manajemen sampah dengan waste incinerator

12
3 Proposal Tugas Akhir – M. Amri Widyangga – T131224 BAB II DASAR TEORI 2.1Limbah Konstruksi 2.1.1 Pengertian Limbah Konstruksi Limbah secara umum didefinisikan sebagai bagian dari suatu obyek di mana pemilik mempunyai keinginan untuk membuangnya. Demikian juga dengan limbah konstruksi, yang didefinisikan sebagai material yang sudah tidak digunakan yang dihasilkan dari pekerjaan konstruksi. Juga dapat dikatakan sebagai barang apapun yang diproduksi dari proses ataupun suatu ketidaksengajaan yang tidak dapat langsung dipergunakan tanpa adanya suatu perlakuan lagi/ daur ulang. 2.1.2 Kategori Limbah Konstruksi Terdapat beberapa jenis kategori, yaitu material yang dapat didaur ulang (recycleable), limbah berbahaya (hazardous), dan limbah yang akan dibuang ke tempat pembuangan akhir (land fill material). Komposisi limbah konstruksi dikategorikan dengan berbagai cara, tergantung bagaimana cara memandang limbah tersebut. Beberapa faktor untuk mengklasifikasikan limbah konstruksi, antara lain : 1. Tipe struktur (bangunan tempat tinggal, industri, komersil) 2. Ukuran struktur (low rise building, high rise building) 3. Aktifitas yang sedang dilakukan (konstruksi, renovasi, perbaikan, perubahan)

Upload: amriwidiangga

Post on 09-Nov-2015

25 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Manajemen Sampah Dengan Waste Incinerator

TRANSCRIPT

BAB IIDASAR TEORI

2.1 Limbah Konstruksi2.1.1 Pengertian Limbah KonstruksiLimbah secara umum didefinisikan sebagai bagian dari suatu obyek di mana pemilik mempunyai keinginan untuk membuangnya. Demikian juga dengan limbah konstruksi, yang didefinisikan sebagai material yang sudah tidak digunakan yang dihasilkan dari pekerjaan konstruksi. Juga dapat dikatakan sebagai barang apapun yang diproduksi dari proses ataupun suatu ketidaksengajaan yang tidak dapat langsung dipergunakan tanpa adanya suatu perlakuan lagi/ daur ulang.

2.1.2 Kategori Limbah Konstruksi Terdapat beberapa jenis kategori, yaitu material yang dapat didaur ulang (recycleable), limbah berbahaya (hazardous), dan limbah yang akan dibuang ke tempat pembuangan akhir (land fill material). Komposisi limbah konstruksi dikategorikan dengan berbagai cara, tergantung bagaimana cara memandang limbah tersebut.Beberapa faktor untuk mengklasifikasikan limbah konstruksi, antara lain :1. Tipe struktur (bangunan tempat tinggal, industri, komersil)2. Ukuran struktur (low rise building, high rise building)3. Aktifitas yang sedang dilakukan (konstruksi, renovasi, perbaikan, perubahan)4. Besarnya proyek yang dikerjakan keseluruhan5. Lokasi proyek (di laut, di gunung, di kota, pinggiran)6. Material yang digunakan dalam konstruksi7. Metode yang digunakan8. Penjadwalan (scheduling)9. Metode penyimpanan material

