manajemen aset final 2013

111
DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II BARANG MILIK NEGARA DAN RUANG LINGKUP PENGELOLAANNYA 5 BAB III PENGGUNAAN 10 BAB IV PEMANFAATAN 19 BAB V PEMINDAHTANGANAN 38 BAB VI PENGHAPUSAN 53

Upload: anonymous-fh8osadtbq

Post on 17-Jan-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

...

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Aset Final 2013

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II BARANG MILIK NEGARA DAN RUANG LINGKUP PENGELOLAANNYA

5

BAB III PENGGUNAAN 10

BAB IV PEMANFAATAN 19

BAB V PEMINDAHTANGANAN 38

BAB VI PENGHAPUSAN 53

Page 2: Manajemen Aset Final 2013

1

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa

keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan

uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat

dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara disebutkan bahwa perbendaharaan adalah pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang

dipisahkan, yang ditetapkan di dalam APBN dan APBD. Berdasarkan hal tersebut di

atas jelas sekali tergambar bahwa pengelolaan Barang Milik Negara merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari pengelolaan Keuangan Negara.

Sebagai tindak lanjut dan penjabaran atas ketentuan Pasal 48 ayat (2) dan Pasal 49 ayat

(6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tersebut, maka pemerintah menerbitkan

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah. tentang Perbendaharaan Negara, dan untuk menjamin terlaksananya

tertib administrasi dan tertib pengelolaan BMN/daerah, maka telah diterbitkan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 ini diterbitkan dengan tujuan untuk

memberikan landasan hukum bagi penyelenggara negara dalam melakukan tindakan

hukum yang terkait dengan pengelolaan barang milik negara tersebut, mulai dari

perencanaan barang, penggunaan, pemanfataatan pemindahtanganan sampai dengan

penghapusan tersebut. Di samping itu, penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 6

Tahun 2006 pada dasarnya juga ditujukan sebagai langkah unifikasi peraturan-

peraturan mengenai pengelolaan BMN yang telah ada sebelumnya seperti Keputusan

Menteri Keuangan Nomor 470 dan Nomor 350 tahun 1994, serta mengatur hal-hal yang

belum tertampung dalam peraturan-peraturan yang ada sebelumnya.

Dalam rangka menjamin efektifitas pelaksanaan pengelolaan Barang Milik Negara

/Daerah maka berdasarkan ketentuan dalam Pasal 74 Peraturan Pemerintah Nomor 6

Tahun 2006, Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang Milik Negara telah

menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara

Page 3: Manajemen Aset Final 2013

2

Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang

Milik Negara. Sedangkan dalam tataran Barang Milik Daerah, Menteri Dalam Negeri

telah menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang

Pedoman teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Oleh karena itu, dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 17 Tahun 2007 diharapkan pengelolaan BMN/D semakin tertib baik dalam hal

pengadministrasiannya maupun pengelolaannya, sehingga pada akhirnya BMN/D

tersebut dapat memberikan manfaat dan pelayanan yang maksimal bagi masyarakat.

B. Deskripsi Singkat

Materi pengelolaan Barang Milik Negara ini disajikan untuk meningkatkan

pemahaman dan ketrampilan bagi setiap pejabat atau pegawai yang pernah atau yang

memang memiliki lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai bagian dari satuan kerja

pada bagian atau seksi perlengkapan/ rumah tangga atau yang semacamnya.

Materi dalam modul ini difokuskan pada lima hal sebagai berikut:

a. Memperkenalkan istilah-istilah yang berkenaan dengan pengelolaan BMN;

b. Memberikan gambaran persoalan yang telah dan sedang terjadi pada beberapa

kementerian/lembaga yang memerlukan penanganan;

c. Latar belakang diaturnya pengelolaan BMN;

d. Ketentuan pokok berkenaan dengan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan

Pemindahtanganan BMN;

e. Syarat dan prosedur pelaksanaan pengelolaan BMN.

Modul ini merupakan pelengkap Undang- Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan

Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, maupun ketentuan lain dalam pembelajaran

yang berkaitan dengan pengelolaan BMN. Sebagian terbesar materi tentang prosedur

pengelolaan BMN dalam modul ini dikutip dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor

96/PMK.6/2007. Untuk hasil belajar yang optimal, disamping membaca modul ini,

Anda disarankan membaca perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku,

mendiskusikan dengan teman di lingkungan kerja dan teman sesam peserta diklat.

Page 4: Manajemen Aset Final 2013

3

C. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

Modul Pengelolaan Barang Milik Negara disusun dan disampaikan kepada peserta

diklat dengan tujuan agar para peserta lebih memahami filosofi pengaturan dan

menguasai konsep-konsep penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanagan, dan

penghapusan BMN dalam kerangka Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 dan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007, sehingga pada akhirnya nanti

dapat melaksanakan/mengaplikasikan pengelolaan barang milik negara tersebut

dengan baik dan benar sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

D. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diklat diharapkan mampu:

a. Mengetahui dan memahami pengertian Barang Milik Negara.

b. Menjelaskan Dasar Hukum Pengelolaan Barang Milik Negara.

c. Mengetahui ruang lingkup pengelolaan Barang Milik Negara.

d. Mengetahui Pejabat Pengelolaan Barang Milik Negara beserta tugas, dan

kewenangannya.

e. Menjelaskan alur pengelolaan Barang Milik Negara.

f. Menjelaskan konsepsi penggunaan, penetapan status penggunaan, penetapan

status penggunaan untuk dioperasionalkan oleh pihak lain, dan pengalihan status

penggunaan Barang Milik Negara.

g. Menjelaskan pengertian, bentuk, subyek dan obyek, serta tatacara pemanfaatan

Barang Milik Negara.

h. Menjelaskan pengertian, bentuk, subyek dan obyek, serta tatacara

pemindahtanganan Barang Milik Negara.

i. Menjelaskan pengertian, ruang lingkup, kewenangan, dan tata cara penghapusan

Barang Milik Negara baik yang dilakukan Pengelola Barang maupun Pengguna

Barang.

j. Menjelaskan pengertian, ruang lingkup, kewenangan, dan tata cara penatausahaan

Barang Milik Negara.

k. Memahani arti penting pengamanan dan pemeliharaan barang milik negara,

substansi pembinaan, evaluasi dan pengendalian atas barang milik negara.

E. Topik Bahasan

Hal-hal yang perlu dibahas meliputi:

Page 5: Manajemen Aset Final 2013

4

a. Pengertian Barang Milik Negara;

b. Ruang lingkup pengelolaan Barang Milik Negara;

c. Penggunaan;

d. Pemanfaatan;

e. Pemindahtanganan;

f. Penghapusan;

g. Penatausahaan;

h. Pengamanan, Pemeliharaan, Pembinaan, Pengawasan Dan Pengendalian

F. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara pemaparan terkait

dengan barang milik negara beserta ruang lingkupnya yang didasarkan pada

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang barang milik negara, diikuti

dengan diskusi, tanya jawab serta pembahasan studi kasus dan solusi permasalahan

yang berkaitan dengan aplikasi pengelolaan barang milik negara.

G. Alat Bantu Ajar

a. Komputer/Laptop

b. ATK

c. LCD Projector

Page 6: Manajemen Aset Final 2013

5

BAB II

BARANG MILIK NEGARA DAN RUANG LINGKUP PENGELOLAANNYA

A. Pengertian

Dalam konteks pengelolaan Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

telah mendefinisikan Barang Milik Negara sebagai semua barang yang dibeli atau

diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Hal ini

menunjukkan bahwa setiap barang yang sumber pembelian dari anggaran pendapatan dan

belanja negara masuk dalam ruang lingkup Barang Milik Negara, termasuk di dalamnya

adalah Barang Milik Negara yang diperoleh dari dana dekonsentrasi dan tugas

pembantuan.

Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, makna dari perolehan

lainnya yang sah adalah sebagai berikut:

a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/ kontrak;

c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau

d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.

Pengertian barang dalam phrase barang milik negara tersebut memiliki pengertian sebagai

suatu bagian dari kekayaan negara yang merupakan satuan tertentu yang dapat

dihitung/diukur/ditimbang dan dinilai. Tidak termasuk dalam barang ini adalah uang,

surat berharga, investasi dan piutang.

B. Ruang Lingkup Pengelolaan dan Siklus Pengelolaan Barang Milik Negara

Pengelolaan Barang Milik Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor

6 Tahun 2006 merupakan suatu siklus logistik yang lebih terinci sebagai penjabaran siklus

logistik sebagaimana diamanatkan dalam penjelasan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2004. Hal ini berarti bahwa sebagai suatu siklus logistik maka pengelolaan

Barang Milik Negara dapat dimaknai sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan

secara sistematis, bertahap dan terus menerus yang dimulai dari suatu barang itu tidak ada

(perencanaan), kemudian diadakan (pengadaan), digunakan (penggunaan) sampai dengan

barang itu tidak ada (penghapusan).

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 menyebutkan bahwa Pengelolaan barang

Milik Negara merupakan suatu rangkaian yang dimulai dari perencanaan, pengadaan,

Page 7: Manajemen Aset Final 2013

peng

pem

terse

dan

Gam

seca

Siklu

Neg

digu

siklu

hal

dinil

Seda

sebe

tetap

ggunaan, pe

meliharaan, p

ebut ditatau

pengendalia

mbar tersebu

ara umum di

us regular d

gara yang tel

unakan, dia

us insidentil

tertentu saja

lai atau bahk

angkan yan

enarnya tida

pi pada dasa

emeliharaan

pemindahtan

usahakan de

an.

ut di atas me

ibagi dalam

dalam tahap

lah diadakan

wasi, ditata

l ini memilik

a Barang M

kan dimusn

ng dimaksu

ak termasuk

arnya pelaks

n dan penga

nganan sam

engan baik d

Siklus Penge

nunjukkan s

3 tahapan, y

utama terse

n pasti akan

ausahan dan

ki makna ba

Milik Negara

ahkan.

ud dengan

yang diatur

sanaan lelan

amanan, pem

mpai dengan

disertai den

Gambar 2.1

elolaan Barang

suatu siklus

yaitu tahap

ebut memilik

n melalui sik

n sampai d

ahwa hanya

a tersebut ak

siklus ikuta

r dalam Per

ng atau timb

manfaatan,

penghapusa

ngan kegiata

Milik Negara

pengelolaan

awalan, tah

ki pengertian

klus ini, artin

dengan taha

barang-bara

kan dimanf

an ini adal

aturan Peme

bulnya TGR

penilaian, p

an, dimana

an pembinaa

n Barang Mi

hap utama, d

n bahwa set

nya setiap B

ap dihapusk

ang tertentu

faatkan, dip

lah suatu t

erintah nom

ini merupak

pengamanan

seluruh keg

an, pengaw

ilik Negara,

dan tahap ik

tiap Barang M

Barang pasti

kan. Sebalik

u atau dalam

indahtangan

tahapan dim

mor 6 tahun

kan ekses/a

6

n dan

giatan

wasan,

yang

kutan.

Milik

akan

knya,

m hal-

nkan,

mana

2006,

akibat

Page 8: Manajemen Aset Final 2013

7

dari pelaksanaan sebagian siklus utama tersebut. Sebagai contoh adalah, apabila suatu

Barang Milik Negara tersebut dipindahtangankan melalui penjualan, maka sesuai dengan

peraturan pelaksanaan penjualannya harus dilakukan dengan cara lelang. Demikian juga

dengan Tuntutan Ganti Rugi atau timbulnya Piutang Negara, kejadian ini akan timbul

pada saat suatu Barang Milik Negara yang digunakan untuk kepentingan tugas pokok dan

fungsi Kementerian Negara/Lembaga tersebut hilang sebagai akibat kelalaian dari

pengguna/penanggung jawab barang.

C. Konsepsi Dasar Pengelolaan Barang Milik Negara

Pada dasarnya, barang milik negara diadakan untuk digunakan dalam rangka

melaksanakan atau menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi dari masing-masing

kementerian negara/lembaga. Oleh karena itu, untuk menjamin terlaksananya fungsi

pelayanan kepada masyarakat serta sebagai wujud pengamanan terhadap barang Milik

negara dimaksud, maka kementerian negara/lembaga selaku pengguna barang diwajibkan

untuk segera menyelesaikan dokumen kepemilikan atas Barang Milik Negara sesegera

mungkin setelah barang itu diperoleh.

Pada tahapan selanjutnya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 42 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2004, maka barang tersebut digunakan oleh kementerian

negara/lembaga hanya sebatas untuk kepentingan tugas dan fungsi Kementerian

Negara/lembaga yang bersangkutan. Dalam rangka mewujudkan tertib administrasi atas

penggunaan Barang Milik Negara tersebut maka Pengguna Barang diwajibkan untuk

melaporkan Barang Milik Negara yang diperolehnya kepada Pengelola Barang untuk

selanjutnya mendapatakan penetapan status penggunaan. Sesuai dengan Pasal 45 ayat (1)

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, maka Barang Milik Negara yang digunakan untuk

kepentingan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga tersebut tidak dapat

dimanfaatkan, apalagi dipindahtangankan kepada pihak lain.

Sebagai konsekuensi dari prinsip tersebut di atas, maka Barang Milik Negara berupa tanah

dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan tugas dan fungsi

kementerian negara/lembaga wajib diserahkan pengelolaannya kepada Pengelola Barang.

Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Atas

penyerahan tanah dana bangunan dari pengguna barang dimaksud, maka Pengelola

Barang harus memprioritaskan pengelolaan Brang Milik Negara tersebut untuk

mendukung dan melaksanakan fungsi pelayanan melalui pengalihan status penggunaan

kepada pengguna barang lainnya yang membutuhkan tanah dan/atau bangunan tersebut.

Page 9: Manajemen Aset Final 2013

8

Gambar 2.2

Konsepsi Dasar Pengelolaan Barang Milik Negara

Dalam hal tidak ada pengguna barang lain yang membutuhkan tanah dan bangunan

tersebut maka Pengelola Barang dapat melakukan tindakan untuk mendukung fungsi

budgeter, melalui:

a. Pemanfaatan

Pemanfaatan merupakan suatu upaya optimalisasi barang milik negara dalam rangka

meningkatkan nilai guna dan hasil guna barang milik negara baik dalam bentuk

penambahan penerimaan negara atau penurunan pengeluaran negara, tanpa diikuti

dengan adanya perpindahan hak kepemilikan atas barang yang dimanfaatkan

tersebut. Secara umum, pemanfaatan atas barang milik negara tersebut dapat

dilakukan melalui 4 (empat) bentuk, yaitu sewa, pinjam pakai, kerjasama

pemanfaatan (KSP), dan bangun guna serah atau bangun serah guna (BGS/BSG).

b. Pemindahtanganan

Page 10: Manajemen Aset Final 2013

9

Sedangkan pemindahtanganan merupakan suatu upaya optimalisasi barang milik

negara dalam rangka meningkatkan nilai guna dan hasil guna barang milik negara

baik dalam bentuk penambahan penerimaan negara atau penurunan pengeluaran

negara, diikuti dengan adanya perpindahan hak kepemilikan (transfer of title asset)

atas barang yang dipindahtangankan tersebut.

Dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 2004, Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun

2006, maupun dal;am Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.06/2007

disebutkan bahwa pemindahtanganan barang milik negara dapat dilakukan melalui 4

(empat) bentuk, yaitu Penjualan, Tukar menukar, Hibah, dan Penyertaan Modal

Pemerintah Pusat.

D. Azas-Azas Pengelolaan Barang Milik Negara

Untuk menjamin tercapainya sasaran pengelolaan BMN maka pengelolaan harus

dilaksanakan berdasarkan azas-azasnya. Sesuai dengan penjelasan umum Peraturan

Pemerintah nomor 6 Tahun 2006, disebutkan bahwa azas-azas tersebut adalah:

a. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah di

bidang pengelolaan barang milik negara yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna

barang, pengguna barang dan pengelola barang sesuai fungsi, wewenang, dan

tanggung jawab masing-masing;

b. Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik negara harus dilaksanakan

berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;

c. Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik negara harus

transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar;

d. Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik negara diarahkan agar barang milik

negara/daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan

dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan

secara optimal;

e. Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada rakyat;

f. Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik negara harus didukung oleh

adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan

dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah serta penyusunan Neraca

Pemerintah.

Page 11: Manajemen Aset Final 2013

10

BAB III

PENGGUNAAN

A. Pengertian

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, penggunaan barang milik negara

didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam

mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai dengan tugas

pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa,

secara prinsip barang milik negara itu diadakan dan digunakan hanya untuk satu tujuan,

yaitu menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing pengguna

barang sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat terlaksana dengan baik.

Oleh karena itu, untuk menjamin tercapainya tujuan tersebut di atas maka setiap

penggunaan harus dilengkapi dengan adanya suatu keputusan penetapan status

penggunaan atas barang milik negara tersebut. Secara umum, status penggunaan

didefinisikan sebagai suatu status penggunaan Barang Milik Negara yang ditetapkan oleh

Pengelola Barang untuk digunakan oleh Pengguna Barang pada Kementerian

Negara/Lembaga sesuai dengan tugas pokok dan fungsi atau untuk dioperasikan oleh

pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi

Kementerian Negara/Lembaga.

Penetapan status penggunaan Barang Milik Negara oleh Pengelola Barang tersebut

dilakukan dengan tujuan:

a. Untuk menjamin terciptanya tertib & pengamanan administrasi, pengamanan hukum

dan fisik. Dengan penetapan status, maka bukti-bukti kepemilikan yang menjadi

syarat suatu BMN dapat ditetapkan statusnya akan diurus dan dikelola dengan sesuai

ketentuan. Dengan demikian, keamanan BMN secara administrasi dan hukum akan

dapat lebih terjamin.

b. Untuk secepatnya menyesuaikan Daftar Barang Milik Negara dan penyediaan dana

operasional & pemeliharaan.

B. Subyek, Obyek dan Kewenangan

Secara prinsip, semua barang milik negara wajib ditetapkan status penggunaannya sejak

diperoleh. Adapun pembagian kewenangan dalam penetapan status penggunaan tersebut

adalah sebagai berikut:

Page 12: Manajemen Aset Final 2013

11

1. Pengelola Barang menetapkan status penggunaan BMN berupa tanah dan/atau

bangunan.

2. Pengelola Barang juga menetapkan status penggunaan BMN selain tanah dan/atau

bangunan berupa:

a. barang-barang yang mempunyai bukti kepemilikan, seperti sepeda motor, mobil,

kapal, pesawat terbang;

b. barang-barang dengan nilai perolehan di atas Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima

juta rupiah) atau lebih per unit/satuan.

3. Pengguna Barang menetapkan status penggunaan BMN selain tanah dan/atau

bangunan dengan nilai perolehan sampai dengan Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta

rupiah) atau lebih per unit/ satuan.

4. Penggunaan BMN selain tanah dan/atau bangunan oleh TNI dan Polri dalam rangka

pertahanan/keamanan negara, ditetapkan sendiri status penggunaaannya oleh

Pengguna Barang.

C. Bentuk dan Tata Cara Penggunaan

Tata cara penggunaan barang milik negara secara umum dan teknis di ataur dalam dalam

PMK nomor 96/PMK.6/2007. Secara rinci, tata cara penggunaan tersebut diatur sebagai

berikut:

1. Tatacara penetapan status penggunaan BMN berupa tanah dan/atau bangunan

Page 13: Manajemen Aset Final 2013

12

a. Untuk pengusulan status penggunaan, Pengguna atau Kuasa Pengguna Barang

terlebih dahulu harus menyelesaikan dokumen kepemilikan atas BMN berupa

tanah dan/atau bangunan berupa sertifikat tanah dan IMB (ijin mendirikan

bangunan). Agar secepatnya permohonan penetapan status penggunaan dapat

diajukan kepada Pengelola, maka seyogyanya pengurusan dokumen-dokumen

tersebut tidak menunggu BMN siap dipakai. Pengurusan IMB seyogyanya

dilakukan sebelum pembangunan gedung dimulai. Demikian pengurusan sertifikat

haruslah dilakukan pada kesempatan pertama agar tidak terjadi hambatan dalam

penetapan status penggunaan.

b. Kuasa Pengguna Barang mengajukan permintaan penetapan status penggunaan

kepada Pengguna Barang dengan melampirkan dokumen pendukung berupa asli

dokumen kepemilikan dan dokumen pendukung lainnya atas tanah dan/atau

bangunan yang bersangkutan paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya

dokumen kepemilikan.

c. Pengguna Barang mengajukan permintaan penetapan status penggunaan kepada

Pengelola Barang dengan disertai asli dokumen kepemilikan dan dokumen

pendukung lainnya paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya usulan dari

Kuasa Pengguna Barang.

d. Setelah meneliti dokumen-dokumen berkenaan dengan usulan penetapan status,

Pengelola Barang menetapkan status penggunaan tanah dan/atau bangunan

dengan surat keputusan.

e. Dengan diterbitkannya surat penetapan status penggunaan, maka untuk tertib

penatausahaan dilakukanlah pendaftaran, pencatatan, dan penyimpanan dokumen

kepemilikan sebagai berikut:

i. Pengelola Barang melakukan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam

DBMN dan menyimpan dokumen-dokumen berkenaan menyatu dengan

salinan surat keputusan penetapan status penggunaannya;

ii. Pengguna Barang melakukan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam DBP

dan menyimpan fotokopi dokumen kepemilikan dan dokumen pendukung

lainnya menyatu dengan asli surat keputusan penetapan status

penggunaannya;

iii. Kuasa Pengguna Barang melakukan pendaftaran dan pencatatan BMN ke

dalam DBKP atas tanah dan/atau bangunan dan menyimpan fotokopi

dokumen kepemilikan dan dokumen pendukung lainnya menyatu dengan

salinan surat keputusan penetapan status penggunaannya.

Page 14: Manajemen Aset Final 2013

13

2. Tatacara penetapan status penggunaan BMN selain tanah dan/atau bangunan

Dalam PMK nomor 96/PMK.6/2007 diatur prosedur penetapan status BMN selain

tanah/bangunan sebagai berikut

a. Kuasa Pengguna Barang menyelesaikan bukti kepemilikan atau berita acara serah

terima barang (BAST) atas perolehan BMN.

b. Kuasa Pengguna Barang mengajukan usul penetapan status penggunaan kepada

Pengguna Barang disertai dengan fotokopi dokumen tersebut pada angka 1) dan

dokumen pendukung lainnya paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya

dokumen dokumen tersebut.

c. Kuasa Pengguna Barang yang merupakan instansi vertikal dapat mengajukan

permintaan penetapan status penggunaan barang kepada instansi vertikal Pengelola

Barang di daerah setelah Instansi vertikal tersebut menerima kuasa untuk itu dari

Pengguna Barang.

d. Pengguna Barang mengajukan usul penetapan status penggunaan BMN kepada

Pengelola Barang dengan disertai fotokopi dokumen kepemilikan atau BAST paling

lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya usulan dari Kuasa Pengguna Barang.

e. Setelah melakukan penelitian atas usulan dan dokumen pendukung, Pengelola

Barang menetapkan status penggunaan BMN dengan menerbitkan surat keputusan

dan memutakhirkan DBMN.

21

Page 15: Manajemen Aset Final 2013

14

f. Untuk tertib penatausahaan, dengan diterimanya surat keputusan penetapan status,

maka Pengguna Barang melakukan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam

DBP dan menyimpan asli dokumen kepemilikan menyatu dengan asli surat

keputusan penetapan status penggunaan.

g. Dengan diterimanya salinan surat keputusan penetapan status penggunaan, Kuasa

Pengguna Barang melakukan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam DBKP

dan menyimpan asli dokumen kepemilikan menyatu dengan salinan surat

keputusan penetapan status penggunaan.

