makalah tugas kosmet tabir surya

Upload: inna-jamiilah

Post on 09-Oct-2015

616 views

Category:

Documents


51 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangKencur (Kaempferia galanga L) sebagai salah satu tanaman obat memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Salah satu alasan pengembangannya adalah kandungan bahan aktifnya yang beragam dan cukup tinggi sehingga mampu mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Berdasarkan penelitian Inayatullah (1997) tanaman kencur mempunyai kandungan kimia minyak atsiri 2,4- 3,9% yang terdiri atas etil - p- metoksisinamat 30% (EPMS). EPMS merupakan turunan sinamat yang dapat berfungsi sebagai tabir surya.Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, formulasi gel tabir surya ekstrak etanol kencur dengan basis HPMC (1%), NaCMC (2%) dan Carbopol (3%) menghasilkan sediaan gel dengan sifat fisik (pH & viskositas) yang memuaskan. Namun demikian sediaan gel yang dihasilkan memiliki bau ekstrak kencur yang dominan yang dapat mengurangi kenyamanan pemakainya (S iswanto, 2010). Oleh karena itu perlu dikembangkan formulasi tabir surya ekstrak etanol kencur dalam sediaan krim tipe m/a. Bentuk sediaan krim lebih mudah digunakan dan penyebarannya di kulit juga lebih baik, sehingga banyak masyarakat yang lebih memilih menggunakan produk kosmetik dalam bentuk krim dibandingkan sediaan lainnya. Selain itu formulasi ekstrak kencur ke dalam bentuk krim dapat mengurangi bau khas kencur sehingga lebih menyenangkan bagi konsumen. Untuk membentuk suatu krim m/a dapat digunakan kombinasi emulgator seperti Tween 80 dan Span 80 yang mempunyai nilai HLB tinggi. Span 80 merupakan surfaktan nonionic dan digunakan dalam konsentrasi 1-10%. Sebagai zat pengemulsi Span 80 digunakan dalam kombinasi dengan zat pengemulsi hidrofilik. Tween 80 merupakan surfaktanm nonionic yang bersifat hidrofil dan digunakan sebagai zat pengemulsi tipe m/a dalam konsentrasi 1 -15% (Rowe et al, 2003)

