makalah_aftina nurul husna_fak.psi undip

23
INTEGRASI TAWAKAL DALAM COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY Aftina Nurul Husna 1) 1) Fak. Psikologi Universitas Diponegoro Abstrak Cognitive behavioral therapy adalah jenis psikoterapi yang luas penggunaannya dan efektif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan psikologis. Cognitive behavioral therapy merupakan suatu treatment psikologis yang memusatkan perhatiannya pada interaksi antara bagaimana seseorang berpikir, merasa dan berperilaku. Dalam perkembangannya, terbuka kesempatan bagi dimensi religius untuk berperan dalam aktivitas psikoterapi. Islam sebagai agama menyajikan ajaran-ajaran yang mendukung kesehatan mental manusia. Salah satunya adalah ajaran untuk bertawakal yang merupakan penyerahan diri kepada Allah dengan kepercayaan yang sepenuh hati dalam menjalani kehidupan. Tawakal adalah wujud ketahanan diri seseorang dalam menghadapi berbagai tekanan hidup dan merupakan ciri keimanan seseorang. Pada dasarnya, tawakal mengandung suatu rekonstruksi kognitif. Seseorang yang bertawakal akan meyakini tiga hal bahwa: 1) Tawakal adalah berserah diri kepada Allah setelah berusaha maksimal, 2) segala daya dan upaya adalah atas kuasa Allah, dan 3) hanya Allah yang mengetahui baik dan buruknya sesuatu bagi manusia. Jika demikian, maka konsep-konsep pengembangan diri muslim yang berusaha dibentuk melalui tawakal dapat melengkapi cognitive behavioral therapy, terutama untuk diterapkan dalam masyarakat muslim. Mengintegrasikan tawakal ke dalam cognitive behavioral therapy diharapkan tidak hanya meningkatkan kualitas terapi agar sesuai dengan nilai-nilai Islam, 1

Upload: annida-unnatiq-ulya

Post on 01-Jul-2015

90 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah_Aftina Nurul Husna_Fak.Psi Undip

INTEGRASI TAWAKAL DALAM COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY

Aftina Nurul Husna1)

1)Fak. Psikologi Universitas Diponegoro

Abstrak

Cognitive behavioral therapy adalah jenis psikoterapi yang luas penggunaannya dan efektif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan psikologis. Cognitive behavioral therapy merupakan suatu treatment psikologis yang memusatkan perhatiannya pada interaksi antara bagaimana seseorang berpikir, merasa dan berperilaku. Dalam perkembangannya, terbuka kesempatan bagi dimensi religius untuk berperan dalam aktivitas psikoterapi.

Islam sebagai agama menyajikan ajaran-ajaran yang mendukung kesehatan mental manusia. Salah satunya adalah ajaran untuk bertawakal yang merupakan penyerahan diri kepada Allah dengan kepercayaan yang sepenuh hati dalam menjalani kehidupan. Tawakal adalah wujud ketahanan diri seseorang dalam menghadapi berbagai tekanan hidup dan merupakan ciri keimanan seseorang.

Pada dasarnya, tawakal mengandung suatu rekonstruksi kognitif. Seseorang yang bertawakal akan meyakini tiga hal bahwa: 1) Tawakal adalah berserah diri kepada Allah setelah berusaha maksimal, 2) segala daya dan upaya adalah atas kuasa Allah, dan 3) hanya Allah yang mengetahui baik dan buruknya sesuatu bagi manusia. Jika demikian, maka konsep-konsep pengembangan diri muslim yang berusaha dibentuk melalui tawakal dapat melengkapi cognitive behavioral therapy, terutama untuk diterapkan dalam masyarakat muslim. Mengintegrasikan tawakal ke dalam cognitive behavioral therapy diharapkan tidak hanya meningkatkan kualitas terapi agar sesuai dengan nilai-nilai Islam, tetapi juga membantu orang-orang yang menjalani terapi untuk meningkatkan keimanan ketakwaan (berakhlak mulia) kepada Allah.

