manajemen linen

19
Manajemen Linen, Laundry dan CSSD RS Document Transcript 1. LINEN KOTOR DI RAWAT INAP Kelompok 7: Adinda Niken P (0906566485) Aziza Purwani (0906539572) Faradina Anastasia (0906539963) Melisa Dewintasari (0906540366) Meutia (0906566895) Tesar Yusuf (0906541015) Vokasi Perumahsakitan 2009 UNIVERSITAS INDONESIA KATA PENGANTAR 2. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Kami juga ucapkan terima kasih kepada Ibu Sumijatun SKp MARS, Ibu Djatu dan Ibu Elsa Roseline selaku dosen pembimbing kami. Tugas makalah ini mengenai pengelolaan linen kotor di Rawat Inap pada mata kuliah Manajemen Linen, Laundry dan CSSD di RS. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Akhirnya kami ucapkan terima kasih. Jakarta, 16 Mei 2011 Kelompok 7 DAFTAR ISI 3. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai sistem terpadu, terdiri dari subsistem yang saling terkait. Subsistem yang bertanggung jawab dalam pengelolaan linen adalah laundry (binatu), mulai dari perencanaan, pencucian linen kotor menjadi linen bersih, yang dapat membuat pasien menjadi nyaman dan mencegah penyebaran infeksi. Karena pada dasarnya linen kotor merupakan sumber timbulnya suatu penyakit,berdasarkan dari hal ini,maka kami membuat makalah bertemakan pengelolaan linen kotor di ruang rawat inap. Salah satu unit yang berhubungan langsung dengan linen kotor adalah rawat inap. Rawat inap adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, dimana pasien di inapkan disuatu ruangan dirumah sakit.

Upload: anton-kadarusman

Post on 03-May-2017

346 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Manajemen Linen, Laundry dan CSSD RS Document Transcript

Manajemen Linen, Laundry dan CSSD RS Document Transcript

1. LINEN KOTOR DI RAWAT INAP Kelompok 7: Adinda Niken P (0906566485) Aziza Purwani (0906539572) Faradina Anastasia (0906539963) Melisa Dewintasari (0906540366) Meutia (0906566895) Tesar Yusuf (0906541015) Vokasi Perumahsakitan 2009 UNIVERSITAS INDONESIA KATA PENGANTAR

2. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Kami juga ucapkan terima kasih kepada Ibu Sumijatun SKp MARS, Ibu Djatu dan Ibu Elsa Roseline selaku dosen pembimbing kami. Tugas makalah ini mengenai pengelolaan linen kotor di Rawat Inap pada mata kuliah Manajemen Linen, Laundry dan CSSD di RS. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Akhirnya kami ucapkan terima kasih. Jakarta, 16 Mei 2011 Kelompok 7 DAFTAR ISI

3. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai sistem terpadu, terdiri dari subsistem yang saling terkait. Subsistem yang bertanggung jawab dalam pengelolaan linen adalah laundry (binatu), mulai dari perencanaan, pencucian linen kotor menjadi linen bersih, yang dapat membuat pasien menjadi nyaman dan mencegah penyebaran infeksi. Karena pada dasarnya linen kotor merupakan sumber timbulnya suatu penyakit,berdasarkan dari hal ini,maka kami membuat makalah bertemakan pengelolaan linen kotor di ruang rawat inap. Salah satu unit yang berhubungan langsung dengan linen kotor adalah rawat inap. Rawat inap adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, dimana pasien di inapkan disuatu ruangan dirumah sakit. Pengelolaan linen kotor di ruang rawat inap,bersifat sangat kompleks. Tetapi banyak rumah sakit yang belum sadar akan pentingnya pengelolaan linen kotor di ruang rawat inap sebab pihak rumah sakit pada umumnya lebih mementingkan kebutuhan medis dibandingkan dengan kebutuhan pendukung seperti steek laken, seprai, handuk, dan lain-lain. Oleh karena itu pengelolaan linen kotor di ruang rawat inap sangat penting untuk di ketahui atau di pelajari. B. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah linen ini adalah 1. Memahami bahaya linen kotor di bagian rawat inap 2. Mengetahui jenis-jenis linen kotor yang ada di rawat inap 3. Memahami cara pengelolaan linen kotor di rawat inap 4. Mengetahui alur pengiriman linen kotor dari ruangan rawat inap ke ISSB

