manajemen pakan orangutan sumatera … pada ujian komprehensif serta ibu dr. ir. yeni aryati...
TRANSCRIPT
MANAJEMEN PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii Lesson, 1827)
DI PUSAT REINTRODUKSI ORANGUTAN SUMATERA (PROS)
PROVINSI JAMBI
CONNIE LYDIANA SIBARANI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
MANAJEMEN PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii Lesson, 1827)
DI PUSAT REINTRODUKSI ORANGUTAN SUMATERA (PROS)
PROVINSI JAMBI
CONNIE LYDIANA SIBARANI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
CONNIE LYDIANA SIBARANI. Manajemen Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS) Provinsi Jambi. Dibimbing oleh DONES RINALDI dan ANI MARDIASTUTI.
Salah satu upaya untuk melestarikan populasi orangutan ke habitat alaminya dilakukan dengan reintroduksi. Dalam tahapan reintroduksi, orangutan akan tinggal sementara di dalam kandang sosialisasi untuk mendapatkan pakan. Keberhasilan orangutan agar dapat hidup di alam (survive) dapat tercapai jika dilakukan dengan manajemen yang baik seperti manajemen pakan orangutan. Berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan penelitian untuk mengidentifikasi manajemen pakan yang dilakukan pengelola dalam kegiatan reintroduksi, mempelajari durasi makan orangutan berdasarkan frekuensi makan dan mempelajari kebiasaan (habit) makan orangutan pada kandang sosialisasi terhadap manajemen pakan.
Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni hingga September 2011 di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera yang bertempat pada dua stasiun yakni Stasiun Sumatran Orangutan Reintroduction Centre (SORC) Sungai Pengian, Kabupaten Tebo dan Stasiun Open Orangutan Sanctuary (OOS) Danau Alo, Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Data yang dikumpulkan seperti data primer dan data sekunder meliputi manajemen pakan, durasi makan, kebiasaan makan (habit) orangutan, manajemen kandang dan manajemen kesehatan orangutan. Metode Focal Animal Sampling dilakukan untuk mengetahui kebiasaan makan (habit) orangutan. Adapun data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Sebanyak 6 individu orangutan diambil menjadi sampel menurut jenis kelamin dan struktur umur.
Manajemen pakan orangutan selama berada di kandang sosialisasi terdiri dari pembagian pakan berdasarkan jenis pakan yang diberikan, waktu pemberian, penyediaan pakan dan pemberian pakan. Ada 4 jenis pakan yang diberikan yaitu pakan utama, pakan pengayaan (enrichment), pakan hutan dan pakan tambahan. Pakan utama diberikan dengan frekuensi 5 (lima) kali dalam sehari. Jenis pakan dan waktu pemberian pakan utama disusun berdasarkan pengaturan pakan dengan memperhatikan diet menu pakan orangutan.
Durasi rata-rata makan orangutan yang paling cepat yakni pada orangutan Frangkie (betina, remaja) selama 3 menit 52 detik dan paling lama pada orangutan Mirriam (betina, anak) selama 20 menit 12 detik. Implementasi terhadap pengelolaan didukung dengan adanya pelepasliaran ke habitat alam, Unit Pendidikan Keliling, Unit Perlindungan Hidupan Liar dan Pengembangan Masyarakat. Durasi makan orangutan dipengaruhi oleh jenis pakan, cara penyediaan, cara pemberian pakan dan kebiasaan makan orangutan. Manajemen pakan di pusat reintroduksi perlu memperbanyak pakan pengayaan dan pakan hutan, perlunya penelitian lebih lanjut mengenai analisis proksimat dan sebaiknya perlu merubah wadah pemberian pakan.
Kata kunci : orangutan sumatera, pakan, durasi makan, kebiasaan makan
SUMMARY
CONNIE LYDIANA SIBARANI. Feeding Management of Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) in Sumatran Orangutan Reintroduction Center (SORC) Jambi Province. Under Supervision of DONES RINALDI and ANI MARDIASTUTI.
One effort to conserve orangutans population in their natural habitat was by reintroduction. In reintroduction stage, orangutans temporarily live in socialization cage and feed as necessary for introduction to ensure their survival in the wild. Success of orangutan survival in nature could be reached through good management, including orangutan’s food management. Research is needed to identify food and feeding management in a reintroduction activity, to study the feeding duration of orangutan based on feeding frequency, and to study feeding habit of orangutan in socialization cage.
Data was collected in June to September 2011 in Sumatran Orangutan Reintroduction Center (SORC) located in two stations: SORC Sungai Pengian Station (Tebo District, Jambi Province) and Open Orangutan Sanctuary (OOS) Danau Alo Station (West Tanjung Jabung District, Jambi Province). Data collection was including primary and secondary data that consist of feeding management, feeding duration, orangutan’s feeding habit, cage management and orangutan’s health management. Focal Animal Sampling methods was used to know orangutan’s feeding habit. Data was analyzed descriptively and qualitative. There were 6 orangutans used as samples, representing different sexes and age structures.
Orangutan’s food management in socialization cage was categorized based on food type, feeding time, food preparation, and feed presentation. There were 4 types of food: main food, enrichment food, natural food, and additional food. The main food was given 5 times a day. Food type and main feeding time was arranged based on food management by considering diet of orangutan’s food.
The fastest average feeding time was by orangutan named Frangkie (sub adult, female; averaging 3 minutes 52 seconds), while the longest was in orangutan named Mirriam (juvenile, female; 20 minutes 12 seconds). Management implementation was supported by reintroduction to natural habitat, Mobile Educational Unit, Wildlife Protection Unit and Community Development. Feeding duration of orangutan was affected by food type, method of food provision, method of feed preparation and feeding habit of orangutan. Feeding management in reintroduction centre was needed to increase enrichment food and natural food. In addition, further research about proximate analysis is needed, as well as changing food container.
Key words: sumatran orangutan, feed, feeding duration, eating habit
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyataan bahwa skripsi berjudul “Manajemen Pakan
Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Pusat Reintroduksi
Orangutan Sumatera (PROS) Provinsi Jambi” adalah benar-benar hasil karya
saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi ataupun lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2012
Connie Lydiana Sibarani
E34070057
Judul Skripsi : Manajemen Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson,
1827) di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS)
Provinsi Jambi
Nama : Connie Lydiana Sibarani
NIM : E34070057
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Ir. Dones Rinaldi, M.ScF Prof. Dr.Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc.
NIP. 19610518 198803 1 002 NIP. 19590925 198303 2 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS.
NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa atas segala kasih karunia, berkat dan perlindungan-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Karya ilmiah yang berjudul
“Manajemen Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di
Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS) Provinsi Jambi” dengan
pembimbing Ir.Dones Rinaldi, M.ScF dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc.
merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana
Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Sebagai bagian akhir dalam menempuh masa perkuliahan, semoga karya
ilmiah ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya
ilmiah ini. Tidak lupa, penulis juga mengapresiasi semua pihak yang telah
memberikan saran dan kritik yang membangun selama ini.
Bogor, Maret 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sitangkola, Sumatera Utara pada
tanggal 2 Juni 1989 sebagai anak kedua dari empat
bersaudara pasangan dari Drs. Manihar Sibarani dan Dra.
Nurmawan Sihombing. Penulis mulai menempuh
pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 173123 Tarutung
pada tahun 1995-2001 kemudian pada tahun 2001 penulis
melanjutkan ke SMP Negeri 3 Tarutung hingga tahun 2004. Setelah itu pada
tahun yang sama melanjutkan ke SMA Negeri 1 Tarutung dan lulus pada tahun
2007. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
Selama kuliah di IPB penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan,
diantaranya menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Ekologi Satwaliar
(tahun 2010-2012). Penulis adalah anggota HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata), Kelompok Pemerhati Mamalia
(KPM) “Tarsius” dan pada tahun 2010 pernah menjabat sebagai sekertaris EXPO
HIMAKOVA 2010.
Pengalaman lapangan penulis meliputi Eksplorasi Flora dan Fauna
Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Rawa Danau Banten pada tahun 2009,
RAFFLESIA di Cagar Alam Gunung Burangrang Purwakarta pada tahun 2010,
Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Manupeu Tanadaru
Nusa Tenggara Timur pada tahun 2009, SURILI di Taman Nasional Sebangau
Kalimantan Tengah pada tahun 2010. Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan
(P2EH) bertempat di Taman Wisata Alam Kamojang-Cagar Alam Leuweung
Sancang Barat pada tahun 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2010 dan penulis melaksanakan Praktek
Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat
Provinsi Jambi pada tahun 2011.
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul “Manajemen Pakan Orangutan Sumatera
(Pongo abelii Lesson, 1827) di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS)
Provinsi Jambi”, dengan pembimbing Ir.Dones Rinaldi, M.ScF. dan Prof. Dr. Ir.
Ani Mardiastuti, M.Sc.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah memberikan kasih setia dan kebaikan-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana. Ungkapan rasa syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus,
kepada keluarga, teman dan sahabat serta para pihak yang telah membantu
penulisan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orangtuaku tercinta, Bapak Drs. Manihar Sibarani dan Ibu Dra. Nurmawan
Sihombing atas doa, kasih sayang, dukungan serta motivasi selama kegiatan
penelitian ini.
2. Bapak Ir. Dones Rinaldi, M.ScF. dan Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc.
selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan telah memberikan motivasi,
nasehat serta bimbingannya.
3. Ibu Eva Rachmawati, S.Hut, M.Si yang telah menjadi moderator saat seminar
skripsi, bapak Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc yang telah bersedia sebagai
penguji pada ujian komprehensif serta Ibu Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc
yang telah bersedia menjadi ketua sidang dalam ujian komprehensif penulis.
4. Saudara-saudaraku Ganda Sibarani, S.T (abang), Palti Zainal (adik), Johannes
Blitz (adik), Ruhut Sibarani, Bsc (bapa uda), Masta Marpaung, S.Pd (inang
uda) yang telah memberikan dukungan, perhatian dan saran untuk
menyelesaikan skripsi.
5. Panji Ahmad Fauzan, S.Hut dan Agnes Ferisa, S.Hut atas perkenalan singkat
namun bermakna dan yang telah memberikan arahan, rekomendasi serta
masukan untuk melakukan penelitian.
6. Julius Paolo Siregar, S.Hut selaku manajer operasional Frankfurt Zoological
Society di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS) Provinsi Jambi
atas pertemuan yang indah, memberikan izin penelitian dan yang telah
memberikan waktu, bantuan, semangat, sharing, motivasi dan perhatian
selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.
7. Dr. Peter H. Pratje selaku direktur Frankfurt Zoological Society di Pusat
Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS), Krismanko Padang, S.H selaku
counterpart FZS, dan Bapak Ir. Tri Sisworahardjo, M.Si selaku Kepala Balai
Konservasi Sumberdaya Alam Provinsi Jambi yang telah memberikan izin
untuk penelitian dan telah memberikan masukan pada pengambilan data di
lapangan.
8. Theresia Widiawati K, S.Hut, Lita Sinaga, S.E, Dian Anggriasari, S.Si,
Oktafa Rini Puspita, S.Si, Paska Iswandi, S.Si, drh. Winny Pramesywari,
Nurhariyanto, S.Si, Padmaseputra Purba, S.Hut, pak Cahyo, bang Parianak,
bang Adi ojek dan seluruh staf di pusat reintroduksi (Roni Sinaga, Bobby,
Rayon, Arik, mas Puji Amin, bang Baharudin, Evan, Nasrul, mas Yudi, ibu
Ratno dan ibu Asia) yang telah membantu penulis selama melaksanakan
penelitian di lapangan.
9. Diena Nurul Fatimah, S.Hut, Aditya WTA S.Hut, Hadi Surono, S.Hut,
Fadhilah Iqra Mansyur, S.Hut dan Lina K Dewi S.Hut atas masukan, diskusi,
saran, dukungan serta kritik selama penyusunan skripsi ini.
10. KPM Tarsius 44 atas dukungan dan harapan kelak menjadi peneliti
konservasi mamalia serta pengalaman berharga yang sangat berguna dalam
penelitian ini.
11. Irham Fauzi atas bantuannya dalam pemilihan dan cara penggunaan alat-alat
untuk penelitian.
12. Keluarga Besar KSHE 44 “KOAK” terima kasih atas dorongan moril hingga
akhir penyelesaian skripsi ini.
13. Keluarga besar HIMAKOVA, terima kasih atas pengalaman berharga dalam
berorganisasi.
14. Ibu Evan, Ibu Titin, Ibu Ratna serta segenap staf tata usaha Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah banyak membantu
persiapan administrasi dari awal penelitian hingga proses ujian komprehensif.
15. Gembala Sidang, rekan-rekan pelayan dan staf pengerja Gereja Pentakosta Di
Indonesia (GPDI) Eternal, Tarutung dan Gereja Bethel Indonesia (GBI)
Ciomas, Duta Berlian atas segala doa, harapan, tangisan baik suka dan duka,
bantuan moril, semangat, perjuangan dan perhatian sehingga penulis dapat
menyusun skripsi ini.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan seluruhnya yang telah
membantu dan memberikan andil dalam proses kematangan jiwa penulis serta
penyelesaian skripsi.
Bogor, Maret 2012
Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI . ............................................................................................ ii
DAFTAR TABEL .................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................. 2
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioekologi Orangutan........................................................... 3
2.1.1 Klasifikasi dan taksonomi .......................................... 3
2.1.2 Morfologi dan anatomi .............................................. 3
2.2 Habitat dan Penyebaran Orangutan ...................................... 5
2.3 Jenis Pakan Orangutan.......................................................... 6
2.4 Manajemen Pakan Orangutan .............................................. 7
2.5 Kegiatan Reintroduksi Orangutan ....................................... 7
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 10
3.2 Alat dan Bahan ..................................................................... 10
3.3 Jenis Data .............................................................................. 10
3.3.1 Data primer ................................................................ 10
3.3.2 Data sekunder ............................................................. 11
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................ 11
3.4.1 Studi pustaka .............................................................. 11
3.4.2 Observasi lapang ...................................................... 11
3.4.3 Wawancara ................................................................ 12
3.4.4 Analisis data ............................................................... 13
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Stasiun Sungai Pengian ........................................................ 14
iii
4.1.1 Sejarah kawasan ......................................................... 14
4.1.2 Letak geografis dan batas administratif ...................... 14
4.1.3 Kondisi fisik ............................................................... 15
4.1.3.1 Aksesibilitas dan fasilitas ............................... 15
4.1.3.2 Iklim ............................................................... 17
4.1.3.3 Topografi ........................................................ 17
4.1.4 Kondisi biotik ............................................................. 17
4.1.4.1 Flora ............................................................... 17
4.1.4.2 Fauna .............................................................. 18
4.1.5 Sosial, ekonomi dan budaya masyarakat .................... 19
4.2 Stasiun Danau Alo ................................................................ 20
4.2.1 Sejarah kawasan ........................................................ 20
4.2.2 Letak geografis dan batas administratif ..................... 20
4.2.3 Kondisi fisik .............................................................. 21
4.2.3.1 Aksesibilitas dan fasilitas .............................. 21
4.2.3.2 Iklim .............................................................. 22
4.2.3.3 Topografi ....................................................... 23
4.2.4 Kondisi biotik ............................................................ 23
4.2.4.1 Flora ............................................................... 23
4.2.4.2 Fauna ............................................................. 23
4.2.5 Sosial, ekonomi dan budaya masyarakat .................... 24
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil ...................................................................................... 25
5.1.1 Keadaan orangutan di kandang sosialisasi ................. 25
5.1.2 Manajemen pakan orangutan pada kandang sosialisasi 34
5.1.2.1 Pembagian pakan orangutan .......................... 34
5.1.2.2 Karakteristik pakan orangutan ....................... 37
5.1.2.3 Sumber pakan orangutan ................................ 41
5.1.2.4 Jumlah pemberian pakan ................................ 41
5.1.2.5 Waktu pemberian pakan................................. 42
5.1.2.6 Penyediaan pakan orangutan .......................... 42
5.1.2.7 Pemberian pakan orangutan ........................... 44
iv
5.1.3 Manajemen kandang orangutan .................................. 45
5.1.4 Manajemen kesehatan orangutan ............................... 48
5.1.5 Durasi makan orangutan ............................................. 50
5.1.5.1 Durasi makan orangutan berdasarkan frekuensi makan ............................................................. 51
5.1.6 Kebiasaan (habit) makan orangutan pada kandang sosialisasi ................................................................... 54
5.1.6.1 Kebiasaan makan yang dilakukan orangutan sebelum makan ............................................... 54
5.1.6.2 Kebiasaan makan yang dilakukan orangutan saat makan ...................................................... 54
5.1.6.3 Kebiasaan makan yang dilakukan orangutan setelah makan ................................................. 55
5.2 Pembahasan ........................................................................ 55
5.2.1 Manajemen pakan orangutan pada kandang sosialisasi 55
5.2.2 Kebiasaan makan orangutan di kandang sosialisasi terhadap manajemen pakan ........................................ 64
5.2.3 Implementasi terhadap pengelolaan pakan orangutan 65
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ........................................................................... 69
6.2 Saran ..................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 71
LAMPIRAN ............................................................................................... 73
v
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Fasilitas yang terdapat di Stasiun Sungai Pengian ............................ 16
2 Data iklim di Stasiun Sungai Pengian, Jambi .................................... 17
3 Fasilitas yang terdapat di Stasiun Danau Alo .................................... 22
4 Kondisi orangutan pada kandang sosialisasi di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera ................................................... 26
5 Data individu orangutan yang diamati di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera ................................................... 28
6 Jenis-jenis dan kelompok pakan utama orangutan di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera ................................................... 35
7 Jenis pakan hutan yang diamati di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera ........................................................................................... 36
8 Jadwal pemberian pakan utama orangutan di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera ................................................... 38
9 Jadwal pemberian pakan pengayaan orangutan ................................. 38
vi
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Orangutan sumatera (Pongo abelii) (A) dan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) (B) ....................................................................... 4
2 Peta lokasi penelitian di Stasiun Sungai Pengian .............................. 15
3 Kondisi jalan (A) dan kendaraan yang harus melewati sungai menuju Stasiun Sungai Pengian (B) ............................................................... 16
4 Jenis pakan yang dijual sebagian masyarakat untuk orangutan (A) dan pisang sebagai pakan yang dijual ke Stasiun Sungai Pengian (B) .... 20
5 Peta lokasi penelitian di Stasiun Danau Alo ...................................... 21
6 Kondisi jalan (A) dan jembatan menuju Stasiun Danau Alo (B) ...... 22
7 Keenam individu orangutan yang diamati di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera .......................................................................... 30
8 Denah (A) dan kandang sosialisasi di Stasiun Sungai Pengian (B) .. 31
9 Denah (A) dan kandang sosialisasi di Stasiun Danau Alo (B) .......... 32
10 Kong sebagai wadah pakan pengayaan (A) dan pakan yang dimanipulasi dalam karung (B) ......................................................... 36
11 Penyediaan pakan dalam kelompok pakan buah-buahan (A) dan pakan disediakan dengan menimbang berdasarkan pengaturan pakan (B) ........................................................................................... 43
12 Wadah pemberian pakan (A) dan teknisi memberikan pakan dari wadah pemberian pakan (B) .............................................................. 45
13 Upaya mengobati penyakit orangutan (A) dan persediaan obat- obatan untuk orangutan (B) ............................................................... 49
14 Himbauan untuk memakai masker (A) dan pembersihan kandang sosialisasi (B) ..................................................................................... 50
15 Durasi makan keenam individu orangutan di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera .......................................................................... 51
16 Durasi makan (A,B,C,D dan E) berdasarkan frekuensi makan ......... 53
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Suhu harian di Stasiun Sungai Pengian, Jambi .................................. 74
2 Daftar jenis-jenis pohon pakan orangutan di Stasiun Sungai Pengian 75
3 Suhu harian di Stasiun Danau Alo ..................................................... 75
4 Struktur organisasi di Frankfurt Zoological Society .......................... 76
5 Durasi makan orangutan ..................................................................... 77
6 Panduan wawancara kepada teknisi ................................................... 80
7 Panduan wawancara kepada masyarakat ............................................ 81
8 Daftar nama-nama informan (pengelola dan teknisi) yang diwawancarai ..................................................................................... 82
9 Daftar nama-nama informan (masyarakat) yang diwawancarai ......... 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Orangutan sumatera sebagai salah satu jenis primata langka dengan
keberadaan populasi saat ini terus mengalami penurunan begitu juga dengan
habitatnya. Dengan keberadaan tersebut maka salah satu upaya untuk
melestarikan populasi orangutan di alam liar dilakukan dengan kegiatan
reintroduksi. Reintroduksi merupakan pelepasan/pemindahan satwa ke areal baru
yang sesuai untuk habitat yang lebih baik dan masih berada dalam penyebaran
geografis dimana populasi satwa tersebut mengalami penurunan yang berat,
menghilang karena bencana alam atau pun gangguan manusia (Konstan et al.
1982, diacu dalam Sukiman 2002).
Program reintroduksi orangutan bertujuan untuk membentuk kantong-
kantong populasi orangutan yang baru dalam upaya melestarikan populasi
orangutan pada habitat alaminya. Kegiatan reintroduksi memiliki beberapa
tahapan yang merupakan proses bagi orangutan sebelum dilepasliarkan di habitat
alaminya. Tahapan-tahapan tersebut terdiri atas karantina, sosialisasi, adaptasi dan
pelepasliaran. Selama berada dalam tahapan reintroduksi, orangutan akan tinggal
di dalam kandang yang telah dibuat khusus dimana mereka akan dirawat.
Selanjutnya selama perawatan di dalam kandang, orangutan mendapatkan
makanan dan pengenalan kembali cara bertahan di alam. Keberhasilan orangutan
agar dapat bertahan hidup di alam (survive) dapat tercapai jika dilakukan dengan
manajemen yang baik selama orangutan berada dalam tahapan reintroduksi.
Salah satu manajemen pada upaya reintroduksi yang harus diperhatikan
adalah manajemen pakan. Manajemen pakan orangutan diartikan sebagai kegiatan
pengelolaan yang dilakukan oleh pengelola di pusat reintroduksi dengan
memperhatikan kebutuhan pakan orangutan, kesehatan dan kesejahteraan setiap
individu orangutan selama berada dalam tahapan reintroduksi. Aspek manajemen
pakan orangutan sangat perlu diperhatikan. Hal ini sangat penting untuk menjaga
kondisi kesehatan dan kesejahteraan orangutan sebelum mereka dilepasliarkan ke
habitatnya. Oleh sebab itu, manajemen pakan orangutan menjadi suatu alasan
2
perlunya dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi dan mengkaji tingkat
kesejahteraan (animal welfare) orangutan sebelum mereka dilepasliarkan ke
habitat alaminya.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi manajemen pakan orangutan yang dilakukan oleh pengelola
dalam kegiatan reintroduksi khususnya bagi orangutan yang berada pada
kandang sosialisasi.
2. Mempelajari durasi makan orangutan berdasarkan frekuensi makan terhadap
manajemen pakan.