3. Tata cara penetapan status penggunaan BMN yang dioperasikan oleh pihak lain

Pada PMK nomor 96/PMK.6/2007 diatur prosedur penetapan status penggunaan

BMN yang dioperasikan oleh pihak lain sebagai berikut:

a. Pengguna/Kuasa Pengguna Barang menyelesaikan dokumen kepemilikan atas

perolehan BMN.

b. Pengguna Barang mengajukan permintaan penetapan status penggunaan BMN

kepada Pengelola Barang disertai dengan penjelasan dan pertimbangan, dengan

melampirkan dokumen asli kepemilikan/berita acara serah terima.

c. Setelah menerima usulan secara lengkap dari Pengguna Barang, Pengelola Barang

menetapkan status penggunaan BMN yang akan dioperasikan oleh pihak lain

dengan surat keputusan.

OPERATOR PENGGUNA PENGELOLAURAIANNO

PENETAPAN STATUS BMN YANG DIOPERASIKAN OLEH PIHAK LAIN

Page 16: Manajemen Aset Final 2013

15

d. Berdasar surat keputusan Pengelola tentang penetapan status penggunaan BMN,

Pengguna Barang menindaklanjuti dengan membuat Surat keputusan penunjukan

pengoperasian dan Berita acara serah terima pengoperasian BMN.

e. Dengan penerbitan surat keputusan, Pengelola Barang melakukan pendaftaran dan

pencatatan BMN ke dalam DBMN dan menyimpan asli dokumen kepemilikan dan

dokumen pendukung lainnya menyatu dengan salinan surat keputusan penetapan

status penggunaannya.

f. Dengan diterimanya surat keputusan penetapan status, Pengguna Barang

melakukan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam DBP dan menyimpan

asli/fotokopi dokumen kepemilikan dan dokumen pendukung lainnya menyatu

dengan asli surat keputusan penetapan status penggunaannya.

g. Pengalihoperasian kepada operator lain harus terlebih dulu dilaporkan kepada

Pengelola Barang.

h. BMN yang sudah dioperasikan oleh pihak lain kemudian akan digunakan kembali

oleh Pengguna Barang, untuk pelaksanaannya harus dimintakan persetujuan lagi

kepada Pengelola Barang.

4. Tatacara penetapan BMN berupa tanah dan/atau bangunan idle

Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 49 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004,

bahwa setiap tanah dan atau bangunan yang sudah tidak digunakan untuk

kepentingan tugas dan fungsi pengguna barang (idle) wajib diserahkan kepada

Pengelola Barang. Sebagai tindak lanjut atas pengaturan tersebut, maka pada PMK

nomor 96/PMK.6/2007 diatur prosedur penetapan BMN berupa tanah/bangunan

yang idle sebagai berikut:

Page 17: Manajemen Aset Final 2013

16

a. Atas BMN berupa tanah/bangunan yang idle Pengguna/Kuasa Pengguna Barang

menyampaikan laporan kepada Pengelola Barang. Laporan tersebut disertai

penjelasan mengenai lokasi dan kondisi tanah dan/atau bangunan.

b. Atas dasar laporan Pengguna Barang, Pengelola Barang melakukan penelitian.

Jika pada BMN terdapat permasalahan, maka permasalahan tersebut harus

diselesaikan terlebih dulu oleh Pengguna Barang bersama Pengelola Barang sesuai

batas kewenangannya.

c. Jika menurut penelitiannya ternyata BMN tidak bermasalah, maka Pengelola

Barang menetapkan keputusan mengenai penyerahan BMN dari Pengguna

kepada Pengelola. Pengelola Barang dapat menetapkan BMN yang harus

diserahkan oleh Pengguna/Kuasa Pengguna Barang karena idle berdasarkan hasil

inventarisasi, hasil audit, dan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan

Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT).

d. Berdasarkan surat penetapan dari Pengelola Barang dan setelah dilakukan

penghapusan dari daftar barang pengguna dan/atau daftar barang kuasa

pengguna, Pengguna Barang menyerahkan BMN kepada Pengelola Barang disertai

fotokopi dokumen kepemilikan, asli surat keputusan penetapan status

penggunaan, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal penetapan

penghapusan.

e. Berdasarkan BAST, Pengelola Barang menyesuaikan catatan pada daftar BMN .

48

Page 18: Manajemen Aset Final 2013

17

5. Tatacara pengalihan/perubahan status penggunaan BMN antar Pengguna Barang.

Sebagai salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pelayanan atas barang milik negara,

maka atas barang milik negara khususnya tanah dan/atau bangunan yang sudah tidak

digunakan oleh suatu pengguna, dapat dialihkan status penggunaannya kepada

pengguna barang yang lain. Pengertian pengalihan/perubahan status adalah hanya

sebatas proses pengalihan hak penggunaan atas barang milik negara dari suatu

pengguna barang kepada pengguna barang yang lain tanpa diikuti dengan adanya

pengalihan hak kepemilikan atas aset tersebut.

Sesuai ketentuan pada PMK nomor 96/PMK.6/2007 prosedur pengalihan status

penggunaan BMN dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

a. Skema ini dilaksanakan karena terdapat Pengguna/Kuasa Pengguna Barang yang

menguasai BMN namun penggunaannya tidak optimal disebabkan misalnya

karena berlebih, sementara itu terdapat Pengguna/Kuasa Pengguna yang se

wilayah kerja yang memerlukan BMN untuk penyelenggaraan tugas pokok fungsi.

Atas dasar hal ini, para pihak dapat melakukan kesepakatan awal untuk

pengalihan status.

b. Kuasa Pengguna lama mengajukan usulan pengalihan/perubahan status

penggunaan kepada Pengguna Barang, disertai dengan dokumen, penjelasan, dan

pertimbangannya.

c. Bila atas dasar penelitiannya, usul pengalihan tersebut telah memenuhi syarat dan

sesuai kebutuhan kementerian/ Lembaga, maka Pengguna Barang meneruskan

usulan tersebut kepada Pengelola Barang, dengan disertai penjelasan dan

pertimbangan, penetapan status penggunaan, serta surat pernyataan kesediaan

menerima pengalihan BMN dari calon Pengguna Barang baru.

d. Bila berdasarkan penelitian usulan tersebut telah memenuhi syarat untuk alih

status, maka Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan

pengalihan/perubahan status penggunaan. Surat tersebut disampaikan kepada

Pengguna Barang lama dan tembusannya disampaikan kepada Pengguna Barang

baru. Surat persetujuan tersebut sekurang-kurangnya memuat:

i. Kewajiban Pengguna Barang yang lama untuk menghapus barang tersebut dari

DBP dengan surat keputusan Pengguna Barang.

ii. Bahwa pengalihgunaan BMN tersebut harus dituangkan dalam berita acara

serah terima antara Pengguna Barang lama dan Pengguna Barang baru.

Page 19: Manajemen Aset Final 2013

18

e. Atas dasar persetujuan pengalihan status, Pengguna Barang menerbitkan surat

keputusan penghapusan dan menyerah terimakan BMN kepada Pengguna baru

dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.

f. Berdasarkan tembusan surat keputusan penghapusan dari Pengguna Lama,

Pengelola Barang menerbitkan surat keputusan penetapan status penggunaan

kepada Pengguna Barang yang baru.

g. Atas dasar surat keputusan penetapan status penggunaan dari Pengelola Barang,

Pengguna Barang yang baru mencatat ke dalam DBP atas penyerahan barang

tersebut untuk dipergunakan sesuai tugas pokok dan fungsinya.

h. Berdasarkan berita acara serah terima barang, Pengelola Barang menyesuaikan

catatan dalam DBMN .

Page 20: Manajemen Aset Final 2013

19

BAB IV

PEMANFAATAN

A. Pengertian

Sebagaimana tersebut pada Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006,

bahwa pemanfaatan merupakan pendayagunaan barang milik negara yang tidak

dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, dalam bentuk

sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun guna serah atau bangun serah

guna dengan tidak mengubah status kepemilikan. Kalimat tidak mengubah status

kepemilikan pada pengertian tersebut bermakna bahwa setiap keputusan pemanfataan

atas barang milik negara yang diambil tidak akan pernah diikuti dengan beralihanya

kepemilikan atas barang milik negara tersebut. Dengan demikian maka selama masa

pemanfaatan sampai dengan berarkhirnya perjanjian pemanfaatan, status kepemilikan atas

barang milik negara tersebut tetap berada pada Pemerintah Republik Indonesia.

Seperti telah disampaikan pada bab sebelumnya, bahwa pemanfaatan barang milik negara

pada dasarnya merupakan salah satu bentuk dari fungsi budgeter. Hal ini berarti bahwa

barang milik negara difungsikan sebagai alat untuk meningkatkan penerimaan negara

bukan pajak. Yang perlu digarisbawahi atas fungsi budgeter ini bahwa pelaksanaan fungsi

ini hanya dapat dilakukan atas barang milik negara yang tidak digunakan untuk

pelaksanaan tugas dan fungsi kementeriaan/lembaga, sedangkan untuk barang milik

negara yang sedang digunakan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi kementerian/lembaga

dilarang untuk dimanfaatkan atau bahkan dipindahtangankan karena akan mengganggu

fungsi pelayanann yang diberikan kepada masyarakat.

B. Bentuk-Bentuk Pemanfaatan

Berdasarkan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, pemanfaatan barang

milik negara secara garis besar dibagi ke dalam 4 (empat) bentuk, yaitu:

1. Sewa;

2. Pinjam pakai;

3. Kerjasama pemanfaatan;

4. Bangun guna serah atau bangun serah guna.

Penjelasan lebih lanjut atas masing-masing bentuk pemanfaatan adalah sebagai berikut:

Page 21: Manajemen Aset Final 2013

20

1. Sewa

a. Pengertian dan pertimbangan

Sewa adalah pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu

dan menerima imbalan uang tunai. Sesuai dengan azas bruto dalam pengelolaan

keuangan negara maka pengguna/kuasa pengguna atau bahkan pengelola barang

tidak diperkenankan untuk menggunakan langsung sebagian atau seluruh

penerimaan negara yang dihasilkan dari penyewaan barang milik negara tersebut.

Hal ini berarti bahwa imbalan atas penyewaan atas barang milik negara

harus diwujudkan dalam bentuk uang tunai dan harus langsung disetorkan ke

rekening kas negara.

Secara prinsip, sewa atas barang milik negara ini dilakukan dengan pertimbangan

sebagai berikut:

i. Mengoptimalkan pemanfaatan BMN yang belum/tidak dipergunakan dalam

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan.

ii. Menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kementerian/ lembaga. BMN

yang dibangun/diperoleh Kementerian/Lembaga yang disewakan kepada

pihak lain dengan perjanjian agar tetap digunakan untuk menghasilkan

barang/jasa sesuai maksud pengadaannya dapat diharapkan berfungsi lebih

optimal dan menunjang pelaksanaan tugas fungsi Kementerian/Lembaga yang

bersangkutan.

iii. Untuk efisiensi biaya pemeliharaan dan pengamanan BMN serta meningkatkan

penerimaan negara. BMN yang idle tetap memerlukan pemeliharaan dan

bahkan berpotensi untuk menjadi tidak aman. Dengan disewakan, maka biaya

pemeliharaan dan pengamanan ditanggung oleh penyewa dan negara

mendapatkan PNBP.

b. Jangka waktu dan tarif sewa

Dengan pertimbangan tersebut di atas, barang milik negara dapat disewakan

kepada pihak lain dalam jangka waktu maksimal 5 tahun dan dapat diperpanjang.

Hal ini memiliki pengertian bahwa dalam satu kali perjanjian sewa, penyewa hanya

dapat menyewa barang tersebut maksimal 5 tahun. Tetapi jika diakhir masa

perjanjian penyewa berkehendak untuk memperpanjang masa penyewaan tersebut,

maka perpanjangan masa sewa tersebut dapat dilakukan setelah terlebih dahulu

mendapatkan persetujuan dari pengelola barang. Jangka waktu maksimal 5 tahun

Page 22: Manajemen Aset Final 2013

21

ini juga memiliki pengertian bahwa pihak penyewa juga dapat menyewa barang

milik negara tersebut kurang dari 5 tahun, misalkan 4 tahun, 3 tahun, 2 tahun, 1

tahun atau bahkan dalam hitungan bulanan.

Dalam setiap pelaksanaan sewa, secara umum pihak penyewa akan dikenakan

suatu besaran sewa tertentu untuk jangka waktu penyewaan atas barang tersebut.

Demikian juga untuk penyewaan atas barang milik negara, pihak penyewa akan

dikenakan suatu tarif sewa tertentu yang ahrus disetorkan ke rekening kas negara.

Berdasarkan Lampiran II.A Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007

diatur bahwa tarif sewa yang dikenakan kepada pihak penyewa adalah sebagai

berikut:

i. Formula Sewa Tanah Kosong

St = 3,33 % x (Lt x Nilai tanah)

Keterangan:

St = Sewa tanah

Lt = Luas tanah (M2)

Nilai Tanah = Nilai tanah berdasarkan hasil penilaian dengan estimasi

terendah menggunakan NJOP (per M2)

Luas tanah dihitung berdasarkan pada gambar situasi/peta tanah atau sertifikat

tanah dalam meter persegi.

ii. Sewa Tanah dan Bangunan

a) Stb = (3,33% x Lt x Nilai tanah) +( 6,64% x Lb x Hs x Nsb)

Keterangan:

Lb = Luas lantai Bangunan (M2)

Hs = Harga satuan bangunan standar dalam keadaan baru (Rp/M2)

Nsb = Nilai sisa bangunan (%)

- Penyusutan untuk bangunan permanen = 2 % / tahun

- Penyusutan untuk bangunan semi permanen = 4 % / tahun

- Penyusutan untuk bangunan darurat = 10 % / tahun

- Penyusutan maksimal 80 %

Dalam hal sisa bangunan menurut umur tidak sesuai dengan kondisi nyata,

maka Nsb ditetapkan berdasarkan kondisi bangunan sebagai berikut:

- baik = 85% s.d. 100 % siap pakai/perlu pemeliharaan awal

Page 23: Manajemen Aset Final 2013

22

- rusak ringan = 70% s.d. < 85% rusak sebagian non struktur

- rusak berat = 55% s.d. < 70% rusak sebagian non struktur/struktur

- rusak berat = 35% s.d. < 55% rusak sebagian besar non struktur/struktur

b) Sewa Prasarana Bangunan

Sp = 6,64% x Hp x Nsp

Keterangan:

Sp = sewa prasarana bangunan (Rp/tahun)

Hp = harga prasarana bangunan dalam keadaan baru (Rp)

Nsp = nilai sisa prasarana bangunan (%)

Besar penyusutan / tahun dihitung dengan ketentuan:

- pekerjaan halaman = 5 %

- mesin/instalasi = 10 %

- furniture/elektronik = 25 %

- penyusutan maksimal = 80 %

iii. Sewa selain tanah dan/atau bangunan

Formula tarif sewa ditetapkan oleh masing-masing pengguna barang

berkoordinasi dengan instansi teknis terkait.

Tarif sewa sebagaimana tersebut di atas merupakan tarif sewa minimum

yang akan dikenakan kepada pihak penyewa. Dalam hal sewa minimum

yang dihitung tersebut lebih rendah dari tarif sewa yang diajukan oleh

pihak penyewa, maka dengan menggunakan azas optimalisasi

penerimaan negara maka pengelola barang dapat menetapkan tarif sewa

tersebut didasarkan pada penawaran pihak penyewa tersebut.

Dalam hal sewa barang milik negara dilakukan atas tanah dan/atau

bangunan, maka nilai tanah dan/atau bangunan yang akan digunakan

dalam perhitungan sewa tersebut didasarkan pada hasil penilaian

dengan estimasi terendah menggunakan nilai jual obyek pajak. Dengan

ketentuan tersebut, maka dalam hal hasil penilaian tanah tersebut

memiliki nilai lebih rendah dari nilai jual obyek pajak, maka nilai tanah

yang akan digunakan sebagai dasar penghitungan sewa barang milik

negara tersebut adalah nilai jual obyek pajak. Demikian juga sebaliknya.

Page 24: Manajemen Aset Final 2013

23

c. Subyek, Obyek dan Mitra Sewa

Dalam rangka penyewaan barang milik negara, yang dapat bertindak sebagai

subyek/pihak yang dapat melaksanakan penyewaan adalah Pengelola dan

Pengguna Barang. Adapun pembagian kewenangan antara pengelola dan

pengguna barang dalam pelaksanaan sewa tersebut adalah sebagai berikut:

i. Pengelola Barang, dapat menyewakan tanah dan atau bangunan yang berada

pada Pengelola Barang;

ii. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang dapat menyewakan:

1). sebagian tanah dan/atau bangunan yang status penggunaannya ada pada

Pengguna Barang;

2). barang milik negara selain tanah dan atau bangunan.

Secara umum, penyewaan barang milik negara dapat dilakukan kepada semua

pihak baik itu yang berbadan hokum maupun yang bersifat perorangan. Dengan

demikian maka pihak yang dapat menjadi mitra sewa adalah sebagai berikut:

i. Badan Usaha Milik Negara;

ii. Badan Usaha Milik Daerah;

iii. Badan Hukum lainnya;

iv. perorangan.

d. Tata Cara Sewa

Tata cara penyewaan barang milik negara secara umum dan teknis di atur dalam

dalam PMK nomor 96/PMK.6/2007. Secara rinci, tata cara penyewaan tersebut

diatur sebagai berikut:

i. Penyewaan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan

Sesuai dengan prinsip pengelolaan barang milik negara sebagaimana tercantum

dalam Pasal 49 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004, maka pelaksanaan

sewa atas tanah dan/atau bangunan tersebut pelaksanaannya dilakukan oleh

Pengelola barang. Dalam hal tanah dan/atau bangunan tersebut masih berada

dalam penguasaan pengguna barang, maka tanah dan atau bangunan tersebut

harus terlebih dahulu diserahkan oleh pengguna barang dan/atau kuasa

pengguna barang kepada pengelola barang.

Secara prinsip, prosedur dan tatacara penyewaan tersebut adalah sebagaimana

tergambar dalam diagram di bawah ini.

Page 25: Manajemen Aset Final 2013

24

Gambar ini menunjukkan bahwa definisi pelaksanaan oleh pengelola barang

tersebut meliputi proses mulai dari usulan, pelaksanaan penilaian, pemberian

persetujuan, sampai dengan pelaksanaan penandatanganan perjanjian sewa

menyewa barang milik negara tersebut.

ii. Penyewaan sebagian tanah dan/atau bangunan, atau selain tanah dan/atau

bangunan

Secara prinsip penyewaan atas sebagian tanah dan/atau bangunan dan selain

tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh Pengguna Barang dengan terlebih

dahulu mendapatkan persetujuan dari Pengelola Barang. Hal ini

mengindikasikan bahwa penyewaan atas BMN tersebut pelaksanaan sewa

tersebut menjadi kewenangan pengguna barang, sedangkan Pengelola Barang

hanya berwenang sebatas memberikan persetujuan atas permohonan sewa dari

pengguna barang dimaksud. Ruang lingkup pelaksanaan yang menjadi

kewenangan pengguna barang tersebut meliputi pengajuan usulan penyewaan,

pelaksanaan penilaian barang milik negara yang akan digunakan sebagai dasar

penetapan besaran nilai sewa, dan menandatangani perjanjian dengan pihak

penyewa.

Dalam rangka pengajuan usulan penyewaan barang milik negara tersebut,

dokumen pendukung yang harus dilengkapi oleh pengguna barang meliputi:

1) Sewa sebagian tanah dan/atau bangunan

- Pertimbangan penyewaan;

Page 26: Manajemen Aset Final 2013

25

- Bukti kepemilikan;

- Gambar lokasi;

- Luas yang akan disewakan;

- Nilai perolehan dan NJOP tanah dan atau bangunan;

- Data transaksi sebanding dan sejenis;

- Calon penyewa;

- Nilai sewa;

- Jangka waktu penyewaan.

2) Sewa selain tanah dan atau bangunan

- Pertimbangan mengenai calon penyewa;

- Hasil penelitian mengenai kelayakan kemungkinan penyewaan barang

milik negara selain tanah dan/atau bangunan dimaksud;

- Nilai sewa;

- Jangka waktu penyewaan.

Adapun gambaran umum proses penyewaan sebagian tanah dan/atau

bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan oleh pengguna barang adalah

sebagai berikut:

2. Pinjam Pakai

a. Pengertian dan pertimbangan

Page 27: Manajemen Aset Final 2013

26

Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2006

disebutkan bahwa pinjam pakai barang milik negara merupakan

penyerahan penggunaan BMN antara pemerintah pusat dengan pemerintah

daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah

jangka waktu berakhir BMN tersebut diserahkan kembali kepada

pemerintah pusat. Hal ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan pinjam pakai

merupakan gambaran hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah

daerah. Yang perlu mendapatkan perhatian adalah dalam kontek pengelolaan

barang milik negara ini tidak ada pelaksanaan pinjam pakai yang dilakukan

oleh suatu pengguna barang dengan pengguna barang lain.

Berdasarkan pengertian dan latar belakang pinjam pakai tersebut, maka

secara umum dapat dikatakan bahwa pertimbangan dari pelaksanaan pinjam

pakai BMN dimaksud adalah:

i. untuk mengoptimalkan penggunaan BMN yang belum/tidak

dipergunakan untuk pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan

pusat;

ii. untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

iii. Pengamanan BMN idle dari penggunaan pihak lain secara tidak sah.

iv. Efisiensi biaya pemeliharaan dan pengamanan.

b. Jangka Waktu dan Ketentuan Pokok

Sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun

2006, jangka waktu pinjam pakai barang milik negara telah ditetapkan paling lama

2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang. Jika pihak peminjam berkehendak untuk

memperpanjang jangka waktu peminjaman barang milik negara tersebut, maka

permintaan perpanjangan jangka waktu pinjam pakai harus sudah diterima

Pengelola Barang paling lambat 3 bulan sebelum jangka waktu pinjam pakai

berakhir.

Secara umum, dalam pelaksanaan pinjam pakai barang milik negara tersebut

aharus mengikuti kaidah-kaidah sebagai berikut:

i. Tanah dan atau bangunan yang dipinjampakaikan harus digunakan sesuai

peruntukan dalam perjanjian pinjam pakai dan tidak diperkenankan mengubah

bentuk bangunan, baik menambah dan/atau mengurangi konstruksi dasarnya.

Page 28: Manajemen Aset Final 2013

27

ii. Pemeliharaan dan segala biaya yang timbul selama masa pelaksanaan pinjam

pakai menjadi tanggung jawab peminjam.

iii. BMN dikembalikan pada saat berakhirnya masa pinjam pakai dan harus dalam

kondisi sebagaimana yang dituangkan dalam perjanjian.

c. Subyek, Obyek dan Kewenangan

Sesuai dengan pertimbangan atas pelaksanaan pinjam pakai sebagaimana tersebut

di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semua barang milik negara baik tanah

dana taua bangunan, sebagaian atanah dan/atau bangunan, maupun selain tanah

dan/atau bangunan dapat dipinjam pakaikan kepada pemerintah daerah sepanjang

tidak digunakan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi kementerian

negara/lembaga.

