makalah tentang imunisasi

60
BAB I PENDAHULUAN Tuhan menciptakan setiap makhluk hidup dengan kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar dirinya. Salah satu ancaman terhadap manusia adalah penyakit, terutama penyakit infeksi yang dibawa oleh berbagai macam mikroba seperti virus, bakteri, parasit, jamur. Tubuh mempunyai cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. Beberapa jenis penyakit seperti pilek, batuk, dan cacar air dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit itu. Tetapi bila kuman penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama pada anak-anak atau pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah) tidak mampu mencegah kuman itu berkembang biak, sehingga dapat mengakibatkan penyakit berat yang membawa kepada cacat atau kematian. Apakah yang dimaksudkan dengan sistem imun? Kata imun berasal dari bahasa Latin ‘immunitas’ yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap 1

Upload: felix-alexander-randy-susanto

Post on 26-Jul-2015

1.087 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Tentang Imunisasi

BAB I

PENDAHULUAN

Tuhan menciptakan setiap makhluk hidup dengan kemampuan untuk

mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar dirinya. Salah satu ancaman

terhadap manusia adalah penyakit, terutama penyakit infeksi yang dibawa oleh

berbagai macam mikroba seperti virus, bakteri, parasit, jamur. Tubuh mempunyai

cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. Beberapa jenis penyakit

seperti pilek, batuk, dan cacar air dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal

ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik

untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit itu. Tetapi bila kuman

penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama pada anak-anak atau pada

orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah) tidak mampu mencegah kuman

itu berkembang biak, sehingga dapat mengakibatkan penyakit berat yang membawa

kepada cacat atau kematian.

Apakah yang dimaksudkan dengan sistem imun? Kata imun berasal dari

bahasa Latin ‘immunitas’ yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan

kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban

sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini

kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan

terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun

adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang

dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan

benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam

tubuh.

Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh,

maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi.

Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat,

karena tubuh belum mempunyai "pengalaman." Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3

dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut

1

Page 2: Makalah Tentang Imunisasi

sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam

jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang

dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini

dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit

tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.

Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif

adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan

dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya

adalah imunisasi polio atau campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan

sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya

adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka

kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi

tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama

masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.

Pembahasan Masalah :

1. Pengertian Imunisasi

2. Penyakit – Penyakit Yang Ditimbulkan Pada Anak Yang Tidak Di Imunisasi

3. Imuniasi Mmr

4. Penyakit – Penyakit Yang Kemungkinan Akan Di Alami Bila Tidak

Mendapat Imunisasi Mmr.

5. Jadwal Pemberian Imunisasi

2

Page 3: Makalah Tentang Imunisasi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan

memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang

mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang

berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan

kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari

penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya.

Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem

kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap

serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi

harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat

membahayakan kesehatan dan hidup anak.

2.1.1 Tujuan Pemberian Imunisasi

Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk

mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan

bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang

dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri,

tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya.

2.1.2 Jenis – Jenis Imunisasi

1. BCG

2. Hepatitis B

3. Polio

4. DTP

5. Campak

3

Page 4: Makalah Tentang Imunisasi

1. Imunisasi BCG

Kepanjangan BCG ? Mungkin karena susah mengucapkannya makanya jarang

yang hafal kepanjangannya. Bacillus Calmette-Guerin. BCG adalah vaksin untuk

mencegah penyakit TBC, orang bilang flek paru. Meskipun BCG merupakan vaksin

yang paling banyak di gunakan di dunia (85% bayi menerima 1 dosis BCG pada

tahun 1993), tetapi perkiraan derajat proteksinya sangat bervariasi dan belum ada

penanda imunologis terhadap tuberculosis yang dapat dipercaya.

Royan said : maksudnya, kekebalan yang dihasilkan dari imunisasi BCG ini

bervariasi. Dan tidak ada pemerikasaan laboratorium yang bisa menilai kekebalan

seseorang pada penyakit TBC setelah diimunisasi. Berbeda dengan imunisasi

hepatitis B, kita bisa memeriksa titer anti-HBsAg pada laboratotrium, bila hasilnya >

10 μg dianggap memiliki kekebalan yang cukup terhadap hepatitis B.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan proteksi BCG

berkurang jika telah ada sensitisasi dengan mikobakteria lingkungan sebelumnya,

tetapi data ini tidak konsisten.

Royan said : maksudnya, kalau sih anak sudah kemasukkan kuman TBC

sebelum diimunisasi, proses pembentukan antibbodi setelah diimunisasi kurang

memuaskan.

Karena itu, BCG dianjurkan diberikan umur 2-3 bulan) atau dilakukan uji

tuberkulin dulu (bila usia anak lebih dari 3 bulan.IDAI) untuk mengetahui apakah

anak telah terinfeksi TBC atau belum (lihat jadwal imunisasi) Dan lagi, kekebalan

untuk penyakit TBC tidak diturunkan dari ibu ke anak (imunitas seluler), karena itu

anak baru lahir tidak punya kekebalan terhadap TBC. Makanya ibu-ibu harus segera

memberikan imunisasi BCG buat anaknya.

Perlu diketahui juga, derajat proteksi imunisasi BCG tidak ada hubungannya

dengan hasil tes tuberkulin sesudah imunisasi dan ukuran parut (bekas luka suntikan)

dilengan. Jadi tidak benar kalau parutnya kecil atau tidak tampak maka imunisasinya

dianggap gagal.

Imunsasi BCG diberikan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun,

dan 0,1 ml pada anak. Disuntikkan secara intrakutan.

4

Page 5: Makalah Tentang Imunisasi

Royan said : maksudnya disuntikkan ke dalam lapisan kulit (bukan di otot).

Bila penyuntikan benar, akan ditandai kulit yang menggelembung.

BCG ulang tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan. BCG tidak dapat

diberikan pada penderita dengan gangguan kekebalan seperti pada penderita lekemia

(kanker darah), anak dengan pengobatan obat steroid jangka panjang dan penderita

infeksi HIV.

(Sumber : system imun,imunisasi,dan penyakit imun. Prof.Dr.dr. A. Samik

Wahab, Spa(K). Widya Medika)

2. Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B ini juga merupakan imunisasi yang diwajibkan, lebih

dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Jika

menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak

lahir telah terinfeksi virud hepatitis B (VHB) dapat menyebabkan kelainan-kelainan

yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan

hati.

Banyak jalan masuk virus hepatitis B ke tubuh si kecil. Yang potemsial

melalui jalan lahir. Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi

darah. Bisa juga melali alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah

dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan yang

ada di klinik gigi. Bahkan juga bisa lewat sikat gigi atau sisir rambut yang digunakan

antar anggota keluarga.

Malangnya, tak ada gejala khas yang tampak secara kasat mata. Bahkan oleh

dokter sekalipun. Fungsi hati kadang tak terganggu meski sudah mengalami sirosis.

Anak juga terlihat sehat, nafsu makan baik, berat badan juga normal. Penyakit baru

diketahui setelah dilakukan pemeriksaan darah.

Upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota

keluarga dicurigai kena Virus Hepatitis B, biasanya dilakukan screening terhadap

anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau tidak. Selain itu,

imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya virus hepatitis B.

5

Page 6: Makalah Tentang Imunisasi

Jumlah Pemberian: Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan

pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.

Usia Pemberian Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat,

kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada

usia 1 bulan, dan usia 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB,

selain imunisasi tsb dilakukan tambahan dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam

waktu sebelum usia 24 jam.

Lokasi Penyuntikan: Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler.

Sedangkan pada bayi di paha lewat anterolateral (antero= otot-otot bagian depan,

lateral= otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa

mengurangi efektivitas vaksin.

Tanda Keberhasilan: Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan.

Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan

mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas

1000, berarti daya tahanya 8 tahun; diatas 500, tahan 5 tahun; diatas 200 tahan 3

tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara

bila angkanya 0 berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.

Tingkat Kekebalan: Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya setelah 3 kali

suntikan, lbih dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup.

