mako ditpolair polda jambi, eks kantor residen jambi

19
1 (TULISAN SEJARAH JAMBI) JUDUL EKS KANTOR RESIDEN JAMBI MENJADI MARKAS KOMANDO DITPOLAIR POLDA JAMBI Ditulis Sebagai Upaya Untuk Memberikan Informasi, Pernyataan Kebanggaan dan Rasa Percaya Diri sebagai warga Jambi AKBP. H. DADANG DJOKO KARYANTO, AMd Mar, SH, SIP, MH. Jambi, April 2015

Upload: woro-handayani

Post on 22-Jul-2015

40 views

Category:

Government & Nonprofit


2 download

TRANSCRIPT

1

(TULISAN SEJARAH JAMBI)

JUDUL

EKS KANTOR RESIDEN JAMBI MENJADI MARKAS

KOMANDO DITPOLAIR POLDA JAMBI

Ditulis Sebagai Upaya Untuk Memberikan Informasi, Pernyataan Kebanggaan

dan Rasa Percaya Diri sebagai warga Jambi

AKBP. H. DADANG DJOKO KARYANTO, AMd Mar, SH, SIP, MH.

Jambi, April 2015

2

SEJARAH SINGKAT PROVINSI JAMBI

dan

CERITA SEJARAH EKS KANTOR RESIDEN

JAMBI MENJADI MAKO DITPOLAIR POLDA

JAMBI

kantor residen Jambi

Oleh (AKBP H.DADANG DJOKO KARYANTO,AMd Mar, SH,SIP,MH)

I.Sejarah Singkat Tentang Kebedaraan Markas

Sejarah singkat tentang kebedaraan markas atau kantor Residen Jambi,

berawal dari keberhasilan kerajaan Belanda dalam menaklukkan dan

menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi, maka pemerintah

Kerajaan Belanda menetapkan bahwa wilayah Jambi sebagai

Keresidenan dan masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie. Residen

Jambi yang pertama O.L Helfrich yang diangkat berdasarkan Surat

Keputusan Gubernur Jenderal Belanda Nomor. 20 tanggal 4 Mei 1906

dan pelantikannya dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 1906. Kekuasaan

kerajaan Belanda atas wilayah Jambi berlangsung ± 36(tiga puluh

enam) tahun karena pada tanggal 9 Maret 1942 terjadi peralihan

3

kekuasaan kepada Pemerintahan Jepang sebagai pemenang dalam

perang kawasan Asia pasifik pada saat itu. Oleh karena itu kantor eks

Residen Jambi menjadi saksi sejarah yang tidak kalah pentingnya

dalam membuka tabir asal usul pemerintahan di Jambi. Sehingga perlu

kiranya gedung tua yang merupakan monumen saksi sejarah Jambi

tersebut dapat dijaga dan dilestarikan, termasuk sebagai bagian cagar

budaya yang berkaitan dengan bangunan bersejarah yang tetap harus

dirawat secara maksimal.

Direktorat polisi perairan Polda Jambi adalah salah satu direktorat

bagian dari Polda Jambi yang sengaja menempati eks Kantor Residen

Jambi pada tanggal 15 Januari 2014, keadaan ini disebabkan karena

hingga saat ini kesatuan tersebut belum memiliki bangunan permanen

sebagai markas direktorat sendiri, oleh karena itu didorong keinginan

untuk melestarikan dan rasa cinta terhadap peninggalan sejarah,

dimana gedung tersebut adalah tempat pertama pemerintahan Jambi

dan pada awalnya dalam keadaan kotor, tidak terawat dengan baik,

maka Ditpolair berinisiatif memugar dan mencoba merawat secara

maksimal tanpa merubah konsep aslinya, sehingga terlihat pada saat ini

dalam kondisi yang elok, bersih, terawat dan asri, dengan tampilan

klasik seperti wajah awal dimana gedung tersebut dibangun. Tampilan

jadul dengan ciri kasnya ala bangunan Belanda tahun 1906, dan luar

biasa klasiknya.

II.Sekelumit Cerita Sejarah Pemuda Jambi.

Sekelumit Cerita Sejarah Ketika Pemuda Jambi Menodong Bung Hatta.

