makna narasi tentang konflik kemiskinan,...
TRANSCRIPT
MAKNA NARASI TENTANG
KONFLIK KEMISKINAN,
KETIDAKSETARAAN HAK PENDIDIKAN,
DAN SOLIDARITAS MASYARAKAT MUNA
DALAM FILM JEMBATAN PENSIL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos.)
oleh
Rizka Maftuhah
NIM 11140510000138
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
i
ABSTRAK
Rizka Maftuhah
Makna Narasi tentang Konflik Kemiskinan, Ketidaksetaraan Hak
Pendidikan dan Solidaritas Masyarakat Pulau Muna dalam Film
Jembatan Pensil.
Kemiskinan merupakan masalah yang terjadi di Indonesia.
Setiap tahun angka kemiskinan semakin bertambah. Saat ini persoalan
kemiskinan harus segera dituntaskan. Ketidaksetaraan hak pendidikan
adalah dampak dari kemiskinan. Pendidikan seharusnya menjadi agen
untuk mencerdaskan manusia namun sangat disayangkan masih banyak
masyarakat yang tidak mendapatkannya secara adil.
Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan pertanyaan
penelitian yaitu: Bagaimana struktur narasi awal, tengah dan akhir
dalam film Jembatan Pensil dengan menggunakan teori analisis narasi
Todorov? Apakah pesan yang terkandung dalam film Jembatan Pensil?
Metodologi yang digunakan oleh penulis ialah pendekatan
kualitatif deskriptif. Penulis melakukan observasi teks naskah dan
menonton film Jembatan Pensil untuk mendapatkan data-data. Penulis
melakukan wawancara mendalam dengan penulis naskah film Jembatan
Pensil. Dokumentasi yang digunakan berupa catatan skenario, buku-
buku, jurnal dan data-data dari internet.
Penelitian ini menggunakan analisis narasi model Tzvetan
Todorov. Analisis tersebut menggunakan skema alur awal, tengah dan
akhir. Pada alur awal cerita digambarkan dengan kondisi yang tertib.
Alur tengah merupakan kondisi yang mulai kacau dengan adanya
gangguan. Pada alur akhir cerita dibuat dengan kondisi tentram. Film
ini juga dilengkapi dengan kerangka konsep makna yang terkandung
dalam film Jembatan Pensil ini.
Penemuan dari penelitian dalam Film Jembatan Pensil
digambarkan pada sekolah yang ada di Pulau Muna. Sekolah Towea
menjadi bukti ketidaksetaraan hak pendidikan Indonesia. Akses
pendidikan yang sulit dan rendahnya pengetahuan menjadi kritik sosial
di masyarakat. Selain masalah pendidikan, Pulau Muna juga
mengalami hambatan ekonomi sehingga masyarakat Muna sulit
mengembangkan potensi yang dimilikinya. Sehingga dapat
menurunkan kualitas masyarakat di Pulau Muna.
Kata Kunci: Film Jembatan pensil, Kemiskinan,
Pendidikan, Analisis Narasi dan Alur
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah Subhanu wa Ta’ala. Sang pencipta yang telah memberikan
segala anugerah-Nya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
Sholawat dan salam tak lupa kita sanjungkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa sallam yang telah
memberikan jalan yang terang untuk kita semua. Skripsi ini
merupakan sebuah karunia yang luar biasa bagi penulis untuk
memenuhi tugas akhir sebagai persyaratan mendapatkan gelar
sarjana sosial di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sehubung dengan terselesaikannya skripsi ini. Penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah turut andil dalam penyusunan penelitian ini. Semoga
penelitian ini senantiasa memberikan manfaat bagi penulis dan
pembaca. Dengan rasa hormat, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Suparto, M. Ed, Ph. D
selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Dr. Hj. Roudhonah, M.
Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta Dr.
Suhaimi M. Si selaku Wakil Dekan III Bidang
iii
Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Drs.
Masran, MA dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam Fita Fathurokhmah, M. Si.
3. Siti Nurbaya M. Si, selaku dosen pembimbing skripsi
yang senantiasa sabar dalam memberikan bimbingan dan
arahan hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Dr. Armawati Arbi M. Si, selaku dosen pembimbing
akademik yang telah mengarahkan dan memberikan
nasihat selama menempuh perkuliahan.
5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi beserta staf tata usaha dan karyawan.
6. Seluruh karyawan beserta staf Perpustakaan Utama dan
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Exan Zen selaku penulis naskah film Jembatan Pensil
yang telah mengizinkan penulis untuk meneliti filmnya
serta memberikan data dan informasi yang penulis
butuhkan.
8. Orang tua tercinta, Bapak Abdul Aziz dan Ibu Azizah
yang selalu memberikan semangat serta dukungan moril
dan materil kepada penulis.
9. Sahabat Ideocaffe, Nurul Fadhilah, Dini Khaerani, Siti
Febri, Ovi Eka, Rizka Fauziah, Siti Zahro, Filza Itqiya,
dan Rafiqah yang selalu memotivasi dan menghibur
selama penyusunan skripsi ini.
iv
10. Teman-teman seperjuangan Ayu Rahmawati, Hanifah
Dwi Utami, Amalia Assyifa, Bella Putri, Sulistiyaningsih,
Puput Safinatunnajah, Larasati Satitiputri, dan Azkiyaul
Umami yang telah setia menjadi tempat bertukar pikiran
dan ilmu selama menempuh perkuliahan.
11. Teman-teman KKN MAPAN 088, Anita Aprilia dan
Ahmad Muhajirin yang senantiasa membantu dan berbagi
pengalaman yang dimiliki.
12. Untuk teman-teman KPI C 2014 dan rekan-rekan
mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2014.
13. Serta seluruh pihak yang telah membantu demi kelancaran
penyusunan skripsi ini.
Jakarta, 3 Agustus 2018
Rizka Maftuhah
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ......................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 6
D. Tinjauan Pustaka ............................................................... 7
E. Metode Penelitian .............................................................. 9
F. Waktu Penelitian ............................................................... 13
G. Sistematika Penulisan ........................................................ 13
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP ....... 15
A. Analisis Narasi ................................................................... 15
B. Analisis Narasi Model Todorov ........................................ 18
1. Kondisi Awal Cerita ...................................................... 18
2. Kondisi Pertengahan Cerita ........................................... 21
3. Pemulihan ...................................................................... 25
C. Narasi dalam Film ............................................................. 27
D. Film .................................................................................... 28
1. Pengertian Film ............................................................. 28
2. Jenis-jenis Film ............................................................. 29
3. Film sebagai Media Dakwah ........................................ 32
E. Konsep Kemiskinan ........................................................... 35
vi
F. Ketidaksetaraan Hak Pendidikan ....................................... 37
G. Solidarias Sosial ................................................................ 38
1. Tolong Menolong ......................................................... 40
2. Kepeduliaan Sosial ....................................................... 41
BAB III GAMBARAN UMUM....................................................... 43
A. Sinopsis Film Jembatan Pensil .......................................... 43
B. Pemeran Film Jembatan Pensil .......................................... 45
C. Produksi Film Jembatan Pensil ......................................... 53
BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISIS ................................ 56
A. Analisis Alur Awal Cerita pada Film Jembatan Pensil ...... 56
B. Analisis Alur Tengah Cerita pada Film Jembatan Pensil..... 65
C. Analisis Alur Akhir Cerita pada Film Jembatan Pensil ....... 70
D. Pesan Solidaritas dalam Film Jembatan
Pensil ................................................................................... 73
E. Interpretasi Penelitian .......................................................... 89
BAB V PENUTUP ............................................................................ 94
A. Kesimpulan ........................................................................ 94
B. Saran .................................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 97
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 : Didi Mulya ................................................................. 45
Gambar 3.2 : Azka Marzuki .............................................................. 46
Gambar 3.3 : Angger Bayu ............................................................... 46
Gambar 3.4 : Nayla D. Purnama ....................................................... 47
Gambar 3.5 : Permata Jingga ................................................. ........... 48
Gambar 3.6 : Vickram Priyono .............................................. ........... 48
Gambar 3.7 : Kevin Julio ....................................................... ........... 49
Gambar 3.8 : Alisia Rininta.................................................... ........... 50
Gambar 3.9 : Agung Saga ...................................................... ........... 50
Gambar 3.10 : Andi Bersama ................................................ ........... 51
Gambar 3.11: Merriam Bellina .............................................. ........... 52
Gambar 3.12: Deden Bagaskara ............................................. ........... 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini kemajuan pesat terjadi pada bidang teknologi dan
komunikasi. Pesan yang disampaikan komunikator kepada
komunikan tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Pesan memiliki
makna yang luas, tidak sebatas informasi dan berita saja. Hal
tersebut mempermudah manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Media penyampaian pesan semakin mengembangkan inovasinya
melalui film, novel, koran, website, dan lain sebagainya.
Film merupakan media komunikasi berupa gambar dan
suara yang menghasilkan sebuah perpaduan yang seimbang.
Fungsi film yaitu sebagai media edukasi, persuasi, hiburan, dan
informasi. Film juga diartikan sebagai hasil budaya dan alat
ekspresi kesenian.1 Hasil produksi sebuah film tersebut menjadi
suatu ungkapan atas realitas yang terjadi. Karya film yang
diproduksi memiliki unsur pesan yang akan disampaikan kepada
penontonnya.
Film menjadi salah satu sarana untuk menyampaikan pesan
yang digambarkan dalam alur cerita berupa adegan-adegan pada
sebuah narasi. Dalam buku Komunikasi Antarmanusia, Devito
mengatakan, isyarat mempunyai kebebasan makna, mereka tidak
memiliki karakter atau sifat dari benda atau hal yang mereka
gambarkan, suatu kata memiliki arti atau makna yang mereka
1 Onong Uchjana Effendy, Televisi Siaran, Teori dan Praktek
(Bandung: Alumni, 1986), h. 239.
2
gambarkan, karena kitalah yang secara bebas menentukan arti
atau maknanya.2 Narasi adalah representasi dari peristiwa-
peristiwa atau rangkaian dari peristiwa-peristiwa.3 Hal tersebut
terlihat dari rangkaian cerita yang digambarkan dalam sebuah
film. Karakteristik yang dimiliki yaitu alur, latar serta
penokohan. Pada penelitian ini subjek yang dikaji adalah film
Jembatan Pensil dengan menggunakan kajian analisis narasi.
Pada penelitian ini mengambil permasalahan yang ada
pada sebuah film Jembatan Pensil. Film yang mengambil latar
tempat di daerah pelosok yang kurang mendapat perhatian
masyarakat Indonesia ini, namun keindahannya membuat kagum
akan kebesaran Sang Pencipta. Pulau Muna yang berada di
Sulawesi Tenggara memiliki sebuah sekolah yang
memprihatinkan. Hal tersebut menggambarkan pendidikan di
pelosok Indonesia yang kurang mendapat perhatian oleh pemilik
kebijakan. Hal menarik dari film ini yaitu adanya perbedaan dari
film bertema sejenis yang mengaitkan kemiskinan lalu hidup di
pelosok kemudian putus asa dan pergi ke kota untuk mencari
kehidupan yang lebih baik. Film ini justru memberikan gambaran
tentang kegigihan dan usaha untuk tetap bertahan dalam keadaan
terpuruk. Lokasi pembuatan film ini berada di pulau yang terletak
di Sulawesi bagian Tenggara. Pulau tersebut merupakan bagian
dari wilayah Indonesia yang jarang menjadi sorotan dalam
2 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia (Tangerang:
Karisma Publishing Group, 2011), h. 131. 3 Eriyanto, Analisis Naratif (Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), h. 2.
3
industri film di Indonesia. Karakter pemeran pada film ini juga
menjadi kemenarikan tersendiri dalam penokohannya. Didi
Mulya sebagai aktor baru harus berperan sebagai pemeran utama
dan menjadi tokoh down syndrome. Tokoh utama ini menjadi inti
cerita serta menggeser keberadaan aktris dan aktor terkenal
seperti Kevin Julio, Alisia Rininta, dan Merriam Bellina.
Kemiskinan menjadi permasalahan mendasar yang
menyebabkan ketidakmampuan masyarakat untuk merubah
nasibnya dalam arti meningkatkan kesejahteraan hidup.4 Meski di
tengah kemiskinan yang dialami merekapun dan menepiskan
harapan untuk bisa memiliki kehidupan yang sama dengan
masyarakat yang lain. Hal demikian, membuat anak-anak itu
menjadi perlu memperjuangkan hak mereka terutama pada
bidang pendidikan.
Saat orang-orang sudah berada pada kenikmatan hidup dan
canggihnya teknologi. Anak-anak di daerah tersebut harus susah
payah dan berjuang demi mendapatkan apa yang mereka inginkan
dengan usaha yang keras. Lima sekawan ini mempertaruhkan
nyawa mereka demi sampai ke sekolah untuk belajar. Namun,
jika kita telusuri tak sedikit anak-anak yang menyia-nyiakan
pendidikan yang mapan hanya karena sebuah kemalasan.
Masyarakat Pulau Muna memiliki matapencaharian sebagai
nelayan. mereka membudidayakan hasil laut dari tanah
kelahirannya. Para nelayan juga bergotong royong untuk
mendapatkan hasil laut yang berkulitas. Cerita dalam film
4 Hartomo Dkk, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), h. 209.
4
Jembatan Pensil terdapat pula unsur jalinan ukhuwwah
antarmanusia yang ditonjolkan dalam film tersebut. Masyarakat
yang saling membantu juga terdapat persahabatan yang terjalin
antara anak-anak di Pulau Muna dalam menuntut ilmu dan
meraih cita-cita. Anak-anak terkadang menjadikan ajang
persahabatan untuk hal-hal yang mengandung mudharat. Film ini
menggambarkan tentang persahabatan yang semestinya dipupuk
oleh kesederhanaan dan kesetiaan. Penggambaran karakter pada
film ini diperankan oleh aktris dan aktor Indonesia. Selain itu
juga film ini memperkenalkan para pemeran baru di dunia peran.
Meskipun demikian, sangat disayangkan film edukasi dan
mengandung nilai moral ini kurang diminati oleh masyarakat
Indonesia sehingga pesan tidak banyak sampai ke masyarakat.
Konflik yang terjadi memang terlihat jelas dalam film ini
yaitu ketidaksetaraan hak pendidikan bagi masyarakat Indonesia.
Isu tersebut juga diangkat dalam film ini lengkap dengan
penggambaran sekolah gratis beralaskan pasir, murid seadanya,
dan bangunan yang jauh dari layak.5 Masalah pendidikan yang
harus lebih diperhatikan lagi. Film yang dibintangi oleh Kevin
Julio ini juga terdapat makna yang sangat penting yaitu mengenai
sebuah kesetiakawanan terhadap sesama serta ikhtiar untuk
mendapatkan apa yang diinginkan.
Analisis narasi model Todorov menjelaskan struktur cerita
awal sampai akhir. Model ini menggambarkan sebuah cerita yang
5 http://mediaindonesia.com/news/read/121624/belajar-cinta-
kasih-dari-jembatan-pensil/2017-09-09 diakses pada 03 Maret 2018
pukul 19.45.
5
berawal dari keseimbangan kemudian kekacauan dan
keseimbangan. Penulis menganalisis konflik cerita film Jembatan
Pensil menggunakan analisis narasi model Todorov.
Berdasarkan beberapa alasan di atas, penulis tertarik
untuk mengambil judul “Makna Narasi tentang Konflik
Kemiskinan, Ketidaksetaraan Hak Pendidikan dan
Solidaritas Masyarakat Pulau Muna dalam Film Jembatan
Pensil”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah maka penulis membatasi
penelitian ini pada narasi tentang kemiskinan,
ketidaksetaraan hak pendidikan dan solidaritas yang
terdapat dalam film Jembatan Pensil. Penelitian ini dibatasi
hanya dengan mengkaji pesan yang terdapat pada isi teks
narasi dialog dari film Jembatan Pensil. Film berdurasi 90
menit dan naskah film sebanyak 97 lembar halaman.
Naskah film Jembatan Pensil ini dikaji dengan
menggunakan analisis narasi model Todorov. Model
tersebut menerapkan tiga tahap yaitu tahap awal yang
berisikan gambaran awal cerita, tahap tengah (kekacauan)
yaitu tahap timbulnya konflik dalam sebuah cerita dan
tahap akhir tentang penyelesaian konflik yang terjadi.
2. Rumusan masalah
a. Bagaimana narasi pada alur cerita awal, tengah, dan
akhir pada film Jembatan Pensil?
6
b. Apa pesan yang ingin disampaikan penulis dalam
film Jembatan Pensil?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan
pada bagian sebelumnya, oleh karena itu tujuan dari
penelitan yang ingin dicapai adalah:
a. Untuk menggambarkan narasi alur awal, tengah, dan
akhir dalam film Jembatan Pensil.
b. Untuk mengetahui pesan yang terkandung dalam film
Jembatan Pensil.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat yaitu:
a. Secara Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi perkembangan ilmu komunikasi,
berkaitan dengan penelitian kualitatif mengenai analisis
naratif dan memberikan pemahaman kepada mahasiswa,
khususnya mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Penulis juga mengharapkan agar penelitian
ini dijadikan pengetahuan tentang analisis narasi makna
yang terkandung dalam film Jembatan Pensil kepada
pembaca mengenai bentuk usaha yang dilakukan untuk
meraih cita-cita dan juga memberikan pengetahuan
mengenai makna kesetiakawanan sosial dalam
kehidupan sehari-hari.
7
b. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
wawasan dan nilai positif bagi para mahasiswa dalam
bidang penyiaran seperti pembuatan naskah film dan
berkontribusi dalam industri perfilman Indonesia.
Penulis berharap agar penelitian ini berguna untuk
menambah ilmu tentang narasi film atau menjadi
referensi untuk penelitian selanjutnya bagi para
mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
D. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini peneliti juga menggunakan beberapa
penelitian yang memiliki persamaan dan perbedaan dengan
penelitian ini. Adapun judul tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama “Korupsi dalam Film” oleh Rhafidilla Vebrynda
tahun 2014, Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian tersebut memiliki
persamaan dengan penelitian ini dalam objek penelitian. Namun,
penelitian ini memiliki perbedaan dari segi metode analisis.
Penelitian ini menggunakan analisis narasi model Todorov
sedangkan penelitian yang dilakukan Rhafidilla menggunakan
model Aktan dan oposisi segi empat Algirdas.6
Penelitian Devi Kharisma dan Ira Dwi Mayangsari tahun
2018, Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan
Bisnis, Universitas Telkom yang mengangkat penelitian “Analisis
6 Rhafidilla Vebrynda, “Korupsi dalam Film” (Jurnal Ilmu
Komunikasi, Volume 11, Nomor 2, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, 2014).
8
Naratif Tzvetan Todorov dalam Film Moana sebagai
Representasi Kesetaraan Gender” penelitian ini memiliki
perbedaan, peneliti tersebut meneliti film animasi Moana dan
penelitian ini meneliti film Jembatan Pensil. Peneliti mengkaji
tentang ikhtiar dan solidaritas sementara penelitian Devi dan Ira
tidak, mereka merepresentasikan kesetaraan gender pada film
Moana. Persamaannya yaitu menggunakan pendekatan dan model
analisis naratif yang sama yaitu model Tzvetan Todorov. 7
Penelitian Lilik Kustanto 2015, Jurusan Televisi, Fakultas
Seni Media dan Rekam, Institut Seni Indonesia yang melakukan
penelitian tentang “Analisis Narasi Kemiskinan dalam Program
Reality Televisi “Pemberian Misterius” di Stasiun SCTV”. Pada
penelitian ini memiliki perbedaan dan persamaan dengan
penelitian yang peneliti lakukan. Perbedaan penelitian tersebut
dengan penelitian ini ialah dari segi objek penelitian. Pada
penelitian Lilik menggunakan objek program reality show pada
stasiun televisi sedangkan penelitian ini menggunakan film
bioskop. Persamaannya kedua penelitian ini menggunakan
metode analisis narasi.8
7 Devi Kharisma dan Ira Dwi Mayangsari, “Analisis Naratif
Tzvetan Todorov dalam Film Moana sebagai Representasi Kesetaraan
Gender” (E-Proceedeng of Management, Volume 5, Nomor 1,
Universitas Telkom, 2018). 8 Lilik Kustanto, “Analisis Naratif: Kemiskinan dalam
Program Reality TV “Pemberian Misterius” Di Stasiun Sctv” Jurnal
Rekam Vol. 11 No. 2 (Oktober 2015)..
9
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma adalah sistem keyakinan dasar atau cara
memandang dunia yang membimbing peneliti, tidak hanya
pemilihan metode, tetapi juga cara-cara fundamental yang
bersifat ontologis, epistimologis, dan metodologi.9 Secara
sederhana paradigma ialah proses bagaimana kita berfikir
terhadap sesuatu. Paradigma yang digunakan pada
penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Paradigma
konstruktivisme berusaha memahami dan
mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman
subjek yang akan diteliti.10
Secara sederhana paradigma
konstruktivisme ini memandang bahwa kenyataan
merupakan hasil dari konstruksi yang dilakukan oleh
manusia.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Metode penelitian ini menghasilkan temuan data deskriptif
berupa kata-kata. Metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) peneliti merupakan instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi
9 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan
Praktik (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 26. 10
Maryaeni, Metodologi Penelitian Budaya (Jakarta:Bumi
Aksara, 2005), h. 7.
10
(gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi.11
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode
kualitatif dan analisis narasi model Todorov. Analisis narasi
adalah studi tentang struktur pesan atau telaah mengenai
aneka fungsi bahasa.12
Analisis narasi model Todorov
menggunakan skema keseimbangan-konflik atau gangguan-
keseimbangan. Model ini identik dengan analisis narasi
yang terstruktur karena menurut Todorov dalam sebuah
cerita mempunyai kronologis.
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah film “Jembatan
Pensil” yang disutradarai oleh Hasto Broto. Objek
penelitiannya adalah narasi dialog film Jembatan Pensil.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan
adanya tujuan yang dicapai. Perilaku yang tampak dapat
berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata,
11
Sugiono, Memahami Penelitian Kuantitatif (Bandung:
Alfabeta, 2006), h. 1. 12
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk
Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2001), h. 18.
