mamak kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang...

248
i Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang yang berada di bawah pusaran persoalan sosial politik dan (juga) kemanusiaan yang berlang- sung di daerah ini. Ia (Mamak Kenut) berbicara dengan cara yang lugas, lang- sung, dan sering naif terhadap apa saja yang dirasa telah atau “akan’ merusak nilai-nilai . Ini adalah semacam refleksi khas masyarakat bawah, sebuah humor yang pahit, sebuah cara bertahan yang harus dipertahankan. (Iswadi Pratama, seniman) Mamak Kenut adalah jelmaan King of Rumpi yang gampang tergoda nafsu un- tuk mencereweti urusan politik, olahraga, dangdut, hingga korupsi lewat gaya slebor kampung Negarabatin. Sesungguhnya Mamak Kenut “dipintarkan” oleh kenyataan yang bodoh dan “dicerdaskan” oleh kondisi yang bebal. Mamak Kenut adalah miniatur manusia bangsa ini yang dihujani kenyataan abnormal, sehingga nalar kian berdaya, tetapi tak becus membereskan apa pun selain menggerutu. (Binhad Nurrohmat, penyair) Buku yang ada di tangan Anda sekarang adalah pencerminan realitas kehidupan demokrasi di negeri ini. Untuk mempersubur kualitas kehidupan demokrasi, karya semacam ini layak untuk dibaca semua oleh kalangan sebagai bagian dari pertanggungjawaban masyarakat atas problem yang dihadapi bangsa ini. (Syarief Makhya, pengamat politik Unila) Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam kurun waktu tiga tahun (2002-2004), setidaknya ia telah menulis 101 tulisan untuk kolom Nu- ansa Lampung Post. Rinciannya, 34 judul tahun 2002, 33 judul tahun 2003, dan 34 judul tahun 2004. Tulisannya, komprehensif dan teliti. Maka, saya dengan ini memberinya predikat ”kritikus yang cermat”. (KH. M. Arief Mahya, intelektual muslim) Apa yang ditawarkan Mamak Kenut adalah humor kiranya. Namun, di balik lelucon ini ada persoalan (baca: kebodohan) yang krusial, yang bisa membuat pembaca tertawa miris. Buku ini pantas dibaca orang yang berselera tinggi. (Imelda, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI)

Upload: others

Post on 04-Jun-2020

28 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

i

Udo Z. Karzi

Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang yang berada di bawah pusaran persoalan sosial politik dan (juga) kemanusiaan yang berlang-sung di daerah ini. Ia (Mamak Kenut) berbicara dengan cara yang lugas, lang-sung, dan sering naif terhadap apa saja yang dirasa telah atau “akan’ merusak nilai-nilai . Ini adalah semacam refleksi khas masyarakat bawah, sebuah humor yang pahit, sebuah cara bertahan yang harus dipertahankan.

(Iswadi Pratama, seniman)

Mamak Kenut adalah jelmaan King of Rumpi yang gampang tergoda nafsu un-tuk mencereweti urusan politik, olahraga, dangdut, hingga korupsi lewat gaya slebor kampung Negarabatin. Sesungguhnya Mamak Kenut “dipintarkan” oleh kenyataan yang bodoh dan “dicerdaskan” oleh kondisi yang bebal. Mamak Kenut adalah miniatur manusia bangsa ini yang dihujani kenyataan abnormal, sehingga nalar kian berdaya, tetapi tak becus membereskan apa pun selain menggerutu.

(Binhad Nurrohmat, penyair)

Buku yang ada di tangan Anda sekarang adalah pencerminan realitas kehidupan demokrasi di negeri ini. Untuk mempersubur kualitas kehidupan demokrasi, karya semacam ini layak untuk dibaca semua oleh kalangan sebagai bagian dari pertanggungjawaban masyarakat atas problem yang dihadapi bangsa ini.

(Syarief Makhya, pengamat politik Unila)

Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam kurun waktu tiga tahun (2002-2004), setidaknya ia telah menulis 101 tulisan untuk kolom Nu-ansa Lampung Post. Rinciannya, 34 judul tahun 2002, 33 judul tahun 2003, dan 34 judul tahun 2004. Tulisannya, komprehensif dan teliti. Maka, saya dengan ini memberinya predikat ”kritikus yang cermat”.

(KH. M. Arief Mahya, intelektual muslim)

Apa yang ditawarkan Mamak Kenut adalah humor kiranya. Namun, di balik lelucon ini ada persoalan (baca: kebodohan) yang krusial, yang bisa membuat pembaca tertawa miris. Buku ini pantas dibaca orang yang berselera tinggi.

(Imelda, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI)

Page 2: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

ii

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Page 3: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

iii

Udo Z. Karzi

Page 4: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

iv

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002tentang Hak Cipta

Lingkup Hak CiptaPasal 2:1. Hak cipta merupakan hak ekslusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau

memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana:Pasal 721. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 5: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

v

Udo Z. Karzi

Udo Z. Karzi

Page 6: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

vi

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Udo Z. Karzi

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Semua esai pernah dimuat kolom Nuansa Harian Lampung Post tahun 2002-2004. Tanggal di bawah tulisan merujuk pada tanggal pemuatan.

Editor: Ridwan HardiansyahDesain Sampul dan Tata letak: Tri Purna Jaya

Cetakan Pertama, Juni 201213,5 x 20,5 cm226 hal + xxii

Hak cipta dilindungi undang-undang.All right reserved

Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KDT)

ISBN: 978-602-18479-1-6

Penerbit:Indepth Publishing

Jl. Perintis Kemerdekaan No 87, Bandar [email protected]

081279604790

Page 7: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

vii

Udo Z. Karzi

sebuah warahanuntuk istriku Reni Permatasari

anakku Muhammad Aidil Affandy Liwadan Raihan Herza Muzakki Liwa

Page 8: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

viii

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Page 9: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

ix

Udo Z. Karzi

Seluruh pergulatan dan pergelutan dalam kehidupan bangsa kita dapat dipandang sebagai usaha untuk mencari bentuk demokrasi. Demokrasi seperti apa yang sesuai dengan sistem sosial dan sistem nilai kita. Ga-gasan yang bergulir sejak 1908 ditandai oleh kebebasan (liberte), persau-daraan (fraternite), dan persamaan (egalite), dalam pandangan Udo Z. Karzi melalui tulisan-tulisan yang diterakan dalam buku Mamak Kenut, Orang Lampung punya Celoteh seperti proses yang tak berkesudahan.

Hal ini terlihat dalam tulisan-tulisan dalam buku ini, ungkapan-nya dengan gaya satire. Satire memang cenderung rewel, bawel dan cerewet, kadang menggerutu, menghujat, tapi tak menggurui. Khas masyarakat kelas bawah, rakyat akar rumput, wong cilik. Beginilah satire khas Mamak Kenut yang terasa lekat: berkomentar tentang jeratan krisis multidimensi ia tidak tunjuk hidung, berseloroh soal degradasi menyeluruh kualitas hidup bangsa ia menepuk bahu kita semua, berkomentar tentang krisis politik yang memicu meluasnya konflik ia menyentil-nyentil saja, sampai bertanya apakah Tuhan sudah tidak mau lagi mendengar permohonan doa rakyat yang teraniaya, ia hanya mengingatkan, dan terus saja ingat-mengingatkan.

Apa yang dapat ditandai dari Orang Lampung Punya Celoteh da-lam Mamak Kenut ini?

***Mamak Kenut lahir dari fenomena kebingungan sosial. Kebi-

ngungan sosial yang meluas di setiap sektoral, merayap dan memasuki berbagai lapisan masyarakat, sejak dari pemimpinnya hingga rakyat yang dipimpin. Kebingungan sosial sebagai fenomena terjadi setiap saat,

Dari Penerbit

Page 10: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

x

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

terutama dalam bangsa yang menghadapi situasi dadakan dan tak per-nah terbayangkan terlebih dahulu, sehingga dipaksa pula untuk segera mencari jawabannya. Kebingungan sosial ini seringkali membuat daya kreativitas sebuah bangsa hilang dan seakan-akan tidak tahu lagi apa yang akan diperbuatnya. Dalam keadaan demikian yang muncul sikap pasrah atas nasib yang akan diterimanya. Akan tetapi dalam situasi ter-desak, kebingungan menyebabkan sikap panik, kalap, dan mengambil keputusan di luar pertimbangan akal sehat. Pada sisi lain, kebingungan dapat mendorong munculnya kreativitas yang tinggi, terutama dalam pengembangan daya intelektual seseorang, karena kebingungan telah memaksanya berpikir sekeras-kerasnya.

Selanjutnya, Mamak Kenut hadir dari kegelisahan sosial, sebuah kebingungan yang tak kunjung selesai akhirnya mengganggu ketena-ngan hidup dan melahirkan kegelisahan. Kegelisahan yang berkembang menjadi kegelisahan sosial yang semakin meluas, ketidakpastian ke-hidupan dalam berbagai aspek, baik politik, ekonomi, maupun hukum. Stabilitas sosial yang acap terganggu oleh konflik politik yang menyeret warganya terlibat dalam tindak kekerasan, sehingga kehidupan warga yang plural menjadi terusik dan rentan terhadap perpecahan.

Kegelisahan yang berkepanjangan dalam suatu kehidupan masyarakat, akan membuat masyarakat sakit, mengalami stres mental, depresi dan frustrasi, karena tertekan oleh perasaan gelisah yang destruk-tif. Stabilitas politik sebagai landasan bagi recovery ekonomi tergoncang oleh konflik elite politik yang berimbas pada konflik masyarakat bawah (grass root).

Terakhir, Mamak Kenut ada dari rasa frustasi sosial. Frustrasi so-sial yang telanjur ada dan menjadi realitas konkret sehari-hari. Akibat dari frustasi sosial semuanya macet, imbauan moral hanya lewat begitu saja, nyaris tak terdengar, dan kata-kata seorang pemimpin hanya di-anggap angin lalu, tidak dipatuhi lagi dan kehilangan kekuatan magis-nya. Sehingga, ajakannya tidak pernah digubris oleh rakyatnya, terbukti adanya berbagai konflik antarkelompok masyarakat, kelompok agama dan suku, sikap rakyat yang cenderung main hakim sendiri terus saja berlanjut, meski para pemimpinnya telah berulang-ulang menghimbau untuk menghentikannya.

Frustasi sosial telanjur ada dan telah menggerogoti daya spiritual masyarakat, dan masyarakat yang telah kehilangan daya spiritualitasnya akan segera mengalami kejatuhan total. Kejatuhan itu diawali oleh hila-

Page 11: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

xi

Udo Z. Karzi

ngnya rasa malu untuk melanggar moral, dan kemudian menghancur-kan solidaritas sosial, sehingga membuat hati seseorang tidak tergerak untuk menolong sesamanya yang sedang dilanda musibah.

Kehidupan rakyat yang runyam dan mencari rasa aman sendiri, kekuasaan yang telah membuat para pemimpin bebal dan hanya sensi-tif terhadap kepentingannya sendiri. Hal tersebut bukti bahwa kearifan tergusur oleh kebingungan, kegelisahan, dan frustrasi sosial. Kejerni-han pikiran terdesak oleh kegelisahan, solidaritas hancur oleh frustrasi sosial, akhirnya doa yang dipanjatkan pun tak lagi tulus.

Di tahap inilah Mamak Kenut berceloteh, Mamak Kenut mem-buka ruang dialog di masa perenungan, masa penjernihan.

Bandar Lampung, Juni 2012

Page 12: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

xii

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

101 Celoteh,Potret MasyarakatTradisi LisanDjadjat Sudradjat*

Kini segala informasi dan pengetahuan ada dalam genggaman. Den-gan sebuah gatget (benda elektronik nan mungil) seluruh isi dunia bisa dibuka dan dibaca. Lalu adakah barang cetakan (buku) masih punya tempat? Masihkah mereka yang biasa memajang buku di kantor, per-pustakaan pribadi di rumah, kini melakukannya? Masihkah toko buku dan perpustakaan publik dikunjungi para pecintanya?

Itulah yang selalu menjadi pertanyaan para pecinta buku (cetak) di seantero dunia. Tapi, Umberto Eco, sastrawan Italia, dalam This is Not the End of the Book (2011), “menjamin” era digital tak akan meng-akhiri dunia buku (cetak). Sebab, buku cetakan telah teruji berabad-abad, sedangkan buku elektronik (e-book) belum. Dan, nyatanya, per-pustakaan dan toko-toko buku di Indonesia masih dikunjungi pecinta buku. Bahkan, di Jerman, pameran buku terbesar di dunia, Frankfurt Book Fair masih rutin digelar.

Itu sebabnya saya selalu girang menyambut buku baru. Juga buku Mamak Kenut, Orang Lampung Punya Celoteh. Buku yang meru-pakan kumpulan tulisan Udo Z. Karzi yang dimuat di Lampung Post dalam kolom Nuansa. Udo, kelahiran Lampung Barat, adalah nama pena dari Zulkarnain Zubairi, wartawan Lampung Post yang juga pe-nyair, penerima Hadiah Sastra Rancage (2008) atas kumpulan puisi berbahasa Lampung, Mak Dawah Mak Dibingi. Seorang generasi kini yang berkehendak “menyelamatkan” yang lokal untuk bisa bersanding dengan yang mondial. Karena ia memang punya hak.

Nuansa di Lampung Post bukanlah kolom yang ditulis satu orang, melainkan beberapa wartawan secara bergiliran. Salah satu penulis,

Page 13: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

xiii

Udo Z. Karzi

Sudarmono, telah pula menerbitkan kumpulan tulisannya, Jujur, Saya Tidak Jujur! (2010). Sudarmono selalu memotret persoalan dari kaca-mata orang kecil.

Nuansa memang berisi beragam tema dan beragam gaya penu-lisan. Udo memilih sebuah pendekatan prosa yang hidup. Ada tokoh tetap: Mamak Kenut, Mat Puhit, Minan Tunja, dan Pithagiras. Tokoh-tokoh ini diberi identitas, Mamak Kenut sosok muda yang kadang konyol, tapi bisa dimintai masukan sekaligus solusi. Sesekali bisa jadi panutan. Karibnya bernama Mat Puhit. “Musuh bebuyutannya”, Mi-nan Tunja. Ia pemikir yang kritis. Sahabat kental Minan, Pithagiras, sosok yang ketika sekolah encer mengerjakan matematika. Namanya pun didekat-dekatkan dengan Pithagoras. Sesekali muncul tokoh Udien (wartawan), Radin Mak Iwoh (birokrat), dan Paman Takur (politisi-pengusaha kotor). Selebihnya banyak tokoh nyata yang kita kenal.

Para tokoh itulah yang punya peran menyampaikan “celoteh”. Tentu ada dialog, kadang monolog, dan senandika. Udo memang tidak memilih model kolom yang berat penuh refleksi, kontemplasi, dengan referensi buku-buku.Temanya diambil dari peristiwa-peristiwa aktual, kehidupan sehari-hari. Bahasa Udo ringan, mengalir, lincah. Meng-ingatkan kita pada kolom Mahbub Djunaedi yang segar. Udo memang mengagumi gaya kolumnis ini.

Di Indonesia kita mengenal banyak tulisan serial di media massa. Contoh terdekat adalah Bambang Eka Wijaya. Penulis kolom Buras yang terbit setiap hari di Lampung Post. Sebagian tulisannya juga te-lah dibukukan dengan judul yang sama, Buras, pada 2004. Buras juga mempunyai tokoh tetap: Umar dan Amir. Buras mengangkat isu aktual dan ditulis dengan pendekatan dialog. Tokoh di sini menjadi penyam-pai segala “amanat”. Di Indonesia, Buras mungkin satu-satunya kolom yang ditulis setiap hari yang bisa bertahan selama 15 tahun. Wajar jika penulisnya pernah mendapat Penghargaan Muri pada 2007.

Contoh lain Umar Kayam yang menulis di surat kabar Kedaula-tan Rakyat, Yogyakarta. Kumpulan tulisannya dibukukan dengan judul Mangan Ora Mangan Kumpul (1995). Tulisan Kayam juga punya tokoh tetap, Pak Ageng (majikan), Mr. Rigen, Ms. Nancsiyem, Benny Prakoso (sepasang batur dan anaknya), Pak Jojoboyo (penjual ayam goreng langganan Pak Ageng). Kayam menulis dengan gusto: penuh seloroh, santai, dan nakal. Bagi orang Jawa, atau mereka yang paham kehidupan masyarakat Jawa, kolom ini luar biasa “menghibur”.

Page 14: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

xiv

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Sastrawan Ahmad Tohari juga menulis kolom-serial di surat kabar Suara Merdeka, Semarang. Dengan pendekatan lokalitas subkul-tur Jawa-Banyumas, tempat sang penulisnya lahir, besar, dan meng-hayati kultur itu. Kolomnya dibukukan dengan judul Mas Mantri Gugat (1994). Kolom Tohari juga punya tokoh tetap: Mas Mantri.

Tradisi LisanMamak Kenut berisi 101 tulisan Udo yang bertarikh 2002-2004.

Tulisan ini diurutkan secara kronologis dari yang terbit pertama hingga yang terakhir. Dan, setiap kumpulan tulisan selama satu tahun di lembar terdepan ditandai angka 2002, 2003, dan 2004. Anggap saja pecantuman tahun ini sebagai pengganti “bab”.

Membaca satu per satu tulisan Udo segera tertangkap setidaknya dua hal. Pertama, ditulis sesuai isu aktual pada saat tulisan dibuat. Kedua, hampir seluruh tulisan menyoroti persoalan politik, kritik terh-adap kekuasaan atau negara. Ini wajar mengingat setelah reformasi karut marut politik yang berimbas pada jalannya pemerintahan dan lemahnya penegakkan hukum memang terus menjadi persoalan serius.

Dari sisi pendekatan penulisan, Udo memilih pendekatan jur-nalistik. Harus kita ketahui, jurnalistik adalah produk budaya massa. Dalam budaya massa, selain aktualitas dinomorsatukan, pertama ia juga memakai sistem bintang. Dalam sistem bintang, sebuah prosa “harus” memiliki tokoh utama, yang menjadi bintang. Dalam buku Udo, Ma-mak Kenut yang menjadi judul, itulah bintang-nya.

Kedua, sebagai produk budaya massa judul dijauhkan dari tafsir ganda. Judul harus mencerminkan isi. Disiplin ini harus terjaga. Dengan membaca judul saja pembaca akan langsung tahu apa isinya. Dan, Udo memelihara betul kedekatan judul dengan isinya. Agaknya Udo menemukan judul dahulu sebelum menulis (?) Sebagai seorang wartawan, disiplin seperti itu memang tidaklah sulit. Ia telah menjadi “makanan” setiap hari.

Dari sisi kebudayaan, terasa kental jejak tradisi lisan (orality tra-dition) dalam Mamak Kenut. Dialog yang ringan dengan bahasa sehari-hari jelas, kebiasaan celoteh yang memang hidup di bumi Sumatera khususnya dan Nusantara umumnya. Buras, omong segala urusan di kedai Siantar (Sumatera Utara), petatah-petitih di Sumatera Barat, ber-balas pantun di Riau, adalah cara berkomunikasi masyarakat di mana

Page 15: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

xv

Udo Z. Karzi

pun sebelum tradisi keberaksaraan (literacy tradition) berkembang.Tanpa membaca terlebih dahulu lembar persembahan “sebuah

warahan untuk istriku,” kita bisa langsung mengenali ini memang sebuah tradisi lisan yang memang hidup di bumi Lampung. Dengan me-makai nama tokoh lokal _apakah nama-nama itu kini masih dipakai?_ juga seringnya menggunakan ungkapan dan istilah Lampung, jelas Udo ingin mengangkat tradisi lisan Lampung yang pernah hidup dan berkembang itu ke dalam kehidupan masa kini. Warahan, cerita rakyat yang disampaikan secara lisan, adalah khazanah sastra lama Lampung, yang kini kian melindap. Setidaknya, Udo berupaya menyelamatkan spirit warahan dalam dunia modern, dalam buku.

Filolog asal Belanda Andries Teeuw dalam buku Kelisanan dan Keberaksaraan (1995) menemukan realitas di Indonesia antara kelisanan dan keberaksaraan bukanlah tahapan-tahapan yang ketat melainkan bisa “hidup” secara bersama dalam satu masa. Bahkan, empat tahap bisa berjalan sekaligus: tahap kelisanan murni (sebelum sistem aksara ditemukan), kebudayaan khirografik (tulisan tangan), tahap tipografik (buku cetakan), dan tahap teknoktronik (gabungan teknologi dan elektronik). Inilah yang kini disebut tahap kelisanan kedua (secondary orality), yakni manusia menulis kemudian dibaca dan diperdengarkan kepada khalayak.

Tak usah heran! Bukankah politik Indonesia yang gegap gempita, penuh pamer bicara di televisi, radio, dan dunia maya, sesungguhnya tengah kembali kepada tradisi lisan? Dalam dunia politik yang keruh yang diangkat dalam tradisi lisan, pengulangan, spontanitas, kehebo-han, tak bisa dihindari. Ia memang jadi gosip. Jadi celoteh. Udo, ses-ungguhnya hanya merekam kekhawatiran, kebingungan, kemarahan, dan perasaan tak berdaya masyarakat, yang dibincangkan dalam dunia kelisanan (bisa fakta, bisa gosip), ke dunia tulisan.

Simak tulisan pertama berjudul Politisasi Olahraga (20 Januari 2002). Di masa pemerintahan Megawati, yang dulu menjadi “musuh” Soeharto, ternyata warisan buruk Orde Baru masih lekat juga. Moto dan slogan warisan Orde Baru seperti “Tiada hari tanpa olahraga” _dan begitu banyak slogan lain_ bertebaran, tapi miskin aksi. Kenyataan para pejabat masuk organisasi olahraga juga belum berubah. Akibat-nya, dunia olahraga lebih banyak bikin slogan daripada kerja serius mengukir prestasi.

Page 16: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

xvi

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Karena jengkel menghadapi slogan ala pejabat, masyarakat me-ledek dengan mengembangkan slogan sendiri. “Minan Tunja yang hobi ngerumpi dengan teman-temannya kemudian memodifikasi moto itu menjadi ‘tiada hari tanpa gosip’. Iskandar yang jago kelahi mengubah-nya menjadi tiada hari tanpa berantam, atau Pinyut yang keranjingan jengkol pun memegang prinsip tiada hari tanpa jengkol,”. Modifikasi asal-asalan.

Empat tahun setelah Soeharto tumbang , reformasi memang telah memunculkan pesimisme. Reformasi sudah tak berarti. Partai politik sebagai basis rekrutmen kepemimpinan dilanda konflik tak berkesu-dahan, juga pembusukan. Seluruh institusi negara terkena imbasnya. “Mat Puhit sampai tak percaya kalau saat ini kita punya pemerintah. Pemerintah ada tetapi tidak memerintah,” (judul “Biasa Saja”).

Sesungguhnya, aneka persoalan yang dipotret oleh Udo dalam tulisan-tulisan berikutnya adalah problem “Pemerintah yang tidak me-merintah” itu. Pemerintah yang asyik dengan dirinya sendiri, tidak asyik pada rakyatnya. Inilah yang kita rasakan hingga sekarang ini, 14 tahun setelah. Pembusukan politik tak berkesudahan. Dan sang pemotret (Udo) kadang pesimis juga.

“Mamak Kenut kini hanya bisa protes dengan diam. Ia masih saja bingung untuk berkomentar tentang ulah anggota Dewan. Sementara peristiwa mengharu-biru negeri ini. Semua ini karena ulah anggota Dewan. Ia membaca bagaimana ulah legislator pusat dan daerah makin memuakkan.” Inilah ledakan sikap (judul “Api Lagi”).

Membaca judul-judul saja, seperti “Politisi Banjir”, “Machiavel-lian”, “Birokrat Sampah”, “Recall”, “Msyawarah-Mufakat”, “Orang Ber-sih”, “Rahasia Negara”, “Dendam Politik”, “Manajeman Maling”, “Orang Besar”, “Pembinaan Politik”, “Pusing”, “Dari Mana Datangnya Korupsi?”, “Buku Korupsi”, “Kampanye”, “Mosi Mosi E-Mosi”, “Politik Akomodasi”, “Colak-Calek Caleg”, “Pemiskinan Politik”, “Kecewa Berat”, “Orang-Orang Partai”, “Lawan”, dan “Aklamasi”, kita sudah bisa menebak isinya. Bahkan, judul yang tidak menjurus politik pun isinya tetap kritik poli-tik. Simak tulisan “Biasa Saja”.

“Reformasi telah berlalu. Teriakannya sudah mulai lirih: sayup-sayup dan hampir tak terdengar lagi. Partai politik yang semestinya menjadi agen utama dalam pembangunan politik (political development) justru menjadi biang kerok. Konflik internal partai yang tak berkesuda-

Page 17: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

xvii

Udo Z. Karzi

han mengimbas ke berbagai segi: ke institusi negara, ke para menteri, ke anggota DPR, ke daerah, ke rakyat biasa…. Bukan pembangunan yang terjadi, tetapi perusakan kalau bukan pembusukan.”

Simak juga “Bincang Hujan”. Ternyata judul yang “soft” pun isinya kritik tajam. Semua sibuk dan saling lempar tanggung jawab. “Pemerintah tak punya konsep menyeluruh mengatasi banjir. Penataan kota tidak berdasarkan master plan, melainkan keinginan pejabat. Ada juga perambah yang merusak hutan. Aparat yang mendekeng pencu-rian kayu. Penegakkan hukum lingkungan tidak jalan.”

Dan, Lampung tak lepas dari persoalan hukum yang tak tegak itu. Dalam “Kayak Garong” celoteh Udo tajam menusuk. “Di Negara-batin aja, dari sekian banyak kasus “penggarongan”, yang diurusi aparat hukum baru garong-garong kecil yang diusut. Sedang garong-garong besar masih belum jelas, kapan mau ditangkapin. Komitmen sih sudah bertebaran. Tapi, mudah-mudahan janji tinggal janji. Lalu, aparat hu-kum dan garong berbulan madu lagi. Janji, ya!”

Senjata

Celoteh, ceracau, ocehan, kicauan, bisa menghibur bisa me-musingkan kepala dan menyakitkan hati. Tapi, celoteh, percakapan ke sana ke mari, tak karuan, selalu punya tempat dalam kebudayaan mana pun, kecuali dalam pemerintahan otoriter yang bengis. Bukankah twit-ter kita isinya dunia serupa itu? Berkicau!

Kita beruntung otoritarian di negeri ini telah kita singkirkan. Kritik lewat celoteh tak dimaknai sebagai subversif seperti di masa Orde Baru. Tetapi, justru ketika kita boleh bicara apa saja, keadaan tidak berubah juga. Ini kerap membuat kita, kadang, kehabisan harapan.

Mamak Kenut, sesungguhnya “gangguan” yang tak pernah ber-henti. Betapa pun mampetnya harapan itu. Sebab, seorang penulis se-sungguhnya manusia yang tak pernah kehabisan “senjata” untuk setiap saat “menembak”. Juga Udo.

Way Halim, 11 Juni 2012

*Wakil Pemimpin Umum Lampung Post

Page 18: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

xviii

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Dari Penerbit ix101 Celoteh, Potret Masyarakat Tradisi Lisan

Djadjat Sudradjat xiiDaftar Isi xviiiMamak Kenut di Rembang Petang

Sajak Y. Wibowo 1Prolog 3

20021. Politisi Olahraga 62. Biasa Saja 93. Politisi Banjir 114. Machiavellian 135. Birokrat Sampah 156. A2DC 177. Recall 198. Bablas 219. Api Lagi 2310. Nora (pakai K) 2511. Musyawarah Mufakat 2712. Iqra 2913. Orang Bersih 32

Daftar Isi

Page 19: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

xix

Udo Z. Karzi

14. Primordial 3415. Apa Bedanya 3616. Kapasitas 3817. Rahasia Negara 4018. Dendam Politik 4219. Sumpah Pocong 4420. ”Status Quo” 4621. Tanggung Jawab 4822. Regenerasi 5023. Sementara Itu 5224. Langsung Saja 5425. Satu Miliar 5626. Memang Pintar 5827. Lucu Deh! 6028. Manajemen Maling 6229. Cadang Hati 6430. Semangat 6631. Kereta Api, Nyut... Nyut... Nyut... 6832. Restumu Kunanti 7033. Orang Besar 7234. Self Sensor 74

200335. Bangsa Ini Luar Biasa 7836. Pahlawan 8137. Pembinaan Politik 8338. Pusing! 8639. Dari Mana Datangnya Korupsi 8840. Buku Korupsi 9141. Nurani? 9342. Dalam Perang dan Damai 9543. WFC 98

Page 20: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

xx

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

44. Kampanye 10045. Status Quo 10246. Warga Biasa Saja 10447. Feodalisme Dangdut 10648. Mosi Mosi E-mosi 10849. Kemerdekaan 11050. Siapa Saja 11351. Sudah (Bukan) Tradisi 11552. Kredo(k) 11853. Ya Dana Ya Dana Dana 12054. Politik Akomodasi 12255. Partisipasi 12456. Agent of Chengeng 12657. Dokter Spesialis 12858. Ji’i 13059. Temon Do 13260. Substansi 13461. Perbatasan 13662. Tanpa Senyum 13863. Locusta Migratoria 14064. Main Pukul 14265. Luka Ini 14466. Colak-Colek Caleg 14667. Dalam Rangka 148

200468. Jangan Caibucai-lah 15269. Bincang Hujan 15470. Iya Geh! 15671. Gara-Gara Berita 15872. Mak Dawah Mak Dibingi 16073. Pemiskinan Politik 162

Page 21: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

xxi

Udo Z. Karzi

74. Kacau Pembukuan 16475. Kecuali... 16676. Mikrofon 16877. Kepada Kawan 17078. Uang Mundur 17279. Ah, Teori 17480. Gua Gegol Nanti 17681. Makan Siang 17882. Kecewa Berat 18083. Jujur Sajalah 18284. Jengkel Aja 18485. Siger 18686. Monumen 18887. Saatnya Berubah 19088. Jaga Image... 19289. Kartu Kuning 19490. Orang-Orang Partai 19691. Besok Puasa 19892. Pada yang Keseribu 20093. Anak Kecil Juga Tahu 20294. Kok Bisa 20495. Lawan! 20796. Tujah 20997. Segalanya Lebar 21198. Agitasi 21499. Kayak Garong 217100. Kol 219101. Aklamasi 221

Kosakata Lampung 223Tentang Penulis 226

Page 22: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

xxii

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Page 23: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

1

Udo Z. Karzi

Sajak Y. Wibowo

Mamak Kenut di Rembang Petang

Mamak Kenut menuturkan seseorang(dua atau tiga orang) atau peristiwa-peristiwayang menghadang –si pencari pintu pulang hari-harinya resah; hidup mengaji diri mengaji yang absurd dan kenyataan

Tapi tetap saja ia gundahmenengadah pada langit di rembang petangia susun rencana-malam-malam mimpi tercipta ; buah pergulatan dan laku-kerja Sesekali sewujud petaka

Mamak Kenut meramu saripati kehidupan seseorang(dua atau tiga orang) atau tentang lain kemungkinansehingga ia putuskan; menjelma kanak-kanak pada duniadengan rasa sepenuh riang

Tapi masih saja ia resahmenghablur di puncak-puncak ketinggianmenyisa perih kenyataanlalu ia lipat sejarah-masa lalu adalah kenangan

dalam catatan

Page 24: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

2

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Page 25: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

3

Udo Z. Karzi

mamak kenut alali kelumbaisetahun mawat ngudutmani mak dikeni bebai

mamak kenutpakai cincin kerangsetahun tidak merokokkarena dilarang perempuan

Negarabatin.Sama sekali tak bermaksud melecehkan perempuan. Sama sekali

tidak bias gender. Tidak pula hendak membuat wanita besar kepala. Mamak Kenut hanya sketsa kaum muda terdidik yang bingung hendak melakukan apa. Sebagai generasi pewaris utang luar negeri yang beji-bun, Mamak Kenut dkk. cuma bisa berteriak-teriak kalut.

“Mau jadi apa kami nantinya? Mengapa orang-orang tua tidak sadar-sadar juga? Mengapa korupsi, kolusi, dan nepotisme tetap subur? Mengapa jiwa feodalisme, paternalisme, antikritik, anti perubahan tak juga pergi dari kaum birokrat, legislator, dan petinggi-petinggi negeri?” sekadar bertanya.

Sajak tradisi tadi cukup pas untuk menggambarkan situasi ke-bangsaan, kenegaraan, dan kemasyarakatan ketika negeri ini _masih saja_ dilanda resesi: krisis multidimensi berkepanjangan. Boleh jadi puisi ini menjadi lagu wajib lagu wajib anak-anak Negarabatin. Siapa tak kenal Mamak Kenut. Mamak Kenut adalah sesosok pemuda yang

Prolog

Page 26: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

4

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

kadang konyol, tetapi sesekali dapat saja menjadi panutan, yang dapat dimintai pandangan, masukan, dan sekaligus solusi.

Segala lapisan masyarakat, mulai dari rakyat jelata semacam gembel, peminta-minta, dan maling, penganggguran, pengasong, peda-gang kaki, pemilik toko hingga tokoh dan pejabat Negarabatin _saya berharap_ mengenal dan paham siapa Mamak Kenut.

Mamak Kenut bukan satu-satunya tokoh. Masih ada tokoh lain seperti Mat Puhit, karib Mamak Kenut, yang kalau makan suka poles-poles _sehingga diberi nama Mat Puhit.

Ada pula Minan Tunja, yang menjadi “musuh bebuyutan” Ma-mak Kenut. Mereka ini boleh dibilang sebuah kelompok pemikir (intel-lectuals genk) atau lebih tepatnya, kelompok orang yang berpikir, yang berusaha bersikap kritis dan analitis terhadap berbagai fenomena sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang terjadi di sekeliling mereka.

Pithagiras, sahabat kental Minan Tunja, yang karena cukup encer mengerjakan soal-soal Matematika dan eksak sewaktu sekolah dulu, dikasih nama begitu sebagai plesetan dari nama filsuf Pithagoras.

Lalu, kadang-kadang nongol pula Udien, wartawan “genit” yang sudah MBA (makin botak aja). Karena kenyinyirannya, hal-hal kecil yang tak perlu dikomentari, ia kritik. Sasaran kerewelannya, sering Mi-nan Tunja dan Pithagiras. “Dasar, wartawan geblek mata keranjang.”

Dalam posisi yang berseberangan, ada Radin Mak Iwoh, birokrat alias pegawai kantoran yang tak pedulian, konservatif, cenderung mem-pertahankan status quo, anti perubahan, dan cari aman sendiri.

Dari jajaran elite politik, Paman Takur adalah ketua partai me-rangkap pengusaha yang dalam berbagai usahanya acap melakukan hal-hal di luar batas-batas kepantasan, etika, dan moral.

Selebihnya, nama-nama yang muncul adalah tokoh negeri ini (bukan fiktif) yang sering menghiasi pemberitaan media massa atau orang biasa yang melintas dalam kehidupan senyatanya.

Page 27: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

5

Udo Z. Karzi

2002

Page 28: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

6

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Mamak Kenut hanya mau jadi orang awam saja yang ingin memandang dunia olahraga di Negarabatin dari pandangan biasa-biasa saja. Pelan-pelan ia mulai mengeja kata-kata:

olahraga, atlet, pelatih, stadion, lapangan sepakbola, PSBL, fasilitas, ang-garan, pengurus, pemerintah, dan penonton. Ia lalu mengingat slogan Memasyarakatkan Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat sudah sejak zaman waw.

Sudah sedemikian lama moto itu mendengung dan secara terus-menerus pemerintah menyosialisasikannya lewat kampanye, media massa, dan berbagai bentuk pencanangan olahraga. Hasilnya? Motonya memang dikenal luas, sampai-sampai pakar bahasa Indonesia merasa kelimpungan karena menurut mereka istilah “memasyarakatkan olah-raga dan mengolahragakan masyarakat” salah kaprah alias menyalahi kaidah tata bahasa Indonesia.

“Kalimat tersebut tidak mangkus dan sangkil,” kata Mat Puhit yang memang kritis terhadap persoalan kebahasaan. Tapi peduli amat. Masyarakat Orde Baru memang keranjingan dengan bahasa-bahasa sloganistik. Katanya sih biar orang rajin berolahraga, sehingga olahraga benar-benar memasyarakat. Tidak cukup itu. Slogan pun bertambah dengan “Tiada hari tanpa olahraga”.

Minan Tunja yang hobi ngerumpi dengan teman-temannya kemu-dian memodifikasi moto ini menjadi “tiada hari tanpa gosip”, Minan Tunja yang suka kasidah punya moto tiada hari tanpa dangdut, Iskandar si jago kelahi mengubahnya menjadi tiada hari tanpa berantam, atau Pinyut yang keranjingan jengkol pun memegang prinsip tiada hari tanpa jengkol.

Politisi Olahraga1

Page 29: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

7

Udo Z. Karzi

Kacau, pikir Mamak Kenut. Bagaimana mungkin olahraga bisa maju kalau kerjaan pemerintah hanya bikin-bikin slogan. Pembinaan olahraga, katanya. Nyatanya cuma dijadikan proyek oleh pejabat-pejabat untuk menambah-nambah nilai anggaran pemerintah untuk olahraga. Penambahan APBD untuk meningkatkan prestasi olahraga, meningkatkan kesejahteraan atlet, pengadaan fasilitas olahraga, dan untuk menyelenggarakan even-even olahraga.

Buktinya? Mamak Kenut hanya geleng-geleng kepala. Ia hanya melihat kegagalan demi kegagalan para atlet, ofisial, manajer, dan pe-merintah daerah ini dalam membangun olahraga. Lihat KONI, lihat PSBL, lihat atlet sepakbola, lihat berbagai fasilitas yang dianggarkan lewat APBD. Ia bukan sinis jika mengatakan, hasilnya nol besar.

Olahraga memang sebuah permainan. Para atlet harus bermain sportif, fair play. Maka, secara sportif wajar jika atlet-atlet mengaku ka-lah dan menganggap atlet lain lebih unggul. Kalah-menang biasa dalam pertandingan. Buat apa panas hati mendapati lawan yang lebih unggul. Cukup katakan, “Kita harus lebih giat berlatih. Kekalahan adalah keme-nangan yang tertunda.”

Kita bisa mengenang bahwa sepakbola Negarabatin pernah jaya pada masa kegemilangan Andi Lala yang bergabung dalam Jaka Utama. Sekarang pun kita patut bangga memiliki Padepokan Gajah di Pring-sewu yang banyak melahirkan atlet-atlet angkat besi dan angkat berat. Lalu, lihat pula pejabat-pejabat pemerintah dan partai politik menjadi ketua dan manajer perkumpulan atau organisasi olahraga.

Tak ada yang salah pada komitmen pemerintah, atlet, manajer, pengurus organisasi olahraga, dan bahkan penonton untuk memajukan olahraga di daerah ini. Banyak pihak (meski tak mengerti manajemen olahraga) berlomba-lomba menyodorkan diri untuk ikut aktif dalam mengelola pengembangan berbagai cabang olahraga. Bukti cukup sig-nifikan untuk mengatakan olahraga Lampung maju pesat. “Kita nomor satu di luar Jawa,” kata Radin Mak Iwoh.

Ya, kita memang perlu bangga. Masalahnya, kalau dibandingkan dengan banyaknya pejabat yang ikut mengurusi olahraga, banyaknya anggaran yang disediakan untuk olahraga, banyaknya fasilitas yang diberikan untuk olahraga, serta banyaknya program, proyek, dan kegia-tan olahraga; apakah “prestasi” olahraga daerah ini sudah memadai?

Page 30: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

8

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Tapi sebaiknya jangan dulu bicara prestasi. Sebab, prestasi akan lahir jika kondisi yang menujang terciptanya prestasi itu memang telah tersedia. Mamak Kenut _sebagai orang awam_ hanya ingin bertanya-tanya. Seberapa penting pejabat menjadi ketua organisasi olahraga? Benarkah anggaran besar untuk olahraga dapat meningkatkan prestasi? Bagaimana manajemen olahraga daerah ini? Sudahkah nasib para atlet terpikirkan?

Pertanyaan paling akhir dikemukakan Mat Puhit, “Olahraga itu untuk siapa sih?” Kalau cuma untuk dibuat proyek, olahraga kita tak bakal maju-maju. Kasihan para atlet. Seperti bahasa, seni, dan budaya yang sering dipolitisasi untuk kepentingan tertentu, jangan-jangan ter-jadi pula politisasi olahraga.

Dan, Mamak Kenut pun terpaksa turun tangan menjadi politisi dadakan.

20 Januari 2002

Page 31: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

9

Udo Z. Karzi

TAK perlu terkejut mendengar Amien Rais berteriak, “Proses pem-busukan di negara kita berasal dari tiga institusi: kementerian BUMN, BPPN, dan kantor Menko Perekonomian.” Biasa saja.

Kebetulan saja yang berbicara Ketua MPR sekaligus ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN). Sama saja ketika Megawati Soekarnoputri, presiden sekaligus ketua umum PDI Perjuangan, mengeluh mewarisi keranjang sampah. Biasa saja.

Tak ada yang istimewa, seperti ketika Akbar Tandjung _ketua DPR dan ketua umum Partai Golkar_ menyatakan siap menghadapi segala kemungkinan terkait statusnya sebagai tersangka kasus penya-lahgunaan dana nonbujeter Bulog. Biasa saja.

Begitu juga, bukan hal yang luar biasa jika Syahrir mengatakan pembusukan terjadi di semua lini institusi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Biasa saja. Sama juga dengan Priyo Budi Santoso, legislator dari Partai Golkar yang justru menuding Syahrir. Biasa saja.

Tak perlu kaget mendengar tak satu pun institusi politik di negara kita ini yang sehat. Kebanyakan politisi kita sakit-sakitan. Birokrasi di segala bidang terkena parkinson. Biasa saja.

Mamak Kenut tak melihat pemerintah melakukan apa pun untuk memperbaiki keadaan. Tak satu pun kebijakan mampu menyehatkan perekonomian negeri yang sedang akut. Dan, tak ada gebrakan yang dapat mengubah situasi negeri ke arah lebih baik. Biasa saja.

Kalau begitu, “Apa yang luar biasa?” tanya Mat Puhit tak sabar.“Biasa saja,” tukas Mamak Kenut santai. (Awas, jangan sampai

Biasa Saja2

Page 32: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

10

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Mamak Kenut lupa: kelewat santai bisa dituduh korupsi. Santaigate!) Maka, apa boleh buat, kita mesti memeras otak buat memikir-

kan dan menggagas perubahan di negeri ini. Rame-rame kita gugat saja para pejabat, para birokrat, para politikus, dan para legislator. Kita kasih mosi saja ketua MPR, ketua DPR, presiden-wakil presiden, gubernur, wali kota, bupati, ketua DPRD: Amien, Akbar, Mega, Hamzah, Syahrir, Oemarsono, Atidah, Abbas, Ansori ...

Siapa pun agaknya tak bisa dipercaya lagi. Mereka-mereka inilah yang membuat pembusukan politik (political decay).

Reformasi telah berlalu. Teriakannya sudah mulai lirih: sayup-sayup dan hampir tak terdengar lagi. Partai politik yang seharusnya menjadi agen utama dalam pembangunan politik (political develop-ment) justru menjadi biang kerok. Konflik internal partai yang tak berkesudahan mengimbas ke berbagai segi: ke institusi negara, ke para menteri, ke anggota DPR, ke daerah, ke rakyat biasa. Perbaikan yang digagas jauh dari harapan. Bukan pembangunan yang terjadi, tetapi perusakan kalau bukan pembusukan.

Pada saat yang sama, kredibilitas dan legitimasi pemerintahan Megawati mulai dipertanyakan. Masihkah Megawati dapat diandalkan? Benarkah pemerintahan keranjang sampah ini berjalan efektif?

Mat Puhit sampai tak percaya kalau saat ini kita punya pemerintah. Pemerintah ada, tetapi tidak memerintah. Masing-masing hanya sibuk dengan urusan sendiri-sendiri. Rangkap jabatan? Nggak masalah! Me-merintah itu bisa disambi ngurus partai. Itulah hebatnya orang Indone-sia. Makanya, jangan anggap enteng kemampuan pemimpin-pemimpin kita: “Jabatan di partai tidak mengganggu tugas-tugas kenegaraan. Dan, tidak sepotong aturan pun yang melarang perangkapan jabatan.”

Kita memang tak pernah serius berupaya membangun negeri ini. Kita hanya sibuk memikirkan sesuatu yang lebih riil. Praktis-praktis saja. Jadi, political decay seperti juga pembusukan ekonomi, pembusukan sosial, pembusukan budaya, dan pembusukan apa pun adalah suatu kewajaran. Biasa saja.

4 Februari 2002

Page 33: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

11

Udo Z. Karzi

Kali ini, Mat Puhit yang panas melihat Mamak Kenut, karibnya, memproklamasikan diri menjadi politisi olahraga. Ini tidak bisa dibiarkan. Olahraga bisa kacau kalau diurus orang poli-

tik. Sama kacaunya jika politisi campur tangan dalam masalah hukum, sosial, dan ekonomi. Tapi, apa mau dikata. Tak ada urusan yang tak bersentuhan dengan politik.

Maka, Mat Puhit heran melihat sedemikian ngotot-nya Ketua Partai Golkar Akbar Tandjung mempertahankan pendiriannya tidak mau mundur selangkah pun dari kursi ketua DPR. “Akbar itu sekarang ketua DPR yang tersangka (Buloggate II). Bukan lagi Dewan yang ter-hormat. Akbar sudah mencemari institusi negara ini dengan ulahnya,” ujar Minan Tunja.

Keheranan Mat Puhit makin bertambah karena Akbar yang nyata-nyata sudah dinyatakan tersangka tidak dicekal bepergian ke luar negeri. Rencananya, Akbar akan naik haji, sehingga Ketua Dewan (tersangka) nanti bergelar Bung Haji Akbar Tandjung. Haji politik, kata Arbi Sanit. Tapi orang Golkar tak kan rela ketuanya dilecehkan.

Manusia Indonesia kini memang telah menjelma menjadi politisi semua. Tak ada urusan yang tak berkaitan dengan politik. Tak ada segi yang tidak bersentuhan dengan politik. Tak ada bidang yang tak bau politik. Tak masalah yang tak beroroma politik. Tak ada niat baik. Yang ada hanya rekayasa, manipulasi, dan nafsu berkuasa.

Jangan percaya dengan kebaikan orang. Bantuan kemanusiaan untuk rakyat yang menderita karena bencana banjir, longsor, kemarau, dan krisis yang berkepanjangan tidak pernah ada kalau tak ada “kepen-

Politisi Banjir3

Page 34: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

12

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

tingan” para politikus. Lihat saja banjir di Jakarta dan di daerah-daerah. Siapa yang membantu?

Jawabnya jelas: partai politik yang membuat posko-posko banjir sembari mengibarkan bendera partai, berkampanye, dan menuding-nuding pemerintah atau pihak lain yang dapat dijadikan kambing hitam sebagai penyebab banjir. “Kasihan Deasy yang gagal telah shooting gara-gara terhalang banjir,” kata Udien.

Isu politik, sosial, ekonomi, dan kesehatan yang membuntuti banjir di Jakarta dan daerah-daerah justru memperparah kehidupan rakyat yang terpuruk akibat belum pulihnya pertumbuhan ekonomi. Para politisi berbagai parpol di dalam atau di luar DPR menyoroti ki-nerja pemerintah yang tidak becus mengatasi dan mengantisipasi banjir yang setiap tahun menggenangi beberapa bagian Jakarta.

Ketika banjir besar datang dan hampir menggenangi seluruh Ibu Kota, semua pihak terkejut. Itu saja. Ketua MPR Amien Rais sampai meminta pemerintah menyatakan banjir yang melanda banyak daerah yang menimbulkan banyak korban jiwa dan harta benda itu sebagai bencana nasional. Tetapi entah mengapa hingga sekarang pemerintah tidak bereaksi atas imbauan Ketua MPR.

Dalam kondisi seperti ini, politisi dan partai politik condong memanfaatkan kesempatan dalam kesempatan untuk kepentingan diri sendiri. Politisasi banjir tak terhindari. Jika Mamak Kenut menjadi poli-tikus olahraga, Mat Puhit tak mau kalah, ingin menjadi politikus banjir. Ia pun berencana mendirikan Partai Banjir. Misinya jelas, membantu (kalau bukan memanfaatkan) rakyat yang sengsara akibat banjir.

Tapi Mamak Kenut tidak setuju. “Kalau ada partai banjir, rakyat bisa berantam. Semua berebut masuk partai. Akibatnya konflik makin melebar,” ujarnya. Tinggallah Mat Puhit yang uring-uringan.

12 Februari 2002

Page 35: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

13

Udo Z. Karzi

Mamak Kenut diminta membicarakan cinta. Maka, terpaksa ia mengoceh di gedung Dewan. Reaksinya, luar biasa keras. Ia segera sadar dengan siapa ia tengah berhadapan: para poli-

tikus ulung yang sudah lama malang-melintang di jagat perpolitikan negeri ini. Untuk menjustifikasi pandangannya, ia kutip Eric Fromm dan Nietszche. Tapi alih-alih didengar, ia malah mendapat makian.

Ah, ia ternyata bukan pembicara yang menarik, yang dapat meyakinkan lawan bicaranya. Anggota Dewan sudah terlalu lihai ber-silat lidah. Apa itu yang disebut demokrasi, kedaulatan rakyat, aspirasi, partisipasi, tekanan, dan legitimasi. Itu hanya ada dalam kamus politik. Realitas politik tak butuh itu semua. Renstra, APBD, DAU, PAD, dana mobilitas, dan bantuan untuk partai politik adalah kebutuhan riil aktor politik.

Ketika Mamak Kenut mencoba menjelaskan berbagai fenomena dari kemaruknya eksekutif dan legislatif, ia kembali mendapat makian. Machiavellian! Sebuah istilah yang paling sering digunakan untuk seorang pembicara atau penulis politik yang berani mengetengahkan pandangan-pandangan yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah ke-susilaan. Machiavelian sering digunakan untuk mengutuk suatu kebi-jakan atau suatu tindakan politik yang tak bermoral demi mencapai tujuan-tujuan tertentu bagi kepentingan diri sendiri.

Machiavellianisme adalah suatu gerakan politik yang menerap-kan ajaran-ajaran Nicollo Machiavelli dengan nada-nada sumbang ber-dasarkan interpretasi _yang mungkin_ tak dapat disetujui Machiavelli sendiri. Kasihan Machiavelli. Sebab, Machiavelli tak lebih dari filsuf

Machiavellian4

Page 36: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

14

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

yang begitu mencintai negerinya; yang bersedia melakukan apa pun demi kejayaan negerinya _Florence. Tak lebih.

Banyak yang salah sangka dengan Machiavelli ketika membaca bukunya: Il Princip, Sang Penguasa. Bagi Mamak Kenut, Il Prinsip ada-lah kamus cinta. Begitulah cara mengungkapkan kecintaan pada negara. Namun, para legislator, pejabat korup, politikus karbitan, dan pemimpin belagu salah besar jika menuruti maunya sendiri dalam menjalankan roda pemerintahan. Mereka bukan pengikut Machiavelli. Sama sekali tak ada cinta di hati mereka: kepada rakyat, kepada negara, kepada siapa pun. Mereka hanya berpikir untuk dirinya sendiri: kepentingan, kekua-saan, kekayaan, dan kesenangan diri sendiri.

Sejak awal, ketika ajaran politiknya disebarluaskan, Machiavelli bukan hanya dipuja, tetapi juga dikutuk. Barangkali tak seorang filsuf pun yang seperti Machiavelli: dikutuk selaku bajingan tak bermoral, tetapi juga dipuja sebagai realis tulen yang berani memaparkan keadaan dunia dan fakta apa adanya.

Gagasannya yang menggemparkan adalah tatkala ia mengan-jurkan penguasa berbuat apa saja, termasuk kejahatan demi kebaikan negara. “Penguasa tak perlu risau melakukan segala perbuatan jahat, yang tanpa itu akan sukar menyelamatkan negara,” katanya. Demi ke-pentingan negara _seperti filsuf-raja Plato_ sang penguasa Machiavelli boleh bertindak di luar hukum. Karena hukum dibuat manusia atas desakan kebutuhan, hukum itu tidak mutlak.

Mamak Kenut melihat berbagai tindak kekerasan, pementingan diri, penipuan, kelicikan, hipokrisi, kekejaman, kejahatan menjadi ke-nyataan yang paling sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tapi, Mamak Kenut tak yakin itu semua refleksi dari orang-orang yang sudah membaca ajaran Machiavelli. Sebab, Machiavelli _sekali lagi_ cuma mengajarkan sebuah cinta.

15 Februari 2002

Page 37: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

15

Udo Z. Karzi

Pejabat atau pegawai negeri sipil (PNS) bukan lagi profesi yang membanggakan. Mereka tak lebih dari sekadar sampah. Radin Mak Iwoh, yang pegawai di kelurahan, panas mendengar itu. Tapi,

apa mau dikata. Mamak Kenut, bujang tua yang kritis pun turut mem-perkuat argumen dengan menyajikan fakta-fakta bagaimana birokrasi pemerintahan Indonesia tak pernah menjadi efektif dan efisien. Tujuan menjadi pelayan masyarakat tak pernah terealisasi sampai hari ini.

Presiden Republik Indonesia yang mulia Megawati Soekar-noputri sendiri _yang notabene kepala pemerintahan Indonesia_ yang mengatakan pemerintahannya mewarisi keranjang sampah dari rezim sebelumnya: menjadi “sampah” sejak Soekarno, Soeharto, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid hingga Megawati memerintah saat ini. Birokrasi sejak lama telah berfungsi sebagai alat kepentingan golongan yang berkuasa.

Megawati yang keibuan, yang lebih sering memilih diam _karena diam itu emas_ dalam berbagai kesempatan, kini berbicara, “Saya me-warisi keranjang sampah dari pemimpin-pemimpin sebelumnya.” En-tahlah, mengapa ibu presiden yang mewarisi kharisma Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno cuma dapat berkeluh-kesah.

Dan memang, Mamak Kenut, Mat Puhit, Minan Tunja, atau siapa pun tahu betapa sulitnya berurusan dengan birokrat semacam Radin Mak Iwoh. Sulit, mulai dari tingkatan terbawah sekelas ketua RT, pe-gawai keluruhan/desa, kecamatan hingga departemen dan sekretariat negara. Jangankan meminta izin demonstrasi, mengurus KTP, SIM, STNK, dan surat-surat yang sepele tapi penting bagi rakyat kecil saja

Birokrasi Sampah5

Page 38: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

16

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

sulitnya setengah mati. Orang sejenis Radin Mak Iwoh memang ber-prinsip, kalau bisa seminggu, kenapa mesti diselesaikan sejam. Dengan catatan, ...asal bisa memberi “uang administrasi” yang lebih.

Ya, begitulah para birokrat tak lebih dari “sampah” yang sama sekali tak berguna, kecuali jika didaur ulang atau dipungut para pemu-lung lalu dijual dengan harga murah. Ulah para birokrat yang membuat harga mereka begitu murah. Lebih murah dari sampah. Kekotoran, ke-kumuhan, dan kedekilan kelakuan merekalah yang membuat birokrasi di semua lini begitu tak berarti. Birokrasi yang seharusnya mempermu-dah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pelayanan publik terasa ruwet, bertele-tele, dan penuh manipulasi.

Birokrasi pemerintah, birokrasi polisi, birokrasi kejaksaan, birokrasi pengadilan, birokrasi kampus, birokrasi bencana alam, birokrasi.... Dus, semua jenis birokrasi tak ada yang membuat nyaman rakyat. “Pegawai itu digaji untuk melayani kita. Ia digaji untuk peker-jaan itu. Sarana prasarana termasuk kertas dan formulir sudah tersedia dengan anggaran negara. Tapi, kita masih saja diminta ini-itu oleh me-reka,” protes Mat Puhit.

Lain lagi pengalaman Minan Tunja. Ia benar-benar ogah kalau mesti berurusan dengan segala sesuatu bernama birokrasi. Baginya, menunggu para pelayan publik mau bekerja tanpa pamrih, sehingga tak perlu bersusah-susah kalau hendak meminta sesuatu dari mereka, adalah hal yang sia-sia.

Semua ini pengalaman yang mengakar dalam diri Minan Tunja: birokrat telah terbiasa bekerja dengan imbalan, atau lebih tepatnya, sogokan kalau bukan korupsi. Perilaku korup telah membudaya. Tak salah jika Megawati sebagaimana Mamak Kenut memaki: “birokrat sampah!”

19 Februari 2002

Page 39: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

17

Udo Z. Karzi

Ada Apa dengan Cinta?” Lihatlah, anak muda, remaja, dewasa, tak kecuali nenek-nenek pun berduyun-duyun hendak menyaksikan-nya. Demam, kalau bukan justru kerinduan. Fenomenal! “Ada Apa dengan Cinta? (A2DC)” hanyalah sebuah film, sebuah

dongeng, sebuah kisah, sebuah... apalah. Dalam sekejap, ia telah menye-dot perhatian, menarik simpati, mengundang decak, dan melahirkan komentar. Namun ketika Mamak Kenut ditanya soal ini, ia hanya ber-gumam tanpa jelas apa yang sebenarnya yang ingin ia katakan.

Ia diminta mengkritik. Tapi bagaimana mau menilai kalau menonton saja tidak. Ia cukup berkata, “Bagus!” tanpa tahu di mana letak kebagusannya. Ia hanya mendengar dari Udien, wartawan hiburan yang bercerita berapi-api tentang “A2DC”. “Gila,” katanya. Entah, seberapa gilanya.

Ada apa dengan cinta? Saksikan, bagaimana laki-laki dan perem-puan, tak terkecuali wadam ikut mendiskusikannya. Haus, jika bukan kelaparan. Spektakuler.

Mat Puhit hanya uring-uringan. Sebab, ia sama sekali tak me-nemukan cinta di wajah manusia-manusia, di pasar, di terminal, di sekolah, di kampus, di kantor, di mana-mana. Dendam telah mengganti cinta dengan kekerasan, keberingasan, dan kebrutalan. Ketidakadilan telah mengubah cinta menjadi kebencian, pengadilan massa, dan main hakim sendiri.