Pemekaran wilayah yang marak setelah reformasi bergulir, boleh jadi

memiliki kesamaan alasan dan latar belakang dengan pemekaran yang

terjadi pada dekade pertama kemerdekaan Indonesia. Perlunya putra

daerah yang berkiprah di tanah sendiri dan peranan pemuda Jambi lebih

4

dominan, misalnya. Kondisi yang demikian menjadikan 2(dua) hal itu

menjadi dinamika menjelang lahirnya Provinsi Jambi pada tanggal 6

Januari 1957, merujuk 58 tahun yang lalu. Sejak digabungkannya

Keresidenan Sumatera Barat, Riau dan Jambi dalam Provinsi Sumatera

Tengah, pada tahun 1948, adalah merupakan tonggak penting dalam

sejarah Jambi. Terlebih, sebelumnya ada keinginan agar Jambi

dimasukkan kedalam Keresidenan Sumatera Selatan. Namun pada

akhirnya, setelah perundingan dilakukan dan alotnya pembicaraan pada

saat pembahasan, pemungutan suara Komite Nasional Indonesia

Sumatera yang bersidang di Bukittingi, yang pada akhirnya sepakat dan

memutuskan bahwa Jambi adalah bagian dari Sumatera Tengah.

Keinginan itu rupanya tetap tumbuh. Mengutip pernyataan Gusti Asnan

dalam "Berpisah untuk Bersatu Dinamika Pemekaran Wilayah di

Sumatera Tengah pada Tahun 1950-an". Ada sejumlah penyebab

yang membuat Jambi ingin menjadi bagian wilayah Provinsi Sumatera

Selatan. Asnan menyirat bahwa ucapan Raden Mohammad Shadak,

adalah seorang anggota Partai Indonesia Raya (PIR). Menurut bapak

Mohammad Shadak, secara kekeluargaan (sosial), adat-istiadat,

budaya, perhubungan, dan lain-lain, sudah barang tentu adalah pada

tempatnya Jambi lebih dekat dan termasuk bagian dari Sumatera

Selatan. Demikian disampaikan karyawan Djambische Volksbank (bank

di Jambi ketika itu) pada sebuah ceramah di Jambi, 27 Desember 1952.

Itu satu hal. Persoalan lain adalah perasaan tidak puas terhadap

Sumatera Barat. Di masa itu, Sumatra Barat memang dominan di

Sumatera Tengah. Dominasi elitenya itu nampak pada posisi penting

dalam pemerintahan daerah. Dalam tulisannya yang lain, bapak Gusti

Anan yang juga Guru Besar Sejarah Universitas Andalas

"Regionalisme, Historiografi, dan Pemetaan Wilayah: Sumatera

Barat Tahun 1950-an" dengan gamblang menbedahnya. Kata dia,

5

gubernur pertama adalah orang Sumatera Barat dan 20 diantara 29

anggota Dewan Perwakilan Daerah Sumatera Tengah (DPRST) adalah

wakil Sumatera Barat. Sementara itu, beberapa wakil dari Riau dan

Jambi juga berasal dari Sumatera Barat. Selain itu, 4 dari 6 anggota

Dewan Eksekutif Provinsi adalah orang Sumatera Barat, termasuk

ketuanya. Tentunya kondisi yang demikian membuat situasi dan

suasana kecemburuan terhadap masyarakat Jambi, yang timbul ketika

itu adalah hal yang lumrah terjadi pada waktu itu. Kemudian situasi

yang penuh ketimpangan, cemburu atas peran Sumbar (Sumatera

Barat) yang lebih dominan, tidak sampai memicu situasi konflik kontak

fisik yang kini lebih dikenal dengan istilah SARA. Pada kenyataanya,

dominasi tersebut juga dikeluhkan dan dikemukakan oleh rakyat Riau.

Mereka kemudian berinisiatif dan ingin memisahkan diri dari Sumatera

Tengah. Sehingga dinamika ketidakpuasan itu, terekam di surat kabar

Haluan. Surat Kabar pada edisi tanggal 15 Desember 1952, tersebut

memuat aksi rakyat Jambi yang membuat pernyataan dan naskah

resolusi. Itulah afirmasi pertama yang disampaikan secara tegas dalam

menggugat keberadaan Sumatera Tengah. "Resolusi itu adalah

pernyataan pertama yang menuntut agar Provinsi Sumatera Tengah

dipecah," tulis Gusti Anan, yang lahir di Pasaman, Sumatera Barat.