Indikator Kontra: Tak dapat diberikan pada anak yang sakit berat

3. Polio

Imunisasi polio ada 2 macam, yang pertama oral polio vaccine atau yang

sering dilihat dimana mana yaitu vaksin tetes mulut. Sedangkan yang kedua

inactivated polio vaccine, ini yang disuntikkan. Kalo yang tetes mudah diberikan,

murah dan mendekati rute penyakit aslinya, sehingga banyak digunakan. Kalo yang

injeksi efek proteksi lebih baik tapi mahal dan tidak punya efek epidemiologis. Selain

itu saat ini MUI telah mengeluarkan fatwa agar pemakaian vaksin polio injeksi hanya

ditujukan pada penderita yang tidak boleh mendapat vaksin polio tetes karena daya

tahan tubuhnya lemah

6

Page 7: Makalah Tentang Imunisasi

Polio atau lengkapnya poliomelitis adalah suatu penyakit radang yang

menyerang saraf dan dapat menyebabkan lumpuh pada kedua kaki. Walaupun dapat

sembuh, penderita akan pincang seumur hidup karena virus ini membuat otot-otot

lumpuh dan tetap kecil.

Di wikipedia dijelaskan bahwa Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah.

Lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan

kaki layu yang berjalan dengan tongkat. Kaisar Romawi Claudius terserang polio

ketika masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya.

Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan

kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal

karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika

selama dasawarsa seusai Perang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang

tua’, karena menjangkiti anak-anak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di

sana para orang tua tidak membiarkan anak mereka keluar rumah, gedung-gedung

bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gereja tutup.

Virus polio menular secara langsung melalui percikan ludah penderita atau

makanan dan minuan yang dicemari.

Pencegahannya dengan dilakukan menelan vaksin polio 2 (dua) tetes setiap

kali sesuai dengan jadwal imunisasi.

4. DTP

Deskripsi Vaksin Jerap DTP adalah vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan

tetanus yang dimurnikan, serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi yang

teradsorbsi ke dalam 3 mg / ml Aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan

sebagai pengawet. Potensi vaksin per dosis tunggal sedikitnya 4 IU pertussis, 30 IU

difteri dan 60 IU tetanus.

Indikasi Untuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri, tetanus dan batuk

rejan.

Komposisi Tiap ml mengandung : Toksoid difteri yang dimurnikan 40 Lf

Toksoid tetanus yang dimurnikan 15 Lf B, pertussis yang diinaktivasi 24 OU

Aluminium fosfat 3 mg Thimerosal 0,1 mg

7

Page 8: Makalah Tentang Imunisasi

Dosis dan Cara Pemberian Vaksin harus dikocok dulu untuk

menghomogenkan suspensi. Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau

secara subkutan yang dalam. Bagian anterolateral paha atas merupakan bagian yang

direkomendasikan untuk tempat penyuntikkan. (Penyuntikan di bagian pantat pada

anak-anak tidak direkomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul). Tidak

boleh disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan reaksi lokal. Satu dosis

adalah 0,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus digunakan jarum suntik dan syringe

yang steril.

Di negara-negara dimana pertussis merupakan ancaman bagi bayi muda,

imunisasi DTP harus dimulai sesegera mungkin dengan dosis pertama diberikan pada

usia 6 minggu dan 2 dosis berikutnya diberikan dengan interval masing-masing 4

minggu. Vaksin DTP dapat diberikan secara aman dan efektif pada waktu yang

bersamaan dengan vaksinasi BCG, Campak, Polio (OPV dan IPV), Hepatitis B, Hib.

dan vaksin Yellow Fever.

Kontraindikasi Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan

suntikan pertama DTP. Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir

atau gejala-gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi dari

komponen pertussis. Imunisasi DTP kedua tidak boleh diberikan kepada anak yang

mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama DTP. Komponen pertussis harus

dihindarkan, dan hanya dengan diberi DT untuk meneruskan imunisasi ini. Untuk

individu penderita virus human immunodefficiency (HIV) baik dengan gejala

maupun tanpa gejala harus diberi imunisasi DTP sesuai dengan standar jadual

tertentu.

5. Campak

Imunisasi campak, sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak

dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin

menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi

penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah

gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya

8

Page 9: Makalah Tentang Imunisasi

campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu

biasanya tak akan terkena lagi.

Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet)

penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang

berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul

gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerahabn dan berair, si kecilpun merasa

silau saat melihat cahaya. Kemudian, disebelah dalam mulut muncul bintik-bintik

putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. satu-dua

hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5 derajat celcius.

Seiring dengan itu barulah muncul bercak-bercak merah yang merupakan ciri

khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil.

Awalnya haya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada,

muka, tangan dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini hanya di

beberapa bagian tibih saja dan tidak banyak.

Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan

sendirinya. Bercak merah pun akan berubah menjadi kehitaman dan bersisik, disebut

hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh

dengan sendirinya. Umumnya dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak

sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini tetaplah meminum obat yang

sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya

bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat

ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak.

Jika tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi

komplikasi, terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain

bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari.

Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru dan radang otak.

Komplikasi ini yang umumnya paing sering menimbulkan kematian pada anak.

Usia dan Jumlah Pemberian Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di

usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena

antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya

9

Page 10: Makalah Tentang Imunisasi

menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi

campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mump Rubella).

2.1.3 Efek Imunisasi

- Efek Imunisasi

Imunisasi memang penting untuk membangun pertahanan tubuh bayi. Tetapi,

orangtua masa kini seharusnya lebih kritis terhadap efek samping imunisasi yang

mungkin menimpa Si Kecil.

Pertahanan tubuh bayi dan balita belum sempurna. Itulah sebabnya pemberian

imunisasi, baik wajib maupun lanjutan, dianggap penting bagi mereka untuk

membangun pertahanan tubuh. Dengan imunisasi, diharapkan anak terhindar dari

berbagai penyakit yang membahayakan jiwanya.

Di lain pihak, pemberian imunisasi kadang menimbukan efek samping.

Demam tinggi pasca-imunisasi DPT, misalnya, kerap membuat orangtua was-was.

Padahal, efek samping ini sebenarnya pertanda baik, karena membuktikan vaksin

yang dimasukkan ke dalam tubuh tengah bekerja. Namun, kita pun tidak boleh

menutup mata terhadap fakta adakalanya efek imunisasi ini bisa sangat berat, bahkan

berujung kematian. Realita ini, menurut Departemen Kesehatan RI disebut "Kejadian

Ikutan Pasca Imunisasi"(KIPI). Menurut Komite Nasional Pengkajian dan

Penanggulangan (KN PP) KIPI, KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang

terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi.

- Tidak Ada yang Bebas Efek Samping

Menurut Komite KIPI, sebenarnya tidak ada satu pun jenis vaksin imunisasi

yang aman tanpa efek samping. Oleh karena itu, setelah seorang bayi diimunisasi, ia

harus diobservasi terlebih dahulu setidaknya 15 menit, sampai dipastikan tidak terjadi

adanya KIPI (reaksi cepat).

Selain itu, menurut Prof. DR. Dr. Sri Rejeki Hadinegoro SpA.(K), untuk

menghindari adanya kerancuan antara penyakit akibat imunisasi dengan yang bukan,

maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu.

10

Page 11: Makalah Tentang Imunisasi

"Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat. Dilihat dari gejalanya

pun, dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta

reaksi lainnya," terang Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

ini.

Pada umumnya, semakin cepat KIPI terjadi, semakin cepat gejalanya. Pada

keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (pasca-

vaksinasi rubella), bahkan 42 hari (pasca-vaksinasi campak dan polio). Reaksi juga

bisa diakibatkan reaksi simpang (adverse events) terhadap obat atau vaksin, atau

kejadian lain yang bukan akibat efek langsung vaksin, misalnya alergi. "Pengamatan

juga ditujukan untuk efek samping yang timbul akibat kesalahan teknik pembuatan,

pengadaan, distribusi serta penyimpanan vaksin. Kesalahan prosedur dan teknik

pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul kebetulan," demikian

Sri.

Penelitian Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM), AS,

melaporkan, sebagian besar KIPI terjadi karena faktor kebetulan. "Kejadian yang

memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik

pelaksanaan atau pragmatic errors)," tukas dokter yang berpraktek di RSUPN Cipto

Mangunkusumo ini.

