mankester - kemasan
TRANSCRIPT
MAKALAH PRAKTIKUM
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN TERNAK
KEMASAN
Oleh :
Kelas : E
Kelompok : 3
Syah Abduh El Wahid 200110090202
Reza Haizar J 200110110218
Indri Nurfitriani 200110110231
Fitriani Laksanawati 200110110240
Lalita Dhaniarthi 200110110244
Anisa Pusparini 200110110254
LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2013
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama berabad-abad, fungsi sebuah kemasan hanyalah sebatas untuk
melindungi barang atau mempermudah barang untuk dibawa. Seiring dengan
perkembangan jaman yang semakin kompleks, barulah terjadi penambahan nilai-
nilai fungsional dan peranan kemasan dalam pemasaran mulai diakui sebagai
satu kekuatan utama dalam persaingan pasar.
Menjelang abad pertengahan, bahan-bahan kemasan terbuat dari kulit, kain,
kayu, batu, keramik dan kaca. Tetapi pada jaman itu, kemasan masih terkesan
seadanya dan lebih berfungsi untuk melindungi barang terhadap pengaruh cuaca
atau proses alam lainnya yang dapat merusak barang. Selain itu, kemasan juga
berfungsi sebagai wadah agar barang mudah dibawa selama dalam perjalanan.
Baru pada tahun 1980-an di mana persaingan dalam dunia usaha semakin
tajam dan kalangan produsen saling berlomba untuk merebut perhatian calon
konsumen, bentuk dan model kemasan dirasakan sangat penting peranannya
dalam strategi pemasaran. Di sini kemasan harus mampu menarik perhatian,
menggambarkan keistimewaan produk, dan “membujuk” konsumen. Pada saat
inilah kemasan mengambil alih tugas penjualan pada saat jual beli terjadi.
Hal tersebut di atas mendorong konsumen untuk dapat menilai baik tidaknya
kemasan dari produk yang mereka beli dilihat dari aspek keamanan dan
kesehatan. Karena kemasan memiliki standardisasi yang khusus agar kemasan
tersebut aman dan sehat bagi konsumen.
1.2 Identifikasi Masalah
Apa yang dimaksud dengan kemasan?
Apa tujuan dari kemasan?
Apa yang menjadi syarat-syarat suatu kemasan?
Bagaimana standardisasi kemasan?
1.3 Maksud dan Tujuan
Mengetahui apa itu kemasan dan hal-hal yang terkait dengan kemasan
Mengetahui tujuan dari suatu kemasan
Mengetahui syarat-syarat kemasan
Mengetahui strandardisasi kemasan
II
TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan definisi WHO, makanan adalah semua substansi yang
dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi
lain yang digunakan untuk pengobatan. Makanan merupakan salah satu bagian
yang penting untuk kesehatan manusia yang penting untuk kesehatan manusia
mengingat setiap saat bisa saja terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh
makanan. Kasus penyakit bawaan makanan dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor.
Faktor-faktor tersebut, antara lain, kebiasaan mengolah makanan secara
tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih, dan tidak memenuhi
persyaratan sanitasi.Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat
menyelenggarakan sanitasi makanan yang efektif, yaitu:
1. Sumber Bahan Makanan
Sumber bahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk
mencegah terjadinya kontaminasi atau pencemaran. Misalnya pada daerah
pertanian, menghindari pemakaian pestisida.
2. Pengangkutan Bahan Makanan
Pengangkutan dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke
tempat penyimpanan agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan
dan tidak rusak.
3. Penyimpanan Bahan Makanan
Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin
disimpan baik dalam skala kecil maupun skala besar di gudang. tempat
penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan sanitasi.
4. Pemasaran Makanan
Tempat penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara
lain kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara, dan memiliki alat pendingin.
Contoh pasar yang memenuhi persyaratan adalah pasar swalayan atau
supermarket.
5. Pengolahan Makanan
Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu
bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutup serta dapat memenuhi selera
makan pembeli.
