manajemen koperasi syariah dan bmt

24
Manajemen Koperasi Syariah dan BMT (Oleh :Bambang Irawan) Mahasiswa Jurusan Syariah dan ekonomi Islam ( IAIN ) Bengkulu Abstrak Lembaga keuangan bank dan non bank memiliki peranan penting dalam sistem keuangan suatu negara. Salah satunya adalah menjaga stabilitas keuangan dalam perekonomian suatu negara. Karena itu lembaga keuangan bank dan non bank menjadi salah satu pilar stabilitas ekonomi keuangan. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi syariah di Indonesia secara otomatis ikut memacu perkembangan lembaga keuangan syariah baik bank maupun non bank. Oleh karena itu banyak inovasi-inovasi dari lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Baitul maal wa tamwil dan koperasi syariah sebagai lembaga keuangan mikro berperan sangat penting dalam perkembangan ekonomi masyarakat. Karena lembaga-lembaga tersebut langsung bersentuhan dengan industri mikro yang dijalankan oleh masyarakat luas. Untuk itu penulis akan membahas lebih jauh mengenai 1

Upload: boneeta-bfashion

Post on 08-Feb-2016

794 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

Manajemen Koperasi Syariah dan BMT

(Oleh :Bambang Irawan)

Mahasiswa Jurusan Syariah dan ekonomi Islam ( IAIN ) Bengkulu

Abstrak

Lembaga keuangan bank dan non bank memiliki peranan penting dalam

sistem keuangan suatu negara. Salah satunya adalah menjaga stabilitas

keuangan dalam perekonomian suatu negara. Karena itu lembaga keuangan

bank dan non bank menjadi salah satu pilar stabilitas ekonomi keuangan.

Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi syariah di Indonesia secara

otomatis ikut memacu perkembangan lembaga keuangan syariah baik bank

maupun non bank. Oleh karena itu banyak inovasi-inovasi dari lembaga

keuangan baik bank maupun non bank.

Baitul maal wa tamwil dan koperasi syariah sebagai lembaga keuangan

mikro berperan sangat penting dalam perkembangan ekonomi masyarakat.

Karena lembaga-lembaga tersebut langsung bersentuhan dengan industri mikro

yang dijalankan oleh masyarakat luas. Untuk itu penulis akan membahas lebih

jauh mengenai BMT dan koperasi syariah beserta mekanisme dan sistem

operasinya dalam membantu usaha mikro di masyarakat.

Keyword : BMT, Koperasi Syariah, Perekonomian, Produk

1

Page 2: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

PEMBAHASAN

A. Pengertian BMT dan Koperasi Syariah

BMT kepanjangan dari Balai Usaha Mandiri Terpadu atau yang

lebih dikenal dengan kepanjangan dari Baitul Maal Wat Tamwiil . Baitul

maal wat tamwil (BMT) sendiri terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal

dan baitul tamwil. Baitul Maal terdiri dari kata bait yang berarti rumah

sedangkan maal berasal dari kata mall yang artinya harta, jadi baitul maal

artinya rumah harta. Baitul maal lebih mengarah kepada usaha – usaha

pengumpulan dan penyaluran dana yang non – profit, seperti; zakat, infaq

dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan

dan amanahnya. Sedangkan baitut tamwiil secara etimologi berasal dari

kata baitun dan mawala, tetapi jamaknya tamwil yang artinya berputar atau

produktif sehingga dana yang ada dapat disimpan untuk dibiayakan atau

diputar melalui usaha agar produktif, jadi dengan kata lain baitut tamwil

adalah usaha yang melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha

produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha

mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan

menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.

Sedangkan “koperasi”, dari segi etimologi berasal dari bahasa

Inggris yaitu cooperation yang artinya bekerja sama. Sedangkan dari segi

terminologi koperasi syariah ialah suatu perkumpulan atau organisasi yang

beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama dengan

penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar

sukarela secara kekeluargaan dengan berpegang pada Al-qur’an dan Sunnah

sehingga sesuai dengan syariat islam.

Dalam hal ini visi dari adanya kegiatan BMT adalah mengarah pada

upaya untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga keuangan yang mandiri,

2

Page 3: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

sehat, dan kuat, yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggotanya

(ibadah dalam arti yang luas), sehingga mampu berperan sebagai wakil-

pengabdi Allah SWT, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya

dan masyarakat pada umumnya.