4. BAB II PEMBAHASAN A. Pengelolaan Linen Kotor Linen kotor adalah linen yang telah dipakai oleh pasien, pegawai, perkantoran maupun oleh keluarga pasien dirumah sakit. Linen kotor merupakan sumber infeksi yang dapat menjadi perantara tertularnya penyakit dari orang yang menderita penyakit infeksius ke orang lain yang mempunyai daya tahan tubuh rendah. Linen kotor terbagi menjadi dua macam yaitu, linen infeksius dan linen non infeksius. Linen infeksius adalah linen yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi sedangkan linen non infeksius adalah linen kotor yang berasal dari pasien. Bagian administrasi, apotik dan lain-lain yang tidak terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh. B. Asal Linen Kotor Asal linen kotor dirumah sakit berasal dari berbagai unit pelayanan sebagai berikut 1. Perkantoran / administrasi 2. Poliklinik / rawat jalan 3. Unit gawat darurat 4. Ruang rawat inap 5. Unit khusus: a. Intensive care unit b. Intensive coronary care unit c. Neonatal intensive care unit d. Unit perawatan luka bakar e. Ruang isolasi 6. Kamar operasi C. Karakteristik Linen Kotor Karakteristik linen kotor sesuai dengan asalnya, sehingga penanganannya juga dibedakan menjadi: 1. Linen yang berasal dari perkantoran Berasal dari kantor direksi / staf, pendidikan dan pelatihan perpustakaan, ruang administrasi di seluruh unit, dapur, kamar jenazah, farmasi dan lain-lain. Contohnya, tirai jendela, lap tangan, taplak, dan lain-lain yang berkaitan dengan administrasi. Termasuk linen non infeksius karena tidak terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh. 2. Linen kotor yang berasal dari rawat jalan Linen kotor yang dihasilkan tergantung dari poliklinik yang menanganinya, yaitu:

5. a. Poli bedah, menghasilkan linen kotor yang infeksius dan non infeksius. Contohnya darah dan obat-obat luka. b. Poli penyakit dalam, menghasilkan linen kotor yang infeksius dan non infeksius. Biasanya tercemar dengan keringat atau obat gosok yang dibawa oleh pasien. c. Poli anak, menghasilkan linen kotor yang biasanya tercemar oleh urine. d. Poli kebidanan, menghasilkan linen kotor yang tercemar oleh air ketuban dan darah. e. Unit gawat darurat, menghasilkan linen infeksius dan non infeksius. Noda pada linen biasanya darah, nanah, muntah, urine, tinja atau tanah. f. Ruang rawat inap, menghasilkan linen kotor yang infeksius dan non infeksius. Contohnya darah, urine, atau tinja tergantung dari asal ruangannya. 3. Linen yang berasal dari unit khusus Menghasilkan linen infeksius dan non infeksius. Contohnya noda yang disebabkan oleh darah, urine dan obat-obatan. 4. Linen yang berasal dari Kamar Operasi Terbagi menjadi dua, yakni operasi terencana yang menghasilkan linen infeksius dan operasi cito dapat menghasilkan infeksius dan non infeksius. Contohnya darah dan obatobatan. D. Sistem Pengelolaan Linen 1. Sistem Sentralisasi yaitu suatu sistem pengelolaan linen yang meliputi perencanaan, pengusulan, pengadaan, distribusi, pencucian, pemeliharaan sampai inventorinya dikelola oleh satuan kerja yaitu Laundry. 2. Sistem Desentralisasi yaitu suatu sistem pengelolaan linen dimana perencanaan, pengusulan pengadaan serta inventorinya dilakukan oleh masing-masing satuan kerja, sedangkan Laundry hanya melaksanakan pencucian dan pemeliharaan linen saja. E. Penanganan Dan Pengangkutan Linen 1. Troli yang berbeda antara linen kotor dengan linen bersih (pembedaan warna/kode) 2. Troli/wadah mampu menampung beban linen 3. Muatan tidak berlebih 4. Pembersihan troli linen dengan chlorin 0,5% 5. Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak boleh dilakukan bersamaan F. Penyortiran Linen disortir dengan tiga kategori umum: 1. Tingkat Kotoran ( Jenis) 2. Jenis Kain ( Serat dan warna) 3. Proses (Sesuai alat yang digunakan)

