makalah ski

Upload: cegu-kimin-cuy

Post on 13-Jul-2015

462 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TUGAS KELOMPOK ZAMAN PURBA INDONESIA SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA

Dosen Syaiful Bahri, S.Pd. M.pdDi susun kelompok V : 1. Hakimin 2. Titin Septiani 3. Criska Oktianti 4. Marsela Ela 5. M. Santoso (NIM : 221100125) (NIM : 221100026) (NIM : 221100047) (NIM : 221100048) (NIM : 221100107)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA STKIP PGRI PONTIANAK 2011/2012

Kelompok V Kelas A Sore

1

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.Wr.Wb Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin kami sebagai mahasiswa STKIP PGRI PONTIANAK tidak akan sanggup

menyelesaikan dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Sejarah Kebudayaan Indonesia, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh kami sebagai mahasiswa dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri kami sebagai mahasiswa maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang Zaman Purba Indonesia yang menjelaskan bagaimana zaman purba itu lahir. Kami juga sebagai mahasiswa mengucapkan terima kasih kepada dosen Sejarah Kebudayaan Indonesia (Bapak Syaiful Bahri.S.pd. M.pd) yang telah membimbing dan memberi ilmu pengetahuan kami sebagai mahasiswa agar dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih. Wasalamualaikum.Wr.Wb

Penulis

Kelompok V kelas A sore

Kelompok V Kelas A Sore

2

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR.....................................................................................................2 BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................4 A. LATAR BELAKANG..........................................................................................4 B. PERUMUSAN MASALAH.................................................................................4 C. TUJUAN...............................................................................................................5 D. MANFAAT...........................................................................................................5 BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................6 ZAMAN PURBA INDONESIA........6 1. KERAJAAN KUTAI............................................................................................8 2. KERAJAAN TARUMANEGARA.......................................................................9 3. KERAJAAN KALING.........................................................................................10 4. KERAJAAN SRIWIJAYA...................................................................................11 5. KERAJAAN MATARAM DI JAWA TENGAH.................................................12 6. KERAJAAN KANJURUHAN.............................................................................13 7. SANJAYAWAMCA DAN CAILENDRAWAMCA...........................................14 8. BALAPUTRA RAJA SRIWIJAYA.....................................................................15 9. KELUARGA SRIWIJAYA BERKUASA PENUH LAGI...................................16 10. ICANA DI JAWA TIMUR, WARMMADEWA DI BALI, DAN SRIWIJAYA.17 11. KERAJAAN KEDIRI...........................................................................................18 12. KERAJAAN KEDIRI DAN SRIWIJAYA SEKITAR TAHUN 1200................19 13. KERAJAAN SINGASARI...................................................................................20 14. KERAJAAN MAJAPAHIT..................................................................................21 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN.....................................................................................................22 B. SARAN.................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................24

Kelompok V Kelas A Sore

3

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Dalam pembuatan makalah ini, kami sebagai mahasiswa SKTIP PGRI Pontianak prodi sejarah mempelajari tentang mata kuliah Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yang berjudul kan tentang Zaman Purba Indonesia. Sejak dari datangnya bangsa dan pengaruh Hindu pada abad-abad pertama tarikh masehi sampai tahun 1500 dengan lenyapnya kerajaan majapahit. Dengan ada nya pengaruh-pengaruh dari india itu berakhirlah zaman prasejarah Indonesia, oleh karena itu lalu terdapat keterangan-keterangan tertulis yang memasukkan bangsa kita kedalam zaman sejarah. Keterangan-keterangan tertulis itu berupa batu-batu bersurat, dan

didapatkannya di Kutai (Kalimantan Timur) dan juga di Jawa Barat. Tulisan yang dipakai adalah huruf Pallawa, yaitu huruf yang lazim di India Selatan antara kirakira abad ke-3 sampai ke-7. Bahasa nya adalah bahasa Sanskerta, bahasa resmi dari India, yang di rubah dalam bentuk syair. Maksud dari piagam-piagam itu ialah terutama memuji kebesaran sang raja dan melakukan saji secara besarbesaran menurut upacara Hindu untuk keselamatan dan kesejahteraan kerajaan serta rakyat nya. Pengaruh hindu bukan saja mengantarkan bangsa Indonesia memasuki zaman sejarah, tetapi juga membawa perubahan dalam susunan masyarakatnya, yaitu timbulnya kedudukan raja dan bentuk pemerintahan kerajaan, dan dalam alam pikiran pula dengan adanya bentuk keagamaan yang baru. Dengan sendiri nya kehidupan dan adat kebiasaan ikut berubah. B. Perumusan Masalah Berhubungan dengan pernyataan di atas , maka pentinglah bahwa kita terlebih dahulu meninjau Sejarah Kebudayaan Indonesia, meskipun hanya dengan singkat dan terbatas kepada mana-mana yang perlu untuk Indonesia. Dalam peninjauan ini, titik berat kita letakkan kepada soal-soal keagamaan danKelompok V Kelas A Sore 4

pandangan hidup, oleh karena kedua inilah yang menjadi pendorong dan bahkan yang menentukan corak serta sifatnya, bagi penjelmaan-penjelmaan kebudayaan yang dilahirkan oleh masyarakat pendukungnya. Itulah pula yang nantinya mempengaruhi dan menentukan arah perkembangan selanjutnya dari kebudayaan Indonesia selama zaman purba. C. Tujuan Dalam pembahasan Sejarah Kebudayaan Indonesia yang berjudul tentang Zaman Purba Indonesia ini bertujuan untuk mengetahui sejarah-sejarah peradaban yang ada di Indonesia dan mempelajari berbagai aspek kehidupan pada zaman purba/dahulu. D. Manfaat Dalam mempelajari tentang Zaman Purba Indonesia, akan menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kita tentang peradaban yang terjadi di Indonesia. Dan juga menerap kan kepada semua para pelajar.

Kelompok V Kelas A Sore

5

BAB II PEMBAHASAN ZAMAN PURBA INDONESIA 1. KERAJAAN KUTAI a) Letak Kerajaan Kerajaan kutai adalah kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan ini terletak ditepi sungai Mahakam di Muarakaman, Kalimantan Timur, dekat kota Tenggarong. b) Pendiri Dinasti Diperkirakan Kerajaan Kutai berdiri pada abad 4 M prasasti tersebut didirikan oleh Raja Mulawarman. Bukti sejarah tentang kerajaan Kutai adalah

ditemukannya 7(tujuh) prasasti yang berbentuk yupa (tiang batu) tulisan yupa itu menggunakan huruf pallawa dan bahasa sansekerta. Adapun isi prasati tersebut menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan Kutai bernama Kudungga. Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman yang disebut sebagai wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah meninggal,

Asawarman digantikan oleh Mulawarman. Penggunaan nama Asawarman dan nama-nama raja pada generasi berikutnya menunjukkan telah masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam kerajaan Kutai dan hal tersebut membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang telah memeluk agama Hindu. c) Kehidupan Kerajaan Kehidupan sosial di Kerajaan Kutai merupakan terjemahan dari prasastiprasasti yang ditemukan oleh para ahli. Diantara terjemahan tersebut adalah sebagai berikut : Masyarakat di Kerajaan Kutai tertata, tertib dan teratur Masyarakat di Kerajaan Kutai memiliki kemampuan beradaptasi dengan budaya luar (India), mengikuti pola perubahan zaman dengan tetap memelihara dan melestarikan budayanya sendiri. Kehidupan ekonomi di Kerajaan Kutai dapat diketahui dari dua hal berikut ini: Letak geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina danKelompok V Kelas A Sore 6

India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian. Keterangan tertulis pada prasasti yang mengatakan bahwa Raja Mulawarman pernah memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana. Kehidupan budaya masyarakat Kutai sebagai berikut : Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang menjaga akar tradisi budaya nenek moyangnya. Masyarakat yang sangat tanggap terhadap perubahan dan kemajuan kebudayaan. Menjunjung tingi semangat keagamaan dalam kehidupan kebudayaannya. d) Masuknya Pengaruh Budaya Masuknya pengaruh budaya India ke Nusantara, menyebabkan budaya Indonesia mengalami perubahan. Perubahan yang terpenting adalah timbulnya suatu sistem pemerintahan dengan raja sebagai kepalanya. Sebelum budaya India masuk, pemerintahan hanya dipimpin oleh seorang kepala suku. Selain itu, percampuran lainnya adalah kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia mendirikan tugu batu. Kebiasaan ini menunjukkan bahwa dalam menerima unsur-unsur budaya asing, bangsa Indonesia bersikap aktif. Artinya bangsa Indonesia berusaha mencari dan menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan asing tersebut dengan kebudayaan sendiri. Bangsa Indonesia mempunyai kebiasaan mendirikan tugu batu yang disebut menhir, untuk pemujaan roh nenek moyang, sedangkan tugu batu (Yupa) yang didirikan oleh raja Mulawarman digunakan untuk menambatkan hewan kurban. Pada prasasti itu juga diceritakan bahwa Raja Mulawaraman memerintah dengan bijaksna. Ia pernah menghadiahkan 20.000 ekor sapi untuk korban kepada para brahmana / pendeta. Dan dalam prasasti itu pun menyatakan bahwa Raja Aswawarman merupakan pendiri dinasti, mengapa bukan ayahnya Kudungga

Kelompok V Kelas A Sore

7

yang menjadi pendiri dinasti tetapi anaknya Aswawarman? Hal itu karena pada saat itu Raja Kudungga belum memeluk agama Hindu, sehingga ia tidak bisa menjadi pendiri dinasti Hindu. Dari Raja Aswawarman menurunlah sampai Mulawarman, karena

Mulawarman pun memeluk agama Hindu. Hal itu diketahui dari penyebutan bangunan suci untuk Dewa Trimurti. Bangunan itu disebut bangunan Wapraskewara dan di Gua Kembeng di Pedalaman Kutai ada sejumlah arca-arca agama Hindu seperti Siwa dan Ganesa. e) Bukti Peninggalan Bukti sejarah Kerajaan Kutai ini adalah ditemukannya tujuh buah prasasti yang berbentuk Yupa (tiang batu). 2. KERAJAAN TARUMANEGARA Tarumanagara adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu. a) Raja-raja di Kerajaan Tarumanegara Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa. Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada

Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak

Kelompok V Kelas A Sore

8

sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara. Raja-raja Tarumanegara 1. Jayasingawarman 2. Dharmayawarman 3. Purnawarman 4. Wisnuwarman 5. Indrawarman 6. Candrawarman 7. Suryawarman 8. Kertawarman 9. Sudhawarman 10. Hariwangsawarman 11. Nagajayawarman 12. Linggawarman 358-382 382-395 395-434 434-455 455-515 515-535 535-561 561-628 628-639 639-640 640-666 666-669

b) Sumber-sumber Sejarah Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui melalui sumber-sumber yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa tujuh buah prasasti batu yang ditemukan empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hampir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.

