makalah transaksi perdagangan menurut islam

41
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam merupakan agama yang sempurna, yang mengatur semua aspek kehidupan manusia. Islam tidak saja mengatur bagaimana hubungan manusia dengan Allah SWT (hablum minallah), yang dikenal dengan aspek ibadah, namun Islam juga mengatur bagaimana hubungan manusia dengan sesamanya (hablum minannas), yang dikenal dengan aspek muamalah. Perdagangan merupakan aktivitas manusia yang terkait dengan masalah muamalah. Ketentuan Islam terkait dengan masalah muamalah sangat tegas sebagaimana dijelaskan dalam suatu kaedah fikih yang menyatakan bahwa prinsip dasar dalam Islam terkait dengan masalah muamalah adalah boleh, selagi tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Berdasarkan kaidah fikih ini dipahami bahwa Islam memberikan kelapangan yang sangat luas kepada setiap muslim untuk melakukan berbagai aktivitas yang terkait dengan masalah muamalah. Batasan kebolehan perbuatan tersebut adalah selagi tidak bertentangan dengan ketentuan agama yang secara nyata telah ditegaskan oleh Allah akan keharamannya, ataupun tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan agama.

Upload: wanda-herfianita-sariie

Post on 24-Nov-2015

790 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangIslammerupakan agama yang sempurna, yang mengatur semua aspek kehidupan manusia. Islam tidak saja mengatur bagaimana hubungan manusia dengan Allah SWT (hablum minallah), yang dikenal dengan aspek ibadah, namun Islam juga mengatur bagaimana hubungan manusia dengan sesamanya (hablum minannas), yang dikenal dengan aspek muamalah.

Perdagangan merupakan aktivitas manusia yang terkait dengan masalah muamalah. Ketentuan Islam terkait dengan masalah muamalah sangat tegas sebagaimana dijelaskan dalam suatu kaedah fikih yang menyatakan bahwa prinsip dasar dalam Islam terkait dengan masalah muamalah adalah boleh, selagi tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannya.Berdasarkan kaidah fikih ini dipahami bahwa Islam memberikan kelapangan yang sangat luas kepada setiap muslim untuk melakukan berbagai aktivitas yang terkait dengan masalah muamalah. Batasan kebolehan perbuatan tersebut adalah selagi tidak bertentangan dengan ketentuan agama yang secara nyata telah ditegaskan oleh Allah akan keharamannya, ataupun tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan agama.

Terkait dengan perdagangan atau yang disebut juga perniagaan atau jual beli sebagai salah satu usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari telah ditegaskan dalam Al Quran Surat An-Nisa ayat 29 maknanya, Kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama suka. Dari ayat tersebut dipahami bahwa perdagangan yang didasari oleh keridhaan antara penjual dan pembeli merupakan bentuk muamalah yang dibolehkan dalam Islam.

Kebolehan untuk berdagang/jual beli ini juga ditegaskan Allah dalam surat dan ayat lain, seperti dalam surat Al Baqarah ayat 275 yang maknanya, Dan, Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Berdasarkan ayat ini dipahami bahwa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seorang muslim boleh melakukan perdagangan atau berdagang, namun demikian Allah juga tegaskan keharaman bentuk transaksi yang sering dilakukan seseorang, yaitu praktik riba.

Walaupun secara umum telah ditegaskan kebolehan berdagang dalam Al Quran sebagaimana terdapat dalam Surat Al Baqarah ayat 275 di atas. Namun, para ulama telah menetapkan ketentuan dalam sebuah perdagangan sehingga transaksi yang dilakukan dalam sebuah perdagangan dinyatakan sah dalam Islam. Ketentuan tersebut disebut juga dengan rukun dan syarat perdagangan/jual beli.

Adapun rukun perdagangan/jual beli menurut jumhur ulama yaitu: (a) ada penjual; (b) ada pembeli; (c) ijab qabul; dan (d) ada benda/barang yang diperdagangankan. Adapun syarat-syarat perdagangan yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku perdagangan yaitu para penjual maupun pembeli sebagai pelaku perdagangan harus memiliki kompetensi dalam melakukan aktivitas itu, yakni dalam kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Tidak sah transaksi yang dilakukan anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.

Adapun syarat perdagangan yang berkaitan dengan obyek perdagangan yaitu: Pertama, obyek perdagangan tersebut harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan milik penuh salah satu pihak. Tidak sah memperjualbelikan barang najis atau barang haram seperti darah, bangkai dan daging babi. Karena, benda-benda tersebut menurut syariat tidak dapat digunakan. Di antara bangkai, tidak ada yang dikecualikan selain ikan dan belalang. Dari jenis darah juga tidak ada yang dikecualikan selain hati dan limpa, karena ada dalil yang mengindikasikan demikian. Juga tidak sah menjual barang yang belum menjadi hak milik, karena ada dalil yang menunjukkan larangan terhadap itu. Tidak ada pengecualian, melainkan dalam perdagangan pesanan (as-salm).

Yakni, sejenis perdagangan dengan menjual barang yang digambarkan kriterianya secara jelas dalam kepemilikan, dibayar di muka, yakni dibayar terlebih dahulu tetapi barang diserahterimakan belakangan. Karena ada dalil menjelaskan disyariatkannya perdagangan ini. Tidak sah juga menjual barang yang tidak ada atau yang berada di luar kemampuan penjual untuk menyerahkannya seperti menjual malaqih, madhamin atau menjual ikan yang masih dalam air, burung yang masih terbang di udara dan sejenisnya. Malaqih adalah anak yang masih dalam tulang sulbi pejantan. Sedangkan madhamin adalah anak yang masih dalam tulang dada hewan betina.Ada pun perdagangan fudhuliy yakni orang yang bukan pemilik barang juga bukan orang yang diberi kuasa, menjual barang milik orang lain, padahal tidak ada pemberian surat kuasa dari pemilik barang. Ada perbedaan pendapat tentang perdagangan jenis ini. Namun, yang benar adalah tergantung dari izin pemilik barang.

Kedua, mengetahui obyek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak terkena faktor ketidaktahuan yang bisa termasuk menjual kucing dalam karung, karena hal itu dilarang. Ketiga, tidak memberikan batasan waktu. Tidak sah menjual barang untuk jangka waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui. Seperti orang yang menjual rumahnya kepada orang lain dengan syarat apabila sudah dibayar, maka perdagangan itu dibatalkan. Ini disebut dengan perdagangan/ jual beli pelunasan (bai wafa).

