makalah timah hitam ikk-ikm

Upload: mita-ceri

Post on 21-Jul-2015

479 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

MANAJEMEN DAMPAK KERACUNAN TIMAH HITAMLaporan makalah Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian IKK-IKM Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya

Oleh: Anies Mediressia Nur Eka Sanfitri Dina Amalia Desti Paramita Pebrina Indasari

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG

2012

HALAMAN PENGESAHAN

Oleh: Anies Mediressia Nur Eka Sanfitri Dina Amalia Desti Paramita Pebrina Indasari 04108705055 04108705065 04108705071 04108705045 04108705040

Laporan Makalah Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian IKK-IKM Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya

Palembang, 22 Mei 2012 Pembimbing

dr. Anita

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan makalah dengan judul Manajemen dampak keracunan timah hitam. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Anita selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan refrat ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan refrat ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Demikianlah penulisan refrat ini, semoga dapat bermanfaat.

Palembang, 22 Mei 2012

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................. DAFTAR ISI............................................................................................... BAB I PENDAHULUAN...................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 2.1 Sifat fisik dan kimia.................................................................... 2.2 Sumber dan distribusi.................................................................. 2.3 Dampak terhadap kesehatan....................................................... 2.4 Toksisitas Pb Dosis Tendah terhadap Tingkah Laku Anak..................................................................... 2.5 Diagnosis Keracunan timbal....................................................... 2.6 Manajemen dampak keracunan timah hitam.............................. BAB III KESIMPULAN.......................................................................... DAFTAR PUSTAKA..................................................................................

i ii iii iv 1 3 3 3 5

10 11 11 16 18

BAB I PENDAHULUANKeracunan logam berat Pb yang berasal dari lingkungan ambien pada dekade terakhir telah merupakan resiko kesehatan lingkungan utama yang dihadapi baik di negara-negara maju maupun yang sedang berkembang. Sumber-sumber Pb dapat berasal dari alam dan sebagai akibat antropogenik. Secara alamiah Pb di lingkungan berasal dari pelapukan geologis dan letusan gunung berapi. Aktivitas antropogenik masuknya Pb ke lingkungan berasal dari berbagai aktivitas antara lain pertambangan,peleburan, dan sebagai hasil samping dari industri accu (aki), kabel, pigmen , produksi baja serta dari hasil pembakaran bahan bakar bensin yang mengandung zat aditif TEL dan TML.1,2,3,4 Diperkirakan dari kegiatan pertambangan dan peleburan jumlah Pb yang diemisikan ke dalam lingkungan sekiatar 126.000 ton/tahun, dan dari kegiatan lainnya sekitar 3 juta ton/tahun (Manahan, 1992).3 Pb memasuki tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran cerna, bahkan melalui kontak dermal. Namun jalur penting untuk paparan Pb terhadap manusia adalah melalui pernafasan (inhalasi).3 Gangguan tersebut utama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah. Pencemaran udara karena partikel debu biasanya menyebabkan penyakit pernafasan kronis seperti bronchitis kronis, emfiesma paru, asma bronchial dan bahkan kanker paru. Menurut Palar (1994), konsentrasi Pb yang tinggi di udara dapat mengganggu pembentukan

