makalah struma 2013 dr dr koernia swa oetomo sp b
DESCRIPTION
Makalah STRUMA 2013 Dr dr Koernia Swa Oetomo Sp B SMF Bedah RSU Haji Surabaya ini berisi tentang anatomi, patofisiologi, diagnosa, dan penatalaksanaan Struma.TRANSCRIPT
MAKALAH
STRUMA
Penyusun :
Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, SpB. FINACS(K)TRAUMA.FICS
SMF BEDAH RSU HAJI SURABAYA
2013
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan rahmat dan
hidayahNya sehingga saya telah dapat menyelesaikan makalah “STRUMA”.
Makalah ini berisi tentang anatomi, patofisiologi, diagnosa, dan penatalaksanaan
Struma.
Selama penyusunan makalah ini, penyusun telah banyak mendapatkan
bantuan yang tidak sedikit dari beberapa pihak, sehingga dalam kesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman sejawat
dokter bedah di SMF Bedah RSU Haji Surabaya yang telah mau berbagi
pengalaman dalam menangani kasus Struma.
Penyusun menyadari bahwa selama dalam penyusunan mmakalah ini jauh
dari sempurna dan banyak kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah.
Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun
khususnya dan teman-teman semua di masa yang akan datang.
Surabaya, Maret 2013
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4
2.1 Embriologi ......................................................................................................... 4
2.2 Anatomi..................................................................................................................... 5
2.3 Histologi ............................................................................................................. 9
2.4 Fisiologi ................................................................................................................ 10
2.5 Definisi .................................................................................................................... 22
2.6 Patogenesis .............................................................................................................. 23
2.7 Klasifikasi ............................................................................................................... 25
2.8 Diagnosa ........................................................................................................... 30
2.9 Penatalaksanaan. ............................................................................................ 46
2.10 Struma Non Toksik ......................................................................................... 48
2.11 Struma Toksik ................................................................................................. 53
2.12 Tumor............................................................................................................... 59
2.13 Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas. .................................................. 68
iii
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 69
1
BAB I
BAB I PENDAHULUAN
Pada keadaan normal kelenjar tiroid demikian kecil, hingga tidak
mempengaruhi bentuk leher. Adakalanya terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid
yang disebut dengan struma. Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba
suatu nodul maka pembesaran ini disebut struma nodosa.7
Struma mudah ditemukan, karena segera terlihat dan dapat diraba (68% oleh
penderita dan 90% oleh pemeriksa), tetapi justru sulit ditetapkan penyebabnya dan
tidak bermaknanya kelainan anatomi (struma) dengan perubahan fungsi yang
terjadi. 7
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa
gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.8
Sistem endokrin adalah sistem kelenjar penghasil mediator kimia yang
bekerja jauh dari sistem atau organ asalnya, yang disebut hormon. Berbeda
dengan sistem endokrin, sekret dari sistem ini dicurahkan langsung ke peredaran
darah tanpa melalui saluran atau duktus. Yang termasuk kelenjar endokrin adalah
hipotalamus, kelenjar hipofisis anterior dan posterior, kelenjar tiroid, kelenjar
paratiroid, pulau Langerhans pancreas, korteks dan medulla kelenjar suprarenal,
ovarium, testis, dan sel endokrin di saluran cerna yang disebut precursor uptake
and decarboxylation (APUD).26
Ilmu bedah endokrin adalah ilmu bedah yang mempelajari pembedahan
pada pembesaran gangguan fungsi atau tumor kelenjar endokrin. Kelenjar
endokrin dapat menghasilkan hormon secara berlebihan, seperti pada penyakit
Graves yang terjadi akibat hiperfungsi kelenjar tiroid, atau menghasilkan terlalu
sedikit hormon, seperti pada miksedema sebagai akibat hipofungsi kelenjar tiroid.
Kelenjar endokrin juga dapat membesar atau mengecil, atau berubah menjadi
neoplasma. Keadaan tersebut dapat terjadi secara bersamaan atau sendiri-sendiri.
Kelainan endokrin mempunyai cirri khusus, yaitu kelainannya dapat berupa
gangguan fungsi kelenjar saja tanpa kelainan anatomi. Gejala dan tanda umum
2
yang timbul pada sistem atau organ di tempat lain tidak bersifat spesifik.
Pemeriksaan kelainan fungsi ini sangat bergantung pada interpretasi hasil
pemeriksaan biokimia dan hormon, dan sering tidak bergantung pada hasil
pemeriksaan terhadap kelenjar itu sendiri.26
Pembedahan kelenjar endokrin biasanya ditujukan untuk memperbaiki atau
mengembalikan fungsi normal kelenjar. Misalnya hiperplasia kelenjar paratiroid
yang memperlihatkan gejala hiperkalsemia akibat supresi parathormon berlebihan
yang dapat didiagnosis semata-mata berdasarkan pemeriksaan biokimia khusus.
Pembedahan ditujukan untuk mengambil sebagian jaringan kelenjar untuk
mengurangi kelebihan sekresi hormon. Pembedahan dikatakan berhasil bila kadar
kalsium serum kembali ke batas normal. Jika reseksi tidak adekuat, hiperkalsemia
akan tetap ada. Sebaliknya jika terlalu banyak, kelenjar paratiroid yang diangkat,
akan terjadi hipoparatiroidisme. Pembedahan endokrin menuntut kerja sama yang
baik antara dokter spesialis bedah, dokter spesialis endokrinologi, dan dokter ahli
biokimia.26
Kelenjar tiroid termasuk bagian tubuh yang jarang mengalami keganasan
yaitu sekitar 3-5 persen dari semua tumor maligna. Tetapi diantara kelenjar
endokrin, keganasan tiroid termasuk jenis keganasan kelenjar endokrin yang
paling sering ditemukan yaitu sekitar 90 persen. Insidensnya lebih tinggi di negara
dengan struma endemik, terutama jenis yang tidak berdiferensiasi. Kanker tiroid
didapat 1 persen dari seluruh penyakit keganasan dan menempati urutan petama
keganasan kelenjar endokrin. Insidens kanker tiroid sampai saat ini di Indonesia
belum didapati, hanya saja pada registerasi patologi menempati urutan ke-9 dari
10 keganasan tersering.26
Struma nodosa atau struma endenomatosa terutama di temukan di daerah
pegunungan karena defisiensi iodium dan merupakan salah satu masalah gizi di
Indonesia. Struma nodosa ditemukan secara incidental atau pada keluarga tertentu.
Etiologinya umumnya multifaktoria, biasanya tiroid sudah membesar sejak usia
muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.19
Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak
ada hipotoridisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi
kebanyakan berkembang menjadi multinodular yang tidak berfungsi.19,26
3
Degenerasi jaringan tidak menyebabkan kista atau adenoma karena
pertumbuhannya yang sering berangsur – angsur hingga struma menjadi besar
tanpa gejala kecuali benjolan di leher, sebagian penderita dengan struma nodosa
dapat hidup dengan strumanya, tanpa adanya gangguan.
Struma nodosa merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan
menyerang 16% perempuan dan 4% laki – laki yang berusia antara 20 – 60 tahun
seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penelitian.
Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofagus tertekan sehingga
terjadi gangguan menelan. Peningkatan seperti ini jantung menjadi berdebar –
debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, dan kelelahan. Pada umum
nya kelainan – kelainan yang dapat menampakkan diri sebagai struma nodosa
seperti tiroiditis. 19,26
Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
penunjang lain seperti sidik tiroid, pemeriksaan USG, Biopsi Aspirasi Jarum
Halus,, termografi, dan petanda Tumor (tumor marker).12
Terapi struma antara lain strumektomi dilakukan jika struma yang besar dan
menyebabkan keluhan mekanis, bisa dengan L – tiroksin diberikan bila terdapat
nodul hangat, dimana terapi ini diberikan selama 4 – 5 bulan, bisa dengan biopsi
aspirasi jarum halus untuk mengetahui apakah ada keganasan atau tidak.12
4
BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran pada minggu ke 4.
Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm yang berasal dari sulcus pharyngeus
pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian
membesar, tumbuh dan mengalami migrasi ke bawah yang akhirnya melapaskan
diri dari faring. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai duktus tiroglosus, yang
berasal dari foramen sekum di basis lidah. Jaringan endodermal ini turun ke leher
sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang kemudian membentuk dua
lobi.5,26
Kemudian, pada masa embrional minggu ke 7, kelenjar tiroid sudah turun,
dan posisi terakhirnya berada di ventral trakea, setingkat vertebra servikal C5, C6,
dan C7 serta vertebra torakal T1, sedangkan duktus triglosus rudimenter kadang
masih tersisa, yang kemudian bisa kita jumpai sebagai lobus piramidalis, yang
terletak di isthmus menuju hioid (50%).13,26
Pada umumnya duktus ini akan menghilang pada usia dewasa, tetapi pada
beberapa keadaan masih menetap, sehingga dapat terjadi kelenjar di sepanjang
jalan tersebut, yaitu antara kartilago tiroid dengan basis lidah. Dengan demikian
kegagalan tertutupnya duktus akan mengakibatkan terbentuknya kelenjar tiroid
yang letaknya abnormal yang disebut persistensi duktus tiroglosus. Persistensi
duktus tiroglosus dapat berupa kista duktus tiroglosus, tiroid lingual, atau tiroid
servikal. Sedangkan desensus yang terlalu jauh akan menghasilkan tiroid
substernal. Sisa ujung kaudal duktus tiroglosus ditemukan pada lobus piramidalis
yang menempel pada ismus tiroid. Brachial pouch keempatpun ikut membentuk
bagian kelenjar tiroid, dan merupakan asal mula sel-sel parafolikular atau sel-C
yang memproduksi kalsitonin. 5,26
5
Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12
masa kehidupan intrauterin, dan pada minggu ini folikel tiroid pertama mulai
terisi koloid. 5,26
2.2 Anatomi
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid
merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher
bagian bawah di sebelah anterior trakea. Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin
yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang berasal dari
lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula ini melekatkan tiroid ke laring dan
trakea. Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh
suatu jembatan jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah kartilago krikoidea di
leher, dan kadang-kadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari isthmus di
depan laring.6,26
Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid
(http://www.prioritasnews.com/2012/08/28/gangguan-metabolisme-akibat-
hipertiroid/ (online) diakses tanggal 20 Maret 2013.).
Kelenjar tiroid terletak di leher depan setinggi vertebra cervicalis 5 sampai
thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus.
Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea
oblique lamina cartilage thyroidea, dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6.9
Kelenjar tiroid mempunyai panjang ± 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan
normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram.
6
Aliran darah kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat tinggi (± 5
ml/menit/gram tiroid).5,10,26
Glandula thyroidea menghasilkan tiroksin, hormon yang mengatur derajat
metabolismee. Glandula thyroidea juga membentuk kalsitonin, hormon yang
diperlukan untuk metabolismee kalsium. Glandula thyroidea terletak di belakang
musculus sternothyroideus dan musculus sternohyoideus setinggi vertebra
cervicalis V sampai vertebra thoracica I. Kelenjar ini terdiri dari lobus dexter dan
lobus sinister yang terletak anterolateral terhadap larynx dan trachea. Kedua lobus
dihubungkan oleh isthmus yang biasanya terletak di depan cartilagines tracheales
II-III. Sebuah lobus pyramidalis dapat berasal dari isthmus, biasanya ke sebelah
kiri dari bidang median. Glandula thyroidea terbungkus dalam capsula fibrosa
yang tipis dan memancarkan sekat-sekat ke dalam jaringan kelenjar. Di sebelah
luar capsula fibrosa ini terdapat selubung longgar yang berasal dari fascia
pretrachealis fasciae cervicalis profundae. Glandula thytoidea melekat pada
cartilago cricoidea dan cartilagines tracheales atas dengan perantaraan jaringan
ikat padat.11,15
Gambar 2. Anatomi kelenjar tiroid
(Ellis Harold. 2006. Part 5 The Head and Neck. Clinical Anatomy applied
anatomy for students and junior doctors. Elevanth edition. Australia : Blackwell.
pp: 265).
7
Gambar 3. Anatomi tiroid dan struktur disekitarnya
(Snell Richard. 2006. The Endocrine System. Clinical Anatomy by System.
London : Lippincott Williams & Wilkins. pp : 416.)
Glandula thyroidea yang vaskularisasinya amat luas, memperoleh darah
dari arteria thyroidea superior dan arteria thyroidea inferior. Pembuluh-
pembuluh ini terletak antara capsula fibrosa dan fascia pretrachealis fasciae
cervicalis profundae. Arteria thyroidea superior, cabang pertama arteria carotis
externa, melintas turun ke kutub atas masing-masing lobus glandula thyroidea,
menembus fascia pretrachealis, dan membentuk ramus glandularis anterior dan
ramus glandularis posterior. Arteria thyroidea inferior cabang truncus
thyrocervicalis, melintas ke superomedial di belakang sarung karotis (carotid
sheath) dan mencapai aspek posterior glandula thyroidea. Arteria thyroidea
inferior terpecah menjadi cabang-cabang yang menembus fascia pretrachealis
fasciae cervicalis profundae dan memasok darah kepada kutub bawah glandula
thyroidea.5,6,14,26
Tiga pasang vena thyroidea biasanya menyalurkan darah dari pleksus vena
pada permukaan anterior glandula thyroidea dan trachea. Vena thyroidea superior
menyalurkan darah dari kutub atas; vena thyroidea media menyalurkan darah dari
bagian tengah kedua lobus, dan vena thyroidea inferior menyalurkan darah dari
kutub bawah. Vena thyroidea superior dan vena thyroidea media bermuara ke
8
dalam vena jugularis interna, dan vena thyroidea inferior ke dalam vena
brachiocephalica.