Stephanie Cave MD, ahli medis yang menulis "Yang Orangtua Harus Tahu

tentang Vaksinasi Pada Anak" menyebutkan, peluang terjadinya efek samping vaksin

pada bayi dan anak-anak adalah karena mereka dijadikan target imunisasi massal oleh

pemerintah, pabrik vaksin, maupun dokter. Padahal, imunisasi massal yang memiliki

sikap "satu ukuran untuk semua orang" ini sangat berbahaya. Karena, "Setiap anak

adalah pribadi tersendiri, dengan bangun genetika, lingkungan sosial, riwayat

kesehatan, keluarga dan pribadi yang unik, yang bisa berefek terhadap cara mereka

bereaksi terhadap suatu vaksin," demikian Cave.

- Beberapa Kejadian Pasca-Imunisasi

11

Page 12: Makalah Tentang Imunisasi

Secara garis besar, tidak semua KIPI disebabkan oleh imunisasi. Sebagian

besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Untuk lebih jelasnya, berikut

ini beberapa faktor KIPI yang bisa terjadi pasca-imunisasi:

1. Reaksi suntikan

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusukan jarum suntik, baik

langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan

langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan.

Sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai

sinkope atau pingsan.

2. Reaksi vaksin

Gejala KIPI yang disebabkan masuknya vaksin ke dalam tubuh umumnya

sudah diprediksi terlebih dahulu karena umumnya "ringan". Misal, demam pasca-

imunisasi DPT yang dapat diantisipasi dengan obat penurun panas. Meski demikian,

bisa juga reaksi induksi vaksin berakibat parah karena adanya reaksi simpang di

dalam tubuh (misal, keracunan), yang mungkin menyebabkan masalah persarafan,

kesulitan memusatkan perhatian, nasalah perilaku seperti autisme, hingga resiko

kematian.

3. Faktor kebetulan

Seperti disebut di atas, ada juga kejadian yang timbul secara kebetulan setelah

bayi diimunisasi. Petunjuk "faktor kebetulan" ditandai dengan ditemukannya kejadian

sama di saat bersamaan pada kelompok populasi setempat, dengan karakterisitik

serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.

4. Penyebab tidak diketahui

Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke

dalam salah satu penyebab, maka untuk sementara dimasukkan ke kelompok

"penyebab tidak diketahui" sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya,

dengan kelengkapan informasi akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.

12

Page 13: Makalah Tentang Imunisasi

'Imunisasi itu Aman' Ilmu Pengetahuan atau Fiksi?

Keraguan tentang aman-tidaknya imunisasi bukan sesuatu yang mengada-ada.

Saat ini sudah ada puluhan ribu kejadian buruk akibat imunisasi yang dilaporkan, dan

puluhan ribu lainnya yang tidak dilaporkan. Pada anak-anak, imunisasi (dan

antibiotik) bertanggung jawab untuk sebagian besar reaksi negatif dibanding obat-

obat resep lainnya. Jadi realitanya, tidak ada obat yang aman untuk setiap anak. Dan,

beberapa obat lebih berbahaya daripada beberapa obat lainnya.

Keamanan imunisasi seharusnya berlandaskan pada ilmu pengetahuan yang

baik, bukan hipotesa, pendapat, keyakinan perorangan, atau pengamatan. Namun

faktanya, hingga kini banyak yang tidak diketahui para ilmuwan tentang cara kerja

imunisasi di dalam tubuh pada tingkat sel dan molekul. Tes yang memadai untuk

imunisasi juga tidak ada. Yang juga kurang, adalah pengertian tentang efek jangka

panjang dari imunisasi massal bagi bayi dan anak-anak. Yang diketahui adalah, sejak

akhir tahun 1950-an, ketika imunisasi massal mulai diwajibkan di Amerika Serikat,

telah terjadi peningkatan kasus kelainan sistem imun dan persarafan, termasuk

kesulitan memusatkan perhatian, asma, autisme, diabetes anak-anak, sindroma

keletihan menahun, kesulitan belajar, rematoid artritis, multipel sklerosis, dan

masalah kesehatan yang menahun lainnya.

Di Amerika Serikat dan tempat-tempat lain di dunia, adanya peningkatan

besar jumlah masalah medis yang terkait dengan imunisasi yang dilaporkan orangtua

dan profesional kedokteran, telah mencetuskan suatu gerakan yang menuntut

dilakukannya lebih banyak kajian yang lebih baik tentang potensi efek buruk jangka

panjang atau menahun dari imunisasi.

Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik

yang membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat.

Efek samping yang biasa terjadi adalah sebaagai berikut:

1. BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat

suntikan. Setelah 2–3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil

dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah ±10 mm. Luka akan sembuh

sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.

13

Page 14: Makalah Tentang Imunisasi

2. DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah

mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu

2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, kemerahan atau bengkak di tempat

suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan

pengobatan khusus, akan sembuh sendiri.Bila gejala diatas tidak timbul tidak

perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan

Imunisasi tidak perlu diulang.

3. POLIO : Jarang timbuk efek samping.

4. CAMPAK : Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4–10

hari sesudah penyuntikan.

5. HEPATITIS : Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.

Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan daripada efek penyakit

bila bayi tidak diimunisasi.

2.2 Penyakit – Penyakit Yang Ditimbulkan Pada Anak Yang Tidak Di Imunisasi

Imunisasi, tak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tapi juga ampuh untuk

mencegah dan menangkal timbulnya penyakit serta kematian pada anak-anak. Lalu

mengapa kadangkala orangtua kerap mengabaikan tindakan penting tersebut?

Bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati?

Sesuai dengan yang diprogramkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO

(Badan Kesehatan Dunia), Pemerintah Indonesia menetapkan ada 12 imunisasi yang

harus diberikan kepada anak-anak. 5 Diantaranya merupakan imunisasi yang wajib

diberikan sebab fungsinya adalah untuk mencegah anak dari serangan penyakit –

penyakit seperti :

1. Tuberkulosis (TBC)

Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya

di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah

satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang

maupun di negara maju

14

Page 15: Makalah Tentang Imunisasi

faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit

( resiko penyakit ).

Resiko Infeksi TB Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah :

anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis,

penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat.

2. Hepatitis B yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati

Penyakit hepatitis B pada bayi menjadi kronik jauh lebih besar (lebih dari 90

persen) dibandingkan kemungkinan pada orang dewasa. "Oleh karena itu, bagi bayi

vaksin hepatitis B mutlak perlu.

Ciri-ciri penderita hepatitis B umumnya tak diketahui secara jelas karena

penderita seperti orang sehat. Akibatnya ia tak segera menyadari dirinya telah tertular

virus hepatitis B, bahkan sudah menularkannya kepada orang lain. "Sebaiknya,

mereka yang memiliki gejala kuning pada mata, kulit, lesu, tak memiliki nafsu makan

serta sakit lambung-seperti maag yang tak sembuh dalam tempo enam bulan-segera

periksa ke dokter.

Virus hepatitis B diketahui sebagai salah satu virus yang paling mudah

menular. Bahkan, penularan virus ini 100 kali lebih menular daripada HIV (virus

penyebab AIDS), dan diperkirakan menginfeksi 10 kali lebih banyak daripada HIV.

Virus itu menyerang hati dan merusak organ tubuh secara tak langsung melalui

gangguan sistem kekebalan. Pada serangan tahap awal masih bisa disembuhkan jika

segera diobati. Namun, jika penyakit berkembang lebih berat maka ia akan mencapai

tahap hepatitis akut, sirosis (pengerasan hati), sampai kemudian mengakibatkan

munculnya kanker hati.

3. Penyakit polio. Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran

orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh.