Kata kunci: tawakal, terapi kognitif behavioral

Pendahuluan

Tidak ada manusia yang tidak memiliki masalah dalam hidupnya. Berbagai

permasalahan datang silih berganti mulai dari yang ringan sampai yang berat. Pada

awalnya manusia bertahan dan menyelesaikan masalahnya dengan mengandalkan

kemampuannya sendiri. Jika ia tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendirian, ia

akan meminta bantuan orang lain yang lebih mampu. Jika orang lain tersebut juga

1

Page 2: Makalah_Aftina Nurul Husna_Fak.Psi Undip

tidak berhasil membantu, siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali orang lain

lagi yang lebih mampu. Pada titik inilah manusia sering dihinggapi keputusasaan dan

rasa tidak berdaya jika ia tidak dapat menemukan pertolongan yang dibutuhkannya.

Inilah mengapa manusia pada abad ini mudah terkena berbagai gangguan psikologis

yang menjadi akar berbagai permasalahan lainnya.

Ketika manusia merasa tidak berdaya, ia akan kembali kepada agama dan

Tuhannya. Fenomena inilah yang kemudian diejek oleh Freud (dalam Pargament,

1997) berdasarkan pandangannya bahwa agama adalah respon yang kekanak-kanakan

terhadap perasaan ketidakamanan dan ketidakberdayaan. Jika dihubungkan dengan

keimanan yang mantap, sesungguhnya kembalinya seseorang kepada agama dan

Tuhannya bukanlah suatu defense, tetapi sesuatu yang diperintahkan untuk

dilaksanakan sebagai bukti keimanan kepada Tuhan. Manusia diciptakan dengan

kapasitas untuk berusaha yang terbatas di mana di luar batas itu ada kekuasaan yang

lebih besar yang dimiliki oleh Tuhan yang Mahakuasa. Inilah realita yang mungkin

tidak disadari bahkan oleh Robert Ellis, pencipta rational-emotive therapy, yang

mengatakan bahwa agama mendukung setiap bentuk-bentuk utama irasionalitas

(dalam Pargament, 1997). Ketidaksadaran akan batas inilah yang sesungguhnya

mengantarkan manusia pada berbagai masalah psikologis.

Kembalinya manusia pada agama dan Tuhan sebagai tempat bergantung

ketika sadar atas ketidakberdayaan diri digambarkan Islam melalui tawakal. Tawakal

adalah tuntutan iman sehingga siapa yang beriman dia harus menyerahkan semua

persoalannya kepada siapa yang dia imani, yakni Allah Swt. Tawakal adalah

penyerahan secara mutlak kepada Allah, tetapi harus didahului dengan usaha

manusiawi.

Bukan hal yang tidak mungkin mengintegrasikan aspek spiritualitas dalam

praktik psikoterapi. Hal tersebut terutama didasari oleh hakikat perilaku manusia

bahwa perilaku manusia adalah interaksi dari aspek biologis, psikologi dan

sosiospiritualnya. Dalam mengintegrasikan tawakal dalam cognitive behavioral

therapy (CBT), diharapkan komponen rekonstruksi kognitif tidak hanya berkisar pada

2

Page 3: Makalah_Aftina Nurul Husna_Fak.Psi Undip

pengubahan kognisi negatif, maladaptif dan disfungsional menjadi kognisi positif dan

adaptif menyangkut masalah yang sedang dihadapi, tetapi juga menjadi positif dan

adaptif menyangkut Tuhan yang Mahakuasa dalam Menetapkan sesuatu, Maha

Mengetahui, dan Mahabijaksana beserta pengaruh-pengaruh psikologis yang muncul

karena tawakal.

Konsep Tawakal dalam Al Quran

Tawakal merupakan bentuk akhlak terhadap Allah Swt (Shihab, 1999).

Akhlak memiliki makna yang luas, baik yang bersifat lahiriah maupun yang tidak.

Akhlak yang bersifat lahiriah diwujudkan dalam bentuk perbuatan, sedangkan akhlak

yang bersifat tidak lahirian berupa sikap batin maupun pikiran. Dapat disimpulkan

bahwa tawakal sebagai akhlak memiliki dua aspek, yakni aspek lahiriah dan aspek

nonlahiriah.

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa

tiada Tuhan selain Allah. Allah Memiliki sifat-sifat terpuji yang demikian agung

sehingga tidak ada satu makhluk pun yang mampu menjangkau hakikat-Nya. Allah

memiliki kesempurnaan yang karena kesempurnaan itulah segala makhluk

bergantung dan berserah diri kepada-Nya. Al Quran memerintahkan manusia untuk

berserah diri kepada Allah dengan menjadikannya sebagai wakil atau pelindung (QS

Al Muzzamil [73]: 9 “(Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan melainkan

Dia, maka jadikanlah Allah sebagai wakil (pelindung)”) sebagai wujud keimanan

manusia terhadap Allah berserta sifat-sifat-Nya.