Arogansi, otoriterisme, dan mau menang sendiri membuat cinta tak mewujud dalam realitas. Cinta itu hanya milik Dewa Amor. Dan karena itu, tak pernah menyentuh hati umat. Cinta hanyalah sebuah

A2DC6

Page 40: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

18

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

nafsu memiliki atau membenci apa pun yang tidak mampu kita kuasai. Cinta cuma ada dalam roman-roman picisan, atau film-film dan si-netron yang ditonton ibu-ibu sambil memasak untuk suami dan anak-anak yang belum pulang.

“Ada Apa dengan Cinta?” Dengar, segala lapisan masyarakat, tak terkecuali kaum miskin papa meributkannya. Mimpi kalau bukan me-ngigau. Luar biasa!

Minan Tunja sibuk bersolek. Ia mau mencari sebentuk cinta yang tak juga mampir di hatinya yang tengah hampa. Barangkali saja de-ngan pergi ke bioskop, bersantai di tempat rekreasi, mencari hiburan di kafe-kafe atau mal, cinta datang menghampiri sembari menyodorkan sekeranjang kebahagiaan dan aroma surga.

Tapi cinta bukan sebatas gincu, eyeshadow, aroma parfum, atau wangi Sun Silk. Bukan pula kursi, meja, taplak, tisu, McDonald, Coca-cola, atau Kentucky. Apalagi dompet, doku, sedan, dan rumah mewah. Tak ada cinta di benda-benda antik dan kebutuhan-kebutuhan manusia modern yang supersibuk mengejar material.

“Ada Apa dengan Cinta?” Rasakan, kita memang membutuhkan siraman kasih di tengah gersangnya kehidupan. Langka kalau bukan punah. Fantastis.

Kita, rakyat kita, polisi kita, jaksa kita, hakim kita, birokrat kita, legislator kita, pemerintah kita, pemimpin kita, ulama kita, kita-kita memang tengah belajar bercinta.

Berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan berdeka-de-dekade, kita telah melupakannya. Padahal, cintalah yang mem-pertemukan kita di negeri berpulau-pulau, bersuku-suku, berair-air, bertanah-tanah, berpeluh-peluh, bahkan berdarah-darah ini. Negeri ini lahir dari sebuah cinta.

“Ada Apa dengan Cinta?”

27 Februari 2002

Page 41: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

19

Udo Z. Karzi

Siapa pun ingin menjadi legislator karena melihat bagaimana nyamannya menjadi anggota DPR/DPRD, ada baiknya berpikir ulang cita-citanya ini. Tak kecuali Mamak Kenut. Jangan bayang-

kan yang enak-enak tentang seorang legislator. Sekarang memang iya, tapi nanti jangan harap lagi. Maka, lebih baik kalau memanfaatkan waktu yang singkat, paling tidak hingga 2002, untuk menyimpan apa saja yang bisa disimpan: uang, fasilitas, materi, pengaruh, kekuasaan, dan kewewenangan.

Sekaranglah waktunya. Setelah 2004 tidak akan bisa lagi. Tak ada lagi fasilitas yang berlebih, tak mungkin ada gaji besar, tak bakal dapat jalan-jalan studi banding, tak kan bisa berleha-leha menikmati em-puknya kursi. Jangan lagi mimpi menjadi wakil rakyat yang ke mana-mana serba mudah, serba dihormati, serba disegani, dan serba dilayani. Tak usahlah mengira anggota Dewan itu bisa hidup tenang, mendapat segalanya dengan gampang dan tidur dengan nyenyak.

Setelah 2004, wakil rakyat tak akan bisa berbuat macam-macam. Begitu banyak aturan-aturan dan batasan-batasan yang tidak boleh di-langgar begitu saja. Tak akan bisa lagi sembarangan ngomong. Sebab, vokal sedikit bisa dipecat sebagai anggota Dewan. Tak akan bisa lagi ngobyek dan tak ngantor berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan tak pernah datang sekalipun. Tak ada tempat buat anggota yang tak disiplin, apalagi bertindak semaunya.

Recall! Sebuah kata yang menjadi momok buat para legislator siap dihidupkan lagi. Katanya sih, bukan atas desakan partai politik yang tidak bisa lagi mengendalikan kadernya yang bertindak di luar maunya

Recall7

Page 42: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

20

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

partai. “Recall itu bukan dilakukan partai, tetapi oleh Dewan sendiri untuk mendisiplinkan anggota yang tidak disiplin. Sebab, Dewan itu bukan tempat orang yang malas dan sama sekali tidak memperhatikan tugas-tugas dan fungsi institusinya,” ujar Mat Puhit.

Tapi Mamak Kenut yang sejak beberapa waktu lalu sudah me-ngukuhkan tekad menjadi politisi tak bisa begitu saja menerima argu-men itu. Recall adalah sebuah hantu yang bisa memberangus kreativitas dan daya kritis anggota legislatif. Tak peduli siapa pun yang melaku-kannya. Partai politik kek, dewan kehormatan kek, pemerintah kek, siapa saja kek yang melakukan recall, cenderung akan mengebiri para legislator. Ia tak begitu saja percaya dengan “niat baik” semacam untuk mendisiplinkan atau meningkatkan kualitas anggota Dewan dari ke-beradaan lembaga recall.

Orang Indonesia memang payah. Anggota Dewan memang payah! Tapi akan makin payah jika ada recall. Sebab, recall adalah malaikat maut yang siap mencabut nyawa seorang legislator. Bagi Mamak Kenut, recall itu mirip dengan SIUPP pada zaman Orde Baru yang siap meng-habisi napas pers yang “nakal”. Untuk mendisiplinkan, meningkatkan kemampuan, dan kinerja anggota Dewan bukan begitu caranya. Kalau ada anggota Dewan yang semau-maunya, sering mangkir, tidak pernah ikut rapat, lebih suka berdiam diri, dan tak melakukan apa-apa sesuai dengan amanat yang diberikan rakyat, itu salah masyarakat sendiri. Kita salah memilih wakil kita yang tidak mampu mewakili kita.

Sudahlah, tak perlu recall untuk mengembalikan anggota De-wan pada khitahnya. Tak perlu dipecat hanya karena tidak melakukan apa-apa. Sebab, sebenarnya institusi di luar legislatif: partai politik, departemen, badan/instansi pemerintah pusat dan daerah, organisasi masyarakat atau instusi apa pun; penuh dengan orang-orang yang tak berbuat apa-apa atau tak bisa ngapa-ngapain.

8 Maret 2002

Page 43: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

21

Udo Z. Karzi

Wes ewes ewes... bablas angin ne. Kebablasan adalah sebuah ke-nikmatan. Buktinya, pelawak Basuki begitu bahagia berhasil membuang angin setelah minum obat Antangin. Tentu saja

akan lain reaksinya kalau orang yang tidak tahu apa-apa terpaksa mera-sakan dampaknya. Kenikmatan mengeluarkan angin dari rasa sakit perut seusai minum Antangin justru menjadi kesusahan orang lain. Baunya itu lho!

“Nikmat,” kata Mamak Kenut begitu terbebas dari rasa sakit dan berhasil mengeluarkan udara dengan lancar.

Mat Puhit yang merasakan polusi udara segera menutup hidung sambil memaki-maki tak habis-habisnya.

Bayangkan juga saat Minan Tunja tengah berkencan di sebuah taman, tiba-tiba teman kencannya kentut. Seganteng dan sekaya apa pun, barangkali Minan Tunja akan mempertimbang ulang hubungan-nya dengan doi. Alasannya jelas: kebablasan (angin ne).

Begitulah, kebablasan menjadi argumen yang kini banyak diper-gunakan mengerem situasi yang mengarah kepada kebebasan seperti perubahan, reformasi, demonstrasi, atau apa saja. Selalu ada yang tidak happy dengan kemerdekaan, kebebasan, keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas.

Reformasi kebablasan, artinya _barangkali_ sebuah kondisi ke-tika para pejabat tidak bisa lagi melakukan korupsi, manipulasi, menipu, dan menyelewengkan kewewenangan karena terus-menerus mendapat kontrol publik.

Bablas8

Page 44: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

22

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Demokrasi kebablasan? Keterlaluan! Bagaimana mungkin kata “kebablasan” bergandengan dengan konsep demokrasi? Demokrasi adalah demokrasi. Tak ada demokrasi kebablasan. Tindakan yang tidak demokrasi tidak boleh disebut demokrasi kebablasan. Kalau bu-kan demokrat, ya arogan, otoriter, diktator, anarkis, feodal, paternalis, tiran, fasis, kapitalis, komunis, atau apa pun yang jauh dari nilai-nilai demokrasi.

Jadi, kata Mat Puhit, protes itu bukan demokrasi. Demonstrasi bukan demokrasi. Membakar toko bukan demokrasi. Mengeroyok pencuri ayam bukan demokrasi. Mendukung seseorang menjadi bupati bukan demokrasi. Menuntut gubernur mundur bukan demokrasi. Itu kepentingan. Itu show force. Itu sok bersih. Itu salah kaprah. Itu tak benar.

Amandemen kebablasan, maksudnya UUD 1945 tidak perlu diubah-ubah lagi. Sebab, banyak yang tidak nyaman dengan peruba-han konstitusi. Hak-hak istimewa para penguasa yang dulu dilindungi UUD 1945 bisa terus dilanggengkan. Perubahan berarti pembatasan-pembatasan atau bahkan pelarangan-pelarangan yang sangat merugi-kan kaum konservatif.

Lalu, pers yang kebablasan menjadi sebuah senjata bagi seke-lompok orang yang tak suka rahasia persekongkolan, kebusukan, dan kemunafikan mereka dibongkar dan ditulis di media massa. Pers yang merdeka menjadi musuh bagi orang-orang yang tidak bersih dan selalu berupaya menutup-nutupi kekotoran mereka. Karena itu, perlu dika-takan “pers telah kebablasan” untuk kembali menghidupkan kontrol pemerintah terhadap pers.

Kebablasan adalah sebuah kemerdekaan. Sekali waktu Mat Puhit mengeluarkan angin sebablas-bablasnya. Meskipun Mamak Kenut menutup hidungnya, ia tak harus memaki-maki, tetapi malah berkata, “Good... good... good…,” seperti iklan yang ucapkan Doyok.

Wes sewes... bablas angin ne.

11 Maret 2002

Page 45: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

23

Udo Z. Karzi

Perda Kedudukan Keuangan Ketua dan Anggota DPRD Bandar Lampung disahkan. Gaji anggota Dewan resmi naik 525 persen dari Rp1,2 juta menjadi Rp7,5 juta. Ada sih fraksi yang menolak,

tetapi yang setuju jelas lebih banyak. “Mumpunglah. Pemilu tinggal setahun lagi. Setelah Pemilu 2004

belum tentu terpilih lagi,” kata Paman Takur.Bersamaan dengan itu, Komisi D merekomendasikan segera

melakukan penertiban secara menyeluruh, mulai dari becak, angkutan kota, pedagang kaki lima hingga bangunan yang menyebabkan kemace-tan di Ramayana.

Semua yang akan ditertibkan itu adalah masyarakat kecil yang biasa mengais rezeki dari sebuah kota bernama Bandar Lampung. Sebe-narnya, penghuni Bandar Lampung ini mayoritas dari kelas yang akan ditertibkan itu.

Dibandingkan dengan anggota Dewan Kota yang hanya berjum-lah 45 biji, jumlah mereka yang akan ditertibkan jelas jauh lebih besar jumlahnya. Tapi inilah realitasnya: 45 dinaikkan gajinya, sementara ra-tusan orang yang biasa hidup mandiri _dan tidak pernah meminta jatah dari PAD dan DAU kota_ mesti ditertibkan. Dalam bahasa yang lebih santun: disingkirkan dari kota ini.

“Api maksud ni?” kata Mat Puhit.Oh, Bandar Lampung. Sesungguhnya kota ini dibangun untuk

siapa? Warga kota ini sebenarnya siapa? Jalan yang mulus, gedung ber-tingkat, supermarket, dan segala atribut perkotaan itu untuk siapa? Me-

Api Lagi9

Page 46: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

24

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

mangnya Bandar Lampung itu hanya milik DPRD dan Pemda? Tukang becak, sopir dan kenek, pedagang kaki lima, dan penyewa bangunan kecil tidakkah penduduk kota ini juga?

Udien mewawancarai aktivis prodemokrasi, “Bagaimana komen-tar Anda terhadap perilaku anggota Dewan?”

“Gua mesti ngomong apa lagi? Dewan memang brengsek. Tulis-tulis ajalah,” Sang aktivis mulai patah semangat.

Tak puas, ia tanya pengamat. Sama saja. Ketemu Mamak Kenut, malah minta ditraktir ngopi.

Syukurlah masih bisa ngopi. Sembari menghirup kopi, sempat juga terpikirkan bagai-mana nasib rakyat kecil.

Tidak ada pembangunan tanpa pengorbanan. Cuma yang harus berkorban atau (dikorbankan?) ya rakyat kecil saja, yang dianggap men-jadi biang kesemrawutan kota. Becak, baju tukang becak, pedagang kaki lima, angkutan kota, dan lapak memang tak terlalu indah untuk sebuah kota modern. Ramayana menjadi dekil. Karena itu, mereka harus berani berkorban untuk ketertiban kota.

Tidak ada pembangunan tanpa penggusuran. Mereka yang tergu-sur atau digusur harus rela. Membangkang berarti antipembangunan. Pembangunan itu artinya tidak ada macet ketika mobil-mobil dinas pe-jabat dan anggota Dewan lewat. Pembangunan itu berarti membangun gedung-gedung menjulang tinggi. Pembangunan itu berarti menambah PAD dan pundi-pundi para penguasa kota.

Pembangunan itu bukan untuk kita yang kecil-kecil atau untuk Mamak Kenut, Mat Puhit, dan Minan Tunja yang menganggur tak pu-nya kerjaan selain protes. Pembangunan itu hanya ada dalam kehendak anggota Dewan terhormat.

Mamak Kenut kini hanya bisa protes dengan diam. Ia masih saja bingung untuk berkomentar tentang ulah anggota Dewan. Serentetan peristiwa mengharu biru negeri ini. Semua ini karena ulah anggota De-wan. Ia membaca bagaimana ulah legislator pusat dan daerah makin memuakkan.

Dewan, api lagi?

12 Maret 2002

Page 47: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

25

Udo Z. Karzi

Nora (tanpa atau pakai “k”) adalah sebuah fokus perhatian. Seperti Akbar yang menjadi sorotan, begitu juga Nora (tanpa atau pakai “k”). Ceritanya, Mamak Kenut bertemu Paman

Takur. “Mamak, aku sekarang menjadi ketua partai reformasi. Kau du-kung aku, ya. Bupati saja sudah memberikan restu dengan menyumbang dana untuk deklarasi partai nantinya,” kata Paman Takur.

Oh, my God. Paman Takur mengingatkan Mamak Kenut dengan film-film India yang sering ia tonton dulu. Takur adalah seorang bandit besar. Kebanditannya ini didukung tampang seram, kumis melintang, kepala botak, dan mata selalu melotot seperti mau keluar dari kelopak-nya. Meski kemudian menjadi konglomerat, tentu dengan tipu daya dan berbagai bentuk kejahatan, tetap saja tak ada perubahan dalam penampilan Takur.

Bandit tetap saja bandit. Meski pakai jas, dasi, dan berbagai atribut pembungkus kebusukan. Takur tetaplah Takur. “Dukung aku,” kata Takur kepada rakyat. Tapi, apa yang ada dalam hati Takur, semua tahu. Maka, Mamak Kenut bertanya-tanya ketika Paman Takur yang ia kenal dengan baik segala sisi dan semua sudut, tiba-tiba saja menjelma menjadi seorang politikus.

Tak urung Mamak Kenut gelagapan juga saat Paman Takur ber-tanya, “Apa hubungan Nora (tanpa atau pakai “k”) dengan Akbar Tand-jung?” Ogah-ogahan ia menjawab sekenanya.

Begini jawaban Mamak Kenut, Nora manis jangan dan tak perlu marah kalau Mamak Kenut memelesetkan menjadi Norak. Sebab, jika itu terjadi, Nora segera menjadi norak. Benar-benar norak. Sama noraknya

Nora (pakai K)10

Page 48: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

26

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

dengan kelakuan politikus kawakan Akbar Tandjung yang masih saja mengaku tak pernah salah meski sudah menjadi tersangka dan ditahan Kejaksaan Agung. Sama noraknya dengan politisi Partai Golkar yang menggunakan berbagai argumen: mengada-ada dan jauh dari rasional. Menggelikan.

Bandit tetap saja bandit, walaupun dibalut dengan sikap in-telektual. Maling tetap maling, meskipun penampilan cukup perlente. Koruptor tetap saja koruptor, meski dengan segera dapat membangun rasionalitas _lebih tepatnya pembenaran_ atas apa yang dilakukannya.

Kasus ini lebih kental nuansa politisnya ketimbang penegakan hukum yang sebenarnya. Ada skenario menjatuhkan Golkar di balik penahanan Akbar. Akbar tetap menakhodai Golkar dari penjara. Akbar tetap saja memimpin DPR, karena kepemimpinan DPR bersifat kolektif: Akbar tak perlu mengundurkan diri. Apa lagi? Benar-benar norak!

Nora jangan marah! Mamak Kenut perlu meralat: Nora tak kan sama dengan Paman Takur, Akbar Tandjung, atau siapa pun yang be-nar-benar norak. Nora adalah sebuah kesejukan di tengah kesumpekan politik negeri ini. Barangkali saja, saat memandang Nora, berjuta-juta kenangan melintas. Berjuta-juta mimpi mengembang. Berjuta-juta harapan membuncah. Mungkin saja, ada sesuatu yang memancar dari sorot mata dan senyum Nora yang dapat membangun hari esok. Ke-niscayaan ada di bibir, di hidung, dan di rambut Nora. Yang jelas, Nora bukan norak.

Mat Puhit pun berpuisi, “Walau sebesar Akbar, tak kan sampai sebesar Yang Mahaakbar”. Sadarlah. Sehebat-hebat Takur, tak kan se-hebat yang Mahahebat.

Kini, Mamak Kenut punya tugas penting mengingatkan Paman Takur untuk tidak main-main dengan politik. Sebab, salah-salah ibarat api yang tak terkendali, ia bisa membakar seluruh apa yang kita punyai. Dan benar, kejahatan politik jauh lebih jahat dari kejahatan apa pun. Maka, jangan biarkan Takur menjadi pejabat atau politikus untuk me-lindungi kebanditannya. Norak.

13 Maret 2002

Page 49: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

27

Udo Z. Karzi

Tiba-tiba saja “musyawarah-mufakat” kembali mengemuka. Tidak tanggung-tanggung, yang menyebutkan ini adalah tokoh-tokoh dari partai yang berlabel demokrasi: PDI Perjuangan. Seiring

terkuburnya Orde Baru, musyawarah-mufakat seperti ingin dihilang-kan dari kamus politik negeri ini. Musyawarah-mufakat dalam praktek demokrasi (Pancasila) tidak lebih dari sekadar pemaksaan kehendak, rekayasa, dan peniadaan pendapat minoritas.

“Demokrasi kita memang khas; tidak sama dengan demokrasi Barat yang lebih mengedepankan sikap individual. Demokrasi kita demokrasi Pancasila. Kita mengedepankan kebersamaan dalam memu-tuskan segala sesuatu. Kita mengutamakan musyawarah untuk mufakat agar suara kita bulat, tidak lonjong, apalagi terpecah. Voting itu dapat menyebabkan kita kelihatan tidak kompak. Suara menjadi terpecah-pecah.”

Mamak Kenut kembali teringat dengan Pendidikan Moral Pan-casila (PMP) yang diajarkan sejak SD hingga perguruan tinggi. Ia juga terkenang dengan Penataran P4 yang penuh indoktrinasi, kebohongan-kebohongan, dan pemalsuan-pemalsuan. Ia pun lalu merasa terlempar ke masa silam, ketika PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) menjadi pelajaran paling menyebalkan karena sama sekali tidak men-didik siswa berpikir rasional. “PSPB tak lebih dari pemalsuan sejarah perjuangan besar-besaran,” kata Mat Puhit begitu sadar kemudian.

Musyawarah-mufakat, inilah demokrasi kita. Demokrasi Pan-casila. Demokrasi versi Orde Baru. Demokrasi yang penuh kamuflase-kamuflase. Demokrasi yang dalam bahasa militernya: setuju, ya, syukur,

Musyawarah-Mufakat11

Page 50: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

28

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

kalau tidak, ya, harus (soalnya, moncong pistol sudah ada di atas kepala dan siap meletus).

Inilah demokrasi yang lahir dari pikiran para diktator. Bagaimana mungkin membuat seribu orang seragam, sama persis isi kepalanya? Tapi itulah demokrasi musyawarah-mufakat. Tak ada tempat untuk berbeda. Yang ada hanya satu yang sama, sewarna, seirama, dan sebangun.

Bhinneka? Tak ada yang berbeda. Yang berbeda hanyalah se-suatu yang bersifat fisik saja. Pikiran, rasa, hasrat, dan tujuan selalu dapat diseragamkan. Satukan persepsi. Kita satu visi, kok. Kelihatan-nya saja kita berbeda. Padahal kita ini satu. Seragam! Itulah demokrasi kita. Demokrasi ala Indonesia. Demokrasi khas negeri ini. Demokrasi made in bangsa sendiri. Demokrasi Pancasila. Demokrasi Orde Baru. Demokrasi otoriter. Demokrasi para diktator. Demokrasinya Golongan Karya. Dan kini, demokrasinya penerusnya: Partai Demokrasi Indone-sia (PDI) Perjuangan.

Musyawarah-mufakat, tak lebih dari penipuan dari praktek otori-tarian yang memakai topeng demokrasi. Argumennya, bangsa kita ada-lah satu keluarga yang suka bergotong-royong, kerja sama, dan saling mendukung satu sama lainnya. Pemungutan suara (voting) hanya mem-buat sebuah keutuhan berkeping-keping; tak ada kebulatan lagi ketika voting dilakukan. Yang tak setuju punya alasan untuk membangkang.

Keadaan ini akan sangat lain jika keputusan dilakukan dengan musyawarah-mufakat. Berbagai unsur dapat dilem, direkatkan, dan dianyam dalam satu wadah.

Entahlah. Mamak Kenut tak dapat memahami logika-logika seperti itu. Tapi bagaimanapun, ia harus angkat topi untuk almarhum Ali Murtopo, arsitek Orde Baru yang berhasil melangggengkan kekua-saaan rezim otoriter Orde Baru malalui slogan demokrasi Pancasila yang mengutamakan musyawarah-mufakat. Mamak Kenut, Mat Puhit, atau siapa pun, ada baiknya belajar lagi apa dan bagaimana Demokrasi (dengan D besar) itu.

21 Maret 2002

Page 51: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

29

Udo Z. Karzi

Iqra! Sungguh, nyatanya Tuhan tak pernah menyuruh manusia berbicara, berbisik, berteriak atau bekoar-koar. Pelajaran pertama: membaca! Dan, ini senyatanya ada dalam firman Allah dalam

Alquran. Yang disuruh membaca juga bukan orang sembarangan. Rasu-lullah Muhammmad saw. yang harus memulai tugas kenabian dengan aktivitas perdana membaca.

Tapi, bagaimana mungkin Muhammad dapat membaca kalau ia tak pernah mengenyam bangku sekolahan. Sebab, Muhammad bukan Si Doel Anak Sekolahan. Baca? Bagaimana mungkin ia bisa membaca kalau sejak lahir tak ada orang yang mengenalkannya pada huruf? Tapi itulah Kemahatahuan Allah. Ia tahu pasti apa yang Ia firman.

Muhammad, jelas bukan orang dungu. Meskipun ia memang tak pernah bisa mengeja aksara dalam arti harfiah, ia mampu memaknai kata “iqra” dalam wujud yang lebih konkret. Sepanjang hidupnya ia mampu menerjemahkan iqra ke dalam bentuk nyata; bukan basa-basi. Kalau ulama bilang, nilai amal orang itu tergantung pada niatnya, siapa yang berani meragukan niat Muhammad, apa pun yang ia pikirkan, ucapkan, dan lakukan.

Iqra. Sungguh nyatanya para cerdik-pandai, intelektual atau cendekiawan bisa menguasai ilmu melalui membaca. Bukan membaca komik, stensilan, atau bacaan-bacaan porno yang sama sekali tak ber-guna. Bukan membaca kamus, ensiklopedi, atau buku kode togel yang cuma menyuburkan mimpi-mimpi. Bukan membaca kunci, rumus atau aturan-aturan yang setiap saat bisa saja dilanggar.

Iqra12

Page 52: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

30

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Einsten, Edison, Nobel, Chairil, Gunawan, Tardji, Emha, dan semua orang-orang hebat sebenarnya orangnya biasa-biasa saja. Apa hebatnya mereka. Mereka hanya tekun membaca. Tentu saja bukan sekadar membaca. Mereka membaca, lalu dengan segenap kemampuan daya pikir mereka menemukan sesuatu di balik bacaannya. Setiap ba-caan ada rahasianya. Pembaca jenius biasanya dapat tercerahkan dengan membaca sesuatu (bisa buku, majalah, dan bahan bacaan lain, tetapi bisa pula benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan alam semesta).

Iqra! Sungguh hanya orang-orang pandir saja yang tak pernah membaca. Tak peduli kepala negara, gubernur, bupati, wali kota, ketua Dewan, ketua partai, atau pejabat tinggi apa pun. Tapi, membaca bukan sekadar membaca. Sebab, kalau cuma itu tak akan berarti banyak. Alangkah banyaknya yang membaca, tetapi apa yang dibaca tak pernah masuk ke dalam akal pikiran, tak pernah bisa mengasah akal budi, tak pernah dapat memasuki hati nurani.

Alangkah banyak yang membaca, tetapi sesungguhnya mata, pikiran, dan hati tidak pada bacaan. Memang tidak mudah menjadi pembaca yang benar, pembaca yang baik, pembaca yang sabar, pembaca yang cerdas, pembaca yang tidak gampang terperdaya, pembaca yang tidak cepat kagum, pembaca yang tidak mudah dirayu, atau pembaca yang tidak begitu saja mau ikut hanyut dengan bacaannya.

Pembaca yang kritis adalah pembaca yang mampu belajar dari apa yang ia baca, apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, apa yang ia rasa-kan, apa yang ia pikirkan. Hikmah adalah salah satu hasil dari apa yang menjadi bahan bacaan yang terbentang luas di jagat semesta ini. Bahan bacaan itu tak terbatas pada buku atau bahan tercetak seperti media massa saja, tetapi ia ada di setiap benda, peristiwa, dan segala hal yang ada dan tiada di bumi ini.

Iqra. Sungguh Mamak Kenut, Mat Puhit, Minan Tunja harus belajar banyak lagi dari apa dan siapa pun. Sadarlah! Andaikan Soe-harto mampu membaca perubahan, ia tidak harus lengser dari kursi kepresidenan dengan cara yang sama sekali tak mengenakkan. An-daikan Gus Dur mampu membaca kekuatan lawan-lawan politiknya, tak bakal ia terjungkal dari kursi presiden. Andaikan Akbar Tandjung mampu membaca pengalaman Budiman Sudjatmiko atau Nelson Man-dela, tak bakal ia tersangkut masalah dana nonbujeter Bulog. Andaikan Megawati mampu membaca pikiran revolusioner Bung Karno, tak akan ia diliputi keragu-raguan memimpin negeri ini. Andaikan Amien Rais

Page 53: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

31

Udo Z. Karzi

mampu membaca situasi negeri ini, mudah-mudahan Indonesia akan selamat sejahtera hingga akhir zaman.

Andaikan Mamak Kenut, Mat Puhit, Minan Tunja mampu mem-baca apa pun dan siapa pun..., lebih baik menjadi peramal saja, para-normal saja. Atau, bahasa yang lebih keren menjadi pengamat apa saja: ipoleksosbud hankam; tanpa harus terjun menjadi pelaku ekonomi, menjadi masyarakat yang penuh problem, menjadi politikus beneran atau langsung menjadi aktor ipoleksosbud hankam.

Iqra. Bacalah. Dengan kritis. Tak mesti terjebak pada masalah-masalah praktis. Urusan-urusan yang serba praktis begitu, biarlah dise-rahkan kepada ahlinya. Kecuali kalau kita mampu membaca segalanya _termasuk nasib sendiri. Sebab, siapa pun kita tak kan mampu mem-baca ilmu yang banyaknya seluas jagat raya ini.

24 Maret 2002

Page 54: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

32

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Sangatlah arif dan bijaksana, serta mendekati prinsip-prinsip ke-percayaan jika pejabat yang bertanggung jawab di sektor moneter adalah figur yang bersih dari segala persoalan pidana. Kalimat

bersayap ini dikutip dari cerita Jusuf Kalla yang mengutip Megawati Soekarnoputri saat melakukan diskusi dengan menteri-menterinya. Inilah kita: masih suka dengan kata-kata bersayap.

Konkret saja, “Manipulator, koruptor, kolutor, nepotitor (KKN-tor), penepu-tor, dan segala makhluk yang kotor-kotor tor harus mun-dur sekarang juga,” kata Mat Puhit tanpa aling-aling.

Tegas saja, “Jangan menjadi pejabat kalau merasa tidak bersih. Hanya orang bersih saja yang berhak memimpin kelompok, organisasi, lembaga, institusi, badan, atau negara sekalipun,” kata Mamak Kenut.

Mundur! Tapi mana mau orang semacam Akbar Tandjung atau Sjahril Sabirin mundur begitu saja. Tak peduli menjadi tersangka, ter-dakwa, bahkan terpidana sekalipun. Maju terus pantang mundur. Maju tak gentar membela yang bayar. Intinya, jangan surut walau selangkah.

Sangatlah arif dan bijaksana, serta mendekati prinsip-prinsip ke-percayaan jika pejabat di institusi apa pun adalah figur yang bersih dari segala persoalan kriminal. Kalimat ini dipelesetkan dari kalimat Jusuf Kalla yang _mungkin_ juga memelesetkan Megawati Soekarnoputri.

Tapi mana bisa. Soalnya, lihat saja profil-profil pejabat kita. Tengok saja figur-figur kepala, ketua, presiden, gubernur, bupati, atau nama jaba-tan pimpinan di lembaga-lembaga negara, dari tingkat RT hingga menteri, DPR, dan MPR. Mat Puhit tak perlu menyebut nama-nama (takut ada yang marah!) untuk menggambarkan bagaimana sepak terjang mereka.

Orang Bersih13

Page 55: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

33

Udo Z. Karzi

Minan Tunja tak perlu susah-susah membedakan, mana pejabat dan mana penjahat. Sama saja. Kalaupun beda, paling hanya terletak pada huruf kedua kata itu. Prakteknya, campur-baur nggak karu-karuan. Penjahat dan pejabat sama-sama makan nasi, sama-sama naik Mercy, sama-sama pakai dasi, sama-sama ngantor di ruang ber-AC. Jadi, bukan terpeleset kalau Mat Puhit menyebut pejabat dengan penjahat atau se-baliknya, memanggil penjahat seolah pejabat: “Oke, Bos!” atau “Daulat Tuan.” Tak perlu membantah.

Mesti keduanya perlente, pejabat dan penjahat sama menakut-kan. Sepak terjang keduanya selama ini memang jauh dari fungsi-fungsi kepemimpinan, kepelayananan, kepengayoman, dan keperlindungan. Gedung, ruang, meja, kursi, brankas, rekening bank, atau apa pun hanya menjadi tempat para pejabat dan penjahat menyembunyikan ha-sil kepejabatan sekaligus kepenjahatan mereka.

Sangatlah arif dan bijaksana, serta mendekati prinsip-prinsip ke-percayaan jika pejabat dari level paling rendah hingga yang paling tinggi sekalipun mau belajar dari seorang bajingan. Kalimat ini bukan pele-setan Mamak Kenut yang tidak pula memelesetkan dari siapa-siapa.

Tapi nggak mungkin. Negeri ini tak memberi tempat bagi orang bersih, orang jujur, orang baik, orang ... yang tidak kotorlah. Siapa yang berani mengacungkan jari ketika ada yang bertanya, “Adakah orang bersih di sini?”

Mamak Kenut hanya bisa merutuk, “Bahkan sejak lahir pun kita sudah kotor. Bukan kita yang mau. Tapi orang tua kita, pemimpin-pemimpin kita, dan pendahulu-pendahulu kita mewariskan kekotoron. Ke dalam rahim ibu-ibu yang melahirkan kita sekalipun. Kita bukanlah bayi tanpa noda.”

26 Maret 2002

Page 56: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

34

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Kekuasaan memang selalu menggoda. Jangankan pemilihan bu-pati, pemilihan ketua RT saja riuhnya luar biasa. Pesta segera tiba. Mamak Kenut terlihat sibuk menerima tamu. Orang-

orang yang datang biasanya meminta advis, saran, masukan, dukungan, restu,atau setidaknya komentar. Paman Takur malah tembak langsung dengan mengangkatnya menjadi koordinator TS.

Tapi Mamak Kenut tetap Mamak Kenut. Mana mau diiming-iming. Jabatan, uang, materi, fasilitas, kompensasi, lisensi, atau apa pun tak mudah memengaruhinya. Ia takut dengan money politics. Ia khawatir dengan amuk massa. Ia enggan dibilang sektarian. Ia tak mau dituding bernasionalisme sempit. Primordialisme.

Arbi Sanit pernah mengusulkan agar ada prioritas dalam memi-lih bupati/gubernur. Prioritas pertama untuk suku asli. Lalu, baru un-tuk campuran. Prioritas terakhir, pendatang. Dengan bahasa yang lebih gamblang, dalam pemilihan bupati/gubernur di Lampung, prioritas per-tama adalah suku Lampung. Disusul suku campuran dan pendatang.

Intinya, putra daerah. Orang yang berhak memimpin daerah ini adalah mereka yang paham dengan daerah ini. Namun belum apa-apa pemikiran semacam ini mendapat serangan dari mana-mana. “Itu pikiran sempit yang tak bisa dipakai. Jika itu dilakukan sama artinya dengan menutup kesempatan bagi mereka yang seharusnya berhak menduduki kursi itu. Tak boleh ada diskrimimasi dalam suksesi.”

Seorang pengamat politik sedemikian cemasnya kalau primordi-alisme lebih mengedepan dalam suksesi bupati/gubernur. Primordi-alisme condong bersifat emosional ketimbang rasional, sehingga setiap

Primordial14

Page 57: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

35

Udo Z. Karzi

saat bisa meledak kalau ada yang menyulutnya. Biasanya, isu primordial lebih sering digunakan kandidat untuk mendapatkan dukungan dari kalangan tertentu. Setiap saat konflik membesar dan meluas.

Mamak Kenut jelas tak mau itu. Tapi, ia tak begitu percaya pri-mordialisme menjadi pemicu konflik di wilayah ini. Ia lebih meyakini Clifford Geertz yang mengatakan ikatan primordial seperti kesukuan dan agama tidak menimbulkan masalah resistensi. Resistensi biasanya muncul jika ada kebijaksanaan negara yang merugikan eksistensi ikatan primordial itu. Jadi, tak ada alasan suksesi bakal ribut karena primordialisme.

Mat Puhit malah berpendapat ekstrem, primordial malah akan mendorong pertumbuhan demokrasi dalam suksesi bupati/gubernur. Hanya saja yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar proses suksesi berlangsung terbuka dan setransparan mungkin. Selama ini banyak pihak bersikap munafik dengan menutup-nutupi kenyataan bahwa kita semua memiliki suku. “Seharusnya kita tak takut lagi mengatakan saya orang Lampung dan karena itu pantas menjadi gubernur Lampung. Lalu, bertarunglah kita dalam pemilihan yang demokratis,” katanya.

Kalau ada kerusuhan dalam pemilihan bupati, jelas karena ada yang tidak puas. Ketidakpuasan itu dapat diminimalisasi dengan proses dan mekanisme pemilihan yang demokratis. Dalam demokrasi, ada keterbukaan dan tidak ada diskriminasi. Semua boleh mencalonkan diri menjadi pemimpin. Mana yang jadi, itu bergantung pada pilihan publik. Yang penting: mekanisme dan proses!

Ancaman serius dalam setiap suksesi adalah money politics. Pri-mordialisme justru tak ada apa-apanya dibanding kejahatan yang satu ini.

2 April 2002

Page 58: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

36

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

APAKAH ada bedanya: yang memukul Subagyo, kuli bangunan itu seorang biasa saja, seorang majikan, seorang birokrat, seorang pe-jabat, seorang legislator atau seorang ketua partai? Mamak Kenut

menjawab, “Tak ada.” Sebab, sejak zaman wau, kuli, buruh, bawahan, orang kecil, orang lemah atau apa pun namanya selalu berada dalam posisi tak diuntungkan.

Apa luar biasanya Ansory Yunus yang _kebetulan_ anggota De-wan dan ketua DPD PDI Perjuangan Lampung yang memukul Subagyo, buruh bangunan, sehingga sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung-karang memerlukan pengamanan khusus; 2 peleton polisi? Mat Puhit yang menyeletuk, “Biasa saja.” Sebab, sejak dulu, yang namanya maji-kan, atasan, bos, tuan besar, wakil rakyat, birokrat, pejabat atau apa pun namanya selalu menindas.

Apa yang menarik dari sidang penganiayaan Ansory terhadap Subagyo, sehingga ruang ruang sidang utama PN Tanjungkarang tidak dapat menampung pengunjung? Minan Tunja yang ikut menonton berujar, “Kejadian seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya.” Sebab, seorang legislator biasanya lebih pintar bersilat-lidah, berorasi, berargu-men, berdiplomasi, main logika, main uang (money politics), atau apa pun namanya ketimbang unjuk otot yang sama sekali tidak intelek.

Apakah istimewanya seorang ketua partai atau seorang anggota Dewan, sehingga perlu mengerahkan 18 pengacara untuk membelanya? Kali ini Paman Takur yang menyahut, “Ini menyangkut nama baik par-tai. Harga diri.” Sebab, kasus ini telah mencorengkan arang di kening para anggota Dewan terhormat, para wakil rakyat yang merakyat, para

Apa Bedanya15

Page 59: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

37

Udo Z. Karzi

politikus terkemuka, para birokrat termulia, para pejabat terpopuler, para... apa pun namanya.

Apa pentingnya orang-orang yang tak berkaitan langsung de-ngan kelakuan Ansory ikut-ikutan menyatakan simpati, mendukung, dan membela habis-habisan seorang Ansory? “Kasus ini lebih kental nuansa politiknya ketimbang penegakan hukum yang sebenarnya,” kata simpatisan PDI Perjuangan. Sebab, kalau cuma memukul seorang kuli, mengapa Ansory harus ditahan. Jelas, ada pihak-pihak yang meman-faatkan situasi ini untuk kepentingan kelompoknya, partainya, kepenti-ngannya, keluarganya, atau ambisinya.

Apa untungnya mengadili Ketua PDI Perjuangan dan membela kuli bangunan? “Jelas ada perhitungannya tersendiri,” kata jaksa, hakim, pengacara atau siapa pun yang dapat menangguk untung dari sidang Ansory. Sebab, siapa pun tahu Ansory Yunus orang besar, orang nomor satu di PDI Perjuangan Lampung, orang berpangkat, orang yang paling berkuasa dan (paling?) dihormati di partainya. Setidaknya, barangkali saja aparat hukum hendak membuktikan: tak ada perbedaan warna ku-lit, suku, status, pangkat, jabatan, kekayaan atau apa pun.

Apa bedanya Ansory dengan Akbar? “Sama saja,” kata Udin ngawur. Sebab, keduanya kini sama-sama menjadi terdakwa. Dua-duanya diadili bukan dalam kapasitasnya sebagai politikus atau legisla-tor. Dua-duanya menjadi pesakitan bukan karena aktivitas politiknya seperti Bung Karno yang dibuang Belanda karena melawan impreal-isme, seperti Sri Bintang Pamungkas yang ditahan karena menghujat Soeharto, seperti Budiman Sujatmiko yang ditangkap karena mem-bangkang terhadap pemerintah Orde Baru, seperti Nelson Mandela yang dibui karena menentang apatheid. Keduanya ditahan bukan ka-rena _seperti moto PKB_ maju tak gentar membela yang benar. Tidak lebih tidak kurang.

8 April 2002

Page 60: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

38

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Ribut-ribut soal Asramagate. Anggota F-PPP Djamal Doa menuduh Presiden Megawati Soekarnoputri mencuri start un-tuk kepentingan politik 2004 dengan bantuan dana Rp30 miliar

untuk pembangunan asrama TNI dan Polri. “Secara politik, pemberian bantuan itu dimaksudkan agar keluarga besar TNI dan Polri menyalur-kan aspirasi politiknya ke PDI Perjuangan pada pemilu mendatang,” katanya.

Namun Sekjen PDI Perjuangan Sutjipto menilai tuduhan itu mengada-ada. “Ibu Mega memberi bantuan dalam kapasitasnya seba-gai presiden. Bukan sebagai ketua PDIP. PDIP dapat uang dari mana?” Kalau sudah tahu kondisi objektif asrama TNI dan Polri yang sudah tidak layak huni itu, tidak akan ada komentar seperti itu. Argumen yang masuk akal.

Kapasitas? Seseorang memang memiliki banyak status da-lam menjalani kehidupan ini. Mamak Kenut berstatus bujangan tua, pengamat apa saja, penasihat apa pun. Mat Puhit berstatus temannya Mamak Kenut, bujangan juga, dan tukang kritik. Minan Tunja bersta-tus teman Mamak Kenut dan Mat Puhit, perawan tinting, dan tukang rumpi. Selain itu, mereka juga mengemban status anak muda, anak dari orangtua mereka, dan berbagai jabatan yang setiap saat bisa saja melekat pada diri mereka.

Meskipun dalam diri mereka melekat berbagai status yang mem-beri mereka kapasitas, mereka toh bisa menjalankan berbagai status itu dengan serasi dan selaras secara bersama atau bergantian. Apa pun yang sikap, kata, dan perilaku Mamak Kenut, ia tetap Mamak Kenut

Kapasitas16

Page 61: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

39

Udo Z. Karzi

yang berstatus bujangan. Tidak mungkin tiba-tiba karena ia bicara soal perkawinan, ia boleh mengubah status sudah beristri. Tak peduli apa kelakuan Mat Puhit, ia tetap anak muda yang meledak-ledak. Mana bisa ia menjadi orang tua ketika suatu ketika ia berbicara kebijaksanaan. Mi-nan Tunja pun begitu, statusnya tukang ngegosip. Meski ia serius sete-ngah mati, boleh jadi orang tetap tak percaya.

Status seseorang memang menentukan kapasitasnya. Dalam sebuah status, biasanya melekat hak dan kewajiban: kepentingan kita dan kepentingan orang lain. Untuk menghindari konflik kepentingan itu, sebaiknya kita mau menyadari diri agar tidak terlalu banyak memi-liki status (jabatan, harta, atau apa pun). Tapi, status terkadang tidak bisa kita tolak. Status sebagai anak dari orangtua kita, sebagai anggota keluarga, sebagai suami dari istri kita, sebagai anggota masyarakat, sebagai makhluk Tuhan, dan berbagai stutus yang kita sandang tanpa pernah kita minta; termasuk menjadi pemimpin kelompok tertentu, tidak mungkin kita elakkan.

Ya, kalau itu soalnya nggak masalah. Masalahnya justru terletak pada keserakahan kita untuk memperbanyak status. Rasanya, tak cukup jika hanya menjadi orang biasa. Kita perlu orang luar biasa. Rasanya, tak cukup jika hanya menjadi warga biasa. Kita harus menjadi warga elite. Rasanya, tak cukup jika hanya menjadi bawahan. Kita wajib merebut kursi atasan. Rasanya, tak cukup jika hanya punya ekonomi biasa-biasa saja. Kita mesti menjadi konglomerat. Rasanya, tak cukup jika hanya jadi rakyat. Kita perlu menjadi wakil rakyat. Rasanya, tak cukup jika hanya punya satu jabatan. Kita perlu punya dua, tiga, atau sebanyak-banyaknya jabatan.

Rangkap jabatan bukanlah tindak pidana. Alangkah banyaknya orang yang punya bejibun status. Semua jalan biasa-biasa saja. Kalau diwawancarai wartawan tinggal bilang, “Saya bicara dalam kapasitas saya sebagai ....” atau kalau ada yang minta pertanggungjawaban atas sebuah perbuatan, tinggal katakan, “Saya bertindak dalam kapasitas sebagai ....”

10 April 2002

Page 62: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

40

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

UDIEN melakukan investigasi. Ia ingin membongkar persekong-kolan yang dilakukan para politikus dan birokrat. Penciuman-nya yang tajam membuatnya terangsang mengungkap cerita di

balik ketertutupan para politikus. Sebuah kenyataan yang menyentuh rasa keingintahuannya adalah soal keengganan Dewan dan pejabat membeberkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangu-nan (BPKP) terhadap APBD 2001.

Ada apa? Pertanyaan ini mengusik hati dan memenuhi kepala wartawan kawakan ini. Diam-diam ia memulai investigasi. Tapi, belum apa ia sudah mendapat ceramah dari Radin Mak Iwoh. “Din, sudahlah. Kau tak usah macam-macam. Jangan cari penyakit. Hasil audit tidak perlu dipublikasikan. LPj Gubernur sudah sangat transparan. Tak ada lagi yang ditutup-tutupi. Kau hanya membuang-buang waktu percuma saja.”

Anggota Dewan pun menagaskan, tidak akan mengumumkan hasil audit BPKP. Alasannya, hasil audit itu secara etika dan hukum merupakan rahasia negara. Tahu sendirilah yang namanya rahasia. Apalagi rahasia negara. “Barang siapa membocorkan rahasia (negara) dapat dikenakan hukuman atau denda....” Atau, kalau pada zaman Orde Baru, orang-orang seperti itu dapat dituding sebagai pengkhianat bangsa atau setidaknya dituduh melakukan tindak pidana subversif. Risikonya, paling kecil masuk bui kalau tidak diculik kalau tidak di-dor.

Rahasia negara adalah salah satu rintangan dari para pejabat da-lam upaya mewujudkan transparansi penyelenggaraan pemerintahan. Demi keselamatan negara, rahasia negara tidak boleh bocor. Terbu-

Rahasia Negara17

Page 63: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

41

Udo Z. Karzi

kanya rahasia negara merupakan bencana bagi eksistensi suatu bangsa. Berkait erat dengan dengan rahasia negara, kepentingan negara juga menjadi halangan bagi publik terlibat langsung dalam melakukan kon-trol terhadap perilaku birokrat dan anggota parlemen. Para pejabat dan para legislator selalu mengemukakan perlunya menjaga rahasia negara, keselamatan negara, kepentingan negara atau apa saja untuk melin-dungi tindakan mereka dari kekritisan publik.

Analisis Mamak Kenut, Mat Puhit, Minan Tunja, Udien atau siapa pun tidak akan berarti apa-apa jika pemerintah sama sekali tak mau memperhatikan keinginan mereka untuk terlibat aktif dalam pe-nyelenggaraan pemerintahan. Ketertutupan hanya melahirkan prasang-ka-prasangka. Kepelitan soal informasi hanya menghadirkan dugaan-dugaan. Keterasingan hanya membuat orang penuh kecurigaan. Ada apa? Mengapa begitu? Kenapa bersembunyi? Takut dengan apa? Siapa sih yang suka usil? Apa ruginya kalau kau ceritakan pada kami tentang sesuatu yang tidak kami ketahui dan ingin kami ketahui? Apa salahnya kalau kami tahu tentang Anda dan lembaga Anda? Berbagai pertanyaan hanya berseliweran tanpa menemukan jawaban ketika semua akses in-formasi menutup diri dengan mengatasnamakan rahasia negara.

Tak perlu ada tudingan “syirik” atau iri kepada siapa pun kalau ada yang hendak membuka diri, mengusahakan keterbukaan, atau bahkan buka-bukaan sekalipun. Apa yang terlontar dari Mamak Kenut seharusnya tak dipandang sebagai sebuah gosip, hinaan, atau fitnah be-laka. Sungguh tak mudah mewujudkan sebuah keterbukaan di tengah pertarungan kepentingan di antara individu, kelompok, partai politik, institusi negara atau apa pun. Di tengah gencarnya tuntutan transpa-ransi, demokrasi, dan otonomi daerah, tak mungkin pejabat dapat me-nyembunyikan sesuatu di balik rahasia negara atau apa pun.

Insting Udien selalu bekerja begitu mendengar sesuatu yang ber-bau rahasia.

12 April 2002

Page 64: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

42

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Politik memang kejam. Sekejam-kejamnya ibu tiri, lebih kejam yang namanya politik. Entah benar entah tidak, buktinya orang yang terancam masuk bui: merasa difitnah, menjadi tersangka,

menjadi terdakwa, bahkan menjadi terpidana akan berkilah, “Ini re-kayasa politik kelompok tertentu yang ingin menjatuhkan saya. Ada yang tak menyukai saya. Bagaimanapun kasus ini lebih kental nuansa politiknya.”

Biasanya aktor-aktor politik sendiri yang merasa ketakutan dengan politik. Radin Mak Iwoh selalu saja berkata, “Masalah hukum jangan dicampuri politik,” meski dalam realitasnya susah memisahkan apa pun dari politik. Ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan agama tak pernah bisa berdiri sendiri tanpa politik. Politisasi ekonomi, politisasi sosial, politisasi kebudayaan, politisasi hukum, politisasi agama tak ter-hindari dalam setiap langkah kita.

Orang benci politik karena setiap saat dapat menjadi korban politik. Namun kebencian terhadap politik bukannya menghenti-kan mereka bermain politik. Mereka malah makin gandrung dengan permainan politik. Kalau tadinya hanya menjadi bahan mainan politik, kini saatnya mempermainkan politik. Bagaimana caranya dari objek politik menjadi subjek politik. Saatnya membalik keadaan.

“Saya muak dengan politik. Saya apolitis. Saya anti dengan yang namanya politik. Saya tak pernah berpolitik. Saya hanya ingin hidup dengan damai, melakukan aktivitas tanpa gangguan, dan keusilan siapa pun,” kata Minan Tunja.

Ia mengatakan itu karena Minan Tunja memang tidak terlalu

Dendam Politik18

Page 65: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

43

Udo Z. Karzi

mengerti bahaya politik. Ia memang hanya tahu ngerumpi. Tapi sikap apolitis Minan Tunja membuat Mamak Kenut kesal juga. “Dengan menyebar gosip murahan seperti itu, kau sebenarnya telah memainkan politik isu. Hati-hati kau. Orang yang kau gosipi tak kan suka. Ini bisa menyulut dendam politik,” ujarnya.

Politik itu kejam. Tapi, tetap saja orang beramai-ramai mendi-rikan partai politik. Buat apa? Entahlah, Mamak Kenut tak begitu paham. Selalu saja ada alasan bagi setiap orang untuk memainkan politik. Orang yang menderita karena politik merasa perlu membuat partai untuk memperbaiki keadaan. Orang yang pernah tersiksa karena politik merasa harus membuat partai untuk melawan siksaan. Orang yang pernah jatuh karena politik merasa penting masuk partai untuk bangun. Orang yang pernah sakit karena politik merasa harus masuk partai untuk membalas dendam politik.

Kalau begitu, agaknya kita tak dapat terlalu berharap banyak pada partai-partai. Kalau kelahiran ratusan parpol hanya merupakan perwujudan dendam para politikus terhadap keadaan pada masa lalu yang tidak memberikan sedikit kebebasan kepada mereka, rasanya sia-sia keberadaan parpol-parpol itu. Parpol memiliki tugas yang lebih mulia dari sekadar memenuhi ambisi para pendiri dan pengurusnya. Lebih dari sekadar merebut kekuasaan yang belum sempat mereka raih. Lebih dari sekadar menempatkan orang-orang partai di parlemen dan eksekutif.

Tapi, Mamak Kenut tak mau menganggap kelahiran partai-partai hanya karena dendam politik. Keberadaan parpol harus dilihat sebagai sebuah kebutuhan dari sebuah negara demokrasi. Setiap orang yang sadar politik tidak bisa menafikan arti penting institusi yang bernama partai politik. Masalahnya, bagaimana mendorong partai mampu men-jalankan fungsinya sebagai partai politik yang sebenarnya. Tak ada itu dendam politik.

16 April 2002

Page 66: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

44

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Saat semua upaya telah mentok: ilmu telah tak berguna, logika sudah tak terpakai lagi, aparat hukum tak bergigi, proses politik tak berkuasa lagi, lembaga negara tak berfungsi, dan amuk massa

tak memberikan solusi? Barangkali saja benar seperti yang disarankan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Metro agar Wali Kota dan 25 anggota DPRD Metro bersumpah poncong.

Sumpah pocong adalah sebuah perlawanan. Tidak ilmiah me-mang. Jauh pula dari kelogisan. Tapi, mau apa lagi. Mat Puhit setuju saja dengan sumpah pocong. Urusannya bukan lagi lazim-tidak lazim, masuk akal dan tidak masuk akal, nalar-tidak nalar. Ini sudah menyang-kut tuduhan (boleh jadi fitnah) dan harga diri. Soalnya tak ada satu pun yang mau mengaku, tidak satu pun bersaksi, dan tidak satu pun mampu membuktikannya.

Tapi Minan Tunja protes. Sumpah pocong sama sekali tidak mendidik masyarakat. Sumpah pocong hanyalah upaya mengalihkan masalah dari sebuah kondisi ketidakmampuan pihak-pihak untuk ber-buat jujur, berkata benar, dan berani bertanggung jawab atas apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Sumpah pocong cuma jalan untuk menunjukkan kita tak cukup cerdas mengungkap dan menyatakan: yang benar tetap benar dan yang salah tetap salah.

Itulah soalnya. Kita, masyarakat kita, pemimpin-pemimpin kita tak pernah biasa memegang, menjunjung, dan mempertahankan ke-benaran. Kita, masyarakat kita, pemimpin-pemimpin kita tak pernah dapat berlaku jujur dengan diri sendiri, dengan nurani sendiri, dengan keyakinan sendiri, dengan agama sendiri. Kalau sudah begitu, jangan

Sumpah Pocong19

Page 67: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

45

Udo Z. Karzi

pula berharap kita bisa jujur terhadap orang lain, keluarga lain, bawa-han lain, atasan lain, lembaga lain, dan lain-lain.

Kebenaran itu hanya ada di kitab-kitab, di teori-teori, di retorika-retorika di kepala kita. Kebenaran tak pernah mewujud dalam bentuk sikap dan perilaku di dunia nyata. Kalau kita maling, jangan pernah mengaku. Itu kebodohan. Kalau kita bodoh, jangan pernah menjadi pandir. Itu salah. Kalau kita salah, jangan pernah merasa bersalah. Itu keliru. Kalau kita keliru, jangan pernah salah tingkah. Itu dungu. Kalau kita dungu, jangan pernah bertanya. “Itu bego?”. Kalau kita bego, jangan sampai kelihatan kere. Itu penderitaan. Kalau kita menderita, jangan pernah mempertunjukkannya. Itu... pokoknya jangan sekali-kali kita mempertunjukkan kelemahan apa lagi dosa kita.

Sebuah pengakuan tentang betapa kotornya kita justru membuat kita terjerumus dalam suatu lembah kehinaan. Sekali saja orang tahu belang kita, seumur hidup kita orang tak percaya. Gengsi, pamor, citra, popularitas, kredibibilitas, akuntabilitas, atau apa pun yang berbau harga diri hancur. Minta maaf? Nehi! Jangan pernah mengakui kesala-han dengan cara meminta maaf. Seandainya kita memohon maaf, siapa yang mau peduli dengan pernyataan seperti itu. Tak ada simpati lagi. Tak ada penghargaan lagi. Tak ada kehormatan lagi. Tak ada fasilitas lagi. Tak ada kemanfaatan lagi. Tak ada yang peduli lagi.

Kebenaran itu hanya milik Tuhan. Manusia memang tumpuan kesalahan. Kalau kita alpa, berbuat salah, atau bahkan dosa, itu wajar saja. Lagi pula itu cuma kesalahan teknis. Kesalahan prosedur saja. Tidak substansial. Bukan human error. Jadi, kalau ada yang menantang sumpah pocong, itu bukan hal yang esensial.

Mamak Kenut pun bersabda: kebenaran, barangkali, dapat ter-ungkap atau makin mak jelas melalui sumpah pocong. Boleh coba.

18 April 2002

Page 68: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

46

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Sidang Tahunan MPR 2002 deadlock. Amandemen UUD 1945 macet. Perubahan yang ditunggu-tunggu sejak reformasi buyar semua. Tak ada arti. Tak ada harapan lagi. Masa depan negeri

ini suram. Kita segera kembali ke zaman penuh otoritarian, sentralis-tik, dan penuh dengan orang-orang yang menghamba pada kekuasaan. Militer, polisi, dan birokrat makin semena-mena, arogan, dan refresif. Kebebasan, demokrasi, penegakan hukum, dan apa yang berbau refor-masi jelas tak laku lagi.

Tanpa tedeng aling-aling Mat Puhit menuding tokoh-tokoh da-lam Gerakan Nurani Parlemen (GNP) dan Forum Kajian Ilmiah Konsti-tusi sebagai biang keroknya. Sejarah berulang. Amin Aryoso dan Usep Ranawijaya kini memainkan peran Prof. Dr. Prijono dari Partai Murba pada era Konstituante (1956-1959): mempersoalkan kewewenangan MPR melakukan Amandemen UUD 1945. Dalam posisi lain, Koalisi Organisasi Nonpemerintah (Koalisi Ornop) mengendus bau dekrit di balik gerakan Aryoso dkk.

Ah, Mamak Kenut mengeluh. Selalu saja ada orang yang ingin bertahan atau mempertahankan kondisi. Jika perlu membaliknya ke masa lalu yang (barangkali?) lebih menyenangkan. Melihat dan mera-sakan ekonomi rakyat yang tak juga membaik, orang-orang awam berkata, “Enakan zaman Soeharto. Harga barang nggak mahal.” Orang-orang suka korupsi di zaman Orde Baru bilang, “Sekarang nggak enak. Seseran proyek kecil. Kalau nekat dan ketahuan, bisa masuk bui.”