Ada pun dalam masalah sighat (ijab dan qabul), para ulama fikih berbeda pendapat, di antaranya berikut ini: Pertama, menurut ulama Syafiiyah, tidak sah akad perdagangan kecuali dengan sighat (ijab qabul) yang diucapkan. Kedua, Imam Malik berpendapat bahwa perdagangan itu telah sah dan dapat dilakukan secara dipahami saja. Ketiga, pendapat ketiga ialah penyampaian akad dengan perbuatan atau disebut juga dengan aqad bi al-muathah yaitu: mengambil atau memberikan dengan tanpa perkataan (ijab qabul), sebagaimana seseorang membeli sesuatu yang telah diketahui harganya, kemudian ia mengambilnya dari penjual dan memberikan uangnya sebagai pembayaran, seperti yang telah lazim kita laksanakan di mall atau supermarket sekarang ini.

Secara umum, apabila suatu transaksi dalam perdagangan telah memenuhi rukun dan syaratnya, maka perdagangan itu akan sah dalam pandangan hukum Islam. Demikian juga hal dengan berbagai bentuk transaksi perdagangan yang muncul dewasa ini, selagi tidak bertentangan dengan ketentuan dasar dan prinsip-prinsip agama, maka itu merupakan hal yang dibolehkan oleh agama.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Perdagangan Dalam IslamPerdagangan dalam kamus wikipwdia dapat didefinisikan sebagai kegiatan tukar menukar barang atau jasa atau keduanya. Pada masa awal sebelum uang ditemukan, tukar menukar barang dinamakan barter yaitu menukar barang dengan barang. Pada masa modern perdagangan dilakukan dengan penukaran uang. Setiap barang dinilai dengan sejumlah uang. Pembeli akan menukar barang atau jasa dengan sejumlah uang yang diinginkan penjual. Dan aktivitas perdagangan ini merupakan kegiatan utama dalam sistem ekonomi yang diterjemahkan sebagai sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa.

Dalam pandangan Islam Perdangan merupakan aspek kehidupan yang dikelompokkan kedalam masalah muamalah, yakni masalah yang berkenaan dengan hubungan yang bersifat horizontal dalam kehidupan manusia. Meskipun demikian, sektor ini mendapatkan penekanan khusus dalam ekonomi Islam, karena keterkaitannya secara langsung dengan sektor riil. Sistim ekonomi Islam memang lebih mengutamakan sektor riil dibandingkan dengan sektor moneter, dan transaksi jual beli memastikan keterkaitan kedua sektor yang dimaksud.

Keutamaan sistem ekonomi yang mengutamakan sektor riil seperti ini, pertumbuhan bukanlah merupakan ukuran utama dalam melihat perkembangan ekonomi yang terjadi, tetapi pada aspek pemerataan, dan ini memang lebih dimungkinkan dengan pengembangan ekonomi sektor riil.

Dalam Islam kegiatan perdagangan itu haruslah mengikuti kaidah-kaidah dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Aktivitas perdagangan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh agama mempunyai nilai ibadah. Dengan demikian, selain mendapatkan keuntungan-keuntungan materiil guna memenuhi kebutuhan ekonomi, seseorang tersebut sekaligus dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Usaha perdagangan yang didalamnya terkandung tujuan-tujuan yang eskatologis seperti ini dengan sendirinya mempunyai watak-watak khusus yang bersumber dari tata nilai samawi. Watak-watak yang khusus itulah merupakan ciri-ciri dari perdagangan yang Islami sifatnya, dan ini tentu saja merupakan pembeda dengan pola-pola perdagangan lainnya yang tidak Islami.

Watak ini menjadi karakteristik dasar yang menjadi titik utama pembeda antara kegiatan perdagangan Islam dengan perdagangan lainnya, yaitu perdagangan yang dilakukan atas dasar prinsip kejujuran, yang didasarkan pada system nilai yang bersumber dari agama Islam, dan karenanya didalamnya tidak dikenal apa yang disebut zero sum game, dalam pengertian keuntungan seseorang diperoleh atas kerugian orang lain. Dengan kejujuran dan aspek spiritual yang senantiasa melekat pada praktek-praktek pelaksanaannya, usaha perdagangan yang terjadi akan mendatangkan keuntungan kepada semua pihak yang terlibat. Perdagangan yang dilakukan dengan cara yang tidak jujur, mengandung unsur penipuan (gharar), yang karena itu ada pihak yang dirugikan, dan praktek-praktek lain sejenis jelas merupakan hal-hal yang dilarang dalam Islam.

B. Ayat-ayat dan Hadits tentang perdagangan :Setiap kegiatan umat Islam dalam kehidupan baik secara vertikal maupun horizontal, telah diatur dengan ketentuan-ketentuan agar sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah. Hal yang mendasari setiap perbatan itu dilandaskan pada sumber-sumber hukum yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Dengan demikian perdagangan dalam islam juga berdasar dari landasan hukum tersebut.

Tentang perdagangan di dalam Alquran dengan jelas disebutkan bahwa perdagangan atau perniagaan merupakan jalan yang diperintahkan oleh Allah untuk menghindarkan manusia dari jalan yang bathil dalam pertukaran seuatu yang menjadi milik di antara sesama manusia. Seperti yang tercantum dalam Surat An-Nisa 29.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

Dalam melakukan perniagaan, Allah juga telah mengatur adab yang perlu dipatuhi dalam perdagangan, di mana apabila telah datang waktunya untuk beribadah, aktivitas perdangan perlu ditingalkan untuk beribadah kepada Allah, surat Al-Jumah 11.

Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah sebaik-baik pemberi rezki.

Dan dalam ayat lain seperti di surat An-Nur 37, dijelaskan bagaimana orang tidak lalai dalam mengingat Allah hanya karena perniagaan dan jual beli.

Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.

Demikain pula tata tertib dalam perdagangan juga telah digariskan di dalam Alquran, baik itu perdagangan yang bersifat tidak tunai dengan tata aturannya, maupun cara berdagang tunai, seperti yang tercantum dalam surat Al-Baqarah 282 berikut :

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

[179] Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.

Adab tentang perniagaan dengan jelas pula diatur, bahwa manusia tidak boleh berlebihan dalam melakukan perdagangan sehingga melupakan kewajibannya terhadap Allah, seperti dijelaskan dalam Surat At-Taubah 24 berikut :

Katakanlah:"Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

Dalam melakukan transaksi perdagangan Allah memerintahkan agar manusia melakukan dengan jujur dan Adil. Tata tertib perniagaan ini dijelaskan Allah seperti tercantum dalam Surat Hud 84-85. Demikian pula dalam Surat Al-Anam 152, yang mengatur tentang takaran dan timbangan dalam perniagaan.

Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, Sesungguhnya Aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan Sesungguhnya Aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan."

Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.

Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu)[519], dan penuhilah janji Allah[520]. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.