Poliomyelitis atau Polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang

disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan

poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini

dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan

melemahnya otot dan kadang kelumpuhan. Kata Polio sendiri berasal dari bahasa

15

Page 16: Makalah Tentang Imunisasi

Yunani yaitu πολιομυελίτις, atau bentuknya yang lebih mutakhir

πολιομυελίτιδα, dari πολιός "abu-abu" dan μυελός "bercak". Virus Polio termasuk

genus enteroviorus, famili Picornavirus. Bentuknya adalah ikosahedral tanpa sampul

dengan genome RNA single stranded messenger molecule. Single RNA ini

membentuk hampir 30 persen dari virion dan sisanya terdiri dari 4 protein besar

(VP1-4) dan satu protein kecil (Vpg). Polio adalah penyakit menular yang

dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak

antarmanusia. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan

makanan atau minuman yang terkontaminasi feses.

Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan

amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi

dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus

terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Penyebab penyakit polio terdiri

atas tiga strain yaitu strain 1 (brunhilde) strain 2 (lanzig), dan strain 3 (Leon). Strain 1

adalah yang paling paralitogenik atau yang paling ganas dan sering kali menyebabkan

kejadian luar biasa atau wabah. Strain ini sering ditemukan di Sukabumi.

Sedangkan Strain 2 adalah yang paling jinak. Penyakit Polio terbagi atas tiga

jenis yaitu Polio non-paralisis, Polio paralisis spinal, dan Polio bulbar. -Polio non-

paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram

otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh. -Polio Paralisis

Spinal Jenis Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan

sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai.

Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari

satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling

sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan

diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh.

Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor -- yang

mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada

penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya

akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi

16

Page 17: Makalah Tentang Imunisasi

ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring

dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan

menghancurkan neuron motor.

Neuron motor tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang

berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat.

Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut

acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menye-

babkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen

(perut), disebut quadriplegia. -Polio Bulbar Polio jenis ini disebabkan oleh tidak

adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak

mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang

mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf

trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan

otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang

membantu proses menelan dan berbgai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan

rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan

yang mengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat

menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderta yang menderita polio

bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian

biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim

''perintah bernapas'' ke paru-paru.

Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan;

korban dapat ''tenggelam'' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan

atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum

masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita

telah menggunakan ''paru-paru besi'' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang

lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau

tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi,

paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-

17

Page 18: Makalah Tentang Imunisasi

paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan

kematian.

Penyakit Polio dapat ditularkan oleh infeksi droplet dari oro-faring (mulut dan

tenggorokan) atau dari tinja penderita yang telah terinfeksi selain itu juga dapat

menular melalui oro-fecal (makanan dan minuman) dan melalui percikan ludah yang

kemudian virus ini akan berkembangbiak di tengorokan dan usus lalu kemudian

menyebar ke kelenjar getah bening, masuk ke dalam darah serta menyebar ke seluruh

tubuh.

Penularan terutama sering terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui

fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang terjadi melalui oral-oral (mulut

ke mulut). Virus Polio dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan,

bahkan dapat sampai berkilo-kilometer dari sumber penularannya.

Penularan terutama terjadi akibat tercemarnya lingkungan leh virus polio dari

penderita yang telah terinfeksi, namun virus ini hidup di lingkungan terbatas. Virus

Polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan

larutan klor. Suhu yang tinggi dapat cepat mematikan virus tetapi pada keadaan beku

dapat bertahun-tahun masa hidupnya.

4. Penyakit campak (tampek)

Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi

virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis

(peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan

karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.

Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak.

Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam

kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada.

Penyebab Campak, rubeola, atau measles Adalah penyakit infeksi yang sangat

mudah menular atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari

pertama sejak munculnya ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus

campak). Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun

18

Page 19: Makalah Tentang Imunisasi

tenggorokan penderita campak (air borne disease ). Masa inkubasi adalah 10-14 hari

sebelum gejala muncul.

Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan

kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung

selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur

lebih dari 1 tahun - bayi yang tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa

muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.

Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: -

Panas badan - nyeri tenggorokan - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak

Koplik - nyeri otot - mata merah ( conjuctivitis )

2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik

Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah

timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang

mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam

tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping.

Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai,

sedangkan ruam di wajah mulai memudar.

Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta

suhu tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun,

penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.

Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama

beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak

ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.

5. Difteri, pertusis dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri yang menyerang

tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.

Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak.

Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan

bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang

membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga

ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.

19

Page 20: Makalah Tentang Imunisasi

Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri

gram positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.

Gejala utama dari penyakit difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang

merupakan hasil kerja dari kuman ini. Pseudomembran sendiri merupakan lapisan

tipis berwarna putih keabu abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung,

mulut sampai tenggorokan. Disamping menghasilkan pseudomembran, kuman ini

juga menghasilkan sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya

karena menyerang otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf (www.blogdokter.net).

Difteri dapat menyerang seluruh lapisan usia tapi paling sering menyerang

anak-anak yang belum diimunisasi. Pada tahun 2000, di seluruh dunia dilaporkan

30.000 kasus dan 3.000 orang diantaranya meninggal karena penyakit ini

Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti

menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan

hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya

punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan

(wikipedia.org).

Penyakit tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang terdapat di

tanah, kotoran hewan, debu, dan sebagainya. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh

manusia melalui luka yang tercemar kotoran. Di dalam luka bakteri ini akan

berkembang biak dan membentuk toksin (racun) yang menyerang saraf.

UNICEF (United Nations Children’s Fund/Dana PBB untuk Anak-Anak)

menyebutkan dalam situsnya bahwa tetanus sangat berisiko terkena pada bayi-bayi

yang dilahirkan dengan bantuan dukun bayi di rumah dengan peralatan yang tidak

steril; mereka juga beresiko ketika alat-alat yang tidak bersih digunakan untuk

memotong tali pusar dan olesan-olesan tradisional atau abu digunakan untuk menutup

luka bekas potongan (www.unicef.org). Angka kematian yang diakibatkan oleh

tetanus berkisar antara 15-25%.

Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi bakterial yang menyerang

sistem pernapasan yang melibatkan pita suara (larinks), trakea dan bronkial. Infeksi

ini menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan sehingga menyebabkan serangan

20

Page 21: Makalah Tentang Imunisasi

batuk yang parah. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang

bersarang di saluran pernapasan dan sangat mudah tertular (www.warmasif.co.id).

Pertusis dapat menyerang segala umur, 60 % menyerang anak-anak yang

berumur kurang dari 5 tahun. Penyakit ini akan menjadi serius jika menyerang bayi

berumur kurang dari 1 tahun. Biasanya pada bayi yang baru lahir dan keadaannya

menjadi lebih parah. Pada tahun 2000 diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000

kematian terjadi didunia yang diakibatkan oleh pertusis.

2.3 Imuisasi MMR

2.3.1 Defenisi

Imunisasi MMR adalah imunisasi kombinasi untuk mencegah penyakit

Campak, Campak Jerman dan Penyakit Gondong. Pemberian vaksin MMR biasanya

diberikan pada usia anak 16 bulan. Vaksin ini adalah gabungan vaksin hidup yang

dilemahkan. Semula vaksin ini ditemukan secara terpisah, tetapi dalam beberapa

tahun kemudian digabung menjadi vaksin kombinasi. Kombinasi tersebut terdiri dari

virus hidup Campak galur Edmonton atau Schwarz yang telah dilemahkan,

Componen Antigen Rubella dari virus hidup Wistar RA 27/3 yang dilemahkan dan

Antigen gondongen dari virus hidup galur Jerry Lynn atau Urabe AM-9.

2.3.2 Tujan

Tujuan diberikannya imunisasi MMR ini adalah untuk mencegah atau

mengurangi terjadinya infeksi pada anak yang disebabkan penyakit-penyakit,

gondongan dan rubela.

2.3.3 Efek Samping

Beberapa ahli memang ada yang mengkhawatirkan dengan pemberian MMR

ini, dapat memberikan autisme yang disebabkan pelarut MMR mengandung

Tiomersal, tetapi dugaan tersebut tidak terbukti. Seperti yang dikemukakan Andrew

Wakefield tahun 1998, MMR tidak terbukti menyebabkan autisme karena sampel

yang diteliti hanya pada 12 pasien. “Itulah sebabnya hingga sekarang, MMR tetap

21

Page 22: Makalah Tentang Imunisasi

aman untuk diberikan pada anak mengingat pentingnya imunisasi ini terhadap

perlindungan anak,” ungkapnya.