Menurutnya, ada dua alasan yang dikemukakan oleh penandatangan

resolusi itu. 1(Pertama) Tokoh-tokoh Jambi yang selama ini menjadi

bupati akan diganti. Bupati M Kamil, misalnya akan diganti dengan

bupati baru. 2(Kedua) Bukittinggi disebut-sebut telah menganaktirikan

rakyat Jambi. Hal ini ditegaskan dengan pernyataan, selama daerah

Jambi masuk Provinsi Sumatera Tengah perhubungan semakin sulit.

"Perjalanan dari Jambi ke Bukittinggi bisa ditempuh dalam waktu dua

minggu, dan bila musim penghujan tiba, bisa ditempuh dalam waktu

satu bulan menurut ketrangan bapak Gusti Anan.

6

Kekecewaan akan infrastruktur ini yang mengingatkan kita pada jalan

Jambi-Kerinci yang dulu acap dikeluhkan oleh masyarakat setempat.

Sehingga tak heran pada masa itu sempat timbul wacana untuk

wilayah Kerinci ingin menjadi provinsi sendiri, terpisah dari Provinsi

Jambi. Seiring waktu, keinginan Jambi untuk menjadi provinsi sendiri

kian kuat. Di sinilah peran pemuda membuahkan hasil. Himpunan

Pemuda Merangin Batanghari dan Front Pemuda Jambi (FROPEJA)

pada 10 April 1954 membuat pernyataan bersama yang kemudian

diserahkan langsung kepada Bung Hatta.

Wakil Presiden RI yang pertama Bung Hatta menerima resolusi pada

waktu itu, yang keberadaan beliau pada saat ia hadir di di kota Bangko.

Tak sampai di situ, klimaksnya pada kongres rakyat Jambi tanggal 14-

s.d 18 Juni 1955 di gedung bioskop Murni terbentuklah wadah

perjuangan Rakyat Jambi bernama Badan Kongres Rakyat Djambi

(BKRD). Dan lagi-lagi peran pemuda Jambi bergerak untuk

memperjuangkan terkait kemandirian wilayah Jambi agar berpisah dari

wilayah Sumatra Tengah. Keberadaan kongres Pemuda se-Jambi pada

tanggal 2-5 Januari 1957 mendesak BKRD menyatakan Keresidenan

Jambi secara de facto menjadi Provinsi selambat-lambatnya pada

tanggal 9 Januari 1957. Singkat cerita, pada tanggal 9 Agustus 1957

Presiden Soekarno akhirnya menandatangani UU Darurat Nomor. 19

tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan

Jambi.

Mengutip pernyataan bapak Usman Meng, kendati dejure Provinsi

Jambi ditetapkan dengan UU Darurat 1957 dan kemudian UU Nomor.

61 tahun 1958 tetapi dengan pertimbangan sejarah asal-usul

pembentukannya oleh masyarakat Jambi melalui BKRD maka tanggal

Keputusan BKRD jatuh pada tanggal 6 Januari 1957 ditetapkan

7

sebagai hari jadi Provinsi Jambi. Kemudian Bioskop Murni merupakan

saksi Sejarah sebagai tempat pengungkapan dan pernyataan Deklarasi

Sayang seribu kali saying kini tempat tersebut sudah dirombak, dan

saksi bersejarah Jambi tidak tampak lagi bekas-bekasnya sebagai

peninggalan cagar budaya. Semua hilang dimakan renovasi yang

mengesampingkan arti pentingnya nilai budaya dan sejarah para pendiri

bangsa. Tokoh sejarah dan budayawan Jambi, bapak Junaidi T Nor

banyak menceritakan fungsi pentingnya dari gedung itu yakni menjadi

tempat rapat Badan Kongres Rakyat Jambi (BKRJ). "Jadi di sanalah

seluruh utusan dari Jambi Ulu dan Jambi Ilir serta Jambi Praja," ujar

bapak Junaidi. Pak Junaidi menjelaskan bahwa Jambi Ulu yang pada

saat ini berubah menjadi Batanghari dan Ilir menjadi Merangin,

sedangkan Jambi Praja adalah Kota Jambi. Itu sesuai dengan

perkembangan pada masing-masing wilayah. Di gedung tersebut terjadi

pembicaraan serius dimana puluhan pemuda berembuk untuk

menentukan pemisahan wilayah Jambi dari Sumatera Tengah. Mereka

menyusun persiapan deklarasi pendirian provinsi Jambi yang kemudian

ditembuskan pada pemerintah pusat Republik Indonesia. "Bicara politik,

kelompok tapi belum membicarakan siapa yang memimpin Jambi,"