Berkenaan dengan obyek pelaksanaan pinjam pakai tersebut, maka subjek

pelaksana pinjam pakai barang milik negara dapat dibedakan sebagai berikut:

i. Pengelola Barang, untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada

Pengelola Barang; atau

ii. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk sebagian

tanah dan/atau bangunan yang status penggunaannya ada pada

Pengguna Barang, dan BMN selain tanah dan/atau bangunan.

Berdasarkan pengertian pinjam pakai barang milik negara tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa pihak yang dapat meminjam barang milik negara

adalah pemerintah daerah.

d. Tata Cara Pinjam Pakai

Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.06/2007 telah mengatur

mengenai tatacara pinjam pakai barang milik negara, dimana secara umum tata

cara dimaksud dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu

i. Pinjam pakai yang dilaksanakan oleh Pengelola Barang

Sebagaimana tersebut pada poin c di atas, pinjam pakai yang dilaksanakan oleh

pengelola barang terjadi sepanjang barang milik negara yang dipinjamkan

tersebut adalah tanah dan/atau bangunan yang sifatnya idle serta telah

diserahkan pengelolaannya kepada pengelola barang. Dalam hal tanah

dan/atau bangunan idle tersebut masih berada di pengguna barang, maka

Page 29: Manajemen Aset Final 2013

28

dalam rangka pelaksanaan pinjam pakai tersebut harus terlebih dahulu

diserahkan pengguna kepada pengelola barang.

ii. Pinjam Pakai yang dilaksanakan oleh Pengguna Barang

3. Kerjasama Pemanfaatan

a. Pengertian dan Pertimbangan

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 telah mendefinisikan

kerjasama pemanfaatan sebagai pendayagunaan BMN oleh pihak lain dalam

Page 30: Manajemen Aset Final 2013

29

jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara

bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Definisi mengandung makna

bahwa kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara dilaksanakan dengan

pertimbangan sebagi berikut:

i. untuk mengoptimalkan pemanfaatan BMN yang belum/tidak

dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi

penyelenggaraan pemerintahan;

ii. meningkatkan penerimaan negara; dan

iii. mengamankan BMN dalam arti mencegah penggunaan BMN tanpa

didasarkan pada ketentuan yang berlaku.

b. Subyek, Obyek dan Mitra Kerjasama Pemanfaatan

Pada prinsipnya kerjasama pemanfaatan dapat dilaksanakan terhadap semua

jenis barang milik negara baik yang berupa tanah dan/atau bangunan,

sebagian tanah dan /atau bangunan, maupun atas selain tanah dan/atau

bangunan. Pembagian obyek kerjasama pemanfaatan ini akan memiliki

implikasi terhadap subyek yang bisa melaksanakan kerjasama pemanfaatan

tersebut, yaitu:

i. Pengelola Barang, untuk tanah dan atau bangunan yang berada pada Pengelola

Barang.

ii. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk:

1). sebagian tanah dan atau bangunan yang merupakan sisa dari tanah dan

atau bangunan yang sudah digunakan oleh Pengguna Barang dalam rangka

penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya,

2). BMN selain tanah dan atau bangunan.

Terkait dengan mitra kerjasama pemanfaatan ini, Lampiran IV Peraturan Menteri

Keuangan nomor 96/PMK.06/2007 telah menyebutkan bahwa pihak yang dapat

menjadi mitra kerjasama pemanfaatan meliputi:

i. Badan Usaha Milik Negara;

ii. Badan Usaha Milik Daerah;

iii. Badan hukum lainnya.

Hal ini menunjukkan bahwa mitra kerjasama pemanfaatan ini harus berbadan

hukum, dengan kata lain pihak swasta yang bersifat perorangan tidak bisa menjadi

mitra kerjasama pemanfaatan.

Page 31: Manajemen Aset Final 2013

30

Dalam rangka mendukung terciptanya transparansi, akuntabilitas serta

menerapkan praktek bisnis yang sehat, maka mitra kerjasama pemanfaatan

ditentukan melalui pemilihan calon mitra KSP (tender) dengan diikuti minimal 5

calon peserta/peminat, kecuali barang milik negara yang bersifat khusus. Untuk

BMN yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung.

c. Jangka waktu dan ketentuan pokok

Sebagaimana tersebut pada Pasal 26 ayat 1 huruf g Peraturan Pemerintah

Nomor 6 Tahun 2006, ditetapkan bahwa jangka waktu kerjasama pemanfaatan

paling lama adalah 30 (tiga puluh) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian,

dengan klausul dapat diperpanjang setelah terlebih dahulu dievaluasi dan

mendapatkan persetujuan Pengelola Barang. Lamanya jangka waktu

kerjasama pemanfaatan tersebut berimplikasi pada perlunya monitoring dan

evaluasi yang kontinyu yang dilaksanakan baik oleh pengelola barang mapun

pengguna barang untuk menjamin hak-hak negara dipenuhi secara jujur oleh

mitra, tepat pada waktunya, serta menjamin keamanan atas barang milik

negara yang dikerjasamakan tersebut.

Hal ini sesuai dengan filososfis dari pemanfaatan itu sendiri bahwa setiap

pemanfaatan termasuk yang berbentuk kerjasama pemanfaatan kerjasama

pemanfaatan yang dilakukan baik oleh pengelola barang maupun oleh

pengguna barang tidak akan berakibat pada berubahnya status kepemilikan

barang milik negara tersebut.

Terkait dengan penerimaan negara bukan pajak yang akan menjadi hak

negara, secara jelas disebutkan bahwa terdapat dua jenis penerimaan negara

dari kegiatan Kerjasama Pemanfaatan dimaksud dan wajib disetorkan oleh

mitra kerjasama pemanfaatan selama jangka waktu kerjasama pemanfaatan

yaitu:

i. Kontribusi tetap

Kontribusi tetap adalah merupakan penerimaan negara yang harus disetorkan oleh

mintra kerjasamana pemanfaatan secara periodik. Kata tetap tersebut memiliki

makna bahwa setiap tahun negara akan tetap mendapatkan penerimaan meskipun

atas pelaksanaan kerjasama tersebut mitra masih menderita kerugian. Dengan

demikian selama masa kerjasama tersebut, kontribusi tetap akan secara reguler

diterima oleh negara tanpa melihat untung atau ruginya mitra kerjsama

Page 32: Manajemen Aset Final 2013

31

pemanfaatan tersebut

ii. Pembagian keuntungan

Sedangkan pembagian keuntungan merupakan penerimaan negara dari

keuntungan yang diperoleh dari operasional kerjasama pemanfaatan dimaksud.

Definisi tersebut mengindikasikan bahwa penerimaan negara yang bersumber dari

pembagian keuntungan tersebut hanya akan diterima oleh negara manakala mitra

kerjasama memperoleh keuntungan atas pelaksanaan kerjasama tersebut. Tetapi

ketika mitra menderita kerugian, maka negara tidak berkewajiban untuk

menanggung kerugian tersebut.

Terkait dengan penetapan besaran kontribusi tetap telah diatur bahwa:

i. besaran kontribusi tetap atas BMN berupa tanah dan/atau bangunan

ditetapkan oleh Pengelola Barang berdasarkan hasil perhitungan penilai; dan

ii. besaran kontribusi tetap atas BMN selain tanah dan/atau bangunan,

ditetapkan oleh Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang

berdasarkan hasil perhitungan penilai.

Pembayaran kontribusi tetap oleh mitra kerjasama pemanfaatan untuk

pembayaran pertama harus dilakukan pada saat ditandatanganinya perjanjian

kerjasama pemanfaatan, dan bayaran kontribusi tahun berikutnya harus dilakukan

paling lambat tanggal 31 Maret setiap tahun sampai berakhirnya perjanjian

kerjasama pemanfaatn, dengan penyetoran ke rekening kas umum negara.

Selanjutnya ditetapkan pula bahwa pembagian keuntungan hasil pendapatan

harus disetor ke rekening kas umum negara paling lambat tanggal 31 Maret

tahun berikutnya. Setiap keterlambatan pembayaran kontribusi tetap dan

pembagian keuntungan dari tanggal tersebut pada butir 12 dan butir 13

dikenakan denda paling sedikit sebesar 1 %o (satu per seribu) per hari.

Terkait dengan pembebanan biaya yang timbul dalam pelaksanaan kerjasama

peemanfaatan tersebut diatur sebagai berikut:

i. Seluruh biaya yang timbul sampai dengan ditetapkannya mitra KSP

dibebankan pada APBN. Biaya tersebut antara lain meliputi biaya/honor Tim

yang bekerja dalam rangka pelaksanaan penilaian tanah, lelang, dan biaya

penilaian tanah, serta biaya penilai independen apabila diperlukan.

ii. Seluruh biaya yang timbul setelah ditetapkannya mitra KSP sampai dengan

berakhirnya pelaksanaan KSP menjadi beban mitra KSP. Biaya tersebut

meliputi antara lain biaya perizinan, konsultan pengawas, biaya konsultan

Page 33: Manajemen Aset Final 2013

32

hukum, dan biaya pemeliharaan objek kerjasama pemanfaatan, menjadi

beban mitra kerjasama pemanfaatan;

Surat persetujuan kerjasama pemanfaatan dari Pengelola Barang dinyatakan

tidak berlaku apabila dalam jangka waktu satu tahun sejak ditetapkan tidak

ditindaklanjuti dengan penandatanganan surat perjanjian kerjasama pemanfaatan.

d. Tata Cara Kerjasama Pemanfaatan

Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.06/2007 telah mengatur

mengenai tatacara pinjam pakai barang milik negara, dimana secara umum tata

cara dimaksud dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu:

i. Kerjasama pemanfaatan atas tanah dan/atau bangunan yang berada pada

pengelola barang

Sebagaimana tersebut pada poin b di atas, kerjasama pemanfaatan yang

dilaksanakan oleh pengelola barang terjadi sepanjang barang milik negara yang

dipinjamkan tersebut adalah tanah dan/atau bangunan yang sifatnya idle serta

telah diserahkan pengelolaannya kepada pengelola barang. Dalam hal tanah

dan/atau bangunan idle tersebut masih berada di pengguna barang, maka

dalam rangka pelaksanaan kerjasama pemanfaatan tersebut harus terlebih

dahulu diserahkan pengguna kepada pengelola barang.

Page 34: Manajemen Aset Final 2013

33

ii. Kerjasama pemanfaatan atas sebagian tanah dan/atau bangunan dari tanah

dan/atau banguanan yang sudah digunakan oleh pengguna barang

iii. Kerjasama pemanfaatan atas selain tanah dan/atau bangunan

Page 35: Manajemen Aset Final 2013

34

4. Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

a. Pengertian dan Pertimbangan

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, bangun guna

serah dan bangun serah guna didefinisikan sebagai berikut:

i. Bangun Guna Serah (BGS) yang secara umum biasa disebut dengan Build,

Operate and Transfer (BOT) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat

oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan atau sarana, berikut

fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka

waktu tertentu yang disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan

atau sarana berikut fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang

setelah berakhirnya jangka waktu.

ii. Bangun Serah Guna (BSG) yang secara umum biasa disebut dengan Build,

Transfer, and Operate (BTO)adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat

oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan atau sarana, berikut

fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pengelola

Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka

waktu tertentu yang disepakati.

Perbedaan lebih jelas atas kedua definisi tersebut sebenarnya dapat kita lihat pada

PSAK Nomor 39 tentang Kerjasama Operasi, dimana:

i. Pada pola bangun guna serah (BGS), barang milik negara dikelola oleh investor

yang mendanai pembangunan sampai berakhir masa konsesi. Di akhir masa

konsesi investor akan menyerahkan barang milik negara beserta asset yang

dibangunnya dan pengelolaannya kepada negara. Pada pola BGS ini, investor

akan secara langsung mengelola tanah yang di BGS-kan beserta bangunan yang

telah dibangun, begitu pembangunannya selesai. Pada tahap ini, dan

berlangsung sampai berakhir masa konsesi, investor secara lazim memiliki

kendali yang signifikan atas pengelolaan asset tersebut.

ii. Pada pola bangun serah guna (BSG) investor akan mendanai pembangunan aset

KSO sampai siap dioperasikan. Begitu aset BSG siap dioperasikan, aset tersebut

diserahkan kepada negara untuk dioperasikan Pada pola Bangun, Serah, Guna

(BGS), investor akan menyerahkan aset yang dia danai pembangunannya

kepada negara, begitu aset siap dioperasikan. Pada tahap ini, negara secara

lazim memegang kendali pengelolaan aset secara material. Negara harus

Page 36: Manajemen Aset Final 2013

35

mengakui aset pada saat investor menyerahkan pengelolaan aset KSO

kepadanya.

Sesuai dengan definisinya bahwa pada prinsipnya BGS dan BSG dilakukan untuk

menyediakan bangunan dan fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan tugas

pokok dan fungsi kementerian/lembaga, yang dana pembangunannya tidak

tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

b. Subyek, Obyek dan Mitra BGS/BSG

Pihak yang dapat melaksanakan BGS/BSG BMN adalah Pengelola Barang. hal ini

berarti bahwa semua pelaksanaan BGS/BSG dilakukan oleh pengelola barang sehingga

jika terjadi permohonan BGS/BSG atas tanah yang masih berada di penguasaan maka

tanah dimaksud harus diserahkan kepada Pengelola Barang terlebih dahulu.

Sesuai dengan tujuan dan pertimbangan BGS/BSG, maka barang milik negara yang

dapat dijadikan objek BGS/BSG hanyalah barang milik negara berupa tanah, baik

tanah yang ada pada Pengelola Barang maupun tanah yang status penggunaannya

ada pada Pengguna Barang.

Sedangkan pihak-pihak yang dapat menjadi mitra BGS/BSG adalah BUMN, BUMD,

dan Badan Hukum lainnya.

c. Jangka Waktu dan Ketentuan Pokok

Selama masa pengoperasian BGS/BSG, Pengguna Barang harus dapat

menggunakan langsung objek BGS/BSG, beserta sarana dan prasarananya untuk

penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya berdasarkan penetapan dari

Pengelola Barang, paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari luas objek dan sarana

prasarana BGS/BSG dimaksud. Jangka waktu pengoperasian BGS/BSG oleh mitra

BGS/BSG paling lama 30 tahun terhitung sejak perjanjian ditandatangani.

Ada tiga kewajiban mitra BGS/BSG selama jangka waktu pengoperasian yaitu:

i. membayar kontribusi ke rekening kas umum negara;

ii. tidak menjaminkan, menggadaikan dan/atau memindah-tangankan objek

BGS/BSG; dan

iii. memelihara objek BGS/BSG agar tetap dalam kondisi baik. Hal ini

dimaksudkan agar BMN yang di BGS/BSG-kan dimaksud dapat terpelihara

keberadaanya.

Dalam pemilihan mitra BGS/BSG tidak dilakukan dengan penunjukan langsung, akan

tetapi dilakukan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya 5

Page 37: Manajemen Aset Final 2013

36

(lima) peserta/peminat. Hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaannya memenuhi

tranparansi dan keadilan kepada setiap calon peserta/peminat.

Penghitungan nilai tanah dalam rangka penentuan nilai limit terendah besaran

kontribusi dilakukan oleh penilai yang ditetapkan oleh Pengelola Barang. Sedangkan

nilai limit terendah besaran kontribusi atas pelaksanaan BGS/BSG BMN ditetapkan

oleh Pengelola Barang berdasarkan hasil perhitungan penilai.

Pembayaran kontribusi dari mitra BSG/BGS, kecuali untuk pembayaran pertama yang

harus dilakukan pada saat ditandatanganinya perjanjian BSG/BGS, harus

dilakukan paling lambat tanggal 31 Januari setiap tahun sampai dengan

berakhirnya perjanjian BSG/BGS dimaksud, dengan penyetoran ke rekening

kas umum negara. Setiap keterlambatan pembayaran kontribusi dari tanggal

tersebut akan dikenakan denda paling sedikit sebesar 1 %o per hari. Dalam hal mitra

tidak melakukan pembayaran kontribusi sebanyak tiga kali dalam jangka waktu

pengoperasian BGS/BSG, Pengelola Barang dapat secara sepihak mengakhiri

perjanjian.

Seluruh biaya yang timbul pada tahap persiapan dan pelaksanaan kerjasama

pemanfaatan, antara lain meliputi biaya perizinan, konsultan

pengawas, biaya konsultan hukum, dan biaya pemeliharaan objek BGS/BSG,

dan biaya audit oleh aparat pengawas fungsional menjadi beban mitra

kerjasama pemanfaatan.

Setelah masa pengoperasian BGS/BSG berakhir, objek pelaksanaan BGS/BSG harus

diaudit oleh aparat pengawas fungsional sebelum diserahkan kepada Pengelola

Barang dan/atau Pengguna Barang. Setelah masa pemanfaatan berakhir,

bangunan dan fasilitas hasil BGS/BSG ditetapkan status penggunaannya oleh

Pengelola Barang. Sesuai dengan ketentuan dalam PP nomor 6 tahun 2006, maka

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam rangka BGS/BSG harus atas nama

Pemerintah Republik Indonesia

d. Tata Cara Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

Adapun tata cara pelaksanaan BGS/BSG telah diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan nomor 96/PMK.06/2007. Tata cara pelaksanaan BGS dan BSG

dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu:

i. BGS/BSG atas tanah yang berada pada Pengelola Barang

Page 38: Manajemen Aset Final 2013

37

ii. BGS/BSG atas tanah yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang.

Page 39: Manajemen Aset Final 2013

38

BAB V

PEMINDAHTANGANAN

A. Pengertian

Sebagaimana tersebut pada Pasal 1 angka 15 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006,

bahwa pemindahtanganan merupakan pengalihan kepemilikan barang milik

negara/daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan,

dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah.. Kalimat mengubah status

kepemilikan pada pengertian tersebut bermakna bahwa setiap keputusan

pemindahtanganan atas barang milik negara yang diambil akan berakibat pada

beralihanya kepemilikan atas barang milik negara tersebut.

Seperti telah disampaikan pada bab sebelumnya, bahwa pemindahtanganan barang milik

negara pada dasarnya merupakan salah satu bentuk dari fungsi budgeter. Hal ini berarti

bahwa barang milik negara difungsikan sebagai alat untuk meningkatkan penerimaan

negara bukan pajak. Yang perlu digarisbawahi atas fungsi budgeter ini bahwa pelaksanaan

fungsi ini hanya dapat dilakukan atas barang milik negara yang tidak digunakan untuk

pelaksanaan tugas dan fungsi kementeriaan/lembaga, sedangkan untuk barang milik

negara yang sedang digunakan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi kementerian/lembaga

dilarang untuk dimanfaatkan atau bahkan dipindahtangankan karena akan mengganggu

fungsi pelayanann yang diberikan kepada masyarakat.

B. Kewenangan Pelaksanaan Pemindahtanganan

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa pemindahtanganan barang milik negara

hanya dapat dilakukan sepanjang barang milik negara tersebut tidak digunakan untuk

kepentingan pelaksanaan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga. Pasal 45 ayat 2

Undang-Undang nomor 1 Tahun 2004 telah mengatur bahwa secara prinsip

pemindahtanaganan barang milik negara dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari

Dewan perwakilan Rakyat (DPR).

Persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tersebut dilakukan untuk

pemindahtanganan berupa:

i. Tanah dan/atau bangunan, kecuali:

a) sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;

b) harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan

dalam dokumen penganggaran;

Page 40: Manajemen Aset Final 2013

39

c) diperuntukkan bagi pegawai negeri;

d) diperuntukkan bagi kepentingan umum;

e) dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan, yang telah memiliki kekuatan

hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika

status

f) kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

ii. Barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari

Rp.100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).

Hal ini mengindikasikan bahwa sekecil apapun luas tanah dan/atau bangunan yang akan

dipindahtanganankan, apabila tidak termasuk dalam perkecualian tersebut maka proses

pemindahtanganannya harus dilakukan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan

dari Dewan perwakilan Rakyat (DPR).

Atas pemindahtanganan tanah dan atau bangunan yang masuk perkecualian tersebut dan

pemindahtanaganan selain tanah dan atau bangunan di bawah Rp.100.000.000.000,-,

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 telah mengatur sebagai berikut:

i. Pemindatanganan sampai dengan nilai Rp.10.000.000.000,- kewenangan persetujuannya

berada pada Pengelola barang (Menteri Keuangan);

ii. Pemindatanganan untuk barang milik negara di atas Rp10.000.000.000,- sampai dengan

nilai Rp.100.000.000.000,- kewenangan persetujuannya berada pada Presiden;

C. Bentuk-Bentuk Pemindahtanganan

Berdasarkan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, pemanfaatan barang

milik negara secara garis besar dibagi ke dalam 4 (empat) bentuk, yaitu:

1. Penjualan;

2. Tukar Menukar;

3. Hibah;

4. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat.

Penjelasan lebih lanjut atas masing-masing bentuk pemindahtanganan adalah sebagai

berikut:

1. Penjualan

a. Pengertian dan Pertimbangan

Page 41: Manajemen Aset Final 2013

40

Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara kepada pihak

lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. Pertimbangan

penjualan barang milik negara adalah dalam rangka optimalisasi BMN yang

berlebih atau idle, karena secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara,

dan sebagai pelaksanaan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun BMN yang dapat dijual adalah meliputi tanah dan/atau bangunan,

dan selain tanah dan/atau bangunan. Tanah dan/atau bangunan terbagi

dua yaitu tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang;

dan tanah dan/atau bangunan yang status penggunaannya ada pada

Pengguna Barang.

b. Subyek, Obyek dan Kewenangan

Pelaksana penjualan dapat dilakukan oleh pengelola barang maupun pengguna

barang. Pengelola Barang melakukan penjualan BMN berupa tanah dan/atau

bangunan, kecuali untuk bangunan yang harus dihapuskan karena

anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen

penganggaran, dan untuk penjualan tanah dan/atau bangunan yang

merupakan kategori rumah negara golongan III. Pengguna Barang melakukan

penjualan untuk tanah dan/atau bangunan yang tidak dilakukan oleh

pengelolaan barang sebagaimana dimaksud di atas, dan BMN selain tanah

dan/atau bangunan.

c. Ketentuan Pokok dan Persyaratan

Sesuai Lampiran VII Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.6/2007,

penjualan BMN dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

i. Pelaksanaan penjualan tidak boleh mengganggu pelaksanaan tugas pokok dan

fungsi penyelenggaraan pemerintahan.

ii. Penjualan BMN dilaksanakan dengan cara lelang, kecuali:

a) BMN yang bersifat khusus sesuai dengan peraturan perundangundangan

yang berlaku, yaitu:

- rumah negara golongan III yang dijual kepada penghuninya;

- kendaraan dinas perorangan pejabat negara yang dijual kepada pejabat

negara;

b) BMN lainnya, ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang berdasarkan

pertimbangan yang diberikan oleh Pengguna Barang dan instansi teknis

terkait, yaitu:

Page 42: Manajemen Aset Final 2013

41

- BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang akan digunakan untuk

kepentingan umum;

- BMN yang jika dijual secara lelang akan merusak tata niaga berdasarkan

pertimbangan dari instansi yang berwenang, misalnya gula atau beras

selundupan yang disita oleh negara;

- BMN berupa tanah yang merupakan tanah kavling yang menurut

perencanaan awal pengadaannya digunakan untuk pembangunan

perumahan pegawai negeri, sebagaimana tercantum dalam dokumen

penganggaran.

Terhadap BMN yang tidak laku dijual secara lelang:

i. dilakukan pemindahtanganan dalam bentuk lainnya;

ii. dalam hal tidak dapat dipindahtangankan dalam bentuk lain, BMN dimaksud

dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang.