Sedangkan tujuan dari didirikannya BMT adalah untuk

meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya. Sama halnya dengan BMT,

koperasi syariah juga dalam perkembangannya memiliki tujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada

umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan

sesuai dengan prinsip-prinsip islam. Di sisi lain, BMT memiliki fungsi

antara lain:

1. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong, dan

mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota,

Kelompok Usaha Anggota Muamalat (Pokusma) dan kerjanya,

2. Mempertinggi kualitas SDM anggota dan Pokusma agar menjadi lebih

profesional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam

mengahadapi tantangan global,

3. Menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan anggota.1

BMT, dalam perkembangannya memiliki ciri-ciri utama, yaitu:

1. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan

ekonomi paling banyak untuk anggota dan lingkungannya,

2. Bukan lembaga sosial, akan tetapi dapat dimanfaatkan untuk

mengefektifkan pendistribusian zakat, infak, sedeka, bagi kesejahteraan

orang banyak,

1 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hlm. 448-450.

3

Page 4: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

3. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat

disekitarnya,

4. Milik bersama masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT

sendiri, bukan milik orang seorang atau bukan pula milik orang dari luar

masyarakat itu.

Sedangkan koperasi syariah, memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Mengakui hak milik individu terhadap modal usaha

2. Tiadanya transaksi yang berbasis bunga (riba)

3. Berfungsi sebagai institusi zakat

4. Mengakui mekanisme pasar

5. Mengakui motif mencari keuntungan

6. Mengakui kebebasan berusaha

7. Mengakui adanya hak bersama

B. Prinsip Manajemen BMT dan Koperasi Syariah

Dalam menjalankan usahanya BMT menggunakan 3 prinsip:

1. Prinsip Bagi Hasil

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara

pembagian hasil usaha antara pemodal (penyedia dana) dengan

pengelola dana. Pembagian bagi hasil ini dilakukan antara BMT dengan

pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana (penyimpan dan

penabung). Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah

Mudharabah dan Musyarakah.

2. Prinsip Jual-beli dengan Keuntungan (Mark-Up)

Prinsip ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam

pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang

diberikuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian

BMT bertindak sebagai penjual, menjual barang tersebut kepada

nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi

4

Page 5: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

BMT atau sering disebut margin mark-up. Keuntungan yang diperoleh

BMT akan dibagi juga kepada penyedia/penyimpan dana. Bentuk

produk prinsip ini adalah Mudharabah dan Bai’bitsaman ajil.

3. Prinsip Non-profit

Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebajikan, prinsip

ini lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented. Sumber dana untuk

pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya (non cost of money) yang

disebut pembiayaan Qardul Hasan.

Seperti halnya BMT, koperasi syariah juga memiliki prinsip-prinsip

yang terangkum dalam fungsinya sebagai lembaga keuangan yang

menghimpun dan menyalurkan dananya ke masyarakat. Sehingga dalam hal

ini koperasi memiliki fungsi:

1. Fungsi sebagai Manajer Investasi

Koperasi Syari’ah merupakan manajer Investasi dari pemilik

dana yang dihimpunnya. Besar kecilnya Hasil Usaha Koperasi

tergantung dari keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme koperasi

Syari’ah. Penyaluran dana yang dilakukan koperasi syari’ah memiliki

implikasi langsung kepada berkembangnya sebuah koperasi syari’ah.

Koperasi Syari’ah melakukan fungsi ini terutama dalam akad

pembiayaan Mudharabah, dimana posisi bank sebagai “agency

contract” yaitu sebagai lembaga yang menginvestasikan dana-dana

pihak lain pada usaha-usaha yang menguntungkan. Jika terjadi kerugian

maka Koperasi syari’ah tidak boleh meminta imbalan sedikitpun karena

kerugian dibebankan pada pemilik dana. Fungsi ini terlihat pada

penghimpunan dana khususnya dari bentuk tabungan Mudharabah

maupun investasi pihak lain yang tidak terikat. Oleh karenanya tidak

sepatutnya koperasi syari’ah menghimpun dana yang bersifat

mudharabah baik tabungan maupun investasi tidak terikat jika tidak

memiliki obyek usaha yang jelas dan menguntungkan.