katanya. Pak Junaidi menjelaskan kenapa pada saat itu Bioskop Murni

dipakai sebagai tempat musyawarah bagi pemuda Jambi. Alasannya

beliau(Pak Junaidi) mengatakan tempat itu merupakan tempat

strategis karena, kantor residen gubernur, kantor walikota dan kantor

bupati terletak di sekitar daerah itu.

III.Catatan H.Zaihifni Ishak (Daun Sekejut)

Catatan dari bapak H.Zaihifni Ishak (Daun Sekejut), menurut

keterangan ahli sejarah, mungkin hanya sebagian masyarakat yang mengerti.

itupun Jika ada kebanyakan masyarakat hanya mengetahui melalui buku-buku

8

dan referensi lainnya. Misalnya, sejarah Provinsi Jambi hampir sebagian

masyarakat belum mengetahui secara pasti sejarah tersebut. Berikut catatan

kecil seorang pemerhati sejarah dan pemerintahan Jambi, yaitu bapak H Zaihifni

Ishak (Daun Sekejut). Dalam catatan kecil pria yang kini berumur 80 tahun itu,

ada pertanyaan pertama tentang apa makna Sepucuk Jambi Sembilan Lurah itu

sebenarnya? Menurut dia, semboyan Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, adalah

satu kalimat yang tidak bisa dipisah karena istilah itu merupakan suatu satu

kesatuan. Istilah Sepucuk Jambi Sembilan Lurah sebenarnya berasal dari

perkataan Kepoentyak Djambi Sembilan Loerah.

“Kepoentjak Jambi Sembilan Loerah itu ialah suatu daerah sebelah atas dari

daerah tujuh koto dan sembilan koto. Jadi, daerah Kepoentjak Djambi Sembilan

Loerah itu termasuk Kerajaan Jambi pada zaman dahulu. Tetapi sekarang tidak

masuk ke dalam Provinsi Jambi. Bahkan, menyebutkan Sepucuk Jambi

Sembilan Lurah sama dengan Provinsi Jambi sekarang adalah suatu kesalahan

besar,” cetusnya. Masih dalam catatannya, terkait Meriam Si Jimad dan Gong

Sitimang Jambi. Kata dia Meriam Si Jimad adalah lambang Suku Kedipan

(Orang Kayo Kedataran) yang bertempat tinggal di Petajen. Sedangkan

Gong Setimang Jambi adalah lambang bangsawan suku perban yang

diketuai oleh Orang Kayo Pingai. “Yang diketahui bahwa Orang Kayo Pingai

bertempat tinggal di daerah Jebus. Andai kata ada orang yang mengatakan

Meriam Si Jimad dan Gong Sitimang Jambi adalah lambang Kota Madya Jambi,

perlu ditanyakan kepada orang yang membuat lambang Kota Madya itu,”

katanya. Berikutnya, kata dia terkait yang dikatakan Kerajaan Jambi. Menurut

beliau, yang termasuk Kerajaan Jambi dulu adalah VII Koto dan IX Koto,

Jebus, Air Hitam, Petajen, Marosebo dan Pucuk Jambi Sembilan Lurah.

“Dengan demikian berarti Sepucuk Jambi Sembilan Lurah itu adalah sebagian

Kerajaan Jambi dulu dan juga Pucuk Jambi Sembilan Lurah itu tidak identik

dengan Provinsi Jambi saat ini,” berdasarkan pernyataanya. Terakhir kalinya,

9

kata bapak Daun Sekejut terkait asal mula kata Jambi. Menurut cerita, ada

seorang putri yang bernama Putri Pinang Masak diikuti oleh ketiga saudaranya

datang ke tempat yang sekarang, bernama Kota Jambi. Pada waktu itu, nama

tempat itu bukanlah Jambi. Di bawah pimpinan Putri Pinang Masak, kerajaannya

makin makmur, pedagang-pedangan keliling menyebarkan keharuman ke mana-

mana. Di antara pedagang-pedagang itu ada yang datang dari Mataram. Setelah

ia kembali ke Mataram iya menceritakan kekagumannya atas kecerdasan Putri

Pinang Masak.