6. Penyimpanan Makanan
Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan
sanitasi, dalam lemari atau alat pendingin. Menurut Mukono (2004), makanan
yang sudah diolah dapat dibagi menjadi makanan yang dikemas dan
makanan yang tidak dikemas.
Makanan yang dikemas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Mempunyai label dan harus bermerek
b. Sudah terdaftar dan bernomor pendaftaran
c. Kemasan tidak rusak/robek atau menggembung
d. Ada tanda kedaluwarsa dan dalam keadaan belum kedaluwarsa.
e. Kemasan yang dipakai harus hanya sekali penggunaan.
Makanan yang tidak dikemas harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Dalam keadaan fresh (baru dan segar)
b. Tidak basi, busuk, rusak atau berjamur
c. Tidak mengandung bahan terlarang (bahan kimia dan mikrobiologi)
Makanan jadi memerlukan persyaratan agar sehat dikonsumsi oleh
konsumen, yaitu:
a. Makanan tidak rusak, busuk atau basi yang ditandai dengan perubahan rasa,
bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya
pengolahan lainnya.
b. Memenuhi persyaratan bakteriologi berdasarkan ketentuan yang berlaku.
c. Harus bebas dari kuman E.coli pada makanan tersebut.
d. Angka kuman E.coli pada minuman 0/100 ml.
e. Residu bahan pestisida dan jumlah kandungan logam berat tidak boleh
melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang
berlaku.
Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik,
faktor kimia dan faktor mikrobiologi.
a. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung
pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur
ruangan yang panas dan lembab. Untuk menghindari kerusakan makanan
disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi
dapur serta tempat penyimpanan makanan.
b. Faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk
mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama,
penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan, dan
lain-lain.
c. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena
adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. akibat buruknya
sanitasi makanan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada orang yang
mengkonsumsi makanan tersebut (Mulia, 2005).
III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian dan Luang Lingkup Kemasan
Kemasan dapat didefinisikan sebagai seluruh kegiatan merancang dan
memproduksi wadah atau bungkus atau kemasan suatu produk. Kemasan juga
dapat diartikan sebagai wadah atau pembungkus yang guna mencegah atau
mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas atau
yang dibungkusnya. Kemasan meliputi tiga hal, yaitu merek, kemasan itu sendiri
dan label. Ada tiga alasan utama untuk melakukan pembungkusan, yaitu:
1. Kemasan memenuhi syarat keamanan dan kemanfaatan. Kemasan
melindungi produk dalam perjalanannya dari produsen ke konsumen. Produk-
produk yang dikemas biasanya lebih bersih, menarik dan tahan terhadap
kerusakan yang disebabkan oleh cuaca.
2. Kemasan dapat melaksanakan program pemasaran. Melalui kemasan
identifikasi produk menjadi lebih efektif dan dengan sendirinya mencegah
pertukaran oleh produk pesaing. Kemasan merupakan satu-satunya cara
perusahaan membedakan produknya.
3. Kemasan merupakan suatu cara untuk meningkatkan laba perusahaan. Oleh
karena itu perusahaan harus membuat kemasan semenarik mungkin.
Dengan kemasan yang sangat menarik diharapkan dapat memikat dan
menarik perhatian konsumen.
Ruang lingkup bidang kemasan saat ini juga sudah semakin luas, mulai dari
bahan yang sangat bervariasi hingga bentuk dan teknologi kemasan yang
semakin menarik. Bahan kemasan yang digunakan bervariasi dari bahan kertas,
plastik, kayu, logam, fiber hingga bahan-bahan yang dilaminasi. Bentuk dan
teknologi kemasan juga bervariasi dari kemasan berbentuk kubus, limas,
tetrapak, corrugated box, kemasan tabung hingga kemasan aktif dan pintar
(active and intelligent packaging) yang dapat menyesuaikan kondisi lingkungan di
dalam kemasan dengan kebutuhan produk yang dikemas. produk dalam kantong
plastik, dibalut dengan daun pisang, sekarang juga sudah berkembang sampai
dalam bentuk botol dan kemasan yang cantik.