Kata tawakal memiliki akar kata yang sama dengan wakil, yakni wakala yang

pada dasarnya bermakna pengandalan pihak lain dalam hal urusan yang seharusnya

ditangani oleh satu pihak (Shihab, 2009b). Akar kata wakalu juga diartikan sebagai

“menyerahkan, membiarkan serta merasa cukup” (Shihab, 2009a). Pihak yang

menjadi wakil tentu adalah pihak yang mampu, dapat diandalkan dan diharapkan.

Maka dari itu, Al Quran memerintahkan agar bertawakal hanya kepada Allah (QS

Yunus [10]: 84 “ … jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-

3

Page 4: Makalah_Aftina Nurul Husna_Fak.Psi Undip

Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri.”) dengan berlandaskan

keimanan kepada-Nya.

Yusuf Qardhawi (2005) mengartikan tawakal sebagai bekerja dan

mengusahakan sebab-sebab yang wajar, setelah itu menyerahkan hasilnya kepada

Allah. Pendapat tersebut berdasar pada fakta bahwa ayat-ayat Al Quran yang

mengandung perintah tawakal kepada Allah selalu didahului dengan perintah

melakukan sesuatu. Bertawakal bukan anjuran untuk tidak berusaha atau

mengabaikan hukum-hukum sebab akibat. Hal tersebut dikarenakan manusia hidup

dalam realita yang menunjukkan bahwa tanpa usaha harapan tak mungkin terpenuhi.

Jika manusia mengimani kesempurnaan Allah, maka ia juga perlu meyakini

bahwa Allah telah memberinya kemampuan untuk berusaha sesuai dengan

kemampuannya (Shihab, 1999). Dalam bertawakal, hendaknya manusia

menggunakan segala daya dan kemampuan yang Allah nikmatkan kepadanya, yaitu

akal pikiran, hati nurani, dan kemampuan fisik, sesuai kesanggupannya. Hal-hal yang

ada di luar kesanggupan itulah yang diserahkan kepada Allah.

Tawakal: Usaha dan Keimanan kepada Allah

Tawakal kepada Allah secara ringkas didefinisikan sebagai berserah diri

kepada Allah setelah usaha maksimal (Shihab, 2009a). Penyerahan diri secara total

kepada Allah atas segala persoalan yang dimiliki membutuhkan keimanan yang kuat

bahwa tiada Tuhan selain Allah dengan segala sifat-sifat dan kesempurnaan-Nya.

Sementara itu, usaha yang menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan

penyerahan diri merupakan penggunaan segala daya dan kemampuan dalam batas

kemampuan untuk menyelesaikan suatu persoalan (ikhtiar). Hal-hal yang masih dapat

dilakukan dalam batas kesanggupan menjadi tanggung jawab manusia, sedangkan

hal-hal yang berada di luar itu menjadi urusan Allah Swt.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan terdapat dua

aspek tawakal kepada Allah, yaitu: 1) Aspek lahiriah, berupa perilaku berusaha

4

Page 5: Makalah_Aftina Nurul Husna_Fak.Psi Undip

manusiawi yang maksimal, dan 2) Aspek nonlahiriah, berupa penyerahan total

kepada Allah berdasarkan keimanan (Lihat Tabel 1).

Tawakal adalah tuntutan iman sehingga orang-orang yang mengaku dirinya

beriman kepada Allah diperintahkan tawakal kepada-Nya. Dengan keimanan kepada

Allah, seorang mukmin memperoleh kekuatan jiwa yang membuatnya menjadi

manusia yang kuat dalam menghadapi berbagai tekanan dalam hidup. Kekuatan itu

bersumber dari kepercayaan kepada Allah yang senantiasa menyertai hamba-Nya,

memberikan pertolongan dan membelanya dari keburukan orang lain.

Tawakal juga merupakan buah dari iman karena orang yang beriman pasti

akan bertawakal. Tawakal yang benar tidak menimbulkan kepasrahan, tetapi daya

juang, gairah kerja, ketekunan, dan semangat untuk hidup (Qardhawi, 2005). Orang

yang bertawakal tidak akan berputus asa, tetapi ketenangan hidup karena urusannya

ia serahkan kepada Allah yang memiliki kesempurnaan, yang mengetahui yang

maslahat, dan memberikan balasan yang baik atas usaha hamba-Nya.