[519] maksudnya mengatakan yang Sebenarnya meskipun merugikan kerabat sendiri.

[520] maksudnya penuhilah segala perintah-perintah-Nya.

Selain dalam Alquran, tentang perdagangan terdapat hadist yang menjelakan bahwa Allah tidak akan mengajak sesorang berbicara, tidak dipandang, tidak disucikan dan mereka mendapatkan siksa yang pedih apabila menipu dalam perniagaan. Seperti yang diriwayatkan dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim.

3. Etika Perdagangan dalam IslamMenurut Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, beberapa hal yang dilarang dalam perdagangan meliputi:a Menjual Sesuatu yang Haram, Hukumnya HaramSabda Rasulullah : "Sesungguhnya Allah dan RasulNya telah mengharamkan memperdagangkan arak, bangkai, babi dan patung." (HR. Bukhari dan Muslim)"Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka Ia haramkan juga harganya." (HR. Ahmad dan Abu Daud)b Menjual Barang yang Masih Samar, Ter-larangSetiap aqad perdagangan ada lubang yang membawa pertentangan, apabila barang yang dijual itu tidak diketahui atau karena ada unsur penipuan yang dapat menimbulkan pertentangan antara si penjual dan pembeli atau karena salah satu ada yang menipu.Kalau kesamaran itu tidak seberapa, dan dasarnya ialah urfiyah, maka tidaklah haram, misalnya menjual barang-barang yang berada di dalam tanah, seperti wortel, lobak, dan sebagainya; dan seperti menjual buah-buahan, misalnya mentimun, semangka dan sebagainya.Begitulah menurut madzhab Malik, yang membolehkan menjual semua yang sangat dibutuhkan yang kiranya kesamarannya itu tidak banyak dan memberatkan di waktu terjadinya aqad.c Mempermainkan HargaIslam memberikan kebebasan pasar, dan menyerahkannya kepada hukum naluri yang kiranya dapat melaksanakan fungsinya selaras dengan penawaran dan permintaan. Justru itu kita lihat Rasulullah s.a.w. ketika sedang naiknya harga, beliau diminta oleh orang banyak supaya menentukan harga, maka jawab Rasulullah s.a.w.: "Allah-lah yang menentukan harga, yang mencabut, yang meluaskan dan yang memberi rezeki. Saya mengharap ingin bertemu Allah sedang tidak ada seorangpun di antara kamu yang meminta saya supaya berbuat zalim baik terhadap darah maupun harta benda."Akan tetapi jika keadaan pasar itu tidak normal, misalnya ada penimbunan oleh sementara pedagang, dan adanya permainan harga oleh para pedagang, maka waktu itu kepentingan umum harus didahulukan dari pada kepentingan perorangan. Dalam situasi demikian kita dibolehkan menetapkan harga demi memenuhi kepentingan masyarakat dan demi menjaga dari perbuatan kesewenang-wenangan dan demi mengurangi keserakahan mereka itu. Begitulah menurut ketetapan prinsip hukum.d Penimbun DilaknatRasulullah s.a.w. melarang menimbun dengan ungkapan yang sangat keras.Sabda Rasulullah : "Barangsiapa menimbun bahan makanan selama empat puluh malam, maka sungguh Allah tidak lagi perlu kepadanya."Dan sabdanya pula : "Tidak akan menimbun kecuali orang berbuat dosa." (Riwayat Muslim);Perkataan khathiun (orang yang berbuat dosa) bukan kata yang ringan. Perkataan ini yang dibawakan oleh al-Quran untuk mensifati orang-orang yang sombong dan angkuh, seperti Fir'aun, Haaman dan konco-konconya. Al-Quran itu mengatakan yang artinya:8. Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya Dia menjadi musuh dan Kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haaman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. (QS. al-Qashash : 8);Rasulullah s.a.w. menegaskan tentang kepribadian dan ananiyah orang yang suka menimbun itu sebagai berikut :"Sejelek-jelek manusia ialah orang yang suka menimbun; jika dia mendengar harga murah, merasa kecewa; dan jika mendengar harga naik, merasa gembira."Dan sabdanya pula : "Saudagar itu diberi rezeki, sedang yang menimbun dilaknat."e Mencampuri Kebebasan Pasar dengan MemalsuDapat dipersamakan dengan menimbun yang dilarang oleh Rasulullah s.a.w., yaitu : seorang kota menjualkan barang milik orang dusun. Bentuknya --sebagai yang dikatakan oleh para ulama-- adalah sebagai berikut : Ada seorang yang masih asing di tempat itu membawa barang dagangan yang sangat dibutuhkan orang banyak untuk dijual menurut harga yang lazim pada waktu itu. Kemudian datanglah seorang kota (penduduk kota tersebut) dan ia berkata : Serahkanlah barangmu itu kepada saya, biarkan sementara di sini untuk saya jualkan dengan harga yang tinggi. Padahal seandainya si orang dusun itu sendiri yang menjualnya, sudah barang tentu lebih murah dan dapat memberi manfaat pada kedua daerah dan dia sendiri akan mendapat untung juga.Bentuk semacam ini, waktu itu sudah biasa terjadi di masyarakat, sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Anas r.a.: "Kami dilarang orang kota menjualkan barang orang dusun, sekalipun dia itu saudara kandungnya sendiri."Sabda Nabi saw : "Tidak boleh orang kota menjualkan untuk orang dusun; biarkanlah manusia, Allah akan memberikan rezeki kepada mereka itu masing-masing." (HR. Muslim);f Perkosaan dan Penipuan, Hukumnya HaramDemi menjaga agar tidak adanya campur tangan orang lain yang bersifat penipuan, maka dilarangnya juga oleh Rasulullah apa yang dinamakan najasyun (menaikkan harga) yang menurut penafsiran Ibnu Abbas, yaitu : "Engkau bayar harga barang itu lebih dari harga biasa, yang timbulnya bukan dari hati kecilmu sendiri, tetapi dengan tujuan supaya orang lain menirunya." Cara ini banyak digunakan untuk menipu orang lain.Kemudian agar pergaulan kita itu jauh dari sifat-sifat pemerkosaan dan pengelabuhan tentang harga, maka :Rasulullah s.a.w. melarang mencegat barang dagangan sebelum sampai ke pasar. (HR. Muslim, Ahmad).g Siapa yang Menipu, Bukan dari Golongan KamiIslam mengharamkan seluruh macam penipuan, baik dalam masalah jual-beli, maupun dalam seluruh macam mu'amalah.Rasulullah s.a.w. pernah bersabda : "Dua orang yang sedang melakukan jual-beli dibolehkan tawar-menawar selama belum berpisah; jika mereka itu berlaku jujur dan menjelaskan (ciri dagangannya), maka mereka akan diberi barakah dalam perdagangannya itu; tetapi jika mereka berdusta dan menyembunyikan (ciri dagangannya), barakah dagangannya itu akan dihapus." (HR. Bukhari);Dan beliau bersabda pula : "Tidak halal seseorang menjual suatu perdagangan, melainkan dia harus menjelaskan ciri perdagangannya itu; dan tidak halal seseorang yang mengetahuinya, melainkan dia harus menjelaskannya." (HR. Hakim dan Baihaqi);h Banyak SumpahLebih keras lagi haramnya, jika tipuannya itu diperkuat dengan sumpah palsu. Oleh karena itu Rasulullah melarang keras para saudagar banyak bersumpah, khususnya sumpah palsu.Rasulullah s.a.w. bersabda : "Sumpah itu menguntungkan perdagangan, tetapi dapat menghapuskan barakah." (HR. Bukhari).