Pencegahan sindrom rubela congenital merupakan tujuan pemberian imunisasi

rubela. Rubela adalah penyakit yang cukup berbahaya apabila terjadi diawal

kehamilan, karena dapat menimbulkan kelainan jiwa, kelahiran prematur, dan cacat

bawaan.

Apabila cacat dari lahir, bayi dapat mengalami cacat dalam bentuk, tuli,

kelainan mata, kalainan jantung, kelainan saraf, mikrosefali, dan retardasi mental.

“Untuk menghindar penyakit ini, ibu-ibu harus memiliki kekebalan rubela sejak kecil,

sehingga diharapkan penyakit tersebut tidak akan terjadi pada bayi yang akan

dilahirkan.

2.4 Penyakit Yang Kemungkinan Akan Ada Bila Tidak Mendapat Imunisasi

MMR

Vaksin MMR merupakan vaksin yang diberikan kepada anak untuk mencegah

penyakit campak, gondongan, dan campak Jerman.

2.4.1 Bedanya campak biasa dan campak jerman itu apa?

Campak biasa, berbeda dari campak Jerman atau rubela. Campak Jerman

umumnya memiliki dampak lebih ringan dan tidak fatal. Umumnya pun terjadi pada

anak usia 5 sampai 14 tahun.

Memang gejalanya hampir sama dengan campak biasa, seperti flu, batuk,

pilek dan demam tinggi. Yang membedakan, bercak merah pada rubela tidak timbul

terlalu banyak dan tidak separah campak biasa, juga cepat menghilang dalam waktu 3

hari. Gejala lain, umumnya nafsu makan anak akan menurun karena terjadi

pembengkakan pada limpa.

Justru kita harus lebih khawatir bila rubela menyerang wanita hamil karena

virusnya bisa menular pada janin melalui plasenta. Bila janin tertular maka anak yang

dilahirkan akan mengalami sindrom rubela kongenital dengan kelainan-kelainan,

22

Page 23: Makalah Tentang Imunisasi

misalnya mata bayi mengalami katarak, tidak bisa mendengar, terjadi pengapuran di

otak, juga banyak terjadi anak-anak tumbuh dengan keterbelakangan perkembangan.

Setiap anak perempuan harus mendapat vaksinasi rubela. Hal ini untuk

mengantisipasi terjadinya rubela serta melindungi janin yang dikandungnya kelak.

Tak hanya pada perempuan, vaksinasi rubela pun penting bagi kaum pria. Gunanya

mencegah agar tidak terserang rubela dan menulari sang istri yang mungkin tengah

hamil nanti.

2.4.2 Tidak Adanya Hubungan Antara Terjadinya Autisme Dengan Imunisasi

Mmr

1. Akhir-akhir ini pada sebagian masyarakat tersebar informasi tentang dugaan

adanya hubungan antara autisme dengan imunisasiMMR (Measles, Mumps,

Rubella).

2. Imunisasi adalah pemberian vaksin pada tubuh seseorang dengan tujuan untuk

meningkatkan kekebalan terhadap penyakit infeksi tertentu. Pemerintah telah

melaksanakan Program Imunisasi sejak lebih dari 30 tahun yang lalu dan telah

berhasil menurunkan angka kesakitan dan angka kematian dari berbagai

penyakit menular. Program Imunisasi di Indonesia mencakup antara lain

pemberian vaksin untuk meningkatkan kekebalan bayi terhadap penyakit

tuberkolosa (vaksin BCG), difteria , batuk rejan, dan tetanus (vaksin DPT),

poliomyelitis (vaksin Polio), campak (vaksin Campak), dan hepatitis B

(vaksin Hepatitis B). Program Imunisasi juga mencakup pemberian vaksin

untuk meningkatkan kekebalan ibu dan bayi terhadap penyakit tetanus (vaksin

TT) dan peningkatan kekebalan anak sekolah dasar terhadap penyakit difteri

dan tetanus (vaksin DT).

3. Autisme adalah gangguan petumbuhan anak yang kronik dengan gejala utama

gangguan interaksi sosial, komunikasi, serta keterbatasan perhatian dan

aktifitas, biasanya terjadi pada usia di bawah 3 tahun.

4. Vaksin MMR merupakan vaksin yang diberikan kepada anak dengan maksud

untuk mencegah penyakit campak, gondongan dan campak Jerman (German

23

Page 24: Makalah Tentang Imunisasi

measles). Di Indonesia, vaksin MMR telah digunakan untuk imunisasi anak di

berbagai rumah sakit dan klinik, walaupun belum termasuk dalam jenis vaksin

yang digunakan dalam Program Imunisasi Nasional. Vaksin MMR yang

dipasarkan di Indonesia telah mendapat izin edar setelah dilakukan evaluasi

terhadap efektifitas, keamanan, dan mutu vaksin oleh Komite Nasional Penilai

Obat Jadi (KOMNAS POJ). Di negara-negara maju, vaksin MMR digunakan

secara luas untuk imunisasi anak.

5. Keamanan vaksin MMR telah dibuktikan dengan berbagai penelitian di luar

negeri. Penelitian yang dilakukan mencakup pengamatan pasca pemasaran

(post marketing surveillance) selama 30 tahun terhadap 250 juta dosis vaksin

MMR di lebih dari 40 negara di Eropa, Amerika Utara, Australia, dan Asia.

Laporan terakhir mengenai keamanan vaksin telah pula dilakukan di Finlandia

sejak tahun 1982 selama 14 tahun. Studi tersebut dilakukan pada 1,8 juta anak

yang menggunakan 3 juta dosis vaksin MMR. Pemantauan dilakukan terhadap

semua kejadian serius setelah imunisasi dan hasilnya menunjukkan tidak ada

laporan kasus autisme yang berhubungan dengan penggunaan vaksin MMR.

Hasil tersebut sesuai dengan Specific hypothesis driven studies yang pernah

dilakukan sebelumnya. Berdasarkan kajian tersebut diatas, Departemen

Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Badan Pengawas Obat dan Makanan,

dan Ikatan Dokter Anak Indonesia mengambil kesimpulan bahwa tidak ada

kaitan antara kejadian autisme pada anak dengan imunisasi MMR.

Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Badan Pengawas Obat Dan

Makanan, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia akan terus memantau dan

mengkaji efektifitas serta keamanan semua vaksin yang digunakan di

Indonesia, termasuk vaksin MMR. Masyarakat dan segenap tenaga kesehatan

di Indonesia diharapkan tidak perlu khawatir mengenai keamanan vaksin

MMR.

24

Page 25: Makalah Tentang Imunisasi

2.4.3 Imunisasi Penyebab Autis ? Kekawatiran Terhadap Thimerosal Dan Autis

Dr Widodo Judarwanto SpA

Dari waktu ke waktu jumlah penyandang spektrum Autis tampaknya semakin

meningkat pesat. Autis seolah-olah mewabah ke berbagai belahan dunia. Di beberapa

negara terdapat kenaikan angka kejadian penderita Autisme yang cukup tajam. Autis

adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya

gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan

interaksi sosial. Di Amerika Serikat disebutkan Autis terjadi pada 60.000 – 15.000

anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan angka kejadian autis 10-20

kasus dalam 10.000 orang.

Kontroversi yang terjadi akhir-akhir ini berkisar pada kemungkinan hubungan

Autis dengan imunisasi anak. Banyak orang tua menolak imunisasi karena

mendapatkan informasi bahwa beberapa jenis imunisasi khususnya kandungan

Thimerosal dapat mengakibatkan Autis. Akibatnya, anak tidak mendapatkan

perlindungan imunisasi untuk menghindari penyakit-penyakit justru yang lebih

berbahaya. Penyakit tersebut adalah hepatitis B, Difteri, Tetanus, pertusis, TBC dan

sebagainya. Banyak penelitian yang dilakukan secara luas ternyata membuktikan

bahwa Autis tidak berkaitan dengan thimerosal. Memang terdapat teori atau

kesaksian yang menunjukkan bahwa Autis dan berhubungan dengan thimerosal.