Religiusitas dalam Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

Cognitive behavioral therapy (CBT) adalah suatu treatment psikologis yang

memperhatikan interaksi-interaksi antara bagaimana seseorang berpikir, merasakan

dan berperilaku. CBT adalah proses mengajarkan, melatih dan menguatkan perilaku-

perilaku positif serta membantu seseorang untuk mengidentifikasi pola-pola kognitif

atau pikiran dan emosi yang dihubungkan dengan perilaku (Somers & Querée, 2007).

Kognisi manusia terdiri atas pikiran-pikiran yang terdiri atas keyakinan,

asumsi, ekspektasi, atribusi dan sikap-sikap. Fokus CBT adalah proses berpikir

seseorang yang diwujudkan dalam bentuk percakapan batin (inner speech) (Spiegler

& Guevremont, 2003). CBT berusaha membantu seseorang untuk menyadari inner

speech yang maladaptif sebelum, selama dan sesudah suatu perilaku dan mengubah

kognisi yang maladaptif itu menjadi kognisi yang adaptif.

5

Page 6: Makalah_Aftina Nurul Husna_Fak.Psi Undip

Tabel 1. Aspek lahiriah dan nonlahiriah tawakal kepada Allah Swt.

Aspek Lahiriah Aspek Nonlahiriah

- Merencanakan (QS 5: 23)

- Mengambil keputusan dan bertindak

berdasarkan pertimbangan tindakan

orang lain (QS 5: 23; 8: 61)

- Berdoa (QS 10: 85)

- Bersabar atas masalah(QS 14: 12)

- Membulatkan tekad (QS 3: 159)

- Berpaling dari masalah yang sudah

berada di luar pengetahuan dan

kemampuan manusia (QS 8: 41)

- Bertaubat kepada Allah (QS 13: 30)

- Tidak mempersekutukan Allah (QS

16: 99 – 100)

- Yakin pada pilihan yang benar dan

kembali pada Al Quran (QS 27: 77,

79)

- Bekerja/berusaha sesuai kemampuan/

keadaan diri (QS 39: 39)

- Bersyukur (QS 42: 36)

- Menegaskan kembali pengakuan

keimanan (QS 13: 30)

- Menyadari diri adalah manusia (QS

14: 11)

- Tidak berputus asa dari rahmat Allah

(QS 39: 53)

- Allah Mahaperkasa dan Bijaksana

(QS 8: 49)

- Allah Memegang ubun-ubun

(menguasai) setiap makhluk (QS 11:

56)

- Allah tempat kembali dan meminta

pertolongan (QS 11: 88; 3: 160)

- Allah Maha Mengetahui dan Pemberi

keputusan yang terbaik (QS 7: 89; 42:

10)

- Allah Menyukai orang-orang yang

bertawakal (QS 3: 159)

- Allah Memiliki rencana dan Maha

Melindungi (QS 4: 81)

- Allah Maha Menetapkan (QS 9: 51)

- Allah Maha Memiliki, tempat segala

urusan kembali, dan tidak lalai atas

usaha hamba-Nya (QS 11: 123)

- Allah Maha Berkehendak atas

kemudharatan dan rahmat (QS 39:

38)

- Kemudharatan terjadi atas izin Allah

(QS 58: 10)

- Balasan sabar dan tawakal adalah

surga (QS 29: 58 – 59)

6

Page 7: Makalah_Aftina Nurul Husna_Fak.Psi Undip

CBT menekankan pula tentang perubahan perilaku. Apa yang dilakukan

seseorang mempengaruhi bagaimana ia merasakan dan berpikir.CBT berusaha

membantu seseorang untuk mempelajari perilaku baru dan cara baru melakukan

coping terhadap suatu peristiwa, misalnya dengan mengajari kemampuan atau

keterampilan baru (Somers & Querée, 2007).

