malnutrisi energi protein

5
Malnutrisi Energi Protein Malnutrisi energi protein (MEP) merupakan salah satu dari empat masalah gizi utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur 5 tahun (balita) serta pada ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan SUSENAS 2002, 26% balita menderita gizi kurang dan gizi buruk, dan 8% balita menderita gizi buruk. Pada MEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis, tergantung pada berat ringannya kelainan. Pada Riskesdas 2007, angka tersebut turun menjadi 13% balita gizi kurang dan 5.4% gizi buruk.1 Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein, MEP diklasifikasikan menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP derajat berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan dan anak tampak kurus. Pada gizi buruk, di samping gejala klinis didapatkan kelainan biokimia sesuai dengan bentuk klinis. Pada gizi buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor, walaupun demikian dalam penatalaksanaannya sama.2 Diagnosis Anamnesis Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak mau makan, sering menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua kaki, kadang sampai seluruh tubuh.2 Pemeriksaan fisis MEP ringan Sering ditemukan gangguan pertumbuhan: - Anak tampak kurus

Upload: dimazerror

Post on 01-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Malnutrisi Energi Protein

TRANSCRIPT

Malnutrisi Energi ProteinMalnutrisi energi protein (MEP) merupakan salah satu dari empat masalah gizi utama diIndonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur 5 tahun (balita) sertapada ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan SUSENAS 2002, 26% balita menderita gizikurang dan gizi buruk, dan 8% balita menderita gizi buruk. Pada MEP ditemukan berbagaimacam keadaan patologis, tergantung pada berat ringannya kelainan. Pada Riskesdas2007, angka tersebut turun menjadi 13% balita gizi kurang dan 5.4% gizi buruk.1Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein, MEP diklasifikasikan menjadiMEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP derajat berat (gizi buruk). Gizi kurangbelum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan dan anaktampak kurus. Pada gizi buruk, di samping gejala klinis didapatkan kelainan biokimia sesuaidengan bentuk klinis. Pada gizi buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus,dan marasmik-kwashiorkor, walaupun demikian dalam penatalaksanaannya sama.2

DiagnosisAnamnesisKeluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak kurus, atau beratbadannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak mau makan, sering menderita sakityang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua kaki, kadang sampai seluruh tubuh.2

Pemeriksaan fisisMEP ringanSering ditemukan gangguan pertumbuhan:- Anak tampak kurus- Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti- Berat badan tidak bertambah, adakalanya bahkan turun- Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal.- Maturasi tulang terlambat- Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal/menurun- Tebal lipatan kulit normal atau berkurang- Anemia ringan- Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat 2

MEP beratKwashiorkor:- Perubahan mental sampai apatis- Anemia- Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut / rontok- Gangguan sistem gastrointestinal- Pembesaran hati- Perubahan kulit (dermatosis)- Atrofi otot- Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuhMarasmus:- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus- Perubahan mental, cengeng- Kulit kering, dingin dan mengendor, keriput- Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang- Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas- Kadang-kadang terdapat bradikardi- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebayaMarasmik-kwashiorkor:- Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor secara bersamaan.Kriteria Diagnosis:- Terlihat sangat kurus- Edema nutrisional, simetris- BB/TB < -3 SD- Lingkar Lengan Atas - 2 SD

Tumbuh kembang- Memantau status gizi secara rutin dan berkala- Memantau perkembangan psikomotor

EdukasiMemberikan pengetahuan pada orang tua tentang:- Pengetahuan gizi- Melatih ketaatan dalam pemberian diet- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

Langkah Promotif/PreventifMalnutrisi energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial. Tindakanpencegahan bertujuan untuk mengurangi insidens dan menurunkan angka kematian.Oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut,maka untuk mencegahnya dapat dilakukan beberapa langkah, antara lain:- Pola makanPenyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlahkarbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan beratbadan)- Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala (sebulansekali pada tahun pertama)- Faktor sosialMencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentuyang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat menyebabkan terjadinyaMEP.- Faktor ekonomiDalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan bahwameningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnyapersediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisispangan, sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat lanjutannya. Ditekankanpula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di samping kuantitasnya.- Faktor infeksiTelah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajatapapun dapat memperburuk keadaan status gizi. MEP, walaupun dalam derajat ringan,menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.

Kepustakaan1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis tata laksana anak gizi buruk: buku II.Jakarta: Departemen Kesehatan; 20032. WHO. Management of severe malnutrition: a manual for physicians and other senior health workers.Geneva:World Health Organization; 1999.3. WHO Indonesia. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten.Jakarta:WHO Indonesia; 2009.