6. G. Pencucian 1. Flush (Pembasahan) Satu atau lebih pembasahan diperlukan untuk menghilangkan kotoran yang larut pada air dan membantu penyerapan bahan kimia secara cepat keserat benang pada saat proses penyabunan berlangsung. Pembasahan umumnya memakai level air tinggi dengan kisaran waktu 2-3 menit. Fungsi lain dari pembasahan adalah menyesuaikan suhu sebelum proses penyabunan yang umumnya memakai suhu tinggi. 2. Washing (Penyabunan) Tahap ini adalah tahap pencucian yang sebenarnya, tahap ini umumnya memakai deterjen powder(bubuk)/liquid (cair) dengan suhu tinggi dan berkisar 8 15 menit. 3. Carryover Suds (pembilasan awal) Step ini biasanya digunakan untuk menurunkan suhu dan kadar detergent sebelum memasuki proses penghilangan noda. Umumnya menggunakan level air tinggi dan 2-5 menit. 4. Bleaching Proses ini untuk menghilangkan noda, umumnya menggunakan bahan kimia bersifat chlorine dengan suhu antara 60 65 C dengan waktu 8 10 menit. 5. Rinse (Pembilasan) dua atau tiga kali menggunakan Sour Tahapan ini untuk mengurangi kadar bahan kimia dan menurunkan suhu, 2-3 menit dengan level air yang tinggi. 6. Soft (Final Rinse) Langkah ini adalah untuk perawatan linen dengan cara mendapatkan kadar pH yang sesuai dengan kulit manusia dan ditambahkan Softener untuk penampilan dan rasa nyaman terhadap linen. Umumnya memakai air hangat atau dingin dengan level air menegah dan 3-5 menit. 7. Extract (Pemerasan) Tahap ini untuk mengurangi kadar air di linen sebelum ke proses pengeringan. Umumnya membutuhkan waktu antara 2 12 menit tergantung jenis dan ketebalan kain. Ada beberapa langkah tambahan sekalipun jarang dipakai seperti: 1. Break (prewash) Pre wash (pencucian awal) digunakan untuk cucian dengan tingkat kotoran lebih berat yang cenderung berminyak. Tahap ini biasanya menggunakan suhu hangat 50 55 C. Waktu yang biasa digunakan adalah 6 8 menit. 2. Intermediate Extract Digunakan untuk mempercepat penurunan kadar bahan kimia sehingga tidak membutuhkan pembilasan terlalu banyak. Tetapi ada hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai suhu, jangan sampai ini membuat pengerutan dikain karena penurunan suhu terlalu cepat. 3. Starch/Sizing (Pengkanjian) Langkah ini adalah untuk menambahkan suatu Starchener untuk membantu mengeraskan kain

7. agar mudah dibentuk dan licin sehinggan memudahkan dalam penyetrikaan. Umumnya tahap ini menggunakan level air yang lebih rendah, dengan suhu menengah. Kain yang biasa dikanji adalah napkin, table cloth dan uniform. H. Drying (Pengeringan) Setelah linen dicuci lalu menuju ketahap berikutnya adalah pengeringan. Semua linen yang keluar dari proses pencucian harus dikeringkan sesuai dengan masing masing jenis pengeringan: dry cleaning, tumbling, ironing, finishing dan pressing. y Dry cleaning: Untuk memeriksakan pakaian yang akan dicuci, menyortir pakaian dan menghindari kerusakan bahan. y Tumbling: Lebih untuk mengeringkan handuk. Alat ini beragam jenis dan kapasitasnya. Sumber pemanasnyapun beragam dari uap panas (steam), gas (api) atau listrik heater. y Ironing: Untuk penyetrikaan cucian yang berbentuk lembaran y Finishing: Untuk menyelesaikan pengepresan dan penyetrikaan pakaian tamu setelah selesai dikeringkan. Bila ada yang belum bersih maka dikembalikan ke bagian pencucian. y Pressing: untuk penyetrikaan cucian yang menggunakan setrika (iron) maupun setrika press (press machine). I. Folding (Pelipatan linen bersih) Setelah proses pengeringan maka dilanjut proses pelipatan, umumnya laundry kecil dilakukan secara manual. Dengan menyemprotkan pelicin (mengandung pewangi). Mesin pelipat otomatis juga trsedia untuk sprei dan handuk baik sekala kecil sampai besar. Keuntungannya adalah mampu mengurangi tenaga kerja sehingga menekan biaya operasional. Sementara pelipatan secara manual biasanya mendapatkan kualitas lipatan lebih baik dan mampu menyeleksi hasil cucian yang lebih baik karena secara detail noda yang masih tertinggal bisa segera dipisahkan. J. Storing (penyimpanan) Setelah linen semua terlipat, sebelum sebagian disimpan digudang dan sebagian dipakai langsung. Evaluasi hasil cucian bisa dilakukan ditahapan ini, tetapi perlu hati hati karena penataan sinar lampu diruangan penyimpanan terkadang kurang bagus sehingga hasil cucian terlihat kurang bagus. Gudang penyimpanan sebaiknya jangan tercampur dengan linen kotor karena bisa cross kontaminasi, dengan membersihkan secara rutin digudang penyimpanan dan memperhatikan sirkulasi udara sangatlah membantu untuk mendapatkan hasil yang maksimal. K. S u h u Suhu yang direkomendasikan untuk tekstil: 1. Katun 90 C 2. Polykatun 80 C