5

Page 6: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

2. Fungsi sebagai Investor

Koperasi Syari’ah menginvestasikan dana yang dihimpun dari

anggota maupun pihak lain dengan pola investasi yang sesuai dengan

syar’ah. Investasi yang sesuai meliputi akad jual beli secara tunai (Al

Musawamah) dan tidak tunai (Al Murabahah), Sewa-menyewa (Ijarah),

kerjasama penyertaan sebagian modal (Musyarakah) dan penyertaan

modal seluruhnya (Mudharabah). Keuntungan yang diperoleh dibagikan

secara proporsional (sesuai kesepakatan nisbah) pada pihak yang

memberikan dana seperti tabungan sukarela atau investasi pihak lain

sisanya dimasukan pada pendapatan Operasi Koperasi Syari’ah.

3. Fungsi sosial

Konsep Koperasi Syari’ah mengharuskan memberikan

pelayanan sosial baik kepada anggota yang membutuhkannya maupun

kepada masyarakat dhu’afa. Kepada anggota yang membutuhkan

pinjaman darurat (mergency loan) dapat diberikan pinjaman kebajikan

dengan pengembalian pokok (Al Qard) yang sumber dananya berasal

dari modal maupun laba yang dihimpun. Di mana anggota tidak

dibebankan bunga dan sebagainya seperti di koperasi konvensional.

Sementara bagi anggota masyarakat dhuafa dapat diberikan pinjaman

kebajikan dengan atau tanpa pengembalian pokok (Qardhul Hasan) yang

sumber dananya dari dana ZIS (zakat, infak dan shadaqoh). Pinjaman

Qardhul Hasan ini diutamakan sebagai modal usaha bagi masyarakat

miskin agar usahanya menjadi besar, jika usahanya mengalami

kemacetan, ia tidak perlu dibebani dengan pengembalian pokoknya.

C. Perbedaan BMT dan Koperasi Syariah

Dalam operasionalnya, BMT dan KJKS (koperasi Jasa Keuangan

Syariah) sebenarnya tidak terlalu banyak perbedaannya. Sebagai lembaga

keuangan, keduanya mempunyai fungsi yang sama dalam penghimpunan

6

Page 7: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

dan penyaluran dana. Istilah-istilah yang digunakan juga tidak ada bedanya.

Dalam proses penghimpunan dana, keduanya menggunakan istilah

simpanan atau tabungan. Begitu pula dalam penyaluran dananya, keduanya

menggunakan istilah pembiayaan. Sedang syarat pendirian kedua lembaga

tersebut mengharuskan minimal 20 orang.

Selain itu, dalam buku Petunjuk Pelaksanaan Koperasi Jasa

Keuangan Syariah yang diterbitkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM,

pada pasal 25 ditegaskan bahwa operasional KJKS juga memungkinkan

untuk melaksankan fungsi ‘Maal’ dan fungsi ‘Tamwil’, sebagaimana yang

selama ini dijalankan oleh BMT. Dalam hal ini, KJKS harus dapat

membedakan secara tegas antara fungsi ‘Maal’ dan fungsi ‘Tamwil’.

Permasalahan yang terjadi di BMT saat ini, terletak pada legalitas

hukumnya. Realita yang terjadi selama ini, legalitas eksistensi BMT belum

mempunyai payung hukum yang jelas. Rancangan Undang-Undang LKMS

yang selama ini dapat diharapkan untuk menjadi payung hukum BMT

belum juga ada kejelasannya. Jika RUU LKMS sudah disahkan, maka

keberadaan BMT dapat dicantolkan di UU LKMS.

Melihat kondisi yang seperti ini, agar BMT tidak dianggap sebagai

lembaga keuangan yang ilegal (gelap), akhirnya beberapa BMT beroperasi

dengan berbadan hukum koperasi, yaitu dengan cara mendaftarkan

operasionalnya ke Kantor Dinas Koperasi dan UKM di tingkat Kabupaten

atau Kotamadya.

Adapun yang sedikit membedakan adalah dalam pelaksanaannya.

Pada BMT memungkinkan penyaluran dananya pada pihak luar, yaitu pihak

yang belum menjadi anggota BMT. Sedangkan, dalam operasional KJKS,

penyaluran dananya hanya diperuntukkan pada pihak yang telah terdaftar

menjadi anggota KJKS. Dalam hal ini, KJKS hanya diperbolehkan

memberikan pembiayaan kepada anggota. Hal ini sesuai dengan prinsip

dasar koperasi, dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota.