Raja Mataram setelah mendengar cerita itu menyebutnya dengan sebutan nama

Putri Djambe. Sejak itu kerajaan itu juga disebut Kerajaan Jambe. “Jadi, kata

Jambi itu berasal dari kata Jambe yang di dalam bahasa Jawa artinya pinang,”

cetusnya. Lebih lanjut ia menjelaskan, pada mulanya kerajaannya yang

dinamakan Jambe berubah juga ibukotanya menjadi Jambe. “Itulah sebabnya

Jambi menjadi nama provinsi dan juga Jambi menjadi nama ibukota provinsi,”

katanya.

Sekarang pertanyaanya, kapan berdirinya Kerajaan Jambi itu dan kapan

munculnya nama ibukota Jambi. Menurut dia, hingga kini belum ada data-data

yang bisa dipegang untuk menentukan kapan timbulnya Kota Jambi itu. Perlu

diketahui bahwa tulisan-tulisan controller dan residen pada zaman Belanda,

didasarkan kepada pendengarannya dari omongan-omongan rakyat biasa. “Kita

tidak bisa atau belum bisa menentukan dengan tepat kapan tanggal pasti

tercetusnya nama “Jambi” itu, baik untuk provinsi ataupun Kota Jambi,” sebutnya.

“Mungkin nanti pada suatu masa ada orang yang dapat menunjukkan bukti-bukti

baik berupa tulisan maupun dengan seloko adat ataupun dengan tembo-tembo

lama. Yang dapat kita pegang sebagai data yang akurat untuk menentukan

permulaan timbulnya kata Jambi untuk provinsi maupun untuk Kota Jambi,

10

IV. Tentang Provinsi Jambi

Perlu kita ketahui bersama bahwa pada logo Provinsi Jambi yang telah

ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 1969 dantertera

kalimat Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Kemudian beberapa symbol

dan lambang Daerah antara lain adalah sebagai berikut;

1. Bidang dasar persegi lima :

Melambangkan jiwa dan semangat PANCASILA Rakyat Jambi;

2. Enam lobang mesjid dan satu keris serta fondasi mesjid dua susun

batu diatas lima dan dibawah tujuh : Melambangkan berdirinya

daerah Jambi sebagai daerah otonom yang berhak mengatur

rumahtangganya sendiri pada tanggal 6 Januari 1957;

3. Sebuah mesjid : Melambangkan keyakinan dan ketaatan Rakyat

Jambi dalam beragama;

4. Keris Siginjai :Keris Pusaka yang melambangkan kepahlawanan

Rakyat Jambi menentang penjajahan dan kezaliman

menggambarkan bulan berdirinya Provinsi Jambi pada bulan

Januari;

5. Cerana yang pakai kain penutup persegi sembilan :

Melambangkan Keiklasan yang bersumber pada keagungan

Tuhan menjiwai Hati Nurani;

6. GONG : Melambangkan jiwa demokrasi yang tersimpul dalam

pepatah adat "BULAT AIR DEK PEMBULUH, BULAT KATO DEK

MUFAKAT";

7. EMPAT GARIS : Melambangkan sejarah rakyat Jambi dari

kerajaan Melayu Jambi hingga menjadi Provinsi Jambi;

8. Tulisan yang berbunyi: "SEPUCUK JAMBI SEMBILAN LURAH"

didalam satu pita yang bergulung tiga dan kedua belah ujungnya

bersegi dua melambangkan kebesaran kesatuan wilayah geografis

11

9 (Sembilan) DAS (daerah aliran sungai) dan lingkup wilayah adat

dari Jambi : "SIALANG BELANTAK;

9. BESI SAMPAI DURIAN BATAKUK RAJO DAN DIOMBAK NAN

BADABUR, TANJUNG JABUNG".