sel darah merah. Gejala keracunan dini mulai ditunjukkan dengan terganggunya fungsi enzim untuk pembentukan sel darah merah, pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan lainnya seperti anemia, kerusakan ginjal. 3,4 Penelitian memperlihatkan adanya pengaruh gas buang kendaraan bermotor terhadap konsentrasi timbal darah yang berlokasi di Yokyakarta dengan 3 titik pengambilan sampel mengingat bahan bakar kendaraan bermotor di Indonesia sampai saat ini nyaris semua masih mengandung konsentrasi timah hitam yang lebih tinggi dari ukuran minimum internasional, konsentrasi Pb di lokasi 1 menunjukkan 0,486 g/m3, kadar Pb darah pedagang sebesar 49,59 g/100 ml. Lokasi 2 konsentrasi Pb adalah 33,63 g/m3 , serta Pb dalam darah pedagang 24,17 g/100 ml. Lokasi 3 konsentrasi Pb sebesar 0,45 g/m3, serta Pb dalam darah pedagang adalah 33,53 g/ 100 ml (Widiati,1992). Sedangkan dari hasil penelitian lain pengaruh pencemaran udara terhadap kesehatan yang dilakukan oleh FKMUI tahun 1987 terhadap spesimen darah pekerja jalan tol Jagorawi, menunjukkan kadar Timah Hitam adalah 3,92-7,59 ug/dl. Kemudian pada pengemudi dan petugas polantas diatas 40 ug/dl. Sedangkan kadar timah hitam di udara kota Jakarta berkisar antara 0,2-1,8 ug/m3. Diperkirakan 1 ug/dl timbal di udara sudah dapat menyebabkan tercemarnya darah oleh timbal sekitar 2,5- 5,3 ud/dl. Selanjutnya akumulasi timbal sebesar 10 ug/dl dalam darah juga dapat menurunkan tingkat kecerdasan anak-anak hingga 2,5 poin. 2 Dari latar belakang diatas maka perlu dilakukan suatu kajian melalui studi literatur dan manajemen tentang keberadaan Pb di lingkungan, karena meningkatnya Pb di lingkungan akan mengakibatkan gangguan kesehatan manusia dan menurunkan tingkat kecerdasan pada anak-anak.1,3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Sifat fisik dan kimia Timah hitam ( Pb ) merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan digunakan antara lain sebagai bahan produksi baterai dan amunisi, komponen pembuatan cat, pabrik tetraethyl lead, pelindung radiasi, lapisan pipa, pembungkus kabel, gelas keramik, barang-barang elektronik, tube atau container, bahan bakar, juga dalam proses mematri.3,4 Di alam Pb terdapat dalam bentuk senyawa sulfat (PbSO4), karbonat (PbCO3) dan sulfida (PbS) yang beracun dengan titik leleh pada 327,5C dan titik didih 1.740C pada tekanan atmosfer. Nilai ambang toksisitas timbal ( total limit values atau TLV ) adalah 0,2 miligram/m3.4 Senyawa Pb-organik seperti Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil merupakan senyawa yang penting karena banyak digunakan sebagai zat aditif pada bahan bakar bensin dalam upaya meningkatkan angka oktan secara ekonomi.1,3,4,5 PB-tetraetil dan Pb tetrametil berbentuk larutan dengan titik didih masingmasing 110C dan 200C. Karena daya penguapan kedua senyawa tersebut lebih rendah dibandingkan dengan daya penguapan unsur-unsur lain dalam bensin, maka penguapan bensin akan cenderung memekatkan kadar P-tetraetil dan Pb-tetrametil. Kedua senyawa ini akan terdekomposisi pada titik didihnya dengan adanya sinar matahari dan senyawa kimia lain diudara seperti senyawa halogen asam atau oksidator.1,5,8 2.2 Sumber dan distribusi Salah satu sumber timah hitam adalah bahan bakar kendaraan bermotor terutama bensin. Sedangkan bahan bakar kendaraan bermotor di Indonesia sampai saat ini nyaris semua masih mengandung konsentrasi timah hitam yang lebih tinggi dari ukuran minimum internasional. Senyawa Pb halogen terbentuk selama pembakaran bensin, karena dalam bensin yang sering ditambahkan cairan anti letupan (anti ketok) yang terdiri dari 62% TEL, 18% etildiklorida dan 2% bahan

bahan lainnya.Senyawa yang berperan sebagai zat anti ketok adalah timbal oksida. Timbal oksida ini terdapat dalam partikel-partikel yang tersebar dalam ruang bakar bensin . Senyawa Pb sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam minyak atau lemak (Fardiaz, 1992). Tujuan penambahan bahan tersebut untuk mendapatkan tingkat oktan yang lebih tinggi, agar pemakaian bahan bakar bensin lebih ekonomis. Pada proses pembakaran mesin, senyawa ini dilepaskan dalam bentuk partikel melalui asap gas buang kendaraan bermotor ke udara, dimana sebagian besar mengandung partikel Pb berdiameter dibawah 1 mikron. Besarnya ukuran partikel tersebut merupakan batas ukuran partikel yang dapat diserap melalui pernafasan.1,3