Saraf-saraf glandula thyroidea berasal dari ganglion cervical superius,
ganglion cervical medium dan ganglion cervical inferius. Saraf-saraf ini mencapai
glandula thyroidea melalui nervus cardiacus, nervus laryngeus superior, dan
nervus laryngeus inferior, serta nervus-nervus sepanjang arteri-arteri tiroid.
Beberapa serabut bersifat vasomotoris. 14,26
Gambar 4. Anatomi tiroid dan vaskularisasi
(Netter, Frank H. 2006. Atlas of Human Anatomy edition 4 th. Philadephia: W.B.
Saunders. pp : 68)
Pembuluh limfe glandula thyroidea melintas di dalam jaringan ikat antar-
lobul, seringkali mengitari arteri-arteri, dan berhubungan dengan anyaman
pembuluh limfe kapsular. Dari sini pembuluh limfe menuju ke nodi lymphoidei
cervicales anteriores profundi pretracheales, dan nodi lymphoidei cervicales
anteriores profundi paratracheales. Di sebelah lateral, pembuluh limfe mengikuti
9
vena thyroidea superior dan melintas ke nodi lymphoidei cervicales profundi.
Beberapa pembuluh limfe dapat menyalurkan isinya ke dalam nodi lymphoidei
brachiocephalici atau ke dalam ductus thoracicus. 14,26
Gambar 5. Vaskularisasi dan inervasi kelenjar tiroid
(Moore KL, Agur AMR. 2007. Neck Essential Clicinal Anatomy 3rd
Edition.
London : Lippincott Williams & Wilkins. pp: 609)
2.3 Histologi
Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis
terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500
µm. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak
menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran
basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk
lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan
pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin
(BM 650.000).5,29
10
Kelenjar ini terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus
ditengah. Sel pada kebanyakan organ endokrin menimbun produk sekresinya di
dalam sitoplasmanya. Kelenjar tiroid adalah organ endokrin unik karena sel-
selnya tersusun membentuk struktur bulat yang disebut folikel, bukan berupa
kelompok atau deretan seperti biasanya. Sel-sel yang mengelilingi folikel, yaitu
sel folikel, menyekresi dan menimbun produknya di luar sel, di dalam lumen
folikel sebagai substansi mirip gelatin yang disebut koloid. Koloid terdiri atas
tiroglobulin, yaitu suatu glikoprotein yang mengandung sejumlah asam amino
teriodinasi. Hormon kelenjar tiroid disimpan di dalam folikel sebagai koloid
terikat pada tiroglobulin. Oleh karena itu, folikel adalah satuan struktutal dan
fungsional kelenjar tiroid. Selain sel folikel, sel-sel parafolikel yang lebih besar
juga terdapat di kelenjar tiroid. Sel-sel ini terdapat di epitel folikel atau di celah
antarfolikel. Adanya banyak pembuluh darah di sekitar folikel memudahkan
pencurahan hormon ke dalam aliran darah. 9,29
Gambar 6. Histologi kelenjar tiroid
(Young Barbara, Lowe James. 2006. Endocrine System. Wheater’s Functional
Histology a Text and Colour Atlas. 5th Edition. London: A Churchill Livingstone.
pp : 333)
2.4 Fisiologi
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tioksin (T4).
Bentuk aktif hormon ini adalah triidotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari
konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar
tiroid.5,9
11
Fungsi utama hormon tiroid adalah mempertahankan derajat yang lebih
tingggi. Kelenjar tiroid termasuk salah satu alat tubuh yang sensitif dan dapat
bereaksi terhadap berbagai rangsang. 5,9,26
Pada masa pubertas, kehamilan, dan stress, kelenjar dapat membesar dan
berfungsi lebih aktif. Fungsi tiroid juga dipengaruhi oleh hipofise. Yodium dari
makanan dan minunan diabsorpsi oleh usus halus bagian atas dan lambung dan
kira-kira sepertiga hingga setengahnya ditangkap oleh kelenjar tiroid, sisanya
dikeluarkan melalui urin. Tiroid mempunyai daya yang kuat untuk menarik
yodida secara selektif, kemudian dikonsentrasi.5
Yodium yang ditangkap oleh sel tiroid akan diubah menjadi hormon melalui
7 tahap yaitu: (1) tahap trapping, (2) tahap oksidasi, (3) tahap coupling, (4) tahap
penimbunan storage, (5) tahap deidonasi, (6) tahap proteolisis, (7) tahap
pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid.5
Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan
metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan
pematangan jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh
dan reaksi metabolik, menambah sintesis asam ribonukleat (RNA), menambah
produksi panas, absorpsi intestinal terhadap glukosa,merangsang pertumbuhan
somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak
adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan
neurologik timbul pada saat lahir dan bayi.5,9
Kira-kira 93 persen hormon-hormon aktif metabolismee yang disekresikan
oleh kelenjar tiroid adalah tiroksin dan 7 persen adalah triiodotironin. Akan tetapi
hampir semua tiroksin akhirnya akan diubah menjadi triiodotironin di dalam
jaringan, sehingga secara fungsional keduanya penting. Secara kualitatif, fungsi
kedua hormon sama, tetapi keduanya berbeda dalam kecepatan dan intensitas
kerjanya. Triiodotironin kira-kira empat kali lebih kuat daripada tiroksin, namun
jumlahnya di dalam darah jauh lebih sedikit dan keberadaanya di dalam darah
jauh lebih singkat daripada tiroksin.9
Kelenjar tiroid terdiri atas banyak sekali folikel-folikel yang tertutup yang
dipenuhi dengan bahan sekretorik yang disebut koloid dan dibatasi oleh sel epitel
kuboid yang mengeluarkan hormonnya ke bagian folikel itu. Unsur utama dari
12
koloid adalah glikoprotein tiroglobulin besar, yang mengandung hormon tiroid di
dalam molekul-molekulnya. Begitu hormon yang disekresikan sudah masuk ke
dalam folikel, hormon itu harus diabsorbsi kembali melalui epitel folikel ke dalam
darah, sebelum dapat berfungsi dalam tubuh.
Dalam keadaan fisiologik, trapped iodine akan dioksidasi menjadi bentuk
dengan valensi yang lebih tinggi. Yodium dengan cepat terikat pada tirosin,
membentuk MIT (mono-yodo-tirosin ) dan DIT ( di-yodo-tirosin ). Dua DIT atau
satu MIT dan satu DIT digabung dalam reaksi oksidatif kedua sehingga terbentuk
tiroksin dan T3. Tetapi T3 juga dapat dibuat dengan jalan deiodinasi thyroxin
dalam jaringan non tiroid. Tiroksin dan T3 disimpan dalam folikel tiroid sebagai
tiroglobulin yang pada keadaan fisiologik tidak termasuk dalam sirkulasi darah.
Enzim proteolitik akan menghidrolisis tiroglobulin menjadi MIT, DIT, T3, dan
T4.
T4 yang beredar, diproduksi dan diseksresikan secara primer oleh kelenjar
tiroid, dan T3 , yang kebanyakan berasal dari perubahan T4 menjadi T3 di hati,
diikat oleh protein plasma, sebagian besar ikatan tersebut adalah tiroksin yang
berikatan dengan globulin (throxine binding-globulin, TBG) dan sebagian kecil
menjadi tiroksin yang berikatan dengan prealbumin (thyroxine binding pre-
albumin TBPA), dan sebagian kecil lagi hormon yang dalam keadaan bebas inilah
yang secara fisiologis berperan penting, termasuk yang berfungsi dalam proses
umpan balik.9
Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikuler, yang menghasilkan
kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur metabolism
kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum, melalui pengaruhnya terhadap
tulang.9,25
T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodium yang terkandung
(tiga untuk T3 dan empat untuk T4 ). Sebagian besar (90%) hormon tiroid yang
dilepaskan ke dalam darah adalah T4, tetapi T3 secara fisiologis lebih bermakna.
Baik T3 maupun T4 dibawa ke sel-sel sasaran mereka oleh suatu protein
plasma.9,25
13
Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid ada 7 tahap, yaitu:
1. Trapping .
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian
basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan
pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat
energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi
iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah.
Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini
dirangsang oleh TSH.
2. Oksidasi.
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut
harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim
peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan
bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada
dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin
ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi
kadar iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat
sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan
berkurang sehingga pembentukan T3 akan lebih banyak daripada T4.
3. Coupling.
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin
(DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan
(coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4).
Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid
melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada ikatan di
dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan
ke dalam koloid melalui proses eksositosis granula.
4. Penimbunan (storage).
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian
akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya
mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.
14
5. Deiodinasi.
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu
ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu
tirosin serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat
pemakaian iodium.
6. Proteolisis.
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang
pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas
pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim
protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan
DIT.
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing).
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal
dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di
sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre
Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang
berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada
ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total
menggambarkan kadar hormon bebas.
Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa berubah. Pada
seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit
kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena
jumlah protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia
yang menderita pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein
binding akan berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat. 5,9
a) Efek metabolik hormon tiroid, antara lain:
Kalorigenik dan termoregulasi.
Hormon ini penting untuk pertumbuhan saraf otak dan perifer,
khususnya 3 tahun pertama kehidupan. Diduga kelainan endokrin
terjadi karena efek ini yang terganggu.
15
Efek hematopoetik. Kebutuhan oksigen meningkat pada hipertiroid, hal
ini menyebabkan eritropoesis dan produksi eritropoetin meningkat
sehingga volume darah tetap tetapi red cell turn over meningkat.
Metabolisme protein, dalam dosis fisiologik kerjanya bersifat anabolik
tetapi dalam dosis besar bersifat katabolic.
Metabolisme karbohidrat, bersifat diabetogenik karena resorbsi
intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula
glikogen otot, menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degradasi
insulin meningkat.
Metabolisme lipid, T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses
degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih
cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid, kadar kolesterol rendah.
Sebaliknya pada hipotiroid kolesterol total, kolesterol ester, dan
fosfolipid meningkat.
Vitamin A, konversi provitamin A menjadi vitamin A dihati
memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat
dijumpai karotenemia.
Hormon tiroid meningkatkan curah jantung dan takikardi dengan
meningkatkan sistem simpatis
Hormone tiroid berperan dalam sintesis gonadotropin, hormon
pertumbuhan, reseptor beta adrenergic. 5,9
b) Efek lainnya:
Gangguan metabolisme kreatinin fosfat yang menyebabkan miopati,
tonus traktus gastrointestinal meningkat (hiperperistaltik, sehingga
sering menyebabkan diare), gangguan faal hati, anemia defisiensi Fe
Hormone tiroid meningkatkan metabolisme turn over.
Turn over tulang meningkat sehingga resorpsi tulang meningkat.
Turn over neuromuskuler meningkat, sehingga terjadi miopati dan
hilangnya otot. Hal ini menyebabkan kreatinuri spontan, kontraksi
dan relaksasi otot meningkat sehingga terjadi hiperreflek.9
16
c) Kontrol Faal Kelenjar Tiroid:
1. TRH (thyrotrophin releasing hormone)
Hormon ini merupakan tripeptida yang telah dapat disintesis, dan dibuat
di hipotalamus. TRH ini melewati median eminence, tempat ia disimpan
dan kemudian dikeluarkan lewat system hipotalamohipofiseal ke sel
tirotrop hipofisis. Akibatnya TSH meningkat. Belum jelas apakah ada
short negative feedback TSH pada TRH ini.
Meskipun tidak ikut menstimulasi keluarnya prolaktin, kadang-kadang
juga follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH).
Apabila TSH naik dengan sendirinya kelenjar tiroid terangsang menjadi
hiperplasi dan hiperfungsi.
2. TSH (thyroid stimulating hormone)
Suatu glikoprotein yang terbentuk oleh dua subunit (alfa dan beta).
Subunit alfa sama seperti hormone glikoprotein (TSH, LH, FSH dan
human chorionig gonadotropin/HCG) dan penting untuk kerja hormon
secara aktif, tetapi subunit beta adalah khusus untuk setiap hormon. TSH
yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat teseptor di permukaan sel
tiroid (TSH-receptor-TSH-R) dan terjadilah efek hormonal sebagai
kenaikan traping, peningkatan yodinasi, coupling, proteolisis sehingga
hasilnya adalah produksi hormon meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormon
Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di tingkat hipofisis.