Kelompok V Kelas A Sore

9

c) Prasasti-prasasti Kerajaan Tarumanegara 1. Prasasti Ciaruteun Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang terdiri dari 4 baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh. Di samping itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja Purnawarman. Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai 2 arti yaitu: 1. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut). 2. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang (biasanya penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat 2. Prasasti Jambu Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak, ditemukan di bukit Koleangkak di perkebunan jambu, sekitar 30 km sebelah barat Bogor, prasasti ini juga menggunakan bahwa Sansekerta dan huruf Pallawa serta terdapat gambar telapak kaki yang isinya memuji pemerintahan raja Mulawarman. 3. Prasasti Kebonkopi Prasasti Kebonkopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang Bogor . Yang menarik dari prasasti ini adalah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu. 4. Prasasti Muara Cianten Prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca. Di samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.

Kelompok V Kelas A Sore

10

5. Prasasti Pasir awi Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Leuwiliang, juga tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca. 6. Prasasti Cidanghiyang Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman. 7. Prasasti Tugu Prasasti Tugu di temukan di daerah Tugu, kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang melingkar dan isinya paling panjang dibanding dengan prasasti Tarumanegara yang lain, sehingga ada beberapa hal yang dapat diketahui dari prasasti tersebut. Hal-hal yang dapat diketahui dari prasasti Tugu adalah: 1. Prasasti Tugu menyebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di Punjab yaitu sungai Chandrabaga dan Gomati. Dengan adanya keterangan dua buah sungai tersebut menimbulkan tafsiran dari para sarjana salah satunya menurut Poerbatjaraka. Sehingga secara Etimologi (ilmu yang mempelajari tentang istilah) sungai Chandrabaga diartikan sebagai kali Bekasi. 2. Prasasti Tugu juga menyebutkan anasir penanggalan walaupun tidak lengkap dengan angka tahunnya yang disebutkan adalah bulan phalguna dan caitra yang diduga sama dengan bulan Februari dan April. 3. Prasasti Tugu yang menyebutkan dilaksanakannya upacara selamatan oleh Brahmana disertai dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan raja. d) Kehidupan Kerajaan Tarumanegara y Kehidupan Politik Berdasarkan tulisan-tulisan yang terdapat pada prasasti diketahui bahwa raja yang pernah memerintah di tarumanegara hanyalah raja purnawarman. Raja

Kelompok V Kelas A Sore

11

purnawarman adalah raja besar yang telah berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya. Hal ini dibuktikan dari prasasti tugu yang menyatakan raja purnawarman telah memerintah untuk menggali sebuah kali. Penggalian sebuah kali ini sangat besar artinya, karena pembuatan kali ini merupakan pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar pengairan sawah-sawah pertanian rakyat. y Kehidupan Sosial Kehidupan social kerajaan tarumanegara sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari upaya raja purnawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyatnya. Raja purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan sebagai tanda penghormatan kepada para dewa. y Kehidupan Ekonomi Prasasti tugu menyatakan bahwavraja purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membuat sebuah terusan sepanjang 6122 tombak. Pembangunan terusan ini mempunyai arti ekonomis yang besar nagi masyarakat, Karena dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mencegah banjir serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antardaerah di kerajaan tarumanegara denagn dunia luar. Juga perdagangan dengan daera-daerah di sekitarnya. Akibatnya, kehidupan perekonomian masyarakat kerajaan tarumanegara sudah berjalan teratur. y Kehidupan Budaya Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai bukti kebesaran kerjaan tarumanegara, dapat diketahui bahwa tingkat kebudayaan masyarakat pada saat itu sudah tinggi. Selain sebagai peninggalan budaya, keberadaan prasasti-prasasti tersebut menunjukkan telah berkembangnya kebudayaan tulis menulis di kerajaan tarumanegara. 3. KERAJAAN KALING Dalam berita-berita tiong hua dari zaman pemerintahan raja-raja Tang(618906) ada di sebut nama kerajaan kaling atau holing. Letak nya di jawa tengah.

Kelompok V Kelas A Sore

12

Tanah nya sangat kaya, dan di situ ada pula sumber air asin. Rakyat nya hidup makmur dan tentram. Sejak tahun 674, rakyat nya di perintah oleh seorang raja perempuan yang bernama simo. Pemerintahan sangat keras, tetapi berdasarkan kejujuran muthlak. Tidak ada seorang pun yang berani melanggar hak dan kewajiban masing-masing. Di cerita kan bahwa sang raja sengaja meletak kan kantong yang beri emas di tengah jalan, dan tidak ada yang mempunyai pikiran untuk mengambil nya, sampai 3 tahun kemudian putra mahkota secara kebetulan menyentuh dengan kaki nya. Segera sang raja memutuskan hukuman mati untuk anak nya. Keputusan ini dapat di cegah oleh para menteri, namun hukuman harus juga di jatuh kan karena kaki nya yang salah, yaitu menyentuh barang yang bukan miliknya, maka kaki nya yang di potong. Berita lain yang berasal dari seorang pendeta budha, I-tsing, menyatakan bahwa dalam tahun 664 telah dating seorang pendeta bernama Hwi-ning di holing, dan tinggal disitu selama 3 tahun. Dengan bantuan pendeta Holing, Jnanabhadra, yang menterjemahkan berbagai kitab suci agama budha hinayana. Di tuk mas,sebuah desa di kaki gunung merbabu, ada di dapat kan sebuah prasasti yang di tulis dengan huruf pallawa dengan bahasa sanskerta, dari jenis huruf-huruf nya berasal dari sekitar tahun 660 masehi. Isi nya ialah keterangan tentang suatu mata air yang jernih bersih. Sungai yang bersumber kepada nya di sama kan dengan sungai gangga. Kecuali tulisan, kepada batu itu di lukiskan gambar-gambar tricula, kendi, kapak, cangkha, cakra, bunga teratai dan sebagai nya, yang mengingat kan kepada lambing-lambang agama hindu. I-thing mengemukakan agama budha, maka tidak dapat di ketahui, apakah prasasti tuk mas (agama hindu) ini ada hubungan nya dengan holing. Pada abad ke-5 muncul Kerajaan Ho-ling (atau Kalingga) yang diperkirakan terletak di utara Jawa Tengah. Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling didapat dari prasasti dan catatan dari negeri Cina. Pada tahun 752. Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini bagian jaringan

Kelompok V Kelas A Sore

13

perdagangan Hindu, bersama Malayu danTarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Budha. Berita Cina Berita keberadaan Ho-ling juga dapat diperoleh dari berita yang berasal dari zaman Dinasti Tang dan catatan I-Tsing Catatan dari zaman Dinasti Tang Cerita Cina pada zaman Dinasti Tang (618 M - 906 M) memberikan tentang keterangan Ho-ling sebagai berikut.

Ho-ling atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La (Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletakPulau Sumatera. Ibukota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu. Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading.

Penduduk

Kerajaan

Ho-ling

sudah

pandai

membuat minuman

keras dari bunga kelapa

Daerah

Ho-ling

menghasilkan kulit penyu, emas, perak,

cula badak dan

gading gajah. Catatan dari berita Cina ini juga menyebutkan bahwa Ia sejak adalah Pada

tahun 674, rakyat Ho-ling seorang ratu yang

diperintah

oleh Ratu dan

Sima (Simo). bijaksana.

sangat

adil

masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling sangat aman dan tentram. Catatan I-Tsing Catatan I-Tsing (tahun 664/665 M) menyebutkan bahwa pada abad ke7 tanah Jawa telah menjadi salah satu pusat pengetahuan agama Buddha

Hinayana. Di Ho-ling ada pendeta Cina bernama Hwining, yang menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha. Ia bekerjasama dengan pendeta Jawa

Kelompok V Kelas A Sore

14

bernama Janabadra.

Kitab

terjemahan

itu

antara

lain

memuat

cerita

tentang Nirwana, tetapi cerita ini berbeda dengan cerita Nirwana dalam agama Buddha Hinayana. Prasasti Prasasti peninggalan Kerajaan Ho-ling adalah Prasasti Tukmas. Prasasti ini ditemukan di Desa Dakwu daerah Grobogan, Purwodadi di lereng Gunung

Merbabu di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan

jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan denganSungai Gangga di India.Pada prasasti itu ada gambar-gambar

seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusiadengan dewa-dewa Hindu. 4. KERAJAAN SRIWIJAYA Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan maritim yang kuat di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Dalam bahasa Sansekerta, sri berarti bercahaya dan wijaya berarti kemenangan. Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682. Berita mengenai Kerajaan Sriwijaya dapat kita peroleh dari prasasti yang ditemukan di Sumatra dan Bangka. Prasasti yang berangka tahun 684-775 M tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti itu antara lain sebagai berikut : 1. Prasasti Kedukan Bukit Isi prasasti menyatakan bahwa Dapunta Hiyang mengadakan perjalanan suci (sidha-yarta) dengan perahu dan membawa 20.000 orang. Ia berangkat dari

Kelompok V Kelas A Sore

15

Minangatamwan dan dalam perjalanan Ia berhasil menaklukan beberapa daerah. Kemenangan itu Sriwijaya menjadi makmur. 2. Prasasti Talang Tuwo Isinya ialah pembuatan taman Criksetra atas perintah Dapunta Hiyang Cri Jayanaca untuk kemakmuran semua makhluk. Semua harapan dan doa yang termaktub dalam prasasti itu jelas sekali bersifat agama budha mahayana. 3. Prasasti Telaga Batu Isi prasasti menyatakan tentang kutukan-kutukan yang sangat seram terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan dan tidak taat kepada perintah-perintah raja. 4. Prasasti Kota Kapur Isi prasasti menyatakan usaha Kerajaan Sriwijaya untuk menaklukkan dan menundukkan bhumi jawa yang tidak setia kepada Kerjaan Sriwijaya. 5. Karang Berahi Isi kedua prasasti menyatakan permintaan dewa agar menjaga Kerajaan Sriwijaya dan menghukum setiap orang yang bermaksud jahat. Isi prasasti membawa pada kesimpulan sebagai berikut : Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuwo, dan Prasasti Telaga Batu yang ditemukan di dekat Palembang menceritakan berdirinya Sriwijaya pada tahun 683 M. Pusat kerajaan di dekat kota Palembang sekarang. Prasasti Kota Kapur dan Karang Berahi yang di temukan di Bangka dan di Jambi menceritakan wilayah kekuasaan Sriwijaya sampai ke Pulau Bangka dan Melayu. Sementara itu sang raja berusaha pula menundukkan bhumu jawa. Mungkin sekali bumi jawa adalah Tarumanegara. Meskipun dari jawa barat sendiri tidak ada keterangan dari abad ke-7 ini, namun menurut berita Tionghoa To-Lo-Mo dalam tahun 669 masih mengirimkan utusannya ke Tiongkok. Saingan antara kedua negara itu sudah wajar sekali, oleh karena masingmasing ingin mengusai laut sekitar pulau bangka yang menjadi simpang tiga jalan pelayaran antara Indonesia-Tiongkok-India. Inilah pula sebabnya Sriwijaya merebut palembang dan jambi, dua pelabuhan laut yang terpenting pada sisi barat jalan pelayaran itu, dan juga bangka yang merupakan kunci simpang tiga tadi.

