keluarga (informed consent)

1

2. Cuci tangan sesuai prosedur (sebelum dan setelah tindakan)

1

2. Inspeksi dan palpasi bagian tubuh yang terluka, memeriksa neurovaskuler bagian distal luka, dan range of motion

1

3. Perlindungan diri (sarung tangan steril) 1

4. Memberikan perawatan I pada luka (dengan disinfektan, kasa steril, reposisi, menutup luka / pembebatan)

1

5. Memilih splint yang tepat dengan tulang yang patah 2

6. Melakukan prosedur pemasangan splint dengan benar meliputi dua sendi di proksimal dan distal tulang yang patah

2

7. Memeriksa hasil pemasangan splint: terlalu kencang? Mudah lepas? Membatasi gerakan sendi normal? Mengimobilisasi ekstremitas yang terluka?

2

8. Memeriksa ulang bagian distal dan proximal dari daerah yang dibebat (pulsasi, oedema, sensasi rasa, suhu, dan gerakan)

2

9. Menasehati pasien untuk mengimobilisasi tulang yang patah

1

11. Edukasi pada pasien dan keluarga saat merujuk pasien pada kondisi terpasang bidai

1

12. Menjelaskan masa penyembuhan tulang, waktu serta keuntungan dan kerugian pemasangan bidai

1

SKOR TOTAL

Penjelasan : 0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa

karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Skor Total x 100%

32

Page 137: Manual semester 6 thn 2016

137

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

Purwoko*, Eko Setijanto*, Rth. Supraptomo, MH*. Sudjito*,Heri Dwi Purnomo*, Novianto Adi

Nugroho^, Rini Setyaningsih^

Tim Skills Lab FK UNS Surakarta

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari keterampilan Triage dan Bantuan Hidup Dasar (BHD) ini,

diharapkan mahasiswa dapat melakukan :

1. Penilaian kesadaran menggunakan AVPU

2. Pijat Jantung Luar (external cardiac massage)

3. Ventilasi mulut – mulut/ mulut – hidung dan sungkup (mask ventilation)

4. Pengelolaan jalan nafas tanpa alat dan menggunakan alat (orofaring tube,intubasi )

pada anak dan dewasa.

5. Cara pemberian oksigen.

*Bagian Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Surakarta/RSUD dr. Moewardi Surakarta, ^Skills Lab Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret Surakarta ^Laboratorium Keterampilan Klinik/Skills Lab FK UNS Surakarta

Page 138: Manual semester 6 thn 2016

138

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

Tata laksana BHD atau RJP memerlukan pengaturan yang sistematis untuk menentukan

keberhasilan resusitasi tersebut. Oleh karena itu diperlukan :

- Segera tentukan kasus henti jantung dan hubungi sistem kegawatan

- Lakukan RJP yang terfokus pada kompresi jantung

- Defibrilasi segera

- Tindakan advance life support yang efektif

- Penanganan pasca cardiac arrest yang terintegrasi

Sistematika BHD disusun berdasrkan pedoman menurut American Heart Association (AHA)

2010

- C-A-B sebagai pengganti A-B-C untuk RJP dewasa, anak dan bayi. Pengecualian hanya

untuk RJP neonatus

- Tidak ditekankan lagi looking, listening, feeling. Kunci untuk menolong korban henti

jantung adalah aksi (action) tidak lagi penilaian (assesment)

- Tekan lebih dalam. Dulu antara 3-5 cm. Saat ini AHA menganjurkan penekanan dada

sampai 5 cm

- Tekan lebih cepat. Untuk frekuensi penekanan, dulu AHA menggunakan kata-kata sekitar

100x/m. Saat ini AHA menganjurkan frekuensi paling tidak (minimal) 100x/m.

- Untuk awam, AHA tetap menganjurkan: Hands only CPR untuk yang tak terlatih

- Kenali tanda-tanda henti jantung akut

- Jangan berhenti memompa/ menekan dada semampunya, sampai AED dipasang dan

menganalisis ritme jantung. Bila perlu memberikan ventilasi mulut ke mulut, dilakukan

dengan cepat dan segera kembali menekan jantung

KUALITAS RJP

- Kompresi kuat (kedalaman 5 cm) DAN cepat > 100 x/menit. Dengan kembalinya (recoil)

dinding dada yang sempurna setelah kompresi

Page 139: Manual semester 6 thn 2016

139

- Kurangi gangguan pada kompresi

- Hindari ventilasi yang berlebihan

- Rotasi penolong yang melakukan kompresi setiap 2 menit

- Jika tidak ada bantuan jalan nafas advance (misal: intubasi), lakukan RJP

dengan rasio kompresi – ventilasi 30:2

- Kapnografi gelombang kuantitatif. Bila PetCO2 < 10 mmhg, perbaiki RJP

- Tekanan intra arterial, bila diastolik < 20 mmHg, perbaiki RJP

Kembalinya sirkulasi spontan / ROSC (Return of Spontaneous Circulation)