Terkait dengan penjualan BMN selain tanah dan/atau bangunan, Lampiran VII

Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.6/2007 mengatur bahwa penjualan

BMN selain tanah dan/atau bangunan dilakukan apabila memenuhi persyaratan

teknis dan ekonomis sebagai berikut:

i. Persyaratan teknis:

a) secara fisik barang tidak dapat digunakan karena rusak, dan tidak ekonomis

apabila diperbaiki

b) secara teknis barang tidak dapat digunakan lagi akibat modernisasi;

c) barang mengalami perubahan dalam spesifikasi karena penggunaan, seperti

terkikis, aus, dan lain-lain sejenisnya; atau

d) berkurangnya barang dalam timbangan/ukuran disebabkan penggunaan/

susut dalam penyimpanan/pengangkutan.

ii. Persyaratan ekonomis :

Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara apabila barang dijual,

karena biaya operasional dan pemeliharaan barang lebih besar daripada

manfaat yang diperoleh.

Sedangkan terkait dengan penjualan BMN berupa kendaraan bermotor dinas

operasional Lampiran VII Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.6/2007,

mengatur bahwa penjulanan tersebut harus dilaksanakan dengan ketentuan

sebagai berikut:

Page 43: Manajemen Aset Final 2013

42

i. Telah berusia sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun :

a) terhitung mulai tanggal perolehannya, untuk perolehan dalam kondisi

baru;

b) terhitung mulai tanggal pembuatannya, untuk perolehan selain tersebut

pada huruf a).

ii. Tidak akan mengganggu penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi

kementerian/ lembaga yang bersangkutan.

iii. Penjualan kendaraan bermotor selain tersebut huruf 1) dapat dilakukan apabila

kendaraan bermotor tersebut rusak berat akibat kecelakaan atau bencana alam

dengan kondisi paling tinggi 30% (tiga puluh persen) berdasarkan keterangan

instansi yang berkompeten.

iv. Penjualan BMN berupa kendaraan bermotor pada kantor perwakilan

Pemerintah RI di luar negeri, persyaratannya mengikuti ketentuan negara

setempat.

d. Tata Cara Penjualan

Adapun tata cara pelaksanaan penjualan telah diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan nomor 96/PMK.06/2007. Tata cara penjualan dikelompokkan menjadi 3

kelompok yaitu:

i) untuk tanah dan/atau bangunan;

ii) bangunan yang harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti

sudah disediakan dalam dokumen penganggaran; dan

iii) untuk selain tanah dan/atau bangunan.

Penjualan barang milik negara sebagaimana tersebut pada butir ii) dan iii) tersebut

di atas dilaksanakan oleh pengguna barang dengan terlebih dahulu mendapatkan

persetujuan dari pengelola barang.

Sedangkan penjualan sebagaimana diatur pada angka i) sepenuhnya dilakukan

oleh Pengelola Barang. Hal ini sesuai dengan Pasal 49 ayat 3 Undang-undang

Nomor 1 Tahun 2004, dimana tanah dan/atau bangunan yang akan dijual berarti

sudah dalam keadaan idle, dengan demikian penjualan atas tanah dan/atau

bangunan yang berada pada pengguna barang harus terlebih dahulu diserahkan

kepada pengelola barang.

Dibawah ini merupakan bagan alur penjualan barang milik negara yang dilakukan

oleh pengguna barang.

Page 44: Manajemen Aset Final 2013

43

2. Tukar Menukar

a. Pengertian dan pertimbangan

Tukar-menukar berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006

didefinisikan sebagai pengalihan kepemilikan barang milik negara yang dilakukan

antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, atau antara pemerintah pusat

dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-

kurangnya dengan nilai seimbang.

Tukar-menukar barang milik negara dilakukan dengan pertimbangan:

i. dalam rangka memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan

pemerintahan;

ii. untuk optimalisasi penggunaan barang milik negara;

iii. karena tidak tersedia dana dalam APBN.

b. Subyek, Obyek dan Mitra Tukar Menukar

Pada dasarnya semua jenis barang milik negara dapat dipertukarkan, yakni:

i. tanah dan/atau bangunan:

i. yang berada pada Pengelola Barang;

ii. yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang;

ii. selain tanah dan/atau bangunan.

Page 45: Manajemen Aset Final 2013

44

Berdasarkan obyek tukar menukar tersebut, maka dapat dibagi-bagi kewenangan

pelaksanaan tukar menukar adalah sebagai berikut:

i. Pengelola Barang, yakni untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada

Pengelola Barang;

ii. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, yakni untuk:

i. BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang berada di Pengguna Barang

akan tetapi tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;

ii. BMN selain tanah dan/atau bangunan.

Sesuai dengan pengertian tukar menukar sebagaimana tersebut di atas, pihak-pihak

yang dapat menjadi mitra tukar menukar adalah sebagai berikut:

i. Pemerintah Daerah;

ii. Badan Usaha Milik Negara;

iii. Badan Usaha Milik Daerah;

iv. Badan Hukum milik pemerintah lainnya;

v. Swasta, baik yang berbentuk badan hukum maupun perorangan.

Mitra tukar-menukar sebagaimana tersebut di atas ditentukan melalui pemilihan

calon mitra tukar menukar (tender) dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya

5 (lima) peserta/peminat, kecuali tukar menukar yang dilakukan dengan

Pemerintah Daerah dan pihak-pihak lain yang mendapatkan penugasan dari

pemerintah dalam rangka pelaksanaan kepentingan umum.

c. Ketentuan Pokok

Sesuai Lampiran VIII Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.6/2007, barang

milik negara yang dapat ditukarkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

i. BMN berupa tanah dan/ atau bangunan yang sudah tidak sesuai dengan tata

ruang wilayah atau penataan kota;

ii. BMN belum dimanfaatkan secara optimal;

iii. penyatuan BMN yang lokasinya terpencar;

iv. pelaksanaan rencana strategis pemerintah/ negara; atau

v. BMN selain tanah dan/ atau bangunan yang ketinggalan teknologi sesuai

kebutuhan/ kondisi/ peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka menjamin dan mewujudkan tertib administrasi, hukum serta

menjamin akuntabilitas, maka setiap pelaksanaan tukar-menukar barang milik

negara harus didasarkan pada suatu kajian yang meliputi aspek:

i. aspek teknis, antara lain:

Page 46: Manajemen Aset Final 2013

45

a). kebutuhan Pengelola Barang/Pengguna Barang;

b). spesifikasi aset yang dibutuhkan.

ii. aspek ekonomis, antara lain kajian terhadap nilai aset yang dilepas dan nilai

aset pengganti;

iii. aspek yuridis, antara lain:

a). Rencana Umum Tata Ruang Wilayah dan penataan kota

b). Peraturan perundang-undangan terkait

Dalam hal tukar menukar dilakukan atas barang milik negara berupa tanah, atau

tanah dan bangunan, maka aset pengganti dalam tukar menukar tersebut harus

memenuhi syarat:

i. penggantian utama berupa tanah atau tanah dan bangunan;

ii. nilai barang pengganti sekurang-kurangnya sama dengan nilai BMN yang

dilepas.

Dalam hal nilai barang milik negara yang disetorkan lebih tinggi dibandingkan

dengan aset pengganti, maka mitra diwajibkan menyetorkan uang ke rekening kas

negara atas sejumlah selisih nilai lebih antara barang yang dilepas dengan barang

pengganti, yang dilakukan paling lambat sebelum pelaksanaan serah terima

barang.

d. Tata Cara Tukar Menukar

Adapun tata cara pelaksanaan tukar menukar telah diatur dalam Peraturan

Menteri Keuangan nomor 96/PMK.06/2007. Tata Tata cara pelaksanaan tukar

menukar dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu:

i. tukar menukar untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada pengelola

barang;

ii. tukar menukar untuk tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan

untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang tetapi tidak

sesuai dengan RUTR wilayah atau penataan kota; dan

iii. tukar menukar untuk selain tanah dan/atau bangunan.

Tukar menukar barang milik negara sebagaimana tersebut pada butir ii) dan iii)

tersebut di atas dilaksanakan oleh pengguna barang dengan terlebih dahulu

mendapatkan persetujuan dari pengelola barang.

Page 47: Manajemen Aset Final 2013

46

Sedangkan tukar menukar sebagaimana diatur pada angka i) sepenuhnya

dilakukan oleh Pengelola Barang. Hal ini sesuai dengan Pasal 49 ayat 3 Undang-

undang Nomor 1 Tahun 2004, dimana tanah dan/atau bangunan yang akan

dipertukarkan berarti sudah dalam keadaan idle, dengan demikian tukar menukar

atas tanah dan/atau bangunan yang berada pada pengguna barang harus terlebih

dahulu diserahkan kepada pengelola barang.

Dibawah ini merupakan bagan alur tukar menukar barang milik negara yang

dilakukan oleh pengguna barang.

3. Hibah

a. Pengertian dan Pertimbangan

Sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun

2006, hibah barang milik negara merupakan proses pengalihan kepemilikan

barang milik negara dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah atau

kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka secara jelas dapat

diidentifikasikan pertimbangan dan tujuan hibah barang milik negara

tersebut, yaitu:

i. untuk kepentingan sosial;

ii. untuk kepentingan keagamaan;

Page 48: Manajemen Aset Final 2013

47

iii. Untuk kepentingan kemanusiaan; dan

iv. Untuk penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

b. Subyek, Obyek dan Penerima Hibah

Secara prinsip semua barang milik negara baik berupa tanah dan/atau

bangunan, maupun selain tanah dan/atau bangunan dapat dihibahkan

kepada pemerintah daerah atau pihak lain, sepanjang tidak digunakan untuk

kepentingan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga atau memang

sejak awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan

Dalam pelaksanaan hibah barang milik negarra tersebut, Pihak-pihak yang dapat

melaksanakan hibah adalah:

i. Pengelola Barang, untuk tanah dan/atau bangunan;

ii. Pengguna Barang, dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk:

a) tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan

untuk dihibahkan sebagaimana tercantum dalam dokumen penganggaran;

b) tanah dan/atau bangunan yang diperoleh dari dana Dekonsentrasi dan

Tugas Pembantuan;

c) sebagian tanah yang berada pada Pengguna Barang;

d) selain tanah dan/atau bangunan.

Berdasarkan pertimbangan pelaksanaan hibah tersebut di atas, maka Pihak yang

dapat menerima hibah adalah:

i. Lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan organisasi kemanusiaan, yang

mendapatkan pernyataan tertulis dari instansi teknis yang kompeten bahwa

lembaga yang bersangkutan adalah sebagai lembaga termaksud;

ii. Pemerintah Daerah.

c. Persyaratan dan Ketentuan Pokok

Sesuai lampiran IX PMK nomor 96/PMK.6/2007, barang milik negara dapat

dihibahkan kepada pemerintah daerah atau pihak lain sepanjang memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

i. BMN yang dari awal perencanaan pengadaannya dimaksudkan untuk

dihibahkan sebagaimana tercantum dalam dokumen penganggaran;

ii. bukan merupakan barang rahasia negara, bukan merupakan barang yang

menguasai hajat hidup orang banyak, dan tidak digunakan lagi dalam

Page 49: Manajemen Aset Final 2013

48

penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Pengguna Barang, serta tidak

digunakan lagi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara;

iii. BMN berasal dari hasil perolehan lain yang sah, dalam hal ini berdasarkan

keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau

berdasarkan ketentuan perundang-undangan, ditentukan untuk dihibahkan;

iv. Sebagian tanah pada pengguna dapat dihibahkan sepanjang dipergunakan

untuk pembangunan fasilitas umum yang tidak mendapatkan penggantian

kerugian sesuai ketentuan perundang-undangan, fasilitas sosial dan

keagamaan.

Terkait dengan besaran nilai barang milik negara yang dapat dihibahkan

adalah nilai barang milik negara hasil dari pelaksanaan kegiatan anggaran,

yang dari awal pengadaannya telah direncanakan untuk dihibahkan,

didasarkan pada realisasi pelaksanaan kegiatan anggaran yang bersangkutan.

Sedangkan atas nilai barang milik negara selain tersebut di atas didasarkan

pada hasil penilaian yang dilakukan oleh penilai sebagaimana diatur

dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.06/2007.

Untuk hibah atas barang milik negara yang sejak perencanaan

pengadaannya dimaksudkan untuk dihibahkan, pelaksanaan hibah

tersebut dilakukan oleh pengguna barang dengan persetujuan pengelola

barang tanpa memerlukan persetujuan DPR dan pelaksanaannya

dilakukan setelah terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawas fungsional.

d. Tata Cara Hibah

Adapun tata cara pelaksanaan hibah telah diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan nomor 96/PMK.06/2007. Tata cara pelaksanaan hibah dikelompokkan

dalam 5 bagian yaitu:

i. untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang;

ii. untuk tanah dan/atau bangunan yang dari sejak perencanaan pengadaannya

dimaksudkan untuk dihibahkan sebagaimana tercantum dalam dokumen

penganggaran;

iii. untuk tanah dan/atau bangunan yang diperoleh dari dana Dekonsentrasi dan

Tugas Pembantuan mengikuti ketentuan sebagaimana tersebut pada romawi

VI angka 2 PMK nomor 96/PMK.06/2007dengan penyesuaian seperlunya

Page 50: Manajemen Aset Final 2013

49

dan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang mengatur Dana

Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;

iv. untuk sebagian tanah yang berada pada Pengguna Barang mengikuti

ketentuan sebagaimana tersebut pada romawi VI angka 2 PMK

nomor 96/PMK.06/2007 dengan pengecualian persyaratan dan

penelitian terkait dengan dokumen penganggarannya serta

persyaratanhasil audit aparat pengawas fungsional; dan

v. hibah BMN selain tanah dan/atau bangunan.

Dibawah ini merupakan bagan alur tukar menukar barang milik negara yang

dilakukan oleh pengguna barang.

4. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat

a. Pengertian dan Pertimbangan

Penyertaan Modal Pemerintah Pusat berdasarkan Pasal 1 Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 diartikan sebagai suatu proses pengalihan

kepemilikan barang milik negara yang semula merupakan kekayaan negara

yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk

diperhitungkan sebagai modal/saham negara pada Badan Usaha Milik

Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau Badan Hukum

lainnya yang dimiliki Negara/Daerah.

Page 51: Manajemen Aset Final 2013

50

Secara umum, penyertaan modal pemerintah pusat dilaksanakan dengan

pertimbangan sebagai berikut:

i. Dalam rangka pendirian dan/atau mengembangkan/ meningkatkan

kinerja BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya;

ii. Dalam rangka mendukung BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya

untuk menjalankan tugas Kewajiban Pelayanan Umum yang diberikan

oleh Pemerintah;

iii. Yang diusulkan merupakan proyek selesai kementerian/ lembaga yang

dari awal pengadaannya telah diprogramkan untuk diserahkan

pengelolaannya pada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya;

iv. Kekayaan negara yang tidak dipisahkan tersebut menjadi lebih optimal

apabila dikelola oleh BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya.

b. Subyek, Obyek dan Calon Penerima Penyertaan

Pihak-pihak yang dapat melaksanakan penyertaan modal pemerintah

adalah:

i. Pengelola Barang yaitu untuk tanah dan/atau bangunan yang berada

pada Pengelola Barang;

ii. Pengguna Barang, dengan persetujuan Pengelola Barang yaitu:

a) BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang dari awal

pengadaannya direncanakan untuk disertakan sebagai modal

Page 52: Manajemen Aset Final 2013

51

pemerintah pusat sesuai yang tercantum dalam dokumen

penganggaran;

b) BMN selain tanah dan/atau bangunan.

Sedangkan jenis barang milik negara yang dapat dilakukan PMPP adalah

meliputi

i. tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang;

ii. tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya

direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah pusat

sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggarannya; serta

iii. selain tanah dan/atau bangunan.

Berdasarkan pengertian sebagaimana tersebut pada huruf A. Tersebut di

atas, maka dapat disebutkan bahwa pihak-pihak yang dapat menerima

penyertaan modal pemerintah pusat meliputi:

i. BUMN;

ii. BUMD; dan

iii. Badan Hukum lainnya yang dimiliki negara/daerah.

c. Ketentuan Pokok

Pengajuan PMPP atas BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan

untuk disertakan sebagai PMPP dilakukan oleh Pengguna Barang kepada

Pengelola Barang. Selanjutnya pengajuan penyertaan modal tersebut di atas

dilaksanakan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah penetapan status

penggunaannya oleh Pengelola Barang. Ditetapkan pula bahwa dalam hal

pengajuan penyertaan modal tersebut dilakukan setelah batas waktu

tersebut di atas, penerima/calon penerima penyertaan modal dimaksud

dikenakan sewa penggunaan BMN terhitung sejak tanggal penetapan

status penggunaan sebagaimana dimaksud di atas.

Nilai PMPP diatur bahwa BMN hasil dari pelaksanaan kegiatan anggaran

yang dari awal direncanakan untuk disertakan sebagai PMPPkepada

BUMN, BUMD atau Badan Hukum lainnya yang dimiliki negara, nilainya

berdasarkan realisasi pelaksanaan kegiatan anggaran. Untuk BMN selain

tersebut di atas nilainya didasarkan hasil penilaian.

Pelaksanaan PMPP atas BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan

untuk disertakan sebagai penyertaan modal pemerintah pusat, terlebih

dahulu harus diaudit oleh aparat pengawas fungsional pemerintah untuk

Page 53: Manajemen Aset Final 2013

52

menentukan kewajaran BMN yang akan disertakan sebagai PMPP

dibandingkan realisasi pelaksanaan kegiatan anggaran.

Dalam pelaksanaan PMPP, Pengelola Barang dapat mempersyaratkan adanya

pernyataan tidak keberatan dari pemegang saham atau instansi yang

dianggap kompeten mewakili pemegang saham. Persyaratan tersebut tidak

diperlukan untuk penyertaan modal pemerintah pusat atas BMN yang dari

awal pengadaannya telah direncanakan untuk PMPP.

Setiap PMPP atas BMN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Adapun

pengajuan rancangan peraturan pemerintah penetapan PMPP kepada

Presiden dilakukan oleh Pengelola Barang. Semua biaya yang timbul dari

pelaksanaan PMPP dibebankan pada penerima PMPP.

d. Tata Cara Penyertaan Modal Pemerintah Pusat

Adapun tata cara pelaksanaan PMPP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan nomor 96/PMK.06/2007, dikelompokkan dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu:

i. BMN berupa tanah dan/atau bangunan pada Pengguna Barang yang dari awal

pengadaannya, sebagaimana tercantum dalam dokumen penganggarannya,

direncanakan untuk disertakan sebagai PMPP;

ii. BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang;

iii. BMN selain tanah dan/atau bangunan.

Dibawah ini merupakan alur pelaksanaan penyertaan modal pemerintah pusat

yang dilakukan oleh pengguna barang.

Page 54: Manajemen Aset Final 2013

53

BAB VI

PENGHAPUSAN

A. Pengertian dan Jenis Penghapusan

Secara harfiah, penghapusan didefinisikan sebagai suatu tindakan menghapus BMN

dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang

untuk membebaskan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dan/atau

Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik barang yang berada

dalam penguasaannya. Berdasarkan pengertian tersebut maka secara jelas

penghapusan barang milik negara itu dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

i. Penghapusan BMN dari daftar barang pengguna dan/atau daftar barang kuasa

pengguna barang

Penghapusan ini dilakukan dalam hal BMN sudah tidak berada dalam penguasaan

Pengguna Barang dan atau Kuasa Pengguna Barang karena salah satu hal:

a. penyerahan BMN kepada Pengelola Barang,

b. pengalihgunaan BMN kepada Pengguna Barang lain,

c. pemindahtanganan BMN kepada pihak lain,

d. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah

tidak ada upaya hukum lainnya, atau menjalankan ketentuan undang-undang,

e. pemusnahan,

f. sebab-sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab

penghapusan, antara lain hilang, kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair,

terkena bencana alam, kadaluwarsa, dan mati/cacat berat/tidak produktif untuk

tanaman/hewan/ternak, serta terkena dampak dari terjadinya force majeure.

ii. Penghapusan dari Daftar Barang Milik Negara pada Pengelola Barang, yang dilakukan

karena salah satu hal:

a. beralih kepemilikannya karena terjadi pemindahtanganan.

b. menjalankan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya.

c. menjalankan ketentuan undang-undang.

d. Pemusnahan.

e. sebab-sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab

penghapusan, antara lain hilang, kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair,

Page 55: Manajemen Aset Final 2013

54

terkena bencana alam, kadaluwarsa, dan mati/cacat berat/tidak produktif untuk

tanaman/hewan/ternak, serta terkena dampak dari terjadinya force majeure.

Dengan demikian maka penghapusan sebagaimana tersebut di atas dilakukan setelah

surat keputusan penghapusan diterbitkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu:

i. Pengguna barang setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang, untuk

penghapusan dari daftar barang pengguna dan/atau daftar barang kuasa

pengguna barang;

ii. Pengelola barang, untuk penghapusan dari daftar BMN.

B. Persyaratan Penghapusan

Berdasarkan Peraturan Menteri keuangan Nomor 96/PMK.06/2007, barang milik

negara dapat dihapuskan jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:

i. Persyaratan penghapusan BMN selain tanah dan/atau bangunan harus

memenuhi :

a) persyaratan teknis yaitu secara fisik barang tidak dapat digunakan karena

rusak, dan tidak ekonomis apabila diperbaiki, secara teknis barang tidak

dapat digunakan lagi akibat modernisasi, barang telah melampaui batas

waktu kegunaannya/ kadaluarsa, barang mengalami perubahan dalam

spesifikasi karena penggunaan, seperti terkikis, aus, dll sejenisnya; atau

berkurangnya barang dalam timbangan/ukuran disebabkan penggunaan/

Page 56: Manajemen Aset Final 2013

55

susut dalam penyimpanan/pengangkutan.

b) persyaratan ekonomis, yaitu lebih menguntungkan bagi negara apabila

barang dihapus, karena biaya operasional dan pemeliharaan barang lebih

besar daripada manfaat yang diperoleh; atau

c) barang hilang, atau dalam kondisi kekurangan perbendaharaan atau

kerugian karena kematian hewan atau tanaman.

ii. Penghapusan BMN berupa tanah dan/atau bangunan harus memenuhi

persyaratan yaitu:

a) barang dalam kondisi rusak berat karena bencana alam, atau karena sebab

lain di luar kemampuan manusia (force majeure);

b) lokasi barang menjadi tidak sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang

(RUTR) karena adanya perubahan tata ruang kota;

c) sudah tidak memenuhi kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas,

penyatuan lokasi barang dengan barang lain milik negara dalam rangka

efisiensi; atau

d) pertimbangan dalam rangka pelaksanaan rencana strategis pertahanan.

C. Ketentuan Lain Dalam Pelaksanaan Penghapusan

Khusus untuk kendaraan bermotor dinas operasional hanya dapat dihapuskan

apabila telah berusia sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun, dengan ketentuan

untuk kendaraan dengan perolehan dalam kondisi baru, terhitung mulai tanggal,

bulan, tahun perolehannya, dan untuk kendaraan untuk perolehan dalam kondisi

tidak baru terhitung mulai tanggal, bulan, tahun pembuatannya. Penghapusan

kendaraan bermotor dinas dimaksud sebagaimana tercatat sebagai BMN dan

tidak akan mengganggu penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi

kementerian/lembaga yang bersangkutan.