Dan, entah karena begitu hormatnya dengan founding father bangsa ini atau karena takut kehilangan kursi di MPR, tak kebagian

“Status Quo”20

Page 69: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

47

Udo Z. Karzi

kursi di MPR, Aryoso dkk. Menggelinding-kan isu amendemen 1945 “kebablasan”. Minan Tunja yang biasa tak tertarik soal beginian gemas juga. “Konservatif. Status quo. Antiperubahan. Mau menang sendiri. Sok moralis...” Entah istilah apa lagi yang digunakannya untuk meng-utuk gerakan itu. Minan Tunja begitu khawatir gerakan itu merambah sampai ke RT-nya. Ia tak berani membayangkan ide seperti ini mem-belenggu bangsanya dan ia tak lagi memiliki kebebasan untuk sekadar bergosip-ria.

Rupanya, gerakan reformasi yang diusung mahasiswa sampai kini tak mampu memberangus jiwa-jiwa feodalisme, paternalisme, dan patron-client yang melekat di tubuh kita. Bagi orang yang sudah kenyang makan uang hasil korupsi, sudah terbiasa hidup dengan kolusi, dan pin-tar mengambil “manfaat” dalam situasi yang sama sekali tidak kondusif, perubahan memang terasa menyesakkan. Bagaimana mungkin seorang pejabat, karena perubahan, terpaksa menjadi penjahat. Bagaimana mungkin seorang birokrat, karena perubahan, kehilangan wewenang. Bagaimana mungkin seorang pemimpin, karena perubahan, jadi tidak berwibawa. Bagaimana mungkin seorang wakil rakyat, karena peruba-han, kehilangan kursi. Bagaimana mungkin seorang koruptor, karena perubahan, menjadi terdakwa. Bagaimana mungkin seorang manipula-tor, karena perubahan, menjadi penghuni penjara. Bagaimana mungkin seorang politikus, karena perubahan, menjadi tak bergigi. Bagaimana mungkin seorang penguasa, karena perubahan, menjadi rakyat biasa.

Perubahan memang merugikan mereka yang tengah berkuasa atau setidaknya yang dekat dengan pusat kekuasaan itu. Sebab, peruba-han dapat berarti pembatasan-pembatasan, larangan-larangan, bahkan penghilangan-penghilangan hak penguasa. Tapi, perubahan juga meng-untungkan mereka yang belum beruntung. Sebab, perubahan dapat be-rarti pembebasan-pembebasan, permakluman-permakluman, bahkan penambahan-penambahan. Jadi, tak usah status quo-lah.

22 April 2002

Page 70: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

48

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) harus ikut bertanggung jawab pada situasi krisis yang dihadapi bangsa ini, kata Wakil Presiden Hamzah Haz ketika membuka Kongres ke-23 HMI

di Balikpapan, Kalimantan Timur, 22 April lalu. Soalnya, sedikit banyak HMI dan alumninya ikut mewarnai keberhasilan dan kegagalan pem-bangunan nasional selama Orde Baru. Sampai saat ini, masih banyak alumni HMI yang menduduki jabatan penting....

Begitulah adanya. Mamak Kenut sama sekali tak memelintir pernyataan ini. Secara riil mantan aktivis HMI saat ini telah menjadi pejabat, cendekia, pengusaha, birokrat, legislator, atau politikus. Tapi bukan mustahil pula jika mantan aktivis HMI kini tak menjadi apa-apa; pengangguran, sekadar pengamat, tukang recok, biang kerok, bahkan hanya nama tanpa arti. Seorang aktivis HMI yang menjadi perampok tak bakalan berani menyebut-nyebut nama HMI.

Boleh jadi, aktivis HMI dan KAHMI tidak dapat terima ini. Me-reka beramai-ramai protes dan menyomasi kepada Wapres karena telah mencemarkan nama baik organisasinya. Tapi itulah sejarah. Tak selalu berwarna putih bersih. Noda setitik tetap menjadi warna tersendiri yang tidak dapat dihilangkan dari cacatan sejarah. Boleh saja sejarahwan menulis sejarah sesuai dengan pesanan rezim sebagaimana Soeharto menulis sejarahnya sendiri. Tetap saja: yang benar adalah benar, yang salah tentu tak bisa menjadi benar.

Bagaimana mungkin menghapus tinta dengan sekadar berkata, “Itu dulu. Sekarang tidak lagi. Kami sekarang punya paradigma baru (bau?).” Orang toh tak akan lupa dengan sepak terjang orang, tokoh, pe-

Tanggung Jawab21

Page 71: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

49

Udo Z. Karzi

jabat, atau siapa pun. Kita memang sering lupa diri, merasa tak pernah salah, apalagi merasa berdosa atas apa-apa yang kita lakukan pada masa lalu. Jangan harap kata “maaf ” keluar dari mulut kita. Kita ingin tetap ingin tampil sebagai makhluk suci yang tak salah apa-apa, tak keliru apa-apa, tak berdosa apa-apa. Itulah kita.

Tangggung jawab? Mengapa harus dibebankan hanya pada HMI seorang? “HMI secara kelembagaan jelas tak salah. Yang salah Orde Baru.” Begitu juga Golkar secara institusi tak salah. Yang salah Orde Baru. PMII, AMPI, PP, PII, AMII, GMNI, KNPI, dan sebagainya tak salah. Yang salah _lagi-lagi_ Orde Baru. Tapi siapa Orde Baru? Tak seorang pun mau mengaku. Jadi, siapa yang harus bertanggung jawab atas multikrisis yang tengah melanda negeri ini? Jelas, tak seorang pun mau.

Soal peran, kita memang suka berebut. Tapi tanggung jawab, tak seorang pun hendak memikul. Dulu, pengurus negara ini suka berutang ke luar negeri. Tapi giliran bayar, ditunda saja biar anak-cucu yang melu-nasi. Dulu pejabat-pejabat (sampai sekarang) suka korupsi. Tapi giliran diperiksa, mending bilang sakit berkepanjangan. Dulu pengusaha-pe-ngusaha suka minjam ke bank-bank. Tapi giliran ditagih, lebih memilih lari ke luar negeri. Dulu pemimpin-pemimpin suka berfoya-foya. Tapi giliran resesi datang, rame-rame bilang, “Kita mesti prihatin. Kita se-dang krisis.” Dulu birokrat-birokrat suka menyelewengkan wewenang. Tapi giliran diusut, menyatakan tak tahu-menahu. Dulu politisi senang menyalahgunakan kekuasaan. Tapi begitu diminta bertanggung jawab, langsung ganti baju dan berteriak, “Usut tuntas kejahatan Orde Baru.”

Mat Puhit yang tak tahu apa-apa mencak-mencak saat Minan Tunja meminta tanggung jawab. “Tanggung jawab apaan?” tanyanya.

24 April 2002

Page 72: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

50

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Jangan dulu tanya perlu atau tidaknya regenerasi. Sebab, soal makna regenerasi saja bagi setiap orang berbeda. Jika ditanya dengan kaum muda seperti Mamak Kenut, Mat Puhit, dan Minan

Tunja, jawabannya tegas, “Yang tua-tua, yang secara fisik sudah lemah, yang berpikiran kolot, harap minggir. Sekarang giliran yang muda.” Kalau ditanya pada akademisi, jawabannya mungkin lebih bijak: yang penting kualitas. Regenerasi bukan asal muda. Yang muda belum tentu berpikiran maju.

Seorang birokrat boleh jadi berkata, “Kita jangan terjebak pada dikotomi tua-muda, senior-junior, asli-tidak asli, putra daerah-bukan putra daerah. Pemimpin harus bisa membawa ke masa depan yang lebih baik. Apa dan siapa pun orangnya, itu tidak penting.

Lain lagi politikus, ia lebih suka menggunakan bahasa bersayap: regenerasi memang kita butuhkan, tetapi jangan pula gara-gara regene-rasi kita memilih yang lebih buruk. Kalimat ini bermakna ganda: diganti atau tetap. Siapa pun yang terpilih, secara politis partai sang politikus tidak terlalu dibebani rasa berdosa dan dapat terbebas dari gugatan masyarakat seandainya salah pilih.

Orang punya definisi masing-masing tentang regenerasi. Tergan-tung, apa kepentingannya. Akibatnya, regenerasi sebagai suatu proses alami yang harus terjadi di mana saja, kapan saja, serta terhadap apa dan siapa saja; menjadi proses yang _apa boleh buat_ penuh dengan re-kayasa politik. Regenerasi dapat bermakna ganda, bahkan multimakna; bergantung apa dan siapa yang memaknainya.

Regenerasi22

Page 73: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

51

Udo Z. Karzi

Tak perlu bertanya soal perlu-tidaknya regenerasi. Regenerasi adalah proses alami seperti kehidupan yang mengalami kelahiran, per-tumbuhan, dan kemarian; seperti organisasi yang mengenal rekrutmen, kaderisasi, mutasi, pemecatan, dan keluar; seperti birokrasi yang mem-buka pendaftaran, pengenalan, peningkatan karier, penurunan pangkat, dan pensiun; seperti pejabat yang mengalami pemilihan, konsolidasi, memperluas dukungan, menambah tabungan, dan akhir masa jabatan; seperti kekuasaan yang harus direbut, diperluas, dipertahankan, dan akhirnya direbut orang lain.

Dalam keadaan normal, regenerasi berjalan sebagai sebuah per-putaran biasa saja. Yang duluan lahir, duluan makan garam. Yang duluan datang, duluan pula menikmati. Yang duluan selesai, duluan pula ber-santai. Tapi masalahnya, kebanyakan orang tak pernah mau mengalah. Kalau bisa berkuasa seumur hidup, mengapa harus meletakkan jaba-tan. Kalau sudah pensiun, bisa masuk partai politik. Dari dulu sampai sekarang banyak sekali kendaraan yang dapat dipakai untuk berkuasa. Selalu saja: “kami adalah orang-orang tua yang masih berjiwa muda” atau “yang muda belum pantas” atau “bagaimanapun pengalaman kami lebih banyak”, atau “kalau muda tapi tidak reformis, buat apa?”

Regenerasi? “Ya harus!” teriak Mat Puhit. Tinggal mengatur maknanya. Regenerasi bisa berarti pergantian dari generasi yang tua ke lebih tua dan dari generasi yang lebih tua ke generasi bangkotan. Regenerasi dapat pula berarti pergeseran dari generasi tua ke generasi muda, dari generasi muda ke generasi yang lebih muda, dari generasi yang lebih muda ke generasi anak-anak. Regenerasi pun tak menutup kemungkinan bermakna perpindahan dari generasi bangka ke generasi bangka lain, dari generasi tua ke generasi tua lainnya, dari generasi muda ke generasi muda yang lain, dari generasi remaja ke generasi remaja lain, dari gerasi anak-anak ke generasi anak lain, dan dari generasi balita ke generasi balita lainnya.

Ah, re-generasi!

27 April 2002

Page 74: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

52

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Darah kembali mengucur di Ambon. Sekelompok massa berpa-kaian loreng dan wajah bercat coreng-moreng menyerang Desa Soya, Sirimau, belahan timur Pulau Ambon, Minggu pukul 4.00

WIT. Akibatnya, 14 orang tewas dan 10 lainnya luka berat dan ringan. Sementara itu, Inter Milan tetap mengamankan peluang meraih

scudetto untuk pertama kali sejak 1989 setelah unggul 3-1 (1-1) atas Piacenza di Stadion Giuseppe Meazza, Minggu malam WIB. Gol Inter di-jaringkan Ivan Cordova menit 7, Alvaro Recoba (70), dan Ronaldo (79).

Sementara itu, Jusuf Kalla menyatakan Agus Dwikarna yang masih ditahan di Filipina akan bebas satu atau dua hari lagi. “Saya op-timistis pembebasan Agus sudah 99%. Hanya dibutuhkan prosedural pembebasan satu atau dua hari lagi,” ujar Jusuf, Minggu.

Sementara itu, kabinet Israel, Minggu, menolak bekerja sama dengan tim pencari fakta PBB yang datang ke kamp pengungsi Jenin dan menuntut agar ditetapkan terlebih dahulu persyaratannya.

Sementara itu, Tim Unit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras) Satuan Reserse Umum Polda Metro Jaya menangkap Kaimin (40) di rumahnya di Kampung Batakan, Sukabumi, Cimanggis, Depok, Minggu pagi. Kaimin yang dikenal sebagai tukang bubut ditangkap karena mer-akit pistol jenis FN dengan menggunakan peralatan bengkel.

Sementara itu, salah satu korban ledakan tabung gas di SMUN 47, Budi Wiyono (17), Minggu siang, meninggal dunia di ruang pera-watan intensif (ICU) Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). Siswa kelas II-8 itu meninggal sekitar pukul 13.30 akibat luka berat di kepalanya.

Sementara Itu23

Page 75: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

53

Udo Z. Karzi

Sementara itu, sikap PDI Perjuangan seperti diungkapkan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbangpus) PDIP, yang meminta pe-nundaan perubahan konstitusi amat membingungkan. Pernyataan Ba-litbang PDIP itu menunjukkan jika sejak awal partai pemenang Pemilu 1999 itu gamang dan ragu-ragu memenuhi tuntutan perubahan UUD 1945 seperti diminta banyak kalangan.

Sementara itu, kepala Mamak Kenut langsung berdenyut-denyut membaca berbagai lead berbagai koran hari itu. Darah, luka, meninggal, penangkapan, penahanan, penolakan, bencana, dan tragedi masih men-jadi kata kunci kehidupan sosial politik negeri ini dalam berita-berita.

Sementara itu, Minan Tunja masih saja menunggu kepastian ten-tang hari depannya sementara beban pikiran makin menggelayutinya. Hari-hari terkadang terasa menjenuhkan; tak ada yang menanti, tak ada yang dinanti, tak ada penantian.

Sementara itu, Mat Puhit makin tak sabaran dan lebih suka emosi melihat situasi yang tak juga menunjukkan perubahan seperti yang di-angankannya saat berdemontrasi dulu. Semua terasa monoton, bahkan terasa berjalan mundur.

Sementara itu, seperti PDIP dan PPP yang tengah berkuasa, elite-elite politik mulai lupa dengan janji-janjinya dulu yang penuh semangat dan berteriak paling kencang mendukung reformasi. Di mana-mana penguasa sama saja: suka berbuat semena-mena dan tak pernah me-mikirkan rakyat.

Sementara itu, kita justru melihat sikap-sikap gamang, ragu-ragu, dan kehilangan orientasi dari berbagai pihak menghadapi keadaan yang penuh dengan ketidakjelasan. Kita tak pernah berani memastikan masa depan kita sendiri.

Sementara itu? Kita cukup pakai “sementara itu” untuk menyam-bungkan dari suatu situasi ke situasi yang lain, dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu hari ke hari lainnya. Memenatkan!

30 April 2002

Page 76: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

54

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Tanpa basa-basi, langsung saja. Tak usah sungkan-sungkan. Tak perlu malu-malu. Apa maumu ambil. Apa kehendakmu rebut. Apa inginmu raih. Apa harapanmu wujudkan. Apa mimpimu

realisasikan. Apa ambisimu raih. Apa pun. Tak bakal ada yang mengha-langimu. Tak mungkin ada yang menentang. Tak akan ada yang protes. Tak ada.

Uang, harta, benda, pengaruh, kuasa, cinta, kepuasan, atau apa saja menjadi hakmu. “Kalau kau sudah besar kau bisa jadi apa?” tanya orang tua Mat Puhit yang melihat kecerdasan menyembul dari jidatnya yang lebar. Tanpa banyak pikir, Mat Puhit langsung berkata, “Jadi insinyur.”

Tak perlu takut mengutarakan isi hati, langsung saja. Tak akan ada yang menertawakanmu. Tak perlu pedulikan kesinisan orang. Tak usah hiraukan segala jenis kenyinyiran. Tak usah pusingkan pandangan minor mereka yang tak suka. Apa pun reaksinya, biarlah. Apa pun tanggapannya, terimalah. Apa pun jawabannya, sabarlah.

Keterbukaan, transparansi, akuntabitas, kepercayaan, kredibili-tas, demokratisasi, hak asasi manusia, kepastian hukum, dan berderet konsep dan istilah akan melindungimu. Tak perlu takut. Tak perlu risau. Tak perlu risi. Tak perlu khawatir. Tak perlu ragu-ragu. Tak perlu. Maka, to the point saja.

Tanpa banyak bicara, langsung saja. Jangan hiraukan keheranan orang. Jangan pernah merasa berbuat salah. Jangan pula seperti dikejar dosa. Biasa saja. Santai saja. Slow saja. Segalanya segera menjadi mi-likmu. Semuanya akan menjelma dalam sekejap. Seluruhnya mengham-piri dirimu.

Langsung Saja24

Page 77: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

55

Udo Z. Karzi

Mamak Kenut akan mendukungmu. Minan Tunja bersedia mendampingimu. Mat Puhit tetap menghormatimu. Jadi, tak perlu ragu. Apa lagi bingung. Apa yang tak mungkin di dunia ini. Apa yang mustahil dalam kehidupan ini. Apa yang tak bisa kalau kita mau, kalau kita suka, kalau kita ingin, kalau kita kejar, kalau kita rebut, kalau kita perjuangkan.

Tanpa banyak ribut-ribut, langsung saja. Rapat untuk menjawab tudingan orang. Diskusi untuk menghilangkan kecurigaan orang. Dia-log untuk menenangkan suasana. Bicara empat mata untuk menjelaskan sesuatu dari hati ke hati. Urun rembuk untuk menyelesaikan masalah.

Apa sih yang tidak selesai kalau kita mau berterus terang. Apa sih yang tak rampung kalau kita mau kerja keras. Apa sih yang tidak jelas kalau kita mau terbuka. Apa sih yang tak beres kalau semua mau membantu. Apa sih?

Tanpa banyak wakil, langsung saja. Kepengen jadi ketua RT, kepala desa, bupati, wali kota, gubernur, atau bahkan presiden, tak usah pakai acara malu-malu tapi mau. Langsung saja umumkan, “Saya mau jadi bupati... atau apalah.” Tinggal nanti biarlah masyarakat banyak yang menilai.

Buat apa takut-takut. Ini zaman bebas. Siapa saja boleh menjadi apa saja. Harold Lasswell saja bilang: politik adalah siapa mendapat apa dan bagaimana. Bagi-bagi kekuasaan begitu. Tapi, jangan pula asal bagi. Sebab, Lord Acton mengingatkan: kekuasaan cenderung dikorup.

Kalau begitu, pemilihan kepala daerah (bupati, wali kota, atau gubernur) pun, langsung saja. Biar semua serba transparan. Biar semua jelas. Biar semua pada kebagian. Biar semua merasa dilibatkan. Biar se-mua dapat melihat. Biar semua terpuasi. Biar semua tak protes.

Ya, langsung saja; agar “apa mau kita” tak dimanipulasi, agar tak ada yang disembunyikan, dan agar tak ada yang dirugikan.

2 Mei 2002

Page 78: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

56

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Tanpa ba-bi-bu, Mat Puhit yang baru saja datang langsung ber-tanya, seperti apakah uang Rp7.000 triliun yang konon katanya untuk membiayai rekapitulasi perbankan oleh BPPN. Mamak Ke-

nut yang lagi suntuk, cuma bilang, “Induh, nyak mak pandai (Entahlah, saya tak tahu).”

“Ehh, ini serius!” serbu Mat Puhit.“Sudahlah. Ngopi dulu. Kita butuh kafein untuk dapat berpikir

jernih....”Sesampai di rumah Minan Tunja, Mamak Kenut minta dibuatkan

kopi. Setelah menyeruput minumannya, dengan meniru gaya borjuis ia berkata, “Apa sih?”

“Gimana negara ini tidak bangkrut kalau para konglomerat yang korupnya minta ampun masih diberi fasilitas lagi. Uang Rp7.000 triliun itu kalau dibagi-bagi ke rakyat jelas dapat mengentaskan kemiskinan,” ujar Mat Puhit.

“Hush, itu urusan negara. Sekarang yang penting bagaimana agar kita bisa tetap hidup dan menikmati nikmatnya kopi ini. Mari... diminum dulu.”

Setelah menyicipi kopi. “Iya, tapi uang itu hasil ngutang ke luar negeri. Nanti kita juga yang mesti bayar.”

Ah, itu kelewat besar urusannya. Itu sudah menyangkut G to G, antarpemerintah. Kita percayakan saja kepada pemerintah. Sekarang kita lihat saja yang paling dekat. Anggota DPRD Lampung yang baru saja menerima LPj Gubernur kabarnya bagi-bagi uang Rp1,1 miliar un-tuk baju baru dan 1,125 untuk biaya operasional.

Satu Miliar25

Page 79: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

57

Udo Z. Karzi

Sekarang bayangkan seberapa besar uang semiliar itu. Dipukul rata satu anggota Dewan (cuma?) dapat Rp15 juta. Cuma Rp15 juta untuk enam setel pakaian. Jadi, satu setel pakaian harganya Rp2,5 juta. Bayangkan setelan pakaian senilai Rp2,5 juta. Bayangkan!

Minan Tunja yang baru saja nongol dari belakang langsung inte-rupsi, “Apa yang harus dibayangkan. Itu konkret. Itu uang betulan dari APBD. Bisa untuk beli baju betulan. Bisa pula untuk refreshing atau apa saja kebutuhan seorang pembesar. Nggak usah syirik-lah. Itu kan hasil kerja keras anggota Dewan juga.”

Itu logika penguasa. Pemikiran itu berbahaya bagi nasib kedaula-tan rakyat. Kalau anggota Dewan seenaknya dapat menggunakan keuangan Pemda seperti juga gubernur yang punya dana taktis miliaran rupiah, bagaimana soal pelayanan dan upaya peningkatan kesejahter-aan rakyat.

Sejumlah anggota Dewan mengaku lebih menyukai menerima pakaian dinasnya dalam bentuk cash money ketimbang barang. Iya dong! Selain bisa lebih leluasa memilih bahan, harga di luar jauh lebih murah. Sisanya dapat mereka sisihkan untuk keperluan lain. Jelas? Tak ada peraturan yang dilanggar dalam soal ini. DPRD toh punya hak bu-jet: mengatur anggarannya sendiri.

Tinggallah Mamak Kenut, Mat Puhit, dan Minan Tunja yang menangisi nasibnya sendiri. Bagi Mamak Kenut, uang seribu sekadar buat ngudut (merokok) saja susahnya setengah mati. Pagi-pagi terpaksa lari ke rumah Minan Tunja. Mat Puhit tak jauh beda. Untuk ke rumah Mamak Kenut saja ia terpaksa jalan kaki. Soalnya, ongkos naik terse-bab BBM yang naik. Sementara subsidi dari orangtua tetap tak berubah (istilah ekonominya: ceteris varibus). Jika ongkos naik, dalam keadaan ceteris varibus, Mat Puhit tak bisa naik mikrolet. Apalagi taksi.

Tetap saja, satu miliar bagi anggota Dewan, tak ada apa-apanya.

6 Mei 2002

Page 80: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

58

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Anggota DPRD memang pintar. Coba tanya kepada mereka soal demokrasi. “Demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Karena kami wakil rakyat, percayakan segala jenis aspirasi kepada kami.” Uru-

san tanah, kami akan bertindak sebagai mediator pihak-pihak yang bertikai. Kami tak punya kepentingan apa-apa dalam sengketa tanah. Namun kunci penyelesaiannya adalah adanya keinginan baik dari pihak-pihak yang berkonflik.

Rakyat boleh usul. Apa pun. Dewan akan menampung dan me-nyampaikan kepada pejabat berwewenang. Kalau tidak ada tindak lan-jut, tentu bukan melulu salah anggota Dewan yang tidak menyalurkan aspirasi. Dinas/instansi yang bersangkutan dengan urusan itu yang tidak tanggap. Tinggal panggil dinas/instansi atau pimpro dapat kita panggil. Masih belum ada perubahan, mungkin karena kurang koordinasi di antara berbagai pihak.

Kalau begitu, harus ada peninjauan lapangan. Pakai saja dana operasional atau biaya perjalanan yang memang sudah dianggarkan. Lagi pula kalau tidak dipakai kan mubazir. Kalau memang tidak ada anggarannya lagi, toh bisa menghubungi kepala dinas atau ketua ins-tansi yang bersangkutan. Bilang, “Dewan mau meninjau kantor atau proyek Anda.” Semua bisa diatur.

Hearing! Jangan sampai pejabat atau siapa pun tidak hadir kalau diminta menghadap anggota Dewan. Sebab, kalau itu yang terjadi, ia telah mengabaikan panggilan wakil rakyat. Undang-undang telah me-ngatur ini. Membangkang berarti mengabaikan peraturan dan dapat di-tuntut ke pengadilan. Jangan remehkan anggota Dewan. Jangan anggap

Memang Pintar26

Page 81: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

59

Udo Z. Karzi

enteng para legislator. Jangan main-main dengan parlemen. Segalanya berpusat dan bermuara pada wakil rakyat.

Anggota Dewan memang pintar. Ketika ada yang mengusulkan untuk melakukan pemilihan langsung kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota), DPRD se-Indonesia menolaknya. Rakyat Indonesia masih belum siap karena tingkat pendidikannya masih rendah, begitu alasannya. Mat Puhit yang bukan anggota Dewan langsung langsung esmosi. “Memangnya, yang pintar cuma anggota Dewan? Memang ang-gota Dewan sarjana semua? Memangnya cuma anggota Dewan yang ngerti politik? Memangnya cuma Dewan yang...” Mat Puhit tak dapat melanjutkan kalimatnya saking gregetannya.

Masih dengan gaya santai, Mamak Kebut malah bilang begini, “Sebaiknya, jangan ikuti apa yang dikatakan Dewan. Sebaliknya, ker-jakan yang tidak dikatakan Dewan. Dengan kata lain, apa pun yang dikatakan Dewan, patut kita curigai.”

Patut diduga: ada kepentingan di balik kata-kata “rakyat tidak siap melakukan pemilihan langsung karena tingkat pendidikannya masih rendah” dari DPRD. Jelas itu. Ingat juga dengan pernyataan seorang Ketua Dewan, “rakyat tidak siap berdemokrasi” ketika terjadi kericuhan dalam pemilihan bupati. Rakyat cuma dipinjam anggota De-wan untuk membenarkan ucapannya dan melegitimasi tindakan yang jauh dari nilai-nilai demokrasi.

Dalam soal suksesi kepala daerah, jelas anggota Dewan memiliki kepentingan untuk mengupayakan agar Dewan tetap memilih guber-nur/bupati/wali kota. Suksesi adalah “proyek” besar anggota Dewan selama ini. Kalau rakyat yang langsung memilih, jelas keuntungannya kecil buat anggota Dewan. Maka, dibuatlah alasan, “rakyat belum siap karena masih bodoh”. Seandainya kepentingannya lain, argumen De-wan akan menjadi lain, “Jangan remehkan kesadaran politik rakyat.”

Anggota Dewan memang pintar!

8 Mei 2002

Page 82: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

60

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Lucu deh! Mamak Kenut sampai terpingkal-pingkal _meski cuma dalam hati karena takut ada yang tersinggung atau dikira stres dan menjadi gila_ ketika membaca berita-berita di koran. En-

tahlah, akhir-akhir koran-koran menjadi kumpulan humor dari tokoh-tokoh elite politik yang secara struktural melakukan apa yang disebut kebohongan publik.

Kejadian pertama. Ceritanya, Winfried Simatupang, kontraktor distributor sembako Yayasan Raudatul Jannah (YRJ) menjadi saksi da-lam sidang dengan terdakwa Rahardi Ramelan. Mulanya, ia mengaku mengembalikan dana nonbujeter Bulog Rp40 miliar dengan harapan kasus ini segera selesai dan Ketua Umum Partai Golkar terselamatkan. Inilah bentuk salah satu yang disebut-sebut skenario penyelamatan Akbar Tandjung. Apa pun alasannya dan apa pun logikanya, begitulah yang terjadi; meski Akbar menegaskan tidak ada skenario penyelama-tan dirinya ketika Simatupang mengembalikan Rp40 miliar. Lucu!

Lebih lucu lagi ketika Simatupang berkata, “Ada kenikmatan tersendiri menyimpan uang dalam kamar tidur, seperti konglomerat. Sesekali membuka brankas sambil menghidupkan pendingin ruangan, sehingga udara segar masuk brankas. Biar uang tidak busuk karena saya tidak punya obat antihama.” Rupanya Simatupang punya sense of humor tinggi juga. Orang-orang kaya mendadak selalu tampak lucu, bahkan menggelikan dalam menjaga harta bendanya. Lucu deh!

Sudah begitu, seusai rehat sidang, Simatupang kemudian meralat pengakuannya. “Saya tidak menyelamatkan Tandjung. Motif mengem-balikan uang agar negara tidak rugi dan hukuman diringankan.” Lucu

Lucu Deh!27

Page 83: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

61

Udo Z. Karzi

kalau bukan menggelikan atau lebih tepatnya menjijikkan. Kita seperti menjadi tuli sekaligus dungu semua.

Kejadian kedua. Samudra Sukardi mengadu ke Komnas HAM merasa hak asasi manusianya dilanggar menyusul gagalnya ia menjadi direktur PT Garuda Indonesia. Lucu deh! Tidak jadi dilantik menjadi pejabat kok dibilang pelanggaran HAM. Kalau begitu, semua orang yang kariernya tidak naik-naik berhak menggugat atasannya karena melang-gar HAM. Kalau begitu, Mamak Kenut bisa menuntut menteri tenaga kerja karena melanggar HAM-nya. Buktinya, sampai hari ini menaker tidak mampu memberinya pekerjaan dan menyediakan lapangan kerja bagi kaum pengangguran sepertinya.

Terinspirasi oleh itu, Mat Puhit segera menggalang dukungan dari berbagai LSM untuk meminta keadilan yang dalam perasaannya ja-rang sekali ia peroleh. Kalau orang kaya bisa naik mobil, ia tidak. Kalau konglomerat boleh berutang ke bank, ia tak dapat. Kalau pejabat boleh semena-mena, ia malah mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan. Kalau penguasa boleh korupsi, ia bingung apa yang bisa dikorupsi.

Lucu deh! Minan Tunja ikut-ikutan protes. Tapi tak jelas apa yang ia perjuangkan. “Yang penting solidaritas. Kebersamaan. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Rawe-rawe rantas malang-malang putung. Soalnya penguasa dan pengusaha masih semaunya. Kita recoki terus sampai mereka sadar.”

“Kalau mereka tak sadar-sadar?” tanya Mat Puhit.“Kita permalukan mereka.”“Kalau tidak mempan juga?”“Ya, kita tertawa saja. Habis lucu sih.”Lucu deh! Kita tak pernah serius melakukan sesuatu; selalu saja

berupaya menyelewengkan amanat yang dititipkan kepada kita.

15 Mei 2002

Page 84: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

62

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Apa komentar yang pas untuk mereka yang dengan segala daya se-gala upaya selalu menyisipkan “peluang” merengkuh keuntungan dari berbagai “proyek”; tak peduli itu bantuan kemanusiaan dan dana

rakyat sekalipun? Pengamat politik Jauhari M. Zailani justru mengemu-kakan pertanyaan balik ketika wartawan menodongnya dengan per-tanyaan seputar perilaku pejabat dan legislator yang makin aneh-aneh.

Manajemen maling! Ia akhirnya menyebut demikian. Ilmu ini tidak pernah dipelajari dan diajarkan di sekolah-sekolah, di kampus-kampus, di diklat-diklat, atau di pesantren-pesantren. Kalaupun ada, manajemen itu lebih dekat pada seni ketimbang ilmu. Semacam seni sulap, seni mengelabui, seni menipu, seni topeng, seni pura-pura, seni tega, seni menikam, seni melukai. Ya, seninya malinglah.

Manajemen maling adalah bagaimana agar dana publik dapat _dengan berbagai bungkus istilah_ masuk ke kantong pribadi. Kalau ada pencuri yang langsung tertangkap, bahkan tertembak ketika baru pertama melakukan aksi, itu karena sang maling tidak menggunakan manajemen maling. Yah, maling-maling kecil memang selalu kalah canggih dengan maling-maling besar dalam melakukan kegiatannya.

Seorang mahakoruptor bilang begini: “Kalau korupsi jangan kecil-kecilan karena akan mudah menangkapnya. Korupsilah sebesar-besarnya. Makin besar nilai yang dikorupsi makin sulit ditangkap. Ka-laupun ditangkap, tak lama lagi segera dilepas.” Para maling besar pun merasa perlu mengamandemen Pasal 33 UUD 1945, sehingga berbunyi: “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan pribadi dan golongan.” Maka, jual-

Manajemen Maling28

Page 85: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

63

Udo Z. Karzi

lah berbagai aset BUMN kepada orang asing untuk mengatasi kebang-krutan negara akibat dimalingi para konglomerat.

Kemiskinan mendekatkan kepada kekufuran. Betul juga. Karena kelaparan, terpaksa ada sebagian dari kita yang menjadi maling. Tapi tidak demikian dengan para konglomerat, pejabat tinggi, dan anggota Dewan terhormat. Bukan kemiskinan yang membuat mereka (yang berkuasa dan yang berusaha) menjadi maling. Soalnya, itu hanya naluri saja. Kebetulan ada peluang. Pemerintah pun sampai sekarang tidak pernah serius memberantas yang namanya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).

Mamak Kenut menjadi kehilangan kata-kata untuk menggam-barkan bagaimana manajemen maling itu bekerja. Segala ilmu, segala pengetahuan, segala jimat, segala upaya, segala usaha takkan mampu berhadapan dengan pakar maling. Studi banding, dana nonbujeter, dana mobilitas, dana operasional tambahan, dana cadangan hanya sedikit istilah dari manajemen maling itu. Senantiasa ada argumen yang _bagi sebagian masuk akal_ untuk membenarkan kegaiatan rampok-merampok dana rakyat; dari mana pun sumbernya.

Kami punya hak mengatur anggaran kami sendiri, kata anggota Dewan. Karena kedudukannya sebagai kepala daerah, gubernur atau bupati/wali kota perlu dibekali dengan dana taktis. Dan, karena itu PAD harus tinggi untuk mendukung pembangunan daerah. Dan, karena itu pemerintah daerah perlu menarik berbagai jenis retribusi dari rakyat.

Manajemen maling adalah bagaimana agar APBN, APBD, ABT, dan sebagainya dapat dikelola dengan sebesar-besarnya untuk kepen-tingan mereka yang sedang menjabat atau yang sedang mewakili rakyat (sesuai dengan hasil amandemen Pasal 33 UUD 1945 yang dilakukan para maling).

Jangan bicara menangkap maling, kecil atau besar, karena boleh jadi yang akan menangkap maling juga. Manajemen maling!?

27 Mei 2002

Page 86: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

64

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Cadang hatiku cadang. Kesesolkan disapa.... Udien mendendang-kan lagu Lampung yang kurang lebih artinya “patah hatiku pa-tah. Kusesalkan pada siapa” ini dengan sahdu. Begitu saja. Ia tak

begitu hapal lagu ini. Maaf juga pada pencipta lagu ini kalau merasa tersinggung karena lagunya dimain-mainkan Udien. Tapi, itu tak terlalu penting. Ia hanya tengah menggoda Minan Tunja yang sedang uring-uringan karena kencannya jadi kacau beliau (ingat dengan Bablas angin ne?).

Minan Tunja tambah uring-uringan. “Dien!!” teriak Minan Tunja bermaksud menghentikan keisengan Udien.

Tapi, Udien bukannya berhenti. Malah makin kuat menyanyikan lagu “Cadang Hati”.

Mat Puhit datang membentak, “Bangsat... diam kau.”Udien terpaksa berdiam diri. Rupanya, Mat Puhit juga lagi

cadang hati. Udien pergi ke luar. Ia bertemu dengan orang-orang yang lagi cadang hati. Konsumen cadang hati karena BBM, listrik, air, dan telepon naik. DPRD cadang hati dibilang tidak tahu malu. Wartawan cadang hati karena dimaki-maki. Mahasiswa, dosen, pedagang, pengu-saha, birokrat, pejabat, semuanya lagi cadang hati.

Mamak Kenut tak dapat berkata apa-apa. Betapa mudah orang cadang hati. Masa hanya karena salah kata saja, orang singut. Susah-susah. Kita ini maunya baik-baik semua. Apa iya orang mau mengikuti apa yang kita mau. Giliran orang banyak mengatakan maunya mereka, kita kok malah menuduh mereka usil.

Cadang Hati29

Page 87: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

65

Udo Z. Karzi

Kita tak mau dibilang otoriter, tapi apa yang menjadi kehendak kita harus diikuti. Kita tak mau disebut tak tahu malu, tapi tindakan kita sebenar-benarnya memalukan. Kita tak mau dikatakan antikritik, tapi kenyataannya begitu ada yang menyalahkan, kita marah. Kita ini mau menang sendiri. Kita ini egois. Kita hanya memikirkan diri sendiri.

Belajarlah memahami, kata orang tua. Paham bahwa apa yang ada di luar diri kita butuh perhatian kita. Kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan adalah fakta yang harus kita pahami. Biar kita bisa mikir. Begitu juga, kesombongan, keserakahan, kemunafikan, dan ketidakju-juran harus kita pahami. Bukan untuk dicontoh. Tapi, agar kita tak ter-perangkap sembari memetik hikmah.

Jangan terlalu mudah cadang hati. Biar hati kita lapang. Biar kita dapat menikmati kehidupan ini dengan senang dan bahagia. Biar ruang gerak kita tak terlalu sempit karena dipenuhi rasa curiga, tak percaya, benci, bahkan dendam yang tak berkesudahan. Kalau ada orang yang pandir, ya maklum saja. Ada orang sok, biar saja. Ada orang orang be-lagu, tak usah dihiraukan.

Itulah teman kita, saudara kita. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Sejauh tidak merugikan kita, tak apalah. Rugi diki juga nggak apa. Nanti-nanti juga barangkali ada juga faedahnya buat kita. Buat apa pusing-pusing memikirkan kesalahan orang lain. Kesalahan orang lain jangan kita pikul tanggung jawabnya.

Orang mau miskin atau kaya, baik atau jahat, rendah hati atau angkuh, sok atau tidak, biar saja. Kita tak perlu cadang hati karena itu. Udien, Mat Puhit, Minan Tunja, Mamak Kenut, siapa pun mari men-dendangkan lagu Cadang hatiku cadang. Kusesolkan di sapa... tanpa rasa dendam, tanpa rasa pilu.

4 Juni 2002

Page 88: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

66

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Tolong ambilkan dan berikan padaku semangat yang tercampak di semak-semak,” Mat Puhit bersajak. Mamak Kenut tertawa berderai. “Mat, Mat...puasa ya puasa. Jangan lantas jadi ngawur

begitu.”Seolah tak mendengar, Mamak Kenut meneruskan, “Kau dengar ka-

taku dan kutagih janjimu atau mesti kulumat bibirmu dalam terpaksa.”Ngawur. Bulan puasa kok bicara jorok. Tapi, Mamak Kenut men-

jadi tertarik dengan igauan sohibnya ini.“Sudahlah kau jangan terlalu melankolis. Hidup itu memang

penuh dinamika. Perubahan demi perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu tak harus membuat kita terombang-ambing. Gembira, bahagia, cinta, rindu seperti juga sedih, marah, benci, dendam, patah hati, dan frustasi hanyalah emosi yang hadir sesaat perubahan lingkungan di luar diri kita. Tak satu pun yang berasal dari diri kita.” Mamak Kenut jadi ikut-ikutan mengoceh.

Tapi Mat Puhit malah bertambah semangat, “Kumohon jangan kau salah mengerti. Sebab, aku bukan bicara persahabatan atau cinta yang ada. Telah cukup iblis kemarin menyiksa angan dan pikiran.”

Ngaco. Benar-benar kacau. Apa pula yang merasuki benak Mat Puhit. Semangat, janji, persahabatan, cinta, iblis, angan, dan pikiran. Apa pula hubungan antara satu dan yang lainnya.

“Heh... berhentilah jadi orang gila. Kalau bicara yang benar dong.”Kita pun menjadi teringat dengan peristiwa-peristiwa penting

dan tidak penting di daerah ini akhir-akhir ini. Kita lalu mengait-

Semangat30

Page 89: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

67

Udo Z. Karzi

ngaitkannya dengan berbagi tingkah-polah anak negeri sekarang ini. Kita tercenung menatap nasib buruh, petani, nelayan, dam rakyat kecil. Kesimpulannya: kita makin payah!

Kehidupan nyatanya penuh dengan kekerasan, kejahatan, ke-culasan, dan kekejaman. Nyaris tak ada tempat untuk setitik kebaikan, kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Beberapa di antara kita mulai ke-hilangan semangat. Segala jenis, segala macam, segala rupa semangat menjadi punah. Semangat hidup, semangat belajar, semangat berusaha, semangat juang, dan semangat kerja pupus sudah. Soalnya, situasi tak juga berpihak kepada kita.

Sebagian lagi dari kita justru memiliki semangat kelewat besar. Ini bukan lagi semangat sebenarnya. Sebab, semangat yang berlebihan telah melupakan esensi sebuah semangat. Demi suatu nilai, orang me-lupakan norma. Demi suatu tujuan, orang menghalalkan segala cara. Demi suatu harapan, orang meninggalkan kepantasan. Demi suatu dendam, orang lupa jati diri. Demi suatu keinginan, orang melupakan orang lain.

Semangat? Terlalu banyak yang salah memaknai semangat. Me-mang, barangkali tak punya semangat berarti mati. Tapi supersema-ngat bisa-bisa membuat kita menjadi ambisius, tamak, bahkan gila: gila harta, gila pangkat, gila hormat, gila....

Itulah realitas. Semangat kita adalah semangat memperkaya diri sendiri. Semangat kita adalah semangat mengejar kepentingan sendiri. Semangat kita adalah semangat merebut kekuasaan demi kepuasan sendiri. Semangat kita adalah semangat menangguk keuntungan seba-nyak-banyaknya untuk diri sendiri. Ya, semangat kita adalah semangat diri sendiri. Semangat kita adalah semangat yang merugikan orang lain kalau tidak merusak kehidupan yang (seharusnya) tertib.

Tak perlu heran jika Mat Puhit berkata, “Tolong ambilkan dan berikan padaku semangat yang tercampak di semak-semak.” Soalnya, kita sebetulnya tak punya semangat bersama untuk membangun ke-hidupan bersama yang sama-sama menyenangkan. Bagaimana kita bersama menemukan semangat itu?

21 November 2002

Page 90: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

68

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Naik kereta apiTut ... tut ... tuuut ...Siapa hendak turut ke Bandung Surabaya

Mamak Kenut ingat betul. Mat Puhit, temannya yang ban-delnya minta ampun, paling suka menyanyikan lagu ini kalau Ibu Rokanah, guru SD-nya dulu, menyuruh mereka

menyanyi di depan kelas. Entah, siapa yang mengajarinya dan entah bagaimana pula lagu ini menjadi favorit Mat Puhit.

Naik kereta api adalah sebuah mimpi dari dunia kanak-kanak mereka yang tak pernah terwujud sampai hari ini. Mereka terlalu jauh dari rel dan spoor yang katanya kayak ular yang panjang-hitam. Dulu mereka suka berdiskusi membayangkan bagaimana rasanya duduk da-lam kereta api melakukan perjalanan keliling dunia.

“Saya ingin sekali ke Jakarta naik kereta api,” kata Mat Puhit.“Ah, kalau aku ingin ke Kuala Lumpur,” ujar Mamak Kenut

sekenanya sembari mengingat lagu “Semalam di Malaysia” dan novel Malam Kuala Lumpur-nya Nasdjah Djamin.

Mereka memang sudah suka membaca buku-buku sastra meski membaca saja belum becus ketika masih kelas tiga SD. Satu hal yang mempersatukan hati mereka adalah hobi membaca itu. Pernah mereka berkelahi dan bermusuhan selama setahun lebih hanya karena rebutan cerita anak-anak.

Ah, Mamak Kenut jadi ngelantur nggak keruan. Kembali ke soal kereta api. Begitulah, mereka sudah mengembara ke berbagai belahan dunia dengan mengendarai kereta api walau cuma dalam mimpi. Atau, membayangkannya melalui bacaan-bacaan yang seadanya yang mereka peroleh dari perpustakaan sekolah atau memcuri baca dari koran, ma-jalah, dan buku yang mungkin belum waktunya kami baca. Maklum,

Kereta Api,Nyut... Nyut... Nyut...

31

Page 91: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

69

Udo Z. Karzi

bacaan orang dewasa. Atau, seperti film, seharusnya untuk 17 tahun ke atas.

Tapi, melalui bacaan itulah mereka dapat melewati berbagai wilayah di tanah air, bahkan luar negeri. Cukup dengan naik kereta api. Yah, imajinasi kanak-kanak mereka begitu kuat. Mereka tak peduli ka-lau kereta api itu memiliki keterbatasan, selain kelebihan-kelebihannya. Bagi mereka, kereta api itu seperti pesawat terbang yang bisa melayang-layang di udara, seperti jip yang bisa menjelajah berbagai wilayah sulit dan terjal sekalipun, atau seperti kapal laut yang dapat berlayar menge-lingi jagat.

Sampai, suatu saat mereka harus berpisah. Mamak Kenut ke Bandar Lampung, sedang Mat Puhit tinggal di desa untuk kemudian ikut kakaknya migran ke Papua, sebuah provinsi ujung timur negeri ini. Sejak itu, Mamak Kenut tak pernah bertemu lagi dengan Mat Puhit hingga akhirnya Mamak Kenut mendengar Mat Puhit meninggal dalam sebuah rekreasi di pantai Papua.

Mamak Kenut tak sempat menanyakan kepada Mat Puhit apakah Mat Puhit pernah naik kereta api atau belum. Sebab, ia tahu di Papua tak ada kereta api. Ia saja yang di Bandar Lampung belum pernah naik kereta api, meski ada kereta api rute Bandar Lampung_Palembang de-ngan stasiun Tanjungkarang_Kertapati. Sungguh. Ia tak pernah ingat bahwa aku pernah naik kereta api sampai pada waktu Mas Dar mena-nyakan padaku, “Pernah naik kereta api?”

Oh, ternyata Mamak Kenut belum pernah naik kereta api. Pa-dahal, dalam beberapa kali mimpi ia naik kereta api ke Aceh, sebuah provinsi ujung utara Sumatera yang kini tengah bergolak. Ia ingin sekali ke sana. Dan, ini berulang kali ia katakan pada teman-temannya. Bah-kan pacarnya punya keinginan yang sama. “Mau jihad,” kata Minan Tunja. Sayang, tak ada kereta api dari Lampung yang lewat ke sana.

Kereta api ternyata hanya sebuah legenda saja. Nyanyian Mat Puhit yang duluan pergi meninggalkan Mamak Kenut: naik kereta api.... dari Lampung, ke Padang, ke Jambi, ke Pekanbaru sampai ke Aceh atau sekalian saja nyebrang ke Kuala Lumpur tak pernah menjadi kenyataan.

Kereta api hanyalah kisah dalam lagu dan novel sejarah yang sempat mereka baca. Bagaimana rasanya naik kereta api? Jangan tanya pada pada Mamak Kenut.

25 November 2002

Page 92: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

70

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Selamat Anda terpilih menjadi bakal calon (balon) gubernur. Tapi Anda jangan terlalu bergembira dulu. Itu kan baru nama-nama yang diajukan partai kami. Anda masih memerlukan restu pimpi-

nan partai kami di pusat. Kalau pilihan jatuh pada Anda, setidaknya se-langkah lagi Anda akan berhasil menjadi orang nomor satu daerah ini.

Namun harap diingat: ini permainan politik. Tidak ada jaminan Anda akan menjadi gubernur meskipun restu orang nomor satu di negeri ini _yang kebetulan orang nomor satu di partai politik terbesar_jatuh kepada Anda. Dalam perebutan kekuasaan, tak ada sistem jatah-jatahan. Tidak lantaran partai besar lalu mulus menempatkan orangnya di singgasana.

Yang paling penting bagi Anda adalah kemampuan Anda meng-galang dukungan dari anggota legislatif terhormat. Terserah bagaimana caranya: pengerahan massa, lobi, money politics, menculik anggota De-wan atau (mungkin) meminjam istilah seorang juara, “Ini kemenangan hati nurani Dewan.”

Begitulah, dalam pengamatan Mamak Kenut, pemilihan kepala daerah dan pengambilan keputusan politik penting daerah masih belum menunjukkan demokrasi yang sehat. Paternalistik masih ketat men-cengkeram partai politik (parpol) di daerah yang ditunjukkan dengan budaya restu dan minta petunjuk dari pengurus daerah ke pengurus pusat. “Partai politik di daerah tak pernah mandiri karena harus mengi-kuti maunya pimpinan pusat,” kata Mat Puhit.

Implikasi dari parpol yang yang tidak mandiri adalah lembaga-lembaga politik lain seperti DPRD ikut-ikutan tak bisa otonom. Ketida-

Restumu Kunanti32

Page 93: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

71

Udo Z. Karzi

kotonomian legislatif daerah ini mengimbas pula ke eksekutif. Dan, akhirnya memang kembali: otonomi daerah sebenarnya tak pernah mewujud dalam tata pemerintahan daerah. Dalam istilah yang po-puler, otonomi setengah hati; badan dilepas, tetapi ekor tetap dipegang. Bagaimana mau otonom kalau daerah memiliki masalah, tidak bisa diselesaikan di tingkat daerah karena tidak bisa tidak mesti menunggu bimbingan, petunjuk, keputusan, atau restu dari pusat.

Sesungguhnya desentralisasi tidak pernah benar-benar serius ingin diterapkan pemerintah. Pejabat pusat tetap tidak rela melepaskan kewewenangannya dan membagi kekuasaan dengan daerah. Ini terjadi pada hampir semua institusi, baik supra maupun infrastruktur poli-tik. “Rugi amat kalau harus melepas kontrol kita pada daerah. Potensi daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia melulu hanya dinikmati orang daerah. Sedang pusat hanya menunggu bagian kalau-kalau daerah merasa kasihan dan memberi,” celetuk Radin Mak Iwoh.

Karena itu, pemerintah harus terus menciptakan ketergantungan daerah kepada pusat. Kontrol pusat harus selalu dijaga agar daerah tidak ngelunjak; bertindak maunya sendiri dan sama sekali tidak mendengar pusat. Bukan tak percaya bahwa daerah tahu persis apa kebutuhannya, apa keinginan rakyatnya, dan apa aspirasi masyarakatnya kalau pusat berupaya tetap menyetir daerah. Bukan tak mengerti bahwa daerah memiliki kemauan, kehendak, dan syarat sendiri soal pemimpin me-reka. Bukan-bukan itu pertimbangannya. Tapi, ketakutan yang berlebi-han soal daerah yang mbalelo, tak tunduk lagi kepada pusat.

Budaya politik kita masih budaya politik parokial. Patron-client, paternalistik, atau feodalistik masih kental menguasai negeri ini. Anak tak boleh terlalu bebas, bawahan tak boleh mengkritik atasan, daerah tak boleh terlalu mandiri. Karena itu, kalau Anda ingin menjadi gubernur/bupati/wali kota atau penggede apa pun, Anda harus berkata, “Restumu kunanti,” kepada pimpinan Anda di pusat sana. Restu itu penting, walau tak menentukan Anda terpilih atau tidaknya.

28 November 2002

Page 94: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

72

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Pinyut bermimpi. Dalam mimpi, ia bertemu pertapa tua berjubah putih dengan jenggot yang juga sudah memutih. “Nyut, kalau kau ingin sukses. Merantaulah engkau, carilah orang

besar. Ia bisa membantu mewujudkan cita-citamu,” ujar si pertapa. Dasar pemalas. Ia kembali tertidur. Tapi, mimpi itu kembali da-

tang. Malam-malam berikutnya mimpi kembali menghampiri Pinyut.Selain malas, Pinyut yang yatim-piatu juga ternyata bloon. Merasa

mendapat wangsit, ia pun segera meninggalkan desanya. Ia tiba di kota kerajaan, bertemulah ia dengan gajah. Mungkin inilah orang besar itu, pikirnya. Maka, mulailah ia mendekati si gajah, mengabdi pada orang besar yang kelak akan membantunya menggapai cita-cita.

Suatu saat gajah mengamuk memorak-porandakan kota. Tak se-orang pun orang yang bisa menjinakkan gajah. Raja, punggawa, prajurit, siapa pun tak mampu mengatasi gajah. Akhirnya, raja menitahkan ba-rang siapa dapat menundukkan gajah, kalau laki-laki akan dinikahkan dengan putri raja atau kalau perempuan akan diangkat menjadi warga kehormatan kerajaan.

Singkat cerita, hanya Pinyutlah yang mampu menenangkan gajah dan menuntunnya kembali ke kandang. Ia lalu dinikahkan dengan putri raja dan kemudian menjadi orang besar alias menggantikan raja yang sudah sepuh.

Itu sebuah dongeng yang pernah dibaca Mamak Kenut ketika masih kanak-kanak. Kini, dalam angan Mamak Kenut, Pinyut menjelma dalam realitas. Ia banyak menyaksikan Pinyut-Pinyut dalam bentuk

Orang Besar33

Page 95: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

73

Udo Z. Karzi

pejabat-pejabat, petinggi-petinggi, dan pembesar-pembesar di negeri ini. Orang-orang besar itu kini telah lupa kalau mereka pernah menjadi orang kecil, orang miskin, orang dungu seperti Pinyut.

Menjadi orang besar itu sebenarnya sebuah kebetulan saja. Nasib sedang berpihak padanya. Orang-orang bilang, “Garis tangannya sudah menentukan.” Tapi siapa bisa menyangka misalnya, Mat Puhit, Mamak Kenut, Minan Tunja atau siapa pun besok dapat menjadi kepala desa, camat, bupati, gubernur, menteri, bahkan presiden. Bukankah banyak yang stres dan tak siap karena tiba-tiba harus mengenakan dasi dan ber-jalan ke kantor Dewan ketika partainya menang dalam Pemilu 1999? Demikian pula jabatan. Ia bisa secara tiba-tiba mendekati siapa saja suatu ketika.

Menjadi orang besar itu seperti mimpi yang tak pernah disangka-sangka menghampiri orang seperti Pinyut. Tapi jabatan itu toh hanya sebentar menghampiri dan tak mungkin selamanya ia sandang. Se-bab, ia hanyalah amanah yang dititipkan buat sementara. “Seharusnya orang yang dititipi amanah itu menjaga betul amanah itu. Jabatan itu kan harus dipertanggungjawabkan, tidak saja kepada rakyat atau wakil rakyat, tetapi juga kepada Tuhan YME,” kata Minan Tunja.

Meskipun tak mungkin didengar para kandidat yang tengah ber-tarung menjadi orang paling besar di provinsi ini, Mamak Kenut pun berpesan agar mereka bermain dengan cara-cara yang etis. Pesan ini juga ia sampaikan kepada anggota legislatif yang akan memilih me-reka. Logikanya sederhana: tak seorang mampu memprediksi apa yang bakal terjadi. Boleh jadi kekalahan bagi seorang calon justru lebih baik baginya.

Orang besar yang sesungguhnya adalah orang yang mampu me-ngakui kebesaran orang lain, menganggap orang lain perlu dibesarkan, dan tidak merasa merasa kerdil ketika harus kalah dari pesaingnya. Orang besar yang sebenarnya adalah orang yang dapat membesarkan hatinya sendiri dan menjaga hatinya agar tetap bersih, meskipun me-ngalami kegagalan. Orang besar adalah orang yang bisa mengakui ke-besaran Tuhan Yang Mahabesar.

2 Desember 2002

Page 96: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

74

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Akhirnya ketakutan itu datang juga. DPR resmi mengesahkan belenggu pengekangan bernama UU Penyiaran. Tok! Begitu pimpinan sidang Dewan mengetukkan palu menandai penge-

sahan RUU menjadi UU. Penolakan publik tak berarti banyak. Dewan kembali menunjukkan arogansinya. Persetan dengan aspirasi rakyat. Masa bodoh dengan demokrasi. Tak peduli Ketua MPR Amien Rais _meskipun dalam kapasitas pribadi_ berkata: “Tunda RUU Penyiaran!”

“Terlalu,” komentar Mat Puhit. Ia teringat dengan kelakuan le-gislatif ketika mengesahkan UU Lalu Lintas yang kontroversi. Ia juga terkenang UU “Drakula” PKB yang memakan korban mahasiswa seperti M. Yusuf Rizal dan Saidatul Fitria ketika berdemontrasi memprotesnya. Banyak lagi undang-undang yang lahir dari perut legislatif yang justru melahirkan penderitaan di kalangan rakyat.

Tak mau kalah dengan legislatif pusat, di daerah DPRD pun banyak melahirkan peraturan daerah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya dan jauh dari aspirasi daerah. Perda lahir semata-mata untuk mengejar pendapatan asli daerah (PAD) tanpa pernah memperhatikan aspirasi daerah, apalagi demi kemaslahatan rakyat.

Mamak Kenut tercenung mendengar argumentasi Menteri Negara Komunikasi dan Informasi (Menkomin) Syamsul Muarif: pemerintah tak bermaksud mengontrol dunia penyiaran. Yang dikontrol hanyalah iklan dan film. Tak ada kewewenangan pemerintah melakukan penyen-soran. Yang ada adalah self sensor di stasiun televisi masing-masing.

Self Sensor34

Page 97: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

75

Udo Z. Karzi

Yah, gumam Mamak Kenut. Ujung-ujungnya Menkomin me-ngakui sendiri tentang keberadaan sensor, meskipun itu self sensor. Ini jelas jauh dari esensi kemerdekaan pers sebagaimana tertuang dalam UU No. 40/1999 tentang Pers.

Self sensor! Kita menjadi ingat dengan kebiasaan media massa melakukan sensor sendiri sebelum ditegur pemerintah Orde Baru ka-rena dianggap melakukan pelanggaran terhadap “kebebasan pers yang bertanggung jawab”. Daripada mendapat masalah akibat pemberitaan yang membuat pemerintah tersinggung dan merasa dihina, lebih baik koran melakukan penghalusan (eufemisme) atau kalau perlu menghi-langkan kata dan kalimat sekali kata-kata yang kurang “pantas” menu-rut ukuran penguasa.

Kita baru saja menikmati kemerdekaan pers. Dengan kemerde-kaan pers, kita bisa membangun suasana saling kritik, saling terbuka untuk kemudian memupuk rasa saling percaya dan saling menghormati satu sama lainnya. Dengan kemerdekaan pers, kita ingin semuanya transparan. Tak ada yang ditutup-tutupi. Tak ada yang disembunyikan. Tak perlu rahasia-rahasiaan. Pers berusaha menunjukkan kejujuran, ke-benaran, dan keadilan. Pers yang merdeka tak akan suka dengan segala bentuk kecurangan, manipulasi, dan penindasan. Pers merdeka ingin membongkar segala bentuk kejahatan yang dilakukan siapa saja, tak peduli pejabat negara sekalipun.