Khususnya hormon bebaslah yang berperan dan bukannya hormon yang
terikat. T3 di samping berefek pada hipofisis juga pada tingkat
hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis juga
pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan
hipofisis terhadap rangsangan TRH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri
Produksi hormon juga diatur oleh kadar yodium intra tiroid. Gangguan
yodinasi tirosin dengan pemberian yodium banyak disebut fenomena wolf-
chaikoff escape, yang terjadi karena mengurangnya afinitas trap yodium
17
sehingga kadar intra tiroid pun mengurang. Escape ini terganggu pada
penyakit tiroid imun. 5,9
d) Pembentukan Hormon Tiroid
1. Penjeratan Iodida
Tahap pertama pembentukan hormon tiroid adalah pengangkutan iodide
dari darah ke dalam sel-sel dan folikel kelenjar tiroid. Membran basal sel
tiroid mempunyai kemampuan yang spesifik untuk memompakan iodide
secara aktif ke bagian dalam sel. Kemampuan ini disebut penjeratan iodide
(iodide trapping).
2. Pembentukan dan Sekresi Tiroglobulin
Sel-sel kelenjar tiroid merupakan sel kelenjar khas yang menyekresi
protein. Reticulum endoplasma dan alat Golgi mensintesis dan menyekresi
molekul glikoprotein besa yang disebut tiroglobulin. Setiap molekul
tiroglobulin mengandung 70 asam amino tirosin, dan tiroglobulin
merupakan substrat utama yang bergabung dengan iodide untuk
membentuk hormone tiroid, yang terbentuk di dalam molekul tiroglobulin.
3. Oksidasi Ion Iodida
Tahap yang penting dalam pembentukan hormon tiroid adalah
perubahan ion iodide menjadi bentuk yodium yang teroksidasi, baik I0
atau
I3-, yang selanjutnya mampu langsung berikatan dengan asam amino
tirosin. Proses oksidasi yodium ini ditingkatkan oleh enzim peroksidase
dan penyertanya hydrogen peroksidase, yang menyediakan suatu system
yang kuat yang mampu mengoksidasi iodide.
4. Proses Iodinasi Tirosin dan Pembentukan Hormon Tiroid
Tirosin mula-mula diiodinasi menjadi monoiodotirosin dan selanjutnya
menjadi diiodotirosin. Kemudian selama beberapa menit, beberapa jam,
dan bahkan beberapa hari berikutnya, makin lama semakin banyak sisa
diiodotirosin yang saling bergandengan (coupling) satu sama lainnya.
Hasil dari reaksi penggandengan ini adalah terbentuknya molekul tiroksin.
Atau dapat juga terjadi penggandengan satu molekul monoiodotirosin
dengan satu molekul diiodotirosin sehingga terbentuk triiodotironin.
18
5. Penyimpanan
Dalam bentuk ini, hormon tiroid disimpan di dalam folikel dalam
jumlah yang cukup untuk mensuplai tubuh dengan kebutuhan tubuh yang
normal terhadap hormon tiroid selama 2 sampai 3 bulan.
6. Pelepasan Tiroksin dan Triidotironin dari Kelenjar Tiroid
Tiroglobulin sendiri tidak dilepaskan ke dalam darah yang bersirkulasi
dalam jumlah yang bermakna; malahan, pada mulanya tiroksin dan
triiodotironin dipecah dari molekul tiroglobulin, dan selanjutnya hormon
bebas ini dilepaskan. Proses ini berlangsung sebagai berikut: permukaan
apical sel-sel tiroid menjulurkan pseudopodia mengelilingi sebagian kecil
koloid sehingga terbentuk vesikel pinositik yang masuk ke bagian apeks
dari sel-sel tiorid. Kemudian lisosom segera bergabung dengan vesikel-
vesikel ini untuk membentuk vesikel-vesikel digestif yang mengandung
enzim-enzim pencernaan yang berasal dari lisosom yang sudah bercampur
dengan bahan kolid tadi. Proteinase yang ada di antara enzim-enzim ini
akan mencernakan molekul-molekul tiroglobulin dan akan melepaskan
tiroksin dan triiodotironin, yang selanjutnya akan berdifusi melewati
bagian basal dari sel-sel tiroid ke pembuluh-pembuluh kapiler di
sekelilingnya. Jadi, dengan demikian. Hormon tiroid dilepaskan ke dalam
darah.
Kira-kira tigaperempat dari tirosin yang telah diiodinasi di dalam
tiroglobulin tidak akan pernah menjadi hormon tiroid tetapi akan tetap
sebagai monoiodotiroksin dan diiodotirosin. Selama terjadinya proses
pencernaan molekul-molekul tiroglobulin untuk melepaskan tiroksin dan
triiodotironin, tirosin yang sudah mengalami iodinasi ini juga dilepaskan
dari sel-sel tiroid. Akan tetapi, tirosin tidak disekresikan ke dalam darah.
Sebaliknya dengan bantuan enzim deiodinase, yodium dilepaskan dari
tirosin sehingga akhirnya membuat semua yodium ini cukup tersedia di
dalam kelenjar kembali untuk membentuk hormon tiroid tambahan.
7. Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotironin ke Jaringan
Sewaktu memasuki darah, semua tiroksin dan triiodotironin kecuali 1
persennya segera berikatan dengan beberapa protein plasma. Tiroksin dan
19
triiodotironin ini terutama berikatan dengan globulin pengikat tiroksin,
tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dengan prealbumin pengikat
tiroksin dan albumin.9
e) Efek Hormon Tiroid Pada Mekanisme Tubuh yang Spesifik.
1. Efek pada metabolismee karbohidrat
Meningkatkan penggunaan glukosa, meningkatkan glikolisis,
meningkatkan glukoneogenesis, bahakan meningkatkan sekresi insulin.
2. Efek pada metabolismee lemak
Karena lemak merupakan sumber energy utama untuk suplai jangka
panjang, maka lemak yang telah disimpan dalam tubuh akan lebih banyak
dipecah daripada elemen-elemen jaringan lain.
3. Efek pada plasma dan lemak hati
Meningkatnya hormon tiroid menurunkan kolesterol, fosfolipid, dan
trigliserida dalam darah, walaupun sebenarnya hormon ini juga
meningkatkan asam lemak.
4. Efek pada metabolisme vitamin
Oleh karena hormon tiroid meningkatkan jumlah berbagai enzim dan
oleh karena vitamin merupakan bagian penting dari enzim, maka hormon
tiroid ini meningkatkan kebutuhan akan vitamin.
5. Efek pada laju metabolismee basal
Oleh karena hormon tiroid meningkatkan metabolisme sebagian besar
sel tubuh, maka kelebihan hormon ini kadangkala meningkatkan laju
metabolismee basal sampai setinggi 60 sampai 100 persen di atas nilai
normal.
6. Efek pada berat badan
Bila produksi hormon tiroid sangat meningkat maka hamper selalu
menurunkan berat badan, dan bila produksinya sangat berkurang maka
hamper selalu menurunkan berat badan.
7. Efek pada sistem kardiovaskuler
Meningkatkan aliran darah dan curah jantung, meningkatkan frekuensi
denyut jantung, meningkatkan kekuatan denyut jantung.
20
8. Efek pada respirasi
Meningkatnya kecepatan metabolisme akan meningkatkan pemakaian
oksigen dan pembentukan karbondioksida.
9. Efek pada saluran cerna
Selain meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan, hormon tiroid
meningkatkan baik sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna.
10. Efek pada sistem saraf pusat
Pada umumnya, hormon tiroid meningkatkan kecepatan berpikir tetapi
juga sering menimbulkan disosiasi pikiran dan sebaliknya, berkurangnya
hormon tiroid menurunkan fungsi ini.
11. Efek terhadap fungsi otot
Sedikit peningkatan hormon tiroid biasanya menyebabkan otot bereaksi
dengan kuat, namun bila jumlah hormon ini berlebihan maka otot-otot
malahan menjadi lemah oleh karena berlebihannya katabolisme protein.
Sebaliknya kekurangan hormon tiroid menyebabkan otot sangat lamban.
12. Efek hormon tiroid pada fungsi seksual
Agar dapat timbul fungsi seksual yang normal, dibutuhkan sekresi
tiroid yang normal. Pada pria, berkurangnya hormon tiroid menyebabkan
hilangnya libido, dan sebaliknya sengat berlebihnya hormon ini seringkali
menyebabkan impotensi. Pada wanita kekurangan hormon tiroid seringkali
menyebabkan impotensi.9
f) Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid
Hormon perangsang tiroid (TSH), yang juga dikenal sebagai tirotropin,
merupakan salah satu hormon kelenjar hipofisis anterior. Hormon ini
meningkatkan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid.
Sekresi TSH oleh hipofisis anterior diatur oleh satu hormon hipotalamus,
hormon pelepas tirotropon (TRH) yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di
dalam eminensia mediana hipotalamus.
Kedua hormon ini berperan dalam mengetur kecepatan sekresi tiroid melalui
mekanisme umpan balik spesifik sebagai berikut:
21
1. Kadar tiroksin dan triiodotironin dalam darah yang rendah atau laju
metabolism yang rendah, merangsang hipotalamus untuk melepaskan
TRH.
2. TRH kemudian diangkut menuju darah porta hipotalamus-hipofisis ke
hipofisis anterior, yang kemudiang merangsang pelepasan TSH.
3. TSH akan merangsang dimulainya pembentukan hormon tiroid.
4. Tiroid akan melepaskan tiroksin dan triiodotironin ke dalam aliran
darah hingga laju metabolisme normal kembali.
5. Peningkatan kadar tiroksin dan triiodotironin akan menghambat
pelepasan dari TRH dan TSH. 9,17
Kondisi yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan ATP, seperti berada di
lingkungan dingin, hipoglikemia, tinggal di pegunungan, kehamilan. Juga
dapat meningkatkan sekresi dari hormon tiroid. 9,18
Gambar 7. Negative feedback inhibition
(Saladin. 2003. Chapter 17 The Endocrin System. Saladin: Anatomy &
Physiology: The Unity of Form and Function. Third Edition. Philadelphia : The
McGraw−Hill. pp : 645)
22
Gambar 8. Pengaturan hormon tiroid
(Saladin. 2003. Chapter 17 The Endocrin System. Saladin: Anatomy & Physiology: The
Unity of Form and Function. Third Edition. Philadelphia : The McGraw−Hill. pp : 646)
2.5 Definisi
Goiter atau struma atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar
tiroid, apapun sebabnya. Secara fungsional pembesaran kelenjar tiroid dapat
dijumpai pada keadaan eutiroid, hipertiroid, mupun hipotiroid.26
Secara morfologi pembesaran dari kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh:
1. Hipertrofi dan hiperplasia epitel sel folikel.
2. Peningkatan akumulasi koloid dalam folikel.
3. Peradangan proses (infiltrasi inflamasi dan augmentasi jaringan ikat).
4. Proses neoplastik.25
Gambar 9. Struma
23
(http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Struma_001.jpg (online) diakses tanggal
17 Maret 2013)
Pembesaran dapat bersifat difus, yang berarti bahwa seluruh kelenjar tiroid
membesar, atau nodosa, yang berarti bahwa terdapat nodul dalam kelenjar tiroid.
Pembesaran nodosa dapat dibagi lagi menjadi uninodosa, bila hanya terdapat satu
nodul, dan multinodosa, bila terdapat lebih dari satu nodul pada satu lobus atau
kedua lobus.5,12,26
2.6 Patogenesis
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat
pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula
penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut
memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH
kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah
yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin
bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid
dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.3
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang
menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
(goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit
Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan
penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma non toksik (struma
endemic).5,26
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan
perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH
reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis,
seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu
kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar
tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.15
24
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan
peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah
dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika
proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon
tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan
goitrogen.
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH.
Yang termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar
hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di
kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic
gonadotropin.15,26
Gambar 10. Patofisiologi terjadinya struma
(Silbernagl Stefan, Lang Florian. 2006. Penyebab Hipotiroidisme,
Hipertiroidisme dan Struma. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta :
EGC. hh : 281)
25
2.7 Klasifikasi
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut 8,19
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal
sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang
meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan
gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan
dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari
kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.
Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami
atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi
radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar
dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan,
sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan
lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan,
pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara. 8,13,19
26
Gambar 11. Gejala hipotiroidisme
(Grace Pierce, Borley Neil. 2007. Struma. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.
Jakarta : EMS. hh : 132)
Gambar 12. Patofisiologi hipotiroidisme
(Silbernagl Stefan, Lang Florian. 2006. Pengaruh dan Gejala Hipotiroidisme.
Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC. hh : 285)
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat
didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh
metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul
spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang
kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan
tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa
27
berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan,
kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat
gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata
melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi
otot. 8,13,19
Gambar 13. Gejala hipertiroidisme
(Grace Pierce, Borley Neil. 2007. Struma. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.
Jakarta : EMS. hh : 132)
28
Gambar 14. Gejala hipertiroidisme
(Silbernagl Stefan, Lang Florian. 2006. Pengaruh dan Gejala Hipertiroidisme.
Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC. hh :283)
Berdasarkan klinisnya, struma diklasifikasikan menjadi 2,26
:
a) Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan menjadi dua yaitu struma diffusa toksik
dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada
perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas
ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara struma nodusa
akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih
benjolan (struma multinoduler toksik).
