makalah tugas

21
TUGAS MAKALAH MATA KULIAH FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN “PERANAN EPISTIMOLOGI DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PENDIDIKAN” OLEH ANDI TAUFIQ YUSUF G2G1 15 045 JURUSAAN PENDIDIKAN IPS PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016

Upload: andhy-taufiq

Post on 10-Jul-2016

42 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH TUGAS

TUGAS

MAKALAH MATA KULIAH FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN

“PERANAN EPISTIMOLOGI DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PENDIDIKAN”

OLEH

ANDI TAUFIQ YUSUF

G2G1 15 045

JURUSAAN PENDIDIKAN IPSPROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI2016

Page 2: MAKALAH TUGAS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jika mempelajari filsafat ilmu, kita pasti menjumpai istilah “Epistemologi”. Yang

merupakan salah satu cabang ilmu filsafat. Dan karena Filsafat ilmu merupakan bagian dari

epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan

ilmiah). Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan,

sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas dan metode, dan kesahihan

pengetahuan. sehingga dalam kesempatan kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai sumber-

sumber epistemologi. Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran.

Manusia tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan

mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban.

Namun setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu memuaskan manusia. Ia harus mengujinya

dengan metode tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud disini bukanlah kebenaran yang

bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan

cara-cara ilmiah.

Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan

manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia

untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada

sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga

manusia sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk

mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Karena itu bersifat statis, tidak kaku,

artinya ia tidak akan berhenti pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu

manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunianya

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan epistemologi ?

2. Bagaimana hubungan epistemologi dengan ilmu pengetahuan ?

3. Bagaimana peranan epistemologi terhadap perkembangan pengetahuan?

Page 3: MAKALAH TUGAS

BAB II

PEMBAHASAN

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI

Epistomologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat

dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta

pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Secara linguistik kata

“Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata “Episteme” dengan arti pengetahuan dan

kata “Logos” berarti teori, uraian, atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang

pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge. Istilah

epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam bahasa

Indonesia disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi adalah teori mengenai

hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan, Sebenarnya

seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-

pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia

mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen untuk

menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan menyelesaikan

masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna pengetahuan dalam

epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara

satu ilmu dengan ilmu yang lainnya.

2. KEDUDUKAN EPISTEMOLOGI DALAM ILMU FILSAFAF

Ruang lingkup filsafat ada 3 macam, yaitu: Ontologi atau metafisika yang merupakan filsafat

tentang realita, Epistemologi, yaiutu filsafat tentang ilmu pengetahuan, dan Axiologi, yaitu

filsafat tentang nilai. Secara luas dapat dikatan bahwa epistimologi adalah bagian filsafat yang

membahas masalah-masalah pengetahuan. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu

episteme, yang berarti pengetahuan (knowledge) dan logos yang berarti ilmu. Jadi menurut arti

katanya, epistemologi ialah ilmu yang membahas masalah-masalah pengetahuan. Di dalam

Webster New International Dictionary, epistemologi diberi definisi sebagai berikut: Epistimology

is the theory or science the method and grounds of knowledge, especially with reference to its

Page 4: MAKALAH TUGAS

limits and validity, yang artinya Epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode

dan dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan

validitas atau sah berlakunya pengetahuan itu. (Darwis. A. Soelaiman, 2007, hal. 61).Istilah Epistemologi banyak dipakai di negeri-negeri Anglo Saxon (Amerika) dan jarang

dipakai di negeri-negeri continental (Eropa). Ahli-ahli filsafat Jerman menyebutnya

Wessenchaftslehre. Sekalipun lingkungan ilmu yang membicarakan masalah-masalah

pengetahuan itu meliputi teori pengetahuan, teori kebenaran dan logika, tetapi pada umumnya

epistemology itu hanya membicarakan tentang teori pengetahuan dan kebenaran saja. Epistemologi atau Filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat yang

mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita berbicara mengenai filsafat

pengetahuan, yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmun pengetahuan kefilsafatan yang secara

khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.Beberapa pakar lainnya juga mendefinisikan espitemologi, seperti J.A Niels Mulder

menuturkan, epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang watak, batas-batas

dan berlakunya dari ilmu pengetahuan. Jacques Veuger mengemukakan, epistemology adalah

pengetahuan tentang pengetahuan dan pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan kita

sendiri bukannya pengetahuan orang lain tentang pengetahuan kita, atau pengetahuan yang kita

miliki tentang pengetahuan orang lain. Pendek kata Epistemologi adalah pengetahuan kita yang

mengetahui pengetahuan kita. Abbas Hammami Mintarejo memberikan pendapat bahwa

epistemology adalah bagian filsafat atau cabang filsafat yang membicarakan tentang terjadinya

pengetahuan dan mengadakan penilaian atau pembenaran dari pengetahuan yang telah terjadi itu.

