makalah/artikel 1gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/kader-posyandu-dan... ·...

2
Makalah/Artikel | www.gizi.net | 1 K K a a d d e e r r P P o o s s y y a a n n d d u u d d a a n n V V i i s s i i K K i i t t a a Oleh: Iman Jaladri – Pontianak *) ndonesia yang diimpikan dalam bidang kesehatan adalah masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat. Mulai dari sekarang boleh dirancang berapa tahun lagi hal itu bisa terwujud. Lima, sepuluh, limabelas atau duapuluh tahun lagi. Atau berapapun dan boleh lebih dari itu. Untuk selanjutnya mari kita bayangkan jika visi ini menjadi kenyataan. Pada saat itu, mestinya akan ada perubahan kurikulum dalam pendidikan kesehatan. Akan ada perombakan dalam kerangka konsep penelitian para mahasiswa. Terjadi perubahan struktur dalam birokrasi dan organisasi tata laksana di Departemen Kesehatan. Terjadi perubahan dalam sistem pelayanan di rumah sakit, puskesmas dan klinik. Bahkan ada kemungkinan, ketika terwujud kemandirian dalam bidang kesehatan maka akan ada kemandirian dalam bidang- bidang yang lain. Bisa terjadi bersama-sama atau susul menyusul. Nah, pada saat itu, apa yang akan terjadi dengan Posyandu kita? Logika tersebut mungkin benar, tapi sepertinya terbalik. Akan sama dengan seorang pelajar yang membayangkan jika sudah selesai kuliah kemudian menjadi General Manager (GM), dan memikirkan keadaanya jika sudah kaya raya. Yang sebenarnya harus dilakukan oleh seorang pelajar adalah belajar dengan benar maka akan sukses apa yang menjadi cita-citanya. Dalam hal ini ingin disampaikan bahwa posyandu adalah jalan (walau bukan satu-satunya) untuk menuju masyarakat yang mandiri dalam hidup sehat. Posyandu bukan tujuan. Kalau diibaratkan pada pesawat ulang-alik luar angkasa Amerika Serikat, posyandu adalah mesin pendorong, yang akan dilepas ketika pesawat sudah tidak lagi terpengaruh oleh gaya gravitasi bumi. Jika posyandu adalah jalan, maka dalam mengoptimalkan fungsi ia harus bebas hambatan. Sangat rumit jika harus diuraikan hambatan- hambatan dalam posyandu. Lain posyandu, lain pula masalahnya. Masalah posyandu di kota akan berbeda dengan yang berada di desa. Demikian pula, satu posyandu dalam waktu yang berbeda masalahnya akan berbeda. Nafas posyandu adalah kader. Dan rupa- rupanya sosok kader adalah gambaran yang lebih tepat dan paling ideal untuk menjelaskan visi masyarakat yang mandiri dalam hidup sehat”. Dengan senang hati ia berkeliling dari pintu ke pintu untuk mengingatkan ibu balita yang tidak datang ke posyandu atau belum mendapat kapsul vitamin A. Bisa dibayangkan, jika seluruh masyarakat mempunyai sepersepuluh sifat dan semangat kader; maka setiap pintu akan mengingatkan dirinya sendiri untuk menimbangkan anaknya di Posyandu, mengimunisasikan anaknya, minum tablet tambah darah (Fe), memeriksakan kehamilannya, menjalankan KB, melaksanakan pola makan gizi seimbang, dan lain-lain. Hasilnya? Posyandu akan digerakkan oleh masyarakat dan menjadi jalan yang bebas hambatan. Sungguh beruntung jika ada generasi yang mampu menjadi kader ideal. Tetapi hal itu tidak menjamin akan muncul kader baru yang kualitasnya sama dengan pendahulunya. Kader posyandu bukan hasil kaderisasi, tapi lebih banyak pada faktor kebetulan. Untung-untungan memang, I I

Upload: vubao

Post on 06-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Makalah/Artikel | www.gizi.net | 1

KKaaddeerr PPoossyyaanndduu ddaann VViissii KKiittaa

Oleh: Iman Jaladri – Pontianak *)

ndonesia yang diimpikan dalam bidang kesehatan adalah masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat. Mulai dari sekarang boleh dirancang berapa tahun lagi hal itu bisa terwujud. Lima, sepuluh, limabelas atau duapuluh tahun lagi. Atau berapapun dan boleh lebih dari

itu. Untuk selanjutnya mari kita bayangkan jika visi ini menjadi kenyataan.