Menurut spesifikasi resmi Ditjen Migas, kandungan maksimum timah hitam dalam bahan bakar yang diizinkan adalah 0,45 gram per liter. Sementara, menurut ukuran internasional, ambang batas maksimum kandungan timah hitam adalah 0,15 gram per liter.1 Timah hitam, atau Tetra Etil Lead (TEL) bisa menjadi racun yang merusak sistem pernapasan, sistem saraf, ginjal, sistem reproduksi, saluran cerna serta meracuni darah (Manahan ,1992). Dari catatan Bank Dunia, URBAIR 1994, terlihat bahwa dampak pencemaran udara oleh timbal di Indonesia telah menimbulkan 350 kasus penyakit jantung, 62.000 kasus tekanan darah tinggi, serta angka kematian 340 orang pertahunnya.1,2,3 Pembakaran Pb-alkil sebagai zat aditif pada bahan bakar kendaraan bermotor merupakan bagian terbesar dari seluruh emisi Pb ke atmosfer berdasarkan estimasi skitar 8090%. Pb di udara ambien berasal dari pembakaran bensin tidak sama antara satu tempat dengan tempat lain karena tergantung pada kepadatan kendaraan bermotor dan efisiensi upaya untuk mereduksi kandungan Pb pada bensin.2,6 Di sisi lain penambangan dan peleburan batuan Pb di beberapa wilayah sering menimbulkan masalah pencemaran. Tingkat kontaminasi Pb di udara dan air sekitar wilayah tersebut tergantung pada jumlah Pb yang diemisikan tinggi cerobong pembakaran limbah topopgrafi dan kondisi lokal lainnya. Peleburan Pb sekunder, penyulingan dan industri senyawa dan barang-barang yang mengandung Pb, dan insinerator juga dapat menambah emisi Pb ke lingkungan. Karena batubara

seperti juga mineral lainnya (batuan dan sedimen) pada umumnya mengandung Pb kadar rendah, maka kegiatan berbagai industri yang terutama menghasilkan besi dan baja peleburan tembaga dan pembakaran batubara, harus dipandang sebagai sumber yang dapat menambah emisi Pb ke udara. Penggunaan pipa air yang mengandung Pb dirumah tangga terutama pada daerah yang kesadahan airnya rendah (lunak) dapat menjadi sumber pemajanan Pb pada manusia. Demikian juga didaerah dengan banyak rumah tua yang masih menggunakan cat yang mengandung Pb dapat menjadi sumber pemajanan Pb.2,6 2.3 Dampak terhadap kesehatan Pemajanan Pb dari industri telah banyak tercatat tetapi kemaknaan pemajanan di masyarakat luas masih kontroversi. Kadar Pb di alam sangat bervariasi tetapi kandungan dalam tubuh manusia berkisar antara 100400 mg. Sumber masukan Pb adalah makanan terutama bagi mereka yang tidak bekerja atau kontak dengan Pb. Diperkirakan rata-rata masukkan Pb melalui makanan adalah 300 ug per hari dengan kisaran antara 100500 mg perhari. Rata-rata masukkan melalui air minum adalah 20 mg dengan kisaran antara 10100 mg. Hanya sebagian asupan (intake) yang diabsorpsi melalui pencernaan. Penyerapan di usus mencapai 5 15 % pada orang dewasa. Pada anak-anak lebih tinggi yaitu 40 % dan akan menjadi lebih tinggi lagi apabila si anak kekurangan kalsium, zat besi dan zinc dalam tubuhnya.2,4,6 Kontribusi Pb di udara terhadap absorpsi oleh tubuh lebih sulit diperkirakan. Distribusi ukuran partikel dan kelarutan pb dalam partikel juga harus dipertimbangkan biasanya kadar Pb di udara sekitar 2 mg/m3 dan dengan asumsi 30% mengendap disaluran pernapasan dan absorpsi sekitar 14 mg/per hari. Mungkin perhitungan ini bisa dianggap terlalu besar dan partikel Pb yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor ternyata bergabung dengan filamen karbon dan lebih kecil dari yang diperkirakan walaupun agregat ini sangat kecil (0,1 mm), jumlah yang tertahan di alveoli mungkin kurang dari 10%. Uji kelarutan menunjukkan bahwa Pb berada dalam bentuk yang sukar larut.2,6