(Surajiyo, 2008, hal. 25). Dari beberapa definisi yang tampak di atas bahwa semuanya hampir memiliki

pemahaman yang sama. Epistemologi adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang

terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode,

dan keshahihan pengetahuan. Jadi objek material dari epistemology adalah pengetahuan dan

objek formalnya adalah hakikat pengetahuan itu.

3. DEFINISI PENGETAHUAN

Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang

mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu terdiri dari

unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin

diketahuinya.

Page 5: MAKALAH TUGAS

Oleh karena itu, pengetahuan selalu menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran

untuk mengetahui tentang sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai

hal ingin diketahuinya. Jadi bisa dikatakan pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap

sesuatu. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri

maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan

fakta yang mendukung tindakan seseorang.Pengetahuan itu hanya dikenal dan ada di dalam pikiran manusia, tanpa pikiran maka

pengetahuan tidak akan eksis. Oleh karena itu keterkaitan antara pengetahuan dan pikiran

sesuatu yang kodrati. (Surajiyo, 2008, hal. 26).

4. TERJADINYA PENGETAHUAN

Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yanag sangat ungen untuk dibahas di dalam

Epistemologi, sebab orang akan berbeda pandangan terhadap terjadinya pengetahuan. Terjadinya

pengetahuan dapat bersifat apriori dan aposteriori. Apriori yaitu pengetahuan yang terjadi tanpa

adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indera maupun pengalaman batin. Aposteriori

adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Sebagai alat untuk mengetahui

terjadinya pengetahuan menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to Philosophical

Analysis mengemukakan ada enam hal, (Surajiyo. 2008. Hal. 28) diantaranya:

a. Pengalaman Indera (Sense Experience)

Orang sering merasa penginderaan merupakan alat yang paling vital dalam

memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera merupakan sumber pengetahuan yang

berupa alat-alat untuk menangkap objek dari luar diri manusia melalui kekuatan indera.

Kekhilafan akan terjadi apabila ada ketidak normalan antara alat-alat itu. Ibn Sina

mengutip ungkapan filosof terkenal Aristoteles menyatakan bahwa barang siapa yang

kehilangan indra-indranya maka dia tidak mempunyai makrifat dan pengetahuan. Dengan

demikian bahwa indra merupakan sumber dan alat makrifat dan pengetahuan ialah hal

yang sama sekali tidak disangsikan. Hal ini bertolak belakang dengan perspektif Plato

yang berkeyakinan bahwa sumber pengetahuan hanyalah akal dan rasionalitas, indra-

indra lahiriah dan objek-objek fisik sama sekali tidak bernilai dalam konteks

pengetahuan. Dia menyatakan bahwa hal-hal fisikal hanya bernuansa lahiriah dan tidak

menyentuh hakikat sesuatu. Benda-benda materi adalah realitas-realitas yang pasti sirna,

punah, tidak hakiki, dan tidak abadi.

b. Nalar (Reason)

Page 6: MAKALAH TUGAS

Nalar adalah salah satu corak berfikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau

lebih dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru. Salah satu tokoh dari paham

ini adalah Plato, seorang filosof Yunani yang dilahirkan di Athena. Plato berpendapat

bahwa untuk memperoleh pengetahuan itu pada hakikatnya adalah dengan mengingat

kembali.

c. Otoritas (Authority)

Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh

kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan, karena kelompoknya

memiliki pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam

pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh dari otoritas ini biasanya tanpa diuji lagi,

karena orang yang telah menyampaikannya mempunyai kewibaan tertentu.

d. Intuisi (Intuition)

Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia berupa proses kejiwaan

tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan yang berupa

pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi tidak dapat dibuktikan seketika

atau melalui kenyataan karena pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengetahuan lebih

dahulu. Menurut Mohamad Taufiq dalam sebuah tulisannya mengatakan bahwa intuisi

adalah daya atau kemampauan untuk mengetahui atau memahami sesuatu tanmpa ada

dipelajari terlebih dahulu dan berasal dari hati.

e. Wahyu (Revelation)

Sebagai manusia yang beragama pasti meyakini bahwa wahyu merupakan sumber

ilmu, Karena diyakini bahwa wahyu itu bukanlah buatan manusia tetapi buatan Tuhan

Yang Maha Esa. Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada nabi-Nya

untuk kepentingan ummatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena ada

kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah

satu sumber pengetahuan, karena kita mengenal sesuatu melalui kepercayaan kita.

f. Keyakinan (Faith) .

Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh

melalui kepercayaan. Adapun keyakinan itu sangat statis, kecuali ada bukti-bukti yang

akurat dan cocok untuk kepercay

5. JENIS-JENIS PENGETAHUAN

Pengetahuan Menurut Soejono Soemargono dapat dibagi atas Pengetahuan Non-Ilmiah dan

Pengetahuan Ilmiah.

a. Pengetahuan Non-Ilmiah, yang mana pengetahuan ini adalah pengetahuan yang diperoleh

dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah.

Page 7: MAKALAH TUGAS

Dalam hal ini termasuk juga pengetahuan yang meskipun dalam babak terakhir

direncanakan untuk diolah lebih lanjut menjadi pengetahuan ilmiah, yang biasanya

disebut pengetahuan pra-ilmiah. Misalnya, pengetahuan orang tentang manfaat rebusan

daun jambu biji untuk mengurangi gejala diare. Secara umum yang dimaksud dengan

pengetahuan non-ilmiah ialah segenap hasil pemahaman manusia mengenai sesuatu objek

tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini yang cocok adalah

hasil penglihatan dengan mata, hasil pendengaran telinga, hasil penciuman hidung, hasil

pengecapan lidah dan hasil perabaan kulit. Disamping itu, sering kali di dalamnya juga

termasuk hasil-hasil pemahaman yang merupakan campuran dari hasil inderawi dengan

hasil pemikiran secara akali. Juga pemahaman manusia yang berupa tangkapan-

tangkapan terhadap hal-hal yang biasanya disebut ghaib, misalnya pengetahuan orang

tertentu tentang jin atau makhluk halus di tempat tertentu, keampuhan pusaka, dan lain-

lain. Pengetahuan non-ilmiah mempunyai ciri-ciri penelitian tidak sistematik, data yang

dikumpulkan dan cara-cara pengumpulan data bersifat subyektif yang sarat dengan

muatan-muatan emosi dan perasaan dari si peneliti. Karena itu pengetahuan non-ilmiah

adalah pengetahuan yang coraknya subyektif.

b. Pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh degan

menggunakan metode ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang sudah lebih

sempurna karena telah mempunyai dan memenuhi syarat-syarat tertentu dengan cara

berfikir yang khas, yaitu Metode ilmiah. Jujun S. Suriasumantri menambahkan bahwa

metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.

Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapat lewat metode ilmiah. Tidak semua

pengetahuan dapat disebut ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara

mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus

dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum di dalam apa yang

dinamakan metode ilmiah. (Jujun S. Surisumantri. 1996. Hal. 119).

Secara etimologi metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta

(menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara, arah) kata

methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode

ialah cara bertindak menurut sistem/ aturan tertentu. (Surajiyo. 2008. Hal. 35). Jadi, Metode

ilmiah adalah suatu kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Dalam sains

dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi.

Sedangkan dalam ilmu-ilmu sosial dan budaya, yang terbanyak dilakukan dengan menggunakan

metode wawancara dan pengamatan. Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu:

Page 8: MAKALAH TUGAS

1) Merumuskan masalah. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan.

2) Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada

pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau kajian pustaka.

3) Menyusun hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun berdasarkan

data atau keterangan yang diperoleh selama observasi atau telaah pustaka.

4) Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.

5) Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan

kesimpulan. Hasil penelitian dengan metode ini adalah data yang objektif, tidak dipengaruhi

subyektifitas ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja akan

memberikan hasil yang sama).

6) Menguji kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan perlu

dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa mendukung hipotesis maka hipotesis itu

bisa menjadi kaidah (hukum) dan bahkan menjadi teori.