Kelompok V Kelas A Sore

16

5. KERAJAAN MATARAM DI JAWA TENGAH Kerajaan Matar m kita kenal dari sebuah prasasti yang ditemukan di Desa Canggal (barat daya Magelang). Prasasti ini berangka tahun 732 M, ditulis dengan huruf Pallawa dan digubah dalam bahasa Sanskerta yang indah sekali. Isinya terutama adalah memperingati didirikannya sebuah lingga (lambang iwa) di atas sebuah bukit di daerah Ku jaraku ja oleh Raja Sa jaya. Daerah ini letaknya di sebuah pulau yang mulia, Y wadwpa, yang kaya raya akan hasil bumi, terutama padi dan emas. Y wadwpa ini mula-mula diperintah oleh Raja Sanna, yang lama sekali memerintah dengan kebijaksanaan dan kehalusan budi. Setelah Raja Sanna wafat, pecahlah negaranya, kebingungan karena kehilangan perlindungan. Naiklah ke atas tahta kerajaan, Raja Sa jaya, anak Sann h (saudara perempuan Sanna), seorang raja yang ahli dalam kitab-kitab suci dan dalam keprajuritan. Ia menaklukkan berbagai daerah di sekitar kerajaannya dan menciptakan ketentraman serta kemakmuran yang dapat dinikmati oleh rakyatnya. Sanna dan Sa jaya terkenal pula dari Carita Parahyangan, sebuah kitab dari zaman kemudian sekali yang terutama menguraikan sejarah Pasundan. Dalam kitab ini diceritakan bahwa Sanna dikalahkan oleh Purbasora dari Galuh dan menyingkir ke Gunung Merapi. Tetapi, penggantinya, Sa jaya, kemudian menaklukkan Jawa Barat dan kemudian Jawa Timur serta Bali. Pun Malayu dan Keling (dengan rajanya Sang riwijaya) diperanginya. Dalam garis besarnya, cerita ini sesuai juga dengan Prasasti Canggal. Mendirikan sebuah lingga secara khusus adalah lambang mendirikan suatu kerajaan. Bahwa Sanjaya memang dianggap sebagai Wamakarta dari Kerajaan Matar m, dinyatakan juga dari prasasti-prasasti para raja yang berturut-turut menggantikannya. Di antara prasasti-prasasti itu ada beberapa dari Balitung yang memuat silsilah, dan yang menjadi pangkal silsilah itu adalah Raka i Matar m Sang ratu Sa jaya. Bahkan ada pula prasasti-prasasti yang menggunakan tarikh

Kelompok V Kelas A Sore

17

Sa jaya! Dari kedua kenyataan ini dapatlah jelas betapa besarnya arti Sa jaya itu bagi raja-raja yang kerajaannya berpusat di Jawa Tengah sampai abad X M. Adapun lingga yang didirikan oleh Sa jaya itu tempatnya ialah di Gunung Wukir di Desa Canggal. Di sini terdapat sisa-sisa sebuah candi induk dengan 3 candi perwara di depannya. Di dalam candi induk ini tidak terdapatkan lingganya, yang ada ialah sebuahyoni besar sekali dan umumnya yoni itu merupakan landasan bagi sebuah lingga. Di halaman candi inilah Prasasti Canggal itu ditemukan. Sayang sekali bahwa Candi Gunung Wukir ini yang masih tersisa sangat terlalu sedikit, sehingga tidak dapat diketahui bagaimana bentuk dan wujud yang sebenarnya dari hasil seni bangunan yang tertua itu. 6. KERAJAAN KANJURUHAN Kanjuruhan adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Timur, yang pusatnya berada di dekat Kota Malangsekarang. Kanjuruhan diduga telah berdiri pada abad ke-6 Masehi (masih sezaman dengan Kerajaan Taruma di sekitar Bekasi dan Bogor sekarang). Bukti tertulis mengenai kerajaan ini adalah Prasasti Dinoyo. Rajanya yang terkenal adalah Gajayana. Peninggalan lainnya

adalah Candi Badut dan Candi Wurung. Latar belakang Jaman dahulu, ketika Pulau Jawa diperintah oleh raja-raja yang tersebar di daerah-daerah. Raja Purnawarman memerintah di Kerajaan Tarumanegara; Putri Sima memerintah di Kerajaan Holing; dan Raja Sanjaya memerintah di Kerajaan Mataram Kuna. Di Jawa Timur terdapat pula sebuah kerajaan yang aman dan makmur. Kerajaan itu berada di daerah Malang sekarang, di antara Sungai Brantas dan Sungai Metro, di dataran yang sekarang bernama Dinoyo, Merjosari, Tlogomas, dan Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru . Kerajaan itu bernama Kanjuruhan.

Kelompok V Kelas A Sore

18

Bagaimana Kerajaan Kanjuruhan itu bisa berada dan berdiri di lembah antara Sungai Brantas dan Sungai Metro di lereng sebelah timur Gunung Kawi, yang jauh dari jalur perdagangan pantai atau laut? Kita tentunya ingat bahwa pedalaman Pulau Jawa terkenal dengan daerah agraris, dan di daerah agraris semacam itulah muncul pusat-pusat aktivitas kelompok masyarakat yang berkembang menjadi pusat pemerintahan. Rupa-rupanya sejak awal abad masehi, agama Hindu dan Budha yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia bagian barat dan tengah, pada sekitar abad ke VI dan VII M sampai pula di daerah pedalaman Jawa bagian timur, antara lain Malang. Karena Malang-lah kita mendapati bukti-bukti tertua tentang adanya aktivitas pemerintahan kerajaan yang bercorak Hindu di Jawa bagian timur. Bukti itu adalah prasasti Dinoyo yang ditulis pada tahun 682 saka atau kalau dijadikan tahun masehi ditambah 78 tahun, sehingga bertepatan dengan tahun 760 M. Disebutkan seorang raja yang bernama Dewa Singha, memerintah keratonnya yang amat besar yang disucikan oleh api Sang Siwa. Raja Dewa Sinta mempunyai putra bernama Liswa, yang setelah memerintah menggantikan ayahnya menjadi raja bergelar Gajayana. Pada masa pemerintahan Raja Gajayana, Kerajaan Kanjuruhan berkembang pesat, baik pemerintahan, sosial, ekonomi maupun seni budayanya. Dengan sekalian para pembesar negeri dan segenap rakyatnya, Raja Gajayana membuat tempat suci pemujaan yang sangat bagus guna memuliakan Resi Agastya. Sang raja juga menyuruh membuat arca sang Resi Agastya dari batu hitam yang sangat elok, sebagai pengganti arca Resi Agastya yang dibuat dari kayu oleh nenek Raja Gajayana. Dibawah pemerintahan Raja Gajayana, rakyat merasa aman dan terlindungi. Kekuasaan kerajaan meliputi daerah lereng timur dan barat Gunung Kawi. Ke utara hingga pesisir laut Jawa. Keamanan negeri terjamin. Tidak ada peperangan. Jarang terjadi pencurian dan perampokan, karena raja selalu bertindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian rakyat hidup aman, tenteram, dan terhindar dari malapetaka.

Kelompok V Kelas A Sore

19

Raja Gajayana hanya mempunyai seorang putri, yang oleh ayah diberi nama Uttejana. Seorang putri kerajaan pewaris tahta Kerajaan Kanjuruhan. Ketika dewasa, ia dijodohkan dengan seorang pangeran dari Paradeh bernama Pangeran Jananiya. Akhirnya Pangeran Jananiya bersama Permaisuri Uttejana, memerintah kerajaan warisan ayahnya ketika sang Raja Gajayana mangkat. Seperti leluhurleluhurnya, mereka berdua memerintah dengan penuh keadilan. Rakyat Kanjuruhan semakin mencintai rajanya Demikianlah, secara turun-temurun Kerajaan Kanjuruhan diperintah oleh raja-raja keturunan Raja Dewa Simha. Semua raja itu terkenal akan kebijaksanaannya, keadilan, serta kemurahan hatinya. Pada sekitar tahun 847 Masehi, Kerajaan Mataram Kuna di Jawa Tengah diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu. Raja ini terkenal adil dan bijaksana. Dibawah pemerintahannyalah Kerajaan Mataram berkembang pesat, kekuasaannya sangat besar. Ia disegani oleh raja-raja lain diseluruh Pulau Jawa. Keinginan untuk memperluas wilayah Kerajaan Mataram Kuna selalu terlaksana, baik melalui penaklukan maupun persahabatan. Kerajaan Mataram Kuna terkenal di seluruh Nusantara, bahkan sampai ke mancanegara. Wilayahnya luas, kekuasaannya besar, tentaranya kuat, dan penduduknya sangat banyak. Perluasan Kerajaan Mataram Kuna itu sampai pula ke Pulau Jawa bagian timur. Tidak ada bukti atau tanda bahwa terjadi penaklukan dengan peperangan antara Kerajaan Mataram Kuna dengan Kerajaan Kanjuruhan. Ketika Kerajaan Mataram Kuna diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan menyumbangkan sebuah bangunan candi perwara (pengiring) di komplek Candi Prambanan yang dibangun oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan tahun 856 M (dulu bernama Siwa Greha). Candi pengiring (perwara) itu ditempatkan pada deretan sebelah timur, tepatnya di sudut tenggara. Kegiatan pembangunan semacam itu merupakan suatu kebiasaan bagi raja-raja daerah kepada pemerintah pusat. Maksudnya agar hubungan kerajaan pusat dan kerajaan di daerah selalu terjalin dan bertambah erat.