7

Page 8: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

Adanya koperasi syariah (KJKS) yang telah menjadi salah satu

program Kementerian Negara Koperasi dan UKM merupakan solusi bagi

pemecahan kebuntuan legalitas BMT. Sehingga, diharapkan BMT-BMT

yang saat ini belum berbadan hukum dapat mengkonversi menjadi koperasi

syariah.

D. Produk dan Mekanisme Operasional BMT dan Koperasi Syariah

Dalam BMT ada macam-macam produk yang di tawarkan, yaitu:

1. Produk Penghimpunan Dana

a. Al- Wadi’ah. Penabung memiliki motivasi hanya untuk keamanan

uangnya tanpa mengharapkan keuntungan dari uang yang ditabung.

Dengan sistem ini BMT tetap memberikan bagi hasil namun nisbah

bagi penabung sangat kecil.

b. Mudharabah. Penabung memiliki motivasi untuk memperoleh

keuntungan dari tabungannya, karena itu daya tarik dari jenis

tabungan ini adalah besarnya nisbah dan sejarah keuntungan bulan

lalu.

c. Amanah. Penabung memiliki keinginan tertentu yang di-aqad-kan

atau diamanahkan kepada BMT. Misalnya, tabungan ini dimintakan

kepada BMT untuk pinjaman khusus kepada kaum dhu ‘afa atau

orang tertentu. Dengan demikian tabungan ini sama sekali tidak

diberikan bagi hasil.

2. Produk Penyaluran Dana

a. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan modal kerja yang

diberikan oleh BMT kepada anggota, dimana pengelolaan usaha

sepenuhnya diserahkan kepada anggota sebagai nasabah debitur.

Dalam ha1 ini anggota (nasabah) menyediakan usaha dan sistem

pengelolaannya (manajemennya). Hasil keuntungan akan dibagi

sesuai dengan kesepakatan bersama.

8

Page 9: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

b. Pembiayaan Musyarakah yaitu pembiayaan yang menggabungkan

modal dan melakukan usaha bersama dalam suatu kemitraan,

dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan kedua belah.

c. Pembiayaan Murabahah merupakan pembiayaan yang diberikan

kepada anggota untuk pembelian barang-barang yang akan dijadikan

modal kerja. Pembiayaan ini diberikan untuk jangka pendek tidak

boleh lebih 6 (enam) sampai 9 (sembilan) bulan atau lebih dari itu.

Keuntungan bagi BMT diperoleh dari harga yang dinaikkan.

d. Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil. Pembiayaan ini hampir sama

dengan pembiayaan murabahah, yang berbeda adalah

pembayarannya dilakukan dengan cicilan dalam waktu yang agak

panjang. Pembiayaan ini lebih cocok untuk pembiayaan investasi.

BMT akan mendapatkan keuntungan dari harga barang yang

dinaikkan

e. Pembiayaan Qardul Hasan merupakan pinjaman lunak yang

diberikan kepada anggota yang benar-benar kekurangan

modal/kepada mereka yang sangat membutuhkan untuk keperluan-

keperluan yangsifatnya darurat. Nasabah (anggota) cukup

mengembalikan pinjamannya sesuai dengan nilai yang diberikan

oleh BMT.

E. Peraturan Hukum dalam BMT

Baitul Mal wat Tamwil merupakan lembaga ekonomi atau lembaga

keuangan syariah nonperbankan yang sifatnya informal. Disebut bersifat

informal karena lembaga keuangan ini didirikan oleh Kelompok Swadaya

Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan formal lainnya.

BMT dapat didirikan dan dikembangkan dengan suatu proses legalitas

hukum yang bertahap. Awalnya dapat dimulai dengan kelompok swadaya

masyarakat dengan mendapatkan sertifikat operasi/kemitraan dari Pusat

9

Page 10: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

Inkubasi Bisnis Usaha Kecil dan Menengah (PINBUK) dan jika telah

mencapai nilai aset tertentu segera menyiapkan diri ke dalam badan hukum

koperasi.2

Penggunaan badan hukum kelompok swadaya masyarakat dan koperasi

untuk BMT disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga

keuangan formal yang dijelaskan dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, yang dapat dioperasikan untuk menghimpun dan menyalurkan

dana masyarakat. Menurut aturan yang berlaku, pihak yang berhak

menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat adalah bank umum dan

bank perkreditan rakyat, baik dioperasikan dengan cara konvensional

maupun dengan prinsip bagi hasil.3 Namun demikian, jika BMT dengan

badan hukum KSM atau koperasi telah berkembang dan memenuhi syarat-

syarat BPR, maka pihak menajemen dapat mengusulkan diri kepada

pemerintah agar BMT itu dijadikan sebagai Bank Perkreditan Rakyat

Syariah dengan badan hukum koperasi atau perseroan terbatas.