Metode ilmiah didasari oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah semestinya dimiliki oleh setiap

penelitian dan ilmuwan. Adapun sikap ilmiah yang dimaksud adalah :

1) Rasa ingin tahu

2) Jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-ada)

3) Objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadi)

4) Tekun (tidak putus asa)

5) Teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan)

6) Terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang

6. ASAL-USUL PENGETAHUAN

Asal-usul pengetahuan adalah hal yang harus detahui oleh seseorang. Karena tanpa mengetahui

asal-usul pengetahuanm tersebut, maka kita tidak berangkat dari pemahaman awal munculnya

pengetahuan. Seorang yang berakal tentu ingin mengetahui tidak hanya apa pengetahuan tetapi

juga bagaimana ia muncul. Keinginan ini dimotivasi sebagian oleh asumsi bahwa penyelidikan

asal-usul pengetahuan dapat menjelaskannya. Oleh karena itu, penyelidikan semacam itu

menjadi salah satu tema utama Epistemologi dari zaman Yunani kuno sampai sekarang. Untuk

Page 9: MAKALAH TUGAS

mendapatkan dari mana pengetahuan itu muncul bisa dilihat dari aliran-aliran dalam

pengetahuan.

Aliran-aliran dalam pengetahuan, diantaranya adalah:

a. RasionalismeRasionalisme adalah aliran yang memandang bahwa yang menjadi dasar pengetahuan adalah

akal fikiran manusia. (Darwis A. Soelaiman. 2007. Hal 68). Pengalaman hanya dapat dipakai

untuk meneguhkan pengetahuan yang didapat oleh akal. Salah satu tokoh aliran aini adalah

Rene Descartes. Beliau memebedakan 3 ide yang ada di dalam diri manusia, yaitu: 1.

Inneate ideas (bawaan yang dibawa manusia sejak lahir), 2. Adventitious ideas (ide-ide yang

berasal dari luar diri manusia), dan 3. Factitious ideas (ide-ide yang dihasilkan oleh fikiran

itu sendiri).b. Empirisme

Empirisme tercipta dalam himpunan sosial pada masyarakat Inggris dan Amerika, sekalipun

pandangan ini sebetulnya sudah ada sejak Aristoteles. Pempirisme tertuju kepada

keduniawian. (Darwis A. Soelaiman. 2007. Hal. 77). Aliran ini berpendapat bahwa empiris

atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan. Akal bukan menjadi sumber

pengetahuan, tetapi akal mendapat peran sebagai yang mengolah bahan-bahan yang

diperoleh oleh pengalaman.c. Kritisisme

Aliran yang dikenal dengan kritisisme adalah aliran diintrodusir oleh Iummanuel Kant,

seorang filosof Jerman yang dilahirkan di Konigserg, Prusia Timur, Jerman. Aliran ini

memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber

pengetahuan manusia. (Juhaya S. Praja. 2005. Hal. 114). Pertentangan antara Rasionalisme

dan Empirisme hendak diselesaikan oleh Immanuel Kant dengan kritisismenya. Salah satu

ciri dari kritisisme adalah menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh

atas perpeduan antara peranan unsur Anaximenes priori yang berasal dari rasio serta berupa

ruang dan waktu dan peranan unsur aposteriori yang berasal dari pengalaman.d. Positivismee. Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif di sini sama artinya dengan faktual,

yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita pernah boleh

melebihi fakta-fakta. Dengan denikian, maka ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh

terbaik dalam bidang pengetahuan. Tentu saja, maksud positivisme berkaitan erat dengan

apa yang dicita-citakan oleh empirisme.

Page 10: MAKALAH TUGAS

f. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI PENDIDIKANEpistemologi pendidikan adalah filsafat tentang sumber-sumber pendidikan dan seluk-beluk

pendidikan. Secara epistemologi, landasan pendidikan mengacu pada fitrah sebagai dasar

pengembangan dan inovasi pendidikan yang berkarakter, karena pendidikan yang berkarakter

selalu bertolak dari aspek-aspek kemanusiaan. Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara

lain dalam hubungannya dengan dasar kurikulum yaitu menyangkut materi yang bagaimana serta

bagaimana cara menyampaikan pengetahuan kepada anak didik disekolah. Pertanyaan mengenai

mengapa salah satu mata pelajaran dijadikan pelajaran wajib dan mengapa pelajaran lain

dijadikan sebagai mata pelajaran pilihan juga merupakan penerapan epistemologi dalam bidang

pendidikan. Beberapa contoh lain adalah menyangkut pertanyaan berikut: metode mana yang

paling tepat digunakan dalam proses pendidikan? Dengan sistem pendidikan yang mana kegiatan

pendidikan dilaksanakan untuk mendapatkan nilai pendidikan yang benar?

B. RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI

Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah, yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam

menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan

pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang

didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu

merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yakni tercantum

dalam metode ilmiah.

Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menjadi ilmu

pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan sangat bergantung pada

metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan,

yaitu rasio dan fakta secara integratif. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal,

indera mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan,diantaranya adalah:

1. Metode induktifInduksi merupakan suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi

disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Menurut David Hume (1711-1716),

pernyataan yang berdasarkan observasi tunggal betapa pun besar jumlahnya, secara logis tak

dapat menghasilkan suatu pernyataan umum yang tak terbatas.2. Metode Deduktif

Page 11: MAKALAH TUGAS

Deduksi merupakan suatu metode yang menyimpulkan bahwa data empirik diolah lebih

lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode

deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.3. Metode Positivisme

Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa

yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia menyampaikan segala uraian atau

persoalan di luar yang ada sebagai fakta.

Menurut Comte perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap yaitu

teologis, metofisis, dan positif.

4. Metode KontemplatifMetode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh

pengetahuan sehingga objek yang dihasilkan pun berbeda-beda harusnya dikembangkan

suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.5. Metode Dialektis

Merupakan metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat.

Rasio atau akal merupakan instrumen utama untuk memperoleh pengetahuan. Rasio ini

telah lama digunakan manusia untuk memecahkan atau menemukan jawaban atas suatu masalah

pengetahuan. Bahkan ini merupakan cara tertua yang digunakan manusia dalam wilayah

keilmuan. Pendekatan sistematis yang mengandalkan rasio disebut pendekatan rasional denagn

pegertian lain disebut dengan metode deduktif yaang dikenal denagn silogisme Aristoteles,

karena dirintis oleh Aristoteles

Pada silogisme ini pengetahuan baru diperoleh melalui kesimpulan deduktif (baik

menggunakan logika deduktif, berpikir deduktif atau metode deduktif), maka harus ada

pengetahuan dan dalil umum yang disebut premis mayor yang menjadi sandaran atau dasar

berpijak dari kesimpulan-kesimpulan khusus. Bertolak dari premis mayor ini dimunculkan

premis minor yang merupakan bagia dari premis mayor. Setelah itu baru bisa ditarik kesimpulan

deduktif. Dismping itu, pendekatan rasiaonal ini selalu mendayagunakan pemikiran dalam

menafsirkan suatu objek berdasarkan argumentasi-argumentasi yang logis. Jika kita berpedoman

bahwa argumentasi yang benar adalah penjelasan yang memilki kerangka berpikir yang paling

meyakinkan, maka pedoman ini pun tidak mampu memecahkan persoalan, sebab kriteria

penilainya bersifata nisbi dan selalu subjektif. Lagi pula kesimpulan yang benar menurut alur

pemikiran belum tentu benar menurut kenyataan. Seseorang yang menguasai teori-teori ekonomi

Page 12: MAKALAH TUGAS

belum tentu mampu menghasilkan keuntungan yang besar, ketika dia mempraktekan teori-

teorinya. Padahal teori-teori itu dibangun menurut alur pemikiran yang benar.

Karena kelemahan rasionalisme atau metode deduktif inilah, maka memunculkan aliran

empirisme. Aliran ini dipelopori oleh Francis Bacon (1561-1626). Bacon yakin mampu membuat

kesimpulan umum yang lebih benar, bila kita mengumpulkan fakta melalui pengamatan

langsung, maka dia mengenalkan metode induktif sebagi lawan dari metode deduktif. Sebagi

implikasi dari metode induktif, tentunya Bacon menolak segala macam kesimpulan yang tidak

didasarkan fakta lapangan dan hasil pengamatan.

C. OBYEK DAN TUJUAN EPISTEMOLOGI

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan

dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati secara cermat,

sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran sedangkan tujuan

hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi antara objek dan tujuan memiliki

hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan tercapainya tujuan.

Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan yang untuk pertama kali

digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek epistemologi ini menurut Jujun S.

Suriasuamantri berupa “ segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh

pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang mejadi sasaran teori

pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu

merupakan suatu tahap perantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujan. Tanpa suatu

sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi

tidak terarah sama sekali.

Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut? Jacques Martain

mengatakan, “ tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan,

apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat

tahu.”hal ini menunjukkan, bahwa tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan

kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan

epistemologi adalah hal lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh

pengetahuan.

Page 13: MAKALAH TUGAS

Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalam dinamika

pengetuhuan. Rumusan tersebut menumbuhkan kesadaran seseorang bahwa jangan sampai kita

puas dengan sekedar memperoleh pengetahuan, tanpa disertai dengan cara atau bekal untuk

memperoleh pengetahuan, sebab keadaan memperoleh pengetahuan melambangkan sikap pasif,

sedangkan cara memperoleh pengetahuan melambangkan sikap dinamis.