Kelompok V Kelas A Sore

20

Kerajaan Kanjuruhan saat itu praktis dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuna. Walaupun demikian Kerajaan Kanjuruhan tetap memerintah di daerahnya. Hanya setiap tahun harus melapor ke pemerintahan pusat. Di dalam struktur pemerintahan Kerajaan Mataram Kuna zaman Raja Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan lebih dikenal dengan sebutan Rakryan Kanuruhan, artinya Penguasa daerah di Kanuruhan. Kanuruhan sendiri rupa-rupanya perubahan bunyi dari Kanjuruhan. Karena sebagai raja daerah, maka kekuasaan seorang raja daerah tidak seluas ketika menjadi kerajaan yang berdiri sendiri seperti ketika didirikan oleh nenek moyangnya dulu. Kekuasaaan raja daerah di Kanuruhan dapat diketahui waktu itu adalah daerah lereng timur Gunung Kawi. Kekuasaan Rakryan Kanjuruhan Daerah kekuasaan Rakryan Kanuruhan watak Kanuruhan. Watak adalah suatu wilayah yang luas, yang membawahi berpuluh-puluh wanua (desa). Jadi mungkin daerah watak itu dapat ditentukan hampir sama setingkat kabupaten. Dengan demikian Watak Kanuruhan membawahi wanua-wanua (desa-desa) yang terhampar seluas lereng sebelah timur Gunung Kawi sampai lereng barat Pegunungan Tengger-Semeru ke selatan hingga pantai selatan Pulau Jawa. Dari sekian data nama-nama desa (wanua) yang berada di wilayah (watak) Kanuruhan menurut sumber tertulis berupa prasasti yang ditemukan disekitar Malang adalah sebagai berikut : 1. Daerah Balingawan (sekarang Desa Mangliawan Kecamatan Pakis), 2. Daerah Turryan (sekarang Desa Turen Kecamatan Turen), 3. Daerah Tugaran (sekarang Dukuh Tegaron Kelurahan Lesanpuro), 4. Daerah Kabalon (sekarang Dukuh Kabalon Cemarakandang), 5. Daerah Panawijyan (sekarang Kelurahan Palowijen Kecamatan Blimbing), 6. Daerah Bunulrejo (yang dulu bukan bernama Desa Bunulrejo pada zaman Kerajaan Kanuruhan), 7. Dan daerah-daerah di sekitar Malang barat seperti : Wurandungan (sekarang Dukuh Kelandungan Landungsari), Karuman, Merjosari, Dinoyo,

Kelompok V Kelas A Sore

21

Ketawanggede, yang di dalam beberapa prasasti disebut-sebut sebagai daerah tempat gugusan kahyangan (bangunan candi) di dalam wilayah/kota Kanuruhan. Demikianlah daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaan Rakryan Kanuruhan. Dapat dikatakan mulai dari daerah Landungsari (barat), Palowijen (utara), Pakis (timur), Turen (selatan). Keistimewaan pejabat Rakryan Kanuruhan ini disamping berkuasa di daerahnya sendiri, juga menduduki jabatan penting dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno sejak zaman Raja Balitung, yaitu sebagai pejabat yang mengurusi urusan administrasi kerajaan. Jabatan ini berlangsung sampai zaman Kerajaan Majapahit. Begitulah sekilas tentang Rakryan Kanuruhan. Penguasa di daerah tetapi dapat berperan di dalam struktur pemerintahan kerajaan pusat, yang tidak pernah dilakukan oleh pejabat (Rakyan) yang lainnya, dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno di masa lampau. 7. SANJAYAWAMCA DAN CAILENDRAWAMCA Kecuali Prasasti Canggal, tidak ada lagi prasasti lain dari Sa jaya. Pun dari keturunannya, sampai pertengahan abad IX M, tidak ada. Yang terdapat sesudah Sa jaya itu adalah prasasti-prasasti dari keluarga raja lain, yaitu ailendrawama. Rupa-rupanya keluarga Sa jaya itu terdesak oleh para ailendra, tetapi masih juga mempunyai kekuasaan di sebagian Jawa Tengah. Bagaimana jalannya pergeseran kekuasaan itu tidak diketahui. Hanyalah nyata bahwa antara keluarga Sa jaya dan keluarga ailendra ada kerjasama yang erat dalam hal-hal tertentu. Hal ini pertama kali nyata dari prasasti Kalasan. Prasasti ini ditulis dengan huruf pra-nagari dalam bahasa Sanskrta dan berangka tahun 778 M. Isinya adalah bahwa para Guru sang raja mustika keluarga Cailendra (ailendrawamatilaka) telah berhasil membujuk Maharaja Tejahp r apa a Pa angkara a (di tempat lain dalam prasasti ini disebut Kariya a Pa angkara a) untuk mendirikan bangunan suci bagi Dewi T r dan sebuah biara untuk para pendeta dalam kerajaan keluarga ailendra. Kemudian Pa angkara a itu menghadiahkan desa Kal a kepada sanggha.

Kelompok V Kelas A Sore

22

Bangunan yang didirikan ini adalah Candi Kalasan di Desa Kalasan di sebelah timur Yogyakarta. Candi ini sekarang kosong, tetapi memiliki singgasana serta bilik, sehingga arca T r yang dahulu bertahta di sini tentunya besar sekali, dan sangat mungkin terbuat dari perunggu. Tejahp r a Pa angkara a (diduga kuat) adalah Rakai Panangkaran, pengganti Sa jaya; seperti nyata dari prasasti Raja Balitung dari tahun 907 M. Prasasti ini bahkan memuat daftar lengkap dari raja-raja yang mendahului Balitung; bunyinya sebagai berikut:rahyangta rumuhun ri mdang ri poh pitu, rakai matar m sang ratu Sa jaya, rmah r ja mah r ja rakai rakai rakai Panangkaran, r mah r ja Warak, cr mah r ja rakai rakai rakai

Panunggalan, ri Garung, r mah r ja

Pikatan, r mah r ja

Kayuwangi, ri

mah r ja rakai Watuhumalang, dan kemudian nama raja yang memerintahkan pembuatan prasasti, yaitu r mah r ja rakai Watukura dyah Balitung

Dharmodaya Mah mbhu. Jelaslah bahwa pemerintahan Sa jayawama berlangsung terus di samping pemerintahan ailendrawama. Keluarga Sa jaya beragama Hindu memuja iwa dan keluarga ailendra beragama Buddha aliran Mahayana yang sudah condong ke Tantrayana. Menilik kenyataan bahwa candi-candi dari abad VIII dan IX M yang ada di Jawa Tengah Utara bersifat Hindu, sedangkan yang ada di Jawa Tengah Selatan bersifat Buddha maka daerah kekuasaan keluarga Sa jaya (diduga kuat) ialah bagian utara Jawa Tengah dan daerah ailendra adalah bagian selatan Jawa Tengah. Pada pertengahan abad IX M, kedua wamca itu bersatu dengan perkawinan Rakai Pikatan dan Pramodawardhani, raja puteri dari keluarga Cailendra. Demikianlah maka dapat dikatakan bahwa keluarga Cailendra itu memegang kekuasaan di Jawa Tengah selama kira-kira satu abad ( 750 850 M). Dalam masa pemerintahan ini banyak sekali bangunan suci yang didirikan untuk memuliakan agama Buddha. Sudah kita kenal Candi Kalasan untuk memuliakan Dewi Tara, menurut Prasasti Kalaca tahun 778 M. Dari tahun 782 M ada prasasti

Kelompok V Kelas A Sore

23

lagi dari Kelurak (Prambanan) yang ditulis dengan huruf pra-nagari pula dan berbahasa Sanskrta. Isinya ialah mengenai pembuatan arca Manjucri yang dalam dirinya mengandung Triratna (Buddha, Dharma, dan Sanggha); yang sama pula (maknanya) dengan Trimurti (Brahma, Wisnu, dan Mahecwara/Ciwa). Tampak benar sifat Tantrayana! Rajanya adalah Indra yang mungkin sekali bergelar Cri Sanggramadananjaya. Tidak ada kepastian bangunan suci mana yang didirikan untuk Manjucri itu; mungkin sekali sebuah candi Ciwa tidak jauh di sebelah utara Prambanan. Salah seorang pengganti Indra adalah Samaratungga. Dalam tahun 824 M (Prasasti Karangtengah, dekat Temanggung) ia mendirikan bangunan suci Wenuwana; mungkin sekali Candi Ngawen di sebelah barat Muntilan. Tanah untuk bangunan suci dan sekitarnya dibebaskan dari pajak (menjadi perdikan) agar dengan demikian penghasilannya dapat diperuntukkan bagi pemeliharaan bangunan suci itu tadi. Janggalnya, sebagaimana di Kalasan, pemberian tanah itu dilakukan oleh seorang raja dari keluarga Sanjaya, yaitu Rakarayan Patapan pu Palar atau Rakai Garung. Samaratungga digantikan oleh anak perempuannya, Pramodawardhani, yang kawin dengan raja keluarga Sanjaya, Rakai Pikatan, pengganti Rakai Garung. Merteka berdua banyak pula mendirikan bangunan suci. Pramodhawardhani, yang kemudian bergelar Cri Kahulunnan, mendirikan bangunan-bangunan Buddha, dan Pikatan mendirikan bangunan-bangunan Hindu. Di Candi Plaosan yang bersifat Buddha banyak didapatkan pertulisan-pertulisan pendek, di antaranya nama-nama Cri Kahulunnan dan Rakai Pikatan. Sangatlah mungkin bahwa kelompok Candi Plaosan itu didirikan atas nama dan perintah Pramodawardhani itulah. Dalam dua buah prasasti dari tahun 842 M, Cri Kahulunnan meresmikan pemberian tanah dan sawah untuk menjamin berlangsungnya pemeliharaan Kamulan (bangunan suci untuk memuliakan nenek moyang) di Bhumisambhara. Kamulan ini tidaklah lain daripada Borobudur, yang mungkin sekali sudah didirikan oleh Samaratungga dalam tahun 824 M. Hal ini dapat disimpulkan dari penyebutan bangunan