BAB IITINJAUAN PUSTAKAKulit sebagai lapisan pembungkus tubuh senantiasa mengalami pengaruh lingkungan luar, baik berupa sinar matahari, iklim maupun faktor-faktor kimiawi dan mekanisme kulit tidak saja harus menghilangkan pengaruh panas matahari, tetapi juga harus dapat mengatasi pengaruh bagian sinar matahari (Rostamailis, 2005). Penyinaran matahari mempunyai 2 efek, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, tergantung dari frekwensi dan lamanya sinar matahari mengenai kulit, intensitas sinar matahari serta sensitifitas seseorang (Ditjen POM, 1985). Efek Yang Bermanfaat Penyinaran matahari yang sedang, secara psikologi dan fisiologi menimbulkan rasa nyaman dan sehat. Dapat merangsang peredaran darah, serta meningkatkan pembentukan hemoglobin. Sinar matahari dapat mencegah atau megobati penyakit ritketsia karena 7-dehidrokolesterol (provitamin D3) yang terdapat pada epidermis dan diaktifkan menjadi vitamin D3 (Diten POM, 1985). Sinar matahari dapat membantu pengobatan tuberculosis, misalnya pada tuberculosis kelenjar dan tulang, dapat juga untuk mengobati penyakit kulit, misalnya psoriasis. Berpengaruh baik pada system saraf otonom dan mengurangi berbagai infeksi. Pembentukan melanin akan bertambah, dan kulit menjadi lebih tebal sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung tubuh alami terhadap sengatan matahari selanjutnya (Ditjen POM, 1985). Efek Yang Merugikan Penyinaran matahari mempunyai efek yang merugikan. Penyinaran matahari yang singkat pada kulit dapat menyebabkan kerusakan epidermis sementara, gejalanya biasanya disebut sengatan surya. Sinar matahari menyebabkan eritema ringan hingga luka bakar yang nyeri pada kasus yang lebih parah. Penyinaran yang lama akan menyebabkan perubahan degeneratif pada jaringan pengikat dalam korium. Keadaan tersebut menyebabkan kulit akan menebal, kehilangan kekenyalan sehingga kulit kelihatan keriput, ini disebabkan karena kulit kehilangan kapasitas ikat-air (Ditjen POM, 1985). Penyinaran matahari terdiri dari berbagai spektrum dengan panjang gelombang yang berbeda, dari inframerah yang terlihat hingga spektrum ultraviolet. Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 400-280 nm dapat menyebabkan sengatan surya dan perubahan warna. Penyinaran ultraviolet dengan panjang gelombang diatas 330 nm dapat menyebabkan kulit menjadi kecoklatan. Eritema timbul bersamaan dengan warna coklat kulit. Pada panjang gelombang antara 334,2 366,3 nm efektif dalam pembentukan warna coklat dengan sedikit eritema. Pada panjang gelombang 295 315 nm tidak segera terlihat efeknya, tetapi setelah beberapa jam akan timbul eritema. Setelah beberapa hari eritema akan berkurang, terbentuklah warna kecoklatan. Pada penyinaran dengan panjang gelombang 250 270 nm, akan timbul eritema yang sangat ringan, yang menghilang dalam beberapa hari tanpa menimbulkan warna kecoklatan (Ditjen POM, 1985). Panjang gelombang sinar ultraviolet dapat dibagi menjadi 3 bagian : 1. Ultraviolet A (UV A) yaitu sinar dengan panjang gelombang antara 400 315 nm dengan efektivitas tetinggi pada 340 nm, dapat menyebabkan warna coklat pada kulit tanpa menimbulkan kemerahan dalam bentuk leuko yang terdapat pada lapisan atas. 2. Ultraviolet B (UV B) yaitu sinar dengan panjang gelombang antara 315 280 nm dengan efektivitas tertinggi pada 297,6 nm, merupakan daerah eritemogenik, dapat menimbulkan sengatan surya dan terjadi reaksi pembentukan melanin awal. 3. Ultraviolet C (UV C) yaitu sinar dengan panjang gelombang di bawah 280 nm, dapat merusak jaringan kulit, tetapi sebagian besar telah tersaring oleh lapisan ozon dalam atmosfer (Ditjen POM, 1985). Secara alami kulit sudah berusaha melindungi dirinya beserta organ-organ di bawahnya dari bahaya sinar UV matahari, antara lain dengan membentuk butir-butir pigmen kulit (melanin) yang sedikit banyak memantulkan kembali sinar matahari. Jika kulit terpapar sinar matahari, misalnya ketika seseorang brjemur, maka timbul dua tipe reaksi melanin : 1. Penambahan melanin dengan cepat ke permukaan kulit. 2. Pembentukan tambahan melanin baru. Jika pembentukan tambahan melanin itu berlebihan dan terus menerus, noda hitam pada kulit dapat terjadi. Ada dua cara perlindungan kulit, yaitu : 1. Perlindungan secara fisik, misalnya memakai payung, topi lebar, baju lengan panjang, celana panjang, serta pemakaian bahan-bahan kimia yang melindungi kulit dengan jalan memantulkan sinar yang mengenai kulit, misalnya Titan dioksida, Zinc oksida, kaolin, kalsium karbonat, magnesium karbonat, talkum, silisium dioksida dan bahan-bahan lainnya sejenis yang sering dimasukkan dalam dasar bedak (foundation) atau bedak. 2. Pelindungan secara kimiawi dengan memakai bahan kimia (Tranggono. 