Namun rupanya penguasa otoriter tak pernah merasa nyaman dengan kemerdekaan pers. Jika pers bebas melakukan kontrol sosial, pejabat tak memiliki kesempatan ber-KKN. Kalau pers bebas mengkri-tik, Dewan tak bisa lagi berperilaku aneh-aneh. Maka, pemerintahan otoriter perlu mengendalikan pers. UU Penyiaran adalah awalnya. Yang lain menyusul.

“Demokrasi tanpa kebebasan pers adalah nonsens,” ujar Minan Tunja. Bagaimana mungkin demokrasi tanpa keterbukaan? Bagaimana mau demokrasi kalau kebebasan berpendapat dan berekspresi terke-kang? Bagaimana bisa demokrasi jika mengeritik saja orang takut? Ba-gaimana dapat demokrasi kalau kita selalu dibayang-bayangi larangan-larangan?

11 Desember 2002

Page 98: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

76

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Page 99: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

77

Udo Z. Karzi

2003

Page 100: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

78

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Bangsa ini luar biasa hebatnya. Mamak Kenut kagum. Ia betul-betul salut dengan daya tahan dan daya juang mereka dalam kehidupan yang makin hari makin sulit. Baru saja harga bahan

bakar minyak (BBM), tarif listrik, dan telepon naik. Sekaligus tiga kebu-tuhan utama masyarakat.

Telepon naik mungkin tak terlalu masalah. Itu memang kebutuhan masih terlalu mewah buat mereka yang tak berpunya. Minyak tanah menjadi kebutuhan yang cukup penting bagi kebanya-kan masyarakat. Meskipun tidak penting bagi mereka yang tak punya kendaraan, bensin dan solar tetap berdampak bagi mereka, rakyat kecil. Walaupun di desa jarang ada listrik, penerangan tetap menjadi hal yang penting.

Orang desa juga naik mobil. Untuk mengangkut barang, mereka perlu bayar ongkos. Orang kecil juga butuh makan. Tidak semua ma-kanan mereka tanam. Orang biasa butuh minum. Tak selalu minuman dapat diperoleh dengan murah. Jelata butuh pakaian. Apa daya harga melambung. Rakyat banyak kebutuhan. Tapi harga-harga melangit.

“Semua karena BBM naik,” kata Mat Puhit.Ya, kenaikan BBM diikuti listrik dan telepon mempunyai multi-

plier effect. BBM menjadi pemicu kenaikan segala macam barang/jasa. Hampir tak ada yang terlepas dari imbas kenaikan BBM. Mulai barang yang remeh-temeh hingga barang-barang hasil industri canggih akan naik menyusul kenaikan BBM.

Inflasi makin terpicu dengan kenaikan BBM. Sopir-sopir mogok manarik penumpang menuntut kenaikan ongkos. Buruh-buruh mogok

Bangsa Ini Luar Biasa35

Page 101: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

79

Udo Z. Karzi

kerja minta kenaikan gaji. Ibu-ibu bisa-bisa mogok masak menuntut pe-nambahan uang belanja dapur. Cowok-cowok mogok ngapel karena be-rat diongkos. Cewek-cewek mogok kencan karena pacarnya mulai pelit.

Sayangnya, kata Mat Puhit, pemerintah kita tak paham dengan keadaan ini. Atau, sebenarnya pura-pura tidak tahu dan menutup mata-telinga atas penderitaan rakyat karena merasa tak punya pilihan lain. Demi keselamatan (keuangan) negara toh bisa diminta berkorban kalau bukan menjadi korban.

Itulah perjuangan. Setiap perjuangan membutuhkan pengor-banan. Masalahnya, yang berkorban itu kok harus rakyat kecil terus-terusan. Orang kaya, pejabat, anggota Dewan kok sama sekali tak mau rugi. Boro-boro berkorban, berpikir soal penderitaan rakyat saja tidak. Mereka asyik dengan diri sendiri.

Kalau pemerintah itu benar berpikir, mengapa tak berpikir men-cari upaya lain yang lebih kreatif untuk meningkatkan pendapatan ne-gara. Mengapa untuk mangatasi kesulitan dana, rakyat harus menderita? Mengapa kebijakan pemerintah tak pernah berpihak pada masyarakat luas? Mengapa pemerintah condong lebih berpihak pada mereka yang sudah kaya dan berkuasa?

Krisis. Krisis. Krisis. Tapi tetap saja orang kaya bermewah-mewah. Pejabat berfoya-foya. Legislatif menambah-nambah anggaran untuk pendapatan mereka sendiri. Bagi penguasa dan pengusaha, uang barangkali tak pernah cukup. Orang yang selalu merasa kekurangan disebut miskin.

Jadi, kalau mau berpikir logis, penguasa dan pengusaha yang tak pernah merasa cukup, itulah orang-orang miskin. Orang miskin bukan orang yang tak punya uang. Orang miskin bukan orang yang hidup menggelandang tak punya rumah. Orang miskin bukan orang yang ke mana-mana jalan kaki atau paling banter naik kendaraan umum. Orang miskin bukan mereka yang tak memiliki harta-benda atau materi.

Mamak Kenut merasa salut. Ia kagum dengan bangsa ini yang tahan banting, meskipun mendapat tantangan dan rintangan. Mereka memang kuat menahan penderitaan. Mereka sudah terbiasa hidup minimalis; hidup seadanya. Apa adanya. Mereka mampu hidup mandiri tanpa tergantung pada siapa pun. Tidak pada orang kaya. Tidak pada pemimpin. Tidak pada pemerintah.

Page 102: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

80

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

“Kita harus terbiasa hidup tanpa pemerintah,” kata Nurcholis Madjid suatu ketika. Soalnya, pemerintah kita tak betul-betul memerin-tah. Ada atau tidak ada pemerintah, sama saja. Siapa pun yang memer-intah gegoh gawoh (sama saja). Mamak Kenut, Mat Puhit, Minan Tunja, dan rakyat lainnya tetap begitu saja. Pemerintah hanya bisa menaikkan tarif atau harga berbagai macam barang/jasa. Pemerintah hanya bisa membangun negeri di atas penderitaan rakyat banyak.

Tapi tak perlu khawatir. Rakyat sudah kebal dengan segala jenis kesengsaraan. Kesulitan membuat daya tahan dan daya juang mereka justru menguat. Bangsa ini memang luar biasa tangguhnya. Mamak Kenut kagum dengan itu.

12 Januari 2003

Page 103: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

81

Udo Z. Karzi

Ada dua jalan menjadi pahlawan. Jalan pertama, melawan penjajah atau penguasa otoriter yang menjajah rakyatnya, yang tidak meng-indahkan suara rakyat dan imun kritik. Jalan kedua, membiarkan

diri diinjak-injak penguasa tanpa pernah melakukan perlawanan, tetapi biarkan rakyat merasa bersimpati pada kita; lalu suatu saat kita bisa me-nangguk keuntungan dari situasi yang berubah sedemian cepat.

Reformasi setidaknya membuktikan itu. Kini, dua macam ma-nusia ini tengah hidup dan berkembang di negeri yang penuh dengan ketidakpastian ini. Amien Rais, Budiman Sujatmiko, dan berderet to-koh lainnya adalah nama-nama yang melambung karena melakukan perlawanan rezim yang tengah berkuasa. Siapakah pahlawan reformasi? Merekalah mahasiswa yang tewas ketika berdemontrasi menentang kekuasaan Soeharto.

Di sudut lain, Megawati Soekarnoputri, satu sosok ibu penuh pen-deritaan karena ditindas penguasa lalim. Sejak dulu, ia sebenarnya tak pernah melawan. Ia hanya diam, pasrah, dan membiarkan kesewenang-wenangan berlangsung menimpanya dan orang-orang di sekitarnya. Ia tak pernah merasa perlu melawan karena banyak orang yang menyedia-kan diri berkorban untuknya.

Mamak Kenut mendengar lagi cerita pemerintah mengeluarkan kebijakan yang melukai hati rakyat: menaikkan bahan bakar minyak (BBM). Mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat protes beramai-ramai. Menko Polkam menuding ada yang ingin mendongkel kursi presiden yang kini diduduki Megawati. Badan Intelijen Negara (BIN) menuding empat tokoh: mantan Panglima TNI Wiranto, Ketua Umum

Pahlawan36

Page 104: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

82

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

ICMI Adi Sasono, fungsionaris PAN Fuad Bawazier, dan Ketua PNBK Eros Djarot berada di belakang maraknya demontrasi. Aparat bertindak represif menangkapi para pengunjuk rasa.

“Wah, kesempatan menjadi pahlawan,” kata Mat Puhit bersemangat.

Tapi, Mamak Kenut tak setuju sobatnya menjadi pahlawan. Soal-nya, dalam perjalanan reformasi, sebagian orang yang menjadi pahla-wan dengan cara pertama ternyata lupa dengan apa yang dulu ia lawan. Mereka kini asyik bermain-main dengan kekuasaan. Sementara orang yang menjadi pahlawan dengan cara kedua (membiarkan diri ditindas), setelah berkuasa kini gantian menindas rakyat lain.

Kalau tak jadi pahlawan, mau jadi apa dong? Ya, jadi apa saja asal bukan pahlawan. Soalnya, saat ini sulit membedakan mana yang pahlawan dan mana yang bukan pahlawan; mana kepahlawanan dan mana bukan kepahlawanan. Bisa jadi kemarin pahlawan, hari ini men-jadi pengkhianat; hari ini pahlawan, besok penindas. Kepahlawanan ternyata memiliki batas waktu tertentu. Tak selamanya orang menjadi baik. Dalam kurun-kurun tertentu orang bisa berubah menjadi egois, otoriter, dan bengis untuk kemudian menjadi kelihatan lebih terbuka, egaliter, dan demokratis.

Baik atau buruknya kita, dengan demikian, sangat bergantung situasi. Karena itu, jangan pikirkan mau jadi apa kita dengan apa yang kita lakukan hari ini agar kita tak jatuh dalam kekecewaan. Kecewa ka-rena merasa apa yang kita lakukan tak berarti apa-apa, bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Tak usahlah jadi pahlawan. Apalagi kalau cuma mencari-cari celah sekadar disebut pahlawan. Tak peduli kalau dulu orang mengenal kita sebagai penjahat besar. Orang toh tahu persis apa saja yang kita kerjakan selama ini.

Jadi, jalan ketiga menjadi pahlawan, memilih baju baru, mengaku paling bersih, dan menyatakan siap memberantas kezaliman yang dulu sempat kita lakukan.

27 Januari 2003

Page 105: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

83

Udo Z. Karzi

Pembinaan politik hanya ada dalam kamus politik sentralistik dan otoriter. Terus terang saja, istilah ini sebenarnya warisan Orde Baru yang kini dipakai kembali penguasa (PDI Perjuangan?) un-

tuk melanggengkan kekuasaannya. Orde Baru tak percaya kalau rakyat di daerah cerdas, memiliki pengetahuan dan kesadaran politik yang tinggi. Karena itu, rakyat perlu dibina. Jika perlu, sekalian saja dibina-sakan. Tujuannya hanya satu: agar rakyat patuh dan tidak melawan apa maunya penguasa.

Dulu, kata Udien, Megawati dan PDI Perjuangan menderita ditindas penguasa otoriter, kini malah meniru penguasa lalim: menindas rakyat, membuat rakyat bergantung pada mereka, dan mengusahakan rakyat percaya pemerintah sebenarnya sedemikian bijaknya. Pemerin-tah memang belajar (atau tidak mau belajar) dari penguasa pada masa lalu karena ia masih saja melakukan kesalahan serupa dengan apa yang diperbuat rezim lama.

“Masih nggak kapok juga rupanya,” kata Mat Puhit.Mamak Kenut berpikir, apa iya rakyat dan pemerintah masih

perlu dibina. “Ya, seperti orangtua membina anak-anaknya,” kata Dirjen PUOD Depdagri Oentarto Sindung Mawardi. Mamak Kenut hanya ingat orangtua dulu paling tidak suka anak-anaknya membantah, mengkritik, dan melawannya. Apa kata orangtua adalah kebenaran. Apa petunjuk orangtua harus diikuti. Apa nasihat orangtua semestinya dicamkan. Kalau anak tidak menghormati orangtua, kurang ajar namanya. Kalau anak tidak patuh pada orangtua, tidak tahu diuntung namanya. Kalau anak membangkang orangtua, kualat namanya. Kalau anak meniada-

Pembinaan Politik37

Page 106: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

84

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

kan orangtua, durhaka namanya. Ingat Malin Kundang? Begitulah gambaran kita tentang pembi-

naan. Anak-anak yang tidak mau dibina, tersesatlah dia. Durhakalah dia. Celakalah dia. Tidak selamatlah dia hidup di muka bumi ini. Cerita semacam inilah yang selalu didengung-dengungkan untuk mencipta-kan kepatuhan anak pada orangtua, bawahan pada atasan, rakyat pada penguasa, dan daerah pada pusat.

Dengan cerita seperti ini, alangkah banyaknya anak-anak cerdas, tetapi nakal yang menjadi Malin Kundang karena kekritisannya. Betapa banyaknya staf rajin yang dibenci pimpinan karena menunjukkan ke-salahannya. Bertambah banyak rakyat yang protes ditangkapi karena dianggap menyebarkan kebencian terhadap pemerintah, dan sungguh banyak daerah yang harus diperangi karena tak mau mengikuti mau-nya pusat.

Pembinaan politik adalah sebuah tafsir betapa paternalistik pe-merintah. Hubungan kita patron-clien, penguasa-rakyat, atasan-bawa-han, pintar-bodoh, kaya-miskin, dan seterusnya.

Pembinaan politik hanya ada dalam kamus politik sentralistik dan otoriter. Demokrasi dan desentralisasi sama sekali tak membenar-kan adanya keputusan sepihak. Tak boleh ada pemaksaan kehendak da-lam demokrasi dan desentralisasi. Dua kata ini tumbuh dalam suasana egaliter, sama sederajat satu sama lainnya. Semua memiliki kesempatan yang sama. Tidak ada yang lebih pintar dari yang lain. Tidak boleh ada yang merasa paling hebat dari yang lain. Tidak ada yang bisa memaksa orang lain. Tidak boleh terjadi mengedepankan kepentingan sendiri, tetapi melupakan kemaslahatan umat. Sama-samalah. Sama-sama enak. Sama-sama tak enak.

Pada akhirnya, pembinaan politik tak lebih dari intervensi politik pemerintah pusat kepada daerah. Pembinaan politik adalah pelecehan terhadap kemampuan daerah mengurus rumah tangganya sendiri. Se-bab, pembinaan politik tak lebih bungkus dari kepentingan pemerintah pusat yang dipaksakan ditelan pemerintah dan rakyat di daerah.

Mamak Kenut mengajak merenungkan kembali makna demokra-tisasi dan desentralisasi. Dua kata ini memang tak akan pernah selesai diperdebatkan. Tapi, reformasi memutuskan kita ingin menegakkan demokrasi dan desentralisasi. Itu artinya, tidak boleh lagi ada intervensi politik pusat kepada daerah yang diselubungi kata-kata “pembinaan”.

Page 107: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

85

Udo Z. Karzi

Percayalah rakyat Indonesia sudah cerdas. Yang bodoh sebenarnya adalah aparat pemerintahan (legislatif,

eksekutif, dan yudikatif) _mudah-mudahan tidak semua_ yang me-nyangka rakyat tak tahu apa-apa. Mereka masih saja berlaku bodoh dengan perilaku (tepatnya kelakuan) korup, sok tahu, tidak mau ber-tanya, mengabaikan aspirasi rakyat, antikritik, dan otoriter.

2 Februari 2003

Page 108: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

86

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Tantangan Presiden Megawati Soekarnoputri kepada lawan-lawan politiknya untuk bertarung secara jantan dalam Pemilu 2004 kini tak berarti banyak. Ia kini malah menuai badai dari angin yang

ia sebar. Unjuk rasa penentangan makin marak. Aparat makin beringas.

Dua puluh mahasiswa luka-luka. Megawati kembali diam. Penyelesaian RUU Pemilu kembali tertunda.

Pemilu 2004 dalam bayang-bayang kegagalan. Kalau tidak ga-gal, bisa-bisa pemilu diundur. Paling jelek, Pemilu 2004 digelar, tetapi pelaksanaannya penuh dengan ketergesa-gesaan. Sosialisasi UU Pemilu tak sempat lagi. Jika sudah begini, pertarungan secara jantan tak ada artinya lagi.

Fair play dalam pemilu? Wah, sulit sekali diharapkan. Megawati ternyata hanya bisa diam. Sekali bicara langsung salah. Prakondisi Pemilu 2004 sama sekali tak ada. Stabilitas politik sebagai prasyarat terselenggaranya pesta demokrasi sama sekali tak tampak.

Setelah Mega menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif listrik, dan tarif telepon, eskalasi politik memanas.

Amien Rais gemas setengah mati kepada DPR. “Selesaikan RUU Pemilu. Berpihaklah pada nurani dan bertanggungjawablah pada rakyat. Jangan ada trick-trick akal bulus dan janganlah karena pertimbangan politik jangka pendek dan sesaat, UU Pemilu ditunda,” katanya.

Mamak Kenut malah asyik dengan dirinya sendiri. “Pusing,” katanya. Mat Puhit juga tak tampak batang hidungnya. Minan Tunja lagi suntuk.

Pusing!38

Page 109: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

87

Udo Z. Karzi

“Apa sih maunya, DPR itu?” tanya Udien.Tapi ia tak mendapatkan jawaban. Maka, ngeluyurlah dia.Tak ada tempat bertanya. Elite-elite politik kini sibuk dengan ke-

pentingan sendiri-sendiri. AS mau menyerang Irak. Biarin, kata Mega dalam hati. Ia tak peduli. Toh, Menlu Hassan Wirajuda sudah ngomong. Mahasiswa terluka. Masa bodoh, ujar Mega dalam hati. Aparat main pukul dan tangkap. Emang gua pikirin, kembali Mega membatin. Tapi mahasiswa kepengen Mega turun tahta. “Jangan dong!” sahut pendukungnya.

Lha, mau apa lagi. Pemerintahan Mega sama sekali tak punya ini-siatif mengambil langkah-langkah konkret berkaitan kondisi kekinian.

Mega dan pendukungnya hanya dapat berdoa, semoga ia tak tu-run sampai Pemilu 2004. Tapi mahasiswa tidak hanya berdoa, mereka turun ke jalan lagi. Ekstraparlemen! Kekuatan ini akan kembali men-guat jika parlemen dan pemerintah tak dapat berbuat banyak.

Satu-satunya jalan terjadinya pergantian kepemimpinan secara konstitusional _seperti kata Mega_ adalah pemilu. Tapi, parlemen hingga hari ini tak bisa menyelesaikan RUU Pemilu. Pemerintah malah sibuk dengan diri sendiri. Kalau tidak berbantah-bantahan, ya diam saja. Entah, apa maunya.

Kita bertarung secara jantan dalam Pemilu 2004, kata Mega. Kini, masih adakah makna ucapan itu? Sebab, orang-orang kini sedang menunggu dengan harap-harap cemas, jadi nggak ya pemilu. Mat Puhit sudah memutuskan untuk golput saja kalau pemilu jadi digelar. Minan Tunja masih mending. “Saya akan pilih presiden yang paling ganteng,” ujarnya.

Udien nyeletuk, “Kalau begitu, saya melamar jadi calon presiden sajalah.”

“Ngaca Dien. Ngaca,” kata Mat Puhit.Rasa-rasanya sih Udien pantas jadi presiden. Tapi, siapa yang

mau mendukung? DPR, jadi nggak pemilu-nya? Kalau nggak, maha-siswa mau demontrasi aja terus.

10 Februari 2003

Page 110: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

88

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Dari mana datangnya korupsi, dari birokrasi ke pejabat. Pantun pelesetan Mat Puhit membuat Radin Mak Iwoh memelototkan matanya. “Kau jangan meledek begitu,” ujarnya.

“Ehh, jangan marah dulu. Saya nggak nuduh siapa-siapa korupsi,” Mat Puhit berkelit.

Mat Puhit mencoba menjelaskan hubungan antara korupsi dan birokrasi. Korupsi, kata dia, dipicu keinginan mendapatkan sesuatu dengan mudah, tanpa berkeringat, bersusah payah. Orang mau kaya, tetapi tak mau kerja keras, korupsilah dia. Orang mau senang, tetapi malas, korupsilah dia. Orang mau bahagia, tetapi tak punya uang, ko-rupsilah dia.

Tapi Radin Mak Iwoh malah marah-marah. “Siapa yang malas, siapa tak mau bekerja keras, siapa yang korupsi... siapa,” tudingnya.

Mat Puhit terpaksa diam. Mamak Kenut cuma tertawa geli, tetapi tak berani keras-keras takut Radin Mak Iwoh tambah esmosi.

Beruntung Minan Tunja datang. Marah Radin berangsur-angsur sirna seiring tibanya senyum Minan Tunja di ujung bibirnya. “Mamak, struktur organisasi pemerintah daerah mau dirampingkan!” ujarnya mengadu.

“Saya tadi juga mau ngomong itu, tetapi Radin sudah erosi du-luan,” sambar Mat Puhit.

“Habis, kau ngomong nyindir-nyindir saya,” tukas Radin Mak Iwoh.

Memang, wacana perampingan struktur pemerintah daerah

Dari Mana Datangnya Korupsi?

39

Page 111: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

89

Udo Z. Karzi

membuat birokrat semacam Radin Mak Iwoh belingsatan. Apalagi, isu ini diiringi dengan isu akan adanya rasionalisasi jumlah karyawan, mu-tasi, pensiun dini, dan seterusnya.

Para pejabat mulai menghitung-hitung peruntungan. Jangankan mau dipromosikan, tidak dimutasi atau tidak turun jabatan saja sudah syukur. Tapi, kalau memang ada perampingan birokrasi, tak terhindari adanya pengurangan jabatan, penurunan eselon, mutasi ke daerah, dan sebagainya. Ya, itulah konsekuensi yang harus dihadapi dari perampin-gan birokrasi.

Bagi para birokrat, para pejabat terutama, kondisi ini jelas bukan hal yang menggembirakan. Opsi pensiun dini atau didaerahkan, bukan opsi yang mengenakkan. Dua-duanya terasa pahit.

Dari sisi kepentingan kaum birokrat, perampingan birokrasi, jelas sesuatu yang merugikan. Maka, sebaiknya jangan tanyakan penda-pat mereka, setuju atau tidak perampingan birokrasi. Jawabannya jelas tidak setuju karena kepentingan jangka pendeknya (jabatan, kekuasaan, kewewenangan) menjadi hilang.

Begitu juga dengan Dewan, sebaiknya jangan tanyakan dengan mereka apakah mereka sepakat dengan perampingan struktur organ-isasi pemerintah daerah. Jawabannya kurang lebih sama dengan ek-sekutif. Mereka juga mempunyai kepentingan jangka pendek, semisal memanfaatkan birokrasi yang gemuk, ruwet, dan mudah dikilik-kilik bagi kantong pribadi anggota Dewan.

Soalnya, kalau birokrasi ramping, tetapi kaya fungsi, ruang gerak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) makin sempit. Setiap bagian birokrasi akan sangat bertanggung jawab dengan bidang tugasnya. Job discription jelas, spesifikasi keahlian jelas, dan sama sekali tak ada tem-pat bagi pegawai yang tak memiliki kemampuan kerja.

Tak boleh ada lagi ada pegawai lepas tangan, saling mengandal-kan antarbagian, tumpang-tindih pekerjaan. Soalnya kewewenangan dan tanggung jawab setiap bagain jelas. Tugas-tugas yang harus dilaku-kan jelas. Batas-batas dan larangan jelas. Mana hak dan mana kewajiban jelas. Kalau sudah begitu, tak akan ada alasan lagi menunda pekerjaan melayani masyarakat, apalagi menolak melayani publik.

Kalaulah ada penolakan atas ide perampingan birokrasi, jelaslah itu atas nama kepentingan jangka pendek dari oknum-oknum birokrat atau legislatif. Untuk jangka panjang, birokrasi yang ramping, tetapi

Page 112: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

90

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

mampu bergerak luwes, sangat dibutuhkan. Sesungguhnya, pemberan-tasan korupsi harus dimulai dari menyederhanakan struktur organisasi yang sakit karena terlalu gemuk. Kegemukan pada tubuh birokrasi me-nyuburkan penyakit (berbelit-belit, korup, manipulasi, dan lain-lain).

Dari mana datangnya korupsi, dari birokrasi yang gemuk yang menyebabkan keruwetan dan membuka peluang KKN.

16 Februari 2003

Page 113: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

91

Udo Z. Karzi

TAK satu pun proyek di Dinas Pendidikan yang tidak dikorup. Udien hanya bisa terhenyak mendengar kalimat seperti ini.“Siapa sih, yang tidak korup di negeri ini? Pegawai negeri mana

bisa hidup kalau cuma mengandalkan gaji yang nggak seberapa,” kata Radin Mak Iwoh.

“Iya, tapi mengapa orang masih saja berduyun-duyun mendaftar jadi PNS?”

Itu soal lain. Kita hanya terperangah mendengar kabar korupsi buku di Dinas Pendidikan Lampung. Kepala Dinas dan mantan Kepala Dinas kini menjadi tersangka.

Jadi, apa maknanya ketika pemerintah meminta anggaran pen-didikan, baik APBN maupun APBD sebisanya dinaikkan 20 persen? Katanya sih untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Katanya sih agar terjadi pemerataan kesempatan pendidikan bagi semua golongan. Ka-tanya sih biar semua orang dapat menikmati pendidikan murah.

Mamak Kenut teringat pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (sekarang diganti: Pendidikan Kewarganegaraan). Dalam ingatannya, tak seorang guru atau dosen pun mengajar siswa atau mahasiswanya korupsi. Sama saja ketika ia mendapat ajaran agama.

Mat Puhit memang paling hobi mengutil buku di perpustakaan sekolahnya dulu. Tujuannya, jelas agar ia bisa membaca buku itu. Ba-rangkali ia bisa mendapat ilmu dari buku yang ia curi. Ia bisa cerdas karena mendapat pencerahan. Tapi, ia lupa kalau teman-temannya juga butuh buku itu. Lagi pula Pak Nikman tak mengajarinya mencuri buku.

Buku Korupsi40

Page 114: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

92

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Mengenang itu, Mamak Kenut cuma bisa menghibur sahabatnya, “Nggak apa-apa. Buku itu memang nggak boleh dibawa pulang. Tapi, aku pinjam bukunya ya?”

Pak Guru dan Bu Guru tak mengajari muridnya korupsi. Tapi, muridnya yang kini menjadi pejabat di Dinas Pendidikan merasa lebih pintar. Mereka perlu menciptakan ilmu baru yang barangkali saja perlu diadopsi para guru dan kemudian diajarkan kepada siswa-siswa: ilmu maling.

Memang, tidak ada kurikulum ilmu maling. Tapi, alangkah he-batnya metode dan pendekatan yang digunakan untuk menjadi pakar maling. Ilmu ekonomi mengajarkan bagaimana siswa menjadi mate-rialistis dan kapitalis. Ilmu hitung mengajarkan siswa menambah dan mengurangi nilai proyek. Ilmu hukum mengajarkan siswa menjadi pesulap. Ilmu sosial mengajarkan siswa menjadi sok-sial. Ilmu politik menjadikan siswa menjadi pelit-tikus.

Tak ada buku yang mengajarkan korupsi. Tapi buku kini telah dikorup. Kita, siswa-siswa kita, mahasiswa-mahasiswa kita sebenarnya tengah membaca buku korupsi. Atau, malah sebaliknya, kita tak bisa membaca apa-apa karena bukunya dikorup.

Dunia pendidikan Lampung sedang berduka. Dinas Pendidikan yang seharusnya menjadi pionir dalam hal memajukan pendidikan malah menjadi “sarang” korupsi. Dua pejabat dan mantan pejabatnya menjadi tersangka utama dari kasus korupsi proyek pengadaan buku.

Mamak Kenut hanya bisa membalik-balik buku. Manajemen ma-ling, antara lain bagian terpenting dari buku-buku yang ia baca. “Kasi-han. Anak-anak didik dipaksa membeli buku mahal dari gurunya. Dan, gaji guru sering disunat pejabat dinas.”

Pendidikan kita tak lebih dari pendidikan korupsi. Pelajarannya, Fisika korupsi, Biologi korupsi, Matematika korupsi, Sosiologi korupsi, Ekonomi korupsi, bahasa korupsi, Sastra korupsi, Kesenian korupsi, Pendidikan Kewarganegaraan korupsi. Mungkin, kita hanya punya satu buku: buku korupsi.

6 Maret 2003

Page 115: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

93

Udo Z. Karzi

Nurani? Mamak Kenut berteriak kencang-kencang begitu mendengar Dewan atau orang-orang bicara nurani. Ini bu-kan soal kaget atau nggak kaget. Sejak dulu Mamak Kenut tak

lagi percaya pada nurani. Nurani itu apa sih? Nurani atau Nur Aini itu kan mantan pacarnya

yang supermatre (kira-kira kayak anggota DPRD-lah) yang kini entah di mana rimbanya.

Wajar saja kalau Mamak Kenut benci setengah mati dengan ang-gota Dewan sebesar-besar dendamnya pada nurani yang meninggalkan begitu saja dirinya karena kecantol cowok yang lebih keren dan lebih borju.

Jujur saja dan itu diakui banyak cewek, sejak dulu Mamak Kenut seperti juga Mat Puhit tak mempunyai masa depan yang gemilang. Ma-mak Kenut dan Mat Puhit memang bodoh, mengapa dulu tak menjadi anggota Dewan atau paling nggak jadi preman yang kini ganti nama menjadi satuan tugas (satgas) partai politik.

Hebat kan. Lihat saja Udien benjut kepalanya ditonjok preman. Mamak Kenut, Mat Puhit, Minan Tunja, dan berbagai komponen rakyat kecil lainnya cuma bisa bilang, “Kasihan deh lu!”

Ya, habis mau gimana? Ngadu ke polisi, bukannya beres, malah yang ngadu yang mendapat kesusahan. Pelisi ama preman ada bedanya nggak ya?

Nurani? Mamak Kenut paling sebel dengan yang namanya nurani; sejak dulu. Dulu, ia sempat memuja-muja nurani dan mengang-

Nurani41

Page 116: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

94

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

gap nurani paling cantik, paling baik, paling luhur, pokoknya paling...apalah di dunia ini.

Tapi itu dulu. Waktu Mamak Kenut lagi jatuh cinta setengah mati. Sekarang, begitu tahu nurani itu suka memanipulasi anggaran kayak DPRD, begitu ia tahu nurani seneng korupsi kayak pejabat, begitu ia tahu nurani sering menyelewengkan dana kayak pimpinan proyek, begitu ia tahu nurani suka berbohong kayak pelitikus, Mamak Kenut langsung bilang, “Pokoknya putus sekarang juga.”

Nurani kaget dan bingung. “Apa salah saya?” tanya nurani sambil terisak-isak. Nurani tetap tak mengerti ia mengapa diputus begitu saja oleh Mamak Kenut.

Nurani sebenarnya orang baik. Mamak Kenut juga bilang begitu. Tapi, nurani mudah tergoda dan tidak kuat imannya. Maka, nurani mu-dah terjerembab ke dunia yang hitam kelam. Hiduplah nurani di hati para penjahat, perampok, penipu, pencuri, dan berbagai manusia yang culas-culas.

Nurani tak pernah berani hidup miskin dan menderita. Sebab itu, ia masuk dalam pelukan eksekutif muda atau tua, berpindah dari tangan pejabat yang satu ke pejabat yang lain, dari anggota legislator satu ke anggota legislator yang lain, dari penguasa yang satu ke peng-uasa yang lainnya.

Nurani telah tersesat jauh. Ia telah dikutuk. Ia tak mungkin kem-bali. Ia telah menghilang atau terpaksa dihilangkan (?) dari hati kita, hati Mamak Kenut, hati Mat Puhit, hati Minan Tunja, hati Paman Takur, hati Radin Mak Iwoh, hati Udien, hati... kita semua.

Terus terang saja, dulu Mamak Kenut kasihan pada nurani. Ba-gaimana pun dia dulu mantan pacarnya. Kalau kemudian nurani salah jalan, itu tak lepas dari kesalahannya juga. Mamak Kenut terlalu keras kepala. Padahal nurani itu orangnya baik, lembut, dan perasa.

Coba kalau Mamak Kenut mau sedikit saja mengerti nurani. Nurani tak bakalan jadi kacau-balau kayak begitu. Nurani... nurani, di manakah kau kini berada? Siapa yang tahu ya?

19 Maret 2003

Page 117: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

95

Udo Z. Karzi

Negarabatin masih diselimuti kabut. Dingin. Mamak Kenut sebenarnya masih bermalas-malasan bangun. Tapi azan Subuh dan suara merdu penyiar televisi yang bercerita ten-

tang Perang Teluk memaksanya untuk bangkit dari pembaringan.Sepagi ini mau ke mana? Mamak Kenut masih belum tahu. Tapi,

sebelum pergi ada baiknya ngupi, mengan pagi, dan melihat-lihat sisa-sisa embun di rerumputan di sepanjang Jalan Setiwang.

Siang nanti Mamak Kenut ingin ke Pugung, negeri di pantai ba-rat berbatasan dengan Bengkulu. Besok ia ingin menikmati hembusan angin di tepi Ranau, danau di perbatasan dengan Sumatera Selatan dan mungkin kalau sempat memasuki rimba Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Ia bersama Mat Puhit ingin kembali mengulangi jalan-jalan masa-masa silam yang pernah mereka lalui bersama. Mereka ingin bertemu Pinyut, Polok, dan sahabat-sahabat lain yang bercerai-berai se-menjak Gempa 1994 berkekuatan 6,7 skala Richter dan gempa susulan berkekuatan 99 miliar. Mereka bertemu Sodri. Wah, ia sekarang sudah menjadi pengusaha tulen. “Ya, beginilah. Kondisi memang lagi payah. Untungnya kecil sekali,” katanya sembari memasukkan minyak tanah ke dirijen pembeli.

Ia malah mengejek Mamak Kenut, “Saya kira kau sudah jadi PNS.”

Mereka hanya tertawa. Ah, alangkah damainya. Jauh berbeda dengan Bandar Lampung. Apalagi Timur Tengah yang kini tengah ber-darah-darah. Jauh sangat jauh. Di sini perang hanya menjadi tontonan

Dalam Perangdan Damai

42

Page 118: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

96

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

di televisi atau bacaan di koran-koran. Hiburanlah. Tak lebih dan tak kurang.

“Kami tak suka ribut-ribut,” kata Minan Tunja sembari ngeloyor masuk dapur menyiapkan makan siang.

Tapi jangan begitulah, kasian tuh orang-orang yang di kota stres mengejar sesuatu yang tak pernah terkejar. Sungguh malang orang-orang di Beghdad yang tak berdosa, tetapi terpaksa menerima huku-man dari Bush. Mat Puhit kumat lagi.

Di sini tak ada perang. Tapi, para legislator (terhormat?) dan kaum birokrat (termulia?) masih saja berpesta. Uang rakyat dikira uang sendiri. PAD kan itu pendapatan asli Dewan. DAU itu ya dau (bahasa Lampung berarti duit). Karena duit, tentu saja boleh dipakai belanja oleh mereka yang sedang punya kuasa. Dulu juga ada IDT (Ini Duit Ta-mong). Kalau duit Tamong, bolehlah dipakai sama cucu tercinta untuk beli es balon.

Di sini, tak ada rebutan kekuasaan. Paling-paling orang-orang pinter yang ributs karena nggak kebagian saja. Kalau udah kebagian ya diam. Sudah jangan reseh kalau udah kebagian.

Udien lapor ke Mamak Kenut kalau di Negarabatin sudah banyak berdiri el-es-em. “Bagus itu!” Tapi, aktivis prodemokrasi ini pada minta dana dari pemerintah. “Wah, itu e-es-em apaan? Itu mah kaum kaum pengangguran yang pengen menangguk keuntungan dari birokrat dan legislator yang super korup.”

Di sini tak ada perang, Mamak. Di sini cuma ada maling kecil-ke-cilan, manipulasi sedikit, korupsi cutik, sedikit-sedikit belajar kolusi dan me-mark up proyek. Ya, biasa saja. Kalau cuma mengambil keuntungan dari proyek jalan atau gedung sekolah Dasar yang sedang dibangun ya nggak apa-apa. Kalau hanya mengambil honor dari bantuan bencana longsor barangkali tak terlalu berdosa. Masyarakat harus tahu juga. Jadi PNS itu nggak gampang. Apalagi jadi pejabat. Jadi camat misalnya. Jadi, wajarlah kalau kaum “priyayi” itu wajib kebagian. “Cutik-cutik gawoh, mak api-api,” kata Radin Mak Iwoh.

Jangan bandingkan dengan korupsi yang dilakukan para kong-lomerat ketika mengemplang dana BLBI atau kasus Akbar Tandjung yang tetap ogah masuk sel meski sudah divonis tiga tahun penjara.

Di sini tak ada perang. Paling-paling cuma kelakuan anak muda yang nakal. Biasa itu. Mereka itu nggak ngerti politik. Mereka cuma

Page 119: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

97

Udo Z. Karzi

pingin merokok cuma nggak ada duit buat beli. Minta terus nggak mung-kin. Terpaksa cari akal buat beli sebatang atau paling banyak sebungkus rokok. Sebungkus saja. Tak sampai sepak atau segudang rokok.

Waktu Mamak Kenut masih remaja, ia juga paling rajing ngeri-tik, protes, ngelawan orang tua, demonstrasi, bahkan sempat minap di Polres segala biasa saja.

Di sini tak ada perang. Yang terjadi adalah kedamaian yang mulai terus ikut oleh orang-orang tua yang tak tahu dari dan tak mengerti bahwa dunia sudah mulai berubah. Anak muda tetaplah anak muda yang pulang setelah capek merantau tapi tak mendapatkan apa-apa di kota-kota.

31 Maret 2003

Page 120: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

98

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Sebuah miniatur Water Front City (WFC) diperlihatkan dan ter-pampang jelas. Inilah gambaran Teluk Lampung sepuluh atau mungkin seratus tahun lagi. Diam-diam kaum birokrat, peng-

usaha, dan legislator sudah bermimpi menjadikan Bandar Lampung menjadi kota pantai seperti Singapura, Hawaii, atau kota-kota pantai seperti yang muncul di tivi-tivi: “Baywatch”, “Return to Eden”, dan “Sun-set Beach”.

Untuk ini para pejabat dan legislator terhormat difasilitasi para konglomerat melakukan studi banding; melihat-lihat luar negeri keliling dunia. Hebat sekali. “Kita bisa buat Bandar Lampung menjadi Hawaii, se-hingga nanti kalau orang berkunjung ke Bandar Lampung akan berkata, ‘Aloha! How are you’ dan bukan ‘Api kabar? Jak ipa?” kata Paman Takur.

Banyak masyarakat salah mengartikan reklamasi. Tidak se-lamanya reklamasi itu merusak lingkungan. “Kami akan berupaya melakukan reklamasi yang ramah lingkungan. Kami sudah buat amdal-nya dan kami juga sudah urus perizinannya. Siapa sih yang tidak suka dengan kota yang maju dan modern?” kata sang konsultan.

Sampai saat ini, kata pengusaha, tidak ada protes dari masyarakat nelayan. “Kami punya bukti segudang betapa besarnya dukungan masyarakat. Cuma ada satu warga yang protes. Itu pun bukan tanah dia yang kena reklamasi.”

El-es-em, masyarakat pantai, akademisi, atau siapa pun kan cuma teriak-teriak karena nggak kebagian proyek. Ini kan proyek besar dan akan sangat menentukan masa depan Teluk Lampung dan Bandar Lampung 10 sampai seratus tahun lagi.

WFC43

Page 121: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

99

Udo Z. Karzi

Percayalah, di tangan kaum birokrat termulia, legislator ter-hormat, para konglomerat terpercaya Bandar Lampung akan menjadi megapolitan mengalahkan Jabotabek. Kalau ada masyarakat yang tidak bangga dengan itu, itu jelas karena bodohnya. Mereka tak mengerti apa-apa tentang WFC. Mereka memang belum pernah melihat... jangankan Hawaii, Singapura saja belum sih!

Mereka orang kampung. Umbulan! Mana ngerti dengan indus-trialisasi, kapitalisme, materialisme, modernisme, posmo, atau sasi dan isme-isme lainnya. Orang kecil seperti nelayan, petani, tukang becak, peminta-minta, pedagang kaki lima, pedagang asongan, dan pedagang kelontongan hanya perlu tempat berusaha untuk sekadar memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak lebih dan tidak kurang.

Orang-orang pinter, punya duit banyak, dan berkuasa toh bisa saja membuat perencanaan yang sebaik-baiknya tentang bagaimana Bandar Lampung 10 atau seratus tahun lagi. Orang-orang biasa saja yang tak punya apa-apa, yang mengais rezeki dari hari ke hari sekadar untuk makan, memang tak terlalu pusing dengan wajah Bandar Lam-pung di masa depan.

Mereka hanya butuh sesesuap nasi. Pertanyaan paling dasar dari tingkatan kebutuhan (teori Maslow), “Hari ini makan apa ya?” Itu yang terjadi pada Mamak Kenut, Mat Puhit, Minan Tunja, Udien, dan berjutaan anak muda dan tua yang menganggur dan tak mempunyai peluang buat sekadar memperbaiki nasib, apalagi main proyek besar di negeri ini.

“Sudahlah. Percayakan saja kepada kami. WFC itu perlu duku-ngan dari semua pihak. Tanpa kecuali,” kata Radin Mak Iwoh. Ya, WFC memang perlu didukung seluruh warga Bandar Lampung. Tapi, duku-ngan itu tidak dari el-es-em, aktivis prodemokrasi, media massa, atau mereka-mereka yang sama sekali tidak diuntungkan dengan proyek WFC.

Mat Puhit berkali-kali mengeluh pada Mamak Kenut. “Lagi bokek nih! Gimana sih dapat uang?”

“Sudah, kau hubungi Radin Mak Iwoh atau Paman Takur. Ba-rangkali saja mereka punya proyek bagus buatmu,” kata Mamak Kenut sembari ngeloyor pergi.

5 April 2003

Page 122: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

100

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Pemilu 2004 masih satu tahun lagi. Namun partai-partai tak sabar ingin segera memenangkan pertandingan. Lihat saja Ibu Mega dan Pak Hamzah. Seharian di Bandung, Sabtu (6 April), lalu

mereka berdua tidak menjadi presiden dan wakil presiden Republik In-donesia. Mereka berdua memang punya jabatan yang lebih penting dari segala-galanya: ketua umum PDI Perjuangan dan ketua umum PPP.

Mereka benar. Ibu Mega tak mungkin menjadi presiden kalau tidak karena PDI Perjuangan. Begitu juga Pak Hamzah, tak bisa menjadi wakil presiden jika tersebabkan PPP. Jadi, anggap saja wajar kalau untuk sehari di Bandung mereka berdua menjadi ketua partai. Ibu Mega meru-pakan presidennya PDI Perjuangan dan Pak Hamzah, presidennya PPP.

Tidak. Mereka berdua tidak kampanye. Sebab, memang belum waktunya kampanye. Nanti juga kan ada jadwal kampanye. Tidak. Ini tidak mencuri start karena ini bukan lomba lari. Ini kan cuma pe-manasan saja biar otot partai nggak kaku-kaku kalau nanti permainan dimulai.

Mat Puhit jangan sewot. Ini kan cuma sosialisasi saja. Paling tidak ngasih tahu masyarakat kalau presiden itu orang PDI Perjuangan, wakil presiden orang PPP. Begitu juga orang-orang penting di legislatif dan eksekutif, orang partai.

“Iya, tapi ini kan pelanggaran pertama Pemilu 2004. Pejabat negara melakukan kampanye terselubung bagi partainya. Mereka me-nyalahgunakan kewewenangan. Mereka curi start dan melakukan ke-curangan pemilu,” kata Mat Puhit. Mamak Kenut diam saja.

Mat Puhit ngoceh lagi, “Mega cuma ngomong doang ngajak

Kampanye44

Page 123: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

101

Udo Z. Karzi

bertarung secara jantan dalam pemilu. Nyatanya, ia tetap betina. Kalau mau fair, pejabat negara jangan menggunakan fasilitas negara untuk keperluan partainya dong!”

“Huss, jangan ngawur. Mega dan Hamzah itu sudah benar menga-takan mereka ke Bandung tidak dalam kapasitasnya sebagai presiden dan wakil presiden, tetapi sebagai ketua partai. Jelas?” kata Mamak Kenut.

“Justru karena itu, apa bisa dibedakan kapan Mega sebagai presiden dan kapan sebagai ketua umum PDI Perjuangan. Hamzah juga sama. Kalau dia bilang dalam kapasitasnya sebagai ketua umum PPP, apa lantas jabatan wakil presidennya hilang begitu saja?” Minan Tunja ikut nimbrung.

Biarinlah, telanjur. Dari dulu juga sudah diingatkan bahaya rang-kap-rangkap. Sekarang kan terbukti, pejabat yang juga petinggi partai cenderung lebih memikirkan partainya ketimbang rakyat banyak. Konflik kepentingan yang terjadi dimenangkan partai.

Dalam beberapa kasus, Mega seperti menegaskan ia sebenarnya bukan presiden Republik Indonesia, tetapi (cuma) presiden PDI Per-juangan. Beberapa kali berpidato, bukan di hadapan rakyat Indonesia, tetapi (hanya) di depan rakyat PDI Perjuangan.

Kampanye masih satu tahun lagi. Namun partai-partai, terutama yang ketuanya juga menjabat pimpinan lembaga negara, tak sabaran ingin menang perang. Sebenarnya, Perang Teluk II menjadi sarana diplomasi ampuh untuk mengambil hati rakyat Indonesia dalam Pemilu 2004.

Hitung-hitung kampanye murahlah. Ketimbang melakukan kun-jungan ke daerah _sebagai ketua partai, tetapi tidak mengaku pejabat negara_ lebih baik memperbaiki sikap pemerintah terhadap agresi AS di Irak.

“Itu kan kampanye juga,” kata Udien.Iya kampanye, tetapi rakyat kan tidak perlu mananggung ongkos

bagi pejabat yang kepengen jalan-jalan untuk melakukan kunjungan kerja, meresmikan proyek, konsolidasi, sosialisasi, pendidikan politik atau apa pun namanya sebagai selimut kampanye partai.

Pemilu masih satu tahun lagi. Belum waktunya kampanye pemilu, Pak, Bu.

8 April 2003

Page 124: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

102

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Seharusnya kita berharap banyak pada Pemilu 2004. Dalam pemilu kali ini sejarah baru tertorehkan: pemilihan langsung presiden/wakil presiden. Sistem pemilu pun berubah dari proporsional

tertutup menjadi proporsional terbuka. Polisi dan militer diminta pro-fesional dan tidak lagi diangkat menjadi menjadi anggota legislatif.

Tidak ada yang menjadi anggota legislatif karena diangkat seperti yang selama ini terjadi. MPR menjadi bikameral. Pemilu tidak hanya memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPD), tetapi juga Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Penyelenggara pemilu diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di daerah dibentuk KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota.

Secara umum Pemilu 2004 terasa menggembirakan dan dapat menjadi pesta demokrasi yang meriah bagi rakyat Indonesia. Kita akan mempunyai presiden dan wakil-wakil rakyat yang relatif lebih legiti-matif dibanding Pemilu 1999. Dengan kata lain, kita boleh berharap ada perubahan yang signifikan pada demokrasi Indonesia.

Lihatlah, bagaimana masyarakat begitu antusiasnya mendaftar menjadi anggota KPU provinsi dan kota/kabupaten. Terlepas dari motif di balik pendaftaran, terlepas dari backround mereka yang mendaftar, terlepas dari kepentingan mereka yang mendaftar, jelas hal ini menun-jukkan tingginya kesadaran masyarakat berpartisipasi dalam pemilu.

Dengan penuh semangat Mat Puhit pun berupaya mengambil formulir pendaftaran anggota KPU. Namun, begitu ia tahu betapa ber-belitnya dan betapa mahalnya “melamar pekerjaan” anggota KPU, ter-paksa ia menarik diri. “Dari mana saya dapat uang untuk bayar general

Status Quo45

Page 125: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

103

Udo Z. Karzi

check up yang mencapai Rp600 ribu itu,” ujarnya.Sebenarnya, Mamak Kenut dan Udien pun kepingin daftar jadi

anggota KPU juga. Hitung-hitung memanfaatkan ilmu yang belum dipergunakan sejak kuliah dulu-lah. Tapi, apa boleh buat, mendengar betapa malangnya nasib Mat Puhit, mereka pun menarik diri.

“Kalian belum waktunya menjadi orang penting di daerah. Beri-lah kesempatan kaum pengangguran baru, seperti pejabat yang sudah pensiun, pelitikus gaek berpengalaman yang sudah malang melintang di jagat negeri ini,” Minan Tunja menasihati mereka.

Mat Puhit masih belum mau terima. “Kalau begitu kita tetap akan begini-begini saja. Kita, anak-anak muda masih belum juga diberi kesempatan mengabdi pada negeri ini. Kalau begini, seleksi KPU ini hanya untuk orang kaya dan punya pengaruh saja.”

Sudahlah, jangan terlalu berharap pada Pemilu 2004. Tak ada pe-rubahan berarti hanya karena pemilu kali ini. Pemilu tetap akan meng-hasilkan wakil-wakil rakyat dan pemimpin-pemimpin yang itu-itu saja. Tak ada pemimpin baru. Tak ada wakil rakyat baru.

Demonstran boleh berteriak: turunkan Mega_Hamzah, bentuk pemerintahan transisi, dan laksanakan pemilu yang demokratis. Ini hanya sandiwara saja! Pemilu 2004 hampir pasti dilaksanakan dengan segala kekurangannya.

Diterima atau tidak, Pemilu 2004 milik kaum tua yang mendu-kung kemapanan yang sudah merasakan betapa nikmatnya kuasa dan harta. Tak ada perubahan berarti dalam Pemilu 2004.

Anak muda pendukung perubahan semacam Mamak Kenut, Mat Puhit, Udien, dan Minan Tunja tetap tak akan memiliki peran apa-apa; sebagai apa pun dalam Pemilu 2004. Reformasi, demokrasi, transparansi, dan seterusnya telah tertinggal jauh di belakang kata “kekuasaan”.

Seharusnya, kita berharap banyak pada Pemilu 2004. Tapi, yang tampak jelas adalah bagaimana orang-orang partai dan pemerintah masih bersikap kolot, konservatif, dan sangat mendukung status quo.

15 April 2003

Page 126: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

104

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Oorang-orang Jakarta lagi ribut. Para pendekar hukum mem-perdebatkan status kewarganegaraan Amir Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) Abubakar Baasyir dalam sidang pertamanya di

Gedung Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 24 April 2003.

Dalam dakwaan jaksa, Baasyir ditulis sebagai warga negara Indo-nesia dengan embel-embel (berdasarkan pengakuan terdakwa). Adnan Buyung Nasution, salah seorang pengacara Baasyir, memprotes embel-embel itu. “Saya minta Majelis Hakim memerintahkan jaksa mengubah dengan hanya mencantumkan kewarganegaraan Indonesia sesuai den-gan status hukum, KTP, dan paspor Baasyir,” ujarnya.

Menjadi warga negara Indonesia ternyata repot. Bisa-bisa di-Baasyir-kan. Maksudnya, kalau “Pemerintah Indonesia” lagi nggak suka terhadap salah satu warga negara Indonesia (WNI) di mana saja berada, sewaktu-waktu mereka bisa menuduh kita, siapa pun kita, melakukan tindakan makar, memalsukan dokumen dan keimigrasian, mengkhianati bangsa, menyebarkan kebencian terhadap pemerintah, antipembangu-nan, melakukan kejahatan, dan sebagainya alasan yang bisa dicari ke-mudian sebagai alasan bisa menangkap kita.

Pemerintah Indonesia dari dulu sampai sekarang memang tetap penguasa yang karena punya kekuasaan boleh melakukan apa saja: menuduh, menduga, menangkap, memukul, menculik, memaksa, mendakwa, memvonis, dan memasukkan seorang warga negara ke pen-jara. Karena punya kuasa, pemerintah juga berhak melepas, membe-baskan, menghormati, bahkan memberi penghargaan kepada penjahat,

Warga Biasa Saja46

Page 127: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

105

Udo Z. Karzi

mata-mata, pengkhianat masyarakat, koruptor, manipulator atau seka-dar penjilat dan abdi negara (bukan abdi rakyat!).

Orang-orang di Lampung lagi pusing tujuh keliling. Elite-elite politik di legislatif, eksekutif, dan yudikatif, juga di partai politik, or-ganisasi masyarakat, el-es-em, kelompok kepentingan (interest groups), dan kelompok penekan (presure groups) sibuk berdebat soal gubernur Lampung terpilih M. Alzier Dianis Thabranie yang belum dilantik dan kini malah diangkut paksa polisi ke Mabes Polri di Jakarta.

Jadi warga daerah ternyata tak mengenakkan. Bisa di-Alzier-kan! Putra daerah kalau tidak mendapat restu dari pusat ya sulit. Kalau nekat, ya bisa dicap pembangkang: melawan pemerintah, melanggar di-siplin partai, tidak mematuhi peraturan perundang-undangan, dsb. Apa pun dapat menjadi alasan untuk mengatakan orang pusat selalu benar dan orang daerah selalu salah. Inilah persoalan desentralisasi yang tak tuntas.

Orang-orang di Negarabatin sedang berdiskusi. Mereka mem-bicarakan situasi pelitik kontemporer Negarabatin. Topik yang sedang hangat adalah konsep kewargaan. Di KTP atau paspor tidak pernah disebutkan warga Lampung, warga Bandar Lampung, warga Tanjung-bintang atau warga Negarabatin. Kalau ia penduduk Indonesia, pasti di KTP-nya ditulis warga negara Indonesia (WNI) tanpa embel-embel. Namun masalah warga negara inilah yang sedang diributkan.

“Saya mau menjadi warga desa saja,” kata Mat Puhit. Tapi jadi orang desa ternyata sama pahitnya. Lihat saja babe-nya Udien kalau ke kota. Pasti kebingungan. Biasa masuk hutan atau kebon biasa ketemu monyet, celeng, dan berbagai jenis binatang, kok sekarang malah ke-temu gedung jalan raya, dan mobil.

“Aku jadi warga kota saja,” timpal Minan Tunja. Orang kota juga payah. Masa ngeliat pacet saja histeris. Nggak ada listrik aja bingung. Dikasih makanan enak, dibilang kayak taik kebo. Dasar orang kota!

“Serba salah! Kalau begitu, biarlah aku menjadi warga biasa saja jika tak mampu menjadi warga dunia,” ujar Mamak Kenut.

26 April 2003

Page 128: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

106

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Ini masalah lama yang sebenarnya sudah menjadi basi dan karena itu sebenarnya tak perlu terjadi lagi: pembatasan terhadap kebe-basan berekspresi dan kemerdekaan berkreativitas. Ceritanya,

Rhoma Irama yang dijuluki Raja Dangdut mengharamkan goyang ngebor Inul Daratista, pedangdut yang kini tengah berada pada puncak popularitasnya.

Sang Raja menilai goyang Inul negatif dan porno. Inul dituding telah menceburkan dangdut ke coberan. Lebih dari itu, Rhoma bertin-dak sebagai penjaga moral mengharamkan lagunya dinyanyikan Inul.

Rhoma juga mencekal Annisa Bahar dan Uut Permatasari. Lalu, dengan mengatasnamakan puluhan ribu penyanyi di Indonesia dan ber-sama ribuan grup di negeri ini yang tergabung dalam Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia (PAMMI), ia meminta sebuah stasiun televisi tidak menyiarkan program yang menampilkan ketiga artis itu.

Barangkali benar, hak Rhoma melarang lagu ciptaannya dinyanyi-kan. Apalagi jika lagu yang dinyanyikan itu bernada dakwah. Namun, masalahnya tidak berhenti di situ saja karena dalam sikapnya ini ia mengajak, menyertakan, dan mengatasnamakan orang banyak untuk bersama-sama mengadili, mencekal, bahkan mengharamkan goyang Inul sembari menyerukan untuk memboikot pertunjukan (kebebasan ekspresi dan kreativitas) seniman lain.

Seperti sebagian pendapat yang mengatakan Inul harus mem-perhatikan pandangan lain yang tidak menyukai goyangannya, Rhoma Irama dkk. juga harus pula memperhatikan pandangan lain yang me-nyatakan suka, bahkan memuji goyangan Inul sebagai hasil kerja keras

Feodalisme Dangdut47

Page 129: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

107

Udo Z. Karzi

yang tidak mudah dicapai semua orang.Inul yang biasanya tegas menghadapi hujatan berbagai penjuru

memang akhirnya tertohok dan shock berat ketika seorang raja dangdut berfatwa: goyangnya haram. Ia pun merasa perlu meminta maaf dan memohon ampun kepada Rhoma.

Namun, Rhoma malah mengartikan lain sungkemnya seorang Inul. Ia menyatakan Inul sudah bertobat dan karena itu ia siap tampil bersama Inul di televisi. Ya, begitulah. Inul cukup menyatakan tobat kepada raja dan segalanya beres?

Ternyata tidak demikian halnya. Ada mantan Presiden K.H. Ab-durahman Wahid yang malah mendorong Inul terus berkarier sesuai dengan ekspresi dan kekhasannya. Sebelumnya, K.H. Mustofa Bisri melukis “Berzikir Bersama Inul”.

Terlepas dari bias politis kasus Inul, sebaiknya semua orang meng-hormati kreativitas dan ekspresi siapa pun sebagai unsur demokrasi yang sedang kita kembangkan.

Menarik ke belakang, pencekalan, pelarangan, dan pembatasan kreativitas dan ekspresi, agaknya masih tetap berlangsung. Reformasi nyatanya belum menyentuh perilaku manusia Indonesia, sehingga kita masih saja mendengar sikap-sikap yang jauh dari nilai-nilai demokrasi.