Pada saat itu, mestinya akan ada perubahan kurikulum dalam pendidikan kesehatan. Akan ada perombakan dalam kerangka konsep penelitian para mahasiswa. Terjadi perubahan struktur dalam birokrasi dan organisasi tata laksana di Departemen Kesehatan. Terjadi perubahan dalam sistem pelayanan di rumah sakit, puskesmas dan klinik. Bahkan ada kemungkinan, ketika terwujud kemandirian dalam bidang kesehatan maka akan ada kemandirian dalam bidang-bidang yang lain. Bisa terjadi bersama-sama atau susul menyusul. Nah, pada saat itu, apa yang akan terjadi dengan Posyandu kita?

Logika tersebut mungkin benar, tapi sepertinya terbalik. Akan sama dengan seorang pelajar yang membayangkan jika sudah selesai kuliah kemudian menjadi General Manager (GM), dan memikirkan keadaanya jika sudah kaya raya. Yang sebenarnya harus dilakukan oleh seorang pelajar adalah belajar dengan benar maka akan sukses apa yang menjadi cita-citanya. Dalam hal ini ingin disampaikan bahwa posyandu adalah jalan (walau bukan satu-satunya) untuk menuju masyarakat yang mandiri dalam hidup sehat. Posyandu bukan tujuan.

Kalau diibaratkan pada pesawat ulang-alik luar angkasa Amerika Serikat, posyandu adalah mesin pendorong, yang akan dilepas ketika pesawat sudah tidak lagi terpengaruh oleh gaya gravitasi bumi. Jika posyandu adalah jalan, maka dalam mengoptimalkan

fungsi ia harus bebas hambatan. Sangat rumit jika harus diuraikan hambatan-hambatan dalam posyandu. Lain posyandu, lain pula masalahnya. Masalah posyandu di kota akan berbeda dengan yang berada di desa. Demikian pula, satu posyandu dalam waktu yang berbeda masalahnya akan berbeda.

Nafas posyandu adalah kader. Dan rupa-rupanya sosok kader adalah gambaran yang

lebih tepat dan paling ideal untuk menjelaskan visi “masyarakat yang mandiri dalam hidup sehat”. Dengan senang hati ia berkeliling dari pintu ke pintu untuk mengingatkan ibu balita yang tidak datang ke posyandu atau belum mendapat kapsul vitamin A. Bisa dibayangkan, jika seluruh masyarakat mempunyai sepersepuluh

sifat dan semangat kader; maka setiap pintu akan mengingatkan dirinya sendiri untuk menimbangkan anaknya di Posyandu, mengimunisasikan anaknya, minum tablet tambah darah (Fe), memeriksakan kehamilannya, menjalankan KB, melaksanakan pola makan gizi seimbang, dan lain-lain. Hasilnya? Posyandu akan digerakkan oleh masyarakat dan menjadi jalan yang bebas hambatan.

Sungguh beruntung jika ada generasi yang mampu menjadi kader ideal. Tetapi hal itu tidak menjamin akan muncul kader baru yang kualitasnya sama dengan pendahulunya. Kader posyandu bukan hasil kaderisasi, tapi lebih banyak pada faktor kebetulan. Untung-untungan memang,

II

Makalah/Artikel | www.gizi.net | 2

posyandu mempunyai kader yang baik. Bahkan beberapa posyandu ada yang “untung masih ada kadernya”. Beberapa yang lain malah “sangat tidak beruntung”. (Refreshing Kader sering tidak optimal karena frekuensi pergantian yang cukup tinggi – Red)

Meminjam istilah metodologi penelitian, bahwa sesuatu yang kebetulan jika dikumpulkan kemudian dianalisis, maka ia akan menjadi persamaan matematik. Ketika persamaan matematik dibahasakan maka akan menjadi sebuah pernyataan. Atau sebuah obyektifitas sebenarnya bisa berasal dari kumpulan subyektifitas. Ketika banyak orang mengatakan bahwa bubur dengan bumbu tertentu adalah enak, maka bisa disimpulkan bahwa bubur tersebut benar-benar enak. Dengan demikian, mudah-mudahan kita sepakat bahwa para ahli sudah sepantasnya untuk membuat suatu

*) Iman Jaladri, S.SiT, MKes, adalah

Dosen pada Poltekkes Depkes di Pontianak.

metode pendidikan sehingga menjadikan masyarakat memiliki semangat seperti semangat kader posyandu tersebut.

Jika terlalu berat dan tidak bisa dilakukan: cukup sepersepuluhnya saja. Jika ini pun masih dianggap terlalu berat: mulailah dengan apa yang bisa kita kerjakan.

(eman/gizi.net/04062009)