Hampir semua organ tubuh mengandung Pb dan kira-kira 90% dijumpai di tulang, kandungan dalam darah kurang dari 1% kandungan dalam darah dipengaruhi oleh asupan yang baru (dalam 24 jam terakhir) dan oleh pelepasan dari sistem rangka.2,6 Manusia dengan pemajanan rendah mengandung 1030 mg Pb/100 g darah. Manusia yang mendapat pemajanan kadar tinggi mengandung lebih dari 100 mg/100g darah, kandungan dalam darah sekitar 40 mg Pb/100g dianggap terpajan berat atau mengabsorpsi Pb cukup tinggi walau tidak terdeteksi tanda-tanda keluhan keracunan.2 Terdapat perbedaan tingkat kadar Pb di perkantoran dan di pedesaan wanita cenderung mengandung Pb lebih rendah dibanding pria, dan pada perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Timah hitam (Pb) merupakan bahan toksik yang mudah terakumulasi dalam organ manusia dan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan berupa anemia, gangguan fungsi ginjal, gangguan sistem syaraf dan otak dan kulit (Kumar,De, 1979). Selama dalam darah Pb 90% terikat pada sel darah merah, akibatnya sintesis hemoglobin terhambat, karena dapat menghalangi enzym aminolaevulinic acid dehidratase (ALAD) untuk proses sintesa tersebut, dan anemia biasa bisa terjadi dan umur sel darah merah lebih pendek. Pada tahun 1998, 1999, dan 2000 telah dilakukan suatu penelitian di Bali dengan memeriksa kadar timah hitam dalam darah dua kelompok subjek yang dicurigai terpapar dan satu kelompok yang diduga kurang terpapar dengan udara tercemar timah hitam. Pemeriksaan timah hitam darah dilakukan dengan teknik Graphite-Furnace (GF-AAS) dan kadar hemoglobin darah dengan spektrofotometer. Kepada subjek juga dibagikan kuesioner tentang keluhan yang dirasakan. Hasilnya ternyata bahwa ada perbedaan bermakna kadar timah hitam dalam darah subjek, demikian pula dengan kadar Hb-nya.7 Terhadap syaraf mengakibatkan menurunnya kecepatan konduksi syaraf (Malaka, 1994).2,3,6 Pb yang masuk ke dalam tubuh dapat dalam bentuk Pb-organik seperti tetra etil Pb, dan Pb anorganik seperti oksida Pb. Toksisitas Pb baru akan terlihat bila orang mengkomsumsi Pb lebih dari 2 mg perhari, ambang batas dari Pb yang boleh

dikonsumsi adalah 0,2-2,0 mg perhari (Darmono, 1995). Pb yang masuk ke dalam tubuh tidak semua dapat tinggal di dalam tubuh, kira-kira 5% -10% dari jumlah yang tertelan akan diadsorbsi oleh saluran pencernaan dan sekitar 5% dari 30% yang terserap lewat pernafasan akan tinggal di dalam tubuh. Pb yang tertinggal di dalam tubuh akan mengumpal terutama di skeleton (90-95%). Untuk menentukan seseorang keracunan Pb dilakukan analisis kandungan Pb dalam darah (Fardiaz, 1992). Intoksikasi Pb yang memerlukan perhatian berlebih adalah terjadinya paparan konsentrasi rendah dan berlangsung lama sehingga menimbulkan efek subklinik. Seperti halnya substansi-substansi toksik lain, efek Pb berhubungan dengan konsentrasi paparannya. Pada konsentrasi yang tinggi menyebabkan keracunan akut yang ditandai dengan gejala klinis. Hal ini perlu diwaspadai karena Pb mempunyai sifat afinitas yang kuat terhadap gugus sulfuhidril dari sistein, gugus amino dari lisin, gugus karboksil dari asam aspartat dan glutamat, dan gugus hidroksil dari tirosin. Pb juga dapat berikatan dan memodifikasi struktur tertiter protein dengan demikian menginaktifkan properti enzimatik, terlebih lagi enzimenzim yang kaya akan gugus -SH. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa setiap atom Pb dapat menginduksi kerusakan biokimia tubuh (Manahan,1992).3,4 Efek sub klinik dari Pb secara jelas terjadi pada sistem syaraf dan hematopoetik. Pada sistem syaraf menyebabkan difungsi susunan syaraf, gangguan motorik dan perubahan perilaku. Efek neorologik ini terjadi pada dosis Pb > 30 g. Sedangkan efek hematologik (sistesis heme) terjadi pada konsentrasi yang jauh lebih rendah dari konsentrasi tersebut. Apabila gangguan berlanjut akan terjadi efek neorologik dan efek-efek lainnya dapat mengakibatkan anemia, dan terhadap syaraf mengakibatkan menurunnya kecepatan konduksi saraf ( Malaka, 1994). Berbagai perubahan anatomi akibat keracunan Pb baik pada sistem syaraf pusat maupun perifer telah banyak dilaporkan. Karena perkembangan Pb ensefalopati lebih sering ditemukan pada anak dari pada orang dewasa. Menurut penelitian dr M. Erikson menunjukkan bahwa wanita hamil yang memiliki kadar timbal tinggi dalam darahnya ternyata 90 % dari simpanan timbal pada tubuhnya dialirkan kepada si janin melalui plasenta, dimana keracunan pada janin mempengaruhi intelektual dan tingkah laku anak.2,3