V. Sejarah Berdirinya Provinsi Jambi

Dengan berakhirnya masa kesultanan Jambi menyusul gugurnya

Sulthan Thaha Saifuddin pada tanggal 27 April 1904 dan berhasilnya

Belanda menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi, maka Jambi

ditetapkan sebagai Keresidenan dan masuk ke dalam wilayah

Nederlandsch Indie. Residen Jambi yang pertama O.L Helfrich yang

diangkat berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20

tanggal 4 Mei 1906 dan pelantikannya dilaksanakan tanggal 2 Juli 1906.

Kekuasan Belanda atas Jambi berlangsung ± 36 tahun karena pada

tanggal 9 Maret 1942 terjadi peralihan kekuasaan kepada Pemerintahan

Jepang. Dan pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah pada sekutu.

Tanggal 17 Agustus 1945 diproklamirkanlah Negara Republik Indonesia.

Sumatera disaat Proklamasi tersebut menjadi satu Provinsi yaitu

Provinsi Sumatera dan Medan sebagai ibukotanya dan MR. Teuku

Muhammad Hasan ditunjuk memegangkan jabatan Gubernurnya.

Pada tanggal 18 April 1946 Komite Nasional Indonesia Sumatera

sedang menyelenggarakan kegiatan sidang di Bukittinggi dan

memutuskan agar Provinsi Sumatera terdiri dari tiga Sub Provinsi yaitu

Sub Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.

Sub Provinsi Sumatera Tengah mencakup keresidenan Sumatra Barat,

Riau dan Jambi. Tarik menarik Keresidenan Jambi untuk masuk ke

Sumatera Selatan atau Sumatera Tengah ternyata cukup alot dan

akhirnya ditetapkan dengan pemungutan suara pada Sidang KNI

Sumatera tersebut dan Keresidenan Jambi masuk ke Sumatera Tengah.

12

Sub-sub Provinsi dari Provinsi Sumatera ini kemudian dengan undang-

undang nomor 10 tahun 1948 ditetapkan sebagai sub Provinsi.

Dengan UU.No. 22 tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan

Daerah keresidenan Jambi saat itu terdiri dari 2 (dua) Kabupaten dan 1

(satu) Kota Praja Jambi. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah

Kabupaten Merangin yang mencakup Kewedanaan Muara Tebo, Muaro

Bungo, Bangko dan Batanghari terdiri dari kewedanaan Muara Tembesi,

Jambi Luar Kota, dan Kuala Tungkal. Masa terus berjalan, banyak

pemuka masyarakat yang ingin keresidenan Jambi untuk menjadi

bagian Sumatera Selatan dan dibagian lain ada yang ingin tetap bahkan

ada yang ingin berdiri sendiri. Terlebih dari itu, wilayah Kerinci juga

dikehendaki untuk masuk Keresidenan Jambi, karena sejak tanggal 1

Juni 1922 Kerinci yang tadinya bagian dari Kesultanan Jambi

dimasukkan ke keresidenan Sumatera Barat tepatnya jadi bagian dari

Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci (PSK)

Tuntutan keresidenan Jambi menjadi daerah Tingkat I Provinsi diangkat

dalam Pernyataan Bersama antara Himpunan Pemuda Merangin

Batanghari (HP.MERBAHARI) dengan Front Pemuda Jambi (FROPEJA)

Pada tanggal 10 April 1954 yang diserahkan langsung Kepada Bung

Hatta Wakil Presiden di Bangko, yang ketika itu berkunjung kesana.

Penduduk Jambi saat itu tercatat kurang lebih 500.000 jiwa (tidak

termasuk Kerinci).

Keinginan tersebut diwujudkan kembali dalam Kongres Pemuda se-

Daerah Jambi pada tanggal 30 April s.d 3 Mei 1954 dengan mengutus

3(tiga) orang delegasi yaitu Rd. Abdullah, AT Hanafiah dan H. Said serta

seorang penasehat delegasi yaitu Bapak Syamsu Bahrun guna

menghadap Mendagri Prof. DR.MR Hazairin.

Berbagai kebulatan tekad setelah itu bermunculan baik oleh gabungan

parpol, Dewan Pemerintahan Marga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

13

Merangin, Batanghari. Puncaknya pada kongres rakyat Jambi pada

tanggal 14 s.d 18 Juni 1955 di gedung bioskop Murni terbentuklah

wadah perjuangan Rakyat Jambi bernama Badan Kongres Rakyat

Djambi (BKRD) untuk mengupayakan dan memperjuangkan Jambi

menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi Jambi.