3. Mempelajari kebiasaan (habit) makan orangutan pada kandang sosialisasi
terhadap manajemen pakan.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian merupakan data dasar dalam pengelolaan pakan orangutan
pada kandang sosialisasi sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya.
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan dalam upaya meningkatkan
pengelolaan kesejahteraan dan adaptasi orangutan di pusat-pusat reintroduksi
orangutan dalam upaya pelestarian orangutan di habitat alaminya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioekologi Orangutan
2.1.1 Klasifikasi dan taksonomi
Orangutan merupakan salah satu anggota suku Pongidae yang mencakup
tiga kera besar lainnya: bonobo Afrika (Pan paniscus), simpanse (Pan
troglodytes) dan gorilla (Gorilla gorilla) (Meijaard et al. 2001). Hanya orangutan
berasal dari Asia sedangkan kera besar lainnya berasal dari Afrika. Orangutan
terdiri dari dua spesies yaitu orangutan sumatera (Pongo abelii) dan orangutan
kalimantan (Pongo pygmaeus). Kedua jenis ini telah terisolasi secara geografis
sekitar 10.000 tahun yang lalu pada saat permukaan laut antara Sumatera dan
Kalimantan mengalami kenaikan permukaan laut (Meijaard et al. 2001).
Warren et al. (2001) menyatakan bahwa beberapa subspesies orangutan
dapat dibedakan berdasarkan warna rambut dan kulit mereka. Orangutan sumatera
umumnya memiliki warna rambut yang lebih cerah dibandingkan dengan spesies
orangutan kalimantan yang memiliki warna lebih gelap. Selain hal tersebut,
pemeriksaan genetik juga dapat membedakan antar spesies. Adapun klasifikasi
taksonomi orangutan sumatera (Gambar 1 A) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Primata
Famili : Pongidae
Genus : Pongo
Spesies : Pongo abelii Lesson, 1827
2.1.2 Morfologi dan anatomi
Orangutan memiliki postur tubuh mirip dengan keluarga kera besar lainnya.
Orangutan memiliki lengan yang panjang dan kuat, kaki lebih pendek daripada
tangan, tidak memiliki ekor serta rambut berwarna cokelat kemerahan. Beberapa
peneliti mengatakan bahwa rambut orangutan dapat dijadikan acuan untuk
4
mengidentifikasi dan membedakan satu individu dengan individu lainnya
berdasarkan warna dan alur tumbuhnya rambut (Rodman 1973, diacu dalam
Maple 1980).
(A) (B)
Gambar 1 Orangutan sumatera (Pongo abelii) (A) dan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) (B).
Orangutan sumatera memiliki ukuran tubuh yang besar dengan berat
berkisar antara 50-90 kg. Ukuran tubuh jantan memiliki ukuran tubuh dua kali
lebih besar daripada betina. Orangutan jantan dewasa memiliki tinggi badan yaitu
1-1,4 m sedangkan orangutan betina dewasa memiliki tinggi badan mencapai 1-
1,2 m (Warren et al. 2001). Perbedaan kontras dari morfologi orangutan ialah
posisi ibu jari kakinya yang berseberangan dengan posisi keempat jari lainnya
sehingga orangutan dapat memegang benda dengan posisi yang tepat.
Orangutan jantan dewasa memiliki kantung suara (air sack), janggut dan
bantalan pipi. Bantalan ini merupakan deposit dari lemak subkutan yang dibatasi
oleh jaringan ikat. Selanjutnya, pada orangutan betina memiliki ukuran tubuh
lebih kecil dan tidak memiliki janggut. Orangutan betina akan memiliki bayi
pertama pada usia antara 12 hingga 15 tahun dan hanya melahirkan setiap 7
sampai 8 tahun setelah itu. Tingkat reproduksi yang rendah tersebut membuat
populasi orangutan adalah lebih sedikit dan juga populasi yang rendah sebagai
akibat dari kerusakan habitat yang telah menyebabkan penurunan populasi secara
drastis dalam dua dekade terakhir (Rowe 1996).
5
2.2 Habitat dan Penyebaran Orangutan
Berdasarkan hasil temuan fosil, sekitar 10.000 tahun yang lalu orangutan
tersebar hampir di seluruh daratan Asia Tenggara dan sebagian dari daratan Cina
bagian Selatan. Pada saat ini, populasi orangutan hanya dapat ditemui di pulau
Sumatera dan pulau Kalimantan. Habitat orangutan berada pada daerah
pegunungan, rawa-rawa dataran rendah dan delta aliran sungai yang banyak
ditumbuhi pohon-pohon besar. Orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan,
mulai dari hutan dipterokarpus, perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran
sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan
nipah bahkan sampai ke hutan pegunungan (Dephut 2009).
Sebagian besar populasi orangutan dijumpai jauh di bawah ketinggian, yaitu
berada di hutan rawa dan dataran rendah. Pada kondisi tanah yang selalu basah
(berawa), habitat tersebut memiliki paling sedikit 40 jenis pohon penghasil
makanan, dan paling sedikit 60 jenis jika dalam kondisi alluvial kering. Habitat
optimal bagi orangutan paling sedikit mencakup dua tipe lahan utama yaitu tepi
sungai dan dataran tinggi kering yang saling berdekatan. Tepi sungai merupakan
dataran banjir, rawa atau lemah alluvial dan dataran tinggi biasanya adalah berupa
kaki bukit.
Kedua tipe habitat bagi orangutan harus cukup luas dan berada dalam jarak
yang dapat dijangkau. Habitat orangutan yang baik biasanya berupa mosaik petak-
petak hutan kecil dengan tingkat tumbuhan berkayu berbeda dan beberapa
diantaranya mempunyai kerapatan jenis pohon buah yang sangat tinggi (> 20%
dari semua pohon). Pada komunitas hutan yang telah mencapai klimaks maka
hutan tersebut akan mampu untuk menyesuaikan dengan kondisi tanah dan iklim.
Distribusi orangutan lebih ditentukan oleh faktor pakan yang disukai
daripada faktor iklim. Daerah inti hutan yang menjadi habitat orangutan memiliki
ciri khas banyak ditumbuhi adalah liana. Populasi orangutan yang terdapat di
pulau Sumatera terdapat sebanyak 13 wilayah. Meijaard et al. (2001) menjelaskan
bahwa orangutan ternyata berada di petak-petak habitat dengan luasan antara 35%
berupa lahan kering dan 50% berupa rawa.
Selanjutnya, Siregar (2007) menyatakan bahwa kisaran distribusi spesies
orangutan sumatera yang berada di pulau Sumatera terbatas di utara khatulistiwa
6
atau di utara Danau Toba terutama di Taman Nasional Gunung Leuser. Populasi
orangutan terpecah menjadi empat subpopulasi utama, yaitu: (1). Subpopulasi
wilayah sekitar Aceh yaitu di sebelah barat Sungai Alas dan Sungai Wampu; (2).
Subpopulasi di Hutan Lindung Dolok Sembelin dan Batu Ardan di Kabupaten
Dairi dan kawasan hutan yang bersambung di sebelah Timur Sungai Alas yang
membentang di sepanjang kaki-kaki bukit pesisir barat dan Menurus sampai ke
pantai Sibolga; (3). Subpopulasi Tapanuli bagian tenggara di antara Sungai
Asahan dan Sungai Barumun dan sub populasi di Anggolia, Angkola dan
Pasaman, semua daerah yang berada di sepanjang bagian barat kaki Bukit
Barisan, dari hilir Sungai Batang Toru yang membentang ke arah Selatan di antara
Padang Sidempuan dan daerah sekitar Pariaman di Provinsi Sumatera Barat,
sekitar 50 km di sebelah utara Padang.
2.3 Jenis Pakan Orangutan
Orangutan memakan lebih dari 200 jenis tumbuhan yang berbeda di alam
liar. Jenis pakan orangutan pada umumnya sangat bervariasi hingga 60% dimana
jenis pakan paling banyak adalah berupa buah-buahan (Rijksen 2001). Oleh sebab
itu, orangutan disebut sebagai satwa frugivora yang artinya satwa pemakan buah-
buahan. Walaupun demikian, orangutan juga memakan bagian-bagian lain dari
tumbuhan (daun muda, bunga, kulit kayu, biji, kambium dan getah), liana,
serangga seperti rayap, vertebrata kecil dan tanah untuk memenuhi kebutuhan
mineralnya. Orangutan lebih menyukai buah segar dan buah-buahan besar dengan
kulit keras yang dapat dimakan (Rowe 1996).
Orangutan juga merupakan jenis satwa tipe pengumpul atau pencari makan
yang bersifat oportunis yaitu jenis satwa yang akan memakan jenis apa saja yang
dapat diperolehnya. Pada aktivitas makannya, orangutan umumnya memilih jenis
pakan yang paling disukai. Hal ini sering disebut dengan jenis pakan palatabel.
Meijaard et al. (2001) menyatakan bahwa pada hutan alam, saat musim buah
orangutan dapat memilih makanan yang paling disukai untuk dimakan tetapi pada
saat tidak musim buah maka orangutan akan memakan apa saja jenis yang
dijumpainya. Oleh sebab itu, kepadatan orangutan di habitatnya bervariasi sesuai
dengan ketersediaan pakan. Densitas paling tinggi terdapat di daerah dataran
banjir (flood-plain) dan hutan rawa gambut.
7
2.4 Manajemen Pakan Orangutan
Maple (1980) menyatakan orangutan yang hidup di penangkaran memiliki
waktu aktif yang berkorelasi positif dengan waktu pemberian pakan. Berdasarkan
hal tersebut dapat diperoleh bahwa jenis pakan orangutan di habitat aslinya adalah
buah-buahan (60%), bunga dan daun muda (25%), kulit kayu (15%), akar alang-
alang air, serangga (rayap, ulat, semut, belalang, jangkrik, kutu), jamur, telur
dalam sarang burung, vertebrata kecil (tupai, tokek, kukang), madu, pangkal,
batang tunas rotan muda, tanaman jalar, pakis dan palma kecil dan terkadang
orangutan memakan kepompong untuk menambah bobot badan mereka (Rijksen
2001). Sinaga (1992) juga menyatakan bahwa keaktifan harian orangutan dari hari
ke hari terutama digunakan untuk makan dan beristirahat, menyusul berjalan dan
keaktifan lainnya.
Pada umumnya, keaktifan makan orangutan yang tertinggi terjadi pada pagi
hari dan sore hari sedangkan pada siang hari menurun dengan keadaan cuaca
semakin panas. Apabila dalam satu hari dibagi ke dalam 3 bagian yaitu antara
pukul 6-10, pukul 10-14 dan pukul 14-18 maka pada periode pukul 6-10 dan
pukul 14-18, orangutan sedang aktif untuk makan sedangkan pada periode pukul
10-14 kegiatan orangutan tersebut mengalami penurunan. Pola makan orangutan
sangat dipengaruhi oleh kondisi biologis dan cara hidupnya. Oleh karena itu,
distribusi jumlah dan kualitas makanannya menurut waktu dan tempat tertentu
merupakan faktor penentu adanya perilaku pergerakan, kepadatan populasi yang
akhirnya menentukan organisasi sosialnya.
2.5 Kegiatan Reintroduksi Orangutan
Keberadaan orangutan di habitat alaminya saat ini mengalami permasalahan
keterancaman. Penyebab utama penurunan populasi orangutan di alam adalah
hilangnya hutan alam sebagai habitat orangutan akibat perubahan fungsi hutan
dan penyebaran orangutan terbatas. Dengan keadaan tersebut, berbagai Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), pemerintah dan pihak swasta bekerjasama untuk
memberikan perhatiannya dalam mendukung upaya konservasi orangutan
khususnya bagi orangutan sumatera.
Salah satu lokasi baru bagi reintroduksi orangutan yang menjadi pilihan
adalah Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Hasil pilihan itu diperoleh dengan
8
pertimbangan bahwa tipe ekosistem yang berada di Taman Nasional Bukit
Tigapuluh sangat mirip dengan tipe ekosistem Leuser. Hal lainnya juga adalah
diperolehnya berbagai jenis vegetasi yang menghasilkan buah sebagai sumber
pakan orangutan yang dapat mempertahankan kehidupannya. Kegiatan
reintroduksi orangutan merupakan kegiatan rehabilitasi modern dengan
melepasliarkan kembali beberapa individu satwa ke kondisi liar atau juga
mempersiapkan satwa hasil sitaan (peliharaan) menjadi jenis feral ke suatu
kawasan hutan konservasi sebagai habitat barunya yang sesuai di mana satwa
jenis ini tidak ada di kawasan tersebut (Siregar 2007).
Kegiatan reintroduksi orangutan sumatera ini sepenuhnya dilaksanakan oleh
LSM-NGO Frankfurt Zoological Society (FZS) yang berada di bawah naungan
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Kegiatan
reintroduksi orangutan sumatera adalah salah satu kegiatan dari Program
Konservasi Orangutan Sumatera (PKOS) yang memiliki tujuan untuk mencegah
dari kepunahan serta membuat suatu populasi baru orangutan sumatera. Secara
umum, tujuan dari kegiatan reintroduksi orangutan adalah untuk membuat
kantong-kantong populasi orangutan yang baru dalam upaya mencegah dari
kepunahan spesies orangutan di alam liar. Kegiatan reintroduksi orangutan
sumatera dilakukan di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dan
ekosistemnya.
Beberapa prinsip mengenai pelaksanaan reintroduksi tersebut dinyatakan
oleh Meijaard et al. (2001) sebagai berikut :
1. Orangutan harus diperiksa secara profesional dalam hal penyakit yang menular,
diobati dan dikarantina tidak lebih dari enam bulan untuk direhabilitasi dan
termasuk sosialisasi setelah karantina selesai;
2. Karantina dipisahkan dari reintroduksi (sosialisasi);
3. Reintroduksi orangutan bekas tangkapan dilakukan di kawasan hutan yang
telah diteliti dengan cermat kelestarian habitatnya;
4. Beberapa spesimen dipelihara bersama sebagai sebuah kelompok hingga 20
individu dan kemudian dilepaskan ke dalam kondisi liar;
9
5. Seluruh kelompok dibiarkan di lokasi di mana kelompok ini direintroduksi,
yaitu lokasi reintroduksi itu sendiri dibiarkan dan karena banyak orangutan
baru maka lokasi baru akan didirikan di lokasi lain;
6. Kehadiran pengunjung tidak diizinkan pada tahap apapun sebelum orangutan
mampu mandiri sepenuhnya dan berhasil hidup di kawasan liar;
7. Staf penjaga yang bertugas untuk menyediakan dan memantau harus terbukti
bebas dari penyakit menular dan melakukan tugasnya berdasarkan kerangka
acuan tugas yang ketat dalam hal kontak dekat dengan orangutan dan
perilakunya terhadap kelompok umur orangutan yang berbeda;
8. Proses reintroduksi dievaluasi teratur oleh suatu badan yang mandiri.
Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera memiliki beberapa tujuan. Adapun
tujuan utama Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera - Provinsi Jambi adalah :
a. Membentuk populasi-populasi baru orangutan untuk melestarikan
keberlangsungan populasi dan habitatnya;
b. Memfasilitasi penegakan hukum terhadap satwa yang dilindungi secara efektif;
c. Menegakkan prosedur formal karantina dan rehabilitasi;
d. Mengaplikasikan program reintroduksi dalam rangka memperluas area network
yang dilindungi;
e. Mendorong kesadaran terhadap isu nyata dalam konservasi orangutan dan
habitatnya.
10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera yang
bertempat pada dua stasiun yakni Stasiun Sumatran Orangutan Reintroduction
Center (SORC) Sungai Pengian, Kabupaten Tebo dan Stasiun Open Orangutan
Sanctuary (OOS) Danau Alo, Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.
Penelitian berlangsung pada bulan Juni hingga September 2011.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi tally sheet
pengamatan pakan orangutan, tally sheet durasi makan orangutan, handycam,
kamera digital, tripod, jam tangan sebagai penunjuk waktu, panduan wawancara,
kalkulator, komputer dan alat tulis menulis. Adapun objek yang menjadi
penelitian adalah individu orangutan sumatera.
3.3 Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
3.3.1 Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengumpulan data
secara langsung di lapangan dengan menggunakan instrumen berupa pengamatan
manajemen pakan, pengamatan durasi makan orangutan, manajemen kandang,
manajemen kesehatan orangutan, wawancara yang ditujukan kepada pengelola
maupun kepada teknisi (keeper) dan wawancara kepada informan. Adapun
parameter dan variabel yang akan diamati dalam penelitian ini adalah:
a. Parameter dalam penelitian berupa kegiatan pengelolaan pakan orangutan,
kebiasaan makan (habit) orangutan, manajemen kandang dan manajemen
kesehatan orangutan dan pengetahuan teknisi dalam pemberian makan
orangutan.
b. Variabel yang diamati ialah berupa frekuensi makan orangutan, durasi makan,
pakan utama, pakan pengayaan, pakan tambahan, pakan hutan, cara penyediaan
11
pakan, cara pemberian pakan, perawatan kandang, perawatan kesehatan
orangutan dan upaya penanggulangan terhadap penyakit orangutan.
3.3.2 Data sekunder
Data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dan studi literatur yang
berkaitan dengan tujuan penelitian seperti buku, artikel, jurnal ilmiah, skripsi,
tesis dan berbagai karya ilmiah lainnya. Data sekunder yang diambil meliputi
kondisi umum lokasi pusat reintroduksi orangutan sumatera yang terdiri dari
letak, luas, flora, fauna, sejarah dan dasar hukum pelaksanaan kegiatan di pusat
reintroduksi, jumlah tenaga kerja dan perkembangan mengenai keberadaan
populasi orangutan yang berada di pusat reintroduksi.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui aspek-aspek kegiatan di pusat
reintroduksi secara umum agar penajaman dan keabsahan analisis semakin kuat.
Pada studi pustaka juga dilakukan penelusuran informasi sekunder mengenai
adaptasi orangutan yang akan dilepasliarkan ke habitat alam. Data ini berfungsi
sebagai pelengkap dalam analisis data mengenai adaptasi orangutan terhadap
habitat sebelum masa pelepasliaran ke alam di pusat reintroduksi orangutan
sumatera.
3.4.2 Observasi lapang
Pengamatan langsung mengenai manajemen pakan orangutan sumatera pada
kandang sosialisasi dilakukan terhadap aspek-aspek pemeliharaan orangutan di
dalam kandang, teknis penyediaan dan pemberian pakan orangutan, manajemen
kandang dan manajemen kesehatan orangutan. Aspek teknis mengenai
manajemen pakan orangutan diamati pada kandang sosialisai, kegiatan yang
dilakukan orangutan di pusat reintroduksi dan kegiatan lainnya yang menunjang
pengamatan terhadap manajemen pakan orangutan. Data hasil pengamatan baik
mengenai manajemen pakan orangutan terhadap kebiasaan (habit) makan
orangutan dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk menjelaskan secara rinci
mengenai pengamatan yang dilakukan. Pengambilan data di lapangan dilakukan
dengan metode Focal Animal Sampling (Altmann 1974).
12
Pengamatan ini merupakan pengamatan yang dilakukan pada orangutan
yang menjadi fokus (focal animal) meliputi semua kebiasaan makan (habit)
orangutan terhadap durasi yang terjadi dan terfokus pada individu target tanpa
menghiraukan individu lain yang berada di sekitar target. Jumlah orangutan yang
diamati sebanyak 6 individu yang terdiri dari 3 (tiga) individu betina dan 3 (tiga)
individu jantan. Orangutan yang diamati berasal dari struktur umur anak, remaja
dan dewasa muda. Hal ini dilakukan dengan kriteria bahwa struktur umur
orangutan dari umur anak, remaja dan dewasa muda memiliki kebiasaan makan,
cara makan yang lebih aktif, mandiri dan berpotensi baik untuk diamati terhadap
manajemen pakan. Pada penelitian, untuk mempermudah dalam
penginterpretasian data, maka diperlukan penyajian data dalam bentuk gambar,
grafik dan tabel.
Adapun data hasil wawancara dan data sekunder dianalisis secara deskriptif
kualitatif sesuai dengan pengelompokan data, meringkas, dan memasukkannya ke
dalam gambar dan tabel untuk mempermudah penyajian data. Data yang digali
dari penelitian ini mencakup pengelolaan orangutan yang meliputi:
a. Kandang sosialisasi orangutan (jenis, konstruksi, jumlah dan ukuran, luas,
peralatan dan perlengkapan dalam kandang, suhu, daya tampung kandang, dan
perawatan kandang).
b. Manajemen pakan orangutan yang meliputi jenis pakan utama orangutan, pakan
pengayaan (enrichment), pakan tambahan, pakan hutan, sumber pakan,
karakteristik pakan, jumlah pemberian pakan, waktu pemberian pakan,
frekuensi pemberian pakan, cara penyediaan dan cara pemberian pakan.
c. Perawatan kesehatan dan penyakit meliputi jenis penyakit per umur orangutan,
bentuk pencegahan, upaya pengobatan dan alat yang digunakan untuk
mengobati dan mencegah penyakit orangutan.
3.4.3 Wawancara
Wawancara dilakukan kepada para pengelola, informan dan kepada teknisi
(animal keeper) di pusat reintroduksi orangutan. Wawancara dilakukan dengan
menggunakan pedoman pertanyaan. Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada
masyarakat sekitar mengenai dampak positif (aspek reintroduksi dan upaya
pelepasliaran) dan dampak negatif dari kegiatan reintroduksi. Wawancara ini
13
dilakukan kepada 25 orang untuk mengetahui penilaian mereka terhadap
kebiasaan (habit) makan orangutan pada kandang sosialisasi di pusat reintroduksi.
Wawancara dilakukan secara mendalam, santai, terbuka dan tidak baku. Data
deskriptif yang diperoleh berupa kutipan langsung dalam kalimat atau dalam
bentuk tulisan dari informan yang memungkinkan untuk digunakan.
3.5 Analisis data
Analisis data yang digunakan untuk manajemen pakan orangutan sumatera
ini adalah berupa analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.
1. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif ini merupakan penguraian dan penjelasan secara umum
mengenai parameter-parameter manajemen pakan beserta kebiasaan (habit)
makan yang diamati pada kandang sosialisasi. Salah satu hal yang diamati dalam
analisis deskriptif adalah kelas umur orangutan yang diperoleh berdasarkan hasil
observasi terutama pada aspek manajemen pakan. Hal yang digunakan untuk
memudahkan pembacaan dan penafsiran data maka data disajikan ke dalam
bentuk gambar, grafik dan tabel.
2. Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif yang berhubungan dengan manajemen pakan yakni
frekuensi makan dan durasi makan. Frekuensi merupakan jumlah waktu orangutan
untuk makan yang dihitung berdasarkan per menit waktu dan durasi makan
merupakan lama waktu yang digunakan untuk makan.