29
Struma diffusa toksik (tirotoksikosis) merupakan hipermetabolisme
karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam
darah. Penyebab tersering adalah penyait Grave’s. yang merupakan bentuk
tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan di antara hipertiroidisme
lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap
selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar
tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan
pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut
sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi
tetapi bukan mencegah pembentuknya. Apabila gejala gejala hipertiroidisme
bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis
tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit
dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal. 2,5,25
b) Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi
struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non
toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut
sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering
ditemukan didaerah yang air minumnya kurang sekali mengandung yodium
dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-
tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinoduler pada saat dewasa. Kebanyakan penderita
tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau
ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala
30
mekanis yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas),
biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam
nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya
endemisitas dinilai dari prevalensi eksresi yodium urin. Dalam keadaan
seimbang maka yodium yang masuk kedalam tubuh hampir sama dengan
yang dieksresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai
Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10-20%,
endemik sedang 20-29% dan endemik berat di atas 30%. 2,5,26
Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:
1. Berdasarkan jumlah nodul, yaitu:
Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter
(uninodosa).
Bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3
bentuk nodul tiroid yaitu:
Nodul dingin.
Nodul hangat.
Nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya:
Nodul lunak.
Nodul kistik.
Nodul keras.
Nodul sangat keras. 2,5,26
2.8 Diagnosa
Anamnesa yang lengkap, pemeriksaan fisik yang seksama sering sudah
mendukung dalam menegakkan diagnosa kerja yang tajam untuk penderita
struma. Walaupun demikian kadang memang untuk kasus tertentu masih
memerlukan dukungan sarana diagnostik lain sebagai konfirmasi serta dasar
dalam menentukan langkah terapi yang lebih cepat. 2,3,5,26
31
a) Anamnesa
Selain hal-hal yang mendukung terjadinya struma akibat keradangan atau
hiperplasi dan hipertrofi, maka perlu juga ditanyakan hal-hal yang diduga ada
kaitannya dengan keganasan pada kelenjar tiroid, terutama pada struma
uninodusa nontoksika antara lain :
Umur <20 tahun atau >50 tahun
Riwayat terpapar radiasi leher pada waktu kanak-kanak
Pembesaran kelenjar tiroid yang cepat
Penderita struma disertai suara parau
Disertai disfagi
Disertai rasa nyeri
Ada riwayat pada keluarga yang menderita kanker
Penderita struma yang diduga hiperplasi, diterapi dengan hormon
Tiroksin tetap membesar.
Struma dengan sesak nafas
Nodul tiroid yang jinak paling sering terjadi pada umur 30-50 tahun.
Apabila nodul dijumpai pada umur <20 tahun, 20-70% adalah ganas,
demikian juga kalau umur > 50 tahun. Adanya gejala lokal suara parau dan
disfagia biasanya dapat merupakan petunjuk adanya sifat invasif suatu
keganasan tiroid. Suatu nodul tiroid yang sudah bertahun-tahun besarnya
tetap biasanya jinak, akan tetapi apabila berubah menjadi membesar dalam
waktu singkat (bulan/minggu) maka perlu diwaspadai berubah menjadi ganas.
Pada anamnesa untuk mengetahui adakah gangguan fungsi pada penderita
struma maka harus ditanyakan juga hal-hal yang mendukung adanya tanda
hipertiroidi antara lain tremor, akral hangat dan basah, takikardia, susah
konsentrasi, makan banyak akan tetapi badan tetap kurus/berat badan turun,
sering diare. Sedangkan gejala hipotiroidi antara lain sukap lamban/apatis,
wajah sembab, konstipasi, kulit kering, sering mengantuk, berat badan
bertambah, dan non pitting oedema pada tungkai. 2,3,13,26
32
b) Pemeriksaan Fisik
Apabila melakukan pemeriksaan fisik yang pertama pada penderita
(pasien baru) hendaknya dilakukan seteliti mungkin sehingga tidak ada yang
terlewatkan. Periksalah pada tempat dengan pencahayaan yang cukup terang,
dalam ruang yang cukup sopan ( bisa menjamin ”privacy”, alat bantu
(stetoskop, sentolop, meteran, spidol,dsb) untuk pemeriksaan sudah tersedia.
Lakukan pemeriksaan sistematis (urut dari atas ke bawah), simetris
(bandingkan kanan dan kiri), simultan (kanan dan kiri bersamaan), seksama
dan jangan lupa sempatkan melihat kepala bagian belakang. Secara rutin
harus dievaluasi juga keadaan kelenjar getah bening lehernya, adakah
pembesaran, lakukan evaluasi tersebut secara sistematis pula.
Sepeti halnya pemeriksaan fisik untuk kasus tumor pada kepala dan leher,
maka kepala-leher-dada bagian atas harus terlihat dengan jelas, dianjurkan
penderita buka baju.
Pemeriksaan penderita struma kita lakukan dari belakang kepala penderita
sedikit fleksi sehingga m.sternokleidomastoideus relaksasi, dengan demikian
tumor tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan
bersamaan dengan ibu jari posisi ditengkuk penderita sedang keempat jari
yang lain dari arah lateral mengevaluasi tiroid serta mencari pole bawah
kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan. 2,3,5,13,26
Gambar 15. Cara memeriksa kelenjar tiroid
(http://www.asiancancer.com/indonesian/cancer-diagnosis/lymphoma-diagnosis/
(online) diakses tanggal 19 Maret 2013)
Pada struma yang besar dan masuk retrosternal maka kita tidak bisa
meraba trakea serta pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba
sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak pada waktu menelan.
33
Biasanya struma masih bisa digerakkan kearah lateral, dan sukar digerakkan
ke araah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan
yang masuk menembus kapsul, tiroiditis, ada jaringan fibrosis setelah operasi.
Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri
penderita), maka dilakukan sebagai berikut ; Dengan jari tangan kiri kita
letakkan dimedial dibawah kartilago tiroid, lalu kita dorong benjolan tersebut
kekanan. Kemudian ibu jari tangan kanan kita letakkan dipermukaan anterior
benjolan. Keempat jari lainnya kita letakkan pada tepi belakang
m.sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar tiroid
tersebut.pada struma yang menimbulkan pendesakan trakhea bisa
menyebabkan sesak nafas, sianosis sehingga penderita gelisah.
Pada pemeriksaan fisik yang harus diperhatikan adalah:
Lokalisasi (mengenai lobus kiri, kanan, atau keduanya)
Ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam
sentimeter)
Jumlah nodul: Satu (uninodusa) atau lebih dari satu (multinodusa)
Konsistensinya: Kistik, lunak, kenyal, keras
Tanda-tanda radang (edema, hiperemi)
Nyeri: Ada nyeri atau tidak ada saat dilakukan palpasi
Mobilitas: Ada atau tidak ada perlekatan terhadap trakea maupun
m.sternokleidomastoideus
Infiltrasi terhadap kulit dan jaringan sekitar
Apakah batas bawah dapat diraba (pada struma yang besar dan
masuk retrosternal maka kita tidak bisa meraba trakea serta pole
bawah tiroid).
Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut
bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan kearah
lateral, dan sukar digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir
apabila sangat besar, keganasan yang masuk menembus kapsul, tiroiditis, ada
jaringan fibrosis setelah operasi.
Apabila dicurigai adanya penyempitan trakhea, dapat dilakukan Test
Kocher, dengan cara menekan lobus lateralis yang membesar tesebut dari
34
arah lateral pelan-pelan, bila ada obstruksi maka akan terdengar stridor yang
terjadi karena penekanan dari n.laryngeus reccurent. Penyempitan trakhea
bisa dijumpai pada :
Karsinoma tiroid yang menginfiltrasi trakea
Retrosternal goiter
Struma multinodusa yang diderita bertahun-tahun
Riedel struma (Riedel tiroiditis)
Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple (5%),
namun pada umumnya keganasan biasanya pada nodul yang soliter (15%-
20%).
Retrostenal goiter, terjadi pada penderita dengan leher pendek, pada
keadaan normal tidak tampak struma, kalau batuk akan terlihat ada masa
tumor yang ”meloncat”, disebut plunging goiter. Retrosternal goiter akan
lebih jelas bila dikonfirmasi dengan foto thoraks lateral. Retrosternal goiter
sering menimbulkan obstruksi pada thoracic inlet sehingga kalau ada
penderita mengangkat kedua lengannya tinggi disamping kepala, tidak lama
kemudian akan tampak kongesti pada muka dan syanosis (Pamberton’s
sign). 2,3,5,26
c) Pemeriksaan Penunjang
Penyakit tiroid merupakan penyakit endokrin yang sering dijumpai. Pada
penyakit ini dapat disertai pembesaran tiroid dengan fungsi normal (eutiroid),
berkurang (hipotiroid) atau meningkat (hipertiroid). Bila disertai dengan
fungsi berkurang atau meningkat biasanya gambaran klinisnya jelas, sehingga
diagnosis agak mudah ditegakan. Namun demikian , pemeriksaan
laboratorium kadang masih diperlukan untuk menunjang diagnosis klinis
ataupun untuk menyingkirkan adanya penyakit tiroid pada penderita dengan
gambaran klinis yang mirip dengan penyakit tiroid, selain untuk monitoring
serta follow-up terapi. 2,4,5,26
35
d) Basal Metabolisme Rate
Pengukuran BMR dengan menggunakan Spirometri (Oxygen consumption
rate), atau secara klinis kita bisa mengukur dengan menggunakan rumus
empiris (Rumus Reed) Sebagai berikut :
( ( ) )
Keterangan:
s = sistole; d = diastole; n = nadi,
Tensi dan nadi diukur pada keadaan basal
Harga normal BMR adalah (-) 10% sampai (+) 10%
BMR sehari-hari kita gunakan untuk screening penderita struma yang akan
operasi, apakah ada hipertiroidi yang ”tersembunyi” (occult hypertyroidi),
yang kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan T 3 /T 4 . Pemeriksaan BMR
diruangan dilakukan secara rutin pada penderita struma pada 2-3 hari sebelum
operasi. 2,4,5,26
e) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid
terbagi atas:
1) Pemeriksaan Untuk Mengukur Fungsi Tiroid
Pemeriksaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan
radiommuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linket immunoassay (ELISA)
dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada
semua penderita dengan penyakit tiroid ; T3 total sangat membantu untuk
hipertiroidi ; TSH sangat diperlukan untuk mengetahui hipotiroidi.
Kadar total hormon tiroid dalam sirkulasi
Tiroksin total (TT4)
Tiroksin total (TT4) dalam serum merupakan pemeriksaan
standar untuk fungsi tiroid. Pemeriksaan T4 ini tidak dipengaruhi
oleh yodium ataupun media kontras yang berisi yodium, kecuali
kalau diberikan yodium cukup banyak yang dapat dipengaruhi fungsi
tiroid sendiri. pada pemeriksaan ini yang diukur adalah T4 yang
36
bebas dan yang terikat dengan protein. Perubahan dalam ikatan
dengan protein mempengaruhi pengukuran TT4 sehingga perlu
ditanyakan apakah penderita sementara minum obat atau hamil,
karena hal ini dapat menyebabkan kesalahan interpretasi hasil
pemeriksaan. TT4 pararel dengan perubahan kadar tiroksin binding
globulin (TBG). Sebagai contoh, pada penderita eutiroid dengan
kadar TBG meningkat oleh karena hamil atau sementara minum obat
anti hamil, maka TT4 biasanya menunjukan dalam batas hipertiroid.
Kadar TT4 normal: orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dl;
neonatus 144-400 nmol/L; bayi 90-195 nmol/L; sedangkan pada
anak-anak 70-150 nmol/L.
Tri-yodotironin total (T3 totol = TT3)
Seperti TT4 maka TT4 juga dipengaruhi oleh perubahan ikatan
protein dalam hormon tiroid. Kadar TT3 normal pada orang dewasa
antara 1,0-2,6 nmol/L (0,65-1,7 mg/ml); pada neonatus 0,8-7,2
nmol/L; bayi 1,6-3,8 nmol/L; anak-anak 1,5-3,7 nmol/L. Penetapan
kadar TT3 lebih berguna pada keadaan hipertiroidi dibanding TT4
karena kenaikan TT3 relatif lebih besar dari kenaikan TT4. Pada T3
tirotoksikosis kadar T4 normal. Pada hipoteroid penununan TT3 tidak
sejelas penurunan TT4 karena ada rangsangan dari TSH, sehingga
sebaliknya ditentukan kadar TSH. Pada beberapa penyakit non tiroid
dan pada usia lanjut dapat dijumpai penurunan TT3 karena konversi
dari T4 ke T3 berkurang.
Kadar protein bound lodine (PBI)
Pemeriksaan PBI mula-mula merupakan tes standar untuk fungsi
tiroid, namun banyak laboratorium tidak menggunakan lagi dengan
adanya pemeriksaan pengukuran kadar hormon tiroid secara
langsung. Kerugian pemeriksaan PBI ini adalah banyak dipengarui
oleh preparat yodium yang diminum penderita atau kontaminasi
yodium dari laboratorium.