3.2 Fungsi dan Peranan Kemasan
Secara umum fungsi kemasan adalah :
1. Melindungi dan mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar
ultraviolet, panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari
kotoran dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk.
2. Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai
alat komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui label yang terdapat
pada kemasan.
3. Meningkatkan efisiensi, seperti: memudahkan penghitungan, memudahkan
pengiriman dan penyimpanan.
Kemasan juga dapat berfungsi sebagai media komunikasi suatu citra
tertentu. Contohnya, produk-produk benda kerajinan. Dari kemasannya orang
sudah dapat mengenali rasanya, walaupun tidak ada pesan apa-apa yang ditulis
pada bungkus tersebut, tapi kemasannya mengkomunikasikan suatu citra yang
baik.
3.3 Jenis-Jenis Kemasan
Kemasan terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
a. Kemasan Kertas
Ada dua jenis kertas utama yang digunakan, yaitu kertas kasar dan kertas
lunak. Kertas yang digunakan sebagai kemasan adalah jenis kertas kasar,
sedangkan kertas halus digunakan untuk kertas tulis berupa buku dan kertas
sampul. Berikut beberapa jenis kertas kasar yang dapat digunakan untuk
kemasan:
1. Kertas glasin dan kertas tahan minyak (grease proof).
Kertas glasin dan kertas tahan minyak dibuat dengan cara memperpanjang
waktu pengadukan pulp sebelum dimasukkan ke mesin pembuat kertas.
Penambahan bahan-bahan lain seperti plastisizer bertujuan untuk menambah
kelembutan dan kelenturan kertas, sehingga dapat digunakan untuk
mengemas bahan-bahan yang lengket. Penambahan antioksidan bertujuan
unttuk memperlambat ketengikan dan menghambat pertumbuhan jamur atau
khamir. Kedua jenis kertas ini mempunyai permukaan seperti gelas dan
transparan, mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap lemak, oli dan
minyak, tidak tahan terhadap air walaupun permukaan dilapisi dengan bahan
tahan air seperti lak dan lilin. Kertas glasin digunakan sebagai bahan dasar
laminat.
2. Kertas Perkamen
Kertas perkamen digunakan untuk mengemas bahan pangan seperti
mentega, margarine, biskuit yang berkadar lemak tinggi, keju, ikan (basah,
kering atau digoreng), daging (segar, kering, diasap atau dimasak), hasil
ternak lain, the dan kopi.
3. Kertas lilin
Kertas lilin adalah kertas yang dilapisi dengan lilin yang bahan dasarnya
adalah lilin parafin dengan titik cair 46-74oC dan dicampur polietilen (titik cair
100-124oC) atau petrolatum (titik cair 4052oC). Kertas ini dapat menghambat
air, tahan terhadap minyak/oli dan daya rekat panasnya baik. Kertas lilin
digunakan untuk mengemas bahan pangan, sabun, tembakau dan lain-lain.
4. Kertas Container board
Kertas daluang banyak digunakan dalam pembuatan kartun beralur. Ada dua
jenis kertas daluang, yaitu, line board disebut juga kertas kraft yang berasal
dari kayu cemara dan corrugated medium yang berasal dari kayu keras
dengan proses sulfat.
5. Kertas Chipboard
Chipboard dibuat dari kertas koran bekas dan sisa-sisa kertas. Jika kertas ini
dijadikan kertas kelas ringan, maka disebut bogus yaitu jenis kertas yang
digunakan sebagai pelindung atau bantalan pada barang pecah belah. Kertas
chipboard dapat juga digunakan sebagai pembungkus dengan daya rentang
yang rendah. Jika akan dijadikan karton lipat, maka harus diberi bahan-bahan
tambahan tertentu.