Pengaruh religiusitas terhadap keefektifan terapi, terutama CBT, mengandung

pro dan kontra. Berdasarkan beberapa penelitian mengenai dimensi religi dalam

praktik CBT, diketahui bahwa religiusitas dapat meningkatkan keefektifan terapi

(Spiegler & Guevremont, 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nielsen

(2001) dan Robb (2001), keyakinan agama dapat meningkatkan pendirian untuk

menantang keyakinan irasional dan meningkatkan penggunaan pikiran yang adaptif

(dalam Spiegler & Guevremont, 2003). Keyakinan agama juga dapat menjadi bahan

berargumen melawan keyakinan irasional yang dimiliki seseorang (Propst, dalam

Spiegler & Guevremont, 2003).

Penelitian lain yang membandingkan antara terapi yang mengakomodasi

agama dengan yang tidak, sebaliknya menemukan bahwa tidak ada perbedaan dalam

hal efektifitas (dalam Pargament, 2007). Pargament (2007) menanggapi perbedaan

hasil ini dengan mengatakan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi

keefektifan terapi yang menganduk aspek spiritual. Faktor pertama ada pada konsep

penelitian dan kedua ada pada kenyataan bahwa secara umum terapi yang

mengandung aspek spiritual tidak lebih efektif dibandingkan terapi “sekuler”.

Keefektifan CBT yang menfasilitasi aspek spiritual religius kembali pada

siapa yang menjadi terapis dan siapa kliennya. Terapis yang religius belum tentu

bekerja lebih efektif daripada terapis yang tidak religius, bahkan yang terjadi bisa

kebalikannya (Propst, dalam Pargament, 2007). Pargament (2007) menekankan

bahwa:

“… personal religiousness or spirituality does not necessarily equip a therapist to conduct spiritually integrated psychotherapy. Evon more

7

Page 8: Makalah_Aftina Nurul Husna_Fak.Psi Undip

important are the therapist’s openess, sensitivity, and willingness to learn about the part that spirituality plays in the life of client.”

Disimpulkan bahwa keefektifan terapi mengintegrasikan spiritualitas

dipengaruhi oleh kemampuan terapis untuk peka terhadap spiritualitas atau

religiusitas kliennya. CBT tampak kurang efektif bagi klien yang sangat teguh

(bahkan kaku) memegang keyakinan budaya atau agamanya dan ingin dimengerti

bahwa memang begitulah keyakinannya sehingga tidak dapat diubah lagi sekalipun

keyakinan itu mengganggunya. CBT dilakukan bukan untuk menantang keyakinan

budaya atau agama seseorang, tetapi mengenai memahami perspektif untuk

meringankan distres yang berhubungan dengan gangguan psikologis. (Turkington et

al, 2009).

Mengintegrasikan Tawakal dalam Cognitive Behavioral Therapy

Setiap orang membawa aspek spiritual dan religiusnya dalam setiap gerak

kehidupannya. Hal tersebut yang mendasari mengapa dimensi agama perlu

diperhatikan dalam proses psikoterapi. Agama telah jauh lebih lama daripada

psikologi dalam upaya menjaga kesejahteraan jiwa umat manusia. Agama sebagai

pedoman hidup mempengaruhi manusia, salah satunya dengan menganjurkan cara-

cara menghadapi dan mengatasi permasalahan hidup (Pargament, 1997). Pelaksanaan

psikoterapi tentu perlu memperhatikan latar belakang dari pengguna jasa psikoterapi.

Latar belakang agama menjadi sangat penting terutama karena agama yang dianut

seseorang mempengaruhi pembentukan kepribadian, cara berpikir dan berperilaku.

Psikoterapi yang diterapkan pada masyarakat muslim perlu memperhatikan

kesesuaian antara dasar teori dan metode dengan ajaran Islam. Islam mengajarkan

bahwa kekuatan jiwa seorang muslim tergantung pada kekuatan keimanannya

(Qardhawi, 2005). Berdasarkan hal ini, diharapkan pelaksanaan psikoterapi secara

islami tidak hanya bertujuan menyembuhkan masalah psikologis, tetapi

meningkatkan keimanan seorang klien muslim kepada Tuhannya. Seorang terapis

8

Page 9: Makalah_Aftina Nurul Husna_Fak.Psi Undip

juga perlu menyadari bahwa keimanan yang benar kepada Allah selalu berpangkal

kepada jiwa yang sehat.