Penghapusan kendaraan bermotor selain tersebut di atas dapat dilakukan

apabila kendaraan bermotor tersebut hilang, atau rusak berat akibat kecelakaan

atau force majeure dengan kondisi paling tinggi 30% (tiga puluh persen) berdasarkan

keterangan instansi yang kompeten. Sedangkan penghapusan BMN berupa

kendaraan bermotor pada kantor perwakilan Pemerintah RI di luar negeri,

persyaratannya mengikuti ketentuan negara setempat.

Pemusnahan dapat dilakukan dalam hal:

Page 57: Manajemen Aset Final 2013

56

i. tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan tidak dapat

dipindahtangankan,

ii. alasan lain sesuai ketentuan perundang-undangan.

Pemusnahan dilakukan dengan cara:

i. dibakar,

ii. dihancurkan,

iii. ditimbun,

iv. ditenggelamkan dalam laut, atau

v. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

D. Tata Cara Penghapusan

Tata cara pelaksanaan penghapusan atas barang milik negara yang berada pada

pengguna barang atau kuasa pengguna barang telah diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan nomor 96/PMK.06/2007, dan dikelompokkan dalam 6 kelompok yaitu:

i. penghapusan karena penyerahan barang milik negara kepada pengelola barang;

ii. penghapusan karena pengalihan status penggunaan barang milik negara kepada

pengguna barang lain;

iii. penghapusan karena pemindahtanganan barang milik negara;

iv. penghapusan karena barang milik negara tidak dapat lagi digunakan, tidak dapat

dimanfaatkan, dan tidak dapat lagi dipindahtangankan serta alasan lain sesuai dengan

peraturan perundang-undangan, yang mengharuskan dilakukan pemusnahan;

v. penghapusan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya atau penghapusan untuk

menjalankan ketentuan undang-undang; dan

vi. penghapusan karena sebab-sebab lain.

Selain tata cara penghapusan atas BMN yang berada pada pengguna barang atau kuasa

pengguna barang, juga ada tata cara penghapusan BMN atas BMN yang ada pada

pengelola barang.

Adapun penjelasan dan rincian tatacara lebih lanjut atas pelaksanaan penghapusan

tersebut di atas, dapat dibaca pada Lampiran VI Peraturan Menteri Keuangan Nomor

96/PMK.06/2007.

Page 58: Manajemen Aset Final 2013

57

Di bawah ini merupakan gambaran hubungan antara konsep pemindahtanganan dan

penghapusan barang milik negara.

Page 59: Manajemen Aset Final 2013

58

BAB VII

PENATAUSAHAAN

A. Pengertian dan Ruang Lingkup

Seluruh BMN merupakan objek penatausahaan, yakni semua barang yang dibeli atau

diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari

perolehan lainnya yang sah, yang berada dalam penguasaan Kuasa Pengguna

Barang/Pengguna Barang dan berada dalam pengelolaan Pengelola Barang.

Penatausahaan BMN meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan BMN. Dalam

penatausahaan BMN ini termasuk didalamnya melaksanakan tugas dan fungsi akuntansi

BMN. Penatausahaan BMN dalam rangka mewujudkan tertib administrasi termasuk

menyusun Laporan BMN yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan neraca

pemerintah pusat. Sedangkan penatausahaan BMN dalam rangka mendukung

terwujudnya tertib pengelolaan BMN adalah menyediakan data agar pelaksanaan

pengelolaan BMN dapat dilaksanakan sesuai dengan azas fungsional, kapastian hukum,

transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.

Hasil penatausahaan BMN ini nantinya dapat digunakan dalam rangka (a) penyusunan

negara pemerintah pusat setiap tahun, (b) perencanaan kebutuhan pengadaan dan

pemeliharaan BMN setiap tahun untuk digunakan sebagai bahan penyusunan rencana

anggaran, dan (c) pengamanan administrasi BMN.

B. Pengorganisasian

Sebagaimana diketahui BMN tersebar pada 77 kementerian negara/lembaga yang terbagi

lagi pada 20.964 satuan kerja yang lokasinya tersebar diseluruh Indonesia tentunya

membutuhkan koordinasi yang baik agar tujuan penatausahaan dapat tercapai. Untuk itu,

diperlukan pengorganisasian yang nantinya digunakan dalam alur bisnis proses

penatausahaan BMN.

Penatausahaan BMN meliputi penatausahaan pada Kuasa Pengguna Barang/Pengguna

Barang dan Pengelola Barang. Pelaksana penataausahaan BMN pada Kuasa Pengguna

Barang/Pengguna Barang dilakukan oleh unit penatausahaan Kuasa Pengguna

Barang/Pengguna Barang dan pada Pengelola Barang dilakukan oleh unit penatausahaan

Pengelola Barang. Selanjutnya dalam pelaksanaan penatausahaan BMN di Kantor Wilayah

dan/atau Unit Eselon I, Pengguna Barang dibantu oleh unit penatausahaan wilayah

Page 60: Manajemen Aset Final 2013

59

dan/atau unit penatausahaan eselon I. Sedangkan Pengelola Barang dibantu oleh Kantor

Vertikal DJKN di daerah yaitu Kanwil DJKN dan KPKNL.

Adapun organisasi penatausahaan BMN pada Pengguna Barang adalah sebagai berikut:

i. Unit Penatausahaan Pengguna Barang (UPPB);

UPPB adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga

(pengguna barang), yang secara fungsional dilakukan oleh unit eselon I yang

membidangi kesekretariatan, unit eselon II, unit eselon III dan unit eselon IV yang

membidangi BMN. Penanggung jawab UPPB adalah Menteri/Pimpinan Lembaga.

UPPB ini membawahi UPPB-E1, UPPB-W dan/atau UPKPB.

ii. Unit Penatausahaan Pengguna Barang – Eselon I (UPPB-E1);

UPPB-E1 adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat eselon I, yang secara

fungsional dilakukan oleh unit eselon II yang membidangi kesekretariatan, unit eselon

III dan unit eselon IV yang membidangi BMN. Penanggung jawab UPPB-E1 adalah

pejabat eselon I. UPPB-E1 ini membawahi UPPB-W dan/atau UPKPB.

iii. Unit Penatausahaan Pengguna Barang – Wilayah (UPPB-W);

a) UPPB-W adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat kantor wilayah atau unit

kerja lain di wilayah yang ditetapkan sebagai UPPB-W, yang secara fungsional

dilakukan oleh unit eselon III yang membidangi kesekretariatan dan unit eselon IV

yang membidangi BMN. Penanggung jawab UPPB-W adalah Kepala Kantor

Wilayah atau Kepala unit kerja yang ditetapkan sebagai UPPB-W. UPPB-W ini

membawahi UPKPB.

b) Untuk unit penatausahaan BMN Dana Dekonsentrasi, penanggung jawab UPPB-W

adalah Gubernur, sedangkan untuk penatausahaan BMN Dana Tugas

Pembantuan, penanggung jawab UPPB-W adalah Kepala Daerah sesuai dengan

penugasan yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian

Negara/Lembaga.

iv. Unit Penatausahaan Kuasa Pengguna Barang (UPKPB).

a) UPKPB adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat satuan kerja (Kuasa

Pengguna Barang), yang secara fungsional dilakukan oleh unit eselon III, eselon IV

dan/atau eselon V yang membidangi kesekretariatan dan/atau BMN. Penanggung

jawab UPKPB adalah Kepala Kantor/Kepala Satuan Kerja.

Page 61: Manajemen Aset Final 2013

60

b) Untuk unit penatausahaan BMN dari Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas

Pembantuan, penanggung jawab UPKPB adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD).

c) Untuk unit penatausahaan BMN pada BLU, penanggung jawab UPKPB adalah

Pimpinan BLU atau Pimpinan Satuan Kerja pada BLU.

Organisasi penatausahaan BMN pada Pengelola Barang adalah sebagai berikut:

1) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)

DJKN adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat Pengelola Barang, yang

dilakukan oleh unit eselon II, unit eselon III dan unit eselon IV yang

membidangi BMN pada Direktorat BMN I dan Direktorat BMN II. Penanggung

jawabnya adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara. DJKN membawahi

Kanwil-DJKN dan KPKNL.

2) Kantor Wilayah-Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (Kanwil-DJKN)

KW-DJKN adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat Kantor Wilayah, yang

dilakukan oleh unit eselon III dan unit eselon IV yang membidangi BMN.

Penanggung jawabnya adalah Kepala Kantor Wilayah DJKN. Kanwil-DJKN

membawahi KPKNL.

3) Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)

KPKNL adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat kantor daerah, yang

dilakukan oleh unit eselon IV yang membidangi BMN. Penanggung jawabnya

adalah Kepala KPKNL.

Adapun bagan pengorganisasian dalam pelaksanaan pentausahaan BMN adalah

sebagai berikut :

1) Bagan Organisasi Pada Pelaksana Penatausahaan pada Pengguna Barang.

Page 62: Manajemen Aset Final 2013

61

2) Alur organisasi penatausahaan BMN pada Kuasa Pengguna Barang/Pengguna

Barang dan pada Pengelola Barang adalah sebagai berikut:

C. Tugas Pelaksana Penatausahaan

Tugas Pelaksana Penatausahaan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah

nomor 6 tahun 2006 adalah meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan. Selain itu

juga termasuk tugas dari pelaksana penatausahaan adalah pengamanan dokumen.

Adapun tugas dari pelaksana penatausahaan adalah membuat daftar BMN, dan

Page 63: Manajemen Aset Final 2013

62

melakukan pembukuan. Pembukuan ini dilakukan pada tingkat Satuan Kerja dan KPKNL.

Satuan Kerja (UPKPB) membukukan semua BMN kecuali tanah dan/atau bangunan yang

idle, dan KPKNL membukukan BMN berupa tanah dan/atau bangunan idle. Selain dua

kegiatan di atas tugas pelaksana penatausahaan adalah melakukan inventarisasi BMN,

melakukan pelaporan BMN, melakukan pengamanan dokumen, melakukan rekonsiliasi

data dan/atau pemutakhiran data, dan melakukan pembinaan.

D. Pembukuan

i. Pembukuan adalah merupakan kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam

Daftar Barang menurut penggolongan dan kodefikasi barang. Tingkat Pengguna

Barang harus membuat Daftar Barang Pengguna (DBP), tingkat Kuasa Pengguna

Barang harus membuat Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP), dan tingkat Pengelola

Barang harus Daftar BMN (tanah dan/atau bangunan).

ii. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang harus menyimpan dokumen kepemilikan

selain tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya. Sedangkan

Pengelola Barang harus meyimpan dokumen kepemilikan tanah dan/atau bangunan

yang berada dalam pengelolaannya.

iii. Kegiatan Pembukuan pada UPKPB (Satker) adalah membukukan dan mencatat semua

BMN yang telah ada ke dalam Buku Barang dan/atau Kartu Indentitas Barang (KIB),

membukukan dan mencatat setiap mutasi BMN ke dalam Buku Barang dan/atau KIB,

membukukan dan mencatat hasil inventarisasi ke dalam Buku Barang dan/atau KIB,

menyusun Daftar Barang tersebut yang datanya berasal dari Buku Barang dan Kartu

Indentitas Barang, mencatat semua barang dan perubahannya atas perpindahan

barang antar lokasi/ruangan ke dalam Daftar Barang Ruangan dan/atau Daftar Barang

Lainnya, mencatat perubahan kondisi barang ke dalam Buku Barang, dan mencatat

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari pengelolaan BMN yang

berada dalam penguasaannya.

Sebagai catatan : Dalam membukukan dan mencatat BMN ke dalam Buku Barang,

Kartu Identitas Barang, Daftar Barang Ruangan dan Daftar Barang Lainnya dapat

menggunakan Sistem Aplikasi yang sudah ada (SABMN).

Dalam melakukan pembukuan dimaksud akan dikelompokkan jenis buku/kartu

identitas/daftar dan Daftar Barang.

a) Jenis Buku/Kartu Identitas/Daftar. Buku barang meliputi Buku Barang

Intrakomptabel, Buku Barang Ekstrakomptabel, Buku Barang Bersejarah, Buku

Barang Persediaan, dan Buku Barang Konstruksi Dalam Pengerjaan. Selanjutnya

Page 64: Manajemen Aset Final 2013

63

Kartu Identitas Barang (KIB) meliputi KIB Tanah, KIB Bangunan Gedung, KIB

Bangunan Air, KIB Alat Angkutan Bermotor, KIB Alat Besar Darat, dan KIB Alat

Persenjataan. Selain itu ada Daftar Barang Ruangan, Daftar Barang lainnya.

Terakhir terdapat Buku Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

b) Jenis Daftar Barang. Daftar Barang ini terdapat pada UPKPB, UPPB-W, UPPB-E1,

dan UPPB. Daftar Barang ini meliputi Daftar Barang Persediaan, Daftar Barang

Tanah, Daftar Barang Gedung dan Bangunan. Selain itu terdapat Daftar Barang

Peralatan dan Mesin yaitu terdiri dari Alat Angkutan Bermotor, Alat Besar, Alat

Persenjataan, dan Peralatan Lainnya. Selanjutnya terdapat Daftar Barang Jalan,

Irigasi, dan Jaringan, Daftar Barang Aset Tetap lainnya, Daftar Barang Konstruksi

Dalam Pengerjaan, Daftar Barang Barang Bersejarah, dan Aset Lainnya.

iv. Kegiatan pembukuan pada UPPB-W/UPPB-E1/UPPB

Kegiatan pembukuan disini meliputi mendaftarkan dan mencatat setiap mutasi BMN

dan hasil inventarisasi ke dalam Daftar Barang, dan menghimpun PNBP yang

bersumber dari pengelolaan BMN yang berada dalam pengusaannya. Kemudian, jika

diperlukan UPPB-W dapat melakaukan pemutakhiran data dalam rangka penyusunan

Laporan Semesteran dan tahunan dengan unit penatausahaan di wilayah kerjanya.

Kegiatan lainnya adalah dapat melakukan pembinaan penatusahaan BMN kepada unit

penatusahaan di wilayah kerjanya, dan melakukan pengamanan dokumen

v. Kegiatan Pembukuan pada KPKNL

a) Melakukan pembukuan BMN berupa tanah dan/atau bangunan idel. Kegaitan

disini adalah membukukan dan mencatat BMN berupa tanah dan/atau bangunan

idle ke dalam Buku barang dan/atau KIB, mendaftarkan BMN berupa tanah

dan/atau bangunan idle ke dalam Daftar B arang berupa tanah dan/atau

bangunan idle, mendaftarkan dan mencatat setiap mutasi dan hasil inventarisasi

BMN berupa tanah dan/atau bangunan idle ke dalam Buku Barang, dan mencatat

PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN berupa tanah dan/atau bangunan

idle yang berada dalam pengusaannya.

b) Melakukan pembukuan BMN yang berasal dari Kementerian Negara/ Lembaga

dengan cara menghimpun daftar barang, mutasi barang dan data PNBP dari

UKPPB diwilayah kerjanya

vi. Kegiatan pembukuan pada Kanwil DJKN

Kegiatan disini meliputi (a) pembukuan BMN berupa tanah dan/atau bangunan idle

dengan cara menghimpun daftar barang, mutasi barang, dan data PNBP dari KPKNL,

Page 65: Manajemen Aset Final 2013

64

(b) melakukan pembukuan BMN dari Kementerian Negara/Lembaga dengan cara

menghimpun daftar barang, mutasi barang, dan data PNBP dari KPKNL dan/atau

UPPB-W, dan (c) melakukan pengamanan dokumen.

vii. Kegiatan pembukuan pada DJKN

Kegiatan disini adalah (a) melakukan pembukuan BMN berupa tanah dan/atau

bangunan idle dengan cara menghimpun daftar barang, mutasi barang, dan data PNBP

dari Kanwil DJKN, (b) melakukan pembukuan BMN dari Kementerian

Negara/Lembaga dengan cara menghimpun daftar barang, mutasi barang, dan data

PNBP dari Kanwil DJKN dan/atau UPPB, dan (c) melakukan pengamanan dokumen.

E. Inventarisasi

Inventarisasi adalah merupakan kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan

pelaporan hasil inventariasi BMN yang meliputi :

i. Pengguna barang, melakukan inventarisasi sekurang-kurangnya dalam 5 tahun

(kecuali berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, dilakukan setiap tahun).

Kegiatan inventarisasi dalam 5 tahun sekali adalah sensus, sedangkan kegiatan

inventarisasi berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan adalah opname fisik.

Atas pelaksanaan inventarisasi dimaksud pengguna barang menyampaikan laporan

kepada pengelola barang selambat-lambatnya 3 bulan setelah selesainya inventarisasi.

ii. Pengelola Barang, melakukan inventarisasi berupa tanah dan/atau bangunan yang

berada dalam penguasaanya sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun.

F. Pelaporan

i. Kuasa Pengguna Barang menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP)

semesteran dan tahunan untuk disampaikan kepada Pengguna Barang.

ii. Pengguna Barang menyusun Laporan Barang Pengguna (LBP) semesteran dan tahunan

untuk disampaikan kepada Pengelola Barang.

iii. Pengelola Barang menyusun Laporan Barang Milik Negara (LBMN) berupa tanah

dan/atau bangunan idle, menghimpun LBP semesteran dan tahunan, dan menyusun

LBMN sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah pusat.

Page 66: Manajemen Aset Final 2013

65

BAB VIII

PENGAMANAN, PEMELIHARAAN, PEMBINAAN,

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

A. Pengamanan

Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan

pengamanan BMN yang berada dalam penguasaannya, meliputi pengamanan

administrasi, fisik, dan pengamanan hukum. BMN berupa tanah harus disertifikatkan atas

nama Pemerintah RI. Sedangkan BMN berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti

kepemilikan atas nama Pemerintah RI. Selanjutnya, BMN selain tanah dan/atau bangunan

dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pengguna Barang. Selanjutnya, bukti

kepemilikan BMN wajib disimpan dengan tertib dan aman, dengan ketentuan

penyimpanan bukti kepemilikan BMN berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh

Pengelola Barang dan selain tanah dan/atau bangunan oleh Pengguna Barang/Kuasa

Pengguna Barang.

B. Pemeliharaan

Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang bertanggung jawab atas

pemeliharaan BMN, dengan berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang

(DKPB). Biaya pemeliharaan BMN dimaksud dibebankan pada APBN. Kuasa Pengguna

Barang wajib membuat Daftar Hasil Pemeliharaan Barang (DHPB) yang berada dalam

kewenangannya, dan melaporkan/ menyampaikan hasil pemeliharaan barang tersebut

kepada Pengguna Barang secara berkala. Selanjutnya, Pengguna Barang atau pejabat yang

ditunjuk meneliti laporan tersebut dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang yang

dilakkan dalam 1 tahun anggaran sebagai bahan untuk melakukan evaluasi mengenai

efisiensi pemeliharaan BMN.

C. Pembinaan

Pasal 74 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 telah mengatur bahwa :

i. Menteri Keuangan menetapkan kebijakan umum pengelolaan BMN.

ii. Menteri Keuangan juga menetapkan kebijakan tehnis dan melakukan pembinaan

pengelolaan BMN .

Kebijakan teknis sebagaimana tersebut pada poin ii di atas diwujudkan dalam bentuk

Peraturan Menteri Keuangan yang merupakan pengaturan lebih lanjut dari Peraturan

pemerintah dimaksud, contoh PMK nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata cara

Page 67: Manajemen Aset Final 2013

66

Pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, penghapusan dan Pemindahtanganan Barang

Milik Negara, PMK Nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik

Negara, dan sebagainya.

D. Pengawasan dan pengendalian

Pengguna barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan,

pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan yang

berada pada pengusaannya. Pelaksanaan pemantauan dan penertiban dimaksud untuk

kantor/satuan kerja dilaksanakan oleh Kuasa Pengguna Barang. Selanjutnya Kuasa

Pengguna Barang dan Pengguna Barang dapat meminta aparat pengawas fungsional

untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban dimaksud.

Kemudian Kuasa Pengguna Barang dan Pengguna Barang menindaklanjuti hasil audit

dimaksud sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Pengelola barang berwenang untuk melakukan pemantuan dan investigasi atas

pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan BMN, dalam rangka

penggunaan, pemanfaatan, dan pemindatanganan BMN sesuai ketentuan yang berlaku.

Sebagai tindak lanjutnya pengelola Barang dapat meminta aparat fungsional untuk

melakukan audit atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan

BMN. Selanjutnya, hasil audit dimaksud disampaikan kepada Pengelola Barang untuk

ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan.

Page 68: Manajemen Aset Final 2013

67

Daftar Pustaka

1) Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

2) Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3) Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah;

4) Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah;

5) Peraturan Menteri Keuangan nomor 59/PMK.06/2005 Sistem Akuntansi dan

Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;

6) Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.06/2007 tentang tanggal 4 September

2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan

Pemindatangnan Barang Milik Negara;

7) Peraturan Menteri Keuangan nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan

Barang Milik Negara;

8) Peraturan Menteri Keuangan nomor 29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan

Kodefikasi Barang Milik Negara;

Page 69: Manajemen Aset Final 2013

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PMK.06/2013

TENTANG

PENYUSUTAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA ASET TETAP

PADA ENTITAS PEMERINTAH PUSAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun

2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, penetapan nilai Barang Milik Negara dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan;

b. bahwa berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan, Aset Tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tersebut dikurangi akumulasi penyusutan;

c. bahwa agar penyusutan Barang Milik Negara berupa Aset Tetap dapat dilaksanakan secara efisien, efektif, optimal, dan terintegrasi, perlu adanya pengaturan sebagai suatu pedoman bagi entitas Pemerintah Pusat dalam melakukan penyusutan tersebut;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap Pada Entitas Pemerintah Pusat;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun

Page 70: Manajemen Aset Final 2013

2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855)

4. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165);

5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142);

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011;

7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 53/KMK.06/2012 tentang Penerapan Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap Pada Pemerintah Pusat;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYUSUTAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA ASET TETAP PADA ENTITAS PEMERINTAH PUSAT.

BAB I KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu

Pengertian Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli dan diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

2. Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap, yang selanjutnya disebut Aset Tetap, adalah aset berwujud yang mempunyai Masa Manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.

3. Penyusutan Barang Milik Negara berupa Aset Tetap, yang selanjutnya disebut Penyusutan Aset Tetap, adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset.

4. Masa Manfaat adalah periode suatu Aset Tetap yang diharapkan digunakan untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik atau jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset

Page 71: Manajemen Aset Final 2013

untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik.

5. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara.

6. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan Barang Milik Negara.

7. Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

8. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban Pemerintah atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

9. Laporan Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat LBMN, adalah laporan yang disusun oleh Pengelola Barang yang menyajikan posisi Barang Milik Negara pada awal dan akhir suatu periode serta mutasi Barang Milik Negara yang terjadi selama periode tersebut.

Bagian Kedua Ruang Lingkup

Pasal 2

(1) Peraturan Menteri ini mengatur Penyusutan Aset Tetap, yang berada dalam penguasaan Pengelola Barang dan Pengguna Barang, termasuk yang sedang dimanfaatkan dalam rangka pengelolaan BMN.

(2) Aset Tetap yang berada dalam penguasaan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Aset Tetap yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang diserahkan kepada Pengelola Barang (Aset Idle).