- Adanya pulsasi dan terukurnya tekanan darah

- Meningkatnya PetCO2, biasanya > 40 mmHg

- Adanya gelombang tekanan arteri yang spontan pada pemantauan tekanan intra arterial

defibrilator

- Bifasik: sesuai rekomendasi alat (misalnya dosis inisial 120 – 200 joule). Kalau tidak diketahui

gunakan yang terbesar. Kejutan kedua dan seterusnya menggunakan energi yang sama. Energi

yang lebih besar bisa dipertimbangkan.

- Monofasik: 360 Joule.

Page 140: Manual semester 6 thn 2016

140

REKOMENDASI AHA 2010

Dewasa Anak Bayi

Deteksi .................Tidak ada respons (semua usia).........................

Tidak bernafas

Bernafas tidak normal (nafas satu-satu)

Palpasi 10 detik, tidak ada pulsasi (hanya pada RJP oleh tenaga

kesehatan)

Urutan RJP C-A-B C-A-B C-A-B

Frekuensi Minimal 100 x/menit

Kedalaman

kompresi

5 cm 5 cm 4 cm

Recoil dinding

dada

Recoil sempurna setelah setiap kompresi dada

RJP oleh tenaga kesehatan: rotasi setiap 2 menit

Dewasa Anak Bayi

Gangguan pada

kompresi

Perkecil gangguan pada kompresi dada

Gangguan pada kompresi dibatasi kurang dari 10 detik

Page 141: Manual semester 6 thn 2016

141

Jalan nafas Head tilt – chin lift

bila tenaga kesehatan mencurigai trauma: lakukan jaw thrust

Ratio K-V sampai

jalan nafas

advance terpasang

30 – 2 30 – 2

seorang

penolong

15 – 2

lebih dari

seorang

penolong

30 – 2

seorang penolong

15 – 2

lebih dari seorang penolong

Ventilasi Bila penolong tidak terlatih: hanya kompresi tanpa ventilasi

Ventilasi dengan

jalan nafas

advance (hanya

oleh tenaga

kesehatan)

1 nafas setiap 6 – 8 detik ( 8 – 10 pernafasan/ menit )

Tidak perlu sinkron dengan kompresi

Sekitar 1 detik setiap nafas

Dinding dada terangkat

Defibrilasi Gunakan AED bila tersedia

Kurangi gangguan pada kompresi sebelun dan setelah defibrilasi

Lanjutkan RJP segera setelah setiap defibrilasi

Page 142: Manual semester 6 thn 2016

142

PENYEBAB HENTI JANTUNG YANG REVERSIBEL :

- Hipovolemia - Tension pneumotoraks

- Hipoksia - Tamponade jantung

- Hidrogen ion (asidosis) - Toksin

- Hipokalemia/ hiperkalemia - Trombosis paru

- Hipotermia - Trombosis koroner

Page 143: Manual semester 6 thn 2016

143

PENGELOLAAN JALAN NAPAS TINGKAT LANJUT

- Supraglottic advanced airway (LMA) atau intubasi trakea

- Kapnografi dengan grafik gelombang untuk memastikan dan memantau posisi intubasi

trakea.

- Frekuensi 8 – 10 x/menit dengan kompresi jantung kontinyu

TERAPI OBAT

- Epinefrin IV/IO : 1 mg setiap 3-5 menit

- Vasopressin IV/IO : 40 unit dapat menggantikan dosis pertama dan kedua epinefrin

- Amiodaron IV/IO : dosis I 300mg bolus, dosis II 150mg

Page 144: Manual semester 6 thn 2016

144

CIRCULATION

Gambar 1. Pijat jantung (separuh bawah dari sternum)

Tangan pertama diletakkan ditengah sternum separuh bawah dari sternum. Tangan kedua

diletakkan diatas tangan pertama, sehingga kedua tangan overlapping dan pararel.

Gambar 2. kompresi jantung

Melakukan pijat luar dengan :

- Kecepatan minimal 100x/menit

- Frekuensi 30 kompresi : 2 ventilasi

Page 145: Manual semester 6 thn 2016

145

- Kedalaman minimal 5 cm

- memberikan dada kesempatan untuk recoil sempurna

- Rotasi pemijat jantung setiap 2 menit

- Interupsi minimal selama kompresi (<10 detik)

- Periksa nadi setiap 2 menit.