37
Thyroid hormon binding test (THBT)
Tes ini berdasar pada pengukuran tempat ikatan yang bebas
pada thyroid hormon binding proteins (TBP). Makin banyak
tiroksin,makin jenuh TBP dan makin sedikit tempat ikatan yang
bebas. Sebaliknya makin kurang tiroksin, makin banyak tempat
ikatan yang bebas. Kira-kira 70% dari T4 dan 77% dari T3 terikat
TBG sedang sisanya terikat pada TBPA (10% dari T4 8% dari T3)
dan albumin (20% dari T4, 15% dari T3) .pemeriksaan ini
dipengaruhi oleh jumlah hormon tiroid dan jumlah total TBP. THBT
ini kurang sensitive dibandingkan dengan pengukuran TT4 dan TT3
untuk menemukan gangguan fungsi tiroid, sehingga tes lebih banyak
dugunakan untuk menilai perkiraan kadar T4 bebas (free thyrixine
index = FT4I) dengan perubahan ikatan pada protein.
Kadar hormon tiroid bebas dalam sirkulasi tiroksin bebas
(Free thyroxine = FT4)
Tiroksin bebas dari hormon tiroid adalah kompenen aktif dalam
metabolisme yang menentukan keadaan tiroid. Pemeriksaan FT4
dilakukan untuk menghindari pengaruh kadar TBG. Pemeriksaan
FT4 sukar dan memakan waktu lama serta biaya tinggi, sehingga
sebagai pengganti digunakan cara menghitung FT4 dari TT4 dan tes
pengambilan T3 atau T4 (biasanya digunakan T3 resi uptake = T3
RU). Dari hasil perkalian TT4 dan T3 RU didapatkan indeks FT4
(FT4I). Dapat juga FT4I diperkirakan dengan ratio FT4 : TBG. Bila
FT4 I meningkat menunjukan hipertiroidi , normal adalah eutiroidi,
sedangkan bila rendah maka hipoiroidi.
Tri-yodotironin bebas (Free T3 = FT3 )
Kadar FT3 yang benar dalam serum belum ada persesuaian
diantara para ahli dan pemeriksaan FT3 kurang bermanfaat
dibandingkan dengan pemeriksaan FT3. Perhitungan index FT3
(FT3I) sama seperti FT4I namun jarang dalakukan. Dengan cara
perhitungan FT4I maka pemeriksaan FT4 dan FT3 tidak diperlukan
lagi.
38
Kadar thyroid stimulating hormon (TSH)
Pengukuran kadar TSH terutama untuk diagnosis hipotiroidi
primer dimana basal TSH meningkat 6mU/L, kadang-kadang
meningkat sampai 3 kali normal. Pada hipotiroidi, supensi TSH oleh
hormon tiroid berkurang sehingga kadar TSH dalam darah
meningkat, maka penetapan kadar TSH penting pada hipotiroidi
primer. Pada hipotiroidi, basal TSH yang terukur dengan
pemeriksaan biasa (RIA) dapat juga ditemukan pada eutiroudi.
Pemeriksaan yang lebih spesifik, menggunakan metode
immunoradio-metricassay (IRMA) yang lebih sensitive, kadar TSH
basal dapat membedakan hipertiroidi dan eutiroidi sehingga
pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pilihan utama untuk tes
fungsi tiroid.
Kadar TSH normal dengan metode RIA didapatkan rata-rata 2-4
mU/L dengan batas paling tinggi 6mU/L baik pada anak-anak
maupun pada dewasa, pada neonatus kurang dari 25 mU/L.2,4,5,13,26
2) Pemeriksaan Untuk Menunjukkan Penyebab Gangguan Fungsi
Tiroid Antibody Antitiroid
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada
serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun. Ada 5 macam system
antigen – antibody yang spesifik pada tiroid yaitu : Antibodi tiroglobulin,
antibody mikrosomal, antibody antigen koloid kedua CA2 antibodies,
antibody permukaan sel (Cell surface antibody) dan thyroid stimulating
Antibodies (TSAb). Antibody trirglobulin dan antibody mikrosomal
biasanya ditemukan pada tiroiditis hashimoto. 2,4,5,13,26
Antibodi tiroglobulin
Pemeriksaan antibody ini dengan cara :
1. Tes presipitin
2. Tes TRC (tanned red cell)
3. Tes immunofloresen
4. Competitive binding radioassay
39
5. Tes lateks
Yang paling sensitive dari pemeriksaan ini adalah dengan cara
competitive binding radioassay. Antibody tiroglobulin dapat
ditemukan pada miksedema, penyakit graves, tiroiditis hashimoto
dan kanker tiroid.
Antibodi mikrosomal
Pemeriksaan antibody ini dengan cara:
1. Fiksasi komplemen
2. Tes immunofluresen
3. Tes TRC
4. Competitive binding radioassy dari kriss
Yang paling sensitive adalah dengan cara dari kriss. Adanya
antibody mikrosomal menunjukan penyakit tiroid autoimmune. Juga
antibody ini dapat ditemukan pada kanker tiroid. Pada penderita
hipotiroid dengan pengobatan tiroksin, bila ditemukan antibody
tiroid memberikan petunjuk kegagalan fungsi tiroid.
Antibodi CA2
Pemeriksaan dengan cara immunofloresens. Kira-kira separuh
dari penderita tiroiditis de Quervain ditemukan antibody ini.
Pemeriksaan antibody ini tidak dilakukan secara rutin.
Antibodi permukaan sel
Arti antibody ini dalam penyakit belum diketahui, sehingga
antibody ini belum dikerjakan secara rutin.
Thyroid stimulating antibodies (TSAb)
Pada pemyakit graves ditemukan antibody yang memperngaruhi
reseptor THS dari sel tiroid dan merangsang produksi hormon tiroid.
Antibodi ini disebut thyroid stimulating immunoglobulins (TSI.).
selain itu ada immunoglobulin lain yang merasang pertumbuhan
kelenjar tiroid tanpa mempengarui produksi hormon, antibody ini
disebut thyroid growth immunoglobulin (TGI). Pada penderita
graves yang tidak ditemukan TGI, maka kelenjar tiroid tidak
membesar . TSAb ditemukan pada 70-80% penderita graves yang
40
mendapat pengobatan, 15% dari penderita hashimoto, 60% dari
penderita graves oftalmik dan pada beberapa pendeita kanker
tiroid.2,4,5,13,26
f) Radiologi
Dengan rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau
pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinispun sudah
bisa kita duga, foto rontgen leher posisi laternal diperlukan untuk evaluasi
kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi pembiusnya, bahkan tidak
jarang untuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memerlukan CT-scan
leher. Adanya kalsifikasi halus pada struma menjukkan karsinoma papiler
sedang kalsifikasi yang kasar bisa terdapat pada endemic goiter yang lanjut
atau juga bisa pada kasimoma meduler. 2,4,5,26
g) Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan
tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan
kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu
pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG
antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma. 2,4,5,26
Manfaat pemeriksaan ultrasonografi untuk pemeriksaan tiroid ialah:
Dapat menentukan jumlah nodul.
Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
Dapat mengukur volume dari tiroid.
Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
menangkap yodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
Pada kehamilan dimana pemeriksaan sidik tiroid adalah kontra
indikasi, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya
pembesaran tiroid.
Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan
dilakukan biopsi terarah.
Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
41
Gambaran USG tiroid yang perlu diperhatikan dan bisa didiskripsikan
sebagai berikut;
1. Apakah gambaran tiroid suatu pembesaran bilateral difus atau
pemnesaran noduler, pembesaran noduler dapat berupa nodul
tunggal atau nodul multipel.
2. Sifat gema dari lesi, bisa gema kistik (echoluscent), gema padat
(solit) dan gema campuran (mixed).
3. Derajat gema dari lesi dapat normal (noermeochoic), rendah
(hypoechoic) dan tinggi (hyperechoic)
4. Khusus untuk nodul tunggal perlu di perhatikan ada tidaknya daerah
bebas gema sekitar nodul, biasa disebut ”sonoluscent rim” atau
”halo”
5. Adanya tanda klasifikasi di lesi atau gambaran gema lain didalam
lesi kistik (internal echoes). Gambaran demikian bisa disebabkan
oleh perdarahan baru atau lama. 2,4,5,26
h) Sidik Tiroid (Pemeriksaan Tiroid dengan Menggunakan Radio-isotop)
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama
technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah.
Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu
selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan
ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid. 2,5,23,25
Gambar 16. Sidik tiroid
(Meier DA, Brill DR, Becker DV, Clarke SEM, Silberstein EB, Royal HD,
et al. Procedure guideline for therapy of thyroid disease with Iodine-131. J
Nucl Med 2002; 43: 856-861.)
42
Gambar 17. Indikasi sidik tiroid
(Meier DA, Brill DR, Becker DV, Clarke SEM, Silberstein EB, Royal HD, et al.
Procedure guideline for therapy of thyroid disease with Iodine-131. J Nucl Med
2002; 43: 856-861)
Metabolisme hormon tiroid sangat erat hubunganya dengan metabolisme
yodium, sehingga dengan yodium yang dimuati bahan radioaktf kita bisa
mengamati aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya.23
Radioisotop yang umum digunakan dalam bidang tiroidologi adalah I131,
I123, I125, Tc99m pertechnetate. Radiasi gamma digunakan untuk diagnostik,
sedangkan radiasi beta hanya penting untuk terapi. Dari hasil sidik tiroid
dibedakan 3 bentuk:23
Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang
dibandingkan sekitarnya. Nodul dingin soliter lebih tinggi
kemungkinan keganasannya; frekuensi keganasan nodul dingin
bervariasi antara 8-40% (london,1974); 15-30%. Perbedaan
frekuensi ini mungkin disebabkan perbedaan insiden karsinoma
tiroid di berbagai negara. Pada struma multinodusa, sidik tiroid
memberikan gambaran distribusi radioktivitas yang tidak rata;
kemungkinan keganasan pada nodul dingin multipel kecil sekali.
43
Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain. Nodul
hangat soliter pada umumnya jinak, sedang nodul panas jarang sekali
ganas. Kemungkinan nodul panas ganas kurang dari 1%. Nodul
tiroid otonom (dapat dibuktikan dengan uji supresi atau stimulasi)
cenderung menjadi toksik bila diamerternya lebih dari 3cm ( toksik
noduler goiter). 2,5,23,26
Disamping radio isotop tersebut tadi digunakan pula (walau masih
terbatas) seperti :23
1. Ga67sitrat,untuk membedakan lesi tiroid benigna dan maligna.
2. TI201 untuk deteksi karsinoma tiroid primer maupun metastase, dan
juga tiroiditis
3. Tc99m dimercaptusuccinic acod (Tc99m DMSA)untuk deteksi
karsinoma tiroid medulare (primer dan metastase).
4. Lain-lain seperti Se75 selenomethionin,Cs131,Tc99m
bleomycin,Tc99m diphosphate untuk sidik tiroid. 2,5,26
i) Patologi Anatomi
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya
penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil
negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang
benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
intrepertasi oleh ahli sitologi.
Biopsi jarum halus (FNAB = Fine Needle Aspiration Biopsy) diantara
semua sarana tes diagnostic untuk evaluasi nodul tiroid, yang paling efektif
adalah biopsi jarum halus, dengan akurasi diagnostic sekitar 80%. Hal ini perlu
diingat oleh karenanya jangan sampai menentukan terapi definitif hanya
44
berdasarkan hasil FNAB saja. Ketepatan pengambilan spesimen pada FNAB
akan meningkat bila prosedurnya dilakukan dengan tuntunan USG. 2,5,25
Gambar 18. FNA B struma
(http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0887217111001648 (online)
diakses tanggal 17 Maret 2013)
Tehnik pelaksanaan :
1. Persiapan
Dalam persiapan ini hal yang penting adalah inform concern dari
penderita, sehingga penderita mengerti persis apa yang akan dilakukan.
Yakinkan bahwa tidak terlalu menyakiti (seperti digigit semut), cara ini
aman, sehingga penderita kooperatif.
2. Memilih jarum
Jarum yang kita pakai 23 G kalau perlu sedikit diperbesar lumennya
maka dengan jarum 21 G atau 20G. Inget bahwa semakin besar jarum
makin banyak jaringan terluka dan tercampur darah yang akan membuat
dilusi dan aspirat, sehingga mengganggu pemeriksaan. Kalau diperlukan
menggunakan semprit 10 cc.
3. Prosedur
Penderita terlentang pada pundak diganjal hingga kepala ekstensi
(hati-hati pada penderita dengan artrosis atau gangguan leher lainnya).
Desinfeksi tempat yang akan dibiopsi dengan alkohol. Ingatkan penderita
supaya tidak melakukan gerakan menelan selama jarum berada dileher.
45
Jarum tadi bisa dipasang pada semprit atau langsung diserahkan pada
nodul, dengan menusukkan menembus kapsul, nodul difiksir diantara 2
jari dan 3 jari tangan sebelah lain. Pada waktu jarum masuk ke nodul
maka akan terasa ada tahanan, sebab jaringan ini lebih solid dari jaringan
sekitar. Pada waktu jarum menembus kapsul perhatikan lumen jarum
yang diluar sambil tusukkan digerakkan beberapa kali maju-mundur,
posisi ujung harus berada dalam nodul tersebut.