Musik dangdut sebenarnya musik yang berangkat dari rakyat. Inilah musik yang merakyat dan mulai menunjukkan kelasnya. Jika pada mulanya dangdut masih kalah pamor dengan musik pop, rok, jaz, blues, keroncong, dan sebagainya, kini dangdut terdongkrak ke tingkat popularitasnya.

Dangdut telah melahirkan Raja Dangdut, Ratu Dangdut, Ratu Goyang, ribuan artis, dan belakangan seorang bernama Inul yang ngetop dengan ngebor-nya. Biarkan dangdut melahirkan seniman-seniman besar tanpa harus terkungkung feodalisme dangdut yang menghalangi kreativitas dan ekspresi pedangdut.

Demokrasi dangdut, sebuah nyanyian indah yang tidak membe-dakan kelas dan status sosial rakyat. Kebebasan dan tak ada diskrimi-nasi, itulah hakikat demokrasi.

1 Mei 2003

Page 130: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

108

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Duapuluh tujuh orang anggota DPRD Lampung menandata-ngani mosi tidak percaya kepada empat pimpinan mereka. Kabar terbaru ada tambahan dukungan dari empat anggota

Dewan sehingga menjadi 31 anggota. Ada juga yang menarik diri dari penandatanganan mosi. Cerita selanjutnya, dari empat pimpinan yang dimosi tinggal dua pimpinan saja yang dianggap ‘jeblok’ kinerjanya.

Mungkin, terilhami kelakuan DPRD Lampung, ada juga mosi di Tanggamus. Yahya Majid, salah satu pimpinan DPRD Tanggamus mendapatkan mosi tidak percaya dan rapat pleno, Sabtu, 3 Mei 2003 yang dimotori Ketua Dewan Muaz Munziri memberhentikannya dari kursi pimpinan. Yahya sendiri dituding telah memalsukan stempel DPRD.

“Aneh,” komentar Minan Tunja. “Bukan anggota Dewan kalau bukan tidak aneh,” sahut Udien.“Berarti, sebentar lagi akan bertebaran mosi-mosi di seluruh be-

lahan Negarabatin,” tambah Mat Puhit.“Ya, asyik saja,” ujar Mamak Kenut.Mosi tidak percaya! Dalam sistem ketatatanegaraan yang

demokratis, biasanya mosi diberikan eksekutif kepada legislatif setelah legislatif melakukan impachment kepada eksekutif. Mosi itu diberikan eksekutif setelah legislatif menjatuhkan hukuman kepada eksekutif sebagai pengimbang dari kemungkinan tindakan semena-mena para politikus di DPR atas negarawan.

Inilah yang disebut check and balances dalam mekanisme negara

Mosi Mosi E-mosi48

Page 131: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

109

Udo Z. Karzi

demokrasi. Dalam posisi ini, legislatif dan eksekutif tidak bisa saling menjatuhkan karena keduanya dipilih langsung oleh rakyat. Impeach-ment dan mosi adalah dua kata yang bergandengan untuk saling meng-ingatkan antara legislatif dan eksekutif.

Impeachment, mosi, check and balanced, dan sebagainya boleh dibilang kosakata baru, bahkan hampir sama sekali tidak di kenal di Negarabatin. Kata-kata ini sebenarnya barang mewah yang diimpur dari negeri asal demokrasi di Barat sana.

Esensi mosi sebenarnya untuk mengingatkan, mengoreksi, dan merubah sesuatu agar lebih baik. DPR misalnya, berhak mengingatkan eksekutif agar berjalan sesuai dengan tatatan yang telah ditetapkan. Se-baliknya, eksekutif pun mempunyai hak untuk meminta agar legislatif jangan terlalu semena-mena.

Dengan begitu, mosi seharusnya menciptakan harmoni di antara berbagai institusi negara yang ada (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Tapi, apa lacur jika di dalam legislatif sendiri ada kecenderungan untuk cakar-cakaran di antara mereka. Kepentingan pribadi terasa menonjol di internal DPRD.

Maka, ketika mosi mulai dikenal dan dipakai di Negeribatin, makna mosi menjadi jauh melenceng dari maksud untuk mencipta-kan harmoni di antara lembaga-lembaga negara (legislatif, eksekutif, dan legislatif), dan di antara institusi politik lain seperti partai politik, organisasi masyarakat, media massa, kelompok kepentingan (interest groups) dan kelompok penekan (presure groups).

Mosi-mosi yang diberikan anggota Dewan kepada pimpinannya sebenarnya jauh dari esensi mosi. Apalagi pimpinan yang dimosi cen-derung menjadi e-mosi. Yang lain pun menjadi e-mosi. Konflik pun tidak terselesaikan, tetapi malah menjadi lebih terbuka dan terlihat jelas oleh siapa pun.

Mat Puhit punya usul agar rakyat Negarabatin rame-rame saja menandatangani mosi tidak percaya untuk wakil rakyat dan pemimpin yang tidak memenang amanah rakyat. Mosi mosi menjadi e-mosi. Eeee... jangan emosi dulu dong!

8 Mei 2003

Page 132: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

110

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Lama tak terdengar, tiba-tiba Mamak Kenut merindukan sejengkal tanah bernama Timor Timur. Negeri, yang beberapa waktu lalu baru saja merayakan hari kemerdekaan yang pertama, seperti

hilang dari ingatan kita. Kalau tak ada hari ulang tahun kemerdekaan, mungkin kita tak mendengar informasi tentang negeri yang kini ber-nama Timor Leste.

Apa kabar Timor Timur? Setahun lalu negeri ini berlayar dari bumi Indonesia. Rakyat Timor Leste telah memilih merdeka dalam arti sebenarnya, mempunyai wilayah, pemerintah, dan rakyat sendiri; terpi-sah dengan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dengan berat hati, masyarakat Indonesia terpaksa melambaikan tangan. Selamat berpisah! Maafkan kami, yang masih belum mampu memberi yang terbaik bagi rakyat Timor Timur, bekas provinsi ke-27 NKRI. Perjuangan rakyat Timor Leste didukung simpati dari Australia, Amerika dan Barat pada umumnya memang heroik.

Indonesia apa boleh buat terpaksa menjadi bulan-bulanan Barat. Integrasi Timor Timur melalui Deklarasi Balibo ke wilayah NKRI tetap dituding sebagai bentuk invasi ke wilayah bekas jajahan Portugal itu. Indonesia tak lebih dari bangsa imprealis yang berupaya merampas kebebasan, kemerdekaan, dan hak asasi bangsa Timor Leste. Dari kes-ejarahan, Timor Leste tidak akan sama dengan NKRI.

Maka, Habibie pun memberikan opsi: otonomi khusus atau merdeka. Rakyat Timor Leste _terlepas dari rekayasa atau kecurangan dalam jajak pendapat_ menyatakan memilih kemerdekaan dalam arti berpisah dengan NKRI. Good bye, Timor Leste. Gugatan pahlawan

Kemerdekaan49

Page 133: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

111

Udo Z. Karzi

Seroja yang memperjuangkan integrasi Timor Timur ke Indonesia tak berarti banyak lagi.

Setahun telah berlalu. Apa kabar Timor Leste? Sepotong kabar menyebutkan Timor Leste masih diliputi berbagai permasalahan pas-cajajak pendapat dan bumi hangus yang dilakukan pihak yang tak puas dengan hasil jajak pendapat. Setahun lalu Timor Leste hancur lebur. Kemerdekaan memang mereka raih. Dukungan dunia internasional menambah semangat mereka untuk terus memperjuangan sepotong kata “merdeka”.

Kini, setelah satu tahun, Timor Leste masih belum beranjak dari keterpurukannya. Negara-negara yang dulu mati-matian membela ke-merdekaan Timor Leste, satu per satu menarik diri. Bantuan yang dulu dijanjikan tak seindah yang terucap. Kabarnya, negara ini kini malah tercatat sebagai negara yang paling miskin di dunia.

Banyak negara yang kemudian merdeka. Namun setelah merdeka, malah sulit mengisi kemerdekaannya. Indonesia adalah salah satu negara yang demikian sulit mengisi kemerdekaan yang ia perjuangkan dengan darah dan air mata dari tangan penjajah. Tak terkecuali Timor Leste.

Mata Mamak Kenut menerawang. Kini ia melihat Nanggroe Aceh Darussalam. Provinsi paling barat Indonesia itu kini tengah berada dalam krisis begitu pemerintah kita memutuskan menggelar operasi militer untuk mematahkan perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Serambi Mekah ini.

Mat Puhit, Minan Tunja, dan Udien pun sebenarnya tak pernah berharap ada operasi militer di ujung utara Pulau Sumatera itu. Trauma daerah operasi militer (DOM) semasa Orde Baru dulu, masih belum hilang. Bagaimana pun orang Aceh adalah saudara senasib sepenang-gungan, bagian integral dari bumi bernama Indonesia. Bahkan, provinsi ini mempunyai peran yang tak bisa dianggap remeh ketika memper-juangkan kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.

Ya, kemerdekaan Indonesia itu memang sudah mengumandang sejak 58 tahun lalu. Tapi, jangan tanya, apakah kita, rakyat daerah, rakyat kecil, rakyat bodoh, rakyat yang tak punya kuasa apa-apa, tak punya daya apa-apa, dan tak punya apa-apa, sudah benar-benar merdeka. Se-bab, kemerdekaan bukanlah sekadar proklamasi, kemerdekaan bukan

Page 134: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

112

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

sekadar igauan, kemerdekaan bukan sekadar kata-kata, kemerdekaan bukanlah janji-janji, kemerdekaan bukan tanpa usaha, kemerdekaan bukan tanpa realitas.

Kemerdekaan memang harus diperjuangkan. Kemerdekaan memang tidak akan mudah diberikan begitu saja oleh mereka yang telanjur berkuasa dan karena memiliki kekuasaan cenderung menjadi otoriter, bahkan diktator. Kemerdekaan memang harus direbut. Ke-merdekaan memang bukan pemberian cuma-cuma pemimpin yang tak tahu memimpin karena merasa mempunyai anak buah yang boleh di-stel bagaimanapun juga. Kemerdekaan memang harus diupayakan. Kemerdekaan bukan kado dari atasan yang menjadi feodal dan pa-ternalistik karena merasa memiliki bawahan yang menyediakan diri diinjak-injak.

Aceh, Papua, Republik Maluku Selatan, atau wilayah mana pun di Nusantara memang harus merdeka. Itu memang cita-cita kita bersama; dulu ketika berikrar bersama untuk hidup berdampingan secara damai. Tak ada yang menindas yang lain. Tak ada yang menjajah bagian lain. Tak ada merasa tertindas. Tak ada yang merasa dijajah.

Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Pembukaan UUD 1945 ini masih relevan kita kontekstualkan dengan kondisi kekinian. Tak boleh ada penjajahan di muka bumi ini karena kita semua cinta perdamaian, tetapi lebih cinta kemerdekaan.

Namun kita sering salah mengartikan kemerdekaan. Merdeka seharusnya tak membuat kita berpisah. Kemerdekaan yang hakiki, ba-rangkali membuat kita saling menghormati, saling bertoleransi, saling memaafkan, saling berjabat tangan, saling membantu satu sama lain. Kita sama: benci penindasan karena penindasan menapikan kemerdekaan.

Merdeka!

25 Mei 2003

Page 135: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

113

Udo Z. Karzi

Siapa makan siapa?” tanya Rudi Suhaimi.“Siapa saja,” kata Paman Takur.“Siapa yang mau dimakan,” kata Udien.

“Tidak siapa pun dan tidak apa pun,” kata Minan Tunja.Siapa makan siapa. Homo homini lupus. Mamak Kenut teringat

pada Harold Lasswell yang mengatakan politic is who gets what, how and when; siapa mendapat apa, bagaimana dan kapan. Ceritanya, bagi-bagi kekuasaanlah. Itu esensi dari keadilan politik. Bagi kita, how-nya itu penting karena di sanalah letak urgensi dari strategi. Jika perlu, tanya Pak Kiai atau kaum moralis.

Lain lagi Mat Puhit. Dulu pertama-tama memasuki dunia kam-pus, ia masih bertanya-tanya, siapa aku. Di tingkat dua, ia sudah mulai bertanya, siapa dia. Namun, begitu selesai kuliah manakala ia tak mampu mendapatkan siapa pun pertanyaan berganti dengan pernyataan: siapa saja! Tapi, tetap saja ia tak mendapatkan siapa-siapa dan apa-apa.

Siapa saja! Bagi Paman Takur, siapa saja berarti siapa saja bisa dimakan, dilumat atau bahkan dilenyapkan. Dalam prinsip ini, Paman Takur tak akan peduli pada segala macam aturan, norma, dan nilai. Tak perlu memikirkan etika, moral, dan kepatutan ketika memutuskan “siapa saja”. Saat Paman Takur berkata siapa saja, saat itu pula ia me-nyiapkan segala kemungkinan paling buruk.

Siapa saja dalam soal ini dapat bermakna siapa pun yang mengha-langi keinginan boleh menerima akibatnya: cedera, disingkirkan atau bahkan lenyap sama sekali. Siapa saja di sini adalah semacam hak untuk

Siapa Saja50

Page 136: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

114

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

melakukan apa saja terhadap siapa pun yang menjadi seteru. Terkadang siapa saja (tidak) perlu memperhatikan hubungan-hubungan yang ber-sifat pribadi: baik, budi, anak atau saudara.

Kalau Machiavelli pernah mengatakan pintar-pintarlah memilih peran: kapan harus menjadi kancil dan kapan harus menjadi harimau, ini boleh dipakai Paman Takur atau (calon) mangsa Paman Takur. Inti ajaran ini adalah bagaimana kita selamat dari aktivitas makan-mema-kan atau makan-dimakan. Paman Takur perlu strategi menjadi harimau untuk melanjutkan tradisi memakan orang lain, tetapi kadang-kadang pula harus bertindak menjadi kancil yang licik agar tidak dimakan pihak lain. Meskipun menjadi kancil, Paman Takur tetap doyan makan daging orang; siapa pun.

Siapa saja! Bagi Mat Puhit, pernyataan akhir siapa saja lebih merupa-kan rasa frustrasi yang mendalam setelah berupaya sekuat tenaga menda-patkan apa pun dan siapa pun. Bertahun-tahun berharap, tetapi tak juga memperoleh. Bertahun-tahun berkeinginan, tetapi tak juga terealisasi. Bertahun-tahun bermimpi, tetapi tak juga menjadi nyata. Bertahun-tahun berkhayal, tetapi tak juga menjelma. Bertahun-tahun. Bertahun-tahun.

Siapa saja berhak mengangankan apa pun dan siapa pun. Siapa saja tak boleh ada yang menghalangi. Siapa saja berkewajiban menghor-mati setiap upaya. Namun siapa saja pula berhak menolak. Siapa saja boleh mengelak. Siapa saja berhak lari atau melarikan diri.

Soal tanggung jawab, siapa saja bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Soal konsekuensi, siapa saja wajib menerima konsekuensi dari apa pun yang yang ia atau orang lain lakukan.

Siapa saja. Siapa saja. Barangkali, ini pertanyaan sekaligus pernyataan orang linglung. Tapi, apa boleh buat. Mamak Kenut, Mat Puhit, Minan Tunja, Udien atau siapa saja memang tengah berada dalam sebuah situasi yang membuat semua orang berada dalam “kegilaan”.

Siapa saja boleh berkomentar apa saja. Siapa saja boleh menga-takan apa saja. Siapa saja boleh mengkritik apa saja. Siapa saja boleh membantah. Siapa saja boleh tidak terima. Siapa saja boleh marah. Siapa saja boleh protes. Siapa saja boleh singut. Siapa saja boleh frus-trasi. Siapa saja boleh _kalau mau_ bunuh diri. Siapa saja boleh pergi. Siapa saja boleh cuek. Siapa saja bebas merdeka. Siapa saja boleh. Siapa peduli? Siapa saja. Hanya saja? Cuma saja? Saja!

6 Juni 2003

Page 137: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

115

Udo Z. Karzi

Sudah tradisi..., kata iklan. Kita pun lantas menyaksikan betapa nikmatnya hidup serba wah dari fasilitas sandang-pangan-papan di tayangan televisi tak sebatas iklan yang memanjakan konsum-

erisme, materialisme, dan hedonisme. Tradisi dalam iklan televisi tak lebih dari sekadar sesuatu yang

_karena memiliki nilai jual_ patut dipertahankan, dijaga, dilestarikan, atau dalam bahasa yang sedikit berbau LSM dan nyastra diberdayakan dan dibumikan (bukan dibuikan?).

Serangkaian diskusi selepas reformasi, seiring menguatnya arus otonomi daerah, isu tampaknya beralih ke segala sesuatu yang berbau lokalistik. Padahal, (bahasa dan kebudayaan nasional) Indonesia sebe-narnya tak punya tradisi. Jujur sajalah.

Nama Indonesia sebagai tanah air, bangsa, dan bahasa itu baru ada setelah pemuda berikrar dalam Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu: Indonesia. Wajar saja ka-lau orang asing akan bertanya, “Bali sebelah mana Indonesia?” Sama dengan Minan Tunja dan Mat Puhit yang belum pernah menginjakkan kaki di Pulau Dewata itu. Orang daerah yang satu memang asing dengan yang lainnya.

Ajip Rosidi (1995) bilang, bahasa Indonesia tidak punya tradisi lisan karena usia bahasa Indonesia belum satu abad. Kalau kita ang-gap bahasa Melayu itu bukan bahasa Indonesia, bahasa-budaya Melayu dengan berbagai variasinya sangat kaya dengan tradisi (lisan). Begitu juga dengan Jawa, Bugis_Makassar, dan bahasa-budaya lokal lainnya.

Mamak Kenut hanya berpikir, mengapa masyarakat kita yang

Sudah (Bukan) Tradisi..51

Page 138: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

116

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

(menganggap dirinya) modern; acap menyebut sesuatu yang lama, yang klasik _kalau tak mau disebut kuno_ sebagai ketinggalan zaman, primitif, feodal, paternalistik atau apa pun sebutannya.

Apa boleh buat, Mamak Kenut tak mungkin mengelak untuk disebut jelma Lampung (cirinya nggak bisa nyebut huruf r) yang sedikit aneh ketika berhadapan dengan arus yang bernama modernisme, kapi-talisme, demokratisasi, desentralisasi, urbanisasi, atau apa pun yang berbau perubahan di negeri ini.

Sama seperti Mat Puhit, Minan Tunja, dan Udien yang bagaimana kuat pun berupaya mengubah aksen dan gayanya tak akan mungkin mengelak untuk disebut si Lampung keturunan Ompung si Lampunga (?) Kalau mereka kemudian larut dalam berbagai gejolak sosial politik kontemporer di Negarabatin, tetap saja mereka akan membawa style aseli mereka.

Ya, inilah kekayaan tradisi yang sekian lama dibungkam. Kha-zanah daerah yang sudah sekian lama terendam. Kaarifan lokal yang terlalu lama terpendam. Lokalitas yang tenggelam atau ditenggelamkan melalui apa yang disebut sebagai politik kebudayaan nasional yang mengatasnamakan persatuan dan kesatuan, yang menapikan kebine-kaan dan potensi daerah.

Namun, apa boleh buat. Tradisi itu diakui atau tidak akan selalu lekat dengan apa pun yang sedikit nyeleneh kalau bukan eksotik un-tuk mengatakan layak dipelihara sebagai binatang, bunga, atau benda kesayangan.

Maka, kaum seniman-birokrat atau budayawan-proyek pun ber-kata, pemerintah daerah tidak mempunyai kepedulian terhadap seni-budaya tradisi. Pemda harus menambah lagi proyek-proyek kesenian yang dibiayai melalui APBD untuk melestarikan, mengembangkan, dan memberdayakan tradisi.

Maaf, kata Mat Puhit, tradisi yang dimaksud adalah apa yang disangka modern atau bahkan posmo, tetapi ternyata sesungguhnya hanya bungkusnya doang. Ya itu tadi, feodal, paternalistik, patron-clien, orientasi masa lalu, orientasi vertikal, antikritik, otoriter, diktator, suka kekerasaan, mentalitas menerabas (lengkapnya lihat Koentjaraningrat yang menuliskan Mentalitas Pembangunan).

Betapa paradoksnya negeri ini. Ada partai mengaku demokrasi, tetapi realitasnya mempraktekkan otoritarian. Ada orang meneriakkan

Page 139: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

117

Udo Z. Karzi

reformasi, tetapi diam-diam menyimpan status quo. Ada para modernis, tetapi sehari-hari bersikap primitif. Ada para kaum pembaru, tetapi se-sungguhnya melestarikan tradisi lama yang serba ortodoks.

Kalau Mamak Kenut menggugat misalnya, kita boleh berapologi dengan berkata, “Ini sudah tradisi...” atau sebaliknya, “Ini zaman modern, Bung!” Revolusi? Terlalu banyak korban, katanya. Jadi?

12 Juni 2003

Page 140: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

118

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Pada awalnya sebuah kata, kata Sutardji Calzoum Bahrie, lahirlah puisi. Kemudian terciptalah kredo. Lalu, Mamak Kenut suka kredok. Mat Puhit ikut-ikutan pesan. Sedangkan Minan Tunja

lebih menyukai pecel. Mirip dengan Minan, Udien memilih gado-gado. Tempat makannya sama, sebuah warung kecil tanpa nama di sebuah gang tak terlalu ramai.

Kredok, pecel, dan gado-gado, adakah yang berbeda? Cita rasa. Ya, cuma cita rasa saja. Tak lebih dan tak kurang yang membedakan. Jadi, mengapa mesti ribut. Puisi ya puisi. Kredo ya kredo. Kredok ya kredok. Pecel nggak jauh beda dengan kredok. Gado-gado saudaranya pecel dan teman dekatnya kredok. Ada pecel ada kredok. Ada kredok di situ pula terdapat pecel. Gado-gado, ya kadang-kadang saja ada.

Tentang makna? Semua orang mencari makna. Apa arti makna? Makna itu arti. Arti itu makna. Ada hakikatnya. Ada gunanya. Ada manfaatnya. Ada maksudnya. Ada tujuannya. Ada wujudnya. Ada ek-sistensinya. Ada nyawanya. Ada napasnya. Ada jiwanya. Ada darahnya. Ada hidupnya. Kehadirannya terasa. Baunya enak. Aromanya sedap. Bisa dinikmati. Dapat... pokoknya dapat.

Mat Puhit mencari makna. Tak perlu aneh-aneh. Kerjakan saja apa yang bisa dikerjakan. Tak usah melakukan yang tak dapat. Biarlah itu menjadi bagian orang lain. Itu bukan jatah dia. Enggak usah macam-macam. Jalani saja kehidupan. Sederhana saja. Mengalir. Sesekali melawan arus. Kalau tak kuat mengalahlah. Ikuti saja apa maunya. Apa adanya.

Sesederhana apa pun ada maknanya. Seruwet apa pun ada

Kredo(k)52

Page 141: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

119

Udo Z. Karzi

maknanya. Setradisional apa pun ada maknanya. Semodern apa pun ada maknanya. Se-posmo apa pun ada maknanya. Sesimpel apa pun ada maknanya. Secanggih apa pun ada maknanya. Sebiasa apa pun ada maknanya. Seaneh apa pun ada maknanya. Sedikit apa pun ada maknanya. Sebanyak apa pun ada maknanya. Semudah apa pun ada maknanya. Sesulit apa pun ada maknanya. Seterang apa pun ada maknanya. Segelap apa pun ada maknanya.

Minan Tunja ingin berarti. Tak perlu senewen. Biasa-biasa saja. Arti tak akan lari dikejar. Sedih itu pahit, luka, duka, hitam, dan...boleh jadi tidak menyenangkan. Bahagia itu cuma perasaan, suka, gembira, meneteskan air mata, terlonjak-lonjak, ...pokoknya serba enaklah.

Tapi, mana ada yang serbaenak. Mana ada yang serba menyenang-kan. Mana ada yang serba wah. Mana ada yang serba sempurna. Seba-liknya, tidak ada yang penuh penderitaan. Tidak ada yang penuh duka. Tidak ada yang penuh luka. Tidak ada yang penuh kegelapan. Tidak ada yang penuh kegulitaan. Mana ada yang serba. Mana yang penuh. Mana ada yang 100 persen. Mana ada.

Hidup-mati, sedih-gembira, suka-duka, senang-benci, bahagia-sengsara, kaya-miskin, atasan-bawahan, tinggi-rendah, cantik-jelek, hitam-putih, apa saja yang bertolak belakang tetap memiliki arti.

Sebuah kata berarti jika ada kata lainnya. Jangankan sinonim atau pasangannya, yang paling bertolak belakang sekalipun punya arti.

Udien membuat kredo. Cuma untuk sedikit menyatakan ek-sistensi. Bahwa apa yang ia lakukan ada dasar pemikirannya. Bahwa apa yang ia katakan, ada argumennya. Bahwa apa yang ia sikapi, ada latar belakangnya. Bahwa apa yang ia kerjakan ada yang mendukung. Bahwa apa yang ia maui ada pembenarnya. Bahwa yang ia kejar, ada maksudnya. Bahwa apa yang ia tuju, jelas arahnya. Bahwa apa pun yang berkaitan dengan aktivitasnya, ia dapat mempertanggung jawabkannya. Tujuan akhir kredo, makna, arti, nilai, dan... eksistensi.

Raden Mak Iwoh, Paman Takur, atau siapa pun, jangan sirik. Jangan pula marah atau main culik.

Mamak Kenut makan kredok. Asyik aja!

25 Juni 2003

Page 142: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

120

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Daripada nganggur, Minan Tunja mengumpulkan ibu-ibu PKK (asli bukan perempuan kurang kerjaan!). Ya, untuk member-dayakan potensi kaum perempuan. Bermodalkan sedikit ilmu

ketika dulu belajar ngaji di surau, ia mulai melatih ibu-ibu dan remaja putri berdendang sambil menabuh rebana.

Maka, setiap malam Minggu akan terdengar nyanyian syahdu dari sebuah rumah yang sengaja dipakai latihan. Dengarlah: “Marilah mari belajar membaca... Kitab yang suci Tuhan berikan. Lalala...” Ada juga backing vokalnya: Ya dana ya dana dana... dana ya dana dana....

“Pusiing,” teriak Mat Puhit (maaf kepada Peggy Melati Sukma) setiap kali mendengar kata-kata “dana, ya dana dana”. Ibu-ibu lagi ngeledek nih, begitu dia pikir. Seumur-umur dia memang tidak pernah tidak bokek sih.

Tapi anehnya, semua orang sedang berbicara soal ini. Penyanyi rok-dangdut juga teriak, “Duit ... duit....”

PTN BHMN punya ide membuka jalur khusus penerimaan ma-hasiswa baru dengan tarif super khusus Rp25 hingga Rp150 juta. DPR meminta PTN membatalkan jalur khusus demi keadilan. Kalau tidak, DPR mangancam akan mengurangi subsidi pendidikan untuk PTN. Giliran Forum Rektor mengancam balik akan membeberkan kebobro-kan DPR. Apa lagi kalau bukan masalah dana (dengan tambahan: yang telah diselewengkan).

Ya dana ya dana-dana.... Sekarang memang sedang musim ngomongin dana. Anggota Dewan di Lampung sedang pening soal ko-rupsi APBD. Soal dana (yang dikorup) juga. Tarif dasar listrik naik lagi

Ya Dana,Ya Dana Dana

53

Page 143: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

121

Udo Z. Karzi

per Juli. Ibu-ibu mengeluh soal pendaftaran sekolah anaknya memasuki tahun ajaran baru yang berarti buku baru, baju baru, sepatu baru, tas baru, perlengkapan sekolah baru... semua perlu serba baru. Soalnya, yang lama tak bisa dipakai karena kurikulumnya baru, gurunya baru, menterinya baru, pemerintahnya baru, dan ... dana segar baru.

Yang terbaru, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Lampung mengeluh karena sampai sekarang dana operasional KPUD belum juga cair. “Gimana mau kerja efektif kalau dana lagi belum ada?” Lagi-lagi dana.

Pemilu butuh dana. Mau sekolah butuh dana. Keluar rumah harus ada dana. Naik kendaraan pakai dana. Sarapan pagi mesti ada dana. Ketemu teman, keluar dana. Butuh ini itu ya dana. Cari yang enak tak akan dapat kalau nggak ada dana. Dana ya dana-dana....

Paman Takur mengumpulkan dana untuk aktivitas politik dan bisnisnya. Kalau Radin Mak Iwoh setia mengabdi (bahkan menghamba) pada atasan, itu juga demi dana. Dana ini demi anak-istri. Orang ko-rupsi karena dana. Manipulasi dilatarbelakangi dana. Mark up karena kelebihan dana (mungkin). Pungutan liar (pungli) karena orang mau dapat dana mudah tanpa keringat. Mencuri karena nggak punya dana. Menjambret karena kesulitan dana. Merampok karena butuh dana ban-yak. Membunuh terpaksa karena orang nggak mau ngasih dana.

Apa pun dan siapa pun tak mungkin lari dana. Ke mana pun pergi, ya dana. Ke mana pun berjalan, ya dana. Ke mana pun berlari, ya dana. Ke mana pun menghadap, ya dana. Ke mana pun mengadu, ya dana. Ke mana pun melapor, ya dana. Ke mana pun beraktivitas, ya dana. Ke mana pun berurusan, ya dana. Ke mana pun menuju, ya dana. Ke mana pun mengelak, ya dana. Ke mana pun berpaling, ya dana. Ke mana pun menghindar, ya dana. Ke mana pun bersembunyi, ya dana. Ke kota, ya dana. Ke desa, ya dana. Ke kantor, ya dana. Ke pasar, ya dana. Ke terminal, ya dana. Ke sekolah, ya dana. Ke kampus, ya dana. Ke mana-mana, ya dana.

Ya dana ya dana dana... Lihat ibu-ibu PKK mendendangkan lagu kasidah. Anak-anak ikut bernyanyi: ya dana ya dana dana sanak longan (anak gila, red) maling celana.

Mamak Kenut lagi pusing juga karena tak punya dana. Mau pin-jam dengan Mat Puhit sama saja. Terpaksa ikut-ikutan menyanyi main rebana dan menyanyi ... ya dana ya dana dana.

4 Juli 2003

Page 144: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

122

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Paman Takur pengen jadi presiden? Nggak masalah! Pada zaman para legislator dan pelitikus berkuasa sekarang ini semua boleh-boleh saja. Nggak usah bingung. Tapi, Radin Mak Iwoh mengingatkan, sekadar bisa jadi kepala

sekolah dasar saja sekarang mesti punya ijazah minimal diploma 3. Untuk presiden lain Radin, cukup tamat SLTA. Soalnya, sarjana _apalagi kalau ijazahnya dapat beli_ belum tentu memiliki kecerdasan dan kemampuan cukup untuk menjadi presiden. Menjadi presiden adalah HAM!

Pelitikus di DPR paham benar soal ini. Demi keadilan, siapa pun boleh menjadi presiden. Tak perlu jujur. Tak perlu orang baik. Tak peduli tukang kibul. Tak mengapa suka nepu. Masa bodoh dengan track record. Semua boleh jadi presiden.

Kalau cuma penjahat atau koruptor yang belum memiliki kekua-tan hukum tetap untuk disebut terpidana, boleh-boleh saja mendaftar menjadi calon presiden. Terdakwa boleh mencalonkan diri menjadi presiden. Sekali lagi tak ada larangan.

Maka, beramai-ramailah orang mendaftar ikut konvensi nasional Partai Golkar untuk menentukan calon presiden dari partai Orde Baru yang sudah punya paradigma baru ini. Di sinilah kehebatan partai yang menjadi pilar utama Orde Baru ini. Konvensi nasional! Sebuah kamus baru yang kelihatannya cukup demokratis untuk menentukan calon presiden alternatif kalau bukan cuma akal-akalan Partai Golkar saja untuk membersihkan diri dari dosa-dosa masa lalu.

Partai ini memang hebat! Partai-partai besar lain _selain Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) yang juga melakukan konvensi

Politik Akomodasi54

Page 145: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

123

Udo Z. Karzi

nasional_ partai-partai lain tidak melakukan hal serupa. Calon presiden adalah harga mati yang tak ditawar-tawar lagi.

Politik akomodatif. Ya, Partai Golkar tengah melakukan akomo-dasi politik terhadap kekuatan lain kalau bukan sedang memainkan jurus baru yang justru membahayakan masa depan demokrasi di negeri ini.

Dalam kaitan dengan politik akomodasi pula, terbetik kabar PKB Alwi tengah menjajaki koalisi dengan PAN. Kabar bagus sebetulnya. Tapi, Partai Golkar tentu boleh ikut dalam koalisi itu. Begitu juga partai-partai lain, tak dilarang berkoalisi. Akhirnya, semua partai-partai besar berkoalisi menjadi satu: bagi-bagi kekuasaan seperti hasil Pemilu 1999.

Inilah politik akomodasi itu. Tak ada perbedaan ideologi di antara partai-partai itu. Kalaulah sudah mendapatkan kursi di legislatif atau eksekutif, tak ada prinsip yang harus dipertahankan masing-masing. Soalnya, partai _memang_ tak lebih dari sekadar jalan untuk meraih sesuatu; bisa kekuasaan, bisa uang, bisa pula keduanya plus yang lain-lainnya.

Politik itu akomodasi. Politik etis jika ia mampu mengakomodasi sebanyak mungkin berbagai aspirasi dan kepentingan publik.

Mamak Kenut tengah merenung-renung tentang politik akomo-dasi. Apa ya kira-kira yang hendak dilakukan dalam waktu dekat?

Tiba-tiba, Mat Puhit datang mengeluh, “Payah. Aku kan diminta partisipasi. Aku pikir mau dikasih uang sakunya. Eh, panitia malah minta bantuan akomodasi. Gimana?”

O.... jadi akomodasi itu duit ya? Kalau kita, semisal rakyat mis-kin kelaparan itu berarti tidak akomodatif. Kalau kita, seumpama anak indekos belum menerima kiriman, itu berarti tidak akomodatif. Kalau kita, semacam peminta-minta tidak mendapat bagian, itu berarti tidak akomodatif. Kalau kita, ibarat perampok belum berhasil menguras ke-kayaan orang, itu berarti tidak akomodatif.

“Akomodatif sedikitlah,” kata Udien yang tiba-tiba nongol minta ditraktir ngopi. Setelah kopi diminum, “Nah, itu baru akomodatif.”

21 Juli 2003

Page 146: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

124

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Ini era “pelitik”. Zoon politicon. Politics is my lifes. Tapi, bukan poli-tik sebagai panglima kayak zaman Orde Lama. Kini, meskipun politik bukan panglima, orang yang tidak berpartai politik boleh

jadi makhluk aneh. Soalnya, manusia sejak lahir sudah berpolitik atau berpartai. Setidaknya, ada _kalau bukan banyak_ orang yang mengaku seperti itu.

“Saya orang tidak berpartai,” kata Mat Puhit.“Ketinggalan zaman,” kata Radin Mak Iwoh.“Aku mau golput saja,” timpal Udien.“Golput itu sama dengan membiarkan kebatilan terus berlang-

sung. Dengan tidak memilih, sama dengan membuang suara percuma dan membiarkan pemimpin korup tetap bersimaharaja,” jelas jurkam.

“Nggak ngaruh!” kata Minan Tunja.Lalu, berseliweranlah berbagai pandangan.“Itu sama apatis.” “Nggak juga.”“Lha, kalau tidak mau tahu. Sama saja dengan apatis?” “Ya nggak. Saya memilih diam dengan kesadaran, pengetahuan,

pertimbangan, dan rasionalitas.”“Rasionalitasnya orang frustrasi!”“Hee...mana tanggung jawabmu sebagai warga negara dalam

Pemilu 2004.”“Ya, golput!”

Partisipasi55

Page 147: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

125

Udo Z. Karzi

“Itu pengecut! Jangan cuma diam. Berpartisipasilah....”Maka, lihatlah siswa-siswa SMU Sriwijaya, Bandar Lampung,

turut berperan serta dalam perayaan hari ulang tahun Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK) yang pertama di halaman kantor De-wan Pengurus Provinsi Jalan Sultan Agung, Bandar Lampung, Senin, 28 Juli 2003. Hanya karena gurunya menjadi pengurus PPDK. Tidak peduli itu melanggar Pasal 123 UU Pemilu.

Lihat pula para preman menarik uang dari sopir-sopir angkot. Ada pula uang “retribusi” atau pungutan untuk pembangunan bantuan masjid, kegiatan Agustusan, atau apa saja yang ditarik di jalan-jalan. Semua mengatasnamakan “partisipasi untuk menyukseskan....”

Para pengamen di bus kota atau bus antarkota pun, seusai me-nyanyikan satu-dua lagunya dan mengedarkan kantong bekas permen, akan dengan fasihnya berucap, “Terima kasih kepada penumpang atas partisipasinya.” Ya, partisipasi penumpang bus dalam mengentaskan kanker (kantong kering) si pengamen atau partisipasi penumpang dalam membantu penyediaan lapangan kerja baru bagi kaum pengangguran.

Pernyataan ini terlalu sinis? Ini kenyataan, Bang! Kau pikir ngamen, ngasong, berjualan di

kaki lima, juga nyopet, nyakil, pungli, atau ngambi punya orang tanpa izin cutik-cutik gawoh, cuma pekerjaan iseng? Semuanya serius untuk mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan sosial. Jadi, orang-orang kaya yang tidak sempat memikirkan, apalagi membantu kaum miskin, selayaknyalah berpartisipasi.... Paling tidak dengan membiarkan uang dan hartanya dikuras maling.

Ini serius. Partisipasi dengan berdiam diri juga bagus. Bukan diam itu emas karena diam itu bisa juga bau. Tapi lebih baik diam ka-lau memang ucapan, sikap, dan tindakan kita tak memiliki arti apa-apa bagi siapa-siapa. “Ketimbang kau menyakiti aku, lebih baik kau diam saja. Sebab, senyummu saja tidak lagi tulus.” Do you know?

30 Juli 2003

Page 148: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

126

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Kalau tidak dengan mahasiswa, kepada siapa lagi kita harus berharap? Jadi, jangan terlalu sinislah dengan mahasiswa.Mat Puhit marah-marah _karena dulu ia pernah kuliah_ ke-

tika ada yang memaki-maki mahasiswa: “Demo lagi. Demo lagi! Apa sih maunya mahasiswa?”

Mamak Kenut _dulu juga sempat ngampus_ tersinggung berat begitu ada yang mengatakan mahasiswa payah. Reformasi yang diusung mahasiswa hanya melahirkan kesusahan saja. Dulu di zaman Orde Baru, masyarakat tak terlalu susah karena aman dan barang-barang murah. Kini, di zaman reformasi, masyarakat kok tambah susah. Sudah harga barang mahal dan naik terus, keamanan dan ketertiban juga payah.

Dulu di zaman Orde Baru, tak ada KKN. Betul juga sih. Dulu KKN itu kependekan dari Kuliah Kerja Nyata (KKN). Itu memang ajang mahasiswa untuk mempraktekkan keilmuannya di desa (bisa juga kota?) untuk membangun desa. Dengan begitu mahasiswa dapat belajar merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembangunan secara terpadu dengan pendekatan interdisiplin. Soalnya, di satu desa misal-nya, ditempatkan beberapa mahasiswa dari berbagai jurusan.

Namun ada juga yang memplesetkan KKN menjadi kura-kura ninja seperti film kartun yang muncul di tivi. Maksudnya sih untuk meledek mahasiswi atau wanita yang memakai jilbab. Tentu saja, kaum wanita seperti Minan Tunja yang walaupun tidak berjilbab, menjadi tersinggung. “Ini pelecehan,” kata Minan Tunja.

Singkat cerita, begitu gelora reformasi datang, isu KKN pun mere-bak. Kali ini, kepanjangannya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Amien

Agent of Changeng56

Page 149: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

127

Udo Z. Karzi

Rais yang disebut-sebut sebagai Bapak Reformasi, yang juga berangkat dari dunia kampus, tempatnya mahasiswa kuliah, yang memperkenal-kan istilah baru ini sekitar tahun 1998-an.

Entah ada entah hubungannya dengan reformasi dan KKN-nya Amien Rais, tiba-tiba saja Kampus Hijau menghilang KKN yang kuliah kerja nyata. Tetap ada, tetapi tidak wajib. Mahasiswa sih senang-senang saja. Yah, buat orang tua sih untuk menghemat biaya.

Alasan sih cukup logis. Setelah dievalusi, hasil KKN di desa-desa (dan di kota-kota?) tidak menunjukkan hasil yang signifikan dalam pembangunan desa, faktor penerimaan masyarakat yang mulai berkurang, dan sebagai-sebagainya, termasuk makin besarnya biaya untuk KKN selama dua bulan di lokasi akibat inflasi.

Mamak Kenut sih menyayangkan hilangnya KKN dari perku-liahan. Kalau sukarela sih, mahasiswa hampir semua memilih tidak KKN. Padahal, KKN justru mendekatkan mahasiswa dengan realitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dari masyarakat-lah mereka belajar menjadi problem solver dari berbagai permasalahan sosial-politik yang ada.

Mahasiswa salah sih biasa. Kan masih belajar. Dan, yang namanya anak muda itu memang belum dewasa. Jadi, masyarakat harap maklum.

Tapi jangan terlalu curiga dengan mahasiswa. Di balik kemudaan mereka, mereka memiliki berjuta semangat yang revolusioner. Tidak sekadar reformis.

Soal reformasi yang membuat sengsara, sungguh ini bukan ke-salahan mahasiswa. Mamak Kenut tahu, dulu _kini pun masih_ ma-hasiswa kepengennya revolusi. Tapi ide ini keburu kecium ama tentara dan birokrat, sehingga dibelokkan menjadi reformasi.

Inti gerakan mahasiswa sebenarnya adalah perubahan cepat dari situasi yang penuh kebobrokan _otoriter, arogan, KKN, dst_ ke arah yang lebih baik, demokratis, jujur, adil, dst. Masalahnya, kaum konservatif dan status quo yang terbiasa hidup di kubangan kebobrokan itu, tak pernah rela tersingkir dan rugi besar. Lagi-lagi: ini bukan salah mahasiswa.

Mahasiswa _dalam zaman apa pun_ tetaplah agent of change. Kalau tidak, ia hanya akan menjadi agent of chengeng. Maunya sih begitu!?

4 Agustus 2003

Page 150: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

128

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Dicari: dokter spesialis yang mau dibayar seadanya, mobil dinas dan gaji Rp5 juta di samping gaji pokok yang ditetapkan. Sebuah kabar menyeruak dari Negarabatin.

Ah, Mamak Kenut mengeluh. Rupanya, di negeri yang tidak per-nah menerapkan spesialisasi pekerjaan ini, dokter spesialis masih dibu-tuhkan. Benarkah? Dari pengalamannya menelusuri berbagai profesi, baik negeri maupun swasta, ia tidak melihat spesialisasi terlalu penting.

Sistem penjurusan sekolah, misalnya jurusan IPA, IPS, dan Budaya-Bahasa di SMU atau program studi/jurusan/fakultas di pergu-ruan tinggi _dengan pengecualian untuk pendidikan kedinasan yang diselenggarakan departemen tertentu atau perguruan tinggi kejuruan_hampir sama sekali tidak berguna.

Dulu, ketika SMA, mayoritas teman-temannya cenderung memi-lih jurusan eksak (fisika atau biologi) ketimbang IPS atau bahasa. Alasan-nya, ada yang memang benar-benar ingin menjadi insinyur, dokter, ahli di bidang ilmu pengahuan alam, dsb. Tapi, tak kurang juga yang menga-takan, “Biar gampang memilih jurusan di perguruan tinggi kelak.”

Tidak masalah siswa jurusan MIPA menjadi mahasiswa jurusan ilmu sosial. Sama sekali tidak. Masalahnya, hanyalah ketika pemerintah dan juga mayoritas orang tua dan murid menganggap ilmu pengeta-huan dan teknologi yang paling baik adalah yang eksak-eksak saja. Yang eksak hampir selalu mendapat prioritas ketimbang yang sosial.

Sejauh orientasi siswa, mahasiswa, yang kemudian bekerja sudah benar sebenarnya tidak ada persoalan. Tapi, masyarakat kita (dan juga pemerintah) masih menganggap enteng persoalan spesialisasi.

Dokter Spesialis57

Page 151: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

129

Udo Z. Karzi

Spesialisasi itu hanya berlaku untuk bidang-bidang tertentu saja: teknik, kedokteran, dan keperawatan, dan guru. Peran insinyur, dokter, perawat atau guru memang tidak mungkin tergantikan mereka yang tidak memiliki kompetensi di bidang-bidang tersebut.

Untuk bidang lain, apa perlu spesialisasi? Bukankah profesional-isme tidak berkait dengan spesialisasi? Seorang politikus yang tak be-lajar ilmu politik dengan jumawa akan berkata, “Ala pelitik. Gampang dipelajari!”

Radin Mak Iwoh berkata, “Teori-teori itu ada di kuliah. Prak-teknya lain. Jauh berbeda....” Alah bisa karena biasa. Segala sesuatu bisa dipelajari. Ilmu dari perguruan tinggi itu tak ada apa-apanya jika dih-adapkan dengan dunia kerja sesungguhnya. Dulu selalu ada keluhan: sarjana kita tidak siap pakai.

Begitulah, siapa saja bisa menjadi apa saja. Profesi yang paling laris sekarang seiring dengan reformasi yang melahirkan banyak partai politik dan koran, kalau bukan politikus ya wartawan. Tentu saja hal ini menggembirakan segaligus membawa ekses yang tidak baik bagi semua. Apa-apa “dipelitikin”. Apa-apa “dikomfirmasiin”.

Sewaktu bertemu perawat, Mamak Kenut sempat bertanya, “Bisa nggak ya profesi perawat digantikan sarjana sospol?” Si perawat cantik tentu saja tertawa. “Wah, itu namanya ahli membuat kasus (dipeleset-kan dari gelar AMK = Ahli Madya Kesehatan),” jawabnya.

Jangan berikan urusan pada orang yang bukan ahlinya karena bisa membuat kehancuran sebuah bangsa (menyitir hadist Rasul). Itu hanya berlaku untuk bidang-bidang tertentu. Lihatlah pekerjaan birokrasi kita. Kasus saja: pendidikan yang diurus orang-orang proyek. Kacau bin balau!

Dicari: dokter spesialis yang dapat dibayar murah, yang bisa me-nyembuhkan penyakit kronis bangsa ini, yang tak pilih-kasih, yang siap mengabdi untuk kepentingan umat, yang bekerja tanpa pamrih. Bangsa ini sedang sakit parah!

Tapi alangkah langkanya dokter spesialis seperti itu.

5 Agustus 2003

Page 152: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

130

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Tak ada yang berubah. Sama saja. Gegoh gawoh! Sama saja. Mak jelas. Tidak ada yang terang. Semua hower-hower. Abu-abu. Mending gelap sekalian. Pekat. Ada warnanya. Biar nggak pusing.

Biar tak ada yang tahu. Biar nggak bingung. Biar....“Huii... jangan ngelindur,” teriak Mat Puhit.“Ah nggak. Aku sedang belajar berkata-kata. Aku sedang merang-

kai kata. Aku sedang mencari tali-temali antara kata yang satu dengan kata yang lain. Kelihatannya sih ada korelasinya. Bisa hubungan. Bisa pengaruh. Bisa pula saling pengaruh...,” kata Mamak Kenut.

“Bisa pula nggak ngaruh....”“Haaa! Kau betul.”“Betul apaan.”“Ya, betul saja. Betul ya benar. Kebenaran. Kebetulan. Kebenaran

yang kebetulan. Kebetulan yang kebenaran.”“Pusing!”“Sama.”“Ya, sudah.”“Ada bom.”“Ada teroris.”“Ada JI.”“Ada menjadi tiada.”Geblek! Ya, tapi begitulah. Nggak ada yang jelas. Tahu-tahu ada

bom. Tahu-tahu ada teroris. Tahu-tahu ada JI. Tahu-tahu.... kita sudah

Ji’i58

Page 153: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

131

Udo Z. Karzi

tahu. Tahu-tahu semua tahu. Tapi sebenarnya nggak tahu apa-apa. Kita menjadi linglung semua.

Eit... intel udah tahu. Tapi telat ngasih tahu. Atau ngasih tahu sama orang yang nggak mau tahu. Paling nggak sok tahu. Atau boleh jadi tahu sama tahu. Siapa tahu? Tapi kita tak tahu-menahu. Tiba-tiba dikasih tahu. Bom! Teroris! Ji’i. Berhati-hatilah. Siaga satu.

Awas ada Ji’i. Di mana-mana ada Ji’i. Ji’i-ji’i bersatu menjadi satu. Ada bom. Ada ji’i. Maka, ji’i menjadi ngetop. Pelisi pada mencari para ji’i. Katanya ji’i penjahat besar yang menebar bom.

Aduh, ji’i... ji’i. Dulu sih ji’i pahlawan. Lo, kok sekarang diburu? Lo, kok sekarang dituduh macam-macam?

Emang nggak jelas! Dunia ini memang mak jelas. Yang baik bisa jadi buruk. Yang benar bisa jadi salah. Yang putih bisa jadi hitam. Seba-liknya, yang buruk bisa jadi baik. Yang salah bisa jadi benar. Yang hitam bisa menjadi putih. Yang bisa, bisa apa saja. Yang bisa, bisa dapat apa saja. Yang bisa, bisa bisaan. Bisalah.

Begitulah. Kita memang tak dapat mengerti apa-apa. Segala bisa terjadi tiba-tiba. Jangan kaget kalau lagi asyik-asyik minum kopi di-tuduh nggak-nggak.

“Kau Ji’i ya!” ujar pelisi.“Bukan,” ujar Mat Puhit.“Nggak peduli. Pokoknya kamu ji’i.”“Bukan...”“Kata atasan saya kamu ji’i.”“Apa buktinya?”“Pokoknya kamu ji’i.”“Nggak bisa.”“Bisa. Kamu ji’i.”“Kalau iya bagaimana?”“Na kan. Kamu ji’i.”“Nama saya di-KTP bukan ji’i.”“Udah, kamu ngaku aja.”Bingung? Mamak Kenut juga bingung!

11 Agustus 2003

Page 154: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

132

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Temon adalah sebuah kesungguh-sungguhan. Kesungguhan untuk melanjutkan kehidupan yang sejak zaman perang kemerdekaan, bahkan jauh sebelumnya, hingga kini dan bahkan juga kelak tidak

terlalu cerah. Kesungguhan membiarkan segala sesuatu mengalir tanpa pernah bisa dicegah, walaupun terpaksa harus melawan aliran itu.

Kehidupan, meskipun tidak selalu menyenangkan, tidak pula penuh dengan kesusahan. Namanya juga hidup. Ia senantiasi memiliki warna sesuai dengan zamannya. Tak usah pula diperdebatkan zaman itu berubah atau berputar. Entah benar, entah tidak, terkadang me-mang ada semacam “Arus Balik” (baca: novel Pramudya Ananta Toer) kehidupan.

Temon adalah simbol keluguan kita menghadapi jutaan keane-han yang sering menyergap manusia. Karena keluguan, kita menjadi tak mengerti mesti berbuat apa. Karena keluguan, kita tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Karena keluguan, kita tak paham mesti berbuat apa-apa mengenai apa yang terjadi kemudian.

Padahal, keluguan dapat menjadi sesuatu yang berharga di tengah orang-orang yang sok pintar dan karena itu suka minterin. Ini zaman memang membosankan. Segala sesuatu tak ada yang dapat dilihat, dira-sakan, didengarkan, sesuai dengan aslinya. Hampir semua bertopeng. “Kayak sekura kamak,” kata Udien.

Temon adalah kepasrahan hati Minan Tunja yang tak peduli rayuan gombal sejuta laki-laki. Masa bodoh dengan iming-iming kalau hanya membuat hati tak tenteram. Kesendirian barangkali saja sesuatu yang membahagikan tanpa harus menggantungkan nasib pada situasi

Temon Do59

Page 155: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

133

Udo Z. Karzi

yang tidak pernah memihak pada kita.Kepasrahan bukan kebodohan karena ia merupakan suatu pilihan

saja dari suasana yang terasa menyumpekkan. Kepolosan boleh jadi semacam cara saja menghindar dari perasaan sakit hati atau frustrasi menyaksikan sepak-terjang umat manusia yang penuh rencana buruk saling memusnahkan satu sama yang lain. Dendam tak berkesudahan.

Temon adalah kekaguman menatap puncak bertahtakan emas Monas di Jakarta. Ternyata, kita masih punya monumen. Ternyata, masih ada yang bisa kita banggakan dari negeri yang sedang carut-marut dilanda berbagai kemelut. Negeri ini penuh dengan tragedi yang mengikis kemanusiaan kita.

Barangkali saja rasa kagum dapat menjadi bara semangat bagi kita-kita yang tengah dirundung duka berkepanjangan. “Bersyukurlah kita masih memiliki batu kenangan, sehingga kita bisa memutarkan kembali memori betapa indahnya sebuah perjalanan kehidupan. Seng-sara membawa nikmat, semacam novel Merari Siregar,” ujar Mat Puhit.

Temon adalah kebenaran yang menyeruak di tengah angkara murka, orang-orang mabuk kemenangan, yang kemudian lupa diri, dan lalu sibuk memikirkan diri sendiri. Seperti reformasi yang perlahan mulai terlupakan, orang-orang kini berebut kuasa dan harta. Tak peduli pengangguran yang makin meningkat.

Kebenaran memang barang langka. Yang paling banyak adalah orang-orang yang merasa benar sendiri. Tapi tak pernah jelas ukuran-nya. Tapi tak pernah terang letak kebenarannya. Boleh jadi kebenaran hanya ada di tangan preman yang mengandalkan otot ketimbang otak. Barangkali pula kebenaran tak lebih dari sesuatu yang dipungut di jalan-jalan penuh debu.

Temon adalah kemerdekaan. Soal terakhir ini, Mamak Kenut, Mat Puhit, Minan Tunja, Udien, temannya Minan, yang kebetulan sedang ngumpul sekadar memeriahkan 17-an, entah serempak entah tidak, entah terucap entah cuma dalam hati, berujar: Temon do!

14 Agustus 2003

Page 156: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

134

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Bicara. Ngomong. Ngoceh. Bilang ya! Apaan? Ngawur deh. Nggak ini serius. Apa? Itu tu. Bagaimana? Iya, begitu. Begitu gimana? Ya, kayak gitu. Pusing. Kusut! Belagu.

Beginilah jadinya kalau kita nggak ngerti tapi sok tahu. Talking. Show. Yang penting bersuara. Yang penting berlagak. Biar kelihatan pintar. Biar kelihatan intelek. Biar kelihatan modern. Biar nggak keting-galan zaman. Biar nggak kampungan. Biar nggak kelihatan umbulan.

Kemerdekaan. Kebebasan. Demokrasi. Hak asasi manusia. Pen-egakan hukum. Keadilan. Persamaan. Keterbukaan. Transparansi. Anti-korupsi. Good governance. Clean government. Sivil society.

“Busyet!” maki Mat Puhit. “Kalian ngomong apa sih?”“RT kami menang tarik tambang kemarin,” sahut Mamak Kenut.“Ih, saya kira hujan kemarin mau lebat. Ee.... cuma sebentar aja,”

kata Minan Tunja. Nggak nyambung! Sambungin sendiri. Ini perayaan HUTRI. Syukurlah. Bayangin saja kalau orang

Indonesia tak lagi peduli dengan hari kemerdekaannya. Paling tidak, dengan perayaaan itu, mereka masih mengakui keberadaan sebuah bangsa-negara bernama Indonesia. Artinya, kita masih butuh sesuatu bernama Indonesia. Sehingga, dengan begitu, kita merasa perlu mem-pertahankan sesuatu bernama Indonesia itu.

Tapi seriuslah sedikit. Masa iya membangun Indonesia dengan cuma cuap-cuap. Masa iya mempertahankan Indonesia dengan korupsi. Masa iya menyokong eksistensi Indonesia dengan main bom. Masa

Substansi60

Page 157: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

135

Udo Z. Karzi

iya mendukung keberadaan Indonesia dengan culik-culikan. Masa iya memajukan Indonesia dengan berbagai jenis kekerasan. Masa iya....

Nation-state dan semua sistem nilai kenegaraan dan kebangsaan, tak pernah sepenuhnya kita pahami. Teori-teori, hukum-hukum, kon-sep-konsep, paradigma-paradigma, definisi-definisi, makna-makna, hakiki-hakiki, dan segala jenis keilmuan tak pernah benar-benar kita selami. Peraturan, undang-undang, konstusi, konvensi, kebiasaan, adat-istiadat, nilai tradisi, etika, moral, dan kesusilaan tak sungguh-sungguh dapat menjedi pegangan.

Indonesia hanya menjadi sekumpulan masalah: kesenjangan antara teori dan praktek, antara harapan dan kenyataan, antara mimpi dan fakta yang terjadi.

Kalau seandainya kita betul-betul mengerti, tentu kita sudah me-nemukan solusi dari masalah-masalah itu. Kalau kita betul-betul tahu, tentu kita tak melulu berkutat pada soal-soal yang itu saja. Kalau kita betul-betul paham, tentu kita tak menjadi semakin terpuruk seperti sekarang ini. Kalau kita betul-betul cerdas, tentu kita tak terus-terusan dirundung malang.

Sial memang. Manusia Indonesia belum juga mampu memben-tuk bangunan sebuah nation-state yang kokoh.

Kita hanya suka bekoar-koar (misalnya) sebagai negara yang demokratis atau negara yang menganut sistem pemerintahan dan kenegaraan yang paling baik. Biasanya, kita selalu punya versi sendiri. Kita tak mau meniru negara mana pun. Tapi sebetulnya kita tak pula punya konsep yang benar-benar asli punya kita. Jadinya, kita tiru yang itu, tetapi tak sepenuhnya demikian.

Tanpa memahami substansinya, kita suka menetapkan sesuatu menjadi acuan. Tanpa mengerti esensinya, seseorang bisa saja bercera-mah tentang suatu hal.

Kita memang menyukai merk ketimbang substansi. Kalau judulnya merdeka ya merdeka. Kalau ada yang menyebut demokrasi ya demokrasilah. Kalau ada bilang yang adil maka adillah. Tak perlu melihat esensi. Kita cuma percaya label tanpa melihat isi. Cukuplah itu.