Sifat-sifat kemasan kertas sangat tergantung pada proses pembuatan dan
perlakuan tambahan pada proses pembuatannya. Kemasan kertas dapat berupa
kemasan fleksibel atau kemasan kaku. Beberapa jenis kertas yang dapat
digunakan sebagai kemasan fleksibel adalah kertas kraft, kertas tahan lemak
(grease proof). Glassin dan kertas lilin (waxed paper) atau kertas yang dibuat
dari modifikasi kertas-kertas ini. Wadah-wadah kertas yang kaku terdapat dalam
bentuk karton, kotak, kaleng fiber, drum, cawancawan yang tahan air, kemasan
tetrahedral dan lain-lain, yang dapat dibuat dari paper board, kertas laminasi,
corrugated board dan berbagai jenis board dari kertas khusus. Wadah kertas
biasanya dibungkus lagi dengan bahan-bahan kemasan lain seperti plastik dan
foil logam yang lebih bersifat protektif.
Untuk membuat suatu packaging/kemasan tidak hanya tergantung dari
beberapa material saja, tetapi banyak berbagai jenis material yang bisa
digunakan. Disini saya mencoba uraikan sedikit mengenai berbagai jenis
packaging dari berbagai jenis material yang biasa di saya gunakan untuk produk
consumer goods, bidang kosmetik khususnya.
b. Kemasan Kayu
Kayu merupakan bahan pengemas tertua yang diketahui oleh manusia, dan
secara tradisional digunakan untuk mengemas berbagai macam produk padat
seperti barang antik dan emas, keramik, dan kain. Kayu adalah bahan baku
dalam pembuatan palet, peti atau kotak kayu di negara-negara yang mempunyai
sumber kayu alam dalam jumlah banyak. Tetapi saat ini penyediaan kayu untuk
pembuatan kemasan juga banyak menimbulkan masalah karena makin
langkanya hutan penghasil kayu.
Desain kemasan kayu tergantung pada sifat dan berat produk, konstruksi
kemasan, bahan kemasan dan kekuatan kemasan, dimensi kemasan, metode
dan kekuatan. Penggunaan kemasan kayu baik berupa peti, tong kayu atau palet
sangat umum di dalam transportasi berbagai komoditas dalam perdagangan
intrenasional. Pengiriman produk kerajinan seperti keramik sering di bungkus
dengan peti kayu agar dapat melindungi keramik dari resiko pecah. Kemasan
kayu umumnya digunakan sebagai kemasan tersier untuk melindungi kemasan
lain yang ada di dalamnya.
Dalam mendesain kemasan kayu, diperlukan proses alernatif dan bahan-
bahan teknik yang tepat untuk membuat kemasan yang lebih ekonomis.
Kemasan kayu berbentuk kotak dan peti tetap berperan untuk berbagai produk,
meskipun harus bersaing dengan drum dari polypropilen dan polietilen.
c. Kemasan Plastik
Beberapa jenis kemasan plastik yang dikenal adalah polietilen, polipropilen,
poliester , nilon dan vinil film. Jenis plastik yang banyak digunakan untuk
berbagai tujuan (60% dari penjualan plastik yang ada di dunia) kemasan adalah
polistiren, Polipropilen, polivinil klorida dan akrilik.
3.4 Desain Kemasan
Kemasan seringkali disebut sebagai “the silent sales-man/girl” karena
mewakili ketidak hadiran pelayan dalam menunjukkan kualitas produk. Untuk itu
kemasan harus mampu menyampaikan pesan lewat komunikasi informatif,
seperti halnya komunikasi antara penjual dengan pembeli. Para pakar13
pemasaran menyebut desain kemasan sebagai pesona produk (the product
charm), sebab kemasan memang berada di tingkat akhir suatu proses alur
produksi yang tidak saja untuk memikat mata (eye-cathing) tetapi juga untuk
memikat pemakaian (usage attractiveness).
Desain kemasan mempunyai 5 prinsip fungsional, antara lain :
1. kemasan (packaging). Pada kemasan ini harus disampaikan tentang jenis
produk, dan kegunaannya. Disini kejujuran jadi hal penting.