4. Perhatikan aspirat yang keluar
Seringkali dapat diduga struma tesebut dengan memperhatikan
aspirat tersebut :
a. Aspirat kering berarti massa avaskuler.
b. Ada campuran koloid yang memberi warna kuning oranye
apabila tercampur dengan darah.
c. Kadang tercampur cairan yang cukup banyak dengan
pelbagai warna : coklat merah tua (bekas hematoma), kuning
keruh (proses degenerasi), merah tua (trauma biopsi). Dalam
keadaan demikian perlu disaring dengan kertas saring dan
aspirat yang tertinggal dikertas ini dibuat hapusan. Apabila
yang keluar cairan seperti serum maka sebaiknya langsung
kita lakukan aspirasi saja, akan tetapi apabila yang keluar
kesan lebih kental maka bisa kita lakukan usapan pada objek
glass.
d. Tutup bekas tusukan dengan plaster atau hansaplast.
e. Mengirim sampel
Sampel yang diperoleh tadi dibuat hapusan. Keringkan
dengan menggunakan udara luar, atau bisa juga dengan
menggunakan hair drayer. Beri label nama pada sediaan dan
dikirim ke ahli sitologi dengan surat pengantar disertai
keterangan klinis yang jelas. 2,5,25
46
j) Pemeriksaan potong beku (VC = Vries Coupe)
Pemeriksaan potong beku pada operasi tireidektomi diperlukan untuk
meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau bukan,
dilakukan pada saat operasi, spesimen jaringan patologis dikirim kebagian
Patologi Anatomi. Hasil pemeriksaan potong beku menjadi dasar untuk
menentukan langkah dilakukan lobektomi sutotal, akan tetapi apabila ternyata
ditemukan sel ganas (VC positif) maka operasi dilanjutkan tireidoktomi total
atau tireidoktomi hampir total tergantung indikasi dan kondisi penderita.
Penderita setelah dilakukan tireidoktomi harus bisa dijamin mendapatkan
suplai preparat hormon tiroksin seumur hidup, oleh karena penderita tersebut
tidak bisa memproduksi hormon tiroksin lagi. Disamping sebagai suplemen
maka pemberian hormon tiroksin pada penderita yang dilakukan tiroidektomi
total oleh karena karsinoma tiroid, dosis yang diberikan sedikit lebih besar
sebab dimaksudkan juga sebagai supresi sehingga tidak akan ada induksi dari
TSH terhadap “sisa sel tiroid” seandainya ada.
Salah satu indikasi pemeriksaan potong beku pada penderita struma
adalah kecurigaan keganasan pada struma uni-nodusa (10-20% ganas). Akan
tetapi tidak menutup kemungkinan dilakukan juga VC pada struma
multinodusa yang memang nodulnya mencurigakan keganasan. 2,5,26
2.9 Penatalaksanaan.
a. Macam Pembedahan.16,26
Operasi tiroid (tiroidektomi) merupakan operasi bersih, dan tergolong
operasi besar. Berapa luas kelenjar tiroid yang akan diambil tergantung
patologinya serta ada tidaknya penyebaran dari penyakitnya karsinoma. Ada
6 macam operasi, yaitu :
1. Lobektomi Subtotal, pengangkatan sebagian lobus tiroid yang
mengandung jaringan patologis. (a)
2. Lobektomi Total (hemitiroidektomi = ismolobektomi), pengangkatan
satu sisi lobus tiroid. (a+b)
3. Strumektomi (Troidektomi subtotal), pengagkata sebagian kelenjar
tiroid mengandung jaringan patologis, meliputi kedua lobus
47
tiroid.(a+c)
4. Tiroidektomi near total, pengangkatan seluruh lobus tiroid patologis
berikut sebagian besar lobus tiroid kontralateralnya.(a+b+c)
5. Tiroidektomi total, pengangkatan seluruh kelenjar tiroid.(a+b+c+d)
6. Operasi-operasi yang sifatnya “extended” yaitu :
Tiroidektomi total + laringektomi total
Tiroidektomi total + reseksi trakea
Tiroidektomi total + sternotomi
Tiroidektomi total + FND (functional neck dissection) atau
RND (radial neck dissection). 15,24
Gambar 19. Teknik pembedahan struma
(http://dc95.4shared.com/doc/-g5Kd0H_/preview.html (online) diakses
tanggal 20 Maret 2013)
Indikasi operasi pada struma adalah :
1. Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa.
2. Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan.
3. Struma dengan gangguan kompresi.
4. Kosmetik.
Kontraindikasi pada operasi struma :
1. Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya.
2. Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik lain
yang belum terkontrol.
48
3. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit
digerakkan yang biasanya karena karsinoma.
Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek
prognosisnya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat sekaligus
dilakukanreseksi trakea ataularingektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan
lunak leher yang luassulit dilakukan eksisi yang baik.
Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tidakan
biopsy insisi untuk keperluan pemeriksaan histopatologis. Dilanjutkan dengan
tindakan debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi. Bila nodul
tiroid suspek maligna yang operable atau suspek benigna dapat dilakukan
tindakan isthmolobektomi atau lobektomi. Jika setelah hasil PA membuktikan
bahwa lesi tersebut jinak maka operasi selesai, tetapi jika ganas maka harus
ditentukan terlebihdahulu jenis karsinoma yang terjadi. 16,26
Komplikasi pembedahan tiroid :
a. Perdarahan dari A. Tiroidea superior.
b. Dispneu.
c. Paralisis N. Rekurens Laryngeus. Akibatnya otot-otoy laring terjadi
kelemahan.
d. Paralisis N. Laryngeus Superior. Akibatnya suara penderita menjadi
lebih lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi,
karena terjadi pemendekan pita suara oleh karena relaksasi M.
Krikotiroid.Kemungkinan nervus terligasi saat operasi. 16,25
2.10 Struma Non Toksik
Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid,
tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan
simetri atau nodular.12
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda
hipertiroidisme disebut struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau
adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi yodium.
49
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada wanita usia
lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk
involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi
kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi
jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering
berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di
leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena
menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika
pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan
foto Roentgen polos. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan
pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspiratory.2,12
Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan
iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis,
penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu:12
1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi
sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat
iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan
hypothyroidism dan cretinism.
2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting
penyakit tiroid autoimun
3. Goitrogen :
Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,
aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium
Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan
resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.
Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak
cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan
goitrin dalam rumput liar.
50
4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon
kelejar tiroid
5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-
kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna. 11
Penyebab Struma Non Toxic.
1. Defisiensi Iodium.
2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis.
3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan
penurunan pelepasan hormon tiroid.
4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi
hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-
stimulating immunoglobulin.
5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam
biosynthesis hormon tiroid.
6. Terpapar radiasi.
7. Penyakit deposisi.
8. Resistensi hormon tiroid.
9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis).
10. Silent thyroiditis.
11. Agen-agen infeksi.
12. Suppuratif Akut : bacterial.
13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit.
14. Keganasan Tiroid. 15
Manifestasi klinis. Struma nodosa sendiri dapat diklasifikasikan
berdasarkan beberapa hal, antara lain:16
1. Berdasarkan jumlah nodul: Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma
nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif: Nodul dingin,
nodul hangat, dan nodul panas.
51
3. Berdasarkan konsistensinya: Nodul lunak, kistik, keras, atau sangat
keras.
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan
kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang
dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan
pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas). Gejala penekanan ini data
juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras. Biasanya tidak
disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Keganasan
tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau.
Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher
sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar
getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau
penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase
karsinoma tiroid pada kranium.16
Diagnosis. Anamnesa sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis
atau macam kelainan dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan
apakah penderita dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti
penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami
sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis).
Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita
(karsinoma tiroid tipe meduler). 5,12,16,26
Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai jumlah nodul, konsistensi,
nyeri pada penekanan (ada atau tidak), pembesaran gelenjar getah bening.16
Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian
depan bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah.
Diperhatikan kulit di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.12,16
Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk
penderita dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita. Pada palpasi
harus diperhatikan antara lain, lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai
lobus kiri, kanan atau keduanya), ukuran (diameter terbesar dari benjolan,
nyatakan dalam sentimeter), konsistensi, mobilitas, infiltrat terhadap kulit atau
jaringan sekitar, apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba
52
mungkin ada bagian yang masuk ke retrosternal). Meskipun keganasan dapat saja
terjadi pada nodul yang multiple, namun pada umumnya pada keganasan
nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang
multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih
menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya. Harus juga diraba kemungkinan
pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya metastase karsinoma tiroid
pada rantai juguler.12,16
Pemeriksaan Penunjang meliputi:
1. Pemeriksaan Sidik Tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk
lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada
pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara
fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh
tiroid. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa
bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau
jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG, antara lian
kista, adenoma, kemungkinan karsinoma, tiroiditis.
2. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap
cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul. Dilakukan khusus
pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum
halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel
ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil negatif palsu
karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan
preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh
ahli sitologi.
3. Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu
tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini
dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9o
53
C dan dingin apabila < 0.9o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa
pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan
spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.
4. Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg)
serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak
rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.12,16
Penatalaksanaan. Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika, ialah
keganasan, penekanan, kosmetik. Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung
jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal
lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila
terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi
kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung
ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.2,16
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang inoperabel,
kontraindikasi operasi, ada residu tumor setelah operasi, metastase yang non
resektabel. Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen
juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah
karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga
ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada
karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.2,16
Preparat : Thyrax tablet
Dosis : 3x75 Ug/hari p.o
2.11 Struma Toksik
a) Struma difus toksik (Grave’s Disease)
Grave’s disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit
Grave’s terjadi akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormon)
yang merangsangsang aktivitas tiroid itu sendiri. Sering dijumpai adanya trias
Basedow, yaitu adanya struma tiroid difus, hipertiroidisme, dan
eksoftalmos.12
54
Manifestasi klinis. Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama
yaitu tiroidal dan ekstratiroidal. Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri
tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme
akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan.2
Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan
aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak
tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan
menurun, sering disertai dengan nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi,
diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa
oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai
bawah. Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar
(Stellwag’s Sign), kedipan berkurang, keterlambatan kelopak mata dalam
mengikuti gerakan mata (Lid Lag), tidak adanya kerutan pada dahi saat mata
melirik ke atas (Joffroy’s Sign) dan kegagalan konvergensi (Mobius Sign).
Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel mast dan
sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoftalmos (proptosis bola mata),
okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler.12,28
Diagnosis. Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas,
tetapi pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis.
Pada kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan
laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis
hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan
fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik,
sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme
akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormon sensitive (TSHs) tak terukur
atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat.14
Penatalaksanaan. Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah
membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan
produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif,
tiroidektomi subtotal). 12,28
1. Obat antitiroid 28
Indikasi:
55
Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan
remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma
ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang
mendapat yodium aktif.
Persiapan tiroidektomi
Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan :(djokomoeljanto, 2009)
Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)
Karbimazol 30-60 5-20
Metimazol 30-60 5-20
Propiltourasil 300-600 5-200
Tabel 1. Obat anti tiroid.
(Djokomoeljanto R. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme.
Dalam : Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Interna Publishing. hh 1993 – 2008)
2. Pengobatan dengan yodium radioaktif 28
Indikasi:
Pasien umur 35 tahun atau lebih.
Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi.
Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.
Adenoma toksik, goiter multinodular toksik.
3. Operasi13
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :
Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak
berespons terhadap obat antitiroid.
56
Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat
antitiroid dosis besar.
Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima
yodium radioaktif.
Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau
lebih nodul. 12,28
b) Struma nodular toksik
Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummer’s disease . Paling
sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular
kronik.17
Etiologi :
1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4
2. Aktivasi reseptor TSH
3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G
4. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1),
insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast
growth factor.
5. Struma Toxic Diffusa
6. Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease,
yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui
penyebab pastinya.1,6
Manifestasi klinis. Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal
jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula
memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan pengecilan
otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut
yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves.
Penderita goiter nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata
(melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas
simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis
57
oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves. Gejala
disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di
retrosternal.17
Diagnosis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan
fisik dan didukung oleh tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon
tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid biasanya tidak ditemukan.17
Penatalaksanaan. Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker
dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita
penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena
pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis
radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi
tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma
multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi
yang lain adalah dianjurkan.17
c) Penyakit Tiroid yang lain.
1) Tiroiditis
Ditandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar
tiroid.17,27
Klasifikasi :
1. Akut (supuratif)
Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau
jamur. Bentuk khas infeksi bakterial ini ialah tiroiditis septik akut.
Kuman penyebab antara lain Staphylococcus aureus,
Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi terjadi
melalui aliran darah, penyebaran langsung dari jaringan
sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktus
tiroglosus yang persisten. Kelainan yang tejadi dapat disertai
abses atau tanpa abses. Gejala klinis berupa nyeri di leher
mendadak, malaise, demam, menggigil, dan takikardi. Nyeri
bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah
tiroid membengkak dengan tanda-tanda radang lain dan sangat
58
nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis,
LED meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin.
Pengobatan utama adalah antibiotik. Kokus gram positif biasanya
diatasi dengan penisilin atau derivatnya, tetrasiklin atan
kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan satu lobus
diperlukan lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika infeksi
sudah menyebar melalui kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya,
diperlukan insisi dan drainage.