Mengintegrasikan tawakal dalam CBT merupakan upaya membaurkan konsep

tawakal dalam CBT menjadi suatu kesatuan yang utuh dan dapat diterapkan bagi

masyarakat muslim. CBT berangkat dari asumsi bahwa kognisi seseorang

mempengaruhi bagaimana ia berperasaan dan bertindak, dan sebaliknya sehingga

kontrol terhadap pikiran menjadi sangat penting. Kontrol pikiran inilah yang

diharapkan dapat diarahkan menuju tawakal kepada Allah.

CBT yang berlandaskan psikologi sekuler menekankan pada perubahan

kognisi yang maladaptif menjadi adaptif berkaitan yang menyebabkan masalah.

Ketika tawakal menjadi bagian dari proses terapi, penekanan terapi tidak hanya pada

pikiran-pikiran yang menyebabkan masalah dan solusi perilakunya, tetapi juga pada

pemahaman hakikat masalah (sebab, tujuan, dan hikmah), pembentukan kognisi

positif terhadap kemutlakan dan kesempurnaan Allah dan keterbatasan kemampuan

manusia dalam berusaha.

Al Quran mengenalkan tiga konsep dalam bertawakal, yaitu:

1. Tawakal adalah berserah diri kepada Allah setelah usaha maksimal. Tawakal

adalah tindakan rasional yang dilakukan setelah seseorang berusaha

maksimal. Pada hal ini, seseorang diharap mampu mengenal keterbatasan

kemampuannya dan berkata “cukup, saya sudah melakukan yang terbaik yang

bisa saya lakukan” dalam hal usaha lahiriah. Hal-hal di luar pengetahuan dan

kemampuan manusia adalah urusan Allah dan tak ada gunanya manusia

memaksakan diri melampaui batas dirinya karena akan merugikan diri sendiri.

Manusia memang diciptakan dengan keterbatasan.

2. Segala daya dan upaya adalah atas kuasa Allah. Dalam hal berusaha, kapasitas

diri manusia untuk mampu mengetahui dan mengatasi masalah adalah

anugrah dari Allah. Anugrah ini perlu disyukuri apapun bentuknya. Manusia

sesungguhnya tidak berdaya apa-apa dan selalu meminta pertolongan pada

yang mampu menolong. Allah adalah tempat meminta pertolongan. Meminta

9

Page 10: Makalah_Aftina Nurul Husna_Fak.Psi Undip

pertolongan di saat-saat sulit bukanlah sesuatu yang aneh (seperti yang

diungkapkan Freud), tetapi merupakan tindakan yang Allah Sukai, terutama

jika diiringi dengan meningkatkan ketaatan kepada-Nya.

3. Hanya Allah yang mengetahui baik dan buruknya sesuatu bagi manusia. Allah

dengan segala kesempurnaan-Nya mengetahui keadaan setiap manusia. Apa

yang Allah putuskan kepada manusia berdasar bahwa Allah mengetahui

sesuatu yang baik dan yang buruk bagi hamba-Nya. Setiap keputusan Allah

atas usaha kita, yang baik maupun buruk semuanya mengandung hikmah.

Seseorang perlu didorong untuk menemukan hikmah tersebut. Sekalipun

hikmah suatu kejadian tersembunyi, seseorang diharapkan tetap yakin bahwa

yang diputuskan adalah yang terbaik dan bermanfaat bagi dirinya.

Dalam pelaksanaan terapi, konsep tawakal kepada Allah dapat dijalankan

dengan menggunakan metode-metode dalam CBT. Konsep tawakal, baik dalam hal

aspek lahiriah dan nonlahiriah (Lihat Tabel 1) dapat diintegrasikan dalam CBT

dengan proses rekonstruksi kognitif (metode thought stopping, rational-emotive

behavior therapy, dan cognitive therapy) dan menjadi bagian dalam terapi coping

skill (Spiegler & Guevremont, 2003) Konsep tawakal yang diintegrasikan dalam

terapi dapat berperan sebagai peneguh pendirian dan bahan argumen untuk melawan

kognisi irasional atas suatu masalah.