i Mengurangi Takaran dan TimbanganSalah satu macam penipuan ialah mengurangi takaran dan timbangan. Al-Quran menganggap penting persoalan ini sebagai salah satu bagian dari mu'amalah, dan dijadikan sebagai salah satu dari sepuluh wasiatnya di akhir surat al-An'am, yaitu :...penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. (QS. al-An'am : 152);Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. al-Isra' : 35);1. Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, 2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, 3. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. 4. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, 5. Pada suatu hari yang besar, 6. (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (QS. al-Muthafifin : 1-6);j Membeli Barang Rampokan dan Curian sama dengan Perampas dan PencuriDi antara bentuk yang diharamkan Islam sebagai usaha untuk memberantas kriminalitas dan membatasi keleluasaan pelanggaran oleh si pelanggar, ialah tidak halal seorang muslim membeli sesuatu yang sudah diketahui, bahwa barang tersebut adalah hasil rampokan dan curian atau sesuatu yang diambil dari orang lain dengan jalan yang tidak benar. Sebab kalau dia berbuat demikian, sama dengan membantu perampok, pencuri dan pelanggar hak untuk merampok, mencuri dan melanggar hukum.Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut : "Barangsiapa membeli barang curian, sedang dia mengetahui bahwa barang tersebut adalah curian, maka dia bersekutu dalam dosa yang cacat." (HR. Baihaqi);k Riba adalah HaramIslam menutup pintu bagi orang yang berusaha akan mengembangkan uangnya itu dengan jalan riba. Maka diharamkan riba itu sedikit maupun banyak, dan mencela orang-orang Yahudi yang menjalankan riba padahal mereka telah dilarangnya.Hai orang-orang yang beriman! Takutlah kepa da Allah, dan tinggalkanlah apa yang tertinggal dari pada riba jika kamu benar-benar beriman. Apabila kamu tidak mau berbuat demikian, maka terimalah peperangan dari Allah dan Rasul-Nya, dan jika kamu sudah bertobat, maka bagi kamu adalah pokok-pokok hartamu, kamu tidak boleh berbuat zalim juga tidak mau dizalimi." (QS. al-Baqarah : 278-279);l Menjual Kredit dengan Menaikkan HargaApabila si penjual itu menaikkan harga karena temponya, sebagai mana yang kini biasa dilakukan oleh para pedagang yang menjual dengan kredit, maka sementara fuqaha' ada yang mengharamkannya dengan dasar, bahwa tambahan harga itu justru berhubung masalah waktu. Kalau begitu sama dengan riba.Tetapi jamhur ulama membolehkan, karena pada asalnya boleh, dan nas yang mengharamkannya tidak ada; dan tidak bisa dipersamakan dengan riba dari segi manapun. Oleh karena itu seorang pedagang boleh menaikkan harga menurut yang pantas, selama tidak sampai kepada batas pemerkosaan dan kezaliman. Kalau sampai terjadi demikian, maka jelas hukumnya haram. Imam Syaukani berkata : "Ulama Syafi'iyah, Hanafiyah, Zaid bin Ali, al-Muayyid billah dan Jumhur berpendapat boleh berdasar umumnya dalil yang menetapkan boleh. Dan inilah yang kiranya lebih tepat."

Macam-macam Saham dan Hukumnya

Saham dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, saham dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis:

Jenis pertama, saham biasa (common stock)

Inilah saham yang paling banyak diperjual-belikan di pasar modal dan yang paling sering menjadi tema pembahasan di masyarakat. Karakteristik saham biasa (common stock):1. Tujuan investor atau pemilik saham jenis ini biasanya adalah ingin mendapatkan pembagian deviden (keuntungan usaha perusahaan) atau memperoleh capital gain (selisih harga beli dan jual) jika terjadi kenaikan harga.2. Pemiliknya paling terakhir dalam mendapatkan bagian deviden dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan terkait mengalami kerugian atau pailit.3. Pemiliknya hanya mendapatkan deviden bila perusahaan berhasil membukukan keuntungan.4. Pemegang saham memiliki hak suara dalam RUPS (rapat umum pemegang saham).5. Pemilik saham berhak mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada orang lain, dengan cara-cara yang dibenarkan dalam.Secara hukum dan prinsip syariat Islam, tidak mengapa jika Anda memiliki saham jenis ini. Tentunya, dengan mengindahkan beberapa catatan yang akan disebutkan pada akhir tulisan ini. Yang demikian itu dikarenakan perserikatan dagang dalam Islam dibangun di atas asas kesamaan hak dan kewajiban, dan hal ini benar-benar terwujud pada saham jenis ini. Karenanya, tidak ada keraguan bahwa menerbitkan dan memperjual-belikan saham jenis ini adalah halal. (Suq al-Auraq al-Maliyaholeh Dr. Khursyid Asyraf Iqbal, hlm. 123;Ahkamut Ta'amul fil Aswaq al-Maliyaholeh Dr. Mubarak bin Sulaiman al-Sulaiman: 1/148)

Jenis kedua, saham istimewa/preferen (preffered stock)

Sejatinya, saham preferen ini adalah gabungan antara saham biasa dengan obligasi. Karakteristik saham istimewa merupakan gabungan antara karakteristik obligasi dan karakteristik saham biasa. Karenanya, selain mendapatkan seluruh hak yang didapatkan oleh pemilik saham biasa, pemilik saham jenis ini juga mendapatkan hak-hak yang biasanya diberikan kepada para kreditur dalam obligasi.

Berikut ini adalah beberapa hak yang membedakan saham preferen dari saham biasa:1. Mendapatkan deviden dalam jumlah yang terjamin dan tetap dalam persentase (suku bunga). Pemegang saham jenis ini tetap menerima deviden, walaupun kinerja perusahaan merugi.2. Mendapatkan prioritas untuk mendapatkan dividen sebelum pemilik saham biasa.3. Mendapatkan prioritas dalam hak suara dibanding pemilik saham biasa.