19 Agustus 2003

Page 158: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

136

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Memandang dari dalam pagar perbatasan memang terasa memilukan. Di sini serba menyedihkan, di luar sana serba menyenangkan. Di sini sering kekurangan, di sana selalu

kelebihan. Di sini kehidupan acap tak menentu, di sana seperti menjan-jikan masa depan. Di sini yang ada hanya kesuraman, di sana harapan membuncah-buncah.

Ini cerita manusia perbatasan di Negarabatin. Di sini dunia be-gitu sempit. Sementara di seberang sana membentang keluasan dengan segala kemewahan. “Aku ingin ke sana. Aku ingin ke seberang sana. Aku ingin menikmati kenikmatan. Di sini tak ada fasilitas. Di sini subur dengan kemiskinan. Di sini nasib dengan kemelaratan. Di sini tak ada kegembiraan.”

Perbatasan adalah keterbatasan di pinggiran. Karena ia bukan pusat, sengaja atau tidak sengaja ditinggalkan, tertinggal, atau ketert-inggalan. Daerah perbatasan ini memang memiliki rentang kendali yang jauh dari sentral kekuasaan. Karena jauh, ia dilupakan, terlupakan atau keterlupaan.

Aku menjadi asing. Aku menjadi aneh. Aku menjadi berbeda. Aku menjadi dibedakan. Aku menjadi sunyi. Aku menjadi sepi. Aku menjadi melarat. Aku menjadi sekarat. Aku pasrah. Aku tak lagi peduli.

Namun entah mengapa, tiba-tiba aku protes. Aku berontak. Aku menjadi hebat. Aku minta perhatian. Aku minta yang aku mau. Aku ingin mendapatkan seperti yang di luar perbatasan. Aku minta fasilitas. Aku minta pusat. Aku minta yang tak kudapat.

Kalau tidak dikabulkan, aku bisa marah. Aku bisa singut. Aku mau

Perbatasan61

Page 159: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

137

Udo Z. Karzi

gabung saja dengan sebelah satu. Kalau nggak boleh, aku mau bebas. Aku mau merdeka. Aku ingin menentukan nasib sendiri. Aku bisa sukses.

Ah, beginilah nasib manusia perbatasan. Dari dalam tak dapat. Dari seberang pun tak beroleh. Diskriminasi jelas. Sentralisme iya. Orang pusat jelas tak sama dengan orang daerah, apalagi dengan orang pinggiran di perbatasan. Kalau kemudian ada kecemburuan, hanya ge-jala alami. Pusat memang segalanya. Daerah juga punya pusat.

Separatis? “Bukan, Bung! Ini bukan separatis. Ini hanya aspirasi yang lama dibungkam. Ini cuma aspirasi yang tak pernah didengar. Orang pusat selalu sok sibuk. Orang pusat hanya memikirkan pusat. Orang pusat tak pernah ke perbatasan.”

Sekarang, dengarlah. Sekarang, perhatikanlah. Sekarang, aku menjadi banyak. Aku-aku menjadi kami. Kami menjadi marah. Marah-marah menjadi capek. Tidak. Kami hanya mau protes. Kami cuma nggak mau terima kalau dibuat tidak adil. Kami nggak mau lagi pasrah dengan sikap tak mau peduli pusat kepada daerah kami. Kami nggak mau pe-merintah terus-terusan cuek kepada kaum pinggiran seperti kami.

Daripada terus-terusan menjadi manusia perbatasan dengan se-gala keterbatasan atau pembatasan, mending kami geser aja batas itu. Toh pada dasarnya kami, manusia di perbatasan, di sini dan di sana tak ber-beda. Batas itu hanyalah, kesenjangan sosial. Di sana ada, di sini tiada.

Masalahnya, hanya perlakuan dua pemerintah yang berbeda. Pe-merintah di sana peduli, pemerintah yang di sini masa bodoh. Karena itu, kami mau gabung dengan yang peduli. Nggak peduli kalau nanti juga pemerintah di sana juga nggak peduli.

Siapakah yang telah menciptakan perbedaan? Siapa pula yang telah membuat kesenjangan? Rasanya inilah yang menciptakan per-batasan dan keterbatasan.

Ah, perbatasan. Memandang dari dalam ke seberang perbatasan memang terkadang menyilaukan. “Kali enak ya mencoba menjadi orang seberang!”

25 Agustus 2003

Page 160: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

138

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Sorry, kalau lagi malas senyum. Pada saat musim pening, sebuah senyum saja memang mahal. Tapi bukan berarti ia tak ikut kampanye senyum. “Tersenyumlah!” kata seseorang. Tapi ba-

gaimana mau tersenyum kalau yang promosi senyum saja sedang susah tersenyum?

“Apa senyum-senyum?” bentak Radin Mak Iwoh melihat Mat Puhit cengar-cengir.

“Duh! Galaknya Bapak ini!” ledek Mat Puhit.“Ndak, kalau senyam-senyum begitu, biasanya kau ada maunya.”“Jangan curiga aja dong Pak. Saya kan cuma mau berdiskusi aja

dengan Bapak.”“Apaan sih?”“Eh, Bapak kalau ngomong gitu, Bapak ehh... Radin nggak kayak

pejabat deh.”“Sudahlah, lu mau ape?”“Hahahaa....”“Naiya, niku aga api?”“Begini, Radin. Ini kan mau pemilu. Terus, saya mau minta du-

kungan Radin menyukseskan kampanye.”“Kau partai apa?”“Nggak, saya orang tak berpartai.”“Kok ikut kampanye?”“Begini, Radin. Radin kan tahu sendiri, menjelang pemilu ini

Tanpa Senyum62

Page 161: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

139

Udo Z. Karzi

kan suhu politik dipastikan akan menaik. Apalagi saat kampanye par-tai politik nanti. Kalau suhu politik tinggi dan makin meninggi, bisa menimbulkan demam politik. Demam politik itu kan dapat menimbul-kan penyakit politik. Penyakit politik itu kan yang biasanya menjangkiti para pelitikus. Kalau para pelitikus pada sakit, bisa menyulitkan semua orang. Soalnya, nggak ada dokter yang spesialis menyembuhkan sakit pelitik atau panyakitnya pelitisi. Karena itu....”

“Eh, kamu ini ngomong apa?”“Begini, Radin. Fenomena politik yang tengah terjadi dapat kita

lihat dari merebaknya partai politik yang mana ini dapat mengakibat-kan kebingungan di kalangan masyarakat di mana rakyat belum lagi memiliki kesadaran politik hal mana mengakibatkan daripada itu ada-lah merupakan hal yang sangat menyimpang jauh dari tujuan semula ketika semua pihak boleh mendirikan partai di mana itu sama sekali tidak sehat bagi kehidupan politik negeri ini....”

“Sudah langsung aja.”“Begini, Radin. Saya perlu jelaskan dulu dasar pemikirannya bagi

kita yang menginginkan perbaikan negeri, sungguh tak terbayangkan Pemilu 2004 dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang berkualitas dan bermoral yang dapat memperhatikan aspirasi rakyat yang selama ini selalu cuek-cuek saja sama arus bawah yang dapat meningkatkan pendidikan politik rakyat yang dari dulu hingga sekarang tak pernah mendapatkan pencerahan dari mereka yang sekarang sudah enak-enakan duduk di kursi DPR sehingga lupa pada konstituen mereka yang mana mereka dulu berjanji mau memperjuangkan keinginan masyarakat banyak yang....”

“Yang tentu saja kita ingin ambil bagian atau kebagian gitu?”“Begini, Radin. Saya termasuk nggak suka main-main pelitik,

sehingga saya tidak minta bagian dari yang begitu-begitu. Cuma Radin kan tahu sendiri.... Radin tentu mengerti.”

“Nyo maksud?”“Tersenyumlah!”“Kau ini buat pusing aja!” Radin Mak Iwoh berteriak sambil

menggebrak meja.Maka, berlalulah Mat Puhit. Tanpa senyum.

30 Agustus 2003

Page 162: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

140

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Locusta Migratoria namaku. Terserah mau memanggilku apa. Aku datang ke Negarabatin setelah negeri ini caibucai dilanda ke-marau, sulit air, kebakaran, bom meledak, teror, feri tenggelam,

penjahat lari dari penjara, dan berbagai macam pernak-pernik hidup.Santai saja. Buat apa susah-susah. Tidak seperti mentalnya

birokrat yang suka mempersulit segala jenis urusan. Kalau memang sulit mengapa dipermudah. Kalau mudah buatlah agar nampak sulit.

Locusta Migratoria namaku. Temannya Mamak Kenut kalau lagi pusing. Berdua bisa berdiskusi soal kesulitan petani di musim kemarau. Dan, tetap saja susah meskipun musim hujan karena harga-harga hasil pertanian tak pernah bagus.

Enjoy saja. Buat apa memikirkan yang enggak-enggak. Hidup ya hidup. Kali aja dari dulu memang begini-begini saja. Kerjain aja apa yang bisa. Kalau nggak bisa kasih tahu sama siapa yang bisa. Beres deh! Semua bisa diatur.

Locusta Migratoria namaku. Orang-orang di Negarabatin sudah mulai meributkan kehadiranku. Padahal, aku kan biasa mejeng di ke-bunnya petani dan suka ditangkapin sama Mat Puhit waktu kecil. Aku nggak menggigit kok.

Asyik aja. Buat apa jidat berkerinyit-kerinyit kayak orang lagi stres. Stres itu tanda lagi banyak masalah. Masalah itu berasal dari soal. Padahal, soalnya cuma pilihan ganda. Tinggal conteng aja jawaban a, b, c atau d. Nggak perlu repot-repot.

Locusta Migratoria namaku. Aku datang beramai-ramai. Itulah

Locusta Migratoria63

Page 163: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

141

Udo Z. Karzi

sebabnya petani bingung. Soalnya, dikhawatirkan mereka tidak akan mampu menyediakan akomodasi yang cukup buat kami semua. Pada-hal sekarang kan lagi musim kemarau. Panen kan bisa gagal?

Tapi, barangkali ada ide? Minan Tunja dkk. bisa membuat menu baru, entah satai, entah sop, entah sambal... Locusta Migratoria. Kan bisa pesta... Locusta Migratoria.

Locusta Migratoria namaku. Aku datang membawa pesan untuk untuk manusia. Soalnya, mereka tak pernah bisa berlaku adil kepada alam. Eksplotasi berlebihan hanya untuk kepentingan pribadi dan me-nebalkan pundi-pundi sendiri. Lestarikam alam, hanya celoteh belaka, kata lagu.

Ini serius. Tak bisa dianggap enteng. Kemarau kekeringan, hujan kebanjiran menjadi bukti manusia tidak pernah peduli alam. Berbagai bencana alam pada musim apa pun tak jauh-jauh karena ulah mereka sendiri yang sama sekali tak menjaga keseimbangan lingkungan.

Locusta Migratoria namaku. Aku hadir sekadar mengingatkan. Berhentilah berbuat kejahatan di muka bumi ini. Stop keserakahan yang menafikan keberadaan orang lain, makhluk lain, dan dunia lain. Aku ada. Itu saja.

Ini tidak main-main. Kalau tidak manusia bisa saling memusnah-kan. Alam bisa bisa terus-terusan marah. Apalagi hidup saat ini makin membosankan, sehingga apa saja dapat memicu keributan. Manusia-alam, dua hal yang saling membutuhkan.

Locusta Mogratoria namaku. Kalau pun aku ada, itu sekadar in-trupsi saja. Bahwa aku dikasih nama di dunia ini Locusta Migratoria. Berdarah ehh... berkulit biru. Tapi bukan ningrat. Cantik. Kaki panjang panjang kayak belalang... emang belalang (kembara) sih.

11 September 2003

Page 164: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

142

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Seemosi-emosinya Mat Puhit, ia tak kan berani main pukul orang lain. Kalau tak percaya, tanya pada Minan Tunja. Kalau nggak yakin, konfirmasiin sama Mamak Kenut. Soalnya jelas, memukul orang itu sama sekali dilarang. Peraturan

apa pun tidak membenarkan memukul atau dipukul siapa pun, di mana pun, dengan alasan apa pun, sengaja ataupun tidak sengaja.

Mat Puhit tahu betul itu. Ia tahu bagaimana rasanya dipukul. Meskipun lebih sakit dipukul dengan kata-kata, kata Mamak Kenut, tetap saja pukulan fisik lebih terasa dan lebih langsung hasilnya.

Ada syair syair lagu: lebih baik aku/mati di tanganmu/daripada aku mati bunuh diri.... Tetap saja dibunuh atau mati bunuh diri tidak enak didengar, apa lagi dicoba.

Kalau yang di STPDN itu, Wahyu Hidayat, praja (mahasiswa) meninggal karena dipukulin seniornya. Ini kabar sama saja kabar bu-ruk. Buruk bagi dunia akademis yang mengedepankan sikap rasional, objektivitas, dan ilmiah.

Caci-maki terhadap institusi ini _bahwa kampus ini mengajar-kan kekerasan, militeristik, dan sentralistik_ barangkali memang tidak terlalu bararti banyak. Tapi sama juga tak berartinya ketika Radin Mak Iwoh membela-bela bagaimana bagusnya sistem pendidikan di seko-lah tinggi itu, bagaimana baiknya kurikulum yang diajarkan pada praja (mahasiswa) STPDN.

Nyatanya, ada peristiwa. Fakta telah terjadi pemukukan oleh praja senior terhadap junior dan akibatnya Wahyu terpaksa mening-

Main Pukul64

Page 165: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

143

Udo Z. Karzi

galkan dunia fana. Fakta juga, telah terjadi kejadian serupa sebelumnya di kampus ini.

Belum selesai soal ini, dari kampus Universitas Indonesia (UI), terdengar pula mahasiswa FISIP memukul mantan Ketua Program Pasasarjana Chusnul Mar’iyah dan mantan Sekretaris Program Pascasa-rjana Reni Chandriachsja.

Orang-orang kok pada main pukul saja. Padahal, dari dulu itu main pukul itu pekerjaan tukang pukul. Tukang pukul sih memukul un-tuk minta bayaran dari yang meminta jasanya. Paman Takur dari dulu _sampai sekarang masih_ memang suka memakai tukang pukul untuk memuluskan segala urusan.

Orang seperti Takur memang sukses dengan main pukul. Orang yang kenal Paman Takur tentu mafhum Paman Takur tak ada apa-apa-nya kalau tidak main pukul. Sebab, ia dapat, ia beroleh, ia berhasil justru karena ia tukang pukul yang keahliannya main pukul atau membayar orang untuk memukul orang lain.

Tapi, ah, sungguh tak cocok kalau cara-cara Takur diterapkan di kampus. Main pukul itu menjadi pertanda makin merosotnya ke-mampuan intelektual orang. Membangun disiplin dengan main pukul menunjukkan orang tak bisa lagi menggunakan akal sehat. Mendidik dengan main pukul memperlihatkan bagaimana bebalnya (bukan ke-balnya!) manusia.

Main pukul itu kan menunjukkan kita tak bisa ngomong atau diomong baik-baik, nggak bisa berargumen dengan betul, ndak bisa berdebat dengan benar, kagak bisa berkata dengan kata-kata. Kalau kita kehilangan kata-kata, kita pakai kita punya tangan, kita gunakan kita punya kaki. Maka, namanya pukul. Kalau nggak memukul, kita yang memukul. Tergantung di mana posisi kita saat itu: sedang (merasa) berkuasa atau dikuasai.

Seemosi-emosinya kita, tak perlulah main pukul untuk berko-munikasi dengan sesama. Soalnya, kita masih punya banyak kata. Kita tak pernah krisis kata-kata.

26 September 2003

Page 166: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

144

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Minan Tunja tersedu. Mamak Kenut tepekur. Sedih. Ada duka di antara mereka. Ada luka yang mendalam. Mat Puhit tak tahu-menahu persoalan datang meledek.

“Heh... kiamat belum jadi. Tenang saja,” katanya.Mamak Kenut sedikit esmosi. “Jangan macam-macam kau Hit.

Sekarang bukan waktunya bermain-main. Ini masalah serius. Ini bukan soal remeh-temeh. Ini soal perasaan yang paling hakiki dari sebuah peristiwa dunia yang sungguh tidak adil. Ini kejadian yang menggugah kemanusiaan mereka yang masih memiliki rasa....”

“Mahap, mahap, saya minta mahap. Kasihlah saya tahu apa masalah kalian.”

“Ah, kau ini. Kurang info. Hampir semua umat sedang diliputi lara menyusul tertangkapnya Saddam Hussein,” kata Mamak Kenut.

“Lho, itu. Ngomong kek. Aku juga merasa prihatin kalau soal itu.”

Saddam Hussein. Mantan penguasa Irak ini bagaimanapun simbol perlawanan terhadap kepongahan, arogansi, dan sikap otoriter. Sikapnya yang kukuh dalam memperjuangkan apa yang ia yakini mem-buat ia disegani dan tetap mendapat penghormatan dari rakyatnya.

Amerika Serikat menginvansi Irak dengan tuduhan menyimpan senjata pemusnah massal yang tak pernah terbukti. Presiden AS George W. Bush bilang Saddam itu otoriter, sehingga ia kirim tentara untuk menangkapnya, hidup atau mati. Irak pun digempur habis-habisan. Irak luluh lantak. Dan, AS berbangga hati telah menghancurkan sebuah

Luka Ini65

Page 167: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

145

Udo Z. Karzi

peradaban tanpa perikemanusiaan. Berapa korban tak pernah mereka perhitungkan.

Bush hanya mendewakan ambisi. Tanpa dasar. Tanpa argumen. Tanpa rasionalitas. Tanpa nilai rasa sama sekali. Saddam mungkin otoriter, tetapi jelas Bush jauh lebih otoriter ketika memaksakan ke-hendak menyerang Irak dan kini, delapan bulan kemudian, menangkap Saddam.

Kalau mau jujur, AS tak pernah menang di Irak, meskipun ia berhasil meluluhlantakkan Irak dan menangkap Saddam. Sebaliknya, AS dengan Bush-nya mengalami kekalahan parah justru karena ia mengalahkan logika dunia yang sebetulnya tak pernah merestui tin-dakan AS atas Irak dan pemerintahannya yang resmi dan berdaulat.

Saddam otoriter, kata Bush, tetapi dalam kenyataan ia masih di-cintai rakyatnya. Lihat saja bagaimana mayoritas rakyat Irak berduka atas tertangkapnya pemimpin mereka. Sungguh mengharukan. Namun, Bush tak pernah memikirkan ini. Ia seperti mabuk dan tak pernah sadar dengan apa yang ia katakan dan apa yang ia lakukan.

Saddam Hussein. Delapan bulan lalu ketika Irak jatuh, AS mene-bar informasi Saddam telah tewas terkubur bersama bombardir tentara AS. Tapi, sebagian orang masih meyakini dia masih hidup. Nyatanya, ia benar-benar masih hidup. Malah segar bugar, meskipun dengan cam-bang panjang dan rambut panjang tak terurus ketika ditangkap.

Entah logika apa yang membuat orang bergembira begitu AS menangkap Saddam. Kejadian buruk. Bagaimana mungkin pemimpin sebuah negara yang berdaulat diburu-buru negara lain dengan tuduhan-tuduhan yang dibuat-buat. Padahal, sejelek apa pun pemimpin sebuah negara, yang paling berhak menilai adalah rakyatnya sendiri. Tapi, ini-lah yang terjadi.

Ada perih menggores hati Mamak Kenut, Minan Tunja, Mat Puhit, Udien, dan jutaan orang yang menyaksikan bagaimana keseme-na-menaan diperagakan justru oleh negara yang mengaku-ngaku paling demokrasi, dan karena itu perlu mengajarkan kepada negara lain.

Sedu-sedan buat Irak, buat Saddam bukan sandiwara belaka. Tapi, kepedihan atas hilangnya rasa kemanusiaan, keadilan, dan demokrasi oleh arogansi, otoriterisme, dan kediktatoran.

17 Desember 2003

Page 168: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

146

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Diperkirakan, Pemilu 2004 bakal meriah. Namanya juga pesta demokrasi. Pemilu kali ini memang lain. Banyak hal baru. Ada DPD. Pemilihan presiden-wakil presiden langsung. Ada daerah

pemilihan. Kuota 30 persen untuk wakil perempuan di parlemen. Kon-sep, sistem, dan pengawasan serba baru.

Maka, wajar saja banyak yang bingung. Soal orang yang bingung dengan pemilu juga bisa menambah meriahnya pemilu.

“Hit, apa sih sistem proporsional terbuka itu,” tanya Pithagiras.“Induh!”“Kalau daerah pemilihan?”“Entah.”“Terus, alokasi kursi?”“Mak pandai.”“Huh. Kok semua nggak tahu....”“Lha, orang aja nggak ngasih tahu aku. Tanya aja pada KPU.”“Dasar. Hit, tahu nggak. Kerja KPU itu bejibun. Mana sempat

ditanya macem-macem. Mana pemilu udah dekat lagi.”“Ya, udah baca aja UU Pemilu.”“Hit, tahu nggak referensi resmi seperti UU Pemilu dan UU lain

terkait pemilu bikin aku pusing. Belum lagi bejibun aturan yang dikelu-arkan KPU. Buku-buku referensi Pemilu 2004 belum cukup ada.”

“Entahlah, aku juga mumet juga. Kalau begitu tanya aja Mamak Kenut.”

Colak-colek Caleg...66

Page 169: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

147

Udo Z. Karzi

Tapi Mamak Kenut lagi nyumput. Frustrasi kali. Minan Tunja? Boro-boro mikirin pemilu. Banyak kerjaan lain yang lebih utama. Cuma Udien yang lagi asyik bersenandung menggoda Minan Tunja. “Colak-colek colak caleg...colak caleg. Hobi anak...,” ujarnya meniru lagu ciptaan Reynold Panggabean yang dipopulerkan Camelia Malik.

Tapi, nyanyiannya berganti raungan, “Aduuh...” ketika Pithagiras benar-benar mencubit lengannya. “Ngapain sih colek-colek segala?” tanya Pithagiras.

“Saya lagi kampanye pemilu nih!” ujar Udien sambil meringis.“Kok colak-colek caleg?”“Ya gemes aja.”“Din, pemilu itu serius. Jangan main-main kamu ya.”Tapi, Udien juga nggak salah. Diperkirakan, Pemilu 2004 akan

meriah. Bukan hanya karena ia pesta demokrasi dan banyak yang baru. Tapi juga karena ada jatah 30 persen untuk anggota legislatif perem-puan. Kan asyik. Lalu, ada juga artis-artis cantik menjadi daftar caleg (calon legislatif). Sebut saja Desy Ratnasari di PDI Perjuangan, Rieke Dyah Pitaloka di PKB, dan sebagainya.

Inul? Meskipun Inul nggak masuk partai, Gus Dur punya kepan-jangan sendiri tentang Inul. Inul itu insya Allah NU lagi. Asyiik kan?

Diperkirakan, Pemilu 2004 mesti meriah. Ada aktor, ada aktris, ada penyanyi, ada penghibur menjadi anggota partai, bahkan menjadi caleg. Kalau mereka semua ketemu apa nggak ramai? Pokoknya seru.

Jadi, meskipun sosialisasi kurang, Pemilu 2004 tetap menarik. Meskipun sejumlah pengamat berpendapat Pemilu 2004 bisa gagal dan tidak berkualitas, meskipun kinerja KPU dinilai buruk, meskipun sejumlah jadwal dari 14 tahapan tertunda, meskipun banyak yang pesi-mistis pemilu dapat membawa perubahan; tetap saja Pemilu 2004 harus meriah. Nggak perlu pesimistis.

Colak-colek caleg.... Apalagi kalau yang dicolek memang caleg molek.

19 Desember 2003

Page 170: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

148

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Dalam rangka menuruti hawa nafsunya, Sugimin (44), mencabuli lima anak di bawah umur. Ketua Majelis Hakim sempat marah dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang karena

terdakwa Sugimin tak menunjukkan penyesalan ketika mengakui per-buatannya. Padahal, beberapa korban mengalami trauma parah.

Dalam rangka melestarikan dinasti dalam tubuh birokrasi, para pejabat di delapan kabupaten melakukan apa pun (rekayasa, manipulasi, kebohongan publik, korupsi, kolusi, dan nepotisme) dalam rekrutmen pegawai negeri. Reaksi masyarakat cukup keras mendapati kenyataan ini, semisal, meminta membatalkan hasil tes CPNSD. Tapi, kapilah tetap berlalu, Panitia sudah mengajukan Nomor Induk Pegawai (NIP) ke Ba-dan Kepegawaian Nasional (BKN). Apalagi, aparat hukum tak banyak merespons kasus ini.

Dalam rangka menambah pendapatan, 26 bus antarkota dalam provinsi (AKDP) melanggar ketentuan tarif angkutan Lebaran lalu. Bus-bus yang melanggar ini akan diberi sanksi, mulai dari peringatan hingga larangan beroperasi 2_5 minggu tergantung beratnya pelanggaran.

Dalam rangka pengosongan pemukiman liar di kawasan Reg-ister 19 Gunung Betung, Padangcermin, Lampung Selatan, Dinas Ke-hutanan bersama Tim Kodal (Komando Pengendali) mengultimatum masyarakat agar hengkang dari tempat itu. Tapi ratusan warga 30-an dusun di register itu yang sudah sepekan mengungsi, Jumat (19-12) pu-kul 08.00 kembali ke rumah masing-masing.

Dalam rangka menyelidiki pembatalan 30.000 calon jemaah haji, Komisi VI DPR diminta membentuk Panitia Khusus (Pansus) atau

Dalam Rangka67

Page 171: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

149

Udo Z. Karzi

Panitia Kerja (Panja). Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Haji, Zaim Uchrowi, menganggap Menteri Agama dan pejabat Depag yang paling bertanggung jawab dan meminta mereka bersalah.

Dalam rangka memenuhi syarat dukungan saat verifikasi, 90% calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Lampung memalsukan kartu tanda penduduk (KTP). Namun, belum ada yang berani bersaksi sehingga kasus ini seperti terlambat. Panwaslu tengah mengumpulkan bukti-bukti sebelum menyerahkan kasus ini ke penyidik.

Dalam rangka Pemilu 2004, partai-partai politik tengah sibuk melakukan konsolidasi untuk memenangkan pertarungan dalam pesta demokrasi itu. Para calon legislatif (caleg) pun sibuk kasak-kusuk sana-sini untuk memastikan nomor urut dalam daftar caleg partai masing-masing. Lobi dan dana, penting untuk mendapatkan nomor jadi.

Dalam rangka menyelamatkan kedudukannya atau kalau bisa naik pangkat, Radin Mak Iwoh, berupaya berbaik-baik dengan atasan. Kalau nggak, ya, jangankan dipromosikan; malah bisa disingkirkan. Loyalitas, bila perlu ditambah dengan kemampuan menjilat pimpinan, cukup efektif dalam meningkatkan karier.

Dalam rangka memenuhi ambisi berkuasa, Paman Takur melaku-kan segala cara. Kalau nggak bisa main halus, main kasar. Kalau nggak bisa main cantik, main buruk. Kalau nggak bisa main bersih, main kotor. Kalau nggak bisa main jujur, main tipu. Kalau nggak bisa main mata, main tangan. Kalau nggak bisa main-main, ya, mainkan saja.

Dalam rangka Hari Ibu, Minan Tunja sejak seminggu terakhir ini sibuk mengurus segala sesuatu untuk kegiatan peringatan. Meskipun belum jadi ibu, ia dilibatkan dalam kepanitiaan Hari Ibu. Padahal, dalam realitasnya banyak ibu-ibu yang tidak terlalu paham soal peran penting mereka dalam membangun negeri ini.

Dalam rangka mengobati kantuk dan rasa bete, Mamak Ke-nut mengajak Mat Puhit ngopi. Di tengah kesumpekan, barangkali ngopi menjadi energi yang menghidupkan gairah dan semangat kerja (meskipun pengangguran). Di tengah rasa frustasi menghadapi ketidakadilan, mungkin saja setelah menghirup beberapa teguk Kafein, dunia terasa lebih indah.

Hidup ini, memang dalam rangka!

22 Desember 2003

Page 172: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

150

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Page 173: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

151

Udo Z. Karzi

2004

Page 174: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

152

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Kalender sudah beralih ke tahun 2004. Mari kita memprediksi apa yang bakal terjadi. Tentu saja dengan sedikit berefleksi dengan berbagai hal yang berlaku di tahun lewat.

Caibucai. Tahun 2004 tahunnya para pelitikus. Pemilu itu me-milih legislator, memilih wakil daerah, memilih presiden langsung, kampanye, orang berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara, menghitung suara. Lalu, ada yang terpilih, ada yang kecewa, ada yang protes, ada yang tidak terima, ada keributan, bentrok antarpendukung, saling tuding, jual kecap, dan segala jenis janji gombal yang siap dilupa-kan begitu tidak dibutuhkan.

Suhu politik jelas sangat tinggi tahun ini. Soalnya, segala jenis partai politik, kader partai, dan aktivis prodemokrasi silih berganti melakukan manuver, move, dan gerakan memenangkan pertarungan merebut ”kemenangan” dalam pesta demokrasi. Berbagai kepentingan dari pribadi, kelompok atau partai bisa jadi saling berbenturan.

Caibucai Semua berebut. Siapa tak ikut takkan dapat. Siapa lam-bat ketinggalan. Siapa tak ambil bagian ya kesepian. Siapa tak turut jadi penonton. Siapa yang tak serta ya cuma gigit jari.

Berpartisipasilah. Segala sumber, segala potensi, segala daya, se-gala upaya akan dikerahkan muncul tahun ini. Sekecil apa pun, semua tengah berlomba mengejar apa pun dari momentum lima tahunan ini. Inilah kesempatan memuntahkan segala unek-unek, segala kesumpe-kan yang lama terpendam, segala sesuatu yang selama ini kita simpan sendirian.

Caibucai. Ada yang bilang pemilu menjadi landasan dasar bagi

Jangan Caibucai-lah68

Page 175: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

153

Udo Z. Karzi

negara ini untuk keluar dari berbagai masalah yang melilit. Dengan pe-milu, kita dapat menyusun langkah terbaik untuk membangun negara yang terkoyak-koyak. Semua pihak dapat mengambil peran melalui pemilu untuk mengembangkan berbagai kemungkinan yang menga-rahkan negeri kita ke alam yang lebih demokratis, berkeadilan, dan sejahtera.

Namun, tak urung banyak pula yang meramal Pemilu 2004 bisa gagal. Lihat aja banyak yang caibuca dalam persiapannya. Sejumlah tahapan dari 14 tahan pemilu terlanggar. Bukankah itu pertanda. Be-lum lagi lembaga pemilu yang caibucai. Orang-orang partai caibucai. Pemerintah caibucai. Masyarakat pun ikut-ikutan caibuca.

Jika begitu, Pemilu 2004 tidak jauh beda dengan Pemilu 1999. Sama saja. Wakil rakyat ya itu-itu juga. Moralitas legislator tetap buruk. Pemimpin terpilih serba bingung menjalankan kepemimpinannya. Tak ada perubahan yang berarti setelah pemilu. Transisi demokrasi ya te-tap menjadi transisi kalau tidak tambah parah. Bangsa ini tak beranjak tambah baik.

Pemilu memang ajang rebutan suara. Tapi jangan caibucai. Kalau caibucai ya kacau-balau. Para pelitikus memang dibenarkan berjanji sa-na-sini untuk mengambil simpati pemilih. Tapi jangan caibucai. Kalau caibucai ya berarti bohong semua. Setelah pemilu lupa semuanya.

”Caibucai juga kau ini,” maki Minan Tunja yang capek menden-gar ocehan Udien yang tak ada buktinya di lapangan.

Caibucai itu memang kusut. Caibucai itu memang suka dusta. Caibucai itu memang gombal. Caibuca itu memang sering ngawur. Cai-bucai itu memang nggak benar. Caibucai memang tukang tipu. Caibucai itu penjilat kelas kakap. Caibucai itu sangat semaunya. Cabucai itu ya nggak rasional. Caibuca ya nggak pakai otak. Caibucai buat pening aja. Caibucai bikin susah aja. Caibucai geblek. Caibucai bangsat. Caibucai sialan. Caibucai busyet deh.

”Meskipun negeri ini negeri caibucai, kau jangan caibucai,” kata Mamak Kenut. Entah pada siapa.

Caibucai ya caibuca! Tapi jangan caibucai-lah.

3 Januari 2004

Page 176: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

154

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Semalam memang hujan, Minan. Tapi yang terasa panas menye-ngat. Engkau lihat sendiri tubuhku berpeluh penuh. Aku gerah. Panas... panas.... Mamak Kenut meraba sekujur badan yang ber-

simbah keringat. Ini memang musim hujan. Air dari langit tercurah membasahi

bumi yang sekian lama kerontang. Basah...basah semua. Kemarau telah berakhir. Banjir telah menjadi lagu baru yang mengganti nyanyian ke-keringan. Tak ada kesulitan air. Tak ada antrean di sumur umum. Tak ada rumput layu. Tak tanaman merana. Tak ada hutan terbakar. Tak ada api melalap rumah. Tak ada lagi kemarau membawa musibah.

Air menggenang di mana-mana. Semua sibuk. Beberapa pihak saling tuding tentang siapa yang harus bertanggung jawab atas bencana setelah hujan tiba. LSM bersuara keras. Pemerintah tak punya konsep menyeluruh mengatasi banjir. Penataan kota tidak berdasarkan master plan, melainkan keinginan pejabat. Ada juga perambah yang merusak hutan. Aparat yang mendekeng pencurian kayu. Penegakan hukum lingkungan tidak jalan.

Perdebatan tak usai. Banjir nyatanya terjadi. Hampir tiap tahun. Antisipasi lemah. Dan, kita terpaksa menerimanya. Apa adanya. Tanpa merasa bersalah. Ah, hujan itu tetap karunia.

Hujan semalam, Minan. Tapi sungguh bukan hujan yang meni-durkan hatiku, hatimu, hati kita. Kita terlampau lelah setelah sepanjang masa berbincang tanpa kata tanpa titik temu. Letih... sungguh capek. Mamak Kenut hanya mencoba sedikit berpikir tentang eksistensi hujan.

Bincang Hujan69

Page 177: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

155

Udo Z. Karzi

Hujan telah datang. Orang sibuk menggosip hujan. Hujan me-mang nakal. Dia mampu menahan orang di emperan toko berjam-jam menunggunya tak selesai-selesai. Dia pula yang menghalangi segala rencana yang tersusun rapi dalam benak atau bahkan tertulis dalam buku agenda orang-orang sibuk.

Sekali-kali hujan justru membuat peristiwa yang patut dikenang seumur hidup. Tentu saja, itu terjadi pada mereka yang tengah dirun-dung perasaan romantis ketika bertemu pacar, tetapi tak bisa ngapa-ngapain selain menghitung-hitung rintik hujan yang jatuh dari atap menimpa kaleng butut di belakang gudang. (Yang lain-lain tak perlu dibayangkan!)

Hujan lebat sekali semalam, Minan. Tapi hati kita tak pernah men-jadi dingin karenanya. Sebesar dan sebanyak apa pun air yang menggu-yur kita tak kan mampu menyejukkan pikiran kita. Api yang telanjur membesar tak kan padam. Oleh hujan sepanjang tahun sekalipun.

Sudahlah berhentilah menyalahkan hujan. Kita pernah meminta hujan tapi hujan tak kunjung mendekat. Kita juga sering memohon hu-jan jangan turun tapi ia tak mau peduli. Ah, hujan memang tak mau tahu tentang perasaan kita. Hujan tidak terlalu paham obsesi kita. Hu-jan pula tak kan bisa memahami apa yang kita pikirkan. Hujan datang. Hujan pergi. Hujan semaunya. Hujan ya hujan. Kita ya kita.

Sudahlah hentikan menyesali hujan. Kita ingat saja suatu ketika kita begitu merindukan hujan. Saat bersua hujan, kita bersuka bersa-manya. Hujan menghidupkan kita. Hujan menggembirakan kita. Hujan menyatukan kita. Hujan pula yang mengabadikan cinta kita. Berterima kasihlah pada hujan yang membuat setiap kita memunyai arti; buat diri sendiri atau satu sama lainnya. Jadi, tak ada alasan membenci hujan.

Semalam hujan, Minan. Deras sekali. Tapi Mamak Kenut tetap tak mengerti hujan merahasiakan apa. Badan kuyup tapi justru bara yang terasa.

24 Januari 2004

Page 178: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

156

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Kepala Mat puhit berdenyut-denyut. Sebagai bagian dari warga Negarabatin yang berada di akar rumput, Mat Puhit tentu paling merasakan jeritan tetangga dan handai tolan. Berbagai

cerita berseliweran keluar masuk telinganya pekan-pekan belakangan ini. Hampir semuanya soal penderitaan.

Himpunan derita itu, dimulai dari banjir, pupuk menghilang, mi-nyak langka, hama tikus menyerang, hingga tetelo, dan flu burung ber-jangkit. Semua itu membawa ekses negatif bagi masyarakat: kerugian material, kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, gagal panen, ternak mati, dan sebagainya.

”Derita kok tiada akhir,” kata Pithagiras meniru Pat Kai.”Eh, nggak usah melankolis. Kita hidup di negeri yang memang

sedang caibucai. Jadi, ya harap maklum,” sambut Mamak Kenut.”Iya tapi yang susah ya kita-kita ini. Kemarin saja seharian aku

setengah mati mutar-mutar cari minyak tanah buat masak. Masih un-tung kebagian dari tempat yang paling jauh. Itu pun main jatah,” lapor Minan Tunja.

”Makanya ganti aja dengan bahan bakar bensin. Ha... ha...haaa...,” ledek Udien.

”Sok amat, masak pakai bensin. Motormu saja sering nggak jalan karena nggak ada bensin,” ujar Minan Tunja tak mau kalah.

”Kalau itu lain lagi,” timpal Udien.”Udah-udah. Aku pusing nih,” bentak Mat Puhit.Kalau dipikir-pikir, ia juga sih. Masa iya. Rakyat kecil itu selalu

Iya Geh!70

Page 179: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

157

Udo Z. Karzi

dibebani oleh kayak itu terus-terusan. Petani, buruh, nelayan, tukang becak, dan segala jenis manusia rongsokan lainnya jarang kalau bu-kan tidak pernah menerima kebijakan yang menggembirakan. Pupuk langka, minyak langka, jelas karena ulah orang-orang berpunya yang menguasai distribusi komoditas itu.

Memang, tetelo dan flu burung bukan penyakit buatan manusia. Tapi pemerintah atau pihak yang terkait harusnya bertindak sigap mengantisipasi segala kemungkinan. Tapi ini tidak. Malah Radin Mak Iwoh bilang begini: ”Kalau flu burung, pastinya sudah ada korban jiwa. Tapi, sampai sekarang kan belum ada korban.”

Dasar Radin Mak Iwoh. Asbun (asal bunyi). Masak mesti jatuh korban dulu baru mau bergerak?

Mat Puhit tambah pusing. Lebih puyeng lagi karena para pelitikus kini lagi seru-serunya jual kecap menjelang Pemilu. Boro-boro mikirin rakyat, mereka kini tengah sibuk melakukan penggalangan massa, me-narik simpati rakyat dengan berbagai bentuk bujuk-rayu.

Kalau sekarang aja _justru menjelang Pemilu_ di saat orang lagi mendapatkan kesusahan akibat ulah segelintir orang yang hanya me-mikirkan keuntungan pribadi saja, para pejabat dan pelitikus itu tidak ada yang peduli; bagaimana nanti kalau udah selesai Pemilu. Lupa deh!

”Pilih aku biar kalian hidup enak. Aku akan babat korupsi. Aku mau gantung penjahat. Aku tidak akan biarkan rakyat menderita....,” begitu kira-kira orasi Paman Takur.

Tapi, siapa percaya? Ini soal track record aja. Soal bagaimana ke-lakuan Paman Takur selama ini. Siapa pun tahu siapa dia. Karena itu, jangan pilih dia. Tapi... tidak aneh juga sih kalau ia terpilih. Partai bisa ia beli. Cuman, kita punya kewajiban menolong negara ini agar tidak lagi dipimpin para maling.

Makanya, setuju geh kalau para aktivis pada kampanye antipoli-tikus busuk. Iya geh!

29 Januari 2004

Page 180: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

158

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Radin Mak Iwoh dipanggil atasannya. Nggak biasanya, ia pikir. Ada apa ya? Apa kesalahan yang ia perbuat? Apa dosanya sehingga ia harus berhubungan dengan atasan? Sejuta tanya

berseliweran di kepalanya. Barangkali, ia telah bertindak keliru. Ia lalu ingat-ingat, apa yang terjadi. Ia mereka-reka. Salah omong kali. Tapi telanjur. Wartawan juga sih yang nanya-nanya dia sampai ia mengeluar-kan statemen. Banyak rekannya yang menyayangkan komentarnya yang dimuat di koran hari ini.

Tapi, ia merasa telah memberikan informasi yang benar dan jujur. Masak karena berkata apa adanya, kok, dianggap salah? Kekhawatiran kini melanda Radin. Biasa, bawahan memang ”ditakdirkan” harus selalu takut pada pimpinan. Tak terkecuali Radin Mak Iwoh. Maka, begitu ia mendapat kabar kepala kantornya menghendaki ia datang ke ruangan-nya, Radin langsung menghapalkan berbagai mantera penjinak hati atau apalah agar Pak Bos tak marah-marah, apalagi sampai memutasi atau menurunkan pangkatnya. Kalau itu terjadi kan cilaka.

Tidak. Ia tidak ingin nasib buruk menimpa dirinya. Maka, ia ha-rus menyusun strategi agar Pak Bos tidak menyalahkannya dan mela-kukan tindakan yang menghancurkan reputasi dirinya sebagai birokrat dan tidak menghambat perjalanan kariernya di instansi pemerintahan.

Ala, Pak Bos tentu akan senang dengan laporannya. Buat saja yang bagus-bagus. Istilahnya, asal bapak senang (ABS). Sedikit kibulan untuk kebaikan bersama (maksudnya sesama birokrat, tetapi tidak ba-gus untuk rakyat), tentu nggak masalah.

Maka, sedikit waswas dan khawatir ia pun menghadap. Tapi apa

Gara-gara Berita71

Page 181: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

159

Udo Z. Karzi

yang terjadi? Pak Bos hanya meminta Radin memmberikan masukan soal konsep mengatasi berbagai bencana: banjir, tetelo, flu burung, gagal panen, dan sebagainya. Ia meminta Radin segera melakukan tindakan penting untuk menenangkan masyarakat. Paling tidak agar masyarakat tidak protes atau demontrasi, begitu. Misalnya, membentuk tim atau kalau sudah ada, mengaktifkan tim.

Begitu saja. Nggak ada marah-marah. Tapi dasar Radin Mak Iwoh. Sewaktu ketemu Udien yang sempat

mewawancarainya dan kemudian hasil wawancaranya dimuat di koran, ia langsung pasang muka sedikit sangar.

”Dien, kemari kau. Gara-gara beritamu, aku dipanggil bos,” katanya.

Udien tak mau kalah langsung menjawab, ”Syukur. Artinya atasan punya perhatian dengan Radin. Harusnya Radin senang dong. Itu kan kesempatan bagus. Saya aja berkali-kali mencoba menemui pimpinan Radin, susahnya setengah mati. Lha Radin... malah dipanggil. Ha... ha... haaa....”

”Brengsek kaulah....” ”Lho, Radin kok marah-marah. Yang Radin bilang di koran itu

kan benarkan?””Iya tapi gara-gara kau, aku dikasih kerjaan.””Lho, itu kan proyek baru.””Enak aja kau.””Selamat bekerja Radin. Entar, kalau Radin korupsi, aku beritain

juga.””Sembarangan. Jangan yang buruk-buruk aja yang diberitakan.

Keberhasilan juga dong.””Radin kalau orang menjalankan proyek dan berhasil, sudah

seharusnya. Program ada, rencana kerja ada, duitnya juga ada. Kalau gagal, baru aneh namanya. Yang aneh-aneh itu kan berita.”

Tapi, memang. Selalu ada persepsi berbeda tentang berita atau kritik antara wartawan dan pejabat; antara yang memberitakan dan yang diberitakan. Kalau begitu, gimana geh?

2 Februari 2004

Page 182: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

160

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Mak dawah mak dibingi (tak siang tak malam) Mamak Kenut selalu saja pusing. Berita-berita di koran, radio, dan tele-visi masih saja bercerita tentang banjir, gempa, badai, dan

berbagai bencana di berbagai pelosok dunia. Ada juga ketidakpuasan, kemarahan, gugat-menggugat, dan demonstrasi di antara kaum poli-tikus. Tentu saja beda dengan kemarahan grup musik Korn bersama enam ribu penonton dalam konser mereka di Arena Pekan Raya Jakarta (PRJ), Kamis, 5 Februari lalu.

Suasana tambah panas, meskipun hujan terkadang masih turun. ”Ini tahun 2004, ya. Saya nggak takut walaupun kamu jenderal.

Saya lewat, kamu ngomong yang nggak-nggak. Tersinggung saya. Tu-run.... ayo kita selesaikan...,” seseorang yang baru masuk bus yang ten-gah melaju menuju Rajabasa berteriak-teriak suatu siang.

Seorang pria lain yang menjadi sasaran kemarahan tak bisa berbuat apa-apa kecuali meminta maaf berkali-kali. Tapi tak urung be-berapa pukulan mendarat di tubuhnya. Beruntung pisau yang sempat keluar dari lelaki yang baru naik berhasil dirampas penumpang lain. Kalau tidak, entahlah.

”Saya lagi ada masalah, kamu malah cari-cari masalah dengan saya...,” teriak lelaki itu.

”Ya Bang. Saya minta maaf.” Tapi, itu saja tak cukup. Pukulan dan makian masih terus berlangsung.

Mamak Kenut hanya bisa terpana. Tanpa daya terhenyak duduk di bangku tengah bus menyaksikan semua kejadian. Ah, aku bukan seo-

Mak DawahMak Dibingi

72

Page 183: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

161

Udo Z. Karzi

rang Superman atau tokoh jagoan di film atau di novel-novel picisan yang bisa bertindak cepat, meskipun agak terlambat, untuk menyela-matkan dunia dari kebiadaban, penindasan, dan perilaku-perilaku lain yang merusak kemanusiaan.

Ah, adakah jagoan di dunia fiksi itu menjelma di Negarabatin untuk membasmi kejahatan yang terserak di mana-mana? Nyatanya, kehidupan kita saat ini penuh kriminalitas dan berbagai bentuk keja-hatan, dari kejahatan ringan yang merugikan satu dua orang sampai kejahatan besar yang membuat menderita banyak orang atau bahkan hampir semua penduduk Negarabatin.

Tahun 2004? Mamak Kenut tak terlalu paham mengapa seseo-rang menyebut tahun ini ketika tersinggung. Barangkali, Mamak Ke-nut hanya mereka-reka, tahun 2004 itu tahun ketersinggungan, tahun marah-marah, tahun panas-panasan, tahun penuh emosi. Tapi, Mamak Kenut tak pernah berharap tahun ini tahun yang berdarah-darah dan penuh air mata duka.

Menelusuri Negarabatin suatu malam. Malam rupanya tak sesepi yang terpikirkan. Malam rupanya menyimpan rahasia kehidupan ter-sendiri. Dan, malam jujur mengakui bahwa ia memang sering gelisah. Ada geliat di keremangan malam. Lampu jalan tak terlalu terang untuk menyinari kegulitaan.

Tak siang tak malam. Mamak Kenut gelisah. Suasana apa pun hanya membuat hatinya resah. Ia masih saja berpikir tentang kelanjutan episode dari fragmen kehidupan yang tengah berjalan. Ini tahun 2004, ya? Entahlah, silakan memprediksi mengenai apa yang bakal terjadi di tahun ini. Kita memang tengah berada di persimpangan jalan. Mudah-mudahan kita tak salah melangkah.

Suara radio di sebuah mobil yang ditumpangi Mamak Kenut membelah sepi malam jalan Negarabatin masih mendendangkan, ”Mak dawah mak dibingi....”

7 Februari 2004

Page 184: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

162

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Petani tengah sibuk menghadapi berbagai kesulitan yang datang menyerbu tak henti. Kemarau, banjir, hama tikus, dan belalang mengancam tanaman padi. Ada juga tetelo dan flu burung yang

mematikan ribuan ternak. Rakyat kecil kemudian mesti pula menerima cobaan berupa berbagai penyakit semacam deman berdarah, malaria, AIDS, dan sebagainya.

Di sisi yang sangat bertolak belakang, kaum elite politik, pejabat negeri/daerah, dan politikus menyibukkan diri dengan urusan mereka sendiri. Kekuasaan, kekayaan, dan pengaruh terlalu menggiurkan di-lewatkan begitu saja. Kebetulan peluang itu tengah ada: PAW, kursi pimpinan kosong, pemilihan umum, dan berbagai kursi kini tengah menanti. Itu barangkali lebih riil ketimbang harus turun ke bawah me-lihat sendiri penderitaan masyarakat kecil.

Saat rakyat menderita menemui berbagai musibah yang datang be-runtun dan tak henti, legislator malah sibuk memperjuangkan uang pur-nabakti, uang pensiun, uang pengabdian, uang jasa, uang terima kasih, uang kehormatan atau uang apa pun yang diatur atau tidak diatur perun-dang-undangan. Pokoknya, bagaimana dengan sisa jabatan yang hanya beberapa bulan lagi, Dewan dapat membuat saving dari uang rakyat.

Mamak Kenut membatin, bagaimana mungkin pejabat dan poli-tisi itu lupa dengan kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan yang masih menghinggapi kebanyakan masyarakat negeri ini? Bagaimana mungkin mereka tega melakukan itu semua tanpa merasa harus ber-tanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan dan tanpa melihat apa akibat kelakuan mereka?

Pemiskinan Politik73

Page 185: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

163

Udo Z. Karzi

Kritik tetaplah banyak, tetapi hampir sama sekali tak berarti. Koruptor, manipulator, dan berbagai pelaku kejahatan besar atau kecil tetap saja berkeliaran. ”Keadilan begitu mudah dibeli; dengan kuasa atau harta. Hukum tak berarti banyak. Ini riil. Bukan semata tudingan-tudingan, semacam gerundelan orang yang sering dituding ”karena belum kebagian, bicaranya keras”. Ada apa sih?” tanya Mat Puhit.

Barangkali itu terjadi karena orang biasa berpikir monokausal; melihat masalah hanya dari satu sebab langsung tanpa mempertimbang-kan berbagai dimensinya (Franz Magnis-Suseno). Dengan pendekatan ini dengan gampang kita akan berkata orang mencopet karena ia jahat, orang korupsi karena kebutuhan, orang berunjuk rasa karena benci, orang mengkritik karena iri, dan seterusnya. Kalau itu penyebabnya, kita barangkali tak perlu repot-repot, ambil tindakan represif dengan mengerahkan polisi, bahkan militer atau otoritas tertentu.

Namun, tentu saja tindak itu sering jauh dari esensi menyelesai-kan masalah. Sebab, sangat boleh jadi di balik sebuah tindakan terkan-dung banyak hal tidak akan mungkin diselesaikan dengan cara-cara instan seperti itu. Sebaliknya, dengan melihat satu hal dari suatu masa-lah, hanya menambah kusut masalah.

Kebiasaan menghadapi masalah dengan monokausal ini merupa-kan bentuk pendangkalan dan pemiskinan politik. Model pendekatan ini adalah adik kandung pragmatisme yang mewarnai mentalitas dan cara berpikir produk sistem pendidikan yang menghendaki hasil se-gera. Sebenarnya, pragmatisme positif. Paham ini menyatakan sesuatu dikatakan baik jika memecahkan masalah tanpa terjerumus dalam perdebatan yang kontraproduktif. Tapi, pragmatisme menjadi otoriter ketika menafikan perdebatan teoretis, diskusi tentang nilai, perdeba-tan ideologis atau diskusi tentang prioritas hanya demi mengejar hasil segera.

”Kita ini suka meremehkan segala sesuatunya. Ala gampang. Kalau sudah begitu, terabas aja semua. Etika, moral, nilai, norma, ke-pantasan, bahkan peraturan perundang-undangan tak berarti apa-apa. Begitukah?” tanya Udien.

Induh!

11 Februari 2004

Page 186: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

164

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Medio Februari 2004. Dalam kesendirian, Mamak Kenut masih ingin mengenang masa lalu. Seperti anak muda lain, ia dari dulu, menggilai syair-syair lagu Iwan Fals yang terasa

mengena dan abadi: Galang Rambu Anarki, anakku/lahir bulan Januari/menjelang pemilu/ditandai BBM melambung tinggi... Maafkan kedua orang tuamu/kalau tak sanggup beli susu/BBM melambung tinggi/susu tak terbeli….

Pemilu makin dekat. Entah kebetulan entah tidak, kok, kondisi saat ini mirip apa yang digambarkan Iwan Fals. Minyak tanah langka dan kabarnya mulai beranjak naik. Krisis... pupuk subsidi sempat men-ghilang. Sebagian rakyat masih miskin dan makin miskin karena sama para petinggi hampir sama sekali tak memikirkan mereka. Penganggu-ran bertambah. Beban kehidupan bertambah berat.

Tapi para koruptor tengah merayakan ”kebebasan”. Ya, mulai saat ini silakan korupsi besar-besaran. Jangan kecil-kecil. Kalau kecil, gampang nangkapnya kayak maling ayam yang tewas di tangan massa. Makin besar nilai yang dikorup makin mudah mengatur strategi pem-bebasannya. Kalau tak percaya tanya dengan para konglomerat yang kini telah lari ke luar negeri. Atau, yang terbaru, tanya bagaimana kiat Akbar Tandjung meloloskan diri dari jeratan hukum.

Menjelang pemilu, orang seperti tak mau peduli. Semua sibuk dengan kepentingan sendiri-sendiri. Para caleg, politikus, dan petinggi memang lagi pening-peningnya memikirkan pemilu.

”Pemilu itu penting,” kata Paman Takur. Tentu aja penting bagi mereka yang kepengen jadi legislator,

Kacau Pembukuan74

Page 187: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

165

Udo Z. Karzi

anggota DPD, atau presiden/wakil presiden. Tentu saja penting bagi mereka yang berambisi menduduki kursi kekuasaan. Tentu saja penting bagi saudara, anak, menantu, ipar dari mereka yang mencalonkan diri dalam pemilu.

Seberapa penting pemilu bagi rakyat? Ya, tetap saja penting ka-rena hanya dalam pemilulah aspirasi mereka bisa disalurkan tanpa ham-batan. Hanya melalui pemilulah mereka bisa memilih pemimpin yang terbaik. Ini momentum lima tahunan yang tidak boleh disia-siakan.

Kalau nanti, kita, rakyat salah pilih lagi karena pemimpin yang dipercaya justru menindas dan lupa dengan janji-janjinya waktu pe-milu, ya, apa boleh buat. Itu salah kita juga. Soalnya, kita tak terlalu tahu, siapa pemimpin yang kita pilih.

Mamak Kenut masih menyendiri merenungi nasib sendiri. Apa yang harus dilakukan? Mau merampok nggak punya teman. Mau me-Mau me-nipu masih takut dosa. Mau korupsi, nggak punya kantor.

Mat Puhit datang dengan keluhan yang sama. Lagi bokek. ”Mamak, aku pinjam uang, sih,” kata Mat Puhit.”Kau pikir aku banyak duit?” sahut Mamak Kenut. Kali-kali Minan Tunja, Pithagiras, atau Udien punya sedikit uang.

Sama saja. Sama-sama bokek. Nasib-nasib....Rame-rame ngopi dan makan di warung. Giliran mau bayar, se-

mua pada pelotot-pelototan. Semua pada paceklik. ”Berapa, Bu?” tanya Mat Puhit. Pe-de aja lagi. Padahal, tadinya ia yang pengen pinjam uang.”Tujuh belas ribu dua ratus lima puluh rupiah,” jawab Ibu Warung.”Aku punya utang berapa, ya?””Empat ribu.””Sekalian, tolong tambahkan dengan yang ini. Nanti deh, aku

bayar.” Bersungut-sungut Ibu Warung berujar, ”Kacau... kacau

pembukuan.” Gegoh gawoh (sama aja) rupanya. Bulan ini orang-orang memang

lagi kacau pembukuan. Besar pasak dari tiang. Menjelang Pemilu!?

16 Februari 2004

Page 188: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

166

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Dalam demokrasi, terdapat konsep equity, persamaan atau ke-samaan. Pepatah mengatakan duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Harkat manusia sama di mata Tuhan. Konstitusi negara

kita menyebutkan setiap orang memiliki persamaan di muka hukum. Laki-laki atau perempuan sama saja. Kira-kira begitu. Itu nama adil. Tidak dibedakan satu dengan yang lain.

Alangkah indahnya kalau itu mewujud dalam kehidupan. Namun, realitasnya jauh dari konsep itu. Hampir selalu ada pengecualian dalam hukum, perlakuan terhadap warga negara, dan segala tindak-tanduk umat manusia. Pengecualian itu _dalam kasus-kasus tertentu_ memang sesuatu yang masuk akal dan bisa mendapat permakluman, misalnya, dalam keadaan darurat dan setelah memenuhi persyaratan tertentu.

Tapi, kebanyakan pengeculian yang terjadi itu justru makin mem-perlihatkan kesenjangan, ketidakadilan, dan perlakuan yang berbeda yang diterima orang per orang. Lihatlah bagaimana begitu mudahnya, kekecualian yang kita buat, sengaja atau tidak sengaja.

Kasus-kasus yang diputuskan di pengadilan memperlihatkan betapa banyak kekecualian yang terjadi. Untuk kasus yang sama, ada perbedaan hukuman atau sanksi, tergantung siapa yang diputus, ter-gantung siapa yang memutus. Petinggi tentu lain dengan rakyat jelata. Anak pejabat tentu beda dengan anak tukang becak. Orang kaya tentu tak sama dengan orang kere. Yang punya kuasa tentu berlainan dengan yang dikuasai.

Pak ustaz bilang, ”Berbohong itu dosa!” Tapi, tetap saja Radin Mak Iwoh berkata, ”Bohong itu boleh asal untuk kebaikan.” Dengan kata

Kecuali...75

Page 189: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

167

Udo Z. Karzi

lain, jujur itu tidak bagus untuk kita dan juga untuk orang lain. Jangan-Jangan-lah berkata benar kalau itu buruk bagimu dan juga buat temanmu.