2.1.3 Sumber dan Penyebab Limbah Konstruksi Terjadinya limbah konstruksi berasal dari sisa material konstruksi, yang dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi dari beberapa sumber dan penyebab. Gavilan dan Bemold (1994), membedakan sumber-sumber sisa material konstruksi atas enam kategori, yaitu : (1) desain; (2) pengadaan material; (3) penanganan material; (4) pelaksanaan; (5) residual; (6) lain-lain. Hasil penelitian Bossink dan Browers (1996) di Belanda menyimpulkan sumber dan penyebab terjadinya sisa material konstruksi berdasarkan kategori yang telah dibuat Gavilan dan Bemold (1994) adalah seperti tercantum pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1. Sumber dan penyebab terjadinya sisa material konstruksi SumberPenyebab Desain -Kesalahan dalam dokumen kontrak Ketidaklengkapan dokumen kontrak Perubahan desain Pemilihan spesifikasi produk Pemilihan produk yang berkualitas rendah Kurang memperhatikan ukuran dari produk yang digunakan Desainer tidak mengenal dengan baik jenis-jenis produk yang lain Pendetailan gambar yang rumit Informasi gambar yang kurang Kurang koordinasi dengan kontraktor & kurang berpengetahuan tentang konstruksi Pengadaan-Kesalahan pemesanan Pesanan tidak dapat dilakukan dalam jumlah kecil Pembelian material yang tidak sesuai dengan spesifikasi Pengiriman barang oleh supplier tidak sesuai dengan spesifikasi Kemasan kurang baik, menyebabkan terjadi kerusakan dalam perjalanan Penanganan-Material tidak dikemas dengan baik Material yang terkirim dalam keadaan tidak padat/ kurang Membuang atau melempar material Pengananan material yang tidak hati-hati pada saat pembongkaran untuk dimasukkan ke dalam gudang Penyimpanan material yang tidak benar menyebabkan kerusakan Kerusakan material akibat transportasi ke/di lokasi proyek Pelaksanaan-Kesalahan yang diakibatkan oleh tenaga kerja Peralatan yang tidak berfungsi dengan baik Cuaca yang buruk Kecelakaan pekerja di lapangan Penggunaan material yang salah sehingga perlu diganti Metode untuk menempatkan material Jumlah material yang tidak dibutuhkan tidak diketahui karena perencanaan yang tidak sempurna Informasi tipe dan ukuran material yang akan digunakan terlambat disampaikan kepada kontraktor Kecerobohan dalam mencampur, mengolah, dan kesalahan dalam penggunaan material sehingga perlu diganti Perngukuran di lapangan tidak akuran sehingga terjadi kelebihan volume Residual-Sisa pemotongan material yang tidak dapat dipakai lagi Kesalahan pada saat memotong material Kesalahan pesanan barang, karena tidak menguasai spesifikasi Kemasan Sisa material karena proses pemakaian Lain-lain-Kehilangan akibat pencurian Buruknya pengontrolan material di proyek dan perencanaan majamenterhadap sisa material

2.2 Manajemen Limbah Konstruksi2.2.1 Manajemen Limbah Konstruksi Cara Konvensional Proyek-proyek konstruksi umumnya menghasilkan limbah yangdidominasi komponen kayu. Hal ini dikarenakan metode pembangunan, terutama pembangunan gedung, banyak menggunakan kayu sebagaibahanbangunan maupunsebagai alatbantudalam pengecoranbeton. Selainitu,limbahlain yang dihasilkan adalah potongan besi,pecahan bata, puing dan kemasan-kemasan bekas. Padaproyek konstruksi, limbah biasanya dipilah-pilah oleh pekerja pada akhir periode kerja harian sesuai dengan instruksi dari mandor. Pemilihan ini bertujuan untuk memudahkan penjualan ataupun pembuangannya. Material yang bernilai jual tinggi seperti kayu, besi, kantong semen dijual secara periodic kepada pengumpul material bekas. Sedangkan puing-puing bangunan dibuang dengan cara membayar tukang angkut untuk membawanya keluar lokasi proyek. Oleh tukang angkut,material puing ini selanjutnya dijual kepada lokasi-lokasi yang membutuhkannya sebagai material timbunan. Selain itu cara pembuangan limbah langsung ke tempat pembuangan (land fill) juga sering digunakan. Pembuangan sampah semacam ini adalah dengan menggunakan dump truck. Biaya pembuangan diperhitungkan setiap volume 1 rit pembuangan atau tiap 1 kali pengangkutan dengan dump truck.