Bagian Ketiga Tujuan Pasal 3

Penyusutan Aset Tetap dilakukan untuk:

a. menyajikan nilai Aset Tetap secara wajar sesuai dengan manfaat ekonomi aset dalam laporan keuangan pemerintah pusat;

b. mengetahui potensi BMN dengan memperkirakan sisa Masa Manfaat suatu BMN yang masih dapat diharapkan dapat diperoleh dalam beberapa tahun ke depan;

Page 72: Manajemen Aset Final 2013

c. memberikan bentuk pendekatan yang lebih sistematis dan logis dalam menganggarkan belanja pemeliharaan atau belanja modal untuk mengganti atau menambah Aset Tetap yang sudah dimiliki.

BAB II OBJEK PENYUSUTAN

Pasal 4

(1) Penyusutan dilakukan terhadap Aset Tetap berupa:

a. gedung dan bangunan;

b. peralatan dan mesin;

c. jalan, irigasi, dan jaringan; dan

d. Aset Tetap lainnya berupa Aset Tetap renovasi dan alat musik modern.

(2) Aset Tetap yang direklasifikasikan sebagai Aset Lainnya dalam neraca berupa Aset Kemitraan Dengan Pihak Ketiga dan Aset Idle disusutkan sebagaimana layaknya Aset Tetap.

(3) Penyusutan tidak dilakukan terhadap:

a. Aset Tetap yang dinyatakan hilang berdasarkan dokumen sumber yang sah dan telah diusulkan kepada Pengelola Barang untuk dilakukan penghapusannya; dan

b. Aset Tetap dalam kondisi rusak berat dan/atau usang yang telah diusulkan kepada Pengelola Barang untuk dilakukan penghapusan.

Pasal 5

Aset Tetap Renovasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d merupakan renovasi atas Aset Tetap bukan milik suatu satuan kerja atau satuan kerja pemerintah daerah yang memenuhi persyaratan kapitalisasi Aset Tetap.

Pasal 6

(1) Aset Tetap yang dinyatakan hilang berdasarkan dokumen sumber yang sah dan telah diusulkan kepada Pengelola Barang untuk dilakukan penghapusannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a:

a. direklasifikasi ke dalam Daftar Barang Hilang;

b. tidak dicantumkan dalam Laporan Barang Kuasa Pengguna, Laporan Barang Pengguna, LBMN, dan Neraca; dan

Page 73: Manajemen Aset Final 2013

c. diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Barang dan Catatan atas Laporan Keuangan.

(2) Dalam hal keputusan penghapusan mengenai Aset Tetap yang hilang telah diterbitkan oleh Pengguna Barang, maka aset tersebut dihapus dari Daftar Barang Hilang.

Pasal 7

Aset Tetap dalam kondisi rusak berat dan/atau usang yang telah diusulkan kepada Pengelola Barang untuk dihapuskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b:

a. direklasifikasi ke dalam Daftar Barang Rusak Berat;

b. tidak dicantumkan dalam Laporan Barang Kuasa Pengguna, Laporan Barang Pengguna, LBMN, dan Neraca; dan

c. diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Barang dan Catatan atas Laporan Keuangan.

Pasal 8

(1) Dalam hal Aset Tetap yang dinyatakan hilang dan sebelumnya telah diusulkan penghapusannya kepada Pengelola Barang di kemudian hari ditemukan, maka terhadap Aset Tetap tersebut:

a. direklasifikasikan dari Daftar Barang Hilang ke akun Aset Tetap; dan

b. disusutkan sebagaimana layaknya Aset Tetap.

(2) Terhadap Aset Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

a. dalam hal memiliki bukti kepemilikan, maka atas Aset Tetap tersebut perlu dilakukan penilaian setelah Aset Tetap bersangkutan ditemukan kembali;

b. dalam hal tidak memiliki bukti kepemilikan, maka nilai akumulasi penyusutan atas Aset Tetap tersebut disajikan sebesar nilai akumulasi penyusutan saat sebelum dilakukan reklasifikasi ke Daftar Barang Hilang dan akumulasi penyusutan selama periode dimana Aset Tetap bersangkutan dicatat pada Daftar Barang Hilang.

BAB III NILAI YANG DAPAT DISUSUTKAN

Pasal 9

(1) Nilai yang dapat disusutkan pertama kali merupakan nilai buku per 31 Desember 2012 untuk Aset Tetap yang diperoleh sampai dengan 31

Page 74: Manajemen Aset Final 2013

Desember 2012.

(2) Nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai yang tercatat dalam pembukuan.

(3) Untuk Aset Tetap yang diperoleh setelah 31 Desember 2012, nilai yang dapat disusutkan merupakan nilai perolehan.

(4) Dalam hal nilai perolehan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diketahui, digunakan nilai wajar yang merupakan nilai estimasi.

Pasal 10

(1) Dalam hal terjadi perubahan nilai Aset Tetap sebagai akibat penambahan atau pengurangan kualitas dan/atau nilai Aset Tetap, maka penambahan atau pengurangan tersebut diperhitungkan dalam nilai yang dapat disusutkan.

(2) Penambahan atau pengurangan kualitas dan/atau nilai Aset Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penambahan dan pengurangan yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan.

Pasal 11

(1) Dalam hal terjadi perubahan nilai Aset Tetap sebagai akibat koreksi nilai Aset Tetap yang disebabkan oleh kesalahan dalam pencantuman nilai yang diketahui di kemudian hari, maka dilakukan penyesuaian terhadap Penyusutan Aset Tetap tersebut.

(2) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyesuaian atas:

a. nilai yang dapat disusutkan; dan

b. nilai akumulasi penyusutan.

Pasal 12

(1) Penentuan nilai yang dapat disusutkan dilakukan untuk setiap unit Aset Tetap tanpa ada nilai residu.

(2) Nilai residu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai buku suatu Aset Tetap pada akhir Masa Manfaat.

(3) Nilai yang dapat disusutkan didasarkan pada nilai buku semesteran dan tahunan, kecuali untuk penyusutan pertama kali, didasarkan pada nilai buku akhir tahun pembukuan sebelum diberlakukannya penyusutan.

Page 75: Manajemen Aset Final 2013

BAB IV MASA MANFAAT

Pasal 13

(1) Penentuan Masa Manfaat Aset Tetap dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor prakiraan:

a. daya pakai; dan

b. tingkat keausan fisik dan/atau keusangan,

dari Aset Tetap yang bersangkutan.

(2) Penetapan Masa Manfaat Aset Tetap pada awal penerapan penyusutan dilakukan sekurang-kurangnya untuk setiap kelompok Aset Tetap, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kodefikasi BMN.

(3) Masa Manfaat Aset Tetap tidak dapat dilakukan perubahan.

(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), perubahan Masa Manfaat Aset Tetap dapat dilakukan dalam hal:

a. terjadi perubahan karakteristik fisik/penggunaan Aset Tetap;

b. terjadi perbaikan Aset Tetap yang menambah Masa Manfaat atau kapasitas manfaat; atau

c. terdapat kekeliruan dalam penetapan Masa Manfaat Aset Tetap yang baru diketahui di kemudian hari.

Pasal 14

(1) Masa Manfaat Aset Tetap ditentukan untuk setiap unit Aset Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

(2) Penentuan Masa Manfaat Aset Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan berpedoman pada Masa Manfaat Aset Tetap yang disajikan dalam Tabel Masa Manfaat Aset Tetap yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri Keuangan.

Pasal 15

(1) Perbaikan terhadap Aset Tetap yang menambah Masa Manfaat atau kapasitas manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) huruf b mengubah Masa Manfaat Aset Tetap yang bersangkutan.

(2) Perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. renovasi;

Page 76: Manajemen Aset Final 2013

b. restorasi; atau

c. overhaul.

(3) Renovasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan kegiatan penambahan, perbaikan, dan/atau penggantian bagian Aset Tetap dengan maksud meningkatkan Masa Manfaat, kualitas dan/atau kapasitas.

(4) Restorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan kegiatan perbaikan Aset Tetap yang rusak dengan tetap mempertahankan arsitekturnya.

(5) Overhaul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan kegiatan penambahan, perbaikan, dan/atau penggantian bagian peralatan mesin dengan maksud meningkatkan Masa Manfaat, kualitas dan/atau kapasitas.

(6) Perubahan Masa Manfaat Aset Tetap akibat adanya perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan berpedoman pada Masa Manfaat Aset Tetap Akibat Perbaikan yang disajikan dalam Tabel Masa Manfaat Aset Tetap Akibat Perbaikan, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri Keuangan.

Pasal 16

(1) Masa Manfaat Aset Tetap dapat diusulkan untuk diubah oleh Pengguna Barang dengan mempertimbangkan kesesuaian sisa Masa Manfaat Aset Tetap dengan kondisi Aset Tetap.

(2) Usulan perubahan dalam rangka kesesuaian sisa Masa Manfaat Aset Tetap dengan kondisi Aset Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal terjadi sebab-sebab yang secara normal dapat diperkirakan menjadi penyebab sisa Masa Manfaat Aset Tetap tidak sesuai dengan kondisi Aset Tetap.

(3) Perubahan Masa Manfaat Aset Tetap ditetapkan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri Keuangan, setelah terlebih dahulu berkoordinasi dengan instansi terkait.

Pasal 17

Tabel Masa Manfaat Aset Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (6) ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

BAB V METODE PENYUSUTAN

Page 77: Manajemen Aset Final 2013

Pasal 18

(1) Penyusutan Aset Tetap dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus.

(2) Metode garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengalokasikan nilai yang dapat disusutkan dari Aset Tetap secara merata setiap semester selama Masa Manfaat.

(3) Perhitungan metode garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan formula sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB VI PENGHITUNGAN DAN PENCATATAN

Pasal 19

(1) Penghitungan dan pencatatan Penyusutan Aset Tetap dilakukan pada tingkat Kuasa Pengguna Barang.

(2) Penghitungan dan pencatatan Penyusutan Aset Tetap dilakukan oleh unit pembantu penatausahaan, dalam hal dibentuk unit pembantu penatausahaan di lingkungan Kuasa Pengguna Barang.

(3) Hasil penghitungan dan pencatatan Penyusutan Aset Tetap yang dilakukan oleh unit pembantu penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihimpun oleh Kuasa Pengguna Barang.

(4) Hasil penghitungan dan pencatatan Penyusutan Aset Tetap yang dilakukan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan hasil penghimpunan yang dilakukan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihimpun oleh Pengguna Barang.

Pasal 20

(1) Penghitungan dan pencatatan Penyusutan Aset Tetap dilakukan untuk setiap Aset Tetap.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penghitungan dan pencatatan Aset Tetap diperlakukan sebagai 1 (satu) unit Aset Tetap sepanjang aset tersebut hanya dapat dipergunakan bersamaan dengan Aset Tetap lain.

(3) Penghitungan dan pencatatan terhadap Aset Tetap yang sebelumnya diperlakukan sebagai satu unit Aset Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal akan dicatat secara sendiri-sendiri, nilai buku beserta akumulasi penyusutannya dialokasikan secara proporsional berdasarkan nilai masing-masing Aset Tetap, untuk dijadikan nilai yang dapat disusutkan selama sisa Masa Manfaat.

Page 78: Manajemen Aset Final 2013

Pasal 21

(1) Penghitungan dan pencatatan Penyusutan Aset Tetap dilakukan setiap akhir semester tanpa memperhitungkan adanya nilai residu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).

(2) Penghitungan dan pencatatan Penyusutan Aset Tetap dilakukan dalam satuan mata uang Rupiah dengan pembulatan hingga satuan Rupiah terkecil.

(3) Penghitungan Penyusutan Aset Tetap dilakukan sejak diperolehnya Aset Tetap sampai dengan berakhirnya Masa Manfaat Aset Tetap.

(4) Pencatatan Penyusutan Aset Tetap dalam Neraca dilakukan sejak diperolehnya Aset Tetap sampai dengan Aset Tetap tersebut dihapuskan.

BAB VII PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN

Pasal 22

(1) Penyusutan Aset Tetap setiap semester disajikan sebagai akumulasi penyusutan di Neraca periode berjalan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual.

(2) Penyusutan Aset Tetap diakumulasikan setiap semester.

(3) Akumulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disajikan dalam akun Akumulasi Penyusutan.

(4) Akumulasi Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pengurang pos Aset Tetap dan pengurang nilai pos Diinvestasikan Dalam Aset Tetap di Neraca.

Pasal 23

Informasi mengenai Penyusutan Aset Tetap diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Barang dan Catatan atas Laporan Keuangan yang sekurang-kurangnya memuat:

a. nilai penyusutan;

b. metode penyusutan yang digunakan;

c. Masa Manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; dan

d. nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.

Page 79: Manajemen Aset Final 2013

Pasal 24

(1) Aset Tetap yang seluruh nilainya telah disusutkan dan secara teknis masih dapat dimanfaatkan tetap disajikan di neraca dengan menunjukkan nilai perolehan dan akumulasi penyusutannya.

(2) Aset Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam kelompok Aset Tetap dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Barang dan Catatan atas Laporan Keuangan.

Pasal 25

(1) Tata cara penyajian, penghitungan dan pengungkapan Penyusutan Aset Tetap dilakukan dengan berpedoman pada Modul Penyusutan Aset Tetap.

(2) Modul Penyusutan Aset Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri Keuangan.

BAB VIII KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 26

(1) Aset Tetap yang seluruh nilainya telah disusutkan tidak serta merta dilakukan penghapusan.

(2) Penghapusan terhadap Aset Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.

Pasal 27

Penyusutan Aset Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 tidak berpengaruh pada nilai underlying asset Surat Berharga Syariah Negara.

BAB IX KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 28

Pada saat Peraturan Menteri ini diberlakukan:

a. Aset Tetap yang diperoleh sebelum diberlakukannya Penyusutan Aset Tetap, dikenakan koreksi Penyusutan Aset Tetap;

b. Koreksi Penyusutan Aset Tetap sebagaimana dimaksud pada huruf a:

1. diperhitungkan sebagai penambah nilai akun Akumulasi Penyusutan

Page 80: Manajemen Aset Final 2013

dan pengurang nilai ekuitas pada neraca;

2. diperhitungkan sebagai transaksi koreksi pada periode diberlakukannya penyusutan;

3. dikecualikan untuk Aset Tetap yang sudah dihapuskan pada akhir semester sebelum diberlakukannya Penyusutan Aset Tetap.

BAB X KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29

Penyusutan Barang Milik Negara berupa Aset Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dilaksanakan mulai Tahun Anggaran 2013.

Pasal 30

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AGUS D.W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

REPUBLIK INDONESIA

ttd.

AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 4

Lampiran...........................

Page 81: Manajemen Aset Final 2013
Page 82: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

1

©511

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

PROGRAM PERCEPATAN AKUNTABILITAS KEUANGAN PEMERINTAH

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2013

©511

Agenda Agenda UmumUmum

Paparan ini membahas secara umum mengenai pengelolaan barang milik negara. Pembahasan dimulai dengan menceritakan mengenai landasan di bidang yuridis dalam pengelolaan barang milik negara. Kemudian, dibahas dan didiskusikan pokok pemikiran dalam pengelolaan barang milik negara. Selanjutnya, dijelaskan mengenai siklus yang ada dalam pengelolaan barang milik negara serta pembahasan atas tiap-tiap titik kegiatan, khususnya penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtanganan. Terkahir, dipaparkan mengenai peraturan dan kebijakan baru yang ada dalam pengelolaan barang milik negara.

Dasar Hukum

Ruang Lingkup

Siklus Pengelolaan

Pengaturan baru

Page 83: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

2

LAT

AR

BE

LAK

AN

GLA

TA

R B

ELA

KA

NG

UU NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA

UU NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA

Unifikasi peraturan pengelolaan BMN yang telah ada sebelumnya,

Pengaturan hal-hal yang belum diatur sebelumnya,

Menampung kebutuhan dalam praktek, dan

Pemberian landasan hukum yang lebih kuat

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BMN/D

• Permenkeu No. 96/2007 tentang TataCara Penggunaan, Pemanfaatan,

Penghapusan, dan Pemindahtanganan BMN

• Permenkeu No. 97/2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi BMN

• Permenkeu No. 120/2007 tentang Penatausahaan BMN

• Permenkeu No. 179/2009 tentang Penilaian BMN

• Permenkeu No. 29/2009 tentang Penggolongan dan Kodefikasi BMN

KO

NS

EP

SI D

AS

AR

KO

NS

EP

SI D

AS

AR

� Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib mengelola dan

menatausahakan BMN/D yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-

baiknya.

� BMN/D yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah

tidak dapat dipindahtangankan.

� Penjualan BMN/D dilakukan dengan cara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu

yang diatur dengan peraturan pemerintah.

� BMN/D yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus

disertifikatkan atas nama Pemerintah RI/Pemda yang bersangkutan.

� Bangunan milik negara/daerah harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan

dan ditatausahakan secara tertib.

� BMN/D dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas

tagihan kepada Pemerintah Pusat/Daerah.

� BMN/D dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.

� Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap :

• barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah

maupun pada pihak ketiga;

• barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah;

• barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan

untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.

Page 84: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

3

ASAL PEROLEHAN

Jenis belanja:

- - Belanja barang (52)

- - Belanja modal (53)

- - Belanja hibah (56)

- - Bantuan sosial (57)

- - Belanja Lain-lain (58)

�Hibah/sumbangan

�Perjanjian/kontrak

�Peraturan perundang-undangan

�Putusan pengadilan

APBN

Perolehan

Lain yang

sah

PERTANGGUNGJAWABAN

Aset Lancar

� Persediaan

Aset Tetap

� Tanah

� Peralatan dan Mesin

� Gedung dan Bangunan

� Jalan, Irigasi dan Jaringan

� Aset Tetap Lainnya

� Konstruksi Dalam Pengerjaan

Aset Lain-lain

� Aset Tidak Berwujud

� Kerjasama Pihak Ketiga

� Aset yang tidak digunakan

�Penggunaan

�Pemanfaatan

- Sewa

- Pinjam pakai

- KSP

- BGS/BSG

PENGELOLAAN

�Pemindahtanganan

- Penjualan

- Hibah

- Tukar-menukar

- PMP

�Penghapusan

PENGELOLAAN

Termasuk :

� Dana Dekonsentrasi/

Tugas Pembantuan;

� Bagian Anggaran

Pembiayaan dan

Perhitungan (999.08)

� BLU

RUANG LINGKUP RUANG LINGKUP

BMNBMN

Slide 5

6

PRESIDEN:PEMEGANG KEKUASAAN

PENGELOLA. KEU. NEG

( PSL. 6 )

PENGELOLA FISKAL& WK. PEM.

MENTERI KEUANGANPENGELOLA FISKAL& WK. PEM.

DL. KEKY. NEG YG DIPISAHKAN

MENTERI/PIMP.LBGSELAKU PENGGUNA

ANGGARAN/BARANG

GUB/BUPT/WALKOTAKEPL. PEMR. DRH

UTK MENGELOLA KEU DAERAH &

WK PEMDA ATAS KEKAYAAN

DAERAH YG DIPISAHKAN

DISERAHKANDIKUASAKAN

UU No. 1 / 2004 : PEJABAT PERBENDAHARAAN DAN PENGELOLAAN BMN/D UU No. 1 / 2004 : PEJABAT PERBENDAHARAAN DAN PENGELOLAAN BMN/D

MENTERI KEUANGAN

BEND UMUM NEGARA :

(MENETAPKAN KEBIJ &

PEDOMAN PENGELOLA BMN)

MENTERI/PIMP LMBG

PENGGUNA BARANG PADA

KEMENTERIAN/LMBG

PUSAT.

GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA

•MENETAPKAN PJBT PENGELOLA BMD (PS 5)

•MENETAPKAN KEBIJKN PENGELOLA BMD (Ps

43)

PEMERINTAH PUSATPEMERINTAH DAERAH

PP No. 6 / 2006 : PEJABAT PENGELOLAAN BMN/DPP No. 6 / 2006 : PEJABAT PENGELOLAAN BMN/D

MENTERI KEUANGAN

SELAKU BUN ADALAH

PENGELOLA BMN

(PS 4)

SELAKU PIMPINAN KMNTRN

/ LMBG ADALAH PENGGUNA

MENTERI / PIMP. LBG

SELAKU PIMPINAN KMNTRN

/ LMBG ADALAH PENGGUNA

BARANG (PS 6)

KEPALA KANTOR

ADALAH KUASA PENGGUNA

BMN DI LINGKUNGNNYA

(PS 7)

GUB./BUPT/WALIKOTA

PEMEGANG KEKUASAAN

PENGELOLAAN BMD (PS 5)

SEKRETARIS DAERAH

ADALAH PENGELOLA

BMD (PS 5)

KASATKER

PERANGKAT DAERAH

ADALAH PENGGUNA

BMD (PS 8)

UU No. 17 / 2003 : KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARAUU No. 17 / 2003 : KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

Page 85: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

4

SIKLUS PENGELOLAAN BMNSIKLUS PENGELOLAAN BMNSIKLUS PENGELOLAAN BMNSIKLUS PENGELOLAAN BMNSIKLUS PENGELOLAAN BMNSIKLUS PENGELOLAAN BMNSIKLUS PENGELOLAAN BMNSIKLUS PENGELOLAAN BMN

UTAMAUTAMA

AWALANAWALAN

� PERENCANAAN &

PENGANGGARAN

� PENGADAAN

SIKLUS REGULER

•Penggunaan•Pembinaan, Pengawasan danPengendalian•Pengamanan danPemeliharaan•Penatausahaan•Penghapusan

SIKLUS

INSIDENTIL

•Pemanfaatan•Pemindahtanganan•Penilaian•Pemusnahan

� LELANG� TGR(PIUTANG)

IKUTANIKUTAN

7

REGULER:

o Pengamanan &

Pemeliharaan;

o Pembinaan,

Pengawasan &

Pengendalian

o Penatausahaan;

INSIDENTIL:

o Pemanfaatan

– Sewa

– Pinjam Pakai

– KSP

– BGS/BSG

o Penilaian

o PerencanaanKebutuhan

o Penganggaran

Pengguna membuat &

menyampaikan kepada

Pengelola

Pengguna membuat &

menyampaikan kepada

Pengelola

PEMINDAHTANGANANPEMUSNAHAN

o PENJUALAN

o HIBAH

o TUKAR MENUKAR

o PMN

Pe

nd

afta

ran

� LELANG

� TGR(PIUTANG)

SIKLUS PENGELOLAAN BMN/D

PENGHAPUSAN

(ADMINISTRASI)

Page 86: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

5

©511

Penggunaan Penggunaan BMNBMN

� Penggunaan BMN sebatas untuk penyelenggaraan

tugas dan fungsi K/L yang bersangkutan;

� Tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan

oleh Pengguna untuk penyelenggaraan tupoksi

wajib diserahkan kepada Pengelola.

� Pengelola mengatur penggunaan aset yang berlebih

di Pengguna untuk dialihkan status penggunaannya

kepada Pengguna lainnya.

� BMN yang telah ditetapkan status penggunaannya

pada Pengguna, dapat digunakan sementara oleh

Pengguna lain dalam jangka waktu tertentu tanpa

harus mengubah status penggunaannya setelah

mendapatkan persetujuan Pengelola.

� Dalam hal BMN berupa bangunan dibangun di atas

tanah pihak lain, usulan penetapan status

penggunaannya harus disertai perjanjian yang

memuat jangka waktu, dan kewajiban para pihak.

.

Penetapan status

Penggunaan sementara

Alih status pengunaan

Dioperasionalkan pihak lain

1. Tanah/bangunan.

2. Selain tanah/bangunan:

• Memiliki bukti

kepemilikan, atau

• Perolehannya > Rp25jt.

3. BMN yg dari awal

pengadaan untuk PMPP

atau hibah.