Kelompok V Kelas A Sore

24

Kamulan itu secara samar-samar dengan istilah keagamaan, dalam Prasasti Karangtengah. Rakai Pikatan sendiri telah pula mendirikan berbagai bangunan suci agama Hindu. Mungkin sekali kelompok Loro Jonggrang di Prambanan berdirinya atas usahanya. Dalam sebuah prasasti dari tahun 856 M yang dikeluarkan oleh Dyah Lokapala atau rakai Kayuwangi, segera setelah rakai Pikatan turun tahta, terdapat uraian tentang kelompok candi agama Ciwa yang sesuai benar dengan keadaan kelompok Candi Loro Jonggrang atau Prambanan. Pun dalam kitab Ramayana, yang diperkirakan dihimpun dalam abad IX M, ada uraian serupa. Dan nama Pikatan memang terpahatkan juga, tergores dengan cat, pada salah satu candi di kelompok tersebut. 8. BALAPUTRA RAJA SRIWIJAYA Sebuah prasasti dari Nalanda (India), yang berasal dari tahun 860 M, menyebutkan hadiah tanah oleh Dewapaladewa (Raja Pala di Benggala) untuk keperluan sebuah biara yang didirikan oleh seorang maharaja di Suwarnadwipa bernama Balaputra. Dinyatakan pula bahwa Balaputra adalah anak dari Samaragrawira dan cucu dari raja Jawa yang menjadi mustika keluarga Cailendra bernama Cri Wirawairimathana. Wirawairimathana adalah gelar yang serupa dengan gelar Raja Dharanindra dari Prasasti Kelurak, sedangkan Samaragrawira artinya sama dengan

Samaratungga. Demikianlah maka Balaputra (diduga kuat) adalah adik Pramodawardhani, hanya dari lain ibu. Dalam tahun 856 M, Balaputra berusaha merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan, tetapi gagal. Ia lalu melarikan diri ke Suwarnadwipa dan di sana ia berhasil menaiki tahta Criwijaya. Rupanya tiada bedanya dengan Mataram zaman Panangkaran, Criwijaya juga telah terdesak oleh raja-raja Cailendra dan kmeudian berlangsung terus sebagai negara bagian. Dengan demikian maka Balaputra memang mempunyai hak juga atas tahta Criwijaya. Penjelasan silsialahnya pada

Kelompok V Kelas A Sore

25

Prasasti Nalanda tentunya dimaksudkan sebagai pengesahan tindakannya untuk melangsungkan kekuasaan kelaurga Cailendra, baik di Criwijaya maupun di Jawa Tengah, tempat kini kekuasaan telah beralih ke tangan keluarga Sanjaya. Soal agama dipakai juga oleh Balaputra untuk memperkuat kedudukannya di Criwijaya dalam menghadapi Mataram yang beragama Ciwa. Maka segera setelah ia berkuasa, ia mencari persahabatan dengan kerajaan agama Buddha yang kuat. Kerajaan ini ia dapati di India, tempat keluarga Raja Pala berkuasa di Benggala. Inilah sebabnya mengapa ia mengusahakan adanya sebuah biara di Nalanda, yang diperuntukkan bagi para jemaah agama Buddha dari Criwijaya. 9. KELUARGA SANJAYA BERKUASA PENUH LAGI Dalam tahun 856 M, Rakai Pikatan turun tahta, setelah berhasil menghapus kekuasaan keluarga Cailendra di Jawa. Pun kemungkinan timbulnya kembali keluarga ini telah ia cegah, yaitu dengan menggempur Balaputra; yang dari prasasti tahun 856 itu dapat disimpulkan bertahan di bukit Ratu Boko. Penggantinya, Dyah Lokapala atau Rakai Kayuwangi, ternyata menghadapi berbagai kesulitan yang dialami oleh rakyat Mataram. Kekuasaan Cailendra di jawa Tengah selama tiga perempat abad banyak menghasilkan bangunan suci yang serba megah dan mewah, tetapi sebaliknya sangat melemahkan tenaga rakyat dan penghasilan pertanian. Usaha mengutamakan kebesaran raja kini terasa akibatknya yang menekan penghidupan rakyat. Rakai Kayuwangi memerintah dari 856 sampai 886M, dan dalam prasastiprasastinya ia menggunakan sebuatan Cri Maharaja dan gelar abhiseka (penobatan raja) Cri Sajjanotsawatungga. Sebutan pertama menunjukkan kebesaran sang raja yang kini menjadi penguasa satu-satunya. Sementara, akhiran tungga (= puncak, ujung) dalam nama abhisekanya _ kebiasaan yang hanya dipakai oleh raja Cailendra _ menunjukkan bahwa sang raja berdarah Cailendra pula.

Kelompok V Kelas A Sore

26

Pengganti Rakai Kayuwangi adalah Rakai Watuhumalang yang memerintah dari tahun 886 898 M.

Kemudian menyusullah Raja Balitung (Rakai Watukura) yang bergelar Cri Icwarakecawotsawatungga, yang memerintah dari tahun 898 sampai 910 M. Prasasti-prasastinya terdapatkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga dapat disimpulkan ia adalah raja yang pertama yang memerintah kedua bagian pulau Jawa itu. Mungkin sekali kerajaan di Jawa Timur (Kanjuruhan _ Prasasti Dinoyo) telah ia taklukkan, mengingat bahwa di dalam pemerintahan Jawa tengah ada sebuatan Rakaryan Kanuruhan, yaitu salah satu jabatan tinggi langsung di bawah raja. Memang prasasti-prasasti Balitung dari tahun 898 sampai 907 M semuanya didapatkan di Jawa timur, dan salah satu di antaranya menyebutkan serangan ke Bantan (= Bali). Salah satu prasastinya yang menarik perhatian adalah yang ia keluarkan dalam tahun 907, yait yang memuat silsilahnya sejak Sanjaya. Sementara, merekamereka yang memerintah terlebih dahulu itu ia mintai perlindungan. Raja-raja sesudah Balitung adalah Daksa, yang dalam pemerintahan Balitung telah menjabat Rakryan Mahamantri i Hino (kedudukan tertinggi di bawah raja), dan menjadi raja dari 910 hingga 919 M. Lalu, Tulodong dengan gelarnya Rakai Layang Dyah Tulodong Cri Sajanasanmatanuragatunggadewa, dari tahun 919 924 M. Kemudian Wawa, dengan gelar Cri Wijayalokanamottungga, dari tahun 924-929 M. Sejak tahun 929 M, prasasti hanya didapatkan di Jawa Timur dan yang memerintah adalah seorang raja dari keluarga lain, yaitu Si dok dari Ianawama. Dengan ini maka habislah riwayat Sa jayawama, dan juga Jawa Tengah sebagai pusat pemerintahan. Mungkin sekali perpindahan kekuasaan dari keluarga Sa jaya kepada keluarga Iana berlangsung secara damai (perkawinan), tetapi apa sebabnya pusat kerajaan dipindahkan ke Jawa timur tidak dapat diketahui. Ada pendapat bahwa hal ini terjadi karena ancaman-ancaman dari riwijaya.

Kelompok V Kelas A Sore

27

10.

ICANA DI JAWA TIMUR, WARMMADEWA DI BALI, DAN SRIWIJAYA

Sindok, 929-947 Sejak berkuasanya Sindok maka Jawa Timur menggantikan Jawa Tengah di atas panggung sejarah. Ia meninggalkan banyak prasasti, tetapi peristiwaperistiwa sejarah tak banyak di dapat daripadanya. Kebanyakan berisi pembebasan tanah dari pajak untuk keperluan bangunan-bangunan suci. Prasastiprasasti ini berbentuk dan susunannya boleh di katakan serupa : mula-mula uraian pembebasan tanah itu dengan di sertai angka tahun, batas serta dengan ukuranukuran tanah yang dibebaskan, daftar orang-orang yang diserahi melaksanakan tugas ini, hadiah-hadiah yang dibagikan untuk keselamatan selanjutnya,upacaraupacara yang dilakukan, dan akhirnya kutukan-kutukan terhadap mereka yang tidak menaati apa yang telah ditetapkan oleh sang raja. Usaha-usaha sosial semuanya itu memberi kesan, bahwa pemerintahan Sindok berlangsung dengan aman dan sejahtera. Ada sebuah kitab suci agama budha yang terhimpun selama Sindok berkuasa, yaitu Sang Hyang Kamahayanikan yang menguraikan soal-soal agama dan inadah agama budha Tantayana. Namun gama Sindok adalah agama hindu sebagaimana dapat diketahui dari prsasti-prasastinya. Sindok memerintah bersama dengan permainsurinya, Cri Paramecwari Cri Wardhani pu Kbi. Anehnya ialah, bahwa mula-mula Sindok tidak menggunakan gelar maharaja, dan hanya menyebut dirinya (rakryan Cri Mahamantri pu Sindok sang Cricanottunggadewawijaya). Maka mungkin sekali ia telah menaiki tahta kerajaan karena perkawinannya maharaja dengan anak Wawa.baru kemudian ia : Cri Maharaja Rake Hino Cri Icana

menggunakan gelar

Wikramadharmottunggadewa. Sindok memerintah sampai tahun 947. Pengganti-penggantinya kita ketahui dari sebuah prasasti yang di keluarkan oleh Airlangga dan yang kini disimpan di Indian Musium di Calcutta (karena itu prasasti itu terkenal sebagai prasasti Calcutta).

Kelompok V Kelas A Sore

28

Demikianlah

Sindok

digantikan

oleh

anak

perempuannya

Cri

Icanatunggawijaya, yang bersuamikan raja Lokapala. Dari perkawinan ini lahirlah anak laki-laki, Makutawangcawardhana, yang digambarkan sebagai matahari dalam keluarga Icana. Tentang kedua raja pengganti Sindok tidak ada sesuatu keterangan lain lagi, kecuali bahwa Makutawangcawardhana mempunyai seorang anak perempuan yang cantik sekali, yaitu Mahendradatta atau

Gunapriyadharapatni, dan yang bersuamikan raja Udayana dari keluarga Warmadewa yang memerintah di Bali. Dharmawangca 991-1016 Pengganti Makutawangcawardhana adalah Cri Dharmawangca Tguh

Anantawikramottunggadewa. Tidak di

ketahui apakah raja

ini saudara

Mahendradatta dan dengan demikian termasuk keluarga Icana ataukah bukan. Dalam pemerintahan Dharmawangca kitab Mahabharata di sadur dalam bahasa Jawa Kuno. Dari 18 parwa yang ada, yang kini sampai hanyalah 9, di antaranya Adiparwa, Wirataparwa (yang memuat nama raja dan angka tahun 996) dan Bhismaparwa. Ada di susun sebuah kitabhukum yang bernama Ciwacasana (tahun 991). Dalam lapangan politik Dharmawangca berusaha keras untuk menundukkan Criwijaya, yang merupakan saingan berat, kerana menguasai jalan laut India Indonesia Tiongkok. Sesudah Balaputra berkuasa di sumatra, tidak ada

lagi berita tentang Criwijaya. Mungkin tenaga sedang dipusatkan kepada usaha memperkuat diri, sebab mulai tahun 904 ternyata Criwijaya mengirimlagi utusanutusannya ke Tiongkok dengan teratur pada waktu-waktu tertentu. Dalam hubungan ini ada berita yang menarik perhatian : utusan yang datang dalam tahun 988 dan hendak pulang dua tahun kemudian, tertahan di Kanton sampai tahun 992. Sebabnya ialah karena negeri mereka sedang menghadapi serangan dari Jawa. Dalam tahun 992 utusan mencoba lagi untuk pulang, tetapi hanya dapat berlayarsampai Campa, karena berita yang mereka terima menyatakan bahwa Criwijaya diduduki musuh. Keadaan perang yang menutup pintu-pintu Criwijaya