2. Subakut
Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus
dijumpai antibodi autoimun. Pasien mengeluh di leher bagian
depan menjalar ke telinga, demam, malaise, disertai
hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pameriksaan fisik
ditemukan tiroid membesar, nyeri tekan, biasanya disertai
takikardi berkeringat, demam, tremor dan tanda-tanda lain
hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium sering di jumpai
leukositosis, laju endap darah meningkat. Pada 2/3 kasus kadar
hormon tiroid meninggi karena penglepasan yang berlebihan
akibat destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi. Penyakit ini
biasanya sembuh sendiri sehingga pengobatan yang diberikan
bersifat simtomatis. Dapat diberikan asetosal untuk mengurangi
nyeri. Pada keadaan berat dapat diberikan glukokortokoid
misalnya prednison dengan dosis awal 50 mg/hari.
3. Menahun
limfositik (Hashimoto)
Merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain
yaitu struma limfomatosa, tiroiditis autoimun. Umumnya
menyerang wanita berumur 30-50 tahun. Kelenjar tiroid
biasanya membesar lambat, tidak terlalu besar, simetris,
regular dan padat. Kadang-kadang ada nyeri spontan dan
nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid dan jarang
hipertiroid. Kelainan histopatologisnya antara lain infiltrasi
59
limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis.
Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara
histologis melalui biopsi. Bila kelenjar tiroid sangat besar
mungkin diperlukan pengangkatan, tetapi operasi ini
sebaiknya ditunda karena kelenjar tiroid dapat mengecil
sejalan dengan waktu. Pemberian tiroksin dapat mempercepat
hal tersebut.
2. Non spesifik.
3. Fibrous-invasif (Riedel). 17,27
2.12 Tumor
Tumor kelenjar thyroid pada umumnya berupa suatu nodule atau massa dan
setiap nodule pada kelenjar thyroid harus dicurigai sebagai suatu keganasan
sampai dapat dibuktikan bahwa tumor tersebut tidak ganas, perlu diketahui bahwa
nodule pada kelenjar thyroid dengan fungsi kelenjar dalam keadaan normal dapat
terjadi pada perdarahan dalam kelenjar thyroid normal, chronis thyroiditis,
adenoma dan karsinoma.25
Di Amerika Serikat tumor pada kelenjar thyroid didapatkan pada = 4-5%
dari populasi. Kebanyakan dari tumor ini adalah suatu adenoma dan tumor-tumor
jinak lain. Tumor ganas kelenjar thyroid yang paling ganas adalah suatu Papillary
Carcinoma dan jarang menyebabkan kematian. Kematian yang terjadi karena
Carcinoma ini ± 13 penderita dari 1.000.000 penduduk tiap tahunnya dengan
kemungkinan untuk hidup selama 30 tahun ± 5%. Carcinoma kelenjar thyroid
sangat sukar dibedakan dengan yang jinak tanpa disertai pemeriksaan
mikroskopik.17
Dari suatu penyelidikan didapatkan 15 penderita Carcinoma dari 226
penderita dengan nodule kelenjar thyroid dan dari 15 penderita ini hanya 6
penderita yang diagnose dengan keganasan.17,28
a. Tumor Jinak
Tumor jinak kelenjar thyroid yang paling sering didapatkan adalah
suatu adenoma dan sering dikacaukan dengan adenomatous goiter
(multinodular goiter). Adenomatous goiter bukan merupakan neoplasma
60
yang sebenarnya karena suatu adenoma mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:17,24
Berkapsul jaringan ikat fibrous.
Arsitektur jaringan yang berada dalam dan diluar kapsul jelas
berbeda.
Arsitektur jaringan yang berada dalam kapsul biasanya uniform.
Terjadi penekanan jaringan thyroid diluar kapsul
Adenoma sering terjadi pada wanita dengan perbandingan 7 : 1 dan
80% terjadi pada umur antara 20 – 60 tahun. Terdapat dua bentuk adenoma
kelenjar thyroid yaitu suatu follicular dan papillary adenoma. Follicular
dapat dibagi lagi menjadi macro dan micro follicular adenoma. Disamping
itu ada bentuk lain yang dinamakan Hurtle Cell Adenoma:25
1. Follicular Adenoma
Adalah suatu adenoma kelenjar thyroid yang membentuk acini
atau kelenjar yang serinf terjadi pada usia dewasa muda dan pada
setiap bagian dari kelenjar thyroid. Suatu adenoma biasanya single,
berbatas jelas berbentuk bulat sampai bulat lonjong, berkapsul dengan
diameter 3-4 cm tetapi dapat mencapai 10 cm. konsistensi lebih padat
dari jaringan thyroid yang normal. Terdapat sebuah bentuk adenoma
yang terdiri dari sel-sel yang besar dan granular daripada sel thyroid
normal dengan susunan yang bermacam-macam dari bentuk acini,
jalur-jalur atau kelompok-kelompok. Bentuk ini disebut sebagai
Hurtle Cell Adenoma.
Kurang lebih 10% dari adenoma ini menunjukkan adanya invasi
sel kedalam pembuluh darah atau limfe dan cenderung menjadi ganas.
Proses ini dimulai denagn penembusan kapsul adenoma tersebut.
Yang terpenting mengadakan invasi adalah embryyonal adenoma dan
yang paling jarang adalah colloid adenoma.
Bila suatu adenoma mengadakan invasi kedalam pembulu darah
maka disebut sebagai angio-invasi adenoma atau encapsulated
follicular carcinoma. Follicular adenoma punya arti klinis yang
61
penting karena : potensial untuk menjadi hyperthyroidism, sukar
dibedakan dengan Carcinoma dan dapat menjadi ganas.25
2. Teratoma
Suatu tumor yang sangat jarang dibedakan dan biasanya terjadi
pada garis tengah tubuh yang berasal dari jaringan embryonal.
Teratoma sering terjadi pada ovarium dan testi. Gambarkan teratoma
pada kelenjar thyroid sama seperti dilain tempat dan secara mendalam
akan dibicarakan dalam bab urogenitalia.25
b. Tumor Ganas
Karsinoma tiroid berasal dari sel folikel tiroid. Klasifikasi keganasan
thyroid :
1. Well differentiated
Papillary Carcinoma
Folliculary Carcinoma
2. Undifferentiated
Medullary Carcinoma
Anaplastic Carcinoma
Karsinoma tiroid agak jarang di-dapat, yaitu sekitar 3-5% dari semua
tumor maligna. Insidensnya lebih tinggi di negara berkembang dengan
struma endemik, terutama jenis folikuler dan jenis anaplastik. Karsinoma
tiroid didapat pada segala usia dengan puncak pada usia muda (7-20 tahun)
dan usia setengah baya (40-60 tahun). Insidens pada pria adalah sekitar 3/
100.000/tahun dan wanita sekitar 8/ 100.000/tahun. Kurang lebih 25%
terjadi pada struma nodosa. Fokus karsinoma tampaknya muncul secara de
novo di antara nodul dan bukan di dalamnya.17,25
62
Gambar 20. Ca tiroid
(http://www.berbagimanfaat.com/2012/07/karsinoma-tiroid.html (online)
diakses tanggal 20 Maret 2013.)
Radiasi daerah leher merupakan salah satu faktor resiko yang penting.
Lebih kurang 25% dari mereka yang menjalani radiasi di leher pada usia
muda, di kemudian hari, memperlihatkan nodul kelenjar tiroid yang berupa
adenokarsinoma tiroid, terutama tipe papiler.16,24
Waspada keganasan pada struma apabila didapatkan :
Pembesaran soliter yang cepat pada kelenjar tiroid tanpa disertai
rasa nyeri.
Pengerasan pada beberapa bagian atau menyeluruh dari suatu
struma.
Struma yang sudah lama tiba-tiba membesar progresif.
Hilangnya mobilitas dari stuma, terjadi akibat proses infiltrasi
tumor kesekitarnya.
Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang m.
Sternokleidomastoideus karena terdesak oleh tumor (tanda dari
Berry).
Adanya obstruksi trakea.
Struma disertai dengan suara parau atau horner syndrome (ptosis,
miosis, enophthalmus), hal ini menunjukkan adanya infiltrasi
atau metastase kanker ke jaringan sekitarnya.
Struma disertai pembesaran kelenjar limfe leher.
Struma disertai metatase jauh (kalvaria, kosta, kolum femuris
dll).17,25
63
1. Adenokarsinoma papiler
Adenokarsinoma papiler adalah jenis keganasan tiroid
berdiferensiasi baik yang paling sering ditemukan (50-60%).
Sebagian besar disertai pembesaran kelenjar getah bening
regional di leher. Karsinoma ini merupakan karsinoma tiroid
yang bersifat kronik, tumbuh lambat, dan mempunyai
prognosis paling baik di antara jenis karsinoma tiroid lainnya.
Walaupun telah ada metastasis limfogen di leher, dengan
pengobatan yang baik, dapat dicapai ketahanan hidup sampai
20 tahun atau lebih. Karena tumbuh lambat dan penyebarannya
di luar tiroid juga lambat, evaluasi untuk menilai keberhasilan
berbagai cara teknik pembedahan atau penanganan lain sukar
ditentukan. Faktor yang memengaruhi prognosis baik ialah usia
di bawah 40 tahun, wanita, dan jenis histologik papiler.
Penyebaran limfogen tidak terlalu memengaruhi prognosis.
Faktor prognosis kurang baik adalah usia di atas 45 tahun serta
tumor tingkat T3 dan T4.
Tumor ini jarang bermetastasis secara hematogen, tetapi
pada 10% kasus terdapat metastasis jauh. Diagnosis. Pada
anamnesis ditemukan keluhan tentang benjolan pada leher
bagian depan. Benjolan tersebut mungkin ditemukan secara
kebetulan oleh penderita sendiri atau oleh orang lain.
Benjolan membesar sangat lambat, dan jika terjadi cepat,
harus dicurigai suatu degenerasi kistik atau karsinoma
anaplastik. Yang terakhir ini umumnya disertai tanda
penekanan terhadap organ dan struktur sekitarnya.
Pada anamnesis juga harus ditanyakan adanya faktor risiko
untuk terjadinya karsinoma tiroid. Kadang terdapat pembesaran
kelenjar getah bening di leher bagian lateral, yaitu grup juguler.
Penyebaran kc kelenjar getah bening di bagian kranial kutub atas
tiroid akan menimbulkan yang dahulu dikenal sebagai tiroid aberans.
Tumor primernya biasanya tidak dikeluhkan dan tidak dapat
64
ditemukan secara klinis. Bila tumornya cukup besar, akan timbul
keluhan karena desakan mekanis pada trakea dan esofagus, atau
hanya timbul rasa mengganjal di leher.
Pemeriksaan fisik. Tumor biasanya dapat dilihat dan dapat
dipalpasi dengan mudah. Yang khas untuk tumor tiroid ialah tumor
ikut dengan gerakan menelan. Akan tetapi, pada stadium yang telah
lanjut yang telah berinflltrasi ke jaringan sekitar, tumor menjadi
terfiksasi, dan sering kali tidak lagi bergerak pada waktu menelan. Hal
ini sering menjadi indikator bahwa tumor sudah tidak dapat diangkat.
Pemeriksaan penunjang. Ultrasonografi dilakukan untuk
membedakan nodul kistik atau padat, dan untuk menentukan volume
tumor. Pemeriksaan Rontgen berguna untuk melihat dorongan,
tekanan, dan penyempitan pada trakea, serta membantu diagnosis
dengan melihat adanya kalsifikasi di dalam jaringan tiroid. Foto toraks
dibuat untuk melihat kemungkinan ekstensi struma ke retrosternum
dan penyebaran karsinoma tiroid ke mediastinum bagian atas atau ke
paru.
Pemeriksaan CT scan bermanfaat terutama pada karsinoma tiroid
stadium lanjut, yaitu untuk melihat ekstensi tumor ke jaringan sekitar,
adanya pembesaran, dan metastasis pada kelenjar getah bening leher.
CT scan juga berguna untuk merencanakan pembedahan, tetapi tidak
dapat membedakan ganas atau jinaknya suatu nodul tiroid jika belum
terjadi infiltrasi ke jaringan sekitarnya.
Pemeriksaan sidik radioaktif tiroid dilakukan dengan bahan
radioaktif yodium 131. Berdasarkan banyaknya yodium yang
ditangkap oleh nodul tiroid, dikenal adanya nodul dingin, yaitu nodul
yang tidak menangkap atau sedikit menangkap yodium dibandingkan
dengan sel kelenjar normal. Nodul hangat menangkap yodium
radioaktif sama banyak dengan sel kelenjar normal, dan nodul panas
menangkap yodium radioaktif lebih banyak. Karsinoma papiler
biasanya kurang atau sama sekali tidak menangkap yodium.
65
Biopsi insisi tidak dianjurkan pada karsinoma tiroid yang masih
layak bedah. Biopsi aspirasi jarum halus (FNA) merupakan cara
diagnosis yang sangat balk dan sederhana. Ketepatan diagnosis sangat
bergantung pada teknik pengambilan, persiapan slides, kejelian serta
pengalaman ahli patologi di bidang sitologi. Tata lafcsana.