PENGELOLAPENGELOLA

Selain

Tanah/bangunan:

• Tidak memiliki bukti

kepemilikan; atau

• Perolehannya ≤

Rp25jt

Catatan: BMN untuk alutsista pada TNI & Polri tidak memerlukan penetapan status penggunaan

PENGPENGGUNAGUNA

©511

Pemanfaatan Pemanfaatan BMNBMN

� Pemanfataan dilaksanakan dalam rangka kegiatan diluar tugas pokok dan fungsi

Kementerian/Lembaga selaku Pengguna Barang.

� Tanah dan/atau bangunan pada pengguna barang yang seluruhnya akan dimanfaatkan harus

diserahkan terlebih dahulu kepada Pengelola Barang.

� Seluruh penerimaan dalam rangka pemanfaatan BMN merupakan penerimaan negara dan

disetorkan ke Kas Negara

Sewa

Pinjam Pakai

Kerjasama Pemanfaatan

BGS / BSG

Tanah/bangunan.

PENGELOLAPENGELOLA

• Sebagian T/B

• Selain T/B

PENGPENGGUNAGUNA

dengandengan persetujuanpersetujuan

PengelolaPengelola BarangBarang

Page 87: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

6

©511

Sewa Sewa BMNBMNpemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.

� Jangka waktu sewa paling lama 5 (tahun) dan

dapat diperpanjang.

� Pembayaran uang sewa dilakukan sekaligus

paling lambat saat penandatanganan kontrak.

� Penyewa hanya dapat mengubah bentuk tanpa

mengubah kontruksi, dan bagian yang

ditambahkan menjadi BMN.

� Penyewa BUMN/D, perorangan dan badan

hukum lainnya.

Stb = (3,33% x Lt x Nilai tanah) +(6,64% x Lb x Hs x Nsb)

Stb = Sewa tanah & bangunan

St = Sewa tanah (Rp/tahun)

Lt = Luas tanah (m2) � terendah NJOP

Lb = Luas lantai Bangunan

Hs = Harga satuan bangunan standar keadaan baru

Nsb = Nilai sisa bangunan

Sp = Sewa Prasarana Bangunan

Hp = Harga prasarana Bangunan dalam keadaan baru

Nsp = Nilai sisa prasarana bangunan

Penyusutan

• bangunan permanen = 2 % /tahun

• bangunan semi permanen = 4 % /tahun

• bangunan darurat = 10 % /tahun

• pekerjaan halaman = 5 % /tahun

• mesin/instalasi = 10 % /tahun

• furniture/elektronik = 25% /tahun

Cat: penyusutan bangunan maks. 80 %

Sp = 6,64% x Hp x Nsp)+

Optimalisasi BMN yg belum/

tidak dipergunakan dalam

pelaksanaan tupoksi

Menunjang pelaksanaan

tupoksi K/L

Mencegah penggunaan oleh

pihak lain secara tidak sah.

Optimalisasi

Penunjang

Pengamanan

©511

Pinjam Pakai Pinjam Pakai BMNBMNpenyerahan penggunaan BMN antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu berakhir, BMN diserahkan kembali kepada Pemerintah Pusat.

� Jangka waktu pinjam pakai paling lama 2

(tahun) dan dapat diperpanjang.

� Dalam hal akan diperpanjang, permintaan

perpanjangan diajukan paling lambat 3 (tiga)

bulan sebelum jangka waktu berakhir.

� Peminjam : Pemerintah Daerah

� Tanah dan/atau bangunan yang dipinjam

pakaikan, harus dipergunakan sesuai perjanjian

dan tidak diperkenankan untuk diubah bentuk

bangunan.

� Pemeliharaan dan biaya yang timbul selama

masa pinjam pakai,menjadi tanggungjawab

peminjam.

� Setelah masa pinjam pakai berakhir, peminjam

harus mengembalikan Barang Milik Negara

yang dipinjam dalam kondisi sesuai dengan

perjanjian.

Optimalisasi BMN yg belum/

tidak dipergunakan dalam

pelaksanaan tupoksi

Menunjang penyelenggaran

pemerintah daerah

Optimalisasi

Penunjang

Page 88: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

7

©511

Kerjasama Pemanfaatan Kerjasama Pemanfaatan BMNBMNpendayagunaan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan sumber pembiayaan lainnya.

� KSP tidak mengubah status BMN.

� Sarana dan prasarana yang menjadi bagian dari

pelaksanaan KSP adalah BMN sejak

pengadaannya.

� Jangka waktu KSP paling lama 30 tahun dan

dapat diperpanjang.

� Mitra : BUMN/D dan badan hukum lainnya.

� Mitra KSP ditentukan melalui tender, kecuali

BMN yang bersifat khusus.

� Seluruh biaya yang timbul dalam tahap

persiapan dan pelaksanaan KSP menjadi beban

Mitra KSP.

� IMB harus atas nama Pemerintah RI.

Optimalisasi BMN yg belum/

tidak dipergunakan dalam

pelaksanaan tupoksi

Meningkatkan penerimaan

negara

Mencegah penggunaan tanpa

didasarkan pada ketentuan

yang berlaku.

Optimalisasi

PNBP

Pengamanan

� Kontribusi tetap.

� Pembagian keuntungan hasil

pendapatan KSP.

©511

BGS/BSG BGS/BSG BMNBMNBGS : pemanfaatan tanah pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau

sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka tertentu yang telah disepakati dan selanjutnya diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah jangka waktu berakhir.

BSG : pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian diserahkan kepada Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka yang telah disepakati.

.� Selama masa pengoperasian BGS/BSG,

Pengguna barang harus dapat menggunakan

langsung objek BGS/BSG untuk

menyelenggarakan tugas pokok dan fungsinya

paling sedikit 10% dari luas objek BGS/BSG;

� Jangka waktu BGS/BSG paling lama 30 tahun ;

� Pemilihan mitra BGS/BSG dilakukan melalui

tender dengan peserta sekurang-kurangnya 5

(lima) peserta;

� IMB harus atas nama Pemerintah RI.

Dilakukan untuk menyediakan

bangunan dan fasilitasnya

dalam rangka tupoksi K/L,

yang dana pembangunannya

tidak tersedia dalam APBN

Fungsi

Pelayanan

Kewajiban Mitra BGS/BSG:

�Membayar kontribusi ke Rekening Kas Umum

Negara;

�Tidak menjaminkan, menggadaikan dan/atau

memindahtangankan objek BGS/BSG;

�Memelihara objek BGS/BSG.

Page 89: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

8

NON TUSINON TUSI

TUSITUSI

NON TUSINON TUSI

TUSITUSI

PP 6/2006PP 6/2006

PP JENIS DAN PP JENIS DAN

TARIF PNBPTARIF PNBP

Tindak Lanjut: Kementerian/Lembaga diminta untuk:

�Menginventarisir jenis PNBP yang terkait dengan pemanfaatan BMN dalam usulan

revisi RPP/PP tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada K/L,

�Mengusulkan pengaturan jenis dan tarif PNBP dimaksud sesuai PP No. 6/2006

�Mengusulkan RPP/revisi PP kepada Menteri Keuangan

PRINSIP DASARPRINSIP DASAR

Slide 15

Surat Menteri Keuangan No. SSurat Menteri Keuangan No. S--420/MK.02/2011 tgl 25 Juli 2011420/MK.02/2011 tgl 25 Juli 2011

Pemanfaatan aset dalam rangka

kelancaran tupoksi seperti pemanfaatan

gedung asrama untuk kegiatan diklat

� Pemanfaatan aset yang tidak terkait atau

tidak dalam rangka mendukung

pelaksanaan tupoksi antara lain

pemanfaatan gedung untuk kegiatan

pernikahan dan sejenisnya

� Pemanfaatan aset dalam rangka kelancaran

tupoksi, tetapi dalam pelaksanaan

kegiatannya tidak terdapat peran atau tidak

melibatkan kuasa pengguna barang

©511

pengalihan kepemilikan barang milik negara sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah

Pemindahtanganan Pemindahtanganan BMNBMN

tidak perlu mendapat persetujuan DPR :. • sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah

atau penataan kota;

• harus dihapuskan karena anggaran untuk

bangunan pengganti sudah disediakan dalam

dokumen penganggaran;

• diperuntukkan bagi pegawai negeri;

• diperuntukkan bagi kepentingan umum;

• dikuasai negara berdasarkan keputusan

pengadilan yang incracht dan/atau berdasarkan

ketentuan perundangundangan, yang jika status

kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara

ekonomis

Penjualan

Hibah

Tukar Menukar

Penyertaan Modal

Tanah/bangunan.

PENGELOLAPENGELOLA

• Sebagian T/B

• Selain T/B

PENGPENGGUNAGUNA

dengandengan persetujuanpersetujuan

PengelolaPengelola BarangBarang

Ijin DPR BMN BMD

T/B seluruh seluruh

Non T/B > Rp100 m > s/d Rp 5 m

Page 90: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

9

17

PERSETUJUAN PEMINDAHTANGANAN

JENISJENISJENISJENIS NILAINILAINILAINILAIPERSETUPERSETUPERSETUPERSETU----

JUANJUANJUANJUAN

TIDAK PERLU TIDAK PERLU TIDAK PERLU TIDAK PERLU

PERSETUJUAN PERSETUJUAN PERSETUJUAN PERSETUJUAN

DPR / DPRDDPR / DPRDDPR / DPRDDPR / DPRD

PERSETUJUAN YANG DIPERLUKANPERSETUJUAN YANG DIPERLUKANPERSETUJUAN YANG DIPERLUKANPERSETUJUAN YANG DIPERLUKAN

JENISJENISJENISJENIS NILAINILAINILAINILAI PERSETUJUANPERSETUJUANPERSETUJUANPERSETUJUAN

Untuk BMNUntuk BMNUntuk BMNUntuk BMN

Tanah &

bangunan

Selain tanah &

bangunan

Tdk Ada

batasan nilai

> Rp. 100 M

DPR

1. Tdk sesuai dgn

tataruang wilayah

atau penataan

kota

2. Anggaran untuk

bangunan

pengganti sudah

disediakan

3. Untuk PNS

4. Untuk

kepentingan

umum

5. Dikuasai negara

krn ptsan

pengadilan /

Inkracht, UU, yg

jika

dipertahankan

tdk layak secara

ekonomis

BMN

Tanah &

bangunan

>10M Pengelola dgn

acc Presiden

≤10M Pengelola

Barang

BMD

Tanah &

bangunan----

Pengelola

Barang dgn acc

gub/bupati/

walikota

Untuk BMDUntuk BMDUntuk BMDUntuk BMD

Tanah &

bangunan

Selain tanah &

bangunan

Tidak Ada

Batasan

Nilai

> Rp 5 M

DPRD

BMN

Selain

tanah &

bangunan

≤10M Pengelola

Barang

>10M Pengelola

Barang dgn acc

Presiden

BMD

Selain

tanah &

bangunan

≤ 5M Pengelola

Barang dgn acc

gub/bupati/

walikota

©511

Penjualan Penjualan BMNBMNpengalihan kepemilikan BMN kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.

Optimalisasi BMN yang

berlebih/idle

Secara ekonomis lebih

menguntungkan bagi negara

Pelaksanaan ketentuan

peraturan perundang-

undangan.

Optimalisasi

Ekonomis

Legalitas

� Apabila tidak laku dilelang, maka dilakukan

pemindahtanganan bentuk lain.

� Apabila tidak dapat dipindahtangankan dlm

bentuk lain, maka dimusnahkan setelah

mendapatkan persetujuan Pengelola.

� Penjualan kendaraan dinas operasional

• Telah berusia 10 tahun; atau

• Hilang atau rusak berat akibat kecelakaan

atau force majeure dgn kondisi maks. 30%.

� Tidak mengganggu tupoksi K/L.

� Dilaksanakan dengan lelang, kecuali BMN yang

bersifat khusus, yaitu:

�Rumah negara gol. III;

�Kendaraan dinas pejabat negara.

�BMN lainnya, ditetapkan lebih lanjut oleh

Pengelola berdasarkan pertimbangan

Pengguna & instansi teknis terkait, yaitu:

• Tanah/bangunan yg akan digunakan utk

kepentingan umum;

• Jika dilelang akan merusak tata niaga;

• Tanah kavling yg dari awal pengadaan utk

pembangunan perumahan pegawai negeri.

Tanah/

bangunan

PENGELOLAPENGELOLA

• Bangunan harus dihapuskan

karena anggaran bangunan

pengganti telah tersedia;

• Penjualan tanah/ bangunan

rumah negara gol. III

• Selain tanah/bangunan

PENGPENGGUNAGUNA

dengandengan

persetujuanpersetujuan

PengelolaPengelola

Page 91: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

10

©511

Tukar Menukar Tukar Menukar BMNBMNpengalihan kepemilikan BMN yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atau dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang.

Optimalisasi BMN yang

berlebih/idle

Secara ekonomis lebih

menguntungkan bagi negara

Pelaksanaan ketentuan

peraturan perundang-

undangan.

Optimalisasi

Ekonomis

Legalitas � Tukar-menukar BMN dilakukan dalam hal:

• Tidak sesuai tata ruang wilayah/kota;

• Belum dimanfaatkan secara optimal;

• Penyatuan BMN yang lokasinya terpencar;

• Pelaksanaan renstra pemerintah/negara; atau

• ketinggalan teknologi

� Mitra : BUMN/D, Pemda, perorangan, dan badan

hukum lainnya.

� Mitra ditentukan melalui tender dgn minimal 5

(lima) peminat, kecuali pertukaran dengan:

• Pemda; atau

• pihak yg mendapat penugasan pemerintah.

Tanah/

bangunan

PENGELOLAPENGELOLA

• Tanah/Bangunan pada

Pengguna Barang namun

tidak sesuai dengan tata

ruang wilayah/kota

• Selain tanah/bangunan

PENGPENGGUNAGUNA

dengandengan persetujuanpersetujuan PengelolaPengelola

� Penggantian utama: tanah atau tanah dan

bangunan;

� Nilai barang pengganti ≥ BMN

Catatan:

Apabila nilai barang pengganti < BMN, mitra

wajib menyetor selisihnya ke KUN.

©511

Hibah Hibah BMNBMNpengalihan kepemilikan BMN dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah atau kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian.

Untuk kepentingan sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan

Menunjang penyelenggaraan

pemerintahan daerah

Non Profit

Oriented

Penunjang

BMN yang dapat dihibahkan:

� Dari awal pengadaan untuk dihibahkan;

� Bukan barang rahasia negara;

� Bukan barang yang menguasai hajat hidup orang

banyak;

� Barang idle;

� Berdasarkan keputusan pengadilan atau

ketentuan perundang-undangan ditentukan

untuk dihibahkan;

� Untuk pembangunan fasilitas umum sesuai

ketentuan perundang-undangan, fasilitas sosial

dan keagamaan.

Tanah/

bangunan

PENGELOLAPENGELOLA

• Tanah/Bangunan yg dari

awal pengadaannya utk

dihibahkan;

• Sebagian tanah /bangunan

• Selain tanah/bangunan

PENGPENGGUNAGUNA

dengandengan persetujuanpersetujuan PengelolaPengelola

� BMN harus digunakan sebagaimana

fungsinya pada saat dihibahkan, dan tidak

boleh dimanfaatkan oleh dan/atau

dipindahtangankan kepada pihak lain

� Penerima Hibah :

• Pemda

• Lembaga sosial keagamaan dan

kemanusiaan

Page 92: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

11

©511

Penyertaan Penyertaan ModalModalpengalihan kepemilikan BMN dari semula kekayaan negara yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara pada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lain yang dimiliki Negara/Daerah.

� BMN yg dari awal pengadaan untuk PMPP,

diajukan kepada Pengelola Barang max. 6

bulan setelah penetapan status penggunaan,

dan apabila terlambat akan dikenakan sewa.

� Penyertaan ditetapkan dengan PP.

� Pengajuan RPP PMPP kepada Presiden

dilakukan Pengelola Barang.

� Semua biaya pelaksanaan penyertaan

dibebankan pada penerima.

Tanah/

bangunan

PENGELOLAPENGELOLA

• Tanah/Bangunan yg dari

awal pengadaannya utk

PMPP (dokumen

penganggaran);

• Selain tanah/bangunan

PENGPENGGUNAGUNA

dengandengan persetujuanpersetujuan PengelolaPengelola

PMN

Pendirian

Pengem-banganusaha

Pening-katan

kinerja/perbaikanstruktur

permodalan

Penyela-matan

perekono-mian

nasional

Optimali-sasi BMN

D E F I N I S ID E F I N I S I PE

NG

AH

PU

SA

N B

MN

PE

NG

AH

PU

SA

N B

MN

Penghapusan adalah tindakan menghapus catatan barang milik negara dari:

� Daftar Barang Pengguna oleh pengguna barang

� Daftar Barang Milik Negara oleh pengelola barang

dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang.

S Y A R A TS Y A R A T

Tanah/Bangunan

� Rusak berat karena bencana alam/force majeure

� Tidak sesuai RUTR

� Tidak memenuhi kebutuhan organisasi;

� Penyatuan lokasi dalam rangka efisiensi;

� Rencana strategis pertahanan.

Selain Tanah/Bangunan

� Rusak, terkena modernisasi, kadaluarsa,terkikis, aus, susut,dll

� Lebih menguntungkan bila dihapus

� Hilang/Kekurangan Perbendaharaan/ kematian hewan atau tanaman.

J E N I SJ E N I SDBP/KP DBMN

� Penyerahan kepada Pengelola √

� Alih Status √

� Pemindahtanganan √ √

� Putusan Pengadilan √ √

� Pemusnahan √ √

� Sebab lain (hilang, kecurian, terbakar, susut, terkena bencana alam, kadaluwarsa, dll).

√ √

Page 93: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

12

A L A S A NA L A S A N

� Tidak dapat digunakan/dimanfaatkan/ dipindahtangankan;

� Alasan lain sesuai undang-undang.

C A R AC A R A

� Dibakar, dihancurkan, ditimbun;

� Ditenggelamkan ke laut, sesuai undang-undang

Pemusnahan Pemusnahan BMNBMN

Tanah/bangunan.

PENGELOLAPENGELOLA

• Sebagian T/B

• Selain T/B

PENGPENGGUNAGUNA

dengandengan persetujuanpersetujuan

PengelolaPengelola BarangBarang

P E L A K S A N A A NP E L A K S A N A A N

Pengelola BarangPengelola BarangPengelola BarangPengelola Barang

Pengguna BarangPengguna BarangPengguna BarangPengguna Barang

Kuasa Pengguna Kuasa Pengguna Kuasa Pengguna Kuasa Pengguna

BarangBarangBarangBarang

PENGAMANANPENGAMANANPENGAMANANPENGAMANAN

FISIKFISIKFISIKFISIK ADMINISTRASIADMINISTRASIADMINISTRASIADMINISTRASI HUKUMHUKUMHUKUMHUKUM

Atas nama Penyimpanan

BMN/D Tanah Pemerintah RI / Pemda Pengelola Barang

BMN/D Bangunan Pemerintah RI / Pemda Pengelola Barang

BMN Selain tanah/bangunan Pengguna Barang Pengguna Barang

BMD Selain tanah/bangunan Pemerintah Daerah Pengelola Barang

PENGAMANAN BARANG MILIK PENGAMANAN BARANG MILIK

NEGARANEGARA

Page 94: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

13

25

SertifikasiSertifikasiPenertiban Barang Milik NegaraPenertiban Barang Milik Negara

Slide7

Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Kepala BPN No. tentang

Pensertipikatan BMN berupa Tanah

Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Kepala BPN No. tentang

Pensertipikatan BMN berupa Tanah

BMN atas tanah harus

disertifikatkan atas nama

Pemerintah RI cq. Kementerian

Negara/Lembaga (K/L) yang

menguasai/ menggunakan BMN.

�Memberikan kepastian hukum

�Memberikan perlindungan hukum kepada pemegang

hak atas tanah

�Melaksanakan tertib administrasi BMN berupa tanah

�Mengamankan BMN berupa tanah

186/PMK.06/2009

24/2009

K/L

KEMENTERIAN

KEUANGANBPN

� Pengajuananggaran

� Pelaporan

� Usulan penetapan

status penggunaan

� Inventarisasi & identifikasi

� Menyelesaikan masalah

penguasaan/persertifikatan

� Mengajukan permohonan

sertifikasi

©511

Penatausahaan Penatausahaan BMNBMN

Pembukuan

Inventarisasi

Pelaporan

Dokumen

rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMN/D sesuai

dengan ketentuan yang berlaku

UAPPB-W

UAPPB-E1

UAPB

UAKPB

DJKN

Kanwil

DJKN

KPKNL

Ditjen

PBN

Kanwil

Ditjen

PBN

KPPN

UAPA

UAPPA-E1

UAPPA-W

UAKPA

Page 95: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

14

©511

Pengaturan Pengaturan BaruBaru

Sesi ini menceritakan peraturan dan

kebijakan terbaru yang ada dalam

pengelolaan BMN. Presentasi ini

menyajikan kebijakan pengaturan

mengenai pengelolaan rumah

negara, tindak lanjut hasil

inventarisasi dan penertiban BMN,

dan pengelolaan BMN eks Dana

Dekonsentrasi dan Tugas

Pembantuan.

Tindak Lanjut Penertiban

Dekonsentrasi/TP

DJKNDJKN

TINDAK LANJUT TINDAK LANJUT

HASIL PENERTIBAN BMN PADA K/L HASIL PENERTIBAN BMN PADA K/L

(271/KMK.06/2011)(271/KMK.06/2011)

1) Barang yang tidak ditemukan.

2) BMN dalam kondisi rusak berat namun masih tercatat dalam daftar BMN.

3) BMN berupa tanah yang berada dalam penguasaan K/L namun belum bersertipikat atas

nama K/L.

4) BMN berupa tanah yang berada dalam penguasaan K/L namun tidak didukung dengan

dokumen kepemilikan.

5) BMN dikuasai oleh Pihak Lain.

6) BMN dalam sengketa.

7) BMN dimanfaatkan Pihak Lain dengan kompensasi tetapi tidak sesuai ketentuan.

8) BMN dimanfaatkan oleh Pihak Lain tanpa kompensasi.

9) Gedung berdiri di atas tanah Pihak Lain atas dasar kontrak dan masa kontrak telah habis.

10) Gedung sudah dibongkar tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri

Keuangan.

Slide 28

Tindak lanjut hasil penertiban BMN harus telah selesai dilaksanakan paling

lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya KMK

Page 96: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

15

DJKNDJKN

Barang yang tidak ditemukan Barang yang tidak ditemukan ((BMN BMN berupa tanahberupa tanah))

11Slide 29

PB/KPB membentuk Tim Internal untuk mencari BMN tersebut dan

berkoordinasi dengan instansi terkait seperti BPN, Kecamatan,

Kelurahan/Desa, dll, s.d. ditemukannya BMN tersebut

Ditemukan ?

Tim Internal melakukan verifikasi atas BMN yang tidak

ditemukan serta ada tidaknya kesalahan PB/KPB yang

mengakibatkan tidak ditemukannya BMN tersebut.

Apakah ada indikasi kesalahan?

Tidak

Ya

Dilakukan proses TGR sesuai ketentuan. Setelah proses

menangani keuangan pada K/L

Dilakukan proses TGR sesuai ketentuan. Setelah proses

penetapan TGR selesai, Pengguna Barang mengajukan

permohonan persetujuan penghapusan BMN kepada Pengelola

Barang dan melaporkan adanya tagihan TGR ke unit yang

menangani keuangan pada K/L

Tidak

Ya

Punya dokumen Punya dokumen

kepemilikan ?