2007). Faktor perlindungan kulit secara alami terhadap sengatan surya ialah dengan penebalan stratum korneum dan pigmentasi kulit. Pada percobaan perlindungan kulit menunjukkan adanya kecepatan mitotik setelah penyinaran dari sel epidermis yang menyebabkan penebalan stratum korneum dalam waktu 4 7 hari, sehingga dapat menahan penyinaran yang menyebabkan eritema (Ditjen POM, 1985). Perlindungan terhadap sengatan surya juga disebabkan melanin yang terbentuk dalam sel basal kulit setelah penyinaran ultraviolet B akan berpindah ke stratum korneum di permukaan kulit, kemudian teroksidasi oleh sinar ultraviolet A. jika kulit mengelupas, butir melanin akan lepas, sehingga kulit kehilangan pelindung terhadap sinar matahari (Ditjen POM, 1985). Nyeri akan timbul pada kulit yang tidak terlindung setelah penyinaran matahari. Pigmentasi maksimum dapat tercapai lebih kurang 100 jam penyinaran (Ditjen POM, 1985). Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud membaurkan atau menyerap secara emisi gelombang ultraviolet dan inframerah, sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan kulit karena cahaya mahatari (Ditjen POM, 1985). Perlu dilakukan pengkajian formulasi sediaan tabir surya terhadap efesiensi sebagai tabir surya. Pengujian daya absorpsi secara spektrofotometri terhadap kadar, kepekatan larutan, dan panjang gelombang. Untuk mengetahui efektivitas bahan tabir surya dilakukan pengujian menggunakan spektrofotometri (Ditjen POM, 1985). Bahan aktif tabir surya bekerja dengan dua mekanisme yaitu penghambatan fisik (physical bloker), antara lain TiO2, ZnO, kaolin, CaCO3, MgO, dan penyerap kimia (chemical absorber) meliputi anti UV A misalnya turunan benzophenon antara lain oksibenson, dibenzoilmetan, serta anti UV B yaitu turunan salisilat, turunan para amoni benzoic acid (PABA) misalnya oktil dimetil PABA, turunan sinamat (sinoksat, etil heksil parametoksisinamat) dan lain-lain (Purwanti dkk, 2005). Untuk mengoptimalkan kemampuan dari tabir surya sering dilakukan kombinasi antar tabir surya fisik dan tabir surya kimia, bahkan ada yang menggunakan beberapa macam tabir surya dalam satu sediaan kosmetika (Wasitaatmadja, 1997). Kemampuan menahan sinar ultraviolet dari tabir surya dinilai dalam faktor proteksi sinar (Sun Protecting Factor/SPF) yaitu perbandingan antara dosis minimal yang diperlukan untuk menimbulkan eritema pada kulit yang diolesi oleh tabir surya dengan yang tidak. Nilai SPF ini berkisar antara 0 sampai 100 (Wasitaatmadja, 1997). Sediaan tabir surya dikatakan dapat memberikan perlindungan apabila memiliki nilai SPF 2 8 (Shaat, 1990). Pathak membagi tingkat kemampuan tabir surya sebagai berikut : 1. Minimal, bila SPF antara 2-4, contoh salisilat, antranilat. 2. Sedang, bila SPF antara 4-6, contoh sinamat, bensofenon. 3. Ekstra, bila SPF antara 6-8, contoh derivate PABA. 4. Maksimal, bila SPF antara 8-15, contoh PABA. 5. Ultra, bila SPF lebih dari 15, contoh kombinasi PABA, non-PABA dan fisik. (Wasitaatmadja, 1997) Penentuan nilai SPF dapat ditentukan secara in vitro dengan menggunakan spektrofotometer (Petro, 1981). Metode SPF merupakan metode resmi Amerika Serikat. FDA (Food Drug Administration) mensyaratkan produk tabir surya harus mencantumkan nilai SPF-nya, untuk memberikan arahan pada konsumen mengenai kekuatan relatif dari produk tersebut (Shaat, 1990). Jika suatu body lotion mengandung SPF 15 berarti krim tersebut akan meneruskan sinar matahari seperlima belas saja. Krim dengan SPF 60 hanya meneruskan seperenam puluh sinar matahari ke kulit. Oleh karena itu, makin besar nilai SPF maka makin efektif fungsinya sebagai tabir surya. Krim tabir surya dapat dioleskan di seluruh bagian tubuh yang terbuka, terutama wajah, tetapi jangan sampai terkena bagian mata. Krim inipun dapat digunakan setiap hari sebagai alas bedak (Indarti, 2005). Faktor protektif terhadap sinar (SPF) menunjukkan kelipatan peningkatan toleransi terhadap kontak dengan sinar matahari dengan penggunaan produk ini tanpa menimbulkan eritema. Dengan perkataan lain, SPF 8 akan mengizinkan orang yang biasa menderita eritema setelah berkontak 20 menit untuk bertahan 160 menit terhadap sinar matahari (Landow K., 1984). Tabir surya dapat dibuat dalam berbagai bentuk sediaan, misalnya bentuk larutan air atau alkohol, emulsi, krim, dan semi padat, yang merupakan sediaan lipid non-air, gel, dan aerosol (Ditjen POM, 1985). Syarat-syarat bagi preparat kosmetik tabir surya yaitu : 1. Enak dan mudah dipakai. 2. Jumlah yang menempel mencukupi kebutuhan. 3. bahan aktif dan bahan dasar mudah bercampur. 4. Bahan dasar harus dapat mempertahankan kelembutan dan keembaban kulit.