11
dapat didengar dapat dihitung dan dapat diukur.13
Observasi yang biasa digunakan dalam penelitian
kualitatif yaitu observasi partisipasi, observasi tidak
berstruktur, dan observasi tersamar. Penelitian ini
melakukan observasi tidak berstruktur yaitu observasi
yang dilakukan tanpa panduan sehingga observasi
tersebut tidak dipersiapkan secara sistematis. Penulis
melakukan observasi dengan cara mengamati dengan
menonton film Jembatan Pensil dan juga pada teks
naskah film Jembatan Pensil.
b. Wawancara
Menurut Stewart dan Cash, wawancara diartikan
sebagai sebuah interaksi yang di dalamnya terdapat
pertukaran atau berbagi aturan, tanggung jawab,
perasaan, kepercayaan, motif, dan informasi. Wawancara
bukanlah suatu kegiatan dengan kondisi satu orang
melakukan atau memulai pembicaran sementara yang
lain hanya mendengarkan.14
Wawancara dibagi menjadi
wawancara mendalam dan wawancara bertahap. Pada
penelitian ini menggunakan wawancara mendalam.
Wawancara mendalam adalah proses mendapatkan
keterangan untuk tujuan menemukan data penelitian
dengan cara tanya jawab antara pewawancara dengan
informan atau orang yang diwawancarai.
13
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk
Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h. 132. 14
Haris Herdiansyah, h. 132.
12
Narasumber yang diwawancarai secara mendalam
sebagai key informan yaitu penulis Exan Zen.
Wawancara mendalam ini dilakukan untuk
mengumpulkan data dan informasi agar memudahkan
penulis dalam menganalisis narasi dalam film Jembatan
Pensil
c. Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang
dapat dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan
gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu
media tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau
dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan.15
Dokumen-dokumen yang dikumpulkan untuk laporan
penelitian ini adalah catatan skenario sinema Jembatan
Pensil, buku-buku, dan data-data dengan objek
penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari data dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
cacatan lapangan dan dokumentasi dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam katagori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan
15
Haris Herdiansyah, h. 143.
13
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.16
Penulis menganalisis data dengan menggunakan metode
deskriptif, analisis narasi model Todorov guna menjawab
rumusan masalah di atas. Analisis naratif model Todorov
ini menggunakan skema awal cerita, tengah cerita, dan
akhir cerita. Awal cerita yang menggambarkan
keseimbangan. Kemudian pada tengah cerita terdapat
gangguan. Pada akhir cerita kembali pada keseimbangan.
Dalam sebuah narasi film cenderung memiliki runtutan
cerita yang logis.
F. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri. Hal yang
penulis lakukan untuk mendapatkan data-data akurat ialah
melakukan wawancara pada beberapa pihak terkait di kediaman
narasumber. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juli
2018.
G. Sistematika Penulisan
Bab 1 merupakan bagian pendahuluan yang menguraikan
latar belakang masalah penelitian yaitu mengenai kemiskinan,
ketidaksetaraan hak pendidikan dan solidaritas masyarakat Pulau
Muna pada film Jembatan Pensil. Penelitian ini membatasi dan
merumuskan masalah dengan pertanyaan penelitian mengenai
alur awal, tengah, akhir dan pesan yang terkandung dalam film
Jembatan Pensil serta memaparkan tujuannya. Pada bab ini juga
16
Sugiono, Memahami Penelitian Kuantitatif (Bandung:
Alfabeta, 2006), h. 89.
14
menguraikan manfaat penelitian secara akademik dan praktis
serta tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
Landasan teori dan kerangka konsep yang merupakan bab 2
membahas tentang teori yang digunakan dalam penelitian ini.
Teori teresebut berupa teori analisis narasi model Todorov serta
definisi-definisi yang menyangkut konsep kemiskinan,
pendidikan dan solidaritas.
Pada bab berikutnya yaitu bab 3 menyajikan gambaran
umum mengenai objek penelitian. Gambaran umum ini berisi
tentang sinopsis, pemeran beserta karakteristik dan gambar
pemain film Jembatan Pensil. pada bab ini juga menjelaskan
sekilas mengenai produksi film Jembatan Pensil yang digali oleh
peneliti dengan menggunakan media yang ada seperti, buku,
jurnal, artikel, maupun website.
Bab 4 menampilkan data-data yang terkait dengan pesan
yang disampaikan dalam film Jembatan Pensil dan temuan
penelitian yang ditemukan oleh peneliti selama proses pencarian
data. Data tersebut ialah mengenai analisis naratif model Todorov
kemudian dikaitkan dengan pesan yang ada dalam film Jembatan
Pensil.
Pada bab penutup menjelaskan tentang kesimpulan yaitu
resume hasil analisis dan saran yang ditemukan dari penelitian
yang telah dilakukan oleh penulis.
15
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP
A. Analisis Naratif
Narasi berasal dari bahasa Latin narre, yang artinya
“memberi tahu”.1 Artinya narasi merupakan sebuah usaha untuk
memberi tahu sesuatu berupa peristiwa baik nyata maupun fiksi
pada khalayak. Karya fiksi berupa dongeng atau cerita
merupakan sebuah narasi. Menurut Bordwell & Thompson dalam
buku Film Art, narasi didefinisikan sebagai rantai peristiwa
dalam hubungan sebab akibat yang terjadi pada waktu dengan
urutan waktu yang berurutan. Secara sederhana narasi adalah
rangkaian dari peristiwa-peristiwa.
Sebuah narasi memiliki unsur-unsur narasi, tingkat
ketekunan dan kesimpulan dari sebuah cerita atau merupakan
bayangan dari kehidupan nyata.2 Karakteristik narasi pertama,
adanya rangkaian peristiwa. Peristiwa dirangkai menjadi
sistematis seperti terdapat peristiwa A, B, C maka peristiwa
tersebut harus dirangkaiankan. Kedua, tidak acak melainkan
adanya kelogisan antara peristiwa satu dengan yang lainnya.
1 Eriyanto, Analisis Naratif (Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), h. 1. 2 Novri, Analisis Narasi Interaktif pada Game Farm Ville2, e-
Proceeding of Art & Design Vol. 2, (April 2015): h. 61. Diakses pada
20 April 2018 dari http://repository. Telkomuniversity.id
id/pustaka/files/100015/jurnal_eproc/analisis-narasi-interaktif-pada-
game-farm-ville2.pdf.
16
Ketiga, peristiwa tidak serta merta dipindahkan ke dalam sebuah
teks. Pada dasarnya peristiwa-peristiwa tersebut pasti dilakukan
melalui tahap pemilihan dan penghilangan.
Pendekatan yang dikembangkan pada tipe pendekatan naratif
sebagai berikut:3
a) Biografi adalah bentuk studi naratif dimana peneliti menulis
dan mencatat pengalaman orang lain.
b) Auto-etnografi bentuk studi naratif dimana individu
atau orang lain yang ditulis subyek penelitian bagi tulisanya
sendiri. Semua cerita pribadi penulis dan makna
kebudayaan penulis tertuang dalam tulisan
c) Sejarah Kehidupan, disebut juga riwayat hidup adalah
suatu naratif dari keseluruhan pengalaman hidup seseorang.
Fokusnya sering meliputi titik balik atau peristiwa penting
dalam kehidupan individu. Dalam pendidikan, studi naratif
secara khusus tidak meliputi laporan dari suatu keseluruhan
kehidupan tetapi malah berfokus pada suatu bagian atau
peristiwa tunggal dalam kehidupan individu.
d) Sejarah tutur atau sejarah lisan adalah pengumpulan refleksi
pribadi tentang peristiwa dan sebabnya terhadapa satu atau
beberapa individu (Plummer, 1998) yang mungkin
memiliki fokus kontekstual yang spesifik, misalnya cerita
yang ditutukan oleh pengajar atau anak-anak didik di kelas
atau cerita yang dituturkan tentang organisasi.
3 John W. Cresswell, Penelitian Kualitatif dan Desain Riset:
Memilih Antara Lima Pendekatan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015),
h. 99.
17
Analisis naratif adalah analisis mengenai narasi, baik narasi
fiksi (novel, puisi, cerita rakyat, dongeng, film, komik, musik dan
sebagainya) ataupun fakta seperti berita.4 Pada struktur narasi
fiksi ialah mengenai rangkaian peristiwa yang di dalamnya
terkandung unsur-unsur lain, seperti tokoh-tokoh, latar, sudut
pandang dan sebagainya. Narasi adalah penuturan yang
mengandung tiga komponen: awal, tengah dan akhir.5 Sebuah
narasi akan merangkaikan tiga kompenen tersebut dalam suatu
struktur cerita yang utuh. Dalam analisis narasi terdapat dua
aspek penting yaitu cerita (story) dan alur cerita (plot): 6
1. Cerita (Story): sebuah peristiwa yang disajikan secara
berurutan sesuai dengan kronologis. Peristiwa tersebut dapat
disajikan dalam bentuk teks maupun tidak.
2. Alur cerita (Plot): sesuatu yang ditampilkan secara tersurat
dalam sebuah teks. Di dalamnya terdapat rincian tempat,
waktu kejadian dan bagaimana cerita tersebut berjalan.
Perbedaan cerita dan alur;
Keutuhan Urutan
Cerita Cerita disajikan
dari awal hinga
akhir
Peristiwa diceritakan
secara berurutan
Plot Cerita secara Urutan peristiwa di
4 Eriyanto, Analisis Naratif (Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), h. 9. 5 Alex Sobur, Komunikasi Naratif (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014), h. 236. 6 Eriyato, Analisis Narasi (Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), h. 15.
18
gamblang
dituangkan dalam
teks
putar-putar
B. Analisis Naratif Model Todorov
Gagasan todorov menarik karena ia melihat teks ke dalam
tahapan atau struktur tertentu.7 Model ini banyak digandrungi
oleh para peneliti untuk meneliti baik karya fiksi maupun
nonfiksi. Menurut Todorov, narasi itu adalah apa yang dikatakan,
karena itu ia mempunyai urutan kronologis, motif dan plot, serta
hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa. Rangkaian dalam
sebuah peristiwa tertentu digunakan oleh banyak naratif.8 Pada
Model Todorov merumuskan sebuah narasi dengan ekuilibrium
(keseimbangan)-gangguan-ekuilibrium (keseimbangan).
1. Kondisi awal cerita (Keseimbangan/Ekuilibrium)
Pada suatu cerita fiksi maupun nonfiksi memulai dengan
suatu ketentraman dalam isi cerita. Hal tersebut merupakan
situasi yang akan menjadi penentu untuk keberlanjutan
cerita dimata khalayak. Apabila penonton tidak tertarik
dengan awal cerita yang disajikan bisa jadi mereka tidak
akan melanjutkan untuk cerita-cerita selanjutnya. Setiap
penonton atau pembaca memiliki tingkat minat yang
berbeda-beda oleh karena itu bagian awal cerita menjadi
penentu keberlanjutan suatu cerita. Penulis harus
7 Eriyanto, h. 46.
8 Tony Thwaites, Introducing Cultural and Media Student
(Sebuah Pendekatan Semiotik), (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h. 183.
19
menggarap sebuah cerita dengan sungguh-sungguh dan
serius.9 Penulis juga diharapkan dapat menyajikan cerita
yang sesuai untuk menarik minat dan perhatian penonton.
Sebuah tindakan atau kejadian tidak mungkin dapat
hadir begitu saja. Tindakan lahir dari sebuah situasi yang
kemudian berkembang dan meningkatkan lebih maju pada
masa mendatang. Situasi biasanya terbagi menjadi dua
macam, pertama situasi yang sederhana dan situasi yang
rumit. Sebuah situasi sederhana atau rumit tergantung dari
bagian-bagian yang berbeda. Rumit atau tidaknya suatu
situasi dapat diukur dari kaitan-kaitan antara satu faktor
dengan faktor lainnya, dapat diukur dari jumlah faktornya,
dan dapat pula diukur dari akibat-akibat yang ditimbulkan
serta rangkaian-rangkaian kejadian selanjutnya.10
Keseimbangan dan keteraturan dalam sebuah cerita pada
dasarnya diawali dengan kondisi saat keadaan berjalan
tertib dan teratur. Sebuah cerita kepahlawanan, narasi awal
menggambarkan kondisi yang damai dan tentram. Narasi
dalam tema persahabatan, narasi awal bisa berupa
keakraban di dalam sebuah kelompok persahabatan atau
komunitas. Dengan kata lain, memang kondisi yang
berlangsung dalam sebuah cerita itu masih selaras, serasi
dan harmonis.
9 Gorys Keraf, Argumentasi dan Naratif, (Jakarta: Gramedia,
2004), h. 152. 10
Gorys Keraf, h. 151.
20
Keseimbangan memiliki arti keadaan seimbang,
keadaan yang terjadi apabila semua gaya dan
kecenderungan yang ada tepat diimbangi atau dinetralkan
oleh gaya dan kecenderungan yang sama, tetapi
berlawanan. Menurut Todorov, sebuah cerita yang ideal
ialah jika suatu cerita diawali dengan keseimbangan atau
ekuilibrium hingga kemudian diganggu oleh suatu keadaan
tertentu.11
Kondisi keseimbangan ini menjadi tolok ukur
untuk mengetahui daya tarik penonton pada bagian-bagian
selanjutnya. Materi yang disajikan harus mampu
merangsang keingintahuan pembaca atau penonton.12
Narasi terbagi menjadi dua macam, yaitu narasi fiksi dan
nonfiksi. Dalam penyajian narasi fiksi maupun nonfiksi
sebenarnya memiliki kesamaan pada bagian penyajian.
Pada narasi nonfiksi penulis perlu menganalisa materi atau
bahan yang akan disajikan. Hal tersebut agar dapat
meyakinkan penonton bahwa semua tindak-tanduk dalam
seluruh narasi merupakan perkembangan logis dari situasi
aslinya. Narasi fiksi tidak memerlukan analisa dalam
materinya melainkan menciptakan materi tersendiri.13
Kalimat-kalimat bukan berbentuk rangkaian tanpa akhir
tetapi berbentuk lingkaran-lingkaran yang dapat diketahui
secara batiniah oleh pembacanya. Awal kalimat seharusnya
11
Tzevetan Todorov, Tata Sastra, (Jakarta: IKAPI, 1985), h.
51. 12
Gorys Keraf, Argumentasi dan Naratif, (Jakarta: Gramedia,
2004), h. 152. 13
Gorys Keraf, h. 152.
21
memberikan gambaran yang stabil dan seimbang. Pada alur
keseimbangan (awal) cerita secara bertahap akan berubah
dari suatu keadaan ke keadaan yang lain secara abstrak.14
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa narasi bermula
dari keadaan yang seimbang. Cerita dibuat dengan keadaan
yang harmonis dan tentram. Tahap ini menggambarkan
kejadian yang belum berkonflik sehingga penonton dibawa
pada ketenangan terlebih dahulu. Cerita awal tentu saja
akan membawa pada bagian-bagian selanjutnya dan pada
tahap keseimbangan ini disebut sebagai pengantar untuk
melanjutkan pada tahap selanjutnya.
Penulis berkewajiban menuntun para penonton agar
masuk dalam cerita yang dibuat dengan cara menarik
perhatian penonton atas tontonan atau materi yang
disajikan. Pada film Jembatan Pensil ini keseimbangan
terlihat pada alur awal cerita salah satunya kehidupan
keluarga nelayan yaitu Pak Mone dan Ondeng yang hidup
secara sederhana. Hal lain adalah pekerjaan nelayan Gading
yang bekerja seperti biasa yaitu menangkap ikan dan
berlaut. Meskipun hidup dalam keadaan yang sederhana
namun mereka tetap bersemangat dalam menjalani hidup.
2. Kondisi Pertengahan Cerita (Gangguan/Kekacauan)
Bagian selanjutnya dalam struktur narasi yaitu adanya
gangguan atau ketidakseimbangan dalam cerita.
Keseimbangan awal tersebut perlahan berubah dengan
14
Tzevetan Todorov, Tata Sastra (Jakarta: IKAPI, 1985), h. 50-
51.
22
berjalannya cerita. Pada bagian ini keadaan yang baik dapat
berubah dapat berubah menjadi buruk dan seterusnya.15
Umumnya tahap ini merupakan kelanjutan dari cerita
sebelumnya. Oleh karena itu, kejadian pada bagian ini
merupakan kausalitas dari peristiwa di masa lampau. Pada
tahap pertengahan ini juga terdapat babak-babak yang
berusaha untuk memaksimalkan ketegangan dan keresahan
pembaca atau penonton.
Bermacam-macam gangguan yang dapat hadir dalam
sebuah cerita. Seperti datangnya tokoh yang merusak
keteraturan pada tahap awal. Kemudian juga perubahan
watak tokoh dari sifat protagonis menjadi antagonis.
Misalnya dalam film drama romantis, pada bagian kedua
sebuah gangguan ditandai dengan adanya perusak
hubungan dua sejoli yang sedang menjalin kasih. Kemudian
selanjutnya dalam film bertema kekeluargaan, adanya
perbedaan pemikiran antara anak dan orang tua juga bisa
memulai adanya gangguan ditahap kedua ini. Semua itu
dapat menjadikan adanya perubahan keteraturan menjadi
situasi yang tidak teratur.
Ketidakseimbangan semakin terasa dan akibatnya
semakin dirasakan dengan timbulnya kesadaran terhadap
ketidakseimbangan tersebut. Pada tahap ini tokoh merasa
semakin mengalami kehancuran dalam hidupnya karena
biasanya gangguan sudah berada di titik puncak atau
15
Eriyato, Analisis Narasi (Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), h. 47.
23
klimaks. Todorov sebelumnya telah mengungkapkan bahwa
keseimbangan pada bagian ini sudah berubah menjadi
ketidakseimbangan situasi.16
Bagian pertengahan ini
ditandai dengan masuknya cerita pada tahap konkretisasi
atau perwujudan. Cerita perlahan-lahan melepaskan diri
dari situasi awal untuk menuju pada tahap konflik yang
lebih dalam lagi. Konflik ditampilkan dengan jelas dan
detail kepada khalayak. Berbagai permasalahan dalam
cerita seperti perbedaan kepentingan, permusuhan
antartokoh, perebutan hak sehingga permasalahan semakin
terlihat dan kompleks. Apabila situasi awal disajikan
dengan jelas oleh penulis maka tahap gangguan dalam
cerita ini akan mudah dipahami oleh khalayak dengan baik.
Semua kejadian yang terjadi pada tahap pertengahan ini
merupakan kausalitas dari apa yang terjadi pada masa
lalu.17
Oleh karena itu penulis dituntut untuk menyajikan
cerita awal yang menarik sehingga penonton dapat
memahami kelanjutan konflik pada tahap gangguan ini.
Alur pertengahan cerita ini disebut juga sebagai fase yang
paling menegangkan. Ketegangan yang terjadi bukan hanya
terdapat pada cerita fiksi saja melainkan juga pada cerita
nonfiksi. Seperti pada kisah tentang “Perjuangan Para
Pahlawan Indonesia” dan lain sebagainya. Pada awal
16
Eriyato, Analisis Narasi (Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), h. 48. 17
Gorys Keraf, Argumentasi dan Naratif, (Jakarta: Gramedia,
2004), h. 153.
24
pekembangan cerita memang belum nampak konfliknya,
namun saat pertikaian itu timbul, ketidakseimbanganpun
berada pada puncaknya.
Gangguan yang ada pada cerita bisa pula disebabkan
oleh ketidakpatuhan terhadap sesuatu. Secara sederhana,
ketentraman yang terjadi di tahap awal tidak dijaga dengan
baik atau adanya pelanggaran terhadap suatu aturan.
Kesimpulannya adalah bagian pertengahan cerita ini
merupakan bagian yang terdapat konflik di dalamnya. Saat
tokoh menyadari adanya konflik yang terjadi maka kondisi
semakin rumit. Cerita akan diciptakan semenarik mungkin
dengan dimasukan gangguan-gangguan serta ketegangan
agar penonton lebih tertarik lagi serta memiliki keinginan
untuk mengetahui kelanjutan cerita. Jika dilihat sepertinya
gangguan lebih cocok ada pada cerita imajinatif namun
kenyataannya pada cerita faktualpun terdapat gangguan-
gangguan atau ketidakseimbangan karena realitanya
kehidupan tidak semulus dan sesuai dengan keinginan
manusia. Oleh karena itu, pada tahap ini juga sering disebut
sebagai tahap lanjutan dari cerita yang disajikan
sebelumnya. Pada film Jembatan Pensil pun terdapat
gangguan di dalamnya. Salah satunya ialah saat keadaan
sekolah di wilayah Indonesia sangat memperihatinkan dan
bapak dari anak yang memiliki keterbelakangan mental
yaitu Ondeng, hilang saat berlaut dan saat itu pula ondeng
25
sangat terpukul karena Bapak merupakan keluarga satu-
satunya yang dimiliki oleh Ondeng.
3. Pemulihan (Keseimbangan/Ekuilibrium)
Pada tahap akhir dari cerita ini sering disebut sebagai
tahap pemulihan. Tahap pemulihan ini merupakan
penyelesaian dari permasalahan yang terjadi pada tahap
perkembangan sebelumnya. Namun, pada tahap ini sebuah
cerita kadang tak selamanya menemui penyelesaian seperti
yang kita sebut dengan cerita gantung. Penyelesaian pada
tahap akhir ini hanya saja memang sudah dibuat sebagai
tindakan akhir dari sebuah permasalahan sebenarnya.
Pada tahap akhir cerita, gangguan yang terjadi pada saat
tahap sebelumnya dapat diselesaikan sehingga ketertiban
dapat kembali lagi. Pada tahap ini pada umumnya
menceritakan kehadiran sosok yang menjadi pelerai dari
masalah yang timbul sebelumnya. Situasi mulai kembali
normal secara perlahan-lahan.18
Struktur narasi menurut
Todorov ialah pada tahap akhir cerita ini merupakan tahap
saat kondisi seimbang kembali hadir dalam cerita.
Keseimbangan yang terjadi hampir mirip dengan
keseimbangan yang ada di tahap awal cerita tetapi
hakikatnya tidak selalu sama. Perbedaan yang terjadi ialah
saat keseimbangan di tahap awal merupakan dasar
keseimbangan yang ada sedangkan pada tahap ini lebih
pada kehadiran sosok yang yang berusaha memulihkan
18
Eriyanto, Analisis Narasi (Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), h. 48.