Kelompok V Kelas A Sore

29

itu dibenarkan pula oleh utusan-utusan dari Jawa yang datang di Tiongkok dalam tahun 992. Setelah Dharmawangca berhasil menundukkan Criwijaya, maka yang menjadi raja Criwijaya adalah Cri Cudamaniwarmadewa. Tidak diketahui apakah raja ini ada hubungannya dengan keluarga Warmadewa dari Bali. Hal ini tidak mustahil, mengingat bahwa Dharmawangca besar pula pengaruhnya di Bali. Dalam prasasti-prasasti nama Mahendradatta selalu didahulukan daripada nama sang raja Udayana (dharmodayana Warmadewa)sendiri, seakan-akan permainsurilah yang berkuasa. Tambahan pula. Prasasti-prasasti Bali yang mula-mula di tulis dalam bahasa Bali Kuno, dan sesudah tahun 1022 sebagian besar tertulis sama sekali dalam bahasa Jawa Kuno. Dalam tahun 1016 kerajaan Dharmawangca sekonyong-konyong mengalami pralaya (kehancuran). Sang rajan dan para pembesarnegara gugur dan menurut batu Calutta seluruh Jawa bagaikan satu lautan. Dari pralaya ini dapatmeloloskan diri dari Airlangga, anak Mahendradatta, yang waktu itu ada di Jawa dan telah kawin dengan anak Dharmawangca. Sebab dari pralaya (kehancuran) ini, bahwa kerajaan Dharmawangca di musnahkan oleh raja Wuwarari. Raja ini tidak di kenal dari keterangan lain manapun juga, maka ada dugaan bahwa yang berdiri dibelakang sebenarnya adalah Criwijaya. Kerajaan Warmadewa, 914-1080 Keluarga raja-raja Warmadewa pertama kali muncul dalam sejarah pada tahun 914 dengan adanya prasasti dari sanur yang dikeluarkan ole Cri Kesariwamadewa (dari keluarga lain) bertahta di Singhamandawa. Salah seorang keturunan Kesariwamadewa adalah Candrabhayasingha Warmadewa, yang dalam tahun 962 membangun sebuah telaga dari sumber suci yang ada di desa Manukraya. Desa ini bernama Manukaya, dan pemandian suci itu adalah Tirtha Empul sekarang di dekat Tampaksiring.

Kelompok V Kelas A Sore

30

Sejak

tahun

989

Bali

diperintah

oleh

Sang

Ratu

Luhur

Cri

Gunapriyadharmapatni bersama suaminya Cri Dharmodayana Warmadewa. Seperti sudah kita ketahui, Gunapriyadharmapatni adalah anak

Makutawangcawardhana dari Jawa Timur dan dalam prasasti-prasasti selalu disebut terlebih dahulu dari nama Udayana sendiri. Di sekitar tahun 1010 Mahendradatta meninggal, dan makam kan di Burwan (Kutri dekat Gianyar) serta diwujudkan sebagai Durga. Udayana memerintah sendiri sampai tahun 1022. Anak sulung Mahendradatta-Udayana adalah Airlangga yang dikawinkan dengan kemenakan sendiri di Jawa Timur, dan anak bungsu nya adalah yang bias menyebutkan dirinya anak wungcu saja. Airlangga nantinya menggantikan Dharmawangca memerintah di jawa timur, dan anak wungcu memerintah di bali dengan nama resminya : Cri Dharmawangca wardhana

Marakatapangkajathanottunggadewa. Rupa-rupanya anak wungcutidak mempunyai keturunan, sebab istrinya terkenal dengan nama Bhatari Mandul dan sesudah masa pemerintahannya nama Warmadewa tidak lagi terdapat pada nama raja-raja Bali yang menggantikannya. Anak wungcu meninggaldi sekitar tahun 1080 dan di makam kan di gunung kawi (tampaksiring). Dengan wafatnya raja ini habislah pula pemerintahan keluarga Warmadewa. Criwijaya dalam abad ke-11 Cudamaniwarmadewa tidak lama memerintah, dan penggantinya adalah anaknya yg bernama Marawijayottunggawarman dan mengaku dirinya dari keluarga Cailendra. Tidak mustahil bahwa Cudamaniwarmadewa di Criwijaya telah kawin dengan putrid Cailendra. Marawijayottunggawarman rupanya tidak mau mengakui kekuasaan

Dharmawangca, dan ia mengikuti jejak Balaputra dengan mencari persahabatan dengan india, kini dengan raja Colamandala yang bernama Rajaraja I. dalam tahun 1006 ia mendirikan sebuah Biara di India Selatan, yaitu Nagipattana, pula dengan

Kelompok V Kelas A Sore

31

bantuan dari Rajaraja. Ia berhasil pula mengembalikan kewibawaan Criwijaya dahulu atas jazirah Malaka, sehingga ia disebut raja kataha (kedah di Malaya) dan Criwijaya. Criwijaya tetap menjadi pusat agama budha yang bernilai internasional.Dari 1011-1023 tinggal seorang biksu dari Tibet bernama Atica,untuk berguru pada Dharmakirti,pendeta tertinggi di Suwarnadwipa yang tergolong ahli terbesar zaman itu ia diberi hadiah dari raja Criwijaya yang bernama Dharmapala,ia pengganti Marawijayottunggawarman,sebuah kitab agama Budha. Entah apa sebabnya,persahabatan Criwijaya dengan Colamandala sejak tahun 1023 berbalik menjadi menjadi permusuhan.Dalam tahun 1023 Rajendra Coladewa melakukan serangan besar-besaran terhadap Kadaram dan

Criwijaya,yang disusul dengan serangan kedua dalam tahun 1030.Dalam serangan kedua raja Criwijaya dapat ditawan,dan hasilnya tidak dapat diketahui. Rupanya Criwijaya setelah serangan kedua Dario Colamandala dapat dibangun kembali sebagai Negara besar dari Jambi terdapatkan bukti-buktiakan kebesaran kerajaan itu,tetapi yang tinggal hanyalah sebuah Stupa dan Makaramakaranya saja yang diantaranya berangkat tahun 1064.Menurut corak dan bentuknya Stupa dan Makara-makaranya itu serupa yang terdapat dijawa tengah selatan masa kekuasaan Cailendra. Airlangga,1019-1042 Dalam tahun 1016 Airlangga dapat meloloskan diri pralaya ia baru berusia 16 tahun ia bersembunyi di Wanagiri dengan para Petapa. Dalam tahun 1016 ia menjadi raja pengganti Dharmawangca oleh para pendeta budha,Siwa dan Brahmana yang bergelar Cri Maharaja Rake Halu Cri Lokecwara Dharmawangca Airlangga Anantawikramottunggadewa,dan daerahnya hanya kecil. Berturut-turut ditaklukan Airlangga : Raja Bhismapraphawa (1028-

1029),Raja Wijaya dari wengker (1030),Raja Adhamapanuda (1031),Raja perempuan seperti raksasa (1032),Wurawari (1032) dan (1035) Raja Wengker yang telah bangun kembali. Kitab Arjunawiwaha dikarang oleh Mpu Kanwa

Kelompok V Kelas A Sore

32

(1030) isinya yaitu perkawinan Arjuna dengan bidadari-bidadari sebagai hadiah para dewa atas jerih payahnya mengalahkan raksasa-raksasa yang menyerang kayangan. Pada tahun 1041 Airlangga membagi kerajaan menjadi dua yaitu Janggala (Singasari) yang ibukotanya Kahurupan dan Panjalu (Kadiri) yang ibukotanya Daha.Gunung kawi keutara dan selatan yang menjadi batasnya. Airangga mengundurkan diri sebagai petapa dengan nama Resi Gentayu.Ia wafat pada tahun (1049) dan dimakamkan diTirtha,sebuah bangunan suci yaitu kolam-kolam dilereng Timur Gunung Penanggungan yang terkenal sebagai Candi Belahan.Ia diwujudkan sebagai Wisnu,menaiki garuda,sebuah Arca Indah kini disimpan di Museum Mojokerto. 11. KERAJAAN KEDIRI Sejarah Kerajaan Kediri mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang. Kota Daha sendiri sudah ada sebelum Kerajaan Kediri berdiri. Daha merupakan singkatan dari Dahanapura, yang berarti kota api. Nama ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan, melainkan pindah ke Daha. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya yang sudah

diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa sudah dapat diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan. Masa-masa

awal Kerajaan Panjalu atau Kerajaan Kediri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang II (1044) yang diterbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang saudara antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga. Pada mulanya, nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai dari pada nama Kediri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh raja-raja Kediri. Bahkan, nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chialung dalam kronik Cina berjudul Ling wai tai ta (1178). Kerajaan Panjalu di

Kelompok V Kelas A Sore

33

bawah

pemerintahan Sri

Jayabhaya berhasil

menaklukkan Kerajaan

Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang. Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan

Sriwijaya di Sumatra. Berikut adalah nama-nama raja yang pernah memerintah di Kerajaan Kediri :y

Sri

Samarawijaya, merupakan

putra Airlangga yang

namanya

ditemukan

dalam prasasti Pamwatan (1042).y

Sri Jayawarsa, berdasarkan prasasti Sirah Keting (1104). Tidak diketahui dengan pasti apakah ia adalah pengganti langsung Sri Samarawijaya atau bukan.

y

Sri Bameswara, berdasarkan prasasti Padelegan I (1117), prasasti Panumbangan (1120), dan prasasti Tangkilan (1130).

y

Sri Jayabhaya, merupakan raja terbesar Kerajaan Kediri, berdasarkan prasasti Ngantang (1135), prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).

y

Sri Sarweswara, berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161).

y y y y

Sri Aryeswara, berdasarkan prasasti Angin (1171). Sri Gandra, berdasarkan prasasti Jaring (1181). Sri Kameswara, berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradahana. Kertajaya, berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Kitab

Nagarakretagama, dan Kitab Pararaton Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kediri. Pada tahun 1157 Kitab Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas Kurawa, sebagai kiasan kemenangan Sri

Jayabhaya atas Kerajaan Janggala. Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kitab Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya. Terdapat pula pujangga zamanKelompok V Kelas A Sore 34

pemerintahan Sri Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana. Kemudian pada zaman pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana. Kerajaan Panjalu-Kediri runtuh pada masa

pemerintahan Raja Kertajaya, dan dikisahkan dalam Kitab Pararaton dan Kitab Nagarakretagama. Pada tahun 1222, Raja Kertajaya sedang berselisih melawan kaum brahmana yang kemudian meminta perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga bercita-cita memerdekakan Tumapel yang Pasukan Ken merupakan daerah

bawahan Kerajaan

Kediri.