Seorang terapis perlu mengakomodasi dimensi religi dan spiritual dalam

praktik psikoterapi. Dimensi religi dan spiritual adalah dimensi yang sama

terintegrasinya dalam diri seseorang seperti dimensi biologis, psikologis dan

sosiokultural. Dalam hal penyembuhan masalah kejiwaan atau dalam menghadapi

masalah yang sulit, kebanyakan orang menemukan bahwa dukungan yang diperoleh

dari keimanan sangat bermanfaat, terutama dalam menghadapi masalah-masalah yang

signifikan, seperti sakit, kecelakaan, konflik interpersonal, perceraian, pemecatan

kerja, dan kematian (Pargament, 2007). Di samping itu, penerimaan dimensi religi

10

Page 11: Makalah_Aftina Nurul Husna_Fak.Psi Undip

dan spiritual dalam psikoterapi memungkinkan hubungan kemitraan antara seorang

psikoterapist dengan rohaniawan (Hawari, 2005).

Optimisme pengintegrasian tawakal dalam CBT berdasar pada berbagai

penelitian psikologi (Pargament, 2007). Disimpulkan bahwa keyakinan, ibadah,

hubungan ketuhanan, dan pengalaman religius dan spiritual berkorelasi dengan:

- Kesejahteraan mental, kebahagiaan, dan kepuasan hidup

- Harapan dan optimisme

- Tujuan dan makna kehidupan

- Self-esteem yang lebih tinggi

- Dukungan sosial yang lebih tinggi dan kesepian yang lebih rendah

- Tingkat depresi, bunuh diri, kecemasan, penggunaan alkohol dan obat, delikuensi,

perilaku kriminal,dan psikosis yang lebih rendah

- Stabilitas dan kepuasan pernikahan yang lebih tinggi

Rejeksionisme Agama dalam CBT

Rejeksionisme agama dalam CBT terjadi berdasarkan perspektif searah (dari

sisi negatif) bahwa keyakinan agama juga memiliki andil dalam terbentuknya kognisi

yang irasional (Ellis, dalam Pargament, 1997). Hal itu ada benarnya karena dimensi

agama dan spiritual, sama seperti dimensi-dimensi yang lain dalam diri manusia, juga

dapat manimbulkan masalah psikologis karena kualitas keagamaan dan spiritualitas

seseorang tak selalu berkembang dengan baik.

Pargament (2007) membedakan kualitas spiritual menjadi dua, yaitu yang

terintegrasi dengan baik dan yang terintegrasi dengan buruk. Spiritualitas yang

terintegrasi dengan baik tampak dari diri seseorang yang secara spiritual didukung

oleh sistem sosialnya, menggunakan spiritual coping method yang sesuai dengan

masalahnya, dan mencari keseimbangan dalam pencapaian tujuan (contoh,

bertawakal). Sebaliknya, spiritualitas yang terintegrasi dengan buruk tampak pada

orang yang menghadapi konflik spiritual dengan sistem sosialnya, menggunakan

spiritual coping method yang malah memperburuk masalah, dan mencari tujuan-

11

Page 12: Makalah_Aftina Nurul Husna_Fak.Psi Undip

tujuan yang sakral dan sekuler yang di luar keseimbangan (contoh, berserah diri pada

Tuhan, tetapi tidak mau berusaha).

Berbagai masalah psikologis yang berkaitan dengan spiritualitas juga

dingungkapkan oleh Pargament (2007). Terdapat dua macam disintegrasi

spiritualitas, yaitu problems of spiritual destinations dan problems of spiritual

pathways. Masalah-masalah ini mengandung kognisi-kognisi irasional yang

mengakibatkan suatu masalah psikologis. Jika kognisi spiritual yang terdisintegrasi

ini tidak disadari dan diubah agar menjadi terintegrasi, tentu CBT tidak efektif

dilakukan.

Tabel 2. Disintegrasi Spiritual (Pargament, 2007)

Problems of Spiritual Destinations Problems of Spiritual Pathways

- Masalah small gods

- Masalah false gods

- Masalah pertentangan hal yang

sakral: 1) ambivalensi, 2) self-

degradation dalam berhubugan

dengan hal yang sakral, 3)

demonization diri dan orang lain, dan

4) konflik internal.

- Masalah kedalaman dan keluasan

pengetahuan dan pengalaman

- Masalah kesesuaian: 1) antara tujuan

dengan pedoman, seperti

ekstremisme dan hipokrisi, 2) antara

pedoman dengan situasi, dan 3)

antara individu dan konteks sosial.

- Masalah dalam kontinuitas dan

perubahan.