Para ulama ahli fikih zaman sekarang -sebatas yang saya ketahui- sepakat untuk mengharamkan penerbitan dan memperjual-belikan saham jenis ini, dengan beberapa alasan berikut:1. Para pemilik saham preferen tidak memiliki kelebihan yang menyebabkannya mendapatkan perilaku istimewa ini. Padahal, keuntungan dalam usaha hanya diberikan kepada pamilik modal dan atau keahlian, sedangkan pemegang saham preferen tidak memiliki kelebihan dalam dua hal itu dibanding pemegang saham biasa. Ibnu Qudamah berkata, "Seseorang berhak mendapatkan keuntungan dikarenakan ia memiliki andil dengan modal atau keahlian. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk memberikan persentase keuntungan yang melebihi total modal sekutu pasif. Sehingga, persyaratan semacam ini tidak sah." (Al-Mughnioleh Ibnu Qudamah, 7/139)2. Keuntungan yang diberikan kepada pemilik saham preferen sejatinya adalah riba, karena modal mereka terjamin dan tetap mendapatkan keuntungan, walaupun kinerja perusahaan merugi. Tidak diragukan lagi, ini adalah kelaliman dan salah satu bentuk pengambilan harta orang lain dengan cara-cara yang menyelisihi syariat. Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallamtelah bersabda,

"Penghasilan/keuntungan adalah imbalan atas kesiapan menanggung kerugian."(Hr. Ahmad, Abu Daud, at-Tirmidzi, dan an-Nasai; oleh al-Albani dinyatakan sebagai hadits hasan)

Tidak heran bila badan fikih di bawah organisasi OKI, yaitu International Islamic Fiqih Academy, dengan tegas menyatakan, "Tidak boleh menerbitkan saham preferen yang memiliki konsekuensi pemberian jaminan atas dana investasi yang ditanamkan, atau memberikan keuntungan yang bersifat tetap, atau mendahulukan pemiliknya ketika pengembalian investasi atau pembagian deviden." (Sidang Ke-7, Keputusan no. 63/1/7)

Saham Kosong

Ini adalah salah satu jenis saham yang sepantasnya Anda ketahui, selain kedua jenis yang telah dibahas di atas.

Saham kosong biasanya diberikan atas kesepakatan pemegang saham lainnya kepada pihak-pihak yang dianggap atau diharapkan berjasa pada perusahaan. Para penerima saham kosong ini berhak mendapatkan deviden dari keuntungan bersih perusahaan. Akan tetapi, saham ini memiliki berbagai perbedaan dari saham biasa:1. Saham kosong tidak memiliki nilai nominal yang tertulis pada lembar saham, sehingga haknya hanya sebatas mendapatkan dividen.2. Pemegang saham kosong tidak berhak menghadiri RUPS dan juga tidak memiliki wewenang untuk campur tangan dalam kebijaksanaan dan arah perusahaan.3. Saham kosong bisa dihapuskan, baik secara keseluruhan atau sebagian saja.

Berdasarkan karakter saham kosong demikian ini, kebanyakan ulama kontemporer melarangpenerbitan saham kosong, dengan beberapa alasan berikut:

Alasan pertama.Saham kosong sejatinya adalah salah satu bentuk jual-beli jasa, sehingga nominal nilai jualnya haruslah diketahui dan tidak dalam hitungan persentase dari keuntungan yang tidak menentu jumlahnya. Dengan demikian, saham kosong ini tercakup oleh keumuman hadits riwayat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berikut: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual-beli dengan cara melempar batu dan jual-beli yang mengandung gharar (unsur spekulasi)."(Hr. Muslim)

Alasan kedua.Saham kosong sering kali menjadi ancaman masa depan perusahaan dan merugikan para pemegang saham.

Alasan ketiga. Biasanya, saham kosong adalah pintu lebar untuk terjadinya praktik manipulasi, suap, dan tindakan-tindakan tercela lainnya. (Suq al-Auraq al-Maliyaholeholeh Dr. Khursyid Asyraf Iqbal, hlm. 320--321 danAl-Ashum was Sanadat wa Ahkamuha fil Fiqhil Islami,oleh Dr. Ahmad bin Muhammad al-Khalil, hlm. 173--174)

Kapan Anda Halal memperjual-belikan Saham?

Setelah Anda mengetahui hukum asal penerbitan dan memperjual-belikan ketiga jenis saham di atas, tidak sepantasnya Anda menutup mata dari fakta dan berbagai hal yang erat hubungannya dengan saham. Dengan demikian, Anda dapat mengetahui hukum masalah ini dengan benar, ditinjau dari segala aspeknya.

Berikut ini, saya ringkaskan berbagai persyaratan jual-beli saham yang telah dijelaskan ulama.

Syarat pertama.Perusahaan penerbit saham adalah perusahaan yang benar-benar telah beroperasi. Saham perusahaan semacam ini boleh diperjual-belikan dengan harga yang disepakati kedua belah pihak, baik dengan harga jual yang sama dengan nilai nominal yang tertera pada surat saham atau berbeda.

Adapun saham perusahaan yang sedang dirintis, sehingga kekayaannya masih dalam wujud uang, maka sahamnya tidak boleh diperjual-belikan kecuali dengan harga yang sama dengan nilai nominal saham.

Ditambah lagi, pembayaran hendaknya dilakukan dengan cara kontan. Hal ini dikarenakan setiap surat saham perusahaan jenis ini seutuhnya masih mewakili sejumlah uang modal yang tersimpan, dan tidak mewakili aset perusahaan. Sehingga, bila diperjual-belikan lebih mahal atau lebih murah dari nilai nominal saham, berarti telah terjadi praktik tukar-menukar mata uang dengan cara yang tidak dibenarkan.

Syarat kedua.Perusahaan penerbit saham sepenuhnya bergerak dalam usaha yang dihalalkan syariat, karena sebagai pemilik saham, seberapa pun besarnya, Anda adalah salah satu pemilik perusahaan tersebut. Dengan demikian, tanggung jawab Anda atas setiap usaha perusahan sebesar nilai saham Anda. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala, ,."Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."(Qs. al-Maidah: 2)

Syarat ketiga.Perusahaan terkait tidak melakukan praktik riba, baik pada pembiayaan, penyimpanan kekayaan, atau lainnya. Bila suatu perusahaan dalam pembiayaan atau penyimpanan kekayaannya menggunakan konsep riba, maka Anda tidak dibenarkan untuk membeli saham perusahaan tersebut.