26
gangguan. Gunanya untuk menciptakan kembali
keseimbangan yang ada di tahap awal cerita. Oleh karena
itu, dalam satu cerita terdapat dua keseimbangan yang
berbeda.19
Inti dari tahap akhir cerita ini merupakan usaha untuk
membuat keseimbangan itu kembali hadir. Namun, usaha
tersebut tak selalu berhasil. Seperti dalam cerita superhero
misalnya, pada tahap ini pahlawan hadir untuk menghadapi
musuh tetapi pahlawan tersebut seringkali dideskripsikan
gagal terlebih dahulu agar menarik minat para penonton.
Setelah itu kekacauan kembali dimunculkan dalam bentuk
lebih besar lagi, saat itulah pahlawan digambarkan berhasil
mengalahkan musuh dan mendapatkan kemenangan serta
warga dapat kembali beraktivitas seperti sediakala.20
Menurut Todorov, akhir dari suatu peristiwa yang
terbentuk secara sederhana, yaitu kesadaran yang baru
muncul pada tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita, baik
langsung maupun tidak langsung dalam sebuah cerita.21
Pada sebuah cerita harus dirangkai secara utuh oleh
penulisnya. Hal tersebut dikarenakan sebuah cerita bukan
hanya penggalan-penggalan keadaan melainkan sebuah
rangkaian cerita dari awal hingga akhir. Dalam rangkaian
19
Tzevetan Todorov, Tata Sastra (Jakarta: IKAPI, 1985), h.
51. 20
Eriyanto, Analisis Narasi (Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), h. 48. 21
Gorys Keraf, Argumentasi dan Naratif, (Jakarta: Gramedia,
2004), h. 155.
27
yang utuh tersebut membuat penonton atau pembaca paham
akan makna cerita yang disampaikan oleh penulis.22
Kesimpulannya adalah dalam tahap akhir cerita ini
merupakan akhir dari keselurahan narasi yang disajikan.
Keseimbangan yang kembali hadir ini merupakan akhir dari
proses penyampaian cerita. Penulis memiliki ide yang
bermacam-macam dalam memasukan ke tahap akhir ini.
Misal dengan mendatangkan tokoh pelerai, mematikan
tokoh atau menghilangkan tokoh. Hal tersebut guna untuk
menyelesaikan konflik yang ada sejak awal cerita. Oleh
karena itu, tahap ini merupakan penutup cerita.
Dalam film Jembatan Pensil pada alur akhir ini berusaha
menggambarkan ketentraman kembali. Salah satunya saat
Bapak dari Ondeng meninggal, nelayan Gading berusaha
untuk menenangkan Ondeng dengan menghibur sehingga
Ondeng bersemangat kembali dan juga kondisi jembatan
yang sudah rapuh kembali di renovasi oleh masyarakat agar
Ondeng dan teman-temannya dapat menggunakan jembatan
tersebut untuk fasilitas pendidikan mereka.
C. Narasi dalam Film
Analisis narasi sering dijadikan metode dalam penelitian
yang kemudian digunakan untuk membantu memahami,
menganalisis, dan mengevaluasi sebuah kisah.23
Analisis naratif
22
Gorys Keraf, h. 155. 23
Lilik Kustanto, “Analisis Naratif: Kemiskinan dalam
Program Reality TV “Pemberian Misterius” di Stasiun Sctv” Jurnal
28
adalah sebuah cara yang kuat dan bermanfaat untuk menjelajahi
teks-teks media dan menemukan ideologi di balik struktur
tersebut.24
Biasanya, analisis narasi digunakan untuk mengkaji
teks-teks yang ada dalam film maupun acara televisi seperti
sinetron maupun acara lainnya. Namun, analisis naratif pun dapat
digunakan untuk menganalisis teks-teks dalam bentuk nonfiksi
seperti berita. Analisis naratif yang digunakan dapat
memudahkan dalam mendapatkan berbagai temuan dalam sebuah
narasi. Hal tersebut dikarena dengan analisis narasi kita dapat
menemukan sesuatu yang tersembunyi dalam suatu teks media.
Melalui film ini, peneliti akan mengkajinya dari narasi dan teks
dialog film “Jembatan Pensil”.
D. Film
1. Pengertian Film
Menurut Undang-undang Nomor 8 tahun 1992:
“Film adalah karya cipta seni dan budaya yang
merupakan media komunikasi massa pandang-dengar
yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan
direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video,
dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam
segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi,
proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa
suara yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan
dengan sistem proyeksi mekanik, elekronik, dan/ atau
lainnya”.25
Rekam Vol. 11 No. 2 (Oktober 2015): h. 113 Diakses Pada 19 Maret
2018 Dari: http://journal.isi.ac.id/index.php. 24
Jane Stokes, How To Do Media and Cultural Studies
(Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media
Budaya), (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2003), h. 73. 25
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
1992.
29
Film itu identik dengan sesuatu yang mampu
membawa orang ke kehidupan lain dan dapat melupakan
kehidupan sehari-hari.26
Adakalanya pertunjukan film
menjadi sorotan yang membuat masyarakat larut dalam
cerita pada sebuah film. Sebuah film sering disebut sebagai
sarana hiburan dan rekreasi masyarakat yang relatif
murah.27
Hal tersebut membuat film dianggap cocok dan
efektif dalam penyampaian isi pesan. Kekuatan dan
kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial
sehingga film berpotensi untuk memengaruhi khalayak.28
2. Jenis-jenis Film
Menurut tema (genre) film dibagi menjadi beberapa
jenis yaitu:29
a. Drama
Tema ini menonjolkan aspek-aspek human interest
sehingga ditargetkan pada perasaan penonton untuk
menghayati kejadian yang terjadi dalam sebuah
cerita/film.
26
M. Sarief Arief, Politik Film di Hindia Belanda (Depok:
Komunitas Bambu, 2009), h. 5. 27
Askurifai Baskin, Membuat Film Indie itu Gampang
(Bandung: Katarsis, 2003), h. 7. 28
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 127. 29
Askurifai Baskin, Membuat Film Indie itu Gampang
(Bandung: Katarsis, 2003), h. 93.
30
b. Action
Adegan pada tema ini adalah adegan fisik seperti
perkelahian, kekerasan, atau pertarungan antara para
tokoh dalam cerita.
c. Komedi
Pada genre ini cerita yang identik dibumbuhi dengan
adegan lawak dan biasanya diperankan oleh pelawak
yang sekaligus sebagai pemain film. Genre ini disukai
oleh masyarakat karena aspek hiburan yang sangat
kental karena menghasilkan gelakan tawa para
penontonnya.
d. Tragedi
Tema ini menitikberatkan pada nasib seseorang.
Sebuah film dengan akhir cerita sang tokoh selamat atau
tewas dalam suatu peristiwa seperti peristiwa
perampokan, pemerkosaan dan sebagainya.
e. Horor
Pada tema ini menonjolkan esensi menyeramkan pada
ceritanya. Karena dapat memberikan rasa takut pada
penonton. Suasana horor dapat dibuat dengan berbagai
teknik seperti animasi, special effect, atau langsung dari
pemeran tokoh dalam film tersebut.
Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia drama adalah
cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau
emosi yang khusus disusun untuk pertunjukkan teater. Kata
“drama” berasal dari bahasa Yunani yang berarti berbuat,
31
berlaku, bertindak, atau beraksi. Pada dasarnya drama
bertujuan untuk menghibur. Seiring berjalannya waktu
drama tidak hanya bertujuan untuk menghibur, tetapi juga
sebagai wadah penyalur seni dan aspirasi, sarana hiburan
dan pendidikan.30
Drama memiliki jenis yang bermacam-macam pula,
apabila dilihat berdasarkan sarana pertunjukan yaitu;31
a. Drama panggung: drama yang dimainkan oleh para
pemain dipanggung pertunjukkan. Penonton berada
disekitar panggung dan dapat dinikmati langsung oleh
penonton.
b. Drama radio: jenis drama yang disiarkan di radio.
Berbeda dengan drama panggung, drama radio hanya
dapat didengar.
c. Drama televisi: drama ini bersifat visual dan auditif.
Drama televisi dapat ditayangkan langsung dan dapat
pula direkam dahulu.
d. Drama film: drama ini sama dengan drama televisi. Jika
drama televisi di layar kaca, drama film ditampilkan
menggunakan layar lebar dan dipertunjukkan di bioskop.
Pada film Jembatan pensil ini masuk pada jenis drama
film. Seperti yang sudah dijelaskan di atas drama jenis ini
merupakan drama yang cukup digemari oleh masyarakat.
30
Putra, Drama Teori dan Pementasan (Yogyakarta: PT Citra
Aji Pratama, 2012), h. 2. 31
Putra, h. 17.
32
3. Film sebagai Media Dakwah
Dakwah dapat dilakukan dengan cara apapun asalkan
cara yang digunakan adalah cara yang baik. Pada
hakikatnya dakwah merupakan kegiatan mengajak dan
menyerukan untuk berbuat pada hal yang mengandung
kebaikan. Namun dalam melakukan dakwah tersebut perlu
digunakan beberapa cara. Saat ini zaman semakin
berkembang dan maju maka dakwah perlu dilakukan
dengan cara yang modern dan mampu menari minat
masyarakat untuk menyuarakan kebaikan
Media sangat diperlukan dalam berdakwah untuk
mengefektifkan penyampaiannya. Media dijadikan alat
bantu untuk menyukseskan aktifitas dakwah para da’i. Tak
dapat dipungkiri akhir-akhir ini banyak orang-orang yang
berdakwah melalui media. Hal itu dapat kita perhatikan saat
ini media yang gunakan para da’i misalnya untuk
berceraham, melakukan kajian, ataupun mengaji dapat
dilakukan dengan mudah menggunakan Youtube, music,
film dan lain sebagainya.
Berbicara mengenai media yang digunakan dalam
berdakwahpun sangat bermacam-macam, menurut A.
Hasjmy, media dakwah merupakan sarana atau alat dakwah
sebagai berikut mimbar (podium) dan khitobah
(pidato/ceramah); qalam (pena) dan kitabah (tulisan);
masrah (pementasan) dan malhamahn (drama); seni suara
33
dan seni bahasa; madrasah dan dayah (surau); serta
lingkungan kerja dan usaha.32
Apabila dikaitkan dengan ilmu komunikasi, film
merupakan suatu media komunikasi yang juga dapat
dijadikan media dakwah. Film memiliki dimensi isi yang
kemudian isi tersebut akan disampaikan pada penontonnya.
Sama halnya dengan komponen dakwah yang berupa materi
dakwah. Materi tersebut berupa isi yang akan disampaikan
pula oleh mad’u (orang yang didakwahi).
Film memiliki beberapa fungsi, Pertama sebagai nilai
edukasi, nilai pendidikan yang ada di dalam sebuah film
merupakan pengajaran yang memiliki aspek positif kepada
penonton. Kedua, sebagai nilai informatif, yaitu sebuah
film dapat dijadikan media informasi kepada masyarakat
mengenai isi dari film tersebut. Ketiga nilai persuasif, film
dilihat dari kandungan pesan yang berusaha untuk
mengendalikan sikap atau perilaku penontonnya.33
Filmpun memiliki nilai persuasi yang dapat dijadikan
sebagai Media dakwah. Pada zaman Rasulullah dan sahabat
media yang ada sangat terbatas, yakni berkisar pada
dakwah qauliyyah bi al-lisan dan dakwah fi’liyyah bi al-
32
Mubasyaroh “Film Sebagai Media Dakwah (Sebuah Tawaran
Alternatif Media Dakwah Kontemporer” Jurnal Komunikasi Penyiaran
Islam Vol 2, No. 2 (Desember 2014): h. 7 diakses pada tanggal 27 April
2018 dari http://journal.stainkudus.ac.id. 33
Yoyon Mudjiono “Kajian Semiotika dalam Film” Jurnal Ilmu
Komunikasi Vol. 1 No. 1 (April 2011): h. 137 diakses Pada 18 Maret
2018 dari http://jurnalilkom. uinsby. ac. id.
34
uswah, ditambah dengan media penggunaan surat (rasail)
yang sangat terbatas.34
Saat ini berbeda dengan dahulu,
teknologi sudah dapat menembus batas.
Dakwah dengan menggunakan media-media baru seperti
surat kabar, majalah, cerpen, cergam, piringan hitam, kaset,
film, radio, televisi, stiker, lukisan, iklan, pementasan di
arena pertunjukan, puisi, nyanyian, musik, dan media, seni
lainnya, dapat mendorong dan membantu para pelaku
dakwah dalam menjalankan tugasnya.35
Oleh karena itu,
berdakwah menjadi hal yang mudah dilakukan oleh setiap
kalangan masyarakat.
Jenis media yang bervariasi semakin memudahkan pesan
dakwah tersampaikan pada masyarakat. Salah satunya
adalah media audio visual yaitu media yang menyampaikan
informasi berupa gambar dan suara. Pada penelitian kali ini
media yang digunakan adalah media film. Melalui media
film inilah informasi dapat disampaikan secara teratur pada
penontonnya. Film ini menjadi media dakwah tidak
monoton namun ada variasinya, karena film juga memiliki
fungsi entertaint (hiburan), dengan hiburan ini masyarakat
selaku penerima dakwah akan terhibur ketika mengikuti
kegiatan dakwah, sehingga dakwah yang mereka terima
menjadi sesuatu yang menarik dan sayang untuk
34 Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Ilmu Dakwah (Jakarta:
Amzah, 2009), h. 112. 35
Prof. KH. Ali Yafie, Teologi Sosial Telaah Kritis Persoalan
Agama dan Kemanusiaan (Yogyakarta: LKPSM, 1997) h. 91-92.
35
ditinggalkan.36
film leih lebih terbilang cocok dalam
menarik antusias masyarakat sehingga pesan lebih mudah
tersalurkan.
E. Konsep Kemiskinan
Kemiskinan dipahami sebagai suatu permasalahan yang
dikaitkan dengan sektor ekonomi masyarakat tetapi jika dilihat
secara luas kemiskinan dapat dilihat dari sudut pandang yang luas
baik sosial maupun budaya dari masyarakat. Permasalahan
kemiskinan ini sering dihadapi masyarakat dan menjadi masalah
di Indonesia. Kemiskinan dipahami sebagai sebuah kondisi
ketidakmampuan utnuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari
mulai dari pemenuhan sandang, papan, dan pangan. Ivanovich
Agusta dalam buku yang berjudul Diskursus, Kekuasaan, dan
Praktik Kemiskinan di Pedesaan, kemiskinan dipahami sebagai
diskursus tentang lapisan sosial terbawah atau kondisi
keterbatasan, di mana penempatan posisi sosial pada tingkat
terbawah dan kondisi keterbatasan diperoleh melalui susunan
objektif arena yang dikembangkan dari subjektivitas pengetahuan
lokal.37
Hal tersebut bisa terjadi karena rendahnya penghasilan
masyarakat dan juga kualitas dari sumber daya manusia itu
sendiri. Dalam membicarakan masalah kemiskinan, Mardimin
36 Mubasyaroh “Film sebagai Media Dakwah (Sebuah Tawaran
Alternatif Media Dakwah Kontemporer” Jurnal Komunikasi Penyiaran
Islam Vol 2, No. 2 (Desember 2014): h. 13 diakses pada tanggal 27
April 2018 dari http://journal.stainkudus.ac.id/index. 37 Ivanovich Agusta, Diskursus, Kekuasaan, dan Praktik
Kemiskinan di Pedesaan (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2014), h. 38.
36
mengungkapkan dalam buku Kritis Proses Pembangunan di
Indonesia mengenai jenis kemiskinan sebagai berikut:38
1. Kemiskinan absolut
Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu
memenuhi kebutuhan minimum hidupnya untuk memelihara
fisiknya agar dapat bekerja penuh dan efisien.
2. Kemiskinan relatif
Kemiskinan relatif muncul jika kondisi seseorang atau
sekelompok orang dibandingkan dengan kondisi orang lain dalam
suatu daerah.
3. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural lebih menuju kepada orang atau
sekelompok orang yang tetap miskin atau menjadi miskin karena
struktur masyarakatnya yang timpang, yang tidak
menguntungkan bagi golongan yang lemah.
4. Kemiskinan Situsional atau kemiskinan natural
Kemiskinan situsional terjadi di daerah-daerah yang kurang
menguntungkan dan oleh karenanya menjadi miskin.
5. Kemiskinan kultural
Kemiskinan penduduk terjadi karena kultur atau budaya
masyarakatnya yang sudah turun temurun yang membuat mereka
menjadi miskin.
Kemiskinan yang terjadi di Indonesia sebagian besar
diterjadi daerah-daerah tertentu. Indonesia memiliki kekayaan
alam yang luas namun tak dapat dipungkiri kejadian malang
38
Yohanes Mardimin, Kritis Proses Pembangunan di Indonesia
(Yogyakarta: Kanisius, 1996), h. 24.
37
terjadi pada masyarakatnya. Pada penjelasan sebelumnya faktor
ekonomi bukanlah satu-satunya dalang akibat kemiskinan.
Menurut Tadjuddin Noer Effendi dalam buku Sumber Daya
Manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan mengemukakan tentang
dua faktor dari kemiskinan yaitu faktor external seperti birokrasi
yang mencegah seseorang memanfaatkan kesempatan yang ada
dan fakor internal seperti rendahnya tingkat pendidikan atau
adanya hambatan budaya.39
Pada film Jembatan Pensil ini
merupakan kritik sosial mengenai kemiskinan di wilayah
Indonesia.
F. Ketidaksetaraan Hak Pendidikan
Pendidikan merupakan sebuah media untuk mencerdaskan
manusia. Pendidikan bertujuan untuk membangun tatanan bangsa
yang berbalut dengan nilai kecerdasan, kepekaan serta kepedulian
terhadap bangsa dan negara. Pendidikan sebagai tombak untuk
melenyapkan kebodohan, menyelesaikan persoalan sosial dan
menuntaskan permasalahan bangsa dan negara. Dalam kehidupan
suatu negara pendidikan memegang peranan utama untuk
menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena
pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan
mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Hal tersebut
tersebut maka pengaturan hak-hak warga atas pendidikan diatur
dalam kostitusi sebagai bentuk jaminan kepastian hukum dan
wujud pengakuan negara terhadap hak-hak warga negaranya.
Dalam proses penyelenggaraan pendidikan di Indonesia,
39
Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia Peluang
Kerja dan Kemiskinan (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995), h. 251.
38
kewajiban negara dalam pemenuhan hak atas pendidikan dasar
tersebut diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan beberapa peraturan perundang-
undangan lainnya yang berkaitan dengan pemenuhan hak atas
pendidikan dasar.40
Pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang, terutama
oleh kelompok-kelompok yang paling rentan, secara hukum dan
faktual, dan tanpa diskriminasi, terhadap kawasan-kawasan yang
dilarang.41
Hal tersebut seharusnya menjadi gambaran bahwa
setiap masyarakat memiliki hak yang sama dalam bidang
pendidikan namun dalam kenyataannya tidak semua masyarakat
Indonesia telah mendapatkan pendidikan yang layak. Faktor yang
menjadikan tidak meratanya pendidikan di Indonesia ialah
kemiskinan dan kurangnya perhatian dari pihak-pihak tertentu.
Dalam film Jembatan Pensil ini menggambarkan sebuah sekolah
yang hanya beralaskan tanah serta beratap bambu tetap
dipertahankan sebagai prasarana belajar serta sulitnya sarana
sekolah seperti buku pelajaran dan alat-alat sekolah.
G. Solidaritas Sosial
Solidaritas adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam
kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya setiap masyarakat
membutuhkan solidaritas untuk keberlangsungan hidupnya. Hal
40
Emmanuel Sujatmoko, “Hak Warga Negara dalam
Memperoleh Pendidikan, Jurnal Konstitusi” Vol. 7, No. 1 (Februari
2010): h. 195 diakses pada 14 Agustus 2018 dari
https://media.neliti.com/media/publications/110344-ID-hak-warga-
negara-dalam-memperoleh-pendid.pdf 41
Jayadi Damanik, Perlindungan dan Pemenuhan Hak atas
Pendidikan (Jakarta: Komnas HAM, 2005), h. 76.
39
tersebut membuat kelompok-kelompok sosial tetap ada dan
bertahan saat terdapat rasa solidaritas di dalamnya. Solidaritas
adalah keberadaan rasa saling percaya antara satu sama lain,
mewujudkan cita-cita bersama, kesetiakawanan dan rasa
sepenanggungan diantara individu sebagai anggota kelompok
karena adanya perasaan emosional dan moral yang dirasakan
bersama.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang tak pernah
puas dengan apa yang didapatkan. Hal tersebut terlihat dari
interaksi sosial yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari saat
manusia melakukan proses interaksi. Mereka tak cukup hanya
memiliki satu kawan melainkan memiliki lebih dari satu kawan
bahkan kelompok pertemanan. Oleh sebab itu, pergaulan sosial
sangat memberikan pengaruh kepada manusia itu sendiri.
Pengaruh tersebut bisa dalam bentuk pola pikir maupun
perbuatan. Jika berada pada lingkungan yang masyarakatnya
berperilaku jahat maka keselarasaran seorang individu dengan
masyarakat yang seperti ini akan menjadikannya manusia yang
jahat pula. Begitu juga sebaliknya, apabila lingkungannya
memberikan energi positif maka perilaku dan pikirannya pun
akan mengikuti lingkungannya.42
Solidaritas sosial merupakan konsep sentral dari Durkheim
dalam membangun teori sosiologi. Emile Durkheim menyatakan
bahwa solidaritas sosial adalah kesetiakawanan yang menunjuk
pada suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok
42
Khalil Al-Musawi, Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana
(Jakarta: Lentera, 1990), h. 118.
40
yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang
dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional
bersama.43
Berikut bentuk solidaritas sosial yaitu:
1. Tolong-Menolong
Bentuk solidaritas yang terdapat dalam film Jembatan
Pensil ialah mengenai Ta’awun (tolong-menolong).