Masalah psikologis yang bersumber pada masalah agama dan spiritualitas

memiliki dasar kognisi yang maladaptif. CBT dapat berperan dalam hal ini dengan

tidak mengabaikan dimensi religius-spiritual dalam praktek, tetapi

mengakomodasikannya. Proses akomodasi membutuhkan terapis yang mampu

mengarahkan kliennya pada kognisi yang benar mengenai agama dan spiritualitas

untuk membantunya mengatasi distres psikologis yang ada dengan pengetahuan

agama yang tepat.

12

Page 13: Makalah_Aftina Nurul Husna_Fak.Psi Undip

Penutup

Mengislamisasikan psikoterapi dapat dilakukan dengan mengintegrasikan

ajaran Islam ke dalam praktik psikoterapi. Salah satunya adalah mengintegrasikan

tawakal kepada Allah dalam CBT yang merupakan psikoterapi sekuler. Tujuan

mengintegrasikan dimensi religius-spiritual dalam CBT adalah agar psikoterapi yang

diterapkan sesuai dengan kepribadian masyarakat Islam yang beriman kepada Allah

Swt.

Tawakal sebagai tuntutan keimanan kepada Allah sesungguhnya memiliki

efek psikoterapis. Tawakal adalah cara yang diperintahkan dilakukan oleh orang-

orang yang beriman dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan. Tawakal

merupakan bentuk spiritualitas yang menyeimbangkan konsep makhluk dan Pencipta;

sesuatu yang berada dalam kontrol manusia dan tidak, keterbatasan manusia dan

kemutlakan kekuasaan Tuhan.

Integrasi tawakal dalam CBT dilakukan berdasarkan konsep tawakal dalam Al

Quran. Pelaksanaannya bertujuan menyadari kognisi maladaptif (khususnya berkaitan

dengan keyakinan agama dan spiritual yang salah) dan mengubahnya menjadi adaptif

dalam upaya mengatasi masalah psikologis. Keyakinan pada Allah yang ditumbuhkan

akan membantu meneguhkan pendirian untuk berpikir positif dan argumen untuk

melawan pikiran yang negatif.

Pelaksanaan CBT yang mengintegrasikan tawakal di dalamnya perlu

memperhatikan beberapa hal: 1) terapis tidak hanya perlu memiliki religiusitas dan

spiritualitas personal yang baik, tetapi juga mampu memahami cara berpikir, agama

dan spiritualitas kliennya, 2) penggunaan terapi disesuaikan dengan masalah yang

dialami klien, dan 3) dimensi religi, sama seperti dimensi-dimensi manusia yang lain,

mampu menjadi baik solusi maupun sebab dari masalah psikologis.

Keyakinan agama yang terdisintegrasi menunjukkan bahwa seseorang

memiliki kognisi yang tidak tepat atas agamanya. Kesalahan kognisi ini perlu disadari

13

Page 14: Makalah_Aftina Nurul Husna_Fak.Psi Undip

dan kemudian diubah menjadi kognisi yang tepat melalui metode-metode CBT yang

berlandaskan ajaran Islam, terutama tentang tawakal yang dibahas dalam tulisan ini

Daftar Pustaka

Al Quran Al Karim.

Hawari, D. 2005. Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Pergament, K.I. 1997. The Psychology of Religion and Coping: Theory, Research and Practice. New York: The Guilford Press.

____________. 2007. Spiritually Integrated Psychotherapy. New York: The Guilford Press.

Shihab, M. Q. 2009a. Tafsir Al-Mishbah Vol. 5. Jakarta: Lentera Hati.

___________. 2009b. Tafsir Al-Mishbah Vol. 9. Jakarta: Lentera Hati.

___________. 1999. Wawasan Al Quran. Bandung: Penerbit Mizan.

Somers, J. & Querée, M. 2007. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)-Core Information Document. Vancouver: Centre of Applied Research in Mental Health and Addictions (CARMHA) Simon Fraser University.

Spiegler, M.D. & Guevremont, D.C. 2003. Contemporary Behavior Therapy. Victoria: Thomson Wadsworth.

Turkington, D., Kingdon, D., Rathod, S., Wilcock, S.K.J., Brabban, A., Cromarty, P., Dudley, R., Gray, R., Perton, J., Siddle, R., & Weiden, P. 2009. Back to Life, Back to Normality: Cognitive Therapy, Recovery, and Psychosis. Cambridge: Cambridge University Press.

Qardhawi, Y. 2005. Merasakan Kehadiran Tuhan. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

14