8. 3. Polyster 75 C 4. Wool dan Silk 30 C L. Penggunaan bahan-bahan kimia Detergen : Untuk menghilangkan kotoran (noda keringat, darah, dan muntah) Alkali : Untuk mengangkat segala jenis noda yang menempel pada linen C.Bleach : Memutihkan linen putih, membunuh bakteri dan mengangkat noda pada linen Emulsifier : Membersihkan segala jenis pengotor ang bersifat lemak Netralisir : Mengatur pH pada pencucian akhir, mengangkat residu padalinen yang dicuci Softene r : Melembutkan dan mengharumkan linen yang telah dicuci M. Prosedur Prosedur untuk linen kotor infeksius: 1. Biasakan mencuci tangan hygienes dengan sabun 10 15 detik sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan. 2. Gunakan APD : sarung tangan, masker dan apron 3. Persiapkan alat dan bahan : sikat, ember dengan tulisan infeksius, kantung dalam linen infeksius, kantung luar linen infeksius dan tali untuk pengikat. 4. Lipat bagian terinfeksi di bagian dalam 5. Siapkan trolly linen kotor 6. Kantung linen kotor yang sudah tertutup siap dimasukan dan dikumpulkan ke trolly linen kotor untuk dibawa ke laundry. Prosedur untuk linen kotor non infeksius: 1. Biasakan mencuci tangan hygienes dengan sabun 10 15 detik sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan. 2. Gunakan APD : sarung tangan, masker dan apron 3. Persiapkan alat dan bahan : sikat, ember dengan tulisan, kantung linen tidak terinfeksi. 4. Siapkan trolly linen kotor 5. Beberapa kantung linen kotor yang sudah tertutup siap dimasukan dan dikumpulkan ke trolly linen kotor untuk dibawa ke laundry

9. N. Alur pengiriman linen kotor infeksius linen kotor yang dipakai pasien Dikirim ke laundry Non infeksius Dipisah ditimbang -dicuci Dikeringkan- disetrika Linen steril Linen Non steril Gudang penyimpanan CSSD distribusi distribusi O. Penggantian linen pasien 1. Sebelum penggantian linen pasien, wadah untuk menempatkan linen kotor sudah disiapkan. 2. Pada waktu penggantian linen pasien, petugas diwajibkan menggunakan masker, sarung tangan dan apron. 3. Pisahkan antara linen kotor biasa dan linen ternoda (darah dan cairan tubuh lainnya) 4. Linen kotor dilipat, bagian yang bernoda tempatkan dibagian dalam 5. Tidak meletakan linen kotor dilantai 6. Tidak mengibaskan linen kotor 7. Linen kotor yang bernoda darah (darah dan cairan tubuh lainnya) dibersihkan dulu diruangan. 8. Direndam dengan disinfektan. 9. Linen kotor dari pasien langsung dimasukan ke wadah atau kantong plastik berwarna kuning untuk linen infeksius, kantong plastik berwarna hitam untuk linen kotor non infeksius dan disegel. Biasakan cuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan.