Menjelang pemilu, ada masa moratorium. Dalam masa morato-rium ini, begitu kata peraturan yang sudah dibuat tertulis, tidak boleh ada pemilihan kepala daerah.... dst. Peraturan ini sudah jelas dan te-rang, sehingga tidak perlu ditafsirkan lagi. Namun, orang Jakarta bilang, khusus Lampung boleh melakukan pemilihan gubernur ulang di masa moratorium ini.

Dalam hal ini, Lampung berada pada situasi kekecualian. Mungkin, Lampung memang sebuah provinsi yang spesial atau darurat dan karena itu hanya Lampung yang boleh. Sayangnya, kekecualian ini tidak diatur dalam aturan yang sudah dibuat, tetapi ditentukan kemu-dian setelah itu.

Dalam logika ini, setiap orang boleh ngeles seperti pimpinan De-wan yang bilang, ”Konstitusi itu tidak selama harus diikuti penuh”, soal APBD yang tidak mencapai 20 persen sebagaimana diamanatkan UUD 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

”Lo, kalau setiap orang boleh membuat kekecualian, gimana soal persamaan dalam hukum, soal kepastian hukum?”

”Kekecualian itu memang ada kok.” ”Tapi, kan ada syaratnya. Syaratnya itu berat.””Jadi, janganlah menghina orang lain, kecuali kalau orang itu

memang layak dihina. Janganlah membenci orang lain, kecuali orang itu sudah keterlaluan. Janganlah iri dengan orang lain, kecuali orang itu memang sombong. Janganlah... jangan, kecuali ... anu. Begitu?”

”Berbuat baiklah Anda, kecuali kalau orang tak baik pada Anda. Adillah Anda, kecuali jika Anda menderita karena diperlakukan tidak adil. Bijaksanalah Anda, kecuali jika tak mungkin Anda berlaku bijaks-ana. Berbuatlah sesuatu, kecuali Anda tak mampu.”

”Maling itu tidak boleh, kecuali kalau tidak ketahuan. Merampok tak dibenarkan, kecuali kalau berani menangung risikonya. Manipulasi itu salah, kecuali kepepet. Korupsi dilarang, kecuali ada kesempatan.”

Akhirnya, kecuali.... cuma menjadi alasan berkelit dari tanggung jawab dan akibat perbuatan.

19 Februari 2004

Page 190: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

168

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Wuih, hebat ya anggota Dewan,” celetuk Udien.”Hebat apaan?” sahut Mat Puhit.”Sabtu kemarin itu lho. Ada dua cerita sukses anggota DPRD.

Satu Dewan di Lampung yang berhasil melengserkan 17 anggota De-wan, termasuk di dalamnya dua pimpinan Dewan. Dewan lain di ka-bupaten Kampar, Riau yang berhasil memberhentikan Jefry Noer dan H.A. Zakir dari kursi Bupati-dan Wakil Bupati Kampar.”

Tapi, yang paling seru yang di Lampung, bagaimana dua pimpinan Dewan saling berebut mikrofon ketika hendak memimpin Rapat Panitia Musyawarah (Panmus). Seluruh anggota Panmus menolak rapat dipim-pin Ketua Panmus Abbas Hadisunyoto. Wakil Ketua DPRD Azib Zanim, yang juga anggota Panmus, memilih keluar. Tiga kali pindah ruangan.

Abbas menilai rapat tidak sah. ”Ini kudeta politik dari diktator mayoritas. Saya masih Ketua DPRD dan Panmus,” kata dia. Mochtar juga sama.

Dewan pecah dua kubu: kubu Abbas-Mochtar dan Azib-Zulkarnain. Abbas membuka rapat, anggota Panmus S.G. Prayitno interupsi.

”Pak Abbas tidak punya hak memimpin rapat Panmus....” kata politisi PDIP ini.

Abbas langsung memotong, ”Saya masih ketua Dewan dan Pan-mus. Sesuai dengan tatib DPRD, saya punya hak memimpin rapat.” Bantahan memancing hujan interupsi anggota lain. Rapat memanas. Semua berteriak. Kayak pasar. Terjadilah... perebutan mikrofon....

Sampai di sini saja. Kisah lengkapnya ada di koran day to day.

Mikrofon76

Page 191: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

169

Udo Z. Karzi

Tapi, ceritanya bersambung, sebelum pemilu kalau bisa sudah the end. Kalau bisa. Begitulah skenario orang pusat yang hendak dipentaskan di Lampung. Rabu, 25 Februari 2004, pelantikan 17 anggota hasil Peng-gantian Antarwaktu (PAW). Selanjutnya?

Ah, Lampung memang penuh dinamika. Marilah kita tonton saja lakon berikutnya.

”Sekarang kita diskusikan saja soal mikrofon,” kata Mamak Kenut.”Mikrofon adalah pengeras suara,” kata Minan Tunja.”Mikrofon adalah sarana komunikasi,” kata Mat Puhit. ”Mikrofon adalah alat kekuasaan,” sahut Pithagiras.”Suara sehalus apa pun bisa menggema, bahkan memekakkan

telinga. Dengan mikrofon,” sambung Udien.”Mikrofon efektif untuk mengumpulkan massa dalam sebuah

unjuk rasa.””Biasanya, orang pertama ragu-ragu memegang mikrofon. Bicara

agak gugup karena grogi. Tapi lama-lama keenakan. Ketagihan. Makin lama makin asyik bicara dengan mikrofon. Sampai-sampai orang yang mendengar menjadi bosan.”

”Semakin lama orang megang mikrofon, semakin lupa diri diri dia.””Ya, namanya alat kekuasaan. Kekuasaan itu nikmat. Kekuasaan

itu membius. Kekuasaan itu memabukkan. Kekuasaan itu melenakan. Kekuasaan itu bahkan bisa menjadi racun; bagi mereka yang sedang, telah, dan akan memegangnya dan juga bagi orang lain yang tak tahu-menahu.”

”Tapi dengan mikrofon, orang bisa menghibur, memberikan informasi, mendidik, dan menumbuhkan rasa saling mengerti, saling menghormati, dan saling mencintai.”

”Sebaliknya, mifrofon bisa menyuburkan kebencian, ketidakper-cayaan satu dengan yang lain, dan hasrat meniadakan orang lain.”

”Bayangkan sebuah mikrofon di sebuah ruang rapat yang diha-diri 22 orang. Semua berebut hendak memegang mikrofon. Siapa yang menang? Siapa yang dapat berbicara dengan mikrofon? Siapa yang pa-ling lama memakai mikrofon?”

Tak ada kesimpulan! 25 Februari 2004

Page 192: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

170

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Terkadang, kesendirian, kesunyian, dan kesepian mencipta makna. Hujan, mati lampu, dan kegulitaan membuat suasana makin ro-mantis. Masa lalu, kenangan, dan ingatan berkelebat memenuhi

perasaan. Masa kini, realitas, dan fakta yang terjadi hari ini sungguh tak seperti yang kita rencanakan dulu. Masa depan, keinginan, dan harapan makin menjauh dari diri kita.

Apa yang terjadi? Apa yang bakal datang? Mengapa kehidupan harus melalui jalan seperti ini?

Ah, Mamak Kenut hanya bisa mengeluh. ”Aku sebatang kara. Aku sen-diri. Aku sunyi. Aku sepi. Aku bukan siapa-siapa. Aku tak punya apa-apa.”

Tapi, justru itu yang membuat hidup terasa hidup. Biar miskin asal sombong.

”Engkau tak jujur dengan dirimu sendiri,” ujar Minan Tunja. ”Sebodo,” sahut Mamak Kenut.”Engkau pengecut. Banci!” ”Biar!””Engkau lari dari kenyataan.””Nggak peduli.””Engkau kabur dari masalah. Padahal, masalah harus

diselesaikan.””Kau tahu apa tentang perasaanku.””Sekarang bukan pakai perasaan. Pakai otak tahu. Rasionallah

sedikit.”

Kepada Kawan77

Page 193: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

171

Udo Z. Karzi

”Ini bukan soal rasio-rasioan.””Ya, lalu apa kalau bukan rasio?””Ah, sudahlah. Biarkan aku sendiri.””Benar-benar nggak pakai otak....” Minan Tunja menggerutu

sambil pergi.Begitulah yang terjadi. Terkadang kita asosial. Individualis. Egois.

Mementingkan diri sendiri. Tak peduli orang lain. Tapi, Mamak Kenut membatin, sejak dulu aku terbiasa dengan kesendirian.

”Jangan begitu. Jangan egois. Jangan sombong. Jangan kau pikir dunia ini milikmu sendiri. Yang lain cuma ngontrak. Nggak bisa itu,” kata Mat Puhit sekali waktu.

Tapi, tetap saja Mamak Kenut menganggap kesunyian sebagai suatu kegembiraan, kenikmatan, dan bahkan kebahagiaan.

”Anda itu munafik,” Udien menuding.Mamak Kenut diam saja. Ia hanya capek. Lahir-batin. Cara menyem-

buhkannya tidak lain dari kesepian atau menyepi. Sendiri atau menyendiri. Hujan belum berhenti, Mamak Kenut merebahkan diri di ranjang

tak berkasur. Hari ini Mamak Kenut mendapat dua kabar. Dari kawan. Seorang lagi dari seorang yang mengaku punakawan. Mamak Kenut cuma menghela napas setelah itu.

Bukankah sejak dulu kita sudah sama belajar: ”Tak ada sahabat sejati. Tak ada musuh abadi. Kepentinganlah yang menghubungkan, me-nyatukan kita.” Ini sudah klasik. Hampir basi. Tapi riil. Itu nyata adanya.

Sudah, tak usahlah terlalu percaya dengan seseorang yang ber-nama kawan, teman, atau sahabat. Pragmatis saja. Kita butuh teman kalau memang menginginkan sesuatu dalam pertemanan itu. Kita perlu kawan kalau dengan berkawan kita mendapatkan sesuatu dari per-kawanan itu. Kita penting bersahabat kalau kita tak mau ditinggalkan dalam memperebutkan sesuatu.

Tapi seandainya takut dengan risiko perkawanan, pertemanan, dan persahabatan, bergaullah dengan sendiri, sunyi, dan sepi.

Ini realitis nggak ya? Jangan-jangan kau bilang ini lari dari kenya-taan, pengecut, dan segala jenis sumpah-serapah. Jadi, gimana geh?

5 Maret 2004

Page 194: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

172

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Pemilihan gubernur (pilgub) ulang di Negarabatin segera digelar. Pendaftaran bakal calon (balon) gubernur_wakil gubernur pun dibuka. Siapa saja boleh ikut. Maka, beramai-ramailah orang,

mulai mantan pejabat, mantan calon, mantan preman, dan mantan-mantan lain ikut mendaftar. Ada juga yang masih pejabat, masih pe-gawai, masih politikus, masih wartawan, dan masih tukang becak yang ikut mengambil formulir pendaftaran.

Udien nggak mau kalah set. Ia pun sigap mengambil formulir. Nggak kuat jadi gubernur, cuma ngambil formulir balon wagub. Kok ng-gak ngambil gubernur? ”Target saya kan memang menjadi wakil. Soal-nya untuk gubernur sudah ada orangnya. Lagi pula saya belum minta restu petinggi di pusat,” begitu alasan dia.

Minan Tunja yang mendengar Udien mendaftar langsung ber-tanya, ”Dien, kamu serius ingin jadi wagub?”

”Ah, gue kan pengen hidup ini berubah. Siapa tahu dengan men-calonkan diri menjadi wagub, nasib gue yang selalu apes bisa terangkat. Terus kamu mau jadi pacar gue. Itu aja. Nggak muluk-muluk kok.”

”Sompret lu. Walaupun lu jadi presiden gue nggak mau dengan lu....”

”Ah, yang bener.””La iya.... Lu bisanya ngomong gede aja.”Seriuskah Udien? Terus, seberapa besarkah keuangan Udien

untuk membiaya pencalonannya sebagai wagub? Udien udah kayakah, sehingga berani-beraninya mencalonkan diri menjadi wagub? Atau,

Uang Mundur78

Page 195: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

173

Udo Z. Karzi

siapa sih yang menjadi dekengnya? Atau, sudahkah ia mendapat restu pemerintah pusat? Terus, partai mana yang mau jadi kendaraannya?

Semua masih tanda tanya. Semua masih mak jelas. Semua masih hower-hower. Semua masih gelap.

Udien. Semua orang juga tahu siapa dia. Orang yang lebih sering bokeknya ketimbang berdoku. Orang yang lebih sering minta ditraktir ketimbang mentraktir. Orang yang lebih sering kelihatan menderitanya ketimbang senangnya. Orang yang lebih sering berutang ketimbang memberi utangan. Orang yang lebih sering mau dipimpin ketimbang memimpin. Orang yang lebih sering mengalah daripada ngotot. Orang yang lebih suka cari aman ketimbang melawan. Orang yang lebih sering diam ketimbang berteriak. Orang yang lebih sering semaunya ketim-bang kelewat peduli. Orang yang lebih lebih sering dibantu ketimbang membantu. Orang yang lebih.... lebih-lebih kekurangannya.

Tapi, nggak masalah. Kali-kali Udien mau berubah. Mau men-gubah nasib. Mau memperjuangkan tegaknya demokrasi bagi Nega-rabatin. Mau berupaya menciptakan kehidupan politik yang kondusif. Mau berusaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut perdamaian dunia, kayak tujuan negara kita. Mau... ya pokoknya mau membangun daerah dan memperbaiki situasi daerah ke arah yang lebih baik.

Duh, betapa mulianya hati Udien kini. Maka, Mamak Kenut dan Mat Puhit pun memberikan dukungan. ”Dien, kami siap menjadi kon-sultan politikmu,” kata Mamak Kenut.

Tapi, ”Bantu gue dong. Ini nih meterainya kurang enam lagi.””Aduh, gimana nih. Masak konsultan politiknya malah dimintai

dana buat beli meterai. Gimana tes kesehatannya?” ”Udah, udah ada yang membiayai. Ini bantu meterai dulu aja.”Beberapa hari kemudian, Udien berkata, ”Saya terpaksa mun-

dur dari pencalonan. Habis orang partai minta saya tidak meneruskan pencalonan.”

Lo? Usut punya usut, Udien cuma kepengen mendapat uang mundur. Lumayanlah. Tapi, kalau mundurnya sekarang, kan uang mun-durnya kecil?

”Udah, ah!” kata Udien pendek. Dasar Udien geblek. 23 April 2004

Page 196: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

174

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Mamak Kenut tapakur. Sendirian. Mat Puhit, Minan Tunja, Udien, dll. yang datang di-cuekin aja. Sebodo amat, pikirnya. Ia sedang mencoba merenungi kejadian di Negarabatin.

Ia melihat, mendengar, dan membaca, bagaimana orang-orang mendebatkan sesuatu. Pro dan kontra. Sebagai orang biasa, yang tak punya kewewenangan apa-apa, ia hanya bisa menjadi penonton. Tak le-bih tak kurang. Makanya, ia tak habis pikir kalau masih ada orang yang merasa harus berhati-hati dengan keberadaannya.

Tapi dia nggak tahan. Maka buka mulut juga. ”Mat, emang-nya saya siapa?” tanyanya pada Mat Puhit.

”Memang kenapa?””Gue dicurigain terus! Gue bosan!””Makanya, jangan banyak omong.””Tapi gue kan berhak bicara. Masa diam aja melihat sesuatu yang

tidak sesuai dengan perasaan, dengan pengetahuan, dengan teori, kon-sep, hukum, akal sehat, dan logika pikir dalam benak saya.”

”Udahlah Mamak. Jangan terlalu di-pusingin. Orang mana mau peduli dengan teori segala macam tetek bengek begitu. Orang-orang merasa bisa melakukan banyak hal tanpa harus belajar teori. Percuma punya ilmu banyak tapi cuma bisa ngomel-ngomel nggak keru-keruan kayak Mamak. Kalau Mamak petinggi, ocehan Mamak jelas didengar dan segera dilaksanakan. Tapi kalau orang kayak Mamak, siapa yang mau peduli. Mamak itu bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa....”

Mamak kesel juga di-ceramahin. ”Jangan terlalu pragmatis begitu

Ah, Teori...79

Page 197: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

175

Udo Z. Karzi

dong! Masak iya teori sama sekali tak berguna?””Ya, buktinya orang bekerja tanpa pernah menggunakan ilmu

yang pernah ia pelajari di bangku kuliah. Wajar aja orang berkata, praktek tak akan sama dengan teori.”

”Itu juga yang membuat gue kesal. Masak orang kerja tanpa perlu ilmu. Yang bener aja.”

Ah, teori.... Terlalu banyak orang di Negarabatin yang meremeh-kan teori. Teori itu cuma untuk dipelajari di bangku kuliah. Kalau udah kerja, segera tinggal teori. Praktek dan pengalaman itu paling penting. Maka, tak perlu heran jika pelitikus dengan gampang akan berkata, ”Pe-litik itu nggak sama dengan teori. Praktek aja langsung....”

Jangan heran kalau kemudian terjadi pendangkalan dan pe-miskinan politik. Pendangkalan dan pemiskinan politik ini terjadi ka-rena orang (terutama politikus) dibiasakan berpikir monokausal (istilah Magnis-Suseno). Permasalahan dilihat hanya dari satu sebab langsung tanpa mempertimbangkan berbagai dimensinya. Model pendekatan ini adalah anak kandung pragmatisme yang mewarnai mentalitas dan cara berpikir produk sistem pendidikan yang menghendaki hasil segera.

Pragmatisme sendiri pada dasarnya adalah positif. Ia merupakan paham yang menyatakan sesuatu itu dikatakan baik jika memecahkan masalah, tanpa terjerumus dalam perdebatan yang mandul. Tapi, prag-matisme menjadi otoriter ketika menafikan perdebatan teoritis, diskusi tentang nilai, perdebatan ideologis atau diskusi tentang prioritas hanya demi mengejar hasil segera.

Demokrasi, legitimasi, keadilan, penegakan hukum, penghor-matan hak asasi manusia, perbaikan ekonomi, pemerataan ekonomi, kesamaan kesempatan, kesetaraan derajat, mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, dan seterusnya... pada akhirnya, tak lebih dari kumpulan teori belaka yang tak pernah menjadi riil dalam ke-hidupan nyata. Ini pelitik, Mamak! Peduli dengan berbagai jenis konsep. Seideal apa pun dia. Realitas akan berbicara lain.

Ah, teori....

26 Mei 2004

Page 198: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

176

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

E... jangan macam-macam ya. Gua gegol nanti,” mata Minan Tunja melotot.”Ah, nggak kok,” kata Udien.”Pokoknya awas...””Kok ngancam?””Nggak cuma pengen ngegegol aja. Habis kamu itu tengil. Norak.

Gemblek. Sambleng. Sedeng. Agak gila. Lawang. Luangan....””Masa orang baik-baik begini Minan bilang gitu.””Kenyataan....””Kenyataan apa?””Ya, begitu.””Begitu apa... Hayoo.””Ya, begitu.””Begitu gimana.””Ya, begitu aja.”Ahhh.... Hidup itu memang kadang menyebalkan. Hidup itu ka-

dang nggak enak. Hidup itu kadang membosankan. Hidup itu kadang nggak seru. Hidup itu menyedihkan. Hidup itu kadang nggak punya warna. Hidup itu kadang ya biasa-biasa saja. Hidup itu kadang nggak menantang. Hidup itu kadang berjalan saja. Apa adanya. Begitu saja. Gitu aja. Ya, gitu... tu.

”Apa liat-liat. Gua gegol nanti,” ujar Pithagiras keras.

“Gua Gegol Nanti”80

Page 199: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

177

Udo Z. Karzi

Tapi, Mat Puhit cuma cengar-cengir aja. Suara itu malah ter-dengar mesra di telinganya.

”Ya udah gegol aja.” ”Bener?””Asal Pitha yang gegol nggak masalah.””Bener?””Ya, bener.””Beneer?””Beeneeer....”Ahhh.... ternyata banyak yang tukang bohong. Ternyata banyak

yang kerjaannya nepu aja. Ternyata banyak yang nggak mau jujur--dengan diri sendiri sekalipun. Ternyata banyak yang nggak suka berkata benar. Ternyata banyak yang senang dusta. Ternyata banyak yang palsu. Ternyata banyak yang pakai topeng. Ternyata banyak yang sembunyi-sembunyi. Ternyata banyak yang tidak transparan. Ternyata banyak yang gemar ketertutupan.

Ternyata... ternyata.... orang banyak yang main gelap-gelapan. Apa saja digelap-gelapi: uang, data, informasi, ruangan, orang, atau apa saja. Kalau suka dengan yang gelap-gelap ya tentu saja terbiasa dengan kegelapan. Kegelapan itu tidak terlihat. Nggak terus terang. Nggak apa adanya. Mesti ada yang dibuat agar tidak tampak. Mesti ada yang tengah disembunyikan.

Baru setelah ketahuan, ketangkap basah, baru ngaku. ”Ya, betul. Tapi kami berjanji nggak mau mengulangi.”

”Betul?””Betuuuul....”Betul-betul minta gegol. Biar kapok. Biar nggak berbuat seperti

itu lagi. Biar mau berubah. Biar nggak macam-macam lagi. Biar konsis-ten. Biar kembali ke jalan yang benar. Biar selamat dunia akhirat. Biar ya biar....

Tapi, biasanya kita suka lupa. Baru saja diingatkan, sudah diu-langi lagi. Baru saja dibilangin, sudah lupa lagi. Baru saja diperingatkan, sudah berbuat lagi.

Kalau sudah begitu, ”Gua gegol nanti.” Habis, ugu ni ugu gegolan.

19 Juni 2004

Page 200: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

178

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Pejabat Negarabatin sidak ke kantor-kantor. Hasilnya, ditemukan 81 amtenaar mangkir kerja. Wah, ini nggak bener, pikir sang pejabat. Radin Mak Iwoh yang ikut rombongan pejabat juga ikut-ikutan

menyesalkan kelakuan para ”priayi” ini. Padahal, kalau mau jujur, Ra-din pun sebenarnya suka aja keluyuran alias tidak kerja pada jam-jam seharusnya ia berada di kantor. ”Habis, di kantor nggak ada kerjaan. Daripada bengong kan lebih baik dimanfaatkan untuk sesuatu yang produktif,” begitu alasan Radin Mak Iwoh kalau ditanya.

Tapi, sekarang lain. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap kinerja para pegawai--dan sesuai pula dengan janji petinggi Negarabatin yang baru, pemerintah harus bekerja keras untuk membuat perubahan besar--tidak ada jalan lain harus menggenjot kerja ambtenaar itu.

Enam hari kerja seminggu terlalu lama. Tidak produktif dan ter-Tidak produktif dan ter-nyata juga boros. Enam hari kerja itu tidak efektif dan efisien. Maka, gebrakan pertamanya: lima hari kerja dalam seminggu.

Dalam hitung-hitungan _entah gimana ngitung-nya_ dengan lima hari kerja terjadi penghematan energi listrik, air, perlengkapan kantor, dan lain-lain karena dalam seminggu dapat dipangkas satu hari kerja; dari enam menjadi lima hari saja.

Tapi, tentu saja harus ada kontrol kuat dari pejabat untuk menja-min agar para pegawai benar-benar disiplin dengan waktu dan berbagai peraturan kepegawaian lainnya. Inilah yang menjadi dasar utama sang pejabat melakukan sidak (inspeksi mendadak). Tapi, sang pejabat ke-cewa berat. Hari pertama minggu pertama lima hari kerja, ia menjum-

Makan Siang81

Page 201: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

179

Udo Z. Karzi

pai betapa banyaknya pegawai yang tidak di tempat.Ini nggak benar. Ia meminta Radin Mak Iwoh menyelidiki,

mengapa pada jam-jam kerja seperti ini kok ada kantor dinas yang sepi pegawai.

Setelah bertanya sana-sini, Radin Mak Iwoh pun melaporkan pada sang pejabat, “Begini, Pak. Berdasarkan hasil investigasi atau wawancara mendalam (cailah kayak wartawan kawakan aja!), para pegawai pada nyari makan siang. Mereka kesulitan cari makan siang, Pak.”

Rupanya, makan siang menjadi persoalan bagi sejumlah ambte-naar Negarabatin saat uji coba lima hari kerja (5-HK). Mereka yang ru-mahnya dekat kantor dan memiliki kendaraan sendiri memilih pulang. Sebagian mengutus orang lain membelikan makan siang.

Ini masalah besar. Syukurlah, sang pejabat mengerti benar ”pen-deritaan kaum priayi” itu. ”Kami akan mengajukan anggaran makan siang pada perubahan APBD mendatang. Kami masih menghitung-hitung kebutuhannya,” kata dia.

Duh, baek hatinya sang pejabat. Dan, Radin Mak Iwoh pun segera menangkap peluang dari ren-

cana pengadaan makan siang ini. Ini proyek baru. Ia mulai mencorat-coret. Asumsi dasarnya: ada sekitar 12.000 pegawai, biaya makan siang Rp10.000 per orang, dan seminggu lima hari kerja. Dengan asumsi ini, dalam sehari dibutuhkan dana 12.000 x Rp10.000 = Rp120.000.000. Seminggu 12.000 x 5 x Rp10.000 = Rp600.000.000. Sebulan 12.000 x 4 x 5 x Rp10.000 = Rp2.400.000.000. Setahun 12.000 x 12 x 4 x 5 x Rp10.000 = Rp28.800.000.000 (terbilang: dua puluh delapan miliar delapan ratus juta rupiah).

Perhitungan ini jelas akan efektif dan efisien bagi peningkatan kinerja ambtenaar itu. Dengan adanya makan siang, pegawai tak perlu susah-susah lagi kalau pengen makan siang.

Tapi sial. Mamak Kenut dari yang dari tadi lemas karena perut-nya belum terisi dari pagi, malah ketemu Mat Puhit yang sama-sama menahan lapar. Langsung saja menghadap Radin Mak Iwoh, kali-kali aja diajak makan siang. Bukannya mendapat makan siang, Radin Mak Iwoh ngebentak.

“Baru rencana kalian udah datang. Gimana sih?” katanya melotot.

24 Juni 2004

Page 202: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

180

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Amien Rais memang intelek. Udien, Mamak Kenut, Mat Puhit, Minan Tunja, dan Pithagiras memuji-muji dan mengunggulkan pasangan Amien_Siswono. Tapi, SBY_JK lebih populer. Akibat-

nya, meskipun penghitungan suara kisruh, SBY_JK unggul dalam per-hitungan suara awal pemilihan presiden, 5 Juli kemarin. Bahkan, ada yang memastikan SBY_JK masuk putaran kedua pilpres nanti.

Boleh dibilang, pemilihan presiden itu sukses besar. Sama dengan pemilu legislatif, 5 April kemarin. Tapi, banyak bantuan dana pembuatan tenda tempat pemungutan suara (TPS) yang tidak sampai kepada yang berhak. Sebagian hanya menerima 50 persennya. Akibatnya, mes-kipun masalah ini bisa diatasi, ya perlu diusutlah siapa penilap bantuan itu. Bahkan, jika perlu dihukum berat.

Memakai helikopter, seusai mencoblos di Bandar Lampung, Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. meninjau langsung jalannya pe-milu di sejumlah kabupaten. Ia mengajak masyarakat bersyukur atas penyelenggaraan pilpres. Tapi, masyarakat kaget karena tidak dikasih tahu Gubernur mau datang. Udien malah menyayangkan karena ia ng-gak diajak ikut naik heli. Mat Puhit cuma berdecak kagum, ”Ini baru Gubernur. Belum pernah ada Gubernur bisa sidak pakai heli.”

Banyak yang menjagokan kesebelasan Portugal. Mamak Kenut malah mengidolakan Belanda. Tapi, Yunani yang menang dan mem-bawa pulang Piala Henry Delaunay dalam Euro 2004. Terbukti, bola itu bundar. Akibatnya, Yunani yang tidak diperhitungkan membuat keju-tan besar. Bahkan, ”raksasa sepakbola” seperti Spanyol, Prancis, dan Republik Ceko tersingkir kali ini.

Kecewa Berat82

Page 203: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

181

Udo Z. Karzi

Dinas Pendidikan Negarabatin minta sekolah tidak memungut biaya penerimaan siswa baru (PSB). Biayanya sudah disediakan. Tapi, tetap saja ada sekolah yang bandel meminta uang dari pendaftar. Aki-batnya, masyarakat mengeluh dan mengadukan masalah ini. Giliran kepala dinas yang lapor ke Pak Wali. Nah, lo.

Tujuan lembaga pemasyarakatan (LP) itu kan untuk membina pelaku tindak kejahatan. Barangkali saja, setelah keluar LP mereka bisa kembali ke jalan yang benar. Tapi, apa lacur kalau pegawai LP-nya malah terlibat peredaran ekstasi. Kejadian ini kayaknya benar-benar terjadi di LP Bandar Lampung. Akibatnya, Kepala LP Wawan Hendrawan pun berjanji bertindak tegas terhadap anak buahnya yang nyeleweng ini.

Terlepas siapa pun yang menang pilpres nanti, para kandidat presiden-wakil presiden berjanji akan menghukum berat koruptor. Pe-negakan hukum juga akan menjadi prioritas. Tak kalah pula program ekonomi. Tapi, itu kan baru janji. Tapi, itu kan baru ngomong doang. Akibatnya, memang masyarakat harus kembali bermimpi tentang ne-gara yang bersih dari KKN, aman, damai, sejahtera, dst. Akibatnya, kita hanya bisa berharap semoga pemimpin baru itu benar-benar bisa mem-bawa negara-bangsa ini menjadi negeri memasuki sebuah babak baru seperti yang kita angankan bersama.

Para (calon) pemimpin nagara ini meneguhkan komitmen membangun kemaslahatan umat. Malah ada yang bilang begini, ”Saya bersumpah akan menjadi presiden... dst.” Ini diulang-ulang. Berkali-kali. Sementara itu, penyakit sosial bernama korupsi, penyelewengan, penyalahgunaan jabatan, sikap tidak bertanggung jawab masih saja dipertontonkan kepada kita.

”Ini bukan kebohongan publik! Negeri ini sudah terlalu lama me-warisi borok, sehingga butuh waktu lama menyembuhkannya.” Begitu kata pejabat dan petinggi Negarabatin.

Ah, apologi. ”Saya kecewa berat,” kata Minan Tunja. Entahlah, mudah-mudahan pemimpin terpilih nanti tidak me-

nambah parah rasa kecewa ini.

7 Juli 2004

Page 204: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

182

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Dalam berbagai kesempatan Amien Rais menyebutkan kejujuran sebagai kriteria pertama dan utama pemimpin masa depan. Syarat ini seiring isu suksesi yang diembuskannya sejak lama.

Calon wakil presiden dari Partai Demokrat Jusuf Kalla pun dalam sebuah kampanye di Lapangan Parkir Saburai, Bandar Lampung, be-berapa waktu lalu berkata, ”Indonesia butuh pemimpin jujur.”

Tak kurang-kurang Nabi Muhammad saw. juga menyebut kata jujur sebagai salah satu dari empat syarat pemimpin (siddik, amanah, fathonah, dan tabligh). Lalu, anak-anak muda bersenandung, ”Jujurlah padaku bila kau tak lagi....” Jika Udien sudah mulai bertingkah aneh-aneh, Minan Tunja biasanya segera berkata, ”Jujur sajalah....”

Bagaimanapun kita mesti sepakat bahwa pemimpin di segala lini _mulai dari pemimpin diri sendiri sampai pemimpin negara_ harus jujur. Jujur atau kejujuran memang prasyarat bagi siapa pun, terlebih seorang pemimpin untuk mendapatkan kepercayaan. Masalahnya, ke-jujuran itu terlihat kemudian setelah dalam kurun waktu tertentu orang tersebut memegang amanat kepemimpinan.

Krisis multikompleks yang melanda Indonesia boleh dibilang be-rasal dari hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pemimpin bangsa ini. Kalau ditarik lagi, krisis kepercayaan juga berasal dari ketidakjuju-ran para pemimpin negeri ini. Pemimpin kita terlalu sering berbohong, menipu, dan memutarbalikkan fakta. Kebohongan para pemimpin ini-lah yang menjadi awal dari kemerosotan negara ini.

”Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang menakjub-kan,” kata Radin Mak Iwoh, yang kemudian dipuji para pengamat, dan

Jujur Sajalah83

Page 205: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

183

Udo Z. Karzi

dikutip media massa. Tapi, yang terjadi adalah krisis di mana-mana. ”Stabilitas negara, aman dan terkendali,” kata pejabat militer. Tapi, yang terlihat adalah kerusuhan di berbagai tempat tak henti-henti.

Ya, selama 32 tahun lebih kita selalu berdusta, atau sadar-tidak sadar ikut berdusta bersama-sama. Siapa sih yang bisa tak berbohong? Keadaan, barangkali, membuat kita menjadi munafik. Jika ada orang yang berkata benar (jujur), sebaiknya kita menutup telinga saja. Soal-nya, di balik kejujurannya, bisa saja bersembunyi maksud sebenarnya.

Betapa sulitnya mencari orang jujur. Kejujuran hanya milik orang desa. Di kota-kota, siapa peduli dengan kejujuran. Di kota, kejujuran hanya milik orang kecil, yang tetap pasrah jika ditipu, diperas, dan di-habisi. Orang ”pinter”, politisi, pejabat, atau siapa pun tak boleh terlalu jujur. Sebab, kejujuran hanya akan melibas mereka dari pertarungan kehidupan yang semakin keras.

Kejujuran memang termasuk barang langka. Tapi, kita yang punya hati tentu harus percaya dengan nilai-nilai kejujuran. Kejujuran adalah sebuah kekuatan. Boleh dibilang, reformasi adalah bentuk kemenangan kejujuran (kebenaran) melawan kebohongan yang lama bercokol di negeri ini. Kejujuran bagaimanapun akan tetap eksis di tengah lautan dusta.

Bangsa ini tengah membangun kepercayaan baru. Tentu saja kita tak pernah berharap kepercayaan baru itu dibangun dengan cara-cara manipulatif dan memutarbalikkan fakta. Kalau ini yang dilakukan pe-Kalau ini yang dilakukan pe-mimpin baru kita, kepercayaan itu takkan lama. Jika begitu, bersiaplah kita masuk ke lembah kesesatan.

Dan, kita tak mau mendengar pemimpin terlalu acap berkata, ”Jujur sajalah!” Jika kalimat ini yang terlontar, yang ada hanyalah dusta dari sang pemimpin dan (barangkali) rakyat. Jadi, siapa yang layak dipercaya?

8 Juli 2004

Page 206: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

184

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Berbahagialah para koruptor. Di Negarabatin orang tak perlu lagi malu menggerogoti uang negara (baca: uang rakyat!). Malu? Mengapa mesti malu? Para koruptor seharusnya bangga. Jika

perlu sombong. Bahkan kalau masih kurang berteriaklah seperti Paman Takut, ”Silakan kalau ada yang berani membongkar. Saya tak takut!”

Maka, bertaburanlah halaman koran dengan berita korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam berbagai aktivitas (biasa disebut proyek) pemerintahan dan pembangunan. Ini jadi komoditas jualan para (calon) pemimpin kita. ”Kalau saya menjadi...., saya akan melibas para koruptor...,” begitu mereka berteriak-teriak.

Nyatanya, di Negarabatin, justru ketika para (calon) pemimpin ini menebar janji seperti itu, para petinggi dan pejabat di Negarabatin tam-bah rajin korupsinya. Tak perlu risi. Malulah kalau tidak korupsi karena ini sudah menjadi tradisi: rasanya aneh kalau pegawai, apalagi pejabat tidak korupsi. Ini sudah sekian lama terjadi. Terpelihara. Membudaya.

Karena sudah mentradisi dan membudaya, jelas susah sekali memberangus KKN dengan segala kembangnya. Soalnya, sudah lazim. Korupsi itu biasa. Yang korupsi juga banyak. Lihat saja koran-koran yang menuliskan berbagai penyimpangan di berbagai lembaga pemerintah dalam berbagai rentang waktu.

Tinggal, Udien yang pusing tujuh keliling. Bukan apa-apa. Dia suka bilang, ”Tiada ampun bagi koruptor!” ketika menuliskan berita semacam ini.

Tapi, nyatanya para koruptor masih tetap bisa bersantai ria, berleha-leha, dan malah menantang balik, ”Emang siapa sih yang tidak korupsi di negeri ini?”

Jengkel Aja84

Page 207: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

185

Udo Z. Karzi

Iya juga sih. Udien terkadang suka juga menilap sesuatu yang ia suka, tetapi ia nggak punya. Inilah nasib orang tak berpunya; kepengen hidup enak tapi tak mampu, maka terpaksa ngakuk cutik-cutik gawoh. Ya, barangkali nggak apa-apa ya. Kan, orang kaya biasa berfoya-foya. Kalau petinggi tinggal minta disediakan.

Mamak Kenut cuma geleng-geleng kepala saja. Mat Puhit uring-uringan sendiri. Minan Tunja hanya bisa pasrah. Pithagiras cuma bengong. Terpaksa menjadi penonton.

Para koruptor sedang berpesta merayakan kemenangan. Peluang korupsi makin terbuka lebar. Tak perlu takut. Kalaupun nanti tertang-kap basah, kan bisa diatur. Polisi, jaksa, dan juga hakim di pengadilan juga tak semuanya bersih. Jadi, amanlah. Paling pahit, jika masih juga terjaring hukum, tidak perlu bersedih hati. Di penjara kan sudah banyak teman yang duluan masuk karena korupsi. Jadi, nggak bakal kesepian. Malah ada yang tak perlu merasakan hidup di bui.

Korupsi itu kan sebuah usaha juga. Usaha untuk memperbaiki nasib. Usaha untuk membuat hidup lebih baik. Usaha untuk meningkat-kan pendapatan. Usaha untuk menambah kesejahteraan. Usaha untuk mencapai kebahagiaan dunia. Usaha untuk mengembangkan kemam-puan memperkaya diri. Pokoknya... usaha untuk kebaikanlah.

Dan, masyarakat juga sudah maklum kok. Buktinya mereka lebih mengerti tentang kebutuhan-kebutuhan para pejabat. ”Alah orang yang menuduh si anu korupsi, si Ani nyeleweng, dst-nya kan hanya karena nggak kebagian aja!” kata Radin Mak Iwoh.

Orang baik-baik akan berkata, ”Sudah nggak usah usil. Biar aja orang korupsi. Yang penting nggak mengambil uang kita.”

Lalu, orang-orang kebanyakan beramai-ramai memberikan upeti ketika tengah berurusan dengan birokrasi.

Barangkali, para koruptor memang nggak mengambil rezeki kaum miskin dan pengangguran kali ya. Tapi, tetap saja Mamak Kenut dkk. jengkel karena nggak punya kesempatan korupsi. Habis... nganggur!

14 Juli 2004

Page 208: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

186

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Negarabatin geger. Pemimpin yang baru memang memunyai cara unik membuatnya tetap populer; membuat berbagai kebijakan yang jauh dari populis. Proyek mercusuar! Nggak

perlu menyentuh rakyat. Yang penting bisa membuat ngetop. Gitu..Maka, pemerintah pun mengarahkan anggaran untuk pembangu-

nan fisik seperti membeli senjata api untuk petinggi dan pelisi Pamong Praja, membeli mobil dinas mewah, membangun guest house, dan membangun Tugu Siger.

Proyek terakhir, pembangunan Tugu Siger agaknya perlu menda-pat perhatian, khususnya dari mereka yang mengaku jelma atau ulun Lappung. Sepintas pembangunan (fisik) ini _seperti dikatakan Guber-nur Lampung_ untuk mengembangkan kebudayaan Lampung yang lama terpuruk.

Sekian lama memang harus diakui kekuatan lokal, kearifan lokal atau potensi lokal (local genius) bernama ”Lampung” seperti terlupa-kan. Padahal, Lampung sebagai sebuah nama memiliki wilayah (place), masyarakat (society), bahasa (language), dan kebudayaan (culture).

Ya, kita memang harus membangun kebudayaan Lampung yang--katanya--mengandung local genius. Tapi jangan noraklah. Bagaimana mungkin mengembangkan kebudayaan melalui proyek-proyek yang hampir sama sekali tidak menyentuh substansi masalah.

”Masa untuk mengembangkan kebudayaan Lampung harus membangun tugu?” Mamak Kenut sudah lama diam menggerutu sen-dirian. Dia tak tahan memendam sendirian rasa geregetnya. Dia kebelet ngomong. Dia temui Minan Tunja, Mat Puhit, Udien, dan Pithagiras.

Siger85

Page 209: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

187

Udo Z. Karzi

Ada hal yang mendesak dibicarakan. ”Negarabatin mau dibuat menjadi kota betina. Biar feminin. Biar

nggak serem,” komentar Mat Puhit.”Api maksud ni?” Minan Tunja langsung melotot.”Pemimpin kita kan laki-laki,” sambung Pithagiras.”Jangan sembarang ngomong lu ya,” ancam Udien.”Begini... siger itu kan pakaian pengantin perempuan dalam adat

Lampung. Siger biasanya dipakai di kepala mempelai wanita. Dalam adat Lampung, pria tidak memakai siger,” jelas Mat Puhit.

”Ah, ya nggak gitu,” Radin Mak Iwoh yang tiba-tiba muncul mencoba menjelaskan. ”Kita harus bangga dengan pejabat yang baru yang memunyai daya kreativitas dan inovasi yang tinggi. Kalian jangan sekedon (maksudnya suuzan) dulu dong. Maksudnya kan bagus. Untuk meningkatkan kebanggaan daerah ini. Sampai sekarang kan kota kita nggak punya kebanggaan kayak Monas di Jakarta itu lho.”

”Ya, tapi mengapa mesti siger? Siger itu kan pakaian perempuan?””Dulu juga kan tapis itu pakaian wanita sebagai sarung. Tapi

kemudian juga dipakai laki-laki. Dijadikan kopiah, ditempel dinding-dinding, atau di mana-mana. Kan malah bagus.”

”Ya itulah masalahnya. Kita sering melabrak sesuatu yang sudah menjadi pakem. Nggak takut kualat tah.”

”Jangan terlalu kakulah. Tugu Siger itu kan hanya satu simbol sebagai penanda, sebagai sebuah eksistensi, sebagai sebuah komitmen.”

”Tapi, kok siger? Siger itu bagaimanapun lambang feminisme. Ti-dak maskulin. Apa nggak ada yang netral yang bisa mewakili kita semua tanpa membedakan pria atau wanita?”

”Saya percaya pemimpin kita sudah memikirkan matang-matang rencana ini. Kalau Tugu Siger jadi dibangun, kita juga yang bangga. Bu-kan siapa-siapa?”

”Jangan-jangan Anda yang ada di balik semua ini? Soalnya dari tadi kok sibuk ngebela-belain proyek yang nggak jelas juntrungannya ini. Ingat ya Pak, biayanya mahal. Kalau swadaya, swadaya dari mana? Lagi pula, tetap saja yang akan menanggung dananya rakyat banyak.”

Induh, nyak mak pandai! 11 Agustus 2004

Page 210: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

188

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Hidup tanpa ingatan adalah kesia-siaan belaka. Hampa! Untuk itulah sejarah ada dan ditulis untuk mengabadikan apa pun yang pernah terjadi. Hari ini pun kita tengah menulis sejarah

masa depan. Kita ingin membuat sesuatu yang kelak bisa kita kenang. Kita selalu punya harapan bagi kehidupan masa depan yang lebih baik.

Negarabatin suatu ketika dalam angan Mamak Kenut adalah sebuah wilayah yang aman, damai, dan sejahtera. Kondisi ini bisa terca-pai karena terjalin hubungan yang harmonis di antara semua komponen bangsa.

Negarabatin suatu ketika dalam batin Mat Puhit adalah daerah demokratis yang memiliki pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Di sana semua orang bebas mengeluarkan pikiran dan pendapat tanpa takut ada harus ada yang tersinggung, apalagi sampai nggak enak tidur, nggak enak makan atau marah-marah dan ngamuk nggak keruan.

Negarabatin dalam pikiran Minan Tunja adalah suatu tempat yang melindungi hak-hak penghuninya dan suatu tempat di mana orang duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Egaliter! Pemimpin tidak mentang-mentang punya kuasa lalu semau-maunya. Ia mau mende-ngar dan memperhatikan keluhan dan pendapat rakyatnya. Pemimpin itu kan hanya peran yang harus dilakoni. Ya, bagi-bagi peranlah dengan rakyat.

Sebab itu, pemimpin jangan membiarkan rakyat ngambek nggak mau dipimpin. Biasanya kalau orang ngambek, dia nggak peduli dengan orang lain. Begitu juga kalau rakyat ngambek, dia masa bodoh dengan pemimpinnya. Terserah maunya penguasa, kira-kira begitu.

Monumen86

Page 211: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

189

Udo Z. Karzi

Tapi, syukurlah tidak semua orang suka ngambekan, sehingga selalu ada yang bersikap kritis terhadap berbagai kelakuan penguasa. Bayangkan kalau semua apatis. Cuek-cuek aja terhadap apa yang ter-jadi. ”Nggak usah serius-serius mikirin negara. Wong negara aja nggak mikirin kita.”

Jangan terlalu pasrahlah. Harus ada yang kita perbuat sekadar agar hidup tak menjadi sia-sia. Tentu saja setiap orang punya batas-batas kemampuan. Sebab itu, harus sadar diri dan segera mengukur diri. Ba-gaimana mungkin bisa mengubah segalanya kalau kita tidak memunyai kekuatan apa-apa? Kita kan hanya bisa berjuang lewat kata-kata, teriak kencang, meskipun tak ada yang mendengar.

Siapa sih yang tak ingin mengukir kenangan, menancapkan mon-umen setiap kali ada momentum yang tepat. Apalagi seorang pemimpin yang mengukuhkan komitmen ingin mengubah segalanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Tapi sekali lagi, jangan norak. Banyak hal yang harus mendapatkan pertimbangan dari sebuah keinginan, sebuah kehendak, sebuah impian.

Ya, kita memang memerlukan monumen yang menjadi kebang-gaan kita bersama. Masalahnya, mengapa harus mengorbankan segala sesuatu yang lebih substansi untuk membangun monumen itu. Sesuatu yang lebih esensi itu adalah rakyat yang masih menjerit ketika ber-hadapan dengan berbagai ketidakadilan, kesenjangan sosial, dan sikap tidak manusiawi yang acap mereka temui. Sesuatu yang lebih pokok adalah rasa lapar, kegetiran hidup, kemiskinan, keterbelakangan, dan kemiskinan yang masih melanda. Sesuatu yang lebih penting adalah ba-gaimana meningkatkan kecerdasan, kemampuan merubah nasib, dan mendongkrak pendapatan rakyat. Sesuatu yang lebih bermakna adalah upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, kesehatan, dan berbagai usaha meningkatkan peradaban manusia.

Kita memang memerlukan monumen. Sebab, monumen hadir dari sebuah sejarah. Tapi, jangan noraklah!

18 Agustus 2004

Page 212: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

190

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Tak peduli siapa pun presiden. Sama saja. Ini bukan apatis. Tapi, cuma ingin mengingatkan kembali pada masa-masa sebelum pemilihan presiden putaran pertama dan putaran kedua. Lima

pasang kandidat sebetulnya mengampanyekan satu hal: perubahan. Saking bingungnya, pada tiga kali pemilu kemarin itu Mamak

Kenut sampai nggak milih. Habis semuanya sama. Ini juga bukan apa-tis. Ini bentuk partisipasi politik sebagai oposisi sejati. Konsisten tidak memilih satu pun. Dalam posisi ini, Mamak tak berada pada pihak yang mendukung dan tidak pula pada pihak yang menolak. Bukan berarti mesti membangkang apa pun secara membabi buta. Tapi tidak pula ha-rus mendekeng apa saja tanpa reserve.

Mamak Kenut cuma ingin melihat segala masalah secara jernih. Kritis terhadap segala soal. Kalau mengkritik itu bukan karena ada mau-nya. Mengoreksi itu bukan karena tidak kebagian. Memberi saran itu bukan karena ingin dianggap. Memberikan masukan itu bukan karena ada ambisi. Memberi pendapat itu bukan karena ingin mendikte.

***Apa pun. SBY_JK hampir pasti jadi presiden. ”Ini kemenangan rakyat,” kata Radin Mak Iwoh meminjam uca-

pan SBY.Dalam analisis Mat Puhit _ini juga setelah membaca koran_

kemenangan SBY_JK karena rakyat menginginkan perubahan. Orang yang dianggap paling bisa mengubah keadaan sekarang yang masih morat-marit ya SBY_JK. Maka dipilihlah mereka.

Saatnya Berubah...87

Page 213: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

191

Udo Z. Karzi

”Iya...betul. Tapi masih belum jelas perubahan seperti apa yang bakal dibawa SBY_JK. Semua masih sangat abstrak,” kata Minan Tunja.

Yang pentingkan ada niat. Bukan cuma niat. Tapi sudah diikrar-kan SBY dalam bentuk iklan yang diputar berkali-kali di tivi. Kalau mau dihitung, SBY-lah yang paling sering bilang perubahan.

Perubahan... perubahan... perubahan..., begitu. Kayaknya sih mudah. Tapi kalau belajar lagi, betapa sulitnya

melakukan perubahan sosial (social change) di tengah kondisi yang serba-tidak menentu. Berapa konsep, berapa teori, berapa hukum, dan berapa strategi harus benar-benar dipersiapkan.

***Di Negarabatin memang tengah terjadi perubahan besar-besaran.

Dalam waktu singkat pemimpin yang baru segera menggagas lima hari kerja, melakukan road show ke dalam dan luar ”negeri”, membangun monumen, memutasi pegawai-pegawai agar lebih efisien, dan berbagai gagasan besar lainnya.

Mamak Kenut, Mat Puhit, Minan Tunja, Pithagiras, dan Udien sih bukannya tidak setuju. Tapi, memang tidak punya akses apa-apa untuk sekadar mengingatkan pemimpin atau memengaruhi sang pemimpin. Soalnya pemimpin yang satu ini memang agak lain; dia lebih suka one man show.

Akibatnya, lembaga-lembaga legislatif dan juga yudikatif dan eksekutif lainnya seperti terpaksa mengikuti gaya tari sang pemimpin. Masih untung ada orang-orang kritis. Tapi tetap saja nggak berarti ba-nyak. Sebab, pemimpin segera berkata, ”Kutahu yang kumau....” Arti-nya, masukan sih boleh saja. Tapi kan tetap saja yang menentukan pada akhirnya sang pemimpin. ***

Pusing kepalanya Mamak Kenut. Lebih asyik nonton film kartun. ”Saatnya berubah....” kata si tokoh kartun. Maka, dalam waktu sing-kat Mamak Kenut pun ikut berubah menjadi jagoan bersama ”Power Rangers”.

Tinggal Mat Puhit yang terpingkal-pingkal. Emangnya gitu ya?

29 September 2004

Page 214: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

192

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Minan Tunja asyik berbenah atau lebih pasnya, berhias diri. Dia pengen tampil penuh pesona. Tebar pesona. Setidaknya, tidak malu-maluin. Jaga image-lah!

Image itu memang penting. SBY bisa memenangkan pemilihan presiden karena proses pencitraan yang berhasil. Bahwa SBY itu orang yang ganteng, kalem, baik, pinter, simpatik, dan yang paling penting...mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Dan, pemilih pun lantas percaya, lalu rame mencoblos dia di bilik suara.

Terpilihlah dia. Karena image!Mat Puhit sampai sekarang sulit percaya dengan yang namanya

aparat, baik polisi, jaksa, hakim, maupun birokrasi. Karena image! Me-ningkatnya kriminalitas, turunnya rasa aman warga, mudah tersulutnya emosi massa, dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat keamanan berkait erat dengan image buruk aparat keamanan ini.

Ketidakmampuan birokrasi dalam melakukan pelayanan publik, ketidakbecusan aparat menjaga keamanan warga, kebingungan anggota legislatif dalam menampung aspirasi rakyat, ketidakberesan lembaga hukum menegakkan keadilan, dan buruknya kemampuan lembaga-lembaga negara dalam menyelesaikan berbagai kasus; jelas berkait dengan image.

Para pakar beberapa kali Mat Puhit menyebutkan ”image” _mes-kipun dengan berbagai bahasa_ dalam mengupas suatu lembaga, insti-tusi, badan, organisasi atau pemimpin ketika Udien mewancarai mereka dalam berbagai kesempatan.

Jaga Image...88

Page 215: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

193

Udo Z. Karzi

Image bisa berkaitan kinerja, kualitas, dan tingkat kepercayaan orang kepada seorang atau suatu lembaga. Dalam menilai seseorang atau suatu institusi, orang akan melihat apa yang telah dilakukan orang atau institusi itu selama ini.

Image akan memancar dari tubuh orang seiring dengan seluruh gerak hidupnya. Image lebih mencerminkan apa yang dimiliki dan apa yang bisa dilakukan orang itu. Bukan dalam arti materi, tetapi lebih de-Bukan dalam arti materi, tetapi lebih de-kat kepada kemampuan, keahlian, dan keunggulan. Katakanlah image itu menyangkut kredibilitas orang itu.

Begitu juga dengan sebuah institusi (organisasi, badan, lembaga, dan sebagainya). Image lebih berkaitan apa yang sudah dan sedang dikerjakan lembaga itu. Lalu, bagaimana tanggapan masyarakat, ka-takanlah sebagai konsumen, atas aktivitas itu. Secara, nyata kita boleh menghubungkannya image ini dengan polisi, jaksa, hakim, birokrasi, pejabat, pemimpin, dan seterusnya.

Tanyakan kepada masyarakat, ”Bagaimana tanggapan Anda atas pelayanan yang kami berikan?” Kalau jawaban mereka positif, alhamdulil-lah, berarti image Anda (sebagai individu atau institusi) cukup baik. Tapi, jika mereka mengatakan, ”Payah! Enak di kamu, enggak enak di saya”, maksudnya Anda itu tak bisa diharapkan. Maksudnya; image-mu rusak.

Dalam situasi tertentu sebuah image buruk _karena milik sen-diri_ hanya merugikan diri atau institusi sendiri. Seorang yang me-nyebalkan, paling hanya dijauhi rekannya. Seorang pemimpin yang kurang memperhatikan bawahannya, walaupun ia sebenarnya baik, boleh jadi dibenci. Sebuah perusahaan jasa memiliki image jelek karena service yang kurang memuaskan paling-paling hanya akan ditinggalkan pelanggannya.

Namun, karena image itu berkaitan erat dengan hubungan antar-manusia, antarinstitusi, jelas tidak lepas dari orang atau institusi lain. Kita lihat, bagaimana image polisi, jaksa, dan hakim dalam menegakkan kea-dilan membuat membuat sampai tidak percaya lagi kepada mereka. Jika aparat hukum tak bisa diharap, pengadilan massa menjadi alternatif.

Kalau Minan Tunja mulai aneh-aneh, Mamak Kenut ngomong, ”Jaga image-lah.” Begitu juga kalau pejabat mulai nyeleweng, giliran Udien yang bilang, ”Jaga image-lah.” Note: ini peringatan untuk para pemimpin.

9 Oktober 2004

Page 216: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

194

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Wuih, udah rame ya?” “Ih ketinggalan zaman. Sebentar lagi kan penerimaan PNS (pegawai negeri sipil).”

Beberapa hari ini Dinas Tenaga Kerja Negarabatin sudah berjubel para pencaker (baca: pencari kerja. Mamak Kenut ikut-ikutan pula ketularan hobi membuat akronim) yang tengah membuat kartu kuning. Pegawai dinas dibantu siswa yang kebetulan tengah PKL (praktek kerja lapangan) tidak kalah sibuknya.

Mamak Kenut yang tengah mengurus kartu kuning _bukan un-tuk diri sendiri, tetapi titipan tetangganya_ siang itu memang bertemu Udien yang malah asyik mewawancarai petugas.

”Gimana caranya?” tanya Mamak Kenut gupek.Udien pun lalu menjelaskan. Begini... begini.... Padahal, Mamak

Kenut sih bukan bingung bagaimana mengurus kartu kuning. Cuma dia agak grogi karena banyak makhluk manis di dalam dan di luar kantor. Berlama-lama ketika mengurusi kartu, apalagi jika petugasnya nona-nona siswa (yang lagi PKL), tanya ini-itu, balik lagi nanya lagi, minjam penanya si nona petugas untuk menulis... ah, ada-ada saja.

Selesai!Pemerintah Negarabatin memang telah mengumumkan segera

menerima PNS. Di negeri ini, orang-orang masih menganggap PNS adalah segalanya. Kerja di kantor pemerintah itu membangggakan. Jadi amtenar itu enak. ”Priayi” itu kayaknya identik dengan menjadi orang yang terpilih, terhormat, dan termulia.

Kartu Kuning89

Page 217: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

195

Udo Z. Karzi

Di Negarabatin, menjadi PNS berarti menjadi orang yang sangat beruntung seperti mendapat anugerah yang tak terhingga. Menjadi pegawai negeri berarti jaminan masa depan berada di tangan. Menjadi amtenar berarti segala kemudahan dan keistimewaan berada dalam genggaman. Menjadi ”orang pemerintah” itu hampir pasti mendapat gaji tetap, tunjangan, dan fasilitas yang lumayan gede. Dengan manjadi birokrat, orang bisa punya pangkat, punya jabatan, punya wewenang, punya kuasa, punya uang, punya harta, punya... segala jenis kepunyaan. Dengan menjadi orang kantoran, orang bisa meniti karier di birokrasi asal sedikit ”lincah” dan mampu sedikit ”mengambil hati” atasan.

Yang bodoh ya Mamak Kenut. Yang beloon ya Mat Puhit. Orang-orang ini memang agak susah. Kelewat besar di gengsi. Kok memilih menganggur ketimbang menjadi PNS? (Sstt, sebenarnya bukan nggak mau, tetapi lebih karena nggak punya dekeng dan dana. Sebab, dari ta-hun ke tahun rekrutmen PNS diributkan penuh penuh KKN).

Tapi nggak apa, Mamak Kenut cukup bahagia membantu orang-orang yang ingin menjadi PNS dengan menjadi ”calo” membuatkan kartu kuning. Padahal, ia sendiri sudah mendapatkan kartu kuning dari si doi karena sampai hari ini masih tetap bertahan dengan idealismenya; menjadi pengangguran!