2. kemasan secara fisik. Fungsinya sebagai pelindung produk dari benturan,
gesekan, guncangan, hentakan dan lain-lain. Disini kekuatan menjadi prinsip
utama.
3. Kemasan yang nyaman dipakai.
4. kemasan yang mampu menampilkan citra produk dan segmentasi pasar
pemakainya.
5. kemasan yang berprinsip mendukung keselarasan lingkungan.
Kemasan yang baik harus mempertimbangkan dan dapat menampilkan
beberapa faktor, antara lain sebagai berikut :
a. Faktor pengamanan
b. Faktor ekonomi
c. Faktor pendistribusian
d. Faktor komunikasi
e. Faktor ergonomi
f. Faktor estetika
g. Faktor identitas
h. Faktor promosi Kemasan
i. Faktor lingkungan
Berkaitan dengan label kemasan kiranya ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu:
1. Label tidak boleh mudah terlepas dari kemasannya. Warna, baik berupa
gambar maupun tulisan tidak boleh mudah luntur, pudar, atau lekang, baik
karena pengaruh air, gosokan, maupun sinar matahari.
2. Label harus ditempatkan pada bagian yang mudah dilihat.
Bahan makanan kemasan ( terolah), bahan tambahan, bahan penolong yang
dipergunakan hendaknya memenuhi persyaratan dan sudah terdaftar pada
Departemen Kesehatan dan sesuai dengan Peraturan yang berlaku.
1) Makanan Kemasan (terolah) :
Mempunyai label dan merk
Terdaftar dan mempunyai nomor daftar
Kemasan tidak rusak/pecah atau kembung
Belum kadaluarsa
Kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan
2) Makanan yang tidak dikemas :
Baru dan segar
Tidak basi, busuk, rusak dan berjamur
Tidak mengandung bahan yang dilarang
3.5 Standarisasi Produk Pangan
Sistem standarisasi produk pangan yang dikembangkan oleh Direktorat
Standarisasi Produk pangan melibatkan tim ahli di bidang terkait dalam megkaji
regulasi yang berkaitan dengan keamanan pangan. Pertimbangan nasional
menjadi pertimbangan utama dalam penyusunan regulasi kemasan produk
pangan, sehingga produk pangan Indonesia dapat bersaing dengan produkd ari
pasar global.
Produsen pangan berkewajiban menjaga mutu dan keamanan produk
pangan yang dihasilkan serta melengkapi dan menyampaikan protokol
pengawasan dan pemeriksaan yang berkaitan dengan penjaminan tersebut.
Regulasi mengenai kemasan, yang ditinjau dari segi keamanan bahan
kemasan pangan menyangkut tentang sifat toksiknya terutama yang bersifat
kronis. Pada dasarnya terdapat persyaratan-persyaratan yang dapat ditetapkan
berkaitan dengan mutu kemasan sehubungan dengan keamanan pangan,
diantaranya adalah :
1. jenis bahan yang digunakan dan yang dilarang untuk kemasan pangan
2. bahan tambahan yang diizinkan dan yang dilarang untuk kemasan pangan
3. cemaran
4. residu
5. Migrasi
Di Indonesia pemerintah sedang berusaha untuk menyusun undang-undang
yang menetapkan standarisasi kemasan baik kemasan produk untuk makanan
dan non makanan yang sifatnya berkembang (up to date) dan mengikuti
perkembangan teknologi, sehingga pada saat ketentuan hukum ini diterapkan,
pengguna kemasan baik itu produsen maupun masyarakat merasa lebih erjamin
dan aman dalam segara aspek.
Beberapa dasar hukum yang bisa dijadikan acuan untuk kemasan pangan
antara lain : UU No.7/1996 tentang pangan (UU No 7/1999) dan peraturan
Menteri Kesehatan RI No.329/Menkes/XII/76 tentang produksi dan peredaran
pangan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tenttang keamanan
mutu dan gizi pangan.