10. Penyimpanan linen bersih siap pakai: 1. Tangan petugas harus bersih sebelum memegang linen 2. Pastikan semua permukaan lemari dalam keadaan bersih dan kering dengan suhu ruangan 22-27 C 3. Simpan linen sesuai dengan jenis linennya 4. Pisahkan area linen kotor dan linen bersih 5. Pencatatan linen yang masuk dan keluar dengan sistim FIFO 6. Persediaan linen di Ruang Rawat minimal 3 parstok 7. Pengambilan linen/distribusi harus menggunakan form pengambilan P. Monitoring dan evaluasi Kualitas dan kuantitas linen: 1. Kualitas :Bersih, tidak bernoda, tidak berbau, cemerlang, dan bebas kuman 2. Kuantitas : Jumlah linen, frekuensi pencucian (150 x (VIP), 200 (biasa)) Selain itu, pemakaian detergent, pelembut, pengharum, pemutih dan bahan kimia lainnya harus dievaluasi guna menguji keefektifannya. Q. Jenis Linen Rumah Sakit 1. Seprei/ Laken 13. Wash lap 2. Steek Laken 14. Keset kamar mandi 3. Perlak / Zeil 15. Baju Pasien 4. Sarung bantal 16. Baju Operasi 5. Sarung Guling 17. Celana operasi 6. Selimut 18. Jas operasi 7. Boven Laken 19. Laken operasi 8. Alas Kasur 20. Topi kain 9. Bed cover 21. Masker 10. Handuk mandi 22. Doek 11. Handuk tangan 23. Sarung kaki 12. Handuk muka 24. Sarung meja instrument

11. 25. Mitela 32. Gurita bayi 26. Barak schort 33. Steek Laken Bayi 27. Kain Penutup tabung Gas 34. Laken bayi 35. Selimut bayi 36. Tirai / Gorden 37. Kain Penyekat 38. Taplak 28. Celemek 29. Popok Bayi 30. 31. Baju bayi Kain bedong

12. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan y Bahwa pengelolaan linen kotor di ruangan rawat inap bukan hal yang bisa diabaikan, terutama karena linen kotor merupakan sumber infeksi yang dapat menjadi perantara tertularnya penyakit dari orang yang menderita penyakit infeksius ke orang lain yang mempunyai daya tahan tubuh rendah. y Linen kotor harus diawasi secara ketat alurnya, selain untuk mencegah infeksi, kegiatan ini dimaksudkan untuk melatih petugas kesehatan agar lebih berhati-hati dengan kegiatan yang berdentuhan dengan linen kotor. y Semua unit yang berada di rumah sakit beresiko mendapat infeksi dari linen kotor, tidak terkecuali unit yang tidak berkaitan dengan hal medis (contoh: unit administrasi) B. Saran y Pada hakikatnya, sebagai petugas kesehatan harus mengetahui dampak dari linen kotor untuk menghindari infeksi-infeksi yang akan ditimbulkan, maka diperlukan kesadaran dari tiap individu untuk belajar dengan tujuan mengetahui dampak negatif yang akan ditimbulkan dari linen kotor. Apabila rumah sakit ingin mengambil langkah preventif, maka diperlukan pelatihan-pelatihan atau pembelajaran dalam dari dalam maupun luar rumah sakit yang dapat menambah wawasan petugas kesehatan tentang linen kotor. y Perlu adanya komunikasi 2 arah antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya tentang linen kotor karena walau kemungkinannya kecil, penularan infeksi penyakit dari linen kotor dapat terjadi pada pasien atau keluarganya.

http://www.slideshare.net/yusufbadurohman/pengelolaan-linen-kotorGoogle+

Lihat Entri

Home sterilisasi Instalasi Pusat Sterilisasi - CSSD Instalasi Pusat Sterilisasi - CSSD

Selasa, 29 Mei 2012

Tulis Komentar

Kita mengenal bahwa Intalasi Pusat Sterilisasi atau yang istilah awamnya disebut CSSD Central Sterile Supply Department merupakan suatu unit pelayanan yang mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai dengan standar sterilisasi dan memenuhi kebutuhan barang-barang steril yang ada di rumah sakit.

Instalasi Pusat Sterilisasi atau CSSD - Central Sterile Supply Department ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit tersebut.

Pralana Dalam Istalasi Pusat SterilisasiDalam instalasi sterilisasi pusat dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan oleh direktur rumah sakit. Dalam tugasnya, Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi dibantu oleh tenaga-tenaga fungsional dan atau non medis. Sedangkan untuk tugas dan atau beban kerja yang dilaksanakan, disesuaikan dengan besar kecilnya suatu instalasi yang bersangkutan dalam jabatan fungsionalnya.