Pada Kongres Pemuda se-daerah Jambi tanggal 2 s.d 5 Januari 1957

mendesak BKRD menyatakan Keresidenan Jambi secara de facto

menjadi Provinsi selambat-lambatnya pada tanggal 9 Januari 1957 .

Sidang Pleno BKRD pada tanggal 6 Januari 1957 pukul 02.00 dengan

resmi menetapkan keresidenan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat

I Provinsi yang berhubungan langsung dengan pemerintah pusat dan

keluar dari Provinsi Sumatera Tengah. Dewan Banteng selaku

penguasa pemerintah Provinsi Sumatera Tengah yang telah mengambil

alih pemerintahan Provinsi Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan

Mulyohardjo pada tanggal 9 Januari 1957 menyetujui keputusan BKRD.

Pada tanggal 8 Februari 1957 Ketua Dewan Banteng Letkol Ahmad

Husein melantik Residen Djamin gr. Datuk Bagindo sebagai acting

Gubernur dan H. Hanafi sebagai wakil Acting Gubernur Provinsi Djambi,

dengan staff 11(sebelas) orang yaitu Nuhan, Rd. Hasan Amin, M.

Adnan Kasim, H.A. Manap, Salim, Syamsu Bahrun, Kms. H.A.Somad.

Rd. Suhur, Manan, Imron Nungcik dan Abd Umar yang dikukuhkan

dengan SK No. 009/KD/U/L KPTS. tertanggal 8 Februari 1957 dan

sekaligus meresmikan berdirinya Provinsi Jambi di halaman rumah

Residen Jambi (kini Rumah dinas Gubernuran Jambi).

Pada tanggal 9 Agustus 1957 Presiden RI Ir. Soekarno akhirnya

menandatangani di Denpasar Bali. UU Darurat No. 19 tahun 1957

tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi.

Dengan UU No. 61 tahun 1958 tanggal 25 Juli 1958 UU Darurat No. 19

Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah Sumatera Tingkat I

14

Sumatera Barat, Djambi dan Riau. (UU tahun 1957 No. 75) sebagai

Undang-undang.

Dalam UU No. 61 tahun 1958 disebutkan pada pasal 1 hurup b, bahwa

daerah Swatantra Tingkat I Jambi wilayahnya mencakup wilayah daerah

Swatantra Tingkat II Batanghari, Merangin, dan Kota Praja Jambi serta

Kecamatan-Kecamatan Kerinci Hulu, Tengah dan Hilir.

Kelanjutan UU No. 61 tahun 1958 tersebut pada tanggal 19 Desember

1958 Mendagri Sanoesi Hardjadinata mengangkat dan menetapkan

Djamin gr. Datuk Bagindo Residen Jambi sebagai Dienst Doend DD

Gubernur (residen yang ditugaskan sebagai Gubernur Provinsi Jambi

dengan SK Nomor UP/5/8/4). Pejabat Gubernur pada tanggal 30

Desember 1958 meresmikan berdirinya Provinsi Jambi atas nama

Mendagri di Gedung Nasional Jambi (sekarang gedung BKOW). Kendati

dejure Provinsi Jambi di tetapkan dengan UU Darurat 1957 dan

kemudian UU No. 61 tahun 1958 tetapi dengan pertimbangan sejarah

asal-usul pembentukannya oleh masyarakat Jambi melalui BKRD maka

tanggal Keputusan BKRD 6 Januari 1957 ditetapkan sebagai hari jadi

Provinsi Jambi, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi

Djambi Nomor. 1 Tahun 1970 tanggal 7 Juni 1970 tentang Hari Lahir

Provinsi Djambi.