Thimerosal atau Thiomersal adalah senyawa merkuri organik atau dikenal

sebagai sodium etilmerkuri thiosalisilat, yang mengandung 49,6% merkuri. Bahan ini

digunakan sejak tahun 1930, sebagai bahan pengawet dan stabilizer dalam vaksin,

produk biologis atau produk farmasi lainnya. Thimerosal yang merupakan derivat

dari etilmerkuri, sangat efektif dalam membunuh bakteri dan jamur dan mencegah

kontaminasi bakteri terutama pada kemasan vaksin multidosis yang telah terbuka.

Selain sebagai bahan pengawet, thimerosal juga digunakan sebagai agen inaktivasi

pada pembuatan beberapa vaksin, seperti pertusis aseluler atau pertusis ”whole-cell”.

Food and Drug Administration (FDA) menetapkan peraturan penggunaan thimerosal

sebagai bahan pengawet vaksin yang multidosis untuk mencegah bakteri dan jamur.

Vaksin tunggal tidak memerlukan bahan pengawet. Pada dosis tinggi, merkuri dan

25

Page 26: Makalah Tentang Imunisasi

metabolitnya seperti etilmerkuri dan metilmerkuri bersifat nefrotoksis dan

neurutoksis. Senyawa merkuri ini mudah sekali menembus sawar darah otak, dan

dapat merusak otak.

WHO (Worls Health Organization), FDA (Food and Drug Administration),

EPA (US Enviromental Protection Agency), dan ATSDR Amerika Serikat (Agency

for Toxis Substances and Disease Registry) mengeluarkan rekomendasi tentang

batasan paparan etilmerkuri yang masih bisa ditoleransi antara 0,1 – 0,47 ug/kg berat

badan/hari. Kandungan yang ada di dalam vaksin adalah etilmerkuri bukan

metilmerkuri. Etilmerkuri hanya mempunyai paruh waktu singkat di dalam tubuh,

sekitar 1,5 jam, selanjutnya akan dibuang melalui saluran cerna. Sedangkan

metilmerkuri lebih lama berada di dalam tubuh.

Pendapat yang mendukung Autis berkaitan dengan Thimerosal : Terdapat

beberapa teori, penelitian dan kesaksian yang mengungkapkan Autisme mungkin

berhubungan dengan imunisasi yang mengandung Thimerosal. Toksisitas merkuri

pertama kali dilaporkan tahun 1960 di Minamata Jepang. Konsumsi ikan laut yang

tercemari limbah industri, sehingga kadar merkuri yang dikandung ikan laut tersebut

mencapai 11 mcg/kg dan kerang 36 mcg/kg (batas toleransi kontaminasi sekitar 1

mcg/kg). Penelitian pada binatang ditemukan efek neurotoksik etilmerkuri dan metil

merkuri. Ditemukan kadarnya di dalam otak cukup tinggi pada metil merkuri. Hal ini

menunjukkan bahwa merkuri dapat menembus sawar darah otak.

Saline Bernard adalah perawat dan juga orang tua dari seorang penderita

Autisme bersama beberapa orang tua penderita Autis lainnya melakukan pengamatan

terhadap imunisasi merkuri. Mereka bersaksi di depan US House of Representatif

(MPR Amerika) bahwa gejala yang diperlihatkan anak Autis hampir sama dengan

gejala keracunan merkuri. Beberapa orang tua penderita Autis di Indonesiapun,

berkesaksian bahwa anaknya terkena autis setelah diberi imunisasi

Penelitian dan rekomendasi yang menentang Thimerosal menyebabkan Autis

Sedangkan penelitian yang mengungkapkan bahwa Thimerosal tidak mengakibatkan

Autis juga lebih banyak lagi. Kreesten M. Madsen dkk dari berbagai intitusi di

denmark seperti Danish Epidemiology Science Centre, Department of Epidemiology

26

Page 27: Makalah Tentang Imunisasi

and Social Medicine, University of Aarhus, Denmark Institute for Basic Psychiatric

Research, Department of Psychiatric Demography, Psychiatric Hospital in Aarhus,

Risskov, National Centre for Register-Based Research, University of Aarhus,

Aarhus,Denmark, State Serum Institute, Department of Medicine, Copenhagen,

Denmark mengadakan penelitian bersama terhadap anak usia 2 hingga 10 tahun sejak

tahun 1970 hingga tahun 2000.

Mengamati 956 anak sejak tahun 1971 hingga 2000 anak dengan autis. Sejak

thimerosal digunakan hingga tahun 1990 tidak didapatkan kenaikkan penderita auitis

secara bermakna. Kemudian sejak tahun 1991 hingga tahun 2000 bersamaan dengan

tidak digunakannya thimerosal pada vaksin ternyata jumlah penderita Autis malah

meningkat drastis. Kesimpulan penelitian tersebut adalah tidak ada hubungan antara

pemberian Thimerazol dengan Autis.

Stehr-Green P dkk, Department of Epidemiology, School of Public Health and

Community Medicine, University of Washington, Seattle, WA, bulan Agustus 2003

melaporkan antara tahun 1980 hingga 1990 membandingkan prevalensi dan insiden

penderita autisme di California, Swedia, dan Denmark yang mendapatkan ekposur

dengan imunisasi Thimerosal. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa insiden

pemberian Thimerosal pada Autisme tidak menunjukkan hubungan yang bermakna.

Geier DA dalam Jurnal Americans Physicians Surgery tahun 2003, menungkapkan

bahwa Thimerosal tidak terbukti mengakibatkan gangguan neurodevelopment

(gangguan perkembangan karena persarafan) dan penyakit jantung. Melalui forum

National Academic Press tahun 2001, Stratton K dkk melaporkan tentang keamanan

thimerosal pada vaksin dan tidak berpengaruh terhadap gangguan gangguan

neurodevelopment (gangguan perkembangan karena persarafan).

Hviid A dkk dalam laporan di majalah JAMA 2004 mengungkapkan

penelitian terhadap 2 986 654 anak pertahun didapatkan 440 kasus autis. Dilakukan

pengamatan pada kelompok anak yang menerima thimerosal dan tidak menerima

thimerosal. Ternyata tidak didapatkan perbedaan bermakna. Disimpulkan bahwa

pemberian thimerosal tidak berhubungan dengan terjadinya autis.

27

Page 28: Makalah Tentang Imunisasi

Menurut penelitian Eto, menunjukkan manifestasi klinis autis sangat berbeda

dengan keracunan merkuri. Sedangkan Aschner, dalam penelitiannya menyimpulkan

tidak terdapat peningkatan kadar merkuri dalam rambut, urin dan darah anak Autis.

Pichichero melakukan penelitian terhadap 40 bayi usia 2-6 bulan yang diberi vaksin

yang mengandung thimerosal dan dibandingkan pada kelompok kontrol tanpa diberi

thimerosal. Setelah itu dilakukan evaluasi kadar thimerosal dalam tinja dan darah

bayi tersebut. Ternyata thimerosal tidak meningkatkan kadar merkuri dalam darah,

karena etilmerkuri akan cepat dieliminasi dari darah melalui tinja. Selain itu masih

banyak lagi peneliti melaporkan hasil yang sama, yaitu thimerosal tidak

mengakibatkan Autis.

Bagaimana sikap kita sebaiknya ? Bila menyimak dan mengetahu kontroversi

tersebut tanpa memahami dengan jelas, maka masyarakat awam bahkan beberapa

klinisipun jadi bingung. Bila terpengaruh oleh pendapat yang mendukung keterkaitan

Autis dan imunisasi tanpa melihat fakta penelitian lainnya yang lebih jelas. Maka,

akan mengabaikan imunisasi dengan segala akibatnya yang jauh lebih berbahaya

pada anak. Penelitian dalam jumlah besar dan luas tentang Thimerosal tidak

mengakibatkan Autis secara epidemiologis lebih bisa dipercaya untuk menunjukkan

sebab akibat. Laporan beberapa penelitian dan kasus jumlahnya relatif tidak

bermakna dan dalam populasi yang kecil. Hanya menunjukan kemungkinan

hubungan tidak menunjukkan sebab akibat. Beberapa institusi atau badan kesehatan

dunia yang bergengsi pun telah mengeluarkan rekomendasi untuk tetap meneruskan

pemberian imunisasi MMR. Hal ini juga menambah keyakinan bahwa memang

Thimerosal dalam vaksin memang benar aman.