Pembedahan enukleasi pada struma bernodul tunggal sebaiknya tidak
dilakukan karena dianggap tidak adekuat. Selain itu, apabila hasil
pemeriksaan patologi ternyata ganas, diperkirakan sudah terjadi
kontaminasi lapangan operasi oleh sel tumor sehingga pembedahan
berikutnya menjadi tidak sempurna lagi. Harus diingat bahwa
sebagian struma nodul tunggal adalah ganas, dan juga nodul yang
teraba secara klinis tunggal mungkin merupakan bagian dari struma
multinodosa.
Nodul soliter jinak jarang terdapat pada anak, pria (semua umur),
dan wanita di bawah 40 tahun ataupun di atas 60 tahun. Bila
ditemukan struma nodul tunggal pada golongan tersebut, harus
dianggap suatu keganasan dan minimal harus dilakukan
istmolobektomi. Pada pemeriksaan histopatologik, sekitar 10%
menunjukkan keganasan dan biasanya bcrjenis adenokarsinoma
papiler.
Pengobatan primer karsinoma papiler dengan radioaktif tidak
memberikan hasil yang memuaskan karena adenokarsinoma papiler
pada umumnya tidak menyerap yodium 131 (Iodine 131). Pada
pascatiroidektomi total ternyata yodium lebih dapat ditangkap oleh sel
anak sebar karsinoma papiler tertentu sehingga pemberian pascabedah
dengan yodium radioaktif akan lebih bermanfaat. Radiasi ekstemal
dapat diberikan bila tidak terdapat fasilitas radiasi intern, dengan hasil
yang masih kontroversiai. Metastasis sebaiknya ditatalaksana secara
ablasio radioaktif. Prognosis adenokarsinoma papiler cukup balk pada
tumor tingkat Tl dan T2. 17,25
.
66
2. Adenokarsinoma folikuler
Adenokarsinoma folikuler meliputi sekitar 25% keganasan tiroid
dan didapat terutama pada wanita setengah baya. Kadang ditemukan
adanya tumor soliter besar di tulang seperti di tengkorak atau
humerus, yang merupakan metastasis jauh dari adenokarsinoma
folikuler yang tidak ditemukan karena kecil (occult) dan tidak
bergejala.
Pembedahan untuk adenokarsinoma folikuler adalah tiroidektomi
total. Karena sel karsinoma ini menangkap yodium, radioterapi
dengan yodium 131 dapat digunakan. Bila masih ada tumor yang
tersisa ataupun terdapat metastasis, dilakukan pemberian yodium
radioaktif.
Radiasi eksternal untuk metastasis pada tulang ternyata
dilaporkan memberikan hasil yang cukup baik. Prognosis cukup baik,
terutama untuk tipe mikro-invasif. 17,25
3. Adenokarsinoma meduler
Adenokarsinoma meduler meliputi 5-10% keganasan tiroid dan
berasal dari sel parafolikuler, atau sel C yang memproduksi
tirokalsitonin. Kadang dihasilkan pula CEA (carsinoembryonic
antigen). Tumor adenokarsinoma meduler terbatas tegas dan keras
pada perabaan. Tumor ini terutama didapat pada usia di atas 40 tahun,
tetapi juga ditemukan pada usia yang lebih muda bahkan pada anak,
dan biasanya disertai gangguan endokrin lannya.
Pada slndrom Sipple (MEN IIa) ditemukan kombinasi
adenokarsinoma meduler, feokromositoma, dan hiperparatiroidi,
sedangkan pada MEN IIb disertai juga neuroma submukosa.
Bila dicurigai adanya adenokarsinoma meduler, dilakukan
pemeriksaan kadar kalsitonin darah sebelum dan sesudah
perangsangan dengan suntikan pentagastrin atau kalsium. Kalsitonin,
juga merupakan hormon, dapat dipergunakan sebagai alat skrining
pada keluarga dengan karsinoma meduler.
67
Penanggulangan tumor ini adalah tiroidektomi total. Pemberian
radioterapi tidak memuaskan. Pemberlan yodium radioaktif juga tidak
berhasil karena tumor Ini bukan berasal dari sel folikuler, tetapi dari
sel parafolikuler (sel C) sehingga tidak menangkap atau menyerap
yodium radioaktif. 17,25
4. Adenokarsinoma anaplastik
Adenokarsinoma anaplastik jarang ditemukan dibandingkan
dengan karsinoma yang berdiferensiasi balk, yaitu sekitar 20%. Tumor
ini sangat ganas, terdapat terutama pada usia tua, dan lebih banyak
pada wanita. Sebagian tumor terjadi pada struma nodosa lama yang
kemudian membesar dengan cepat. Tumor ini sering disertai nyeri dan
nyeri alih ke daerah telinga dan suara serak karena inflltiasi ke
n.rekurens. Biasanya waktu penderlta datang sudah terjadi
penyusupan ke jartngan sekitarnya, seperti taring, faring, dan esofagus
sehingga prognosisnya buruk.
Pada anamnesis ditemukan struma yang telah di-derita cukup
lama dan kemudian membesar dengan cepat, disertai adanya
penekanan pada atau infiltrasi ke dalam organ dan struktur sekitar dan
rasa sakit. Salah satu gejala yang dapat terjadi adalah suara menjadi
parau pada penderita struma nodosa yang sudah lama maka harus
dicurigai adanya degenerasi maligna, yaitu karsinoma anaplastik.
Pemeriksaan penunjang berupa foto Rontgen toraks, leher dan
seluruh tulang tubuh dilakukan untuk mencari metastasis ke organ
tersebut.
Pembedahan biasanya sudah tidak mungkin lagi sehingga
hanya dapat dilakukan biopsi aspirasi jarum halus (FNA) atau biopsi
insisi, untuk mengetahui jenis karsinoma. Satu-satunya terapi yang
bisa diberikan adalah radiasi eksternal dengan atau tanpa pemberian
kemoterapi antikanker (doksorubisin).
68
Prognosis karsinoma anaplastik adalah buruk, dan penderita
biasanya meninggal dalam waktu enam bulan sampai satu tahun
setelah diagnosis. 17,25
2.13 Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas.
Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan
nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik.2
1. Konsistensi keras pada beberaoa bagian atau menyeluruh pada nodul
dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas, tetapi dapat mengalami
degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering, walaupun
nodul yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan hiperplasia
adenomatosa yang sudha berlangsung lama.
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,
walaupun nodul ganas tidak selalu melakukan infiltrasi.
4. Jika ditemukan ptosis, miosis, dan enoftalmus merupakan tanda
infiltrasi ke jaringan sekitar 4 – 20% nodul soliter bersifat ganas,
sedangkan nodul multiple jarang yang ganas.
5. Nodul yang muncul tiba – tiba atau cepat membesar perlu dicurigai
ganas terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba –
tiba membesar progresif.
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah
bening regional atau perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus
strenokleidomastoideus karena desakan pembesaran nodul (Berry’s
sign).
8. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan,
walaupun nodul ai dengan ganas tidak selalu melakukan infiltrasi. 2
69
DAFTAR PUSTAKA
1. Adediji., Oluyinka S.,2004., Goiter, Diffuse Toxic., eMedicine.,
http://www.emedicine.com/med/topic917.htm (online). Diakses tanggal
15 Maret 2013 Jam 21.00 WIB.
2. Andre. Struma.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20013/4/Chapter%20II.pdf
(online). Diakses tanggal 15 Maret 2013 Jam 20.10 WIB.
3. Bickley L.S . 2007. Chapter 6: The Head and Neck. Guide to Physical
Examination and History Taking. 9th
Edition. Lippincot Williams &
Wilkins. pp: 198-200.
4. Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine.,
http://www.emedicine.com/med/topic920.htm (online). Diakses tanggal
15 Maret 2013 Jam 21.10 WIB.
5. Djokomoeljanto R. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan
Hipertiroidisme. Dalam : Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi
Idrus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Interna
Publishing. hh 1993 – 2008.
6. Ellis Harold. 2006. Part 5 The Head and Neck. Clinical Anatomy applied
anatomy for students and junior doctors. Elevanth edition. Australia :
Blackwell. pp: 264 – 267.
7. Fikih Mohamad. 2010. Struma.
http://karikaturijo.blogspot.com/2010/01/struma-nodul-non-toksik.html
(online). Diakses tanggal 17 Maret 2013 Jam 19.10 WIB..
8. Grace Pierce, Borley Neil. 2007. Struma. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi
ketiga. Jakarta : EMS. hh : 132 – 133.
9. Guyton A.C, Hall J.E. 2006. Chapter 76: Thyroid Metabolic Hormons.
Text Book of Medical Physiology. 11th
Edition. Saunder Elsevier. pp: 931-
939.
10. John B. Hanks, Leslie J. Salomone. 2007. Chapter 36: Thyroid. Sabiston
Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical Practice.
18th
edition. Saunder Elsevier pp:603-627.
70
11. Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.
http://www.emedicine.com/med/topic919.htm (online). Diakses tanggal
15 Maret 2013 Jam 19.30 WIB.
12. Mansjoer Arif dkk. 2009. Struma Nodosa Non Toksik. Dalam: Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. hh. 598 - 601.
13. Miller Beat. Morgenthaler Christ, Mirjam. 2007. Evaluation of
Hyperthyroidism and Hyperthyroid Goiter. Oertli D, Udelsman R. Surgery
of the Thyroid and Parathroid Glands. Berlin Heidelberg: Springer
Verlah. pp: 21-30
14. Moore KL, Agur AMR. 2007. Neck Essential Clicinal Anatomy 3rd
Edition. London : Lippincott Williams & Wilkins. pp: 584-629
15. Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,
http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm (online). Diakses tanggal
15 Maret 2013 Jam 22.10 WIB.
16. R. Martatko Marmowinoto, Soenarto Reksoprawiro, Urip Murtedjo, Yoga
Wijahyadi, Dwi Hari Susilo, R Maryono Dwi Wibowo, Sahudi. 2010.
Struma Nodosa Non Toksika. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi
Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya: Lab/UPF Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Umum Universitas Airlangga Rumah Sakit
Umum Daerah Dokter Soetomo Surabaya. hh: 140-142.
17. Sadler P, Orlo H. Clark. 2010. Chapter 37: Thyroid, Parathyroid, and
Adrenal. Schawatz’s Principles of Surgery 9th
Edition. McGraw-Hill
Companies. pp: 41 - 49
18. Saladin. 2003. Chapter 17 The Endocrin System. Saladin: Anatomy &
Physiology: The Unity of Form and Function. Third Edition. Philadelphia :
The McGraw−Hill. pp : 635 – 647.
19. Shebatarigan. 2011. Struma.
http://www.scribd.com/doc/61979639/Lapkas-Struma (online) diakses
tanggal 18 Maret 2013 Jam 21.15 WIB..
20. Silbernagl Stefan, Lang Florian. 2006. Pengaruh dan Gejala
Hipertiroidisme. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC. hh
: 282 – 283.
71
21. Silbernagl Stefan, Lang Florian. 2006. Pengaruh dan Gejala
Hipotiroidisme. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC. hh
: 284 – 285.
22. Silbernagl Stefan, Lang Florian. 2006. Penyebab Hipotiroidisme,
Hipertiroidisme dan Struma. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta : EGC. hh : 280 – 281.
23. Snell Richard. 2006. The Endocrine System. Clinical Anatomy by System.
London : Lippincott Williams & Wilkins. pp : 415 – 418.
24. Tjindarbumi, D. 2006. Karsinoma Tiroid. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Jakarta: Bina Rupa Aksara. hh ; 343 – 352.
25. Urip Murtedjo, Hasan Arief Iyad (alm.), Adrie E. Manoppo (alm.), Tjakra
W. Manuaba. 2007. Sistem endokrin. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,
editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. hh: 799-814.
26. Wiyono Paulus. 2009. Tiroiditis. Dalam : Sudoyo Aru W, Setiyohadi
Bambang, Alwi Idrus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Interna Publishing. hh: 2016-2021.
27. Yogiantoro Diany, Prijanto. 2010. Opthalmogic aspects of Thyroid Eye
Disease. Seri 1 Endokrin Metabolik Kapita Selekta Tiroidologi. Surabaya:
Airlangga University Press. hh: 37- 46.
28. Young Barbara, Lowe James. 2006. Endocrine System. Wheater’s
Functional Histology a Text and Colour Atlas. 5th Edition. London: A
Churchill Livingstone. pp : 333-335.
29. Meier DA, Brill DR, Becker DV, Clarke SEM, Silberstein EB, Royal HD,
et al. Procedure guideline for therapy of thyroid disease with Iodine-131. J
Nucl Med 2002; 43: 856-861.
http://www.prioritasnews.com/2012/08/28/gangguan-metabolisme-akibat-
hipertiroid/ (online) diakses tanggal 20 Maret 2013.
http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Struma_001.jpg (online) diakses
tanggal 17 Maret 2013.
72
http://www.asiancancer.com/indonesian/cancer-diagnosis/lymphoma-
diagnosis/ (online) diakses tanggal 19 Maret 2013.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0887217111001648 (online)
diakses tanggal 17 Maret 2013.
http://dc95.4shared.com/doc/-g5Kd0H_/preview.html (online) diakses tanggal
20 Maret 2013.
http://www.berbagimanfaat.com/2012/07/karsinoma-tiroid.html (online)
diakses tanggal 20 Maret 2013.