14
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Stasiun Sungai Pengian
4.1.1 Sejarah kawasan
Stasiun pusat reintroduksi orangutan sumatera di Sungai Pengian
merupakan lokasi yang telah disepakati bersama sebagai stasiun adaptasi dan
pelepasliaran kembali orangutan sumatera. Lokasi Stasiun Sungai Pengian dipilih
sesuai dengan perjanjian kerjasama dengan pihak pemerintah. Perjanjian
kerjasama tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan melalui unit Taman Nasional
Bukit Tigapuluh (TNBT), Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jambi
dan Riau dengan Frankfurt Zoological Society (FZS) mengenai Program
Konservasi Orangutan Sumatera No:520/DJ-V/PA/2001. Lokasi stasiun adaptasi
dan pelepasliaran ini berada pada bekas konsesi HPH Dalek Hutani Esa yang
sudah tidak beroperasi lagi sejak tahun 1996. Kawasan bekas konsesi ini
merupakan kawasan hutan penyangga dari kawasan Taman Nasional Bukit
Tigapuluh yang berada di Provinsi Jambi.
4.1.2 Letak geografis dan batas administratif
Stasiun Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera Sungai Pengian terletak di
sebelah selatan Taman Nasional Bukit Tigapuluh pada posisi 228503 mT dan
9871695 mU (102033’36” BT dan 109’36” LS) (Gambar 2). Secara administratif,
Stasiun Sungai Pengian terletak di Dusun Semerantihan, Desa Suo-suo,
Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Luas areal stasiun
reintroduksi orangutan yang telah disepakati ialah seluas 2 Ha untuk
pembangunan seluruh fasilitas reintroduksi dan seluas 200 Ha untuk areal adaptasi
orangutan. Stasiun reintroduksi merupakan pertemuan antara kaki Bukit
Tigapuluh dengan dataran rendah dan dilalui oleh dua buah sungai yaitu sungai
Pengian dan sungai Pao-pao.
15
Sumber : Frankfurt Zoological Society (2012)
Gambar 2 Peta lokasi penelitian di Stasiun Sungai Pengian. 4.1.3 Kondisi fisik
4.1.3.1 Aksesibilitas dan fasilitas
Stasiun Sungai Pengian terletak kurang lebih 245 km dari ibukota Provinsi
Jambi. Aksesibilitas yang dapat digunakan untuk menuju ke lokasi stasiun adalah
melalui jalan darat yaitu dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun
kendaraan roda empat. Lama perjalanan yang dapat ditempuh dari Provinsi Jambi
menuju lokasi stasiun kurang lebih 7 (tujuh) jam perjalanan. Perjalanan menuju
stasiun dibagi dalam dua perjalanan yaitu perjalanan dari ibukota Jambi menuju
kota Kabupaten Tebo dan dilanjutkan dari Kabupaten Tebo menuju lokasi stasiun
(Gambar 3). Lokasi stasiun juga dapat ditempuh melalui udara dengan
menggunakan helikopter dengan waktu tempuh selama 1 (satu) jam perjalanan
dari kota Jambi.
Fasilitas yang terdapat di stasiun reintroduksi dalam rangka mendukung
kegiatan program antara lain: kandang sosialisasi satu unit bangunan, kandang
karantina satu unit, klinik satu unit, gudang pakan orangutan dan peralatan satu
unit, gudang mesin satu unit, bangunan administrasi kantor satu unit, dapur satu
16
unit, tempat tinggal staf dan peneliti/tamu program (base camp) sebanyak 6 unit,
tower antena satu unit dan tower penampungan air satu unit (Tabel 1). Selain itu,
stasiun reintroduksi juga memiliki areal hutan adaptasi.
(A) (B) Gambar 3 Kondisi jalan (A) dan kendaraan yang harus melewati sungai
menuju Stasiun Sungai Pengian (B).
Tabel 1 Fasilitas yang terdapat di Stasiun Sungai Pengian
No. Fasilitas Jumlah (unit) Fungsi Kondisi
1 Kandang 2 Kandang sosialisasi dan karantina orangutan
Kurang baik dan dalam perbaikan
2 Klinik 1 Penyimpanan obat-obatan dan kegiatan medis
Perlu perbaikan atap
3 Gudang pakan dan peralatan
1 Penyimpanan makanan dan peralatan kebersihan
Perlu perbaikan atap
4 Gudang mesin generator
1 Penyimpanan mesin generator dan bahan bakar
Baik
5 Kantor administrasi 1 Penyimpanan data, tempat pertemuan staf dan kegiatan lain
Baik
6 Dapur 1 Tempat memasak bagi staf, peneliti dan tamu program
Baik
7 Mess tinggal 6 Tempat tinggal teknisi lapangan dan tamu-tamu program/peneliti
Baik
8 Tower antena 1 Tempat antena telepon Baik 9 Tower
penampungan air 2 Tempat penampungan air untuk
keperluan stasiun Baik
Hutan adaptasi ini memiliki jalur-jalur pengamatan yang telah ditandai
dengan plat seng dan diberi tanda berupa cat merah pada batang pohon.
Penandaan pada jalur-jalur pengamatan untuk membantu teknisi maupun peneliti
pada saat melakukan pengamatan aktivitas harian orangutan selama adaptasi
sehingga tidak kehilangan arah di dalam hutan.
17
4.1.3.2 Iklim
Stasiun reintroduksi orangutan yang berada di Sungai Pengian menurut
klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson termasuk ke dalam tipe A (selalu basah)
(Tabel 2). Adapun suhu harian rata-rata yang diamati selama penelitian di Stasiun
Sungai Pengian sebesar 22,3° C (Lampiran 1).
Tabel 2 Data iklim di Stasiun Sungai Pengian, Jambi
No. Bulan Curah hujan (mm)
Hari hujan (hari) Kelembaban udara (%)
1 Januari 177 12 89 2 Februari 269 16 84 3 Maret 251 13 85 4 April 169 12,5 85 5 Mei 149 8 84 6 Juni 105 7 83 7 Juli 122 9 82 8 Agustus 139 9 83 9 September 207 13 84
10 Oktober 193 13,25 85 11 November 302 13 86 12 Desember 361 18 87
Sumber : Data sekunder dokumen AMDAL PT. Dalek Hutani Esa (Ginting 2006)
4.1.3.3 Topografi
Stasiun Sungai Pengian berada pada zona ekofloristik Jambi Block South
of Kwantan dengan elevasi tempat kurang dari 150 m dpl. Stasiun Pengian
memiliki topografi yang relatif datar hingga landai. Wilayah ini memiliki tekstur
tanah yang agak halus hingga halus dengan komposisi batuan induknya terdiri
dari quartzite, filit, skis, batu pasir dan shale (RePPPROT 2009, diacu dalam FZS
2011). Jenis tanah didominasi oleh podsolik merah kuning dari batuan endapan
dan batuan beku dengan fisiografi pegunungan lipatan (Siregar 2007).
4.1.4 Kondisi biotik
4.1.4.1 Flora
Tipe ekosistem hutan yang berada di sekitar Stasiun Sungai Pengian
dikategorikan ke dalam hutan tropika dataran rendah. Hal ini dikarenakan iklim
yang selalu basah, tanah yang kering dan ketinggian di bawah 1000 m dpl.
Berdasarkan daerah penyebaran, jenis vegetasi yang terdapat di kawasan Stasiun
18
Sungai Pengian termasuk pada zona vegetasi Indonesia bagian barat dengan
pohon-pohon yang didominasi oleh famili dipterocarpaceae. Selain itu,
berdasarkan perbedaan struktur tegakan, komposisi jenis dan fisiognominya,
ekosistem kawasan reintroduksi tersebut terdiri dari empat tipe ekosistem yaitu
ekosistem hutan alam primer, ekosistem hutan sekunder, ekosistem bekas ladang
berpindah dan ekosistem tegakan karet yang dikelola oleh penduduk setempat.
Kawasan hutan di sekitar Stasiun Sungai Pengian dapat dibagi ke dalam 3
(tiga) tipe vegetasi yaitu hutan sekunder, hutan bekas ladang dan hutan primer.
Hal ini terjadi karena dahulunya merupakan areal bekas konsesi PT. Dalek Hutani
Esa (Eks-HPH). Selain itu juga, terdapat hutan bekas perladangan masyarakat
lokal. Beberapa jenis tumbuhan komersil yang dapat ditemukan diantaranya
adalah bulian (Eusideroxylon zwageri), trembesi (Fragrae fragrans), kulim
(Scorodocarpus borneensis), keranji (Dialium laurinum), jelutung (Dyera
costulata), meranti batu (Parashorea lusida), meranti tupai (Shorea macroptera),
balam putih (Palaquium gutta), balam tarung (Palaquium cryptocarifolium),
mersawa (Anisoptera marginata), mendarahan (Knema cinerea) dan sebagainya.
Terdapat pula jenis tumbuhan yang dijadikan sebagai pohon-pohon hutan
yang dimakan oleh orangutan. Jenis-jenis tersebut adalah aro (Ficus variegata),
balam sawo (Palaquium rostatum), balam tenginai (Manilkara kanescens), durian
(Durio zibethinus), jambu (Eugenia polyantha), mahang (Macaranga triloba),
meranti rambai (Shorea acuminata), tempening (Quercus argentea), terap
(Arthocarpus elaticus), ludai (Sapium bacatium), kayu batu (Dacryodes
incurvata) dan lain sebagainya (Lampiran 2).
4.1.4.2 Fauna
Beberapa jenis satwaliar terdapat di sekitar stasiun dan merupakan satwa-
satwa yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Konservasi No. 5 tahun 1990
dan PP No.7 tahun 1999 tentang pengawetan flora dan fauna. Satwa-satwa
tersebut ialah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), beruang madu
(Helarctos malayanus), pelanduk kecil (Tragulus javanicus), rusa sambar (Cervus
unicolor), pelanduk napu (Tragulus napu), rangkong (Buceros sp), gajah
Sumatera (Elephas maximus), ungko (Hylobates agilis), simpai (Presbytis
19
melalophos), tapir (Tapirus indicus), beo (Gracula religiosa) dan kuau raja
(Argusianus argus).
4.1.5 Sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
Stasiun Sungai Pengian memiliki jarak kurang lebih 4 km dari pemukiman
masyarakat yaitu Dusun Semerantihan. Dusun Semerantihan dihuni oleh dua suku
yakni Suku Talang Mamak dan Suku Anak Dalam. Adapun mata pencaharian
utama mereka adalah memanfaatkan hasil getah jernang, damar mata kucing dan
berburu binatang. Saat ini masyarakat tersebut sudah mulai mengenal sistem
pertanian ladang berpindah dengan sistem pengerjaan gotong-royong (Fauzan
2010).
Pada awalnya masyarakat menanam padi dan kemudian melakukan
tumpang sari dengan tanaman palawija lain seperti ubi dan jagung. Setelah hasil
pertanian diperoleh maka akan dilanjutkan dengan penanaman tanaman karet
(Hevea brasiliensis). Berdasarkan kegiatan yang dilakukan masyarakat yang
berdampak langsung pada orangutan adalah kegiatan ladang berpindah. Dampak
yang terjadi secara langsung adalah karena kegiatan ini dilakukan dengan
pembersihan terhadap vegetasi dan hanya membiarkan beberapa jenis tumbuhan
seperti durian (Durio zibethinus) dan jernang (Daemonorops draco). Terbukanya
lahan tersebut mempengaruhi suksesi dari hutan. Suku Talang Mamak sering
masuk ke hutan untuk mengambil jernang yang akan diambil getahnya. Dengan
demikian maka, tidak jarang apabila saat penduduk tersebut memasuki hutan
orangutan akan mengikuti mereka (Siregar 2007).
Selain mencari dan mengumpulkan hasil hutan sebagai mata pencaharian,
penduduk lokal juga menjual atau menukar hasil pertanian mereka ke stasiun.
Mereka berasal dari dusun Semerantihan dan masyarakat desa Suo-Suo. Hampir
semua dari mereka yang datang ke Stasiun Sungai Pengian yakni untuk menjual
hasil kebun seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan umbi-umbian (Gambar 4).
Cara penjualan dilakukan dengan barter. Penjualan barter ini dilakukan dengan
menukarkan hasil pertanian dengan bahan makanan persediaan stasiun yang
didatangkan dari pasar tradisional kota Jambi.
20
(A) (B)
Gambar 4 Jenis pakan yang dijual sebagian masyarakat untuk orangutan (A) dan pisang sebagai pakan yang dijual ke Sungai Pengian (B).
4.2 Stasiun Danau Alo
4.2.1 Sejarah kawasan
Stasiun Danau Alo mulai beroperasi pada tahun 2009. Stasiun ini dibangun
dengan tujuan sebagai tempat adaptasi bagi orangutan jinak dan orangutan pada
struktur umur anak dimana diperkirakan orangutan tersebut akan membutuhkan
waktu yang lebih lama beradaptasi hingga orangutan akan dapat hidup mandiri.
Pembangunan Stasiun Danau Alo merupakan kelanjutan dari Program Konservasi
Orangutan Sumatera. Stasiun Danau Alo merupakan kawasan hutan bekas konsesi
HPH Hatma Hutani yang sudah tidak beroperasi lagi sejak tahun 1998. Kawasan
hutan ini merupakan kawasan hutan penyangga bagi Taman Nasional Bukit
Tigapuluh yang berada di bagian tenggara taman nasional tersebut.
4.2.2 Letak geografis dan batas administratif
Stasiun Danau Alo merupakan stasiun adaptasi orangutan yang berada di
wilayah datar yang dikelilingi oleh perbukitan dengan kelerengan terjal. Stasiun
Danau Alo terletak pada elevasi kurang dari 150 m dpl yang merupakan bagian
dari zona ekofloristik Jambi Block South of Kwantan (FZS 2011). Posisi stasiun
berada di sebelah tenggara Taman Nasional Bukit Tigapuluh dengan posisi
253174 mT dan 9862233 mU (102046’48” dan 1015’00”). Curah hujan di wilayah
ini berkisar antara 2500-3000 m dpl (Gambar 5). Secara administratif, Stasiun
Danau Alo berada di Dusun Muara Danau, Desa Lubuk Kambing Kecamatan
Renah Mendaluh Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.
21
Sumber : Frankfurt Zoological Society (2012)
Gambar 5 Peta lokasi penelitian di Stasiun Danau Alo.
4.2.3 Kondisi fisik
4.2.3.1 Aksesibilitas dan fasilitas
Aksesibilitas menuju ke Stasiun Danau Alo via jalan darat dapat ditempuh
kurang lebih 5 (lima) jam perjalanan (Gambar 6). Perjalanan menuju lokasi dapat
dibagi ke dalam dua bagian perjalanan. Perjalanan dari kota Jambi menuju Desa
Lubuk Kambing di Kecamatan Renah Mendaluh dan kemudian dilanjutkan dari
desa menuju ke lokasi Stasiun Danau Alo. Adapun fasilitas yang terdapat di
stasiun Danau Alo dalam rangka mendukung kegiatan program antara lain:
kandang sosialisasi dua unit, gudang pakan orangutan dan peralatan satu unit,
gudang mesin satu unit, bangunan administrasi kantor satu unit, dapur satu unit
dan tempat tinggal staf dan peneliti/tamu program empat unit (base camp) dan
tower penampungan air satu unit (Tabel 3). Stasiun OOS atau Suaka Orangutan
Terbuka, Danau Alo ini juga memiliki hutan adaptasi yang telah dilengkapi
dengan jalur-jalur pengamatan. Jalur-jalur pengamatan tersebut telah ditandai
dengan cat pada pepohonan dan plat seng yang telah diberi nomor. Hal ini
22
dilakukan untuk mempermudah teknisi maupun peneliti saat melakukan kegiatan
pemantauan orangutan pada saat adaptasi.
Tabel 3 Fasilitas yang terdapat di Stasiun Danau Alo
No. Fasilitas Jumlah (unit) Fungsi Kondisi
1 Kandang 2 Kandang sosialisasi Baik 2 Gudang pakan dan
peralatan 1 Penyimpanan makanan dan peralatan
kebersihan Baik
3 Gudang mesin generator
1 Penyimpanan mesin generator dan bahan bakar
Baik
4 Kantor administrasi 1 Penyimpanan data, tempat pertemuan staf dan kegiatan lain
Baik
5 Dapur 1 Tempat memasak bagi staf, peneliti dan tamu program
Baik
6 Mess tinggal 4 Tempat tinggal teknisi lapangan dan tamu-tamu program/peneliti
Baik
7 Tower penampungan air
1 Tempat penampungan air untuk keperluan stasiun
Baik
(A) (B)
Gambar 6 Kondisi jalan (A) dan jembatan menuju Stasiun Danau Alo (B).
4.2.3.2 Iklim
Jumlah curah hujan menurut bulan yang terdapat di Stasiun Danau Alo,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang diperoleh berdasarkan data pada tahun
2009 ialah 2238,5 mm/tahun dengan rata-rata sebesar 186,54 mm. Adapun jumlah
hari hujan yang diperoleh dari data tahun 2009 sebanyak 105 hari dengan rata-rata
hari hujan sebesar 8,75 hari (BPS Kabupaten Tanjung Jabung Barat 2010).
Selama pengamatan, diperolah suhu rata-rata harian di Stasiun Danau Alo sebesar
25° C (Lampiran 3).
23
4.2.3.3 Topografi
Stasiun Danau Alo berada pada wilayah datar yang dikelilingi oleh lereng
terjal. Stasiun ini terletak pada elevasi kurang dari 150 m dpl yang merupakan
bagian dari zona ekofloristic Jambi Block South of Kwantan. Posisi stasiun berada
di sebelah tenggara Taman Nasional Bukit Tigapuluh dengan posisi 253174 mT
dan 9862233 mU (102046’48” dan 1015’00”) (FZS 2011). Kawasan Stasiun
Danau Alo berada di dalam satu gugusan perbukitan yang membentang dari timur
ke barat. Adapun kondisi lahan tertinggi yang berada di dalam kawasan sebagai
areal yang berbukit-bukit. Kemiringan areal tersebut pada umumnya sangat curam
(> 40%) yang mempunyai arti penting dalam fungsinya sebagai pengatur tata air
(KKI Warsi 2008). Jenis tanah yang terdapat di daerah ini adalah berupa tanah
podsolik dan memiliki tekstur tanah halus (BPS Kabupaten Tanjung Jabung Barat
2010).
4.2.4 Kondisi biotik
4.2.4.1 Flora
Jenis-jenis flora yang terdapat di sekitar Stasiun Danau Alo pada
umumnya tidak berbeda jauh dengan jenis flora di Stasiun Sungai Pengian.
Beberapa jenis vegetasi dari tingkat pohon yang ada diantaranya yaitu kuduk
biawak (Xerospermum wallichi), aro (Ficus variegata), semantung (Ficus
trichocarpa), mahang (Macaranga triloba), meranti rambai (Shorea acuminata),
tempening (Quercus argentea), terap (Arthocarpus elaticus), ludai (Sapium
bacatium), kayu batu (Dacryodes incurvata), sangkuang (Dracontomelon dao),
simpur (Dillenia spp.) dan lain sebagainya.
4.2.4.2 Fauna
Jenis-jenis fauna yang terdapat di sekitar Stasiun Danau Alo pada umumnya
juga tidak jauh berbeda dengan jenis fauna di sekitar Stasiun Sungai Pengian.
Beberapa jenis satwa-satwa dilindungi di dalam Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah tersebut adalah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae),
beruang madu (Helarctos malayanus), pelanduk kecil (Tragulus javanicus), rusa
sambar (Cervus unicolor), pelanduk napu (Tragulus napu), rangkong (Buceros
sp), ungko (Hylobates agilis), simpai (Presbytis melalophos), tapir (Tapirus
indicus), beo (Gracula religiosa), kuau raja (Argusianus argus) dan kijang
24
(Muntiacus muntjak). Selain itu, ditemukan juga mamalia primata seperti simpai
(Presbytis melalophos), ungko (Hylobathes agilis), dan monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis). Pada kawasan ini ditemukan juga jenis reptil yaitu biawak
(Varanus salvator).
4.2.5 Sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
Secara umum, kepadatan penduduk per km2 dari jumlah penduduk yang
terdapat di Kecamatan Renah Mendaluh yakni sebanyak 22,8 jiwa/km2 dengan
penyebaran penduduk sebesar 4,21 % (BPS Kabupaten Tanjung Jabung Barat
2010). Umumnya mata pencaharian penduduk di sekitar Stasiun Danau Alo yaitu
di Desa Lubuk Kambing adalah dengan bertani dan berladang. Selain pekerjaan
utama, terdapat pekerjaan tambahan yang dilakukan seperti memancing dan
menangkap ikan di sungai. Adapun masyarakat yang tinggal di Kecamatan Renah
Mendaluh khususnya pada masyarakat sekitar stasiun berasal dari Suku Melayu
yang menjalankan kehidupan tradisionalnya sebagai bagian dari kebudayaan
masyarakat Melayu.
Masyarakat desa Lubuk Kambing telah melakukan sistem persawahan
dalam pertanian mereka. Hasil pertanian dari sawah dimanfaatkan untuk
kebutuhan hidup keluarga dan ada juga yang dijual ke pasar untuk membeli
keperluan lainnya. Selain hasil dari sawah, masyarakat juga memiliki sumber
mata pencaharian dari ladang. Tanaman pokok dari ladang masyarakat berupa
karet dan sawit. Hasil ladang tersebut dijual kepada para pengusaha yang berada
di lingkungan masyarakat.
25
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Keadaan orangutan di kandang sosialisasi
Orangutan yang terdapat pada kandang sosialisasi di pusat reintroduksi
orangutan sumatera di Stasiun Sungai Pengian dan di Stasiun Danau Alo
seluruhnya berjumlah 15 (lima belas) individu dimana 9 (sembilan) individu
berada di Stasiun Sungai Pengian dan sebanyak 6 (enam) individu berada di
Stasiun Danau Alo (Tabel 4). Seluruh individu orangutan yang berada pada
kandang sosialisasi berasal dari hasil sitaan, hasil penyerahan dari masyarakat dan
negara (hibah), individu yang lahir di kandang Pusat Karantina Medan dan yang
lahir di hutan adaptasi Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera. Individu-individu
orangutan terlebih dahulu berada dalam tahapan karantina yang terdapat di Pusat
Karantina Orangutan Sumatera di Batu Mbeliin, Sumatera Utara.
Setelah melalui tahapan karantina, maka orangutan akan dikirim ke Pusat
Reintroduksi Orangutan Sumatera di Jambi untuk kemudian diberikan tahapan
sosialisasi. Data-data mengenai keadaan individu orangutan yang didatangkan ke
pusat reintroduksi orangutan ialah seperti nomor individu, tahun datangnya
orangutan ke pusat karantina, estimasi umur, nomor ID, dan daerah asal orangutan
tersebut. Adapun pemberian nomor individu orangutan adalah berdasarkan nomor
orangutan yang dikirimkan oleh Pusat Karantina Batu Mbeliin di Sibolangit,
Sumatera Utara kepada Pusat Reintroduksi Orangutan di Jambi.