D. PENGARUH EPISTEMOLOGI

Sebagai teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis

secara kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan harus berkembang

terus, sehingga tidak jarang temuan ilmu pengetahuan ditentang atau disempurnakan oleh temuan

ilmu pengetahuan yang kemudian.

Epistemologi juga membekali daya kritik yang tinggi terhadap konsep-konsep atau teori-

teori yang ada. Penguasaan epistemologi, terutama cara-cara memperoleh pengetahuan sangat

membantu seseorang dalam melakuakan koreksi kritis terhadap bangunan pemikiran yang

diajukan orang lain maupun dirinya sendirinya. Sehingga perkembangan ilmu pengetahuan

relatig mudah dicapai, bila para ilmuwan memperkuat penguasaannya.

Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban

sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologilah yang menentukan kemajuan

sains dan teknologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat strategis dalam merekayasa

pegembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Demikian halnya yang terjadi pada teknologi meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi

jika dilacak lebih jauh ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan

epistemologi.

E. HUBUNGAN EPISTEMOLOGI DAN ILMU PENGETAHUAN

Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan salah

satu cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan,sumber pengetahuan, asal

mula pengetahuan,metode atau caraa memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran

pengetahuan. Aspek epistemologi adalah kebenaran fakta atau kenyataan dari sudut pandang

mengapa dan bagai mana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau dibuktikan kebenarannya.

Page 14: MAKALAH TUGAS

Jadi hubungan epistemologi dengan pengetahuan adalah untuk mengembangkan ilmu

secara produktif dan bertanggung jawab serta memberikan suatu gambaran-gambaran umum

mengenai kebenaran yang diajarkan dalam proses pendidikan.

F. PENERAPAN EPISTEMOLOGI DALAM ILMU PENGETAHUAN

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan

pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin, nature, methods and

limits of human knowledge)

Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). berasal dari kata

Yunani episteme, yang berarti “pengetahuan”, “pengetahuan yang benar”, “pengetahuan ilmiah”,

dan logos = teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari

asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam metafisika,

pertanyaan pokoknya adalah “apakah ada itu?” sedangkan dalam epistemologi pertanyaan

pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui?”

Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah :

a) Apakah pengetahuan itu ?

b) Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu ?

c) Darimana pengetahuan itu dapat diperoleh ?

d) Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai ?

e) Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra-pengalaman) dengan

pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman) ?

f) Apa perbedaan di antara: kepercayaan, pengetahuan, pendapat, fakta, kenyataan,

kesalahan, bayangan, gagasan, kebenaran, kebolehjadian, kepastian?

Untuk membahas, apa itu pengetahuan, apa saja yang diisebut pengetahuan ilmiah,

dengan pengetahuan tidak ilmiah. Apakah filsafat juga disebut pengatahuan dan bagaimana

filsafat ilmu masuk dalam klasifikasi filsafat atau klasifikasi ilmu ? secara mendalam ditulis pada

Bab tersendiri oleh Martini Djamaris.

Epistemologi dalam tulisan ini dibatasi pada aspek epistemologi ilmu yang sering disebut

dengan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalm mendapatkan pengetahuan

yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah.

Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara

Page 15: MAKALAH TUGAS

mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar

suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode

ilmiah.

Metode, menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang

mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodologi ini secara filsafat termasuk dalam apa

yang dinamakan epistemologi. Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita

mendapatkan pengetahuan : apakah sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang

lingkup pengetahuan ? apakah manusia dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan ? sampai

tahap mana pengetahuan yang mungin untuk ditangkap manusia ? ( Jujun, S. Suriasumantri :

2000).

Sebagaimana halnya berpikir yang selalu dilakukan kita sebagai kegiatan mental yang

menghasilkan pengetahuan, maka metode ilmiah merupakan ekspresi cara bekerja pikiran.

Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai

karakteristik–karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan

teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang

dapat diandalkan. Dalam hal ini maka metode ilmiah mencoba membangun tubuh

pengetahuannya,( Jujun, S. Suriasumantri : 2000).

Langkah dalam epistemologi ilmu antara lain berpikir deduktif dan induktif. Berpikir

deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten

dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematik dan kumulatif

pengetahuan ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai

sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Secara konsisten dan koheren maka

ilmu mencoba memberikan penjelasan yang rasional kepada objek yang berada dalam fokus

penelaahan.