Tidak

Ya

> 30 tahun ?

Tidak

Ya

Mencari

historis

Pengguna Barang mengajukan permohonan

penghapusan BMN kepada Pengelola Barang

dengan melampirkan BA-04 dan BA-05

Ada masalah

hukum ?

Ada masalah

hukum ?

Tidak

Ya

selesai

Selesaikan

sesuai

keputusan ini

selesai

DJKNDJKN

Barang yang tidak ditemukan Barang yang tidak ditemukan (BMN (BMN selain tanah)selain tanah)

11Slide 30

Perolehan sebelum

31 Des 2004 ?

> 25 juta ?

> 50 juta ?

Pengguna Barang mengajukan permohonan

persetujuan penghapusan BMN kepada Pengelola

Barang dengan melampirkan BA-04 dan BA-05

Ya

YaTidak

Tidak

Ya

Membentuk Tim Internal untuk melakukan verifikasi atas BMN yang tidak

ditemukan serta ada tidaknya kesalahan yang mengakibatkan tidak

ditemukannya BMN tersebut. Apakah ada indikasi kesalahan?

Tidak

Dilakukan proses TGR sesuai ketentuan. Setelah proses penetapan TGR

selesai, Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan

penghapusan BMN kepada Pengelola Barang dan melaporkan adanya

tagihan TGR ke unit yang menangani keuangan pada K/L

Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan penghapusan

BMN kepada Pengelola Barang dengan melampirkan BA-04 dan BA-05

Tidak

Ya

Punya dokumen

kepemilikan ?

selesai

selesai

Ya

Tdk

Page 97: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

16

DJKNDJKN

BMN dalam kondisi rusak berat namun BMN dalam kondisi rusak berat namun

masih tercatat dalam daftar BMNmasih tercatat dalam daftar BMN

Terhadap BMN yang berada dalam kondisi rusak berat

namun masih tercatat dalam daftar BMN, Pengguna Barang

mengajukan usulan penghapusan kepada Pengelola Barang

berdasarkan berita acara hasil penertiban BMN, data barang

dengan disertai surat pernyataan dari Pengguna Barang/

Kuasa Penguna Barang bahwa BMN dalam kondisi rusak berat

dan tidak dapat dipindahtangankan/dimanfaatkan.

22Slide 31

DJKNDJKN

Barang yang tidak ditemukanBarang yang tidak ditemukan((Koreksi AkuntansiKoreksi Akuntansi))

11Slide 32

penghapusan (301) pada penghapusan (301) pada

SIMAK-BMN

Pindah ke catatan manual

Disclose pada Catatan Atas

Laporan Keuangan dan Catatan

Atas Laporan BMN

Proses

administrasi

Existing ?

Ada

Tidak

Ada

Catat

selesai

Dikuasai ?

Ya

Tidak

Sengketa ?

Tidak

Ya

Rusak

Berat ?

Koreksi Koreksi

SIMAK

Ya

Tidak

Page 98: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

17

DJKNDJKN

BMN dalam penguasaan K/LBMN dalam penguasaan K/L(BMN berupa (BMN berupa tanahtanah))

33

Slide 33

44

Ada dokumen

awal ?

Atas nama K/L ?

Tidak

Ya

mengupayakan untuk memperoleh dokumen awal untuk pengurusan

bukti kepemilikan (seperti riwayat tanah dan surat pernyataan tanah

tidak sengketa) dengan berkoordinasi pihak-pihak terkait, misalnya

Pejabat Pemerintahan Desa, Kecamatan, atau pihak terkait lainnya

Punya dokumen Punya dokumen

kepemilikan ?

Ya

Tidak

selesai

Proses sertifikasi

Tidak

Ya

Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang bertanggung jawab menjaga

dan mengamankan BMN dari

penggunaan dan/atau pemanfaatan

oleh pihak yang tidak berhak, antara

lain dengan memasang papan plang

tanah milik negara, memagar,

menitipkan melalui surat aset

dimaksud kepada aparat setempat

(lurah dan camat).

DJKNDJKNBMN dikuasai olehBMN dikuasai oleh Pihak LainPihak Lain

55Slide 34

Sengketa ?

Tidak

Ya

melakukan upaya hukum:

� memblokir tanah ke Kantor Pertanahan/Lurah/Camat setempat, guna

menghindari adanya pengalihan atas tanah;

� mengajukan permohonan penetapan pengosongan dari pengadilan setempat atas

BMN tersebut yang ditindak lanjuti dengan upaya pengosongan;

� melakukan upaya hukum perdata ke pengadilan dengan gugatan/intervensi;

Setelah berhasil menguasai

mengamankan BMN.

Setelah berhasil menguasai

kembali BMN tersebut secara fisik,

Pengguna Barang bertanggung

jawab untuk menjaga dan

mengamankan BMN.

melakukan pendekatan secara persuasif melalui musyawarah

dengan Pihak lain yang menguasai BMN baik dilakukan sendiri

maupun dengan mediasi aparat pemerintah yang terkait.

upaya hukum dengan melibatkan Pengelola Barang untuk meng-

ajukan gugatan perdata ke Pengadilan setempat atau penyelesai-

an arbitrase yang ditindak lanjuti dengan upaya pengosongan.

pelaporan ke pihak kepolisian/kejaksaan/ KPK, dalam hal diindikasikan adanya tindak pidana

selesai

Berhasil

Tdk

Jika putusan pengadilan yang berkekuatan

dengan

Jika putusan pengadilan yang berkekuatan

hukum tetap dan tidak ada upaya hukum

lainnya (PK) mengakibatkan beralihnya status

kepemilikan BMN, maka segera ditindaklanjuti

dengan penghapusan BMN.

Page 99: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

18

DJKNDJKNBMN BMN dalam dalam sengketasengketa

66Slide 35

BMN menjadi obyek sengketa dalam perkara perdata

Dalam hal PB/KPB menjadi pihak, agar

penanganan perkara lebih hati-hati dgnmengajukan bukti yg kuat, & melakukan

upaya hukum hingga peninjauan kembali.

Dalam hal PB/KPB menjadi pihak, agar

penanganan perkara lebih hati-hati dgnmengajukan bukti yg kuat, & melakukan

upaya hukum hingga peninjauan kembali.

Dalam hal PB/KPB tidak menjadi pihak, agar

PB/KPB melakukan intervensi atas perkara yang ada.

Dalam hal PB/KPB tidak menjadi pihak, agar

PB/KPB melakukan intervensi atas perkara yang ada.

Dalam hal PB/KPB yg menjadi pihak &

perkara telah putus dgn PB/KPB sbg pihak yang kalah, PB/KPB dpt meminta

permohonan agar Pengelola Barang mengajukan gugatan perlawanan atas

putusan dimaksud.

Dalam hal PB/KPB yg menjadi pihak &

perkara telah putus dgn PB/KPB sbg pihak yang kalah, PB/KPB dpt meminta

permohonan agar Pengelola Barang mengajukan gugatan perlawanan atas

putusan dimaksud.

Dalam hal PB/KPB menjadi pihak & perkara

telah berkekuatan hukum tetap (sampai upaya PK) dgn putusan mengalahkan PB/KPB

, putusan dimaksud segera ditindaklanjuti dengan pelaksanaan penghapusan BMN.

Dalam hal PB/KPB menjadi pihak & perkara

telah berkekuatan hukum tetap (sampai upaya PK) dgn putusan mengalahkan PB/KPB

, putusan dimaksud segera ditindaklanjuti dengan pelaksanaan penghapusan BMN.

BMN menjadi obyek sengketa dalam perkara pidana

Menyediakan bukti-bukti yang kuat

maupun saksi ahli yang menguatkan kepemilikan negara atas BMN, dengan

kerja sama yang baik antara PB/KPB dengan aparat penegak hukum yang

menangani pidana.

Menyediakan bukti-bukti yang kuat

maupun saksi ahli yang menguatkan kepemilikan negara atas BMN, dengan

kerja sama yang baik antara PB/KPB dengan aparat penegak hukum yang

menangani pidana.

Memonitor dengan cermat perkara

pidana terkait BMN sampai putusan berkekuatan hukum tetap

Memonitor dengan cermat perkara

pidana terkait BMN sampai putusan berkekuatan hukum tetap

DJKNDJKNBMN BMN dimanfaatkandimanfaatkan Pihak LainPihak Lain

77

Slide 36

88

Ada Kompensasi ?

Ada

Tidak

Prosedur sesuai ketentuan ?

Pemanfaatan BMN oleh Pemda atau

BMN yang dioperasikan Pihak Lain

dalam rangka menjalankan tupoksi K/L ?

selesai

Ya

Tidak

Seluruh penerimaan negara yang diperoleh

dari pemanfaatan BMN harus disetor kepada

Kas Negara sebagaimana hasil review/ audit

Review/audit oleh aparat pengawas fungsional

Sisa waktu Perjanjian wajib disesuaikan dengan

ketentuan dalam waktu paling lambat 1 tahun.

Jika terdapat hak negara yang masih terutang

oleh pihak lain, seluruh hak negara tersebut

harus dibayar oleh pihak lain tersebut.

pemanfaatan tersebut harus diproses dan dilaksanakan sesuai

ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Tidak perlu

kompensasi

Ya

Tidak

Ditinjau ulang dan dilakukan audit oleh

aparat pengawas fungsional

Page 100: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

19

DJKNDJKN BMN berupa BMN berupa GedungGedung

Dalam hal gedung dibangun di atas tanah pihak lain atas dasar kontrak dan masa

berlakunya kontrak habis dan tidak dapat diperpanjang lagi atau tidak diperlukan

perpanjangan kontrak karena gedung tidak diperlukan lagi untuk pelaksanaan

tugas dan fungsi Satker, maka diusulkan penghapusan gedung sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

99

Slide 37

dibangun dibangun di atas tanah Pihak Lain atas dasar kontrak telah habisdi atas tanah Pihak Lain atas dasar kontrak telah habis

dibongkar tanpa persetujuan Menteri Keuangandibongkar tanpa persetujuan Menteri Keuangan

� Terhadap gedung yang sudah terlanjur dibongkar sebelum adanya ijin

penghapusan/penjualan harus dilakukan review/audit oleh aparat pengawas

fungsional.

� Rekomendasi aparat pengawas fungsional harus ditindaklanjuti oleh Satker.

� Dalam hal terdapat sisa bongkaran, maka dilakukan penilaian atas bongkaran yang

tersisa.

� Diusulkan penghapusan/penjualan atas gedung sesuai peraturan perundangan yang

berlaku.1010

38

2011

2010

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

248/PMK.07/2010 Tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 156/PMK.07/2007 Tentang

Pedoman Pengelolaan Dana

Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

125/PMK.06/2011 Tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara

Yang Berasal Dari Dana Dekonsentrasi

Dan Dana Tugas Pembantuan Sebelum

Tahun Anggaran 2011

Penyelesaian pengelolaan BMN DK/TP

selambat-lambatnya tanggal 31

Desember 2012

Page 101: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

20

PENGELOLAAN

BMN DK/TP

PENGGUNAAN

PEMINDAH-

TANGANAN

PENGHAPUSAN

PENATAUSAHAAN

2010

� Penetapan status penggunaan BMN DK/TP dilakukan oleh:

� Pengelola barang;

• Tanah dan bangunan;

• Selain T/B yang memiliki bukti kepemilikan atau nilai perolehan

satuan di atas Rp 25jt

� Pengguna barang � Selain yang ditetapkan pengelola barang

� Penetapan status penggunaan dilakukan atas BMN DK/TP yang sedang

digunakan atau direncanakan untuk digunakan dalam pelaksanaan tugas

dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga.

� Penetapan status penggunaan tidak perlu dilakukan atas BMN DK/TP yang

direncanakan untuk dilakukan Pemindahtanganan sampai dengan tanggal 31

Desember 2012 atau yang telah diserahkan kepada pihak ketiga

2010

Page 102: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

21

PEMINDAHTANGANAN

BMN DK/TP

PENJUALANHIBAH

1. dilakukan kepada Pemda

2. dilaksanakan oleh Pengguna setelah

mendapatkan persetujuan Pengelola

3. Syarat:

a. tidak digunakan untuk

penyelenggaraan tusi K/L;

b. telah ditatausahakan oleh K/L;

c. digunakan untuk

penyelenggaraan pemerintahan

daerah;

d. keberadaan fisiknya jelas; dan

e. dalam kondisi baik/layak untuk

digunakan.

1. dilakukan kepada Pemda

2. dilaksanakan oleh Pengguna setelah

mendapatkan persetujuan Pengelola

3. Syarat:

a. tidak digunakan untuk

penyelenggaraan tusi K/L;

b. telah ditatausahakan oleh K/L;

c. digunakan untuk

penyelenggaraan pemerintahan

daerah;

d. keberadaan fisiknya jelas; dan

e. dalam kondisi baik/layak untuk

digunakan.

2010

� Penghapusan dilakukan dalam rangka:

� Pemindahtanganan; atau

� sebab-sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi

penyebab penghapusan;

� Nilai BMN DK/TP yang dihapuskan sebesar nilai yang tercantum dalam Daftar

Barang dan/atau Laporan Barang.

� Kebenaran materialitas atas sebab-sebab lain yang menjadi alasan penghapusan

tersebut menjadi tanggung jawab Pengguna Barang.

� Persetujuan Pengelola atas usulan penghapusan tidak menghapus kewajiban

hukum Pengguna/Kuasa Pengguna/pengurus barang/ penanggung jawab BMN

tersebut apabila terdapat pelanggaran hukum yang telah dilakukan

42

2010 PEMUSNAHANPEMUSNAHANPEMUSNAHANPEMUSNAHANPEMUSNAHANPEMUSNAHANPEMUSNAHANPEMUSNAHAN

Pelaksanaan pemusnahan atas BMN DK/TP dilakukan sesuai ketentuan

Page 103: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

22

PENGELOLAAN BMN

EKS DANA DEKONSENTRASI 2010

(248/PMK.07/2010)

� Barang yang diperoleh dari Dana Dekonsentrasi merupakan BMN

• dicatat sebagai persediaan

• harus ditatausahakan dalam SIMAK-BMN.

� Persediaan diserahkan oleh Pengguna kepada Pemerintahan Daerah c.q

SKPD pelaksana tugas Dekonsentrasi dengan BAST selambat-Iambatnya 6

(enam) bulan setelah realisasi pengadaan barang.

� Berdasarkan BAST, SKPD penerima wajib menatausahakan dan

melaporkan pada neraca Pemerintahan Daerah.

� Pengguna barang melaporkan serah terima barang kepada Menteri

Keuangan selaku Pengelola Barang c.q Direktorat Jenderal Kekayaan

Negara dengan melampirkan BAST.

� Dalam hal K/L tidak menyerahkan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan

sejak pengadaan atau SKPD tidak bersedia menerima BMN, maka BMN

yang dimaksud direklasifikasi menjadi aset tetap pada K/L.

2011

PENGELOLAAN BMN

EKS TUGAS PEMBANTUAN PASCA 2010

(248/PMK.07/2010)

� Barang yang diperoleh dari dana Tugas Pembantuan merupakan BMN.

• selain yang berasal dari kegiatan fisik lain � aset tetap.

• yang berasal dari kegiatan fisik lain dan yang berasal dari dana penunjang � persediaan.

• harus ditatausahakan dalam SIMAK-BMN oleh SKPD pelaksana TP.

� Aset Tetap dihibahkan oleh Pengguna kepada Pemda c.q SKPD pelaksana TP sepanjang :

• pihak K/L bermaksud menyerahkan yang dituangkan dalam Surat Pernyataan Kesediaan

Menghibahkan yang diterbitkan sebelum disampaikannya surat Keputusan Menteri K/L

tentang penugasan atas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan di daerah; dan

• Pemerintah Daerah menyatakan kesediaannya untuk menerima aset tetap dimaksud yang

dituangkan dalam Surat Pernyataan Kesediaan Menerima Hibah.

� Pelaksanaan Hibah Aset Tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan hibah BMN sebagaimana

diatur dalam PMK 96/2007.

� Permohonan persetujuan hibah kepada Menteri Keuangan c.q. DJKN harus diajukan selambat-

Iambatnya 6 bulan setelah realisasi pengadaan barang.

� Pengguna barang melaporkan pelaksanaan Hibah kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola

Barang c.q DJKN , DJPU dan DJA dengan melampirkan BAST

� Dalam hal K/L tidak melaksanakan ketentuan, maka K/L tidak diperkenankan mengalokasikan

anggaran untuk pengadaan aset tetap dalam rangka Tugas Pembantuan untuk tahun berikutnya.

� Dalam hal SKPD tidak bersedia menerima BMN, maka BMN yang dimaksud tetap dicatat sebagai

aset tetap pada K/L.

2011

Page 104: Manajemen Aset Final 2013

3/6/2013

23

PENGELOLAAN BMN

EKS TUGAS PEMBANTUAN PASCA 2010

(248/PMK.07/2010)

� BMN berupa Persediaan diserahkan oleh Pengguna kepada Pemda c.q SKPD

pelaksana TP dengan BAST selambat-Iambatnya 6 bulan setelah realisasi pengadaan

barang.

� Berdasarkan BAST , SKPD penerima wajib menatausahakan dan melaporkan pada

neraca Pemerintahan Daerah.

� Pengguna barang melaporkan serah terima barang kepada Menteri Keuangan c.q

DJKN dengan melampirkan BAST.

� Dalam hal K/L tidak menyerahkan, maka BMN direklasifikasi menjadi aset tetap pada

K/L.

2011

©511

TERIMA KASIHTERIMA KASIH

Page 105: Manajemen Aset Final 2013

1

PENYUSUTAN DALAM APLIKASI SIMAK-BMN

1

DEFINISI PENYUSUTAN

• Penyusutan merupakanpenyesuaian nilai karenapengkonsumsian potensi manfaataset karena pemakaian dan/ataupengurangan nilai karenakeusangan (PSAP 07)

SAP

• Penyusutan merupakanmetode alokasi biaya selamaperiode penerimaan manfaatekonomis

SAK

2

Page 106: Manajemen Aset Final 2013

2

TUJUAN PENYUSUTAN

Mendapatkan nilai Aset Tetap secara memadai (carrying value) untukpengambilan keputusan;

Mengetahui potensi pemanfaatan BMN melalui perkiraan sisamanfaat;

Memberikan data pendukung untuk menganggarkan belanjapemeliharaan atau belanja modal;

Menggambarkan pengurangan nilai BMN karena pemanfaatan BMN.

3

RENCANA PENERAPAN

PENYUSUTAN RENCANA AKAN DITERAPKAN MULAI SEMESTER I 2013 (Menggunakan aplikasi SIMAK-BMN 2013)

PENYUSUTAN 2013 MENGGUNAKAN BASIS AKUNTANSI CTA (‘CASH TOWARD ACCRUAL’)

UNTUK MENCATAT NILAI PENYUSUTAN MENGGUNAKAN AKUN AKUMULASI PENYUSUTAN

4

Page 107: Manajemen Aset Final 2013

3

JENIS BMN YANG DISUSUTKAN

Peralatan dan Mesin;Kode :

3XXXXXXXXXX

Gedung & Bangunan;Kode :

4XXXXXXXXXX

Jalan, Irigasi, d&Jaringan;Kode :

5XXXXXXXXXX

Aset Tetap Lainnya(Khusus : ATR

Kecuali Tanah dalam Renovasi, dan Alat

Musik Modern);607XXXXXXX &

6020101002

Aset Lainnya(Kemitraan dengan

Pihak ketiga & BMN yang dihentikan)

Kode : 8030101001

Termasuk yg disusutkan :

• BMN yang sudah dihentikan dari penggunaan

• Kemitraan dengan Pihak Ketiga & BMN Idle

Tidak Termasuk yg disusutkan :

• BMN hilang yang sudah diusulkan ke Pengelola

• BMN rusak berat yang sudah diusulkan ke Pengelola

BMN yang disusutkan BMN Intrakomptabel & Ekstrakomptabel yg termasuk dalam :

5

Nilai Perolehan

Nilai wajar

Penambahan atau pengurangan kualitas dan/atau nilai Aset Tetap akan diperhitungkan dalam nilai yang dapat disusutkan.

NILAI BMN YANG DISUSUTKAN

6

Page 108: Manajemen Aset Final 2013

4

METODE PENYUSUTAN

Penyusutan Aset Tetap dilakukan dengan menggunakan metodeGaris Lurus dengan nilai residu = 0 (tanpa nilai residu)

Nilai Buku BMN merupakan akumulasi nilai BMN sampai dengan akan dilakukannya perhitunagan penyusutanMasa manfaat mengacu pada tabel masa manfaat (Tabel I dan II)

Nilai Penyusutan = (Sisa) Nilai Buku BMN(Sisa) Masa Manfaat

7

MASA MANFAAT BMN

Masa manfaat ekonomis BMN diseragamkan berdasarkan tabel masa manfaat per Kelompok Barang

Tabel masa manfaat 1 digunakan sebagai referensi masa manfaat ekonomis saldo BMN dan perolehan awal BMN sedangkan tabel masa manfaat 2 untuk pengembangan BMN yang berpotensi menambah masa manfaat

Tabel masa manfaat masa manfaat 2 digunakan untuk penambahan masa manfaat yang diakibatkan adanya pengembangan BMN yang berpotensi menambah masa manfaat.

8

Page 109: Manajemen Aset Final 2013

5

CONTOH TABEL MASA MANFAAT

KODE URAIAN UMUR

30201ALAT ANGKUTAN DARAT BERMOTOR 7 (14 Periode)

30502 ALAT RUMAH TANGGA 5 (10 Periode)

31001 KOMPUTER UNIT 4

31002 PERALATAN KOMPUTER 4

40101BANGUNAN GEDUNG TEMPAT KERJA 50

40102BANGUNAN GEDUNG TEMPAT TINGGAL 50

9

PENYUSUTAN DALAM SIMAK-BMN

Penyusutan Pertama Kali (Hanya dilakukan satu kali (Penerapannya menunggu informasi dari DJKN)

Penyusutan Reguler (Periodikal setiap semester)

Penyusutan berdasarkan Transaksi (Transaksional)

10

Page 110: Manajemen Aset Final 2013

6

PENYUSUTAN PERTAMA KALI

Hanya dilakukan satu kali (Penerapannya menunggu informasi dari DJKN)

Akumulasi Penyusutan=Nilai Buku BMNMasa Manfaat

Nilai Buku merupakan akumulasi nilai BMN per NUP s.d 31-12-2012Masa Manfaat = Menggunakan Tabel Masa Manfaat I (tabel I)

11

PENYUSUTAN REGULER (SEMESTERAN)

Hanya dilakukan satu kali (Penerapannya menunggu informasi dari DJKN)

Akumulasi Penyusutan=Sisa nilai Buku BMNSisa Masa Manfaat

Nilai Buku merupakan akumulasi nilai BMN per NUP sampai dengan 31-12-2012Masa Manfaat = Menggunakan Tabel Masa Manfaat I (tabel I)

12

Page 111: Manajemen Aset Final 2013

7

PENYUSUTAN TRANSAKSIONAL

Melekat pada saat dibukukannya transaksi BMN

Jenis Transaksi BMN yang terkait penyusutan : - Tanggal Perolehan beda periode (semester) dengan tanggal Buku (Ex : saldo awal, reklasifikasi masuk, transfer masuk dll)- Transaksi koreksi yang menyebabkan berubahnya nilai BMN (Ex: Transaksi koreksi perubahan nilai kuantitas)- Transaksi Reklasifikasi Antar Akun (Penghentian/ Penggunaan Kembali BMN)

13