Ta’awun diartikan sebagai menghilangkan atau paling tidak
mengurangi kesulitan orang.44
Perbuatan yang demikian
merupakan bagian dari akhlakul karimah yaitu akhlak yang
terpuji. Berusaha membantu (kerja sama) dalam kebaikan,
meskipun diri sendiri sedang dalam kesusahan, serta
mencintai saudaranya sesama muslim sebagaimana dirinya
mencintai diri sendiri.45
Dalam Al-Quran juga menjelaskan konsep mengenai
persaudaraan (ukhuwwah) di dalamnya tercakup berbagai
ajaran. Rasa persaudaraan ini melahirkan keutamaan,
keikhlasan, dan kasih sayang yang melahirkan sikap positif
seperti tolong-menolong, mengutamakan orang lain,
pemaaf, pemurah, setia kawan, dan sikap mulia lainnya.46
Al-Quran menjelaskan dalam surah Al-Maidah ayat 2
43
Jones, Pengantar Teori-Teori Sosial (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2009), h. 123. 44
Fauzi Rachman, Islamic Relationship, (Jakarta: Erlangga,
2012), h. 166. 45
Ahmad Yani, Be Excellent (Menjadi Pribadi Terpuji),
(Jakarta: Al-Qalam, 2007), h. 221. 46
Ahmad Yani, h. 218.
41
mengenai anjuran untuk saling tolong-menolong sesama
umat manusia:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa dan janganlah
tolong menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan...”
Hal tersebut tergambar dalam adegan saat Ondeng
rela menggendong satu persatu teman-temannya untuk
menyeberang sungai ketika akses jembatan ke sekolah
roboh. Peran penting solidaritas dapat diukur
keberhasilannya jika solidaritas dapat menciptakan
kesatuan dan kesamaan perjuangan dalam masyarakat.47
Film berdurasi 90 menit ini mengandung makna solidaritas
yang dijalin oleh tokoh-tokoh yang berperan. Makna
solidaritas menjelaskan tentang persamaan rasa dan tujuan
yang akan dicapai.
2. Kepedulian Sosial
Kepedulian sosial merupakan sikap memperlakukan
orang lain dengan penuh kebaikan dan kedermawanan,
peka terhadap perasaan orang lain, siap membantu orang
yang membutuhkan pertolongan, tidak pernah berbuat
47 Irene Ariani, “Pentingnya Solidaritas dalam Kehidupan
Manusia”, diakses dari https:// www. kompasiana. com
ireneariani/pentingnya- solidaritas-dalam-kehidupan-manusia pada 22
April 2018.
42
kasar, dan tidak menyakiti hati orang lain.48
Konsep
kepedulian sosial terdapat dalam surah Al-Kautsar 1-3:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu
nikmat yang banyak.. Maka dirikanlah shalat
karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya
orang-orang yang membenci kamu Dialah yang
terputus.”
Pada masyarakat pedesaan kepaduan dan kesatuan
(social solidarity) merupakan akibat dari sifat-sifat yang
sama, persamaan dalam pengalaman, tujuan yang sama,
bagian dari masyarakat pedesaan hubungan pribadinya
bersifat informal dan tidak bersifat kontrak sosial
(perjanjian).49
Kesetiaan antara umat Muslim merupakan
syarat terciptanya ukhuwwah. Hal tersebut dilakukan dalam
kondisi apapun baik dalam keadaan susah maupun senang.
48
Mukhlas Samani, Konsep dan Model Pendidikan Karakter,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 56. 49
Munandar Soelaiman, Ilmu Sosial Dasar (Teori dan Konsep
Ilmu Sosial), (Bandung: Eresco, 1995), h. 82.
43
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Sinopsis Film Jembatan Pensil
Jembatan Pensil menceritakan tentang kehidupan Ondeng,
Innal, Aska, Nia, dan Yanti berjuang dalam menuntut ilmu.
Mereka bersekolah di sekolah gratis milik pak guru. Sekolah
yang beralaskan tanah itu menjadi saksi bisu perjuangan lima
anak dalam memperjuangkan cita-citanya. Selain itu, Mereka
juga harus melewati sebuah jembatan yang sudah rapuh.
Jembatan tersebut dapat mengancam nyawa mereka setiap
melewatinya.
Ondeng, anak laki-laki dengan keterbatasan fisik dan
mental serta Innal sosok anak tuna netra tidak menjadi alasan
untuk melenyapkan mimpi-mimpinya. Mereka tetap optimis
menghadapi kehidupan. Begitupun teman-teman mereka yang
menerima kekurangan Innal dan Ondeng. Mereka saling
membantu dalam keadaan apapun. Menurut mereka rintangan
akan lebih mudah apabila dihadapi bersama-sama.
Di tengah kondisi yang haru pak guru membawa kabar baik
untuk anak-anak yaitu akan ada guru baru. Ia adalah Bu Aida
yang datang dari Jakarta. Bu Aida ini adalah putri dari Pak Guru
yang sudah menyelesaikan pendidikannya. Kehadiran Bu Aida
disambut baik oleh anak-anak di sekolah. Mereka sangat antusias
saat pertama kali bertemu Bu Aida karena mereka membutuhkan
tambahan sosok pengajar.
Aida senang mengajar di SD Towea tetapi ia tidak
didukung oleh ibunya. Namun, Aida tetap berpegang teguh untuk
44
dapat mengajar meski tidak mendapat bayaran ia tetap mengajar
di sekolah tersebut. Aida yang ikut mengajar di SD Towea sering
mengajak anak-anak untuk belajar di alam terbuka seperti di
bukit dan gua. Aida ditemani oleh Gading, nelayan muda yang
tertarik dengan kebaikan hati Aida tetapi ibu Farida tidak
menyukai Gading karena pekerjaannya hanya sebagai seorang
nelayan.
Aida merasa salut dengan semangat yang dimiliki oleh
anak-anak di sana. Meskipun penuh dengan keterbatasan mereka
tetap ceria dan bersyukur dengan apa yang diberikan Tuhan.
Ondeng memiliki cita-cita yang sangat mulia. Ia ingin
membangun sebuah jembatan yang kokoh untuk teman-temannya
ke sekolah. Film ini mengandung makna tentang perjuangan
hidup dan rasa syukur terhadap apa yang diberikan Tuhan.
Mereka tetap bersekolah dengan gembira meski harus melewati
perjalanan yang berliku untuk pergi dan pulang dari sekolah.
45
B. Pemeran Film Jembatan Pensil
1. Didi Mulya sebagai Ondeng
Gambar 3.1
Ondeng adalah anak laki-laki berumur 14 tahun. Ia memiliki
keterbelakangan mental sehingga ia masih duduk di bangku
sekolah dasar meskipun umurnya sudah melewati siswa SD.
Ondeng merupakan anak yang setia kawan dengan teman-
temannya, sehingga teman-temannya sayang kepada Ondeng. Di
balik kekurangan yang ia miliki tak dapat disangka Ondeng
sangat pandai menggambar sketsa wajah dan pemandangan.
Dengan kegemaran menggambar yang ia miliki tersebut Ondeng
menghabiskan waktunya untuk menggambar apa yang
menurutnya menarik.
46
2. Azka Marzuki sebagai Aska
Gambar 3.2
Aska adalah salah satu teman Ondeng. Ia adalah anak yang
pandai di kelas. Aska juga sangat sayang dengan teman-temannya
dan tidak mempedulikan keadaan fisik maupun psikis dari teman-
temannya. Rumah Aska tak jauh dari rumah Ondeng sehingga
mereka saling membantu. Aska sosok anak yang pemberani di
mata teman-temannya. Pada suatu hari ada beberapa preman yang
mengganggu jalannya aktivitas sekolah dengan tidur dan makan
di kelas sehingga kondisi kelas kotor dan berantakan namun Aska
berani berbicara untuk meminta pada preman itu pergi
meninggalkan kelas mereka.
3. Angger Bayu sebagai Innal
Gambar 3.3
47
Innal digambarkan sebagai siswa tuna netra di sekolahnya. Ia
juga berteman dengan Ondeng dan Aska. Keterbelakangan
penglihatan yang dimiliki, Innal tetap semangat melanjutkan
sekolah. Innal menjadi orang yang beruntung di tengah
kekurangan yang ia miliki ia masih mempunyai teman-teman
yang senantiasa membantu dan mendukung apa yang dia lakukan.
Tokoh Innal juga digambarkan sebagai anak yang sabar, terlihat
saat Innal diganggu oleh Attar ia terlihat sabar dan tidak marah.
4. Nayla D. Purnama sebagai Nia
Gambar 3.4
Nia merupakan teman dari Ondeng, Azka, dan Innal. Nia adalah
salah satu perempuan yang kuat menghadapi kerasnya kehidupan.
Ia merupakan gadis kecil yang pandai. Meskipun hidup di tengah
keluarga yang sederhana, ia tetap semangat menuntut ilmu. Ia
beserta teman-temannya yang lain menelusuri hutan dan
menyeberang di tengah sungai demi sampai di sekolah. Nia juga
anak yang ceria ia sangat suka bermain dengan teman-temannya.
48
5. Permata Jingga sebagai Yanti
Gambar 3.5
Selanjutnya adalah Yanti, perempuan kecil ini juga salah satu
teman Ondeng. Peran Yanti tak beda jauh dengan Nia, Yanti juga
anak yang baik dan rajin. Ia terbilang anak yang cerdas di kelas.
Sama dengan teman-temannya yaitu Ondeng, Aska, Innal dan
Nia, Yanti juga bernasib demikian. Ia harus menyeberang
jembatan yang rapuh untuk bisa bersekolah dan menimba ilmu
bersama teman-temannya.
6. Vickram Priyono sebagai Attar
Gambar 3.6
49
Attar adalah anak juragan sapi yang kaya. Dengan kelebihan yang
ia miliki membuatnya menjadi sombong. Ia digambarkan sebagai
anak kecil yang nakal. Ia pernah menghina Ondeng karena
Ondeng tidak bisa menjawab pertanyaan pak guru. Attar menjadi
anak yang tidak mandi karena terlalu sering dimanjakan oleh
orang tuanya. Attar memiliki sifat yang buruk yaitu tidak
bersikap ramah dengan orang lain.
7. Kevin Julio sebagai Gading
Gambar 3.7
Gading adalah seorang nelayan. Ia adalah orang yang baik dan
senang membantu. Ia membantu mencari tas Ibu Aida yang
hilang di tenggelam di laut. Gading juga sosok manusia yang
menjelma sebagai malaikat untuk Ondeng. Saat Ondeng terpuruk
karena kehilangan kedua orang tuanya. Saat itu Gading yang
merawat Ondeng. Kemudia Gading juga yang mewujudkan
mimpi Ondeng untuk membangun jembatan untuk teman-teman
Ondeng menyeberang saat ingin ke sekolah.
50
8. Alisia Rininta sebagai Aida
Gambar 3.8
Aida adalah anak dari bapak guru. Ia merupakan lulusan
universitas di Jakarta. Aida sengaja pulang ke tanah kelahirannya
untuk mengabdi dan menggantikan bapaknya sebagai guru. Ia
adalah perempuan yang cantik dan baik kepada siapapun. Dalam
cerita, Gading digambarkan menyukai Aida karena sikapnya yang
baik dan ramah. Aida sangat perhatian dengan murid-muridnya di
sekolah. Karena menurutnya dengan membagi ilmu maka ilmu
tersebut akan lebih bermanfaat.
9. Agung Saga sebagai Arman
Gambar 3.9
51
Arman adalah kakak dari Attar. Ia digambarkan sebagai laki-laki
yang agresif. Ia juga menyukai Aida namun aida tidak
menyukainya. Obsesinya terhadap Aida membuat ia sering
mengambil hati kedua orang tua Aida. Pada suatu hari Arman di
amanatkan untuk menjemput Aida di pelabuhan namun dengan
keteledorannya ia tertidur di mobil sehingga Aida tidak di jemput
olehnya. Arman juga memutarbalikkan fakta saat orang tua Aida
menanyakan Aida karena khawatir. Hal tersebut disebabkan Aida
belum juga sampai rumah. Namun, Arman berbohong dan
mengutarakan bahwa ia sudah mencarinya tetapi Aida tidak juga
ditemukan.
10. Andi Bersama sebagai Bapak Guru
Gambar 3.10
Pak Guru adalah orang yang mendirikan sekolah dimana tempat
Ondeg menuntut ilmu. Pak guru merupakan sosok yang baik dan
bijaksana. Ia bersikukuh untuk tetap mengajar walaupun
kondisinya sudah menua. Ia menyalurkan ilmu kepada murid-
muridnya dengan tulus dan sabar. Pak guru adalah orang tua dari
52
Aida. Sehingga sifat yang diturunkan kepada Aida tidak beda
jauh. Lelaki yang mulai tua itu, sangat menyayangi murid-
muridnya. Prinsip yang ia miliki adalah membantu adalah tugas
setiap manusia, selagi mampu bantulah orang-orang yang ada
disekitar kita.
11. Merriam Bellina sebagai Ibu Farida
Gambar 3.11
Ibu Farida merupakan istri dari Bapak Guru dan ibu dari
Aida. Sikap ibu Farida sangatlah ketus. Ia tidak menyukai
Gading karena dekat dengan Aida. Ia lebih setuju dengan
Arman. Ibu Farida digambarkan sebagai ibu yang
matrealistis. Dalam cerita, Gading tidak disukai dan
dianggap rendah oleh Ibu Aida karena Gading hanyalah
seorang nelayan. Sedangkan Arman sangat didukung
untuk dekat dengan Aida karena ia adalah anak juragan
sapi yang kaya.
53
12. Deden Bagaskara sebagai Pak Mone
Gambar 3.12
Pak Mone adalah orang tua Ondeng. Ia sangat sayang
sekali dengan Ondeng. Menurutnya Ondeng adalah harta
yang paling berharga untuknya. Pak Mone juga sangat
berjuang untuk kehidupannya dengan Ondeng. Ia
berprofesi sebagai nelayan bersama Gading. Pak Mone
adalah sosok yang selalu bersyukur meskipun hidup
diterpa kesulitan ia tetap bahagia dan bersyukur. Ia
digambarkan sebagai orang yang bertanggung jawab
terhadap keluarga terutama Ondeng. Ia rela bertaruh
nyawa demi mencukupi kebutuhan hidupnya dan anak
tunggalnya.
C. Produksi Film Jembatan Pensil
Film Jembatan Pensil merupakan film berlatarbelakang
keindahan alam Indonesia yaitu Pulau Muna, Sulawesi Tenggara.
Film ini mendeskripsikan tentang ikhtiar anak-anak yang ada di
pulau Muna untuk tetap mendapatkan pendidikan yang layak.
54
Meskipun kondisi rumit yang harus mereka lalui selama menuju
sekolah.
Lokasi Pulau Muna ini diambil untuk memperkenalkan
pesona pulau di Indonesia. Tidak banyak yang mengetahui bahwa
di Sulawesi Tenggara merupakan destinasi wisata yang patut
untuk dikunjungi. Film-film Indonesia saat ini seringkali
mengambil lokasi produksi di luar negeri. Padahal Indonesia
memiliki banyak pulau yang dapat dibanggakan sehingga
menjadikan keunggulan untuk Indonesia. Hasto berharap film ini
bisa memberikan gambaran tentang destinasi dan budaya lokal
Kabupaten Muna, sebagai salah satu daerah terindah di Sulawesi
Tenggara.1
Jembatan Pensil dibintangi oleh aktor dan aktris Indonesia,
diantaranya Kevin Julio, Alisia Rininta, Merriam Bellina, Deden
Bagaskara, Agung Saga dan Andi Bersama. Film ini juga
diperankan oleh bintang baru yaitu Didi Mulya, Azka Marzuki,
Angger Bayu, Vickram Priyono, Nayla Purnama, dan Permata
Jingga. Mereka semua adalah anak-anak yang memerankan
tokoh-tokoh di film Jembatan Pensil. Menurut Exan Zen selaku
penulis skenario film Jembatan Pensil:
“Oh itu casting selama dua atau tiga bulan, kita open
casting. Terus kan juga ada casting director nya juga kan
itu pak Andi Bersama yang memerankan menjadi pak guru.
Yang jadi pak guru itu adalah sutradara teater anak-anak
1 http://berita360.com/jembatan-pensil-potret-film-indonesia-
yang-menonjolkan-wisata-dan-pendidikan/ diakses pada 22 April 2018
pukul 20.53
55
yang ada di daerah Bulungan. Jadi anak-anak itu dilatih
selama satu bulan nah setelah lulus casting kemudian
dilatih lagi satu bulan.”2
Film bertema pendidikan yang ditulis oleh Exan Zen. Ia
juga seorang penulis naskah pada serial Suami-Suami Takut Istri
dan Wanita Pembawa Berkah. Menurutnya, film ini terilhami dari
kisah masa kecil dengan kawan-kawan SD di kampung halaman.3
Ia kemudian menyalurkan melalui teks untuk skenario film yang
berdurasi sembilan puluh menit ini.
Film yang diproduksi oleh Tyas Abiyoga ini ditonton oleh
penonton yang berjumlah kurang lebih seratus ribu penonton
pada tahun 2017.4 Segelintir orang menganggap bahwa film ini
merupakan modifikasi dari film karya Riri Riza yaitu Laskar
Pelangi. Film Jembatan Pensil ini masih belum bisa menyaingi
eksistensi film yang diproduksi di Bangka-Belitung itu. Meskipun
demikian, film yang diperankan oleh Didi Mulya inipun memiliki
nilai moral berupa pesan solidaritas dan ikhtiar yang ingin
disampaikan kepada masyarakat.
2 Wawancara dengan penulis naskah Exan Zen pada 23 Mei
2018. 3 Wawancara dengan penulis naskah Exan Zen pada 23 Mei
2018. 4http://hiburan.metrotvnews.com/film/JKRy6epk-perolehan-
penonton-film-indonesia-akhir-pekan di akses pada 24 April 2018
pukul 18.45
56
BAB IV
TEMUAN DAN HASIL ANALISIS
Dalam bab ini penulis menganalisis alur cerita film
Jembatan Pensil menurut Tzvetan Todorov. Pada analisis naratif
model Todorov, cerita dibagi menjadi tiga bagian yaitu alur awal,
tengah, dan akhir. Setelah itu, peneliti memaparkan narasi yang
berkaitan dengan solidaritas dan ikhtiar dengan menggunakan
bentuk-bentuk solidaritas dan ikhtiar.
A. Analisis Alur Awal Cerita pada Film Jembatan Pensil
Berawal dari sebuah sekolah di Pulau Muna Sulawesi
Tenggara. Sekolah tersebut memiliki beberapa siswa diantaranya
adalah Ondeng, Innal, Aska, Nia, dan Yanti. Mereka merupakan
masyarakat asli Pulau Muna. Kondisi kehidupan mereka penuh
dengan keterbatasan. Mereka bersekolah di Sekolah Towea yang
didirikan oleh seorang guru tua yang dipanggil Pak Guru.
Film ini menceritakan tentang lika-liku kehidupan yang
dialami lima anak dalam menempuh pendidikan di Pulau Muna.
Ondeng merupakan tokoh utama dalam film Jembatan Pensil. Ia
merupakan anak downsyndrom yang memiliki keterbelakangan
pikiran namun hatinya mulia. Innal juga anak tuna netra yang
pandai. Aska, Yanti, dan Nia merupakan sahabat yang baik dan
pengertian terhadap teman-temannya yang memiliki kekurangan
dari segi mental dan psikis.
57
Pada awal cerita ini digambarkan tentang kondisi yang
stabil. Kondisi tersebut berjalan lancar dan tertib serta belum
terlihat adanya konflik yang menyelimuti cerita. Hal tersebut
karena alur awal cerita menampakkan keseimbangan cerita.
Penulis skenario memperlihatkan keseimbangan cerita melalui
penggambaran anak-anak SD Towea yang ingin melanjutkan
sekolah dan bercita-cita tinggi. Namun, kondisi pendidikan yang
tidak layak menjadi salah satu persoalan bagi mereka. Keinginan
yang kuat membuat mereka tidak menghiraukan apa yang terjadi.
Berikut percakapan antara Nia dengan ibunya:
Ibu Inal : “Ibu kan dengar kata orang, Inal...kalau
tidak bisa baca tulis, tidak paham
pengetahuan.. tidak berilmu atau
bodohlah.. dibilangnya tidak pernah
makan bangku sekolah”
Inal : “Hehe iya bu, Innal cuma bercanda
maaf ya bu..”
Ibu Inal : “Ibu menyesal dulu tidak pernah
sekolah... makanya, ibu ingin Innal dan
Nia sekolah, biar tidak seperti ibu...”
Nia : “Iya, bu. Nanti Nia ingin melanjutkan
sekolah ke Jakarta supaya bisa mencari
bapak.”
Nia : “Bapak sudah lama kerja di Jakarta tapi
tidak pernah pulang, nanti Nia akan
mencari bapak di Jakarta sekalian
sekolah di sana.”
Pada dialog di atas terlihat Nia memiliki kesadaran dalam
menuntut ilmu. Nia yang berkeinginan untuk sekolah tidak
ditunjang oleh keadaan pendidikan yang ada di Pulau Muna.
Sebagian masyarakat menganggap pendidikan tidak terlalu
penting. Kondisi demikian, membuat banyak orang yang tidak
58
melanjutkan pendidikan. Seperti orang tua dari Nia dan Innal
yang mengakui bahwa dirinya tidak paham akan pengetahuan
karena tidak pernah bersekolah. Rendahnya pengetahuan di Pulau
Muna membuat Pak Guru yang diperankan oleh Andi Bersama
mengambil alih pendidikan di Pulau Muna. Ia mendirikan sebuah
sekolah gratis bernama Sekolah Towea. Sekolah tersebut menjadi
tombak pendidikan bagi masyarakat terutama anak-anak di Pulau
Muna. Percakapan di atas menunjukan bahwa Nia merasa tidak
puas jika hanya sampai sekolah dasar saja. Keinginan Nia yang
besar tersebut juga diimbangi dengan kecerdasan yang ia miliki.
Keterbatasan ekonomi yang ia miliki bukan menjadi penghambat
cita-citanya tetap tertanam dalam dirinya.
Pendidikan yang digambarkan dalam film Jembatan
Pensil ini merepresentasikan adanya ketimpangan pendidikan di
Indonesia. Kondisi pendidikan Indonesia yang masih dalam
keadaan rendah pengetahuan baik komunikasi maupun teknologi.
Hal tersebut menjadikan kurang meratanya perhatian dari
masyarakat perkotaan. Pentingnya pendidikan menjadi kurang
tersalurkan pada masyarakat kelas bawah yang berada di pelosok
Indonesia. Ondeng, Innal, Aska, Yanti, dan Nia menuntut ilmu
hanya dengan sekolah beratapkan bambu menunjukkan
ketidaksetaraan pendidikan dari segi prasarana untuk kaum
menengah ke bawah.