Pemberian nomor chip orangutan bertujuan untuk tanda pengenal. Chip
orangutan ditanam (implant) pada bagian tubuh orangutan sehingga apabila
terdapat suatu situasi orangutan hilang atau apabila terdapat orangutan yang dijual
maka orangutan akan dapat dideteksi dengan adanya pemberian nomor chip.
Selain pemberian nomor chip, terdapat pula pemberian nomor ID. Nomor ID ini
diberikan dengan penandaan tato yang dicat pada orangutan. Nomor ID
merupakan nomor orangutan yang masuk ke pusat karantina.
26
Tabel 4 Kondisi orangutan pada kandang sosialisasi di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera
No. No. individu
Tahun datang Nama individu Jenis
kelamin
Estimasi umur
(tahun) Nomor ID Nomor chip Daerah asal Lokasi
kandang
1 66 24/6/2006 Lita Betina 14 OU 90 000689D0C1 Malaysia (hibah) SSP 2 84 26/11/2006 Nyoman Bagus Fo Jantan 11 OU 103 ** Bali SSP 3 92 9/10/2007 Masita Betina 18 OU 98 00066D67E4 Raisun, NAD SSP 4 94 10/9/2007 Bobo Jantan 13 OU 106 000682FBE5 Medan SSP 5 121 6/4/2009 Barcelona Betina 14 OU 136 00066D6341 Binjai, Medan SSP 6 128 16/12/2009 Alex Jantan 8 OU 177 0006 B9871E Simalingkar, Medan SSP 7 129 12/16/2009 Frangkie Betina 8 OU 163 0006 B8F8B5 Tanjung Pura, Medan SSP 8 141 28/2/2011 Morgan Jantan 2 * ** Lahir di kandang SSP 9 140 28/2/2011 Meutia Betina 18 OU 143 0006831AFC Binjai, Medan SSP
10 142 28/2/2011 Jarot Pakpahan Jantan 4 OU 125 ** Padang Sidempuan, Medan SDA 11 125 16/12/2009 Ayu Betina 5 OU 109 000688343D8 Blangkejeren, NAD SDA 12 143 28/2/2011 Mambo Jantan 4 OU 193 0006 B967B2 Sibolangit, Medan SDA 13 90 2006 Mirriam Betina 4 OU 004 00066D7AF4 Lahir di kandang SDA 14 144 28/2/2011 Veni Betina 5 OU 196 0006E47A81 Langkat, Medan SDA 15 145 28/2/2011 Sun Gho Kong Jantan 7 OU 194 0006B95F1F Simalingkar, Medan SDA
Keterangan : SSP : Stasiun Sungai Pengian * : Belum diberikan nomor ID SDA : Stasiun Danau Alo ** : Belum diberikan nomor chip
26
27
Orangutan yang datang ke pusat reintroduksi pada masa awal kedatangan
akan mendapatkan perawatan di sekitar kompleks kandang beberapa waktu hingga
orangutan mendapatkan pelatihan adaptasi lanjutan. Beberapa waktu kegiatan
tersebut digunakan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru (kandang
sosialisasi, bunyi-bunyian dan kondisi sekeliling lingkungan baru), waktu untuk
membiasakan diri terhadap makanan yang baru dan berbeda (buah hutan yang
mungkin belum pernah didapatkan sebelumnya), waktu untuk terbiasa dan
percaya kepada teknisi yang baru, waktu untuk terbiasa dengan jadwal pemberian
makanan rutin yang baru dan waktu untuk mempelajari berbagai teknik pemberian
pakan baru (memanfaatkan pakan hutan, pakan pengayaan dan pakan tambahan).
Orangutan yang berada pada kandang sosialisasi akan diatur pemeliharaannya
dengan mengelola kesehatan dan kesejahteraan orangutan (Pratje 2006).
Individu-individu ini terdiri dari estimasi umur mulai dari 2 tahun hingga 18
tahun. Seluruh individu orangutan selama penelitian masih berada pada kandang
sosialisasi. Orangutan yang dikirim ke stasiun reintroduksi pada umumnya berasal
dari Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Orangutan yang berada di pusat reintroduksi secara bersama-sama dikelola oleh
pihak manajemen. Pihak manajemen terdiri dari teknisi/staf, dokter hewan,
manajer stasiun, manajer reintroduksi dan direktur oleh LSM-FZS di Pusat
Reintroduksi Orangutan Sumatera (Lampiran 4).
Secara khusus, bagi orangutan yang terdapat pada kandang sosialisasi maka
kegiatan manajemen dilaksanakan oleh staf/teknisi, dokter hewan dan manajer
stasiun. Jumlah staf yang mengurusi kegiatan reintroduksi di Stasiun Sungai
Pengian berjumlah sebanyak 6 (enam) orang dan jumlah staf yang mengurusi
kegiatan reintroduksi di Stasiun Danau Alo berjumlah 6 (enam) orang. Terdapat
juga seorang dokter hewan yang bertugas untuk merawat dan memberikan
pengobatan bagi orangutan di Stasiun Sungai Pengian dan Stasiun Danau Alo.
Staf/teknisi bertugas untuk mengurus, membersihkan, merawat kandang dan
lokasi sekitar stasiun, memberikan makanan bagi orangutan yang telah diatur
dalam jadwal pemberian pakan, menyekolahkan orangutan (jungle school) yang
masih memiliki sifat jinak (khususnya bagi orangutan pada struktur umur anak),
pemeliharaan trail, melakukan plot fenologi tumbuhan pakan orangutan di hutan
28
yang berada pada sekitar kandang sosialisasi, melakukan pemantauan kembali
orangutan (bagi orangutan yang sudah dilepasliarkan) dengan penggunaan
protokol harian. Selanjutnya dokter hewan melakukan perawatan kesehatan bagi
orangutan dalam hal pencegahan penyakit dan mengecek kesehatan orangutan
pada kandang serta terdapat pula program telemetri untuk memantau orangutan
pada habitat alam yang sudah dilepasliarkan. Berdasarkan hal tersebut,
pengamatan yang dilakukan terhadap manajemen pakan orangutan yang diamati
pada kandang sosialisasi ada sebanyak 6 (enam) individu masing-masing menurut
kelas umur dan jenis kelamin (Tabel 5).
Tabel 5 Data individu orangutan yang diamati di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera
No Nomor ID
Nama individu
Keadaan fisik orangutan Nomor chip Lokasi stasiun
1 OU 106 Bobo Jantan, dewasa muda 000682FBE5 Sungai Pengian 2 OU 98 Masita Betina, dewasa muda 00066D67E4 Sungai Pengian 3 OU 177 Alex Jantan, remaja 0006 B9871E Sungai Pengian 4 OU 163 Frangkie Betina, remaja 0006 B8F8B5 Sungai Pengian 5 OU 193 Mambo Jantan, anak 0006 B967B2 Danau Alo 6 OU 004 Mirriam Betina, anak 00066D7AF4 Danau Alo
Individu orangutan yang menjadi sampel penelitian diambil dari kelas umur
anak, remaja dan dewasa muda. Ada 4 (empat) individu orangutan yang diamati
pada kandang sosialisasi di Stasiun Sungai Pengian yaitu Bobo, Masita, Frangkie
dan Alex. Selanjutnya, 2 (dua) individu yang diamati pada kandang sosialisasi di
Stasiun Danau Alo yaitu Mambo dan Mirriam. Terdapat dua jenis kandang bagi
orangutan selama berada di pusat reintroduksi yaitu kandang sosialisasi dan
kandang karantina. Pada penelitian yang dilakukan, pengamatan terhadap
manajemen pakan diamati pada kandang sosialisasi (Gambar 8 dan 9).
Kandang sosialisasi dirancang dengan membuat blok-blok kandang sesuai
dengan ukuran luas masing-masing. Kondisi kandang sosialisasi di Stasiun Sungai
Pengian dirancang sedemikian rupa oleh pengelola dengan pemilihan alasan
bahwa orangutan sumatera merupakan spesies arboreal (hidup di pohon) yang
menghabiskan waktunya hampir 99 % dari hidupnya berada di atas pohon.
Dengan demikian agar nantinya dapat merangsang habitat orangutan arboreal
seperti yang terdapat di alam maka desain ukuran kandang dibuat setinggi
29
mungkin untuk dapat membangkitkan kemampuan orangutan memanjat dan
bergerak jauh dari tanah.
Hal lain yang juga dipertimbangkan dalam merancang kandang adalah agar
individu orangutan dapat mengurangi kontak langsung dengan staf/teknisi serta
pertimbangan bahwa kesehatan dan kesejahteraan orangutan di dalam kandang
dapat terpelihara yang sesuai dengan tuntutan ekologi dalam pemeliharaan satwa
dalam kandang. Pada kandang sosialisasi dibuat pengaturan ruangan dan fasilitas
untuk kenyamanan orangutan. Pengaturan kompleks kandang didesain setinggi
2,5 meter dari permukaan tanah agar orangutan yang ditempatkan di kompleks
kandang tidak pernah menyentuh permukaan tanah dan dapat merasakan hidup
sebagai satwa arboreal. Desain kandang yang dibuat harus dapat mencegah
kotoran dan kulit-kulit buah tidak tinggal di dalam kandang. Lantai kandang
dibuat berjeruji dengan maksud agar kotoran dan kulit-kulit buah dapat jatuh ke
lantai dasar.
Selanjutnya, fasilitas yang disediakan berupa ayunan, tali-tali, tali ban
(bungee) dan platform harus dipasang untuk dapat menghubungkan setiap sisi dan
sudut kandang sehingga apabila orangutan berjalan di bawah maka tidak perlu
pindah dari satu tempat menuju tempat lain. Pemasangan tali ban (bungee) di
dalam kandang dibuat agar dapat merangsang orangutan mencoba memanjat pada
material yang bersifat elastis. Pemasangan cabang-cabang pohon juga
ditempatkan pada setiap sudut kandang sebagai peralatan alami yang mendorong
orangutan melakukan pengendusan, merasakan dan menggerogoti dibandingkan
hanya memberikan peralatan-peralatan buatan saja. Dengan demikian, cabang-
cabang pohon tersebut pada suatu waktu akan membusuk dan patah sehingga
orangutan akan dapat merasakan bahwa fasilitas tersebut merupakan fasilitas yang
tidak stabil seperti yang terdapat sama dengan saat berada di dalam hutan.
Fasilitas yang terdapat di dalam kandang juga menyediakan kebutuhan
orangutan saat melakukan aktivitas tidur dan istirahat dengan menyediakan sarang
buatan. Sarang buatan dibuat dari besi dan bersifat permanen berbentuk
keranjang. Pada pembuatan fasilitas peralatan makanan tidak dipasang secara
permanen di kompleks kandang. Hal ini dilakukan dengan alasan karena akan
dapat mengurangi perebutan makanan oleh orangutan ketika waktu makan tiba.
30
(A) Bobo, jantan dewasa (B) Masita, betina dewasa
(C) Frangkie, betina remaja (D) Alex, jantan remaja
(E) Mambo, jantan anak (F) Mirriam, betina anak
Gambar 7 Keenam individu orangutan yang diamati di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera.
31
(A)
(B) Keterangan ukuran kandang :
1. Kandang I (Kandang perangkap) 2. Blok kandang II (Kandang sosialisasi pisah) 3. Blok kandang III dan VI (Blok sosialisasi) 4. Blok kandang IV (Blok sosialisasi pisah) 5. Blok kandang V (Lorong antar blok)
Gambar 8 Denah (A) dan kandang sosialisasi di Stasiun Sungai Pengian (B).
Tangga
Lantai kandang atas
VI
(Masita, Frangkie dan Alex)
IV
III
(Masita, Frangkie dan Alex)
V
II
(Bobo)
I
U
Skala 1 : 400
32
(A)
(B) Gambar 9 Denah (A) dan kandang sosialisasi di Stasiun Danau Alo (B).
Selain itu dapat pula memberikan keleluasaan kepada teknisi untuk
memberikan makanan yang cukup kepada setiap individu orangutan dimana
kuantitas makanan yang diberikan harus sesuai dengan ukuran yang telah
disesuaikan dengan pengaturan makanan, kondisi dan situasi orangutan. Adapun
fasilitas penyediaan pipa-pipa tempat air minum dipasang pada jeruji bagian luar
kompleks kandang untuk memberikan suplai air minum kepada orangutan. Semua
fasilitas tersebut dipasang dengan jarak sedemikian rupa sehingga antara satu
individu orangutan dengan orangutan lainnya tidak terganggu. Pada desain
III
II
IV (Miriam, Mambo)
I
U 4 m 4 m
3 m
3 m
33
kandang sosialisasi di Stasiun Sungai Pengian terdapat kandang I (kandang
perangkap) yang berukuran 1,5 m x 2 m dan blok kandang V (lorong antar blok)
yang berukuran 3 m x 1 m. Kandang perangkap berfungsi untuk memindahkan
orangutan atau memisahkan orangutan yang satu dengan lainnya sebagai contoh
saat akan diberikan pembiusan (treatment) orangutan sehingga diperlukan ruang
yang lebih kecil untuk membantu proses pembiusan orangutan.
Pada blok kandang II dan IV (kandang sosialisasi pisah) dengan ukuran 4 m
x 4 m, biasanya kandang sosialisasi pisah diperuntukkan untuk 1 (satu) orangutan
besar yang tidak boleh digabung dengan orangutan lainnya. Blok kandang III dan
VI (blok sosialisasi) yang berukuran 6 m x 6 m diperuntukkan untuk kandang
orangutan yang biasa digabungkan dengan individu lainnya. Adapun daya
tampung dengan jumlah maksimum orangutan yang berada di blok sosialisasi
yaitu sebanyak 6-7 individu (jika struktur umur anak), struktur umur remaja
hingga dewasa muda dengan jumlah maksimum 4-5 individu.
Manajemen perkandangan pada kedua stasiun dirancang agar orangutan
dapat dirawat di dalam kandang sebelum pelepasliaran dan memberikan
kenyamanan bagi orangutan seideal mungkin. Sozer (2005) diacu dalam
Pramesywari (2008) menyatakan bahwa kandang dapat dikatakan ideal apabila
memiliki luasan yang cukup bagi pergerakan satwa dimana kandang yang
semakin luas akan semakin baik dan sedapat mungkin lingkungan kandang harus
mirip dengan habitat alaminya. Pada kandang sosialisasi yang berada di Stasiun
Danau Alo, kandang tersebut dirancang untuk orangutan yang kecil/remaja yang
masih memiliki sifat jinak dan akan berada di kandang dalam waktu yang lebih
lama untuk beradaptasi dan bersosialisasi.
Dengan demikian ukuran kandang di Stasiun Danau Alo dirancang tidak
terlalu besar agar dapat lebih mudah untuk melakukan treatment pengadaptasian
orangutan. Kandang sosialisasi ini berukuran 3 x 4 m. Kandang sosialisasi pada
Stasiun Danau Alo dirancang dalam 1 (satu) blok dengan jumlah maksimum
sebanyak 3-4 individu orangutan. Kedua kandang sosialisasi yang diamati baik di
Stasiun Sungai Pengian dan Stasiun Danau Alo di dalamnya disediakan dan
dilengkapi beberapa manipulasi seperti keadaan di hutan alam. Adapun bentuk
34
manipulasi yang disediakan yaitu seperti tali dan ayunan karet yang dimanipulasi
dari akar-akar liana yang terdapat juga di hutan.
Oleh sebab itu, orangutan dapat belajar untuk memanjat, berayun ataupun
dapat menggelayut dengan karet seperti halnya orangutan menggunakan liana di
hutan. Pada kandang sosialisasi terdapat juga sarang buatan permanen yang
terbuat dari besi dengan tujuan agar orangutan dapat membangun dan membentuk
sarang mereka sendiri dari dahan dan ranting-ranting pohon. Selain hal itu,
terdapat batang kayu yang diikat dengan karet di dalam kandang. Batang kayu ini
diperuntukkan agar orangutan juga dapat mulai membiasakan berpegangan,
bergerak atau pun berjalan pada batang pohon apabila nantinya orangutan
dilepasliarkan di habitat alam.
Kandang sosialisasi tersebut dirancang dengan blok-blok sesuai dengan
ukuran kandang. Kandang sosialisasi memiliki tujuan sebagai tempat orangutan
untuk dapat bersosialisasi dengan individu lainnya, sebagai tempat untuk
memperkenalkan jenis-jenis pakan seperti pakan utama, pakan pengayaan
(enrichment), pakan hutan maupun pakan tambahan sebelum orangutan
dilepaskan ke habitat alam.
5.1.2 Manajemen pakan orangutan pada kandang sosialisasi
5.1.2.1 Pembagian pakan orangutan
Pusat reintroduksi orangutan sumatera memiliki beberapa pembagian pakan
orangutan. Pakan ini dapat dibedakan atas 4 (empat) bagian yaitu pakan utama,
pakan pengayaan (enrichment), pakan hutan dan pakan tambahan (suplemen).
Pakan diberikan sesuai dengan jadwal pemberian pakan orangutan yang telah
diatur di dalam waktu makan (time schedule) oleh pengelola di pusat reintroduksi
orangutan. Pakan utama orangutan adalah pakan harian yang diberikan untuk
memenuhi kebutuhan hidup orangutan selama pemeliharaan di kandang
sosialisasi. Pakan utama diberikan sebanyak 5 (lima) kali dimana waktu
pemberian dilakukan setiap 2 (dua) jam sekali yang dimulai pada pukul 08.00
WIB (setelah pembersihan kandang pagi hari) dan terakhir pada pukul 16.00 WIB
(setelah pembersihan kandang sore hari).
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh bahwa terdapat
sebanyak 24 (dua puluh empat) jenis pakan utama yang diberikan kepada
35
orangutan di kandang sosialisasi (Tabel 6). Aneka jenis pakan ini diberikan pada
kedua stasiun yaitu Stasiun Sungai Pengian dan Stasiun Danau Alo. Adapun
pemberian pakan nasi pada orangutan tersebut diberikan apabila kondisi
orangutan sakit dan saat terjadinya kondisi ekstrim yaitu kekurangan pakan
(seperti buah-buahan) di dalam stasiun.
Tabel 6 Jenis-jenis dan kelompok pakan utama orangutan di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera
No. Jenis-jenis pakan Kelompok pakan
Bentuk dan bagian pakan yang diberikan
Kondisi kematangan pakan
1 Jagung, pisang, tomat, kedondong, pepaya, nangka, nanas, kundur
Buah-buahan Utuh, potongan (buah)
Matang dan setengah matang
2 Labu siam, kacang panjang, kembang kol, wortel, terung, mentimun, buncis, kubis, *daun singkong, pakis, labu
Sayur-sayuran Utuh, potongan (buah, daun, umbi
akar)
Matang
3 Ubi jalar, bengkoang,*kentang
Umbi-umbian Utuh, potongan (umbi akar)
Matang
4 Tebu, rebung Lain-lain Utuh, potongan (batang, biji, batang
muda)
Matang
Keterangan : * : Jenis pakan yang diberikan dengan cara direbus
Pakan pengayaan (enrichment) diberikan oleh pengelola sebagai
stimulator/pemacu orangutan agar memiliki aktivitas selama berada di dalam
kandang sosialisasi. Pakan pengayaan sama halnya dengan semua pakan utama
tetapi pakan pengayaan disajikan berbeda sesuai dengan jenis pengayaan perilaku
yang diberikan. Pengayaan perilaku diberikan untuk mengurangi kebosanan
orangutan dan memacu orangutan untuk menumbuhkan kembali perilaku
alaminya. Pakan pengayaan diperoleh oleh orangutan setelah melakukan
manipulasi-manipulasi alat pengayaan yang dibuat oleh pengelola. Beberapa jenis
pengayaan (enrichment) yang diberikan adalah buah yang diambil dengan
tongkat/kayu (stick), buah di dalam wadah bola hijau/selang api, buah di dalam
wadah kong dan karung (Gambar 10).
Bagian pakan berikutnya adalah pakan hutan. Tujuan pemberian pakan
hutan adalah pengenalan bagi orangutan terhadap pakan-pakan yang akan
diperoleh ketika orangutan dilepasliarkan di dalam hutan. Pemberian pakan hutan
36
diharapkan dapat membantu adaptasi orangutan untuk mengenal kembali pakan
hutan yang sudah lama tidak mereka konsumsi.
(A) (B)
Gambar 10 Kong sebagai wadah pakan pengayaan (A) dan pakan yang dimanipulasi dalam karung (B).
Ada sebanyak 9 (sembilan) jenis pakan hutan yang diperkenalkan selama
penelitian dilakukan di pusat reintroduksi (Tabel 7).
Tabel 7 Jenis pakan hutan yang diamati di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera
No. Jenis pakan Nama ilmiah Bagian yang diberikan 1 Kayu batu Dacryodes incurvata Buah 2 Kedondong hutan Santiria rubiginosa Buah 3 Pisang hutan Musa malaccensis Buah, stem, daun muda 4 Sebekal Fordia johorensis Daun muda, daun tua, batang muda 5 Semantum Ficus trichocarpa Buah, daun muda 6 Bambu Bambusa sp Batang muda, pucuk daun 7 Tepus Etlingera solaris Stem 8 Rotan Callamus spp. Buah, umbut 9 Rayap pohon Neotermes dalbergiae Sarang dan rayap (serangga)
Keterangan : Stem : Bagian tengah batang
Adapun pemberian pakan hutan yang hanya tersedia sebanyak 9 (sembilan)
macam. Hal ini terjadi karena pada waktu penelitian dilakukan adalah saat dimana
sedang musim kering (miskin buah) di hutan sekitar pusat reintroduksi orangutan.
Oleh sebab itu, macam-macam pakan yang diberikan kepada orangutan hanya
terdiri dari buah dari pohon yang memiliki buah pada waktu musim kering.
Pengelola stasiun reintroduksi orangutan juga memberikan pakan tambahan bagi
37
orangutan di dalam kandang. Pakan tambahan (suplemen) merupakan bagian
pakan yang diberikan oleh pengelola pada waktu tertentu dan disesuaikan dengan
kondisi yang ada. Pakan tambahan diberikan minimal 2 (dua) kali dalam
seminggu dan dapat lebih banyak bagi orangutan apabila kondisi kesehatannya
kurang baik (sakit). Beberapa pakan tambahan yang diberikan adalah telur, susu,
multivitamin dan pelet khusus untuk satwa primata (terbuat dari sari kedelai).
Pelet yang diberikan sebelumnya ditambahkan dengan air panas dan
pepaya/pisang agar pelet tidak terlalu keras dan dapat dibentuk menjadi bentuk
bulatan-bulatan yang akhirnya dapat dimakan orangutan.
5.1.2.2 Karakteristik pakan orangutan
Karakteristik pakan orangutan adalah ciri-ciri khusus pakan yang
mempunyai/mencirikan sifat khas pada setiap macam pakan yang diberikan.
Karakteristik pakan orangutan meliputi tujuan pemberian, kuantitas, cara
penyediaan dan asal sumber pakan. Adapun keempat jenis pakan yang diberikan
di pusat reintroduksi adalah pakan utama, pakan pengayaan (enrichment), pakan
hutan dan pakan tambahan yang memiliki karakteristik masing-masing pakan.