Kebanyakan penelitian terhadap pengaruh toksisitas Pb pada sistem syaraf pusat yang terjadi pada masa pertumbuhan anak (Frank, 1991). Telah ditetapkan bahwa Tolerable Weekly Intake adalah 25 g/kg BB, nilai ini merujuk pada Pb yang berasal dari semua sumber pencemar dan berlaku untuk semua usia. Penentuan nilai tersebut berdasarkan perkiraan penyerapan perhari sebesar 3-4 g/kg BB pada bayi dan anak dan tidak berasosiasi dengan Pb dalam darah. Sedangkan untuk konsentrasi Pb dalam darah WHO merekomendasikan konsentarsi 20 g/dl untuk semua populasi dengan asumsi rata-rata Pb ambient 0,5-1,0 g/m3 pertahun (WHO, 1995). Kadar Pb dalam darah adalah merupakan suatu keseimbangan yang dinamis, antara pemaparan, retensi serta pelepasan. Pada pemaparan yang telah berlangsung lama, maka kadar Pb darah tersebut merupakan indikator yang terbaik.3 Ada beberapa bentuk keracunan timbal, yaitu keracunan akut, subakut dan kronis : Keracunan akut Keracunan akut Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak sengaja yang pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut mulai timbul 30 menit setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang timbul tergantung pada dosisnya. Keracunan biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam asam atau inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai rasa terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan muntahan yang berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat. Lidah berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis biru yang merupakan hasil dekomposisi protein karena bereaksi dengan gas Hidrogn Sulfida. Tinja penderita berwarna hitam karena mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi. Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas dan vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai (foot drop).4,6

Keracunan subakut

Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun dalam dosis kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada sistem syaraf yang lebih menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan ini kemudian akan diikuti dengan kejang kejang dan koma. Gejala umum meliputi penampilan yag gelisah, lemas dan depresi. Penderita sering mengalami gangguan sistem pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna merah. Dosis fatal : 20 - 30 gram. Periode fatal : 1-3 hari.4,6

Keracunan kronis Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan keracunan akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang terpapar timbal dalam bentuk garam pada berbagai industri, karena itu keracunan ini dianggap sebagai penyakit industri. seperti penyusun huruf pada percetakan, pengatur komposisi media cetak, pembuat huruf mesin cetak, pabrik cat yang menggunakan timbal, petugas pemasang pipa gas. Bahaya dan resiko pekerjaan itu ditandai dengan TLV 0,15 mikrogram/m3 , atau 0,007 mikrogram/m3 bila sebagai aerosol. Keracunan kronis juga dapat terjadi pada orang yang minum air yang dialirkan melalui pipa timbal, juga pada orang yang mempunyai kebiasaan menyimpan Ghee (sejenis makanan di India) dalam bungkusan timbal. Keracunan kronis dapat mempengaruhi system syaraf dan ginjal, sehingga menyebabkan anemia dan kolik, mempengaruhi fertilitas, menghambat pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat muncul kemudian.4

2.4

Toksisitas Pb Dosis Tendah terhadap Tingkah Laku Anak Dewasa ini sarana pencegahan pencemaran lingkungan telah berkembang

dengan

cepat sehubungan dengan

ditemukannya teknologi

industri dan

pengurangan penggunaan bahan penyebab pencemaran polutan Pb, termasuk mengurangi kandungan dalam beberapa industri seperti industri cat. Hal ini