Walaupun paparan merkuri terjadi pada setiap anak, namun hanya sebagian

kecil saja yang mengalami gejala Autis. Peristiwa tersebut mungkin berkaitan dengan

teori genetik, salah satunya berkaitan dengan teori Metalotionin. Metalothionein

merupakan suatu rantai polipeptida liner tediri dari 61-68 asam amino, kaya sistein

dan memiliki kemampuan untuk mengikat logam. Pada penderita Autis tampaknya

didapatkan adanya gangguan metabolisme metalotionin. Gangguan metabolisme

tersebut dapat mengakibatkan gangguan ekskresi (pengeluaran) logam berat (merkuri

28

Page 29: Makalah Tentang Imunisasi

dll) dari tubuh anak autis. Gangguan itu mengakibatkan peningkatan logam berat

dalam tubuh yang dapat mengganggu otak, meskipun anak tersebut menerima

merkuri dalam batas yang masih ditoleransi.

Pada anak sehat bila menerima merkuri dalam batas toleransi, tidak

mengakibatkan gangguan. Melalui metabolisme metalotionin pada tubuh anak, logam

berat tersebut dapat dikeluarkan oleh tubuh. Tetapi pada anak Autis terjadi gangguan

metabolisme metalotionin.Kejadian itulah yang menunjukkan bahwa imunisasi yang

mengandung thimerosal harus diwaspadai pada anak yang beresiko Autis, tetapi tidak

perlu dikawatirkan pada anak normal lainnya.

Penelitian atau pendapat beberapa kasus yang mendukung keterkaitan

Autisme dengan imunisasi, tidak boleh diabaikan bergitu saja. Sangatlah bijaksana

untuk lebih waspada, bila anak sudah mulai tampak ditemukan penyimpangan

perkembangan atau perilaku sejak dini. Dalam kasus tersebut untuk mendapatkan

imunisasi yang mengandung Thimerosal harus berkonsutlasi dahulu dengan dokter

anak. Mungkin harus menunda dahulu imunisasi yang mengandung thimerosal

sebelum dipastikan diagnosis Autis dapat disingkirkan. Dalam hal seperti ini, harus

dipahami dengan baik resiko, tanda dan gejala autis sejak dini.

Bila anak tidak beresiko atau tidak menunjukkan tanda tanda dini terjadinya

Autis maka tidak perlu kawatir untuk mendapatkan imunisasi tersebut. Kekawatiran

terhadap imunisasi tanpa didasari pemahaman yang baik, akan menimbulkan

permasalahan kesehatan yang baru pada anak kita. Dengan menghindari imunisasi,

beresiko terjadi akibat berbahaya dan dapat mengancam jiwa. Bila anak terkena

infeksi yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi.

2.5 Jadwal Pemberian Imunisasi

1. Jadwal pemberian Vaksin Hepatitis B diberikan dalam satu seri yang terdiri

dari 3 kali suntik.

Pertama : Bila ibu adalah pembawa virus dalam darahnya, maka

vaksin harus diberikan paling lama 12 jam setelah lahir. Tetapi bila ibu

29

Page 30: Makalah Tentang Imunisasi

bukan pembawa virus, bisa diberikan pada kontrol di bulan pertama

atau kedua.

Kedua : Kalau yang pertama diberikan segera setelah lahir, yang kedua

diberikan antara bulan pertama dan kedua. Bila yang pertama

diberikan setelah sebulan, maka yang kedua diberikan antara bulan

ketiga dan keempat.

Ketiga : Diberikan pada usia 6 bulan untuk yang mendapatkan vaksin

pertama sebelum usia 1 bulan. Untuk yang mendapatkan vaksin

pertama setelah usia 1 bulan, diberikan pada usia antara 6 s/d 18 bulan.

Resiko yang mungkin timbul Resiko serius yang berkaitan dengan

pemberian vaksin HBV sangat jarang terjadi. Biasanya efek samping

hanya bagian bekas suntik menjadi kemerah-merahan.

Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan

ringan. Bila ada reaksi alergi serius terhadap suntikan vaksin.

Setelah pemberian Setelah vaksinasi panas badan anak mungkin naik,

dan juga daerah sekitar bekas suntikan menjadi merah. Untuk itu anda

bisa memakai obat penurun panas (Tempra, Sanmol, dll), dan kompres

dengan air hangat bagian bekas suntikan.

2. Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari 5 kali suntik.

Yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15 s/d 18 bulan dan terakhir saat

sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun). Dianjurkan untuk mendapatkan

vaksin Td (penguat terhadap difteri dan tetanus) pada usia 11 s/d 12 tahun

atau paling lambat 5 tahun setelah imunisasi DTP terakhir. Setelah itu

direkomendasikan untuk mendapatkan Td setiap 10 tahun.

Resiko yang mungkin timbul Seringkali pemberian vaksin ini

menimbulkan panas badan ringan atau panas di sekitar bekas suntikan

yang diakibatkan oleh komponen pertussis dalam vaksin.

Menunda pemberian : Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan

ringan. Bila anak memiliki kelainan syaraf atau tidak tidak tumbuh

secara normal, komponen pertussis dari vaksin dianjurkan untuk tidak

30

Page 31: Makalah Tentang Imunisasi

diberikan danhanya DT (difteri & tetanus) saja. Bila setelah

mendapatkan vaksin DTP (DTaP) timbul gejala seperti dibawah

konsultasikan dengan dokter anak sebelum mendapatkan vaksin

lainnya : kejang-kejang dalam 3 s/d 7 hari setelah imunisasi kejang-

kejang yang makin memburuk dibanding sebelumnya apabila pernah

mengalaminya reaksi alergi kesulitan makan atau gangguan pada

mulut, tenggorokan atau muka panas badan lebih dari 40 derajat

Celcius (105 derajat Fahrenheit) pingsan dalam 2 hari pertama setelah

imunisasi terus menangis lebih dari 3 jam di 2 hari pertama setelah

imunisasi

Setelah pemberian : Anak mungkin mengalami panas badan ringan

dan atau kemerah-merahan di sekitar bekas suntikan. Untuk mencegah

panas badan kadangkala dokter anak memberikan resep obat sebelum

imunisasi. Segera hubungi dokter anak anda apabila timbul gejala-

gejala seperti diatas.

3. HIB (Haemophilus Influenza Tipe B) Jadwal pemberian Diberikan pada usia

2 bulan, 4 bulan dan sekitar 6 bulan. Setelah itu diberikan sebagai penguat

pada usia 12 s/d 15 bulan.

Resiko yang mungkin timbul Sangat sedikit sekali efek sampingan

yang pernah ditemukan, kecuali kemerah-merahan dan nyeri pada

bagian bekas suntikan atau panas badan ringan.

Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan

ringan. Bila ada reaksi alergi setelah imunisasi, maka pemberian

vaksin Hib berikutnya harus dihentikan.

Setelah pemberian Persiapkan obat-obatan untuk penurun panas badan

ringan.

4. POLIO Jadwal pemberian Diberikan pada usia 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan, 12

s/d 18 bulan dan saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun). Imunisasi

pertama dan kedua adalah IPV sedang dua terakhir dengan OPV. Namun

apabila tidak ada gangguan dianjurkan untuk mendapatkan vaksin semuanya

31

Page 32: Makalah Tentang Imunisasi

secara IPV. Untuk itu konsultasikan dengan dokter anak anda mana yang

terbaik untuk kasus anak anda.

Resiko yang mungkin timbul Bagi anda yang belum pernah

mendapatkan imunisasi polio pada saat balita dianjurkan untuk

imunisasi dengan IPV sebelum anak anda mendapatkan vaksin polio

secara OPV. Ini untuk mencegah penularan virus polio hidup yang

terkandung dalam vaksin OPV ke anda.

Menunda pemberian Apabila anak memiliki gangguan kekebalan

tubuh, vaksin IPV lebih baik daripada OPV. Sebagai catatan, untuk

anak-anak tipe ini harus dihindari kontak dengan anak lain yang baru

saja menerima vaksin OPV sampai sekitar 2 minggu setelah vaksinasi.