F. Prospek dan Pengembangan BMT

Sebagai salah satu lembaga keuangan syariah, BMT dipercaya lebih

mempunyai peluang untuk berkembang dibanding dengan lembaga

keuangan lain yang beroperasi secara konvensional karena hal-hal sebagai

berikut:

1. Lembaga keuangan sayriah dijalankan dengan prinsip keadilan, wajar

dan rasional, di mana keuntungan yang diberikan kepada nasabah

penyimpanan adalah benar dari keuntungan penggunaan dana oleh para

pengusaha lembaga keuangan sayriah. Dengan pola ini, maka lembaga

2 Karnaen A. Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Usaha Kami, Depok, 1996, hlm. 216.3 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, PT Citra aditiya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 53-57

10

Page 11: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

keuangan syariah terhindar dari negative spread, sebagaimana yang

tercitra dari lembaga konvensional.

2. Lembaga keuangan sayriah memiliki misi yang sejalan dengan program

pemerintah, yaitu pemberdayaan ekonomi rakyat, sehingga berpeluang

menjalin kerjasama yang saling bermanfaatdalamupaya pencapaian

masing-masing tujuan. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah

mengmbangkan perekonomian yang berbasis pada ekonomi kerakyatan

melalui kredit-kredit program KKPA Bagi Hasil, Pembiayaan Modal

Kerja (PMK) BPRS, Pembiayaan Usaha Kecil dan Mikro (PPKM). Hal

ini tentu saja membuka peluang bagi BMT untuk mengembangkan pola

kemitraan.

3. Sepanjang nasabah peminjam dan nasabah pengguna dana taat asas

terhadap sistem bagi hasil, maka sistem syariah sebenarnya tahan uji

atas gelombang ekonomi. Lembaga keuangan syariah tidak mengenal

pola eksploitasi oleh pemilik dana kepada pengguna dana dalam bentuk

beban bunga tinggi sebagaimana berlaku pada sistem konvensional.4

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa BMT memiliki peluang cukup

besar dalam keikutsertaannya berperan mengembangkan ekonomi yang

berbasis pada ekonomi kerakyatan. Hal ini disebabkan karena BMT

ditegakkan di atas prinsip syariah yang lebih memberikan kesejukan dalam

memberikan ketenangan baik bagi para pemilik dana maupun kepada para

pengguna dana.

Berdasarkan data yang ada, jumlah BMT pada akhir 1998 telah

berjumlah 1.957 buah, dan 2.938 BMT terdaftar pada tahun 2001, kini

angkanya jauh lebih besar. Dengan anggapan tingkat pertumbuhan serupa

dengan apa yang terjadi pada masa lalu, kini jumlah BMT terdaftar bisa saja

berada di sekitar angka 4.000an.

4 Zainul Arifin, Mwmahami Bank Syariah; Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, ALvabet, Jakarta, 2000, hlm. 137.

11

Page 12: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

Namun demikian harus diakui bahwa pengembangan BMT masih

membutuhkan kerja keras. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh

Minako Sakai dan Kacung Marijan mengenai pertumbuhan BMT di

Indonesia,5 terdapat beberapa rekomendasi yang diusulkan dalam rangka

pengembangan BMT, yaitu:

1. BMT seharusnya berkonsentrasi pada pengelolaan pinjaman–pinjaman

bernilai kecil kepada usaha-usaha mikro dan kecil (dibawah Rp

50.000.000,-). Pada nasabah yang membutuhkan jumlah pinjaman lebih

besar sebaiknya mendapatkan pembiayaan dari bank-bank.

2. BMT seharusnya menyelenggarakan program-program pelatihan bisnis /

kewirausahaan secara berkala bagi anggota-anggotanya (misalnya

melalui pengajian dan rapat-rapat), kegiatan ini akan membantu

meningkatkan modal sosial yang diperlukan guna pengembangan BMT

lebih lanjut di Indonesia.

3. Departemen Koperasi seharusnya memprakarsai kegiatan-kegiatan

merancang dan mendanai program-program peningkatan kemampuan

bagi BMT yang sesuai dengan sifat-sifat kelembagaannya yang unik dan

tujuan sosialnya.