6. Tidak toksik, tidak mengiritasi, dan tidak menyebabkan sensitisasi. Bentuk-bentuk preparat susnscreen dapat berupa : 1. Preparat anhydrous 2. Emulsi (m/a, a/m) 3. Preparat tanpa lemak (Tranggono, 2007) Basis yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak di dalam air, dan dikenal sebagai Krim. Basis vanishing cream termasuk dalam golongan ini (Lachman, 1994). Basis krim (vanishing cream) disukai pada penggunaan sehari-hari karena memiliki keuntungan yaitu setelah pemakaian tidak menimbulkan bekas, memberikan efek dingin pada kulit, tidak berminyak serta memiliki kemampuan penyebaran yang baik (Ansel, 1985). Vanishing cream mengandung air dalam persentase yang besar dan asam stearat. Setelah pemakaian krim, air menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis (Ansel, 1989). Humektan (gliserin, propylenglikol, sorbitol 70%) sering ditambahkan pada vanishing cream dan emulsi m/a untuk mengurangi penguapan air dari permukaan basis (Banker, 1792). Vanishing cream, sebagai emulgatornya berfungsi garam-garam natrium, kalium, dan ammonium dari asam stearat serta trietanolamin stearat. Untuk membuatnya digunakan komponen alkali dan asam stearat dalam suatu perbandingan tertentu sehingga terbentuk 15 20 % senyawa garam. Dengan penambahan gliserol (10%) sebagai bahan pembuat lunak, dinilai kilau mutiara sediaan ini menjadi cemerlang. Krim stearat bereaksi alkali lemak (pH 7,2 sampai 8,4). Akan tetapi reaksi alkalinya tidak boleh berlebihan. Sebab alkalisasi kulit sehat akan terhalangi secara sempurna dalam waktu singkat dan pH lingkungan kulit akan tercapai kembali atau bahkan lebih rendah lagi (Voigt, 1995). Hilangnya krim ini dari kulit atau pakaian dipermudah oleh emulsi minyak di dalam air yang terkandung di dalamnya. Krim dapat digunakan pada kulit dengan luka yang basah, karena bahan pembawa minyak di dalam air cenderung untung menyerap cairan yang dikeluarkan luka tersebut. Basis yang dapat dicuci dengan air akan membentuk suatu lapisan tipis semipermiabel, setelah air menguap pada tempat yang digunakan (Lachman, 1994). Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika : (a) fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agregat dari bulatan-bulatan, (b) jika bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi tersebut akan mebentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam, dan (c) jika semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak teremulsikan dan membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi, yang merupakan hasil bergabungnya bulatan-bulatan fase dalam. Disamping itu suatu emulsi mungkin sangat dipengaruhi oleh kontaminasi dan pertumbuhan mikroba serta perubahan fisika dan kimia lainnya (Ansel, 1989). Emulsi dikatakan pecah jika partikel halus yang terdispersi secara spontan bersatu membentuk partikel yang lebih besar atau berkoalesensi, dan akhirnya terpisah menjadi 2 fase (Ditjen POM, 1985). Kosmetik yang berisi Alpha Hydroxy Acid (AHA) secara luas digunakan. Kosmetik ini dapat melindungi konsumen yang sensitif terhadap sinar matahari terutama sinar ultraviolet (Anonim, 2002). AHA umumnya terdapat pada bahan alami seperti buah-buahan, sari tebu, susu dan sebagainya yang mengandung asam. Sejauh ini dikenal lima jenis AHA, yaitu glycolic (asam glikolat), lactic (asam laktat), citric (asam sitrat) serta malic dan tartaric (Anonim, 2001). AHA sering disebut sebagai zat anti-penuaan dan mampu mengelupas kulit mati tanpa digosok, mengurangi keriput, dan membuat kulit lebih segar. Zat ini juga melembabkan kulit di bawahnya dan merangsang terbentuknya sel-sel baru (Indarti, 2005). AHA berkerja dengan cara meluruhkan (mengelupaskan) lapisan paling luar pada kulit yang terdiri dari tumpukan sel-sel kulit mati. Hal ini dikenal dengan istilah proses eksfoliasi. Efek dari proses ini adalah terlihat lebih segar dan kenyal. Selain itu, hilangnya tumpukkan sel kulit mati ini mengakibatkan berkurangnya penyumbatan pada pori-pori kulit, sehingga memperkecil timbulnya jerawat serta memudahkan tersebrapnya bahanperawatan kulit lainnya. Manfaat lain adalah meningkatkan tampilan tekstur kulit sehingga kulit tampak lebih haluys (yang disebabkan karena bahan AHA ini mempercepat terjadinya peluruhan sel kulit mati yang terjadi secara alami). Juga penggunaan produk AHA membuat kulit wajah tampak lebih cerah (Anonim, 2001). Jika kulit banyak terkena sinar matahari, maka penggunaan AHA dapat secara perlahan-lahan menghilangkan sebagian tanda dari kerusakan kulit tersebut, sehingga yang terlihat adalah warna kulit lebih rata karena menipisnya bercak-bercak noda kulit akibat sengatan matahari tersebut (Anonim, 2001). Sampai kini belum ada hasil penelitian yang mengindikasikan adanya efek samping penggunaan AHA. Hanya pada beberapa orang, timbul efek seperti gatal dan raa panas pada kulit setelah menggunakan produk AHA. Hal ini terjadi pada umumnya orang yang memang peka atau alergi terhadap bahan AHA (Anonim, 2001). Kulit yang tidak