Vaksin IPV tidak boleh diberikan kepada anak yang memiliki alergi

serius terhadap antibiotika neomycin atau streptomycin. Untuk itu

sebaiknya diberikan vaksin tipe OPV.

Setelah pemberian Untuk IPV, sering menimbulkan panas badan

ringan dan nyeri atau kemerah-merahan di sekitar bekas suntikan.

Untuk OPV tidak ada gejala pasca imunisasi apapun.

5. BCG Jadwal pemberian Diberikan satu kali pada usia 2 bulan.

Resiko yang mungkin timbul Jarang ditemui adanya reaksi berlebihan

terhadap vaksin ini.

Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan

ringan.

Setelah pemberian Seperti vaksin lainnya cukup siapkan obat penurun

panas, apabila tidak ada gejala lain yang serius.

6. MMR / CAMPAK Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri

dari dua kali pemberian. Yaitu pada usia 12 s/d 15 bulan dan saat sebelum

masuk sekolah (4 s/d 6 tahun) atau pada usia 11 s/d 12 tahun.

Resiko yang mungkin timbul Jarang sekali timbul masalah serius

akibat vaksin ini.

32

Page 33: Makalah Tentang Imunisasi

Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan

ringan. Bila memiliki alergi terhadap telur atau antibiotika neomycin.

Bila menerima gamma globulin dalam selang waktu 3 bulan sebelum

imunisasi. Bila memiliki gangguan kekebalan tubuh akibat kanker atau

sedang menjalani terapi kemo atau radiasi.

Setelah pemberian Seperti vaksin lainnya cukup siapkan obat penurun

panas, apabila tidak ada gejala lain yang serius.

Tabel jadwal imunisasi umum

JADWAL PEMBERIAN

JENIS VAKSIN

Waktu Lahir BCG, HEPATITIS B (DOSIS I)

Umur 1 bulan HEPATITIS B (DOSIS II)

Umur 2 bulan DPT dan POLIO (DOSIS I)

Umur 3 bulan DPT dan POLIO (DOSIS II)

Umur 4 bulan DPT dan POLIO (DOSIS III)

Umur 5 bulan POLIO (DOSIS IV)

Umur 6 bulan HEPATITIS (DOSIS III)

Umur 9 bulan CAMPAK

Umur 15 bulan MMR

Umur 18 bulanDPT (DOSIS IV), POLIO (DOSIS

V)

Kelas 1 SD DT (DOSIS I dan II)

33

Page 34: Makalah Tentang Imunisasi

BAB III

PENUTUP

Imunisasi merupakan hal yang terpenting dalam usaha melindungi kesehatan

anak anda. Imunisasi bekerja dengan cara merangsang timbulmya kekebalan tubuh

yang akan melindungi anak anda dari penyakit-penyakit sebagai berikut: polio,

campak, gondongan, campak Jerman, influenza, tetanus, difteri dan pertusis (batuk

rejan).

Tanpa pemberian vaksin, jumlah kematian anak-anak yang ditimbulkan oleh

penyakit tersebut meningkat dan banyak orang yang mengalami komplikasi kronik

setelah menderita penyakit tersebut.

3.1 kesimpulan

Imunisasi bertujuan untuk merangsang system imunologi tubuh untuk

membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan

penyakit. (Musa, 1985). Walaupun cakupan imunisasi tidak sama dengan 100% tetapi

sudah mencapai 70% maka anal-anak yang tidak mendapatkan imunisasi pun akan

terlindungi oleh adanya suatu “herd immunity”.

Berdasarkan hasil penelitian Ibrahim (1991), menyatakan bahwa bila

imunisasi dasar dilaksanakan dengan lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat

menguragi angka kesakitan dan kematian balita sekitar 80-95%. Pengertian teratur

dalam hal ini adalah teratur dalam mentaati jadwal dan jumlah frekuensi imunisasi,

sedangkan yang dimaksud imunisasi dasar lengkap adalah telah mendapat semua

jenis imunisasi dasar (BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali dan Campak 1 kali) pada

waktu anak berusia kurang dari 11 bulan. Imunisasi dasar yang tidak lengkap,

maksimal hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%. Sedangkan anak yang

sama sekali tidak diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih rendah lagi.

Pemberian tetanus toksoid pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya tetanus

neonatorum pada bayi baru lahir yang ditolong dengan tidak steril dan pemotongan

34

Page 35: Makalah Tentang Imunisasi

tali pusat memakai alat tidak steril. Imunisasi terhadap difteri dan pertusis dimulai

sejak umur 2-3 bulan dengan selang 4-8 minggu sebanyak 3 kali akan memberikan

perlindungan mendekati 100% sampai anak berusia 1 tahun. Imunisasi campak

diberikan 1 kali akan memberikan perlindungan seumur hidup. Imunisasi

poliomyelitis dapat memberikan perlindungan seumur hidup apabila telah diberikan 4

kali. (Ibrahim, 1991).

Vaksin sebagai suatu produk biologis dapat memberikan efek samping yang

tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak selalu sama reaksinya antara penerima yang

satu dengan penerima lainnya. Efek samping imunisasi yang dikenal sebagai

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following

Immunization (AEFI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima

imunisasi yang diduga berhubungan dengan imunisasi. Penyebab kejadian ikutan

pasca imunisasi terbagi atas empat macam, yaitu kesalahan program/tehnik

pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan dan penyebab tidak

diketahui. Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala lokal dan

sistemik. Gejala lokal seperti nyeri, kemerahan, nodelle/ pembengkakan dan indurasi

pada lokasi suntikan. Gejala sistemik antara lain panas, gejala gangguan pencernaan,

lemas, rewel dan menangis yang berkepanjangan.

3.2 Saran

1. Tingkat pendidikan ibu tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.

2. Jarak rumah ke Puskesamas tidak mempunyai pengaruh terhadap kelengkapan

imunisasi dasar pada bayi.

3. Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan

imunisasi dasar, yang berarti bahwa semakin baik pengetahuan ibu tentang

manfaat imunisasi akan berpengaruh meningkatkan kelengkapan imunisasi

dasar pada bayi.

35

Page 36: Makalah Tentang Imunisasi

4. Motivasi ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan imunisasi

dasar. Yang berarti bahwa semakin baik motivasi ibu akan berpengaruh

meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.

5. Tenaga Kesehatan Berupaya untuk meningkatan pengetahuan ibu tentang

manfaat imunisasi dasar bagi bayi sehingga ibu yang mempunyai bayi

berusaha meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi melalui

penyuluhanpenyuluhan di masyarakat.

6. Berupaya untuk meningkatan motivasi ibu dengan memberikan informasi

tentang imunisasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan bayi dan

meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi.

7. Ibu yang mempunyai bayi Agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang

manfaat imunisasi bagi anaknya. Agar mempunyai motivasi yang besar dalam

meningkatkan kesehatan bayi dan keluarganya

8. Peneliti selanjutnya Diharapkan dapat menambah jumlah responden, lebih

mespesifikkan jenis imunisasi, meneliti dengan variabel bebas yang baru, dsb.

9. Diharapkan peneliti selanjutnya agar meneliti dengan menggunakan metode

eksperimen dalam bentuk penyuluhan kesehatan.

10. Dapat menjadi informasi dan data sekunder dalam pengembangan penelitian

selanjutnya.

36

Page 37: Makalah Tentang Imunisasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Agung, I Gusti Ngurah, 2001. Statistika Analisis Hubungan Kausal

Berdasarkan Data Kategorik. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.

2. http://eprints.ums.ac.id/888/1/2008v1n1-02.pdf

3. http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=15&id=4

4. http://syehaceh.wordpress.com/2008/05/12/imunisasi-dan-faktor-yang-

mempengaruhinya/

5. http://www.ictjogja.net/kesehatan/C5_1.htm

6. http://vinadanvani.wordpress.com/2008/02/20/jenis-imunisasi-yang-

diawajibkan-dan-dianjurkan/

7. http://m.infeksi.com/articles.php?lng=en&pg=15&id=13

8. http://www.litbang.depkes.go.id/~djunaedi/documentation/vol.32_No.2/

imunisasi.pdf

9. www.google.com

37