Orang hidup kok cuma mengandalkan cinta. Mana cukup itu. Jadi orang jangan terlalu jujur. Mana bisa kaya. Jadi orang jangan terlalu baik. Mana sempat memikirkan diri sendiri. Jadi orang jangan terlalu serius. Mana dapat bersenang-senang. Jadi orang jangan terlalu santai. Mana bisa mengejar ambisi. Jadi orang jangan terlalu terlalu ambisi. Mana bisa menikmati hidup.... Jadi orang jangan terlalu....

Dasar Mamak Kenut, saat orang sedang sibuk mengurus kartu kuning, ia nonton sepakbola. Priit... ada pemain yang kena kartu kuning. Tersentak ia langsung loncat berdiri dari kursi, langsung menelepon, ”Jangan kau beri aku kartu kuning ya!” katanya kepada Minan Tunja. Rupanya, ia takut terkena PHK (putus hubungan kekasih, maksudnya) juga! Ooo...

11 Oktober 2004

Page 218: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

196

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Buat sementara, pupus sudah keinginan Mat Puhit mencalonkan diri menjadi bupati Negarabatin. DPR memang terlalu. Masak buat peraturan seenak-enaknya saja. Mentang-mentang anggota

DPR berasal dari partai politik, calon bupati pun harus harus ”orang partai”.

Pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung yang diatur revisi UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan hanya parpol yang memiliki kursi yang berhak mengajukan calon ke-pala daerah. Ketentuan hanya partai politik yang berhak mengajukan calon kepala daerah _mengutip Syamsuddin Haris_ membuka praktek politik uang dan tawar-menawar calon dengan partai yang akan mencalonkannya.

Sebagaimana Syamsuddin, Mat Puhit juga heran dengan mau-nya para pelitikus yang ada di DPR. DPR seperti mengabaikan, potensi kepemimpinan lain di luar partai, sehingga menghapus kemungkinan orang di luar partai atau yang tidak punya akses ke partai (independen) mengajukan diri sebagai calon kepala daerah.

Mamak Kenut bilang, jangan beranggapan semua orang suka berpolitik dalam partai. Ada banyak orang yang kecewa dengan partai politik. Kalau ada calon independen kayak Mat Puhit misalnya, orang yang kecewa dengan partai ini bisa memilih dia. Tentu saja kalau Mat Puhit cakap, memiliki kredibilitas, dan mampu menunjukkan kemam-puan dan kapasitasnya. Tapi, dengan aturan semacam itu, orang-orang yang kecewa dengan partai tegas-tegas akan memilih golput.

Buat sementara, Mamak Kenut tak ingin mencalonkan diri men-

Orang-orang Partai90

Page 219: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

197

Udo Z. Karzi

jadi bupati Negarabatin. Soalnya, UU yang mengatur pemilihan kepala daerah langsung tak berpihak kepadanya. Mamak Kenut seperti juga Mat Puhit, Minan Tunja, Pithagiras, dan Udien _buat sementara ini_ adalah orang-orang yang tak berpartai. Jangankan menjadi kader par-tai, dekat-dekat dengan pelitikus pun rasa ogah.

Padahal, dengan undang-undang kayak gitu, kalau kepengin jadi bupati kan mesti mencari perahu yang hendak mencalonkannya menjadi bupati. Partai tentu akan memprioritaskan kadernya atau kalau tidak ada kader, calon dari luar partai yang punya doku banyak yang dapat memengaruhi partai agar memilihnya menjadi calon bupati dari partai bersangkutan. Kalau nggak berduit, paling juga dari jajaran elite politik saja yang mempunyai akses dicalonkan menjadi balon. Yang ng-gak, ya tetap saja tongpes (kosong dan apes!).

Alhasil, dengan peraturan seperti itu, walaupun ada kemajuan tentang pemilihan langsung kepala daerah dari sebelumnya yang dipilih DPRD, tetap saja kesempatan menjadi bupati, wali kota atau gubernur itu hanya ada pada orang-orang berduit atau orang yang selama ini su-dah memiliki jabatan dalam tubuh birokrasi, sehingga mampu ”mem-beli” partai yang akan mencalonkannya. Rakyat pun terpaksa memilih calon-calon yang sesungguhnya sudah ”dipegang” partai.

Buat sementara, Pithagiras, Minan Tunja, Udien, Mamak Kenut, Mat Puhit, dan lain-lain terpaksa harus tetap menahan diri mendapati peraturan pemilihan kepala daerah yang diskriminasi. Apa boleh buat orang-orang yang mereka favoritkan tetap saja sulit menjadi orang-orang pilihan karena ”akses” ke sana ditutup orang partai.

Kedaulatan rakyat di Negarabatin to nyatanya masih saja diten-tukan orang-orang yang sok kuasa, sok pintar, dan sok tahu tentang arti demokrasi; orang-orang partai.

Orang-orang partai memang sok. Mereka masih saja mabuk. Ma-buk segala. Mereka lupa, bagaimana pun kekuasaan (kedaulatan) sejati itu tetap di tangan rakyat. Mereka lupa, selain orang yang haus kuasa dan jabatan, negeri ini tetap membutuhkan kaum profesional tanpa pamrih bekerja untuk meningkatkan peradaban, kesejahteraan, dan kemaslahatan umat.

Buat sementara, biarlah orang-orang partai merasa berkuasa se-belum rakyat kembali mengambil kekuasaan mereka.

13 Oktober 2004

Page 220: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

198

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Besok puasa. Lampung defisit 1.000 semen ton semen. Harga sayur-mayur mulai naik 30%_40%. Untuk mengantisipasi, Polda meng-gelar Operasi Ketupat Lilin. Nggak peduli, angkot Rajabasa tetap

lewat Pasar Tengah. Tapi, presiden melanggar aturan, kata Endriartono. Walaupun begitu, Megawati tidak mau rujuk dengan SBY. Azahari malah kabur ke luar Jawa. ”Kami tak akan melupakan korban bom bali,” kata Du-”Kami tak akan melupakan korban bom bali,” kata Du-bes Australia untuk RI David Ritchie. Servis mobil, montir tewas.

Besok puasa. Heli TNI jatuh, 8 tewas. Wihara dan 3 ruko terba-kar, dua tewas. Kejari Kirim DPO Nurdin Muhayat. Lima pencuri walet diburu. Jenazah korban kecelakaan dikubur. Dua terdakwa aborsi divo-nis 5 tahun. Tiga kali mengadu, selanjutnya tidak jelas. Pemeras lukai pedagang somay. Pengedar 2 ons ganja diringkus. Meskipun demikian, calon pimpinan Dewan setuju sampaikan visi-misi. Peserta Latsitarda harus memasyarakat. Tak peduli pengoperasian Srengsem untuk mudik Lebaran terancam batal.

Besok puasa. Diduga akibat kabut tebal di Liwa, motor berta-brakan dengan truk, dua polisi tewas. Mayat di Gunungsugih adalah tukang ojek. Penganiaya tentara mengaku menyesal. Polisi gadungan bawa kabur motor ojek. Kasus perusakan kantor DPD Golkar Lampura, 3 pengurus diminta keterangan. Menipu pasien, dukun wanita diadili. Penyidikan kasus ijazah palsu macet. Tersangka penusuk siswa SMA masih buron. Panggilan Polhut Lamteng tak digubris.

Besok puasa. Pilkada hanya satu putaran. Pengesahan tatib DPRD Way Kanan diwarnai ketegangan antaranggota. Draf tatib Tuba diserahkan. Pelantikan ketua DPRD Lampung Timur tunggu keputusan

Besok Puasa91

Page 221: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

199

Udo Z. Karzi

Gubernur. Peratin Tanjungsetia dilantik. PN tolak gugatan Gus Dur terhadap KPU. Presiden harus selamatkan BUMN strategis. SBY minta kontrol pemerintahan. Sayembara Polri jadi sorotan pengamat. MUI: Selama puasa, tutup tempat hiburan.

Besok puasa. AS kembali bom markas Zarqawi. Pakistan uji tembak rudal nuklir. Pria Kemerun ditahan terkait bom KBRI. Bush dan Kerry saling kecam. Lawan politik Hamid Karzai setuju Afghan segera hitung hasil pemilu. Warga Australia ditangkap bawa 4,2 kilo mariyuana.

Besok puasa. Pasar-pasar sembako sudah mulai ramai. Jalanan tambah macet. Pegawai kantor mulai lemah lesu. Siswa-siswa ada yang libur sehari-dua. Aktivitas kampus mulai sepi. Ibu-ibu sudah sibuk menyiapkan masakan sahur perdana. Bapak-bapak (kali aja) tambah mumet bagaimana mencari pendapatan tambahan. Anak-anak sudah ada yang main mercon.

Besok puasa. Sebagian orang bergembira. Sebagian bersusah hati. Sebagian nggak memikirkan. Sebagian nggak ngaruh. Sebagian (besar?) puasa. Sebagian (kecil?) tidak berpuasa. Lebih banyak yang sahur. Tapi tetap ada yang tidak.

Mamak Kenut bilang, ”Puasalah. Tidak ada yang mati karena puasa!”

Mat Puhit nyahut, ”Penyakit datang bukan karena puasa.” Minan Tunja berkata, ”Puasa itu asyik.”Udien berujar, ”Tidak ada alasan tidak puasa.”Pithagiras nyeletuk, ”Puasa itu baik bagi kesehatan jasmani dan

rohani.”Radin Mak Iwoh pun ikut nimbrung, ”Malu dong kalau nggak

puasa.”Tapi, jangan ikut Paman Takur yang ngomong, ”Saya kan punya

uang. Buat apa uang kalau tidak untuk dimakan dan dinikmati.”Percayalah, puasa datang membawa kedamaian di tengah keka-

cauan. Percayalah, puasa tiba membawa kesejukan di tengah tingginya suhu politik. Percayalah, puasa menghampiri membawa kesadaran di tengah ketidakpedulian kita terhadap dunia sekeliling. Kita butuh pendinginan setelah sepanjang tahun dipenuhi segala sesuatu yang bersifat duniawi.

Besok puasa. Besok puasa. 14 Oktober 2004

Page 222: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

200

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

AKU ingin hidup seribu tahun lagi, teriak Chairil Anwar dalam sajak ”Aku”. Tapi nyatanya, baru memasuki usia ke-27 tahun Allah telah memanggilnya pulang ke haribaan-Nya. Maka, jalan hidupnya

lebih mirip ucapannya dalam sajak lain, sekali berarti sudah itu tiada (”Diponegoro”).

Chairil mati muda. Tapi ia meninggalkan banyak hal yang sangat berarti dalam kehidupan, khususnya dunia sastra bagi negeri ini. Ia te-lah membuat hidup yang sebentar menjadi sesuatu yang indah, patut dikenang, dan yang penting bisa menjadi inspring bagi umat manusia.

Dengar juga harapan seseorang: bejuta hanipi ngeringkol dilom hati:/”jadikon hurikmu ngedok reti/jama niku, ulun tuhamu, rikmu/jama sapa riya!” (”Kehaga I”, Udo Z. Karzi)

Lalu, bagaimana dengan yang orang takut mati dan memohon umur panjang, tetapi tidak mampu atau lebih tepatnya tidak mau mem-buat hidupnya menjadi sekadar berguna buat diri sendiri, apalagi buat orang lain?

Inilah kegalauan (alm.) Z.A. Mathikha Dewa _ia juga mati muda_ menghadapi situasi negeri yang jauh dari harmoni: aku ingin menghitung waktu/hingga usai tahun keseribu/tak ingin lagi aku dalam bayang-bayangmu/untuk sekadar berani bicara/: aku pun ingin hidup seribu tahun lagi.

Mamak Kenut kembali membaca penggalan-penggalan sajak Z.A. Mathika Dewa ”Pada yang Keseribu, Kepada Chairil Anwar” yang ia terima lebih dari sepuluh tahun lalu. Mat Puhit pernah memintanya meneriakkan puisi itu di sebuah siang yang terik. Hampir frustrasi ia

Pada yang Keseribu92

Page 223: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

201

Udo Z. Karzi

karena para penguasa Negarabatin hampir sama sekali tak mau men-dengar pendapat rakyat dan hanya asyik mengejar tahta-harta-(bahkan) wanita. menembus waktu/usai sudah tahun keseribu/dan aku makin tak sanggup bicara//pada yang keseribu/aku sendiri tanpa kawan/melingkari sepi dan mimpi, demikian Z.A. Mathikha Dewa.

Orang-orang pun punya angka penting: 1, 3, 7, 40, 100..., dan 1.000. Orang berebut menjadi yang pertama, perdana, pemula, perintis, nomor satu, paling atas, atau paling besar. Tiga bisa berarti tiga besar atau sesuatu yang perlu diperingati dengan sebutan niga. Begitu juga tujuh (pitu) dengan peringatan nujuh, 40 dengan ngepakpuluh, 100 dengan nyeratus, dan 1.000 dengan nyeribu.

Keseribu. Adakah manusia di era ini yang berusia seribu tahun? Jangankan seribu, seratus tahun saja sangat langka. Tapi, hidup yang sebentar seharusnya tak pernah disia-siakan. Seandainya dunia belum kiamat, Chairil _bukan arti jasad kasar_ bakal menembus usia keseribu sebagaimana yang ia cita-citakan; ingin hidup seribu tahun lagi. Bahkan bisa lebih. Karya-karyanya mampu menembus ruang dan waktu.

Tapi, di tengah manusia yang haus kuasa, haus harta, dan haus segala sesuatu yang berbau keduniawian, rasanya tidak banyak orang yang bercita-cita ingin hidup seribu tahun. Soalnya, kebanyakan peja-bat, legislator, pengusaha, ambtenaar, jaksa, hakim, polisi, aparat negeri ini lebih berpikir jangka pendek dan kelewat pragmatis.

Hidup itu sebentar, mengapa tak dinikmati. Selama berkuasa, mengapa tak dimaksimalkan. Mumpung punya uang, mengapa tidak dibelanjakan. Maka, jarang sangat jarang orang yang berpikir, bagai-mana mewarnai kehidupan dengan hal-hal yang lebih patut dikenang untuk jangka panjang; tak sekadar seribu tahun.

Padahal, tak ada yang paling berkuasa, selain yang Mahakuasa. Tak ada yang paling besar, selain Yang Mahabesar. Tak ada yang paling kaya, selain Yang Mahakaya. Tak ada yang melebihi, selain Yang Maha-sempurna. Sebab itu, gunakanlah waktu yang sedikit.

Membaca Z.A. Mathikha Dewa, Mamak Kenut pun bersajak: pada yang keseribu/aku ingin hidup seribu tahun yang lalu/pada yang keseribu/aku ingin waktuku datang saat ini. Pada yang keseribu...adakah yang berani berpikir apa yang bakal terjadi?

19 Oktober 2004

Page 224: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

202

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Kalau puasa itu nggak boleh marah.””Anak kecil juga tahu.”Tapi, biar pun anak kecil juga tahu, di bulan Ramadan ini tetap

saja emosi tak bisa ditahan-tahan. ”Marah itu kan perlu untuk mengingatkan orang bandel,” kilah

Minan Tunja. Merasa terkena sindir, Mamak Kenut malah menjadi marah be-

tulan. ”Ehh, siapa yang bandel?” katanya sengit.”Lo, dibilangin baik-baik malah marah-marah.””La, tadi itu siapa yang dibilangin bandel?”Minan Tunja terpingkal-pingkal. Kayak anak kecil aja.

***”Kalau puasa itu nggak boleh bohong.””Anak kecil juga tahu.”Tapi, biar pun anak kecil juga tahu, di bulan Ramadan ini, orang-

orang tetap saja suka membual.”Daripada berkata yang tidak-tidak kan lebih baik diam,” kata

Radin Mak Iwoh.”Saya kan ngoceh karena mendapati kerja aparat dalam melayani

publik benar-benar kendur,” kata Udien.Merasa dilecehkan, Radin Mak Iwoh malah bekoar-koar. ”Harap

maklumlah. Pekerjaan pegawai itu kan banyak. Bukan hanya satu. Kalau lamban, itu kan karena urusannya bukan hanya dengan kau. Kamu ini

Anak Kecil Juga Tahu...93

Page 225: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

203

Udo Z. Karzi

nggak ngerti-ngerti juga. Pengabdian pegawai itu kepada negara mulia. Kau jangan sembarangan ngomong. Pegawai itu....”

”Radin mestinya bohong lagi...””Ini benar!”Udien hanya tertawa. Kayak anak kecil aja.

***”Kalau puasa itu harus jujur.””Iya...anak kecil juga tahu.”Tapi, biar pun anak kecil juga tahu, di bulan Ramadan ini orang-orang

justru menampakkan kepalsuan-kepalsuan kalau bukan kemunafikan.”Mulai sekarang, kita harus mulai membabat yang namanya ko-

rupsi,” Paman Takur berorasi.”Masalahnya, siapa yang percaya Paman Takur bisa menjadi pio-

nir pemberantasan korupsi?” Pithagiras berbisik-bisik di belakang.”Kali aja Paman Takur sudah mendapat rahmat, sehingga tobat,”

sambut Minan Tunja.”Apa indikasi tobatnya?””Entahlah. Tapi, kita mungkin tidak boleh selalu curiga dengan

niat baik orang.””Emang, siapa yang percaya dengan niat baik?””Saya kan jujur mengatakan apa yang saya pikirkan.”Hahahaa.... Kayak anak kecil aja.

***”Kalau puasa itu, nggak boleh kumur-kumur lama-lama, apalagi

kalau sampai airnya ditelan.””Anak kecil juga tahu.”Tapi, biar pun anak kecil juga tahu, tetap saja ada orang yang

mencuri-curi kesempatan mencari makan siang.”Habis nggak kuat nih,” kata Pinyut. ”Kemarin saya coba puasa, mag saya kumat,” kata entah siapa.”Masak nahan lapar sehari aja nggak sanggup. Nggak malu,” kata

keponakannya Mamak Kenut. Alesan! Kayak anak kecil aja.

22 Oktober 2004

Page 226: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

204

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Mat Puhit tertegun membaca koran. ”SBY tak Dukung Pem-bangunan Tugu Siger” (Lampung Post, 26 Oktober 2004 halaman 3)”, begitu judul berita yang membuatnya tertawa.

Soalnya, sebelumnya (Lampung Post, 20 Oktober 2004) di koran yang sama di halaman yang sama terdapat judul yang mirip: ”SBY Dukung Pembangunan Tugu Siger”.

Kok bisa? Wah, pikir Mat Puhit, ada yang nggak beres ini. Ada yang salah. Ia perlu dikonfimasiin dengan Udien nih.

”Dien, kamu nulis berita kok saling bertentangan begitu sih?””La, ya mana?””Itu... di koran dulu itu tertulis SBY mendukung pembangunan

Tugu Siger, tetapi sekarang kok dibilangin SBY tidak mendukung. Gi-mana sih?”

”Ya nggak tahu. Bukan saya yang nulis beritanya.””Ya, walaupun bukan kamu, kan masak koran meralat sendiri

berita yang dimuat....””Itu bukan ralat. Kebetulan aja judulnya mirip; yang satu SBY

mendukung, sedang yang lain SBY tidak mendukung.””Jadi, mana yang benar dong!””Ya, dua-duanya benar....””Jangan-jangan wartawannya yang nggak bener!””Eit... kamu jangan melecehkan profesi jurnalis. Nggak mungkin-

lah wartawan menulis seenak udelnya.”

Kok Bisa?94

Page 227: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

205

Udo Z. Karzi

”Tapi nyatanya....””Begini Hit, berita kedua tentang Tugu Siger yang kamu baca itu

berisi bantahan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Lampung Toto Herwantoko dan mantan Ketua Tim Kampanye SBY_JK, I Nyoman Su-kesna terhadap pernyataan Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P yang mengatakan rencana pembangunan Tugu (Menara) Siger mendapat dukungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.”

”Kok bisa? Masak berita dibantah.””Iyalah... koran kan selalu terbuka untuk saling berbantah-ban-

tahan.” (Maksudnya Udien, mengoreksi, mengkritik, dan sebagainya karena pers memang salah satunya memainkan fungsi sebagai kontrol sosial.)

”Tapi nggak bener itu. Koran itu jangan malah menyulut konflik dan pertentangan,” kata Radin Mak Iwoh yang tiba-tiba nongol. ”War-tawan itu jangan jadi provokatorlah. Alangkah baiknya kalau media massa menjadi alat penyejuk dan tidak malah membakar-bakar emosi masyarakat.”

Kok bisa. Wah, ada miscommunication nih. “Radin, jangan dulu ngomong kalau belum tahu persoalan dong,”

kata Udien menjadi agak kesel.”Gimana sih, katamu tadi koran terbuka untuk berbantah-banta-

han,” balas Radin Mak Iwoh.”Iya, tapi masalahnya bukan di sana. Kita sedang bicara soal du-

kung-mendukung pembanguan Tugu Siger. Partai Demokrat memban-tah SBY mendukung pembangunan Tugu Siger seperti yang dikatakan Gubernur. Begitu, Radin,” ujar Mat Puhit mendinginkan.

”Kok bisa?” Radin Mak Iwoh malah bingung.”Kok bisa...kok bisa.... Nyatanya bisa.... Makanya, baca koran,”

Udien masih saja sebel.Mamak Kenut yang dari tadi diam saja, sekarang angkat bicara,

”SBY mendukung pembangunan Tugu Siger itu kata siapa? SBY yang dibilang mendukung dan atau tidak mendukung itu belum ngomong apa-apa soal Tugu Siger....”

Dalam sembilan instruksi Presiden kepada gubernur/bupati/wali kota, tidak tercantum hal-hal seperti itu. Malah SBY bilang, berantas korupsi, dan jangan suka jalan-jalan ke luar daerah, apalagi ke luar ne-

Page 228: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

206

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

geri. Mat Puhit punya bahasa sendiri; jangan suka bermewah-mewah dan menghamburkan uang untuk hal-hal yang tidak terlalu urgen.

Tugu Siger, dalam pikiran Mamak Kenut dkk., bukan sebuah kebutuhan yang sangat mendesak di tengah berbagai kesulitan yang tengah melanda daerah ini.

Kok bisa?

27 Oktober 2004

Page 229: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

207

Udo Z. Karzi

Hanya satu kata: lawan

Sebaris sajak Wiji Thukul ini menjadi populer dan kemudian dipegang teguh aktivis pergerakan mahasiswa dan kaum muda menghadapi berbagai tindakan refresif dari pemerintahan Orde

Baru. Tapi, pelan-pelan gelora ”perlawanan” terhadap rezim mulai mengendur seiring meredupnya isu reformasi dan masuknya muda ke kancah politik.

Kini, para aktivis prodemokrasi yang dulu berjuang di jalan-jalan meneriakkan kata-kata perlawanan atas ketidakadilan, kesemena-menaan, dan ketidakmanusiawian penguasa telah mulai masuk ke institusi-institusi politik resmi dan sebagian lagi duduk di kursi-kursi empuk di lembaga eksekutif dan legislatif.

Sikap oposisi yang paling memungkinkan mengejawantahkan sebuah kata ”lawan” nyaris tak ada. Semua ingin terlibat, semua mencari kesempatan, semua menjadi sibuk, semua berkasak-kusuk, semua minta bagian. Kalau nggak dapat bagian, buatlah ”oposisi ecak-ecakan” biar nanti juga kena bagian, biar nantinya kena ajak.

Negeri ini hampir-hampir kehilangan orang-orang yang kritis yang berpendapat, yang mengkritik, yang menyarankan, yang memberi masukan tanpa dibalut macam-macam kepentingan.

Dalam kondisi seperti ini, wajar saja kalau kemudian orang curiga dengan kritik. Wajar saja orang nggak suka dengan koreksi. Wajar saja orang benci kesalahannya dibuka. Wajar saja orang anti dengan penda-pat berbeda. Wajar saja orang tak mau diingatkan. Soalnya, akhir-akhir ini memang sulit mencari orang yang tidak terkontaminasi dengan yang namanya kepentingan, kepentingan politik terutama.

Lawan!95

Page 230: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

208

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Mamak Kenut merindukan pandangan-pandangan yang jujur, yang bersih, yang tidak dibalut maksud-maksud terselubung, semisal saja begini: ”wajar saja si A bicara begitu karena ia memang dekat den-gan pejabat B yang tengah mencalonkan diri menjadi....” atau ”bicaranya kok sangat tendensius begitu ya?” atau ”ya pantas aja dia bilang begitu karena dia memang TS-nya pejabat Anu”, dan sebagainya.

Ah, barangkali kebanyakan orang merasa aneh dengan orang yang seumur hidupnya selalu melawan. Antikemapanan! Nyatanya, be-gitu mudahnya orang melupakan perlawanan begitu ia masuk ke dalam lingkar kekuasaan. Bukan hal aneh orang ketika menjadi aktivis begitu garang melawan rezim, tetapi begitu menjabat atau jangankan menja-bat, dekat saja dengan si pejabat segera saja menjadi ”pak turut” atau ”asal bapak senang”.

Mamak Kenut bosan mendengar orang berkata, ”Jangan terlalu idealis. Perlu juga memikirkan diri sendiri.”

Ah, begitu mudahnya orang melupakan perjuangan atau lebih tepatnya perlawanan. Malah, orang-orang lebih suka menggantinya dengan kata-kata mesra ”kemitraan”; kemitraan antara kemitraan antara pengusaha dan masyarakat, kemitraan antara pengusaha besar, menengah, dan kecil, kemitraan antara pengusaha dan penguasa, kemi-traan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dst.

Tapi, dalam desah napas kehidupan bangsa ini, ternyata hampir tak ada yang namanya kemitraan (yang sejajar) karena yang terjadi sebe-narnya adalah persekongkolan di antara pihak kalau bukan penindasan pihak yang kuat, besar, dan kaya atas yang lemah, kecil, dan miskin.

Karena itu, Mamak Kenut merasa senang ketika dalam sebuah diskusi tentang harapan daerah kepada pusat terkait dengan pemerin-tahan baru, pengamat politik Syarief Makhya berkata, ”Lawan!” Ini pe-rubahan paradigma hubungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Soalnya, daerah hanya bisa mendapatkan sesuatu yang memang menjadi haknya jika ia memperjuangkannya dalam bentuk ”perlawa-nan”. Bukan dalam bentuk ”kemitraan”, apalagi persekongkolan, kong-kalikong, atau bahkan penghambaan.

Untuk segala bentuk ketidakjujuran, ketidakterbukaan, ketidaka-dilan, ketidakbersihan, dan ketidakakuntabilitasan _sekali lagi_ hanya satu kata: lawan!

2 November 2004

Page 231: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

209

Udo Z. Karzi

Di saat orang berupaya membersihkan diri bersama Ramadan, menjelang Lebaran, Mamak Kenut malah membaca kalimat, ”Syamsul melaporkan Ismet karena berusaha menunjah-nya

(menusuk). Tapi korban berhasil mengelak,” di koran. Mamak Kenut tak hendak membahas siapa Syamsul, siapa Ismet, siapa yang menga-takan itu, mengapa dan bagaimana terjadinya; meskipun orang-orang itu petinggi-petinggi di Negarabatin. Soal yang itu, biarlah aparat yang menyelesaikannya.

Mamak Kenut hanya tidak suka dengan kosakata ini. Kosa kata ”tujah” menjadi pendamping kata ”pagas”. Mamak Kenut tidak terlalu paham perbedaan kedua kata ini. Tapi Mat Puhit bilang, perbedaannya terletak pada cara memegang dan cara menusukkan atau menikamkan belati (di Negarabatin orang biasa menyebutnya dengan cap geghpu) kepada lawan. Bagaimana persisnya, Mamak Kenut dan Mat Puhit tak bisa meng-gambarkan.

Barangkali, pesilek (pesilat) yang bisa memperagakan cara nujah dan magas. Tapi, tak semata pesilek saja yang bisa nujah dan magas.

Mamak tak terlalu suka dengan budaya kekerasan bernama tujah dan pagas ini, meskipun ini pernah menjadi kebiasaan orang di Negara-batin jika merasa tersinggung atau ”piil”-nya terinjak-injak.

Benar, tujah dan pagas adalah budaya kekerasan di Negarabatin. Suatu waktu, orang-orang Negarabatin memang tidak akan merasa tenang berjalan-jalan tanpa cap geghpu ke mana pun mereka pergi. Buat jaga diri, belati selalu terselit di pinggang ke mana pun perginya. Begitu alasan yang sering Mamak Kenut dengar.

Tujah96

Page 232: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

210

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

”Tapi itu kan dulu. Sekarang mungkin masih ada yang begitu. Tapi sangat sedikit,” kata Minan Tunja membela diri jika ada orang membuat streotype terhadap orang-orang Negarabatin yang kasar, ber-ingasan, dan suka dengan kekerasan untuk hal-hal sepele saja.

”Tapi nggak bisa dipukul rata semua orang Negarabatin seperti itu,” kata Pithagiras mencoba menjelaskan bahwa orang-orang Negara-batin juga bisa sangat ramah, terbuka, dan dapat menerima siapa pun tanpa merasa terganggu dan tanpa disertai kecurigaan yang tak perlu.

Radin Mak Iwoh misalnya, meskipun dengan nada marah-marah karena sedikit naik darah akibat pegawai yang bekerja asal-asalan, akan berkata, ”Nggak. Saya nggak maghah. Ngapain maghah-maghah. Saya ini memang begini. Suara saya kadang memang keras. Tapi itu kan untuk kebaikan kita semua. Kalian kan anak-anak saya juga.”

”Nggak marah. Kok kenceng begitu,” biasanya Udien yang nyeletuk.

Kalau udah begitu, Radin Mak Iwoh segera menurunkan volume suaranya dan berujar, ”Tadi itu saya nggak maghah. Cuma sedikit kesel aja. Tapi saya kan nggak punya rasa dendam.”

Kembali ke budaya kekerasan tadi, teman Mamak Kenut _nggak enak nyebut namanya_ dulu memang paling suka sesumbar. ”Awas ku-pagas niku kanah (Awas, kutusuk kau nanti)” atau ”Ngilu titujah nihan jelma sedi” (Minta ditikam benar orang itu)”, begitu sering telontar dari mulutnya. Kini, temannya itu telah tiada. Kena tujah! Orang tanpa ban-yak bicara menikamnya. Tewaslah ia.

Tujah dan pagas yang dipelihara _katakanlah atas nama ”piil”_ justru akan menyuburkan dendam. Beberapa kali terjadi perkelahian massal atau perang antardesa di Negarabatin, bisa jadi terkait erat karena tujah, pagas, dendam, dan ”piil”. Budaya kekerasan, dengan de-mikian, boleh jadi memang sangat potensial melekat bagi orang-orang Negarabatin.

Barangkali! Mamak Kenut hanya bisa merasakan kemungkinan-kemungkinan itu.

Mumpung masih dalam suasana Lebaran, kilu mahap jama su-nyin ni. Tabik!

17 November 2004

Page 233: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

211

Udo Z. Karzi

Segala rindu dendam telah terlampiaskan. Segala noda dosa telah disucikan. Segala tenaga dan pikiran telah tercurahkan. Segala dana yang dikumpulkan setahun terkuras habis. Semuanya: lebar.

Bubar! Tak ada lagi yang tersisa. Logika ekonomi mikro mengatakan kerugian besar rumah tangga

konsumsi. Belum lagi rintangan yang mengancam sepanjang perjalanan. Antri, berdesak-desakan, berjejal, tidak dapat karcis, dikerjai calo, tidak dapat bangku dan terpaksa berdiri dalam kendaraan. Ada lagi yang ter-tipu, ditelantarkan angkutan, dicopet, dirampok, dan kecelakaan.

Mengingat itu, ada pikiran untuk melarang mudik. Tapi jelas itu tak mungkin. Pemudik mempunyai hitungan sendiri. Mudik bukan sekadar buang-buang duit. Meskipun risiko mengadang di sepanjang perjalanan para pemudik, mudik menjadi sebuah seni tersendiri. Boleh jadi inilah bentuk wisata rakyat Indonesia.

Pakar ekonomi mempunyai perhitungan tersendiri tentang mu-dik. Mereka bilang tradisi mudik membantu pemerataan perputaran uang dari kota ke desa. Jika selama ini perputaran uang tersentral di perkotaan, dengan mudik sirkulasi uang sedikit banyak mengalir ke perdesaan. Ini karena para pemudik biasanya ingin menunjukkan ke-berhasilannya di kota dengan menunjukkan diri mereka mampu.

Kendati kebiasaan menghamburkan uang yang ditunjukkan pe-mudik kepada orang desa kurang begitu baik, setidaknya orang-orang desa kebagian juga rezeki dari perilaku konsumerisme ini. Yang ditakut-kan memang adalah sikap ini menular kepada orang desa dan meng-anggap kota sebagai pusat keberhasilan.

Segalanya Lebar97

Page 234: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

212

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Kalau ini yang terjadi, Lebaran dengan tradisi mudiknya hanya akan meningkatkan urbanisasi. Para pemudik akan kembali ke kota dengan membawa sanak familinya yang merasa silau dengan penam-pilannya ketika pulang ke desa. Padahal, belum tentu. Beberapa keluarga yang mudik mengaku tidak akan bisa mudik kalau tidak benar-benar ”dipaksakan”. Artinya, mudik itu harus dipersiapkan sejak jauh-jauh hari, mungkin setahun atau bahkan bertahun-tahun sebelumnya.

Mudik itu tradisi. Tradisi baik atau tradisi buruk sangat tergan-tung pada orang yang memaknainya. Ada orang yang mendendangkan nikmatnya pulang kampung. Menatap panorama sepanjang perjalanan. Melihat perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi. Menengok kemajuan zaman yang bergerak. Kembali mengenang jalan-jalan yang pernah kita lalui. Mengingat pahit dan getirnya kehidupan. Merasakan kembali bahagia dan gembira yang sempat kita lewati.

Namun sebagian orang terpaksa merasakan pahitnya mudik. Seharusnya suka cita yang didapati, tetapi nyatanya musibah yang di-peroleh. Seharusnya kegembiraan yang dialami, tetapi nyatanya kese-dihan yang menghampiri. Seharusnya kebahagiaan yang datang, tetapi nyatanya kedukaan yang melanda. Mudik memang tradisi, tetapi tradisi yang penuh resiko, mulai dari rencana, dalam perjalanan, di kampung, hingga kembali di tempat semula.

Mudik berangkat dari anggapan bahwa Lebaran adalah saat yang paling tepat untuk berkumpul dan bersilaturrahmi dengan sanak famili. Idul Fitri adalah momentum yang paling pas untuk membersihkan diri dengan meminta dan memberikan maaf. Secanggih apa pun teknologi yang memungkinkan orang berkomunikasi jarak jauh, tetap saja ke-hadiran seseorang dalam ruang dan waktu yang sama dianggap lebih berarti.

Orang tua akan berkata, ”Lebaran kali ini sepi” jika anak, mantu dan cucu tidak ada yang pulang kampung. Tak peduli peduli pasar ber-tambah ramai atau acara halal bi halal di sebelah rumahnya yang ber-langsung meriah. Boleh jadi anak akan berkirim surat, kartu lebaran, telegram, atau apa pun ditambah sedikit kiriman uang dan barang. Tapi tetap saja, kehadiran benda-benda itu bagi orang tua tak berarti banyak. Lebaran tetap saja sepi.

Akhirnya, Lebaran dan mudik adalah dua hal yang tak terpisah-kan. Kalau Lebaran saja tak bisa pulang ke kampung, apalagi hari-hari

Page 235: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

213

Udo Z. Karzi

biasa yang penuh dengan kesibukan. Lagi pula, pulang Lebaran dan pu-lang bukan Lebaran jelas berbeda hakikatnya. Lebaran itu momentum untuk mudik.

Anggapan ini sulit diubah. Sudah tradisi! Mau apa lagi? Tahun depan kita mudik lagi.

Tinggallah kita yang menghitung-hitung kembali berbagai ke-mungkinan. Soalnya, segalanya sudah lebar di Lebaran kali ini.

20 November 2004

Page 236: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

214

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Lalu, hari-hari kita pun menjadi penuh darah, penuh duka, penuh tangis. Hati kita, jiwa kita, nurani kita menjadi bebal, tak lagi mu-dah tersentuh nilai kemanusiaan. Kita (barangkali) tak lagi sedih

ada saudara kita terbantai. Kita (mungkin) tak peduli teman kita hilang tak tahu rimbanya. Kita (bisa jadi) tak berdaya apa-apa ketika maut mengancam diri kita sendiri dari balik kesewenangan, penyalahgunaan kekuasaan, dan keserakahan. Kita (semoga tidak!) telah berubah men-jadi serigala-serigala lapar dan setan gentayangan yang siap meneror siapa saja yang tidak kita sukai. Dan, kekerasan pun begitu akrab dengan kita.

Kita jadi berpikir, jangan-jangan tragedi kemanusiaan semacam kasus Munir dan lain-lain memang telah diagendakan. Ia mirip agitasi. Agitasi ini sering dimanfaatkan untuk tujuan politik tertentu. Masya-rakat dalam tekanan ekonomi-sosial-politik tertentu mudah tersulut dan melakukan hal-hal yang tak diinginkan. Dampak terburuknya, akan menimbulkan korban orang-orang tak berdosa. Agitasi, yang da-lam konteks ini bisa disebut persuasi bersayap, mengajak dengan suatu tujuan, atau menyulut dengan api kecemburuan. Tentu saja, cara yang digunakan membuat sayap-sayap persuasif untuk dikutuk orang.

Benarkah? Masih harus dibuktikan. Tapi, pejabat kita _di masa lalu terutama_ sering ceroboh kalau

tak hendak dikatakan membuat ”kebodohan yang terlembagakan”, dengan memerintahkan menangkap provokator, merekayasa kasus atau mencari kambing hitam. Dengan menyebut provokator, sadar tidak sa-Dengan menyebut provokator, sadar tidak sa-dar, menunjukkan warna aslinya sebagai orang lama (Orde Baru). Sulit

Agitasi98

Page 237: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

215

Udo Z. Karzi

dihindari tudingan ”provokator” sejenis dengan ekstrem kiri, kiri baru, fundamentalis Islam, aktor intelektual, organisasi tanpa bentuk (OTB), gerakan pengacau keamanan (GPK), gerakan bekas partai terlarang, kambing hitam, dan berbagai bentuk stigmasi yang diberikan kepada pola perlawanan rakyat terhadap kekuasaan dan konflik yang membe-sar dalam masyarakat.

Beginilah Orde Baru dalam upaya ”menyelamatkan diri” dari berbagai kemelut yang terjadi susul-menyusul. Tak ada penyelesaian secara berkeadilan. Yang ada hanya cap-cap miring buat mereka yang menjadi sasaran tembak karena ”melawan” kemapanan, mengganggu stabilitas, dan mengganggu kepentingan penguasa-pengusaha.

Kebiasaan Orde Baru memberi stigmasi terhadap kelompok-kelompok tertentu, hingga kini rupanya masih tetap dipelihara pejabat-pejabat di pusat dan daerah. Tujuannya, membuat rakyat menjadi gen-tar dan tak berani berbuat macam-macam, apalagi hendak menentang pemerintah. Padahal, kalau pemimpin daerah dan pusat benar-benar ingin menjadi mediator penyelesaian konflik, baik horizontal maupun vertikal, baik dalam skala kecil maupun yang membesar menjadi ke-rusuhan massal, bukan begitu cara yang harus ditempuh.

Kerusuhan, pembantaian, pembakaran, dan berbagai tragedi kemanusiaan yang terjadi di mana-mana bukan peristiwa yang berdiri sendiri. Ditarik ke belakang, tentu ada sebabnya. Sebaliknya, menengok ke depan, ada akibatnya. Sebab-akibat, itu yang seharusnya menjadi fo-kus mediator dalam menyelesaikan berbagai tragedi kemanusiaan.

Pencarian akar masalah dan pemecahan masalah! Dua kemam-puan ini tak dimiliki pemimpin-pemimpin, aparat-aparat keamanan, dan penegak hukum kita. Tanpa didukung fakta, data, dan informasi yang akurat, seorang pejabat misalnya, dengan enteng berkata, ”Tang-kap provokator!” Kalau sang provokator sudah teridentifikasi secara lengkap dengan nama, alamat, foto, dan ciri-ciri rinci berikut bukti-bukti dan saksi-saksi, tentu tidak ada masalah. Tapi, dalam realitasnya, sang pejabat hanya latah ikut-ikutan berteriak seperti itu, biar diang-gap tanggap, biar dianggap cerdas, biar dianggap tegas, biar dianggap mampu, biar dianggap bijaksana. Ujung-ujungnya, agar popularitas tak menurun, agar dapat pujian dari atasan dan agar cepat naik pangkat.

Kalau ini yang terjadi, konflik yang terjadi hanya akan melahir-kan konflik baru akibat omongan pejabat yang justru menjadi sumber

Page 238: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

216

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

perdebatan baru, biang keributan baru, dan kecurigaan-kecurigaan baru: apa dan siapa di balik ucapan itu masih harus didiskusikan lagi.

3 Desember 2004

Page 239: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

217

Udo Z. Karzi

Siapa ini? Kayak garong aja,” komentar Minan Tunja melihat gambar sesosok manusia gondrong dan dekil bin superkumal. “Bukan. Ini kucing,” bantah Mamak Kenut. “Iya... kucing garong!” ”Kucing garong itu kepalanya item.”“Iya... seperti orang ini.”“Jangan begitu. Biar jelek begitu, hatinya baek, Minan. Contoh-

nya ya Mamak ini.””Husss...serasa.””Serasa apaan?””Iya Mamak itu....””Ini bener! Yang begini-begini ini kan orang jujur. Ia tidak mau

membungkus wajahnya dengan topeng kemunafikan, ia tampil apa adanya tanpa kepalsuan. Dia ini, biar pun Minan bilang kayak garong, hidup di alam nyata. Tidak negeri dongeng atau bumi khayal belaka. Dia itu membumi. Tidak mengawang-awang. Nggak neko-neko. Nggak macam-macam. Nggak korupsi. Biar kayak garong, dia itu nggak pernah ngerampok....”

Yah, kita memang sering salah sangka. Di dunia ini banyak ”muna”-nya. ”Muna” itu yang suka bohong. Nggak bisa dipercaya. ”Muna” itu ngomong-nya begini, tetapi kenyataannya begitu. ”Muna” itu bukan nama cewek. Yang cowok juga banyak yang ”muna”. ”Muna” itu sering bermuka dua. Lain di mulut lain di hati. ”Muna” itu penuh kepalsuan. Nggak bisa dipercaya. Lebih mirip tukang tipu, meskipun

Kayak Garong99

Page 240: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

218

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

penampilannya perlente. ”Muna” itu omongannya aja yang gede, tapi realitasnya nggak pernah ada. Dasar pembual. Nggak punya malu.

Biar Minan bilang kayak garong, tetapi kan sebetulnya orang itu nggak pernah melakukan kejahatan apa pun. Ia nggak ”muna” kayak pejabat atau penguasa yang bilang, ”Kita harus berdemokrasi dengan benar. Tapi kenyataannya di belakang, mereka melakukan berbagai rekayasa yang jauh dari etika politik, yang sesungguhnya mencederai demokrasi itu sendiri.”

Kayak garong sih kayak garong. Tapi hati jangan kayak garong (mirip-mirip kucing garong yang kepalanya hitam maupun yang kepalanya tidak hitam). Kalau garong sih setiap saat selalu mengintai, mengintip-intip orang lengah. Begitu orang meleng dikit, ya hupp...barang kita ia tilap.

Mat Puhit datang dan berpesan, ”Hati-hati. Sekarang pemerin-tah sedang gencar-gencarnya nangkapin garong (beneran! bukan orang yang kayak garong).”

”Saya sih setuju aja garong betulan ditangkapin. Tapi jangan sam-pai pelisi atau jaksa nangkap orang yang kayak garong padahal bukan garong,” sahut Pithagiras.

Iya bener! Garong kecil sih gampang nangkap-nya. Tapi garong besar, yang perlente, yang pakai dasi, dan punya jabatan tinggi sih agak sulit juga. Garong besar itu bernama koruptor atau yang lebih keren disebut penjahat kerah putih yang selama ini seperti sulit tersentuh hukum.

Pemerintahan SBY sekarang emang gencar-gencarnya memburu garong. Tapi, yang namanya garong dari dulu memang ”pintar”. Bukti-nya, hingga sekian hari berjalan _sesuai program 100 hari pemerinta-han_ relatif belum ada garong besar yang tertangkap dan dijebloskan ke penjara.

Di Negarabatin aja, dari sekian banyak kasus ”penggarongan”, yang diurusi aparat hukum baru garong-garong kecil yang diusut. Se-dang garong-garong besar masih belum jelas, kapan mau ditangkapin. Komitmen sih sudah bertebaran. Tapi mudah-mudahan janji tinggal janji. Lalu, aparat hukum dan garong berbulan madu lagi. Janji ya!

14 Desember 2004

Page 241: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

219

Udo Z. Karzi

Kalau nasib mujur, tanam kol bisa beli kol. Maksudnya, dulu pernah ada petani yang sukses berkebun sayuran semacam kol. Dua tiga kali panen, ia berhasil mengumpulkan dana yang

cukup untuk membeli tanah, rumah, dan mobil Colt untuk mengang-kut tanaman kolnya. Jadilah, tanam kol berbuah kol. Ini bukan mimpi. Tapi kenyataan yang pernah terjadi di Negarabatin.

Pernah juga suatu ketika resesi ekonomi mendera negeri, petani kopi Negarabatin jutru menangguk berkah yang luar biasa besar. Saat rupiah terpuruk hingga Rp20-an ribu per dolar AS, petani kopi benar-benar panen karena harga kopi mengikuti nilai kurs rupiah saat itu. Jadinya, orang krisis saat itu, petani kopi Negarabatin malah berlimpah dana.

Tapi itu cerita lama. Hari-hari ini menjelang Tahun Baru 2005, saat hampir semua harga barang/jasa melambung seiring rencana kenai-kan bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji, petani kol justru sebaliknya, gigit jari. Harga turun, kol dibiarkan membusuk, begitu berita koran.

”Siapa bilang harga barang nggak bisa turun. Buktinya, harga-harga komoditas pertanian malah nyungsep justru ketika harga-harga barang lain membubung,” kata Pithagiras.

”Petani, apa pun yang ditanam, tetap bukan pekerjaan yang membanggakan di negara agraris,” kata Mat Puhit.

Inilah ironi kita. Negeri indah elok nan rupawan yang katanya gemah ripah loh jinawi tata tenteram kerta raharja aman damai adil makmur sejahtera.

Kol100

Page 242: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

220

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Waktu sekolah dulu _dulu sekali_ Pak Guru bertanya pada siswa-siswa sekolah dasar, ”Negara kita negara apa?”

”Negara agraris,” jawab Minan Tunja.”Negara kepulauan,” jawab Mat Puhit.”Negara berkembang,” kata Udien.”Negara kesatuan,” kata Radin Mak Iwoh.”Negara kaya,” kata Paman Takur.”Negara besar,” kata Pithagiras.”Negara industri baru,” kata Pinyut.”Negara berdaulat. Negara demokrasi. Negara hukum. Negara...

pokoknya negara.”Dulu, kita bisa buat pesawat terbang. Helikopter. Kapal laut. Mo-

bil. Motor. Pabrik. Ban. Segala jenis bisa kita buat. Kita punya insinyur banyak. Para ekonom kita hebat-hebat. Pembangunan di segala bidang maju pesat. Pertumbuhan ekonomi luar biasa tingginya.

Sekarang, Pak Guru bertanya lagi pada siswa-siswanya, ”Negara kita negara apa?”

Jawabnya _barangkali_ negara miskin, negara korup, negara bingung, negara, negara linglung... ah, tetapi SBY telah membangun harapan-harapan baru bagi rakyat Indonesia tentang negara yang ideal-ideal. Kita pun ikut berdoa. Semoga!

Tapi, dari dulu sampai sekarang, nasib petani masih belum meng-gembirakan. Tapi, dari dulu sampai sekarang, pemerintah masih belum memperhatikan sektor pertanian yang menjadi ruh bagi kehidupan bagi negara agraris (karena mayoritas rakyatnya bertani?). Tapi, dari dulu sampai sekarang kol-kol masih dibiarkan membusuk karena tak berharga justru ketika hampir semua harga barang/jasa selain komo-ditas pertanian melangit. Tapi, dari dulu sampai sekarang, kita masih saja bersombong diri ”mengaku tidak butuh petani” dan malah merasa perlu mengimpor beras dari luar negeri. Katanya sih, dari dulu sampai sekarang, karena kita sering gagal panen. Dan ketika petani panen, dari dulu sampai sekarang, harganya nyungsup ke kolong meja.

Hidup kol!

16 Desember 2004

Page 243: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

221

Udo Z. Karzi

Paman Takur terpilih secara aklamasi dalam suatu pemilihan ketua yang dilakukan musyawarah untuk mufakat. Bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat. Artinya, ”tidak satu orang

pun” yang tidak setuju Paman Takur menjadi ketua. Ah, Mat Puhit kembali mengeluhkan kembalinya politik model

lama yang penuh rekayasa penuh jebakan; seakan-akan demokrasi, seo-lah-olah demokrasi, sepertinya demokrasi, kayaknya sih demokrasi. Ya, demokrasi seolah-olah, demokrasi seakan-akan, demokrasi kayaknya, demokrasi... semulah.

Soal ini, Orde Baru paling jago membuatnya. Dulu itu, dibuat de-mokrasi ala Indonesia. Demokrasi khas bangsa Indonesia. Demokrasi Pancasila. Demokrasi yang berbeda dari jenis demokrasi apa pun di du-nia ini. Demokrasi ini menekankan pada musyawarah untuk mufakat. Demokrasi yang mengharamkan voting dengan alasan takut suaranya tidak bulat. Kalau tidak bulat yang lonjong atau malah segi tiga, segi empat, segi banyaklah. Kalau itu terjadi, jelas tidak bagus untuk demo-krasi Pancasila.

Tidak. Dalam demokrasi Pancasila yang sesuai dengan karakter Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak boleh ada perbedaan. Se-mua sama. Satu suara, satu persepsi, satu pandangan. Perbedaan berarti pembangkangan. Perbedaan berarti tidak mendukung demokrasi yang musyawarah untuk mufakat yang terkadang di balik, mufakat dulu baru musyawarah. Persekongkolanlah! Tidak lebih tidak kurang.

Tapi dulu ”orang-orang pinter” berkata, itulah demokrasi yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Jadi, kalau kebetulan Ma-

Aklamasi101

Page 244: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

222

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

mak Kenut punya suara, tetapi sudah ada kesepakatan untuk mengegol-kan seseorang menjadi ketua _biasanya lazim disebut hasil lobi di luar persidangan_ Mamak Kenut tak berhak menggunakan suaranya sendiri untuk melakukan pilihan yang berbeda. Itulah musyawarah untuk mu-fakat. Itulah proses terjadinya aklamasi!

Maka, ketika ada cerita pimpinan lembaga atau organisasi ter-tentu terpilih secara aklamasi dalam sebuah persidangan yang demo-kratis, Minan Tunja takkan percaya. Di antara sekian puluh anggota yang ikut sidang dan memiliki suara, jelas ada yang berbeda dan ingin memilih yang lain. Tapi, suara berbeda ini ”terpaksa” bungkam. Atas nama aklamasi, musyawarah-mufakat, atau ”demokrasi”.

Entahlah, di saat negeri ini memasuki era demokrasi dalam arti sesungguhnya _yang ditunjukkan dengan pemilihan presiden, gu-bernur, bupati/wali kota, hingga peratin dan Ketua RT_ para pelitikus malah lebih suka memilih jalan aklamasi, musyawarah mufakat, dan sejenisnya; yang jelas-jelas menafikan perbedaan yang disimbolkan dengan peribahasa lama, ”bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat”.

Kemufakatan yang terjadi dalam kenyataannya tidak pernah terjadi. Yang ada hanya rekayasa politik yang justru tidak sehat dalam demokrasi yang menutupi perbedaan. Biar kelihatan kompak. Biar te-rasa utuh. Biar tak tampak pecah. Padahal, musyawarah-mufakat dalam praktek demokrasi (Pancasila) tidak lebih dari sekadar pemaksaan ke-hendak, rekayasa, dan peniadaan pendapat minoritas.

Demokrasi kok main seragam-seragaman. Kalau semua pikiran sama, pilihan sama, dan tidak ada sedikit pun yang mengaku beda, apa-kah demokrasi namanya? Bukankah pluralitas dalam demokrasi sangat dihormati? Tidakkah demokrasi yang demikian demokrasi yang penuh kamuflase-kamuflase?

Demokrasi aklamasi, musyawarah-mudakat adalah demokrasi yang dalam bahasa militernya: setuju, ya, syukur, kalau tidak, ya, harus (soalnya, moncong pistol sudah ada di atas kepala dan siap meletus).

Inilah demokrasi yang lahir dari pikiran para diktator. Soalnya, bagaimana mungkin membuat seribu orang seragam, sama persis isi kepalanya?

17 Desember 2004

Page 245: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

223

Udo Z. Karzi

aku [haku] – kataku, kata sayaakuk - ambilalali [ali-ali] – cincinamu [hamu] – katamu, kata kamuani [hani] – katanya, kata dia ani keti [hani kutti] – kata kalianani rumpok [hani rumpok] – kata orangani sapa [hani sapa] – kata siapaani tian [hani tian] – kata merekaapi – apabatin - kayabebai – perempuan, wanitabemu – punyamu, milik kamubeni – miliknya, punya diabeni keti [beni kutti] – punya kalianbeni sapa – punya siapa, milik siapabeni sekam [beni sikam] – milik kami, punya kamibeni tian – milik mereka, punya merekabenyak – punya saya, milikkuberam – punya kita, milik kitabingi [dibingi] - malambugu [ugu] – bodoh, goblok, tololcadang – rusakcadang hati – patah hatidikeni [keni] – diberi, boleh, diizinkandawah – siang, siang bolong

Kosakata Lampung

Page 246: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

224

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

dibingi [bingi] - malamdo – jugagawoh – saja, hanya, cuma gegoh – samagegol – dipukul menggunakan balok atau kayu besargiras – tabur, bertebaranhaku [aku] – kata saya, katakuhamu [amu] – katamu, kata kamuia [ya] – diailu [kilu] - mintaiwoh – peduli, acuh, punya perhatianjama – denganjama-jama [jejama] – bersama, sama-sama, bekerjasama, gotong-royongjelma – orang, manusiakamak - kotorkanah - nantikelumbai - jenis kerang laut (sering dipakai untuk bermain bola bekel)keni – beri, kasih, bolehketi [kutti] – kaliankilu – minta...-ku – aku, saya (dalam hubungan milik); bukuku – buku saya, bukukuku-... – aku, saya; kusepok – kucari, saya carikupi - kopilain – bukanlongan [luangan, lawang] – gila, tidak warasmahap - maafmamak - paman, om (yang belum menikah)mak - tidakmani - karena, sebabmawat - tidak minan – bibi, tante (yang belum menikah)...-mu – anda, kamu (dalam hubungan milik); kucingmu - kucingmu...-ni - ...-nya; sekulani – sekolahnyanegara – negara, sebuah wilayahngakuk [akuk] – mengambilngilu [ilu, kilu] - memintangupi [kupi] – minum kopi

Page 247: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

225

Udo Z. Karzi

nihan – amat, sangatniku – kamunyak – saya, akunyakku – saya, aku (dengan penekanan pada keakuan)nyeruit [lih: seruit] – makan seruitnyo – apapagas – menusuk orang dengan belatipesilek [silek] – pesilat, ahli pencak silatperatin – kepala desa, kepala kampungpuhit - olessapa - siapasedi – itusekam [sikam] – kamisekula – sekolahsekura – orang yang bertopeng dalam tradisi pesta topeng (Sekuraan) di Lampung Baratsepok - cariseruit - makanan khas Lampung dengan menu utama ikan dan sambalsesol – sesal sikam [sekam] – kamisilek – pencak silatsingut – ngambeksunyin – semua, seluruhtabik - hormattemon – benar, sungguhtian - merekatujah – menusuk orang dengan belati ugu [bugu] – bodoh, goblok, tololumbul – sebuah tempat, belum memenuhi syarat untuk disebut desa atau kampungumbulan [umbul] – kampunganya [ia] – diawarahan – dongeng, cerita rakyat, teater tradisional lampungzaman waw – zaman entahlah, istilah untuk menyebutkan sebuah masa lalu

Page 248: Mamak Kenut, adalah sebuah cara pandang khas orang-orang ...galeribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/Mamak-Kenut-U… · Saya kagum pada kemampuan Udo Z. Karzi menulis. Dalam

226

Mamak Kenut,Orang Lampung punya Celoteh

Udo Z. Karzi, lahir 12 Juni 1970 di Liwa, Lampung. Alum-nus Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (1996) ini me-nulis puisi, cerpen, dan esai di berbagai media kampus, daerah, dan ibu kota sejak tahun 1987.

Pernah menjadi Pemimpin Redaksi Surat Kabar Mahasiswa Teknokra (1993-1994), Pemimpin Umum Ma-jalah Republica (1994-1996), dan Pembimbing Majalah Ijtihad (1995-1998). Banyak menimba pengalaman dari berbagai kelompok/kegiatan diskusi: Kelompok Studi

Merah Putih, Forum for Information and Regional Development Studies (FIR-DES), dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

Terjun ke dunia jurnalistik sebagai reporter Majalah Berita Mingguan Sinar, Jakarta (1997-1998) dan redaktur Surat Kabar Umum Sumatera Post, Bandar Lampung (1999-2000). Bergabung dengan Media Group dengan men-jadi jurnalis Lampung Post, Bandar Lampung (2000-2006), Borneo News, Pang-kalan Bun (2006-2009), dan kembali ke Lampung Post (2009-sekarang).

Ia juga sempat mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar Ekonomi-Akuntansi SMA Negeri dan MAN di kota kelahirannya (1998) dan menjadi Ketua Penelitian dan Pengembangan Dewan Kesenian Lampung (Litbang DKL) (2005-2006).

Bukunya Mak Dawah Mak Dibingi (kumpulan sajak, 2007) meraih Ha-diah Sastra Rancage 2008. Bukunya yang lain: Momentum (kumpulan sajak, 2002) dan Teknokra, Jejak Langkah Pers Mahasiswa (editor bersama Budis-antoso Budiman, 2010). Karya-karyanya berupa puisi, cerpen, dan esai juga termuat dalam antologi bersama. Menyunting beberapa buku terbitan BE Press dan Pustaka LaBRAK.

Tentang Penulis