Pada film ini juga mengandung kritik sosial mengenai
kemiskinan. Masyarakat Muna yang bekerja sebagai nelayan dan
berpenghasilan minim menjadikan relevansi antara pendidikan
59
yang ada di Pulau Muna. Kehidupan yang kurang mapan
menjadikan masyarakat harus bekerja lebih keras. Pada adegan
antara Yanti dengan ibunya:
Yanti : “Ah, tidak beratlah bu..Aska saja bawa
anyaman nentu banyak-banyak bisa itu...
semakin banyak kutumbu gola yang kita
jual, kan semakin banyak uang yang kita
dapat?”
Ibu Yanti : “Kenapa kamu tiba-tiba berpikir tentang
uang banyak?”
Yanti : “Yanti ingin melanjutkan sekolah
sampai tinggi, bu. Butuh uang banyak
untuk biayanya, to? Seperti anaknya Pak
guru. Dia kuliah di Jakarta, hebat kan
bu?”
Yanti : “ Di kampung kita ini tidak ada dokter
to? Yanti ingin jadi dokter, bu supaya
bisa menolong orang kampung yang sakit
supaya tidak sampai meninggal seperti
bapak.”
Begitu pula mengenai dialog antara Yanti dan ibunya.
Yanti pun mengutarakan hal yang sama dengan Nia. Ia ingin
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Namun, kondisi
keuangan yang menjadi permasalahan utamanya. Mereka tidak
menyerah meskipun dalam keadaan yang serba kekurangan.
Meskipun mereka harus banting tulang dengan berdagang. Hal
tersebut tidak menyurutkan keinginan besar serta cita-cita mulia
yang mereka miliki. Orang tua mereka yang selalu mendukung
setiap harapan anak-anaknya.
Cita-cita merupakan keinginan besar yang dimiliki oleh
setiap manusia. Dalam meraih cita-cita tersebut diperlukan usaha
60
dan doa yang kuat. Setiap manusia berhak bercita-cita menjadi
apapun yang diinginkan. Usaha yang dilakukan Aska di tengah
hidup kekurangan menjadi gambaran bahwa setiap proses yang
dijalani akan menghasilkan sesuatu. Begitu pula dengan cita-cita
yang diutarakan Aska kepada kakaknya. Berikut percakapannya:
Aska : “Ini kak, ada banyak pesanan dari
tengkulak.”
Aska : “Kalau sudah banyak, nanti uang
tabungan ini untuk biaya sekolah... sampai
Aska jadi Presiden...”
Kakak : “Aiihh... mau jadi Presiden...?”
Kakak : “Kalau mau jadi Presiden, bantu kakak
menganyam nentu. Nanti uang tabunganmu
akan kakak tambah...!”
Aska : “kakak setuju aska jadi presiden?”
Kakak : “Kamu adik kakak, Aska... hanya kamu
satu satunya keluarga kakak... Hanya kamu
harapan kakak di masa tua nanti... Jadi
jangan pernah kecewakan kakak, apalagi
jika nanti kamu benar-benar jadi
Presiden...!”
Aska : “Siap, Kak...! Aska tidak akan
mengecewakan kakak... Calon Presiden
akan menganyam nentu banyak-banyak...!”
Kakak : “laksanakan presiden!”
Percakapan di atas menunjukkan bahwa cita-cita boleh
dimiliki oleh siapapun. Sebuah cita-cita tidak dibatasi dari segi
materi maupun keadaan yang terjadi. Sekalipun hidup dalam
keadaan miskin dan kekurangan. Hal tersebut bukan menjadi
penghalang setiap orang untuk bercita-cita. Seperti yang
dilakukan oleh tokoh Aska, ia memiliki cita-cita menjadi presiden
walau dalam kondisi yang memprihatinkan.
61
Setiap hari mereka berusaha untuk dapat hadir di sekolah.
Fasilitas seperti seragam, sepatu, alat tulis, dan buku pelajaran
menjadi persoalan dalam menempuh pendidikan. Mereka
menggunakan perlengkapan sekolah dengan seadanya. Sepatu
yang selalu mereka kalungkan saat menuju sekolah tersebut agar
sepatu tetap awet karena perjalanan yang ditempuh sangat jauh.
Aska juga mengutarakan alasan mereka menggunakan seragam
yang serba kebesaran saat sekolah. Alasan tersebut ialah untuk
berhemat dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Yanti pun menjelaskan seragam yang sudah sempit tetapi tetap
digunakan. Hal tersebut karena uang untuk membeli seragam
baru belum mencukupi.
Cita-cita dan harapan Ondeng, Aska, Innal, Nia, dan Yanti
menjadi alasan untuk tetap dapat bersekolah. Mereka
mengupayakan sekolah walaupun keadaan bangunan sekolah
sudah tidak layak untuk dijadikan tempat belajar. Sekolah
tersebut merupakan satu-satunya sekolah yang ada di Pulau
Muna. Sekolah Towea merupakan sekolah gratis yang didirikan
oleh Pak Guru. Ia adalah sosok yang berjasa dalam memajukan
pendidikan dipulau tersebut. Ia rela menjadi pengajar tanpa
mendapatkan imbalan.
Pada suatu saat pak guru menjelaskan bahwa sekolah
tersebut akan kehadiran seorang guru baru. Berita tersebut
membuat anak-anak menjadi senang karena akan kedatangan
seorang guru baru. Guru tersebut adalah putri tunggal pak guru.
62
Ia bernama Aida, yaitu seorang sarjana dari Jakarta. Berikut
percakapan anak-anak saat menuju ke sekolah:
Nia : “Aska, semangat sekali kamu hari ini?”
Aska : “Iya lah Nia, semangat! Kan mau bertemu
dengan guru baru?”
Inal : “Senang sekali ya, sekolah kita sekarang
punya dua guru.”
Yanti : “Iya, Inal. Kasihan Pak guru kalau
mengajar sendirian. Mana sekarang pak
guru sering sakit.”
Mereka antusias dalam menyambut kedatangan ibu guru
Aida. Seorang guru adalah pekerjaan yang tidak mudah tetapi
tugas yang sangat mulia. Seorang guru dengan sabar dan setia
mengajar para siswa tentang ilmu yang dimilikinya. Sejak tidak
dapat membaca sampai dapat membaca dengan lancar. Sejak
tidak mengenal angka sampai paham beribu angka. Sejak tidak
mengerti suatu hal sampai paham akan pengetahuan yang ada
dunia. Ibu guru Aida menjadi energi semangat yang baru untuk
anak-anak. Hal tersebut terlihat dari antusias anak-anak disekolah
saat kedatangan ibu guru aida di kelasnya. Berikut percakapan
mereka:
Pak guru : “Aida akan tiba di Towea nanti sore.”
Pak guru : “Besok pagi, dia sudah menjadi guru
kalian.”
Ondeng :“Guru baru...! Inal, Aska, kita punya
guru baru..! Nia, Yanti...Bu Aida guru
baru kita.. guru baru!!!”
Situasi yang digambarkan dalam kutipan dialog di atas
adalah kegembiraan Ondeng dan teman-teman dalam menyambut
kehadiran guru baru mereka. Sebab selama mereka bersekolah
63
hanya ada satu tenaga pendidik yang mengajar mereka setiap
hari. Pak guru juga tidak muda lagi, kini ia sudah renta dan sakit-
sakitan sehingga perlu adanya guru baru untuk mengisi kelas
dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Ibu guru Aida
diharapkan dapat memberikan ilmu kepada anak-anak di sekolah.
Meskipun kondisi fisik sekolah Towea sudah rapuh dan tidak
layak setidaknya kedatangan guru baru tersebut dapat menambah
semangat dan memotivasi anak-anak di sekolah.
Aida mulai mengajar di sekolah Towea. Ia merasa sedih
melihat kondisi sekolah tersebut. Kemudian, kondisi yang
memprihatinkan juga digambarkan saat menempuh jalan ke
sekolah. Anak-anak tersebut harus berjalan sepuluh kilometer dari
kediaman mereka. Jalan yang ditapaki bukan jalan yang mudah
melainkan lembah, hutan, serta sebuah jembatan. Jembatan
tersebut terbuat dari kayu yang sudah keropos. Bentuk jembatan
tersebut sudah tidak teratur.
Tokoh Innal, Aska, Yanti, dan Nia bertempat tinggal jauh
dari sekolah. Mereka menggunakan jembatan untuk menyeberang
ke sekolah. Tokoh Ondeng adalah teman yang setia meskipun
perjalanan menuju sekolah tidak memerlukan jembatan tersebut,
ia dengan setia menunggu empat temannya menyeberang.
Ondeng memastikan teman-temannya menyeberang dengan
selamat. Meskipun demikian mereka tetap semangat dan tidak
menyerah saat melintasi perjalanan tersebut. Menurut mereka,
itulah tantangan dalam proses menuntut ilmu. Namun, kondisi
64
jembatan yang mereka seberangi setiap hari memang sudah tidak
layak digunakan.
Pada suatu hari saat ingin menyeberang mereka hampir
celaka karena jembatan semakin rusak. Mereka semua tegang tapi
berusaha untuk tetap tenang. Kayu penyanggah jembatan tiba-tiba
meretak karena rapuh. Mereka terkejut saat jembatan mulai
goyang dan hampir runtuh. Namun, mereka berhasil melewati
dan selalu berhati-hati hingga di ujung jembatan. Wajah mereka
pun digambarkan sangat lega karena dapat menyeberang dengan
selamat.
Kejadian tersebut selalu terulang saat mereka melintasi
jembatan untuk ke sekolah. Kondisi Innal yang tidak dapat
melihat membuat Aida yang melihat langsung perjuangan mereka
menjadi tegang dan cemas. Mereka saling membantu dengan
menjulurkan tangan di sisi jembatan. Keadaan mengerikan
menjadi asupan setiap hari yang harus dilalui oleh mereka.
Berikut percakapannya:
Ondeng : “Innal, Innal!
Aska...! Yanti...!
Nia...! Hati-hati.”
Aida, Aska, Ondeng : “Awaaaaaas...!!!”
Innal : “Nia Hati-hati.”
Innal : “Nia.”
Nia :“Iya Innal, Nia
tidak apa-apa.”
Begitulah percakapan yang selalu mereka ucapkan.
Mereka saling mengingatkan untuk selalu berhati-hati saat
menyeberang. Kondisi yang sudah tidak layak menjadi ancaman
65
untuk keselamatan mereka. Namun mereka hanya memiliki
fasilitas tersebut untuk bisa sampai ke sekolah. Hal tersebut tak
pernah menyurutkan mereka untuk berhenti berjuang
mendapatkan ilmu. Keadaan pendidikan yang tidak merata
menjadi persoalan yang harus dituntaskan oleh masyarakat
Indonesia terutama pemerintah setempat. Perhatian khusus juga
perlu ditujukan kepada masyarakat pedesaan dan pelosok serta
menghargai perjuangan dalam meraih cita-cita.
B. Analisis Alur Tengah Cerita pada Film Jembatan Pensil
Pada alur cerita ini keadaan semakin tidak stabil dan teratur
dalam cerita. Penulis semakin membuat konflik naik ke
permukaan. Para penonton dibuat merasakan sebuah ketegangan
yang lebih meningkat. Bagian sebelumnya digambarkan jembatan
yang rapuh dan rusak. Hari berikutnya Ondeng mengkhawatirkan
kondisi teman-temannya saat harus menyeberang jembatan.
Kondisi jembatan yang rusak membuat Ondeng berniat untuk
memperbaharui jembatan tersebut. Jembatan yang menjadi satu-
satunya prasarana untuk sampai di sekolah belum diperbaiki. Hal
tersebut membuat Ondeng menyisihkan uang untuk dana
pembuatan jembatan. Ondeng bukan lah orang yang kaya raya
melainkan hanyalah seorang anak nelayan yang memiliki
penghasilan terbatas. Keterbatasan biaya untuk kehidupan sehari-
hari tidak menghentikan niatnya untuk membuat jembatan yang
baru. Hal tersebut juga didukung oleh Pak Mone. Berikut bukti
percakapannya:
66
Pak Mone : “Ondeng selalu menabung
uang jajannya di situ...
Katanya untuk membangun
jembatan buat teman-
temannya...”
Gading : “Jembatan buat teman-
temannya...?”
Pak Mone : “Iya..”
Saat Innal, Aska, Yanti, dan Nia hendak menuju sekolah.
Mereka merasakan jembatan tersebut sudah tidak layak lagi untuk
digunakan. Namun, mereka tetap berjalan menuju jembatan
tersebut karena khawatir akan terlambat ke sekolah. Jembatan
tersebut tiba-tiba runtuh saat mereka melintas. Aska, Innal, Nia,
dan Yanti jatuh ke sungai. Pada saat itu semua panik dan
ketakutan. Ondengpun langsung terjun ke sungai untuk
membantu keempat teman-temannya meskipun ia tidak bisa
berenang. Kondisi jembatan yang hancur membuat mereka saling
menyalahi atas musibah yang menimpa mereka. Hal tersebut
terjadi karena semua peralatan sekolah yang mereka bawa hanyut
ke sungai saat jembatan tersebut ambruk. Kini mereka tidak
memiliki lagi peralatan sekolah untuk belajar. Berikut dialog saat
pertengkaran kecil yang sempat terjadi:
Aska : “Kamu juga, Yanti...! Kenapa
tidak sabaran...?! Jembatan itu tidak
kuat buat kita berempat...! Gara-
gara kamu dan Nia... jembatannya
ambruk, kita semua nyaris
celaka...!”
Nia : “Sudah, sudah... Saya minta
maaf... Kita jangan bertengkar...
Yang penting kita semua
selamat...!”
67
Aska : “Tapi kita semua kehilangan
sepatu dan tas...! Mau pakai apa
kita sekolah...?!”
Suasana tersebut semakin terasa menegangkan. Mereka
merasa bersalah akan kejadian yang terjadi pada pagi itu.
Meskipun dalam keadaan kesal dan marah Innal, Aska, Nia,
Yanti, dan Ondeng tetap melanjutkan perjalanan ke sekolah
dalam keadaan basah. Mereka terus berjalan dengan perasaan
sedih karena kehilangan alat sekolah mereka. Mereka
memikirkan alat-alat sekolah yang sudah hanyut ke sungai. Alat-
alat tersebut mereka dapatkan dengan susah payah harus terbuang
sia-sia. Kondisi demikian merupakan bentuk kesulitan ekonomi
yang mereka alami. Mereka juga harus memikirkan biaya untuk
membeli semua barang yang hilang. Kondisi perekonomian
mereka terbatas dengan kemampuan yang dimiliki sehingga perlu
adanya penambahan waktu kerja untuk mendapatkan hasil yang
lebih. Saat tiba di sekolah pak Guru dan Bu Guru Aida merasa
heran dengan keadaan mereka yang basah kuyup, berikut
percakapannya:
Pak Guru : “Kalian dari mana...? Biasanya
kalian datang paling awal, sekarang
terlambat, basah kuyub pula...”
Aska : “Jembatannya runtuh... kami
semua jatuh...”
Attar :“Syukuuuurrrr...!!!
Syukuuuurrrr...!!!”
Pak Guru : “Jangan mentertawakan kesedihan
temanmu...! Itu tidak baik...!”
68
Mendengar penjelasan Aska Pak Guru dan Bu Guru Aida
nampak sedih. Mereka tidak tega melihat kondisi anak-anak
harus bertarung nyawa demi mendapatkan pendidikan di sekolah.
Perjuangan anak-anak dalam meraih pendidikan yang selayaknya
tergambar dalam dialog di atas. Namun, salah satu teman sekelas
mereka bernama Attar mengolok-olok teman-temannya yang
sedang kesusahan. Attar memang dikenal sebagai anak yang
sombong dan nakal. Ia adalah anak seekor juragan sapi yang kaya
raya sehingga ia tidak membantu teman-temannya yang sedang
kesulitan. Setelah menjelaskan semuanya, anak-anak dipersilakan
untuk kembali masuk ke kelas dan melanjutkan pelajaran seperti
biasa. Setelah jembatan itu ambruk Ondeng terlihat cemas dan
bingung. Ia memikirkan bagaimana teman-temannya
menyeberang nanti saat ingin ke sekolah. Jembatan yang biasa
digunakan sudah tidak ada. Ondeng memaksa kakak angkatnya
yaitu Gading agar mencari cara untuk menolong teman-temannya
melintasi sungai. Gadingpun bingung karena saat itu adalah hari
minggu. Ondeng memang memiliki keterbatasan pikiran namun
ia adalah anak yang baik dan peduli dengan teman-temannya.
Saat itu Gading berusaha menjelaskan bahwa hari itu adalah hari
libur. Ia berjanji untuk membantu Innal, Aska, Yanti, dan Nia
menyeberang sungai.
Sebuah konflik kembali hadir dan kadarnya semakin
meningkat. Pada sebelumnya jembatan yang biasa di gunakan
anak-anak untuk pergi ke sekolah runtuh. Pada bagian ini
menceritakan Ondeng mengalami demam tinggi dan selalu
69
memanggil-manggil Ayahnya. Ia terlihat depresi dengan kejadian
yang menipanya Ondeng merasa tak sanggup hidup sendiri.
Beberapa saat yang lalu Ayah Ondeng tewas saat melaut. Ayah
Ondeng merupakan pekerja keras. Setiap hari ia melaut demi
mendapatkan uang untuk membahagiakan anak semata
wayangnya. Gading panik dan segera mencari obat untuk
menurunkan panas yang dialami Ondeng. Saat Gading kembali
dari toko obat, ia kaget Ondeng tidak ada di rumahnya. Seorang
nelayan tiba-tiba mengabari Gading bahwa Ondeng pergi
membawa perahu untuk ke tengah laut. Mirisnya, perahu yang
dibawa Ondeng adalah perahu yang sudah tidak layak dan
mesinnya mengalami kebocoran. Gading semakin panik. Saat
bersamaan Bu Guru Aida bersama anak-anak hadir di pinggir
dermaga untuk melihat keadaan Ondeng di tengah laut. Kejadian
itu membuat semua orang gempar dan khawatir dengan keadaan
Ondeng, berikut dialognya:
Nelayan 1 : “Perahu itu perahu rusak... sudah
bocor...!”
Aida : (makin panik) “Ya ampun....
bagaimana kalau sampai...”
Aska : (Semakin panik) “Ondeng tidak
bisa berenang...!”
Nelayan 1 : “Mesinnya rusak...! Baru mau
saya perbaiki...”
Setelah itu Gading langsung menyiapkan perahu untuk
mengejar Ondeng yang sudah jauh di tengah laut. Gading dengan
muka sedih dan panik hentak terus mendayung perahu dengan
sekuat tenaga. Namun, kondisi perahu yang dinaiki Ondeng
70
semakin bocor dan sudah hampir tenggelam. Ondeng ketakutan
dan terus memanggil Ayahnya:
Ondeng :“Bapak..! Bapaaaakkkk...!”
Ondeng : “Perahu bocor... bocor...!
Bapaak... Tolong...!
Tolooong...!”
Ondeng : “Bapak...! Tolong...!
Tolong Ondeng, bapak...
Perahu bocor... Ondeng
tidak bisa renang...
Tolooong...!”
Saat itu Gading segera mempercepat kayuhan perahu
untuk menyelamatkan Ondeng. Namun, setelah berteriak-teriak
memanggil orang tuanya di tengah laut. Nyawa Ondeng tidak
dapat diselamatkan. Ia tenggelam di lautan dan meninggal dunia.
Semua yang ada di dermaga langsung mengangkat Ondeng yang
sudah terbujur kaku. Gading, Aida dan anak-anak merasa amat
sedih yang mendalam. Kepergian ondeng untuk selamanya
mengingatkan akan perjuangan untuk mendapat pendidikan yang
sama dengan anak-anak lainnya.
C. Analisis Alur Akhir Cerita pada Film Jembatan Pensil
Alur ini merupakan tahap akhir dalam sebuah cerita. Pada
tahap ini identik dengan penyelesaian konflik atau kekacauan
yang terjadi dalam cerita. Keseimbangan kembali setelah adanya
ketidakteraturan. Dalam sebuah akhir cerita terdapat dua
kemungkinan cerita yang benar-benar selesai atau cerita dibuat
71
menggantung. Hal tersebut tergantung pada penulis yang ingin
menyajikan cerita kepada penonton.
Saat alur akhir cerita ini, tokoh Attar digambarkan
mengalami perubahan sikap. Ia menjadi baik saat kepergian
Ondeng untuk selamanya. Attar mulai menyesali sikap-sikapnya
selama ini sudah menyakiti banyak orang. Perkataannya sering
menyakiti hati orang-orang di sekelilingnya sehingga tak banyak
orang yang kesal dan sakit hati terhadapnya. Ia menyadari
kekayaan yang ia miliki bukan sepenuhnya miliknya tapi ada
milik orang lain di dalamnya.
Meskipun Ondeng bukan teman dekat Attar, ia juga
merasakan kesedihan yang mendalam atas meninggalnya
Ondeng. Penyesalannya semakin dalam saat mengingat
perlakuannya kepada Ondeng dulu. Ia mengingat saat ia
mengganggu Ondeng dengan menggelitik tubuh Ondeng dari
belakang. Attar juga sering melempar gulungan kertas ke kepala
Ondeng. Saat Ondeng menolong Attar yang jatuh namun
ditepisnya dengan kasar.
Semua itu pekat dalam ingatan Attar saat itu. Wajahnya
penuh kesedihan dan penyelasan mengingat perbuatannya selama
ini. Kini ia mulai merubah perlakuannya kepada teman-
temannya. Pada alur ini Attar digambarkan akrab dengan teman-
temannya yaitu Aska, Innal, Yanti dan Nia. Pada tahap ini
keseimbangan kembali dihadirkan dengan perubahan sikap Attar
yang sebelumnya menjadi faktor kekacauan dalam cerita.
72
Alur cerita ini semakin mendekatkan pada akhir sebuah
cerita. Pada alur ini penulis mengakhirkan cerita dengan
terwujudnya mimpi Ondeng selama ini. Ondeng memiliki
keinginan yang sangat mulia sebelum akhirnya ia
menghembuskan nafas terakhirnya. Anak dengan
keterbelakangan mental itu ingin membangun sebuah jembatan
sebagai bentuk kasih dan kesetiakawanan untuk teman-temannya.
Dalam cerita sebelumnya dijelaskan bahwa jembatan yang sudah
rapuh tersebut kondisinya semakin rusak. Kemudian berselang
beberapa waktu jembatan tersebut tak kuat dan akhirnya roboh.