Sebagai contoh, misalnya suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi perabotan rumah tangga. Untuk membiayai usahanya, perusahaan tersebut memungut piutang dari bank ribawi, tentunya dengan suku bunga tertentu. Karena itu, Anda tidak dibenarkan untuk membeli saham perusahaan semacam ini. Ketentuan ini selaras dengan kaidah dalam ilmu fikih: "Bila tercampur antara hal yang halal dengan hal yang haram, maka yang lebih dikuatkan adalah yang haram."[1]

Syarat keempat.Penjualan dan pembeliannya dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan dalam syariat. Dengan demikian, berbagai hukum yang berlaku pada jual-beli biasa berlaku pula pada jual-beli saham. Misalnya, Anda tidak dibenarkan menjual kembali saham yang Anda beli sebelum saham tersebut sepenuhnya diserah-terimakan kepada Anda. Dengan demikian, metode jual-beli saham yang ada di masyarakat dan yang dikenal dengan sebutan "one day trading" atau yang serupa adalah metode yang tidak dibenarkan.

Berikut ini adalah gambaran singkat tentang metode ini:

Pengusaha berinisial B, misalnya, membeli sejumlah surat saham dari Broker A dengan pembayaran terutang, sedangkan surat saham yang telah dibeli tersebut tetap berada di tangan A sebagai jaminan atas pembayaran yang terhutang, sehingga B belum sepenuhnya menerima surat saham tersebut. Pada penutupan bursa saham di akhir hari, B berkewajiban menjual kembali saham tersebut kepada A. Pembayaran antara keduanya pada kedua transaksi tersebut hanya dilakukan dengan membayar selisih harga jual dari harga beli. Transaksi semacam ini termasuk transaksi riba yang diharamkan dalam Islam. : ( ) : . : : : Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu, ia menuturkan,"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Barangsiapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya.'"

Ibnu 'Abbas berkata, "Dan saya berpendapat bahwa segala sesuatu barang hukumnya seperti hukum bahan makanan." Thawus berkata, "Aku bertanya kepada Ibnu 'Abbas, 'Bagaimana sehingga bisa demikian adanya?" Ia menjawab, "Itu karena sebenarnya yang terjadi adalah menjual dirham dengan dirham, sedangkan bahan makanannya ditunda (sebatas kedok belaka)."(Muttafaqun 'alaih)

Sebagaimana jual-beli ini juga dapat termasuk jual beli 'inah yang diharamkan dalam Islam. Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda, "Bila kalian telah (sibuk dengan) mengikuti ekor-ekor sapi (beternak), berjual-beli dengan cara 'inah dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan melekatkan kehinaan ditengkuk-tengkuk kalian, kemudian kehinaan tidak akan dicabut dari kalian hingga kalian kembali kepada keadaan kalian semula dan bertaubat kepada Allah."(Hr. Ahmad, Abu Daud, dan al-Baihaqi; dinyatakan shahih oleh al-Albani)

Jual-beli 'inah ialah Anda menjual suatu barang kepada orang lain dengan pembayaran terutang. Setelah jual-beli ini selesai, Anda kembali membeli barang tersebut dengan pembayaran kontan, dan tentunya dengan harga yang lebih murah.

Pendek kata, saham tak ubahnya barang komoditi lainnya. Dalam proses jual-belinya tetap harus mengindahkan berbagai hukum dan asas yang telah digariskan dalam Islam.

Berikut ini, saya nukilkan fatwa Badan Fikih Islam di bawah Organisasi Rabithah Alam Islami/Liga Muslim Dunia (Muslim World League).

Segala puji hanya milik Allah. Salawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabishallallahu 'alaihi wa sallam, yang tiada nabi setelahnya, yaitu pemimpin kita sekaligus nabi kita Muhammadshallallahu 'alaihi wa sallam, serta kepada keluarga dan sahabatnya.

Amma ba'du.

Sesungguhnya anggota rapatal-Majma' al-Fiqhi di bawah Rabithah Alam Islami, pada rapatnya ke-14, yang diadakan di kota Mekkah al-Mukarramah, yang dimulai dari hari Sabtu tanggal 20 Sya'ban 1415 H dan yang bertepatan dengan tanggal 21 Januari 1995 M, telah membahas permasalahan ini (jual-beli saham perusahaan, pen) dan kemudian menghasilkan keputusan berikut:1. Karena hukum dasar dalam perniagaan adalam halal dan mubah, maka mendirikan suatu perusahaan publik yang bertujuan dan bergerak dalam hal yang mubah adalah dibolehkan menurut syariat.2. Tidak diperselisihkan akan keharaman ikut serta menanam saham pada perusahaan-perusahaan yang tujuan utamanya diharamkan, misalnya bergerak dalam transaksi riba, memproduksi barang-barang haram, atau memperdagangkannya.3. Tidak dibolehkan bagi seorang muslim untuk membeli saham perusahaan atau badan usaha yang pada sebagian usahanya menjalankan praktik riba, sedangkan pembelinya mengetahui akan hal itu.4. Bila ada seseorang yang terlanjur membeli saham suatu perusahaan sedangkan ia tidak mengetahui bahwa perusahaan tersebut menjalankan transaksi riba, lalu di kemudian hari ia mengetahui hal tersebut, maka ia wajib untuk keluar dari perusahaan tersebut.Keharaman membeli saham perusahaan tersebut telah jelas, berdasarkan keumuman dalil-dalil al-Quran dan as-Sunnah yang mengharamkan riba. Hal ini dikarenakan membeli saham perusahaan yang menjalankan transaksi riba sedangkan pembelinya telah mengetahui akan hal itu, berarti pembeli telah ikut ambil andil dalam transaksi riba.

Yang demikian itu karena saham merupakan bagian dari modal perusahaan, sehingga pemiliknya ikut memiliki sebagian dari aset perusahaan. Sehingga, pada seluruh harta yang dipiutangkan oleh perusahaan dengan mewajibkan bunga atau yang harta diutang oleh perusahaan dengan ketentuan membayar bunga, pemilik saham telah memiliki bagian dan andil darinya.

Hal ini disebabkan orang-orang (pelaksana perusahaan, pen) yang mengutangkan atau menerima piutang dengan ketentuan membayar bunga, sebenarnya adalah perwakilan dari pemilik saham, dan hukum mewakilkan seseorang untuk melakukan pekerjaan yang diharamkan adalah tidak boleh.

Semoga salawat dan salam yang berlimpah senantiasa dikaruniakan kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan sahabatnya. Serta segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam.[2]

International Islamic Fiqih Academy, organisasi fikih internasional di bawah naungan OKI (Organisasi Konferensi Islam), pada sidangnya yang ke-7, keputusan no. 63 (1/7) juga memfatwakan hal yang sama.