terlindungi oleh lapisan asam (acid barrier) cenderung menjadi besar, karena permukaan lapisan tanduk menjadi tidak rata. Tidak adanya lapisan asam memungkinkan pertumbuhan kuman-kuman secara tidak terhambat. Sehingga kemungkinan terjadinya infeksi melalui kulit menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan karena penguapan melalui lapisan tanduk tanpa lapisan asam menjadi lebih mudah, maka terjadi dehidrasi dengan akibat bahwa sifat lembut dan sifat kenyal lapisan tanduk dan bagian epidermis lebih dalam berkurang. (Rostamailis, 2005). Daerah beriklim tropis seperti di Indonesia mendapatkan sinar matahari yang intensitasnya 20% lebih besar dibandingkan daerah lain. Dengan demikian, efek negatif yang ditimbulkan sinar UV pada kulit juga lebih besar. Beberapa efek negatif yang dapat timbul akibat sinar UV antara lain sunburn (terbakar matahari), pigmentasi, inflamasi kulit, penuaan kulit, sampai dengan penyakit kanker kulit Harry, 1982). Untuk memperoleh perlindungan secara total terhadap sinar ultraviolet maka dilakukan kombinasi dari bahan tabir surya. Diketahui bahwa kombinasi bahan tabir matahari Oksibenson sebagai anti UV-A, dan Padimate0 sebagai anti UV-B dengan komposisi (3:7) %bib adalah yang paling optimal. Tabir surya yang bersifat broad spectrum (tabir surya kombinasi yang menyerap UV-A dan UV-B) memiliki keuntungan berupa rendahnya tingkat fotosensitisasi (Widianingsih dan Lumintang, 2002; Shaath, 1990; Bare! 2001). Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin banyaknya orang yang beranggapan bahwa cantik identik dengan kulit putih maka saat ini banyak dikembangkan produk kosmetika yang tidak hanya memiliki satu fungsi saja dan sudah menjadi tren di negara tropis untuk menggunakan kosmetika pencerah kulit yang dikombinasikan dengan tabir surya agar kulit nampak lebih cerah, bersih dan cantik namun tetap terlindung dari paparan sinar matahari (Zulkamain,2003). Sinar matahari memberikan banyak sekali manfaat bagi kehidupan. Di samping efek yang menguntungkan tersebut, sinar matahari juga mempunyai efek yang sangat merugikanbagi kulit, terutama spektrum sinar ultravioletnya yang dapat menyebabkan eritema (kemerahan) pada kulit, pigmentasi yang berlebihan, penebalan sel tanduk, dan aging (penuaan kulit). Pada kasus yang lebih parah, sengatan matahari yang berlebihan dapat menyebabkan kelainan kulit mulai dari dermatitis ringan sampai kanker kulit (Depkes RI, 1985; Kligman, 1985; Kreps dan Goldenberg, 1972; Harry, 1952).Kulit merupakan pembungkus elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan luar yang dapat menyebabkan kerusakan fisik, termasuk pancaran radiasi sinar matahari terutama sinar ultraviolet (Harahap, 1990).Secara alami, kulit mempunyai perlindungan terhadap sengatan sinar matahari yaitu dengan penebalan stratum corneum dan pigmentasi kulit. Jika penyinaran matahari terjadi secara berlebihan, jaringan epidermis kulit tidak cukup mampu melawan efek negatif tersebut, sehingga diperlukan perlindungan baik secara fisik dengan menutupi tubuh misal menggunakan payung, topi, atau baju panjang, dan secara kimia dengan menggunakan kosmetika tabir surya (Depkes RI, 1985; Kligman, 1985; Kreps dan Goldenberg, 1972; Harry, 1952).Berdasarkan mekanisme kerjanya, bahan aktif tabir surya dibagi menjadi 2, yaitu mekanisme fisika (pengeblok fisik) misalnya TiO2, ZnO, CaCO3, dan kaolin, serta mekanisme kimia (penyerap kimiawi) misalnya senyawa turunan para amino benzoic acid (PABA), turunan benzofenon, turunan sinamat, turunan salisilat (Backer dan Brick, 1963).Selain bahan-bahan sintetis, bahan aktif tabir surya juga dapat diperoleh dari bahan alam yaitu tumbuhan yang mempunyai kandungan seperti bahan sintetis, misalnya tanaman kencur (Kaempferia galanga L.). Tanaman ini mempunyai kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,43,9% yang terdiri atas etil para metoksi sinamat (30%), kamfer, borneol, sineol, dan pentadekan. Adanya kandungan etil para metoksi sinamat dalam kencur yang merupakan senyawa turunan sinamat berfungsi sebagai pengeblok kimia antiultraviolet B yang berguna sebagai tabir surya (Inayatullah, 1997; Jani, 1993).Dalam formulasi, suatu sediaan farmasi harus memenuhi kriteria umum yaitu stabil, baik secara kimia maupun fisika serta efektif dan aman dipakai. Stabilitas obat merupakan suatu periode di mana obat dalam kemasan tertentu yang disimpan dengan cara dan suhu yang sesuai mempunyai kadar yang konstan, yaitu jika pada penentuan kadar dengan metode analisis yang spesifik menghasilkan kadar minimal 90% dari kadar yang ditetapkan dalam label/ etiket. Selain itu sediaan harus berbentuk seperti semula, yaitu tidak ada perubahan bentuk, rasa, dan perubahan lain yang dapat ditentukan secara fisika atau kimia (Tjiang, 1978).Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui stabilitas kimiawi senyawa etil para metoksi sinamat (EPMS) yang diisolasi dari rimpang kencur dan diformulasikan dalam sediaan krim tabir surya.