3.6 Undang-undang RI No.7 Tahun 1996
UU ini mengamanatkan peraturan pengemasan berkaitan dengan keamanan
pangan dalam rangka melindungi konsumen. Pada bagian ke IV pasal 16 - 19
dari undang-undang ini membahas tentang kemasan bahan pangan, sedangkan
bagian ke V pasal 30-35 membahas tentang pelabelan dan periklanan produk
pangan. Isi dari pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut :
Bagian Keempat
Kemasan Pangan
Pasal 16
(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang
menggunakan bahan apa pun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan
terlarang dan atau yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau
membahayakan kesehatan manusia.
(2) Pengemasan pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata cara yang dapat
menghindarkan terjadinya kerusakan dan atau pencemaran.
(3) Pemerintah menetapkan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan
pangan dan tata cara pengemasan pangan tertentu yang diperdagangkan.
Pasal 17
Bahan yang akan digunakan sebagai kemasan pangan, tetapi belum diketahui
dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa
keamanannya, dan penggunaannya bagi pangan yang diedarkan dilakukan
setelah memperoleh persetujuan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Setiap orang dilarang membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas
kembali dan diperdagangkan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap
pangan yang pengadaannya dalam jumlah besar dan lazim dikemas kembali
dalam jumlah kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut.
Pasal 19
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18
ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
3.7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999
Tentang Label Dan Iklan Pangan
Peraturan ini berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan label dan iklan
produk pangan, yaitu informasi-informasi produk yang harus ditulis pada label,
yang tidak boleh dilakukan dalam pembuatan label hingga cara pembuatan label
pada kemasan pangan. Informasi tentang produk yang harus dicantumkan,
secara lengkap terdapat pada peraturan ini, termasuk juga cara mengiklankan
produk. Apabila suau perusahaan yang memproduksi bahan pangan menyalahi
aturan dalam peraturan ini, maka dapat dikenakan sanksi administratif, berupa :
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk
menarik produk pangan dari peredaran;
c. pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa
manusia;
d. penghentian produksi untuk sementara waktu;
e. pengenaan denda paling tinggi Rp 50.000.000,00 (limapuluh juta rupiah), dan
atau;
f. pencabutan izin produksi atau izin usaha.
3.8 Peraturan Internasional Tentang Kemasan
Saat ini persyaratan khusus dalam pengemasan produk pangan selalu
mengacu pada peraturan internasional seperti FDA (USA), Uni Eropa, Jepang
dan Malaysia, sedangkan Indonesia sendiri belum mengatur secara rinci bahan-
bahan kemasan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan untuk mengemas
produk pangan. Di Amerika Serikat pemakaian plastik untuk kemasan pangan
diarahkan oleh FDA.
Setiap industri harus memberikan informasi kepada FDA tentang jenis plastic
dan aditif yang digunakan untuk mengemas makanan tertentu, meliputi
komposisi,pelabelan, kondisi pemakaian, data peracunan sisa monomer dan
aditif, cara analisis.FDA sendiri juga memberikan petunjuk dan informasi perihal
persyaratan-persyaratan terhadap komposisi plastik, penggunaan, data
peracunan dan migrasi dari berbagai jenis polimer serta jenis aditif maupun aditif
khusus yang ditambahkan untuk mewadahi makanan jenis tertentu.
Masyarakat Ekonomi Eropa juga menekankan sifat-sifat intrinsik sisa
monomer dan aditif ini terutama pada daya peracunannya. British Plastics
Federation menerbitkan hasil riset yang menyangkut keamanan kemasan palstik
dalam industri pangan. Sifat peracunan bahan aditif dikaji oleh British Industrial
Biological Research Association.
FDA Jerman Barat dan Belanda juga mengeluarkan hasil penelitian
mengenai sifat-sifat intrinsik monomer dan adiif plastik. Perancis mensyaratkan
bahwa plastik mesti inert dalam pengertian tidak merusak cita rasa makanan dan
tidak beracun. Italia memberi batas maksimum nigrasi tidak boleh boleh lebih dari
50 ppm untuk kemasan makanan berukuran 250 ml ke atas, sedangkan untuk
kemasan kecil batas maksimumnya 8 mg per dm2 lembaran film.