Beberapa karakteristik tersebut di antaranya yaitu:
1. Pakan utama
Pakan utama bertujuan untuk memenuhi kebutuhan orangutan terhadap
nutrisi hariannya selama berada dalam pemeliharaan di dalam kandang sosialisasi.
Pakan yang diberikan juga telah diukur sesuai dengan jumlah tiap jenis pakan.
Pemberian pakan utama dilakukan sebanyak 5 (lima) kali pada setiap 2 (dua) jam
sekali dari pagi hingga sore hari. Pemberian pakan utama bagi orangutan
disesuaikan dengan kelas umur, berat tubuh dan kondisi orangutan di dalam
kandang (Tabel 8).
2. Pakan pengayaan (enrichment)
Pakan pengayaan (enrichment) diberikan sekali dalam sehari. Pemberian
pakan pengayaan dilakukan setelah pemberian pakan utama yaitu sekitar pukul
10.15 WIB atau pada pukul 14.15 WIB (Tabel 9). Pakan yang diberikan sama
seperti pakan utama tetapi telah disajikan dan dikondisikan sesuai dengan
permainan instinct yang akan diberikan. Jumlah pakan yang diberikan tidak
ditimbang terlebih dahulu dan diberikan sesuai dengan jenis pengayaan tersebut.
38
Pemberian pakan pengayaan (enrichment) ditujukan sebagai pemacu atau hadiah
(reward) bagi orangutan jika berhasil melakukan suatu permainan instinct yang
telah dimanipulasi oleh pengelola, untuk menghindari orangutan stress selama
berada di dalam kandang, memperkenalkan buah-buah sebagai pakan yang dapat
dimakan orangutan dan menyibukkan orangutan agar tidak merusak kandang.
Tabel 8 Jadwal pemberian pakan utama orangutan di Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera
Waktu Pemberian
(WIB) Jenis Pakan
Berat Pakan (gram)
1 2 3 08.00 Pisang/ubi jalar/jagung 200 250 400 10.00 Jagung/ubi jalar/kentang rebus 200 250 400 12.00 Kedondong/nanas/pepaya/bengkoang/mentimun/tomat/kundur/labu
siam/labu/nangka/tebu 300 400 600
14.00 Kedondong/nanas/pepaya/bengkoang/mentimun/tomat/kundur/labu siam/labu/nangka/tebu
300 400 600
16.00 Wortel/terong+ubi jalar+ 200 250 300 sayuran (pakis/daun singkong/kembang kol/ 100 150 200 kol/kacang panjang/buncis/rebung) 200 200 300
Keterangan: Berat pakan 1 = Anak, betina remaja, betina dewasa Berat pakan 2 = Jantan muda dan jantan dewasa Berat pakan 3 = Betina bunting dan sedang menyusui
Tabel 9 Jadwal pemberian pakan pengayaan orangutan
No. Hari
Waktu pemberian
(WIB) Jenis pakan pengayaan
10.15 14.15 1 Senin − √ Buah, sayuran dan umbi yang diambil dengan
tongkat/kayu 2 Selasa − √ Buah, sayuran dan umbi di dalam wadah bola hijau/
selang api 3 Rabu √ − Buah, sayuran dan umbi yang diambil dengan
tongkat/kayu 4 Kamis − √ Buah, sayuran dan umbi di dalam wadah kong/karung 5 Jumat − √ Buah, sayuran dan umbi yang diambil dengan
tongkat/kayu 6 Sabtu √ − Buah, sayuran dan umbi di dalam karung 7 Minggu − √ Buah, sayuran dan umbi di dalam kong
Adapun karakteristik pakan pengayaan (enrichment) tersebut di antaranya
adalah beberapa permainan instinct yang diberikan oleh pengelola bagi orangutan
dikenal dengan nama yaitu :
39
a. Memancing buah, sayuran dan umbi dengan menggunakan tongkat/kayu
Permainan ini diberikan dengan tujuan untuk melihat kemampuan orangutan
dalam hal menggunakan tongkat/kayu agar orangutan mendapatkan makanan.
Buah, sayuran dan umbi dipotong-potong kemudian diletakkan pada lantai
kandang dengan jarak tertentu. Setelah itu, orangutan diberikan tongkat/kayu
untuk mengambil potongan-potongan makanan. Orangutan yang mampu
menggunakan tongkat/kayu tersebut akan mendapatkan potongan makanan yang
lebih banyak.
b. Buah, sayuran dan umbi di dalam karung
Pada pakan pengayaan ini, sejumlah makanan yang telah disiapkan akan
dimasukkan di dalam karung dan ditutupi dengan berbagai macam daun-daun
hutan. Karung tersebut kemudian diikat dengan rapat dan setelah itu dibawa ke
kandang sosialisasi. Orangutan yang mampu membuka ikatan karung akan
mendapatkan makanan yang dimasukkan ke dalam karung.
c. Buah, sayuran dan umbi di dalam wadah bola hijau/selang api
Sejumlah buah, sayuran dan umbi dimasukkan ke dalam wadah bola
hijau/selang api dan kemudian ditutupi dengan daun-daun hutan sampai padat.
Selanjutnya, pakan pengayaan ini akan diberikan pada orangutan di dalam
kandang. Pertama-tama, hal yang dilakukan orangutan yakni akan melakukan
pengecekan dengan mengambil dan mengeluarkan dedaunan yang menutupi buah-
buahan. Orangutan yang mengetahui adanya buah, sayuran dan umbi yang
terdapat di dalam wadah bola hijau/selang api maka akan mendapatkan jumlah
yang lebih banyak.
d. Buah, sayuran dan umbi dalam kong
Jenis pengayaan ini disediakan dengan menggunakan wadah sebagai tempat
makanan bagi orangutan. Kong dibuat dari karet yang dibentuk untuk melatih
kemampuan orangutan menggunakan jari-jarinya agar dapat mengeluarkan
sejumlah makanan yang dimasukkan ke dalamnya. Selain itu, kong juga bertujuan
melatih orangutan menggunakan gigi mereka untuk membuka makanan dengan
kulit yang keras.
40
e. Madu/pisang yang dioleskan di permukaan daun
Selain keempat jenis pakan pengayaan yang diberikan di atas, pengelola
juga memberikan pakan pengayaan menggunakan madu/pisang yang dioleskan ke
permukaan daun. Jenis pakan pengayaan ini diberikan pengelola walaupun waktu
pemberiannya tidak sesuai dengan jadwal yang ditetapkan pada pukul 10.15 WIB
atau pukul 14.15 WIB karena ketersediaannya bersifat temporer. Adapun
pemberian pakan ini bertujuan melatih orangutan untuk merasakan atau
menggunakan daun saat minum dengan daun. Pemberian pakan pengayaan
(enrichment) diupayakan membantu orangutan untuk adaptif di kandang
sosialisasi.
3. Pakan hutan
Adapun pakan hutan diberikan dengan tujuan untuk memperkenalkan
kembali berbagai pakan hutan yang akan mereka dapatkan apabila sudah
dilepasliarkan ke dalam hutan. Pakan hutan diberikan tanpa menimbang jumlah
berat pakan. Asal sumber pakan ini diambil langsung dari lokasi yang berada di
sekitar stasiun reintroduksi orangutan. Pakan hutan sangat membantu orangutan
mengenal lebih cepat berbagai jenis pakan hutan dan adaptasi orangutan.
Orangutan akan belajar bagaimana memilih apakah buah hutan dapat dimakan
atau tidak, mendapatkan bagian buah yang dapat dimakan, mengenal berbagai
jenis pakan alternatif selain buah-buahan hutan, memilih buah atau pakan hutan
yang dapat atau tidak dapat untuk dimakan dan pada akhirnya orangutan tersebut
akan mengetahui jenis pakan hutan yang mereka sukai saat berada di dalam hutan.
4. Pakan tambahan
Pakan tambahan diberikan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi lain dan
menjaga serta meningkatkan kondisi kesehatan orangutan selama berada di dalam
kandang sosialisasi. Hal ini dilakukan agar tidak ada orangutan yang sakit selama
berada di dalam kandang sosialisasi. Cara penyediaan pakan tambahan ini dengan
direbus terlebih dahulu untuk pakan tambahan berupa telur. Pemberian pakan
pelet diberikan dengan mencampurkan pelet yang telah direndam air panas
dengan buah seperti pisang atau pepaya. Pencampuran pelet dengan pisang atau
pepaya dilakukan agar pelet tersebut dapat menyatu dengan pisang/pepaya
sehingga nantinya dapat dimakan oleh orangutan.
41
5.1.2.3 Sumber pakan orangutan
Pasokan pakan bagi orangutan yang berada di pusat reintroduksi orangutan
diperoleh dari pasar tradisional, kebun masyarakat yang berada di sekitar stasiun
reintroduksi dan hutan. Adapun pakan utama, pakan pengayaan (enrichment) dan
pakan tambahan hampir seluruhnya berasal dari pasar tradisional dan kebun
masyarakat sekitar stasiun sedangkan untuk pakan hutan berasal dari hutan di
sekitar stasiun reintroduksi. Sumber pakan sangat menentukan macam-macam
pakan dan asupan nutrien bagi setiap orangutan selama berada di dalam kandang.
Orangutan yang berada di kandang sosialisai membutuhkan asupan nutrien
makanan yang cukup dan seimbang dengan mencakup kebutuhan akan energi,
protein, lemak, serat, kalsium, posfor, vitamin dan mineral untuk dapat melakukan
berbagai aktivitas. Moen (1973) diacu dalam Zuraida (2004) menyatakan bahwa
kebutuhan energi orangutan selain ditentukan oleh umur, jenis kelamin dan berat
badan juga sangat ditentukan oleh jenis dan lama aktivitasnya dimana kegiatan
tersebut sangat berpengaruh pada metabolisme basal. Kecukupan dan
keseimbangan pakan akan menghasilkan energi untuk melakukan aktivitas
orangutan dan juga sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhan orangutan.
Makanan adalah salah satu kebutuhan yang mutlak diperlukan bagi individu
orangutan agar dapat melangsungkan kehidupannya. Pentingnya makanan ini bagi
hidup orangutan menjadikan makanan sebagai faktor pembatas (limiting factor)
selama berada di kandang sosialisasi. Pada habitat alaminya, orangutan akan
mencari makanan untuk memperoleh nutrisi dari pakan tersebut. Sumber-sumber
nutrisi diperoleh dari buah-buahan, daun-daun hutan, biji-bijian, serangga dan
jenis lainnya. Pemberian pakan bagi orangutan selama berada di dalam kandang
sosialisasi bersifat sementara sampai mereka siap untuk dilepasliarkan ke hutan
sebagai habitatnya. Pakan yang diberikan dipilih dan disesuaikan dengan
kebutuhan orangutan serta harus merupakan buah-buah tropis.
5.1.2.4 Jumlah pemberian pakan
Pengaturan jumlah pakan yang diberikan dimaksudkan agar setiap individu
orangutan mendapatkan proporsi makanan yang sesuai dan seimbang. Jumlah
pemberian pakan bagi orangutan dikelompokkan dengan tujuan untuk memastikan
orangutan mendapatkan pakan yang seimbang dan bervariasi. Adapun berat setiap
42
jenis pakan diberikan dalam satuan gram yang diberikan tiap hari. Jumlah atau
proporsi pakan setiap individu orangutan yang berada di dalam kandang
sosialisasi dibedakan berdasarkan atas berat badan, struktur umur, jenis kelamin,
kebutuhan energi per hari dari tiap individu dan kondisi orangutan (sebagai
contoh pada saat penelitian terdapat individu di kandang sosialisasi sedang
menyusui anaknya dan orangutan sedang dalam perawatan). Berdasarkan hasil
penelitian terhadap 6 (enam) individu orangutan, dapat diketahui adanya beberapa
perbedaan jumlah pemberian pakan pada masing-masing orangutan.
5.1.2.5 Waktu pemberian pakan
Waktu pemberian pakan yang diberikan kepada orangutan di kandang
sosialisasi ada sebanyak 5 (lima) kali frekuensi makan dalam sehari dengan
rentangan waktu setiap dua jam sekali. Adapun yang dimaksud dengan pemberian
pakan ini adalah dengan waktu pemberian pakan terhadap pakan utama. Waktu
frekuensi makan pertama diberikan pada pukul 08.00 WIB setelah kegiatan
pembersihan kandang pagi hari. Selanjutnya, frekuensi pemberian makan kedua
diberikan pada pukul 10.00 WIB, frekuensi pemberian makan ketiga pada pukul
12.00 WIB, frekuensi pemberian makan keempat diberikan pada pukul 14.00
WIB dan frekuensi pemberian makan kelima diberikan pada pukul 16.00 WIB
setelah kegiatan pembersihan kandang sore hari.
5.1.2.6 Penyediaan pakan orangutan
Pengelolaan pakan bagi individu orangutan di pusat reintroduksi memiliki
pedoman-pedoman mengenai pakan orangutan. Penyediaan dan pemberian pakan
orangutan merupakan bentuk pengelolaan pakan yang dilakukan pengelola
terhadap orangutan di pusat reintroduksi yakni di Stasiun Sungai Pengian dan
Stasiun Danau Alo. Penyediaan pakan yang diamati pada kandang sosialisasi
dapat diartikan yaitu cara pengelola menyediakan pakan bagi orangutan seperti
jenis pakan, cara dan pengaturan jadwal pemberian pakan orangutan. Penyediaan
pakan orangutan juga dapat diartikan sebagai metode atau cara pengelola sebelum
memberikan jenis-jenis pakan kepada orangutan di dalam kandang. Penyediaan
pakan dilakukan dengan menyesuaikan kepada komposisi pakan yang telah diatur
sesuai dengan jadwal pemberian pakan orangutan di pusat reintroduksi.
43
Penyediaan pakan yang diberikan akan bervariasi pada tiap frekuensi waktu
pemberian pakan. Cara penyediaan pakan yang dilakukan merupakan cara
pengelola untuk menyediakan sejumlah pakan kepada orangutan dimana pakan
seperti jenis buah-buahan, umbi-umbian, sayur-sayuran dan kelompok yang
termasuk kelompok pakan lain-lain disajikan dalam bentuk utuh maupun dalam
bentuk potongan-potongan (Gambar 11). Adapun penyajian bentuk pakan secara
utuh atau dalam bentuk potongan akan disesuaikan berdasarkan jumlah berat
pakan dan berat badan, serta kondisi dan situasi orangutan. Sebagai contoh, Bobo
adalah salah satu individu yang diamati dimana pada waktu pemberian pakan
pukul 08.00 WIB dengan jenis pakan yang disajikan yaitu ubi jalar. Berat badan
individu Bobo lebih dari 20 kg maka berat ubi jalar yang diberikan kepada Bobo
sebanyak 250 gram sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat oleh pihak
pengelola.
A B
Gambar 11 Penyediaan pakan dalam kelompok pakan buah-buahan (A) dan pakan disediakan dengan menimbang berdasarkan pengaturan pakan (B).
Pada pengamatan yang diamati, cara penyediaan pakan yang dilakukan
pengelola/teknisi yakni dengan terlebih dahulu membersihkan/mencuci makanan
agar kebersihan makanan orangutan lebih terjamin. Pengelola/teknisi yang
bertugas akan memilih dan mengambil pakan kemudian mencuci pakan tersebut
dengan baik. Hal ini dilakukan agar orangutan tidak terkontaminasi dengan zat
44
asing di dalam pakan atau pun karena kecacingan. Sejumlah makanan yang akan
disediakan terdapat di dalam gudang pakan. Gudang pakan ini berfungsi sebagai
tempat untuk membagi dan menimbang pakan sesuai dengan pengaturan jumlah
pakan orangutan dan juga sebagai tempat persediaan (stock) pakan setiap
minggunya. Pada gudang pakan ini terdapat meja yang disediakan untuk
penyediaan pakan dan tempat pencucian pakan orangutan.
Setelah itu, pengelola akan membagi pakan menjadi bentuk-bentuk utuh
atau pakan dipotong menjadi bagian yang lebih kecil. Selanjutnya, pihak
pengelola atau teknisi yang bertugas akan menyediakan jumlah pakan yang sudah
ditentukan untuk diberikan. Seluruh jenis pakan yang tersedia di dalam gudang
akan ditimbang terlebih dahulu kemudian dibagi dan disediakan menurut
kebutuhan masing-masing orangutan.
5.1.2.7 Pemberian pakan orangutan
Pakan orangutan diberikan menurut waktu pemberian yang disusun oleh
pengelola. Pakan disediakan pengelola menurut daftar jenis pakan pada setiap
frekuensi waktu pemberian. Pemberian pakan orangutan yang dilakukan oleh
pengelola dilakukan dengan memberikan langsung kepada masing-masing
individu orangutan. Pakan yang telah dibagi sesuai dengan porsi setiap individu
akan diberikan dengan cara perpotong pakan atau pun dapat diberikan secara
langsung dari semua makanan kepada orangutan.
Pemberian pakan orangutan harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi
orangutan di dalam kandang sosialisasi. Orangutan yang berada bersama
kelompok lain di dalam blok kandang akan diberikan dengan teknis pemberian
pakan yang berbeda dengan orangutan yang hanya berjumlah satu individu di
dalam blok kandang. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh bahwa setiap
pengelola dan teknisi juga memiliki cara/teknis pemberian yang berbeda satu
dengan teknisi lainnya. Adapun cara/teknis yang dilakukan oleh pengelola dan
juga teknisi tersebut bertujuan agar masing-masing individu mendapatkan
porsi/jumlah makanan yang tepat berdasarkan pengaturan pakan yang telah
ditetapkan.
Orangutan dengan struktur umur anak dan dewasa muda mendapatkan
jumlah pakan lebih banyak karena dibutuhkan energi lebih untuk proses
45
pertumbuhan di dalam tubuhnya. Dengan demikian cara pemberian pakan dapat
diartikan sebagai metode lanjutan dari cara penyediaan pakan yang dilakukan
pengelola pada saat memberikan makanan bagi setiap individu orangutan di dalam
kandang sosialisasi. Pada saat penelitian dilakukan, diketahui bahwa pengelola
memberikan pakan secara langsung kepada masing-masing individu orangutan
dimana pengelola memberikan sejumlah pakan dari dalam wadah pakan yang
terdapat pada kantong plastik. Hal ini dilakukan sebagai cara pengelola/teknisi
untuk dapat mempermudah mengingat pemberian makanan kepada setiap individu
orangutan (Gambar 12).
Pemberian pakan secara langsung pada orangutan dilakukan pada
pemberian macam-macam pakan utama, pakan hutan dan pakan tambahan
sedangkan untuk pakan pengayaan (enrichment) diberikan dari wadah/tempat
yang juga digunakan sebagai alat permainan bagi orangutan. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan, diperoleh bahwa cara penyediaan dan pemberian
pakan tersebut juga mempengaruhi terhadap durasi makan orangutan.
A B Gambar 12 Wadah pemberian pakan (A) dan teknisi memberikan pakan dari
wadah pemberian pakan (B). 5.1.3 Manajemen kandang orangutan
Orangutan yang baru direlokasi dari Pusat Karantina Medan akan
ditempatkan pada kandang sosialisasi di stasiun reintroduksi. Kandang sosialisasi
ini berfungsi sebagai tempat orangutan untuk bersosialisasi dengan individu
lainnya, mampu beradaptasi dan sebagai tempat sementara sebelum orangutan
dilepasliarkan dari kandang menuju habitat alaminya. Oleh sebab itu, pengaturan
46
kebersihan dan perawatan kandang sosialisasi merupakan bagian penting bagi
pengelolaan di pusat reintroduksi untuk mendukung upaya kesejahteraan
orangutan (animal welfare). Pengaturan kebersihan fasilitas-fasilitas yang dibuat
di dalam kandang harus dijaga kebersihannya untuk mencegah penyebaran
kuman-kuman penyakit dan jamur yang dapat menyebabkan berbagai penyakit.
Dengan demikian perlu dilakukan upaya pembersihan kandang setidaknya 2
(dua) kali sehari. Beberapa upaya pengaturan kebersihan yang dilakukan
diantaranya yaitu (Pratje 2006) :
a. Semua kandang di pusat reintroduksi harus bersih dan rapi pada pagi hari
pukul 07.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB.
b. Setiap sesi pembersihan dimulai dari lantai kandang. Lantai tersebut harus
dibersihkan dengan menggunakan sapu untuk menghilangkan kotoran, sisa-
sisa makanan, bekas-bekas material tidur dan lainnya.
c. Celah-celah di lantai kandang harus diperiksa mulai dari bawah sarang tidur
sampai tiang-tiang penyangga/pilar kandang untuk membersihkan bekas
kotoran atau bekas-bekas tidur atau sisa-sisa sampah.
d. Setelah membersihkan semua bagian-bagian tersebut di atas maka cairan
desinfektan ditumpahkan ke lantai kandang dan lantai kandang disikat dengan
sapu kandang. Jenis desinfektan akan diganti sekali dalam 3 (tiga) hari untuk
mencegah kekebalan perkembangbiakan bakteri yang dapat terjadi bila hanya
menggunakan satu jenis desinfektan saja.
e. Setelah desinfektan dibiarkan sedikitnya selama 3 (tiga) menit maka lantai
dibersihkan dengan cara disemprot dengan mesin semprot.
f. Alat-alat tidur yang sudah lama dan kotoran-kotoran dibawa ke tempat
pembuatan kompos dan air yang tersisa dialirkan menuju septik tank.
g. Tempat berjalan teknisi di depan kandang juga dibersihkan dengan cara yang
sama seperti membersihkan lantai kandang.
h. Jeruji-jeruji besi yang merupakan lantai kandang diperiksa dari sisa-sisa
kotoran dan dibersihkan dengan mesin semprot.
Perawatan kandang sosialisasi dilakukan dengan membersihkan kompleks
kandang secara menyeluruh. Adapun pelaksanaan pembersihan kompleks
kandang yang dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari meliputi kegiatan:
47
1. Pembersihan kasar lantai kandang
Pembersihan kasar lantai kandang dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa
pakan dan daun-daun sarang yang diberikan pada hari sebelumnya. Adapun hal ini
untuk memudahkan teknisi melakukan tahapan pembersihan selanjutnya. Sisa
pakan dan daun sarang akan dibuang pada tempat sampah organik yang telah
dibuat oleh pengelola.
2. Pemberian desinfektan
Desinfektan akan diberikan setelah pembersihan kasar kandang sosialisasi
pada pagi dan sore hari. Desinfektan disiram ke lantai kandang secara menyeluruh
dan kemudian dibiarkan beberapa saat sebelum melakukan penyikatan. Jenis
desinfektan yang digunakan harus diganti setiap 3 (tiga) hari sekali. Hal ini
dilakukan untuk mencegah resistensi bakteri dan mikroba lainnya. Setiap jenis
desinfektan yang diberikan harus memperhatikan komposisi zat yang terkandung
sehingga desinfektan yang diberikan tidak sama komposisinya meskipun dengan
nama merk produk yang sama.