Penjelasan yang bersifat rasional ini dengan kriteria kebenaran koherensi tidak

memberikan kesimpulan yang bersifat final, sebab sesuai dengan hakikat rasionalisme yang

bersifat pluralistik, maka dimungkinkan disusunnya berbagai penjelasan terhadap suatu objek

pemikiran tertentu.

Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder, dimulai ketika manusia mengamati

sesuatu. Tentu saja hal ini membawa kita kepada pertanyaan lain : mengapa manusia mulai

Page 16: MAKALAH TUGAS

mengamati sesuatu ? Perhatian tersebut dinamakan John Dewey sebagai suatu masalah atau

kesukaran yang dirasakan bila kita menemukan sesuatu dalam pengalaman kita yang

menimbulkan pertanyaan. Dan pertanyaan ini timbul disebabkan oleh adanya kontak manusia

dengan dunia empiris yang menimbulkan berbagai ragam permasalahan. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa “ ada masalah” baru ada proses kegiatan berpikir dan berpikir baru

dimulai, dan karena masalah ini berasal dari dunia empiris, maka proses berpikir tersebut

diarahkan pada pengamatan objek empiris.

Ilmu mulai berkembang pada tahap ontologis ini, manusia berpendapat bahwa terdapat

hukum-hukum tertentu, yang terlepas dari kekuasaan dunia mistis, yang menguasai gejala-gejala

empiris. Dalam tahap ontologis ini maka manusia mulai mengambil jarak dari objek

disekitarnya, tidak seperti apa yang terjadi dalam dunia mistis, dimana semua objek berada

dalam kesemestaan yang bersifat difusi dan tidak jelas batas-batasnya.

Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, Einstein berkata, apa pun juga teori

yang menjembatani antara keduanya. Teori yang dimaksudkan disini adalah penjelasan mengenai

gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut. Teori merupakan suatu abstraksi intelektual

dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya, teori

ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya.

Suatu penjelasan, biar bagaimanapun meyakinkannya, tetap harus didukung oleh fakta empiris

untuk dapat dinyatakan benar.

Disinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris sebagai langkah-

langkah yang sempuna yang dapat mengkonstruksi pengetahuan ilmiah. Langlah-langkah inilah

yang ditelaah dalam epistemologi ilmu yang juga disebut metode ilmiah. Secara rasional maka

ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu

memisahkan antara pengetahuan ynag sesuai dengan fakta atau tidak. Secara sederhana maka hal

ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yakni : (1) harus

konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam

teori keilmuan secara keseluruhan; dan (2) harus cocok dengan fakta-fakta empiris sebab teori

yang bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat

diterima kebenarannya secara ilmiah. Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika

deduktif dan logika induktif dimana rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan. Oleh

Page 17: MAKALAH TUGAS

sebab itu, maka sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang

diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara. Penjelasan sementara ini biasanya disebut

hipotesis. Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang sedang

kita hadapi. Dalam melakukan penelitian untuk mendapatkan jawaban yang benar maka seorang

ilmuwan seakan-akan melakukan suatu “interograsi terhadap alam”. Hipotesis dalam hubungan

ini berfungsi sebagai penunjuk jalan yang memungkinkan kita untuk mendapatkan jawaban,

karena alam itu sendiri membisu dan tidak responsif terhadap pertanyaan-pertanyaan. Harus kita

sadari bahwa hipotesis itu sendiri merupakan penjelasan yang bersifat sementara yang membantu

kita dalam melakukan penyelidikan. Sering kita temui kesalahpahaman dimana analisis ilmiah

berhenti pada hipotesis ini tanpa upaya selanjutnya untuk melakukan verifikasi apakah hipotesis

ini benar atau tidak. Kecenderugan ini terdapat pada ilmuwan yang sangat dipengaruhi oleh

paham rasionalisme dan melupakan bahwa metode ilmiah merupakan gabungan dari

rasionalisme dan empirisme.

Langkah selanjutnya sesudah penyusunan hipotesis adalah menguji hipotesis tersebut

dengan mengkonfrontasikannya dengan dunia fisik yang nyata. Sering sekali dalam hal ini kita

harus melakukan langkah perantara yakni menentukan faktor-faktor apa yang dapat kita uji

dalam rangka melakukan verifikasi terhadap keseluruhan hipotesis tersebut.

Proses pengujian ini merupakan pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis Yang

diajukan. Fakta -fakta ini kadang-kadang bersifat sederhana yang dapat kita tangkap secara

langsung dengan panca indera kita. Kadang-kadang kita memerlukan instrumen yang membantu

pancaindera kita umpamanya teleskop dan mikroskop.

Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa

langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang

berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah

sebagai berikut :

(1) Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-

batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya;(2) Penyusunan kerangka berpikir dlam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang

menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait

dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional

Page 18: MAKALAH TUGAS

berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan

faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan; dan(3) Perumusan hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan

hipoesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung

hipotesis tersebut atau tidak.

Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan

itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup yang

mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian

tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipoteis maka hipotesis itu ditolak (Jujun, S.

Suriasumantri : 2000).

Namun menurut Conny R. Semiawan:2007: 152, bahwa Konteks peradaban dunia yang

melampaui batas-batas nasional juga ditandai oleh ciri-ciri reseptualidsasi masyarakat. Apabila

peradaban global mengalami era agraris (gelombang ke 1), era industri (gelombang ke 2), era

informatika (gelombang ke 3), maka era ke empat juga diiringi oleh suatu peradaban baru yang

ditandai oleh respiritualisasi masyarakat (gelombang ke 4). Kecenderungan global yang

mengakibatkan suasana sekuler telah juga menyadarkan umat manusia dan wawasan dunia. Visi

yang dikedepankan, dalam era ini adalah a deep inner reflection yang ditandai oleh suatu Mind

shift yang bersumber dari suatu authority form within. Ternyata juga bahwa wawasan dunia yang

berubah, yang dilandasi pada disertai kesadaran bahwa bukan rasio dan logika saja yang

menjadi landasan intelektual, melainkan juga inspirirasi, kreativitas, moral dan intuisi.

Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah.

Meskipun langkah-langkah ini secara konseptual tersususun dalam urutan yang teratur, dimana

langkah yang satu merupakan landasan bagi langkah yang berikutnya, namun dalam praktiknya

sering terjadi lompatan-lompatan. Hubungan antara langkah yang satu dengan langkah yang

lainnya tidak terikat secara statis melainkan bersifat dinamis dengan proses pengkajian ilmiah

yang tidak semata mengandalkan penalaran melainkan juga imajinasi dan kreativitas. Sering

terjadi bahwa langkah yang satu bukan saja merupakan landasan bagi langkah yang berikutnya

namun sekaligus juga merupakan landasan-landasan koreksi bagi langkah yang lain. Dengan

jalan ini diharapkan diprosesnya pengetahuan yang bersifat konsisten dengan pengetahuan-

pengetahuan sebelumnya serta teruji kebenarannya secara empiris.

Page 19: MAKALAH TUGAS

Dengan metode ilmiah sebagai paradigma maka ilmu dibandingkan dengan berbagai

pengetahuan lainnya dapat dikatakan berkembang dengan sangat cepat. Salah satu faktor yang

mendorong perkembangan ini adalah faktor sosial dari komunikasi ilmiah dimana penemuan

individual segera dapat diketahui dan dikaji oleh anggota masyarakat ilmuwan-lainnya (Jujun, S.

Suriasumantri : 2000: 119-133).

BAB III

PENUTUP

Epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam

bahasa Indonesia disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi adalah teori

mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.

Objek epistemologi ini menurut Jujun S. Suriasuamantri berupa “segenap proses yang terlibat

dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan

epistemologi tersebut? Jacques Martain mengatakan, “ tujuan epistemologi bukanlah hal yang

utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-

syarat yang memungkinkan saya dapat tahu.”

Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menjadi ilmu

pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan sangat bergantung pada

metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan,

yaitu rasio dan fakta secara integratif.

Page 20: MAKALAH TUGAS

Sebagai teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis secara

kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan. Epistemologi juga membekali daya kritik yang

tinggi terhadap konsep-konsep atau teori-teori yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Cognition , DC: American Psychological Association. Washintong

Constructivism: Theory, Perspectives, and Practice . NewYork: Teachers College.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer , (Jakarta:Pustaka Sinar

Harapan, 1990), h. 105

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta:Pustaka Sinar

Harapan, 1990), h. 105

Mujammil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam: dari metode rasional hingga metode kritik,

( Jakarta: Erlangga 2005), h. 7

Mujammil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam: Dari Metode Rasional Hingga Metode

Kritik, ( Jakarta: Erlangga 2005), h. 10

Mujammil Qomar, epistemologi pendidikan islam: dari metode rasional hingga metode kritik,

( Jakarta: Erlangga 2005), h. 7

Page 21: MAKALAH TUGAS

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 53

Vygotsky, L.S. 1978. Mind in Society. Cambridge: Harvard University Press.