4. Upaya-upaya untuk memberi inspirasi kepada masyarakat agar giat

memecahkan masalah melalui cara-cara yang kreatif dan inovatif yang

nyatanya hal itu saat ini dirasakan masih lemah. Menciptakan suatu

penghargaan yang prestisius juga dapat meningkatkan kebanggaan dan

kesadaran masyarakat terhadap usaha-usaha sosial.

5. Departemen Koperasi seharusnya menghimpun pedoman informasi

wilayah yang memuat keterangan mengenai BMT-BMT yang ada dan

menonjolkan berbagai strategi bisnis, produk dan jasa BMT-BMT

terkemuka. Versi elektronik (web site) juga dapat dipertimbangkan

untuk meningkatkan akses terhadap informasi-informasi tersebut.5 http://www.pkesinterakitf.com/content/vie/3654/204/lang.id/

12

Page 13: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

6. Dinas Koperasi dan Departemen Koperasi seharusnya memperjuangkan

peran yang lebih besar bagi usaha-usaha sosial dalam pengembangan

masyarakat. Sesi-sesi pelatihan untuk mengajarkan masyarakat

bagaimana mendiirikan dan menjalankan BMT memang

direkomendasikan, namun akuntabilitas yang lebih ketat juga

diperlukan. Dinas Koperasi seharusnya mendanai BMT-BMT yang

sudah mapan dan mempunyai program pelatihan untuk

menyelenggarakan pelatihan-pelatihan tersebut.

7. Asosiasi-asosiasi BMT di daerah sebaiknya direformasi. Kelompok-

kelompok ini seharusnya berbagi informasi dan mengembangkan

prosedur operasi yang baku sebagai langkah awal menjadi lembaga

yang dapat pengaturan dirinya sendiri.

8. BMT-BMT seharusnya memanfaatkan pengetahuan lokal dan modal

sosial untuk memperluas bisnisnya.

9. BMT-BMT memang seharusnya menjamin dana para anggotanya aman,

namun perlu diingat bahwa usaha-usaha sosial membutuhkan kebijakan-

kebijakan pemerintah yang memungkinkan keluwesan yang diperlukan

kegiatan-kegiatan sosial. Mengatur BMT dengan dasar-dasar hukum

perbankan yang sudah ada kemungkinan akan menghancurkan fungsi

utama BMT-BMT.

10. Dalam jangka pendek, memasukan BMT ke dalam UU tentang koperasi

lebih layak. Proses perubahan undang-undang sebaiknya melibatkan

konsultasi-konsultasi dengan para operator BMT yang aktif dewasa ini.

Kesimpulan

Dari makalah tersebut kita dapat mengambil kesimpulan mengenai

BMT dan Koperasi Syariah yaitu

13

Page 14: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

1. Bahwa BMT dan koperasi Syariah adalah salah satu lembaga keuangan

syariah mikro yang memiliki payung hukum yang sama, selain itu kedua

lembaga tersebut juga memiliki peran dan fungsi yang sama dalam

sistem keuangan dan perekonomian dan membantu dalam

perekonomian masyarakat.

2. Perbedaan BMT dan Koperasi Syariah adalah dalam penghimpunan

dananya BMT mengambil dana dari masyarakat melalui dana tabungan.

Sedangkan dalam Koperasi Syariah penghimpunan dana hanya

diperbolehkan melalui sistem perkoperasian yang telah ditentukan

sebelumnya. Dan dalam hal penyaluran pembiayaan, BMT dapat

menyalurkan pembiayaan kepada siapa saja yang termasuk ke dalam

nasabahnya. Sedangkan koperasi syariah, hanya boleh menyalurkan

pembiayaan kepada sesama anggota koperasi.

3. Sejauh ini produk-produk yang terdapat dalam BMT tidak jauh berbeda

dengan yang telah ada di perbankan syariah, hanya saja masih berskala

mikro.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Alvabet, Jakarta, 2000.

14

Page 15: Manajemen Koperasi Syariah Dan BMT

Perwataatmadja, Karnaen A., Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Usaha

Kami, Depok, 1996.

Sudarsono,Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi.

Depok:Ekonisia,2007,Ed.2,Cet.4

Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana Prenada

Media Group, Jakarta, 2009.

Usman,Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, PT Citra

aditiya Bakti, Bandung, 2002.

http://bildri.blogspot.com/2010/03/pertumbuhan-perbankan-syariah-lebih.html

http://www.pkesinterakitf.com/content/vie/3654/204/lang.id/

15