PREFORMULASIKencurKaempferia galanga aromanya khas dengan rasa yang pahit bila dikonsumsi mentah-mentah menjadikan tanaman ini kebanyakan dijadikan bumbu dasar yang dapat digunakan pada beberapa jenis masakan seperti nasi goreng dan lain-lain. Namun tahukah kamu bahwa kencur memiliki banyak manfaat untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti radang lambung, radang anak telinga, influenza pada bayi, masuk angin, sakit kepala, batuk, menghilangkan darah kotor, diare, memperlancar haid, mata pegal, keseleo, dan kelelahan. Radiasi matahari yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada kulit, baik berupa eritema, pigmentasi, dan menyebabkan gangguan pada kulit. Keadaan tersebut dapat dicegah dengan menggunakan produk tabir surya yang mengandung zat aktif protektor tunggal maupun campuran yang dapat mencegah transmisi sinar matahari terutama terhadap sinar ultra violet pada daerah panjang gelombang 200-400 nm.Meskipun secara alamiah kulit manusia sudah memiliki sistem perlindungan radiasi matahari tersebut, tetapi tidak cukup efektif bila kontak berlebihan, sehingga diperlukan perlindungan tambahan. Dalam bidang kosmetika sebagai perlindungan tambahan digunakan senyawa tabir surya. Namun kenyataannya senyawa tabir surya yang terbuat dari bahan sintesis seringkali memberikan dampak negatif pada kulit, terutama iritasi yang berlanjut ke arah infeksi.Kencur merupakan salah satu tanaman obat tradisional Indonesia yang kaya akan kandungan senyawa senyawa bahan alam, salah satu diantaranya adalah etil p-metoksisinamat yang merupakan kandungan utama dalam tanaman ini. Senyawa ini menunjukkan aktivitas tabir surya tetapi tidak memenuhi persyaratan karena sebagian besar larut dalam air dan menimbulkan iritasi. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan senyawa etil p-metoksisinamat sebagai bahan baku pembuatan senyawa tabir surya yang meliputi rendemen hasil percobaan, % T eritema dan % T pigmentasi. Etil p-metoksisinamat disintesis menjadi senyawa tabir surya (oktil p-metoksisinamat) melalui tahapan hidrolisis, pembentukan klorida asam dan alkoholisis. Oktil p-metoksisinamat merupakan senyawa tabir surya yang paling sering digunakan karena menimbulkan resiko alergi kecil dan dalam pemakaian menggunakan konsentrasi yang rendah. Untuk mengetahui aktivitas senyawa tersebut sebagai senyawa tabir surya, dilakukan uji aktivitas secara in vitro. Efektivitas senyawa tabir surya dapat dinyatakan dalam persentase transmisi eritema dan pigmentasi secara spektrometri.Pada uji efektivitas gel tabir surya dari ekstrak kencur 2% dan ekstrak kencur 3%. Sediaan gel dengan konsentrasi 100 ppm, serapannya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis, dan dihitung persentase nilai transmisi eritema dan persentase transmisi pigmentasi, kemudian sediaan digolongkan termasuk kategori sunblock, proteksi ultra, suntan, atau fast taming.Berdasarkan data hasil pengamatan, pada ekstrak kencur 2% diperoleh persentase transmisi eritema 0,112% dan persen transmisi pigmentasi adalah 0,7982%. Pada ekstrak kencur 3%, persentase transmisi ritema yang diperoleh adalah 8,54% dan persentase transmisi pigmentasi adalah 50,81%. Berdasarkan data ekstrak kencur 2%, nilai %Te dan %Tp tidak masuk ke dalam rentang kategori penilaian efektivitas, tetapi bila dilihat data dari ekstrak kencur 3% maka dapat disimpulkan, bahwa kencur termasuk ke dalam kategori suntan dengan %Te antara 6 12 % dan %Tp antara 45 86 %.Kencur merupakan tanaman rumput kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air. Tanaman ini tunbuh dan berkembang pada musim tertentu yaitu pada musim penghujan, juga dapat ditanam dalam pot atau di kebun yang cukup sinar matahari dan tidak terlalu basah. Kandungan kimia yang terdapat di dalam rimpang kencur adalah pati (4,14%), mineral (13,73%), dan minyak astiri (0,02%) berupa sineol, asam metal kanil dan penta dekaan, asam cinnamic, ethyl aster, asam sinamic, borneol, kamphene, paraeumarin, asam anisic, alkaloid, dan gom.