Ondeng dan kawan-kawan sangatlah sedih karena jembatan satu-
satunya yang dapat mengantarkan mereka ke sekolah kini sudah
tidak dapat digunakan lagi.
Sebelum Ondeng meninggal, ia sempat khawatir dengan
teman-temannya yang tidak dapat menggunakan jembatan
tersebut. Ia selalu mengatakan kepada Gading “Jembatan untuk
teman-teman.. jembatan untuk teman-teman” . Gading selalu
terenyuh ketika mengingat kata-kata tersebut. Pada akhirnya
Gading berinisiatif membangun sebuah jembatan untuk anak-
anak sesuai dengan mimpi Ondeng sebelum meninggal dunia.
Orang-orang di desa juga senantiasa membantu termasuk
Innal, Aska, Yanti, Nia dan Attar. Mereka dengan semangat
bekerja sama untuk membantu para warga dalam membangun
jembatan. Kehangatan dan gotong royong sangat terasa saat
proses pembangunan jembatan tersebut. Pada akhirnya jembatan
tersebut kembali lagi dengan kondisi yang kokoh. Innal, Aska,
73
Yanti, dan Nia menamai jembatan tersebut dengan Jembatan
Pensil sesuai dengan jumlah pensil yang dibagi lima oleh Ondeng
saat membantu mereka sebagai tanda solidaritas dalam
persahabatan.
D. Pesan Solidaritas Film Jembatan Pensil
Dalam penelitian film Jembatan Pensil ini, penulis melihat
adanya pesan Solidaritas yang ingin disampaikan penulis naskah
kepada penonton, berikut penjelasannya:
Solidaritas merupakan bentuk kepedulian dan keinginan
untuk tolong menolong kepada sesama. Solidaritas adalah sifat
(perasaan) solider, sifat satu rasa (senasib), perasaan setia kawan
yang pada suatu kelompok anggota wajib memilikinya. Sosial
adalah berkenaan dengan masyarakat, perlu adanya komunikasi
dalam usaha menunjang pembangunan, suka memperhatikan
kepentingan umum.
Dalam film ini, makna yang disampaikan penulis adalah
tentang bentuk solidaritas atau kesetiakawanan antarsesama. Hal
tersebut ditampilkan menggunakan dialog oleh setiap tokoh yang
berperan dalam film ini. Berikut bentuk solidaritas yang terdapat
pada film Jembatan pensil:
a. Saling Memberi dan Tolong-Menolong dengan
Sesama
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup tanpa
bantuan dari orang lain. Lingkungan dan tempat tinggal
74
menjadi aspek keterkaitan manusia sebagai makhluk sosial.
Hal tersebut dikarenakan tindakan yang dilakukan manusia
dengan cara memanfaatkan lingkungan dan alam adalah
guna untuk menyempurnakan dan meningkatkan
kesejahteraan hidup untuk kelangsungan hidup sesama
manusia.
Dalam kehidupan bermasyarakat tentunya kita akan
menemukan berbagai macam sifat-sifat manusia. Salah
satunya adalah sifat selalu ingin memberi dan membantu.
Sifat tersebut adalah sifat yang Allah anjurkan kepada
setiap makhluk-Nya. Dalam surah Al-Maidah/5:2 berikut
ayatnya:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong
dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Dan
bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah :2)
Dalam film Jembatan Pensil ini banyak sekali dialog
para tokoh yang mengisyaratkan mengenai pesan solidaritas
berupa bentuk saling tolong-menolong dan memberi kepada
sesama. Pada percakapan di siang hari antara Nia, Yanti,
Aska, dan Innal terdapat makna berbagi kepada sesama
75
kawan. Yanti menyisakan makanan untuk teman-temannya.
Meskipun ia hidup dalam kondisi perekonomian yang sulit
sehingga ia harus sekolah sambil berjualan. Namun, ia tak
pernah lupa untuk berbagi kepada teman-temannya. Hal
tersebut dilakukan oleh mereka untuk menghemat
pengeluaran saat di sekolah. Berikut percakapannya:
Nia : “Dah habis Katumbu Gola-nya, Yanti...?”
Yanti : “Alhamdulillah sudah, Nia...”
Aska : “Habis semuanya, Yanti...? Tidak ada sisa
buat kita...”
Yanti : “Adalah buat kita berlima, Aska...”
Inal : “Alhamdulillah... masih ada buat kita...”
Kemudian pada dialog selanjutnya juga membuktikan
bentuk saling tolong-menolong sangat tergambar jelas saat
menuju sekolah, Ondeng selalu menjemput teman-
temannya di ujung jembatan. Ondeng yang memiliki
kekurangan dalam dirinya, namun ia tak pernah lupa untuk
selalu membantu teman-temannya. Berikut percakapan
antara Ondeng dan Bu Guru Aida:
Aida : “Ondeng...! Kenapa turun di sini...? Karet
hapusannya jatuhnya sudah jauh... akan
susah mencarinya...”
Ondeng : “Bukan... bukan hapusan...! Jemput
teman...!”
Aida : “Eh, eh, pak...! Stop...! Stop...!!!”
Aida : “Itu Ondeng mau kemana, to...?”
Sopir : “Biasa... menunggu teman-temannya di
jembatan...”
Perbuatan Ondeng kala itu mengajarkan mengenai
sebuah kesetiaan dan bentuk solidaritas yang sangat kuat.
76
Tidak jarang seorang manusia lupa akan kesulitan yang
dihadapi oleh manusia lain. Ondeng mengajarkan bahwa
keterbatasan yang ia miliki bukan menjadi batu sandungan
untuk menolong teman-temannya. Pada kenyataannya,
mungkin sulit melakukan hal seperti yang dilakukan oleh
Ondeng. Jika kita tidak memiliki kepekaan sosial.
Ondeng adalah anak empat belas tahun yang memiliki
keterbelakangan mental yang diperankan oleh Didi Mulya
Pemeran utama ini menjadi tokoh sentral dalam film yang
tayang September 2017. Percakapan-percakapan yang ada
dalam film ini ringan dan sederhana. Namun, tidak dapat
dipungkiri bahwa hal tersebut mengandung makna yang
mendalam.
Percakapan antara murid-murid SD Towea saat belajar
dengan alam di Puncak bukit tinggi memiliki makna
tersendiri. Ondeng mengatakan sepatah kata mengenai
sebuah makna kebersamaan dalam persabahabatan. Berikut
percakapannya:
Nia : “Ada buku tapi tidak ada pensil... Mau
menulis pakai apa...?”
Gading : “Eh, buat apa...?”
Ondeng : “Buat potong ini...! Potong lima... buat
teman-teman..”
Maksud dari percakapan di atas adalah ketika Nia
mengatakan bahwa ia sudah tidak memiliki alat tulis. Tiba-
tiba Ondeng mengambil pisau yang ada didekatnya. Gading
pun khawatir Ondeng akan melakukan sesuatu. Pisau
77
tersebut akan digunakan untuk memotong pensil baru
Ondeng menjadi lima bagian. Kemudian akan dibagikan
kepada teman-temannya.
Ondeng memang terbelakang pikirannya, tetapi
kebaikan dihatinya tidak perlu diragukan lagi. Jika kita lihat
saat ini, tak sedikit masyarakat terlalu sibuk memikirkan
hidupnya sendiri. Hal tersebut membuat lupa bahwa hakikat
manusia sebagai makhluk sosial ialah membantu dan
memberi kepada siapapun yang membutuhkan. Kita sebagai
manusia jangan pernah takut untuk berbagi kepada sesama.
Pada hakikatnya, memberi pada kebaikan maka Allah-lah
yang akan memberi gantinya di dunia berupa pahala dan
balasan kebaikan untuk di akhirat kelak.
Pertemanan yang dijalin oleh Ondeng dan kawan-
kawan kadang kala tak semulus jalan melurus. Kekesalan
ataupun perbedaan pendapat sering pula terjadi. Seperti saat
kondisi jembatan yang runtuh, mereka terlihat adu
argumentasi dan emosi satu sama lain berikut
percakapannya:
Inal : “Semua ini gara-gara saya...! Aska
hampir celaka karena menolong saya yang
jatuh di bukit... Jadinya kita semua
kesiangan sampai sini...”
Inal : “Kita berebut menyeberangi jembatan
karena takut terlambat ke sekolah... Kita
semua jatuh ke sungai...”
Inal : “Ondeng hampir mati tenggelam karena
ingin menolong saya... Kita kehilangan
sepatu, tas dan semua peralatan sekolah...
78
semua itu gara-gara saya...! Saya tidak
berguna...!!!”
Ondeng : “Inal... Inal... jangan begitu... Inal...
Waaa...”
Aska : "Inal... semua ini bukan salah siapa-
siapa... Kita ini bersahabat...kita harus
saling membantu...harus saling tolong
menolong... kalau tidak, untuk apa kita
bersahabat...?”
Percakapan di atas terjadi sesaat setelah jembatan itu
runtuh. Mereka sangat sedih dan takut. Hal tersebut
menjadikan emosi dan panik menyelimuti hati mereka saat
ingin menuju sekolah. Mereka saling menyalahkan satu
sama lain. Namun, kejadian itu tak berlanjut lama ketika
suasana mereda. Mereka menyadari bahwa semua yang
terjadi memang sudah takdir Tuhan. Persahabatan yang
mereka jalin selama ini tidak boleh ada pertikaian. Mereka
mengerti bahwa persahabatan harus saling memberi dan
menolong satu sama lain.
Berikutnya mengenai keinginan Ondeng untuk
membangun jembatan bagi teman-temannya. Hal tersebut
adalah impian yang mulia, ia sangat ingin membantu
teman-temannya agar tidak kesusahan lagi saat berangkat
dan pulang dari sekolah. Berikut perkataan Ondeng kepada
Bu guru Aida saat belajar di Alam terbuka:
Ondeng : “Pensil... Pensil...! Jembatan
pensil...! Jembatan pensil...!
Ondeng akan membangun jembatan
pensil...!”
79
Sebuah mimpi yang selalu ada dipikiran Ondeng dan ia
selalu mencari cara bagaimana agar ia selalu dapat
membantu teman-temannya agar dapat bersekolah. Bahkan
suatu ketika ia rela berenang di sungai demi membantu
teman-temannya. Padahal ia tidak dapat berenang tetapi ia
berusaha memberanikan diri untuk bisa berenang dan
menolong teman-temannya yang kesulitan.
Suatu ketika impian besar Ondeng untuk membangun
sebuah jembatan belum tercapai. Pada suatu saat Ondeng
mengalami demam, badannya panas tinggi. Dan dalam
keadaan yang meringkih kesakitan menahan demam ia
masih sempat mengingat teman-temannya dan memaksa ke
jembatan untuk bantu teman-temannya, berikut
percakapannya:
Gading : “Ya Allah... Ondeng panas sekali...”
Ondeng : (seperti mengigau) “Jembatan...
jembatan... sungai... Bantu teman-teman..
bantu... jembatan... sungai...”
Gading : “Iya, Deng... Iya... Ondeng tidak usah
sekolah dulu ya... Kak Gading akan bantu
teman-teman Ondeng menyebrangi
sungai... Sekalian Kak Gading cari obat
buat Ondeng... “
Gading panik melihat keadaan Ondeng yang demam
tinggi. Ia berusaha menenangkan Ondeng. Kemudian
Gadinglah yang membantu teman-teman Ondeng
menyebrangi sungai untuk berangkat ke sekolah. Dalam
keadaan sakitpun Ondeng masih memikirkan keadaan
80
teman-temannya dan berusaha untuk tetap membantu
mereka.
Allah menyuruh setiap hamba-Nya untuk senantiasa
saling tolong-menolong dalam kebajikan dan diikuti dengan
ketaqwaan kepada-Nya. Keduanya merupakan sebuah
kesinambungan. Saat kita bertaqwa pada Allah maka kita
senantiasa mendapatkan ridha Allah SWT. kemudian
tolong-menolong adalah perbuatan yang baik maka orang-
orang akan menghargai perbuatan baik kita.
Uraian di atas merupakan bentuk solidaritas berupa
saling memberi dan tolong-menolong yang terdapat dalam
film Jembatan Pensil. Adapun hikmah yang dapat dipetik
dari film berdurasi 90 menit ini ialah dengan tolong-
menolong akan terciptanya hidup yang tentram dan
harmonis dan juga dapat menumbuhkan rasa gotong-royong
antarsesama masyarakat.
b. Peduli Terhadap Keadaan Orang Lain
Peduli terhadap sesama merupakan bentuk dari sebuah
solidaritas di masyarakat. Menurut Adler, kepedulian sosial
sebagai sebuah sikap keterhubungan dengan kemanusiaan
pada umumnya dan juga sebuah empati bagi setiap anggota
komunitas manusia.1 Rasa peduli terhadap sesama
semestinya ditumbuhkan dan dijadikan prinsip dalam
1 Jess Feist & Gregory, Theories of Personalit, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008), h. 68
81
kehidupan setiap manusia. Hal tersebut guna
memperlihatkan rasa simpati dan mengurangi rasa kesulitan
orang lain. Jika kita menunjukkan rasa peduli kepada
sesama maka orang lainpun akan merasakan keberadaan
kita di dekatnya. Pesan-pesan kepedulian juga disampaikan
dalam film yang disutradarai oleh Hasto Broto ini.
Beberapa dialog yang disampaikan dalam film Jembatan
Pensil merupakan pesan-pesan demikian. Peneliti mengkaji
beberapa dialog-dialog tersebut.
Pada suatu hari saat Pak Mone ingin berangkat bekerja.
Pak Mone tak pernah lupa untuk memberikan uang saku
kepada Ondeng. Pak Mone menceritakan kepada rekan
kerjanya yaitu Gading bahwa Ondeng sangat rajin
menabung. Di balik kepolosannya, Ondeng ternyata
memiliki niat mulia yaitu ingin membangun jembatan. Hal
itu yang menjadikan ia selalu menyisihkan uang sakunya.
Berikut dialog antara Pak Mone dan Gading:
Pak Mone : “Ini buat jajan besok di
sekolah... bapak mau melaut
dulu sama Kak Gading...
Ondeng baik-baik di rumah,
ya...?”
Pak Mone : “Ondeng selalu menabung
uang jajannya di situ...
Katanya untuk membangun
jembatan buat teman-
temannya...”
Gading : “Jembatan buat teman-
temannya...?”
Pak Mone : “Iya..”
82
Dari segi fisik dan psikis Ondeng adalah anak yang
berbeda dengan teman-temannya. Tetapi memang ia juga
anak yang paling istimewa diantara teman-temannya yang
lain. Tokohnya digambarkan sebagai anak berusia empat
belas tahun namun memiliki badan yang besar. Usia
tersebut ia masih duduk di kelas lima sekolah dasar. Di
balik keterbelakangan yang dimiliki, ia adalah anak yang
pandai menggambar sketsa. Buah hasil goresan tangannya
sangatlah indah bak mirip dengan aslinya. Lebih dari
istimewa, dialog di atas merupakan penyampaian pesan
solidaritas mengenai kepedulian Ondeng dengan teman-
temannya. Ia rela menabung untuk membangun jembatan,
dalam pikirnya hanya bagaimana teman-temannya yaitu
Innal, Nia, Yanti, dan Aska dapat menyeberang jembatan
yang layak.
Pertemanan antara Ondeng, Aska, Innal, Nia, dan Yanti
merupakan sebuah pertemanan yang dijalin dengan
sederhana dan kesetiaan. Terlihat saat Ondeng tertimpa
musibah, yaitu Pak Mone tewas saat melaut. Kala itu
Ondeng sangat sedih dan terpukul. Namun, teman-
temannya selalu memberi dukungan dan berusaha
menenangkannya. Teman-teman yang datang melayat ke
rumah Ondeng saat itu memang tak memberikan materiil
namun mereka memberikan pelukan hangat. Hal tersebut
guna agar Ondeng tidak lagi sedih dan mengingat bahwa
83
masih banyak orang-orang yang menyayangi Ondeng.
Meskipun ia kini hidup sebatang kara.
Setelah dirundung kesedihan atas kepergian orang
tuanya. Gading yang sudah menganggap Ondeng sebagai
bagian dari keluarganya memiliki inisiatif untuk mengajak
Ondeng tinggal bersamanya. Pada suatu ketika Ondeng
lupa bahwa hari itu adalah hari Minggu, tetapi Ondeng
memaksa untuk pergi ke jembatan, berikut percakapannya:
Gading : “Ondeng...! Ondeng...!”
Gading : “Ondeng mau kemana...?”
Ondeng : “Mau ke jembatan...! Jembatan...! Teman-
teman Ondeng...! Inal... Aska... Nia...
Yanti... menunggu Ondeng... di jembatan...
“
Gading : “Sekarang hari Minggu, Deng... hari
libur... Teman-temanmu tidak akan pergi
sekolah...”
Ondeng : “Oh... Minggu... Minggu libur ya...?
Libur... Lupa Ondeng...”
Gading : “Iya... Libur... besok baru sekolah lagi...”
Percakapan menggambarkan kepedulian Ondeng
kepada Innal, Aska, Yanti, dan Nia. Ondeng tidak peduli
dengan keadaannya yang sedang berduka, ia tetap memaksa
untuk pergi ke jembatan. Akhirnya Gading berusaha
mengingatkan bahwa hari itu ialah hari libur. Kemudian
Ondeng barulah mengingat bahwa hari itu adalah hari
minggu. Peristiwa di atas mengajarkan bahwa kita harus
peduli pada sesama bagaimanapun keadaannya. Kepedulian
adalah bagian dari rasa sayang dan setia pada sesama.
84
Gading sangat menyayangi Ondeng dan menganggap
sebagai adiknya sendiri. Gading berinisiatif untuk
menghibur Ondeng yang masih terlihat murung setelah
kepergian Pak Mone. Pada suatu saat Gading mengajak
Ondeng pergi ke Kota Raha menggunakan sepeda motor
miliknya. Usaha yang dilakukan Gading untuk menghibur
Ondeng ialah dengan mengajak jalan-jalan ke kota, Gading
juga berbaik hati membelikan alat-alat sekolah untuk
Ondeng. Gading membelikan roti untuk Ondeng, tetapi
Ondeng tiba-tiba teriak saat melihat roti yang berjajar
sangat banyak. Ondeng meminta Gading membelikan roti-
roti tersebut untuk teman-temannya, berikut
percakapannya:
Ondeng : “Ka Gading, roti.. roti..Buat teman-
teman... boleh...? Boleh...?”
Ondeng : “Buat Inal... buat Aska... buat Yanti... buat
Nia...”
Gading : “Ya tentu saja..”
Begitu peduli nya tokoh Ondeng dengan teman-
temannya. Ia tak lupa untuk membelikan roti dari kota
untuk teman-temannya. Pada saat kembali ke rumah Innal,
Aska, Yanti, dan Nia sudah ada di depan rumah untuk
bertemu Ondeng. Mereka sengaja menemui Ondeng untuk
melihat kondisi Ondeng sekaligus menghibur dengan
mengajak bermain bersama. Rasa peduli teman-teman
Ondeng atas kondisi Ondeng kala itu juga tergambarkan
dari dialog berikut ini:
85
Aska Cs : “Ondeeeeng...!!!”
Ondeng : “Inaaal...! Askaaa... Niaaa...! Yantiiii...!”
Aska : “Ini Deng... saya buatkan kamu perahu
dari nentu...!”
Ondeng : “Wuah... bagusss... seperti perahu
bapak...”
Inal : “Ini saya bawakan layang-layang buat
kamu, Deng...”
Nia : “Ini layang-layang buatan Nia dan Kak
Inal, Deng...”
Ondeng : “Wuah... kaghati... kaghati..”
Yanti : “Ini Deng... saya bawa katumbu gola buat
kamu...”
Ondeng : “Ini Ondeng bawakan roti buat kalian...
Roti...!”
Aska Cs : “Roti...?”
Ondeng : “Iya... Roti dari Raha...! Roti Raha...”
Aska Cs : “Ondeng dari kota...?”
Ondeng : “Iya... Ayo kita makan bersama...! Makan
bersama...”
Dari percakapan di atas, mereka saling mempedulikan
kondisi satu sama lain. Ondeng yang selalu ingat dengan
teman-temannya dan teman-temannya juga yang selalu
peduli dengan kondisi Ondeng saat itu. Mereka semua
berusaha untuk berbuat kebajikan guna meringankan beban
satu sama lain. Allah berfirman dalam surah An-Nisa 4: 36
yang berbunyi sebagai berikut:
86
“Sembahlah Allah dan janganlah engkau
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan
berbuat baiklah pada dua orang ibu-bapak, karib-
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan
teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya-mu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri” (Surah An-
Nisa 4: 36)
Belum selesai kesedihan yang dirasakan Ondeng
setelah kepergian sang Bapak. Ia kini dirundung rasa cemas
dan sedih. Hal tersebut karena jembatan yang biasa
digunakan oleh teman-temannya sudah runtuh, ia pun
menangis di dermaga dan Gading segera menghampiri
Ondeng. Berikut percakapannya:
Gading : “Ondeng masih memikirkan bapak...?”
Ondeng : (menggeleng) “Jembatan... jembatan
sudah tidak ada... Bagaimana teman-teman
Ondeng...? (Cemas) Inal... Nia... Yanti...
Aska... bantu teman-teman...! Bantu
teman-teman... Ayo, ayo...!”
Dari dialog di atas, Ondeng benar-benar cemas dengan
teman-temannya. Ia seketika sedih dan takut apabila terjadi
hal buruk menimpa teman-temannya. Ondeng mengajak
Gading untuk membantu teman-temannya untuk
menyeberang saat ingin sekolah. Bentuk kepedulian yang
luar biasa seorang anak yang luar biasa. Ondeng sangat
ingin membantu teman-temannya agar dapat tetap
bersekolah. Gading berusaha menenangkan Ondeng dan
87
berjanji akan membantu teman-temannya menyeberang
sungai agar tetap bersekolah
Saat sampai di sekolah Aida mencari-cari Ondeng yang
biasanya tiba bersama teman-temannya. Namun, Ondeng
belum terlihat juga keberadaannya. Beberapa saat kemudian
Gading datang mebawa sebuah kabar. Ia memberitahukan
bahwa Ondeng sedang sakit, berikut percakapannya:
Aida : “Ondeng mana...?”
Gading : “Ondeng sakit... demamnya tinggi...”