menyebabkan

kasus keracunan Pb secara akut akan berkurang,

tetapi

kecenderungan keracunan kronis Pb masih merupakan kasus yang perlu diwaspadai ( Darmono,1994).3 Dalam penelitian Needleman dkk (1979) mempelajari pengaruh kronis toksisitas Pb pada anak umur 6-7 tahun berdasarkna analisis kandungan Pb pada giginya yang tanggal dan dikelompokkan menurut besarnya konsentrasi Pb. Konsentrasi Pb diatas 24 ppm Pb dan konsentrasi dibawah 6 ppm Pb, masingmasing sebagai kelompok kandungan Pb tinggi dan rendah. Hasil tes berdasarkan kecerdasan (IQ) menunjukkan bahwa anak yang kandungan Pb dalam giginya tinggi ternyata kecerdasan (IQ) lebih rendah dari pada yang konsentrasi Pb rendah. Penelitian selanjutnya dengan mempelajari fungsi dan kebiasaan dan penampilannya di sekolah pada anak umur 6-7 tahun. Ternyata hasil sangat nyata, dimana anak yang mempunyai kandungan Pb tinggi pada giginya menunjukkan resiko dikeluarkan dari sekolah karena tidak mampu mengikuti pelajaran. Anak yang menderita toksisitas Pb kronis tersebut menunjukkan kelemahan daya pikir, lamban, sulit menangkap pelajaran, sulir berkonsentrasi sehingga mereka tidak dapat melanjutkan sekolah ke tingkat lebih tinggi (Needleman dkk, 1990) Walaupun tidak menunjukkan gejala keracunan, tetapi pengaruhnya sangat mengkhawatirkan, baik berupa penurunan neurobihaviour maupun daya intelektualitasnya. Hasil penelitian tersebut masih dalam pertimbangan, karena biasanya anak yang menderita keracunan kronis Pb kebanyakan berasal dari keluarga yang kurang mampu yang dalam kehidupan sehari-hari kurang memperhatikan kualitas lingkungan.3

2.5

Diagnosis Keracunan timbal Diagnosis dapat dilakukan melalui pemeriksaan urine (jumlah koproporfirin

III meningkat ). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling dianjurkan sebagai screening test pada keracunan timbal. Kadar timbal dalam urin juga bisa membantu menegakkan diagnosis, ketika kadarnya diatas 0,2 mikrogram /liter,

dianggap sudah cukup bermakna untuk diagnosis keracunan timbal. Pemeriksaan sinar-x pada anak-anak untuk melihat garis yang radio-opak pada metafisis tulangtulang panjang bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis keracunan timbal.4 2.6 Manajemen dampak keracunan timah hitam 1. Pertolongan pertama keracunan timbal Untuk keracunan akut melalui saluran pencernaan misalnya, pasien sebaiknya segera dipindahkan agar tidak terpapar lagi dengan timbal. Bilas mulutnya dan berikan rangsangan untuk muntah ( untuk penderita yang sadar). Rujuklah segera ke bagian perawatan medis.6 2. Pendekatan teknis Timah hitam yang keluar dari knalpot dalam bentuk partikel yang sangat halus, adanya polutan Pb karena pada bensin diberikan bahan tambah berupa Pb (C2H5)4 yaitu Tetra Ethil Lead (TEL) sebagai upaya untuk meningkatkan angka oktan. Partikel Pb dapat mencemari tanaman pangan, dan bila hasil tanaman tersebut dikonsumsi manusia maka dapat menyebabkan keracunan.1 Untuk menghilangkan polutan Pb maka dapat dilakukan secara teknis yaitu dengan mengendalikan bahan bakar yang akan digunakan oleh kendaraan bermotor. Hal ini dapat dilakukan dengan menggantikan TEL dengan anti knocing yang lain yang tidak mengandung Pb. Dr Jurg grutter, peneliti pada Swisscontact, Swiss, menyatakan hal itu. Menurut pengamatannya, Pemerintah Honduras telah berhasil menghilangkan partikulat timah hitam dari kawasan udara hingga mendekati nol dalam waktu enam bulan. Itu terjadi sejak bensin tak bertimah hitam (Pb) dipakai pada seluruh kendaraan bermotor di negara itu. Dari situ Grutter mengambil kesimpulan bahwa pengalihan penggunaan bensin bertimah hitam ke bensin tidak bertimah hitam perlu terus didorong. Hal itu perlu dikembangkan di berbagai negara dengan suatu argumentasi, polusi udara oleh timah hitam jelas sangat mengganggu kesehatan dan merusak lingkungan.1