2.2.2 Pendekatan Konsep Green Development Sebagai respon terhadap fenomena adanya limbah yang dihasilkan oleh aktivitas proyek konstruksi maka diperlukan tindakan nyata berupa pendekatan manajemen yang lebih responsif dalam mengelola proyek konstruksi. Penelitian yang dilakukan oleh Li, X., dkk.pada tahun 2009, menyatakan bahwa proses konstruksi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan relatif lebih kecil, namun dengan meningkatnya jumlah proyek konstruksi dari tahun ke tahun secara agregasi pengaruh proses konstruksi terhadap lingkungan, kesehatan pekerja konstruksi, dan penduduk yang tinggal di sekitar lokasi pekerjaan dapat menimbulkan permasalahan yang serius. Secara jelas ditegaskan bahwa proses konstruksi berdampak negatif bagi manusia dan lingkungan dimana keduanya merupakan bagian dari pilar pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang merepresentasikan aspek sosial dan aspek lingkungan. Salah satu kajian terhadap aspek lingkungan yang dilakukan oleh Khanna pada tahun 1999 mengelompokan daya dukung lingkungan menjadi dua komponen, yaitu: kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity).Aspekpertama,kapasitaspenyediaanditerjemahkansebagaipenghematanbahanyang digunakan dalam pembangunan. Widjanarko (2009), menyatakan bahwa secara global,proyek konstruksi mengkonsumsi 50% sumber daya alam, 40% energi, dan 16% air. Frick dan Suskiyanto (2007), menyatakan bahwa penggunaan sumber daya tak terbarukan, proses pengolahan bahan mentah menjadi bahan siap pakai, eksploitasi dari konsumsi yang berlebihan, dan masalah transportasi adalah kontributor dampak lingkungan. Aspek kedua,kapasitas tampung limbah adalah kapasitas lingkungan guna menyesuaikan sifat asli limbahterhadap sifat asli lingkungan sekitar yang disebut dengan asimilasi sampah. Implementasi kedua aspek tersebut diatas terkait langsung dengan proyek konstruksi, yaitu penggunaan sumber daya alam sebagai komponen inputdan limbah sebagai komponen outputsebagaimana diperlihatkan dalam gambar 2.1. Dalam sistem ini nampak jelas bahwa proses konstruksi adalah kegiatan yang berpotensi menimbulkan sampah, oleh karenanya pengelolaan dalam tahap ini seharusnya direncanakan dan dipersiapkan secara komprehensif oleh pihak-pihak yang terkait langsung.

Gambar 2.1. Komponen Daya Dukung Lingkungan2.2.3 Hierarki Pengelolaan Limbah KonstruksiHierarki pengelolaan limbah berdasarkan Chun Li Peng, Domenic E. Scorpio dan Charles Kibert dalam Strategies for Succesful Construction and Demolition Waste Recycling Operations (1995) adalah :1. Reduction, merupakan cara terbaik dan efisien dalam meminimalkan limbah yang dihasilkan. Secara tidak langsung, zat-zat berbahaya dan beracun akan berkurang, sehingga biaya-biaya pengelolaan limbah juga akan berkurang.2. Reuse, adalah pemindahan kegunaan suatu barang untuk kegunaan lain. Cara ini merupakan yang terbaik setelah reduction, karena minimalisasi dari proses pelaksanaannya dan energy yang digunakan dalam pelaksanaannya.3. Recycling, adalah pemrosesan ulang material lama menjadi material baru. Merupakan cara yang tidak menghasilkan barang baru, tetapi juga menguntungkan dari segi ekonomi, karena barang tersebut dapat dijual kembali.4. Landfilling, adalah pilihan terakhir yang seharusnya dilakukan dalam pengelolaan limbah, yakni dengan cara membuang ke tempat penampungan terakhir. Landfilling seharusnya dilakukan hanya bila alternatif-alternatif lain sudah tidak dapat dilakukan.