Instalasi pusat sterilisasi memegang peranan penting dalam pengadaan alat-alat steril yang membantu unit-unit lain yang menggunakan instrument, linen dan bahan lain yang membutuhkan kondisi yang steril.

Kenapa dalam suatu rumah sakit harus ada InstaLasi Pusat Sterilisasi? Bukankah proses sterilisasi bisa dilakukan di tiap-tiap unit (ruangan)? Memang betul, tapi apakah mungkin setiap unit bisa melakukannya?Misalnya di Instalasi Kamar Operasi, tidak mungkin unit tersebut harus membersihkan linen-linen bekas operasi, jika ini dilakukan di unit tersebut akan mengurangi pelayanan dalam unit tersebut.

Untuk itulah, Instalasi Pusat Sterilisasi diperlukan ada di rumah sakit karena :

1. PelayananTujuan utama sebuah rumah sakit adalah pelayanan yang baik. Dan dengan adanya unit ini akan menambah peningkatan pelayanan yang baik. Baik itu untuk pasien atau untuk unti-unit yang terhubungan dengan instalasi sterilisasi.Selain itu, meningkatkan mutu steriliasi yang sesuai dengan standart sterilisasi.

2. Pengendalian Infeksi NosokomialPengendalian infeksi nosokomial akan tercapai dengan adanya instalasi pusat sterilisasi ini tapi itu tidak menutup kemungkinan akan tetap ada infeksi nosokomial jika mereka bekerja sendirian. Dan untuk lenih meningkatkan efektifitas keberhasilan dalam pengendalian infeksi nosokomial harus bekerja sama dengaN tim pengendali infeksi nosokomial rumah sakit.

Dengan adanya kerjasama ini, akan ada masukan dan arahan dalam dua arah untuk mengatasi atau menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit.

3. Perkembangan Ilmu dan TeknologiUntuk meningkatkan penggunaa alat-alat modernisasi dalam sterilisasi.

4. Pendekatan MutuDalam hal ini adalah hasil yang didapat setelah proses sterilisasi. Hasil dari sterilisasi terhadap alat-alat kesehatan harus melalui proses yang ketat terlebih dahulu sebelum menjadi alat yang benar-benar steril dan aman untuk digunakan. Artinya, harus dilakukan kontrol ketat, karena dengan melakukan kontrol yang ketat, maka setiap produk yang dihasilkan akan terjamin kualitas sterilisasinya, yang pada akhirnya akan dapat menekan angka kejadian infeksi di rumah sakit.

5. Efisien dan EfektifDengan adanya pusat sterilisasi di sebuah rumah sakit yang terhubung dengan unit-unit yang di rumah sakit, diharapkan untuk selalu menyediakan produk (alat-alat) steril yang sesuai dengan satndart sterilisasi dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selain penjabaran diatas, untuk menciptakan keseimbangan dalam proses sterilisasi harus ada tim pengelola yang profesional yang terbentuk dalam sebuah struktur organisasi sterilisasi.

Berikut penjabaran terpenting dalam Struktur Organisasi Instalasi Pusat SterilisasiStruktur organisasi ini dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi (fungsional) dan mempunyai tanggung jawab langsung kepada Wakil Direktur Penunjang Medik. Pemangku jabatan dalam struktur organisasi tersebut bukan merupakan jabatan struktural.

Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi adalah seseorang yang sudah profesional dalam bidangnya. Agar dapat memberikan suatu pelayanan sterilisasi yang baik dan sudah memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit, maka Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi akan selalu dibantu oleh penanggung jawab administrasi; sub-instalasi dekontaminasi, sterilisasi dan produksi; sub-instalasi pengawasan mutu, pemeliharaan sarana dan peralatan, kesehatan dan keselamatan kerja (K3), serta pendidikan dan pengembangan tenaga di pusat sterilisasi; dan sub-instalasi distribusi.

Keberhasilan Dalam Proses SterilisasiSalah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai keberhasilan tersebut, perlu dilakukan pengendalian infeksi di rumah sakit. Salah satu bentuk pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit dilakukan dengan proses sterilisasi terhadap bahan dan alat medik yang digunakan untuk pelayanan pada pasien.

Terakhir, sebagai tenaga kesehatan, diharapkan dapat berperan dalam pengendalian infeksi di rumah sakit. Dan semoga Instalasi Pusat Sterilisasi - CSShttp://pakmantrionline.blogspot.com/2012/05/instalasi-pusat-sterilisasi-cssd.htmlCentral Sterile Supply Department (CSSD) adalah unit yang bertanggung jawab atas pencucian dan distribusi alat yang telah disterilkan di rumah sakit.