Mencari bahan alternatif juga merupakan solusi yang banyak ditawarkan. Bahan bakar tersebut dapat berupa bahan bakar gas (BBG). Di jakarta maupun di Surabaya cukup banyak kendaraan (taksi) yang menggunakan bahan bakar gas, karena selain polutannya yang rendah juga lebih ekonomis. Mobil listrik merupakan solusi program langit biru yang paling tepat karena tidak menggunakan motor bakar sebagai tenaga penggerak melainkan motor listrik sehingga emisinya nol.1 3. Pendekatan Planatologi, administrasi dan hukum Pemerintah mempunyai posisi yang paling strategis dalam upaya mengendalikan pencemaran Pb ini. Dengan wewenang yang dimiliki, pemerintah dapat menyusun tata kota dan rambu lalu lintas yang memungkinkan kendaraan dapat berjalan lancar, mengontrol polutan Pb secara berkala saat pajak kendaraan dan mengenakan sangsi bagi yang melanggar.1 Menurut hasil uji emisi kendaraan bermotor akhir juni 1996 di jakarta selama enam hari, diperoleh kesimpulan sementara, sebanyak 61 % kendaraan bermotor dinyatakan telah melampaui baku mutu emisi.1 Hukum sebagai salah satu sarana dalam upaya untuk mencegah dan menaggulangi akibat yang ditimbulkan emisi gas kendaraan bermotor, karena melalui peraturan perundang-undangan telah ditetapkan syarat-syarat yang harus dipatuhi oleh setiap warga masyarakat.1 Beberapa peraturan yang berhubungan dengan masalah tersebut adalah : A. UU No. 14 Tahun 1992 tentang angkutan jalan pada pasal 50 Untuk mencegah pencemaran udara yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotor wajib memenuhi persyaratan angkatan batas emisi gas buang. Setiap pemilik, pengusaha angkutan umum dan atau pengemudi kendaraan bermotor, wajib mencegah terjadinya pencemaran udara.

B. Kep. Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP 35/ MENLH/ 10/1993 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor. Dalam pasal 1 dinyatakan bahwa ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor adalah batas maksimum zat dalam bahan pencemaran yang telah dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor. Pasal 4 menetapkan bahwa batas emisi gas buang kendaraan bermotor ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam 5 tahun sekali. Persyaratan yang ditetapkan pemerintah melalui ketentuan di atas dimaksud sebagai upaya untuk pencegahan pencemaran udara yang bersifat preventif. 4. Pendekatan Edukatif Upaya mengurangi Pb dalam udara bukan hanya tugas pemerintah saja, melainkan tanggung jawab seluruh masyarakat. Untuk itu dapat dilakukan dengan cara :

Memberikan informasi secara intensif tentang dampak Pb pada kesehatan dan lingkungan serta cara bagaimana mengatasinya. Dengan mengetahui dampak tersebut diharapkan timbul kesadaran masyarakat untuk melakukan upaya mengatasinya.Seperti pada industri memasang scruber pada cerobong asap.1,5,6

Melakukan pendidikan pelatihan pada orang-orang yang potensial menjadi penyebab meningkatnya pencemaran Pb seperti pengemudi, pemilik kendaraan kendaraan.1 bermotor, mekanik/teknisi yang melakukan perawatan

Memberi pengertian kepada masyarakat agar lebih memperhatikan dalam pelestarian lingkungan seperti penanaman tumbuhan hijau di sepanjang jalan raya, dimana pohon berperanan dalam mengurangi pencemaran udara.3

Memberi penyuluhan dengan menaati peraturan kerja dan meningkatkan perhatian terhadap perlindungan dan kebersihan, melalui cara berikut5,6: Memelihara sirkulasi udara pada tempat kerja

Penggunaan masker dengan benar Perhatikan kebersihan tempat kerja Hindari polusi pada tempat istirahat Mencuci tangan sebelum makan Berkumur sebelum makan Tidak membawa makanan dan minuman ke tempat kerja

Cara mengemudi kendaraan mempengaruhi efisiensi kerja mesin dan pemakaian bahan bakar. Cara mengemudi yang menyebabkan pemakaian bahan bakar menjadi boros sehingga polusi tinggi antara lain : pengemudi memainkan pedal gas saat kendaraan berhenti di lampu pengatur lalu lintas, kaki selalu menempel pada pedal kopling sehingga kopling menjadi sedikit slip, pemilihan tingkat transmisi yang tidak tepat.1 Untuk megurangi penyebab pencemaran Pb dari cara mengemudi yang salah yaitu dengan cara :

Produsen harus memberi petunjuk bagaimana cara mengemudi

kendaraan dengan baik dan benar pada setiap kendaraan yang diproduksinya, sehingga pengemudi dapat mempelajarinya sebelum mengemudinya.1

Melalui media secara intensif, pemerintah (Dinas Lalu Lintas

Angkutan Jalan Raya) memberi himbauan kepada pengemudi pentingnya cara mengemudi yang benar.1

Menyelenggarakan pendidikan singkat tentang pengetahuan dan

ketrampilan dasar merawat dan mengemudikan kendaraan dengan baik dan benar pada pengemudi.1 Kedisiplinan pemilik kendaraan merawat secara berkala masih rendah, terutama pada kendaraan umum. Untuk meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan pemilik kendaraan melakukan perawatan dapat dilakukan dengan cara memberikan informasi yang tepat tentang keuntungan bila pemilik

melakukan perawatan kendaraan dengan benar, serta kerugian bila tidak melakukan perawatan dengan benar.1,2 5. Manusia Apabila kadar timah hitam dalam udara ambien telah melebihi baku mutu (2 ug/Nm3 dengan waktu pengukuran 24 jam) maka untuk mencegah dampak kesehatan dilakukan upaya-upaya5,6 : a) Menggunakan alat pelindung diri seperti masker. b) Mengurangi aktifitas diluar rumah.