Syarat lain harus tidak ada komponen kemasan yang membahayakan
kesehatan, plastic harus diuji migrasinya dengan cara yang sudah ditentukan,
pewarna tidak boleh termigrasi ke dalam makanan, Pb 0.01 %, As 0.005%, Hg
0.005%, Cd 0.2%, Se 0.01%, amin primer 0.05% dan Ba 0.01%.
Belanda memberikan toleransi maksimum 60 ppm migran ke dalam makanan
atau 0.12 mg per cm2 permukaan plastik. Jerman Barat 0.06 mg per cm2
permukaan plastik.
Bahan berbahaya setingkat vinil klorida tidak boleh lebih dari 0.05 ppm,
sedangkan di Swedia hanya boleh 0.01 ppm. Di Swiss sejak tahun 1969, pabrik
kemasan plastik dan pengguna harus memberikan data entang kemasan,
migrasi, potensi keracunan dan kondisi pemakaian.
Jepang mensyaratkan migrasi maksimum 30 ppm untuk aditif dan monomer
yang tidak berbahaya, sedangkan untuk vinil klorida dan monomer/aditif lain yang
peracunannya tinggi hanya 0.05 ppm atau kurang. Peraturan lain yang
digunakan untuk pengemasan bahan pangan adalah peraturan yang dibuat oleh
CODEX Alimentarius Commission (CAC), yaitu suatu badan di bawah naungan
Food and Agricultural Organization (FAO) dan World Healtd Organization (WHO)
yang bertugas menangani standard bahan pangan.
Standar yang dikeluarkan CAC ini digunakan sebagai acuan oleh World
Trade Organization (WTO) dalam pelaksanaan persetujuan Sanitary and
Phytosanitary Measure (SPS) dan Technical Barrier to Trade (TBT).
Standarisasi kemasan produk pangan di Indonesia, sudah harus dimulai dari
sekarang, agar produk-produk pangan kita dapat bersaing di pasar global. Untuk
itu maka di Indonesia diperlukan adanya undang-undang khusus tentang
kemasan pangan yang mengatur tentang jenis kemasan dan bahan yang dapat
dikemas dengan jenis kemasan tersebut.
Adanya undang-undang ini akan menajdi pegangan bagi konsumen, juga
bagi produsen sehingga diharapkan tidak ada lagi persaingan yang tidak sehat di
antara sesama industri kemasan baik persaingan harga maupun kualitas.
IV
KESIMPULAN
Makanan dapat tersimpan dengan baik apabila menggunakan kemasan
yang baik pula. kemasan, diartikan secara umum adalah bagian terluar yang
membungkus suatu produk dengan tujuan untuk melindungi produk dari cuaca,
guncangan dan benturan-benturan, terhadap benda lain. Kemasan yang baik
adalah kemasan yang menarik minat calon konsumen untuk membeli produknya,
melindungi produknya supaya terhindar dari kerusakan sebelum sampai ditangan
konsumen dan mempromosikan merek produsennya. Kemasan biasanya
dibentuk atau di desain sedemikian rupa, sehingga pesan yang akan
disampaikan akan dapat ditangkap oleh pemakai produk dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, W. 2009. Desain Kemasan dan Label Produk Makanan. Kumpulan
Modul pelatihan. UPT B2PTTG-LIPI Subang.
Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia, 1990. Risalah Seminar
Pengemasan dan Transportasi dalam Menunjang Pengembangan Industri,
Distribusi dalam Negeri dan Ekspor Pangan. S.Fardiaz dan D.Fardiaz (ed).
Jakarta.
Syarief, R., S.Santausa, St.Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.
Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB.
Triyono, A. 2002. Modul Pengemasan Produk Makanan. Kumpulan Modul
Pelatihan. UPT B2PTTG-LIPI Subang.