Daftar isi

1 Peranan CSSD dalam Rumah Sakit 2 Reality Check 3 Perkembangan Terkini 4 Apa yang menghambat perkembangan CSSD? 5 Penutup 6 Bibliografi 7 Lihat pula 8 Pranala luarPeranan CSSD dalam Rumah SakitKonsep dan peranan Central Sterile Supply Department (CSSD) telah berkembang dari hanya suatu departemen di rumah sakit menjadi koordinator dari suatu sistem kerja supply dan alat alat steril, hal ini dapat dianalogikan seperti satu unit autoclave untuk sterilisasi menjadi sistem infection control di rumah sakit. Secara ideal, CSSD adalah satu departemen yang independen dengan fasilitas untuk menerima,men desinfect, membersihkan, mengemas, men-steril, menyimpan dan mendistribusikan alat alat (baik yang dapat dipakai berulang kali dan alat sekali pakai), sesuai dengan standar prosedur. Beban kerja untuk CSSD berbeda antara rumah sakit satu dibandingkan dengan rumah sakit lainnya.

Dengan CSSD independent yang terpisah, kita dapat menghemat pengeluaran pembelian alat sterilisasi dengan memusatan alat-alat di satu departemen. Hal ini juga memastikan bahwa proses steril akan diawasi oleh staff khusus dan berjalan sesuai dengan standar prosedur operasi (SOP).

CSSD memerlukan kemampuan teknis khusus, hal ini dapat diartikan bahwa departemen ini mengontrol semua kegiatan dan manajemen aset yang secara tidak langsung juga memengaruhi pembelian alat-alat operasi umum dan khusus serta inventaris lainnya. CSSD di satu rumah sakit mencerminkan satu layanan berkualitas yang langka. Bertambahnya jumlah penderita yang mengalami infeksi di rumah sakit (nosocomial infection), telah membuka mata akan pentingnya CSSD. Jika CSSD tidak ada, maka ada kemungkinan peningkatan terjadinya infeksi nosocomial. Kemungkinan terjadinya infeksi nosocomial yang menyebabkan peningkatan angka kematian, peningkatan jangka waktu rawat inap dan pengeluaran dapat diturunkan dengan membangun CSSD yang baik.

Secara umum CSSD dilihat sebagai bagian penting dari sebuah Operating Theatre (OT) karena pengguna terbanyak dari alat-alat steril adalah OT. Tetap hal ini telah berubah, CSSD adalah bagian tak terpisahkan dari berbagai departemen seperti Out Patient Departemen, Dental, dan lain lain.

Salah satu faktor penting dalam menjalankan CSSD adalah sistem kerja yang baik. Untuk memiliki sistem kerja yang baik, proses sterilisasi membutuhkan fungsional dan kordinasi yang baik dari 3 area: area kotor (soiled zone), yang juga dikenal sebagai area pencucian, area bersih (clean zone) yang juga dikenal sebagai area assembly atau area packing, dan area steril (sterile zone) yang juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat alat steril. Rumah sakit yang dibangun tanpa CSSD pada awalnya, akan mengalami kesulitan untuk design dan perencanaan di tahap selanjutnya untuk mengintegrasikan CSSD departemen.

Reality CheckWalaupun teknologi ini telah tersedia tetap konsep CSSD belum terlalu popular di Indonesia.

Salah satu penyebab mengapa CSSD tidak popular di rumah sakit adalah absennya sistem akreditasi standar. Jurang yang memisahkan konsep CSSD dan implementasinya di rumah sakit juga dikarenakan langkanya dana dan kurangnya know-how di bidang ini.

Lagipula, manajemen rumah sakit sering kali tidak menganggap penting CSSD karena CSSD dianggap sebagai cost center yang tidak menghasilkan laba.

Perkembangan CSSD di Indonesia telah di implementasikan oleh Rumah Sakit Berakreditasi B sampai A, contohnya Rumah Sakit Tarakan Jakarta

Perkembangan TerkiniSaat ini, alat sterilisasi telah dikontrol secara otamatis dengan computer dengan sistem backup yang tidak meninggalkan celah untuk kesalahan. Secara teori, kita dapat mencapai 100 persen sterilisasi, tapi dalam kenyataan di lapangan untuk mencapai hal tersebut sangatlah sulit. Menurut guideline dari BGA (German Ministry of Health):

Disinfecting Levels for Washer Disinfectors

Level A90C/1 minDestruction of vegetative bacteria forms including mycobacterium, fungi and their spores.