Mungkin Anda berkata, "Bila hukum asal memperjual-belikan saham adalah halal, mengapa para ulama menambahkan beberapa persyaratan lain agar suatu saham boleh diperdagangkan?

Saudaraku, tidak perlu heran, karena saham tidak berbeda dari berbagai harta kekayaan lainnya, semisal padi, emas, hewan ternak, dan lainnya.

Walaupun berbagai harta ini halal untuk Anda perjual-belikan, tetapi tidak berarti Anda dapat melakukannya sesuka Anda. Beberapa batasan dan ketentuan harus Anda indahkan, agar peniagaan Anda selaras dengan syariat. Karenanya, Anda tidak dibenarkan untuk menukar-tambahkan emas dengan emas, apa pun alasan Anda. "Janganlah engkau jual emas ditukar dengan emas melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau lebihkan sebagiannya di atas sebagian lainnya. Janganlah engkau jual perak ditukar dengan perak melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau lebihkan sebagiannya di atas sebagian lainnya. Serta janganlah engkau jual sebagiannya yang diserahkan dengan kontan ditukar dengan lainnya yang tidak diserahkan dengan kontan." (Hr. al-Bukhari dan Muslim)

Saudaraku, kemewahan dan kemajuan sarana dan prasarana lantai bursa, tempat memperdagangkan saham, dan berbagai surat berharga lainnya tidak sepantasnya menjadikan umat Islam silau sehingga melalaikan berbagai ketentuan syariat dalam perniagaan.

Tidak mengherankan bila berbagai hukum yang berlaku di pasar tradisional dengan berbagai jenis komoditi perdagangan dan metode transaksinya juga berlaku pada lantai bursa. Hal ini dikarenakan berbagai hukum syariat Islam senantiasa dikaitkan dengan inti setiap ucapan dan tindakan, bukan dengan penampilan luar dan berbagai hal sekunder lainnya. Wallahu Ta'ala a'lam bish-shawab.

Semoga salawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammadshallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabatnya. Amiin.