3. Penyikatan kandang
Penyikatan kandang dilakukan setelah desinfektan disiram ke seluruh lantai.
Lantai kandang disikat dengan baik agar bakteri dan mikroba yang terdapat di
lantai bersih dengan baik. Penyikatan lantai kandang juga dilakukan secara khusus
(ekstra) untuk menghilangkan lumut-lumut. Penyikatan lumut ini dilakukan secara
terpisah dengan penyikatan kandang 2 (dua) kali setiap harinya.
4. Penyiraman
Kegiatan penyiraman kandang dilakukan setelah seluruh kegiatan lainnya
selesai dikerjakan. Penyiraman kandang dimulai dari lantai kandang bagian atas,
jeruji kandang dan setelah itu lantai dasar kandang. Penyiraman harus dilakukan
dengan baik dan memperhatikan pada setiap sudut kandang agar kotoran (feses
dan urin) dan sisa-sisa pakan serta daun sarang tidak tertinggal di dalam kandang.
Penyiraman dilakukan dengan menggunakan mesin penyemprot air yang
bertekanan tinggi sehingga kotoran dan sisa-sisa pakan yang berada di sudut
kandang dapat dibersihkan seluruhnya. Walaupun pembersihan kandang
dilakukan setiap hari, akan tetapi masih ada saja bagian yang tidak dapat
terjangkau atau sulit dibersihkan yaitu pada bagian jeruji dan tembok kandang.
48
Selain kegiatan pembersihan secara rutin, pengelola juga melakukan
kegiatan lainnya untuk manajemen kandang sosialisasi. Kegiatan yang dilakukan
adalah pembersihan ekstra untuk jeruji dan tiang kandang, perbaikan dan
penambahan alat hiburan orangutan (entertainment) dan alat permainan di dalam
kandang. Akan tetapi, hal ini terasa sulit dibersihkan setiap hari bersamaan
dengan pembersihan lantai. Oleh karena itu, bagian ini dibersihkan dari lumut
atau jamur setiap dua minggu sekali atau pun dapat dikondisikan saat cuaca cukup
panas yang mengakibatkan jamur dan lumut sulit tumbuh atau sebaliknya saat
musim penghujan dengan kelembaban tinggi yang dapat memacu pertumbuhan
jamur dan lumut. Selain itu, terdapat pula peralatan dan perlengkapan yang
digunakan untuk memperbaiki kandang sosialisasi.
5.1.4 Manajemen kesehatan orangutan
Manajemen kesehatan orangutan pada kandang sosialisasi di pusat
reintroduksi orangutan sumatera merupakan kegiatan penting yang bertujuan
untuk menjaga dan memelihara kondisi orangutan agar tetap sehat sebelum
dilepasliarkan. Adapun kegiatan di dalam manajemen kesehatan adalah kegiatan
promotif, pemeriksaan kesehatan orangutan dan teknisi secara rutin, pengobatan
dan perawatan orangutan sakit dan pengamatan perilaku orangutan di dalam
kandang. Kegiatan promotif adalah kegiatan berupa pemberian vitamin dan
suplemen yang dilakukan untuk meningkatkan imunitas tubuh sehingga orangutan
tidak mudah terpapar penyakit.
Pemeriksaan kesehatan rutin yang dilakukan pengelola yang meliputi
pemeriksaan feses dan urin orangutan, pemeriksaan dan imunisasi bagi teknisi dan
pengelola serta pemberian obat cacing pada orangutan dan teknisi secara teratur
untuk mencegah kecacingan. Pengobatan dan perawatan orangutan sakit
dilakukan apabila terdapat kasus-kasus gangguan kesehatan pada orangutan
(Gambar 13). Selanjutnya, pengamatan perilaku orangutan di dalam kandang
sosialisasi dilakukan untuk mengetahui secara berlanjut kondisi kesehatan dan
kesejahteraan orangutan selama berada di dalam kandang. Stasiun reintroduksi
orangutan memiliki bangunan klinik untuk melakukan kegiatan medis dan
penyimpanan obat-obatan. Klinik ini dilengkapi dengan satu unit ruangan
laboratorium yang terdiri dari ruang operasi dan ruang kerja.
49
(A) (B)
Gambar 13 Upaya mengobati penyakit orangutan (A) dan persediaan obat-obatan untuk orangutan (B).
Ruangan ini berfungsi sebagai ruangan untuk melakukan operasi orangutan
dan pemeriksaan feses dan urin orangutan. Ruang klinik juga digunakan sebagai
ruang kerja sehari-hari oleh dokter hewan. Pada ruang klinik dilengkapi dengan
persediaan obat-obatan, alat-alat kesehatan seperti steteskop, mikroskop, meja
operasi dan peralatan, tulup (alat untuk pembiusan), lemari penyimpanan obat dan
sebagainya.
Selain itu, pengelola juga melakukan tindakan pencegahan penularan
penyakit dari orangutan kepada orangutan dan orangutan kepada manusia atau
sebaliknya. Hal ini dilakukan dengan membuat beberapa peraturan. Peraturan
tersebut adalah mewajibkan menggunakan masker saat dekat dengan orangutan,
membuat larangan merokok di sekitar kandang orangutan pada jarak yang
ditentukan, mewajibkan menggunakan sepatu karet dan pakaian seragam saat
kerja, mewajibkan seluruh tamu dan peneliti yang akan masuk untuk menyertakan
surat kesehatan dan pemeriksaan laboratorium untuk penyakit TBC, hepatitis,
herpes dan AIDS (Gambar 14).
50
(A) (B) Gambar 14 Himbauan untuk memakai masker (A) dan pembersihan kandang
sosialisasi (B). 5.1.5 Durasi makan orangutan
Durasi makan orangutan adalah lama waktu yang digunakan orangutan
untuk memakan makanan yang dimulai dari waktu orangutan mulai
meraih/mengambil makanan, membuka makanan, memasukkan makanan ke
dalam mulut, mengunyah dan menelan makanan. Setiap individu orangutan
memiliki lama waktu untuk memakan suatu makanan. Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan pada 6 (enam) individu orangutan maka diperoleh durasi makan
orangutan terhadap jenis pakan utama (Gambar 15 dan Lampiran 5).
Durasi makan pada pengamatan keenam individu selama 210 kali
pengamatan menghasilkan lamanya setiap orangutan memakan suatu makanan
berdasarkan frekuensi makan. Durasi makan orangutan yang diamati diperoleh
dari pemberian pakan utama. Adapun alasan pengamatan durasi makan dengan
pemberian pakan utama yakni karena pakan utama yang diberikan dapat disajikan
dan tersedia secara kontinu kepada semua orangutan. Hal lainnya yang dapat
menjadi pertimbangan yaitu bahwa salah satu dari jenis pakan hutan, pakan
pengayaan (enrichment) atau pun pakan tambahan kadang kala tidak dapat
sepenuhnya tersedia seperti pakan hutan dimana pakan hutan bagi orangutan
dipengaruhi oleh faktor musim buah.
Dengan demikian maka pengamatan durasi makan dilakukan dengan
mengamati hanya pada jenis pakan utama. Setiap orangutan yang diamati
memiliki ekspresi kebiasaan-kebiasaan (habit) makan. Selama melakukan
pengamatan diperoleh rata-rata durasi makan orangutan paling cepat dan rata-rata
51
durasi makan paling lama. Individu dengan rata-rata durasi paling cepat makan
diperoleh pada Frangkie yakni betina remaja dengan nilai rata-rata durasi makan 3
menit 52 detik sedangkan individu dengan rata-rata durasi paling lama makan
diketahui pada orangutan Mirriam yakni betina anak dengan nilai rata-rata durasi
makan 20 menit 12 detik. Berdasarkan hal tersebut maka diperoleh hasil bahwa
durasi makan orangutan berkorelasi pada jenis pakan.
Gambar 15 Durasi makan keenam individu orangutan di Pusat Reintroduksi
Orangutan Sumatera. 5.1.5.1 Durasi makan orangutan berdasarkan frekuensi makan
Durasi makan orangutan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis pakan,
cara penyediaan dan cara pemberian pakan. Selama melakukan pengamatan
terdapat sebanyak 24 (dua puluh empat) jenis pakan utama yang diberikan pada
orangutan di dalam kandang. Jenis pakan ini merupakan pakan yang diberikan
sesuai dengan jadwal pemberian frekuensi makan setiap hari menurut jenis pakan
dan kelompok pakan. Frekuensi pemberian pakan pertama adalah pukul 08.00
WIB. Selanjutnya, pada pemberian frekuensi makan kedua diberikan pada pukul
10.00 WIB, frekuensi makan ketiga yakni pukul 12.00 WIB, frekuensi makan
52
keempat pada pukul 14.00 WIB dan pemberian makan kelima yakni pada pukul
16.00 WIB.
Berdasarkan jenis pakan dan kelompok pakan yang disediakan oleh
pengelola di pusat reintroduksi maka diperoleh hasil durasi makan dari keenam
individu orangutan yang memiliki lama waktu makan pada setiap frekuensi
makan. Frekuensi makan pertama pukul 08.00 WIB memperoleh hasil durasi
makan paling cepat yakni individu Bobo dengan durasi makan sebesar 4 menit 35
detik. Selanjutnya, individu yang memiliki durasi makan paling lama diperoleh
pada individu Mirriam dengan waktu makan sebesar 15 menit 58 detik. Hasil
durasi makan pada frekuensi makan pukul 10.00 WIB diperoleh pada individu
Alex memiliki durasi makan paling cepat. Adapun lama waktu makan yang
diperoleh yakni sebesar 4 menit 5 detik. Selanjutnya, durasi makan individu
paling lama diperoleh pada individu Mirriam dengan lama makan sebesar 12
menit 50 detik.
Pada frekuensi makan pukul 12.00 WIB diperoleh hasil durasi makan
individu paling cepat yakni individu Frangkie dengan durasi makan sebesar 6
menit 12 detik sedangkan durasi makan individu paling lama makan diperoleh
pada individu Mirriam sebesar 10 menit 45 detik. Hal selanjutnya durasi makan
individu yang memiliki waktu makan paling cepat diperoleh pada frekuensi
makan pukul 14.00 WIB sebesar 3 menit 52 detik yakni pada individu Frangkie
sedangkan durasi makan individu yang memiliki waktu makan paling lama
dengan nilai durasi sebesar 11 menit 7 detik pada individu Mirriam.
Adapun hasil durasi makan pada frekuensi makan pukul 16.00 WIB yakni
individu yang memiliki durasi makan paling cepat diperoleh pada individu Alex
dengan lama waktu makan sebesar 7 menit 7 detik sedangkan durasi makan paling
lama diperoleh pada individu Mirriam dengan lama makan sebesar 20 menit 12
detik (Gambar 16).
53
(A) Pukul 08.00 WIB (B) Pukul 10.00 WIB
(C) Pukul 12.00 WIB (D) Pukul 14.00 WIB
(E) Pukul 16.00 WIB
Gambar 16 Durasi makan (A,B,C,D dan E) berdasarkan frekuensi makan.
54
5.1.6 Kebiasaan (habit) makan orangutan pada kandang sosialisasi
Kebiasaan (habit) makan orangutan di dalam kandang sosialisasi
berhubungan erat dengan jenis pakan yang diberikan oleh pengelola. Berdasarkan
hal tersebut diperoleh bahwa jenis pakan, penyajian, pemberian dan waktu makan
orangutan memiliki kaitan dengan kebiasaan-kebiasaan makan orangutan saat
berada di dalam kandang sosialisasi.
5.1.6.1 Kebiasaan makan yang dilakukan orangutan sebelum makan
Terdapat beberapa ekspresi kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh
orangutan sebelum makan. Kebiasaan yang diekspresikan di dalam kandang
sosialisasi tersebut diantaranya ialah menggelantung dengan posisi tubuh terbalik
atau pun menggelantung dengan posisi tubuh berdiri, berpindah ke suatu tempat,
berdiri sambil melihat-lihat ke arah petugas yang membawa makanan,
mendekatkan/mengarahkan tubuhnya ke sumber makanan, berputar-putar di
dalam kandang, mengelilingi kandang sambil melihat petugas yang akan
memberikan makanan, berpindah posisi ke arah makanan dan duduk sambil
melihat makanan.
5.1.6.2 Kebiasaan makan yang dilakukan orangutan saat makan
Kebiasaan orangutan saat makan adalah semua ekspresi yang dilakukan oleh
orangutan pada saat makan. Ekspresi orangutan pada saat makan di dalam
kandang sosialisasi ialah dimulai dengan mengambil makanan, berpindah tempat,
makan sambil duduk, makan sambil melihat individu lainnya, bergerak berpindah
tempat dengan cara menggunakan kedua tangannya (brakhiasi), makan sambil
berpindah tempat, makan sambil menggelantung baik dengan posisi tubuh berdiri
maupun menggelantung dengan posisi tubuh terbalik, makan sambil melihat-lihat
ke bawah, makan sambil berpindah tempat karena menghindar dari individu yang
mendominasi di dalam kandang, makan sambil jongkok, makan sambil berayun-
ayun, makan sambil melihat ke arah luar kandang, makan sambil memanjat,
makan sambil duduk di sarang buatan, makan sambil melihat ke arah
sekelilingnya, makan sambil berdiri, makan sambil berpindah tempat dengan cara
berjalan menggunakan kedua kaki dan tangannya (quadrapedal) dan makan sambil
berguling.
55
5.1.6.3 Kebiasaan makan yang dilakukan orangutan setelah makan
Terdapat beberapa ekspresi kebiasaan yang dilakukan oleh orangutan
setelah makan. Adapun kebiasaan yang dapat diamati di dalam kandang
sosialisasi adalah berpindah tempat, melihat ke arah luar, turun, duduk sambil
memakan sisa-sisa makanan, duduk sambil melihat individu lain, minum,
memanjat, melihat makanan yang masih dimakan individu lain, mencuri makanan
individu lainnya, berayun-ayun, memanjat, berkelahi dan berpindah tempat baik
dengan menggunakan kedua tangannya (brakhiasi) maupun dengan menggunakan
kedua kaki dan tangannya (quadrapedal).
5.2 Pembahasan
5.2.1 Manajemen pakan orangutan pada kandang sosialisasi
Manajemen pakan orangutan pada kandang sosialisasi di pusat reintroduksi
orangutan di Stasiun Sungai Pengian dan Stasiun Danau Alo dikelola berdasarkan
kepada pakan alami orangutan dimana orangutan diklasifikasikan sebagai satwa
pemakan buah-buahan (frugivora). Dasar program manajemen pakan orangutan
yang dibuat bertujuan untuk memperoleh upaya keberhasilan reintroduksi
orangutan dimana pada akhirnya orangutan dapat survive di habitat alam. Salah
satu kegiatan pengelolaan di pusat reintroduksi yakni manajemen pakan.
Manajemen pakan dikelola dengan cara terbaik sebagai alasan bahwa upaya
reintroduksi orangutan dimulai dari manajemen pakan di dalam kandang dan juga
tahapan orangutan berada di dalam kandang sosialisasi hanya dalam beberapa
waktu saja sehingga manajemen pakan harus diupayakan dengan cara terbaik.
Pengaturan makanan bagi orangutan didasarkan kepada program manajemen
pakan yang telah ditetapkan sesuai prosedur standar operasional (SOP)
reintroduksi orangutan sumatera.
Program kegiatan di dalam manajemen pakan orangutan dilaksanankan
untuk menjamin kesuksesan terhadap reintroduksi (Pratje 2006). Selama berada di
dalam kandang, orangutan akan dikenalkan dan diberikan berbagai jenis pakan,
kelompok pakan dan menu pakan. Makanan yang diberikan bagi orangutan
merupakan dasar untuk menjalankan fungsi normal metabolisme sehingga
sejumlah pakan yang diberikan harus mengandung nutrisi yang dibutuhkan yaitu
air, karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin (Pramesywari 2008). PKBSI
56
(1995) diacu dalam Pramesywari (2008) juga menyatakan bahwa dalam
penentuan kualitas dan kuantitas pakan harus mempertimbangkan jenis makanan
yang dimakan di habitat asli, kandang dan lingkungan sekitar dan spesies
pembanding yang persyaratannya diketahui.
Orangutan yang berada di pusat reintroduksi ini mendapat pemberian jadwal
makan dengan frekuensi makan 5 (lima) kali dalam sehari. Adapun pemberian
pakan yang dimaksud adalah pada pemberian pakan utama disamping dari pakan
hutan, pakan pengayaan (enrichment) dan pakan tambahan.
Orangutan pada kandang sosialisasi mendapatkan makanan secara langsung
dari pemberian pengelola dan teknisi yang bertugas. Pemberian pakan dari tempat
pemberian pakan (feeding site) tidak lagi digunakan. Pemberian pakan secara
langsung kepada orangutan memberikan keuntungan apabila dibandingkan
pemberian pakan pada feeding site bagi orangutan. Beberapa keuntungan tersebut
diantaranya adalah (Pratje 2006) :
1. Orangutan yang berada di dalam kandang dapat mengembangkan sebuah
kekuasaan berdasarkan umur, kekuatan watak dari masing-masing orangutan.
2. Orangutan yang mempunyai kekuasaan lebih tinggi akan melakukan monopoli
sumber-sumber makanan sehingga orangutan mendapatkan semua makanan
yang terbaik secara berlebihan dan menyisakan sedikit sisa makanan bagi
orangutan lainnya. Sebaliknya, pada orangutan yang memiliki kekuasaan
lebih rendah pada kelompoknya memungkinkan orangutan tidak
mendapatkan makanan sama sekali.
3. Pemberian pakan secara langsung ke mulut orangutan membuat orangutan
mendapatkan kecukupan pakan sesuai kebutuhannya.
Pada pengaturan penyediaan makanan, teknisi harus dapat
menghitung/mengukur banyak dan berat pakan yang akan disediakan kepada
orangutan. Cara yang dilakukan untuk penyediaan jumlah pakan secara tepat bagi
orangutan yakni dengan menimbang terlebih dahulu dari jenis pakan yang akan
diberikan kepada orangutan. Adapun proporsi atau perbandingan berat pakan yang
akan disediakan harus sesuai dengan daftar pakan (diet menu) yang telah dibuat
dan disepakati di dalam manajemen pakan orangutan di pusat reintroduksi. Selain
itu, teknisi juga dibekali strategi pemberian makan orangutan untuk mencegah
57
orangutan yang menyerang dengan kekuasaan lebih tinggi kepada orangutan yang
kekuasaannya lebih rendah. Strategi yang diberikan yakni dengan memberikan
pakan kepada individu yang berkuasa (dominan) lebih dahulu untuk membuat
orangutan tersebut merasa senang dan setelah itu dapat memberikan pakan kepada
orangutan yang lebih rendah tingkat kekuasaannya (kalah).
Apabila sejumlah pakan diberikan secara acak kepada orangutan maka
diperlukan dua orang teknisi yang dapat membagikan kepada setiap kelompok
sehingga orangutan yang memiliki kekuasaan lebih rendah juga mendapatkan
makanan yang layak. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pemberian pada
pakan utama orangutan dengan frekuensi makan 5 (lima) kali sehari di pusat
reintroduksi orangutan apabila dirujuk kepada cara makan orangutan di alam
maka dapat dinyatakan bahwa manajemen pakan dengan pemberian frekuensi 5
(lima) kali termasuk ke dalam kategori manajemen pakan baik. Alasan yang
diberikan yakni mengacu pada aktivitas makan orangutan di alam yang dapat
mencapai hingga 60% dimana aktivitas orangutan digunakan untuk makan. Selain
hal itu, dikaji juga bahwa dari keempat jenis pakan yang diberikan (pakan utama,
pakan enrichment, pakan hutan dan pakan tambahan) mempertimbangkan kepada
aspek pemberian makan sebanyak 10% bobot tubuh orangutan.
Pihak pengelola mempertimbangkan bahwa orangutan yang berada di dalam
kandang sosialisasi hanya bersifat sementara sebelum orangutan akan
dilepasliarkan ke habitat alam. Hal lainnya juga yakni aktivitas orangutan yang
dilakukan di dalam kandang tidak sebanyak apabila dibandingkan dengan
aktivitas orangutan saat berada di habitat alaminya. Dengan demikian faktor
kondisi dan aktivitas orangutan pada kandang sosialisasi tersebut menjadi
pertimbangan bagi pengelola untuk memberikan manajemen pakan terbaik bagi
orangutan.
Pemberian pakan orangutan yang diamati di pusat reintroduksi orangutan
sumatera ini dikaterogikan memiliki manajemen pakan baik dengan bukti
perbandingan salah satu manajemen pakan orangutan yang terdapat di pusat
reintroduksi orangutan. Perbandingan manajemen pakan yang diperoleh yakni
pada manajemen pakan di Pusat Reintroduksi Orangutan di Wanariset Samboja
Kalimantan Timur. Orangutan di pusat reintroduksi tersebut hanya mendapatkan
58
frekuensi pakan 3 (tiga) kali dalam sehari. Pakan diberikan yaitu pada waktu pagi,
siang dan sore hari.
Pemberian pakan dilakukan 3 (tiga) kali sehari yaitu pagi (pukul 07.00-
09.00), siang hari (12.00-14.00) dan sore hari (16.00-18.00). Jadwal dan jenis
pemberian pakan adalah a) pagi hari: susu, buah-buahan (pepaya, pisang, apel,
salak), b) siang hari: sayur-sayuran (buncis, daun pepaya, daun hibiscus, wortel,
timun, tomat dan kacang), buah-buahan (jeruk, semangka, nanas, kelapa), tahu,
tempe. Adapun pakan berupa biskuit dan sirup kadang-kadang diberikan pada
individu dengan struktur umur bayi dan c) sore hari: pisang dan bubur juga
kadang-kadang diberikan biji bunga matahari (Zuraida 2004).
Berdasarkan perbandingan manajemen pakan pada kedua pusat reintroduksi
diperoleh hasil bahwa manajemen pakan pada kandang sosialisasi di Pusat
Reintroduksi Orangutan Sumatera, Jambi memiliki keunggulan dibandingkan
dengan manajemen pakan di Pusat Reintroduksi Orangutan Wanariset, Samboja.
Beberapa keunggulan pada manajemen pakan di Pusat Reintroduksi Orangutan
Sumatera tersebut adalah :
1. Frekuensi pemberian pakan bagi orangutan 5 (lima) kali dalam sehari lebih baik
karena menyesuaikan kondisi orangutan di alam yang memiliki waktu makan
lebih tinggi jika dibandingkan frekuensi makan 3 (tiga) kali sehari;
2. Pengaturan pakan lebih merujuk kepada pakan alami (bukan hasil olahan
manusia seperti biskuit, tahu dan tempe);
3. Pengaturan dan pemberian pakan dilakukan agar orangutan dapat memunculkan
kembali perilaku alaminya;
4. Pengaturan pakan dilaksanakan dengan penyediaan dan pemberian pakan bagi
orangutan;
5. Penyediaan pakan dilaksanakan sesuai dengan prosedur standar operasional
dengan menyediakan pakan berdasarkan diet menu pakan, berat badan, struktur
umur dan kondisi orangutan.