Level B93C/10 minIrreversible inactivation of all virus

Disinfecting Level for Autoclaves

Level C105C/5 minDestruction of bacterial spores up to the resistant level of bacillus anthracis

Level D121C/20 minDestruction of all bacterial spores (e.g. clostridium tetani and perfringens)

* 90C / 5 min is the lethal equivalance to 100C/1 min, which is scientifically proven. Due to safety reasons, BGA has marked up this equivalance to 9C/10 min.Faktor-faktor lainnya yang memengaruhi hasil sterilisasi adalah: - Proses Vacuum Proses vacuum sangat penting dalam pre-treatment proses sterilisasi, dikarenakan udara yang tersisa dapat membentuk kantong udara pada saat sterilisasi dan menghalangi penetrasi uap panas/zat kimia sehingga tinggi kemungkinan permukaan alat yang terhalang tersebut tidak steril. - Positive Pulse Positive pulse merupakan kelanjutan dari proses vaccum dan merupakah bagian yang penting karena proses ini meng-optimisasikan penetrasi uap panas pada saat proses steril juga memungkinkan pencapaian temperature steril yang lebih cepat (energy effecient).

Trend yang popular pada saat ini adalah dengan menggunakan alat sekali pakai dan alat CSSD yang telah di automasi. Namun tingginya dana yang dibutuhkan untuk alat sekali pakai dan CSSD automation adalah salah satu keterbatasan di negara berkembang seperti Indonesia.

Ada kalanya rumah sakit membersihkan, men-disinfeksi dan men-sterilkan alat sekali pakai. Hal ini hanya bisa dilakukan untuk mengurangi pengeluaran tanpa mengurangi kualitas yang dapat membahayakan pasien.

Ada rumah sakit yang memilih untuk menggunakan alat sterilisasi dengan kualitas terbaik untuk penghematan dana. Perawatan alat adalah hal penting yang menentukan kesuksesan dari CSSD. Oleh karena itu rumah sakit sebaiknya memilih alat sterilisasi dengan kualitas terbaik yang dapat mengoptimalkan kualitas, dengan biaya operasi dan biaya perawatan minimum.

Trend yang popular untuk rumah sakit kecil adalah menggunakan alat sterilisasi yang tidak dapat dimonitor atau divalidasi. Hal ini tidak disarankan, hendaknya alat sterilisasi juga dilengkapi dengan quality control check, dan memberikan digital output dalam bentuk print-out dan grafik. Dengan ini kita dapat meminimalkan kemungkinan alat tidak steril, yang kemudian dapat membahayakan pasien.

Apa yang menghambat perkembangan CSSD?Seperti telah di uraikan di atas, ada beberapa macam hal yang menghambat perkembangan CSSD di Indonesia.

Satu hal penting adalah minimnya pelatihan untuk CSSD.

Purdue University yang berada di West Lafayette, Indiana, US memiliki program untuk belajar jarak jauh selama 6 bulan untuk para teknisi CSSD dan program 1 tahun untuk para supervisor CSSD

PenutupDengan absennya guideline dan komisi yang memeriksa apakah alat telah disterilisasi dengan baik dari pemerintah, maka rumah sakit di Indonesia seharusnya mengikuti standard dan prosedur international European Norm (EN) dikarenakan International Organisation for Standardisation (ISO) juga telah memilih untuk mengadopsi EN sebagai ISO seperti EN ISO 15883 untuk washer disinfector, preEN ISO 285 untuk sterilisator dan seterusnya.

Walaupun rumah sakit baru mulai membuka mata akan pentingnya CSSD, beberapa ahli mengusulkan bahwa CSSD juga sebaiknya di-install di puskesmas dan klinik. Konsep ini masih jauh ke depan, pada saat ini rumah sakit dapat mengambil inisiatif untuk melatih staff mereka untuk menggunakan teknologi yang ada serta mempelajari guideline internasional mengenai CSSD.

Bibliografi GETINGE Training Materials

INTERGASTRA Research

INTERGASTRA Training Materials

www.expresshealthcaremgmt.com

http://id.wikipedia.org/wiki/CSSD