Arok berhasil

menghancurkan

pasukan Raja Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan Kediri, yang sejak saat itu kemudian menjadi bawahan Kerajaan Tumapel atau Singosari. Pada tahun 1271 Jayakatwang memberontak terhadap Kerajaan Singosari yang dipimpin oleh Raja Kertanegara. Setelah berhasil membunuh Raja Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kediri, namun hanya bertahan satu tahun dikarenakan serangan gabungan yang dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu Raja Kertanegara, Raden Wijaya. 13. KERAJAAN SINGASARI

1. Sumber Sejarahy y y y y y

Kitab Pararaton Kitab Negarakartagama Kitab Kidung (Kidung Harsa Wijaya & Serat Arok) Prasasti Balawi tahun 1227 Saka (1305 M) Prasasti Maribong tahun 1186 Saka (1264 M) Prasasti Kusmala (Kandangan) tahun 1272 Saka (1350 M) Prasasti Mula Malurung tahun 1177 saka (1255 M) Kerajaan singasari dibangun oleh Ken Arok setelah runtuhnya kerajaan

Kediri. Ken Arok bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi dengan Dinasti Girindrawanca, dengan tujuan untuk menghilangkan jejak tentang siapa sebenarnya Ken Arok & mengapa ia berhasil mendirikan kerajaan. Ken Arok

Kelompok V Kelas A Sore

35

berkuasa 5 tahun (1222 1227 M). pada tahun 1227 Ken Arok terbunuh oleh kaki tangan Anusapati. a. Anusapati Memerintah dari tahun 1227 1248 M. Peristiwa kematian Ken Arok

akhirnya terbongkar & didengar oleh Tohjaya, putra Ken Arok dengan Ken Umang. Dimakamkan di Candi Kidal. b. Tohjaya Memerintah tahun 1248 dan pemerintahannya tidak berlangsung lama, karena putra Anusapati yang bernama Ranggawuni yang dibantu Mahesa Cempaka menuntut hak atas tahta kepada Tohjaya. c. Wisnuwardhana (Ranggawuni) Naik tahta pada tahun 1248 dengan gelar Wisnuwardhana, dibantu oleh Mahesa Cempaka dengan gelar Narashimbamurti. Pemerintahan keduanya sering disebut dengan pemerintahan Ratu Angabaya. Pada tahun 1254 Wisnuwardhana mengangkat putranya sebagai Yuva raja (Raja muda), dengan maksud mempersiapkan putranyaq yang bernama Kertanegara sebagai Raja di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardhana meninggal dan tahta kerajaan dipegang oleh Kertanegara. d. Kertanegara Memerintah tahun 1268 1292 M. Ia merupakan Raja terbesar dan terkemuka

Kerajaan Singasari. Setelah naik tahta, ia bergelar Sri Maharajadhiraja Sri Kertanegara. Pada masa pemerintahannya datang utusan dari Cina atas perintah Kaisar Khubilai Khan agar Raja Kertanegara tunduk terhadap Kaisr Cina, namun Kertanegara menolak dan menghina utusan tersebut. Khubilai Khan marah, sehingga mempersiapkan untuk menyerang Kerajaan Singasari, tetapi sebelum serangan itu datang Raja Kertanegara mengadakan Ekspedisi Pamalayu tahun 1275 M, menguasai Kerajaan Melayu dengan tujuan menghadang serangan Cina agar peperangan tidak terjadi di Singasari. Karena pasukan Singasari sebagian menghadang serangan Cina, maka Jayakatwang keturunan Kerajaan Kediri menyerang Kerajaan Singasari.

Kelompok V Kelas A Sore

36

2. Aspek Kehidupan Sosial Ketika Ken Arok menjadi Akuwu di Tumapel, berusaha meningkatkan kehidupan masyarakatnya. Banyak daerah daerah yang bergabung dengan

Tumapel. Namun pada masa pemerintahan Anusapati, kehidupan kehidupan sosial masyarakat kurang mendapat perhatian, karena ia larut dalam kegemarannya menyabung ayam. Pada masa Wisnuwardhana kehidupan sosial masyarakatnya mulai diatur rapi. Dan pada masa Kertanegara, ia meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya. 3. Aspek Kehidupan Ekonomi Keadaan perekonomian Kerajaan Singasari yaitu ikut ambil bagian dalam dunia pelayaran. Keadaan ini juga didukung oleh hasil 4. Aspek Kehidupan Budaya Ditemukan peninggalan candi candi dan patung patung diantaranya candi patung yang hasil bumi.

Kidal, candiJaga, dan candi Singasari. Sedangkan patung

ditemukan adalah patung Ken Dedes sebagai Dewa Prajnaparamita lambang kesempurnaan ilmu, patung Kertanegara dalam wujud patung Joko Dolog, dan patung Amoghapasa juga merupakan perwujudan Kertanegara (Kedua patung Kertanegara baik patung Joko Dolog maupun Amoghapasa menyatakan bahwa Kertanegara menganut agama Buddha beraliran Tantrayana). 5. Aspek Kehidupan Agama Diangkat seorng Dharmadyaksa (kepala agama Buddha). Disamping itu ada pendeta Maha Brahmana yang mendampingi Raja, dengan pangkat

Sangkhadharma. Sesuai dengan agama yang dianutnya, Kertanegara didharmakan sebagai Syiwa Buddha di candi Jawi, di Sagala bersama sama dengan

permaisurinya yang diwujudkan sebagai Wairocana Locana, dan sebagai Bairawa di candi Singasari. Terdapat prasasti pada lapik (alas) arca Joko Dolog yang ada di taman Simpang di Surabaya, yang menyebutkan bahwa Kertanegara dinobatkan sebagai Jina atau Dhyani Buddha yaitu sebagai Aksobya. Sedangkan arca Joko Dolog itu sendiri merupakan arca perwujudannya. Sebagai seorang Jina ia bergelar Jnanasiwabajra.

Kelompok V Kelas A Sore

37

14. KERAJAAN MAJAPAHIT a. Letak Geografis Secara gessssografis letak kerajaan Majapahit sangat strategis karena adanya di daerah lembah sungai yang luas, yaitu Sungai Brantas dan Bengawan Solo, serta anak sungainya yang dapat dilayari sampai ke hulu. b. Sejarah Terbentuknya Kerajaan Majapahit Pada saat terjadi serangan Jayakatwang, Raden Wijaya bertugas menghadang bagian utara, ternyata serangan yang lebih besar justru dilancarkan dari selatan. Maka ketika Raden Wijaya kembali ke Istana, ia melihat Istana Kerajaan Singasari hampir habis dilalap api dan mendengar Kertanegara telah terbunuh bersama pembesar-pembesar lainnya. Akhirnya ia melarikan diri bersama sisa-sisa tentaranya yang masih setia dan dibantu penduduk desa Kugagu. Setelah merasa aman ia pergi ke Madura meminta perlindungan dari Aryawiraraja. Berkat bantuannya ia berhasil menduduki tahta, dengan menghadiahkan daerah tarik kepada Raden Wijaya sebagai daerah kekuasaannya. Ketika tentara Mongol datang ke Jawa dengan dipimpin Shih-Pi, Ike-Mise, dan Kau Hsing dengan tujuan menghukum Kertanegara, maka Raden Wijaya memanfaatkan situasi itu untuk bekerja sama menyerang Jayakatwang. Setelah Jayakatwang terbunuh, tentara Mongol berpesta pora merayakan kemenanganya. Kesempatan itu pula dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk berbalik melawan tentara Mongol, sehingga tentara Mongol terusir dari Jawa dan pulang ke negrinya. Maka tahun 1293 Raden Wijaya naik tahta dan bergelar Sri Kertajasa Jayawardhana. c. Raja-raja Majapahit Kertajasa Jawardhana (1293 1309) Merupakan pendiri kerajaan Majapahit, pada masa pemerintahannya, Raden Wijaya dibantu oleh mereka yang turut berjasa dalam merintis berdirinya Kerajaan Majapahit, Aryawiraraja yang sangat besar jasanya diberi kekuasaan atas sebelah Timur meliputi daerah Lumajang, Blambangan. Raden Wijaya memerintah dengan sangat baik dan bijaksana. Susunan pemerintahannya tidak berbeda dengan susunan pemerintahan Kerajaan Singasari.