BAB III KESIMPULANTimah hitam ( Pb ) merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan digunakan antara lain sebagai bahan produksi baterai dan amunisi, komponen pembuatan cat, pabrik tetraethyl lead, pelindung radiasi, lapisan pipa, pembungkus kabel, gelas keramik, barang-barang elektronik, tube atau container, bahan bakar juga dalam proses mematri.1,3,4,5 Bahan bakar kendaraan bermotor di Indonesia sampai saat ini nyaris semua masih mengandung konsentrasi timah hitam yang lebih tinggi dari ukuran minimum internasional. 1 . Kadar Pb di alam sangat bervariasi tetapi kandungan dalam tubuh manusia berkisar antara 100

400 mg.2,4,6 Pb memasuki tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran cerna, bahkan melalui kontak dermal. Namun jalur penting untuk paparan Pb terhadap manusia adalah melalui pernafasan (inhalasi).3 Pencemaran udara karena partikel debu biasanya menyebabkan penyakit pernafasan kronis seperti bronchitis kronis, emfiesma paru, asma bronchial dan bahkan kanker paru. Menurut Palar (1994), konsentrasi Pb yang tinggi di udara dapat mengganggu pembentukan sel darah merah. Gejala keracunan dini mulai ditunjukkan dengan terganggunya fungsi enzim untuk pembentukan sel darah merah, pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan lainnya seperti anemia, kerusakan ginjal, kerusakan syaraf bahkan dapat menurunkan IQ pada anak. 3,4 Diagnosis dapat dilakukan melalui pemeriksaan urine (jumlah koproporfirin III meningkat ). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling dianjurkan sebagai screening test pada keracunan timbal. Kadar timbal dalam urin juga bisa membantu menegakkan diagnosis, ketika kadarnya diatas 0,2 mikrogram /liter, dianggap sudah cukup bermakna untuk diagnosis keracunan timbal. Pemeriksaan sinar-x pada anak-anak untuk melihat garis yang radio-opak pada metafisis tulangtulang panjang bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis keracunan timbal.4 Keracunan timah hitam dapat ditanggulangi, pada keracunan akut melalui saluran pencernaan misalnya, pasien sebaiknya segera dipindahkan agar tidak terpapar lagi dengan timbal.6 Kemudian pengalihan penggunaan bensin bertimah hitam ke bensin tidak bertimah hitam, pendekatan dengan hukum melalui peraturan agar ditaati, serta memberikan edukasi kepada masyarakat secara intensif tentang dampak Pb pada kesehatan dan lingkungan serta cara bagaimana mengatasinya yaitu dengan memasang scruber pada cerobong asap, pelestarian lingkungan seperti penanaman tumbuhan hijau di sepanjang jalan raya, menaati peraturan kerja dan meningkatkan perhatian terhadap perlindungan dan kebersihan.1,5,6

BAB IV DAFTAR PUSTAKA1. Santi

DN.

Pencemaran

udara

oleh

timbal

hitam

(Pb)

serta

penanggulangannya (internet). Sumatra Utara: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara; 2001 (cited 2012 May 21). Available from: http://repository.usu.ac.id/.2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Internet). Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia; 2007 (cited 2012 May 21). Available from http://www.depkes.go.id/3. Sukmerri. Jurnal kesehatan masyarakat. Dalam : Dampak pencemaran

logam timah hitam (Pb) terhadap kesehatan. Edisi II. Padang; 2008. h. 200202

4. DR.P.V Chadha, Timbal, Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi 5, Penerbit

Widya Medika, Jakarta, 1995, 268 - 272.5. Jurnal lingkungan (internet). Jakarta; 2001 (cited 2012 May 22). Available

from: http://jurnallingkungan.wordpress.com/timah-hitam/.6. www.iosh.gov.tw/upload/netbook/pb/pbin.pdf

7. ejournal.unud.ac.id/abstrak/timah%20hitam.pdf8. Zulfikar. Persamaan Reaksi. www.chem-is-try.org. Diakses tanggal 22 Mei

2012.