Inal : (Kawatir)“Ondeng sakit...? Ya Allah...
ayo jenguk”
Aska : “Pak Guru... boleh kami tengok Ondeng
dulu...?”
Pak Guru : “Aida... Kamu temani mereka tengok
Ondeng...”
Mereka seketika panik mendengar kabar bahwa
Ondeng sakit. Kemudian beberapa saat setelah itu mereka
bersama-sama bergegas ke rumah Ondeng. Dalam
percakapan di atas, merupakan bentuk kepedulian teman-
teman kepada Ondeng yang sedang sakit. Mereka merasa
harus melihat keadaan Ondeng dan memberikan doa dan
semangat sebagai bentuk kepedulian antarsesama.
Saat Ondeng mengalami demam tinggi dan kecelakaan
di laut semua sangat sedih dan merasa kehilangan. Ondeng
merupakan sosok anak yang baik dan ceria dimata teman-
temannya. Namun, setelah kepergian ondeng untuk
selamanya mereka seakan kehilangan sosok periang itu.
88
Yanti mengatakan kepada teman-temannya tepat di depan
makam Ondeng:
“Ondeng sahabat sejati kita... dia selalu ada untuk
kita.”
Mendengar perkataan Yanti sambil menangis, Aida
dengan ratapan penuh haru berucap:
“Ondeng Anak yang baik... hatinya mudah tersentuh..
itulah yang membuat kita akan selalu terkenang
padanya...”
Ondeng memiliki ruang tersendiri di hati orang-orang
terdekatnya. Ia anak yang selalu terkenang akan kebaikan
dan kepeduliannya kepada teman-temannya. Bahkan
sampai Ondeng sudah tiadapun teman-temannya masih
merasakan keberadaan Ondeng didekat mereka. Bentuk
solidaritas yang mereka lakukan ialah mewujudkan impian
Ondeng untuk membangun jembatan yang selama ini
menjadi impian Ondeng, dan berikut dialog saat jembatan
tersebut selesai dibangun:
Innal : "Ondeng akan selalu ada di hati kita...”
Aska : “Ondeng pasti akan bahagia di sana...
impiannya membangun jembatan untuk
kita telah kita wujudkan sesuai dengan
gambarnya...”
Nia : “Sesuai dengan jumlah pensilnya yang
dibagi lima...”
Aska CS : “jembatan pensil...!!!”
89
E. Interpretasi Penelitian
Setelah penulis menganalisis film Jembatan Pensil ini dengan
menggunakan analisis narasi model Todorov, penulis juga
menemukan makna solidaritas dan ikhtiar dalam film ini.
Solidaritas sosial yang ada dalam film ini tergambar dari perilaku
masyarakat dalam kehidupan sosial yaitu saat anak-anak
menjunjung nilai kesetiakawanan pada alur akhir pada saat
setelah Ondeng meninggal dunia. Mereka mewujudkan mimpi
Ondeng bersama-sama. Konsep ikhtiar juga tergambar dari film
ini ketika perjuangan anak-anak dalam menuntut ilmu, mereka
harus bisa bertahan dalam keterbatasan yang dimiliki demi
meraih apa yang diimpikan. Pada film ini terdapat bentuk
solidaritas dan ikhtiar, yaitu:
Bentuk solidaritas pertama, saling memberi dan tolong-
menolong. Tokoh-tokoh dalam film ini sering menggambarkan
bentuk solidaritas berupa saling memberi satu sama lain.
Contohnya, saat Innal, Aska, Yanti, dan Nia tidak memiliki pensil
kemudian Ondeng rela memotong pensilnya menjadi lima bagian
dan diberikan pada teman-temannya. Tokoh Ondeng yang setiap
hari menunggu di ujung jembatan untuk menolong teman-
temannya menyeberang jembatan. Hal tersebut sejalan dengan
yang dikatakan oleh Exan Zen sebagai penulis naskah film
Jembatan Pensil bahwa:
“Nah iya itu dibagi kepada teman-temannya, sambil ia
berpesan mau jadi apapun kita, kita jangan sampai lupa
sama persahabatan kita. Karena karet penghapus itukan
90
simbol selesainya kehidupan kan? Dan satu persatu kawan
saya meninggal, dan masih tersisa satu yang punya
penghapus itu tadi cuman saya tidak tahu alamatnya dan
tinggal dimana, yang satu persatu mati kecelakaan, dan dua
terkena serangan jantung. Dan sekarang tinggal kami
berdua. Untuk jembatan pensil itu saya ubah karena karet
penghapus adalah simbol kehidupan berakhir, dan saya
ubah ke Pensil sebagai tanda awal mula sebuah kehidupan.
Dan pada adegan itu ada pensil yang dipotong menjadi
empat itu sebenarnya. Jadi saya waktu itu saya berlima
sekawan, waktu kelas 6 itu ada yang tidak memiliki
penghapus, ada yang tidak punya pensil. Dan disitu kami
saling berbagi. Ada yang pensilnya sudah pendek dan
disambung pakai kertas. Dan ada kawan saya satu lagi itu
sangat baik dan setia kawan jadi ada pensilnya itu dibagi
lima.”2
Bentuk solidaritas kedua, kepedulian sosial digambarkan saat
tokoh Ondeng memiliki rasa empati kepada teman-temannya. Ia
memiliki keterbelakangan mental tetapi ia selalu menampakkan
bentuk peduli dan setia kepada teman-temannya. Bahkan saat ia
sakit, ia sangat mengkhawatirkan teman-temannya yang ingin
menyeberang dengan jembatan rapuh tersebut. Berikut adalah
penuturan Exan Zen saat diwawancarai di Taman Ismail Marzuki:
“Ya kesetiakawanan sosial, jadi gini ya saling asah, saling
asih, saling asuh dan ssaling melindungi, saling memberikan
perhatian. Tokoh Ondeng itukan meskipun memiliki
keterbelakangan mental, ia kan selalu mengingat bapaknya,
dan istimewanya ia juga selalu ingat teman-temannya. Dan
ini sebenarnya sebuah kritik sosial, mengapa anak
keterbelakangan mental yang harus memiliki rasa setia
2 Wawancara dengan Penulis naskah Exan Zen pada 23 Mei
2018.
91
kawan. Seharusnya orang-orang yang sehat dan normal
yang melakukan itu. Si ondeng itu sangat sayang dengan
kawan-kawannya. Bahkan saat ia sakit ia selalu ingat
kawan-kawannya, bagaimana dengan kawan-kawannya?
Bagaimana nanti jika jembatannya sudah ambruk?
Bagaimana teman-temannya jika ingin menyeberang?
Bahkan kan ide untuk membangun jembatan itu kan datang
dari ondeng sendiri. Ia ingin membangun sebuah jembatan,
karena sebenarnya jembatannya itu sudah kurang bagus dan
berbahaya jadi ketika orang-orang lewat situ karena
memang tinggal kayu rapuh saja yang jadi penyanggahnya.
Terus juga saat anak-anak mengalungkan sepatu, mengapa
ketika ingin berangkat ke sekolah sepatunya harus
dikalungkan? Begitu pun saat pulang? Ya supaya awet
sampai berapa tahun. Karena dulu kan masih susah jarang
yang memakai sepatu dan mahal, ya satu-satunya cara ya
seperti itu supaya awet. Sebenarnya ada dialog kenapa si
Inal itu celananya kebesaran? Ya sama, kata bapak Inal
supaya awet dan tidak perlu beli lagi. Jadi memang begitu
sengaja orang tua dulu membelikan baju yang besar biar
sekaligus dua atau tiga tahun bisa dipakai. Dan mungkin
baru bisa diganti kalau sudah sempit dan sudah robek.
Karena seragam dulu tidak semurah sekarang kan.”3
Pada film ini juga mengandung makna ikhtiar yang dingin
disampaikan kepada penonton, bentuk ikhtiar pertama, usaha
yang dilakukan oleh kelima anak sekolah dasar tersebut perlu
diapresiasi. Mereka bekerja dengan keras demi mendapatkan
hasil yang maksimal. Seperti dalam adegan Yanti yang membawa
banyak makanan untuk dijual. Ia berharap hasil yang akan
didapatkan dari berjualan tersebut besar pula. Berikut kutipan
3 Wawancara dengan Penulis naskah Exan Zen pada 23 Mei
2018.
92
wawancara dengan Exan Zen sebagai penulis naskah film
Jembatan Pensil:
“Terus juga saya pengen cerita ke penonton bahwa usaha
jangan sembarang usaha. Kita harus usaha yang giat kalo
mau dapat hasil yang besar. Makanya di situ ada adegan
Yanti bawa katumbu gola nya banyak. Ya soalnya dia juga
mau dapat hasil yang banyak juga. Kadang kita suka lucu,
belum usaha maksimal tapi udah berharap dapat yang
besar-besar ya intinya kerja keraslah. Jangan kalah sama
anak-anak dalam cerita film ini. Susah payah pontang
panting biar bisa sukses. Kan bisa jadi sejahtera juga
hidupnya.”4
Bentuk ikhtiar kedua, perjuangan hidup anak-anak yang
penuh kekurangan menjadikan mereka sosok pejuang yang
tangguh. Film ini menggambarkan tokoh-tokoh yang luar biasa.
Anak yang tuna netra dan juga downsyndrom menjadi contoh
bahwa hidup akan tetap berjalan meski dengan keterbatasan yang
ada hidup harus tetap semangat dan pantang menyerah demi
mencapai cita-cita, hal tersebut diperkuat oleh argumen penulis
naskah film Jembatan Pensil:
“Sebenarnya itu bercerita tentang perjuangan anak-anak
untuk bersekolah, dari ketidakmampuan dan keterbatasan
yang dimiliki. Mereka sadar mereka memiliki keterbatasan,
ada yang buta, ada yang keterbelakangan mental. Dan dari
keterbatasan itu muncul semangat yang luar biasa dan
mereka tidak takut dengan apapun. Seperti mereka ingin
sekolah. Pemeran Yanti itu kan bilang, saya ingin sekolah
agar bisa jadi dokter, sebenarnya ada kalimat lanjutan yang
4 Wawancara dengan Penulis naskah Exan Zen pada 23 Mei
2018.
93
luar biasa tapi dihapus tidak tau kenapa alasannya dan saya
juga kecewa sebenarnya. Lanjutannya seperti ini saya ingin
menjadi dokter agar bisa mengobati orang-orang dikampung
supaya tidak meninggal seperti bapak. Kan jadi motivasinya
jangan sampai ada lagi yang sakit dan meninggal seperti
bapak. Kalau sekadar jadi dokter kan ya sudah sampai situ
selesaikan.”5
Peneliti mendapatkan beberapa kelebihan dari film Jembatan
Pensil ini. Peneliti menyampaikan dengan menggunakan
rangkaian analisis narasi. Pertama, analisis narasi dapat
menggambarkan makna yang terkandung di dalam film ini,
sehingga peneliti mampu mengerti pesan solidaritas yang
dinarasikan dalam film ini. Kedua, memahami tentang makna
ikhtiar yang terdapat dalam film Jembatan Pensil. Dengan
analisis narasi ini, peneliti dapat mendeskripsikan rangkaian
cerita yang terdiri dari alur awal, tengah dan akhir pada film
Jembatan Pensil.
5 Wawancara dengan Penulis naskah Exan Zen pada 23 Mei
2018.
94
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam film Jembatan Pensil ini menggambarkan tentang
ketidaksetaraan pendidikan yang terjadi di Pulau Muna. Kondisi
fisik sekolah yang jauh dari kata layak dan sempurna menjadi
kritik sosial untuk pemerintah. Pada alur awal mendeskripsikan
sekolah dengan satu guru tua yang harus berjuang mengajar
setiap hari demi mencerdaskan murid-muridnya. Hal tersebut
membuat anak Pak Guru bersedia menjadi guru di sekolah
Towea. Sekolah tersebut memiliki akses sebuah jembatan rapuh
yang harus dilewati oleh Ondeng, Yanti, Nia, Innal, dan Yanti
saat ingin pulang maupun pergi ke sekolah. Pada suatu ketika
jembatan itu tidak kuat menahan beban terlalu berat sehingga
runtuh saat anak-anak tersebut menyeberang adegan tersebut
terdapat pada alur tengah cerita saat konflik mulai meningkat.
Pada saat jembatan tersebut runtuh anak-anak merasa sedih
karena peralatan sekolah mereka seketika hanyut tebawa arus
sungai. Kemiskinan yang terjadi di Pulau Muna tergambar dari
kondisi ekonomi yang sulit. Mereka mendapatkan sarana sekolah
harus berjuang dengan menabung. Beberapa saat kemudian
bencana datang pada Ondeng. Ia tewas di laut akibat depresi
karena kepergian orang tuanya. Tewasnya Ondeng menjadikan
kesedihan bagi semua orang. Pada alur akhir dijelaskan setelah
kepergian Ondeng, masyarakat Muna mengadakan gotong royong
95
untuk membangun jembatan yang ambruk. Hal tersebut guna
merealisasikan mimpi Ondeng selama ini. Jembatan tersebut juga
bukti kesetiakawanan Ondeng kepada teman-temannya yang akan
terkenang selalu. Pada film Jembatan ini juga mengandung
makna yang ingin disampaikan kepada khalayak. Makna yang
terdapat dalam film ini tentang sebuah ikhtiar yang dijalankan
anak-anak di Pulau Muna dalam mendapatkan hak pendidikan
yang sama dengan anak-anak pada umumnya.
B. Saran
Seorang peneliti dalam melakukan penelitian tentu saja
akan melakukan sebuah kekhilafan atau kesalahan. Seperti
penelitian ini pastilah memiliki kekurangan di dalamnya. Hal
tersebut, membuat peneliti memiliki beberapa saran untuk
dijadikan sebuah renungan bersama agar ke depannya lebih baik
lagi. Berikut saran dari peneliti:
1. Penulis Skenario
Awal dalam cerita di film ini kurang menyambungkan
pada cerita berikutnya. Sehingga cerita awal seakan
terpotong dan tidak jelas. Awal cerita digambarkan
kedatangan Ibu guru Aida dari kota yang pulang ke
kampung halaman untuk mengajar menggantikan bapaknya
mengajar di sekolah. Tanpa dijelaskan awal mula ibu Guru
Aida saat berkuliah dan kehidupan sebelumnya. Dan juga
dalam film tersebut disebutkan bahwa Ibu ondeng sudah
meninggal beberapa bulan yang lalu namun tidak diberikan
penjelasan napak tilas peristiwa meninggalnya ibu Ondeng.
96
Apabila ditambahkan di bagian tersebut maka akan lebih
jelas cerita yang disampaikan.
2. Penonton dan Khalayak
Film ini menyampaikan pesan-pesan moral yang ingin
disampaikan kepada penonton. Hal tersebut berarti bahwa
film tersebut bukan hanya memiliki fungsi sebagai
hiburannya. Tetapi juga sebagai pembelajaran untuk kita
semua. Memberikan pesan kepada khalayak bahwa kita
memerlukan bantuan dan empati satu sama lain. Dan pada
film ini juga menyampaikan konsep ikhtiar dalam
mendapatkan sesuatu. Sehingga melalui film ini pesan-
pesan tersebut dapat dipahami mengenai konsep ikhtiar dan
solidaritas yang digambarkan dalam film.
97
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, Ivanovich. Diskursus, Kekuasaan, dan Praktik
Kemiskinan di Pedesaan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2014.
Al-Musawi, Khalil. Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana.
Jakarta: Lentera, 1990.
Amin, Samsul Munir. Ilmu dakwah. Jakarta: Amzah, 2009.
Arief, M. Syarief. Politik Film di Hindia Belanda. Depok:
Komunitas Bambu, 2009.
Baskin, Askurifai. Membuat Film Indie itu Gampang. Bandung:
Katarsis, 2003.
Jayadi Damanik. Perlindungan dan Pemenuhan Hak atas
Pendidikan. Jakarta: Komnas HAM, 2005.
Devito, Joseph A. Komunikasi Antarmanusia. Tangerang:
Karisma Publishing Group, 2011.
Effendi, Tadjuddin Noer. Sumber Daya Manusia Peluang Kerja
dan Kemiskinan. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995.
Effendy, Onong Uchjana. Televisi Siaran, Teori dan Praktek.
Bandung: Alumni, 1986.
Eriyanto. Analisis Naratif. Jakarta: Prenadamedia Group, 2013.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktek.
Jakarta: PT Bumi Aksara: 2013
Hartomo. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Herdiyansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk
Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika, 2010.
98
Jones. Pengantar Teori-Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2009.
Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia, 1981.
Mardimin, Yohanes . Kritis Proses Pembangunan di Indonesia.
Yogyakarta: Kanisius, 1996.
Maryaeni. Metodologi Penelitian Budaya. Jakarta: Bumi Aksara,
2005.
Putra. Drama Teori dan Pementasan. Yogyakarya: PT Citra Aji
Pratama, 2012.
Rachman, Fauzi. Islamic Relationship. Jakarta: Erlangga, 2012.
Thwaites, Tony. Introducing Cultural and Media Student
(Sebuah Pendekatan Semiotik). Yogyakarta: Jalasutra,
2009.
Todorov, Tzevetan. Tata Sastra. Jakarta: IKAPI, 1985.
Samani, Mukhlas. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk
Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing)
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001.
Soelaiman, Munandar. Ilmu Sosial Dasar (Teori Dan Konsep
Ilmu Sosial). Bandung: Eresco, 1995.
Soekanto, Soerjono, dkk. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2014.
Stokes, Jane. How To Do Media and Cultural Studies (Panduan
untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media
Budaya), Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2003.
99
Sugiono. Memahami Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta,
2006.
W. Cresswell, John. Penelitian Kualitatif dan Desain Riset:
Memilih antara Lima Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015.
Yafie, Ali. Teologi Sosial Telaah Kritis Persoalan Agama dan
Kemanusiaan. Yogyakarta: LKPSM, 1997.
Yani, Ahmad. Be Excellent (Menjadi Pribadi Terpuji). Jakarta:
Al-Qalam, 2007.
Sumber Lain:
Devi, Karisma., dan Mayangsari, Ira Dwi. “Analisis Narasi
Todorov dalam Film Moana sebagai Representasi
Kesetaraan Gender” e-Proceeding of Management Vol.
5, No. 1 (Maret 2018).
Emmanuel Sujatmoko, “Hak Warga Negara dalam Memperoleh
Pendidikan, Jurnal Konstitusi” Vol. 7, No. 1 (Februari
2010)
Mubasyaroh. “Film Sebagai Media Dakwah (Sebuah Tawaran
Alternatif Media Dakwah Kontemporer” Jurnal
Komunikasi Penyiaran Islam Vol 2, No. 2 (Desember
2014), h. 7.
Mudjiono, Yoyon. “Kajian Semiotika Dalam Film” Jurnal Ilmu
Komunikasi Vol. 1 No. 1 (April 2011)
100
Novri. “Analisis Narasi Interaktif pada Game Farm” e-
Proceeding of Art & Design Vol. 2, (April 2015)
Kustanto, Lilik. “Analisis Naratif: Kemiskinan Dalam Program
Reality Tv “Pemberian Misterius” Di Stasiun Sctv” Jurnal
Rekam Vol. 11 No. 2 (Oktober 2015)
Vebrynda, Rhafidilla. “Korupsi dalam Film” Jurnal Ilkom
Vol.11, No, 2 (Desember 2014).
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1992.
Wawancara pribadi dengan Penulis Naskah Cerita, Exan Zen, 23
Mei 2018.
http://mediaindonesia.com/news/read/121624/belajar-cinta-kasih-
dari-jembatan-pensil/2017-09-09
http://poskotanews.com/2017/07/24/film-jembatan-pensil-
ditonton-jokowi/
https://www.jawapos.com/read/2017/09/03/154907/jembatan-
pensil-kisah perjuangan-berat-anak-anak-demi-sekolah
https://celebrity.okezone.com/read/2017/08/23/206/1761651/staf-
kepresidenan-gelar-nonton-bareng-film-untuk-anak-
berkebutuhan-khusus
https://kompasiana.com/ireneariani/pentingnya-solidaritas-dalam-
kehidupan-manusia
http://berita360.com/jembatan-pensil-potret-film-indonesia-yang-
menonjolkan-wisata-dan-pendidikan/
http://hiburan.metrotvnews.com/film/JKRy6epk-perolehan-
penonton-film-indonesia-akhir-pekan
https://kbbi.web.id/imbang
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Hasil Wawancara
Narasumber: Exan Zen
Jabatan: Penulis Naskah
Tanggal wawancara: 23 Mei 2018
Tempat wawancara: Galeri Cipta 2 (Taman Ismail Marzuki)
Keterangan: P= Peneliti
N= Narasumber
P: Selamat sore Mas, perkenalkan saya Rizka dari UIN Jakarta.
N: Oh iya sore, Saya Exan Zen, panggil saja mas Exan.
P: Oke mas, kita mulai saja ya mas wawancara kita, yang saya
ketahui Bapak ini adalah seorang penulis skenario. Nah, saya
ingin menanyakan awal mula bapak memasuki dunia perfilman
ini?
N: Ini yang mana nih? Secara keseluruhan atau tentang film
Jembatan Pensil saja?
P: Iya mas semuanya, dari awal dulu mas bagaimana?
N: Saya gemar menulis itu dari kecil, sejak SD. Begitu bisa
mengetik saya sudah mulai menulis.
P: Oh begitu, memang sudah basic sekali ya mas, dari awal suka
menulis..
N: Ya, memang dari kecil sudah hobby, sama seperti memasak.
Sejak kecil saya sudah hobby menulis dan memasak. Namun,
saya bisa menulis cerita saat sudah bisa menggunakan mesin
ketik
P: Oh jadi dulu masih zaman mesin ketik?
N: Iya tentu, padahal saya dulu kelas 4 SD belum bisa membaca.
P: Wah, belum bisa baca tapi bisa jadi penulis ya hehe
N: Ya begitulah, dulu paman saya heran kenapa keponakan ini
(saya) kok belum juga bisa membaca, akhirnya saya diberi mesin
ketik. Logikanya ketika menggunakan mesin ketik otomatis harus
bisa membaca.
P: Oh iya ya benar.
N: Akhirnya dari situ saya belajar membaca. Dan mulai dari
mesin ketik itu saya ingin menjadi seorang penulis. Begitu bisa
baca, semua bacaan atau buku milik paman saya, entah itu bacaan
orang kuliah ya saya baca semua, jadi bukan pelajaran anak SD
lagi yang saya tapi buku anak kuliahanpun saya baca juga.