FORMULASIFormula Krim Tabir Surya ( 100 gram )FormulaKelompok 1 FormulaKelompok 2Formula Kelompok 3

Ekstrak daun singkong 1,5%Asam stearat 12,5%Cera alba 2%Vaselin album 8%Adeps lanae 1%BHA 0,01%BHT 0,02%TEA 1,2%Propilen glikol 7%Metil paraben 0,1%Propel paraben 0,05%Parfum qsAir suling ad 100%Ekstrak daun singkong 1,5%Asam stearat 10 %Cera alba 2%Vaselin album 8%Adeps lanae 1%BHA 0,01%BHT 0,02%TEA 1,2%Propilen glikol 7%Metil paraben 0,1%Propel paraben 0,05%Parfum qsAir suling ad 100%Asam salisilat 3% (*)Asam stearat 10%Cera alba 2%Vaselin album 8%Adeps lanae 1%BHA 0,01%BHT 0,02%TEA 1,2%Propilen glikol 7%Metil paraben 0,1%Propel paraben 0,05%Parfum qsAir suling ad 100%

B. Formula Gel Tabir Surya ( 100 gram )FormulaKelompok 4FormulaKelompok 5Formula Kelompok 6

Ekstrak kencur 2%Na CMC 3%Propilen glikol 5%Nipagin 0,2%Parfum qsAir ad 100%Ekstrak kencur 2%Na CMC 2%Propilen glikol 5%Nipagin 0,2%Parfum qsAir ad 100%Ekstrak kencur 3%Gelatin 5%Gilserin 2%Nipagin 0,2%Parfum qsAir ad 100%