Pusat-pusat reintroduksi orangutan perlu memperhatikan frekuensi makan
orangutan sehingga setidaknya dapat mengacu kepada aktivitas makan orangutan
di habitat alaminya. Orangutan yang berada di pusat reintroduksi pada hakekatnya
akan dilepasliarkan ke habitat alam sehingga diperlukan usaha untuk
59
mengembalikan sifat liar orangutan tersebut dengan cara pemberian pakan yang
lebih mirip dengan kondisi di alam. Pada pengamatan yang dilakukan, diperoleh
hasil bahwa penyediaan pakan orangutan dilakukan untuk mempermudah pada
saat pemberian pakan di dalam kandang. Penyediaan pakan dilakukan sesuai
dengan pengaturan jumlah dan jenis pakan bagi setiap orangutan.
Selanjutnya, untuk pemberian pakan yang dilakukan pengelola diberikan
secara langsung kepada setiap individu orangutan yang terdapat di dalam
kandang. Pemberian pakan secara langsung ini dapat dilakukan dengan
memberikan seluruh jumlah pakan yang telah disediakan dari wadah atau
diberikan secara per bagian dari jumlah pakan yang disediakan dari wadah.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pengelola sebagai pihak yang
memberikan sejumlah pakan bagi orangutan menerapkan teknik-teknik pemberian
pakan bagi orangutan di dalam kandang. Teknik pemberian pakan tersebut
mempunyai beberapa alasan pemberian yaitu :
1. Adanya dominasi individu orangutan di dalam kandang.
Orangutan yang memiliki dominasi atau kekuasaan yang lebih tinggi akan
bersifat menguasai individu lainnya yang memiliki kekuasaan lebih rendah
(loser). Dengan demikian pengelola yang memberikan pakan bagi orangutan
menerapkan teknik pemberian pakan. Teknik pemberian pakan yang dilakukan
yaitu memberikan pakan secara per bagian lebih dulu kepada individu dominan
dan kemudian memberikan pakan secara keseluruhan kepada individu yang
memiliki kekuasaan lebih rendah (loser). Individu yang memiliki kekuasaan lebih
tinggi tersebut akan merasa puas dan berimplikasi pada individu yang memiliki
kekuasaan yang lebih rendah sehingga individu ini tidak diganggu dalam hal
perebutan makanan oleh individu yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi.
Hal ini terbukti teramati saat pengamatan yaitu sifat dominasi/kekuasaan
yang lebih tinggi dimiliki oleh individu Masita. Individu Masita ini memiliki
dominasi yang lebih menonjol dibandingkan dengan individu seperti Frangkie,
Alex dan Barcelona dimana keempat individu ini berada pada satu blok kandang
yakni blok kandang sosialisasi. Selama pengamatan terhadap manajemen pakan,
apabila teknisi akan memberikan pakan kepada orangutan maka individu Masita
akan menunjukkan kekuasaannya terhadap penggunaan ruang. Kekuasaan
60
penggunaan ruang ini terlihat yaitu pada saat dimana individu lainnya yang berada
satu blok kandang dengan Masita tidak dapat leluasa mendekatkan diri ke sumber
pakan yang dibawa oleh teknisi ke kandang. Pada saat itu juga maka Masita akan
bergerak-gerak di sekitar kandang agar mendapat perhatian dan segera diberi
makan oleh teknisi meskipun orangutan lainnya juga berusaha agar diberi makan
oleh teknisi.
Oleh sebab itu, teknisi yang telah mengetahui kebiasaan dan perilaku setiap
individu di dalam kandang akan menerapkan strategi pemberian makan bagi
orangutan yang memiliki kekuasaan tinggi dan orangutan dengan kekuasaan lebih
rendah.
2. Jumlah orangutan yang terdapat di dalam kandang.
Orangutan yang terdapat di dalam kandang berbeda-beda jumlahnya.
Jumlah orangutan di dalam kandang disesuaikan oleh pengelola berdasarkan
kapasitas ukuran kandang dan desain kandang. Selama melakukan pengamatan,
keenam individu orangutan yang menjadi sampel penelitian ditempatkan pada
blok kandang yang berbeda. Jumlah orangutan yang berada pada blok kandang III
ada sebanyak empat individu yaitu Masita, Frangkie, Alex dan Barcelona dan
keempat individu ini dipindahkan lagi pada blok kandang VI karena salah satu
individu tersebut merusak beberapa fasilitas yang terdapat di dalam kandang.
Berdasarkan jumlah orangutan yang terdapat di dalam kandang maka teknisi akan
menerapkan strategi pemberian pakan orangutan dengan cara memberikan
langsung secara keseluruhan dan kadang-kadang memberikan per bagian dari
makanan yang disediakan teknisi. Hal ini diberikan dengan tujuan agar orangutan
yang berada pada blok kandang sosialisasi tidak saling berebutan makanan dengan
yang lainnya sehingga orangutan akan tetap mendapatkan makanan dengan
jumlah dan komposisi yang tepat sesuai dengan diet menu pakan yang sudah
ditetapkan pada pengaturan makan orangutan.
3. Orangutan memilih jenis pakan yang paling disukai.
Orangutan memiliki sifat memilih jenis pakan yang paling disukai dari
sejumlah jenis pakan yang diberikan. Hal ini sering disebut dengan preferensi
pakan orangutan. Keadaan ini terbukti apabila teknisi memberikan pakan yang
terdiri dari beberapa jenis maka teramati bahwa orangutan akan memakan terlebih
61
dulu jenis pakan yang paling disukai dan kemudian akan memakan jenis pakan
yang bukan preferensinya. Orangutan juga terkadang akan membuang jenis pakan
yang menurut individu orangutan adalah jenis pakan yang tidak disukai.
Dengan keadaan ini pengelola mempertimbangkan bahwa apabila kondisi
ini terus terjadi maka dapat berdampak pada kondisi kesehatan orangutan.
Orangutan tidak mendapatkan nutrisi pakan yang seimbang apabila kondisi
tersebut berlangsung terus menerus. Oleh sebab itu, pengelola menerapkan
strategi pemberian pakan orangutan. Teknis yang diterapkan yaitu memberikan
makanan per bagian yang terdiri dari satu jenis lebih dulu sehingga orangutan
tidak dapat memilih-milih jenis pakan yang paling disukai dan orangutan akan
memakan jenis pakan per bagian yang diberikan oleh teknisi kemudian
memberikan jenis pakan selanjutnya yang sudah disediakan di dalam wadah
pakan.
Selain pemberian pakan utama, pengelola juga memberikan pakan hutan.
Pakan hutan yang diberikan pengelola adalah buah-buahan dan daun-daun hutan
seperti kayu batu, kedondong hutan, sebekal dan semantung. Pemberian pakan
hutan bertujuan untuk memperkenalkan kepada orangutan berbagai jenis pakan,
mengajari orangutan agar dapat mengenal bentuk-bentuk buah dan daun liar,
mampu mengetahui rasa dan akhirnya dapat membiasakan diri memakan jenis-
jenis pakan hutan. Dengan pemberian pakan ini maka orangutan dapat terbiasa
terhadap pakan hutan saat mereka dilepasliarkan di habitat alaminya.
Selain buah-buahan dan daun-daun hutan, orangutan juga diperkenalkan
dengan pakan alternatif yang dapat diperoleh di hutan. Pakan alternatif yang
diberikan yaitu rotan, bambu pisang hutan dan rayap pohon. Pemberian pakan
alternatif bertujuan untuk memperkenalkan dan mengajari orangutan beberapa
jenis pakan hutan yang dapat dimakan pada saat musim kering (tidak musim
buah). Sarang rayap pohon yang diberikan memiliki tujuan untuk mengajari
orangutan bagaimana mengenali bentuk sarang dan rayap yang terdapat di
dalamnya, mengajari orangutan agar dapat membuka sarang rayap untuk meraih
rayap dan telurnya dan melatih agar orangutan mampu menghisap rayap keluar
dari labirinnya daripada mengguncang-guncang sarang saja atau mengunyah
seluruh bagian sarang.
62
Pemberian pakan pengayaan (enrichment) oleh pengelola disesuaikan pada
kondisi bahwa jangka waktu bagi orangutan untuk tinggal sementara di dalam
kandang setidaknya menghabiskan waktu 4 (empat) minggu hingga orangutan
dapat memulai latihan adaptasi lebih lanjut (Pratje 2006). Pihak pengelola melihat
bahwa banyak orangutan yang didatangkan ke pusat reintroduksi pada waktu dan
musim yang kurang baik. Waktu dan musim yang kurang baik tersebut ditandai
saat orangutan tiba ke pusat reintroduksi pada waktu dipenghujung musim buah
atau sewaktu musim kemarau di mana jumlah buah yang tersedia di hutan dalam
jumlah sedikit.
Dengan kondisi demikian maka orangutan yang datang harus tinggal
sementara di dalam kandang dengan waktu lebih dari satu bulan. Kondisi waktu
yang lebih lama bagi orangutan di dalam kandang dapat mengakibatkan
kebosanan karena orangutan tidak memiliki banyak aktivitas lainnya jika
dibandingkan dengan aktivitas di hutan. Kondisi lingkungan kandang juga dapat
membuat orangutan merasa bosan apabila di dalamnya tidak terdapat fasilitas-
fasilitas yang dapat menyibukkan orangutan. Aktivitas orangutan di dalam
kandang adalah seperti aktivitas bermain-main dengan individu lainnya,
memanjat, bergelantungan, berayun-ayun dan juga memanipulasi fasilitas yang
disediakan di dalamnya.
Pengelola melihat bahwa tantangan-tantangan orangutan di dalam kandang
sebenarnya tidak mereka dapatkan seperti kondisi nyata di alam karena pakan
orangutan selama berada di dalam kandang sementara diberikan secara teratur,
tidak adanya predator, sarana tidur yang terjamin dan bagian kandang yang
menyediakan atap untuk melindungi orangutan saat hujan turun. Oleh sebab itu,
pengelola memberikan jenis pakan pengayaan (enrichment) dengan tujuan
mencegah terjadinya penyimpangan tingkah laku orangutan. Orangutan akan
mendapatkan makanan dengan cara pemberian manipulasi yang dimasukkan ke
dalam wadah dan menggunakan alat bantu. Jenis pakan pengayaan (enrichment)
yang diberikan yakni potongan-potongan buah, umbi dan sayur disembunyikan di
dalam wadah kong, karung dan bola hijau dan juga potongan-potongan buah,
umbi dan sayur diambil dengan menggunakan alat bantu seperti tongkat/kayu.
63
Sejumlah pakan yang disembunyikan di dalam wadah bertujuan untuk
menantang aspek kognitif orangutan dan mencari cara bagaimana orangutan dapat
membuka wadah makanan, mampu mencari sumber-sumber makanan (Pratje
2006). Potongan-potongan buah, umbi dan sayur yang diambil menggunakan alat
bantuan diberikan dengan cara menebar seluruhnya di lantai kandang. Cara ini
diberikan oleh pengelola dengan tujuan agar orangutan dapat mengembangkan
kemampuannya dan memanfaatkan penggunaan alat (tools) seperti halnya
terdapat di alam serta agar orangutan memiliki waktu kesibukan mendapatkan
makanan dari alat bantuan yang diperoleh. Dengan jenis pakan yang diberikan
seperti halnya di atas maka dengan mudah dapat menyibukkan orangutan di dalam
kandang.
Berdasarkan manajemen pakan yang dilaksanakan oleh pengelola di pusat
reintroduksi diamati bahwa manajemen pakan terhadap pembagian pakan,
penyediaan pakan dan pemberian pakan telah memiliki kriteria baik bagi upaya
reintroduksi orangutan. Makanan bagi orangutan yang berada pada kedua stasiun
hampir seluruhnya dipasok dari Provinsi Jambi dan sebagian kecil berasal dari
hasil pertanian masyarakat yang berada dekat dengan stasiun yakni Stasiun Sungai
Pengian. Sejumlah pakan yang dipasok kemudian didistribusikan pada kedua
stasiun.
Dengan kondisi yang terjadi maka dapat dipastikan bahwa ada diantara
buah, umbi, sayur dan kelompok pakan lainnya mengalami kerusakan fisik yakni
terkena benturan, pakan yang busuk dan kerusakan lainnya. Berdasarkan kondisi
tersebut maka dari sejumlah pakan yang tiba di stasiun ada yang rusak hingga
mencapai kurang lebih 10% dari jumlah total seluruh pakan. Dengan demikian,
sebagian kecil dari masyarakat yang datang ke stasiun menjual hasil kebunnya
untuk makanan orangutan setidaknya dinilai sangat bermanfaat dan bernilai
positif yaitu untuk menggantikan pakan yang mengalami kerusakan dan apabila
saat kondisi kekurangan persediaan makanan di gudang pakan.
Hasil wawancara yang dilakukan pada masyarakat yang berada dekat
dengan stasiun memperoleh bahwa ada korelasi positif antara didirikannya stasiun
pusat reintroduksi yang berada dekat dengan pemukiman masyarakat. Hal lainnya
yang juga diamati ialah bahwa di gudang pakan tidak terdapat lemari pendingin
64
atau freezer yang berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan pakan agar lebih
tahan lama dan dapat mencegah pembusukan. Kondisi yang terdapat pada kedua
stasiun juga tidak tersedianya sumber arus listrik karena letak lokasi stasiun
berada jauh dari pemukiman masyarakat sehingga layanan arus listrik tidak dapat
sampai menuju pusat reintroduksi.
Selama penelitian dilakukan pada kedua lokasi stasiun, pengelola di pusat
reintroduksi menggunakan generator yang memiliki daya untuk mendukung
penerangan saja. Penggunaan generator dimulai pada pukul 18.00 WIB sampai
dengan pukul 22.00 WIB setiap harinya. Dengan kondisi demikian maka daya
generator tidak dapat digunakan untuk menghidupkan lemari pendingin atau
freezer tersebut. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pihak pengelola,
pengelola memberikan cara mengantisipasi keterbatasan untuk mencegah
terjadinya pembusukan makanan orangutan. Cara yang diberikan ialah memasok
dan mendistribusikan pakan orangutan pada kedua stasiun yakni sekali dalam
seminggu. Pakan orangutan yang dipasok seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan
umbi-umbian adalah pakan yang mampu bertahan untuk persediaan (stock)
selama seminggu dengan kondisi pakan yang dibeli adalah setengah matang dan
kondisi pakan yang baik serta utuh.
5.2.2 Kebiasaan makan orangutan di kandang sosialisasi terhadap
manajemen pakan
Kebiasaan makan merupakan cara suatu individu atau sekelompok dalam
memilih dan mengkonsumsi pakan sebagai tanggapan terhadap pengaruh
fisiologis, psikologis dan budaya (Riyadi 1996, diacu dalam Febriyanti 2006).
Cara makan orangutan yang terdapat pada kandang sosialisasi terjadi sebagai
suatu cara tiap individu orangutan atau cara di dalam kelompok orangutan dalam
aktivitas makan yang menimbulkan kebiasaan makan. Cara-cara yang dilakukan
orangutan untuk makan selama di dalam kandang tersebut mengalami
perkembangan menjadi suatu kebiasaan.
Kebiasaan-kebiasaan makan orangutan berkembang dan akan terus
berlangsung sebagai hasil dari pengaruh pengaturan makanan yang dibuat oleh
pengelola dan juga sebagai hasil konsumsi dari pakan, preferensi dan keaktifan
orangutan. Adapun preferensi pakan yang diamati pada orangutan ialah sikap
65
kesukaan atau ketidak sukaan orangutan untuk memakan suatu jenis pakan yang
diberikan. Kebiasaan makan orangutan yang baik akan terlihat apabila individu
orangutan dapat secara aktif untuk memakan makanan yang bervariasi karena dari
jenis-jenis pakan yang disediakan tidak ada satu jenis pakan yang memiliki
kandungan gizi yang lengkap sehingga perlu dilengkapi dengan jenis pakan
lainnya.
Berdasarkan pengamatan, diperoleh bahwa kebiasaan-kebiasaan makan
orangutan selama makan di kandang berpengaruh terhadap durasi makan.
Kebiasaan makan orangutan yang diamati pada tiga tahap yaitu kebiasaan
sebelum makan, saat makan dan setelah makan memiliki kebiasaan secara umum
dan khusus yang diekspresikan dari keenam individu yang menjadi sampel
pengamatan. Kebiasaan-kebiasaan makan orangutan yang diamati sebelum makan
diantaranya ialah menggelantung dengan posisi tubuh terbalik atau pun
menggelantung dengan posisi tubuh berdiri, berpindah ke suatu tempat, berdiri
sambil melihat-lihat ke arah petugas yang membawa makanan,
mendekatkan/mengarahkan tubuhnya ke sumber makanan, berputar-putar di
dalam kandang, mengelilingi kandang sambil melihat petugas yang akan
memberikan makanan, berpindah posisi ke arah makanan dan duduk sambil
melihat makanan.
Kebiasaan-kebiasaan makan ini timbul sebagai respon individu kepada
pengelola yang akan memberikan sejumlah makanan kepada orangutan di dalam
kandang yang terjadi terus menerus selama orangutan berada di dalam kandang.
Respon yang diekspresikan orangutan tersebut bertujuan agar individu orangutan
dapat segera diberi makan.
5.2.3 Implementasi terhadap pengelolaan pakan orangutan
Salah satu tujuan manajemen pakan orangutan adalah untuk mencapai
keberhasilan reintroduksi orangutan. Berbagai data dan informasi yang ada pada
pengelola merupakan acuan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan
manajemen pakan. Pada hakekatnya, faktor-faktor penting dalam manajemen
pakan adalah pengelola sendiri sebagai faktor yang berpengaruh untuk
kelangsungan dan keberhasilan reintroduksi orangutan. Pengelola perlu terus
66
mengembangkan dan menerapkan pengetahuan dan kreasi untuk pelaksanaan
kegiatan reintroduksi.
Implementasi terhadap manajemen pakan memerlukan pendekatan
manajemen sumberdaya manusia. Pengelola sangat berperan dalam menerapkan
prinsip-prinsip dan teknik-teknik manajemen yang integratif. Pengembangan
implementasi manajemen pakan dikembangkan untuk menghasilkan kinerja yang
efisien dan efektif. Selain itu juga peran sumberdaya manusia sangat diperlukan
untuk mencapai kesuksesan terhadap reintroduksi orangutan. Berdasarkan hal
tersebut, implementasi terhadap pengelolaan di pusat reintroduksi ialah :
1. Pelepasan Orangutan ke Habitat Alam
Orangutan yang dinilai sudah berhasil untuk survive di alam maka akan
dilepasliarkan ke habitat alam. Habitat alam yang menjadi pelepasliaran orangutan
berada di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Jambi. Dengan demikian kegiatan
pelepasliaran orangutan ini adalah sebagai bukti implementasi pengelolaan untuk
mewujudkan keberhasilan reintroduksi yakni memindahkan orangutan ke areal
baru yang sesuai untuk habitat yang lebih baik dan dapat membentuk kantong-
kantong populasi orangutan yang baru dalam upaya pelestarian.
2. Unit Pendidikan Keliling
Unit pendidikan keliling merupakan suatu divisi yang bertanggungjawab
terhadap penyampaian informasi konservasi kepada masyarakat sekitar ekosistem
di Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Unit pendidikan keliling ini bertugas
memberikan penyadartahuan masyarakat tentang konservasi, memberikan
pendidikan lingkungan kepada anak Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama
dan Sekolah Menengah Atas.
3. Wildlife Protection Unit
Wildlife protection unit merupakan unit perlindungan kehidupan liar yang
terdiri dari polisi kehutanan dan masyarakat yang memiliki ketrampilan khusus
dan dilengkapi dengan peralatan yang cukup untuk menanggulangi perburuan dan
perdagangan satwaliar dilindungi di kawasan konservasi dan kawasan hutan
lainnya. Adapun tujuannya yakni mewujudkan perlindungan satwa dilindungi dan
habitatnya secara efektif dan efisien yang melibatkan masyarakat secara aktif.
4. Community Development
67
Community development merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mendukung aktivitas masyarakat di sekitar kawasan hutan dengan usaha
membangun perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa usaha yang diberikan kepada masyarakat yang berada di sekitar pusat
reintroduksi ialah memberikan alat-alat pertanian, memberikan bantuan keramba,
mesin traktor tangan dan sebagainya.
Selain hal di atas, terkait juga mengenai upaya reintroduksi orangutan
terdapat informasi yang penting untuk diketahui oleh para pengelola, yaitu:
1. Keadaan orangutan selama berada di dalam kandang dan keberlanjutan
orangutan setelah pelepasliaran ke alam.
Perkembangan keberadaan orangutan di pusat reintroduksi sangat
berhubungan erat dengan manajemen yang dilakukan pengelola khususnya dalam
manajemen pakan. Orangutan yang terdapat di dalam kandang harus terus
dirawat, dipantau perkembangannya hingga orangutan memunculkan kembali
perilaku alaminya. Keberhasilan orangutan untuk reintroduksi ditandai dengan
perkembangan orangutan di dalam kandang untuk memunculkan perilaku
alaminya dan upaya pengelola harus dapat memberikan kesejahteraan (animal
welfare) bagi orangutan sehingga pada saat pelepasliaran ke habitat alam
orangutan akan dapat survive.
2. Pengaruh pemberian pakan orangutan selama berada di dalam kandang
terhadap kebiasaan makan orangutan yang akan dilepasliarkan.
Pemberian pakan dan pengayaan perilaku bagi orangutan dapat menjadi
faktor yang menentukan keberhasilan di pusat reintroduksi. Selama berada di
dalam kandang, antara pemberian makan dan kondisi perkembangan orangutan
merupakan faktor yang berbanding linear dimana makanan yang diberikan oleh
pengelola adalah sebagai faktor pembatas (limiting factor). Makanan sebagai
faktor pembatas akan menentukan apa saja jenis yang dimakan orangutan dan
makanan tersebut berperan penting untuk proses metabolisme orangutan serta
berhubungan dengan kebiasaan makan orangutan. Kebiasaan makan orangutan
selama berada pada kandang akan berkembang hingga orangutan dilepasliarkan.
Dengan demikian maka pengelola perlu mengupayakan ketersediaan dan
kesesuaian pakan yang diberikan demi tercapainya reintroduksi orangutan.
68
3. Upaya pelaksanaan reintroduksi orangutan.
Perlu dipahami bahwa kegiatan reintroduksi orangutan dalam manajemen
pakan berpotensi untuk menghasilkan dampak positif terhadap kelestarian
populasi dan habitatnya. Dengan upaya yang dilaksanakan tersebut maka
stakeholder berperan serta mendukung dan terus berusaha untuk mewujudkan
tujuan reintroduksi orangutan yang akan berdampak positif untuk kelestarian jenis
dan habitatnya. Berdasarkan kajian yang dilakukan pada manajemen pakan,
dinilai bahwa implementasi manajemen pakan saat ini adalah sudah cukup baik.