Gambar 2.2. Hierarki Manajemen Limbah

2.3 Teknologi Waste Incinerator2.3.1 Perkembangan Teknologi Waste Incinerator Insinerasiataupembakaran sampah(bahasa Inggris:incineration) adalahteknologi pengolahan sampahyang melibatkanpembakaranbahanorganik. Insinerasi dan pengolahan sampah bertemperatur tinggi lainnya didefinisikan sebagaipengolahan termal. Insinerasi material sampah mengubahsampahmenjadiabu,gas sisa hasil pembakaran, partikulat, danpanas. Gas yang dihasilkan harus dibersihkan daripolutansebelum dilepas keatmosfer. Panas yang dihasilkan bisa dimanfaatkan sebagaienergipembangkit listrik. Insinerasi denganenergy recoveryadalah salah satu teknologisampah-ke-energi(waste-to-energy, WtE). Teknologi WtE lainnya adalahgasifikasi,pirolisis, danfermentasi anaerobik. Insinerasi juga bisa dilakukan tanpaenergy recovery. Insinerator yang dibangun beberapa puluh tahun lalu tidak memiliki fasilitas pemisahan material berbahaya dan fasilitasdaur ulang. Insinerator ini dapat menyebabkanbahaya kesehatanterhadap pekerja insinerator dan lingkungan sekitar karena tingginya gas berbahaya dari proses pembakaran. Kebanyakan insinerator jenis ini juga tidak menghasilkan energi listrik. Insinerator mengurangi volume sampah hingga 95-96%, tergantung komposisi dan derajatrecoverysampah. Ini berarti insinerasi tidak sepenuhnya mengganti penggunaan lahan sebagai area pembuangan akhir, tetapi insinerasi mengurangi volume sampah yang dibuang dalam jumlah yang signifikan. Insinerasi memiliki banyak manfaat untuk mengolah berbagai jenis sampah sepertisampah medisdan beberapa jenis sampah berbahaya di manapatogendanracun kimiabisa hancur dengan temperatur tinggi. Insinerasi sangat populer di beberapa negara sepertiJepangdi mana lahan merupakan sumber daya yang sangat langka.DenmarkdanSwediatelah menjadi pionir dalam menggunakan panas dari insinerasi untuk menghasilkan energi. DI tahun 2005, insinerasi sampah menghasilkan 4,8% energi listrik dan 13,7% panas yang dikonsumsi negara itu. Beberapa negara lain diEropayang mengandalkan insinerasi sebagai pengolahan sampah adalahLuksemburg, Belanda,Jerman, danPrancis.

Gambar 2.3. Fasilitas insinerasi SYSAV di Malm, Swedia yang mampu mengatasi sampah rumah tangga hingga 25 metrik ton perjam2.3.2 Tipe-Tipe Mesin IncineratorInsinerator adalah tempat untuk pembakaran sampah. Insinerator modern memiliki fasilitasmitigasi polusisepertipembersihan gas. Terdapat beberapa tipe incinerator, antara lain : Piringan Bergerak Salah satu jenis insinerator adalah piringan bergerak (moving grate).Insinerator jenis ini memungkinkan pemindahan sampah ke ruang pembakaran dan memindahkan sisa hasil pembakaran tanpa mematikanapi. Satu wadah piringan bergerak dapat membakar 35 metrik ton sampah perjam. Jenis insinerator ini dapat bergerak ribuan jam pertahun dengan hanya satu kali berhenti, yaitu pada saat inspeksi dan perawatan. Sampah diintroduksi ke "mulut" insinerator, dan pada lubang di ujung lainnya sisa hasil pembakaran dikeluarkan.Udarayang dipakai dalam proses pembakaran disuplai melalui celah piringan. Aliran udara ini juga bertujuan untuk mendinginkan piringan tersebut. Beberapa jenis insinerator piringan bergerak juga memiliki sistem air pendingin di dalamnya. Suplai udara pembakaran sekunder dilakukan dengan memompa udara menuju bagian atas piringan. Jika dilakukan dengan kecepatan tinggi, hal ini dapat memicuturbulensiyang memastikan terjadinya pembakaran yang lebih baik dan surplusoksigen. Turbulensi ini juga penting untuk pengolahan gas sisa hasil pembakaran sampah.

Gambar 2.4. Sampah padat sedang dibakar di atas piringan bergerakFasilitas insinerasi harus didesain untuk memastikan bahwa gas sisa hasil pembakaran mencapai temperatur 850oC selama dua detik untuk memecahracun kimia organik. Untuk lebih memastikan hal tersebut, biasanya diperlengkapi dengan pembakar yang pada umumnya memakaibahan bakar minyak, yang lalu dibakar ke insinerasi untuk mendapatkan panas yang memadai.

Gas sisa hasil pembakaran lalu didinginkan. Panas yang ada ditransfer menjadi uap dengan memaparkannya pada sistem pompa air. Uap ini lalu digunakan untuk menggerakkan turbin. Gas yang telah melalui pendinginan dipompakan ke fasilitas sistem pembersihan. Piringan Tetap Ini adalah tipe yang lebih tua dan sederhana. Piringan tetap yang tidak bergerak berada di bagian bawah insinerator dengan bukaan pada bagian atas atau samping untuk memasukan sampah dan bukaan lainnya untuk memindahkan bahan yang tidak terbakar (abu,logam, dan sebagainya). Rotary Kiln Fuldized Bed

10