PROSEDUR KERJAa. Pembuatan ekstrak daun singkong dan ekstrak kencur1. Daun singkong dan kencur dicuci sampai bersih dengan air mengalir..2. Setelah itu ditiriskan sambil dilakukan sortasi basah.3. Bahan-bahan yang telah disortasi basah, dirajang untuk memperkecil ukuran partikel.4. Daun singkong dan kencur yang telah dirajang dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan etanol 96% sampai bahan terendam semua.5. Kemudian dimaserasi selama 1 hari, setelah itu disaring dengan kapas dan disaring dengan kertas saring sampai diperoleh filtrat yang bersih.(filtrat 1)6. Ampasnya diberi etanol 96% dan dimaserasi kembali selama 1 hari. Setelah itu filtrat disaring dengan kapas dan disaring dengan kertas saring, sampai diperoleh filtrat yang bersih.(filtrat 2)7. Filtrat 1 dan filtrat 2 digabung dan dikentalkan dengan vakum rotavaporator sampai diperoleh ekstrak kental.b. Pembuatan krim tabir surya1. Fase minyak (asam stearat, cera alba, vaselin album, adeps lanae, propil paraben, BHA, dan BHT) dilebur diatas penangas air pada suhu 70 0C sampai semua bahan lebur.2. Pada saat yang bersamaan, fase air (aquades) dipanaskan pada suhu 50 0C ditambahkan metil paraben hingga larut, kemudian ditambahkan TEA dan propilen glikol. Campuran fase air dipanaskan kembali hingga suhu 70 0C.3. Fase minyak dan fase air dicampurkan dalam mortar panas, digerus kuat sampai terbentuk massa krim (basis) putih seperti susu.4. Setelah dingin ( 40 0C) ditambahkan ekstrak etanol daun singkong sedikit demi sedikit ke dalam basis samil diaduk terus sampai homogen.5. Sediaan krim yang sudah jadi ditambahkan parfum, diaduk hingga homogen, dan dimasukkan ke dalam wadah yang telah diberi etiket.c. Pembuatan gel tabir surya1. Na-CMC dikembangkan dengan air panas 20 kalinya di dalam mortar.2. Setelah mengembang digerus sampai terbentuk mucilago lalu ditambah gelatin, digerus, ditambahkan propilenglikol/ gliserin, sambil terus digerus, nipagin dilarutkan terlebih dahulu dengan air panas ad larut baru dimasukkan ke dalam mortar, dan ekstrak kencur dimasukkan ke dalam mucilago (massa gel) dan di gerus sampai homogen.3. Air diad-kan sampai 20 gram dan ditambah parfum.UJI EVALUASI SEDIAANEvaluasi SediaanUji OrganoleptisPemeriksaan untuk pengolesan dan kekerasan sediaan pemeriksaan organoleptis meliputipemeriksaan warna, bau, dan homogenitas sediaan. Sediaan dinyatakan stabil, apabila bau,warna dan homogenitas secara visual sama setelah selesai pembuatan dan berdasarkanpengamatan secara visual tidak ditumbuhi jamur.Uji Pengukuran pHPengukuran pH menggunakan alat pH stick. pH stick dicelupkan kedalam sediaankrim. Didiamkan sesaat warna yang timbul sesuaikan dengan warna pada alat. Pengukurandilakukan pada suhu ruang selama 4 minggu setiap 1 minggu sekali (Jufri et al, 2006). Uji Homogenitas Krimkrim ditimbang 10 mg dioleskan pada plat kaca, lalu digosokan dan diraba. Bilahomogen maka massa krim tidak tersisa bahan padatnya atau teksturnya rata.Uji Daya Menyebar KrimKrim ditimbang 1 g, lalu diletakan diatas plat kaca, biarkan selama satu menit,diameter sebar krim diukur, kemudian ditambahkan 50 g beban kemudian didiamkanselama satu menit lalu diukur sebarnya. Hal tersebut dilakukan berulang sampai didapatdiameter sebar yang konstan. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.Uji Daya Lengket Krim10 mg krim ditimbang, lalu dioleskan pada plat kaca dengan luas 2,5 cm2. keduaplat ditempelkan sampai plat menyatu, ditekan dengan beban pelepasan 80 gr untukpengujian. Waktu dicatat sampai kedua plat saling lepas. Replikasi dilakukan sebanyak 3kali.UJI EVALUASI AKTIVITAS SEDIAANA. Uji IritasiUji ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui adanya efek iritasi primer berupa eritema dan edema pada produk sediaan pemutih yang menggunakan prinsip kerja sebagai skin lightening pada kulit. Penelitian ini dilakukan dengan metode uji iritasi primer. Hewan uji yang digunakan adalah tikus betina dengan waktu eksperimen selama 24 dan 72 jam untuk kulit tidak terluka dan untuk kulit terluka eksperimen juga dilakukan selama 24 dan 72 jam pada tikus yang sama. Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok, 4 kelompok untuk peringkat dosis menggunakan kencur cream, dan 1 kelompok untuk kontrol normal. Analisis hasil dilakukan secara kualitatif yaitu pengamatan gejala toksik berupa iritasi primer pada kulit normal dan kulit yang dilukai, dan analisis kuantitatif berupa perhitungan indeks iritasi primer.B. PERSENTASE TRANSMISI PIGMENTASINilai serapan (A) yang diperoleh dari 3 replikasi dihitung nilai transmisinya (T), nilai transmisi pigmentasi (Tp) di hitung dengan cara mengalikan nilai transmisi (T) dengan faktor efektifitas pigmentasi (Fp) pada panjang gelombang 322,5-372,5, selanjutnya dihitung berdasarkan rumus % Tp.A = - log TT = Inv log ATp = T x Fp Ket : A = absorban T = Transmitan Te = Transmisi eritema Fp = Faktor efektifitas pigmentasi

C. Sun protection factors (SPF)Ditentukan nilai SPF dengan menghitunf luas AUC dari nilai serapan pada 290-400 nm dengan interval 2 nm Nilai AUC[AUC] = x (dpa-b)Aa = Absorbansi pada a nmAb = Absorbansi pada b nmDpa-b = Selisih a dan bNilai total AUC dihitung dengan menjumlahkan semua nilai AUC pada tiap . Nilai SPF masing-masing konsentrasi ditentukan menggunakan rumus :Log SPF = x FpKeterangan :n = terbesar (dengan A 0,05 untuk ekstrak dan A 0,01 untuk sediaan 1 = terkecil 290 nmn-1 = interval aktivitas eritemogenik Fp = Faktor pengenceran (Fp = 1 untuk ekstrak, Fp = 5 untuk sediaan)

DAFTAR PUSTAKA1. Anief, Muhammad. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM press2. Anief, Muhammad. 1993. Farmaseutika Dasar. Yogyakarta : UGM press.3. Ansel, Howard.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV. Jakarta : UI press.4. Harjasaputra, Purwanto, dkk. 2002. Data Obat di Indonesia. Jakarta : Grafidian Medipress.5. Panitia Farmakope Indonesia. 1978. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Depatemen Kesehatan RI.6. Panitia Farmakope Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.7. Reynold, James E F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia. Twenty Eight edition. London : The Pharmaseutical Press.8. Waide, Ainley, and Waller, Paul J. 1994. Handbook of Pharmaseutical Exipients. Second edition. Washington : American Pharmaseutical Association9. Depkes RI. 1993. Kodeks Komestika Indonesia Edisi 2. Jakarta