Adapun nama Residen dan Gubernur Jambi mulai dari masa kolonial

sampai dengan sekarang adalah sebagai berikut :

Masa Kolonial, Residen Belanda di Jambi adalah sebagai berikut:

1. O.L. Helfrich (1906-1908)

2. A.J.N Engelemberg (1908-1910)

3. Th. A.L. Heyting (1910-1913)

4. AL. Kamerling (1913-1915)

5. H.E.C. Quast (1915 – 1918)

6. H.L.C Petri (1918-1923)

15

7. C. Poortman (1923-1925)

8. G.J. Van Dongen (1925-1927)

9. H.E.K Ezerman (1927-1928)

10. J.R.F Verschoor Van Niesse (1928-1931)

11. W.S. Teinbuch (1931-1933)

12. Ph. J. Van der Meulen (1933-1936)

13. M.J. Ruyschaver (1936-1940)

14. Reuvers (1940-1942)

Tahun 1942 – 1945 Jepang masuk ke Indonesia termasuk Jambi

VI.Masa Kemerdekaan Republik Indonesia

Residen Jambi:

1. Dr. Segaf Yahya (1945)

2. R. Inu Kertapati (1945-1950)

3. Bachsan (1950-1953)

4. Hoesin Puang Limbaro (1953-1954)

5. R. Sudono (1954-1955)

6. Djamin Datuk Bagindo (1954-1957) - Acting Gubernur

Kemudian pada tanggal 6 Januari 1957 BKRD menyatakan Keresidenan

Jambi menjadi sebuah Propinsi. Pada tanggal 8 Februari 1957

peresmian propinsi dan kantor gubernur di kediaman Residen yang

dilakukan oleh Ketua Dewan Banteng. Pembentukan propinsi diperkuat

oleh Keputusan Dewan Menteri tanggal 1 Juli 1957, Undang-Undang

Nomor 1 /1957 dan Undang-Undang Darurat Nomor 19/1957 dan

mengganti Undang-Undang tersebut dengan Undang-Undang Nomor

61/1958.

16

VII. Masa Provinsi Jambi

Gubernur Jambi:

1. M. Joesoef Singedekane (1957-1967)

2. H. Abdul Manap (Pejabat Gubernur 1967-1968)

3. R.M. Noer Atmadibrata (1968-1974)

4. Djamaluddin Tambunan, SH (1974-1979)

5. Edy Sabara (Pejabat Gubernur 1979)

6. Masjchun Sofwan, SH (1979-1989), Drs. H. Abdurrahman Sayoeti

(Wakil Gubernur)

7. Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (1989-1999), Musa (Wakil

Gubernur), Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil Gubernur)

8. DRS. H. Zulkifli Nurdin, MBA (1999-2005), Uteng Suryadiatna

(Wakil Gubernur), Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil Gubernur)

9. DR.Ir. H. Sudarsono H, SH, MA (Pejabat Gubernur 2005)

10. Drs. H. Zulkifli Nurdin, MBA (Gubernur 2005-2010), Drs. H. Antony

Zeidra Abidin (Wakil Gubernur 2005-2010);

11. Hasan Basri Agus (HBA) bersama Fachrori Umar menjadi Gubernur

dan Wakil Gubernur terpilih Provinsi Jambi periode 2010-2015.

VII. Penutup

Demikian sejarah singkat Provinsi Jambi dan sejarah singkat Eks Kantor Residen

Jambi yang sekarang menjadi Markas Komando Polisi Perairan, Kepolisian

Daerah Jambi (DITPOLAIR POLDA JAMBI), sengaja saya sajikan sebagai wujud

nyata kecintaan terhadap masa lampau /sejarah wilayah tercinta dimana kita

semua berpijak dan berkehidupan, dengan semboyan JASMERAH (Jangan

Sekali-kali Meninggalkan Sejarah), dan pada hakekatnya generasi sekarang

berkewajiban untuk melestarikan segala hal menjadi cikal bakal keberadaan

masa lampau pemerintahan di Jambi. Prinsip hidup “INDAHNYA BERBAGI,

17

PENGETAHUAN, PENGALAMAN, DAN PATUT UNTUK DIAMALKAN SERTA

DIBERIKAN KEPADA SIAPA SAJA YANG MAU MENERIMANYA, ILMU

JANGAN DIBAWA SAMPAI MATI”. Semoga bermanfaat amin.

Dirgahayu Propinsi Jambi.

REFERENSI

jambiprov.go.id/diupload pada hari minggu ,05 April 2015, 21:35 wib

rasyajustice.blogspot.com/.diupload hari minggu, 05 April 2015,21.45 wib

jambi.tribunnews.com, Rabu, 7 Januari 2015 20:02,

FOTO EKS KANTOR RESIDEN JAMBI

SEKARANG MENJADI MAKO

DITPOLAIR POLDA JAMBI

18

19