Fakta SahamSaham bukan fakta yang berdiri sendiri, namun terkait pasar modal sebagai tempat perdagangannya dan juga terkait perusahaan publik (perseroan terbatas/PT) sebagai pihak yang menerbitkannya. Saham merupakan salah satu instrumen pasar modal (stock market).Dalam pasar modal, instrumen yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities) seperti saham dan obligasi, serta berbagai instrumen turunannya (derivatif) yaitu opsi, right, waran, dan reksa dana. Surat-surat berharga yang dapat diperdagangkan inilah yang disebut efek (Hasan, 1996).Sahamadalah surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Dalam Keppres RI No. 60 tahun 1988 tentang Pasar Modal, saham didefinisikan sebagai surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atauStaatbaldNo. 23 Tahun 1847). (Junaedi, 1990). Sedangkanobligasi(bonds, as-sanadat)adalah bukti pengakuan utang dari perusahaan (emiten) kepada para pemegang obligasi yang bersangkutan (Siahaan & Manurung, 2006).Selain terkait pasar modal, saham juga terkait PT (perseroan terbatas,limited company) sebagai pihak yang menerbitkannya. Dalam UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas pasal 1 ayat 1,perseroan terbatasdidefinisikan sebagai badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, Modal dasar yang dimaksud, terdiri atas seluruh nilai nominal saham (ibid., pasal 24 ayat 1).Definisi lain menyebutkan, perseroan terbatas adalah badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak, serta kewajiban para pendiri maupun pemiliknya (M. Fuad,et.al., 2000). Jadi sesuai namanya, keterlibatan dan tanggung jawab para pemilik PT hanya terbatas pada saham yang dimiliki.Perseroan terbatas sendiri juga mempunyai kaitan dengan bursa efek. Kaitannya, jika sebuah perseroan terbatas telah menerbitkan sahamnya untuk publik(go public)di bursa efek, maka perseroan itu dikatakan telah menjadi perseroan terbatas terbuka (Tbk).Fakta Pasar ModalPasar modal adalah sebuah tempat di mana modal diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan modal (pihak investor) dengan orang yang membutuhkan modal (pihakissuer/emiten) untuk mengembangkan investasi. Dalam UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, pasar modal didefinisikan sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. (Muttaqin, 2003).Para pelaku pasar modal ini ada 6 (enam) pihak, yaitu :(1).Emiten, yaitu badan usaha (perseroan terbatas) yang menerbitkan saham untuk menambah modal, atau menerbitkan obligasi untuk mendapatkan utang dari para investor di Bursa Efek.(2).Perantara Emisi,yang meliputi 3 (tiga) pihak, yaitu : a.Penjamin Emisi(underwriter), yaitu perusahaan perantara yang menjamin penjualan emisi, dalam arti jika saham atau obligasi belum laku, penjamin emisi wajib membeli agar kebutuhan dana yang diperlukan emiten terpenuhi sesuai rencana;b. Akuntan Publik, yaitu pihak yang berfungsi memeriksa kondisi keuangan emiten dan memberikan pendapat apakah laporan keuangan yang telah dikeluarkan oleh emiten wajar atau tidak.c. Perusahaan Penilai(appraisal),yaitu perusahaan yangberfungsi untuk memberikan penilaian terhadap emiten, apakah nilai aktiva emiten wajar atau tidak.(3). Badan Pelaksana Pasar Modal,yaitubadan yang mengatur dan mengawasi jalannya pasar modal, termasuk mencoret emiten (delisting) dari lantai bursa dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan pasar modal. Di Indonesia Badan Pelaksana Pasar Modal adalah BAPEPAM (Badan Pengawas dan Pelaksana Pasar Modal) yang merupakan lembaga pemerintah di bawah Menteri Keuangan.(4). Bursa Efek,yaknitempat diselenggarakannya kegiatan perdagangan efek pasar modal yang didirikan oleh suatu badan usaha. Di Indonesia terdapat dua Bursa Efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dikelola PT Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang dikelola oleh PT Bursa Efek Surabaya.(5). Perantara Perdagangan Efek.Yaitumakelar (pialang/broker) dan komisioner yang hanya lewat kedua lembaga itulah efek dalam bursa boleh ditransaksikan.Makelaradalah perusahaan pialang (broker) yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan orang lain dengan memperoleh imbalan. Sedangkomisioneradalah pihak yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan sendiri atau untuk orang lain dengan memperoleh imbalan.(6). Investor,adalah pihak yang menanamkan modalnya dalam bentuk efek di bursa efek dengan membeli atau menjual kembali efek tersebut (Junaedi, 1990; Muttaqin, 2003; Syahatah & Fayyadh, 2004).Dalam pasar modal, proses perdagangan efek (saham dan obligasi) terjadi melalui tahapanpasar perdana(primary market)kemudianpasar sekunder(secondary market). Pasar perdanaadalah penjualan perdana saham dan obligasi oleh emiten kepada para investor, yang terjadi pada saat IPO (Initial Public Offering) atau penawaran umum pertama. Kedua pihak yang saling memerlukan ini tidak bertemu secara dalam bursa tetapi melalui pihak perantara seperti dijelaskan di atas. Dari penjualan saham dan efek di pasar perdana inilah, pihak emiten memperoleh dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya.Sedangkanpasar sekunderadalah pasar yang terjadi sesaat atau setelah pasar perdana berakhir. Maksudnya, setelah saham dan obligasi dibeli investor dari emiten, maka investor tersebut menjual kembali saham dan obligasi kepada investor lainnya, baik dengan tujuan mengambil untung dari kenaikan harga (capital gain) maupun untuk menghindari kerugian (capital loss). Perdagangan di pasar sekunder inilah yang secara reguler terjadi di bursa efek setiap harinya.Jual Beli Saham dalam Pasar Modal Menurut IslamPara ahli fikih kontemporer sepakat, bahwa haram hukumnya memperdagangkan saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram. Misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang produksi minuman keras, bisnis babi dan apa saja yang terkait dengan babi, jasa keuangan konvensional seperti bank dan asuransi, dan industri hiburan, seperti kasino, perjudian, prostitusi, media porno, dan sebagainya. Dalil yang mengharamkan jual beli saham perusahaan seperti ini adalah semua dalil yang mengharamkan segala aktivitas tersebut. (Syahatah dan Fayyadh,Bursa Efek : Tuntunan Islam dalam Transaksi di Pasar Modal, hal. 18; Yusuf As-Sabatin,Al-Buyu Al-Qadimah wa al-Muashirah wa Al-Burshat al-Mahalliyyah wa Ad-Duwaliyyah, hal. 109).Namun mereka berbeda pendapat jika saham yang diperdagangkan di pasar modal itu adalah dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha halal, misalnya di bidang transportasi, telekomunikasi, produksi tekstil, dan sebagainya. Syahatah dan Fayyadh berkata,Menanam saham dalam perusahaan seperti ini adalah boleh secara syariDalil yang menunjukkan kebolehannya adalah semua dalil yang menunjukkan bolehnya aktivitas tersebut.(Syahatah dan Fayyadh,ibid., hal. 17).Tapi ada fukaha yang tetap mengharamkan jual beli saham walau dari perusahaan yang bidang usahanya halal. Mereka ini misalnya Taqiyuddin an-Nabhani (2004), Yusuf as-Sabatin (ibid., hal. 109) dan Ali As-Salus (Mausuah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Muashirah, hal. 465). Ketiganya sama-sama menyoroti bentuk badan usaha (PT) yang sesungguhnya tidak Islami. Jadi sebelum melihat bidang usaha perusahaannya, seharusnya yang dilihat lebih dulu adalah bentuk badan usahanya, apakah ia memenuhi syarat sebagai perusahaan Islami (syirkah Islamiyah) atau tidak.Aspek inilah yang nampaknya betul-betul diabaikan oleh sebagian besar ahli fikih dan pakar ekonomi Islam saat ini, terbukti mereka tidak menyinggung sama sekali aspek krusial ini. Perhatian mereka lebih banyak terfokus pada identifikasi bidang usaha (halal/haram), dan berbagai mekanisme transaksi yang ada, seperti transaksispot(kontan di tempat), transaksioption, transaksitrading on margin,dan sebagainya (Junaedi, 1990; Zuhdi, 1993; Hasan, 1996; Az-Zuhaili, 1996; Al-Mushlih & Ash-Shawi, 2004; Syahatah & Fayyadh, 2004).Taqiyuddin an-Nabhani dalamAn-Nizham al-Iqtishadi(2004) menegaskan bahwa perseroan terbatas (PT,syirkah musahamah) adalah bentuk syirkah yang batil (tidak sah), karena bertentangan dengan hukum-hukum syirkah dalam Islam. Kebatilannya antara lain dikarenakan dalam PT tidak terdapat ijab dan kabul sebagaimana dalam akad syirkah. Yang ada hanyalah transaksi sepihak dari para investor yang menyertakan modalnya dengan cara membeli saham dari perusahaan atau dari pihak lain di pasar modal, tanpa ada perundingan atau negosiasi apa pun baik dengan pihak perusahaan maupun pesero (investor) lainnya. Tidak adanya ijab kabul dalam PT ini sangatlah fatal, sama fatalnya dengan pasangan laki-laki dan perempuan yang hanya mencatatkan pernikahan di Kantor Catatan Sipil, tanpa adanya ijab dan kabul secara syari. Sangat fatal, bukan?Maka dari itu, pendapat kedua yang mengharamkan bisnis saham ini (walau bidang usahanya halal) adalah lebih kuat(rajih), karena lebih teliti dan jeli dalam memahami fakta, khususnya yang menyangkut bentuk badan usaha (PT). Apalagi, sandaran pihak pertama yang membolehkan bisnis saham asalkan bidang usaha perusahaannya halal, adalah dalilal-Mashalih Al-Mursalah, sebagaimana analisis Yusuf As-Sabatin (ibid., hal. 53). Padahal menurut Taqiyuddin An-Nabhani,al-Mashalih Al-Mursalahadalah sumber hukum yang lemah, karena kehujjahannya tidak dilandaskan pada dalil yang qathi (Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz III (Ushul Fiqih), hal. 437)KesimpulanMenjual belikan saham dalam pasar modal hukumnya adalah haram, walau pun bidang usaha perusahaan adalah halal. Maka dari itu, dengan sendirinya keberadaan pasar modal itu sendiri hukumnya juga haram. Hal itu dikarenakan beberapa alasan, utamanya karena bentuk badan usaha berupa PT adalah tidak sah dalam pandangan syariah, karena bertentangan dengan hukum-hukum syirkah dalam Islam.Wallahu alam[ ] (www.konsultasi.wordpress.com)

DAFTAR PUSTAKA1. http://padangekspres.co.id/?news=nberita&id=8492. http://sondix.blogspot.com/2014/01/pengertian-sistem-perdagangan-dalam.html3. http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/20560-perdagangan-dalam-al-quran-dan-hadits-sistem-perdagangan-dalam-islam.html4. http://konsultasi.wordpress.com/2007/09/14/jual-beli-saham-dalam-pandangan-islam/5. http://pengusahamuslim.com/saham-dalam-timbangan-islam/