Kelompok V Kelas A Sore

38

RajaJayanegara(1309-1328) Kala Gemet naik tahta menggantikan ayahnya dengan gelar Sri Jayanegara. Pada Masa pemerintahannnya ditandai dengan pemberontakan-pemberontakan. Misalnya pemberontakan Ranggalawe 1231 saka, pemberontakan Lembu Sora 1233 saka, pemberontakan Juru Demung 1235 saka, pemberontakan Gajah Biru 1236 saka, Pemberontakan Nambi, Lasem, Semi, Kuti dengan peristiwa Bandaderga. Pemberontakan Kuti adalah pemberontakan yang berbahaya, hampir meruntuhkan Kerajaan Majapahit. Namun semua itu dapat diatasi. Raja Jayanegara dibunuh oleh tabibnya sendiri yang bernama Tanca. Tanca akhirnya dibunuh pula oleh Gajah Mada. Tribuwana Tungga dewi (13281350) Raja Jayanegara meninggal tanpa meninggalkan seorang putrapun, oleh karena itu yang seharusnya menjadi raja adalah Gayatri, tetapi karena ia telah menjadi seorang Bhiksu maka digantikan oleh putrinya Bhre Kahuripan dengan gelar Tribuwana Tunggadewi, yang dibantu oleh suaminya yang bernama Kartawardhana. Pada tahun 1331 timbul pemberontakan yang dilakukan oleh daerah Sadeng dan Keta (Besuki). Pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh Gajah Mada yang pada saat itu menjabat Patih Daha. Atas jasanya ini Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih Kerajaan Majapahit menggantikan Pu Naga. Gajah Mada kemudian berusaha menunjukkan kesetiaannya, ia bercita-cita menyatukan wilayah Nusantara yang dibantu oleh Mpu Nala dan Adityawarman. Pada tahun 1339, Gajah Mada bersumpah tidak makan Palapa sebelum wilayah Nusantara bersatu. Sumpahnya itu dikenal dengan Sumpah Palapa, adapun isi dari amukti palapa adalah sebagai berikut :Lamun luwas kalah nusantara isum amakti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, ring Sunda, ring Palembang, ring Tumasik, samana sun amukti palapa. Kemudian Gajah Mada melakukan penaklukanpenaklukan. Hayam Wuruk Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda yaitu 16 tahun dan bergelar Rajasanegara. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk yang didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada, Majapahit mencapai keemasannya. Dari Kitab

Kelompok V Kelas A Sore

39

Negerakertagama

dapat diketahui bahwa daerah kekuasaan pada

masa

pemerintahan Hayam Wuruk, hampir sama luasnya dengan wilayah Indonesia yang sekarang, bahkan pengaruh kerajaan Majapahit sampai ke negara-negara tettangga. Satu-satunya daerah yang tidak tunduk kepada kekuasaaan Majapahit adalah kerajaan Sunda yang saat itu dibawah kekuasaan Sri baduga Maharaja. Hayam Wuruk bermaksud mengambil putri Sunda untuk dijadikan permaisurinya. Setelah putri Sunda (Diah Pitaloka) serta ayahnya Sri Baduga Maharaja bersama para pembesar Sunda berada di Bubat, Gajah Mada melakukan tipu muslihat, Gajah Mada tidak mau perkawinan Hayam Wuruk dengan putri Sunda dilangsungkan begitu saja. Ia menghendaki agar putri Sunda dipersembahkan kepada Majapahit (sebagai upeti). Maka terjadilah perselisihan paham dan akhirnya terjadinya perang Bubat. Banyak korban dikedua belah pihak, Sri Baduga gugur, putri Sunda bunuh diri. Tahun 1364 Gajah Mada meninggal, Kerajaan Majapahit kehilangan seorang mahapatih yang tak ada duanya. Untuk memilih penggantinya bukan suatu pekerjaan yang mudah. Dewan Saptaprabu yang sudah beberapa kali mengadakan sidang untuk memilih pengganti Gajah Mada akhirnya memutuskan bahwa Patih Hamungkubhumi Gajah Mada tidak akan diganti untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan diangkat Mpu Tandi sebagais Wridhamantri, Mpu Nala sebagai menteri Amancanegara dan patih dami sebagai Yuamentri. Raja Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1989. Wikramawardhana Putri mahkota Kusumawardhani yang naik tahta menggantikan ayahnya bersuamikan Wikramawardhana. Dalam prakteknya Wikramawardhanalah yang menjalankan roda pemerintahan. Sedangkan Bhre Wirabhumi anak Hayam Wuruk dari selir, karena Bhre Wirabhumi (Putri Hayam Wuruk) dari selir maka ia tidak berhak menduduki tahta kerajaan walaupun demikian ia masih diberi kekuasaan untuk memerintah di Bagian Timur Majapahit , yaitu daerah Blambangan. Perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi disebut perang Paregreg.

Kelompok V Kelas A Sore

40

Wikramawardhana meninggal tahun 1429, pemerintahan raja-raja berikutnya berturut-turut adalah Suhita, Kertawijaya, Rajasa Wardhana, Purwawisesa dan Brawijaya V, yang tidak luput ditandai perebutan kekuasaan. d. Sumber Sejarah Sumber sejarah mengenai berdiri dan berkembangnya kerajaan Majapahit berasal dari berbagai sumber yakni : a) Prasasti Butok (1244 tahun). Prasasti ini dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah ia berhasil naik tahta kerajaan. Prasasti ini memuat peristiwa keruntuhan kerajaan Singasari dan perjuangan Raden Wijaya untuk mendirikan kerajaan b) Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrama Kedua kidung ini menceritakan Raden Wijaya ketika menghadapi musuh dari kediri dan tahun-tahun awal perkembangan Majapahit c) Kitab Pararaton

Menceritakan tentang pemerintahan raja-raja Singasari dan Majapahit d) Kitab Negarakertagama Menceritakan tentang perjalanan Rajam Hayam Wuruk ke Jawa Timur. e. Kehidupan Politk Majapahit selalu menjalankan politik bertetangga yang baik dengan kerajaan asing, seperti Kerajaan Cina, Ayodya (Siam), Champa dan Kamboja. Hal itu terbukti sekitar tahun 1370 1381, Majapahit telah beberapa kali mengirim

utusan persahabatan ke Cina. Hal itu diketahui dari berita kronik Cina dari Dinasti Ming. Raja kerajaan Majapahit sebagai negarawan ulung juga sebagai politikuspolitikus yang handal. Hal ini dibuktikan oleh Raden Wiajaya, Hayam Wuruk, dan Maha Patih Gajahmada dalam usahanya mewujudkan kerajaan besar, tangguh dan berwibawa. Struktur pemerintahan di pusat pemerintahan Majapahit :

Kelompok V Kelas A Sore

41

1 2. 3.

Raja Yuaraja atau Kumaraja (Raja Muda) Rakryan Mahamantri Katrini a. Mahamantri i-hino b. Mahamantri i hulu c. Mahamantri i-sirikan

4.

Rakryan Mahamantri ri Pakirakiran a. Rakryan Mahapatih (Panglima/Hamangkubhumi) b. Rakryan Tumenggung (panglima Kerajaan) c. Rakryan Demung (Pengatur Rumah Tangga Kerajaan) d. Rakryan Kemuruhan (Penghubung dan tugas-tugas protokoler) dan e. Rakryan Rangga (Pembantu Panglima)

5.

Dharmadyaka yang diduduki oleh 2 orang, masing-masing dharmadyaka dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang disebut Upapat. Pada masa hayam Wuruk ada 7 Upapati. Selain pejabat-pejabat yang telah disebutkan dibawah raja ada sejumlah raja

daerah (paduka bharata) yang masing-masing memerintah suatu daerah. Disamping raja-raja daerah adapula pejabat-pejabat sipil maupun militer. Dari susunan pemerintahannya kita dapat melihat bahwa sistem pemerintahan dan kehidupan politik kerjaan Majapahit sudah sangat teratur. f. Kehidupan Sosial Ekonomi dan Kebudayaan Hubungan persahabatan yang dijalin dengan negara tentangga itu sangat mendukung dalam bidang perekonomian (pelayaran dan perdagangan). Wilayah kerajaan Majapahit terdiri atas pulau dan daerah kepulauan yang menghasilkan berbagai sumber barang dagangan. Barang dagangan yang dipasarkan antara lain beras, lada, gading, timah, besi, intan, ikan, cengkeh, pala, kapas dan kayu cendana. Dalam dunia perdagangan, kerajaan Majapahit memegang dua peranan yang sangat penting. Sebagai kerajaan Produsen Majapahit mempunyai wilayah yang sangat luas dengan kondisi tanah

Kelompok V Kelas A Sore

42

yang sangat subur. Dengan daerah subur itu maka kerajaan Majapahit merupakan produsen barang dagangan. Sebagai Kerajaan Perantara Kerajaan Majapahit membawa hasil bumi dari

daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Keadaan masyarakat yang teratur mendukung terciptanya karya-karya budaya yang bermutu. bukti-bukti

perkembangan kebudayaan di kerajaan Majapahit dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan berikut ini : Candi : Antara lain candi Penataran (Blitar), Candi Tegalwangi dan candi Tikus (Trowulan). Sastra : Hasil sastra zaman Majapahit dapat kita bedakan menjadi Sastra Zaman Majapahit Awaly y y y y

Kitab Negarakertagama, karangan Mpu Prapanca Kitab Sutasoma, karangan Mpu Tantular Kitab Arjunawiwaha, karangan Mpu Tantular Kitab Kunjarakarna Kitab Parhayajna

Sastra Zaman Majapahit Akhiry

Hasil sastra zaman Majapahit akhir ditulis dalam bahasa Jawa Tengah, diantaranya ada yang ditulis dalam bentuk tembang (kidung) dan yang ditulis dalam bentuk gancaran (prosa). Hasil sastra terpenting antara lain :

y y y y y

Kitab Prapanca, isinya menceritakan raja-raja Singasari dan Majapahit Kitab Sundayana, isinya tentang peristiwa Bubat Kitab Sarandaka, isinya tentang pemberontakan sora Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe Panjiwijayakrama, isinya menguraikan riwayat Raden Wijaya sampai menjadi raja

Kelompok V Kelas A Sore

43

y

Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Pulau Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar, pemindahan Keraton Majapahit ke Gelgel dan penumpasan raja raksasa bernama Maya Denawa.

y

Kitab Usana Bali, isinya tentanng kekacauan di Pulau Bali.

Selain kitab-kitab tersebut masih ada lagi kitab sastra yang penting pada zaman Majapahit akhir seperti Kitab Paman Cangah, Tantu Pagelaran, Calon Arang, Korawasrama, Babhulisah, Tantri Kamandaka dan Pancatantra.

Kelompok V Kelas A Sore

44

BAB III PENUTUP

a. KESIMPULAN Jadi dengan adanya makalah ini yang berjudul Sejarah Kebudayaan Indonesia kita sedikit mengetahui bagaimana kehidupan pada masa lampau,baik pada masa kejayaan,keruntuhan,maupun peninggalan-peninggalannya suatu

kerajaan.

b. SARAN Agar mahasisiwa-mahasiswi dapat mempelajari,mengerti,dan memahami Sejarah Kebudayaan Indonesia dan dapat melestarikan,memanfaatkan,dan menjaga peninggalan-peninggalan kebudayaan tersebut agar tidak punah.

Kelompok V Kelas A Sore

45

DAFTAR PUSTAKA

Soekmono, DR. R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta : PENERBIT KANISIUS (Anggota IKAPI). S.pd, Matroji. Febuari 2004. Sejarah Dunia dan Sejarah Indonesia. Jakarta : Penerbit Erlangga PT. Gelora Aksara Pratama. Santono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Jilid 1 dan 2, Gramedia 1993 Syukur, Abdul, Ensiklopedi Umum untuk Pelajar , Jilid 6, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005. Halaman 161. http://www.google.com/Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas http://id.shvoong.com/humanities/history/2192773-sejarah-singkat-kerajaankanjuruhan/#ixzz1c5kJtdff http://www.indonesiaindonesia.com/f/4090-sriwijaya

Kelompok V Kelas A Sore

46