Kadang saya di marahi oleh paman karena membaca buku orang
dewasa sampai saya bacanya mengumpat menggunakan senter
batre jaman dulu kan lampu jarang. Semua novel-novel yang ada
di rumah saya baca semua karena sakin senangnya sudah bisa
baca. Pada kelas 6 SD saya sudah bisa membuat naskah drama.
Berarti dalam dua tahun sejak pertama bisa membaca. Pada SMP
saya sudah bisa membuat pertunjukkan sendiri berupa panggung
teater. Dan pada SMA saya pindah ke Jakarta dan mulai
menekuni sebagai seorang penulis. Namun, tahun 1993 saya
berhenti menulis karena fokus ke teater. Jadi baru aktif menulis
lagi tahun 2007. Baru 2007 itu aktif kembali. Karena saya juga
mengajar teater untuk 13 sekolah di Jakarta Utara
P: Oh, berarti mas seorang guru juga ya?
N: Ya, guru ekstrakulikuler, kebetulan dapat beasiswa dari
depdiknas tahun 2007. Jadi 2007 itu terakhir saya ngajar teater.
Termasuk salah satu sekolah di Kelapa Gading. Pokoknya 13
sekolah, jadi saya dalam sehari bulak-balik ke sekolah-sekolah
tersebut sekitar dari pagi sampai jam 6 sore. Jadi 2007 selesai
mengajar, kemudian fokus menulis. 2007 juga terakhir pentas di
sebuah pementasan itu sampai selesai. Dan sekarang fokus
menulis.
P: Sudah ada film baru lagi mas yang sedang ditulis?
N: Rencananya sih banyak ada 4 judul tapi belum ada
realisasinya tahun ini..
P: Masih butuh proses ya mas.
N: Iya betul masih dalam proses. Itu film Jembatan pensil saja
lama sekali sekitar satu tahun setengah. Dan keseluruhan itu
sampai tayang di bioskop sekitar dua tahunan. Awalnya itu film
untuk di Lombok tapi produsernya tidak jelas. Akhirnya project
ini diambil oleh orang Muna, Sulawesi Tenggara.
P: Ya mas pemandangan di Muna bagus-bagus ditampilkan
dalam film itu.
N: Ya harusnya banyak lagi pemandangan bagus yang harus
ditampilkan. Namun, tidak keambil karena cuaca, sebenarnya ada
adegan yang bagus jadi ada danau nembusnya kelaut jadi lewat
terowongan gitu namun karena cuaca hujan jadi air kalau di laut
kan pasang ya. Jadi kalau dipaksa adegan di situ bisa jadi kita
tidak bisa keluar dari terowongan karena airnya sudah pasang.
Terusnya banyak sekali pulau-pulau kecil ada juga miniatur yang
mirip seperti di raja ampat. Tapi sayangnya tidak ke ambil
gambarnya, hanya sekilas-sekilas saja.
P: Nah pada saat mengambil keputusan untuk berkarier sebagai
seorang penulis skenario, bagaimana respon keluarga, orang tua,
istri atau anak?
N: orang tua awalnya kurang mendukung, bahkan paman saya
juga tidak mendukung dan bertanya pada saya kenapa harus jadi
penulis. Paman-paman saya memang bergelut di dunia seni ada
yang seorang pelukis dan penulis juga ada takutnya masa
depannya agak suram. Paman saya dulu adalah pelukis pinggiran
yang ada di pasar baru. Dia adalah pelopor pelukis di pasar baru.
Tinggal di Jakarta akhirnya pulang kembali ke Jember dan
akhirnya menjadi guru. Tapi begitu saya SMA minat saya tidak
dapat dibendung lagi oleh orang tua dan lain-lain akhirnya saya
diijinkan untuk jadi penulis. Dan Saya disuruh mengambil semua
buku-buku yang ada dirumah paman saya.
P: Oh jadi memang awalnya kurang mendapat dukungan dari
keluarga gitu ya?
N: Awalnya si ya memang tidak mendukung, karena awalnya
paman-paman saya kurang berhasil bekerja dibidang kesenian.
Menurut orang tua saya, bidang seni untuk masa depan itu kurang
meyakinkan.
P: Masuk pada film yang mas tulis, yaitu film jembatan pensil ini
mas tempo lalu pernah bilang bahwa film ini kisahnya terilhami
dari kisah kawan-kawan di masa SD. Nah jika boleh tau memang
keadaan wilayah di sana saat itu bagaimana Pak? Memang mas
tinggal di sana ya?
N: Oh engga, itu di Jember, itu terinspirasi dari kisah masa kecil
saya dengan kawan-kawan.
P: Oh seperti itu
N: Tadinya ingin mengambil lokasi di Lombok, jadi kalau untuk
shooting lokasi bisa dimana saja.
P: Oh jadi begitu ya mas kalau membuat film tidak mesti sama?
N: Iya tidak harus sama.
P: Memang waktu di Jember bagaimana keadaannya mas?
N: Jadi saya waktu itu saya berlima sekawan, waktu kelas 6 itu
ada yang tidak memiliki penghapus, ada yang tidak punya pensil.
Dan disitu kami saling berbagi. Ada yang pensilnya sudah pendek
dan disambung pakai kertas. Dan ada kawan saya satu lagi itu
sangat baik dan setia kawan jadi ada pensilnya itu dibagi lima.
P: Oh jadi dibagi-bagi keteman-temannya?
N: Nah iya itu dibagi kepada teman-temannya, sambil ia berpesan
mau jadi apapun kita, kita jangan sampai lupa sama persahabatan
kita. Karena karet penghapus itukan simbol selesainya kehidupan
kan? Dan satu persatu kawan saya meninggal, dan masih tersisa
satu yang punya penghapus itu tadi cuman saya tidak tahu
alamatnya dan tinggal dimana, yang satu persatu mati kecelakaan,
dan dua terkena serangan jantung. Dan sekarang tinggal kami
berdua. Untuk jembatan pensil itu saya ubah karena karet
penghapus adalah simbol kehidupan berakhir, dan saya ubah ke
Pensil sebagai tanda awal mula sebuah kehidupan. Dan pada
adegan itu ada pensil yang dipotong menjadi empat itu
sebenarnya.
P: Saya mengetahui cerita di film ini setelah saya menonton dan
kemudian saya tafsirkan menurut sudut pandang seorang
penonton. Nah saya ingin mendengar langsung dari penulisnya
mengenai cerita di flm ini itu sesungguhnya menceritakan tentang
apa?
N: sebenarnya itu bercerita tentang perjuangan anak-anak untuk
bersekolah, dari ketidakmampuan dan keterbatasan yang dimiliki.
Mereka sadar mereka memiliki keterbatasan, ada yang buta, ada
yang keterbelakangan mental. Dan dari keterbatasan itu muncul
semangat yang luar biasa dan mereka tidak takut dengan apapun.
Seperti mereka ingin sekolah. Pemeran Yanti itu kan bilang, saya
ingin sekolah agar bisa jadi dokter, sebenarnya ada kalimat
lanjutan yang luar biasa tapi dihapus tidak tau kenapa alasannya
dan saya juga kecewa sebenarnya. Lanjutannya seperti ini saya
ingin menjadi dokter agar bisa mengobati orang-orang
dikampung supaya tidak meninggal seperti bapak. Kan jadi
motivasinya jangan sampai ada lagi yang sakit dan meninggal
seperti bapak. Kalau sekadar jadi dokter kan ya sudah sampai situ
selesaikan.
P: Jadi itu adegannya di potong gitu ya mas?
N: Ya kurang lebih begitu, di editlah.
P: Bagaimana konsep solidaritas menurut bapak?
N: Ya kesetiakawanan sosial, jadi gini ya saling asah, saling asih,
saling asuh dan saling melindungi, saling memberikan perhatian.
Tokoh Ondeng itukan meskipun memiliki keterbelakangan
mental, ia kan selalu mengingat bapaknya, dan istimewanya ia
juga selalu ingat teman-temannya. Dan ini sebenarnya sebuah
kritik sosial, mengapa anak keterbelakangan mental yang harus
memiliki rasa setia kawan. Seharusnya orang-orang yang sehat
dan normal yang melakukan itu. Si ondeng itu sangat sayang
dengan kawan-kawannya. Bahkan saat ia sakit ia selalu ingat
kawan-kawannya, bagaimana dengan kawan-kawannya?
Bagaimana nanti jika jembatannya sudah ambruk? Bagaimana
teman-temannya jika ingin menyebrang? Bahkan kan ide untuk
membangun jembatan itu kan datang dari ondeng sendiri. Ia ingin
membangun sebuah jembatan, karena sebenarnya jembatannya
itu sudah kurang bagus dan berbahaya jadi ketika orang-orang
lewat situ karena memang tinggal kayu rapuh saja yang jadi
penyanggahnya. Terus juga saat anak-anak mengalungkan sepatu,
mengapa ketika ingin berangkat ke sekolah sepatunya harus
dikalungkan? Begitu pun saat pulang? Ya supaya awet sampai
berapa tahun. Karena dulu kan masih susah jarang yang memakai
sepatu dan mahal, ya satu-satunya cara ya seperti itu supaya awet.
Sebenarnya ada dialog kenapa si Inal itu celananya kebesaran?
Ya sama, kata bapak Inal supaya awet dan tidak perlu beli lagi.
Jadi memang begitu sengaja orang tua dulu membelikan baju
yang besar biar sekaligus dua atau tiga tahun bisa dipakai. Dan
mungkin baru bisa diganti kalau sudah sempit dan sudah robek.
Karena seragam dulu tidak semurah sekarang kan.
P: Oh iya-iya mas saya tahu cerita yang itu. Terus mas?
N: terus juga saya pengen cerita ke penonton bahwa usaha jangan
sembarang usaha. Kita harus usaha yang giat kalo mau dapat
hasil yang besar. Makanya di situ ada adegan Yanti bawa
katumbu gola nya banyak. Ya soalnya dia juga mau dapat hasil
yang banyak juga. Kadang kita suka lucu, belum usaha maksimal
tapi udah berharap dapat yang besar-besar ya intinya kerja
keraslah. Jangan kalah sama anak-anak dalam cerita film ini.
Susah payah pontang panting biar bisa sukses. Kan bisa jadi
sejahtera juga hidupnya.
P: Terus mas, di film itu kan terlihat anak-anak itu sangat senang
saat kedatangan guru baru ya? Memangnya disana sangat sulit
banget untuk tenaga pendidik?
N: Ya kan satu-satunya sekolah dan guru disana kan hanya satu
kan. Karena itukan di daerah terpencil dan susah terjangkau oleh
orang lain. Sebenarnya sih selain itu juga orang-orang kurang
peduli terhadap pendidikan, orang lebih sibuk dengan mencari
ikan, karena kehidupan rutin disana kan itu. Jadi nanti walaupun
selesai sekolah akan kembali lagi ke laut. Anak-anak yang
diperankan itu kan (teman-teman ondeng) itukan tinggalnya di
balik bukit, dan puluhan kilo baru sampai di sekolah jadi memang
perjuangan sekali untuk mendapatkan pendidikan.
P: Dan, ada yang unik dari film ini mengenai pemeran/tokohnya
Pak. Di film ini saya melihat lumayan banyak pemain baru dan
juga masih anak-anak. Bila boleh tau bagaimana pemilihan
tokoh-tokoh untuk film ini?
N: Oh itu casting selama dua atau tiga bulan, kita open casting.
Terus kan juga ada aktingkus nya juga kan itu pak Andi Bersama
yang memerankan menjadi pak guru. Yang jadi pak guru itu
adalah sutradara teater anak-anak yang ada di daerah Bulungan.
Jadi anak-anak itu dilatih selama satu bulan nah setelah lulus
casting kemudian dilatih lagi satu bulan.
P: oh jadi ada open casting selama dua bulan mas?
N: iya kemudian mereka langsung dibawa ke lokasi syuting.
P: Saya melihat film ini sarat akan makna yang bermanfaat,
sebenarnya pesan apa yang ingin penulis sampaikan melalui film
ini?
N: Kesetiakawanan sosial itu yang ingin disampaikan,
kesetiakawanan antaranak, perjuangan dan usaha anak-anak
dalam belajar. Gini loh, orang tua harus berkaca kalau anak-anak
saja bisa kompak dan rukun serta tidak ada perselisihan, mengapa
yang tua bisa ribut dengan persoalan yang lain gitukan.
P: Lalu, mas harapan untuk film-film di indonesia itu apa mas?
N: Kita sangat berharap film-film berbobot itu banyak di
Indonesia, namun film-film tersebut agak susah dijual. Ini saja
kita sama XXI nya kan. Terus hanya diberikan 24 layar se-
Indonesia, dan di Jakarta hanya 6 layar. Jadi saat penayangan film
Jembatan pensil ini kita diberikan jam tayang berbarengan
dengan film warkop DKI Reborn kan. Dan akhirnya bioskop di
blok semua oleh film itu. Mereka menggunakan dana sekitar 15
Milyar untuk promosi nya saja. Akhirnya mereka berhasil
menarik minat masyarakat dan akhirnya kalah kita, dapat tiga hari
langsung bioskop kena warkop DKI semua, dan layar-layar kita
diambil semua, tapi di daerah Sulawesi Tenggaranya itu hari
pertama kita sudah tembus seribu penonton justru warkop kalah
disitu, layarnya warkop keambil. Dan di Jakarta kita bertahan
sampai dua belas hari itu di Blok M. Dan itu adalah tempat yang
tidak terduga oleh kami dan juga di Pondok Indah. Dan kita
dikasih tempat di XXI itu di tempat yang tiketnya mahal-mahal
untuk menengah ke atas. Padahal ini ditujukan untuk kalangan
bawah dan anak-anak. Seperti di artha gading yang tiketnya di
atas paling murah 35.000 disitukan orang-orang menengah ke
atas kadang mana peduli soal seperti ini mereka hidupnya udah
enak. Persoalan-persoalannya gak penting bagi mereka.
P: Berarti segmentasinya memang untuk kalangan menengah ke
bawah mas?
N: Ya betul untuk kalangan bawah dan anak-anak sih.
P: Apakah ada hambatan dalam penulisan cerita ini atau dalam
pembuatan film ini?
N: Banyak juga sih, pada akhirnya kan kita harus menyamakan
persepsi dengan produser, sebenarnya saya mau bawa ke
dramatic comedy juga. Dengan produser yang pertama kental
dengan drama komedinya tapi kemudian dipanggil oleh produser
yang lain dia gamau drama komedi. Saya menulis sebenarnya
hambatannya adalah berhenti menulis kemudian mengambil tisu
dan mengusap air mata sampai kadang anak-anak saya melihat
dan bertanya ayahnya kenapa, hehe karena memang banyak
sekali itu tisu sampai bertumpuk. Ya habis bagaimana saya harus
membunuh seorang tokoh yang ada di cerita itu, itu adalah hal
yang sangat berat. Dan juga ia adalah tokoh yang paling saya
sukai dan tokoh yang paling istimewa walaupun cacat. Karena
saat itu juga saya teringat peristiwa masa kecil bersama kawan-
kawan saya yang tiga orang itu sudah meninggal semua. Jadi
kisah si Ondeng itu meninggal sebetulnya kisah dari kawan saya
jadi dia tidak sengaja bergelantungan di mobil dikampung saya
sekitar tahun 80-an jadi mobil itu adalah hal yang mewah jadi gak
sengaja ia bergelantungan dan supir itu tidak tau jadi main asal
jalan aja, terbawalah ia sepanjang 10 KM dan tidak kuat akhirnya
ia jatuh dan pecah kepalanya kemudian di film ini saya ganti
dengan naik perahu. Menyambung yang tadi jadi film-film bagus
belum tentu laku seperti film Surat Untuk Bidadari itukan film
bagus tapikan gak laku tapi di luar negri dia laku memenangkan
beberapa festival.
P: oh begitu ya mas..
N: Ya bahkan film jembatan pensil ini sudah ada yang bajak
dijadikan novel, jadi dia mengaku bahwa dia adalah orang dari
istana kepresidenan karena kita pernah tayang disana.
P: Wah lalu bagaimana mas?
N: Saya sudah tanya ke produsernya, tapi belum saya tindak
lanjut lagi, itu sudah dijual secara online di tokopedia kalau tidak
salah.
P: Berarti tindak kriminal ya mas, mengambil hak cipta orang?
N: Ya sebenarnya si begitu, tapi ya novel jaman sekarang siapa
ya peminatnya sudah jarang, trs saya berpikir itu orang nyari duit
gitu amat, tapi saya meyakini tidak akan laku. Etikanya ya izin
saya dulu dengan saya, boleh saja sebenarnya tapi harus
dijelaskan diangkat dari film jembatan pensil, skenario dari saya,
dan produksi PT Grahandika. Tapi itu semua tidak disebutkan,
nama saya dan produksinya makanya saya tidak izinkan. Waktu
pertama kali tayang itu di Pondok Indah dia langsung gelar novel
itu dan saya kaget karena saya tidak tau belum baca juga dia
mengaku dari istana kepresidenan, covernya diubah semua dan
menyantumkan rekomendasi dari presiden Jokowi. Tapi saya
tidak mempercayai begitu saja, bisa saja itu dikarang-karang
karenakan adik saya kerja di istana negara dan adik ipar saya di
pasmapres. Saya mau interogasi tapi kasihan juga. Dan sepertinya
ia menerbitkan sendiri di Yogya. Kalau dulu novel mungkin
masih laku tapikan sekarang zaman gadget dan toko buku juga
sudah banyak yang sepi. Sekarang itu lebih efektif hitungan detik
juga bisa langsung menggunakan gadget ya kan?
P: Gak efisien juga ya mas di jaman sekarang kalau masih
menggunakan buku novel berbentuk fisik hehe.
N: Nah iya itu kurang efisien lah.
P: Nah mas ini kan sebagai penulis lalu tadi katanya sempat
menjadi guru, apa mas tidak mau mencoba peruntungan di bidang
lain?
N: Dulu saya pernah jadi koki, tukang ojek, tukang besi gitu deh
pokoknya.
P: Politikus pernah mas? (sambil bercanda)
N: Oh kalau itu tidak, tapi mengamati dan mengikuti
perkembangan politik indonesia ya terus saya ikuti. Karena kita
harus tau politik kan. Karena persoalan politik kenaikan harga
sembako dan lain-lainnya itu kan tergantung dari politiknya. Jika
kita buta dan tak mengikuti perkembangannya itu alangkah
ruginya kita. Cuma kita jangan terjebak terlalu jauh dalam hal itu
takutnya nanti ribut antarteman hehe. Oiya saya pernah beberapa
kali buka restoran juga di pasar baru namun, tidak berkembang
dan akhirnya tutup karena belum cocok. Dasarnya memang
hobby saya dua yang saya bilang tadi yaitu menulis dan memasak
jadi di rumah sehari-hari saya yang memasak bahkan di rumah
mertua pun saya kadang masak. Jadi macam-macam masakan
nusantara saya bisa. Kadang-kadang saya mengkomposisikan
misal bumbu masakan padang dengan masakan ini, lalu masakan
aceh dengan ini. Ya dikombinasikan saja hehe
P: Wah bisa mas dijadikan film?
N: Iya ya judulnya kuliner. Oiya saya juga nulis tukang bubur
naik haji menjadi co-writer bersama empat orang lainnya.
Alhamdulillah berjalan 5 tahun sinetron itu. Sebenarnya TBNH
itu ratingnya masih di atas lima tapi berhenti karena pindah
station kan karena ada persoalan.
P: Oiya mas jadi lulusan mana mas?
N: Saya lulusan SMA saja. Tidak kuliah saya mah kuliah di jalan
hehe. Dulu saya pernah bilang ke orang tau saya cita-cita saya
ingin jadi tukang besi tua. Dan orang tua saya bilang kalau saya
aneh hehe cita-cita jadi tukang. Karena saya melihat toko besi
dikawasan Tanjung Priok waktu baru datang ke Jakarta dan saya
tertarik dalam hati saya sepertinya kalau saya kerja di sana saya
akan dapat ide. Eh benar saja sebulan kerja disana saya dapat
menulis beberapa cerita dan di beli oleh TPI namun sayangnya
belum sempat diproduksi karena saat itu TPI di alihkan ke citra
media nusantara.
P: Mas jadi di jakarta sudah berapa tahun?
N: Jadi sejak 1991, lulus SMA saya kerja nyari uang sendiri
untuk ongkos ke Jakarta. Setelah kerja dapat uang langsung ke
Jakarta. Sampai di Jakarta saya beli mesin ketik di Poncol itu
masih 125.000,
P: Berarti sudah sekitar 27 tahun ya mas di Jakarta?
N: Waktu itu saya diajak ke Gunung Agung, Wali Songo ketoko-
toko buku. Saya dulu masih suka baca. Inginnya si beli buku tapi
uangnya ga cukup saat itu. Kata paman saya solat dulu yuk,
yaudah kita solat. Terus saya haus mau beli minum juga gada
uangnya. Nah saat wudhu saya minum saja air keran nya.
Ternyata di Gunung Agung itu sudah disiapkan itu air minum. Itu
udah ada aqua dingin. Wah saya malu, pertama kali minum aqua
dingin ya disitu di masjid Wali Songo. Nah pulang dari situ
ternyata uang cukup nih buat beli buku. Saya belilah di Pasar
Senin yang loak akhirnya saya beli disitu dan gak beli di toko-
toko buku tadi. Dan di loakan juga banyak buku bagus.
P: Wah jadi mas juga memang suka sekali membaca ya?
N: Ya suka sekali baca, tapi sekarang udah malas baca,
maksudnya baca bentuk bukunya udh malas. Karena kebanyakan
kerjaan kita kan di laptop ya sekalian saja baca disitu langsung
googling lebih praktis. Sekarang tuh kan banyak orang pintar
dadakan karena baca buku. Orang paham sekali agama karena
baca buku dan kadang gatau ada beberapa kata yang dihilangkan
kalau kita ga telitikan kalau ayat-ayat suci kan harus teliti itu, trus
juga mengartikan kan harus dari beberapa sumber soalnya kadang
yang tadi saya bilang ada beberapa kata yang terbuang itu bikin
menyesatkan.
Foto Bersama Exan Zen (Penulis Naskah Cerita Film
Jembatan Pensil)
Poster Film Jembatan Pensil