Manajemen pakan yang dilaksanakan oleh pengelola secara signifikan
berpengaruh nyata terhadap keberadaan dan kesuksesan kegiatan reintroduksi. Hal
ini berarti manajemen pakan yang dikelola harus dikembangkan lagi oleh pihak
manajemen agar dapat mencapai target-target kinerja yang optimal. Beberapa
upaya wujud nyata yang telah dilakukan untuk melaksanakan reintroduksi juga
dikembangkan melalui program-program kegiatan.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada masyarakat sekitar stasiun
yang diambil secara sampel, ada korelasi positif antara keberadaan pusat
reintroduksi dan masyarakat. Korelasi positif ini diantaranya adalah dalam hal
kegiatan yakni tukar menukar (barter) hasil kebun untuk makanan orangutan
dengan kebutuhan sandang dari sebagian masyarakat yang menukar atau menjual
hasil kebunnya kepada pihak di stasiun reintroduksi. Selain itu, adanya perbaikan
sarana jalan yang dibangun oleh pusat reintroduksi dapat membantu masyarakat
yang berada dekat dengan stasiun untuk mobilisasi. Hal lain yang juga sangat
membantu adalah adanya program pendidikan lingkungan yang pernah diadakan
oleh pihak di pusat reintroduksi dapat membantu mengajari dan meningkatkan
pengetahuan anak-anak yang berada di dusun dekat stasiun reintroduksi tersebut.
69
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Orangutan pada kandang sosialisasi di pusat reintroduksi dilaksanakan oleh
pengelola dengan menerapkan program reintroduksi berupa pengelolaan pakan.
Manajemen pakan pada penyediaan dan pemberian pakan yang dilaksanakan
berdasarkan pengaturan pakan, jadwal pemberian pakan dan diet menu pakan
orangutan yang dijalankan sesuai dengan SOP (Prosedur Standar Operasional).
Adapun program reintroduksi dalam kegiatan manajemen pakan orangutan
dianalisis sudah memiliki sistem pengelolaan yang baik dan sudah teratur.
Kegiatan pemberian makan individu orangutan mendapatkan jadwal pemberian
pakan dengan frekuensi 5 (lima) kali sehari pada rentang waktu 2 (dua) jam yang
dimulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB.
Manajemen pakan orangutan pada kegiatan penyediaan dan pemberian
pakan mempengaruhi terhadap durasi makan orangutan pada kandang sosialisasi.
Hasil pengamatan menunjukkan durasi makan individu paling cepat makan yakni
Frangkie (betina, remaja) dengan durasi makan 3 menit 52 detik sedangkan
individu paling lama makan yakni Mirriam (betina, anak) dengan durasi makan 20
menit 12 detik. Berdasarkan hal tersebut durasi makan orangutan dipengaruhi oleh
cara pengelola menyediakan dan cara memberikan pakan di kandang sosialisasi.
Orangutan struktur umur anak memiliki durasi makan lebih lama dan terdapat
kebiasaan makan yang diekspresikan di dalam kandang. Orangutan struktur umur
anak memiliki waktu makan yang digunakan juga sambil melakukan kebiasaan
lain dan orangutan struktur remaja memiliki waktu dan kebiasaan makan yang
fokus dilakukan untuk memakan pakan yang diberikan.
6.2 Saran
a. Sebaiknya perlu memperbanyak pemberian jenis pakan pengayaan seperti buah
dalam puzzle, dip tube untuk lebih menyibukkan orangutan di kandang
sosialisasi.
b. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis proksimat untuk
mengetahui kebutuhan energi per hari dan nutrisi pakan yang diberikan pada
70
setiap individu berdasarkan jumlah atau proporsi pakan individu orangutan
yang berada di dalam kandang sosialisasi.
c. Sebaiknya perlu merubah wadah penyediaan pakan yakni kantong plastik dapat
diganti menjadi wadah berupa box atau tempat makan yang lebih aman
menyerupai di alam seperti terbuat dari bambu dan kayu dengan tujuan
kenyamanan saat pemberian makan orangutan.
71
DAFTAR PUSTAKA
Altmann J. 1974. Observational study of behavior, Sampling Methods. Behavior (49) : 227-267. USA: University of Chicago.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Tanjung Jabung Barat Dalam Angka. Tanjung Jabung Barat: BPS.
[DEPHUT] Departemen Kehutanan. 2009. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017. [28 Mei 2011].
Fauzan PA. 2010. Pendugaan umur sarang orangutan Sumatera reintroduksi (Pongo abelii Lesson, 1827) berdasarkan perubahan ukuran dan warna di ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Studi kasus di Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera Sungai Pengian Provinsi Jambi) [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Febriyanti F. 2006. Kebiasaan makan dan praktek hidup sehat pada penderita demam berdarah dengue (DBD) dan non DBD di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
[FZS] Frankfurt Zoological Society. 2011. Kondisi fisik kedua stasiun Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera di Jambi: FZS.
[KKI Warsi] Komunitas Konservasi Indonesia. 2008. Studi dampak rasionalisasi Taman Nasional Bukit Tigapuluh, ancaman yang dihadapi serta kebutuhan strategis dan dana dalam pengelolaannya. Bogor : KKI Warsi.
Maple TL. 1980. Orangutan behavior. New York: van Nostrad Reinhold Company.
Meijaard E, Rijksen HD, Kartikasari SN. 2001. Diambang Kepunahan!: Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Jakarta: The Gibbon Foundation Indonesia.
Pramesywari W. 2008. Implementasi medik konservasi pada owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) : Studi kasus pada empat lembaga konservasi eksitu di Indonesia [skripsi]. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Pratje PH. 2006. Worksheets SOP (Prosedur Standar Operasional) Reintroduksi Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Dokumen internal. Frankfurt Zoological Society. Tidak dipublikasikan. 44 hal.
Rijksen DH. 1978. A Fieldstudy On Sumatran Orang Utans (Pongo pygmaeus abelii Lesson, 1827) – Ecology, Behavior And Conservation. Agricultural University, Wageningen, Netherlands.
72
Rodman PS. 1973. Population composition and captive organization among orang-utan of the Kutai reserve. In: Comparative ecology and behaviour of primates (Michael, R.P., dan Crook, J.H. eds). Academic Press, London.
Rowe N. 1996. The pictorial guide to the living primates. Rhode Island: Pogonias Press.
Sinaga T. 1992. Studi habitat dan perilaku orang utan (Pongo pygmaeus abelii) di Bohorok Taman Nasional Gunung Leuser [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Siregar JP. 2007. Studi faktor-faktor penentu keberhasilan pelepasliaran orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson,1827) di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Propinsi Riau dan Jambi. [skripsi]. Bogor. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.
Sukiman. 2002. Pemantauan pasca pelepasan orangutan rehabilitan: pola pergerakan orangutan rehabilitan di Hutan Lindung Gunung Meratus Kalimantan Timur. [skripsi]. Bogor. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB.
Warren KS, Verschoor EJ, Langenhuijze S, Heriyanto R, Swan A, Vigilant L, Heeney JL. 2001. Speciation and intraspecific variation of Bornean orangutans, Pongo pygmaeus pygmaeus. Mol. Biol. Evol. 18 : 472-480.
Zuraida. 2004. Konsumsi dan kandungan nutrient pakan orangutan (Pongo pygmaeus) (Studi kasus di Pusat Reintroduksi Orangutan, Wanariset Samboja-Kalimantan Timur ) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
81
LAMPIRAN
74
Lampiran 1 Suhu harian di Stasiun Sungai Pengian, Jambi
No. Tanggal pengamatan
Waktu pengamatan (WIB) Suhu harian Suhu
rata-rata harian
Pagi Sore Pagi (°C)
Sore (°C)
1 Minggu, 3 Juli 2011 06.34 17.30 22 23 22,5 2 Senin, 4 Juli 2011 06.19 17.56 20 24 22 3 Selasa, 5 Juli 2011 06.30 18.00 21 24 22,5 4 Rabu, 6 Juli 2011 06.50 18.08 21 24 22,5 5 Kamis, 7 Juli 2011 06.00 18.00 23 25 24 6 Jumat, 8 Juli 2011 06.45 17.40 22 25 23,5 7 Sabtu, 9 Juli 2011 06.30 17.30 21 24 22,5 8 Minggu, 10 Juli 2011 06.00 18.00 21 23 22 9 Senin, 11 Juli 2011 06.30 17.20 22 24 23
10 Selasa, 12 Juli 2011 07.00 17.00 21 23 22 11 Rabu, 13 Juli 2011 06.30 18.20 22 24 23 12 Kamis, 14 Juli 2011 06.05 18.00 22 24 23 13 Jumat, 15 Juli 2011 06.10 18.00 22 25 23,5 14 Sabtu, 16 Juli 2011 06.30 18.08 20 22 21 15 Minggu, 17 Juli 2011 06.00 18.10 20 23 21,5 16 Senin, 18 Juli 2011 06.50 18.10 20 23,5 21,75 17 Selasa, 19 Juli 2011 06.15 17.45 20 23 21,5 18 Rabu, 20 Juli 2011 06.37 18.15 21 24 22,5 19 Kamis, 21 Juli 2011 06.25 18.10 20 24 22 20 Jumat, 22 Juli 2011 06.00 17.42 20 24 22 21 Sabtu, 23 Juli 2011 07.10 17.40 20 23 21,5 22 Minggu, 24 Juli 2011 07.35 18.15 20 24 22 23 Senin, 25 Juli 2011 06.20 18.20 21 24 22,5 24 Selasa, 26 Juli 2011 07.15 18.23 22 24 23 25 Rabu, 27 Juli 2011 06.36 18.10 20 24 22 26 Kamis, 28 Juli 2011 06.35 18.00 21 23 22 27 Jumat, 29 Juli 2011 07.00 18.20 21 23,3 22,15 28 Sabtu, 30 Juli 2011 06.30 18.00 21 24 22,5 29 Minggu, 31 Juli 2011 06.00 18.00 20 23 21,5 30 Senin, 1 Agustus 2011 06.30 17.00 21 23 22
75
Lampiran 2 Daftar jenis-jenis pohon pakan orangutan di Stasiun Sungai Pengian
No. Nama lokal Nama ilmiah Famili 1 Ludai Sapium bacatium Euphorbiaceae 2 Malabaian Macaranga gigantea Euphorbiaceae 3 Balik angin Mallotus macrostachys Euphorbiaceae 4 Akar gitan Willughbeia tenuiflora Apocynaceae 5 Tampui tungau Baccaurea spp. Euphorbiaceae 6 Rotan udang Callamus spp. Aracaceae 7 Sebekal Fordia johorensis Caesalpiniaceae 8 Durian Durio zibetinus Bombacaceae 9 Rambung gala-gala Ficus variegata Moraceae 10 Tempening Lithocarpus ewychii Fagaceae 11 Rambung/aro Ficus spp. Moraceae 12 Rambutan/kuduk biawak Nephelium rambunake Sapindaceae 13 Cempunik Sterculia gloatus Moraceae 14 Cempedak Arthocarpus walichianus Moraceae 15 Terap Arthocarpus rigidus Moraceae 16 Petai Parkia singularis Memosaceae 17 Tayas/mangga hutan Mangifera auriculata Anacardiaceae 18 Sangkuang/kedondong hutan Santiria rubiginosa Burseraceae 19 Barangan Castanopsis argentea Fagaceae
Lampiran 3 Suhu harian di Stasiun Danau Alo
No. Tanggal pengamatan
Waktu pengamatan
(WIB)
Suhu harian (°C)
Suhu rata-rata harian
Pagi Sore Pagi Sore
1 Minggu, 14 Agustus 2011 06.17 18.03 24,5 26,5 25,5 2 Senin, 15 Agustus 2011 06.17 18.00 23,5 26 24,75 3 Selasa, 16 Agustus 2011 06.13 18.00 23 25,5 24,25 4 Rabu, 17 Agustus 2011 06.14 18.00 22,5 26 24,25 5 Kamis, 18 Agustus 2011 06.06 17.56 22,5 25 23,75 6 Jumat, 19 Agustus 2011 06.00 18.00 23,5 25,5 24,5 7 Sabtu, 20 Agustus 2011 06.00 18.00 24 25 24,5 8 Minggu, 21 Agustus 2011 06.00 18.07 23 26 24,5 9 Senin, 22 Agustus 2011 06.04 18.00 23,5 26 24,75
10 Selasa, 23 Agustus 2011 06.00 18.00 24 26 25 11 Rabu, 24 Agustus 2011 06.00 18.00 24 26,5 25,25 12 Kamis, 25 Agustus 2011 06.00 18.00 23,5 26 24,75
Lam
pira
n 4
Stru
ktur
org
anis
asi F
rank
furt
Zoo
logo
cal S
ocie
ty (F
ZS)
STR
UK
TU
R O
RG
AN
ISA
SI F
RA
NK
FUR
T Z
OO
LO
GIC
AL
SO
CIE
TY
K
et :
Gar
is K
oman
do
:
Gar
is K
oord
inas
i :
MA
NA
JER
OPE
RA
SIO
NA
L
KO
OR
DIN
ATO
R T
ELEM
ETR
Y
DA
N 7
STA
FF T
ELEM
ETR
Y
DIR
EKTU
R P
RO
GR
AM
FRA
NK
FUR
T ZO
OLO
GIC
AL
SOC
IETY
CO
UN
TER
PAR
T B
KSD
A
PRO
GR
AM
REI
NTR
OD
UK
SI
OR
AN
GU
TAN
SU
MA
TER
A
MA
NA
JER
STA
SIU
N
STA
FF P
RO
GR
AM
R
EIN
TRO
DU
KSI
6 O
RA
NG
STA
FF O
OS
(STA
SIU
N
DA
NA
U A
LO)
6 O
RA
NG
STA
FF S
TASI
UN
SU
NG
AI P
ENG
IAN
76
La
mpi
ran
5 D
uras
i mak
an o
rang
utan
Frek
uens
imak
an 1
Nam
aind
ivid
u W
aktu
mak
an
(WIB
) U
lang
an
Dur
asim
akan
I
II
III
IV
V
VI
VII
m
enit:
detik
M
asita
08
.00
6:13
13
:17
7:43
0:
25:2
7 18
:03
0:30
:06
10:1
1 15
:52
Bob
o 08
.00
3:05
4:
42
1:41
4:
05
7:46
5:
01
5:08
4:
35
Ale
x 08
.00
10:3
3 8:
28
10:3
0 14
:34
8:14
5:
46
6:42
9:
15
Fran
gkie
08
.00
10:4
4 8:
00
9:48
2:
58
0:58
7:
18
2:36
6:
03
Mam
bo
08.0
0 8:
07
5:55
8:
00
15:1
4 7:
45
8:31
4:
56
8:21
Mirr
iam
08
.00
15:2
9 16
:46
16:2
2 14
:26
15:2
7 17
:43
15:3
3 15
:58
Frek
uens
imak
an 2
Nam
aind
ivid
u W
aktu
mak
an
(WIB
) U
lang
an
Dur
asim
akan
I
II
III
IV
V
VI
VII
m
enit:
detik
M
asita
10
.00
13:4
6 10
:35
15:0
1 5:
39
7:29
5:
30
10:1
1 9:
44
Bob
o 10
.00
0:06
4:
11
1:41
7:
12
6:53
8:
34
6:30
5:
01
Ale
x 10
.00
1:42
2:
31
3:11
5:
06
4:14
9:
19
2:35
4:
05
Fran
gkie
10
.00
5:06
4:
32
4:48
3:
26
8:17
7:
03
14:4
2 6:
50
Mam
bo
10.0
0 6:
34
6:47
9:
38
4:09
6:
06
9:04
7:
42
7:08
M
irria
m
10.0
0 21
:02
8:52
16
:53
7:55
14
:35
9:24
11
:06
12:5
0
77
La
mpi
ran
5 la
njut
an
Frek
uens
imak
an 3
Nam
aind
ivid
u W
aktu
mak
an
(WIB
) U
lang
an
Dur
asim
akan
I
II
III
IV
V
VI
VII
m
enit:
detik
M
asita
12
.00
12:0
1 2:
31
9:57
0:
57
10:1
2 7:
43
12:2
8 7:
58
Bob
o 12
.00
5:47
7:
35
5:16
9:
17
8:42
6:
56
5:01
6:
56
Ale
x 12
.00
1:42
9:
37
10:4
9 6:
46
8:55
9:
45
7:54
7:
55
Fran
gkie
12
.00
7:19
11
:27
3:34
5:
47
8:09
3:
54
3:19
6:
12
Mam
bo
12.0
0 10
:59
7:02
7:
31
11:1
6 7:
37
13:2
3 6:
00
9:06
M
irria
m
12.0
0 16
:40
9:07
6:
01
12:5
8 10
:08
9:57
10
:28
10:4
5
Frek
uens
imak
an 4
Nam
aind
ivid
u W
aktu
mak
an
(WIB
) U
lang
an
Dur
asim
akan
I
II
III
IV
V
VI
VII
m
enit:
detik
M
asita
14
.00
5:56
8:
15
9:46
6:
05
9:01
4:
40
5:01
6:
57
Bob
o 14
.00
8:21
9:
27
3:44
0:
27:2
0 5:
10
4:09
7:
40
9:24
A
lex
14.0
0 7:
30
7:18
11
:36
7:29
5:
32
7:20
5:
09
7:25
Fr
angk
ie
14.0
0 4:
07
6:19
1:
40
5:55
2:
31
4:32
2:
02
3:52
M
ambo
14
.00
8:11
6:
03
7:42
6:
03
8:00
8:
13
6:00
7:
10
Mirr
iam
14
.00
8:00
11
:39
6:47
16
:47
7:56
15
:07
11:3
4 11
:07
78
La
mpi
ran
5 la
njut
an
Frek
uens
imak
an 5
Nam
aind
ivid
u W
aktu
mak
an
(WIB
) U
lang
an
Dur
asim
akan
I
II
III
IV
V
VI
VII
m
enit:
detik
M
asita
16
.00
14:2
7 10
:41
14:3
8 12
:06
13:4
2 9:
17
6:24
11
:36
Bob
o 16
.00
7:34
6:
37
8:00
6:
22
8:51
8:
29
5:15
7:
18
Ale
x 16
.00
6:37
4:
31
6:28
8:
58
5:43
8:
49
8:49
7:
07
Fran
gkie
16
.00
10:3
5 12
:08
14:0
0 1:
52
8:39
7:
50
7:21
8:
55
Mam
bo
16.0
0 14
:28
9:30
11
:39
8:47
8:
58
13:3
8 14
:38
11:3
9 M
irria
m
16.0
0 18
:50
16:2
2 20
:02
18:2
1 0:
24:4
4 0:
24:5
0 18
:20
20:1
2
79
80
Lampiran 6 Panduan wawancara kepada teknisi
Pedoman wawancara mendalam
Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (PROS)
Informan : Teknisi (Animal keeper)
Hari/tgl wawancara :
Lokasi wawancara :
Nama dan umur informan :
Jabatan :
1. Sudah berapa lama anda bekerja sebagai teknisi di Pusat Reintroduksi
Orangutan?
2. Apa alasan anda mau bekerja di Pusat Reintroduksi ini?
3. Bagaimana kesan pengelolaan yang anda dapatkan selama anda bekerja?
4. Bagaimana sajakah kegiatan yang Anda lakukan pada orangutan tersebut?
5. Bagaimanakah kegiatan pembersihan dan perawatan yang Anda lakukan
khususnya pada kandang sosialisasi tersebut?
6. Adakah perawatan kesehatan yang diberikan pada orangutan di kandang
sosialisasi tersebut? Jika ada, apa saja?
7. Menurut Anda berapakah luasan ideal yang dipergunakan untuk kandang
sosialisasi ini?
8. Menurut Anda, apakah luasan areal sudah sesuai dengan jumlah orangutan
yang berada pada setiap kandang tersebut?
9. Kendala apa saja yang ditemukan selama anda bekerja?
10. Berapa ekor orangutan yang mati selama anda mengelolanya?
11. Perlakuan apa saja yang anda berikan pada orangutan tersebut?
12. Apakah ada upaya dari pengelola reintroduksi atau pemerintah untuk
meningkatkan keterampilan dan keahlian para teknisi di tempat ini?
13. Bagaimana harapan anda mengenai pengelolaan di Pusat Reintroduksi ini?
81
Lampiran 7 Panduan wawancara kepada masyarakat
Pedoman Wawancara Mendalam Mengenai Pusat Reintroduksi Orangutan
Informan : Masyarakat
Hari/tgl wawancara :
Lokasi wawancara :
Nama dan usia informan :
1. Apakah anda mengetahui mengenai adanya orangutan di daerah ini?
2. Apakah anda mengetahui ada Pusat Reintroduksi di daerah anda?
Apakah anda mengenal para teknisi atau pengelola Pusat Reintroduksi
tersebut?
3. Sudah berapa lama anda tinggal di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan?
4. Bagaimanakah menurut Anda pengaruh keberadaan adanya Pusat
Reintroduksi Orangutan ini?
5. Apakah Anda merasakan ada dampak positif dengan adanya orangutan di
daerah ini? Jika ada, apa saja?
6. Apakah ada kerugian yang anda rasakan dengan adanya orangutan di
daerah ini? Jika ada, kerugian seperti apa?
7. Pernahkah anda memberitahukan hal tersebut (kerugian yang anda
rasakan) kepada pengelola reintroduksi?
8. Bagaimana respon dari pihak pengelola?
9. Bagaimana menurut Anda jenis pakan yang diberikan untuk orangutan
tersebut? Apakah sudah sesuai dengan pakan alaminya?
10. Pernahkah anda masuk ke dalam lokasi reintroduksi orangutan?
11. Bagaimana menurut anda pengelolaan orangutan pada kandang sosialisasi
tersebut?
12. Apakah yang anda harapkan dari Pusat Reintroduksi Orangutan ini?
82
Lampiran 8 Daftar nama-nama informan (pengelola dan teknisi) yang
diwawancarai
1. JPS (29 tahun)
2. Ark (23 tahun)
3. RS (26 tahun)
4. PA (40 tahun)
5. Evn (21 tahun)
6. Ryn (23 tahun)
7. Nsrl (22 tahun)
Lampiran 9 Daftar nama-nama informan (masyarakat) yang diwawancarai
1. Hrmn (24 tahun)
2. Bhki (28 tahun)
3. Sndi (32 tahun)
4. Ftm E (35 tahun)
5. M. Srf (35 tahun)
6. M. Sykr (37 tahun)
7. Bpk. Htt (40 tahun)
8. Zjmn (40 tahun)
9. Bpk. Sdrmn (45 tahun)
10. Ksng (45 tahun)
11. Ibu. Tss (46 tahun)
12. Tbi (49 tahun)
13. Bpk. Usm (50 tahun)
14. Msra (50 tahun)
15. Bkh (53 tahun)
16. M. Nr (59 tahun)
17. Ahmh (66 tahun)
18. Dmri (66 tahun)