AIRWAY MANAJEMEN

Gambar 3. Head tilt dan chin lift

Gambar 4 : Cara melakukan napas buatan mouth to mouth

Page 146: Manual semester 6 thn 2016

146

Cara napas buatan :

- posisi bebas jalan nafas

- jepit hidung

- buka mulut

- tiup 1,5 – 2 detik

- lepas / ekshalasi

Bila napas buatan kurang efektif :

- bersihkan dari sumbatan

- head tilt – chin lift benar

- coba 5 x nafas buatan

Bantuan alat sederhana : Oropharyngeal airway (OPA) dan Nasopharyngeal airway

(NPA)

Bantuan alat lanjutan : Laryngeal mask airway, Combitube, Intubasi dg ETT.

Gambar 5. Jaw thrust

(DEFRIBILLATION)

Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah defibrilasi

adalah suatu terapi dengan memberikan energi listrik. Hal ini dilakukan jika penyebab henti

jantung (cardiac arrest) adalah kelainan irama jantung yang disebut dengan fibrilasi ventrikel.

Dimasa sekarang ini sudah tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator) yang dapat digunakan

Page 147: Manual semester 6 thn 2016

147

oleh orang awam yang disebut Automatic External Defibrillation (AED), di mana alat

tersebut dapat mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau tidak. Jika

perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat memberikan tanda kepada penolong untuk

melakukan defibrilasi atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan sirkulasi saja.

Gambar 6. Tindakan Defibrilasi dengan AED

Penilaian Ulang/Evaluasi

Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi (+ 2 menit) kemudian korban dievaluasi kembali

- Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas dengan rasio 30 : 2.

- Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap.

- Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 8-10 kali

permenit dan monitor nadi setiap saat.

- Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar jalan

napas tetap terbuka kemudian korban / pasien dibaringkan pada posisi mantap (recovery

position).

Page 148: Manual semester 6 thn 2016

148

2

Recovery position :

Gambar 7. Posisi sisi mantap (Recovery Position)

Page 149: Manual semester 6 thn 2016

149

SUMBER PUSTAKA

AHA. 2010. Cardiopulmonary Resuscitation Guidlaine. Downloaded on April, 10, 2013

Supplement to Circulation. 2010. Journal of The American Heart Association. volume 122

number 18 supplement 3

Anonim. 2010. http : // circ.ahajournals. Org/ content/ vol122/ 18 suppl 3

European Resuscitation Council. https://www.erc.edu/index.php/doclibrary/en/209/1

Page 150: Manual semester 6 thn 2016

150

CHECK LIST PENILAIAN KETERAMPILAN

BANTUAN HIDUP DASAR

NO ASPEK KETERAMPILAN YANG DINILAI SKOR

0 1 2

1. Memeriksa/ menentukan kesadaran pasien, dengan memanggil

namanya, menepuk bahu dll.

2. Berteriak minta tolong/aktivasi sistem emergensi

3. Posisi pasien harus tidur terlentang, dipertahankan pada posisi

horisontal dengan alas yang keras dengan kedua tangan di

samping.

4. Posisi penolong, berlutut sejajar di samping kanan atau kiri

pasien.

5. Memastikan ada / tidaknya denyut jantung dengan

memeriksa denyut arteri karotis selama 10 detik

6. Bila tidak teraba lakukan pijat jantung

7. Menentukan titik tumpu, dengan meletakan tangan pertama pada

tengah sternum bagian bawah.

8. Meletakkan telapak tangan yang satunya diatas tangan yang lain

dengan jari-jari tidak boleh menempel di dada.

9. Melakukan pijat jantung luar dengan :

- Kecepatan minimal 100x/menit

- Frekuensi 30 kompresi : 2 ventilasi

- Kedalaman minimal 5 cm

- Memberikan dada kesempatan untuk recoil sempurna

10. Membuka jalan nafas dengan cara head tilt dan chin lift atau jaw

thrust.

11. 1 atau 2 penolong : frekuensi tetap 30 kompresi : 2 ventilasi.

Ventilasi dengan terpasang advanced airway (ETT) : 1 kali nafas

tiap 6-8 detik (8-10x nafas/menit). Kompresi tetap 100x/menit

(Hitungan terpisah, tidak ada sinkronisasi antara pijat jantung

dan pemberi nafas).

12. Membaringkan pasien pada posisi mantap

SKOR TOTAL

Keterangan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa

karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang

sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa : Skor Total x 100%

24